UNTUK PERTUMBUHAN IKAN LELE

advertisement
APLIKASI EFFECTIVE MICROORGANISM 10 (EM10) UNTUK
PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus var.
sangkuriang) DI KOLAM BUDIDAYA LELE JOMBANG, TANGERANG
DIANNA ROSSYTA PRATIWI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M / 1436 H
APLIKASI EFFECTIVE MICROORGANISM 10 (EM10) UNTUK
PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias
gariepinus var. sangkuriang) DI KOLAM BUDIDAYA LELE
JOMBANG TANGERANG
Oleh :
DIANNA ROSSYTA PRATIWI
109095000025
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/ 1436 H
i
APLIKASI EFFECTIVE MICROORGANISM 10 (EM10) UNTUK
PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias
gariepinus var. sangkuriang) DI KOLAM BUDIDAYA LELE
JOMBANG TANGERANG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
DIANNA ROSSYTA PRATIWI
109095000025
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Elpawati, MP
NIP. 19641204 199203 2 001
Dra. Nani Radiastuti, M.Si
NIP.19650902200112000
Mengetahui,
Ketua Jurusan Biologi
Dr. Dasumiati, M.Si
NIP. 197309231999032002
ii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL
KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, November 2014
Dianna Rossyta Pratiwi
109095000025
iv
ABSTRAK
DIANNA ROSSYTA PRATIWI, Aplikasi Effective Microorganism 10 (Em10)
untuk Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var. sangkuriang) di
Kolam Budidaya Lele Jombang, Tangerang. Di bawah bimbingan Elpawati dan Nani
Radiastuti
Ikan lele merupakan ikan yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di Indonesia.
Pertumbuhan lele sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kualitas air. EM4
dan EM10 merupakan salah satu contoh pupuk hayati cair. Penambahan EM4 dalam
media bisa membantu pertumbuhan ikan dan menjaga kualitas air, sementara EM10
belum pernah dilakukan uji coba dalam bidang perikanan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh EM10 terhadap pertumbuhan ikan lele sangkuriang
(Clarias gariepinus Var. Sangkuriang) dan kualitas air. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Februari-Maret 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah Kontrol (A), EM4 10
ml (B), EM4 20 ml (C), EM4 30 ml (D), EM10 10 ml (E), EM10 20 ml (F), dan EM10
30 ml (G). Analisis data menggunakan ANOVA dilanjutkan dengan Uji Duncan jika
terdapat pengaruh yang nyata (α = 0,05). Pupuk EM10 konsentrasi 20 ml dapat
mempengaruhi pertumbuhan harian spesifik ikan lele pada 7 hari pemeliharaan,
konsentrasi 10 ml pada 14 hari pemeliharaan dan konsentrasi 30 ml pada 28 hari
pemeliharaan. Pupuk EM10 dapat mempengaruhi pertumbuhan biomassa mutlak ikan
lele .Pupuk EM10 dapat mempertahankan suhu air.
Kata Kunci : EM10, Lele sangkuriang Pertumbuhan bobot mutlak, Pertambahan
panjang harian, Pertumbuhan harian spesifik
v
ABSTRACT
DIANNA ROSSYTA PRATIWI. Effective Microorganism 10 (EM10) Application
for Sangkuriang catfish (Clarias gariepinus var. sangkuriang) Growth in Catfish
Farming Pool Jombang, Tangerang. Advised by ELPAWATI and NANI
RADIASTUTI
Catfish is a fish that is widely cultivated and consumed in Indonesia. Catfish growth
is affects by the availability of food and water quality. EM4 and EM10 are an example
of liquid biofertilizer.The addition of EM4 in the media can help the growth of the
fish and maintain water quality, while the test has not been done for EM10 on fishery
fields . The purpose of this study was to determine the effect of EM10 fertilizers on of
sangkuriang catfish (Clarias gariepinus Var) growth and water quality. This research
was conducted in February-March 2014. Research using completely randomized
design with 7 treatments and 3 replications. The treatments tested were control (A),
EM4 10 ml (B), EM4 20 ml (C), EM4 30 ml (D), EM10 10 ml (E), EM10 20 ml (F),
and EM10 30 ml (G ). Analysis of data were using ANOVA followed by Duncan test
if there is a real effect (α = 0,05). EM10 fertilizers at concentration of 20 ml can
affect the specific growth rate on catfish in 7 days maintenance, the concentration of
10 ml at 14 days of maintenance and the concentration of 30 ml at 28 days of
maintenance. EM10 fertilizers can affect the weight growth of catfish. Fertilizer
EM10 can maintain the temperature of the water.
Keywords: Absolute weight growth, Daily length growth, EM10, Sangkuriang
catfish, Spesific growth rate
vi
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Aplikasi Effective Microorganism 10 (Em10) untuk Pertumbuhan Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias gariepinus var. sangkuriang) di
Kolam Budidaya Lele
Jombang Tangerang”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan pada
baginda kita Muhammad SAW, Uswatun Hasanah yang tak kenal lelah berjuang
menghijrahkan kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang
penuh dengan teknologi dan ilmiah.
Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana (S1) di bidang Biologi dan sebagai pembelajaran bagi
penulis untuk menambah ilmu yang berguna di masa depan. Mulai perencanaan
sampai dengan penyelesaian skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak sehingga penulis dapat mengatasi semua halangan dan rintangan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebasar-besarnya kepada :
1. Bapak,ibu, dan kakak tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan restu,
serta tak ada hentinya memberikan motivasi kepada penulis.
vii
viii
2. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Dasumiati,M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr.Ir.Elpawati MP selaku pembimbing I yang tak henti-hentinya memberikan
nasihat dan arahan-arahan dalam menyusun skripsi ini.
5. Dra.Nani Radiastuti M.Si selaku pembimbing II, juga sebagai tempat
mengadu semua masalah penulis, yang selalu mengingatkan dan memotivasi
penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang berguna dalam
penyusunan skripsi.
7. Bapak Dahlan yang telah membagikan pengalamannya dan bersedia
meminjamkan kolam budidayanya kepada penulis sebagai tempat penelitian.
8. Amatullah Zakwan yang telah banyak membantu dan menjadi rekan kerja
yang baik selama penyusunan skripsi dan teman seperjuangan Astina
Yulianingsih dan Stephani Dwi Dara.
9. Sahabatku Alia Amru, Isye Maya, dan teman-teman biologi angkatan 2009
yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian
laporan penelitian ini.
10. Semua pihak yang telah banyak memberikan doa dan motivasi kepada penulis
agar terus berjuang dan tidak mudah putus asa.
ix
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan. Pada kesempatan ini penulis memohon
maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan hati terbuka penulis mengharapkan
saran dan kritiknya yang membangun untuk kemajuan dalam penyusunan laporan
berikutnya. Terakhir penulis berharap semoga skripsi ini bisa berguna dan bermanfaat
bagi siapapun yang membacanya.
Wasaalammu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................................
Lembar Persetujuan Pembimbing ...........................................................................
Lembar Pengesahan ujian .......................................................................................
Lembar Pernyataan .................................................................................................
Abstrak ....................................................................................................................
Kata Pengantar ........................................................................................................
Daftar Isi .................................................................................................................
Daftar Gambar.........................................................................................................
Daftar Tabel ............................................................................................................
Daftar Lampiran ......................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vii
x
xii
xiii
xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................
1.3. Hipotesis...............................................................................................
1.4. Tujuan ..................................................................................................
1.5. Manfaaat ...............................................................................................
1.6. Kerangka Berpikir ...............................................................................
1
3
3
4
4
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
6
2.1. Ikan Lele ..............................................................................................
2.1.1. Morfologi Ikan Lele ..................................................................
2.1.2. Klasifikasi ikan lele ...................................................................
2.1.3. Habitat dan perilaku ikan lele ....................................................
2.1.4. Lele Sangkuriang .......................................................................
6
6
7
7
8
2.2. Pupuk ..................................................................................................
2.2.1. Pupuk Hayati1 ...........................................................................
2.2.2. Effective Microorganism 4 ........................................................
2.2.3. Effective Microorganism 10 (EM10) ..........................................
2.2.3.1. Trichoderma spp ..........................................................
2.2.3.2. Penicillium sp...............................................................
2.2.3.3. Saccharomyces sp. (Yeast) ...........................................
10
10
11
12
14
14
15
2.3. Kualitas Air ..........................................................................................
2.3.1. Temperatur ................................................................................
2.3.2. Ph ...............................................................................................
2.3.3. Amoniak ....................................................................................
15
16
17
18
x
xi
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................
20
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ...............................................................
