perbandingan kecerdasan logis matematis - E

advertisement
ISSN 1693-7945
Vol.VII No.3B Juni 2016
PERBANDINGAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA ANTARA
YANG MENGGUNAKAN MODELPEMBELAJARAN PROBLEM BASED
LEARNING (PBL) DAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
Oleh:
Rosyadi
FKIP Universitas Wiralodra Indramayu, Jawa Barat
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa
yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), untuk
mengetahui kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL),dan Untuk mengetahui kecerdasan logis
matematis siswa yang lebih baik antara siswa yang memperoleh model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) dengan Contextual Teaching and Learning (CTL).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Populasi dari
penelitian ini adalah kelas VIII SMP Negeri 1 Balongan tahun pelajaran 2014/2015
dengan jumlah 264 siswa. Dengan teknik simple random sampling terpilih 2 kelas
sebagai sampel yaitu kelas VIII D sebagai kelas eksperimen I yang pembelajarannya
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan kelas VIII G sebagai kelas
eksperimen II yang pembelajarannya menggunakan model Contextual Teaching and
Learning (CTL).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kelas
eksperimen I adalah 25,477 dan nilai rata-rata kelas eksperimen II adalah 22,722.
Kemudian dengan menggunakan uji t diperoleh thitung = 2,04 dan dari tabel diperoleh
ttabel = 1,99 dengan taraf signifikansi (α) = 0,05 dan dk = 38 + 36 – 2 = 72. Karena thitung
> ttabel maka H0 ditolak. Artinya Kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada yang
memperoleh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Kata kunci: Perbandingan, Kecerdasan Logis Matematis Siswa, Problem Based
Learning (PBL), Contextual Teaching and Learning (CTL).
PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dalam
standar isi bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab. Berarti dapat disimpulkan bahwa pendidikan bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berkualitas sehingga dapat berguna untuk masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pendidikan tidak terbatas dalam waktu dan tempat namun dalam hal ini pendidikan yang
dimaksud bukan bersifat informal melainkan bersifat formal meliputi proses belajar
mengajar yang melibatkan guru dan siswa di sekolah, khususnya pada mata pelajaran
matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang merupakan bagian
dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Dalam perkembangannya, matematika berperan
sebagai alat yang efisien dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari dari yang
sederhana sampai ke yang kompleks. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamzah B. Uno
ISSN 1693-7945
Vol.VII No.3B Juni 2016
(2010: 109) bahwa Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah dengan bantuan
matematika, karena ilmu matematika memberikan kebenaran beradasarkan alasan logis
dan sistematis. Disamping itu, matematika dapat memudahkan dalam pemecahan
masalah karena proses kerja matematika dilalui secara berurut yang meliputi tahap
obsevasi, menebak, menguji hipotesis, mencari analogi, dan akhirnya merumuskan
teorema.
Matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan dimulai dari tingkat Taman
Kanak-kanak (TK) sampai dengan perguruan tinggi sebagai sarana untuk menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama
(SMP), keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika menjadi harapan semua
pihak khususnya guru matematika namun kenyataannya keberhasilan siswa dalam mata
pelajaran tersebut tergolong sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari pemeringkatan
Programme for International Student Assessment (PISA) terakhir, kemampuan literasi
matematika siswa Indonesia sangat rendah. Indonesia menempati peringkat ke 61 dari 65
negara peserta pemeringkatan. PISA merupakan studi literasi yang bertujuan untuk
meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas IX SMP dan Kelas
X SMA) dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan
sains (scientific literacy).
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kemampuan matematika siswa di
Indonesia masih menduduki peringkat sangat rendah. Padahal matematika merupakan
salah satu mata pelajaran di sekolah yang mempunyai peranan penting dalam membentuk
pendidikan yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan Cockroft yang dikutip Hamzah B.
Uno (2010: 108) bahwa, “Matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan
sehari-hari, bagi sains, perdagangan dan industri, dan karena matematika menyediakan
suatu daya, alat komunikasi yang sangat singkat dan tidak ambigius serta berfungsi
sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi”. Ditengah pentingnya peranan
matematika, bagi kebanyakan siswa matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang tidak disenangi dan dianggap paling sulit dipelajari, baik oleh siswa tingkat dasar,
menengah maupun atas. Hal ini sejalan menurut E. T Ruseffendi (2006: 157) menyatakan
bahwa, banyak konsep matematika yang difahami secara keliru. Matematika dianggap
sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan banyak memperdayakan. Anggapan seperti itu akan
menimbulkan perasaan takut, tidak suka, tidak berminat, bahkan benci terhadap
matematika dan akhirnya akan membuang semua potensi serta semangat dan minat
belajar. Hal ini tentunya akan mengakibatkan keberhasilan belajar matematika siswa
menjadi kurang maksimal.
