POTENSI TANAMAN DALAM MENYERAP CO2 DAN CO UNTUK MENGURANGI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL Oleh: Nanny Kusminingrum Pusat Litbang Jalan dan Jembatan Jl. AH. Nasution 264 Ujungberung, Bandung E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah : 09 Mei 2008, Tanggal revisi terakhir: 09 Juni 2008 Abstrak Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ±0.18° C selama seratus tahun terakhir. IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan besar disebabkan oleh menigkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktifitas manusia. Gas-gas rumah kaca, antara lain : uap air, karbondioksida dan metana. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi, sehingga panas tersebut akan tersimpan pada permukaan bumi. Hal ini akan terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Ada beberapa cara yang dapat mengurangi peningkatan temperatur bumi tersebut, antara lain melalui : penambahan ruang terbuka hijau. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya dilakukan penelitian manfaat tanaman untuk meminimasi pemanasan global yang dewasa ini sedang mencuat. Pada penelitian ini dikaji besarnya reduksi CO oleh berbagai jenis pohon, jenis perdu dan jenis semak secara mandiri, maupun kombinasi ketiganya. Metoda yang digunakan adalah metoda experimental melalui teknik observasi di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi CO terbesar untuk : a) jenis pohon yaitu tanaman Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) sebesar 81.53 % (0.587 ppm) ; b) jenis perdu yaitu Iriansis (Impatien sp) sebesar 88.61 % (0.638 ppm) ; c) jenis semak yaitu: Philodendron (Philodendron sp) sebesar 92.22 % ( 0.664 ppm); serta d) tanaman gabungan, yaitu Galinggem + Kriminil Merah dengan perbandingan 2 : 1 sebesar 79.22 % (0.244 ppm). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setiap tanaman mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap polutan CO, demikian pula apabila tanaman–tanaman tersebut dikombinasikan. Untuk itu, dapat dipilih jenis tanaman yang sesuai dengan maksud dan tujuan pemilihannya, kemudahan didapatnya, kemudahan dalam pemeliharaannnya. Kata kunci : Tanaman , polusi udara, pemanasan global Abstract Global warming is a process of the average temperature increase of the earth’s atmosphere, ocean, and land. The average global temperature on earth surface has increased 0.74 ± 0.18° C over the last century. IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) concludes that: most of the average global temperature increase since the middle of the 20th century is caused by the increase of greenhouse - gases concentration as a result from human activities. Examples of Greenhouse - gases are : aqueous steam, carbon dioxide and methane. These gases absorb and reflect radiation - wave from the earth. Back to earth, and the 96 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 heat remains on earth surface. This process occurs repeateadly and keeps the annual earth temperature increasing. There are some ways to reduce the global warming and for example: by adding more green open spaces. Therefore, research .is needed to elaborate the benefits of vegetation to minimize the effect global warming. This research aims to identify the amount of CO reduction by many kinds of: trees, bushes and shrubs, singularly or a combination of the three. The method used in this research is experimental method through observation in the laboratory. The result shows that the which species that reduce CO the most for ; a) trees is Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) by 81.53 % (0.587 ppm) ; b) for bushes is Iriansis (Impatien sp) by 88.61 % (0.638 ppm) ; c) shrubs is Philodendron (Philodendron sp) by 92.22 % ( 0.664 ppm); and d); combination of Galinggem + Kriminil Merah ( 2 : 1) by : 79.22 % (0. 244 ppm). The conclusion of this research is that each vegetation has different ability to absorb (and reduces) CO and they also have different ability if combined. Therefore, we can easily choose any kind of vegetations, depending on the purpose, as long as we can easily get and treat them. Key words: Vegetation, air pollution , global warming PENDAHULUAN Menurut Wikipedia Indonesia (----) pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan bumi. Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar dari energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek. Ketika energi ini mengenai permukaan bumi, berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Namun sebagian dari panas tetap terperangkap di bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain : uap air, karbondioksida dan metana. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi, sehingga panas tersebut akan tersimpan pada permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18° C selama seratus tahun terakhir Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) yang disiir oleh Wikipedia Indonesia (----) menyimpulkan bahwa : sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Model iklim yang dijadikan acuan oleh proyek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 – 6.4 ° C antara tahun 1990 dan 2100. Meningkatnya suhu global diperkira-kan akan menyebabkan perubahan-perubahan, misalnya meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, naiknya permukaan air laut (Wikipedia Indonesia,----). Soedomo (2001), bahkan menambahkan bahwa pengaruh pemanasan global dalam setengah abad mendatang diperkirakan akan terjadi : Perubahan pola angin Bertambahnya populasi dan jenis organisme penyebab penyakit dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat Perubahan pola curah hujan dan siklus hidrologi Meningkatnya badai atmosferik 97 Perubahan ekosistem hutan, daratan dan ekosistem alami lainnya Ada beberapa solusi untuk menghadapi pemanasan global ini, antara lain : pembangunan ruang terbuka hijau, Untuk itu, perlu dikaji jenis-jenis tanaman yang dapat meminimasi dampak yang terjadi. TINJAUAN PUSTAKA Transportasi Merupakan Salah Satu Penyebab Bertambahnya Konsentrasi CO di Udara Sektor transportasi merupakan penyumbang utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Dalam tahun 1990, transportasi darat bertanggung jawab terhadap setengah dari total emisi partikulat (debu), dan untuk sebagian besar Timbal, CO, HC dan NOX di daerah perkotaan, dengan konsentrasi utama terdapat di daerah lalu lintas yang padat, dimana tingkat pencemaran udara sudah dan atau hampir melampaui Standard kualitas udara. Gangguan kesehatan dapat diakibatkan oleh konsentrasi yang berlebihan dari pencemar-pencemar utama ini (KLH, 1997). Selanjutnya menambahkan bahwa, sejalan dengan pertumbuhan pada sektor transportasi yang diproyeksikan sekitar 6 – 8 % per tahun, maka penggunaan bahan bakar di Indonesia diproyeksikan bertambah sebesar 2.1 kali konsumsi 1990 pada tahun 1998, sebesar 4.6 kali pada tahun 2008, dan 9 kali pada tahun 2018 (World Bank, 1993 cit KLH, 1997). Pada 98 tahun 2020, setengah dari jumlah penduduk Indonesia akan menghadapi permasalahan pencemaran udara perkotaan, yang didominasi oleh emisi dari kendaraan bermotor. Sumber gas CO berasal dari sumber alami dan sumber antropogin. Sumber antropogin gas CO seluruhnya berasal dari pembakaran bahan organik. Pembakaran bahan organik ini dimaksudkan untuk mendapat energi kalor yang kemudian digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain: transportasi, pembakaran batu bara, dll. Menurut Suhardjana (1990), sumber antropogin gas CO di udara yang terbesar disumbangkan oleh kegiatan transportasi yaitu dari kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, sebesar 65.1 % Pada bensin purna, Reaksi berikut mesin kendaraan bermotor, yang teroksidasi dengan semmenghasilkan H2O dan CO2., oksidasi bensin adalah sebagai : Tahap I : 2 C n H(2n+2) + (2n+1) O2 - 2n CO +2 (n+1) H2O Tahap II 2 CO + O2 - 2 CO2 Namun apabila jumlah O 2 dari udara tidak cukup atau tidak tercampur baik dengan bensin, maka pada pembakaran ini akan selalu terbentuk gas CO yang tidak teroksidasi. Di bawah ini disajikan hubungan antara gas CO yang dihasilkan dengan kecepatan kendaraan. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Laju Emisi CO Kendaraan Penumpang 90 80 CO (g/Km) 70 60 50 40 30 20 10 0 0 20 40 60 80 100 120 140 Kecepatan rata-rata (Km/jam) Gambar 1. Laju Emisi Karbon Monoksida Kendaraan Penumpang Sumber : Environmental Assessment, DOT, UK., 1994 Beberapa hal yang masih diperdebatkan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut. Tentunya akan bervariasi dari satu daerah ke daerah lainnya. Namun yang lebih penting adalah tindakan yang harus dilakukan untuk mengantisipasi nya ataupun untuk beradaptasi terhadap konsekwensikonsekwensi yang ada. Ada beberapa solusi untuk menghadapi pemanasan global ini, antara lain : pembangunan ruang terbuka hijau. ALTERNATIF SOLUSI Ruang Terbuka Hijau Setiap kota harus memiliki 30 % Ruang Terbuka Hijau. (menurut Undangundang nomor 26 tahun 2007 tentang Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) Penataan Ruang) Sehingga bagi kota yang belum memenuhi kriteria tersebut seyogianya melakukan penambahan ruang terbuka hijau, dengan mempertimbangkan pemilihan jenis-jenis tanaman yang mempunyai fungsi ganda, yaitu selain tanaman dapat memberikan O2 , juga dapat mereduksi CO. Setiap orang memerlukan 0.5 kg Oksigen (O2) per hari (leaflet Dinas Pertamanan dan Pemakaman Bandung). Sedangkan sebuah pohon pelindung berguna untuk memenuhi kebutuhan oksigen untuk dua orang (Ahda Imran , 2002). Sehingga dalam penataan Ruang Terbuka Hijau dapat di integrasikan antara kebutuhan akan oksigen terhadap peraturan Ruang Terbuka Hijau yang harus diacu. 99 Pengurangan CO2 oleh Tanaman Melalui Proses Fotosintesa Tanaman membutuhkan CO2 untuk pertumbuhannya. Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfir antara lain akan merangsang proses fotosintesa, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitasnya tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan air (transpirasi) Fotosintesa umumnya terjadi pada semua tumbuhan hijau yang memiliki kloroplast atau pada semua tumbuhan yang memiliki zat warna. Secara umum proses fotosintesa adalah pengikatan gas karbon-dioksida (CO2) dari udara dan molekul air (H2O) dari tanah dengan bantuan energi foton cahaya tampak, akan membentuk gula heksosa (C6H12O6) dan gas oksigen (O2) sbb : 6 CO2 + 6 H2O + 48 hv - C6H12O6 + 6 O2 CO Berdasarkan hal tersebut di atas, berarti CO2 dapat dimanfaatkan oleh tanaman, melalui proses fotosintesa. Untuk reaksi oksidasi bensin yang tidak sempurna (jumlah O2 di udara yang tidak cukup), akan selalu terbentuk gas CO yang tidak teroksidasi. Untuk hal ini, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan telah melakukan penelitian untuk meminimasi konsentrasi CO tersebut dengan meneliti jenis-jenis tanaman yang berpotensi positif (baik). Hal inipun sebenarnya secara tidak langsung merupakan suatu solusi 100 Kebutuhan Pohon Pelindung Saat ini di Indonesia, masih banyak kota-kota yang belum memenuhi kebutuhan manusia akan oksigen. Sebagai contoh di kota Bandung dengan jumlah penduduk sekitar 2.400.000 jiwa, memerlukan pohon pelindung sebanyak 1.200.000 pohon. Pohon pelindung yang ada sekarang (di pinggir jalan,pinggir kali, taman kota maupun pada lahan penduduk ), hanya sekitar 800.000 pohon (Leaflet Dinas Pertamanan dan Pemakaman, 2007). Jadi untuk bernafas penduduk kota Bandung, masih kekurangan 400.000 pohon. Kebutuhan tanaman akan oksigen pada suatu area, dapat dihitung sebagai berikut : Jumlah jiwa X 0.5 Kg O2 Reaksi tersebut terurai menjadi 3 proses utama: pertama pembentukan O 2 bebas, kedua reaksi NADP, dan ketiga pengubahan CO2 menjadi C6H12O6. Dua proses yang pertama membutuhkan energi cahaya, sedangkan proses yang ke tiga dapat berlangsung di dalam gelap. Pengurangan Konsentrasi oleh Tanaman pengurangan konsentrasi CO2. 1.2 Kg O2 X 1 pohon Keterangan : 0.5 Kg O2 adalah oksigen yang diperlukan manusia un-tuk bernafas dalam satu hari 1.2 Kg O2 adalah oksigen yang dihasilkan oleh satu pohon pelindung setiap hari METODOLOGI Metoda Metoda yang digunakan adalah metoda experimental melalui teknik observasi. Pengukuran polutan CO menggunakan metoda analisis Non Dispersive Infra Red (NDIR) Persiapan a. Bahan kimia b. Peralatan c. Tanaman - Pemilihan tanaman: - Volume kerimbunan rata² untuk 1. Penelitian mandiri - Jenis pohon: 40 dm³ Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 - Perdu : 40 dm³ - Semak : 20 dm³ 2. Penelitian gabungan : - Pohon : 20 dm³ , 40 dm³ ; Perdu : 10 dm³ , 20 dm³ , 40 dm³ - Semak : 5 dm³ , 10 dm³ , 20 dm³ d. Laboratorium - Dipersiapkan ruangan kaca dengan ukuran : 2 m X 2m X 2m - Pra penelitian dengan mengatur : waktu hembusan, interval hembusan dan flow, sehingga diperoleh : CO awal rata² untuk penelitian mandiri = 0.72 ppm Penelitian gabungan = 0.308 ppm Pelaksanaan a. Tanaman yang sudah disiapkan dimasukkan dalam ruangan yang sudah ditentukan secara random sampling b. Dilakukan penghembusan pada setiap ruangan dengan generator berbahan bakar solar HASIL PENELITIAN Dibawah ini disajikan hasil penelitian yang meliputi : 1. Tanaman secara mandiri (11 jenis pohon, 16 jenis perdu dan 12 jenis semak) 2. Tanaman gabungan (jenis pohon + jenis perdu + jenis semak) Tanaman secara Mandiri a. Untuk Jenis Pohon NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Tabel 1. Konsentrasi CO pada Ruangan dengan Tanaman Jenis Pohon (Konsentrasi CO Rata-rata pada Kontrol = 0.72 ppm) RATA-RATA PENGURANGAN CO JENIS TANAMAN (ppm) (%) Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) 0.587 81.53 Bungur (Lagerstroemia flos-reginae) 0.567 78.75 Cempaka (Michellia champaca) 0.528 73.33 Kembang Merak (Caesalpinia pulcherrima) 0.508 70.56 Saputangan (Maniltoa grandiflora) 0.506 70.28 Tanjung (Mimusops elengi) 0.501 69.58 Kupu-kupu (Bauhinia sp) 0.501 69.58 Acret (Spathodea campanulata) 0.428 59.44 Asam kranji (Pithecellobium dulce) 0.267 37.08 Felicium (Filicium decipiens) 0.207 28.75 Galinggem (Bixa orellana) 0.169 23.47 KETERANGAN ; a. Sumber : Nanny Kusminingrum, dkk. 1997. Pengaruh Tanaman Jalan Terhadap Baku Mutu Lingkungan Jalan. Puslitbang Jalan dan Jembatan b. Jenis pohon adalah tanaman tahunan berkayu dan berbatang Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) tinggi dengan dahan dan ranting jauh di atas permukaan tanah c. Ruangan penelitian berukuran 2m X 2m X 2m d. Volume kerimbunan daun terhadap volume ruangan adalah 0.5 % 101 b. Untuk Jenis Perdu Tabel 2. Konsentrasi CO pada Ruangan dengan Tanaman Jenis Perdu (Konsentrasi CO Rata-rata pada Kontrol = 0.72 ppm) NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. JENIS TANAMAN Iriansis (Impatien sp) Dawolong (Acalypha compacta) Nusa Indah Merah (Mussaenda erythrophylla) Saliara (Lantana camara) Oleander (Nerium oleander) Kacapiring (Gardenia jasminiodes) Harendong (Melastoma malabathricum) Wilkesiana Merah (Acalypha wilkesiana) Anak Nakal (Durante erecta) Walisongo (Schefflera arborícola) Pecah beling (Sericocalyx crispus) Sadagori (Tumera ulmifolia) Lolipop merah (Pachystachys coccinea) Azalea (Rhododendron indicum) Teh-tehan (Acalypha capillipes) Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) KETERANGAN ; a. Sumber : Nanny Kusminingrum, dkk. 1997. Pengaruh Tanaman Jalan terhadap Baku Mutu Lingkungan Jalan. Puslitbang Jalan dan Jembatan b. Jenis perdu adalah tanaman berkayu yang bercabang banyak, c. RATA-RATA PENGURANGAN CO (ppm) 0.638 0.626 0.590 0.580 0.580 0.580 0.567 0.557 0.484 0.483 0.481 0.465 0.408 0.388 0.386 0.236 (%) 88.61 86.94 81.94 80.56 80.56 80.56 78.75 77.36 67.22 67.08 66.81 64.58 56.67 53.89 53.61 32.78 tanpa sesuatu batang yang jelas dan pada umumnya tanaman tahunan c. Ruangan penelitian berukuran 2m X 2m X 2m d. Volume kerimbunan daun terhadap volume ruangan adalah 0.5 % Untuk Jenis Semak NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 102 Tabel 3. Konsentrasi CO pada Ruangan dengan Tanaman Jenis Semak (Konsentrasi CO Rata-rata pada Kontrol = 0.72 ppm) RATA-RATA JENIS TANAMAN PENGURANGAN CO Philodendron (Philodendron sp) Graphis merah (Hemigraphis bicolor) Myana (Eresine herbstii) Maranta (Maranta sp) Pentas (Pentas lanceolada) Mutiara (Pilea cadierei) Babayeman Merah (Aerva sanguinolenta) Gelang (Portulaca grandiflora) Plumbago (Plumbago auriculata) (ppm) 0.664 0.634 0.551 0.529 0.518 0.499 0.490 0.489 0.431 (%) 92.22 88.06 76.53 73.47 71.94 69.31 68.06 67.92 59.86 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 NO. 10. 11. 12. RATA-RATA PENGURANGAN CO JENIS TANAMAN (ppm) 0.372 0.296 0.253 Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Pacing (Costus malortianus) Kriminil Merah (Althernanthera ficoidea) KETERANGAN ; a. Sumber : Nanny Kusminingrum, dkk. 1997. Pengaruh Tanaman Jalan terhadap Baku Mutu Lingkungan Jalan. Puslitbang Jalan dan Jembatan b. Jenis semak adalah tanaman yang lebih kecil dari perdu dan hanya (%) 51.67 41.11 35.14 dahan-dahan utamanya saja yang berkayu c. Ruangan penelitian berukuran 2m X 2m X 2m d. Volume kerimbunan daun terhadap volume ruangan adalah 0.5 % Tanaman Gabungan (pohon + perdu + semak) Tabel 4. Konsentrasi CO pada Ruangan (dengan CO Awal Rata-rata -= 0.308 ppm) JENIS TANAMAN NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. Galinggem + Kriminil Merah Felicium + Kriminil Merah + Maranta Galinggem + Maranta Felicium + Maranta Wilkesiana + Maranta Wilkesiana + Kriminil merah+ Maranta Azalea + Maranta Galinggem + Kriminil merah+ Maranta Azalea + Kriminil merah + Maranta Felicium + Kriminil Merah Cempaka + Kriminil Merah Azalea + Kriminil Merah Cempaka + Maranta Cempaka + Kriminil Merah + Maranta Wilkesiana + Kriminil Merah Cempaka + Azalea + Wilkesiana Galinggem + Azalea + Wilkesiana Galinggem + Wilkesiana Felicium + Azalea + Wilkesiana Cempaka + Azalea Galinggem + Azalea Felicium + Wilkesiana Cempaka + Wilkesiana Felicium + Azalea Felicium + Maranta Felicium + Kriminil Merah Wilkesiana + Maranta Galinggem + Kriminil merah Wilkesiana + Kriminil merah Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) PENGURANGAN POLUTAN CO (ppm) PERBAND VOLUME RIMBUN DAUN VOL.RIMBUN PER VOL.RUANG (%) INTERVAL *) RATA² *) 2:1 4:1:1 2:1 2:1 2:1 4:1:1 2:1 4:1:1 4:1:1 2:1 2:1 2:1 2:1 4:1:1 2:1 2:1:1 2:1:1 1:1 2:1:1 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1 2:1 2:1 2:1 2:1 2:1 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.375 0.500 0.500 0.500 0.500 0.500 0.500 0.500 0.500 0.500 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 0.127 – 0.361 0.132 – 0.320 0.113 – 0.334 0.100 – 0.342 0.030 – 0.396 0.010 – 0.396 0.071 – 0.255 0.025 – 0.296 0.053 - 0.264 0.030 – 0.279 0.074 – 0.205 0.065 – 0.204 0.005 – 0.250 0.054 – 0.186 0.020 – 0.218 0.021 – 0.410 0.128 – 0.292 0.089 – 0.327 0.060 – 0.356 0.034 – 0.357 0.114 – 0.269 0.087 – 0.282 0.019 – 0.346 0.007 – 0.319 0.087 – 0.365 0.078 – 0.375 0.033 – 0.408 0.106 – 0.321 0.032 – 0.354 0.244 0.226 0.223 0.221 0.213 0.203 0.163 0.160 0.159 0.154 0.139 0.135 0.128 0.120 0.119 0.215 0.210 0.208 0.208 0.195 0.191 0.185 0.183 0.163 0.226 0.226 0.220 0.213 0.193 103 JENIS TANAMAN NO 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. PERBAND VOLUME RIMBUN DAUN Galinggem + Maranta Cempaka + Kriminil Merah Cempaka + Maranta Azalea + Maranta Azalea + Kriminil Merah Galinggem + Azalea Cempaka + Azalea Galinggem + Wilkesiana Cempaka + Wilkesiana Felicium + Wilkesiana Felicium + Azalea 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 : : : : : : : : : : : 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 VOL.RIMBUN PER VOL.RUANG (%) 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 PENGURANGAN POLUTAN CO (ppm) INTERVAL *) 0.029 0.057 0.064 0.038 0.054 0.156 0.058 0.107 0.004 0.049 0.021 – – – – – – – – – – – 0.325 0.291 0.267 0.292 0.235 0.323 0.343 0.246 0.347 0.286 0.273 RATA² *) 0.117 0.174 0.166 0.165 0.145 0.239 0.200 0.176 0.175 0.168 0.147 KETERANGAN : a. Sumber Nanny Kusminingrum, dkk. 1998. Pengaruh Tanaman Jalan terhadap polusi udara akibat lalu lintas kendaraan. Puslitbang jalan dan Jembatan. b. Volume rimbun per volume ruang = perbandingan volume kerimbunan daun terhadap volume ruang yang ada. c. Volume ruang yang ada = 2 m X 2m X 2m = 8 m³ d. *)= interval pengurangan polutan CO = nilai pendugaan selang e. **) = nilai rata-rata dari pendugaan selang = pendugaan titik dengan perbandingan 2 : 1 sebesar 79.22 % (0.244 ppm) 2. Apabila digunakan tanaman Galinggem (Bixa orellana) secara mandiri, tanaman ini hanya mampu mereduksi CO dibawah 25 %, yaitu sebesar 23.47 % (0.169 ppm) 3. Penelitian dengan tanaman gabungan memberikan besaran reduksi CO yang bervariasi antara lain tergantung dari : jenis tanaman yang digabungkan, besarnya volume rimbun daun serta % volume rimbun per volume ruang. PEMBAHASAN Untuk meng-antisipasi atau untuk beradaptasi terhadap konsekwensikonsekwensi terjadinya pemanasan global di ruas-ruas jalan dan daerah permukiman, antara lain dapat diminimasi melalui Penanaman, dapat dipilih jenis tanaman : Yang sesuai dengan peruntukannya / tujuan penanamannya Berdasarkan: tingkat konsentrasi CO yang ingin diminimasi dan tingkat produksi oksigen yang ingin dicapai Kemudahan mendapatkan tanaman yang dipilih Kemudahan dalam pemeliharaan Keindahan warnanya Berdasarkan Tabel 1 sampai dengan 4 di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Reduksi CO terbesar untuk : a) Jenis pohon yaitu tanaman Ganitri (Elaeocarpus sphaericus) sebesar 81.53 % (0.587 ppm); b) Jenis perdu yaitu Iriansis (Impatien sp) sebesar 88.61 % (0.638 ppm) ; c) Jenis semak yaitu Philodendron (Philodendron sp) sebesar 92.22 % ( 0.664 ppm); sertad) tanaman gabungan, yaitu Galinggem + Kriminil Merah 104 KESIMPULAN Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 DAFTAR PUSTAKA Ahda Imran, 2002. Penduduk Bandung Bisa Terkena Gangguan Jantung dan Pernafasan. Koran Pikiran Rakyat, tanggal 16 Juni 2002, halaman 4 kolom 1 – 5. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997. Agenda 21 Indonesia. Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan Nanny Kusminingrum, dkk. 1997. Pengaruh Tanaman Jalan terhadap Baku Mutu Lingkungan Jalan. Puslitbang Jalan dan Jembatan Nanny Kusminingrum, dkk. 1998. Pengaruh Tanaman Jalan terhadap Polusi Udara Akibat Lalu Lintas Kendaraan. Puslitbang Jalan dan Jembatan Potensi Tanaman dalam …. (Nanny K.) Environmental Assessment, DOT. UK., 1994 Soedomo, M., Dr. Ir., MSc., DEA. 2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB Bandung Tania June (----). Kenaikan CO2 dan Perubahan Iklim : implikasinya terhadap Pertumbuhan Tanaman. http://members.tripod.com/buletin/ tania/tania1.htm) Satker GERHAN Kota Bandung, 2007. Leaflet Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung. WikipediaIndonesia,----. Pemanasan Global.http://id.wikipedia.org/wiki/P emanasan_global#Penyebab pemanasan global 105 POTENSI RUANG TERBUKA HIJAU DALAM PENYERAPAN CO2 DI PERMUKIMAN Studi Kasus : Perumnas Sarijadi Bandung dan Cirebon Oleh: Elis Hastuti dan Titi Utami Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kab. Bandung 40393 E-mail: [email protected] Tanggal masuk naskah : 28 Desember 2007, Tanggal revisi terakhir: 21 Mei 2008 Abstrak Kondisi pembangunan perumahan di perkotaan yang sangat pesat cenderung meminimalkan dan melakukan alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH). Penghijauan diperlukan untuk peningkatan kualitas ekosistem perkotaan, dengan menciptakan iklim mikro yang sehat dan nyaman melalui peningkatan luasan hijau sebagai penyerap emisi CO2 dan polutan udara.Melalui penelitian perumahan berdasarkan karakter lokasi, aktivitas penduduk, dan potensi pengembangan RTH, maka dilakukan pemilihan sampel perumahan di Bandung dan Cirebon, yang menunjukkan perbedaan karakteristik RTH. Pendekatan analisis untuk pengembangan RTH dilakukan berdasarkan kebutuhan luasan hijau dan potensi penyerapan CO2. Di Perumnas Sarijadi, Bandung, menunjukkan tingkat penanaman tanaman dengan luas lahan hijau per rumah sekitar 2,46 m2/orang, dengan luas lahan hijau di setiap rumah berkisar antara 0-20 %. Sementara di Perumnas Burung-Gunung dan GSP mempunyai tingkat luasan hijau per rumah yaitu 1,02 – 1,84 m2/orang, dengan prosentasi luas lahan hijau setiap rumah sekitar 0-20 %. Di lokasi RW 08 dan RW 09, Perumnas Gunung, saat ini RTH yang ada hanya 7 -10 % dari luas kawasan dengan luasan hijau sekitar 3,33 - 4,25 m2/orang. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan di permukiman, maka selain peningkatan luasan hijau, juga diperlukan keanekaragaman sesuai fungsi serapan, kondisi tanah, ataupun segi sosial. Penataaan bangunan dengan rumah susun harus mulai digalakkan sehingga untuk ruang terbangun yang dialokasikan 60 % di Perumnas Sarijadi agar dapat mememuhi standar kebutuhan lahan hijau dengan minimum RTH sekitar 33 %. Sementara di Perumnas Gunung, penerapan konsep ‘roof garden’ atau penghijauan vertikal dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan lahan hijau penduduk dan penyerapan polutan kendaraan karena peningkatan luas RTH tidak mencukupi dari sisa lahan yang ada jika area terbangun dialokasikan 65 %, maka kebutuhan RTH mencapai lebih dari 35 %. Kata Kunci : Ruang terbuka hijau, perumahan Abstract The housing development tends to minimize the urban greenery open space, and convert to built environment. City greenery is needed in increasing healthy and comfort of urban ecosystem, including to regulate the micro climate and reduce CO2 and air pollutant emission. In this research, housing areas in Bandung and Cirebon were selected to know the greenery characteristics and develop its design. The purposive sampling was taken with consideration on topographical differences, human activity and greenery development. This study evaluated green areas in housing built by the (perumnas) of Sarijadi, Bandung, which shows a coverage of green area of 2,46 m2/capita with percentage of greenery in a house around 0-20 %. The study in Perumnas Burung106 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Gunung and GSP (Cirebon) shows a coverage of housing greenery of 1,02-1,84 m2 /cap, with a percentage of greenery in a house of 0-20 %. In RW 08 and RW 09 Perumnas Gunung, greenery open spaces are about 7-10 % with coverage of green area 3,33 - 4,25 m2/cap. To raise the quality of environment of urban settlement, appart from increasing greenery areas, also introducing tree varieties concerning on absorption, conservation, soil condition, utilitarian, or social functions is necessary. Therefore when built environment allocated about 60 % in Perumnas Sarijadi, it has to accompanied by greenery open space of 33 %. Beside site efficiency and horizontal greenery, the use of vertical greenery is recommended in Perumnas Gunung. When built environmen allocated 65 %, it will need the greeenery open space of more than 35 % to achieve the greenery standard. Key Words : Green open space, housing PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak perubahan iklim global dapat dirasakan diIndonesia akibat meningkatnya aktifitas yang mengemisikan Gas Rumah Kaca (GRK) serta deforestasi yang telah mengurangi kemampuan hutan dalam menyerap karbon dioksida (CO2). Karbon dioksida merupakan gas terpenting dalam meningkatkan efek rumah kaca, dimana pada tahun 1994, 83% peningkatan radiasi gas rumah kaca disebabkan oleh CO 2, 15 % oleh methana dan sisanya N2O, NOx dan CO (KLH, 2001). Kondisi pembangunan perumahan di perkotaan yang sangat pesat cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau (RTH). Pelaksanaan penghijauan di perkotaan Indonesia pun yang pada umumnya dibatasi oleh padatnya bangunan, dan tidak memperhatikan kondisi tanah dan keanekaragaman tanaman. Kurangnya kebijakan Pemerintah Daerah dan kesadaran masyarakat yang masih rendah akan pengelolaan RTH menyebabkan banyaknya alih fungsi RTH di permukiman perkotaan (Tamin, 2005). Kondisi demikian dapat mengganggu keseimbangan ekosistem perkotaan akibat menyebabkan meningkatPotensi Ruang Terbuka … (Elis H. & Titi U.) nya suhu udara di perkotaan, serta pencemaran udara. Kehadiran zat zat pencemar di udara dapat tersebar meluas dan terkumpul dalam berbagai konsentrasi di suatu tempat yang merupakan hasil pengaruh berbagai faktor yaitu sumber emisi, karakteristik zat, kondisi meteorologi, klimatologi, topografi dan geografi. Akumulasi GRK di perkotaan menyebabkan beberapa faktor meteorologis telah mengalami perubahan dalam sirkulasi udara yang terjadi akibat perubahan karakteristik pemanasan pada permukaan, perubahan penyinaran/kecepatan angin serta meningkatnya intensitas gumpalan panas. UntukAmengantisipasiAdana meminimkan dampak dari perubahan iklim, maka diperlukan upaya untuk menstabilkan konsentrasi CO2 dengan memperluas CO2 Sink alami dengan penghijauan di permukiman (Sarmiento,2003). Keberadaan gas CO2 dan polutan di udara, menuntut bahwa fungsi penghijauan di perumahan ditekankan sebagai penyerap CO2, penghasil oksigen, penyerap polutan (logam berat, debu, belerang), peredam kebisingan, penahan angin dan peningkatan keindahan (PP RI no.63/2002). Penelitian berlokasi di Bandung dan Cirebon sesuai dengan 107 karakter perubahan lingkungan yang berbeda, sebagai akibat proses perkembangan kota yang berperan dalam meningkatkan dampak perubahan iklim mikro maupun makro. Disain penghijauan dalam peningkatan CO2 Sink di perumahan sangat diperlukan dengan peningkatan penghijauan sesuai fungsi, kondisi tanah, ataupun segi sosial untuk memenuhi persyaratan keseimbangan lingkungan antara ruang terbangun dan ruang terbuka secara proposional pada suatu kawasan lingkungan kota. Tujuan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengevaluasi kondisi penghijauan dan potensinya sebagai penyerap emisi CO2 serta menyusun arahan pengembangan penghijauan dalam kaitannya untuk meningkatkan fungsi penghijauan di lingkungan permukiman. Tinjauan Teoritis Secara umum bentuk RTH dapat berupa lahan kawasan hutan atau lahan non Kawasan Hutan seperti taman, jalur hijau, lahan pekarangan, kebun campuran atau penghijauan di atap dan disamping bangunan. Menurut Departemen Kehutanan dan Peraturan Pemerintah PP No. 63/2002, RTH dapat dikategorikan ke dalam hutan kota, yakni suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. karakteristik penghijauan di perumahan disarankan : pohon-pohon dengan perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur serta pohon-pohon penghasil bunga /buah /biji yang bernilai ekonomis. Selain itu akar yang menghujam ke 108 dalam tanah akan tahan terhadap terpaan angin yang besar, memiliki kerapatan daun yang cukup, hingga 50 60 %, tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan dengan baik (Grey and Deneke, 1978,Zoeraini, 2003). Peranan tumbuhan hijau sangat diperlukan untuk menjaring CO2 dan melepas O2 kembali ke udara. Namun tumbuhan juga melakukan respirasi dengan melepaskan CO2 tetapi bukti menunjukkan bahwa CO2 yang terbentuk dapat digunakan dalam fotosintesis. Pada keadaan yang menguntungkan, proses fotosintesis terjadi cukup tinggi, sehingga tumbuhan menghasikan oksigen jauh lebih banyak daripada yang dipakainya, dan menggunakan CO2 lebih banyak (Sutarmi, 1983). Setiap tumbuhan mempunyai karakteristik yang berbeda dalam mengabsorpsi gas-gas tertentu di udara, sehingga dapat merupakan penyangga yang baik terhadap pencemaran udara. Pemilihan jenis tanamanpun dapat disesuaikan, selain sebagai penyerap CO2 juga penyerap polutan lainnya, selain dapat melambangkan kekhasan daerah, akan tetapi harus memperhatikan kondisi lingkungan atau tanah setempat juga dari segi sosial (Green for life, 2003). Penentuan Luas RTH Besaran luas RTH kota agar dapat memenuhi persyaratan keseimbangan dapat dihitung berdasarkan beberapa pendekatan sbb: 1) Kebutuhan RTH kota ditetapkan berdasarkan luasan kota, jumlah penduduk dengan segala aktifitas yang terjadi dan aspek aspek lain berdasarkan pada pemenuhan ruang ruang kota lain. Menurut KTT Bumi di Rio de Janeiro bahwa Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 2) 3) 4) alokasi lahan terbuka hijau untuk suatu kawasan perkotaan adalah 30 % dari luas kota. Menurut SNI 1733-2004, kebutuhan luas lahan RTH berdasarkan kapasitas pelayanan dan jumlah penduduk adalah: a) taman untuk unit RT 250 penduduk, standar 1 m2/ penduduk. b) taman untuk unit RW 2.500 penduduk, standar 0,5 m2/ penduduk c) taman dan lapangan olah raga untuk unit kelurahan 30.000 penduduk, standar 0,3 m2/ penduduk. d) taman dan lapangan olah raga untuk unit kecamatan 120.000 penduduk, standar 0,2 m2/ penduduk. e) jalur hijau seluas 15 m2 /penduduk. Secara umum dibutuhkan ± 17,3 m2/jiwa untuk memenuhi kebutuhan RTH kota (KLH, 2001). Bila mengacu pada kepmen PU no 378 tahun 1987, maka kebutuhan RTH perkotaan adalah : Fasilitas umum (kawasan hijau) adalah 2,3 m2/jiwa Penyangga lingkungan kota (ruang hijau) adalah 15 m2/jiwa Mempunyai akses RTH pada jarak < 300 m dari tempat tinggal Mempunyai akses RTH dengan luasan 20 ha pada jarak 2 km dari rumah, akses terhadap luas RTH 100 ha pada jarak 5 km dan akses terhadap luas RTH 500 ha pada jarak 10 km dari rumah (Selman, 2000 Kepmen PU 1987, KLH, 2001) Berdasarkan kemampuan tanaman dalam serapan CO2, mereduksi Potensi Ruang Terbuka … (Elis H. & Titi U.) CO2 : a. Menurut Tome, 2005, satu hektar daun-daun hijau dapat menyerap 8 kg CO2 per jam atau 0,8 gr/m2/jam, yang setara dengan CO2 yang dihembuskan manusia sebanyak 200 orang dalam waktu yang sama. b. Tanaman dapat menyerap 200 ton/ha/ tahun (2,8 gr/m2/jam) METODOLOGI Metoda Pengumpulan Data Pemilihan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan tujuan membedakan perumahan di dataran tinggi dan dataran rendah, serta mempunyai aktivitas penduduk yang bervariasi, terbuka akan lalu lintas umum, berdekatan dengan sumber penyerap CO2 alami. Penelitian dilakukan di RW 07 Perumnas Sarijadi, RW 08-09 Perumnas Gunung Cirebon, dengan pengumpulan data sbb : - Penentuan luas RTH/rumah diperoleh dari pengukuran langsung di masing masing perumahan lokasi survei dengan pengamatan 100 rumah setiap lokasi. Sementara luas RTH kawasan diperoleh dari pengukuran dari denah kawasan perumahan di lokasi survei. - Jenis tanaman dikelompokkan dalam kategori tanaman penutup, hias, perdu, dan pohon, yang diamati di lahan hijau pekarangan, jalur hijau dan taman kawasan. Metoda Analisis Pendekatan disain penghijauan di perumahan dalam mereduksi emisi CO 2, memenuhi persyaratan keseimbangan lingkungan antara ruang terbangun dan ruang terbuka secara proposional pada suatu kawasan, adalah sbb: 109 Kebutuhan luas lahan ruang terbuka hijau berdasarkan kapasitas pelayanan sesuai jumlah penduduk menurut SNI 1733 dan memenuhi kebutuhan RTH kota yaitu 17,3m2/jiwa untuk - bola kerimbunan x % volume kerimbunan Perkiraan kemampuan tanaman dalam mereduksi CO2 HASIL DAN ANALISIS (KLH, 2001). Pencapaian luas RTH menggunakan luasan hijau tajuk (LAI/Leafes Area Index) (KLH, 2001) Perkiraan kemampuan rata rata penyerapan CO2 perrumah/kawasan, berdasarkan volume kerimbunan daun dan luasan hijau. Metoda perhitungan berdasarkan bentuk tajuk pohon, c/ untuk tajuk bola : Asumsi jumlah rata rata perkiraan diameter horizontal dan vertikal Perhitungan volume bola kerimbun-an daun (4/3пr3) Asumsi % volume kerimbunan Volume kerimbunan = volume - - 1. Karakterisitk Penghijauan Perumnas Sarijadi dan GunungBurung-GSP Studi dilakukan di Perumnas Sarijadi, Bandung dan Perumnas Burung-Gunung dan GSP, Cirebon, sebagai contoh kasus permukiman pada dataran tinggi dan dataran rendah. Karakteristik penghijauan ditinjau dari luas lahan hijau kawasan dan kapling serta luasan hijau per orang, disajikan pada tabel berikut: Tabel 1. Luas Lahan Hijau Luas Lahan Hijau m2/orang Kawasan Rumah Kawasan (ha) RTH (m2) rumah (m2) pddk Kawasan Sarijadi 80 2000 84 – 112 12897 4.12 2,46 Griya Suniaraji Permai (GSP) 13 182,5 60 – 120 2718 1.98 1,02 Perumnas Burung-Gunung 31 1015 60 -140 27487 2.29 1,84 Lokasi Sumber : Hasil survei dan analisis, 2004-2005 Pengendalian pencemaran udara ambien di kawasan Sarijadi sangat penting karena terlalui oleh transportasi umum. Sementara komposisi tanaman banyak didominasi tanaman hias dan perdu. Tanaman keras yang terdapat di setiap rumah terutama didominasi oleh tanaman buah-buahan. Tanaman dalam pot banyak mendominasi di perumnas Sarijadi karena lahan yang seharusnya 110 menjadi taman telah banyak diperkeras untuk lahan parkir. Kecenderungan penduduk di perumahan Sarijadi dengan tingkat penanaman tanaman yaitu dengan luas lahan hijau per rumah sekitar 2,46 m2/orang, sedangkan luas lahan hijau di kapling berkisar antara 0-20 % (gambar 1). Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 RTH kapling (%) 70 60 50 40 30 20 1 0 Sarijadi P. ung/Burung 0–5 5 – 10 36.08 GSP 55.70 25.77 18.99 60.67 22.47 10-20 35.05 3.09 20.25 5.06 14.60 2.25 > 20 Gambar 1. Prosentase Luas lahan Hijau per rumah Perumnas Burung-Gunung dan GSP mempunyai tingkat penanaman tanaman per rumah yaitu 1,02 – 1,84 m2 /orang, dengan dominan prosentasi luas lahan hijau setiap rumah sekitar 0-5 % dari luas total. Standar lahan hijau yang ada masih memenuhi kebutuhan standar lahan hijau yang dibutuhkan untuk kebutuhan lahan hijau tingkat RT (1 m2/orang). mengantisipasi polusi udara atau suhu udara yang panas akibat padatnya bangunan, iklim lokal atau pergerakan transportasi lokal. Terutama di perumnas Burung dengan aktivitas transportasi yang tinggi sehingga peningkatan kerimbunan dan luasan lahan hijau sangat dibutuhkan. Pada gambar 2, menunjukkan rendahnya areal bervegetasi di perumahan GSP sehingga potensi penyerapan CO2 pun lebih rendah dari lokasi lain. Sementara kebutuhan lahan hijau tingkat kawasan belum memenuhi standar sehingga kemampuan penyerapan CO2 rendah dan kurangnya keanekaragaman tanaman yang mampu GSP Gunung -Burung Sarijadi Kerimbunan di kawasan (m3) 24.36 102 60 10000 50 8000 40 6000 30 4000 20 2000 10 0 0 1.19 2.18 CO2 serapan di kapling ( ton/thn) CO2 serapan di kawasan (ton/thn) 45.63 12000 4.70 kerimbunan per kapling(m3) kawasan kapling Sumber: hasil survei dan analisis, 2004-2005 Gambar. 2 Potensi Pernyerapan CO2 di Kawasan dan Kapling Potensi Ruang Terbuka … (Elis H. & Titi U.) 111 2. Arahan Disain Penghijauan a. Lokasi RW 07 Perumnas Sarijadi Di lokasi RW 07 Perumnas Sarijadi memiliki aktivitas penduduk yang bervariasi, kawasan terbuka lalu lintas umum, berdekatan dengan sumber penyerap CO2 alami. Karakteristik penghijauan di dua lokasi RW di Sarijadi dan Cirebon tertera tabel 2. Tabel 2. Identifikasi dan Arahan Disain Penghijauan Bandung (Perumnas Sarijadi-RW 07) No 1 2 3 Parameter Luas (ha) Jumlah penduduk RTH Kawasan a. luas (m2) - luas taman RW , m2 - luas taman per RT , m2 - jalur hijau, m2 b. luasan/orang (m2/orang) c. jml pohon - taman RW - per taman RT - dijalur hijau d. akses terhadap RTH (m) e. Serapan CO2 (kg/th) 4 RTH Kapling a. luas rumah(m2) b. jumlah rumah/unit c. Luas perkerasan d. rata rata luasan rth (%) e. luasan/ orang (m2/org) f. luas total rth, m2 g. jumlah pohon - per kapling - total kapling h. Serapan CO2 (kg/th) 5 RTH kawasan & kapling a. total luas (m2) b. jumlah pohon c. luasan per orang (m2/org) d. serapan CO2 (kg/th) Catatan ; standar taman unit rw = 0,5 m2/org standar taman unit rt = 1 m2/org standar jalur hijau = 15 m2/org eksisting 454.00 Alt 1 166.00 288.00 0.29 155.72 77.86 8.46 10.19 1-100 14634.87 84-120 361.00 92016.35 0-15 1.76 2761.65 90.00 303.00 50075.20 35.31 20.62 33607.80 0.48 96.62 2.90 0.39 140.72 19353.64 3215.65 296.44 2.05 33988.51 % 9.52 1630.00 11517.00 785.00 151.50 9520.00 1209.77 438.63 40.00 7.72 336.87 1 - 500 242133.41 Sejalan dengan penerapan konsep Pembangunan Bandung sebagai kota Jasa, maka untuk peningkatan kualitas ekosistem perkotaan yang sehat dan nyaman, maka selain luas kawasan hijau yang perlu ditingkatkan juga jenis tanaman sebaiknya disesuaikan dalam penyerapan polutan udara. RTH kawasan hanya tersedia 3 %. Alih fungsi RTH memang banyak dilakukan terutama sekitar lokasi tangki septik komunal dan sempadan sungai. Lokasi 112 % 9.52 1570.00 5.65 1712.50 942093.85 3.38 Alt 2 % 9.52 1630.00 12.10 52.60 35.30 11935.00 785.00 203.75 9520.00 1253.68 459.93 40.00 10.38 336.87 1 - 500 250921.44 45-90 376.00 43030.40 42.27 24.68 40234.60 12.54 45.20 42.26 5.45 2050.17 1127856.31 45124.80 47.40 52169.60 2151.13 2510.10 27.68 32.01 1184227.26 1378777.75 serapan CO2 = 0,8 gr/m2/jam standar luas/jiwa( kepmen PU) = 17,3 m2/org lempeng pohon = 5-20 m 54.80 studi yang berada di kawasan resapan air seharusnya memiliki lahan dengan tanaman yang dapat menyerap air disamping fungsinya sebagai pengatur iklim mikro. Maka arahan penataan lebih penggunaan bangunan rumah tingkat sehingga untuk penggunaan lahan bangunan yang dialokasikan 60 % dapat mememuhi standar kebutuhan lahan hijau apabila minimum RTH 33 %. Perumnas Sarijadi dengan pola jalan yang memungkinkan banyak terlewati Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 kendaraan umum dengan kecepatan sedang maka kemungkinan pencemaran partikel timbal dan NO tinggi. Hasil survei menunjukkan perkerasan di RW 07 telah melebihi 90 % dan lahan hijau b. Lokasi RW 08 Perumnas Gunung Kawasan penghijauan di kawasan perumnas Gunung semakin berkurang baik sebagai taman kawasan ataupun jalur hijau. Ruang terbuka yang dialokasikan sebagai ruang hijau pada awalnya telah tertutup sebagian untuk fasilitas umum seperti parkir, posyandu, gedung RW atau mesjid. Demikian pula dengan ruang terbuka kapling, umumnya diperkeras untuk memperluas teras bangunan atau menjadi tempat usaha. Namun keterbatasan lahan yang ada di kapling rumah atau kawasan tidak membatasi masyarakat perumnas gunung dalam minatnya terhadap tanaman. Penanaman banyak dilakukan dengan mengambil lahan jalan untuk jalur hijau, atau menggunakan pot. Keanekaragaman tanaman di perumahan banyak dijumpai, tanaman produktif seperti mangga lebih disukai ditanam juga tanaman perdu dan hias. Secara umum bentuk RTH dapat berupa lahan kawasan hutan atau lahan non Kawasan Hutan seperti taman, jalur hijau, lahan pekarangan, kebun campuran atau penghijauan di atap dan disamping bangunan. Di lokasi survei RW 08, kebutuhan peningkatan luas dan keanekaragaman tanaman sebagai penyerap CO2 dan polutan-polutan udara lainnya, sangat dibutuhkan karena kawasan dilalui kendaraan umum dan berdekatan dengan aktivitas pasar. Seperti pada tabel 3, saat ini RTH yang ada hanya 7 % dari luas kawasan dengan luasan per orang sekitar 4,25 m2/orang. Tabel 3. Identifikasi dan Arahan Disain Penghijauan Cirebon (Perumnas Gunung, RW 8) No 1 2 3 4 5 Parameter Luas (ha) Jumlah penduduk RTH Kawasan a. luas (m2) - luas taman RW , m2 - luas taman per RT , m2 - jalur hijau, m2 b. luasan/orang (m2/orang) c. jml pohon - taman RW - per taman RT - dijalur hijau d. akses terhadap rth (m) e. Serapan CO2 (kg/th) RTH Kapling a. luas rumah(m2) b. jumlah rumah/unit c. Luas perkerasan d. rata rata luasan rth (%) e. luasan per orang (m2/org) f. luas total rth di kapling, m2 g. jumlah pohon - per kapling - total kapling h. Serapan CO2 (kg/th) RTH kawasan dan kapling a. total luas (m2) b. jumlah pohon Potensi Ruang Terbuka … (Elis H. & Titi U.) eksisting 5.47 1308.00 1574.20 0.00 0.00 0.00 2.64 % 2.88 Alt 1 5.47 1308.00 8239.75 13897.50 654.00 163.50 13080.00 2541.23 562.82 33.32 8.33 462.85 1 - 500 292181.04 200.00 324.00 51752.80 0-20 4.94 3240.00 35547.20 273.00 35547.20 10.00 4.01 5243.30 91.20 5.92 1.02 165.10 308847.97 4814.20 165.10 % 25.41 65.00 9.59 0.98 267.17 146980.19 8.80 19140.80 829.99 Alt 2 5.47 1457.00 12566.63 728.50 182.13 11656.00 2297.88 523.82 37.12 9.28 412.46 1 - 500 264200.72 21875.20 364.00 21875.20 40.00 9.01 13125.12 % 22.98 40.00 37.02 1.84 668.80 367923.36 35.00 25691.75 1192.61 46.98 113 No Parameter eksisting c. luasan per orang (m2/org) 7.58 d. serapan CO2 (kg/th) 317087.72 catatan : standar taman unit rw = 0,5 m2/org standar taman unit rt = 1 m2/org standar jalur hijau = 15 m2/org Melalui penataan bangunan dan penerapan rumah susun, maka lahan terbuka akan bertambah. Pada tabel 3 tersebut, alokasi lahan minimum untuk taman di RW atau RT sebagai kawasan yang didisain sesuai kebutuhan.Jumlah pohon dan keanekaragamannya disesuaikan dengan lokasi RTH dan memperhatikan pula aspek sosial setempat. Acuan luasan dan kriteria disain diatas, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam disain proyeksi, terutama untuk memperkirakan kemampuan kawasan dalam serapan emisi CO2 dan kebutuhan lahan hijau penduduk baik sebagai produksi O 2 atau penyerap polutan sekitarnya. Pada tabel 3, jika area terbangun dialokasikan lebih dari 60 %, maka kebutuhan RTH akan lebih dari 35 % untuk memenuhi standar 17,3 m 2/orang. Oleh karena itu penerapan penghijauan vertikal dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan lahan hijau. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Meningkatkan proses penangkapan CO2 secara alamiah sangat penting untuk mendukung upaya reduksi gas rumah kaca dan polutan udara lainnya. Pada umumnya kebutuhan lahan hijau per kapling di lokasi Perumnas Sarijadi dan Gunung telah memenuhi standar RTH, namun secara kawasan belum memenuhi standar. 2. Alokasi lahan minimum untuk taman di RW atau RT sebagai kawasan penyangga, serta RTH di 114 % Alt 1 % Alt 2 14.63 17.63 439161.23 632124.09 serapan CO2 = 0,8 gr/m2/jam standar luas/jiwa( kepmen PU) = 17,3 m2/org lempeng pohon = 5-20 m % kapling, dapat didisain sesuai kebutuhan ruang hijau per orang. Sementara itu kebutuhan jumlah pohon dan keanekaragamannya disesuaikan dengan luasan, fungsi yang ingin dicapai, aspek hortikultura/fisik dan sosial. 3. Penerapan konsep ‘roof garden’ atau penghijauan vertikal sangat penting untuk Perumnas Gunung, sebagai alternatif RTH. DAFTAR PUSTAKA Green for Life, 2003. www.wwf.or.id Heriansyah, Ika, Potensi Hutan Tanaman Industri Dalam Mensequester Karbon-Studi Kasus di Hutan Tanaman Akasia dan Pinus, Vol.3/XVII/Maret, Iptek, 2005. Irwan, Djamal, Zoeraini, Msi, Ir, Dr, Prof, Prinsip Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas dan Lingkungan, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2003. KLH, 2001. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, Jakarta Sarmiento, L., Jorge and Gruber, Nicolas, Sinks for Anthropogenic Carbon, American Institute of Physics, Physics Today, 2003. Tjitrosomo, Sutarmi, Siti, H., Ir, MSc, Dr, Prof, Botani Umum, Angkasa, Bandung, 1983. Tamin, D, Ridwan, dan Poernomo, B., Heirma, Udara Perkotaan dalam Pembangunan Kota yang berkelanjutan, Subur Printing, Jakarta, 2005. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 PENGARUH EMISI CO2 DARI SEKTOR PERUMAHAN PERKOTAAN TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN GLOBAL Oleh: Siti Zubaidah Kurdi Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan Kab.-Bandung 40393 E-mail: [email protected] Tanggal masuk naskah : 18 Desember 2007, Tanggal revisi terakhir: 03 September 2008 Abstrak Pembangunan perumahan telah menyumbang emisi gas rumah kaca khususnya gas CO2 dalam jumlah yang cukup besar. Emisi CO2 yang ditimbulkan secara langsung maupun tidak langsung antara lain berasal dari energi yang digunakan untuk berbagai aktivitas yang dapat dikelompokan dalam aktivitas domestik, transportasi, limbah padat dan cair dan bahan bangunan untuk hunian dan sarana dan prasarana lingkungan. Perubahan alih fungsi lahan juga berpengaruh terhadap timbulan gas CO2. Pepohonan, kawasan hijau dan badan air berfungsi negatif terhadap CO2 karena berfungsi sebagai zink gas tersebut. Pengembangan rumah melebihi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) menurunkan kenyamanan lingkungan dan meningkatkan emisi CO2. Tulisan ini membahas jumlah emisi CO2 yang ditimbulkan oleh pembangunan suatu lingkungan perumahan perkotaan. Metoda analisis deskriptif dan eksploratif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu emisi CO2. Hasil penelitian menunjukan bahwa makin banyak rumah yang dikembangkan makin banyak gas yang teremisikan. Emisi gas CO2 terbesar berasal dari energi listrik yang digunakan untuk kegiatan domestik. Kenyamanan lingkungan perumahan akan dicapai apabila dapat terjadi keseimbangan antara gas yang timbul dan daya serap lingkungan. Salah satu usaha penurunan emisi CO2 dapat dilakukan melalui perencanaan dan perancangan bangunan dan kawasan. Kata kunci: emisi karbondioksida, pemanasan global, perkotaan, perumahan dan permukiman Abstract Housing contruction contributes CO2 in a significant amount. The direct and indirect emission of this gass draw from domestic activity, transportation, liquid and hard waste and building material for houses and infrastructure. Land convertion is also generates the CO2. However, plans, greeneries and water bodies are the CO2 sinks. A house that is extented over the standard of building coverage will degrade the environment, since the living areas become inconvinience and increase the CO2 emission. This paper discusses the amount of CO2 emitted from urban housing construction. Descriptive and explotative are the methodes that utilized to identify determinant factors of CO2 emission. The result shows that the more new houses the more CO2 will be emited. The most emission derives from electricity needed for domestic activities. Better living environment can be generate if we can create a balance condition between the gasses producer and the absorber. Planning and design of housing, settlement areas and other land purposes are considered to be the tools to reduce CO2 emission. Keywords: carbondioxide emission, global warming, urban areas, housing and settlements Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) 137 PENDAHULUAN Perubahan iklim dan kenaikan temperatur udara secara global akibat Gas Rumah Kaca (GRK) adalah sebuah fenomena yang secara luas dimengerti dapat berpengaruh pada kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Gas Rumah Kaca antara lain terdiri dari CO2, CH4, N2O, PFC, HFC, SF6 dan uap air. Volume gas CO2 di dalam GRK menempati urutan kedua setelah uap air. Gas CO2 merupakan gas penyebab terpenting efek rumah kaca yang umumnya dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil untuk transportasi, memasak, pembangkit listrik, industri, dll. Aktivitas peternakan, pertanian, kehutanan, dan perubahan tata guna lahan juga menjadi sumber lain dari GRK. Dalam Protokol Kyoto telah dibuat kesepakatan antar negara-negara yang peduli dengan lingkungan untuk menjaga laju penambahan konsentrasi emisi GRK khususnya CO2 dan gas-gas lain bahwa sebelum tahun 2012 jumlah emisi CO2 total perlu dikurangi sebesar 5,2 persen dari jumlah pada tahun 1990. Perkembangan kegiatan manusia atau antropogenik telah meningkatkan jumlah emisi CO2 yang diakibatkan oleh banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Pada tahun 2002, The Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) mengeluarkan The Third Assesment Report yang menyatakan bahwa pemanasan global disebabkan oleh ulah manusia, dan diperkirakan akan terjadi peningkatan suhu global antara 1,4 sampai 5,8 derajat celcius pada abad ini. Hal ini berdasarkan pada bukti baru dan kuat hasil pengamatan selama lima puluh tahun terakhir. pada ekosistem perkotaan. Kehadiran zat-zat pencemar di udara dapat tersebar meluas dan terkumpul dalam berbagai konsentrasi di suatu tempat yang merupakan hasil pengaruh berbagai faktor yaitu sumber emisi, karakteristik zat, kondisi meteorologi, klimatologi, topografi dan geografi (Sudomo, 1999). Aktivitas manusia berkaitan erat dengan energi yang dapat bersumber dari apa saja. Makin banyak aktivitas yang dilakukan manusia makin besar jumlah energi yang dibutuhkan. Energi sangat berperan dalam kehidupan manusia. Penggunaan energi yang berlebihan mempunyai dampak negatif yaitu meningkatkan jumlah emisi CO2. Menurut para ahli, emisi CO2 yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Kejadian yang telah terasa saat ini adalah bergesernya siklus musim dan meningkatnya panas bumi. Tulisan ini membahas tentang besaran faktor-faktor perumahan perkotaan yang berpengaruh terhadap emisi CO2. Pembahasan ini dimaksudkan sebagai rona awal yang dapat digunakan sebagai penelitian selanjutnya yaitu mencari alternatif perencanaan dan perancangan perumahan rendah emisi CO2 sekaligus juga hemat energi. Diharapkan pembahasan ini dapat menggambarkan problem lingkungan di sektor perumahan dan permukiman yang dihadapi kawasan perkotaan di Indonesia dan upaya yang mungkin dilakukan sebagai kontribusi perbaikan lingkungan secara lokal yang dapat berdampak pada perubahan iklim global. Meningkatnya suhu dan pencemaran udara banyak mengakibatkan perubahan 138 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 TINJAUAN PUSTAKA berbasis rendah emisi CO2. - Perumahan dan emisi CO2 Selain sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan dan permukiman berfungsi strategis di dalam mendukung terselenggaranya pendidikan dan upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang diprogramkan sebagai bagian dari proses pembangunan berkelanjutan. sehingga perlu dukungan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang tepat dan memadai. Penyediaan perumahan dan permukiman berdampak terhadap timbulan emisi CO2. Hal ini terjadi mulai dari penyediaan lahan dimana terjadi peralihan fungsi lahan hijau karena pohon dan tetumbuhan menyerap CO2 dan menghasilkan oksigen (Sabilal Fahri: 2004). Menurut Sudomo (1999), masak memasak adalah aktivitas rumah tangga terpenting yang menimbulkan emisi zat pencemar. Lebih jauh, Gambar 1. memperlihatkan kondisi di Indonesia tahun 2004 dimana sekitar 39% dari emisi CO2 total adalah akibat dari listrik untuk rumah tangga (Statistik PLN, 2003). Perumahan dan permukiman yang ramah lingkungan telah menjadi utopia bersama. Masyarakat perkotaan cenderung menggunakan energi lebih banyak, sehingga akan mempercepat kerusakan lingkungan. Dalam rangka memberikan kontribusi terhadap Pemecahan Masalah Lingkungan Dunia di bidang perkotaan diperlukan adanya citra perkotaan masa depan abad 21 atau ”future urban image-2100” di negara berkembang yang perencanannya memperhatikan emisi CO2. Dalam rangka menunjang pembangunan berkelanjutan maka setiap perencanaan perumahan dan permukiman harus mempertimbangkan keseimbangan terpadu dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan terbatas dan Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) Industri konstruksi termasuk salah satu industri yang banyak mengkonsumsi energi dan menghasilkan emisi sehingga industri konstruksi perlu mendapat perhatian. Studi tentang estimasi emisi CO2 pada bangunan rumah tinggal telah dilakukan oleh Seo dan Hwang (2001). Temuannya menunjukan bahwa emisi CO2 dihasilkan sejak tahap manufaktur bahan bangunan, pelaksanaan konstruksi, penggunaan bangunan oleh penghuni dan demolisi bangunan (Gambar 2). Hal ini diperkuat oleh Kobayashi (2004) yang mengemukakan bahwa 1/3 jumlah konsumsi energi di seluruh dunia dibutuhkan oleh sektor pembangunan baik perumahan maupun pekerjaan umum sipil. 139 Energi terjual per kelompok pelanggan th.2004 (MVA) 2% 2% 15% 2% 39% Rumah Tangga Industri Bisnis Sosial 40% GD. Kantor Pemerintahan Penerangan Jln Umum Sumber: Statistik PLN 2005 Gambar 1. Komposisi Penggunaan Listrik untuk Berbagai Kegiatan CO2 CO2 CO2 CO2 Manufaktur material bangunan Konstruksi Penggunaan Demolisi Energi Energi Energi Energi Sumber: Seo dan Hwang 2001 Gambar 2 Kalkulasi CO2 Studi-studi di atas dapat menunjukan besarnya kontribusi penyediaan perumahan dan permukiman. Untuk mengetahui besaran CO2 pada tahaptahap tersebut maka seyogyanya diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tulisan ini hal yang akan ditelaah dibatasi pada saat konstruksi dan penggunaan bangunan. Hal yang diperhitungkan pada saat konstrusi adalah jumlah bahan bangunan yang digunakan untuk lantai, dinding dan atap yang proses pembuatannya dilakukan dengan 140 pembakaran. Sedangkan pada tahap penghunian adalah memperhitungkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari di dalam rumah (domestik) dan transportasi untuk menunjang kegiatan di luar rumah. - Sink dari CO2 Pada dasarnya ada dua elemen utama yang dapat menurunkan CO2 secara alami, yaitu penghijauan dan badan air seperti sungai atau danau. Penghijauan dapat berupa hutan kota, jalur hijau, taman kota, kebun dan halaman Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 berfungsi sebagai salah satu langkah pengendalian pencemaran udara ambien. Tanam-tanaman akan menyerap CO2 dalam proses photosynthesis. Sedangkan kolam air atau danau dan sungai dapat mengabsorpsi CO2 dan berfungsi sebagai bak pencucian (sink) yang besar. Fungsi penghijauan di perumahan ditekankan sebagai penyerap CO 2, penghasil oksigen, penyerap polutan (logam berat, debu, belerang), peredam kebisingan, penahan angin dan peningkatan keindahan (PP RI No.63/2002). Adapun faktor faktor yang berpengaruh terhadap potensi reduksi zat pencemar dan adalah daerah hijau, jenis tanaman, kerimbunan dan ketinggian tanaman. Menurut Read (2001), penghijauan dunia dan tanah telah mampu menyerap sekitar 40% dari total CO2 dari aktivitas manusia. Diperkirakan angka ini akan menurun drastis menjadi 25% pada tahun 2050 karena banyaknya praktek-praktek penyalahgunaan hutan dan pola bertani. Perkiraan kerugian yang harus ditanggung masyarakat Indonesia pada tahun 2070 akibat dampak perubahan iklim adalah 10 rupiah dari setiap 100 rupiah pendapatan penduduk Indonesia (Sari, 2001) METODOLOGI Sumber emisi yang diperhitungkan adalah emisi antropogenik, yaitu emisi CO2 yang berkaitan dengan aktifitas manusia. Adapun emisi yang berasal dari kegiatan non-antropogenik misalnya respirasi tumbuhan tidak termasuk dalam lingkup kajian ini. - Metoda Pengumpulan Data Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan yang saat ini dihuni oleh lebih Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) dari 60% penduduk. Perkotaan di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok, salah satu pengelompokan membagi menjadi: kota kecil, kota menengah, kota besar dan kota metropolitan. Kota-kota yang relatif lebih mapan dan masih terlihat pertumbuhannya adalah kota-kota dalam kelompok kota menengah dan kota besar. Pendekatan induksi dipakai sebagai pertimbangan pemilihan 7 kota lokasi survei. Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan beberapa aspek antara lain kelas, tingkat perkembangan ekonomi, bentuk geografis, aksesibilitas dan lokasi kota seperti pada Tabel 1. Tujuh kota yang dipilih sebagai lokasi survei dikelompokan sebagai berikut: - - Kawasan tepi air: Cirebon, Semarang, Mataram, Makassar, Banjarmasin Kawasan bukan tepi air: Bandung dan Malang Pengambilan data primer dilakukan di 13 kawasan perumahan perkotaan yang dibangun Perumnas dan kawasan lain yang karakter fisik dan sosial penghuninya setara. Data primer didapat melalui wawancara kepada penghuni rumah menggunakan kuesioner terstruktur ke rumah tangga yang meliputi karakteristik penghuni rumah, karakteristik bangunan (luas bangunan, jenis dan volume bahan yang dipakai), kapling (luas, tata ruang dalam kapling, Koefisien Dasar Bangunan), aktivitas domestik yang menggunakan energi (jumlah dan jenis) dan karakteristik pergerakan (tujuan, jarak, frekuensi, moda dan jumlah bahan bakar yang digunakan). Jumlah responden per lokasi survei dianggap cukup mewakili populasi penelitian yang karakteristiknya homogen. Pengamatan 141 lingkungan juga dilakukan memnunjang analisi data. untuk Berdasarkan jumlah variabel yang akan dianalisis, jumlah populasi dan metoda analisis yang akan digunakan, maka jumlah sampel di setiap lokasi pengamatan ditentukan untuk masing- masing kota adalah 100 responden. Jumlah responden per lokasi survei dianggap cukup mewakili populasi penelitian yang karakteristiknya homogen. Total responden adalah 700 dengan rincian seperti pada Tabel 2. Tabel 1. Karakteristik Kota Dari Beberapa Aspek Tipe Kota Berbatasan dengan air Tidak berbatasan dengan air Tingkat perkembangan Tingkat perkembangan Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Kelompok kota Besar Menengah Kecil Jakarta Surabaya Medan Bekasi Batam Makassar Semarang Palembang Padang Denpasar PekanBaru Menado Banjarmasin Bandung Malang Bogor Palangkaraya Yogyakarta Cirebon Mataram Tabel 2. Lokasi Survei dan Jumlah Responden Nama Kota 1. Bandung 2. Cirebon 3. Semarang 4. Malang 5. Mataram 6. Makassar 7. Banjarmasin - Nama Kawasan Perumahan - Metoda analisis Untuk mengetahui pengaruh emisi CO2, alat analisis yang akan dipergunakan adalah SPSS dengan analisis frekwensi dan deskripsi. 142 Jumlah Responden (rumah) Perumnas Antapani Perumnas Sarijadi Komplek Griya Sunyaragi Permai Perumnas Gunung Kompleks Plamongan Indah Perumnas Banyumanik Perumnas Sawojajar Perumahan Sweta Indah Perumnas Pagutan Permai Perumnas Panakkukang Kompleks Bumi Tamalanrea Permai Perumnas Beruntung Jaya Perumahan HKSN Total:responden 50 50 50 50 50 50 100 50 50 50 50 50 50 700 DATA DAN PEMBAHASAN Data hasil wawancara menggunakan kuesioner terstruktur dikelompokan berdasarkan kesamaan sifat dalam 4 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 variabel utama yang masing-masing terdiri dari variabel turunan yaitu: 1. Kegiatan domestik a) Emisi CO2 dari pemakaian listrik (kg/tahun) b) Emisi CO2 dari kegiatan memasak (kg/tahun) 2. Transportasi a) Emisi CO2 dari pemakaian bensin (kg/tahun) b) Emisi CO2 dari pemakaian solar (kg/tahun) 3. Bahan bangunan a) Emisi CO2 dari ubin keramik (Kg/thn) b) Emisi CO2 dari bata (Kg/thn) c) Emisi CO2 dari genteng keramik (Kg/thn) 4. Penghijauan Dari 4 kelompok variabel, kelompok 1 sampai dengan 3 berhubungan langsung dengan jumlah emisi CO 2 , sedangkan kelompok 4 merupakan variabel penyerap emisi CO2. seperti pada Tabel 3. Ke 4 kelompok variabel ini terdiri dari 7 variabel turunan. Tabel 3. Jenis variabel Kalompok variabel Keg. domestik Variabel utama Variabel turunan 1. Emisi CO2 dari pemakaian listrik (kg/tahun) - Transportasi Bahan bangunan 2. Emisi CO2 dari kegiatan memasak (kg/tahun) - Emisi CO2 dari biaya untuk perjalanan dan untuk membeli bensin (kg/tahun) - 1. Emisi CO2 dari ubin keramik (Kg/thn) 2. Emisi CO2 dari bata (Kg/thn) 3. Emisi CO2 dari genteng keramik (Kg/thn) Penghijauan Luas ruang terbuka hijau (M2) Hasil analisis menunjukan bahwa jenis bahan bakar untuk kegiatan memasak yang dominan digunakan oleh masyarakat yang tinggal di perumahan Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) Biaya rata-rata per bulan (Rp) Jumlah pemakaian per bulan (KWH) peralatan electronik yang digunakan jenis bahan bakar jumlah pemakaian bahan bakar per bulan tempat tujuan jarak tempuh moda transport yang dipakai kendaraan yang dimiliki frekwensi pemakaian biaya untuk bahan bakar per bulan luas lantai jenis penutup lantai luas dinding luas bukaan bahan dinding luas atap bahan struktur atap bahan penutup atap luas ruang terbuka luas perkerasan jenis tanaman/perdu perumnas secara berurutan adalah gas, minyak tanah dan gabungan antara gas dan minyak tanah seperti pada Gambar 3 143 60 Jmlh responden 50 40 30 20 10 0 BDG SMRG MTRM BJ.MSN Lokasi survei Gas M.tnh Gas+M.tnh Sumber: hasil perhitungan Gambar 3. Jenis Bahan Bakar untuk Kegiatan Domestik Memasak Variasi jumlah energi listrik yang digunakan di tiap rumah tangga yang dominan berkisar antara 51-100 kwh per bulan ditunjukan pada Gambar 4. Grafik ini menunjukan adanya penggunaan energi listrik di dalam bangunan yang cukup efisien. Menurut artikel Tarif Untuk responden di Bandung dan Malang pemakaian listrik lebih banyak di bandingkan kota-kota lainnya. Sumber energi listrik di Indonesia menggunakan 3 jenis sumber yaitu batubara, LPG dan gas. Berdasarkan data dari Departemen ESDM, masing-masing bahan menimbulkan emisi karbon sebesar 26,2 ton C per Joule, 17,2 ton C per Joule dan 15,3 ton C per Joule. Sebagian besar sumber energi di pembangkit listrik berasal dari batubara, sehingga juga berarti bahwa emisi CO2 yang ditimbulkan oleh pembankit listrik juga besar. Listrik Progresif Pelanggan PLN Mulai Berlaku http://www.dexton.adexindo.com/artikel -tarif-pln.html), pelanggan dengan daya 900 VA memupunyai batas maksimum pemakaian insentif sebesar 92 kwh per bulan. Apabila pemakaian per bulan melebihi 92 kwh maka dikategorikan sebagai pelanggan disinsentif dan akan dikenakan tarif lebih mahal. 