LAPORAN AKHIR IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) IbM

advertisement
LAPORAN AKHIR
IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)
IbM KELOMPOK NELAYAN DENCARIK
Dibiayai Oleh:
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan
Program Pengabdian Kepada Masyarakat
Nomor: 402/UN48.15/LPM/2014
Oleh:
Ratna Artha Windari, SH.,M.H
NIDN 0015128302
Ketua Tim Pengusul
Lucy Sri Musmini, SE., M.Si, AK
NIDN 0010057103
Anggota Tim Pengusul
I Gede Wawan Sudatha, S.Pd.,ST.,M.Pd NIDN 0014028205
Anggota Tim Pengusul
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2014
1
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................... 1
Halaman Pengesahan ............................................................................. 2
Daftar Isi .................................................................................................. 3
Ringkasan ................................................................................................ 4
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 5
1.1. Analisis Situasi .............................................................................. 5
1.2. Analisis Situasi Mitra..................................................................... 7
1.3. Permasalahan Kelompok Nelayan Dencarik ................................. 8
BAB 2 TARGET LUARAN ................................................................... 10
BAB 3 METODE PELAKSANAAN ..................................................... 11
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 12
4.1. Hasil .............................................................................................. 12
4.2. Pembahasan ................................................................................... 13
BAB 5 PENUTUP ................................................................................... 14
5.1. Simpulan ....................................................................................... 14
5.2. Saran .............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 19
LAMPIRAN ........................................................................................... 20
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan ..................................................... 20
Lampiran 2. Peta Lokasi Mitra ............................................................. 25
Lampiran 3. Peta Zonasi Kawasan Pesisir Desa Dencarik ................... 26
Lampiran 4. Materi-materi Diklat ......................................................... 27
3
RINGKASAN
Hasil tangkapan nelayan Desa Dencarik memiliki khasnya tersendiri sehingga menjadi
target utama bagi konsumen pembeli ikan. Be Dencarik (ikan Dencarik dalam bahasa lokal)
sering menjadi rebutan manakala nelayan pulang dari laut, sehingga tidak jarang komoditas
ini sudah habis terjual meskipun masih di atas perahu. Hal ini menjadi masa – masa
keemasan be Dencarik ketika di masa lalu atau bertepatan dengan musim tangkapan banyak.
Pada dekade terakhir dengan adanya overfishing, perubahan iklim dan cuaca, serta rusaknya
ekosistem penunjang mengakibatkan pasokan be Dencarik semakin tidak menentu dan
cenderung menurun
IbM Kelompok Nelayan Dencarik bersumber dari permasalahan rendahnya hasil
tangkapan nelayan yang berakibat pada penurunan penghasilan nelayan. Ada 2 faktor
penting yang mempengaruhi rendahnya hasil tangkapan nelayan ini, yaitu: faktor rusaknya
lingkungan pesisir khususnya terumbu karang sebagai rumah ikan, yang menyebabkan
nelayan harus melaut dengan jarak yang sangat jauh dan permasalahan kedua yang
ditimbulkan oleh permasalahan pertama adalah faktor peralatan dan modal yang mempersulit
nelayan untuk memperluas jangkauan penangkapan. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan
masyarakat khususnya kelompok nelayan Desa Dencarik dalam mengelola usaha budidaya
perikanan laut yang ramah lingkungan. Masih banyaknya masyarakat pesisir yang tidak
memiliki pekerjaan yang pasti, walaupun secara umur mereka sudah tergolong angkatan
kerja.
Pendekatan yang dipakai dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
pesisir termasuk masyarakat nelayan di Desa Dencarik adalah pendekatan partisipatif, dengan
metode pendidikan dan pelatihan (diklat). Dalam hal ini sejumlah masyarakat pesisir yang
masih menganggur dan sejumlah nelayan tangkap diberikan kesempatan untuk ikut
berpartisipasi sebagai peserta dalam kegiatan pendidikan dan latihan tentang teknik
rehabilitasi terumbu karang plus budidaya perikanan laut.
Dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir termasuk nelayan
di Desa Dencarik, telah dilaksanakan program pemberdayaan masyarakat pesisir melalui
pendidikan dan latihan yang mengangkat tema budidaya perikanan laut berbasis kelestarian
ekosistem terumbu karang. Dengan target Standarisasi produk dalam mutu dan harga be
Dencarik, Peta Zonasi Pemanfaatan Kawasan Pesisir Desa Dencarik, Usaha perikanan yang
diusahakan oleh generasi muda Desa Dencarik, dan Terbangun 2 buah bangunan demplot
usaha budidaya perikanan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan sangat baik berkat peran serta
aktif dari mitra dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan kesempatan memperbaiki taraf
hidup nelayan.
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi
Desa Dencarik merupakan salah satu desa pesisir yang dimiliki oleh Kecamatan Banjar,
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Terletak kira-kira 7 km dari pusat Kota Singaraja
memiliki batas pantai sebelah Barat dengan Desa Banjar dan Timur dengan Desa Temukus
yang merupakan kawasan yang berbatasan dengan Kawasan Wisata Lovina. Desa Dencarik
merupakan desa pesisir yang sebagaian besar penduduknya mengantungkan hidupnya dengan
memanfaatkan hasil laut baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hasil tangkapan nelayan Desa Dencarik memiliki khasnya tersendiri sehingga menjadi
target utama bagi konsumen pembeli ikan. Be Dencarik (ikan Dencarik dalam bahasa lokal)
sering menjadi rebutan manakala nelayan pulang dari laut, sehingga tidak jarang komoditas
ini sudah habis terjual meskipun masih di atas perahu.
Hal ini menjadi masa – masa
keemasan be Dencarik ketika di masa lalu atau bertepatan dengan musim tangkapan banyak.
Pada dekade terakhir dengan adanya overfishing, perubahan iklim dan cuaca, serta rusaknya
ekosistem penunjang mengakibatkan pasokan be Dencarik semakin tidak menentu dan
cenderung menurun.
Salah satu faktor yang diprediksi menjadi penyebab turunnya produksi perikanan
tangkap adalah rusaknya ekosistem terumbu karang di kawasan ini (Prasetia, 2010 dan 2011).
Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya alam kelautan yang dimiliki daerah
Buleleng, dimana sumberdaya alam ini mempunyai peran penting baik ditinjau dari aspek
konservasi, produksi maupun pariwisata dan rekreasi. Ditinjau dari aspek konservasi,
terumbu karang mempunyai fungsi dalam hal pemeliharaan proses-proses ekologis dan
sistem penyangga kehidupan di wilayah pesisir dan laut, habitat berbagai jenis biota sehingga
berfungsi sebagai pengawetan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah, melindungi pantai
dari bahaya erosi dan abrasi, serta sebagai penghasil pasir putih. Ditinjau dari aspek produksi,
keberadaan ekosistem terumbu karang telah memberi manfaat yang besar bagi pemenuhan
kebutuhan pangan dan menopang mata pencaharian masyarakat pesisir melalui kegiatan
perikanan.
Fungsi-fungsi ekosistem terumbu karang tersebut hanya dapat diperoleh secara optimal
jika kondisi terumbu karang berada dalam status yang sehat. Di sisi lain, seiring dengan
5
pembangunan dan laju pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir yang semakin intensif,
beban wilayah pesisir semakin meningkat termasuk terhadap ekosistem terumbu karang yang
ada di dalamnya. Pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan
bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat dewasa ini dihadapkan pada permasalahan
yaitu semakin meluasnya kerusakan terumbu karang. Ancaman terhadap kerusakan terumbu
karang di Bali pada umumnya terutama disebabkan oleh kegiatan manusia, seperti
pembuangan limbah yang menyebabkan meningkatnya pencemaran, praktek-praktek
perikanan yang merusak (destructive fishing), wisata bahari yang tidak terkontrol,
sedimentasi, dan lain sebagainya.
Penelitian Prasetia Tahun 2010 dan 2011, menunjukkan Desa Dencarik yang berbatasan
dengan Kawasan Wisata Lovina hanya memiiki penutupan karang hidup 21 % dengan karang
mati 59% yang terdiri dati kelompok dead coral dan dead coral with algae, kondisi ini
dikategorikan sebagai kondisi buruk.
Keberadaan coral massive sangat dominan dengan
penutupan mencapai 14.46%, merupakan karang berbentuk seperti batu besar yang padat.
Keberadaan coral massive diasumsikan sebagai pola bertahan hidup karang untuk
membentuk koloninya.
Penutupan karang mati dan karang mati yang ditumbuhi alga sebanyak 59%,
menunjukkan tingginya tingkat tekanan yang dihadapi ekosistem terumbu karang di Desa
Dencarik. Tekanan lebih dominan dikarenakan adanya aliran sungai di kawasan, yang pada
saat hujan membawa serta sedimen ke daerah terumbu karang.
Faktor kedua yang
mempengaruhi adalah aktivitas manusia berupa penangkapan ikan yang merusak pada masa
lalu yang mengakibatkan karang harus mengalami proses pemulihan.
Terumbu karang di pantai Dencarik memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat sekitar. Terumbu karang merupakan habitat berbagai biota laut bernilai ekonomis
penting. Peranan terumbu karang dalam menunjang kegiatan perikanan setidak-tidaknya
dapat dilihat dari tiga aspek yaitu penangkapan ikan secara langsung di dalam ekosistem
terumbu karang, penangkapan ikan di sekitar terumbu karang dan penangkapan ikan di laut
lepas yang produktivitasnya didukung oleh keberadaan ekosistem terumbu karang.
Nilai positif dari penelitian Prasetia tahun 2011 tentang rekrutmen karang di Kawasan
Desa Dencarik menunjukkan penyebaran planula karang ditemukan pada semua stasiun
penelitian dengan penyebaran terbesar sebanyak 59 individu dan terendah sebanyak 17
individu pada tiga stasiun penelitian. Planula karang yang ditemukan terdiri dari jenis 9
6
karang dan 109 individu, terdiri dari: Acropora millepora, Acropora palifera, Acropora
tenuis, Fungia fungites, Montipora digitata, Pocillopora damicormis, Porites sp, Seriatopora
hystrix, dan Stylophora pistillata. Hal ini bermakna kondisi ekosistem terumbu karang Desa
Dencarik dapat dipulihkan kembali sehingga dapat memenuhi fungsi – fungsi yang
terkandung di dalam ekosistem terumbu karang.
Kegiatan rehabilitasi karang plus di Pesisir Desa Dencarik merupakan upaya yang harus
dilakukan untuk mempercepat meningkatkan tutupan karang hidup pada areal yang tingkat
tutupan karangnya sangat rendah yaitu kurang dari 25% dan menumbuhkan karang pada
areal yang secara total mengalami kerusakan. Rehabilitasi karang plus bermakna melakukan
rehabilitasi yang diiringi dengan pemanfaatan coralbase sebagai dasar budidaya perikanan.
Tanpa melakukan rehabilitasi dan hanya menggantungkan pada proses-proses alam maka
pemulihan ekosistem dari kerusakannya membutuhkan waktu puluhan tahun.
1.2. Analisis Masalah Mitra
Dari segi sumberdaya manusia, mengingat nelayan tangkap di desa ini pada umumnya
miskin modal dan miskin iptek, dan karena kondisi stok ikan perairan laut di wilayah ini
sudah mendekati over fishing, maka hasil tangkap para nelayan masih jauh dari yang
diharapkan. Hal ini terkuak dari pengakuan Bapak Made Seneng yang merupakan ketua
Kelompok Eka Karya Segara Desa Dencarik yang merupakan mitra dalam kegiatan
pengabdian masyarakat ini, dimana beliau memiliki rata-rata pendapatan masih sangat rendah
yaitu berkisar antara Rp. 300.000,- hingga Rp 1.500.000,- sebulan (Prasetia, 2012). Armada
kapal yang dimiliki juga masih sangat sederhana sehingga ketika mendapatkan tangkapan
yang banyak tidak dapat mengangkutnya dan ketika musim paceklik di kawasan tepi beliau
tidak dapat menangkap ikan lebih jauh lagi. Kedala umur yang sudah semakin senjapun
memyebabkan Bapak Made tidak mampu untuk melaut seperti masa mudanya, meskipun
besar keiinginannya untuk selalu kelaut dan menularkan keahliannya untuk generasi
penerusnya.