3.2. Alat dan Bahan .....................................................................................
3.3. Cara Kerja ............................................................................................
3.3.1. Uji Viabilitas Bakteri .................................................................
3.3.2. Persiapan Kolam ........................................................................
3.3.3. Penebaran Benih ........................................................................
3.3.4. Perlakuan ...................................................................................
3.3.5. Pengamatan................................................................................
3.3.5.1. Pengukuran Parameter Pertumbuhan ...........................
3.3.5.2. Pengukuran suhu dan pH .........................................................
3.3.5.3. Pengukuran amoniak ................................................................
3.4. Analisis data .........................................................................................
20
20
21
21
21
22
22
23
23
24
25
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
4.1. Pertumbuhan Lele ...............................................................................
4.1.1. Pertambahan Panjang Harian ............................................................
4.1.2. Pertumbuhan Bobot Mutlak ..............................................................
4.1.3. Pertumbuhan Harian Spesifik ...........................................................
4.2. Parameter Kualitas Air .........................................................................
4.2.1. Suhu ..................................................................................................
4.2.2. pH .....................................................................................................
4.2.3. Amoniak ...........................................................................................
BAB V PENUTUP.................................................................................................
26
26
26
29
32
36
36
38
40
44
5.1. Kesimpulan ..........................................................................................
5.2. Saran ....................................................................................................
43
43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
44
LAMPIRAN ...........................................................................................................
50
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lele Sangkuriang .................................................................................
8
Gambar 2. Effective Microorganism 4 ...................................................................
11
Gambar 3. Effective Microorganism 10 .................................................................
13
Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Panjang Harian ....................................................
27
Gambar 5. Grafik pertambahan Biomassa ..............................................................
30
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Harian Spesifik ....................................................
33
Gambar 7. Grafik Rata-rata Suhu ...........................................................................
37
Gambar 8. Grafik Rata-rata pH ..............................................................................
39
Gambar 9. Grafik Rata-rata kadar amoniak ............................................................
41
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakter Pertumbuhan Lele Sangkuriang Dibandingkan Dengan Lele
Dumbo ……….……………………………………………………… 9
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian ....................................................................................
50
Lampiran 2. Denah Penelitian.................................................................................
51
Lampiran 3. Hasil Total Plate Count ......................................................................
52
Lampiran 4. Hasil Rata-rata ....................................................................................
54
Lampiran 5. Hasil Anova ........................................................................................
58
Lampiran 6. Dokumentasi .......................................................................................
64
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan jumlah populasi penduduk di Indonesia menyebabkan tingkat
kebutuhan konsumsi pangan meningkat, salah satunya kebutuhan akan protein.
Protein dapat didapatkan dari berbagai sumber salah satunya ikan. Usaha budidaya
ikan banyak berkembang di Indonesia belakangan ini salah satunya adalah usaha
pembudidayaan ikan lele.
Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var. sangkuriang) adalah salah satu
ikan air tawar yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di Indonesia. Ikan ini
banyak dikonsumsi karena mudah diolah, banyak disukai, dan memiliki kandungan
protein yang tinggi. Selain itu, ikan ini juga dibudidayakan karena memiliki waktu
pertumbuhan yang relatif cepat. Tingginya permintaan konsumen membuat petani
lele melakukan usaha yang intensif. Perkembangan usaha budidaya lele
membutuhkan penambahan area budidaya dan biaya untuk pakan serta peningkatan
kebutuhan air (Sitompul, 2012).
Lele merupakan salah satu ikan yang mampu bertahan pada lingkungan perairan
yang buruk. Air merupakan pelarut yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup. Air
dibutuhkan oleh makhluk hidup baik secara internal ataupun eksternal. Secara
internal, air dimanfaatkan sebagai tempat terjadinya reaksi kimia, transportasi hasil
metabolisme dan sebagainya. Sementara secara eksternal, air dimanfaatkan untuk
1
2
memenuhi kebutuhan sehari-hari baik untuk makan, minum, mencuci dan menjadi
habitat bagi organisme air. Air juga memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
ikan yang dibudidayakan oleh masyarakat. Kualitas air yang buruk dapat
menghambat pertumbuhan ikan lele karena energi yang diperoleh dari pakan
digunakan oleh ikan lele untuk mempertahankan hidupnya, sehingga waktu
pemanenan bisa menjadi lebih lama.
Berbagai macam cara telah dilakukan untuk melakukan efisiensi biaya pakan
dan efisiensi kebutuhan air. Salah satunya dengan penggunaan Effective
Microorganism 4 (EM4) yang dimasukan ke dalam kolam pemeliharan. EM4
merupakan kultur campuran yang memiliki kandungan bakteri fotosintetik
(Rhodopseudomonas sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), jamur fermentasi
(Saccharomyces sp.) dan Actinomycetes sp. yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Teruo
Higa
(Jepang)
yang
diharapkan
dapat
membantu
pertumbuhan
tanaman
(Indriani,1999 dalam Fitria, 2008). Selain itu, EM4 dapat dimanfaatkan dalam bidang
perikanan untuk meningkatkan kualitas air pada tambak ikan, sehingga dapat
membantu mengoptimalkan pertumbuhan ikan (www.em4indonesia.com).
Beberapa bulan terakhir ini mulai diproduksi pupuk hayati lokal baru yang
dikembangkan oleh peneliti Indonesia yang diberi nama EM10. EM10 merupakan
kultur campuran dari 11 genus mikroorganisme yang diinokulasi dari beberapa titik
di daerah Tangerang Selatan yang diharapkan dapat membantu mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman seperti halnya EM4. EM10 terbukti lebih efektif untuk
3
mendegradasikan sampah organik dibandingkan dengan EM4 berdasarkan hasil uji
yang telah dilakukan sebelumnya. Penambahan pupuk hayati EM4 sebagai probiotik
dalam bidang perikanan dapat membantu memperbaiki kualitas air kolam dengan
mendegradasi limbah organik berupa sisa pakan ikan dan mengendapkannya serta
memperkaya mikroflora dalam air sehingga dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai
sumber pakannya, namun belum pernah dilakukan uji efektifitas EM10 terhadap
pertumbuhan ikan. Oleh karena itu dilakukan penelitian Aplikasi Pemberian EM10
untuk Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang di Kolam Budidaya Jombang Tangerang
untuk mengetahui apakah EM10 bisa dimanfaatkan dalam bidang perikanan seperti
EM4 atau bahkan lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan EM4.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah pengaruh pemberian EM10 terhadap pertumbuhan ikan lele
sangkuriang?
2) Bagaimanakah pengaruh penambahan EM10 terhadap kualitas air kolam?
1.3.Hipotesis
1) EM10 dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan ikan lele sangkuriang
2) EM10 dapat mempertahankan kualitas air kolam yang optimum sesuai dengan
kebutuhan ikan lele.
4
1.4. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengaruh EM10 terhadap pertumbuhan ikan lele
sangkuriang
2) Mengetahui pengaruh EM10 terhadap kondisi air kolam.
1.5. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada
peternak ikan lele sangkuriang mengenai alternative sederhana untuk meningkatkan
produksi ikan dengan efisiensi kebutuhan air. Selain itu, data yang diperoleh juga
dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
5
1.6. Kerangka Berpikir
pertambahan penduduk meningkatkan kebutuhan
protein
protein nabati
Protein hewani
Ikan merupakan salah satu
sumber protein
Ikan lele banyak dibudidayakan karena pertumbuhan
cepat, enak, mudah diolah, protein tinggi.
Lele
Sangkuriang
Lele Dumbo
Pertumbuhan lebih cepat, kualitas daging lebih
bagus, lebih tahan banting
ketersediaan pakan dan kualitas air
mempengaruhi pertumbuhan
Penambahan probiotik dapat membantu mengoptimalkan
pertumbuhan, contoh probiotik EM10
EM10 membantu mengendapkan plankton mikroskopis, endapan
plankton menjadi pakan bagi lele, kualitas air terjaga
Pertumbuhan lele lebih cepat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Lele
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan
kulit licin. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan ini banyak
dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Ikan lele banyak diminati
dan dibudidayakan karena memiliki banyak manfaat. Ikan lele bisa dimanfaatkan
sebagai bahan makanan, ikan hias (jenis Clarias batrachus), pemeliharaan di sawah
dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, juga dapat
diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit asma, menstruasi
tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah, dan lain lain (Menegristek, 2000)
2.1.1. Morfologi Ikan Lele
Ikan lele umumnya berwarna kehitaman atau keabuan dengan bentuk badan
yang memanjang pipih ke bawah (depressed), berkepala pipih, tidak bersisik,
memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki
alat pernafasan tambahan (arborecent organ). Insangnya berukuran kecil dan terletak
pada bagian kepala belakang. Ikan lele mempunyai jumlah sirip punggung 68-79,
sirip dada 9-10, sirip perut 5-6, sirip dubur 50-60 dan jumlah sungut 4 pasang. Sirip
dada dilengkapi dengan sepasang duri tajam/patil yang memiliki panjang maksimum
6
7
mencapai 400 mm. ukuran matanya sekitar 1/8 panjang kepalanya. Giginya berbentuk
villiform dan menempel pada rahang. (Suyanto, 2006).
