Aquacultura Indonesiana (2009) 10 (2) : 93–100 ISSN 0216–0749 Regulasi Reseptor Organ Spesifik Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis pada Infeksi Antigen yang Disebabkan oleh Protein Imunogenik Vibrio alginolyticus Uun Yanuhar Laboratory of Water Sciences and Marine Biotechnology, Faculty of Fisheries and Marine Sciences Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang, Indonesia. Telp.0341-7354944, 08179615372, E-mail: [email protected] Abstract Uun Yanuhar. 2009. The receptor regulatory of specific organ of humback grouper Cromileptes altivelis on antigen infection caused by imunogenic protein of Vibrio alginolyticus. Aquacultura Indonesiana, 10 (2): 93–100. Until now, Vibrio spp. attacks dominate grouper culture industry especially in Indonesia, even in other land which has a centre of grouper culture. The aims of this research was to know receptor regulatory based on IL-6, CD4, and CD8 expressions induced by forming of Major Histocompatibility Complex (MHC) molecule on the specific organs of humpback grouper that infected by V. alginolyticus. An adhesion molecule from isolates of V. alginolyticus, used was discovered in previous study. The protein imunogenic of V. alginolyticus as adhesion molecules was test by haemaglutinin test and followed by clinical assay. Four fish of humpback grouper (~ 150 g) each treatment was used in clinical assay by injected i.p. 0.1 mL adhesion molecule (33.3 g/fish) added complete Freund’s adjuvant, CFA, (1:1 v/v). Second injection (booster), it was conducted by i.p injection of adhesion molecule that added incomplete Freund’s adjuvant (IFA, 1:1 v/v) at 7 days-post infection (p.i). Fish bleeded at 14 days-p.i via vena caudalis. The examination of infection V. alginolyticus on organ confirmed by SEM. The results of haemaglutination assays showed that protein 47.98 kDa of V. alginolyticus was both a adhesion molecules and immunogenic protein. Response of receptor C. altivelis by inhibition test of MHC confirms positive titer till 1/1024 concentration and it need retest because it is not confirm a negative concentration yet. The highest expression of IL-6, CD4 and CD8 cell obtained in organ of eyes of humpback grouper. The expression of IL-6, CD4 and CD8 cell were associated with specific expression of MHC on organs of humpback grouper and the inducer from antigen imunogenic 47.98 kDa. It is related to a role of regulatory MHC molecule. It confirmed by infection level of V. alginolyticus after examinated by SEM. The conclusion of this research is regulatory receptor on C. altivelis infected by V. alginolyticus with immunogenic protein 47.98 kDa confirms the function of MHC molecule as regulator and immune response maker through cytokine expression (IL-6, CD4 and CD8 cell) on C. altivelis organ. Keywords: Cromileptes altivelis; Cytokine; Vibrio alginolyticus Abstrak Serangan Vibrio spp. pada budidaya kerapu hingga saat ini masih mendominasi unit industri budidaya kerapu di Indonesia khususnya, bahkan di negara–negara lain yang juga merupakan sentra industri budidaya kerapu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui regulasi reseptor dari organ spesifik ikan kerapu tikus berdasarkan ekspresi sitokin (IL-6, CD4 dan CD8) yang terinduksi dari terbentuknya molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) pada organ spesifik ikan kerapu tikus yang terinfeksi V. alginolyticus. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan eksperimental di lapangan. Protein imunogenik dari V. alginolyticus yang telah ditentukan sebagai molekul adhesin diisolasi melalui elektroforesis dan elektroelusi, selanjutnya diuji hemaglutinasi dan dilanjutkan dengan uji klinis untuk setiap molekul adhesin. Empat ekor ikan kerapu tikus (~150 g) digunakan untuk setiap perlakuan dalam uji dengan menyuntik 0,1 mL molekul adhesin (33,3g/ikan) secara intra peritoneal (i.p) dengan penambahan complete Freund’s adjuvant (CFA) (1:1 v/v). Penyuntikan penguat (booster) dilakukan 7 hari setelah penyuntikan pertama dengan menyuntikkan protein yang sama dengan penambahan incomplete Freund’s adjuvant (IFA) (1:1 v/v). Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-14 setelah penyuntikan pertama melalui vena caudalis. Pemeriksaan infeksi dilakukan dengan Scanning Elektron Mikroskop (SEM). Hasil uji haemaglutinasi menunjukkan protein adhesin yang ditemukan sebesar 47,98 kDa merupakan protein imunogenik. Respon reseptor dengan uji inhibisi terhadap ekspresi MHC menunjukkan adanya titer positif sampai pengenceran 1/1024 dan perlu diuji lagi ekspresinya karena pada titer tesebut belum menunjukkan titer pengenceran negatif. Ekspresi sitokin di antaranya IL-6, CD4 dan CD8 tertinggi ditemukan ekspresinya pada organ mata. Hal ini berkaitan dengan regulasi reseptor oleh molekul MHC. Ini dikonfirmasi dengan © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2009 93 Aquacultura Indonesiana, Vol. 10, No. 2, Agustus 2009 : 93–100 tingkat infeksi antigen pada reseptor organ dengan SEM. Kesimpulan penelitian bahwa regulasi reseptor pada ikan kerapu yang terinfeksi V. alginolyticus dengan protein imunogenik 47,98 kDa menunjukkan peran molekul MHC berperan sebagai pengatur dan pembentuk respon imun di antaranya melalui sitokin (IL6, CD4 dan CD8). Kata kunci: Cromileptes altivelis; Cytokine; Vibrio alginolyticus Pendahuluan Tingginya permintaan ikan kerapu tikus untuk kebutuhan ekspor menyebabkan ikan kerapu tikus menjadi komoditas andalan perikanan Indonesia. Salah satu kendala dalam budidaya ikan kerapu adalah munculnya wabah penyakit karena virus, bakteri, parasit, jamur dan penyakit-penyakit noninfeksi. Vibriosis dan VNN (Viral Nercous Necrosis) merupakan penyakit pada ikan kerapu yang paling banyak mendapat perhatian dari banyak peneliti. Hal ini disebabkan seringnya agen penyakit tersebut menimbulkan wabah dan jumlah kematian yang cukup besar pada ikan budidaya. Infeksi Vibrio umumnya dapat menyebabkan mortalitas hingga lebih dari 50% pada ikan budidaya (FITA, 2009). Sutarmat et al. (2003) menambahkan bahwa Vibrio dapat menyebabkan penyakit pada ikan kerapu apabila mengalami luka fisik, luka akibat parasit dan stress. Diperkuat oleh data hingga tahun 2009 dinyatakan bahwa kematian ikan kerapu pada stadia benih hingga dewasa masih disebabkan oleh serangan bakteri Vibrio dan juga virus (FITA, 2009). Serangan patogen atau bakteri pada sel inang dapat dikontrol oleh sel-sel imun dalam tubuh inang, sel-sel imun tersebut berperan sebagai tentara yang mengatur atau meregulasi sistem pertahanan untuk mengekspresikan dan juga mengeliminasi antigen. Sistem regulasi di dalam tubuh inang untuk melawan antigen melibatkan fungsi molekul-molekul imun (Todar, 2002). Molekul-molekul tersebut berperan dalam sistem imun, di mana hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting, disebabkan adanya sekuen basa-basa DNA regulatory yang mengkode molekul Major Histocompatybility Complex (MHC) yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan di antaranya adalah untuk mendeteksi penyakit tertentu, selain itu juga terdapat sitokin yang berada dalam sistem pengaturan ekspresi sistem imun seperti sel CD4 dan CD8 (Mage et al., 1992). MHC merupakan salah satu molekul yang berperan penting dalam sistem pertahanan adaptif. Terekspresinya molekul MHC mengindikasikan adanya pengenalan antigen oleh APC (Antigen 94 Presenting Cell). Salah satu parameter dalam melihat ekspresi MHC dalam mengenali antigen adalah disekresikannya sitokin-sitokin sebagai sinyal yang ditangkap oleh sel B untuk merangsang sel B mengadakan proliferasi dan differensiasi sel (Vassiliadis dan papadopoulos, 1995; Etienne et al., 1999). Antigen akan ditangkap oleh APC untuk dipresentasikan kepada sel T CD4. Sel T CD4 yang teraktivasi akan mensekresi sitokin-sitokin sebagai