Selain berdampak pada taraf hidup para nelayan, rendahnya kesejahteraan para nelayan
tangkap juga menghasilkan kesan yang kurang positif tentang masa depan profesi nelayan di
mata masyarakat. Hasil penelitian Prasetia 2012, di Desa Dencarik menunjukkan bahwa
80,5% anak-anak nelayan yang tidak mau mengikuti jejak ayahnya sebagai nelayan. Begitu
pula para nelayan, yang sebagian besar (89,5%) yang tergabung dalam Kelompok Nelayan
7
Eka Karya Segara Desa Decarik tidak menginginkan anak-anak menjadi nelayan. Hal ini
tentunya merupakan hal yang sangat memprihatinkan dilihat dari sudut permberdayaan sektor
kelautan sebagai urat nadi perekonomian daerah Buleleng. Karena itu pada kegiatan
pengabdian masyarakat ini dilakukan pendekatan kepada generasi muda Desa Dencarik, yaitu
Saudara Ketut Bajra yang merupakan Ketua Kelompok Pemuda Desa Dencarik. Saudara
Ketut Bajra adalah sosok pemuda yang sangat antusias dalam merancang kegiatan ini,
meskipun diakuinya pengetahuan akan usaha perikanan sangatlah minim karena orang
tuannya seakan tidak mau anaknya menjadi nelayan juga. Keinginan saudara Ketut Bajra
mau melaksanakan program ini adalah melihat data empiris sampai tahun 2010 di Desa
Dencarik masih terdapat sekitar 339 orang angkatan kerja yang belum kerja (menganggur).
Dari 339 orang yang tidak memiliki pekerjaan (penganggur) di desa ini, maka sebagian
diantaranya adalah keluarga nelayan yang berdomisili di wilayah pesisir dan generasi muda.
Kendatipun Desa Dencarik memiliki potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar,
namun tak ada satu pun dari 68 KK masyarakat nelayan di desa ini yang menekuni usaha
budidaya perikanan laut. Terkait dengan hal itu, maka salah satu, faktor yang menjadi
penyebabnya adalah karena masyarakat nelayan di desa ini belum memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai tentang teknik budidaya perikanan laut. Sebagaian besar para
nelayan pola pikirnya belum berkembang. Mereka hanya terpaku pada sektor perikanan
tangkap yang diwarisi dari tetuanya. Itupun masih bersifat tradisional. Hal ini tentunya sangat
disayangkan mengingat desa ini memiliki lahan yang potensial untuk melakukan usaha
budidaya perikanan laut cukup luas dan kondisinya cukup baik.
1.3. Permasalahan Kelompok Nelayan Dencarik
Berdasarkan pemantauan, diskusi, dan analisis dengan masyarakat khususnya kelompok
nelayan di kawasan pesisir Desa Dencarik, dapat ditarik sebuah benang merah tentang
beberapa permasalahan penting yang dihadapi nelayan Desa Dencarik yaitu:
1. Rendahnya hasil tangkapan nelayan yang berakibat pada penurunan penghasilan pra
nelayan. Rata – rata penghasilan nelayan di Desa Dencarik berkisar antara Rp.
300.000,- sampai 1.500.000,- sebulan. Hal ini berdampak pada rendahnya standar
gizi, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan keluarga nelayan.
2. Dalam bagan penyebab permasalahan yang diajukan ke kelompok nelayan ada 2
faktor penting yang mempengaruhi rendahnya hasil tangkapan nelayan ini, yaitu:
faktor rusaknya lingkungan pesisir khususnya terumbu karang sebagai rumah ikan,
8
yang menyebabkan nelayan harus melaut dengan jarak yang sangat jauh dan
permasalahan kedua yang ditimbulkan oleh permasalahan pertama adalah faktor
peralatan dan modal yang mempersulit nelayan untuk memperluas jangkauan
penangkapan.
3. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan masyarakat khususnya kelompok nelayan Desa
Dencarik dalam mengelola usaha budidaya perikanan laut yang ramah lingkungan.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan pemahaman oleh pihak terkait
kepada masyarakat tentang makna penting dan nilai ekonomis melakukan usaha
budidaya yang ramah lingkungan. Sebenarnya nenurunnya hasil tangkapan
masyarakat di Desa Dencarik dalam kurun waktu terakhir ini telah mengubah
paradigma masyakat yang memandang hasil laut yang tidak akan pernah habis ke arah
perlunya upaya-upaya pelestarian sumberdaya pesisir yang menunjang keberadaan
ikan be Dencarik.
4. Masih banyaknya masyarakat pesisir yang tidak memiliki pekerjaan yang pasti,
walaupun secara umur mereka sudah tergolong angkatan kerja. Menurut data dari
BPS Kabupaten Buleleng 2011, hingga tahun 2011 Desa Decarik terdapat 339 orang
angkatan kerja khususnya generasi muda yang masih menganggur. Jumlah ini cukup
besar untuk Desa Dencarik yang berpenduduk 12.824 orang. Dilihat dari
penyebabnya, banyaknya pengangguran ini merupakan akibat dari; a) tidak
dimilikinya pengetahuan dan keterampilan alternatif yang dapat mereka andalkan
untuk memasuki lapangan kerja; b) sejumlah lapangan kerja yang ada sudah tidak
mampu lagi menyerap tenaga kerja baru; dan c) kesan mereka terhadap masa depan
profesi nelayan masih negatif sehingga mereka tidak tertarik bekerja di sektor
perikanan laut.
5. Keinginan Bapak Made Seneng dan Saudara Ketut Bajra untuk membuka usaha
budidaya perikanan tetapi terkendala oleh lahan budidaya, dimana lahan daratan yang
akan dipakai areal budidaya sangatlah mahal di kawasan ini.
6. Belum adanya zonasi kawasan pemanfaatan laut sehingga terjadi tumpang tindih
pemakaian yang berujung konfik antar kepentingan, khususnya antara pariwisata dan
perikanan di Kawasan Pesisir Desa Dencarik
9
BAB II
TARGET LUARAN
Target luaran dari pelaksanaan program pengabdian pada masyarakat Kelompok Nelayan
Desa Dencarik tertuang dalam Tabel 1.