Kurang maksimalnya hasil belajar matematika siswa ini tidak bisa dilihat dari
salah satu faktor saja, melainkan banyak faktor yang satu sama lain saling berpengaruh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar matematika dapat digolongkan
menjadi dua kategori, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor
yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri. Sementara faktor ekstern adalah faktor
yang ada diluar individu. Menurut Shoimatul Ula (2013: 18) menyatakan bahwa faktor
intern dibagi menjadi dua macam yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor
fisiologis terdiri dari kondisi fisiologis dan kondisi pancaindra, sedangkan untuk faktor
psikologis terdiri dari kemampuan kognitif, kecerdasan, minat, bakat, motivasi dan
perhatian. Faktor ektern dibagi menjadi dua macam yaitu faktor lingkungan dan faktor
instrumental. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sosial
budaya, sedangkan faktor instrumental terdiri dari kurikulum, program (model
pembelajaran), guru, serta sarana dan fasilitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi
hasil belajar yaitu kecerdasan Seseorang yang kecerdasannya tinggi, akan mudah
mempelajari sesuatu. Ia akan mendapatkan kemudahan dalam proses belajar dan
ISSN 1693-7945
Vol.VII No.3B Juni 2016
konsekuensinya hasil belajar yang diperolehnya akan optimal dibandingkan seseorang
yang kecerdasannya kurang. Menurut Howard Gardner yang dikutip oleh Shoimatul Ula
(2013: 87) menyatakan bahwa manusia memiliki sembilan jenis kecerdasan yaitu, 1)
kecerdasan linguisitik; 2) kecerdasan logis matematis; 3) kecerdasan ruang visual; 4)
kecerdasan kinestetik-badani; 5) kecerdasan musikal; 6) kecerdasan interpersonal; 7)
kecerdasan intrapersonaal; 8) kecerdasan naturalistik; 9) kecerdasan eksistensial.
Dalam penelitian ini, penulis berfokus kepada satu jenis kecerdasan yaitu
kecerdasan logis matematis. Menurut Gardner yang dikutip Hamzah B.Uno (2010: 100)
menyatakan bahwa, “Kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan yang berkaitan
dengan berhitung atau menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari”. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pelajaran matematika dan kecerdasan logis
matematis saling berkaitan tetapi kebanyakan guru belum mengetahui cara untuk
mengembangkan kecerdasan logis matematis siswa. Menurut pendapat Hamzah B. Uno
(2010: 102) bahwa pembelajaran logis matematis di sekolah dapat dikembangkan dengan
baik, jika guru memiliki komitmen untuk menerapkan pembelajaran yang bertujuan
mengembangkan kecerdasan logis matematis tersebut. Salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah dengan membangun diskusi dengan siswa tentang berbagai kesulitan
yang mereka hadapi dalam belajar matematika. Diskusi tersebut bukan saja dapat
memberikan masukan kepada guru tentang strategi apa yang paling tepat dapat
diterapkan dalam pembelajaran, tetapi juga guru dapat melihat berbagai konsep atau
topik yang perlu dioptimalkan siswa. Dalam hal pembelajaran, saatnya menggunakan
paradigma pengoptimalan siswa, baik potensi intelektual maupun fisik. Mereka harus
menjadi pelajar yang aktif, berani ditantang untuk menerapkan pengetahuan utama dan
pengalaman baru mereka agar dapat memecahkan suatu masalah.
Berbagai model pembelajaran harus mendorong siswa dalam proses
pembelajaran, bukan sekedar mentransfer informasi kepada siswa. Oleh karena itu
pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan siswa untuk
mengkontruksikan pengetahuan dalam proses kognitifnya. Model pembelajaran yang
dapat digunakan diantaranya model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Rusmono
(2012: 78), Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang
berdasar pada masalah-masalah yang dihadapi siswa terkait situasi nyata dengan kondisi
yang diharapkan. Masalah yang dimaksud bersifat nyata atau sesuatu yang menjadi
pertanyaan-pertanyaan pelik bagi siswa. Menurut Riyanto (2014: 159) menyatakan
bahwa, Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut (a) bagaimana kecerdasan logis matematis siswa yang
memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL); (b) bagaimana
kecerdasan logis matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL; (c) manakah kecerdasan logis matematis siswa yang lebih
baik antara siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dengan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
METODELOGI PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan model eksperimen dengan
memberikan perlakuan. Menurut Sugiyono (2009: 107) metode eksperimen dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang dapat digunakan untuk mencari pengaruh
ISSN 1693-7945
Vol.VII No.3B Juni 2016
perlakuan terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Menurut Nazir (2011:
226) perlakuan (dalam bahasa Inggris disebut treatment) adalah suatu set khusus yang
dikenakan atau yang dilakukan terhadap sebuah unit percobaan dalam batas-batas desain
yang digunakan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini memerlukan dua kelas
yaitu kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Kelas eksperimen I yaitu kelas yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
sedangkan kelas eksperimen II yaitu kelas yang pembelajarannya menggunakan
menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Desain penelitian yang digunakan adalah:
R: X1 O
R: X2 O
Keterangan:
R : Sampel acak
X1 : Perlakuan untuk kelas eksperimen I (Kelas yang menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL)
X2 : Perlakuan untuk kelas eksperimen II (Kelas yang menggunakan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL)
O : Pemberian tes akhir (post test)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. Sedangkan
variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecerdasan logis matematis. Setelah
dilakukan pembelajaran kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dan kelas yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) diberikan soal-soal yang sama yang mengacu ke Indikator materi
sebagai berikut (1) menghitung luas pemukaan kubus; (2) menghitung luas permukaan
balok; (3) menghitung voleme kubus; (4) menghitung vulume balok; (5) menyelesaikan
masalah sehari-hari yang berkaitan dengan volume balok; dan (6) menyelesaikan
masalah sehari-hari yang berkaitan dengan volume kubus dan volume balok.
