ISSN 1693-7945 Vol.VII No.3B Juni 2016 PERBANDINGAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODELPEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Oleh: Rosyadi FKIP Universitas Wiralodra Indramayu, Jawa Barat ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),dan Untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa yang lebih baik antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Populasi dari penelitian ini adalah kelas VIII SMP Negeri 1 Balongan tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah 264 siswa. Dengan teknik simple random sampling terpilih 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas VIII D sebagai kelas eksperimen I yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan kelas VIII G sebagai kelas eksperimen II yang pembelajarannya menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen I adalah 25,477 dan nilai rata-rata kelas eksperimen II adalah 22,722. Kemudian dengan menggunakan uji t diperoleh thitung = 2,04 dan dari tabel diperoleh ttabel = 1,99 dengan taraf signifikansi (α) = 0,05 dan dk = 38 + 36 – 2 = 72. Karena thitung > ttabel maka H0 ditolak. Artinya Kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada yang memperoleh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata kunci: Perbandingan, Kecerdasan Logis Matematis Siswa, Problem Based Learning (PBL), Contextual Teaching and Learning (CTL). PENDAHULUAN Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dalam standar isi bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Berarti dapat disimpulkan bahwa pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sehingga dapat berguna untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Pendidikan tidak terbatas dalam waktu dan tempat namun dalam hal ini pendidikan yang dimaksud bukan bersifat informal melainkan bersifat formal meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa di sekolah, khususnya pada mata pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Dalam perkembangannya, matematika berperan sebagai alat yang efisien dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari dari yang sederhana sampai ke yang kompleks. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamzah B. Uno ISSN 1693-7945 Vol.VII No.3B Juni 2016 (2010: 109) bahwa Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah dengan bantuan matematika, karena ilmu matematika memberikan kebenaran beradasarkan alasan logis dan sistematis. Disamping itu, matematika dapat memudahkan dalam pemecahan masalah karena proses kerja matematika dilalui secara berurut yang meliputi tahap obsevasi, menebak, menguji hipotesis, mencari analogi, dan akhirnya merumuskan teorema. Matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan dimulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan perguruan tinggi sebagai sarana untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika menjadi harapan semua pihak khususnya guru matematika namun kenyataannya keberhasilan siswa dalam mata pelajaran tersebut tergolong sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari pemeringkatan Programme for International Student Assessment (PISA) terakhir, kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah. Indonesia menempati peringkat ke 61 dari 65 negara peserta pemeringkatan. PISA merupakan studi literasi yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas IX SMP dan Kelas X SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy). Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kemampuan matematika siswa di Indonesia masih menduduki peringkat sangat rendah. Padahal matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang mempunyai peranan penting dalam membentuk pendidikan yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan Cockroft yang dikutip Hamzah B. Uno (2010: 108) bahwa, “Matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari, bagi sains, perdagangan dan industri, dan karena matematika menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang sangat singkat dan tidak ambigius serta berfungsi sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi”. Ditengah pentingnya peranan matematika, bagi kebanyakan siswa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disenangi dan dianggap paling sulit dipelajari, baik oleh siswa tingkat dasar, menengah maupun atas. Hal ini sejalan menurut E. T Ruseffendi (2006: 157) menyatakan bahwa, banyak konsep matematika yang difahami secara keliru. Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan banyak memperdayakan. Anggapan seperti itu akan menimbulkan perasaan takut, tidak suka, tidak berminat, bahkan benci terhadap matematika dan akhirnya akan membuang semua potensi serta semangat dan minat belajar. Hal ini tentunya akan mengakibatkan keberhasilan belajar matematika siswa menjadi kurang maksimal. Kurang maksimalnya hasil belajar matematika siswa ini tidak bisa dilihat dari salah satu faktor saja, melainkan banyak faktor yang satu sama lain saling berpengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar matematika dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri. Sementara faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Menurut Shoimatul Ula (2013: 18) menyatakan bahwa faktor intern dibagi menjadi dua macam yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis terdiri dari kondisi fisiologis dan kondisi pancaindra, sedangkan untuk faktor psikologis terdiri dari kemampuan kognitif, kecerdasan, minat, bakat, motivasi dan perhatian. Faktor ektern dibagi menjadi dua macam yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya, sedangkan faktor instrumental terdiri dari kurikulum, program (model pembelajaran), guru, serta sarana dan fasilitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu kecerdasan Seseorang yang kecerdasannya tinggi, akan mudah mempelajari sesuatu. Ia akan mendapatkan kemudahan dalam proses belajar dan ISSN 1693-7945 Vol.VII No.3B Juni 2016 konsekuensinya hasil belajar yang diperolehnya akan optimal dibandingkan seseorang yang kecerdasannya kurang. Menurut Howard Gardner yang dikutip oleh Shoimatul Ula (2013: 87) menyatakan bahwa manusia memiliki sembilan jenis kecerdasan yaitu, 1) kecerdasan linguisitik; 2) kecerdasan logis matematis; 3) kecerdasan ruang visual; 4) kecerdasan kinestetik-badani; 5) kecerdasan musikal; 6) kecerdasan interpersonal; 7) kecerdasan intrapersonaal; 8) kecerdasan naturalistik; 9) kecerdasan eksistensial. Dalam penelitian ini, penulis berfokus kepada satu jenis kecerdasan yaitu kecerdasan logis matematis. Menurut Gardner yang dikutip Hamzah B.Uno (2010: 100) menyatakan bahwa, “Kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan yang berkaitan dengan berhitung atau menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pelajaran matematika dan kecerdasan logis matematis saling berkaitan tetapi kebanyakan guru belum mengetahui cara untuk mengembangkan kecerdasan logis matematis siswa. Menurut pendapat Hamzah B. Uno (2010: 102) bahwa pembelajaran logis matematis di sekolah dapat dikembangkan dengan baik, jika guru memiliki komitmen untuk menerapkan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kecerdasan logis matematis tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membangun diskusi dengan siswa tentang berbagai kesulitan yang mereka hadapi dalam belajar matematika. Diskusi tersebut bukan saja dapat memberikan masukan kepada guru tentang strategi apa yang paling tepat dapat diterapkan dalam pembelajaran, tetapi juga guru dapat melihat berbagai konsep atau topik yang perlu dioptimalkan siswa. Dalam hal pembelajaran, saatnya menggunakan paradigma pengoptimalan siswa, baik potensi intelektual maupun fisik. Mereka harus menjadi pelajar yang aktif, berani ditantang untuk menerapkan pengetahuan utama dan pengalaman baru mereka agar dapat memecahkan suatu masalah. Berbagai model pembelajaran harus mendorong siswa dalam proses pembelajaran, bukan sekedar mentransfer informasi kepada siswa. Oleh karena itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan siswa untuk mengkontruksikan pengetahuan dalam proses kognitifnya. Model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Rusmono (2012: 78), Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah yang dihadapi siswa terkait situasi nyata dengan kondisi yang diharapkan. Masalah yang dimaksud bersifat nyata atau sesuatu yang menjadi pertanyaan-pertanyaan pelik bagi siswa. Menurut Riyanto (2014: 159) menyatakan bahwa, Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut (a) bagaimana kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL); (b) bagaimana kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL; (c) manakah kecerdasan logis matematis siswa yang lebih baik antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). METODELOGI PENELITIAN Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan model eksperimen dengan memberikan perlakuan. Menurut Sugiyono (2009: 107) metode eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang dapat digunakan untuk mencari pengaruh ISSN 1693-7945 Vol.VII No.3B Juni 2016 perlakuan terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Menurut Nazir (2011: 226) perlakuan (dalam bahasa Inggris disebut treatment) adalah suatu set khusus yang dikenakan atau yang dilakukan terhadap sebuah unit percobaan dalam batas-batas desain yang digunakan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini memerlukan dua kelas yaitu kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Kelas eksperimen I yaitu kelas yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sedangkan kelas eksperimen II