Tabel 1. Target Luaran Program Pengabdian Masyarakat Kelompok Nelayan Dencarik
No
1
Produk
Spesifikasi
Target
Peningkatan pengetahuan nelayan
Harga be Dencarik yang
Standarisasi produk
tentang manajemen pemasaran produk
stabil dan bersaing
dalam mutu dan harga
Peningkatan pengetahuan tentang
Adanya zonasi
Peta Zonasi
kelestarian lingkungan dan zona
pemanfaatan kawasan
Pemanfaatan Kawasan
pemanfaatan kawasan pesisir
pesisir Desa Dencarik
Pesisir Desa Dencarik
perikanan tangkap
2
yang di sepakati semua
stakeholder
3
Peningkatan pengetahuan tentang
Meningkatnya hasrat
Usaha perikanan yang
manajemen dan produksi budidaya
generasi muda dalam
diusahakan oleh
perikanan yang berbasis pada
menekuni usaha perikan
generasi muda Desa
kelestarian ekosistem terumbu karang
4
Dencarik
Bangunan demplot budidaya perikanan
Bangunan budidaya
Terbangun 2 buah
yang diusahakan oleh kedua mitra
perikanan yang
bangunan demplot
program pengabdian masyarakat
terintegrasi dengan
usaha budidaya
pelestarian terumbu
perikanan
karang dalam zona
pemanfaatan yang
ditentukan
10
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Dari permasalahan yang terungkap dalam Kelompok Nelayan Desa Dencarik
dilakukan usaha terpadu sebagai solusi dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan nelayan
melalui peningkatan pengetahuan tentang usaha budidaya perikanan yang berwawasan
kelestarian ekosistem terumbu karang dalam zonasi yang telah disetujui semua stakeholder
pemanfaat kawasan pesisir Desa Dencarik. Solusi kedua adalah model demplot budidaya
perikanan yang memiliki fungsi multi dimensi selain sebagai areal budidaya juga berfungsi
sebagai tempat menempelnya larva karang agar terumbu karang tumbuh secara alami serta
menjadi contoh pemanfaat kolom air sebagai lahan budidaya.
Tabel 2. Permasalahan dan Solusi yang Ditawarkan dengan Program IbM
No
1
Permasalahan
Rendahnya tingkat ekonomi
nelayan
Akar Permasalahan
Solusi yang Ditawarkan
1. Hasil panen yang tidak
Pendampingan manajemen
menentu
2. Armada dan peralatan
yang masih sederhana
pemasaran dan mengubah
paradigma dari nelayan
tangkap ke pembudidaya
perikanan
2
Menurunnya hasil tangkapan
be Dencarik
1. Menurunnya kualitas
Pendidikan dan latihan
dan kuantitas lingkungan
tentang pentingnya
khususnya ekosistem
kelestarian lingkungan dan
terumbu karang
zonasi pemanfaat pesisir
2. Areal tangkap nelayan
yang dibatasi dengan
zona pemanfaatan
kawasan wisata
3
Kurangnya semangat generasi
1. Kurangnya pengetahuan
Pendidikan dan latihan
muda untuk menekuni usaha
dan kemampuan
bisnis plan tentang peluang,
budidaya perikanan,
generasi muda tentang
produksi dan manajeman
meskipun memiliki laut yang
manfaat dan peluang
usaha budidaya perikanan
luas
melakukan usaha
budidaya perikanan
2. Nelayan tidak mau
menurunkan ilmunya
11
kepada generasi muda
4
Tidak
pekerjaan
adanya
nelayan
peluang
ketika
1. Nelayan tidak memiliki
Pendidikan dan latihan
kemampuan dan
pembuatan demplot usaha
masa paceklik penangkapan
pengetahuan tentang
budidaya berbasis
ikan
usaha budidaya
kelestarian ekosistem
perikanan
terumbu karang
2. Lahan budidaya yang
tidak dimiliki oleh
nelayan
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Pelaksanaan program IbM Kelompok Nelayan Dencarik yang dilaksanakan dari
Bulan Mei sampai September 2014 telah menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan yang
tertuang dalam Tabel 3. Hasil Kegiatan IbM Kelompok Nelayan Dencarik
Tabel 3. Hasil Kegiatan IbM Kelompok Nelayan Dencarik
No
1
Produk
Target
Peningkatan pengetahuan nelayan
Standarisasi produk
tentang manajemen pemasaran produk
dalam mutu dan harga
perikanan tangkap
Capaian
- Standarisasi produk
dalam mutu dan harga
- Nelayan mampu
menghitung BEP dan
menentukan harga
komoditas perikanan
2
Peningkatan pengetahuan tentang
Peta Zonasi Pemanfaatan
- Peta Zonasi
kelestarian lingkungan dan zona
Kawasan Pesisir Desa
Pemanfaatan Kawasan
pemanfaatan kawasan pesisir
Dencarik
Pesisir Desa Dencarik
- Kesepakatan
pemanfaatan bersama
kawasan pesisir
3
Peningkatan pengetahuan tentang
Usaha perikanan yang
manajemen dan produksi budidaya
diusahakan oleh generasi
diusahakan oleh
perikanan yang berbasis pada
muda Desa Dencarik
generasi muda Desa
kelestarian ekosistem terumbu karang
4
- Usaha perikanan yang
Dencarik
Bangunan demplot budidaya perikanan
Terbangun 2 buah
- Terbangun 2 buah
yang diusahakan oleh kedua mitra
bangunan demplot usaha
bangunan demplot
program pengabdian masyarakat
budidaya perikanan
usaha budidaya
perikanan
13
4.2. Pembahasan
Tercapainya semua capaian dalam pelaksanaan kegiatan IbM Kelompok Nelayan
Dencarik sangat bergantung dari peran serta aktif mitra dalam perencanaan, pelaksanaan,
sampai pada tahap evaluasi program yang diharapkan akan mampu berjalan secara
berkesinambungan.
Gambar 1. Produk Be Dencarik yang menjadi Primadona Masyarakat
Adapun kegiatan yang telah dilaksanakan dalam kegiatan ini meliputi kegiatan:
1. Diklat dan Pendampingan Budidaya Perikanan berbasis ekosistem terumbu karang
2. Diklat dan Pendampingan Pengelolaan Kawasan Pesisir Dencarik
3. Diklat dan Pendampingan Bisnisplan Budidaya Perikanan
Ketiga komponen kegiatan ini menjadi pokok kegiatan untuk menunjang hasil produk
budidaya dengan kualitas dan kuantitas tinggi yang tetap berwawasan lingkungan, sehingga
menjadi kegiatan yang berkesinambungan.
4.2.1. Diklat Budidaya Perikanan berbasis Ekosistem Terumbu Karang
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2014 yang diawali dengan koordinasi
kegiatan pada tanggal 24 Mei 2014. Kegiatan diklat budidaya perikanan berbasis ekosistem
terumbu karang diberikan oleh Bapak I Nyoman Dodik Prasetia, S.Si., M.Si dari Jurusan
Budidaya Kelautan, FMIPA, Universitas Pendidikan Ganesha.