2.1.2. Klasifikasi ikan lele
Menurut Hendriana (2010), tata nama pada ikan dan jenis hewan lainnya
didasarkan pada bentuk tubuh dan sifat-sufat lainnya. Bentuk tubuh lele yang bulat
dan memanjang membuatnya dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia; Class : Actinopterygii; Ordo : Ostariophysi; Subordo:
Siluroidae; Family : Clariidae; Genus : Clarias; Species : Clarias gariepinus
var.sangkuriang (Widodo, 2009).
2.1.3. Habitat dan perilaku ikan lele
Habitat ikan lele adalah semua perairan air tawar. Lele tidak pernah
ditemukan hidup di air payau atau air asin. Ikan lele mempunyai organ insang
tambahan yang memungkinkan pengambilan oksigen dari udara di luar air. Oleh
karena itu, ikan lele tahan hidup di perairan yang airnya mengandung sedikit oksigen.
Ikan lele juga relatif tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik sehingga ikan
ini mampu hidup di selokan yang airnya kotor (Suyanto, 2007).
Ikan lele bersifat nokturnal, artinya ikan ini aktif pada malam hari atau lebih
menyukai tempat gelap. Ikan lele digolongkan ke dalam kelompok omnivore
(Pemakan segala). Pakan ikan lele berupa pakan alami dan tambahan. Pakan alami
ialah binatang renik seperti kutu-kutu air (Daphnia, Cladosera, dan Copepoda),
8
cacing larva (jentik-jentik serangga), dan siput kecil. Pakan tambahan bagi lele adalah
pakan buatan berupa pellet. Salah satu kelebihan pakan buatan adalah kandungan
gizinya terutama protein, sudah disesuaikan dengan kebutuhan ikan lele (Suyanto,
2007).
2.1.4. Lele Sangkuriang
Lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik
antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6).
Induk betina merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi
yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun
1985. Sementara induk jantan merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya
Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik
tahap kedua antara induk betina generasi kedua dengan induk jantan hasil silang balik
tahap pertama (F2 6). Dari hasil persilangan tersebut muncul sosok unggul lele
sangkuriang yang kemudian diluncurkan oleh menteri kelautan dan perikanan pada
tahun 2004 dengan nomor Kepmen KP 26/Men/2004 (Hendriana, 2010).
Gambar 1. Lele Sangkuriang (Sumber: Nasrudin,2010)
9
Secara fisik penampilan lele sangkuriang hampir mirip dengan lele dumbo.
Namun, kepala lele sangkuriang sedikit lebih panjang dibandingkan dengan lele
dumbo. Selain itu, bintik-bintik yang menghiasi kulitnya tidak sebanyak lele dumbo
biasa (Nasrudin, 2010). Pertumbuhan lele sangkuriang terbilang cepat. Pertumbuhan
hariannya mencapai 3,53%
(lele dumbo hanya 2,73%). Dalam hal kemampuan
mengubah pakan menjadi daging, lele sangkuriang terbilang efisien karena angka
konversi pakannya berkisar 0,8-1 (Hendriana, 2010). Selain itu, apabila dibandingkan
dengan lele dumbo, tingkat mortalitasnya lebih rendah, tingkat agresifnya juga lebih
rendah dan lebih tidak kanibal (Widodo, 2009)
Tabel 1. Tabel karakter pertumbuhan Lele sangkuriang dibandingkan lele dumbo
Deskripsi
Lele sangkuriang
Lele dumbo
29,26
20,38
Panjang standar (cm)
3-5
2-3
Kelangsungan Hidup (%)
>80
>80
13,96
12,18
Panjang standar (cm)
5-8
3-5
Kelangsungan Hidup (%)
>90
>90
Pertumbuhan harian (%)
3,53
2,73
Pertumbuhan harian calon induk
0,85
0,62
Konversi pakan
0,8-1
>1
Pendederan 1 (benih umur 5-26 hari)
Pertumbuhan harian (%)
Pendederan 2 (benih umur 26-40 hari)
Pertumbuhan harian (%)
Pembesaran
Sumber : DKP 2006 dalam Hendriana, 2010
10
Keunggulan lele sangkuriang dibandingkan dengan lele dumbo diantaranya
adalah dalam sekali pemijahan lele sangkuriang mampu bertelur hingga 30.00060.000 butir, sementara lele dumbo dalam sekali pemiijahan dapat menghasilkan telur
sekitar 20.000-30.000 butir. Daya tetas telur ikan lele sangkuriang juga tinggi
mencapai lebih dari 90% dibandingkan dengan daya tetas telur lele dumbo yang
mencapai lebih dari 80%. Selain itu, ketahanan lele sangkuriang terhadap penyakit
juga lebih tinggi dibandingkan lele dumbo. Tekstur daging lele sangkuriang lebih
padat, minim kandungan lemak, lebih renyah, lebih gurih dan tidak berbau lumpur
dibandingkan dengan lele dumbo biasa (Nasrudin, 2010).
2.2. Pupuk
Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar
dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah, baik secara
langsung maupun tidak langsung (Fitria, 2008).
2.2.1. Pupuk Hayati
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok
fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai media penyedia hara dalam
tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pupuk hayati dapat didefinisikan
sebagai inokulan organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau
memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman (Simanungkalit, 2006).
11
2.2.2. Effective Microorganism 4
Teknologi EM4 (Effective Microorganisme 4) adalah teknologi fermentasi
yang dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr Teruo Higa dari University of
Ryukyus, Okinawa Jepang sejak tahun 1980. EM4 merupakan kultur campuran dari
beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Mikroorganisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) yang
terdiri
dari
empat
kelompok
mikroorganisme
yaitu
bakteri
fotosintetik
(Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharomyces sp.), bakteri asam laktat
(Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes (Winedar dkk, 2006) EM4 merupakan
biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan
populasi mikroorganisme di dalam tanah. Selain itu, EM4 juga dapat digunakan untuk
membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak ikan dan
udang (Indriani, 1999).
Gambar 2. Effective Microorganism 4
12
Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa
nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan organik
menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asam amino)
yang siap diserap oleh perakaran tanaman. Bakteri asam laktat terutama golongan
Lactobacillus sp. berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawasenyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan
bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen berbentuk jalinan benang).
Actinomycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur
fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotik yang bersifat toksik pada patogen
atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro lainnya.
Streptomyces sp. menghasilkan enzim streptomisin yang berguna bagi tanaman
(Wididana dkk, 1996, dalam Nengsih, 2002).
2.2.3. Effective Microorganism 10 (EM10)
EM10 merupakan kependekan dari Efective microorganism 10. EM10 dapat
dimanfaatkan sebagai aktivator sampah organik yang dapat mempercepat
dekomposisi
sampah
organik,
meningkatkan
pertumbuhan
tanaman
dan
menyebabkan sampah organik tidak bau. Aktivator berupa kultur cair dapat
disebarkan di lingkungan, dan masyarakat dapat memperbanyak sendiri sesuai
dengan kebutuhan masing-masing dalam bentuk kultur cair, kemudian
dengan
teknologi sederhana masyarakat dapat memperbanyak EM10 tersebut, dari 1 liter
menjadi 1000 liter (Elpawati, 2013).
13
14
ditambah 3 isolat berupa yeast (Saccharomyces cerevisiae) dan dua jenis kapang
(Trichoderma dan Penicillium) (Elpawati, 2013).
Trichoderma spp.
Trichoderma spp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan
parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman (Spektrum
pengendalian luas). Jamur Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada
beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan
tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi (Purwantisari, 2009).
Trichoderma spp. memiliki beberapa cara untuk berperan sebagai agen
biokontrol. Pertumbuhannya yang cepat mampu membuat Trichoderma spp. menjadi
kompetitif yang unggul. Selain itu, Trichoderma juga berperan sebagai mikoparasit
terhadap beberapa jenis fungi patogen tertentu. Trichoderma spp. juga bisa
menambah resistensi tanaman terhadap serangan penyakit dan menghasilkan zat
untuk menghambat kerja dari enzim yang dihasilkan oleh patogen (Mahato, 2005).
