perbuatan melawan hukum oleh notaris terhadap pemalsuan akta

advertisement
Perbuatan Melawan Hukum Oleh Notaris Terhadap...
(Faizal Indra Nor Cahyo)
Vol. 4 No. 2 Juni 2017
PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH NOTARIS TERHADAP PEMALSUAN AKTA OTENTIK
DALAM JUAL BELI TANAH DI KABUPATEN REMBANG
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 05/Pdt.G/2009/PN.Rbg)
Faizal Indra Nor Cahyo*, Gunarto**
*
**
Mahasiswa Program Magister (S2) Kenotariatan
[email protected]
Dosen Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang
Fakultas
Hukum
UNISSULA,
Semarang
email:
ABSTRACT
In the sale and purchase of land rights of course there are various parties, including Sellers and Buyers. In this
case, Seller (RJ) and Purchaser (IS) 1 purchased land on September 26, 2007 with 10 certificates and total
purchase value of land object amounting to Rp 2.232.650.000, - (two billion two hundred thirty two million Six
hundred fifty thousand rupiah), due on July 31, 2008, which is until the due date the Purchaser (IS) has not been
able to repay it. On the other hand, the Notary of MJ who made the Deed of Sale and Purchase Agreement
committed a Law Against Act (PMH) by issuing a Sale and Purchase Deed which should not be issued in case of
non-payment. With the formulation of the problem studied are: 1. What are the legal consequences that occur on
a Notary who commits an unlawful act against the Deed of Sale and Purchase Land made? 2. How to solve a case
against a Notary who committed a Legal Actions (PMH) on the Deed of Sale and Purchase of Land?
Approach method used in this research is normative juridical research supported by empirical juridical, research
specification is analytical descriptive, writer use primary data and secondary data to get data related to this
research.
Based on the results of this study, based on the Case Court's Decision Number 05 / Pdt.G / 2009 / PN.Rbg, the
case investigation between the Seller (RJ) and the Buyer (IS) on the first issue of the formulation of Notary MJ
because it was proven to Act Against Law Falsify the information contained in the Deed of Sale and Purchase
which is different from the Deed of Sale and Purchase Bond that has been agreed by both parties, then he must
finish the Deed of Sale and Purchase Agreement between the RJ and the IS, and automatically does not Occur
And in the formulation of the problem Second, the Buyer (IS) who has made a default booking by not
automatically paying the purchase price with the binding agreement between himself and the Seller (RJ), he is
charged with a 13th Stipikat to Seller (RJ) discount, With the payment already given To Seller (RJ) by Buyer (IS)
is irrevocable and automatically becomes the property of Seller (RJ). As well as Buyer (IS) are charged the court
fees that have arisen in advance of the trial.
The author's suggestion in this research is for the seller, should be more careful in choosing and revoking the
prospective buyer, thus minimizing the undesirable things that will be done by the Buyers so as to disadvantage
the Seller, for the buyer, he must have good faith It should always be upheld that there will be no future Seller,
for Notary Public, Notary as a public official should have a Neutral attitude toward both parties in the agreement,
can be mediator, law-abiding and not doing the Fight Against Act (PMH), by reason No party harmed.
Keywords: Sale and Purchase Agreement, Unlawful Actions, Wanprestatie.
PENDAHULUAN
Di Negara Republik Indonesia hukum
merupakan posisi tertinggi dalam pelaksanaan
pemerintahan, pengaturan oleh hukum, yang
mengatur, memerintah atau berkuasa adalah hukum.
Pelaksanaan pemerintahan harus selalu berpegang
teguh pada supremasi hukum. Hukum dipandang
sebagai alat untuk mengatur segala hubungan antara
manusia baik hubungan antara perorangan, antara
perorangan dengan kelompok-kelompok, maupun
antara individu atau kelompok dengan pemerintah.