14
Materi yang disampaikan berisi tentang:
1. Pengenalan ekosistem terumbu karang,
2. Manfaat ekosistem terumbu karang,
3. Kondisi dan Potensi ekosistem terumbu karang di Desa Dencarik
4. Budidaya perikanan berbasis kelestarian terumbu karang
5. Pembuatan demplot budidaya karang
Semangat dan antusias mitra terlihat dari hasil pre test dan post test yang dilaksanakan
dimana hasil pre test menunjukkan angka 50 dan post test dengan angka 85, hal ini menjadi
salah satu indikator adanya peningkatan pemahaman mitra dalam peran penting ekosistem
terumbu karang dalam usaha perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya.
Kegiatan ini dilanjutkan pada tanggal 26 Mei sampai 7 Juni 2014 dengan pembuatan
demplot karang. Kegiatan ini dilaksanakan dengan membuat blok – blok beton sesuai dengan
disain yang telah disesuaikan dengan kondisi pesisir Desa Dencarik. Kegiatan pembuatan
blok ini tidak melibatkan mitra karena pekerjaan yang spesifik dan tidak ingin mengganggu
waktu aktivitas mitra dalam melaksanakan kegiatan sehari – hari.
Gambar 2. Pemasangan Blok Karang di Pesisir Dencarik
Kegiatan pemasangan blok karang dilaksanakan pada tanggal 10, 11, 12, 13, dan 14
Juni 2014 di lokasi yang sudah ditentukan bersama dengan mitra dengan mempertimbangkan
15
kontur laut dan yang terutama tidak mengganggu aktivitas nelayan dalam menebarkan jaring
untuk menangkap ikan.
4.2.2. Diklat dan Pendampingan Pengelolaan Kawasan Pesisir Dencarik
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 8 Juni 2014 kepada mitra yang disampaikan
oleh Ibu Ratna Artha Windari, SH, MH yang bertemakan Pengelolaan Kawasan Pesisir
Dencarik yang Berbasis Peran Serta Aktif Masyarakat.
diberikan
Dalam kegiatan ini masyarakat
materi tentang pentingnya kesepahaman dalam pengelolaan kawasan dan
dilanjutkan dengan pembuatan peta pemanfaatan kawasan yang disepakati oleh pihak pihak
yang memiliki kepentingan di kawasan ini.
Gambar 3. Pemanfaatan Kawasan Pesisir Desa Dencarik
Kegiatan ini berjalan dengan sangat baik dimana pemateri dan peserta dapat menjalin
hubungan komunikasi yang baik sehingga post test sebagai salah satu indikator pencapaian
pembelajaran diperoleh angka 90 dari pre test dengan nilai 45. Hal ini menunjukkan mitra
sebagai peserta pelatihan mampu menyerap materi yang diberikan oleh pemateri dan mampu
mengaplikasikan dalam kegiatan pengelolaan kawasan pesisir Dencarik
16
4.2.3. Diklat dan Pendampingan Bisnisplan Budidaya Perikanan
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 2014 kepada mitra yang disampaikan
oleh Ibu Lucy Sri Musmini, SE., M.Si, AK yang bertujuan memberikan wawasan kepada
mitra tentang tata kelola usaha bisnis dan pentingnya pembukuan dalam usaha budidaya.
Dalam kegiatan ini masyarakat sangat antusias dalam materi ceramah maupun sesi diskusi
karena pandangannya yang selama ini pembukuan dan tata kelola susah mampu disampaikan
dengan sederhana dan aplikatif untuk tataran masyarakat nelayan.
Gambar 4. Pendampingan Mitra IbM Kelompok Nelayan Dencarik
Kegiatan ini berjalan dengan sangat baik dimana pemateri dan peserta dapat menjalin
hubungan komunikasi yang baik sehingga post test sebagai salah satu indikator pencapaian
pembelajaran diperoleh angka 85 dari pre test dengan nilai 45. Hal ini menunjukkan mitra
sebagai peserta pelatihan mampu menyerap materi yang diberikan oleh pemateri dan mampu
mengaplikasikan dalam kegiatan bisnisplan usaha budidaya.
Kegiatan bisnisplan ditambahkan dengan materi pemasaran produk secara online yang
diberikan oleh Bapak I Gede Wawan Sudatha, S.Pd.,ST.,M.Pd. tetapi karena keterbatasan
kemampuan dari mitra maka pelatihan ini diberikan kepada anak – anak mitra dengan
harapan mereka mampu menjual produk orangtuanya di media sosial. Hal ini diharapkan
mampu meningkatkan daya saing produk budidaya kelompok nelayan Dencarik.
17
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
1. Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra program pengabdian kepada masyarakat
memberikan dampak positif bagi pelaksanaan program, terlihat dari diklat produksi
manajemen pemasaran produk, zonasi kawasan, dan pembuatan demplot budidaya
dapat berjalan dengan baik
2. Pelaksanaan program yang sudah mampu dihasilkan sesuai dengan luaran-luaran yang
diharapkan oleh program pengabdian kepada masyarakat sudah mampu meningkatkan
wawasan dan pengetahuan sehingga diharapkan sejalan dengan waktu dapat
meningkatkan income mitra.
5.2. Saran
1. Pola pendampingan kepada masyarakat harus terus dilaksanakan untuk menjaga asa
dan keberlanjutan program, sehingga tidak hanya berhenti pada generasi ini saja
2. Program – program inovasi dalam pengembangan usaha perikanan harus terus
dilakukan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di seluruh
kawasan pesisir.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2011. Kecamatan Buleleng dalam Angka.
Badan Pusat Statistik Kabupaten
Buleleng
Anonim. 2011. Monografi Desa Dencarik Tahun 2011, Desa Dencarik, Kecamatan Banjar,
Kabupaten Buleleng.
Anonim.
2010.
Tata Ruang Kawasan Laut dan Pesisir Kabupaten Buleleng.
Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Buleleng.
Prasetia, I. N. D. 2001. Struktur Komunitas Karang di Nusa Lembongan, Nusa Penida,
Klungkung (skripsi). Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Udayana.
Prasetia, I. N. D. 2007. Study of Coral Recruitment in Nusa Lembongan Island, Nusa Penida,
Klungkung, Bali (tesis). Marine Biology and Fisheries Concentration. Magister Ilmu
Lingkungan, Universitas Udayana. Denpasar.
Prasetia, I. N. D. 2009. Struktur Komunitas Terumbu Karang di Pantai Sanur Denpasar, Bali.
Jurnal Lingkungan Tropis. Bandung
Prasetia, I. N. D.
2010.