mediator kepada sel B untuk mengadakan proliferasi dan diferensiasi. Salah satu sitokin yang berperan dalam menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel B adalah interleukin 6 (IL-6) (Meager, 2007). Namun, antibodi tidak mampu mengenali antigen yang tersembunyi di dalam sel (infeksi intraseluler). Dalam penelitian ini meskipun infeksi intraseluler oleh virus tidak ditekankan untuk melihat regulasi imun melalui sel T CD8 yang berperan mengikat antigen yang dipresentasikan oleh MHC kelas I melalui reseptornya yaitu TCR, namun ternyata keberadaan sel T CD8 yang teraktivasi dalam reseptor ikan dapat terukur. Hal ini disebabkan adanya reaksi silang antara antigen dengan antibodi yang dihasilkan berdasarkan karakter antigen yang telah diuji generalisasinya terhadap beberapa fungsi reseptor spesifik untuk mengenali epitop antigen (Yanuhar, 2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui regulasi reseptor dari organ spesifik ikan kerapu tikus berdasarkan ekspresi sitokin (IL-6, CD4 dan CD8) yang terinduksi dari terbentuknya molekul MHC pada organ spesifik ikan kerapu tikus yang terinfeksi Vibrio alginolyticus Materi dan Metode Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan eksperimental di lapangan. Protein imunogenik dari V. alginolyticus yang telah ditentukan sebagai molekul adhesin diisolasi melalui elektroforesis dan elektroelusi, selanjutnya diuji hemaglutinasi dan dilanjutkan dengan uji klinis untuk setiap molekul adhesin bakteri V. alginolyticus yang telah ditetapkan. Empat ekor ikan kerapu tikus (~150 g) digunakan untuk setiap perlakuan dalam uji dengan menyuntik 0,1 mL molekul adhesin © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2009 Regulasi Reseptor Organ Spesifik Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis pada Infeksi Antigen (Yanuhar) (33,3 g/ikan) secara intra peritoneal (i.p) dengan penambahan Complete Freund’s adjuvant (CFA) (1:1 v/v). Penyuntikan penguat (booster) dilakukan 7 hari setelah penyuntikan pertama dengan menyuntikkan protein yang sama dengan penambahan Incomplete Freund’s adjuvant (IFA) (1:1 v/v). Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-14 dan diulang pada hari ke-21 setelah penyuntikan ke dua melalui vena caudalis. Pemeriksaan infeksi dilakukan dengan Scanning Elektron Mikroskop (SEM). Metode Uji Hemaglutinasi Protein Imunogenik Kandidat adhesin V. alginolyticus yang telah dilakukan elektroforesis dan elektroelusi terhadap protein yang ditentukan, dilakukan uji hemaglutinasi menurut petunjuk Hanne dan Findkelstein (1982). Darah diisolasi dari ikan kerapu normal menggunakan spuit 1 mL 26 GX½” (Therumo) yang sebelumnya dibasahi dengan larutan EDTA 10%. Darah ikan selanjutnya dicuci dua kali menggunakan PBS, dihomogenkan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3.500 rpm selama 10 menit. Eritrosit selanjutnya diencerkan dengan menggunakan PBS (1:200) untuk digunakan dalam uji HA. Uji HA dilakukan dengan menggunakan mikroplate V-bottom 96 well. Sebanyak 50 µL masing-masing kandidat protein adhesin V. alginolyticus dimasukkan dalam sumuran dan dibuat pengenceran berseri menggunakan larutan PBS hingga pada pengenceran 2 -10 (1/1024). Sebagai pembanding digunakan sumuran sebagai kontrol negatif yang hanya berisi PBS. Selanjutnya semua ditambahkan eritrosit yang telah diencerkan dengan PBS pada semua sumuran, mikroplate digoyang-goyang dan reaksi hemaglutinasi diamati minimal setelah menit ke-20. Reaksi positif ditandai dengan tidak adanya endapan eritrosit (dalam bentuk dot) di dasar sumuran. Uji Klinis Protein Adhesin V. alginolyticus Protein yang menunjukkan nilai hemaglutinasi paling tinggi dari V. alginolyticus selanjutnya dilakukan uji klinis pada ikan kerapu untuk mendapatkan antibodi anti-protein adhesin Vibrio. Protein adhesin yang telah ditentukan disuntikkan secara intra peritoneal (i.p) pada sampel ikan dengan konsentrasi 33 g/150 