Prinsip Indonesia dari negara hukum adalah
menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
259
Vol. 4 No. 2 Juni 2017 : 259 - 264
Perlindungan
hukum
dalam
perkembangan
masyarakat salah satunya tercermin dalam hukum
pembuktian, yaitu dengan adanya alat bukti yang
dapat menentukan dengan jelas hak dan kewajiban
seseorang sebagai subjek hukum. Salah satu alat
bukti yang dapat dituntut kebenarannya adalah akta
otentik yang dibuat oleh pejabat umum. Pejabat
umum yang dimaksud adalah Notaris dan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat
oleh pemerintah berdasarkan surat keputusan
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia. Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris disebutkan,
yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang ini. Seberapa jauh kewenangan
dalam membuat akta otentik ditentukan dalam Pasal
15 Ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
Tentang Jabatan Notaris disebutkan :
“Notaris berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki
oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh Undangundang”.1
Berdasarkan kewenangan yang disebutkan
diatas pada Pasal 15 Ayat (2) huruf f Undangundang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Notaris juga disebutkan Notaris berwenang pula
membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
Artinya sebagai seorang Notaris tidak perlu lagi
merangkap menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) untuk melaksanakan kewenangan itu seperti
yang disebutkan pada Pasal 1 Ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak milik atas
tanah dan hak milik atas satuan rumah susun.2
Perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang
dimaksudkan diatas adalah perbuatan-perbuatan
hukum tertentu yang telah disebutkan secara limitatif
dalam Pasal 2 Peraturan tersebut. Pasal 2 Ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah menyatakan :
Pejabat Pembuat Akta Tanah bertugas pokok
melaksanakan sebgian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai
ha katas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan
oleh perbuatan hukum itu.
Pasal 2 Ayat (2) Peraturan pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 Tentang Pejabat Pembuat Akta
Tanah menyatakan perbuatan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
1. Jual Beli;
2. Tukar Menukar;
3. Hibah;
4. Pemasukan Dalam Perseroan (Inbrenk);
5. Pembagian Hak Bersama;
6. Pemberian HGB atau Hak Pakai Atas Tanah Hak
Milik;
7. Pemberian Hak Tanggungan;
8. Pemberian Hak Membebankan Hak Tanggungan.3
Perbuatan hukum yang turut serta dibuatkan
akta otentik oleh Notaris dan PPAT adalah Jual Beli
Hak Atas Tanah. Hak atas tanah adalah hak yang
memberikan wewenang kepada pihak yang
mempunyai tanah untuk menggunakan atau
mengambil manfaat dari tanah yang di hakinya.
Pemilikan hak atas tanah tersebut dilakukan dengan
memperhatikan fungsi sosial hak atas tanah.
Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui jual
beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum, pemindahan hak
lainnya.
1
Indonesia legal center publishing, Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Jabatan Notaris Dan PPAT,(Jakarta
: CV.Karya Gemilang), Hlm 2.
260
2
Ibid, Hlm 200.
Ibid, Hlm 201.
3
Perbuatan Melawan Hukum Oleh Notaris Terhadap...
(Faizal Indra Nor Cahyo)
Vol. 4 No. 2 Juni 2017
Pada kasus perkara perdata yang penulis
analisis ini kewenangan Notaris membuatkan akta
otentik adalah berupa akta perjanjian pengikatan jual
beli tanah. Dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan
Jual Beli maupun Akta Jual Beli Tanah, Notaris dan
PPAT dapat melakukan suatu kelalaian baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja dengan turut
sertanya salah satu atau beberapa pihak yang
mempunyai itikad tidak baik bersama-sama dengan
Notaris dan PPAT, hal yang dimaksudkan adalah
bahwa Notaris PPAT juga dapat melakukan
perbuatan melawan hukum. Hal inilah yang akan
penulis angkat dalam penelitian ini.
Berdasarkan paparan dalam latar belakang di
atas, beberapa permasalahan pokok yang diteliti
adalah sebagai berikut : Bagaimana akibat hukum
yang terjadi pada Notaris yang melakukan perbuatan
melawan hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang
dibuatnya? Bagaimana penyelesaian kasus terhadap
Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum
(PMH) pada pembuatan Akta Jual Beli Tanah?
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode penelitian yuridis empiris, yaitu penelitian
dengan studi kepustakaan dengan ditunjang studi
lapangan berupa penelitian secara langsung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistematis
(sistematic
approach)
yang
memperhatikan
keterkaitan antara peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai upaya penyelesaian
sengketa dalam hal jual beli hak atas tanah yang
secara efektif digunakan sebagai perlindungan
hukum kepada para pihaknya apabila terjadi suatu
kasus atau sengketa dala proses jual beli ha katas
tanah ini.