Sugiyono (2009: 148) menyatakan bahwa, “Instrumen penelitian adalah suatu
alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara
spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian”. Oleh karena itu, sebagai upaya
untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji
melalui penelitian ini maka dibuatlah instrumen. Adapun instrumen dalam penelitian ini
yaitu instrumen berupa tes dalam bentuk uraian, hal ini dikarenakan menggunakan tes
uraian dapat mengukur ketelitian dan langkah-langkah menjawab soal. Tes diberikan
dengan tujuan mendapatkan data untuk dianalisis dan diolah sehingga akan mendapatkan
gambaran yang jelas dari masalah yang diteliti dan juga untuk mengukur hasil belajar
kognitif yaitu pengetahuan dan pemahaman setelah dilakukan perlakuan yang berbeda.
Instrumen berupa tes akhir yang dilakukan setelah mendapatkan perlakuan. Agar
penelitian ini memperoleh kesimpulan dan data yang benar, dibutuhkan instrumen yang
baik yaitu valid dan reliabel. Untuk mengukur ketepatan (validitas) dan keajegan
(reliabilitas) instrumen tes tersebut, sebelumnya dilakukan uji coba instrumen terhadap
siswa kelas IX SMP Negeri 1 Pasekan yang telah memperoleh pembelajaran tentang
Bangun Ruang Sisi Datar. Untuk menjawab rumusan masalah no. 1 dan 2 adalah dengan
menggunakan statistik deskriptif. Menurut Sugiyono (2009: 207) bahwa, “Statistik
deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum”.
Dalam penelitian ini untuk menggambarkan data yang diperoleh digunakan
statistik deskriptif. Deskripsi kecerdasan logis matematis akan ditunjukkan dengan (1)
ISSN 1693-7945
Vol.VII No.3B Juni 2016
Menyusun daftar distribusi frekuensi; (2) membuat histogram; (3) menentukan rata-rata
skor; dan (4) menentukan standar deviasi. Untuk menjawab rumusan masalah no. 3
adalah dengan menggunakan statistik inferensial Uji kesamaan dua rata-rata. Menurut
Sugiyono (2009: 209) bahwa, statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan
untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah diperoleh data hasil post-test, kemudian dilakukan pengolahan data,
diperoleh kecerdasan logis matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) sebagai kelas eksperimen I dan yang menggunakan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai kelas eksperimen
II, dideskripsikan dengan
tabel distribusi frekuensi dan histogram berikut:
ISSN 1693-7945
Vol.VII No.3B Juni 2016
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen I
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen II
Untuk menunjukan perkembangan dan perbedaan suatu keadaan data secara visual antara kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II, dapat dilihat pada histogram berikut ini:
Gambar 1. Histogram Kecerdasan Logis Matematis
Kelas Eksperimen I
Dari daftar distribusi frekuensi dan histogram kelas eksperimen I di atas dengan jumlah 38
siswa, dapat dilihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa kelas ekperimen I memiliki skor
Vol.VII No.3B Juni 2016
ISSN 1693-7945
terkecil berada pada interval 13 – 16 yaitu sebanyak 4 siswa, skor terbesar pada interval 33 – 36
sebanyak 5 siswa, dan frekuensi terbanyak berada pada interval 21 – 24 yaitu sebanyak 10 siswa.
Gambar 2. Histogram Kecerdasan Logis Matematis
Kelas Eksperimen II
Dari daftar distribusi frekuensi dan histogram kelas eksperimen II di atas dengan jumlah 36 siswa,
dapat dilihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa kelas ekperimen II memiliki skor terkecil
berada pada interval 12 – 15 yaitu sebanyak 4 siswa, skor terbesar pada interval 32 – 35 sebanyak
2 siswa, dan frekeunsi terbanyak berada pada interval 24 – 27 yaitu sebanyak 12 siswa.