Penicillium sp.
Penicilium sp. dikenal sebagai kapang hijau biru. Miseliumnya tumbuh pada
permukaan atau menembus substrat. Hifanya bercabang dengan bebas dan berdinding
tipis, serta mempunyai dua nucleus atau lebih (Pelczar dan Chan, 2006). Dalam
metabolismenya Penicillium sp. mengasilkan asam organik seperti oksalat, fumarat,
glukonat dan asam sitrat. Selain itu Penicillium juga dapat berperan sebagai agen
biokontrol dengan menghasilkan antibiotic berupa penisilin yang biasa dimanfaatkan
15
untuk
kesehatan
manusia.
Griseofulvin
yang
dihasilkan
oleh
Penicillium
griseofulvum merupakan salah satu antibiotik yang dimanfaatkan untuk menghambat
pertumbuhan patogen pada hewan dan tumbuhan (Vashishta, 2008).
Saccharomyces sp. (yeast)
Yeast merupakan mikroorganisme uniseluler, tidak memiliki miselium,
bersifat sapofit, banyak ditemukan di alam pada bahan cair organik pada tanah,
kotoran hewan, permukaan buah yang matang, dan di dalam madu pda bunga. Yeast
memiliki kemampuan untuk memfermentasikan karbohidrat. Selama proses respirasi,
sel yeast mengoksidasi gula membentuk asam organik yang sederhana, ketika asupan
oksigen bebas terbatas, asam organik pecah menjadi alkohol dan karbondioksida. Sel
yeast segar merupakan sumber utama dari vitamin b dan g. Yeast yang dikompres
juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber vitamin dan enzin. Sel yeast yang kecil
mengandung protein yang tinggi dan pada beberapa jenis lainnya juga mengandung
sedikit lemak (Vashista, 2008).
2.3.Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan ikan budidaya,
termasuk lele. Sekalipun lele dapat hidup pada kualitas air yang buruk, pertumbuhan
lele akan terhambat karena energinya digunakan untuk bertahan pada lingkungan
perairan yang buruk sehingga pertumbuhannya pun melambat. Kualitas air yang
buruk juga dapat menjadi sumber penyakit sehingga dapat menginfeksi ikan
budidaya. Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang
16
berkisar antara 25-30oC, kandungan oksigen terlarut 3-6 ppm, pH 6,5-8,5 dan NH3
sebesar < 0,1 ppm. Kualitas air harus dipertahankan pada kisaran optimal sehingga
pertumbuhan lele budidaya dapat dipacu (Ghufran dan Kordi, 2010).
2.3.1. Temperatur
Suhu merupakan indikasi jumlah energi (panas) yang terdapat dalam satu
sistem atau massa (Wiratmaja, 2011). Suhu air sangat dipengaruhi oleh jumlah sinar
matahari yang jatuh ke permukaan air yang sebagian dipantulkan kembali ke
atmosfer dan sebagian lagi diserap dalam bentuk energi panas (Welch, 1952 dalam
Suherman, 2002). Kenaikan suhu air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut
(Suriawiria, 2008).
Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju
fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologis hewan, khususnya derajat
metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu suhu juga berpengaruh tidak
langsung terhadap kelarutan CO2 yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O2
yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan aquatik. Menurut hokum Vant Hoffs,
kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperature yang masih
ditolerir) akan meningkatkan laju metabolism dari organisme sebesar 2-3 kali lipat.
Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen
meningkat, sementara di lain pihak dengan naiknya temperatur akan mengakibatkan
17
kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air
akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Silalahi, 2009).
2.3.2. pH
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion Hidrogen
dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat
keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan pH = 7 adalah netral, pH < 7
dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion
Hidrogen dalam suatu larutan. Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan
OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral
(Silalahi, 2009).
Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai
pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah (Silalahi,2009).
Menurut Suherman (2002), perairan yang ideal bagi kegiatan budidaya perikanan
adalah 6,8 sampai dengan 8,5. Pembatasan pH penting dilakukan karena akan
mempengaruhi korosifitas air dan efisiensi khlorinasi. Logam-logam berat dalam
suasana asam juga akan bersifat lebih toksik (Suriawiria, 2008).
18
2.3.1.4. Amoniak (NH4)
Menurut Limbong (2005), istilah amoniak ditujukan untuk 2 senyawa kimia
yaitu NH3 (bentuk tidak terionisasi) dan NH4+ (bentuk terionisasi). Di dalam air,
kedua senyawa ini berada dalam kesetimbangan :
NH3(g) + H2O(l) ↔ NH4+(aq) + OH-(aq)
Amoniak merupakan gas yang higroskopis, mudah meyerap air dan
mempunyai kelarutan terhadap air pada semua komposisi. Adanya ion OHmenjadikan pH larutan menjadi basa dan ini tergantung dari besarnya OH- dimana
semakin pekat amoniak dalam air, semakin tinggi OH- juga semakin tinggi pula NH3
bebasnya. NH3 merupakan senyawa yang beracun dengan LD50 adalah 1µg/L.
sebagai gas, amoniak dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada
mata dan kulit, dapat menyebabkan mata dan hidung berair, batuk, bahkan kematian.
Sebagai larutan pekat, amoniak dapat menyebabkan kulit dan mata terbakar
(Limbong, 2005).
NH3 mulai meracuni organisme air tawar pada kisaran konsentrasi 0,53 hingga
22,8 mg/L. Kadar amoniak yang berlebih dalam air menyebabkan gangguan pada
ikan. Salah satu efek yang paling signifikan adalah kerusakan insang, sehingga
konsekuensinya respirasi ikan akan terganggu. Insang juga penting untuk
keseimbangan asam-basa dalam mengatur pH darah ikan serta untuk pertukaran ion
untuk menjaga jumlah ion-ion penting seperti natrium dan klorida dalam darah. Oleh
19
karena itu, kerusakan insang akan mengganggu terjadinya sejumlah proses penting
dalam metabolisme di tubuh ikan. Amoniak juga menyebabkan kerusakan kulit, sirip
dan usus. Paparan amoniak yang lebih kronis menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan, mematikan sistem kekebalan serta merusak sistem syaraf (Limbong,
2005).
Dalam sistem pemeliharaan ikan, amoniak berasal dari ekskresi sisa
metabolisme ikan, hasil degradasi feses ikan maupun sisa pakan. Oleh karena itu,
semakin besar ukuran ikan atau semakin lama waktu pemeliharaan akan
menyebabkan kenaikan kadar amoniak dalam air. Tingginya kadar amoniak pada air
media budidaya dapat menyebabkan stress pada ikan lele (Hastuti, 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di
Kolam budidaya ikan lele Jombang, Tangerang. Uji viabilitas mikroorganisme
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Uji Amoniak dilakukan di
Laboratorium Kimia Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Termometer, pH meter,
timbangan, penggaris, spektrofotometer UV-Vis, botol sampel air, kertas saring,
beaker glass, mikropipet, gelas ukur, erlenmeyer, cawan petri, spreader, bunsen,
tabung reaksi, microtube, kamera, dan alat tulis. Sementara bahan yang digunakan
dalam percobaan ini adalah benih ikan lele sangkuriang ukuran 7-8 cm sebanyak
3150 ekor yang diperoleh dari kolam pembenihan lele jombang, pakan pellet FF-999
yang diproduksi oleh PT Central Proteinaprima , EM4, EM10, medium PDA dan NA,
NaCl, dan reagen amoniak.
20
21
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Uji Viabilitas Mikroorganisme
EM4 dan EM10 masing-masing diambil sebanyak 1 ml dan disuspensikan ke
dalam 9 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) steril. Selanjutnya dilakukan seri
pengenceran dengan menginokulasikan 1 ml suspensi ke dalam 9 ml larutan garam
fisiologis hingga tingkat pengenceran 10-5. Kemudian, suspensi diambil sebanyak 100
µl dan diinokulasikan ke dalam media Potato Dextrose Agar (PDA) dan Nutrient
Agar (NA). Selanjutnya, diinkubasi pada suhu ruang selama 1-3 hari dan perhitungan
jumlah sel bakteri dilakukan dengan metode Total Plate Count
Jumlah bakteri/ml =
3.3.2. Persiapan Kolam
Wadah yang digunakan pada penelitian ini berupa kolam terpal dengan
ukuran 4 m x 1,5 m x 50 cm yang diisi dengan air tanah sampai kedalaman 20 cm
(volume air ± 1200 L) . EM4 dan EM10 masing-masing ditambahkan ke dalam kolam
sesuai dengan perlakuan setiap kolam. Penambahan EM4 dan EM10 ke dalam kolam
dilakukan pada awal percobaan (Ho) dengan sistem tanpa ganti air.