g ikan dengan volume 0,1 mL/ikan. Penyuntikan dilakukan dengan mencampurkan protein adhesin dengan CFA (1:1 v/v). Tujuh hari setelah penyuntikan pertama dilakukan penyuntikan ke dua (booster) dengan volume dan konsentrasi protein yang sama dengan penambahan IFA. Ikan dipelihara selama 14 hari dengan pemberian pakan menggunakan ikan rucah hingga kenyang (ad libitum) dengan aerasi dan pergantian air sekitar 200%/hari. Serum dari masing-masing ikan perlakuan dan kontrol didapatkan dengan mengambil darahnya pada hari ke-14 setelah injeksi pertama. Darah disentrifus pada 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC untuk mendapatkan serum dan dilakukan penyimpanan pada -20oC hingga digunakan. Uji Respon Sitokin pada Ikan Kerapu Tikus Uji reaksi silang antibodi anti-protein adhesin dengan antibodi anti-grouper, anti-IL6, anti-CD4 dan anti-CD8 dilakukan dengan menggunakan teknik dotblot menurut metode Yanuhar (2009) dengan sedikit modifikasi. Membran yang digunakan adalah nitrocellulose yang sebelumnya direndam terlebih dahulu dalam PBS pH 7,4 selama 30 menit. Protein reseptor yang digunakan adalah crude protein dari organ ikan kerapu normal yang meliputi mata, otak, daging, usus dan ginjal (1:10 dalam PBS skim 5%) dimasukkan dalam sumuran sebanyak 50 µL dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang. Selanjutnya 50 µL protein adhesin protein V. alginolyticus yang telah ditetapkan dan dimasukkan dalam sumuran dan dinkubasi selama 2 jam dilanjutkan blocking dengan PBS skim 5% selama 1 jam. Sumuran dicuci 3 kali dengan PBS Tween 0,05% selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan penambahan antibodi primer anti-protein adhesin Vibrio dan VNN (1:500 dalam PBS skim 5%) dan diinkubasi selama 2 jam dan dilanjutkan dengan pencucian 3 kali dengan PBS Tween 0,05% selama 5 menit. Antibodi sekunder berupa Ig M anti-grouper (Labvision), Ig M anti-IL6, Ig M anti-CD4 dan Ig M anti-CD8 (1:3.000 dalam PBS skim 5%) dimasukkan dalam sumuran sebanyak masingmasing 50 µL dan diinkubasi selama 2 jam dan dilanjutkan dengan pencucian 3x5 menit dengan PBS Tween 0,5%. Selanjutnya dilakukan penambahan 50 µL substrat posphatase ke dalam masing-masing sumuran dan diinkubasi selama 3 jam. Stop reaksi dengan pemberian aquades dalam masing-masing sumuran. Membran NC diambil dan dicuci dalam aquades steril, dikeringanginkan dan discan. Analisis data dilakukan dengan kuantifikasi warna pada © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2009 95 Aquacultura Indonesiana, Vol. 10, No. 2, Agustus 2009 : 93–100 masing-masing dot dengan menggunakan program Corel Draw Graphics Suite X4 dan ImageJ Program. reseptor oleh molekul MHC. Ini dikonfirmasi dengan tingkat infeksi antigen pada reseptor organ dengan SEM. Pemeriksaan Scanning Electron Microscope Uji Hemaglutinasi (HA) Protein Spesifik Berdasarkan Yanuhar (2006) pemeriksaan infeksi bakteri V. alginolyticus pada hospes (ikan kerapu tikus) dengan scanning mikroskop elektron (SEM) dimaksudkan untuk memeriksa perlekatan Vibrio dan penghambatan perlekatannya. Suspensi pili dari whole cell atau pili yang telah dipurifikasi distainning dengan 4% uranyl acetate pada Formvar grid yang dilapisi carbon, selanjutnya dikeringanginkan. Preparasi dites dengan mikroskop elektron JEM 2000EX. Hasil dari uji hemaglutinasi menunjukkan bahwa protein spesifik yang tertinggi dari masingmasing sampel adalah 47,98 dan 101,50 kDa kDa untuk V. alginolyticus, Protein-protein yang memiliki nilai HA tertinggi yakni 47,98 kDa. untuk selanjutnya digunakan untuk uji klinis. Hasil uji haemaglutinasi protein hasil elektroelusi ditunjukkan Tabel 1. Hasil dan Pembahasan Hasil uji haemaglutinasi menunjukkan protein adhesin yang ditemukan sebesar 47,98 kDa merupakan protein imunogenik. Respon reseptor dengan uji inhibisi terhadap ekspresi MHC menunjukkan adanya titer positif sampai pengenceran 1/1024 dan perlu diuji lagi