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif
analitis, pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan wawancara kepada praktisi untuk
data primer dan menggunakan teknik studi
kepustakaan untuk memperoleh data sekunder.
Penelitian data sekunder yang berupa bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder maupun bahan
hukum tersier yang berkaitan dengan pokok
permasalahan dalam penelitian ini dilakukan melalui
studi kepustakaan dilengkapi dengan wawancara
sebagai data pendukung.
Hasil dari wawancara dan studi pustaka sebagai
data primer dan sekunder yang telah diperoleh,
disusun secara sistematis sesuai dengan masalah
yang akan dibahas dalam penelitian. Data yang telah
tersusun selanjutnya akan dilakukan analisa
menggunakan analisa interpretasi sistemis atau logis,
yang mendasarkan pemikiran bahwa terjadinya suatu
permasalahan tidak terlepas dari peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya, tidak dapat
dipungkiri bahwa peraturan perundang-undangan
inilah yang dapat melindungi para pihak apabila
terjadi suatu sengketa pada jual beli ha katas tanah
dikemudian hari.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Akibat Hukum Yang Terjadi Pada Notaris Yang
Melakukan Perbuatan Melawan Hukum
Dalam kasus ini, pada tanggal 26 September
2007 telah terjadi jual beli hak atas tanah
diantaranya dengan 10 sertipikat atas nama RJ dan 3
sertipikat atas nama MS (ayah kandung RJ) dengan
pemberian Surat Kuasa Menjual oeh MS kepada JS
(ibu kandung RJ), yang kesemuanya merupakan
sertipikat hak milik atas tanah dengan nilai jual beli
sebesar Rp 2.232.650.000,- (dua milyar dua ratus
tigapuluh dua juta enam ratus lima puluh ribu
rupiah), yang mana dengan kesepakatan antara
penjual dan pembeli tersebut dengan bersama-sama
kedua pihak datang ke kantor Notaris MJ untuk
dibuatkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli No. 41 /
2007 dengan kesepakatan perincian pembayaran
melalui beberapa tahap dengan terlebih dahulu
dibayarkan uang muka sebesar Rp 182.650.000,(seratus delapan puluh dua juta enam ratus lima
puluh ribu rupiah) dan jatuh tempo waktu
pembayaran tanggal 31 Juli 2008. Namun pada saat
waktu jatuh tempo berakhir, IS selaku pembeli belum
dapat melunasi sisa pembayaran dengan nilai
sebesar Rp 540.650.000,- (lima ratus empat puluh
juta enam ratus lima puluh ribu rupiah). Dengan ini
RJ bersama-sama dengan JS selaku pihak penjual
datang ke kantor Notaris MJ untuk meminta Salinan
dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut. Namun
setelah RJ mendapatkan salinan dari PJB tersebut ,
penjual mengetahui bahwa telah dibuatnya Akta Jual
Beli baru yang tidak sesuai dengan Perjanjian
261
Vol. 4 No. 2 Juni 2017 : 259 - 264
Pengikatan Jual Beli antara RJ dengan IS, sebagai
sarana untuk melakukan proses balik nama ke 13
(tiga belas) sertipikat tanah tersebut menjadi nama
Imam Sudjono, Sumini dan Nuryati bahwa tindakan
tersebut kesemuanya tanpa persetujuan dari pihak
RJ, yang mana seharusnya Akta Jual Beli tersebut
tidak boleh diterbitkan oleh Notaris sebelum adanya
pelunasan serta kesepakatan antara para pihak
penjual dan pembeli sesuai dengan apa yang telah
tertulis dalam perjanjian pengikatan jual beli. Adanya
itikad tidak baik yang ditunjukkan Notaris salah
satunya adalah pengakuan dari RJ yang telah diminta
untuk menandatangani 13 blanko kosong untuk
kemudian disimpan kembali oleh Notaris tanpa
adanya alasan yang konkrit sebelum terbitnya Akta
Jual Beli, yang kemudian digunakan untuk
melakukan balik nama sertifikat hak milik atas nama
pihak pembeli yaitu IS dari pihak penjual selaku
pemilik tanah yaitu RJ.