22
3.3.3. Penebaran Benih
Benih ikan lele yang digunakan mempunyai panjang rata-rata sekitar 7-8
cm/ekor. Kepadatan yang diterapkan adalah 150 ekor per kolam. Pemberian pakan
sebanyak 3% dari bobot biomassa ikan diberikan sesaat setelah penyebaran. Pakan
yang digunakan berupa pellet dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.
Total pemberian pakan mengikuti pertumbuhan ikan. Pengukuran Biomassa
dilakukan dengan menimbang berat keseluruhan ikan dalam setiap kolam perlakuan
untuk penentuan pemberian pakan Biomassa ikan akan diukur setiap 7 hari sekali
sehingga jumlah pakan yang akan diberikan diganti setiap 7 hari sekali.
3.3.4. Perlakuan
Perlakuan pada penelitian ini adalah penambahan pupuk hayati sebagai
suplemen pakan ikan lele dan penunjang kualitas air kolam. Percobaan dirancang
mengikuti Rancangan Acak Lengkap dengan tujuh perlakuan dan
Rancangan perlakuan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut:
Perlakuan A: Pemberian pakan tanpa pupuk hayati (Kontrol)
Perlakuan B : Pemberian pakan dengan penambahan EM4 10 ml
Perlakuan C : Pemberian pakan dengan penambahan EM4 20 ml
Perlakuan D : Pemberian pakan dengan penambahan EM4 30 ml
Perlakuan E : Pemberian pakan dengan penambahan EM10 10 ml
Perlakuan F : Pemberian pakan dengan penambahan EM10 20 ml
tiga ulangan.
23
Perlakuan G : Pemberian pakan dengan penambahan EM10 30 ml
3.3.5. Pengamatan
3.3.5.1. Pengukuran Parameter Pertumbuhan
Pengukuran pertumbuhan ikan dilakukan setiap 7 hari sekali dengan
mengambil 50 ekor sebagai perwakilan tiap perlakuan secara acak. Parameter
pertumbuhan yang diukur antara lain panjang badan dan biomassa. Pengukuran
panjang badan diukur dari ujung kepala sampai dengan ujung ekor. Rumus yang
digunakan untuk menentukan laju pertumbuhan panjang badan harian benih ikan lele
dihitung berdasarkan rumus Satyani (2010), adalah :
Laju Pertumbuhan Panjang Harian =
x 100%
Ket :
Lt = Panjang badan rata-rata biota uji pada akhir penelitian
Lo = Panjang badan rata-rata biota uji pada awal penelitian
T = Lama pemeliharaan
Sementara pertumbuhan biomassa mutlak di akhir penelitian ditetapkan
berdasarkan hasil pertambahan biomassa lele uji untuk masing-masing bak penelitian.
Perhitungan biomassa mutlak selama 28 hari sesuai dengan rumus dari Effendi
(1997) dalam Supriyanto (2010), yaitu :
24
W = Wt – Wo
Ket :
W = Pertambahan Biomassa
Wt = Biomassa lele uji pada akhir penelitian
Wo = Biomassa lele uji pada awal penelitian.
Selain itu, pertumbuhan harian spesifik dihitung menggunakan 50 sampel dari
keseluruhan populasi dalam kolam yang diambil secara acak dan dihitung
berdasarkan formula De Silva & Anderson (1995), dalam Muchlisin,(2003), yaitu:
SGR =
x 100%
Ket :
SGR = Laju pertumbuhan harian spesifik
W2 = Bobot rata-rata ikan pada akhir percobaan
W1 = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan
t2 = Waktu akhir percobaan
t1 = Waktu awal percobaan
3.3.5.2. Pengukuran Suhu dan pH
Pengukuran suhu dan pH dilakukan secara langsung setiap tiga hari sekali
dengan menggunakan pH meter dan termometer selama 30 hari pemeliharaan.
Pengukuran dilakukan setiap pagi sebelum pemberian pakan
25
3.3.4.3. Pengukuran Amoniak
Pengukuran amoniak dilakukan empat kali, yakni pada hari ke 7 (h7), hari ke
14 (h14), hari ke-21 (h21) dan hari ke-28 (h28). Pengukuran amoniak dilakukan sebagai
berikut : sampel air diambil dari tiap kolam sebelum pemberian pakan. Sampel air
disaring dengan kertas saring. Sebanyak 5 ml sampel dimasukan ke tabung reaksi lalu
ditambahkan 0,2 ml larutan nitroprussida dan 0,5 ml larutan oksidan. Warna
dibiarkan terbentuk pada suhu ruang 22-27 oC, kocok dan didiamkan selama satu jam.
Campuran tersebut dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ)
640 nm.
3.6. Analisis data
Nilai pengukuran parameter pada akhir penelitian diuji dengan analisis sidik
ragam untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Hasil pengukuran setiap parameter
diuji dengan analisis of varians (ANOVA) satu arah untuk melihat perbedaan antar
perlakuan kontrol, penambahan EM4, dan penambahan EM10 terhadap pertumbuhan
ikan lele. Apabila dalam ANOVA ternyata F hitung > F tabel dengan signifikansi 5%
maupun 1% maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan 5% sehingga dapat
diketahui lebih jelas perbedaan antar perlakuannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan Lele
4.1.1. Pertumbuhan Panjang Harian
Pertumbuhan panjang harian ikan lele sangkuriang pada usia 7 hari
pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar 0,52-1,48 % (Gambar 4). Hasil tertinggi
terdapat pada perlakuan B yang diberi EM4 10 ml yaitu 1,48%. Berdasarkan hasil uji
statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan
lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan (P>0,05) (lampiran 5.1), dengan demikian
perlakuan berbagai konsentrasi EM10 dan EM4 tidak berpengaruh pada pertumbuhan
panjang harian ikan lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan. Hal ini disebabkan
pertumbuhan panjang ikan belum optimum karena masih berada dalam fase awal
pembesaran.
Pertambahan panjang harian ikan lele sangkuriang pada usia 14 hari
pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar 1,10-1,90 % (Gambar 4). Hasil tertinggi
terdapat pada perlakuan E yang diberi EM10 10 ml yaitu 1,90 %. Berdasarkan hasil uji
statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan
lele sangkuriang usia 14 hari pemeliharaan (P>0,05) (Lampiran 5.2).
26
27
Pertumbuhan panjang harian (%)
2.00
1.80
1.60
1.40
A
1.20
B
1.00
C
0.80
E
0.60
F
0.40
G
0.20
D
0.00
7
14
21
28
Hari ke-
Gambar 4. Grafik Rata-rata Pertumbuhan Panjang Harian. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C :
EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml
Pertumbuhan panjang harian ikan lele sangkuriang usia 21 hari pemeliharaan
memiliki rata-rata berkisar 0,48-1,43 % (Gambar 4). Hasil tertinggi terdapat pada
perlakuan A yang tidak diberikan penambahan EM10 atau EM4 yaitu 1,43 %.
Berdasarkan hasil uji statistik belum terlihat adanya perbedaan terhadap pertumbuhan
panjang harian usia 21 hari pemeliharaan (lampiran 5.3).
Pertumbuhan panjang harian ikan lele usia 28 hari pemeliharaan memiliki
rata-rata berkisar 1,29-1,86 % (Gambar 4). Hasil tertinggi terdapat pada perlakuan G
yang diberikan EM10 30 ml yaitu 1,86 %. Berdasarkan hasil uji statistik belum terlihat
adanya perbedaan terhadap pertumbuhan panjang harian ikan lele sangkuriang usia
28 hari pemeliharaan (lampiran 5.4), dengan demikian perlakuan berbagai
28
konsentrasi EM10 dan EM4 tidak berpengaruh pada pertumbuhan panjang harian ikan
lele usia 14, 21, dan 28 hari pemeliharaan.
Penambahan EM4 ataupun EM10 yang tidak memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan panjang harian ikan kemungkinan disebabkan karena kondisi
lingkungan perairan yang kurang mendukung pertumbuhan lele sangkuriang secara
optimum. Pada awal pertumbuhan ikan memiliki panjang rata-rata berkisar antara
7,62-8.33 cm, dan setelah akhir pengamatan panjang rata-rata ikan berkisar antara
9,71-10,29 cm. Laju pertumbuhan ikan akan semakin menurun seiring dengan
pertambahan usia karena pengaruhnya dalam kebutuhan energi. Pada hari ke-21
terjadi penurunan laju pertumbuhan panjang harian pada semua perlakuan kecuali
perlakuan A yang tak diberikan penambahan apapun. Hal ini kemungkinan
disebabkan pada hari ke 21 terjadi persaingan antara mikroorganisme dalam air
sehingga
kurang
membantu
mengoptimalkan
pemanfaatan
protein
untuk
pertumbuhan ikan .