ekspresinya karena pada titer tesebut belum menunjukkan titer pengenceran negatif. Ekspresi sitokin di antaranya IL-6, CD4 dan CD8 tertinggi ditemukan ekspresinya pada organ mata. Hal ini berkaitan dengan regulasi Uji Respon Sitokin (IL-6, Sel CD4 dan CD8) Hasil uji reaksi silang antara protein reseptor, protein adhesin imunogenik V.alginolyticus dengan berat molekul yang ditetapkan yakni 47,98 kD, antibodi anti-protein adhesin dan antibodi anti IL6, anti CD-4 dan anti-CD8 dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil Uji Inhibisi MHC Hasil uji MHC pada ikan kerapu tikus yang dipapar dengan protein imunogenik 47,98 kDa V. alginolyticus menunjukkan titer positif dari pengengenceran 1 hingga 1/1024. Secara molekuler respon MHC yang terbentuk akibat adanya respon Tabel 1. Hasil uji hemaglutinasi protein hasil elektroelusi Pita protein Bakteri 101,50 kDa 47,98 kDa* 1/2 1/4 1/8 1/16 + + + + + Dosis Pengenceran 1/32 1/64 1/128 V. alginolitycus + - 1/256 1/512 K (-) - - - Tabel 2. Hasil kuantifikasi pengukuran respon sitokin (Il6, CD-4 dan CD-8) pada reseptor mata ikan kerapu tikus Respon Reseptor mata Kuantifikasi IL-6 91.30 CD-4 98.87 CD-8 93.20 Keterangan: skala warna 0 – 255; 0: hitam, 255: putih 96 © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2009 Regulasi Reseptor Organ Spesifik Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis pada Infeksi Antigen (Yanuhar) imunologi dari sistem imun ikan kerapu akibat infeksi V. alginolyticus (Tabel 3 dan Gambar 1). Vibrio spp. merupakan kelompok bakteri Gram-negatif penyebab Vibriosis yang menginfeksi inangnya dimulai dengan perlekatan (attachment) pada reseptor dilanjutkan dengan penetrasi ke dalam tubuh inang dan invasi (persebaran) bakteri pada jaringan-jaringan target untuk mengadakan perkembangbiakan. Infeksi umumnya terjadi di luar sel (ekstraseluler) tidak sampai masuk ke dalam sel (Todar, 2002). Protein adhesin dari V. alginolyticus digunakan untuk penempelan patogen terhadap inangnya. Beberapa makromolekul adhesin bakteri tidak terikat secara kovalen pada sel bakteri. Makromolekul tersebut biasanya polisakarida tersintesis dan disekresi oleh bakteria salah satu contohnya adalah kapsul atau glycocalyx yang sering dijumpai pada bakteri Gram positif. Fimbriae dan pili juga termasuk struktur protein permukaan pada bakteri yang berperan dalam proses perlekatan bakteri (Madigan et al., 2003). Uji aglutinasi dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan antibodi dalam mengenali antigen dengan perantara sel darah merah. Antibodi yang memproduksi reaksi aglutinasi disebut sebagai agglutinin (Goldsby et al., 2006). Hasil uji aglutinasi menunjukkan bahwa protein adhesin yang mampu menghasilkan reaksi aglutinasi tertinggi adalah 47,98 kDa V. alginolyticus yang mampu mengaglutinasi eritrosit hingga pada pengenceran 1/256 (2-8). Tingginya reaksi aglutinasi pada antigen tersebut disebabkan kemampuan protein adhesin dalam mengenali reseptornya pada permukaan sel darah merah dalam jumlah kecil sehingga sekalipun dalam pengenceran yang tinggi (1/256), antigen masih mengenali reseptornya. Penggunaan uji dot blot dimaksudkan tidak hanya untuk mengetahui ekspresi IL-6, CD4 dan CD8 saja tetapi juga ditujukan untuk kuantifikasi dari respon reseptor organ mana saja yang paling banyak mengekspresikan molekul-molekul tersebut di antaranya adalah mata ikan kerapu tikus. Hasil positif yaitu berupa warna biru keunguan merupakan hasil dari reaksi enzim yang terkonjugasikan pada antibodi sekunder dengan substrat, dalam hal ini menggunakan alkaline phospatase (NBT Chromogen). Antigen yang terikat pada membran NC akan dikenali oleh antibodi primer dan antigen yang tidak dikenali antibodi primer akan terbuang dengan pencucian. Antibodi primer selanjutnya akan dikenali oleh antibodi sekunder yang terkonjugasi dengan enzim dan dengan penambahan substrat akan bereaksi dengan enzim selama