Struktur Komunitas Terumbu Karang Pulau Serangan Pasca
Reklamasi. Jurnal Lingkungan Tropis. Bandung
Prasetia, I. N. D. 2010. Potensi dan Kondisi Terumbu Karang di Kawasan Wisata Lovina.
Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja
19
LAMPIRAN 1. Foto – Foto Kegiatan
Gambar 1. Pendampingan Manajemen Pemasaran Produk
Gambar 2. Pendampingan Manejemen Pemasaran Produk
20
Gambar 3. Pemanfaatan Kawasan Pesisir Dencarik
Gambar 4. Pemanfaatan Kawasan Pesisir Dencarik
21
Gambar 5. Pembuatan Demplot Budidaya Karang
Gambar 6. Pembuatan Demplot Budidaya Karang
22
Gambar 7. Pemasangan Demplot Karang
Gambar 8. Pemasangan Demplot Karang
23
Gambar 9. Penanaman Bibit Karang
Gambar 10. Demplot Budidaya Karang
24
LAMPIRAN 2. Peta Lokasi
PETA DESA PANTAI
KECAMATAN BANJAR
KABUPATEN BULELENG
DESA KALIASEM
DESA T EMU KUS
Lokasi Mitra :
DESA D ENC AR IK
Kelompok Nelayan Eka Karya Segara
Kelompok Pemuda Desa Dencarik
DESA BAN JAR
KECAMATAN BANJAR
N
2
0
2 Kilometer s
Gambar 1. Peta Lokasi Mitra
25
LAMPIRAN 3. Peta Zonasi Kawasan Pesisir Desa Dencarik
26
LAMPIRAN 4.
MATERI-MATERI DIKLAT IbM KELOMPOK NELAYAN DENCARIK
27
MODUL
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
DAN ZONA PEMANFAATAN KAWASAN PESISIR
Oleh:
Tim Pelaksana
IbM Kelompok Nelayan Dencarik
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2014
28
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
DAN ZONA PEMANFAATAN KAWASAN PESISIR
I.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan jumlah pulau yang
mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km (DKP,
2008). Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber
pendapatan masyarakat Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir dapat
didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut
dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang
rentan. Dalam Undang-undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada Pasal 1 point 2 menyebutkan bahwa
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Wilayah pesisir memiliki nilai ekonomi tinggi, namun terancam
keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka
wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya
wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara
berkelanjutan. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah
pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat
berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir.
Modul ini disusun untuk memberikan pengetahuan kepada kelompok
nelayan Dencarik khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya terkait
bagaimana melakukan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan
berkelanjutan yang berbasis masyarakat. Disamping itu juga untuk mengetahui
manfaat, masalah dan konsep pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
29
II. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK WILAYAH PESISIR
Berdasarkan Pasal 1 point 2 Undang-undang No.27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan bahwa
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Perairan pesisir menurut Pasal 1
point 7 UU No.27 Tahun 2007 adalah laut yang berbatasan dengan daratan
meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai,
perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan
dangkal, rawa payau, dan laguna.
Selanjutnya pada point 4 disebutkan bahwa Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber
daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan,
terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya
nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan
meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasajasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi
bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang
laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.
Wilayah pesisir beserta sumber daya alamnya memiliki makna strategis
bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah
satu pilar ekonomi nasional. Disamping itu, fakta-fakta yang telah dikemukakan
beberapa ahli dalam berbagai kesempatan, juga mengindikasikan hal yang
serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah :
1. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau
60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km
dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal
bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan datang.
30
2. Secara administratif kurang lebih 42 Daerah Kota dan 181 Daerah
Kabupaten berada di pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah
masing-masing daerah otonomi tersebut memiliki kewenangan yang lebih
luas dalam pengolahan dan pemanfaatan wilayah pesisir.
3. Secara fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar
mulai dari Sabang hingga Jayapura, dimana didalamnya terkandung
berbagai asset sosial (Social Overhead Capital) dan ekonomi yang
memiliki nilai ekonomi dan financial yang sangat besar.
4. Secara ekonomi, hasil sumberdaya pesisir telah memberikan kontribusi
terhadap pembentuka PDB nasional sebesar 24% pada tahun 1989. Selain
itu, pada wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya masa depan
(future resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada
saat ini belum dikembangkan secara optimal, antara lain potensi
perikanan yang saat ini baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang
termanfaatkan.
5. Wilyah pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen
(exporter) sekaligus sebagi simpul transportasi laut di Wilayah Asia
Pasifik. Hal ini menggambarkan peluang untuk meningkatkan pemasaran
produk-produk sektor industri Indonesia yang tumbuh cepat (4%-9%)
6. Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir
dan lauatan yang potensial dikembangkan lebih lanjut meliputi (a)
pertambangan dengan diketahuinya 60% cekungan minyak, (b) perikanan
dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik
penangkapan ikan di dunia, (c) pariwisata bahari yang diakui
duniadengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman
hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi
pengembangan kegiatan “ecotaurism”.
31
7. Secara biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat
biodiversity laut tripis dunia kerena hamper 30% hutan bakau dan
terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.
8. Secara politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan
perbatasan antar Negara maupun antar daerah yang sensitive dan
memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
III. PROSES
PENGELOLAAN
WILAYAH
PESISIR
MENURUT
REGULASI NASIONAL
Pengelolaan
Wilayah
Pesisir
adalah
suatu
proses
perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir antarsektor,
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut,
serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam ketentuan Pasal 4 UU No.27 Tahun 2007
menyatakan bahwa
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
a. melindungi,
mengonservasi,
merehabilitasi,
memanfaatkan,
dan
memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem
ekologisnya secara berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta
mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan
keberkelanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui
peran serta Masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
32
Proses pengelolaan wilayah pesisir meliputi kegiatan perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia
dalam memanfaatkan sumber daya pesisir serta proses alamiah secara
berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PERENCANAAN:
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir terdiri atas: (a) Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K;
(b) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya
disebut RZWP-3-K; (c) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan (d) Rencana Aksi Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAPWP-3-K.
Mekanisme penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3K pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilakukan dengan
melibatkan Masyarakat.
Gambar 1:Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K)
33
PEMANFATAAN:
Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk HP-3 (Hak Penguasaan
Perairan Pesisir), yang meliputi pengusahaan atas permukaan laut dan kolom air
sampai
dengan
permukaan
dasar
laut.