40 Jmlh responden 35 30 25 20 15 10 5 0 BDG CRBN SMRNG MLNG MTRM MKSR BJ.MSN Lokasi survei <50 kwh 51-100 kwh 101-150 kwh 250-300 kwh >301 kwh Tdk menjwb 151-200 kwh 102-250 kwh Sumber: hasil perhitungan Gambar 4. Konsumsi Energi Listrik untuk Aktivitas Rumah Tangga 144 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Gambar 5 menunjukan penggunaan bensin untuk kegiatan sehari-hari ke tempat kerja, sekolah, belanja, dan rekreasi. Pemakaian bensin cukup rendah, di kota Cirebon, Semarang dan Makassar sebagian besar masyarakatnya mengeluarkan biaya untuk bensin berkisar antara 25 sampai 50 liter per bulan. Berdasarkan perhitungan data lapangan dari 13 lokasi perumahan di 7 kota, total emisi CO2 yang dihasilkan dari pemakaian bahan bangunan untuk masing-masing komponen bangunan dapat dilihat pada Tabel 4. Angka total menunjukan jumlah keseluruhan emisi CO2 yang ditimbulkan akibat pembangunan rumah. Dengan asumsi bahwa usia bangunan Perum Perumnas direncanakan mencapai 15 tahun, maka jumlah emisi CO2 per tahun dapat diketahui dengan cara membagi jumlah emisi total dengan 15 tahun (Gambar 6) 50 45 Jmlh responden 40 35 30 25 20 15 10 5 0 BDG CRBN SMRG MLNG MTRM MKSR BJMSN Lokasi survei 0-25 Ltr 26-50 Ltr 51-75 Ltr 76-100 Ltr >100 Ltr Tdk tahu Sumber: hasil perhitungan Gambar 5. Penggunaan Bensin untuk Transpotasi Tabel 4. Jumlah emisi CO2 dari Komponen Lantai, Dinding dan Atap No 1. 2. Lokasi survei Bandung Cirebon Jumlah responden (rmh.tg) 99 100 Jumlah Emisi CO2 dari 3 komponen bangunan (Kg/15 thn) Lantai Dinding Atap 169.665 70.487 26.112 110.188 59.621 22.114 Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) Total CO2 (Kg/15thn) Total CO2 (Kg/thn) 266.264 191.923 17.751 12.795 145 No 3. 4. 5. 6. 7. Lokasi survei Jumlah responden (rmh.tg) Semarang Malang Mataram Makassar Banjarmasin Total 101 100 102 100 97 699 Jumlah Emisi CO2 dari 3 komponen bangunan (Kg/15 thn) Lantai Dinding Atap 109.529 61.312 11.675 121.340 70.623 21.426. 135.816 72.464 43.309 114.732 50.484 23.287 90.677 46.064 10.294 851.948 431.055 158.218 Total CO2 (Kg/15thn) Total CO2 (Kg/thn) 182.516 213.389 251.589 188.503 147.035 1441.221 12.168 14.226 16.773 12.569 9.802 96.081 18 16 Total CO2 (Kg/thn) 14 12 10 8 6 4 2 0 BDG SMRG MTRM BJMSN Lokasi survei Sumber: hasil perhitungan Gambar 6. Jumlah Emisi CO2 dari Bahan Bangunan Tegel, Bata dan Genteng - Ruang terbuka hijau sebagai sink CO2 Komponen yang berperan positif dalam menurunkan jumlah emisi CO2 adalah ruang terbuka hijau, sedangkan yang ditutup dengan perkerasan tidak berfungsi sebagai penyerap emisi CO2. Menurut Tome, (2005), satu hektar daun-daun hijau dapat menyerap 8 kg CO2 per jam yang setara dengan CO2 yang dihembuskan manusia sebanyak 146 200 orang dalam waktu yang sama. Sementara satu hektar ruang terbuka hijau, mampu menghasilkan 0,6 ton oksigen guna dikonsumsi 1.500 manusia perhari. Luasan taman di perumahan dipengaruhi pula oleh karakter dan minat penduduk terhadap tumbuhan. Berdasarkan standar tersebut di atas maka penyerapan ruang hijau di lokasi perumahan yang di survei diuraikan pada Tabel 5 dan Gambar 7. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Tabel 5. Kemampuan Penyerapan CO2 oleh Tumbuhan Kerimbunan No Lokasi survei 1 2 3 4. 5 6 7 Bandung Cirebon Semarang Malang Mataram Makasar Banjarmasin Kawasan (m3) 3620 289,23 2558 18244 15307,95 8595,6 15340 Penyerapan CO2 Rumah (m3) 9,58 3,37 6,45 1,57 7,60 1,33 4,91 Kawasan (Ton/thn) 39639,00 3167,07 28010,10 199771.80 167622,06 14121,82 167973,00 Keterangan : 1m3 daun dapat menyerap 1,25 kg CO2/jam Sumber : hasil perhitungan Rumah (Ton/thn) 104,91 36,90 70,63 17,19 83,22 14,57 53,77 Total (Ton/thn) 39743,91 3203,97 28080,73 199788,99 167705,28 14136,39 168026,77 Daya serap CO2 (Ton/thn) 200000 150000 100000 50000 0 BDG SMRG MTRM BJMSN Lokasi survei Sumber: hasil perhitungan Gambar 7. Perbandingan Daya Serap Kawasan Secara Total Besar daya serap ruang hijau untuk masing-masing lokasi perumahan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar ini menunjukan kemampuan daya serap CO2 secara total dari penghijauan di dalam lahan kapling dan dipenghijaun di daerah umum. Kawasan yang paling besar daya serapnya adalah perumahan di perumnas Sawojajar Malang yang berasal dari ruang terbuka umum. Sedangkan di Bandung dan Semarang kemampuan serap di dalam kapling cukup tinggi tetapi karena kemampuan serap kawasannya rendah maka secara total menjadi rendah. Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) - Sumber emisi CO2 yang dominan Statistik deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data dan menyajikannya dalam bentuk table. Sebuah table akan berguna untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel. Untuk dapat mengetahui sumber emisi CO2 terbesar maka tiga variabel utama perlu dibandingkan, demikian juga dengan variabel serap CO2 oleh ruang terbuka hijau. Hasil analisis statistik deskripsi dari data yang didapat di 13 lokasi perumahan untuk 4 variabel utama dan 7 variabel turunan diuraikan pada Tabel 6. 147 Tabel 6. Statistik Deskripsi Deskripsi 1. Emisi CO2 dari Pemakaian Listrik (Kg/thn) 2. Emisi CO2 dari Pemakaian M. Tanah (Kg/thn) 3. Emisi CO2 dari Pemakaian Gas (Kg/thn) 4. Emisi CO2 dari Pemakaian Bensin (Kg/thn) 5. Emisi CO2 dari Pemakaian Solar (Kg/thn) 6. Emisi CO2 dari Ubin Keramik (Kg/thn) 7. Emisi CO2 dari Bata (Kg/thn) 8. Emisi CO2 dari Genteng Keramik (Kg/thn) Emisi CO2 Total (Kg/thn) Serap CO2 (Kg/thn) N Min. Max. Sum Mean Std. Deviation 700 .00 2837.65 261943.80 374.21 291.56 468 .01 3651.70 96392.20 205.97 222.55 700 .00 864.00 58700.51 83.86 91.22 700 .00 4790.06 200868.28 286.95 358.40 700 .00 1949.09 11658.00 16.65 139.22 700 0 108.00 9718.00 13.88 11.48 700 0 43.00 4993.00 7.13 5.23 700 0 20.00 1822.00 2.60 3.25 700 19.95 6442.20 646094.84 922.99 605.37 700 .00 3.61 213.01 0.30 .39 Keterangan: N = jumlah responden Berdasarkan Tabel di atas, nilai rata-rata (Mean) sumber emisi terbesar berasal dari kegiatan di dalam rumah (domestik). Tenaga listrik merupakan sumber energi yang digunakan paling banyak, Minyak tanah ada diurutan kedua yang dapat menggambarkan bahwa minat dan kemampuan masyarakat untuk menggunakan kompor minyak tanah masih tinggi. Jumlah emisi CO2 yang berasal dari bensin cukup besar. Hal ini dapat menunjukan beberapa kemungkinan bahwa mobilitas penduduk cukup tinggi atau kendaraan bermotor yang digunakan tidak efisien atau rendahnya minat untuk jalan kaki karena tidak tersedianya prasarana untuk pelajan kaki yang aman dan nyaman. Pembuatan 3 jenis bahan bangunan (ubin, bata merah dan 148 genteng keramik) menyumbang emisi relatif sangat kecil. Jumlah emisi CO2 yang dapat diserap secara total oleh daerah hijau di masingmasing perumahan sangat kecil yaitu 0,30 Kg/tahun, sedangkan emisi yang ditimbulkan oleh pembangunan 13 perumahan jauh lebih besar yaitu 922,99 Kg/thn. Hal ini dapat menunjukan bahwa walaupun ruang terbuka di dalam masing-masing kapling dan di 13 lingkungan perumahan masih ada tetapi daerah yang dihijaukan sangat sedikit. Kalaupun ada penghijauan tetapi fungsinya tidak optimal. Dari hasil analisis deskripsi, secara detail variabel yang signifikan untuk masingmasing perumahan di 7 kota dapat dilihat pada Tabel 7. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Pagutan Panakukang Tamalan Rea HKSN Perumnas Rata2 sumber emisi dominan di 13 lokasi studi Sweta Indah Bj. masin Sawojajar Makassar Banyumanik Mataram Plamongan Malang GSP Semarang Perumnas Cirebon Sariajdi Bandung Antapani Nomor Variabel Nama Lokasi Perumahan Tabel 7. Urutan Faktor Sumber Emisi di Tiap-Tiap Lokasi Survei 2a 1a 1a 1a 1a 1a 1a 2a 1a 1a 1a 2a 1a 1a 1a 2a 1b 2a 2a 2a 2a 1a 2a 1b 2a 1a 2a 2a 1b 1b 2a 1b 1b 1b 1b 1b 1b 2a 1b 1b 1b 1b 1c 1c 1c 1c 1c 1c 1c 1c 1c 1c 1c 1c 1c 1c 3a 3a 3a 3a 2b 3a 2b 3a 2b 3a 2b 2b 2b 3a 2b 3b 3b 3b 3a 3b 3a 3b 3a 3b 3a 3a 3a 2b 3b 3c 3c 3c 3b 2b 3b 3c 3b 3c 3c 3b 3b 3b 3c 4 4 4 3c 3c 3c 4 3c 4 3b 3c 3c 3c 4 2b 2b 2b 4 4 4 2b 4 2b 4 4 4 4 Keterangan nama variabel: 1. Emisi CO2 dari energi domestik (Kg/thn): 1a. Emisi CO2 dari Pemakaian Listrik 1b. Emisi CO2 dari Pemakaian M. Tanah 1c. Emisi CO2 dari Pemakaian Gas 2. Emisi CO2 dari bahan bakar untuk transportasi (Kg/thn): 2a. Emisi CO2 dari Pemakaian Bensin 2b. Emisi CO2 dari Pemakaian solar 3. Emisi CO2 dari Bahan Bangunan (Kg/thn) 3a. Emisi CO2 dari Ubin Keramik 3b. Emisi CO2 dari Bata 3c. Emisi CO2 dari Genteng Keramik 4. Penyerapan CO2 oleh penghijauan (Kg/thn) Kesimpulan Penyediaan suatu lingkungan perumahan menimbulkan emisi CO2yang cukup besar. Emisi CO2 yang ditimbulkan Pengaruh Emisi Co2 dari .... (Siti Zubaidah K.) secara langsung yaitu dari penggunaan minyak tanah dan gas untuk masak serta bensin dan solar untuk transportasi. Jumlah ini lebih besar dari emisi CO2 yang ditumbulkan secara tidak langsung dari pemakaian listrik dan energi untuk membuat bahan bangunan. Hal ini mungkin karena jumlah bahan bangunan yang diperhitungkan hanya tiga jenis. Sehingga untuk mandapatkan hasil yang lebih mewakili kondisi yang ada di lapangan maka jenis bahan bangunan yang dianalisis perlu ditambah. Jumlah emisi CO2 yang dapat diserap adalah sangat kecil dibandingkan dengan jumlah yang ditimbulkan yang menunjukan bahwa jumlah ruang terbuka hijau sangat kecil dibandingkan dengan ruang terbangun. Hampir semua rumah sudah dikembangkan melebihi ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB). Hal yang terburuk adalah penutupan semua ruang terbuka dengan perkerasan. Penghijaun dilakukan 149 dengan membuat tanaman dalam pot yang secara fungsional tidak berfungsi sebagai daerah resapan air. Pengurangan ruang terbuka hijau pun terjadi di dalam skala lingkungan. Hal yang perlu ditinjau lebih jauh adalah mekanisme pengawasan pengembangan bangunan sehingga lingkungan perumahan yang ada tetap dapat dikembangkan sesuai dengan konsep perencanaan awal. Saran Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rona awal untuk penelitian selanjutnya tentang perkembangan perumahan dan permukiman di perkotaan kaitannya dengan berkurangnya dan hilangnya daerah terbuka hijau dan badan air sebagai penyerap CO2. DAFTAR PUSTAKA BPPT. 2002. Realitas Dunia Untuk Selamat dari Ancaman Bencana Akibat Pemanasan Global. http://greenturtles.org/ : Green-peace menghadang pengiriman batu bara serta menyerukan G8 untuk menghentikan penggunaan batubara sebagai sumber energi (diakses: 2 Agustus 2008) http://www.wwf.or.id (Daya Konservasi Individu Rendah Biaya – Efisiensi Listrik Kurangi Emisi CO2, Press Realese 14 Oktober 2003). http://www.dexton.adexindo.com/ artikel-tarif-pln.html - Tarif Listrik Progresif Pelanggan PLN Mulai Berlaku (diakses 2 September 2008) Kementrian Lingkungan Hidup. 2001. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, Jakarta. 150 Kobayashi, Hideyuki. 2004. Pengukuran Emisi CO2 di Sektor Permukiman Perkotaan - Pendekatan secara Makro. Makalah disajikan dalam diskusi teknik di Puslitbang Pusat Litbang Permukiman. Prasetio, Sulung. 2003. Hemat Listrik Selamatkan Bumi. Sinar Harapan, 2 Agustus 2003. (diakses: 2 Agustus 2008). Puslitbang Permukiman. 2007. Alternatif Bentuk Perencanaan Kawasan Permukiman Perkotaan dengan Pemikiran Emisi CO2 di Kota Bandung. Departemen PU. Puslitbang Permukiman. 2007. Alternatif Bentuk Perencanaan Kawasan Permukiman Perkotaan dengan Pemikiran Emisi CO2 di Kota Cirebon. Departemen PU. Puslitbang Perrmukiman. 2006. Faktorfaktor Penentu Emisi CO2 pada Perumahan dan Permukiman Perkotaan, Laporan Penelitian, Departemen PU. Read, David. 2001. The Role Of Land Carbon Sinks In Mitigating Global Climate Change. The Royal Society. London. Sari, Agus P. 2002. Indonesia Harus Waspada, Dampak Perubahan Iklim Sudah di Depan Mata. (diakses, 3 April 2008). Seo, S., dan Hwang, Y. 2001.“Estimation of CO2 Emission in Life Cycle of Residential Buildings“, Journal of Construction Engineering and Management, Vol. 127, No. 5, 414- 418. Soedomo, M. 1999. Pencemaran Udara. Kumpulan Karya Ilmiah. ITB. www.earthtrends.wri.org (diakses 30 January 2007 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 MITIGASI DAN ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI HIJAU Oleh: Nana Terangna Ginting Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan Kab.-Bandung 40393 E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah : 07 Agustus 2008, Tanggal revisi terakhir: 26 Agustus 2008 Abstrak Perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global merupakan tantangan yang paling serius dihadapi oleh negara-negara di dunia pada abad ke 21 ini.. Pada tahun 2100 diperkirakan suhu meningkat 1,5 0 4,5 derajat Celsius dan permukaan air laut akan naik hingga 15 – 95 cm. Dampak yang diperkirakan terjadi antara lain es dan glazier di kutub mencair, sejumlah pulau dan sebagian kota pantai tenggelam, berbagai keaneragaman hayati musnah, kerusakan terumbu karang, frekuensi bencana banjir, angin topan hujan badai, dan banjir, frekuensi kebakaran meningkat, penyebaran penyakit bertambah, hama penyakit tanaman bertambah. Di Indonesia pemanasan global akan berdampak kepada hambatan pertumbuhan ekonomi, menurunnya ketahanan pangan, meningkatnya gangguan kesehatan. Hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa masalah pemanasan global terjadi karena tindakan manusia yang dimulai sejak revolusi industri 50 tahun terahir ini. Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya adaptasi dan mitigasi dampak pemanasan global. Teknologi hijau merupakan salah satu upaya yang perlu dikembangkan sebagai upaya adaptasi dan mitigasi pemanasan global tersebut. Berbagai teknologi hijau telah tersedia dan telah diterapkan oleh beberapa negara maju dan negara berkembang. Khusus pada bidang pelestarian sumber air dan pengolahan air limbah tersedia beberapa teknologi hijau antara lain teknologi taman biologi, taman buangan air limbah dan sanitasi ekologi. Keywords: Pemanasan global, pembangunan berkelanjutan, teknologi hijau Abstract The global warming which results the climate change is the most serious challenges by all countries in 21 century. In the year 2100, the global temperature estimated increased between 1.5 to 4.5 degree Celsius and the sea level rise between 15 to 95 cm .Therefore the estimated impact are the ice and glacier of the Antarctic melted. A number of islands and several coastal city sank, biodiversity are destroyed, ridge of rock at low tide damaged, increasing the frequency of flood disasters, hurricanes and storms, increasing fire frequency, increasing of spreading diseases as well as plant diseases. In Indonesia, the global worming will slow the economic grow, weakening food endurance, and increasing the health problems. The recent research indicated than the global worming happened because of the human activities since industrial revolution. Therefore it is necessary to put the several efforts on adaptation and mitigation of the global worming impact. The green technology has been developed and implemented by some develop and developing countries. In the area of water resources conservation and wastewater treatment already available several green technology such as: Bio-Park, wastewater garden, and eosin. Keywords: Global warming, sustainable development, green technology. Mitigasi dan Adaptasi …( Nana Terangna G. ) 129 PENDAHULUAN Pemanasan Global dan Dampaknya bagi Indonesia Pada abad ke 21 ini, perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global merupakan permasalahan yang paling serius dihadapi Negara-negara di seluruh dunia. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa kenaikan suhu bumi selama tahun 1990 – 2005 antara 0.13 – 0.15 derajat celcius. Apabila tidak ada upaya pencegahan, pada tahun 2050 – 2070 suhu Bumi akan naik sekitar 4,2 derajat Celcius. (KPKC Roma, 2002). Pada tahun 2100, suhu atmosfir akan meningkat 1,5 – 4,5 derajat Celcius. Dampak pemanasan global yang akan terjadi antara lain: a. Musnahnya berbagai jenis keanekaragaman hayati. b. Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir. c. Mencairnya es dan glasier di kutub. d. Meningkatnya tanah kering yang potensial menjadi gurun karena kekeringan yang berkepanjangan. e. Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun 2100 diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15 – 95 cm. f. Kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia. g. Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan. h. Menyebarnya penyakit-penyakit tropis, seperti malaria ke daerahdaerah baru karena bertambahnya populasi serangga (nyamuk). i. Daerah-daerah tertentu menjadi padat karena terjadinya arus pengungsian. 130 Bagi Indonesia dampak pemanasan global yang timbul antara lain kenaikan permukan air laut sampai 90 cm yang mengakibatkan tenggelamnya sekitar 2000 pulau, penurunan pH air laut dari 8,2 menjadi 7,8 yang akan menghambat pertumbuhan sampai mematikan biota dan terumbu karang sehingga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi akibat terjadinya penurunan populasi ikan dan hasil laut lainnya. Selanjutnya dampak ekonomi dan sosial akan terjadi akibat terendamnya sebagian besar kota-kota di wilayah pesisir. Dampak pada ketahanan pangan akan terjadi akibat menurunnya produktivitas tanaman karena terganggunya akibat perobahan pola presipitasi, penguapan, air limpasan dan kelembaban tanah. Selain itu pemanasan global juga berisiko terjadinya ledakan hama dan penyakit tanaman. Peningkatan suhu Bumi akan menyebabkan curah hujan yang semakin lebat sehingga banjir akan lebih besar. Dampak pada kesehatan masyarakat akan meningkat karena peningkatan suhu akan memperpendek siklus hidup beberapa vektor penyakit dan masa inkubasi penularan menjadi lebih singkat terutama malaria dan Demam Berdarah, serta penyakit lainnya seperti Diarhe, Leptospirosis, kanker kulit, dll. (Kompas, 2007). Penyebab Pemanasan Global Sejumlah bukti baru dan kuat dalam hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa masalah pemanasan global yang terjadi saat ini disebabkan karena tindakan manusia. Dalam era revolusi industri 50 tahun terahir ini penduduk dunia telah menggunakan sekurangkurangnya lebih dari setengah dari sumber energi yang tak terpulihkan dan telah merusak 50% dari hutan dunia. Penggundulan hutan telah menghilangkan kemampuan untuk menyerap emisi Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 karbon sehingga memacu terjadinya perubahan iklim. Sejak Perang Dunia II jumlah kenderaan bermotor di dunia bertambah dari sekitar 40 juta menjadi 680 juta, yang merupakan kontibutor emisi carbon dioksida pada atmosfer .Enam tindakan manusia yang dikenal sebagai “Tragedy of Commons” sebagai penyebab utama perubahan iklim global adalah: (Gany, A.H.A, 2008) 1. Meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfir. 2. Perobahan terhadap siklus bio-kimia global dari nitrogen dan elemenelemen lainnya. 3. pembentukan dan pelepasan komponen organik secara terus menerus seperti chlorofluorocarbon. 4. Perubahan besar-besaran dalam tataguna lahan dan vegetasi tutupan permukaan. 5. Perburuan dan perambahan sejumlah besar sumber daya alam dan kehidupan predator dan konsumen. 6. Invasi keanekaragaman hayati oleh species asing. Konsep Teknologi Hijau (Green Technology) Green Technology (Teknologi Hijau), diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan praktis / teknologi yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan yang dapat mewujudkan tatanan infrastuktur untuk memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan (sustainable development), tanpa merusak atau mengganggu sumber daya alam. Secara singkat, teknologi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan tidak mengganggu ketersediaan kebutuhan generasi mendatang. (Green Tecnology, 2008) Mitigasi dan Adaptasi …( Nana Terangna G. ) Keberadaan teknologi hijau ini diharapkan dapat menjadi inovasi bagi manusia untuk merobah gaya hidupnya seperti kegandrungan manusia saat ini akan information technology (IT). Beberapa ciri Teknologi Hijau antara lain; berkelanjutan (sustainable), menggunakan sumber alam yang terbarui (reclaimed), menghasilkan produk yang bermanfaat kembali (re-used), mengurangi produk limbah dan bahan pencemar, menggunakan proses terdaur ulang (recycle), inovatif tidak berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan, menciptakan kegiatan dan produk yang bermanfaat bagi lingkungan atau dapat melindungi bumi. METODA Penyusunan karyatulis ini mnggunakan metoda penelusuran pustaka dan informasi ilmiah dari buku, jurnal, laporan penelitian, dan internet. Ulasan terbatas kepada teknologi hijau bidang pelestarian sumber air, pengolahan limbah, pengolahan sampah dan pengendalian erosi dan longsoran tebing. HASIL DAN PEMBAHASAN Teknologi Air Pelestarian Sumber Taman Biologi (Bio – Park) Bio-Park merupakan salah satu teknologi hijau yang digunakan untuk memperbaiki kualitas sumber-sumber air yang tercemar seperti air saluran, sungai dan danau. Proses reduksi bahan-bahan pencemar dalam Bio-Park terjadi melalui siklus rantai makanan dalam ekosistem akuatik atau ekoteknologi. Di Jepang, teknologi Bio-Park diterapkan untuk memperbaiki kualitas air danau antara lain Danau Tsuchiura, Kibagata, Koishikawa, dan Haruno (Gambar 1). 131 Sumber: Top Ecology, Co, Ltd Gambar 1. Bio-Park Danau Kibagata Teknologi Bio-Park juga telah dimodifikasi sebagai taman atap ( Roof Top Bio-Park) di perumahan Canon Housing .