Analisis dari kasus putusan perkara perdata
yang diteliti oleh penulis yaitu dikaitkan dengan
beberapa syarat sahnya perjanjian yaitu antara lain
asas-asas hukum perjanjian dan syarat sahnya
perjanjian itu sendiri dan analisis tentang perbuatan
melawan hukum serta pemalsuan keterangan yang
telah secara sah dapat dibuktikan dimuka
pengadilan. Istilah perbuatan melawan hukum itu
memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan
dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan
hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang
bertentangan dengan Undang-undang pidana saja
tapi juga jika perbuatan tersebut bertentangan
dengan Undang-undang lainnya dan bahkan dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis.
Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan
melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan
memberikan ganti rugi pada pihak yang
dirugikan.4Perbuatan melawan hukum sendiri adalah
sebuah perbuatan melukai (injury) dari pada
pelanggaran terhadap kontrak (breach of contract).
Maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar
hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang
dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu
hukum dikenal dalam 3 kategori dari perbuatan
melawan hukum, yaitu perbuatan melawan hukum
karena kesengajaan, perbuatan melawan hukum
tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun
kelalaian) dan perbuatan melawan hukum karena
kelalaian.5
Sehingga begitu banyak cacat yang terdapat
pada perjanjian jual beli antara RJ dan IS ini, yaitu
dimulai dari adanya unsur perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Notaris MJ dan Pihak
Kedua (IS) yaitu berupa pemalsuan keterangan, dan
tidak dapat terpenuhinya semua asas-asas perjanjian
serta tidak terpenuhi pula beberapa syarat sahnya
perjanjian. Sehingga perjanjian jual beli antara RJ
dan IS ini batal demi hukum atau dari semula telah
dianggap tidak pernah terjadi perjanjian. Sehingga
berakhir dengan Putusan pengadilan yang memutus
Notaris MJ bersama dengan Pihak Kedua (IS) harus
membatalkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Nomor 41 tanggal 26 September 2007 dan
menghukum pula kepada Notaris MJ untuk
menghapus dari daftar minuta yang ada.
Penyelesaian Kasus Notaris Yang Melakukan
Perbuatan Melawan Hukum.
Dengan dibuatnya akta otentik dihadapan
Notaris MJ maka seharusnyalah timbul hak dan
kewajiban yang secara otomatis melekat pada diri
masing-masing pihak, yaitu pihak penjual (RJ)
berkewajiban menyerahkan objek jual belinya, dan
pihak pembeli (IS) berkewajiban menyerahkan
sejumlah uang yang menjadi nilai dari jual beli
tersebut, dengan begitu kedua belah pihak tidak
akan terlibat dalam suatu masalah yang akhirnya
merugikan diri mereka masing-masing. Seperti
halnya yang dilakukan oleh IS sebagai pembeli yang
tidak melakukan pelunasan sampai dengan batas
jatuh tempo yang telah ditentukan yaitu pada
tanggal 31 Juli 2008, dengan sisa kekurangan
sebesar Rp 540.650.000,- (lima ratus empat puluh
juta enam ratus lima puluh ribu rupiah). Maka secara
otomatis Pihak IS dapat dikatakan telah melakukan
wanprestasi. Padahal telah jelas tertuang dalam isi
Pasal Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli bahwa
apabila Pihak Pertama (RJ) terhitung sejak tanggal
5
4
Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan
Melawan Hukum, (Bandung:Alumni 1982), Hlm. 15.
262
Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi
Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus),
Bandung:PT Citra Aditya Bhakti, 2005, Hlm. 3.
Perbuatan Melawan Hukum Oleh Notaris Terhadap...