Tabel 3. Data Perbedaan Hasil Tes Akhir
Dari tabel 3 di atas menunjukan bahwa rata-rata kecerdasan logis matematis siswa pada kelas
eksperimen I adalah 25,477, varians 36,051, dan simpangan baku 6,004. Sedangkan rata-rata
kecerdasan logis matematis kelas eksperimen II adalah 22,722, varians 30,006, dan simpangan
baku 5,478. Berdasarkan skor rata-rata yang diperoleh dapat dikatakan skor rata-rata kecerdasan
logis matematis siswa pada kelas eksperimen I lebih tinggi dari skor rata-rata kelas eksperimen II.
Tetapi perbedaan tersebut belum menjawab manakah kecerdasan logis matematis siswa yang lebih
baik antara yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan
Contextual Teaching and Learning (CTL).
Dari hasil uji analisis diketahui sebaran data berdistribusi normal dan variansnya homogen,
maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan uji-t untuk menguji perbedaan dua rata-rata.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa manakah yang lebih baik
antara yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan
Contextual Teaching and Learning (CTL). Hipotesis yang diajukan adalah kecerdasan logis
matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) lebih baik dari siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL).
Vol.VII No.3B Juni 2016
ISSN 1693-7945
Tabel 4. Data Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Berdasarkan table 4 di atas terlihat bahwa uji perbedaan dua rata-rata diperoleh thitung2,04. Pada
taraf signifikan α 0,05 dan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2 = 38 + 36 – 2 = 72 diperoleh
ttabel1,99. Karena thitung >ttabel maka Ho ditolak. Berarti dapat disimpulkan kecerdasan logis
matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih
baik dari siswa yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Hasil penelitian yang dilaksanakan dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) dapat merangsang dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah.
Hal ini dapat meningkatkan pengetahuan secara langsung dan pemecahan suatu masalah sehingga
dapat membantu tujuan pembelajaran secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Imas
Kurniasih dan Berlin Sari (2014: 75) yang menyatakan bahwa, “Problem Based Learning (PBL)
atau pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar”. Sedangkan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan motivasi siswa
dalam pembelajaran dan melihat keterkaitan antara materi dengan kehidupan nyata sehingga dapat
mengembangkan kemampuan kognitif siswa, melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif serta
mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Hal
ini sejalan dengan pendapat Agus Suprijono (2013: 82) yang menyatakan bahwa, contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tingkat
tinggi. Pembelajaran ini melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif dalam
mengumpulkan data, memahami suatu isu, dan memecahkan masalah. Dengan demikian hasil
penelitian mengenai model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang telah
dilakukan penulis sejalan dengan teori.
Setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada kelas
eksperimen I dan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas
eksperimen II terlihat bahwa kecerdasan logis matematis siswa pada kelas eksperimen I lebih baik
daripada kelas eksperimen II. Hal ini terlihat dari hasil penelitian dan pengolahan data tes akhir
diperoleh skor rata-rata kelas eksperimen I yaitu 25,477 dan rata-rata kelas eksperimen II yaitu
22,722. Kemudian dari hasil uji-t kedua kelas diperoleh nilai thitung 2,04 dan pada taraf siginfikan
0,05 diperoleh ttabel 1,99. Hal ini menunjukkan thitung ttabel, berdasarkan kriteria pengujian
hipotesis maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis matematis siswa
yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada
kecerdasan logis matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis maka
dapat disimpulkan sebagai berikut (1) pada kelas eksperimen I siswa yang pembelajarannya
menggunakan model Problem Based Learning (PBL), setelah diberikan tes akhir didapat skor ratarata (x) = 25,477 dan simpangan baku = 6,004 dari skor ideal 37. Skor terkecil = 13 dan skor
ISSN 1693-7945
Vol.VII No.3B Juni 2016
terbesar = 36 dari skor ideal 37; (2) pada kelas eksperimen II siswa yang pembelajarannya
menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL), setelah diberikan tes akhir didapat
skor rata-rata (x) = 22,722 dan simpangan baku = 5,478 dari skor ideal 37. Skor terkecil = 13 dan
skor terbesar = 34 dari skor ideal 37; (3) kecerdasan logis matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari siswa yang pembelajarannya
menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL).
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suprijono. 2013. Cooperativ Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar
E.T. Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya
dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Hamzah B Uno. 2010. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Imas Kurniasih dan Berlin Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta:
Kata Pena
M. Nazir. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. 2007. Jakarta:
Diperbanyak oleh BP Pustaka Karya
Rusmono. 2012. Pendekatan Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu untuk
Meningkatkan profesionalitas Guru. Bogor: Ghalia Indah
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
S. Shoimatul Ula. 2013. Revolusi Belajar. Yogyakarta: Ar – Ruzz Media
Yatim Riyanto. 2014. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Download