Pada hari ke -28 terjadi kenaikan laju pertumbuhan panjang harian pada setiap
perlakuan. Kenaikan tertinggi ada pada perlakuan G yang diberikan penambahan
EM10 30 ml. Hal ini kemungkinan disebabkan pada hari ke-28 ikan sudah bisa
memanfaatkan protein yang terkandung dalam pakan untuk pertumbuhannya. Oleh
karena itu penambahan EM4 dan EM10 dengan konsentrasi yang dilakukan saat ini
tidak dapat membantu meningkatkan pertumbuhan panjang harian lele Sangkuriang.
29
Menurut Effendi (2003), ukuran tubuh ikan dipengaruhi oleh nilai konstanta
yang bisa dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, tingkat kematangan gonad, dan
variasi ukuran tubuh ikan-ikan sampel. Pertumbuhan panjang badan ikan dipengaruhi
oleh genetika msing-masing individu dan juga asupan protein untuk mendukung
pertumbuhan yang diperoleh dari pakan (Estriyani, 2013). Untuk membantu
pemanfaatan
protein
yang
terkandung
dalam
pakan
dibutuhkan
bantuan
mikroorganisme proteolitik yang dapat memecah protein menjadi polipeptida,
oligopeptida dan asam amino yang bisa langsung dimanfaatkan oleh tubuh ikan untuk
membantu pertumbuhannya (Yusuf, 2012).
Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Maishela (2013), fotoperiode
sangat berpengaruh terhadap pertambahan panjang ikan lele, semakin lama waktu
gelap, maka pertumbuhan ikan lele semakin baik. Hal ini disebabkan karena ikan lele
termasuk hewan yang aktif malam hari, sehingga ikan lele akan lebih aktif untuk
mencari asupan pakan. Peningkatan asupan pakan akan memicu proses pertumbuhan
panjang ikan.
4.1.2. Pertumbuhan Bobot Mutlak
Pertumbuhan bobot mutlak ikan lele sangkuriang memiliki rata-rata berkisar
4,80-6,37 gram (Gambar 4). Berdasarkan uji statistik pemberian konsentrasi EM10
berpengaruh pada pertumbuhan bobot mutlak ikan lele (P < 0,05), dengan perlakuan
G yang diberi 30 ml EM10 menghasilkan pertumbuhan bobot mutlak tertinggi sebesar
30
6,37 gram (Lampiran 5.9b). Hal ini membuktikan bahwa EM10 mengandung mikroba
yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan bobot mutlak ikan lele
sangkuriang.
7.00
Bobot mutlak (g)
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
A
B
C
D
E
F
G
Kode Perlakuan
Gambar 5. Grafik Rata-rata Pertumbuhan Bobot lele sangkuriang 28 hari. A : kontrol, B :
EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G :
EM10 30 ml
Effective Microorganism 10, memiliki campuran mikroorganisme yang terdiri
dari tiga jenis fungi dan 8 jenis bakteri heterotrof yang dilarutkan dalam media
molases yang dapat membantu pertumbuhan benih ikan lele sangkuriang.
Pertumbuhan bakteri heterotrofik ini dapat membantu menjaga kualitas air dan
menambah jumlah alga sebagai pakan alami ikan lele. Selain itu keberadaan Yeast,
Penicillium sp., dan Trichoderma sp. diharapkan dapat memfermentasi sampah
organik dalam kolam dan juga pakan sehingga tubuh ikan dapat menyerap kandungan
nutrisi dibutuhkan untuk pertumbuhannya dengan lebih mudah.
31
Menurut
Panjaitan
(2011),
penambahan
molases
dapat
membantu
meningkatkan tingkat C/N dalam air, yang juga dapat menigkatkan pertumbuhan
bakteri heterotrofik. Bakteri heterotrofik memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Sumber N dalam air berasal dari
sisa pakan dan feses yang terdekomposisi oleh bakteri yang diikuti oleh pelepasan
amoniak. Bakteri heterotrofik menguraikan amoniak menjadi nitrit dan nitrat serta
gas nitrogen yang bisa dimanfaatkan fitoplankton. Selain itu bakteri heterotrofik juga
memanfaatkan sampah organik dalam air yang berasal dari sisa pakan dan juga hasil
ekskresi ikan untuk pembentukan biomassa sehingga unsur N dalam air berkurang
(Ekasari, 2009).
Bakteri heteretrof yang tumbuh dengan kepadatan tinggi dapat berfungsi
sebagai pengontrol kualitas air terutama konsentrasi N serta sebagai sumber protein
bagi organisme yang dipelihara untuk membantu pertumbuhannya. Sementara itu,
mikroorganisme yang terkandung dalam EM4 dan EM10 juga dapat berperan sebagai
probiotik. Penambahan probiotik secara tidak langsung dapat meningkatkan nutrisi
pakan dengan menghasilkan enzim untuk pencernaan pakan (Putri, 2012). Enzimenzim tersebut yang akan membantu menghidrolisis nutrient pakan menjadi molekul
yang lebih sederhana sehingga bisa langsung diserap dalam saluran pencernaan
(Putra, 2010).
32
Effective Microorganism 10 selain memiliki kandungan bakteri heterogen
yang efektif dalam mendegradasi sampah juga mengandung mikroorganisme yang
dapat menghasilkan enzim amylase untuk menguraikan selulosa yang terkandung
dalam pakan menjadi lebih mudah diserap oleh tubuh ikan. Menurut Manurung
(2013), selain dapat meningkatkan pencernaan pakan dan protein sehingga
menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih baik, ragi juga memiliki
kandungan nukleotida yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pengganti
nukleotida alami. Komponen nukleotida yang terkandung dalam ragi berbentuk basa
purin dan pirimidin sebanyak 0,9 % (Li dan Galtin, 2006). Selain itu, menurut
penelitian Yusuf dkk (2012), Trichoderma viridae merupakan mikroorganisme yang
berperan sebagai penghasil enzim selulase yang dapat memecah serat kasar menjadi
lebih sederhana. Oleh karena itu ikan lele dapat menyerap nutrisi dari pakan buatan
yang diberikan dengan baik.
4.1.3. Pertumbuhan Harian Spesifik
Pertumbuhan Harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 7 hari
pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar antara 3,52-10,10 % (Gambar 6).
Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 7 hari pemeliharaan (P <
0,05), dengan perlakuan F yang diberi 20 ml EM10 mendapatkan nilai pertumbuhan
harian spesifik tertinggi yaitu 10,10 % (Lampiran 5.5b). Hal ini membuktikan bahwa
EM10 memiliki kandungan organisme untuk membantu meningkatkan nilai
33
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 7 hari pemeliharaan dan
kandungan mikroorganisme di dalam kolam yang diberikan penambahan EM10 20 ml
sudah efektif untuk membantu meningkatkan nutrisi dalam pakan untuk membantu
pertumbuhan.
12.00
10.00
A
SGR (%)
8.00
B
C
6.00
D
4.00
E
2.00
F
0.00
G
7
14
21
28
Hari ke-
Gambar 6. Grafik Rata-rata Pertumbuhan Harian Spesifik. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C :
EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM1030 ml
Pertumbuhan Harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 14 hari
pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar antara 0-5,43 % (Gambar 6). Berdasarkan
hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada pertumbuhan harian
spesifik ikan lele sangkuriang usia 14 hari pemeliharaan (P < 0,05), dengan perlakuan
E yang diberi 10 ml EM10 mendapatkan nilai pertumbuhan harian spesifik tertinggi
yaitu 5,43 % (Lampiran 5.6b). Hal ini membuktikan bahwa EM10 memiliki
kandungan organisme untuk membantu meningkatkan nilai pertumbuhan harian
spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 14 hari pemeliharaan.
34
Jumlah mikroorganisme pada kolam yang diberikan penambahan EM10 mulai
meningkat dan cukup efisien untuk menaikan nutrisi pakan. Sementara dalam kolam
yang diberi penambahan konsentrasi 20 ml dan 30 ml jumlah mikrobanya terlalu
banyak sehingga terjadi persaingan antara mikroorganisme. Hal ini menyebabkan
peningkatan nutrisi pakan menjadi kurang efektif. Selain itu pada kolam A yang tak
diberi perlakuan dan juga kolam C yang diberikan EM4 20 ml tidak mengalami
kenaikan bobot sehingga nilai pertumbuhan harian spesifiknya 0 %. Hal ini
kemungkinan disebabkan dengan pH yang berada di luar kisaran optimum
pertumbuhan lele (>8,5), membuat asupan nutrisi yang diperoleh dimanfaatkan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Pertumbuhan Harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 21 hari
pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar antara 1,48-7,81 % (Gambar 6).
Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 21 hari pemeliharaan (P <
0,05), dengan perlakuan A yang diberi tidak diberikan penambahan EM4 dan EM10
mendapatkan nilai pertumbuhan harian spesifik tertinggi yaitu 7,81 % (Lampiran
5.7b). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik ikan lele dalam kolam A
lebih baik dari kolam lainnya sehingga tanpa bantuan mikroorganisme tambahan
sekalipun pertumbuhannya sudah sangat baik. Hal ini juga dibuktikan dengan
pertumbuhan ikan pada kolam A relatif lebih stabil.
35
Pertumbuhan Harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 28 hari
pemeliharaan memiliki rata-rata berkisar antara 2,38-5,76 % (Gambar 6).
Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi EM10 berpengaruh pada
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang usia 28 hari pemeliharaan (P <
0,05), dengan perlakuan G yang diberi 30 ml EM10 mendapatkan nilai pertumbuhan
harian spesifik tertinggi yaitu 5,76 % (Lampiran 5.8b). Hal ini membuktikan bahwa
EM10 memiliki kandungan organisme untuk membantu meningkatkan nilai
pertumbuhan harian spesifik ikan lele sangkuriang pada usia 28 hari pemeliharaan.
Jumlah mikroorganisme pada kolam G yang diberi penambahan 30ml EM10 cukup
untuk meningkatkan nutrisi pakan dan membantu lele menggunakan nutrisi yang
tersedia untuk pertumbuhannya.
Menurut
Aryansyah
(2007),
pada
umumnya
ikan
kurang
mampu
memanfaatkan karbohidrat. Ikan yang bersifat karnivora dapat mamanfaatkan
karbohidrat optimum 10-20 % dan ikan omnivora pada tingkat 30-40 % dalam pakan.
Oleh karena itu dengan adanya penambahan bahan yang dapat membantu
menguraikan karbohidrat dalam pakan. Selain Trichoderma sp., Penicillium sp. juga
bisa menguraikan selulosa dalam serat kasar pakan broiler menjadi glukosa sehingga
bisa langsung diserap oleh tubuh (Nuraini, 2006). Ragi yang dicampurkan dalam
pakan juga dapat membantu menimbulkan aroma yang membuat nafsu makan ikan
meningkat (Ahmadi, 2012). Selain dipengaruhi nutrisi pakan, pertumbuhan juga
36
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik, hormon, kelamin dan lingkungan
(Widiastuti, 2009).
4.2. Parameter Kualitas Air
4.2.1. Suhu
Hasil pengukuran suhu yang diperoleh selama penelitian berlangsung bersifat
fluktuatif dan memiliki rata-rata
berkisar antara 25-31,5 oC (Gambar 7). Hasil
pengukuran ini menunjukkan bahwa suhu air kolam selama penelitian masih sesuai
dengan kebutuhan hidup ikan lele sangkuriang yakni 24-30 oC (Supriyanto, 2010).
Perubahan nilai suhu yang paling stabil terdapat pada perlakuan G yang diberikan
EM10 30 ml dengan rata-rata suhu berkisar 26-28,67 oC. Kenaikan suhu dalam kolam
pemeliharaan diduga akibat adanya pengaruh dari lingkungan dan aktivitas ikan
dalam kolam. Karena kolam perlakuan berada di tempat terbuka, Ikan tersebut sering
bergerak untuk mencari tempat berteduh. Ikan juga aktif bergerak untuk mencari
pakan di dalam kolam.
Suhu merupakan salah satu parameter penting bagi kehidupan, karena suhu
lingkungan akan mempengaruhi aktivitas metabolisme di dalam sel tubuh. Suhu pada
lingkungan akuatik relatif stabil sehingga cukup membantu biota akuatik untuk
menjaga keseimbangan suhu air dan suhu tubuhnya. Ikan menjaga suhu tubuhnya
dengan melepaskan panas melalui insang (Isnaeni, 2006). Panas metabolisme yang
dibangkitkan oleh otot renang hilang ke air sekitarnya ketika darah lewat melalui
37
insang, dan aorta dorsal besar mengirimkan darah secara langsung ke arah dalam dan
mendinginkan bagian dalam tubuh (Campbell dkk, 2004).
35.00
30.00
A
Suhu (oC)
25.00
B
20.00
C
15.00
D
10.00
E
5.00
F
0.00
G
0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
Hari ke-
Gambar 7 Grafik Rata-rata Suhu. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml,
E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml
Suhu pemeliharaan yang melebihi kisaran akan sangat membahayakan
kehidupan lele sangkuriang. Jika suhu lebih rendah, aktivitas dan nafsu makan
lele sangkuriang akan berkurang sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan lele
sangkuriang menjadi terhambat (Supriyanto, 2010). Kenaikan suhu dapat
menimbulkan berkurangnya kandungan oksigen sehingga asupan oksigen
berkurang dan dapat menimbulkan stress pada ikan akibat kerusakan insang
karena ikan berusaha menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu di sekitarnya
(Murugaian, 2008). Suhu yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan
sehingga menjadikan ikan menjadi lebih cepat tumbuh (Madinawati, 2011).
38
Menurut Bey (2007), kenaikan suhu dapat juga mengakibatkan meningkatnya
daya racun dari suatu polutan terhadap organisme aquatik.
4.2.2. pH
Hasil pengukuran pH yang dihasilkan selama penelitian berlangsung bersifat
fluktuatif dan memiliki rata-rata dengan kisaran 7,2-10,3 (Gambar 8). Hasil
pengukuran ini menunjukan bahwa pH air kolam lebih tinggi dari kondisi air yang
dibutuhkan oleh ikan lele. Menurut Basahudin (2009), ikan lele hidup dalam pH
kisaran 6-9. Walaupun demikian, ikan air tawar tetap dapat mentolerir pH air dengan
kisaran 4-10 (Wahyuningsih, 2004). Dengan demikian, pH air selama penelitian
masih bisa ditoleransi oleh lele sangkuriang.
Peningkatan pH air kolam diduga disebabkan oleh banyaknya kandungan
oksigen dalam air akibat proses fotosintesis yang dilakukan oleh alga yang tumbuh di
dalam kolam. Benih ikan yang suka berada di dasar kolam dan jarang muncul ke
permukaan merupakan salah satu indikasi bahwa kandungan oksigen di dalam kolam
cukup terpenuhi. Selain itu, kenaikan pH kemungkinan juga disebabkan adanya
penambahan kadar amoniak dalam kolam.
Biota akuatik sensitif terhadap pH yang ekstrim, dalam arti air sangat asam
atau basa, hal ini disebabkan oleh efek osmotik (Achmad, 2004). Perubahan pH dapat
menyebabkan ikan menjadi stress sehingga dapat terserang penyakit, dan secara tidak
39
langsung rendahnya pH dapat menyebabkan kerusakan pada kulit sehingga
memudahkan infeksi oleh patogen (Asniatih, 2013).
12.0
pH
10.0
A
8.0
B
6.0
C
4.0
D
E
2.0
F
0.0
0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
G
Hari ke-
Gambar 8. Grafik Rata-rata pH. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30 ml, E
: EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml
Air yang sangat alkali atau air yang bersifat basa biasanya mengandung
padatan terlarut yang tinggi. Dalam kebanyakan air alami alkalinitas disebabkan oleh
tingginya kandungan HCO3- dan memiliki konsentrasi karbon organik yang tinggi
(Achmad, 2004). Peningkatan nilai pH terjadi seiring dengan peningkatan nilai
alkalinitas. Ion hidrogen yang dilepaskan ke dalam air (dari proses penguraian
amoniak dan nitrit) bereaksi dengan asam karbonat menjadi asam bikarbonat. Ion
bikarbonat bersifat basa sehinga pH mengalami peningkatan (Effendi, 2006).
Menurut Wetzel (1983) dalam Izzati (2011) menyatakan perubahan pH
ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis
memerlukan karbon dioksida yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi
40
monosakarida. Penurunan karbondioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH
perairan. Sebaliknya proses respirasi dalam ekosistem akan meningkatkan jumlah
karbondioksida sehingga pH perairan menurun.