(Gambar2) dampak pemanasan global dengan karakteristik sbb: a. Menanam vegetasi b. Memperbaiki kualitas air yang tercemar secara efisien tanpa bahan kimia. c. Memanfaatkan lumpur sebagai pupuk organic d. Tidak menghasilkan limbah kimiawi e. Bio-Park adalah “zero emission System” Sumber: Top Ecology, Co, Ltd Gambar 2. Rooftop Bio-Park di Perumahan Canon Jepang Saat ini teknologi Roof Top Bio-Park dikembangkan dalam rangka mitigasi permasalah pemanasan global yang terjadi di daerah perkotaan. Dalam 5 tahun terahir, teknologi Bio-Park telah diperkenalkan ke Thailand, China dan Brazil melalui bantuan teknik pemeritah Jepang. Karena menggunakan proses ekosistem alami, teknologi Bio-Park merupakan upaya adaptasi dan mitigasi 132 Teknologi Bio-Park mendapat penghargaan dari WHO pada tahun 1997 sebagai teknologi masa depan pengendalian pencemaran danau. Pada tahun 2002 , Bio_park memenangkan peringkat terbaik pada “ Environmental Contest” di Jepang. Pada tahun 1998, Bio-Park telah terdaftar hak paten dengan merk dagang BIO-PARK dan nama paten : Hydrophonic Biofilter System. Hak paten dipegang oleh Top Ecology.Co.Ltd. Di Indonesia, percobaan lapangan penerapan teknologi hijau untuk pelestarian kualitas air danau telah dimulai oleh Pusat Litbang Sumber Daya Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Air pada tahun 2003 di Waduk Saguling dengan nama EKOTEKNOLOGI. Penelitian masih berlangsung sampai saat ini dan diharapkan teknologi ini dapat dipersiapkan untuk diterapkan oleh pemeritah dan masyarakat. Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Ecological Sanitation Ecological sanitation (Ecosan), merupakan teknologi hijau yang diharapkan menjadi revolusi baru untuk peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya pengolahan limbah domestik. Ecosan didasarkan kepada tiga prinsip yaitu: (Gambar 3) a. Pencegahan pencemaran lebih baik daripada melakukan pengendalian dan pengawasan setelah terjadi pencemaran. b. Perbaikan sanitasi tinja dan urine c. Pemanfaatan produk Ecosan untuk pertanian Sumber: GTZ Gambar 3. Prinsip Pengolahan Limbah Domestik dengan Ecosan Pada saat ini 40 % penduduk dunia tidak memiliki sarana sanitasi yang memadai. Sekitar satu milyar penduduk dunia terutama anak-anak terinfeksi parasit dan mengalami kekurangan gizi serta hambatan dalam pertumbuhannya, dan sekitar 6000 anak meninggal setiap harinya karena penyakit perut yang disebabkan buruknya kondisi sanitasi (Winblad U .et.al, 2004). Di Indonesia sebanyak 19,7% dari total penduduk belum memiliki jamban. Fasilitas sanitasi Mitigasi dan Adaptasi …( Nana Terangna G. ) dengan sistem perpipaan (sewerage system) baru dibangun di 7 kota, dengan cakupan pelayanan total 5,57%. Jumlah rumah tangga yang memiliki fasilitas sanitasi dengan menggunakan tangki septik baru mencapai sekitar 40%. Pelayanan fasillitas air minum melalui sistem perpipaan baru mencapai 44,4% di perkotaan dan hanya 9,4% di pedesaan. (Dit.Jen Cipta Karya, 2008). Menurut laporan Bank Dunia, Indonesia termasuk salah satu negara 133 yang memiliki tingkat pelayanan sanitasi terendah di Asia. Sebagai akibatnya wabah penyakit yang ditularkan melalui air terjadi secara rutin, dan insiden penyakit tipus di Indonesia, merupakan yang tertinggi di Asia. Kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh isu ini, secara konservatif diperkirakan US$ 4,7 milyar per tahun, atau 2% dari GDP, yang setara dengan US$ 12 per rumah tangga per bulan (World Bank, 2003). Pada saat ini banyak tempat di dunia menderita kekurangan air dan dalam 50 tahun terahir ini penggunaan air dunia meningkat tiga kalinya. Diperkirakan pada tahun 2030 separuh dari penduduk dunia akan kekurangan air. Pembuangan limbah, yang berasal dari Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) baik yang terpusat maupun yang setempat (on-site) merupakan penyebab utama pencemaran sumber-sumber air yang belum dapat diatasi. Selain mencemari sumber air permukaan limpasan dan bocoran zat pencemar tersebut juga mencemari air tanah. Penerapan teknologi Ecosan diharapkan dapat mengatasi tantangan yang belum dapat ditanggulangi pada bidang sanitasi terutama dalam mengatasi masalah sanitasi saat ini dan menghadapi perkembangan penduduk dunia dimasa yang akan datang. Keunggulan Ecosan dalam upaya mitigasi dan adaptasi pemanasan global adalah: a. System daur ulang tertutup (closed loop) yang sempurna dalam siklus rantai makanan manusia sehingga seluruh buangan dimanfaatkan kembali tanpa ada sisa limbah yang terbuang. b. Menghemat penggunaan air dan pembuangan air dalam siklus hidup manusia 134 c. Mencegah pencemaran lingkungan dan konservasi potensi kualitas sumber-sumber air. d. Mengembalikan unsur hara tanah, memperbaiki stuktur tanah pertanian dan mengurangi penggunaan bahan kimia sebagai pupuk. e. Mencegah terjadinya penyakit yang ditularkan melalui air (waterborne desease) f. Sederhana dan murah sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan seluruh lapisan masyarakat Taman Buangan Air (Wastewater Garden) Limbah Wastewater Garden (WWG) adalah teknologi hijau yang digunakan untuk mendaur ulang sisa zat pencemar dari unit pengolahan limbah perumahan, hotel, restoran, atau perkantoran. WWG merupakan 100% ekologis, murah dan mudah dalam pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya. Tanpa memerlukan peralatan mekanis dan bahan kimia, air limbah di daur ulang secara gravitasi ke taman, kebun sayuran, ataupun buah-buahan. WWG pada awalnya dikembangkan untuk melindungi pantai dari pencemaran limbah penduduk. Kontribusi penerapan teknologi WWG dalam mitigasi dan adaptasi dampak pemanasan global karena: a. menanam vegetasi b. meningkatkan kualitas effluent ke lingkungan tanpa bahan kimia dan peralatan mekanis c. Ekologis, mudah dan murah Tenologi WWG dikembangkan oleh Planetary Reef Foundation dan telah berhasil diterapkan di Meksiko, Bali, Bahama, Belize, Perancis, Polandia, Pilpina, Amerika Serikat dan Australia. WWG yang terbesar saat adalah Xpu-Ha EcoPark di Meksiko yang dirancang Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 untuk mengolah limbah 1500 pengunjung per hari. Di Indonesia, teknologi WWG telah di uji coba pada beberapa kantor pemerintah daerah dan diterapkan pada beberapa hotel di kawasan Nusa Dua ( Gambar 4) serta tidak menggunakan bahan kimia dan peralatan mekanis. SANITA telah diteliti oleh Pusat Litbang Permukiman sejak tahun 2004 dan saat ini telah disusun pedoman tata cara pembangunannya sebagai kelengkapan Standar Nasional Indonesia tentang Tata Cara Pembangunan Tangki Septik. Salah satu percobaan lapangan berada kampus Pusat Litbang Permukiman seperti terlihat pada Gambar 5. Sumber: Planetary Reef Foundation Gambar 4. Wastewater Garden di Bali Sanitasi Taman (SANITA) Sanitasi Taman (SANITA), adalah Teknologi Hijau untuk memperbaiki kualitas effluent tangki septik konvensional agar tidak mencemari air tanah. Effluen septik tank konvensional masih mengandung bakteri Fecal Coli yang cukup tinggi dan beresiko mencemari air sumur dangkal yag terletak berdekatan, terutama pada permukiman yang padat. Sebagian besar penduduk perkotaan masih mengkonsumsi air tanah dangkal sebagai sumber air minum dan rumah tangga sehingga mereka berisiko tinggi terjangkit penyakit perut (waterborne deseases). SANITA mampu menurunkan bakteri Fecal Coli pada effluent tangki septik sampai dengan lebih dari 99% sehingga diharapkan tidak mencemari air tanah. Penerapan SANITA pada permukiman akan menambah vegetasi permukaan yang merupakan salah satu upaya adaptasi dan mitigasi dampak perobahan iklim. Selain itu SANITA juga mudah dan murah dalam pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya, Mitigasi dan Adaptasi …( Nana Terangna G. ) Gambar 5. SANITA di Kampus Puskim KESIMPULAN 1. Perubahan Iklim yang diakibatkan oleh Pemanasan Global telah dirasakan dampaknya dalam kehidupan manusia. Apabila tidak dilakukan upaya pencegahan, dampak pemanasan global di masa yang akan datang merupakan ancaman yang sangat serius bagi kehidupan semua makhluk di bumi. 2. Dalam menghadapi dampak Pemanasan Global diperlukan upayaupaya mitigasi dan adaptasi yang melibatkan masyarakat. 3. Teknologi Hijau merupakan salah satu upaya adaptasi dan mitigasi dampak Pemanasan Global yang sejalan dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) 4. Berbagai Teknologi Hijau di bidang pelestarian sumber air dan 135 pengolahan air limbah telah tersedia untuk diterapkan dalam pembangunan 5. Perlu adanya upaya pemerintah dan masyarakat untuk mengkampanyekan penggunaan teknologi hijau secara luas. DAFTAR PUSTAKA Top Ecology, 2008, Product and Service Bio-Park (internet). Planetary Coral Reef Foundation, 2008, Wastewater Garden, Winblad U and Hebert M.S, 2004, Ecological Sanitation, Stockholm Environment Institute, Stockholm, Sweden. Kelompok Kerja Pemanasan Global, 2002, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, Promotor KPKC, Jakarta. Harian Kompas, 01.12.2007, Dampak Pemanasan Global Bagi Negara Kita, Jakarta. Gany, A.H.A, 2008, Implikasi Multi Dimensional Perubahan Iklim Global Menyongsong Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, makalah kunci 136 pada Kolokium Hasil-Hasil Litbang Sumber Daya Air, Bandung 23 -24 Juli 2008. Green Technology, 2008, Strategy and Leadership Sustainable for Clean and Communities, http:// www.green-technology.org Christine Werner et.al, 2005, Panning and Imlementation of Ecological sanitation Projects, GTZ Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2003. Penelitian dan Pengembangan Ekoteknologi untuk Pelestarian Sumber-sumber Air” Bandung: Badan Litbang Depertemen Pekerjaan Umum Water and Sanitation Program-East Asia and the Pacific (WSP-EAP), 2007, Economic Impacts of sanitation in South East Asia Summary, World Bank East Asia and the Pacific Region. Nana Terangna, 2006, Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga , Bahan Ceramah pada Pertemuan Dharma Wanita se-Indonesia, Bandung, 7 Juni 2006 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 MENGURANGI PEMANASAN BUMI DENGAN POLA HIDUP HEMAT ENERGI Oleh : Purwito Pusat Litbang Permukiman Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan – Kab. Bandung 40393 E-mail : [email protected] Tanggal masuk naskah : 14 Desember 2007, Tanggal revisi terakhir: 21 Mei 2008 Abstrak Pada tahun 2001 Panel Perubahan Cuaca Antarpemerintah atau IPCC (Intergovernment Panel on Climate Change) yang dalam salah satu laporannya menegaskan, beberapa dampak yang terjadi dari perubahan iklim (climate change) di daerah tropis Asia. Diprediksi daerah ini sangat rentan atau mudah terserang oleh dampak yang ditimbul oleh perubahan iklim dan khususnya risikonya akan sangat tinggi pada daerah–daerah banjir sekalipun dalam musim kemarau. Selama abad yang lalu manusia pada dasarnya sudah menambah atau meningkatkan gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer, dengan membakar minyak bumi untuk menjalankan mobil, pabrik, utilitas serta peralatan untuk kegiatan sehari-hari, sehingga terjadi penambahan gas karbon dioksida dan metane yang memberikan kontribusi kenaikan suhu bumi dan perubahan cuaca. Dua puluh tahun yang lalu sebetulnya kita sudah mengetahui hal ini akan terjadi dan dampak yang banyak dirasakan oleh masyarakat dunia adalah, terjadinya kenaikan suhu bumi, kenaikan muka air laut, banjir, angin topan, berkembangnya penyakit demam berdarah dll. Beberapa perusahaan besar di dunia dalam pengolahan produknya, secara sukarela bekerja sama dengan WWF sudah mulai mengurangi emisi CO2 dengan melakukan penggantian peralatan produksi serta bahan bakar minyak ke bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan seperti, angin, biomass, energi geotermal dll. Keuntungannya yaitu sebesar $ 100 juta dan ini merupakan prospek ke depan yang bagus dalam rangka pengurangan emisi CO2 yang ditargetkan pada tahun 2010 dapat mencapai 10 ton per-tahun atau setara dengan 10 juta mobil yang sedang beroperasi di jalan. Apa yang bisa kita lakukan? Kita harus mulai sedikit merubah pola hidup di rumah dan sekitarnya, melalui penghematan penggunaan energi listrik, air, bensin, menciptakan desain rumah serta penggunaan bahan bangunan yang hemat energi serta ikut menjaga kelestarian lingkungan sekitar, hutan dan polusi udara. Partisipasi masyarakat yang sekecil apapun jika dilakukan secara global akan memberikan arti yang cukup besar dalam mengurangi pemanasan global. Kata kunci: Perubahan iklim, efek gas rumah kaca. Abstract The 2001 Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) report estimates with a high degree of confidence several impacts of climate change in tropical Asia. The report predicts that climate change will increase tropical Asian countries vulnerability to extreme climate events, particularly the risk is high in flood prone areas even in dry seasons. During the past century humans have substantially added to the amount of greenhouse gases in the atmosphere by burning fossil such as coal, natural gas, oil and gasoline to power our cars, factories, utilities and appliances. The added gases primarily carbon dioxide and methane are adding the natural greenhouse effects, and are likely to Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) 79 contributie to the increase of global average temperature and related climate changes. We have know this since 20 year ago and thus. we must act now to prevent it from happening. Warmer the earth’s atmosphere, floods, sea level rises, climate change, cyclones, and waterborne disease become more frequent or intensive which is the impact of climate changes. Leading Corporations are partnering with WWF (World Wild Fund) to establish ambitious targets to reduce their greenhouse gas emissions voluntarily through upgrading and replacing the production equipments with energy alternativs such as wind, biomass, geothermal etc. The benefit around $ 100 million, this is a good prospect for the missions target to reduce 10 ton emission CO2 per year in 2010 which is equivalent with 10 million car in operation on the road. What can we do? We have to start by making small changes in our home and surroundings through economizing the use of electric, water, fuel, create the eco housing and use eco building materials and active participation in controlling our environmental, forest and air pollution. Small community participation in global action can the global warming effects. Key words; climate change, green house effects PENDAHULUAN Isu utama dalam beberapa rubrik media pada saat ini adalah, pemanasan global (global warming) atau perubahan iklim (Climate change). Salah satu badan atau lembaga antara pemerintah untuk perubahan cuaca (Intergovernment Panel on Climate Change) dalam laporannya (The physical Science Basis ’2007) dan Al Gore pada penyerahan penghargaan Nobel secara tegas menyebutkan, peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi faktor utama penyebab pemanasan global yang disebabkan ulah manusia, dimana terjadinya peningkatan suhu bumi dengan level yang sudah membahayakan dengan kenaikan antara 1º – 3º C dan sudah merupakan isu yang mendasar (basic need) bagi seluruh dunia. Terbukti dengan meningkatnya suhu di atmosfer, meningkat pula jumlah angin topan di beberapa wilayah, naiknya permukaan air laut (sea level rises) selain juga penguapan air (berlebihan) yang mengakibatkan kekeringan. 80 Kesepakatan untuk mengurangi gas rumah kaca yang telah beberapa kali dilakukan sejak 22 tahun lalu, mulai dari Konvensi Wina (1985) yang mengakui kerusakan lapisan ozon merupakan masalah paling berbahaya yang berdampak global. Tahun 1987 ditindak lanjuti dengan penandatanganan The Montreal Protocol untuk penghapusan penggunaan zat perusak lapisan ozon (ODS) secara global ( Indonesia sudah ikut). Tahun 1992 meratifikasi Wina Convention dan Montreal Protocol) dan Indonesia sepakat untuk menghentikan bahan perusak ozon yang kemudian dilanjuti dengan Kyoto Protocol. United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang sedang berlangsung di Bali diharapkan dapat berdampak positif pada perubahan perilaku manusia (diwakili oleh 200 negara), khususnya perilaku destruktif terhadap lapisan ozon menjadi perilaku yang bersahabat dengan lingkungan. Mudah-mudahan dengan diselenggarakannya konperensi ini (conference of Parties 13 di Bali) Indonesia dapat menjembatani negara maju dan berJurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 kembang dalam menegosiasikan kesepakatan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama negaranegara industri seperti Amerika yang mengemisi karbondioksida (CO2) sebanyak 36.1% dari total emisi negaranegara maju lainnya. Alasannya adalah, pengurangan emisi CO2 akan menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya. Terlepas dari usaha-usaha yang sedang dilakukan oleh pemerintah, ternyata beberapa produsen barang jadi sudah mulai berupaya mengurangi emisi CO2 dengan melakukan berbagai perubahanperubahan cukup dramatis, terutama dalam penggunaan bahan bakar minyak dan sistem produksinya. Hal ini tentu merupakan tantangan bagi negara berkembang lainnya terutama Indonesia, dimana penebangan hutan sangat besar terkait dengan deforestasi yang menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan bumi (global warming). Kemajuan teknologi yang memanjakan manusia serta kemudahan untuk mendapatkannya menjadikan kita masyarakat konsumtif. Hal ini berdampak pada penggunaannya yang tidak terkendali, mulai dari penggunaan bahan bakar untuk kegiatan domestik secara langsung (bahan bakar untuk transportasi seperti mobil, motor dll) serta penggunaan secara tidak langsung seperti penggunaan listrik untuk mesin cuci, TV, Radio, AC, lemari es dan kegiatan lain. Energi listrik yang digunakan oleh masyarakat berasal dari pusat listrik (power plant) yang juga menggunakan bahan bakar sebagai sumber energinya seperti, batu bara, air, uap, diesel dll. Semua energi tersebut memberikan Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) sumbangan emisi CO2 ke planet yang kita tempati ini. Permasalahannya adalah; Energi yang digunakan untuk keperluan manusia sehari-hari dan kalangan industri menggunakan bahan bakar fosil (minyak bumi, gas dan batubara) sedangkan energi lain yang ramah lingkungan belum dimanfaatkan. Pertanyaannya adalah, bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengurangi emisi CO2 secara serius dengan berlaku bijak, supaya dampaknya tehadap manusia tidak berimbas ke sisi-sisi lain seperti ekonomi dan politik sebagai global citizen. Dengan dimulai dari lingkungan sendiri atau secara nasional dampak yang lebih besar dapat dicegah minimal dikurangi. TERJADINYA PEMANASAN BUMI Pemanasan bumi disebut juga pemanasan global, yang diakibatkan oleh kerusakan ozon (O3) yang terus meningkat. Kerusakan ozon yang dipicu oleh kian tingginya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, mengatrol temperatur bumi yang diprediksi mencapai 1º - 3º Celsius. Kerusakan ozon yang tinggi di atmosfer (stratosfer) berpotensi mengubah pola cuaca secara ekstrim dan perubahan iklim. Peningkatan gas rumah kaca (GRK) seperti CO2, metana, dinitro oksida dan CFC (Chlorofluorocarbons) dihasilkan dari penggunaan bahan bakar minyak seperti, alat untuk transportasi, pembangkit listrik, styrofoam, perlengkapan kosmetika dan perusakan hutan. Disamping itu juga penggunaan AC yang mengandung klorin (CFC) dimana sudah menjadi kebutuhan pada mobil, ruangan dalam rumah, hotel, kantor, 81 bioskop, rumah sakit dll, kian memperburuk efek rumah kaca dan mencederai lapisan ozon. Abad industrialisasi ikut merusak keseimbangan atmosfer, karena mengeluarkan milyaran ton gas karbon ke udara yang dilakukan oleh negaranegara industri dan berjuta-juta ton gas metana disemburkan dari eksplorasi gas bumi. Akhirnya udara atmosfer menjadi perangkap panas yang bermetamorfosa menjadi selimut rumah kaca yang menyekap panas sinar matahari dan mendorong naiknya panas bumi. EFEK GAS RUMAH KACA Gas rumah kaca dianggap sebagai penyebab utama perubahan iklim atau pemanasan global. Menurut para ahli, ini disebabkan meningkatnya gas karbon dioksida dan partikel polutan lainnya di atmosfer bumi, yang diibaratkan selimut-selimut gas tersebut menghalangi energi panas yang dipantulkan kembali oleh bumi ke ruang angkasa. Beberapa efek dari gas rumah kaca adalah sebagai berikut; Radiasi matahari Sinar matahari merambat menembus atmosfir. Sebagian diserap permukaan bumi dan sebagian lagi dipantulkan ke angkasa. Panas sinar matahari yang merambat sebesar 343 watt per m2 setara dengan 403 trilyun bola lampu 60 watt. Jumlah panas yang diserap sebesar 168 watt per m2 atau setara dengan 197 trilyun bola lampu 60 watt. Sedangkan yang dipantulkan sebesar 103 watt per m2 setara dengan 121 trilyun bola lampu 60 watt. 82 Radiasi infra merah Panas matahari yang dipantulkan terperangkap di dalam atmosfir, yang mengakibatkan permukaan bumi mengalami perubahan suhu dan semakin panas karena radiasi infra merah. Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam yang melepas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya mengakibatkan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfir yang semakin kaya dengan gas-gas rumah kaca akan menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas matahari yang dipancarkan ke bumi. Efek umpan balik Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Apakah ini akan mengurangi atau meningkatkan gas rumah kaca. Umpan balik hanya dapat dibalikkan secara perlahanlahan, karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfir. Tanpa umpan balik, manusia akan merasakan jumlah CO2 yang lebih besar di atmosfer akibatnya, terjadi peningkatan temperatur bumi ratarata naik 1.2º Celsius. Uap air Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menyerap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu keseimbangan konsentrasi uap air. Efek gas rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. Umpan balik ini Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 meningkatkan kandungan air absolut di udara sehingga kelembaban relatif udara hampir konstant atau bahkan lebih menurun karena udara menjadi penghangat. Laut es Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit dibandingkan dengan es dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair yang akan menjadi suatu siklus yang berkelanjutan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Efek nettonya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN DARI GAS RUMAH KACA Awan Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan sehingga akan menaikkan efek pemanasan. Beberapa radiasi matahari dipantulkan oleh bumi dan atmosfer Beberapa radiasi dari inframerah lewat melalui atmosfer dan sebagian terserap dan dipancarkan ke segala arah oleh molekul gas rumah kaca. Efeknya terjadinya pemanasan di permukaan bumi dan di bawah atmosfer Radiasi matahari lewat atmosfer yang bersih Permukaan bumi menjadi panas karena menyerap seluruh radiasi Radiasi infra merah hilang dari permukaan bumi Gambar1. Efek rumah kaca Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) Keuntungannya: Pada kondisi normal, efek rumah kaca adalah ”baik” karena memberikan kehangatan kepada bumi. Manusia dan makhluk lainnya dapat hidup di muka bumi sebetulnya atas jasa dari efek rumah kaca. Bisa dibayangkan jika tidak ada rumah kaca, bagian bumi yang tidak terkena sinar matahari akan menjadi sangat dingin dengan temperatur seperti di dalam lemari es (-18ºC). Rumah kaca sudah ada sejak jaman dahulu, seiring dengan proses terbentuknya bumi sehingga manusia bisa hidup di dalamnya. Kerugiannya: Jika kandungan gas-gas di atmosfer bumi semakin meningkat, akan mengakibatkan bumi semakin panas. Akibatnya akan terjadi pencairan es di daerah kutub yang akan menyebabkan naiknya permukaan air laut, yang akan menenggelamkan sebagian daratan tempat manusia dan makhluk darat lainnya hidup. Ini akan sangat berdampak bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dimana kota-kota tepi pantainya (coastal cities), banyak yang tingginya kurang dari 1 meter. Akibat naiknya permukaan air laut maka air sungai tidak dapat 83 mengalir ke laut dan akan menyebabkan banjir di daratan. Hal yang sangat merugikan adalah, Indonesia merupakan negara agraris yang dengan adanya perubahan iklim, akan mengganggu pola tanam pada produksi pertanian disamping juga timbulnya penyakit tropis yang semakin bertahan di daerah endemik atau ada kemungkinan daerah endemik baru akan muncul. Pertanian Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan yang menyebabkan terlambatnya panen. Kehutanan Peningkatan suhu yang cukup lama menyebabkan panjangnya musim kemarau di sekitar lingkungan hutan dan mengakibatkan kebakaran hutan (daerah gambut) yang cukup luas. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Bagi Indonesia dampak perubahan iklim bukan lagi sebatas wacana tetapi sudah menjadi kenyataan dengan sering terjadinya bencana banjir, kekeringan, curah hujan yang tinggi, pasang air laut dll. Beberapa dampak lain adalah; Temperatur Temperatur akibat dari gas rumah kaca yang semakin panas akan berdampak pada perubahan iklim yang akan mengganggu pola tanam pada produksi pertanian. Selain itu juga timbulnya penyakit tropis yang semakin bertahan di daerah endemik bahkan daerah endemik baru akan muncul. Wilayah pantai Merusak ekosistem laut, menurunkan produksi ikan dan udang serta mengancam kehidupan masyarakat pesisir pantai dimana akibat dari abrasi, garis pantai akan lebih menjorok ke darat. Perkembangan tanah berpaya (tepi laut) terhadap naiknya muka air laut dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini. Saat ini 5000 thn yang lalu M.A.L (baru) M.A.L Tanah paya hilang sejalan dengan rumah yang berpindah M.A.L (lama) Tanah paya hilang jika rumah sudah dilindungi oleh tanggul penahan air laut M.A.L masa depan M.A.L (lama) Sedimentasi Tumbuhan rawa Gambar 2. Hilangnya daerah pesisir akibat naiknya muka air laut 84 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Permukaan air laut Air laut naik setinggi 1.8 mm pertahun pada tahun 1960-2003 dan meningkat menjadi 3.1 mm pertahun pada tahun 1993-2003 karena pencairan salju, es di Arktik dan pegunungan gletser. Diperkirakan peningkatan suhu yang merata antara 0,15˚ - 0,30˚ C di seluruh bagian bumi selama tahun 1990 – 2005 yang kemungkinan berlanjut, pada tahun 2040 Indonesia akan kehilangan 2000 pulau. Kesehatan Peningkatan frekuensi penyakit tropis (demam berdarah, malaria) karena naiknya suhu udara yang menyebabkan masa inkubasinya pendek dan mengakibatkan berkembang biaknya nyamuk. Berkembangnya penyakit pernapasan akibat polusi udara dari bahan bakar kendaraan yang beroperasi. Habitat Akan terjadi pergantian beberapa spesies flora dan fauna bahkan sebagian akan terancam punah dan keaneragaman hayati akan hilang. POSISI INDONESIA DI DALAM KONTRIBUSI EMISI CO2 Berdasarkan data dari World Resources Institute 2003, Indonesia masuk pada deretan ke 18 penghasil emisi CO2 di dunia. Di bawah ini disebutkan emisi CO2 yang dihasilkan oleh negara-negara di dunia: Tabel 1. Emisi Karbon Dioksida PerKapita Per Negara Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Countries United states China Russia Japan India Germany United Kingdom Canada Italy Mexico France Ukraine South Africa Australia Brazili Spain Poland Indonesia Amount 5,762,050 3,473,600 1,540,360 1,224,740 1,007,980 837,425 558,225 521,404 446,596 385,075 363,484 348,357 344,590 332,377 327,858 304,882 303,778 286,027 Sumber: World Resources Institute 2003. Gambar 3. Pengukuran gas karbon monoksida dari knalpot kendaraan Sumber air Akibat kenaikan air laut akan memperburuk kualitas air tanah karena terjadi intrusi atau perembesan air laut yang semakin luas. Diprediksi pada tahun 2070, 50% dari masyarakat dunia tidak lagi memiliki sumber air minum. Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) Dari tabel diatas terlihat bahwa, penyumbang emisi CO2 terbesar adalah negara-negara industri. Pada KTT iklim di Nairobi 2006, Indonesia termasuk negara no 3 penyumbang emiter CO2 di dunia, yang turut memberikan kontribusi ke pemanasan global. Kedudukan Indonesia naik dari peringkat 21 ke peringkat 3 di bawah USA (no-1) dan China (no-2)dan ini terjadi ketika emisi CO2 dari 85 kebakaran lahan gambut di perhitungkan. Perhitungan Delft Hidraulics Belanda dan Wetlands International memperkirakan sekitar 2000 juta ton CO2 diemisikan ke udara per tahun akibat dari kebakaran dan konversi lahan gambut. Padahal berdasarkan konvensi perubahan iklim, Indonesia termasuk ke dalam negara non-Annex I yang artinya, tidak terlalu bertanggung jawab dalam mengurangi emisi CO2 karena, jumlah emisinya kecil yaitu 0,4%. Namun demikian Indonesia perlu lebih memperhatikan kebakaran gambut yang selalu terjadi setiap tahun yang umumnya mengganggu daerah sekitar bahkan sampai ke negara tetangga. USAHA - USAHA MENGURANGI EMISI CO2 OLEH PRODUSEN DI NEGARA MAJU Beberapa produsen besar di dunia bekerjasama dengan World Wild Fund (WWF), sudah mulai melakukan usaha dengan memobilisasi perusahaannya dalam rangka mengurangi emisi CO2 (carbon dioxide) dari produk yang dihasilkan. Targetnya adalah, pada tahun 2010 emisi CO2 dapat dikurangi sebesar lebih dari 10 ton per-tahun atau setara dengan 2 juta mobil yang sedang beroperasi di jalan. Dengan peng-efisiensian itu perusahaan dapat menghemat $ 100 juta sehingga selain ikut mencegah kerusakan lingkungan, diharapkan menimbulkan iklim yang sehat dalam berusaha. Beberapa produsen (pabrik) di negaranegara maju tersebut adalah, Johnson-Johnson Perusahaan ini merupakan ke dua terbesar di Amerika. Bekerjasama dengan WWF membuat kesepakatan 86 untuk mengurangi gas rumah kaca, menjadi kurang dari 7% pada tahun 2010 berarti di bawah level tahun 1990 (7%). Perusahaan ini menggunakan tenaga matahari (solar photovoltaic energy) serta tenaga angin pada tahun 2005. Energi ramah lingkungan seperti tenaga surya, angin, low impact hydro dan energy yang dapat diperbaharukan (renewable) hampir 30% digunakan. oleh perusahaanperusahaan di Amerika (berbeda dengan di Eropa yang hanya setengahnya menggunakan tenaga ini). Banyak inovatif teknologi dihasilkan dalam pengembangan energi untuk fasilitas cabang perusahaannya di seluruh dunia. Di perusahaan farmasi Alza (Mountain View, California) gas methane dikumpulkan dari tanah urugan lokal dan digunakan untuk pembakaran yang menghasilkan 3 megawatt power sehingga mengurangi 7000 ton metrik carbon dioxide per tahunnya. Dalam masa 10 tahun perusahaan dapat menghemat $30 juta. IBM Dari tahun 1990 sampai 1997 perusahaan ini sudah dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 20% atau menghemat $115 juta. Tahun 1998 mengurangi emisi CO2 sebesar 1.28 juta ton atau setara dengan 51.600 mobil yang beroperasi di jalan. Penghematan diperoleh dari berbagai proyek termasuk pemasangan mesin otomatis detektor untuk penerangan kamar mandi (bath room), ruang copi (copier room), sistem pendingin, (cooling system), penjernihan air sistem pompa di dalam produksinya. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Perusahaan ini mengeluarkan biaya sebesar 132.000 megawatt hour untuk energi ramah lingkungan dan akan meningkat 200.000 megawatt per hour pada tahun 2006. Pengurangan emisi CO2 mencapai 103.000 ton metrik. Xanterra Pengurangan emisi CO2 dari perusahaan ini turun sebesar 50% dari tahun 1994 sampai 2004. Perusahaan iini bergerak di bidang perhotelan, perumahan, penyewaan rumah, restoran dan beroperasi di 18 negara bagian di Amerika. Perusahaan ini menggunakan energi rendah emisi sebesar 6.011.723 kilowatt hour dengan menggunakan energi angin, matahari dan geothermal. Yang telah dilakukan adalah,dengan mengadakan perubahan-perubahan darimulai jenis bahan bakar yang digunakan (bahan bakar minyak ke propane sejenis metane), program strategi konservasi, sistem pengontrolan, energi dalam ruangan hotel dan fasilitasnya termasuk penggantian 27.000 sistem penerangan. Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) Nike Perusahaan ini bergabung dalam program pengurangan emisi CO2 tahun 2001. Target yang dicapai adalah 13% dari produksi dan bisnis travelnya pada tahun 2005. Nike menggunakan energi rendah emisi kurang lebih 20% dari semua energi yang digunakan dalam pengoperasian perusahaannya. Di Eropa Nike mengoperasikan 6 turbin yang digerakan angin, dengan kapasitas sebesar 2 juta feet metrik bekerjasama dengan perusahaan listrik lokal (local power supplier). Untuk mengganti biaya tadi, Nike mengambil dari business lain yaitu kerjasama dengan perusahaanpenerbangan pengangkut produk (air carriers), perusahaan rental mobil (rental car companies), departemen energi dan pasar eceran karbon dioksida. Polaroid Dari tahun 1994 sampai 2004 perusahaan ini telah mengurangi emisi CO2 sebesar 50%. Ketika Polaroid kerjasama dalam program pengurangan emisi CO2, mereka mentargetkan dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 25% dibawah level 1994 pada tahun 2010. Pada tahun 2004 telah dikurangi sebesar 14% kurang lebih hampir 50% di bawah garis ambang 1994. Cara yang ditempuh adalah dengan memperbaharui atau mengganti kompresor (compressors), sistem penyejuk (Chilllers), sistem penguapan (boilers), sistem pamanas air (hot water system), sistem penerangan dan penggeraknya (lighting), membeli energi rendah emisi dan mengganti bahan bakar minyak serta membersihkan semua peralatan produksi. Catalyst Produsen kertas ini merupakan perusahaan terkemuka dalam kertas printing mekanik yang dipakai untuk direktori, majalah, katalog dan kertas koran di Amerika dan di seluruh dunia dan sampai saat ini telah mengurangi emisi CO2 sebesar 71% di bawah level 1994. Yang dilakukan adalah, merubah energi yang digunakan dari bahan bakar minyak ke bahan biomass. Sejak tahun 2002 telah dilakukan pengurangan emisi CO2 sebesar 46% yang sebanding dengan 87 690.000 barel minyak. Ini berarti penghematan sebesar $13 juta. Catalyst berharap dapat menghemat lagi $4 juta dengan mengurangi penggunaan listrik sebesar 2% di tahun 2006. Lafarge Perusahaan ini merupakan penghasil bata semen. Dengan 75.000 karyawan di 75 negara termasuk 16.500 karyawan yang ada di Amerika Lafarge merupakan perusahaan bata semen terbesar di dunia. Sejak tahun 1990 pengurangan emisi sudah mencapai 12.7% dan diharapkan mencapai 20% pada 2010. Perusahaan ini juga telah melakukan pengurangan absoluts gross emissions di beberapa anak-anak perusahaan sebesar 8.3%. Yang dilakukan adalah, memperbaiki alat untuk lebih mengefisiensikan energi yang dipakai pada pabrik semen, dengan melakukan substitusi abu terbang (fly-ash) dan slag. Yang dilakukan adalah merubah penggunaan bahan bakar minyak ke bahan limbah (limbah industri, ban, minyak, plastik dan bahan pelarut) serta biomass (sekam padi, kulit kopi dan makanan ternak). Selain itu juga mendanai penggunaan tenaga angin di Maroko, limbah dari kelapa sawit di Malaysia, Kenia, Uganda, Brazil, dan Philipina. The Collins Companies Perusahaan ini bergerak di bidang perkayuan dan berusaha untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 15% dibawah level 1990 pada tahun 2009 dimana sekarang ini telah mencapai 11.7% (sesuai dengan rencana). 88 Sesuai dengan kesepakatan dalam program pengurangan emisi CO2, perusahaan baru maupun maupun yang sudah ada telah digunakan energi yang ramah lingkungan (environmentally friendly) dan energi yang efisien sehingga dapat menghemat $5 juta. Sejumlah proyek baru juga telah menggunakan energi dan bahan yang ramah lingkungan termasuk dalam penggunaan produk jadi, dengan merubah formula resin yang digunakan dalam produknya serta mengurangi jumlah angkutan truknya dengan sistem transportasi yang lebih baik. Perubahan dilakukan pula pada penggunaan lampu penerangan di banyak lokasi, mengganti motor-motor listrik dengan motor yang lebih efisien dan mengurangi penggunaan listrik. Penggunaan biomass secara komputerisasi ikut mengurangi emisi CO2 secara signifikan. Transport Communication Sagawa Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengiriman barang (delivery company) mereka telah menghemat dan mengurangi emisi CO2 dengan mengurangi/membuang jumlah kendaraan yang tidak terpakai. Perusahaan ekspedisi Sagawa Ekspres adalah perusahaan terbesar di Asia dan sudah sepakat mengurangi emisi CO2 sebesar 6% dibawah level 2002 pada tahun 2012, dengan memperkenalkan 7.000 kendaraan transport baru yang menggunakan gas alam yang dikempa (Compressed Natural Gas atau CNG). Perusahaan Ini merupakan perusahaan transportasi yang pertama kali kerjasama dalam program pengurangan emisi CO2. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Tahun 2005 perusahaan ini memperkenalkan 2.600 kendaraan dengan bahan bakar CNG. Untuk mendukung programnya perusahaan ini membangun 6 stasiun gas alam untuk kendaraan yang menggunakan bahan bakar CNG dan memperkenalkan pembakaran generasi sistem pembakaran tenaga matahari. Sagawa telah mengurangi sebanyak 2.49% emisi CO2 pada tahun 2004 atau menghemat 10.000 liter bahan bakar setiap tahun yang setara dengan bahan bakar yang digunakan untuk 560 truk tangki. Jika dihitung dengan uang sekitar dapat menghemat $5.413.066 (700 juta yen) setiap tahun. sepakat mengurangi emisi CO2 yang sejak tahun 2002 sudah mengurangi penggunaan energi yang dibutuhkan sebanyak 15% dari kebutuhan untuk setiap paket, di 53 perkebunan seluruh dunia. Selama 5 tahun mendatang berusaha untuk mencapai 10% dengan memperbaiki dan mengganti energi yang sudah dipakai dan menambah penggunaan energi yang dapat diperbaharukan (renewable energy). Hasilnya Tetra Pack dapat mengurangi dampak dari perubahan iklim (climate change) sebesar 10% dari tanaman yang tumbuh. Pengiriman makanan dilakukan dalam keadaan bersih dan sehat, efisien serta aman sehingga banyak di konsumsi oleh pembeli di seluruh dunia karena bebas hama penyakit. Novo Nordisk Sebagai perusahaan farmasi mereka sepakat untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 10%. Perusahaan ini banyak bergerak dibidang penanggulangan penyakit diabetes dan telah sepakat untuk mengurangi emisi CO2 dari pengolahan produknya sebanyak 10% dibawah level 2004 pada tahun 2014. Dalam program pengurangan emisi CO2 Novo Nordisk berusaha untuk mencapai 67% selama beberapa periode. Pengurangan dilakukan dengan mencampur energi efisien dengan hasil proyek energi yang dapat diperbaharukan yang dilaksanakan oleh Novo Nortdisk. Tetra Pack Tetra Pack merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perbelanjaan (supermarket) dengan karyawan sebanyak 20.000 orang. Sebagai perusahaan terkemuka dalam pengolahan makanan, pengepakan dan sistem distribusi, perusahaan ini Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) Sony Sony merupakan perusahaan elektronik terkemuka akan berusaha mengurangi emisi CO2 sebesar 7% pada 2010 lebih dari yang sudah dilakukan sebesar 2.183.765 tons metrik pada tahun 2000. Sony bermaksud menggunakan energi yang efisien pada semua fasilitas peralatan produknya dan mengganti dari bahan bakar minyak ke bahan bakar yang dapat diperbaharukan atau gas alam. Dilakukan juga penggantian beberapa produk yang banyak menimbulkan emisi CO2 dengan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan di cabang-cabang perusahaan yang ada di Japan, China, Eropa dan Amerika. Karyawan-karyawan Sony mendukung program ini dan diharapkan dapat menjaga kondisi temperatur bumi dibawah ambang batas 2ºC. 89 BEBERAPA TEMUAN DAPAT DIMANFAATKAN YANG Problematika pemanasan global telah menjadi agenda masyarakat dunia tak terkecuali Indonesia. Sejauh ini, pola pembangunan yang menjadi acuan pelbagai negara khususnya negaranegara utara adalah, peningkatan kapasitas produksi dan perluasan pasar ekonomi, dengan menihilkan efek destruktif yang ditanggalkan atas lingkungan hidup. Walaupun demikian sebagian besar negara industri sebagai penyumbang terbesar dalam emisi CO2 telah mulai merubah sistem atau teknologi dengan memanfaatkan bahan alternatif yang ramah lingkungan. Sementara masyarakat Indonesia sampai saat ini masih beraktifitas dengan menggunakan bahan bakar energi fosil, belum lagi penebangan dan kebakaran kayu baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja dimana Indonesia memainkan peranan penting, dengan hutan tropisnya yang merupakan salah satu paru-paru dunia terbesar. Mengapa ini Tejadi? Lebih dari separuh penduduk Indonesia ternyata tidak menyadari masalah ancaman pemanasan global (global warming), padahal tanpa disadari bencana yang akhir-akhir ini banyak terjadi banyak diakibatkan oleh pemanasan global. Hasil polling yang dilakukan oleh Roy Morgan Research, survei sindikasi terbesar di Indonesia dengan lebih dari 27,000 responden per tahun, mewakili 90% dari populasi Indonesia mengungkapkan hasil sebagai berikut; Dari sejumlah responden umur 14 tahun ke atas di 16 provinsi terbesar Indonesia, ketika ditanya apakah 90 pemanasan global merupakan ancaman bagi lingkungan, sebanyak 68 juta orang menjawab ”Ya” dan hanya 8 juta orang yang menjawab ”Tidak”. Namun di luar angka ini ada sebanyak 64 juta orang yang menjawab ”Tidak tahu” dan berdomisili di pulau Jawa, yang memang merupakan pulau terpadat. Bahan Bakar Penyebab Utama Konstribusi terbesar dari gas rumah kaca yang komposisi terbesarnya terdiri dari Nitrogen (78%), Oksigen (21%) dan Uap air (3%), diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil seperti batu bara, gas dan minyak bumi. Ketiga jenis bahan bakar tersebut sekarang ini merupakan bahan bakar yang paling murah dibandingkan dengan energi lain sehingga pemakaiannya setiap tahun meningkat apalagi setelah terjadinya revolusi industri. Konsekwensinya jika kadar gas polutan (CO2, CH4, O3, NOx, dan CFC) di udara melebihi ambang batasnya, Iklim global akan berubah. Penggunaan batubara pada pembangkit listrik akan menghasilkan emisi yang cukup besar, disamping juga kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Oleh karena itu mengganti penggunaan batubara atau diesel menjadi gas, bisa menghasilkan penurunan emisi GRK yang signifikan. Bahan Bakar Alternatif Beralih menggunakan sumber energi terbarukan bisa mengurangi emisi GRK dalam jumlah yang lebih besar. Dengan semakin tingginya harga minyak bumi, sumber energi terbarukan menjadi pilihan yang semakin menarik. Beberapa bahan alternatif yang sudah dan banyak digunakan adalah; tenaga matahari (solar photovoltaic energy), Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 tenaga angin, propane sejenis metane, geothermal, gas alam yang dikempa (Compressed Natural Gas atau CNG), bahan limbah (limbah industri, ban, minyak, plastik dan bahan pelarut) serta biomass (sekam padi, kulit kopi dan makanan ternak). Penggunaan bahan alternatif ini masih tergolong mahal karena perlu modifikasi peralatan. Sejauh ini, kesukaran mereduksi emisi berlebih disebabkan oleh keengganan negara-negara industri besar dalam mengurangi pembakaran minyak bumi bagi keberlangsungan perekonomian mereka. Hal ini tak sebanding dengan pola pembangunan di negara-negara berkembang padahal, berkurangnya perubahan iklim hanya dapat teratasi melalui usaha global. Oleh karena itu, dekarbonisasi menjadi hal yang mungkin untuk diterapkan di negara-negara industri maju sambil mendorong negara-negara berkembang meningkatkan kapasitas pembangunan yang ramah lingkungan. Hal ini harus dilakukan tanpa mengesampingkan kesejahteraan dan keberlanjutan hidup warganya. Dekarbonisasi sangat potensial bagi negara - negara berkembang, terutama daerah yang memiliki nilai efisiensi tinggi dan produktif, baik dari segi ekonomis maupun ekologis. Penghematan biaya dari efisiensi energi dapat digunakan untuk mendorong pengembangan teknologi terpadu energi terbarukan. Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) BEBERAPA USAHA YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM RANGKA IKUT MENGURANGI EMISI CO2 Merubah Penggunaan Bahan Bakar Pembangkit Tenaga Listrik Listrik sebagai energi utama dalam kehidupan masyarakat harus dapat diproduksi dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, sehingga penggunaan batubara perlu pertimbangan lingkungan dan mendapat porsi yang seimbang dengan ekonomi dalam rencana pembangunan (Nasrullah Salim, peneliti energi Indonesia). Yayasan Pelangi Sebagai contoh, untuk tiap MWh listrik yang dihasilkan, oleh pembangkit batubara menghasilkan 934 kg CO2, maka total emisi CO2 yang dihasilkan tidak kurang dari 21 juta ton setiap tahunnya. Penggunaan geothermal untuk pembangkit tenaga listrik akan lebih menguntungkan karena Indonesia memiliki 40% dari total potensi geotermal dunia, yaitu 27 MW yang tersebar di 151 lokasi, yang saat ini baru 270 ribu Watt yang dimanfaatkan. Penelitian pada satu industri manufaktur di Cilegon menunjukkan, mengubah penggunaan bahan bakar diesel ke gas alam dapat menurunkan emisi GRK pabrik tersebut sebanyak 31%. Biodiesel menjadi alternatif yang perlu dipertimbangkan. Penggunaan biodiesel yang sekarang mulai berkembang untuk bahan bakar transportasi, tipe B10 (10% biodiesel, 90% diesel) juga bisa digunakan sebagai bahan bakar industri dan bisa mengurangi emisi GRK tanpa perlu modifikasi peralatan. 91 Cara lain mengurangi emisi GRK adalah partisipasi sektor industri untuk mengefisiensikan penggunaan listrik sebanyak 11% dengan mengurangi listrik pada motor dengan menggunakan teknologi yang lebih efisien. untuk mengoptimalkan masuknya cahaya matahari yang masuk (untuk penerangan) ke dalam ruangan serta memudahkan pergantian udara sehingga temperatur ruangan sejuk. Selain juga menghemat penghematan penggunaan lampu dan alat penyejuk (AC) dll untuk daerah panas. Desain ruangan sesuai dengan fungsinya sehingga, memudahkan mobilitas penghuni. Kemiringan atap yang cukup, dengan sudut lebih dari 30º, akan memberikan kondisi ruangan nyaman. Jika rumah menggunakan penyejuk atau pendingin (AC), periksa semua bagian dinding bangunan terhadap kebocoran yang mengakibatkan udara luar masuk. Kebocoran akan mengakibatkan penambahan tenaga (power) dan energi yang dipakai. Mengurangi Emisi dari Berbagai Aktivitas Kita Melakukan sedikit perubahan pada pola hidup di rumah dan di sekitar lingkungan sendiri, kita dapat membantu mengurangi gas rumah kaca serta menghemat pengeluaran uang belanja harian. Menggunakan produk dengan teknologi hemat energi. Membeli barang atau peralatan rumah tangga selain bentuk yang menarik juga harus dilihat spesifikasinya, terutama yang dapat mengurangi emisi CO2 serta polusi udara. Produk dari plastik bentuk kemasan, kantong-kantong atau peralatan alat rumah tangga lainnya merupakan bahan yang sulit membusuk selain proses produksinya memerlukan energi yang tinggi. Memelihara peralatan menggunakan energi listrik Rumah sebaiknya direncanakan selain kuat, indah, sehat tetapi hemat energi (green house) dengan bukaan untuk penerangan dan sirkulasi udara (cross ventilation) yang cukup. Maksudnya adalah, 92 bahan bangunan Gunakan bahan bangunan yang tidak menyerap panas pada komponen atap atau dinding karena penggunaan bahan bangunan seperti, seng, aluminium, asbes plat, akan mengakibatkan panas di dalam ruangan selain kandungan emisi CO2 nya cukup besar. Hasil penelitian di Korea menyatakan, bahwa jumlah emisi CO2 yang dihasilkan dari beberapa bahan bangunan yang umum dipakai adalah sbb: yang Pemeliharaan peralatan secara rutin seperti AC, pemanas air atau peralatan lain yang menggunakan peralatan tambahan seperti filter dll, perlu dirawat dan dibersihkan sehingga selalu berfungsi dengan baik dan tidak menambah beban pada waktu digunakan. Desain rumah hemat energi Penggunaan rendah emisi Tabel 2. Jumlah Emisi CO2 dari Bahan Bangunan yang Umum Dipakai No 1 2 3 4 Jumlah emisi CO2 yang dihasilkan Kg – C/kg Pasir 0.00049 Kerikil atau batu pecah 0.00173 utk beton Batu pondasi 0.00095 Bata blok dari semen 0.01140 Nama bahan Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 No 5 6 7 8 9 10 11 Nama bahan Beton siap pakai Semen Conblok Asbestos semen Kayu Plywood Genteng keramik (berglasir) 12 Kaca 13 Besi 14 Ubin keramik Jumlah emisi CO2 yang dihasilkan Kg – C/kg 0.01245 0.22040 0.01900 0.01085 0.02624 0.19957 0.13111 Sumber :Seo dan Hwang(2001) Pilihan sedapat mungkin di arahkan pada bahan bangunan yang kecil kandungan emisi CO2 nya, kecuali jika belum ada bahan bangunan lain yang dapat menggantikannya. Sebagai contoh untuk; - Dinding menggunakan bata atau conblock, - Lantai menggunakan beton tumbuk, - Penutup atap menggunakan genteng keramik tidak berglasir, - Pondasi menggunakan batu kali, - Dinding pagar menggunakan bata atau batako. Bahan-bahan tersebut pada proses pengolahannya di pabrik tidak menggunakan energi yang tinggi. Memanfaatkan tenaga alam Sumber tenaga dari alam seperti angin dan matahari, sangat ramah lingkungan sehingga pemanfaatannya harus dilakukan secara maksimal. Menghijaukan halaman rumah Tanami halaman dengan tumbuhtumbuhan seperti rumput, bunga atau pohon perdu sehingga dapat Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) Menggunakan air secara efisien Penghematan air terutama air dari PDAM sangat membantu dalam penghematan energi yang dipakai dalam pengolahan serta distribusinya. Bersihkan saluran air serta kloset yang digunakan sehingga berfungsi dengan baik. Saluran yang tersumbat akan memerlukan banyak air dalam operasinya. 0.22685 0.42559 0.20610 Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa, besi, kaca, semen, plywood, ubin keramik, genteng keramik (berglasir), menempati urutan tertinggi dalam menyumbang emisi CO2. menyerap panas dan air hujan. Penataan halaman yang baik akan menghemat energi, uang dan menyeap emisi CO2 di lingkungan sekitar. Transportasi Mengurangi penggunaan bahan bakar untuk bepergian dengan kendaraan pribadi jika tersedia alat transportasi lain seperti sepeda. Adaptasi terhadap yang Terjadi Perubahan Perubahan iklim sudah mulai terjadi dengan berbagai dampaknya dan kita harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan yang terjadi sesegera mungkin. Perubahan pola musim hujan dan kering dalam 10 tahun terakhir yang semakin singkat dengan intensitas lebih tinggi serta musim kemarau yang semakin panjang, ikut berperan meningkatnya insiden banjir dan kekeringan di Indonesia. Untuk beradaptasi, perlu dibuat pengelolaan resapan air dengan bendunganbendungan kecil di daerah hulu, untuk menyimpan air sehingga mengurangi risiko banjir di daerah hilir sekaligus meningkatkan persediaan air di musim kemarau. Naiknya permukaan air laut berpotensi menenggelamkan 50 meter daratan dari garis pantai kepulauan Indonesia, yang panjangnya 81.000 km. Diperkirakan lebih dari 405.000 hektar daratan 93 Indonesia akan tenggelam, ribuan pulau kecil akan hilang dari peta Indonesia, ratusan ribu hektar tambak atau sawah di daerah pasang surut akan hilang, abrasi pantai dan intrusi air laut akan mengancam penduduk. Untuk itu diperlukan kajian untuk mengidentifikasi daerah pantai yang rentan terhadap perubahan iklim kemudian menentukan strategi adaptasi yang paling sesuai. 5. 6. KESIMPULAN 1. Beberapa usaha yang telah dilakukan oleh para produsen di negara maju perlu ditiru oleh pengusaha Indonesia karena cukup menguntungkan dari segi komersial produk serta penurunan gas rumah kaca (GRK). 2. Dengan menggunakan energi alternatif yang sangat berlimpah (matahari, angin, air dll) serta kemajuan teknologi yang ada dapat membantu pemerintah dalam penyediaan bahan baku minyak yang dirasakan semakin mahal disamping ikut melestarikan potensi energi dan lingkungan. 3. Semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, harus sadar dan jangan mengabaikan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena, masyarakat miskin di negara berkembang yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Ini dikarenakan kemampuan beradaptasi masyarakat yang rendah serta minimnya sumber daya yang mereka miliki disamping kehidupan mereka yang cenderung bergantung pada sumber daya yang rentan terhadap kondisi iklim. 4. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kasus pembalakan hutan secara ilegal merupakan salah satu 94 7. 8. penyumbang efek rumah kaca sehingga pengawasannya harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan pemerintah (instansi terkait) dan masyarakat. Perlu kegiatan-kegiatan rehabilitasi lahan kritis dengan cara reforestasi, melarang illegal logging, penangkapan ikan dengan racun, serta hemat air, Sebelum berkontribusi lebih lanjut untuk mengatasi bersama masalah global, langkah konkrit yang harus dilakukan adalah, memberikan sosialisasi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan pemanasan bumi (global warming). Hal ini diperlukan mengingat lebih dari separuh masyarakat Indonesia hidup dalam ketidaktahuan akan bahaya pemanasan global karena Issue pamanasan bumi (global warming) sudah bukan merupakan wacana lagi tetapi sudah menjadi kenyataan sehingga, diperlukan partisipasi masyarakat untuk ikut menanggulangi sesuai dengan sumber daya dan alam yang dipunyai. Penanganan masalah gobal warming perlu dimasukkan ke dalam rencana pembangunan, terutama di bidang yang rentan dampak perubahan iklim seperti pertanian, perikanan, kesehatan,kehutanan dan sumberdaya air. Keserakahan manusia terutama atas peng-eksploitasian sumber daya alam secara sistematis akan menetaskan sejumlah masalah global yang tidak bisa diatasi dalam waktu singkat serta akan menghancurkan kehidupan, sehingga tanah, air, udara dan laut telah beralih fungsi dari sistem-sistem yang mendukung kehidupan, menjadi gudang limbah di tengah pasar global. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 DAFTAR PUSTAKA IPCC, 2001 IPCC, 2001; Climate Change 2001; Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of working Group II to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change (Mc Carthy,J,J., O.F. Canziani.,N.A Learly, D.J.Dokken, and K.S.White (eds). Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom, and New York, NY,USA,1032 pp. Coastal Zone and Sea Level Rise Information in chapter 4 and chapter 6. FEMA, 1991: Projected Impact of Relative Sea Level Rise on the National Flood Insurance Program (PDF, 70 pp.,690 KB, about PDF) October 1991. EPA, 1989: The Potential Effects of Global Climate Change on the United State. Report to Congress. Mengurangi Pemanasan Bumi .... ( Purwito ) Washington D.C: U.S.Environmental Protection Agency. EPA 230-05-89052. Tahun 2040 = 2.000 Pulau Tenggelam http:/www.walhi.or.id/kampanye/energi/iklim/070724rbhn - iklim_cu Hari Bumi 2006: Solusi Bagi Perubahan Iklim. Yayasan Pelangi Indonesia, 21 April, 2006. Seo, S,. Hwang, “ Estimation of CO2 Emission in life cycle of Residential Buildings”, Jurnal of Construction Engineering and Management. Vol.127,No.5. September-Oktober, 2001. Seo.S., and Hwang, M (1996). “ Global Warming and Global Dioxide Emission: An empirical study.” Jurnal Environmental and Management., London, 46, 327343. 95 KAJIAN PERUBAHAN TINGKAT PELAYANAN JALAN DAN KUALITAS UDARA DI ZONA TIDAK SESUAI UNTUK PERUMAHAN Oleh : Rina Marina Masri, Santun R.P. Sitorus, Kooswardhono Mudikdjo, Lilik Budi Prasetyo, Hartrisari Hardjomidjojo Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Jl. Darmaga, Bogor 16680 E-mail: [email protected] Tanggal masuk naskah : 04 Desember 2007, Tanggal revisi terakhir: 15 April 2008 Abstrak Dampak perkembangan Kawasan Bandung Utara di zona tidak sesuai untuk perumahan meningkatkan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian masyarakat, menurunkan kualitas lingkungan yang ditandai dengan menurunnya tingkat pelayanan jalan dan kualitas udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola perubahan volume lalulintas dan tingkat pelayanan jalan; mengetahui hubungan pola perubahan volume lalulintas dan pencemaran udara terhadap indeks kualitas lingkungan; dan mengusulkan pilihan kebijakan dalam pengelolaan lalu lintas. Pengumpulan data primer diperoleh dari pengamatan fisik kimia udara dan lalu lintas dari lapangan serta data sekunder dari instansi-instansi berwenang. Analisis sistem dampak pembangunan perumahan terhadap kinerja jalan dan pencemaran udara menggunakan software Excel for Windows 2003 dan Powersim versi 2.5C. Hasil yang diperoleh adalah : (i) peningkatan volume lalu lintas di sepanjang koridor jalan serta menurunnya kinerja tingkat pelayanan jalan dengan kategori D,E, F (>0,85), (ii) penurunan indeks kesehatan lingkungan (peningkatan jumlah kematian dini akibat pencemaran udara); (iii) pengelolaan dampak lingkungan dengan memprioritaskan kebijakan perbaikan kapasitas jalan,rasio volume dengan kecepatan kendaraan melalui penambahan lajur jalan dan lebar jalan. Kata kunci : Perubahan tingkat pelayanan jalan, kualitas udara, zona tidak sesuai untuk perumahan Abstract Regional development impact of North Bandung in the unsuitable zone for residential increase economic and population growth and decrease environmental quality which indicated by its present level of services of road and air quality decrease. The objectives of this research are evaluating changing pattern of traffic volume and Level of Services (LOS) of road; knowing the correlation of changes pattern of traffic volume and air pollution to index of environmental quality; and proposing alternative of policy in traffic management. System Analysis of housing development impact to road performance and air pollution are using Excel for windows 2003 and Powersim 2.5C version software. The result which gained are: (i) Traffic volume increased along road corridor and level of services of road decreased with D,E,F categorized (>0,85); (ii) environmental health index decreased and early death amount increased by air pollution and (iii) environmental impact by prioritioning policies impact on road capacity, ratio of volume and velocity of vehicles through the increase of row and width of road increased. Key words: Changes in the services of road, air quality, unsuitable zone for housing Kajian Perubahan Tingkat … (Rina Marina Masri, dkk) 115 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara yang memiliki kondisi ekologis yang nyaman karena berada pada ketinggian di atas 750 meter dpl memacu peningkatan mobilitas penduduk di sekitar kawasan tersebut. Intensitas kegiatan yang semakin tinggi menimbulkan konsentrasi kegiatan disepanjang koridor utama menjadi meningkat. Pembangunan ekonomi di kawasan ini cenderung mendominasi pembangunan politik dan pembangunan lingkungan. Pemilik lahan dan pengusaha hanya melihat tanah sebagai faktor produksi dengan tuntutan produksi yang tinggi dan berkembang menjadi tanah sebagai komoditas yang dapat saling dipertukarkan dalam organisasi pasar seperti layaknya komoditas ekonomi lainnya. Kompetisi penggunaan lahan sejalan dengan kaidah “The highest and best use of land”, yang pada akhirnya menggeser aktivitas yang sewa (land rent) lahannya lebih rendah dan diganti oleh aktivitas yang lebih produktif (Barlowe,1978) Pembangunan di kawasan ini akhirnya berdampak terhadap beban jalan yang mempengaruhi kelancaran, keselamatan dan kepadatan lalu-lintas yang dapat dilihat dari volume lalu-lintas yang lebih padat. Biasanya besar bangkitan lalulintas dipengaruhi oleh luas perumahan dan tingkat pengisiannya. Semakin besar luas perumahan dan tingkat pengisian maka semakin besar pula bangkitan lalulintasnya. Disamping itu pembangunan perumahan meningkatkan tarikan penduduk sehingga menambah volume kendaraan di koridor jalan. Secara garis besar permasalahan yang timbul adalah bangkitan pergerakan penduduk, yang membebani dan menambah volume lalu lintas di ruas jalan yang berada di 116 wilayah pengaruh kawasan ini serta kemacetan dan penurunan tingkat pelayanan jalan. Gagasan yang diajukan dalam penelitian untuk mengevaluasi dampak pembangunan khususnya dampak pembangunan perumahan terhadap tingkat pelayanan jalan dan pencemaran udara adalah penggunaan sistem dinamis yaitu suatu sistem yang mampu menjelaskan pandangan antisipatif ke depan dan merupakan salah satu upaya mengisi perspektif yang cenderung terabaikan dalam melihat kejadian jangka panjang, disamping berpikir konvensional tentang kebijakan masa lampau yang kurang cocok lagi dipakai untuk pemecahan dinamika persoalan sekarang dan masa datang (Muhammadi, 2001). Perumusan Masalah Bagaimanakahpembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara berdampak pada penurunan tingkat pelayanan jalan dan penurunan kualitas udara di sepanjang koridor ruas jalan LembangKH.Mustopha-Cilengkrang yang merupakan jalan arteri primer dan berfungsi sebagai trought traffic kota Bandung serta merupakan jalur lalu lintas ke arah Subang dan Cirebon. Tujuan Penelitian (1) Mengevaluasi pola perubahan volume lalulintas dan tingkat pelayanan jalan; (2) Mengetahui hubungan pola perubahan volume lalulintas dan pencemaran udara terhadap indeks kualitas lingkungan; (3) Mengusulkan pilihan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan akibat pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai dampak pembangunJurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 an perumahan di Kawasan Bandung Utara terhadap tingkat pelayanan jalan dan pencemaran udara memiliki kegunaan yaitu sebagai acuan model perubahan lingkungan akibat pembangunan kawasan perumahan yang memudahkan para perencana, masyarakat dan para pengambil keputus-an dalam merencanakan, membangun dan memantau kegiatan pembangunan perumahan di lapangan. METODOLOGI Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang didasarkan atas data deskripsi suatu status, keadaan, sikap, hubungan atau suatu sistem pemikiran yang menjadi objek penelitian. Metode deskriptif difokuskan pada masalah aktual yang ada pada waktu penelitian. Data yang dikumpulkan, disusun, dianalisis dan diinterpretasikan sangat bergantung pada teknik penelitian yang digunakan. Metode deskriptif penelitian ini adalah studi kasus, yaitu penelitian yang ditandai oleh penelitian pada satu unit atau kasus saja tetapi lebih mendetail atau mendalam. Unit objek penelitian dapat berbentuk suatu kelompok orang atau masyarakat tertentu, suatu desa atau permukiman. Jenis dan Sumber Data Penelitian dilaksanakan di Kawasan Bandung Utara. Kegiatan dilakukan dari bulan Januari 2006 sampai dengan Januari 2007 melalui pengumpulan data primer dari lapangan serta data sekunder dari instansi-instansi berwenang. Data primer diperoleh dari pengamatan fisik lalu lintas di sepanjang koridor ruas jalan Lembang - KH.Mustopha – Cilengkrang. Kajian Perubahan Tingkat … (Rina Marina Masri, dkk) Metode Analisis Data Analisis data meliputi; (1) analisis kinerja lalu lintas melalui penilaian tingkat pelayanan jalan (LOS); (2) analisis perubahan lingkungan dan (3) analisis sistem dampak pembangunan perumahan terhadap kinerja jalan. Software yang digunakan adalah Excel for Windows 2003 dan Powersim versi 2.5C. Analisis penilaian kinerja jalan dimulai dengan melihat kondisi eksisting lalu lintas di kawasan sekitar pembangunan perumahan, menghitung kapasitas jaringan jalan serta Vact dan tingkat pelayanan jalan (LOS) dengan menggunakan persamaan : C = Co x FCw x FCSP x FCSF x FCCS… Vact = Vo.0,5{1+(1-Q/C)0,5 ……………….. Level of Service(LOS)= V/C ………………. (1) (2) (3) dimana C adalah kapasitas aktual (smp/jam), Co adalah kapasitas dasar (smp/jam), FCw adalah faktor penyesuai lebar jalan, FCSP adalah faktor arah (hanya untuk undivided road), FCSF adalah gesekan samping dan penyesuaian bahu/kerb jalan dan FCCS adalah faktor besarnya kota, Vact adalah kecepatan pada pergerakan sebenarnya (km/jam), Vo adalah kecepatan pergerakan bebas (km/jam), Q/C adalah pergerakan sebenarnya (smp/jam), LOS atau tingkat pelayanan jalan adalah rasio volume per kapasitas dan V adalah volume lalu lintas. Analisis dampak lingkungan akibat pembangunan perumahan terhadap kinerja jalan dengan melihat pola perubahan volume lalu lintas yang harus ditanggung setelah kawasan tersebut beroperasi dengan menggunakan persamaan : Vt = Vo ( 1+ r)t …………………………. (4) 117 Dimana Vt adalah trend pertumbuhan volume lalu lintas pada tahun ke n, Vo adalah volume lalu lintas awal, r adalah rate pertumbuhan arus lalu lintas, t adalah tahun ke n. (Vo/Co) adalah rasio tingkat pelayanan yang diinginkan, C adalah kapasitas jalan, Co adalah kapasitas dasar jalan. Selanjutnya adalah melihat keterkaitan antara volume lalu-lintas dengan pencemaran udara di wilayah pengaruh kawasan ini. Pencemaran udara yang tinggi menyebabkan menurunnya kualitas udara yang akan berdampak pada kesehatan penduduk. Indikator kesehatan lingkungan udara dihitung dengan menggunakan persamaan : Jaringan Jalan IKLu = IKU*(BPu) …………………… JkaPU = JK*(FKPu)…………………… Kinerja Jalan (5) (6) Dimana IKLu adalah indeks kesehatan lingkungan udara, IKU adalah indeks kualitas udara, Bpu adalah bobot pencemaran udara, JkaPU adalah jumlah kematian akibat pencemaran udara, JK adalah jumlah kematian dan FKPu adalah Fraksi kematian akibat pencemaran udara. Alternatif solusi terhadap dampak lalu lintas yang timbul dari pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara yang terbagi menjadi dua bagian yaitu penanganan dari sisi jaringan jalan dengan cara melakukan penambahan kapasitas jaringan jalan disesuaikan dengan penambahan beban jalan yang harus ditanggung oleh ruas jalan tersebut, dan penanganan dari sisi manajemen penggunaan lahan wilayah studi untuk meredam pertumbuhan bangkitan lalu lintas dengan menggunakan persamaan : Ct = V/(Vo/Co) ……………..