masa inkubasi (3–4 jam) untuk menghasilkan suatu produk warna. Data uji reaksi silang antara protein adhesin, serum anti-adhesin dan Ig M anti-grouper menunjukkan bahwa beberapa protein adhesin mampu bersama-sama dikenali oleh satu antibodi. Tabel 3. Hasil Uji inhibisi haemaglutinasi respon MHC protein 47,98 kDa Pita protein Bakteri 47,98 kDa* 1/2 1/4 1/8 + + + Dosis Pengenceran 1/16 1/32 1/64 1/128 V. alginolitycus + + - 1/256 1/512 K (-) - - - Gambar 1. Infeksi V. alginolyticus pada reseptor organ ikan kerapu tikus © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2009 97 Aquacultura Indonesiana, Vol. 10, No. 2, Agustus 2009 : 93–100 Hal ini kemungkinan disebabkan karena bakteri Vibrio memiliki tiga struktur antigen (Ag) seperti anggota Enterobacteriaceae lainnya yang dapat dikenali oleh antibodi. Ketiga struktur antigen tersebut adalah antigen somatic (Ag O) yang berasosiasi dengan lipopolisakarida (LPS) bakteri, antigen capsular (Ag K) yang berasosiasi dengan lapisan ekstraseluler atau kapsul dan antigen flagella (Ag H) yang berasosiasi dengan flagellum (Janda, 1998). Flagellin dari polar flagella pada kebanyakan spesies Vibrio merupakan determinan antigen (epitop) yang bersama-sama dimiliki oleh berbagai macam spesies Vibrio, meliputi: V. cholerae, V. mimicus, V. metschnikovii, V. harveyi, V. campbellii, V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. anguillarum, V. ûscheri, V. splendidus, V. nigripulchritudo dan Salinivibrio costicola (Janda, 1998). Anti-adhesin V. alginolyticus juga mampu mengenali antigen dari adhesin virus (VNN) meskipun reaksinya tidak setinggi dalam pengenalan terhadap adhesin Vibrio sp. (Yanuhar, 2006). Infeksi yang terjadi secara ekstraseluler akan dikenali oleh reseptor pada makrofag yaitu TLR (Toll-like receptor) sesuai dengan molekul yang dikenalinya yang berasosiasi dengan antigen yang disebut dengan PAMP (Pathogen Associated Molecular Pattern). Bakteri akan difagosit oleh makrofag, dilisiskan dan dipecah strukturnya menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Molekul-molekul tersebut selanjutnya akan dipresentasikan oleh molekul MHC kelas II kepada sel T CD4 + (sel T helper) melalui reseptornya yaitu TCR (T-cell receptor). Sel Th selanjutnya akan mensekresi sitokin-sitokin untuk memberikan sinyal kepada sel B. Sel B yang teraktifasi akan melakukan proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori. Sel plasma kemudian akan mensintesis antibodi menggunakan mekanisme ’Rearrangement DNA’ sesuai dengan sinyal yang masuk, sehingga dihasilkan antibodi yang sangat spesifik mengenali epitop pada antigen (Abbas dan Lichtman, 2005). Mekanisme tersebut menunjukkan bahwa semua antigen yang menginfeksi hospes akan diregulasi oleh reseptor baik oleh sel-sel imun, peran protein dan juga materi genetiknya. Hasil uji reaksi silang dengan Ig anti-CD4 menunjukkan bahwa sel T CD4+ terekspresi pada organ mata kerapu tikus. Hal ini mengindikasikan bahwa sel Th telah teraktifasi oleh adanya antigen 98 yang masuk ke dalam tubuh inang. Sel Th dengan segera menuju ke lokasi di mana terdapat antigen pada organ-organ yang memiliki reseptor yang tepat untuk menempelnya patogen-patogen tersebut. Sedangkan tinggi rendahnya ekspresi berkaitan dengan jumlah sel T CD4 yang ada pada organorgan tersebut. Penegasan pernyataan ini perlu dilakukan uji imunohistokimia pada organ-organ tersebut. Hasil uji reaksi silang dengan anti-CD8 menunjukkan bahwa CD8 diekspresikan organ mata yang mengenali antigen adhesin 47,98 kD V. alginolyticus Hal ini menunjukkan bahwa protein adhesinnya lebih dikenali sel T CD8 dari pada sel T CD4, sehingga protein-protein tersebut dapat digunakan dalam menginduksi pertahanan tubuh yang diperantarai oleh sel CMI (cell mediated immunity) pada ikan kerapu tikus. Sitokin-sitokin yang disekresikan sel Th2, antara lain: IL-4, IL-6 dan IL-10. IL-4 dan IL-6 berperan dalam