yaitu kelas yang pembelajarannya menggunakan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Desain penelitian yang digunakan adalah: R: X1 O R: X2 O Keterangan: R : Sampel acak X1 : Perlakuan untuk kelas eksperimen I (Kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) X2 : Perlakuan untuk kelas eksperimen II (Kelas yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) O : Pemberian tes akhir (post test) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecerdasan logis matematis. Setelah dilakukan pembelajaran kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan kelas yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) diberikan soal-soal yang sama yang mengacu ke Indikator materi sebagai berikut (1) menghitung luas pemukaan kubus; (2) menghitung luas permukaan balok; (3) menghitung voleme kubus; (4) menghitung vulume balok; (5) menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan volume balok; dan (6) menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan volume kubus dan volume balok. Sugiyono (2009: 148) menyatakan bahwa, “Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian”. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini maka dibuatlah instrumen. Adapun instrumen dalam penelitian ini yaitu instrumen berupa tes dalam bentuk uraian, hal ini dikarenakan menggunakan tes uraian dapat mengukur ketelitian dan langkah-langkah menjawab soal. Tes diberikan dengan tujuan mendapatkan data untuk dianalisis dan diolah sehingga akan mendapatkan gambaran yang jelas dari masalah yang diteliti dan juga untuk mengukur hasil belajar kognitif yaitu pengetahuan dan pemahaman setelah dilakukan perlakuan yang berbeda. Instrumen berupa tes akhir yang dilakukan setelah mendapatkan perlakuan. Agar penelitian ini memperoleh kesimpulan dan data yang benar, dibutuhkan instrumen yang baik yaitu valid dan reliabel. Untuk mengukur ketepatan (validitas) dan keajegan (reliabilitas) instrumen tes tersebut, sebelumnya dilakukan uji coba instrumen terhadap siswa kelas IX SMP Negeri 1 Pasekan yang telah memperoleh pembelajaran tentang Bangun Ruang Sisi Datar. Untuk menjawab rumusan masalah no. 1 dan 2 adalah dengan menggunakan statistik deskriptif. Menurut Sugiyono (2009: 207) bahwa, “Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum”. Dalam penelitian ini untuk menggambarkan data yang diperoleh digunakan statistik deskriptif. Deskripsi kecerdasan logis matematis akan ditunjukkan dengan (1) ISSN 1693-7945 Vol.VII No.3B Juni 2016 Menyusun daftar distribusi frekuensi; (2) membuat histogram; (3) menentukan rata-rata skor; dan (4) menentukan standar deviasi. Untuk menjawab rumusan masalah no. 3 adalah dengan menggunakan statistik inferensial Uji kesamaan dua rata-rata. Menurut Sugiyono (2009: 209) bahwa, statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setelah diperoleh data hasil post-test, kemudian dilakukan pengolahan data, diperoleh kecerdasan logis matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai kelas eksperimen I dan yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai kelas eksperimen II, dideskripsikan dengan tabel distribusi frekuensi dan histogram berikut: ISSN 1693-7945 Vol.VII No.3B Juni 2016 Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen I Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen II Untuk menunjukan perkembangan dan perbedaan suatu keadaan data secara visual antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, dapat dilihat pada histogram berikut ini: Gambar 1. Histogram Kecerdasan Logis Matematis Kelas Eksperimen I Dari daftar distribusi frekuensi dan histogram kelas eksperimen I di atas dengan jumlah 38 siswa, dapat dilihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa kelas ekperimen I memiliki skor Vol.VII No.3B Juni 2016 ISSN 1693-7945 terkecil berada pada interval 13 – 16 yaitu sebanyak 4 siswa, skor terbesar pada interval 33 – 36 sebanyak 5 siswa, dan frekuensi terbanyak berada pada interval 21 – 24 yaitu sebanyak 10 siswa. Gambar 2. Histogram Kecerdasan Logis Matematis Kelas Eksperimen II Dari daftar distribusi frekuensi dan histogram kelas eksperimen II di atas dengan jumlah 36 siswa, dapat dilihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa kelas ekperimen II memiliki skor terkecil berada pada interval 12 – 15 yaitu sebanyak 4 siswa, skor terbesar pada interval 32 – 35 sebanyak 2 siswa, dan frekeunsi terbanyak berada pada interval 24 – 27 yaitu sebanyak 12 siswa. Tabel 3. Data Perbedaan Hasil Tes Akhir Dari tabel 3 di atas menunjukan bahwa rata-rata kecerdasan logis matematis siswa pada kelas eksperimen I adalah 25,477, varians 36,051, dan simpangan baku 6,004. Sedangkan rata-rata kecerdasan logis matematis kelas eksperimen II adalah 22,722, varians 30,006, dan simpangan baku 5,478. Berdasarkan skor rata-rata yang diperoleh dapat dikatakan skor rata-rata kecerdasan logis matematis siswa pada kelas eksperimen I lebih tinggi dari skor rata-rata kelas eksperimen II. Tetapi perbedaan tersebut belum menjawab manakah kecerdasan logis matematis siswa yang lebih baik antara yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dari hasil uji analisis diketahui sebaran data berdistribusi normal dan variansnya homogen, maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan uji-t untuk menguji perbedaan dua rata-rata. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa manakah yang lebih baik antara yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Hipotesis yang diajukan adalah kecerdasan logis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Vol.VII No.3B Juni 2016 ISSN 1693-7945 Tabel 4. Data Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Berdasarkan table 4 di atas terlihat bahwa uji perbedaan dua rata-rata diperoleh thitung2,04. Pada taraf signifikan α 0,05 dan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2 = 38 + 36 – 2 = 72 diperoleh ttabel1,99. Karena thitung >ttabel maka Ho ditolak. Berarti dapat disimpulkan kecerdasan logis matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari siswa yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Hasil penelitian yang dilaksanakan dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat merangsang dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah. Hal ini dapat meningkatkan pengetahuan secara langsung dan pemecahan suatu masalah sehingga dapat membantu tujuan pembelajaran secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Imas Kurniasih dan Berlin Sari (2014: 75) yang menyatakan bahwa, “Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar”. Sedangkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran dan melihat keterkaitan antara materi dengan kehidupan nyata sehingga dapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa, melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif serta mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Hal ini sejalan dengan pendapat Agus Suprijono (2013: 82) yang menyatakan bahwa, contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tingkat tinggi. Pembelajaran ini melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, dan memecahkan masalah. Dengan demikian hasil penelitian mengenai model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang telah dilakukan penulis sejalan dengan teori. Setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada kelas eksperimen I dan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen II terlihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa pada kelas eksperimen I lebih baik daripada kelas eksperimen II. Hal ini terlihat dari hasil penelitian dan pengolahan data tes akhir diperoleh skor rata-rata kelas eksperimen I yaitu 25,477 dan rata-rata kelas eksperimen II yaitu 22,722. Kemudian dari hasil uji-t kedua kelas diperoleh nilai thitung 2,04 dan pada taraf siginfikan 0,05 diperoleh ttabel 1,99. Hal ini menunjukkan thitung ttabel, berdasarkan kriteria pengujian hipotesis maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada kecerdasan logis matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan sebagai berikut (1) pada kelas eksperimen I siswa yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning (PBL), setelah diberikan tes akhir didapat skor ratarata (x) = 25,477 dan simpangan baku = 6,004 dari skor ideal 37. Skor terkecil = 13 dan skor ISSN 1693-7945 Vol.VII No.3B Juni 2016 terbesar = 36 dari skor ideal 37; (2) pada kelas eksperimen II siswa yang pembelajarannya menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL), setelah diberikan tes akhir didapat skor rata-rata (x) = 22,722 dan simpangan baku = 5,478 dari skor ideal 37. Skor terkecil = 13 dan skor terbesar = 34 dari skor ideal 37; (3) kecerdasan logis matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari siswa yang pembelajarannya menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL). DAFTAR PUSTAKA Agus Suprijono. 2013. Cooperativ Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar E.T. Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Hamzah B Uno. 2010. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Imas Kurniasih dan Berlin Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena M. Nazir. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. 2007. Jakarta: Diperbanyak oleh BP Pustaka Karya Rusmono. 2012. Pendekatan Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu untuk Meningkatkan profesionalitas Guru. Bogor: Ghalia Indah Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta S. Shoimatul Ula. 2013. Revolusi Belajar. Yogyakarta: Ar – Ruzz Media Yatim Riyanto. 2014. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.