(Faizal Indra Nor Cahyo)
Vol. 4 No. 2 Juni 2017
31 Juli 2008 ingkar janji tidak jadi menjual tanah
kepada Pihak Kedua (IS) maka Pihak Pertama (RJ)
harus membayar denda Rp 5.000.000,- (Lima Juta
Rupiah) untuk tiap-tiap hari keterlambatan hingga
berturut-turut hingga 7 (tujuh) hari maka pihak
pertama harus mengembalikan semua harga
transaksi Jual Beli dengan sanksi segala biaya-biaya
yang telah dikeluarkan harus dikembalikan pada
Pihak Kedua (IS) / Pembeli 10 kali lipat dari uang
yang diterimanya. Sebaliknya apabila pihak kedua
tidak membayar sisa harga terhitung sejak tangal 31
Juli 2008, maka Pihak Kedua (IS) harus membayar
denda sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah)
untuk tiap-tiap hari keterlambatan hingga berturutturut sampai 7 hari maka seluruh uang yang telah
dibayarkan kepada pihak pertama hangus (pihak
pertama tidak mengembalikan uang yang telah
dibayarkan).
Apabila Pihak Kedua (IS) / pembeli tidak
membayar sisa harganya, maka Akta Jual Beli
tertanggal 28-09-2007 Nomor 1026/KRG/2007
sertipikat hak milik nomor 58 yang terletak di
Kelurahan
Sumbersari,
Kecamatan
Kragan,
2
Kabupaten Rembang seluas 10.050 M yang telah
dibalik nama keatas nama Pihak Kedua (IS)
dinyatakan batal demi hukum dan harus
dikembalikan keatas nama Pihak Pertama (RJ),
semua biaya yang timbul menjadi tanggung jawab
Pihak Kedua (IS) dan untuk itu sertipikat tersebut
harus tetap disimpan oleh Notaris, yang berdasarkan
Berita Acara Pembetulan Akta Perjanjian Pengikatan
Jual Beli tertangal 15 September 2009 yang dibuat
dan ditandatangani MJ, klausul tersebut dibetulkan
hinga tertulis “apabila pihak kedua atau pembeli tidak
membayar sisa haragnya maka Perjanjian Pengikatan
Jual Beli ini menjadi batal dan ketiga belas Sertipikat
Hak Milik tersebut pada pasal 1 harus tetap disimpan
oleh Notaris MJ.
Dalam Putusan Pengadilan dalam Perkara
Perdata dengan Nomor 05/Pdt.G/2009/PN.Rbg, akhir
dari Kasus yang telah melibatkan Pihak Pertama (RJ)
dan Pihak Kedua (IS) yang melakukan wanprestasi,
serta Notaris MJ yaitu:
Pihak Kedua (IS) yang telah melakukan
wanprestasi, dituntut untuk turut serta menyetujui
pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli
tanggal 26 September 2007 Nomor 41 yang telah
dibuat oleh Notaris MJ karena Akta Perjanjian
Pengikatan Jual beli tersebut cacat demi hukum,
mengembalikan ketiga belas (13) Sertipikat Hak Milik
atas nama para Pihak Pertama (RJ), serta membayar
biaya-biaya perkara pengadilan sebesar Rp
1.442.800 (satu juta empat ratus empat puluh dua
ribu delapan ratus rupiah). Dan uang yang telah
dibayarkan oleh Pihak Kedua (IS) hangus dan Pihak
Pertama (RJ) tidak mengembalikan uang yang telah
dibayarkan.
PENUTUP
Simpulan
1. Akibat Hukum Yang Terjadi Pada Notaris Yang
Melakukan Perbuatan Melawan Hukum
Begitu banyak cacat yang terdapat pada
perjanjian jual beli antara RJ dan IS ini, yaitu
dimulai dari adanya unsur perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Notaris MJ dan Pihak
Kedua (IS) yaitu berupa pemalsuan keterangan,
dan tidak dapat terpenuhinya semua asas-asas
perjanjian serta tidak terpenuhi pula beberapa
syarat sahnya perjanjian. Sehingga perjanjian jual
beli antara RJ dan IS ini batal demi hukum atau
dari semula telah dianggap tidak pernah terjadi
perjanjian. Sehingga berakhir dengan Putusan
pengadilan yang memutus Notaris MJ bersama
dengan Pihak Kedua (IS) harus membatalkan
Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 41
tanggal 26 September 2007 dan menghukum
pula kepada Notaris MJ untuk menghapus dari
daftar minuta yang ada.