Pemberian
HP-3
wajib
mempertimbangkan kepentingan kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, Masyarakat Adat, dan kepentingan nasional serta hak lintas damai bagi
kapal asing. HP-3 dapat diberikan kepada:
a. Orang perseorangan warga negara Indonesia;
b. Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau
c. Masyarakat Adat.
HP-3 diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dan dapat
diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) tahun. HP-3 dapat beralih, dialihkan,
dan dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan. HP-3
diberikan dalam bentuk sertifikat HP-3. HP-3 tidak dapat diberikan pada
Kawasan Konservasi, suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan pelabuhan, dan
pantai umum.
PENGAWASAN:
Pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan Wilayah
Pesisir dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi terkait sesuai dengan
kewenangannya. Pengawasan oleh Masyarakat dilakukan melalui penyampaian
laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.
PENGENDALIAN:
Dalam melaksanakan pengendalian Pemerintah wajib menyelenggarakan
Akreditasi terhadap program Pengelolaan Wilayah Pesisir. Akreditasi adalah
prosedur pengakuan suatu kegiatan yang secara konsisten telah memenuhi
standar baku sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir yang meliputi penilaian,
penghargaan, dan insentif terhadap program-program pengelolaan yang
dilakukan oleh masyarakat secara sukarela. Organisasi Masyarakat dan/atau
kelompok Masyarakat dapat menyusun dan/atau mengajukan usulan akreditasi
34
program Pengelolaan Wilayah Pesisir kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan standar dan pedoman Akreditasi.
IV. ZONA PEMANFAATAN KAWASAN PESISIR SECARA TERPADU
DAN BERKELANJUTAN BERBASIS MASYARAKAT
Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara
berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya
(Ketentuan umum Pasal 1 point 11 UU No.27 Tahun 2007). Suatu kegiatan
dikatakan berkelanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis,
ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi
berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan
pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital (capital maintenance), dan
penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara
ekologis
mengandung
arti,
bahwa
kegiatan
dimaksud
harus
dapat
mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan,
dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati
(biodiversity),
sehingga
diharapkan
pemanfaatan
sumberdaya
dapat
berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan
bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan
hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat,
pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan
kelembagaan.
Pengelolaan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem
pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal
ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya
alam yang terkandung didalamnya. Di Indonesia pengelolaan sumberdaya
berbasis masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar35
besarnya
bagi
kemakmuran
rakyat.
Ketentuan
tersebut
secara
tegas
menginginkan agar pelaksanaan penguasaan Negara atas sumber daya alam
khususnya sumber daya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus
mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki
kehidupan masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai.
Secara alamiah potensi pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh
masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya
terdiri dari nelayan. Nelayan di pesisir memanfaatkan kekayaan laut mulai dari
ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk memenuhi kebutukan
hidupnya. Pada umumnya potensi pesisir dan kelautan yang di manfaatkan oleh
nelayan terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup.
Gambar 2: Struktur Pengelolaan Wilayah Pesisir menurut UU No.27/2007
Konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik
wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan pengelolaan
36
wilayah adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan,
ekonomi dan sistem sosial. Strategi dan kebijakan yang diambil didasarkan pada
karakteristik pantai, sumberdaya, dan kebutuhan pemanfaatannya. Oleh karena
itu dalam proses perencanaan wilayah pesisir, dimungkinkan pengambilan
keputusan diarahkan pada pemeliharaan untuk generasi yang akan datang
(pembangunan berkelanjutan). Idealnya, dalam sebuah proses pengelolaan
kawasan pesisir yang meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi, harus
melibatkan minimal tiga unsur yaitu ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat.
V. KESIMPULAN
Wilayah pesisir memiliki nilai strategis bagi pengembangan ekonomi
nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus merupakan
wilayah yang sangat rentan terhadap kerusakan dan perusakan. Oleh sebab itu
diperlukan pengelolaan yang bijaksana dengan menempatkan kepentingan
ekonomi secara proporsional dengan kepentingan lingkungan, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang, serta mematuhi regulasi nasional terkait
pengelolaan kawasan pesisir seperti UU No. 27 Tahun 2007 dan aturan-aturan
lainnya yang berlaku di masyarakat. Konsep pengelolaan wilayah pesisir secara
berkelanjutan berfokus pada karakteristik ekosistem pesisir yang bersangkutan,
yang dikelola dengan memperhatikan aspek parameter lingkungan, konservasi,
dan kualitas hidup masyarakat, yang selanjutnya diidentifikasi secara
komprehensif dan terpadu melalui kerjasama masyarakat, ilmuwan dan
pemerintah, untuk menemukan strategi-strategi pengelolaan pesisir yang tepat.
37
PEMBUKUAN SEDERHANA PADA USAHA
NELAYAN DENCARIK
Oleh:
Tim Pelaksana
IbM Kelompok Nelayan Dencarik
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2014
38
PEMBUKUAN SEDERHANA PADA USAHA NELAYAN
Oleh :
Lucy Sri Musmini
Kegiatan usaha yang dilakukan dengan menangkap ikan di laut selanjutnya menjual
ikan tersebut di pasar dapat digolongkan sebagai kelompok usaha kecil dan menengah
(UKM). Setiap kegiatan usaha, pastilah berkaitan dengan tansaksi keuangan, termasuk
kegiatan usaha nelayan. Setiap transaksi keuangan usaha, walaupun lingkupnya sederhana,
akan sangat baik jika dilakukan pencatatan terhadap transaksi keuangan yang terjadi
selamakegiatan usaha tersebut berjalan atau berlangsung.
Pencatatan transaksi keuangan usaha atau bisnis dapat dipelajari dari ilmu akuntansi.
Akuntansi merupakan proses pencatatan transaksi keuangan, selanjutnya dikelompokkan,
diringkas, untuk menghasilkan laporan keuangan. Adapun tujuan dibuatnya laporan
keuangan, khususnya pada usaha kecil menengah (UKM) adalah untuk menghasilkan
informasi mengenai: posisi keuangan, kinerja, arus kas, yang sangat berguna untuk
pengambilan keputusan ekonomi dan untuk pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya
perusahaan yang telah dilakukan oleh manajemen (Mackenzie, B, dkk, 2012). Pada standar
akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK-ETAP) diatur tentang pedoman
pelaporan keuangan untuk entitas usaha kecil dan menengah (UKM) yang bersifat
independen. Laporan keuangan UKM ini dibuat dan dipublikasikan untuk tujuan umum bagi
pengguna eksternal seperti pemilik yang tidak terlibat dalam pengelolaan usaha, kreditor
yang ada dan calon kreditor, serta agen pemeringkat kredit.