mengaktifkan sel Th 2, sedangkan IL-6 berperan dalam menginduksi pengaktifan sel B untuk mengadakan proliferasi dan diferensiasi (Virella, 2007). Hasil uji reaksi silang dengan anti IL-6 menunjukkan bahwa IL-6 paling tinggi diekspresikan pada organ mata. Goetz et al. (2008) mendeteksi IL-6 pada rainbow trout dengan QPCR yang menunjukkan bahwa IL-6 terdeteksi pada limfa, insang, ginjal depan (head kidney), telur, ovarium dan otak. IL-6 lebih mengenali protein adhesin 47 kD V. alginolyticus dan adhesin 57,22 kD V. anguillarum dari pada crude protein dari kedua bakteri tersebut. Namun, IL-6 lebih mengenali CP VNN dibanding protein adhesin, baik 14,3 kD maupun 45,9 kD pada hampir semua organ. Hasil penelitian De Man et al. (1989) menyebutkan bahwa IL-6 diaktivasi oleh respon mucosal dan sistemic yang dipicu oleh LPS terhadap infeksi bakteri Gram-negatif. Secara keseluruhan, IL-6 yang mengenali CP VNN dan adhesin VNN lebih rendah dibanding CP dan adhesin Vibrio spp. Hal ini dimungkinkan karena VNN mampu menghambat sintesis IL-6 sebagai salah satu faktor virulensinya. Hal yang sama juga terjadi pada ikan karper yang terinfeksi Iridovirus yang menunjukkan adanya penghambatan dalam sintesis IL-6 (Siwicki et al., 2001). Sitokin adalah protein mediator terlarut (kadang terikat dalam membrane sel) yang mengikat reseptor pada sel target dan memicu, mengatur, atau © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2009 Regulasi Reseptor Organ Spesifik Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis pada Infeksi Antigen (Yanuhar) menghambat fungsi-fungsi seluler. Kebanyakan sitokin diproduksi oleh sel-sel imun dan berperan dalam sel-sel imun, tetapi ada juga sitokin yang diproduksi oleh sejumlah tipe sel dan berperan pada berbagai macam sel, sehingga sitokin menampakkan kisaran aktifitas yang sangat luas. Sitokin dikarakteristikkan dengan sifat redundancy (memiliki peran yang sama antar satu jenis sitokin dengan jenis sitokin lainnya), memiliki aksi yang sinergis dan memiliki sitem pengaturan yang berbalik (regulatory loop) (Cavaillon, 2007). Salah satu jenis sitokin yang berperan dalam proliferasi dan diferensiasi sel B adalah interleukin 6 (IL-6). Interleukin merupakan salah satu sitokin yang beraksi di antara leukosit dan tipe sel lainnya yang memiliki bermacam-macam aktifitas stimulator yang mengatur respon imun, inflamatory dan hematopoietic (Meager, 2007). IL-6 diproduksi oleh kelompok sel yang berbeda-beda meliputi sel T, makrofag, fibroblast, sel seuron, sel-sel enotel dan sel glia. Pada mamalia, IL-6 berperan penting dalam berbagai fungsi seluler meliputi regulasi berbagai proses imun dan neuroendokrin seperti mengatur produksi antibodi, differensiasi limfosit B dan limfosit T, sekresi kemokin, migrasi lekosit menuju tempat inflamasi, mengontrol metabolisme jaringan adipose, berperan dalam perkembangan system syaraf pusat (CNS), angiogenesis, termasuk juga berperan dalam sintesis steroid pada gonad. Namun, peran IL-6 pada vertebrata non-mamalia masih belum banyak diketahui. Sekuen penuh IL-6 pada rainbow trout yang dicapai dengan RACE adalah 1180 nukleotida yang diprediksi mengkode 219 asam amino (Iliev et al., 2006). Jika dibandingkan dengan IL-6 mamalia, IL-6 rainbow trout memiliki tingkat homolog yang cukup jauh yaitu 24-28%. Struktur IL-6 adalah protein yang memiliki struktur tersier á-helik. Dari uji Nortern blot, IL-6 pada makrofag trout sangat diatur oleh keberadaan LPS (lipopolisakarida) tetapi tidak poly (I:C) (Iliev et al., 2006). Adapun dari hasil pengujian quantitative PCR, ekspresi IL-6 dideteksi pada limfa, insang, ginjal depan, telur, ovarium dan otak. Namun, tingkat transkripsi tertinggi dideteksi pada ovarium post ovulatory setelah ovulasi (Goetz et al., 2008). Kesimpulan Kesimpulan penelitian bahwa regulasi reseptor pada ikan kerapu yang terinfeksi V. alginolyticus dengan protein imunogenik 47,98 kDa menunjukkan peran molekul MHC sebagai pengatur atau regulator dan pembentuk respon imun di antaranya melalui ekspresi sitokin (IL-6, CD4 dan CD8). Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Program Insentif Riset Dasar Kementrian Negara Riset dan Teknologi tahun 2008-2009 yang telah mendanai riset ini. Daftar Pustaka Abbas, A. K. and A. H. Lichtman. 2005. Cellular and Molecular Immunology, fifth edition, updated edition. Elsevier Saunders, Pennsylvania Cavaillon, J.M. 2007. Molecular Mediators: Cytokines. In: Meyers (ed.). Immunology: From Cell Biology to Disease. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, pp. 137–166. De Man, P., C. Van Kooten, l. Aarden, I. Engberg, H. Linder and C. Svanborg Eden. 1989. Interleukin-6 induced at mucosal surfaces by gram-negative bacterial infection. Infection and Immunity, 57(11): 3383–3388. Etienne, S., S. Bourdoulous, A. D. Strosberg and P. Couraud. 1999. MHC class ii engagement in brain endothelial cells induces protein kinase adependent il-6 secretion and phosphorylation of camp response element-binding protein. The Journal of Immunology, 163: 3636–3641. FITA. 2009. Forum inovasi dan teknologi aquakultur. Hotel Majapahit, Juni. Surabaya. Goetz, F., J. BoBe, D. IlIiev, J. Planas, B. Castellana and S. MaCkenz. 2008. Characterization of rainbow trout IL-6 and possible relationship with reproductive function. Cybium 2008, 32 (2) Suppl., 263. Goldsby, R. A., T. J. Kindt and B. A. Osborne. 2006. Kuby Immunology, fifth edition. W.H. Freeman and Co., New York Hanne, L.F., and R.A. Findkelstein. 1982. Characterization and distribution of the hemaglutinins produced by Vibrio cholera. Infect. Immun. 36: 209–269. IlIev D.B., B.C. esteBan, V. MaCkenzIe, J.V. Planas and F.W. Goetz. 2006. Cloning and expression analysis of an Il-6 homolog in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Mol. Immunol., 44: 1814–1818. Janda, J.M. 1998. Vibrio, Aeromonas and Plesiomonas. In Balows and Duerden (Editors), Topley & © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2009 99 Aquacultura Indonesiana, Vol. 10, No. 2, Agustus 2009 : 93–100 Wilson’ s Microbiology and Microbial Infections, 9th Ed., Vol. 2, Arnold, London. pp. 1065–1089 Madigan, M.T., J.M. Martinko and J. Parker. 2003. Brock Biology of Microorganisms, Tenth edition. Prentice Hall, Pearson education, Inc., New Jersey. 1019 pp. Mage, M.G., L. Lee, R.K. Ribaudo, M. Corr, S. Kozlowski, L. McHugh, and D.H. Margulies. 1992. A recombinant, soluble, single-chain class I major histocompatibility complex molecule with biological activity. Proc. Natl. Acad. Sci USA, 89: 10658–10662. Meager, A. 2007. Interleukin. In: (Meyers (ed).) Immunology: from cell biology to disease: WileyVCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim pp: 167–204. Siwicki, A., F. Pozet, M. Morand, E. T. Majewska and D. Bernard. 2001. Pathogenesis of iridovirus: in vitro influence on macrophage activity and cytokinelike protein production in fish. Acta vet. Brno, 70: 451–456. 100 Sutarmat, T., S. Ismi, A. Hanafi dan S. Kawahara. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) di Karamba Jaring Apung. BBPBL Gondol dan Japan International Cooperation Agency. Todar, K. 2002. Immune Defense against Bacterial Pathogens: Innate Immunity, Todar’s Online Textbook of Bacteriology Vassiliadis, S. and G. K. Papadopoulos. 1995. IL-6mediated MHC class II induction on RIN-5AH insulinoma cells by IFN- occurs via the G-protein pathway. Mediators of Inflammation, 4: 374–379. Virella, G. 2007. Basic Immunology In Virella, G. (Ed). Medical Immunology sixth edition. Informa Healthcare, New York. pp. 1–8. Yanuhar. 2006. Karakterisasi molekuler protein adhesi pili V. alginolyticus dan molekul reseptornya pada ikan kerapu tikus dengan antibodi monoklonal. Laporan Hasil Penelitian RUT XI. Tidak dipublikasikan. © Hak cipta oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia 2009