2. Penyelesaian Kasus Notaris Yang Melakukan
Perbuatan Melawan Hukum.
Perjanjian itu merupakan suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Perjanjian itu sendiri menerbitkan
suatu perikatan antara dua orang yang
membuatnya baik itu bersifat lisan maupun
tertulis. Berdasarkan Pasal 1338 Ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah,
berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka
yang membuatnya”.6
Dalam Putusan Pengadilan dalam Perkara
Perdata dengan Nomor 05/Pdt.G/2009/PN.Rbg,
6
Putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata dengan
Nomor 05/Pdt.G/2009/PN.Rbg, hlm. 53
263
Vol. 4 No. 2 Juni 2017 : 259 - 264
akhir dari Kasus yang telah melibatkan Pihak
Pertama (RJ) dan Pihak Kedua (IS) yang
melakukan wanprestasi, serta Notaris MJ yaitu:
Pihak Kedua (IS) yang telah melakukan
wanprestasi,
dituntut
untuk
turut
serta
menyetujui
pembatalan
Akta
Perjanjian
Pengikatan Jual Beli tanggal 26 September 2007
Nomor 41 yang telah dibuat oleh Notaris MJ
karena Akta Perjanjian Pengikatan Jual beli
tersebut cacat demi hukum, mengembalikan
ketiga belas (13) Sertipikat Hak Milik atas nama
para Pihak Pertama (RJ), serta membayar biayabiaya perkara pengadilan sebesar Rp 1.442.800
(satu juta empat ratus empat puluh dua ribu
delapan ratus rupiah). Dan uang yang telah
dibayarkan oleh Pihak Kedua (IS) hangus dan
Pihak Pertama (RJ) tidak mengembalikan uang
yang telah dibayarkan.
Saran
1. Bagi Penjual : Dalam melakukan perjanjian jual
beli Pihak Penjual seharusnya lebih berhati-hati
dengan mengetahui latar belakang calon
Pembelinya, terlebih jika nilai objek jual beli
tersebut memiliki harga yang sangat tinggi,
tentunya agar lebih dapat diketahui apabila suatu
saat terjadi kasus-kasus yang dapat menghambat
atau bahkan membatalkan perjanjian jual beli
tersebut,
sehingga
Pihak
Penjual
tidak
menanggung
kerugian
akibat
perbuatan
(wanprestasi) yang dilakukan oleh Pembeli.
2. Bagi Pembeli : Dalam melakukan perjanjian jual
beli wajib didasari dengan itikad baik, baik oleh
Penjual maupun Pembeli. Terlebih yang lebih
sering mempunyai itikad tidak baik adalah
Pembeli yakni dengan melakukan wanprestasi.
Seharusnyalah apabila ia sebagai pembeli telah
berjanji mengikatkan dirinya untuk melakukan
jual beli, maka ia wajib menepatinya hingga jual
beli tersebut berakhir, agar tidak ada pihak-pihak
yang merasa dirugikan atas itikad tidak baik yang
ditimbulkan oleh Pembeli tersebut.
3. Bagi Notaris : Notaris sebagai pejabat umum
yang menjadi jembatan dalam memformulasikan
keinginan pihak penjual dan pembeli tersebut
seharusnya mempunyai sikap netral terhadap
keduanya, dapat menjadi penengah apabila salah
satu pihak telah melakukan perbuatan yang
melenceng dari isi perjanjian yang telah
dibuatnya. Sehingga Notaris tidak akan
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang
didalam kode etik jabatannya dengan bersikap
tidak netral dan melakukan perbuatan melawan
264
hukum sehingga dapat merugikan salah satu
pihak didalam perjanjian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Fuady Munir, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi
Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris,
Kurator, dan Pengurus), PT Citra Aditya Bhakti,
Bandung.
legal center publishing, Himpunan
Peraturan Perundang-undangan Jabatan Notaris
Dan PPAT, CV.Karya Gemilang, Jakarta
Indonesia
Rachmat, 1982, Tinjauan Elementer
Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung.
Setiawan,
Putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata dengan
Nomor 05/Pdt.G/2009/PN.Rbg
Download