…………………… Penambahan Jumlah Lajur = C/Co………. (6) (7) Penambahan Lebar Jalan = = Jumlah Lajur x 3,5 …………………. (8) Dimana Ct adalah kapasitas yang dibutuhkan, V adalah volume lalu lintas, 118 TINJAUAN PUSTAKA Jaringan jalan merupakan kumpulan ruas-ruas yang saling berpotongan dan terdiri atas dua bagian yaitu link/ruas dan node/simpul/simpang. Hirarki jalan tertinggi dalam jaringan jalan adalah jalan dengan fungsi arteri, kolektor, kemudian lokal hingga ke persil. Kinerja jalan secara kualitatif diukur dengan menggunakan variabel kecepatan kendaraan yaitu kecepatan yang bias dikembangkan oleh pengemudi, sedangkan ukuran minimal batas kecepatan operasional harus sesuai dengan ciri-ciri fungsi jalan. Selain variabel kecepatan, kinerja jalan diukur dari variabel volume (V) yang terjadi dibandingkan dengan daya tampung atau kapasitas jalan tersebut yang disebut dengan derajat kejenuhan (D) = V/C. Derajat kejenuhan yang disarankan tidak melebihi 0,85, apabila nilai tersebut dilampaui maka arus lalu lintas mulai tersendat-sendat. Ciri Lalu Lintas Perkotaan Ciri-ciri lalu lintas kendaraaan di perkotaan yang spesifik diantaranya adalah : Pola fluktuasi volume lalu lintas yang hampir sama, Volume lalu lintas tinggi dibanding antar kota, Kecepatan kendaraan rendah, Jenis moda lebih banyak kendaraan lokal atau kendaraan penumpang dengan jarak tempuh yang pendek dan Beban muatan kendaraan relatif ringan. Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Kualitas Udara Indeks kualitas udara (IKU) dipengaruhi oleh jumlah lalu lintas. Semakin tinggi jumlah lalu lintas maka semakin tinggi emisi gas buang kendaraan. Semakin tercemar udara maka indek kualitas udara semakin menurun. Penurunan indek kualitas udara disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan. Indeks kualitas udara yang menurun berdampak pada menurunnya indeks kesehatan lingkungan udara. Menurunnya indeks kesehatan lingkungan udara berdampak pada meningkatnya jumlah kematian. Beberapa polutan yang dianggap menjadi masalah pada saat konsentrasinya secara lokal mempengaruhi kualitas udara diantaranya adalah NOx yang dipengaruhi oleh beban dan kecepatan putaran mesin kendaraan pada saat mesin bekerja dengan beban yang berat, waktu penyalaan api pada mesin bensin dan temperatur yang tinggi. Parameter SPM 10, partikulat ini dihasilkan akibat proses mekanis yang dapat menghasilkan abu dari pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna dari kendaraan, kontribusi sumber transportasi dalam mengemisikan partikulat lebih dari 51 % dari total emisi partikulat dan sisanya dari aktifitas lain. Parameter hidrokarbon, yang merupakan pencemar utama yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dari padatnya lalu lintas di sepanjang ruas jalan. Kemacetan kendaraan di ruas jalan ini meningkatkan kadar hidrokarbon di udara. Analisis Sistem Dinamis Sistem merupakan sekumpulan individu yang merupakan bagian dari populasi, sekumpulan populasi yang merupakan bagian dari komunitas dan sebagainya. Sistem dengan skala serta tingkat ketelitian yang berbeda dapat dikaji menggunakan seperangkat prinsip dan Kajian Perubahan Tingkat … (Rina Marina Masri, dkk) teknik yang umum digunakan dengan teori sistem secara umum (Grant, et al.,1998). Sistem Dinamis digunakan untuk mencari penjelasan permasalahan sosial jangka panjang yang terjadi secara berulangulang di dalam struktur internal. Umpan balik (feed-back) merupakan konsep inti yang digunakan dalam sistem dinamis untuk memahami struktur sistem. Diasumsikan bahwa keputusan secara sosial atau individu dibuat berdasarkan informasi tentang keadaan sistem atau lingkungan disekitar pengambil keputusan berada (Gordon, 1989). Hartrisari (2007) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan yang efektif dari permasalahan kompleks di dunia nyata menyebabkan kita harus mengkaji permasalahan secara holistik dengan menggunakan pendekatan sistem. Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Hal ini relevan dan penting dalam menghadapi tantangan kerumitan dan perubahan cepat dari lingkungan domestik dan global dalam abad 21 (Muhammadi, 2001). Diagram Alir Diagram alir (flow chart) merupakan model fungsional dari diagram sebab akibat yang dirancang pada tahap sebelumnya dan membutuhkan informasi mengenai klasifikasi variabel-variabel dalam diagram alir berdasarkan identitas, dimensi satuan, sifat kumulatif dan sifat hubungan. Klasifikasi variabel-variabel dalam diagram alir dapat dikelompokkan menjadi : a. Bak penampung (reservoir, level) b. Aliran masuk (inflow, rate input) c. Aliran keluar (outflow, rate output) 119 d. Besar aliran yang berubah-ubah (auxiliary) e. Besar aliran yang tetap (constanta) Sifat kumulatif hanya dimiliki oleh variabel bak penampung dan hanya dapat dihubungkan oleh aliran masuk dan aliran keluar (flow) yang fungsi matematisnya adalah fungsi integral (Flow = + d (Reservoir/d(time). Auxiliary dihubungkan dengan auxiliary, constanta dan reservoir oleh arrow (panah) yang tidak terhambat (non-delay) dan terhambat (delay). Reservoir Inflow Auxiliary Outflow Auxiliary_2 Constant_2 Simbol-simbol yang digunakan diagram alir (Muhammadi, 2001) pada DATA DAN ANALISIS Data Lalu Lintas Wilayah pengaruh perkembangan akibat pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara adalah ruas jalan Lembang-KH. Mustopha-Cilengkrang, persimpangan jalan Bojong Koneng, Cimuncang, Padasuka dan jalan Jatihandap yang sebelumnya memang mempunyai volume lalu lintas yang cukup tinggi. Selain itu arus lalu lintas di ruas jalan pengaruh merupakan arus menerus menuju ke kawasan pusat kota dan juga merupakan arus pergerakan lokal yang dihasilkan oleh kegiatan yang berada di wilayah studi. 120 Tabel 1. Wilayah Pengaruh Pembangunan Bandung Utara Lebar Kapasita Ruas Jalan Jalan (m) s (smp) Bojong Koneng 7.5 3366 Cimuncang 8.8 3770 Padasuka 9 3960 Jatihandap 11.4 6009 Cilengkrang 8.8 3402 Lembang 8.8 3527 Sumber : Hasil Perhitungan 2007 Volume lalu lintas terbesar pada ruas jalan K.H. Mustopha-Jatihandap adalah 5461 smp per jam pada jam sibuk pagi dan 8017 smp per jam pada jam sibuk sore untuk masing-masing arah. Tabel 2. Volume Lalu Lintas Kawasan Bandung Utara Ruas Jalan Pagi Sore Bojong Koneng 3009 3473 Cimuncang 4125 4681 Padasuka 5269 4073 Jatihandap 5461 8017 Cilengkrang 2429 2760 Lembang 2694 3873 Sumber : Hasil Survey Lapangan 2007 Pola fluktuasi volume lalu lintas dari semua ruas jalan mendekati pola yang sama pada waktu jam puncak pagi, siang, sore dan malam. Pola berbeda terlihat pada ruas jalan PPH MustophaJatihandap. Gambar 1. Pola Fluktuasi Volume Lalu Lintas Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Data Parameter Kualitas Udara Hasil pemantauan parameter fisik kimia udara menunjukkan kualitas udara di Kecamatan Cimenyan untuk parameter NOx, Debu (TSP), HC dan kebisingan kualitasnya sudah diatas baku mutu sedangkan di Kecamatan Cilengkrang hanya parameter hidrokarbon dan kebisingan kualitasnya sudah diatas baku mutu yang ditetapkan. Kualitas udara di Kecamatan Lembang hanya parameter Debu (TSP), HC dan kebisingan sudah diatas baku mutu yang ditetapkan. Tabel 4. Hasil Pemantauan Parameter Fisik Kimia Udara Nilai Pengamatan Sta.1 Sta.2 Sta.3 SO2 0,02 0,02 0,03 CO 2,99 2,04 2,21 Nox 0,12 0,04 0,04 O3 0,04 0,05 0,06 TSP 231 152 377 SPM10 148 64 109 HC 1,02 2,51 1,01 Kebisingan 78 69 69 Temperatur 27 24 26 Kelembaban 68 81 61 Arah Angin Utara Utara Utara Sumber : Hasil Survei Lapangan 2007 Parameter Kualitas udara menunjukkan parameter kebisingan, HC, NOx dan Pb memiliki nilai di atas baku mutu yang telah ditetapkan. di ruas jalan Lembang- Setiabudhi (tingkat pelayanan jalan kelas B). Tabel 5. Tingkat Pelayanan Jalan Kawasan Bandung Utara Ruas Jalan Pagi Sore Bojong Koneng 0,89 1,03 Cimuncang 1,09 1,24 Padasuka 1,33 1,03 Jatihandap 0,91 1,33 Cilengkrang 0,71 0,81 Lembang 0,76 1,10 Sumber : Hasil Perhitungan 2007 Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Cikutra-Bojong Koneng Pada jam sibuk pagi, ruas jalan Cikutra-Bojongkoneng menunjukkan tingkat pelayanan D berarti mendekati arus lalu lintas tidak stabil dan kecepatan rendah. Sedangkan pada jam sibuk siang sampai malam menunjukkan tingkat pelayanan jalan kelas F artinya arus sudah terhambat, kecepatan kendaraan rendah, volume lalu lintas di atas kapasitas jalan, kendaraaan banyak berhenti. Grafik tingkat pelayanan jalan dapat dilihat pada gambar 2. 3600 3500 3400 Sedangkan parameter Debu (SPM), SO2, CO dan O3 memiliki nilai di bawah baku mutu tetapi menunjukkan pola perubahan yang meningkat. 3300 3200 3100 3000 Analisis Data 2900 Hasil analisis tingkat pelayanan jalan menunjukkan sudah tidak ada lagi arus jalan yang lancar, volume lalu lintas rendah dan kendaraan tidak dapat dikemudikan dengan kecepatan tinggi. Arus lalu lintas stabil dengan kecepatan terbatas serta volume sesuai untuk jalan luar kota hanya pada jam sibuk malam 2800 Kajian Perubahan Tingkat … (Rina Marina Masri, dkk) 2700 Pagi Siang Bojong Koneng Sore Malam Kapasitas Gambar 2. Tingkat Pelayanan Jalan CikutraBojongkoneng 121 Tingkat Pelayanan Ruas Jalan PPH Mustopa-Cimuncang Ruas jalan PPH.Mustopa-Cikutra pada jam sibuk pagi sampai malam menunjukkan tingkat pelayanan jalan kelas F artinya arus sudah terhambat, kecepatan kendaraan rendah, volume lalu lintas di bawah kapasitas jalan dan kendaraan banyak berhenti. Tingkat pelayanan jalan di ruas jalan PPH. Mustopa-Cimuncang dapat dilihat pada gambar 3. 5000 4000 3000 2000 Tingkat Pelayanan Ruas Jalan PPH. Mustopa-Jatihandap Ruas jalan PPH.Mustopa-Jatihandap pada jam sibuk pagi dan sore menunjukkan tingkat pelayanan jalan F artinya arus sudah terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas dan kendaraaan banyak berhenti. Pada jam sibuk malam tingkat pelayanan D berarti mendekati arus lalu lintas tidak stabil dan kecepatan rendah. Dan pada jam sibuk siang menunjukkan tingkat pelayanan jalan E artinya arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan rendah dan volume mendekati kapasitas. 1000 0 Pagi Siang Sore Cimuncang Malam Kapasitas Gambar 3. Tingkat Pelayanan Jalan PPH Mustopha-Cimuncang Tingkat Pelayanan Ruas Jalan PPH.Mustopa-Padasuka Ruas jalan PPH.Mustopa-Padasuka pada jam sibuk pagi dan sore menunjukkan tingkat pelayanan jalan F artinya arus sudah terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas dan kendaraaan banyak berhenti. Pada jam sibuk malam tingkat pelayanan D berarti mendekati arus lalu lintas tidak stabil dan kecepatan rendah. Tingkat pelayanan jalan di ruas jalan PPH. MustopaPadasuka dapat dilihat pada gambar 4. 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Pagi Siang Padasuka Sore Gambar 5. Tingkat Pelayanan Jalan PPH Mustopha-Jatihandap Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Raya Ujung Berung-Cilengkrang Hasil analisis menunjukkan ruas jalan Raya Ujungberung-Cilengkrang pada jam sibuk pagi, siang dan malam tingkat pelayanan jalan adalah kelas C yang berarti arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dipengaruhi oleh lalu lintas dan volume masih sesuai untuk jalan kota. Sedangkan pada jam sibuk sore ada penurunan menjadi kelas D berarti ruas jalan mendekati arus lalu lintas tidak stabil dan kecepatan kendaraan rendah. Malam Kapasitas Gambar 4. Tingkat Pelayanan Jalan PPH Mustopha-Padasuka 122 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 P agi Si ang Ci l engkr ang Sor e M al am K apasi t as Gambar 6. Tingkat Pelayanan Jalan Raya Ujung Berung-Cilengkrang Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Lembang-Setiabudhi Pada jam sibuk pagi, ruas jalan Lembang-Setiabudhi tingkat pelayanan jalan adalah kelas C yang berarti arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dipengaruhi oleh lalu lintas dan volume masih sesuai untuk jalan kota. Pada jam sibuk siang meningkat menjadi kelas E dimana arus tidak stabil, kecepatan kendaraan rendah dan volume mendekati kapasitas. Sedangkan tingkat pelayanan jalan, pada jam sibuk sore menjadi kelas F artinya arus sudah terhambat, kecepatan rendah, volume di bawah kapasitas dan kendaraaan banyak berhenti. Arus lalu lintas kembali stabil dengan kecepatan terbatas serta volume sesuai untuk jalan luar kota hanya pada jam sibuk malam di ruas jalan Lembang- Setiabudhi (kelas tingkat pelayanan B). Pola fluktuasi tingkat pelayanan dari semua ruas jalan hampir mendekati pola yang sama dengan adanya waktu jam puncak pagi, siang, sore dan malam. Pada jam sibuk pagi, ruas jalan Lembang- Setiabudhi dan Raya Ujung Berung-Cilengkrang tingkat pelayanan jalan adalah kelas C yang berarti arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dipengaruhi oleh lalu lintas dan volume masih sesuai untuk jalan kota. Pada ruas persimpangan antara Cikutra-Bojongkoneng menunjukkan tingkat pelayanan D berarti mendekati arus lalu lintas tidak stabil dan kecepatan rendah. Pada ruas jalan PPH. Mustopa-Jatihandap tingkat pelayanan jalan E artinya arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan rendah dan volume mendekati kapasitas. Sedangkan di ruas jalan PPH Mustopa-Cimuncang dan PPH Padasuka tingkat pelayanan jalan F artinya arus sudah terhambat, kecepatan rendah, volume di bawah kapasitas dan kendaraaan banyak berhenti. Gambar pola fluktuasi tingkat pelayanan jalan dapat dilihat pada Gambar 8. 1.6 1.4 1.2 1 4500 4000 0.8 3500 0.6 3000 2500 0.4 2000 0.2 1500 1000 0 Pagi 500 Siang Sore Malam 0 Pagi Siang Lembang Sore Malam Bojong Koneng Cimuncang Padasuka Jatihandap Cilengkrang Lembang Kapasitas Gambar 7. Tingkat Pelayanan Jalan Raya Lembang-Setiabudhi Kajian Perubahan Tingkat … (Rina Marina Masri, dkk) Gambar 8. Pola fluktuasi Tingkat Pelayanan Jalan Kawasan Bandung Utara 123 Pola Perubahan Volume Lalu Lintas Pola Perubahan tingkat pelayanan jalan akibat penambahan bangkitan lalulintas diprediksi dengan menggunakan Powersim 2,5C. Tambahan bangkitan lalu lintas menunjukkan bahwa di ruas jalan seputar Kecamatan Cimenyan Kawasan Bandung Utara terbesar dibandingkan dengan Kecamatan Cilengkrang dan Lembang. Jalan sudah melampaui kapasitas jalan yang ada, sehingga tingkat pelayanan jalan di masing-masing ruas jalan di ketiga kecamatan tersebut mengalami penurunan dan menyebabkan kemacetan lalu lintas serta ketidaknyamanan para pengguna jalan. Perubahan Volume Lalu Lintas 8,000 7,000 4 6,000 1 6 4 5,000 3 6 4,000 14 2 3,000 3 16 6 2 5 2 3 4 1 2 35 1 5 2 6 Kapasitas_Jalan_Cimenyan_ Kapasitas_Jalan_Cilengkrang Kapasitas_Jalan_Lembang Volume_LL_Cimenyan Volume_LL_Cilengkrang Volume_LL_Lembang 5 2,000 3 6 9 12 Time Gambar 9. Pola Perubahan Volume Lalu Lintas Pola Perubahan Kualitas Udara Pola perubahan kualitas udara menunjukkan parameter kebisingan, debu, Pb mengalami kenaikan. Parameter CO, NOx, O3 dan HC memiliki pola turun naik sedangkan parameter SO2 menunjukkan pola menurun. Nilai kebisingan di atas baku mutu untuk kawasan perumahan. Hal ini disebabkan tidak seimbangnya pertumbuhan luas jalan dan jumlah kendaraan dan banyaknya persimpangan jalan dan lampu lalu lintas serta pertemuan jalan yang sempit dan lebar di sepanjang ruas jalan PPH. Mustopa- Padasuka. 124 Parameter debu memiliki kecenderungan pola meningkat. Partikulat ini dihasilkan akibat proses mekanis yang dapat menghasilkan abu dari pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna dari kendaraan. Kontribusi sumber transportasi dalam mengemisikan partikulat lebih dari 51% total emisi partikulat dan sisanya dari aktifitas lain. Parameter Hidrokarbon memiliki nilai di atas baku mutu, merupakan pencemar utama yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dari padatnya lalu lintas di sepanjang ruas jalan Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 PPH.Mustopa-Padasuka. NOx memiliki nilai diatas baku mutu, O3 memiliki pola perubahan naik karena memiliki laju kenaikan yang tinggi sedangkan hasil pengukuran parameter SO2 sedangkan menunjukkan pola menurun. Model Dinamis Dampak Pembangunan Perumahan Terhadap Lingkungan Kajian perubahan lingkungan akibat pembangunan perumahan menghasilkan model diagram alir dengan pola hubungan: Penduduk-Kebutuhan Lahan Perumahan Lalu Lintas-Pencemaran Udara-Kesehatan Lingkungan-Penduduk. Pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara menimbulkan bangkitan pergerakan penduduk, yang berakibat bertambahnya volume lalu lintas di ruas jalan. Selain menyebabkan kemacetan dan penurunan tingkat pelayanan jalan, berdampak pula pada meningkatnya pencemaran udara. Pencemaran udara yang tinggi menyebabkan menurunnya kesehatan penduduk. Gambar 10. Model Diagram Alir Hasil simulasi model menunjukkan pertambahan jumlah penduduk yang meningkat dari 7751 orang (1995) menjadi 29.549 orang (2032), jumlah penduduk 190.660 orang (1995) menjadi 782.507 orang (2032). Indek kualitas udara (IKU) akan mengalami penurunan dari 75,35 (1995) menjadi 2,51 (2031) dan 0 (2032). Kajian Perubahan Tingkat … (Rina Marina Masri, dkk) Indek kualitas udara (IKU) dipengaruhi oleh jumlah lalu lintas. Semakin tinggi jumlah lalu lintas maka semakin tinggi emisi gas buang kendaraan. Semakin tercemar udara maka indek kualitas udara semakin menurun. Penurunan indek kualitas udara disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan. 125 Gambar 11. Pola Pengaruh Jumlah Lalu Lintas Terhadap Indeks Kualitas Udara Indeks kualitas udara menurun berdampak pada menurunnya indeks kesehatan lingkungan udara. Menurunnya indeks kesehatan lingkungan udara berdampak pada meningkatnya jumlah kematian. Indeks kesehatan lingkungan udara akan menurun dari 48,98 (1995) menjadi 0 (2032). Indek kualitas lingkungan udara dipengaruhi oleh indeks kualitas udara juga dipengaruhi oleh bobot pencemaran udara. Jumlah kematian dini akibat pencemaran udara bertambah dari 1 orang (1995) menjadi 4 orang (2045). Semakin tercemar udara akibat emisi gas buang kendaraan maka semakin besar jumlah kematian dini akibat pencemaran udara. Jumlah Kematian Dini Akibat Pencemaran Udara Jumlah Kematian (orang) Nilai Indeks Kesehatan Lingkungan Udara Indeks Kesehat an Lingkungan Udara 40 30 20 10 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0 2,000 2,010 2,020 Tahun 2,030 2,040 2,000 2,010 2,020 2,030 2,040 Tahun Gambar 12. Pola Pengaruh Indeks Kesehatan Udara terhadap Pertambahan Jumlah Kematian Dini Akibat Pencemaran Udara 126 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Akibat Pembangunan Perumahan Alternatif solusi terhadap dampak lalu lintas yang timbul dari pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara yang terbagi menjadi dua bagian yaitu penambahan jumlah lajur jalan dan penambahan lebar jalan di tiap ruas jalan. Tabel 5. Alternatif Kebijakan Penambahan Lajur dan Lebar Jalan Ruas Jalan Jumlah Lajur Lebar Jalan Bojong 1 4 Koneng 1 5 Cimuncang 2 5 Padasuka 2 6 Jatihandap 1 3 Cilengkrang 1 4 Lembang KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. 2. 3. Pembangunan perumahan di Kawasan Bandung Utara berdampak pada meningkatnya volume lalu lintas dan menurunnya kinerja jalan di sepanjang koridor jalan Lembang –Cimenyan – Cilengkrang dengan kategori D,E,F (>0,85). Indek Kualitas Udara (IKU) akan mengalami penurunan dari 75,35 dan 0 (2032). Indeks Kesehatan Lingkungan Udara (IKLU) menurun dari 48,98 (1995) menjadi 0 (2032) dan meningkatkan jumlah kematian dini akibat pencemaran udara dari 1 orang menjadi 4 orang. Pengelolaan lingkungan Kawasan Bandung Utara dapat berhasil dengan baik jika Pemerintah Daerah memprioritaskan kebijakan perbaikan tingkat pelayanan jalan dengan meningkatkan kapasitas jalan, rasio volume dan kecepatan kendaraan Kajian Perubahan Tingkat … (Rina Marina Masri, dkk) melalui penambahan lajur jalan dan lebar jalan. Saran 1. 2. Peningkatan kinerja tingkatpelayanan jalan membutuhkan penataan ulang rute dan kapasitas jalan. Pengembangan bidang lingkungan dan transportasi dengan simulasi sistem dinamis sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan datadata sekunder secara berseri sebagai pembanding yang lebih lengkap dan akurat. DAFTAR PUSTAKA Amien, M. 1992. Studi Tipologi Kabupaten. Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Ujung Pandang. Bappeda Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, 2002-2005. Basis Data Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung 2002-2005, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Barlowe, R. 1978. Land Resource Economics. Prentice-Hall Inc. New Jersey. Canter, W.L. 1981. Handbook of Variable for Environmental Impact Assessment. Ann Arbor Science. Michigan. Chavarria, S.2002. Transportation System Management in Champaign, Illinois. Department of Urban and Regional Planning University of Illinois. Urbana Champaign: pp1-7. 6. Ditjen Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan. Jakarta. Gordon, G. 1989. System Simulation. Prentice-Hall, New Delhi. IndiaGrant. W.E., E.K. Pedersen and S.L. Marin. 1998. Ecology and Natural Resource 127 Management : System Analysis and Simulation. John Wiley and Sons, Inc. Canada. Hartrisari,2007. Sistem Dinamik : Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan lingkungan .Seameo Biotrop, Bogor. Muhammadi, E. Aminullah dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis, UMJ Press. Jakarta. Suratmo, F.G. 2002. Analisis Mengenai Dampak lingkungan. Gadjahmada University Press. Jogyakarta. 128 Tamin, O.Z. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Jakarta _____ 2005. Beberapa Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan di Kota-kota Besar Indonesia. URDI. 4. URDI. Jakarta. Tim Penyusun Agenda 21 Sektoral, 2001, Agenda Permukiman untuk Pengembangan Kualitas Hidup Berkelanjutan, KLH, Jakarta Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 2 Juli 2008