Pada standar akuntansi keuangan ETAP terdapat sembilan karakteristik kualitatif dari
laporan keuangan terdiri dari (Mackenzie, B, dkk, 2012) :
1. Dapat dipahami (understandability)
2. Relevansi (relevance)
3. Materialitas (materiality)
4. Keandalan (reliability)
5. Substansi mengungguli bentuk (substance over form)
6. Pertimbangan sehat (prudence)
7. Kelengkapan (completeness)
39
8. Tepat waktu (timeliness)
9. Keseimbangan antara manfaat dan biaya (balance between benefit and cost)
Adapun tujuan laporan keuangan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui posisi keuangan sebuah entitas, yaitu keterkaitan antara asset,
liabilitas, dan ekuitas pada tanggal tertentu seperti yang terdapat pada laporan posisi
keuangan atau neraca.
2. Untuk mengetahui kinerja sebuah entitas, yaitu hubungan antara pendapatan dan
beban dari suatu entitas selama satu periode akuntansi.
3. Untuk mengetahui arus kas bersih sebuah entitas, yaitu perubahn arus kas suatu
periode yang memperlihatkan pengaruh aktivitas entitas terhadap kasnya.
4. Untuk laporan pertanggung jawaban manajemen entitas terhadap ownernya.
Selanjutnya yang disebut dengan transaksi keuangan adalah semua transaksi dalam
suatu entitas yang berkaitan dengan keuangan, sebaliknya yang tidak berkaitan dengan
keuangan tidak dicatat pada pembukuan entitas tersebut.
Adapun tujuan pelaporan untuk mengetahui kinerja dari usaha nelayan dapat
dijelaskan pada pembahasan berikut ini. Pada usaha nelayan dapat dilihat kegiatan yang
dilakukan adalah membeli solar untuk bahan bakar perahu dan kegiatan penjualan ikan yang
diperoleh dari penjualan yang dilakukan baik kepada penjual yang lebuh besar atau dijual
sendiri ke pasar terdekat. Jadi catatan yang diperlukan masih cukup sederhana untuk
mengetahui secara jelas kinerja dari usaha yang dijalankan oleh para nelayan tersebut.
Pertama yang diperlukan adalah buku catatan atau dalam akuntansi disebut dengan
jurnal khusus penjualan, dan jurnal khusus biaya. Pada buku pembantu penjualan akan dicatat
setiap penjualan yang dilakukan baik secara tunai maupun secara kredit yang memunculkan
piutang atau tagihan pada pihak lain. Pada penjulan ikan mungkin sangat jarang dilakukan
secara kredit, tetapi lebih sering secara tunai. Kegiatan penjualan, dalam hal ini tentu sangat
terkait dengan transaksi penerimaan kas. Pada akhir periode atau dalam hal ini akhir bulan,
misalnya, akan diperoleh nilai akumulasi dari penjulan yang dilakukan selama sebulan dan
berapa kas yang diperoleh. Pada jurnal khusus biaya akan dicatat berapa biaya bahan bakar
yang digunakan setiap menangkap ikan ke laut. Begitu pula biaya-biaya lain yang mungkin
dikeluarkan agar kegiatan usaha nelayan tersebut dapat berjalan. Pada kegiatan tersebut akan
berkaitan dengan transaksi pengeluaran kas atau munculnya transaksi hutang atau jumlah
40
yang harus dibayar pada pihak lain di masa yang akan datang. Pada akhir periode, akumulasi
pendapatan dan akumulasi biaya akan dipertemukan (matching) sehingga akan diperoleh laba
atau rugi dari kegiatan usaha yang dijalani selama satu periode tersebut. Berdasarkan laporan
rugi laba tersebut dapat diketahui kinerja entitas tersebut, dalam hal ini usaha nelayan yang
dijalankan. Selain catatan berupa jurnal khusus penjualan dan biaya, perlu juga dibuatkan
rancangan dokumen pendukung yang fungsinya memberikan informasi rincian dari jumlah
yang dicatatdalam jurnal. Misalnya dalam satu hari penjualan ada 2 jenis ikan, selanjutnya
harga per kilogram masing-masing jenis ikan berbeda, informasinya dapat dilihat pada
dokumen pendukung, selanjutnya jumlah penjualan per hari akan dicatat pada jurnal
penjualan.Tahap selanjutnya adalah membuat laporan rugi laba setiap akhir periode. Laporan
ini akan memperlihatkan kinerja usaha yang dilakukan oleh nelayan tersebut.
Berikut ini adalah rancangan format jurnal khusus penjualan, dan jurnal khusus biaya
beserta dokumen pendukung yang diperlukan. Selain itu juga terdapat format laporan rugi
laba untuk mengetahui kinerja usaha nelayan yang dilakukan selama satu periode. Rancangan
format ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
Tabel 1.
JURNAL KHUSUS PENJUALAN
Tanggal
2014
Juni
Keterangan
No.
Bukti
Kas
(Debit)
Piutang
Dagang
(Debit)
Penjualan
(Kredit)
1
5
41
JUMLAH
Tabel 2.
DOKUMEN PENDUKUNG PENJUALAN
Tanggal
Nama Pembeli
Nama Ikan
Jumlah Ikan
(Kg)
Harga Jual
Per Kg
Jumlah
JUMLAH
Table 3.
JURNAL KHUSUS BIAYA
Tanggal
2014
Juni
Keterangan
No.
Bukti
Biaya Bahan
Bakar
(Debit)
Biaya Lainlain
(Debit)
Kas
(Kredit)
Utang
Usaha
(Kredit)
1
42
JUMLAH
Table 4.
DOKUMEN PENDUKUNG BIAYA
Tanggal
Nama Penjual
Nama
Bahan
Bakar
Jumlah
(Liter)
Harga Beli
Per Liter
Jumlah
JUMLAH
43
DOKUMEN PENDUKUNG ARUS KAS
Tanggal
Keterangan
Penerimaan
Pengeluaran
Saldo
LAPORAN RUGI LABA
USAHA NELAYAN DENCARIK
Bulan Juni 2014
KETERANGAN
PENDAPATAN
Penjualan ikan A
Penjualan ikan B
JUMLAH
xx
xx
xx
Jumlah Penjualan
BIAYA
Biaya bahan bakar
Biaya lain-lain
Jumlah Biaya
Rugi / Laba Usaha
(Pendapatan dikurangi biaya)
xx
xx
xx
xx
xx
xx
44
Download