4.2.3. Amoniak
Hasil pengukuran amoniak yang diperoleh selama penelitian berlangsung
memiliki rata-rata berkisar 0,24-0,98 mg/L (Gambar 9). Hasil pengukuran ini
menunjukkan bahwa kadar amoniak dalam kolam selama penelitian berada di atas
batas optimum pertumbuhan ikan lele yakni 0,1 mg/L (Ghufron dan Kordi, 2010).
Pada perlakuan A yang tidak diberikan penambahan EM10 ataupun EM4 terjadi
penurunan kadar amoniak pada setiap minggunya. Hal ini kemungkinan disebabkan
di dalam kolam terdapat bakteri heterotrof yang tumbuh baik secara alami di dalam
kolam, sehingga dapat menguraikan dan mengurangi kadar amoniak.
Kolam yang diberi penambahan EM10 atau EM4 mengalami kenaikan dan
penurunan kadar amoniak setiap minggunya. Kenaikan amoniak pada kolam-kolam
ini diduga karena terjadinya penumpukan hasil ekskresi ikan dan juga sisa-sisa pakan
yang terdapat di dalam kolam. Dalam sistem pemeliharaan ikan, amonia berasal
dari ekskresi sisa metabolisme ikan, hasil degradasi feses ikan maupun sisa
pakan (Hastuti dan Subandiyono, 2010). Laju pembentukan senyawa amonia ini
ditentukan oleh laju proses metabolik hewan-hewan tersebut. Faktor lain yang
mempengaruhi hasil amonia adalah suhu, ukuran ikan, aktivitas, kesehatan ikan,
41
kandungan protein dalam pakan serta faktor lingkungan lain yang berhubungan
dengan laju metabolik ikan. Kenaikan suhu yang terjadi juga merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya kenaikan kadar amoniak di dalam air. Menurut
Mayunar (1990), kenaikan suhu air dan penurunan salinitas menyebabkan terjadinya
kenaikan kadar amoniak.
1.20
Ammonia (mg/L)
1.00
A
0.80
B
C
0.60
D
0.40
E
0.20
F
G
0.00
7
14
21
28
Hari ke-
Gambar 9. Grafik Rata-rata Amoniak. A : kontrol, B : EM4 10 ml, C : EM4 20 ml, D : EM4 30
ml, E : EM10 10 ml, F : EM10 20 ml, G : EM10 30 ml
Selain itu, dengan adanya penambahan mikroba ke dalam kolam
menyebabkan terjadinya persaingan pemanfaatan sumber karbon yang terbatas antara
mikroorganisme sehingga bakteri heterotrof yang secara alami terbentuk di dalam
kolam tak bisa melakukan aktivitas menguraikan amoniak. Penurunan kadar amoniak
yang terjadi diduga disebabkan karena pertumbuhan mikroba heterotrof yang cukup
baik sehingga ada aktifitas oleh bakteri heterotrof yang menguraikan amoniak dan
42
mengubahnya menjadi biomassa. Biomassa tersebut bisa dimanfaatkan oleh ikan lele
sebagai makanan tambahan sehingga kebutuhan pakannya semakin terpenuhi.
Penurunan kadar amonia dalam air disebabkan oleh
adanya aktifitas bakteri
nitrifikasi dan denitrifikasi yang terdapat dalam air yang mengubah amoniak menjadi
nitrit, nitrat dan gas nitrogen. Amoniak dan nitrat juga dapat diasimilasi oleh
fitoplankton yang dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai pakan alami
(Ebeling dkk, 2006).
Amonia merupakan salah satu bentuk N anorganik yang berbahaya bagi
ikan. Air
yang
mengandung
amonia tinggi
bersifat
toksik
karena
akan
menghambat ekskresi ikan (Shafrudin dkk, 2010). Dampak dari penimbunan zat
toksik dalam kolam pemeliharaan dapat menimbulkan gejala stress, menurunkan
nafsu makan, timbulnya berbagai macam penyakit dan pada akhirnya akan
mengakibatkan kematian pada ikan lele (Aquarista dkk, 2012).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1) Effective Microorganism 10 (EM10) tidak dapat mempengaruhi pertambahan
panjang harian ikan lele dan dapat mempengaruhi pertumbuhan harian
spesifik ikan lele, yakni volume 20 ml pada 7 hari pemeliharaan, volume 10
ml pada 14 hari pemeliharaan dan volume 30 ml pada 28 hari pemeliharaan
serta dapat mempengaruhi pertumbuhan biomassa mutlak lele sangkuriang
2) Effective Microorganism 10 (EM10) dapat mempertahankan suhu air, namun
kurang bisa mempertahankan pH air dan mengontrol kadar amoniak yang
sesuai dengan kebutuhan lele sangkuriang.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai manfaat EM10 dalam mencegah
penyakit pada ikan lele dengan analisis parameter kualitas air yang lebih lengkap,
serta juga perlu diterapkan pada jenis ikan budidaya air tawar lainnya.
43
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset
Ahmadi, H., Iskandar, N. Kurniawati. 2012. Pemberian Probiotik dalam Pakan
terhadap Pertumbuhan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) pada
Pendederan II. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(4): 99-107.
Andriyanto, S., N. Listyanto, R. Rahmawati. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik
dengan Dosis yang Berbeda terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih
Jambal (Pangisius djambal). Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur 117-122.
Anonim.. Budidaya Ikan Lele (Clarias). Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Permasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Gedung II BPP Teknologi.http://www.ristek.go.id diakses 6 Maret 2013
12.23.
Aquarista, F., Iskandar, U. Subhan. 2012. Pemberian Probiotik dengan Carrier Zeolit
pada Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal
perikanan dan Kelautan 3(4): 133-140.
Aryansyah,H.,I. Mokoginta, D. Jusadi. 2007. Kinerja Pertumbuhan Juvenil Ikan Lele
Dumbo (Clarias sp.) yang Diberi Pakan dengan Kandungan Kromium
Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia 6(2) :171-176.
Asniatih, M. Idris, K. Sabilu. 2013. Studi Histopatologi pada Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla.
Jurnal Mina Laut Indonesia 3(12): 13-21.
Basahudin, M. S. 2009. Panen Lele 2,5 Bulan. Depok: Penebar Swadaya.
Bey, Y., S. Wulandari, Sukatmi. 2007. Dampak Pemberian Pakan Pellet Ikan
terhadap Pertumbuhan Kiapu. Riau: Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan PMIPA FKIP.
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitcell. 2004. Biologi edisi kelima-Jilid 3 Terj. dari
Biology fifth Edition oleh W.Manalu. Jakarta: Erlangga.
Ebeling, J.M., Timmons, M,B,, Bisogni, J.J., 2006. Engineering Analysis of the
Stoichiometry of Photoautotrophic, Autotrophic and Heterotrophic
Removal of Ammonia-Nitrogen in Aquaculture Sistems. Aquaculture
257: 346—358.
44
45
Effendi, I., H.J. Bugri, Widanarni. 2006. Pengaruh Padat Penebaran terhadap
Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami Osphronemus
gouramy Lac. ukuran 2 cm. Jurnal Akuakultur Indonesia 5(2): 127-135.
Effendie, M.I. 2003. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Ekasari, J. 2009. Teknologi Bioflok: Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya
Sistem Intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia 8(2): 117-126.
Elpawati. 2013. Degradasi Sampah Organik dengan Effective Microorganism 10
(EM10). Laporan Tahunan Dosen. Universitas Islam Negeri Jakarta.
Tidak Dipublikasikan.
Estriyani, A. 2013. Pengaruh Penambahan Larutan Kunyit (Curcuma longa) pada
Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus).skripsi.Semarang: IKIP PGRI Semarang.
Fitria, Y. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan
Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective Microorganism 4).
Skripsi. Bogor: IPB.
Ghufran. M, Kordi K.H. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Yogyakarta :
Lily Publisher.
Hastuti, S., Subandiyono. 2011. Performa Hematologis Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) dan Kualitas Air Media pada Sistem Budidaya Dengan
Penerapan Kolam Biofiltrasi. Jurnal Saintek Perikanan, 6(2) : 1-5.
Hendriana. A. 2010. Pembesaran Lele di Kolam Terpal.Jakarta : Penebar Swadaya.
Indriani, Y.H. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius.
Izzati, M. 2011. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH perairan Tambak
Setelah Penambahan Rumput Laut Sargassum plagyophyllum dan
Ekstraknya. Semarang: Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi
Tumbuhan Jurusan Biologi Universitas Diponegoro.
46
Li,P., D.M. Gatlin III. 2006. Nucleotide Nutrition in Fish: Current Knowledge and
Future Applications. Aquaculture 251: 141-152.
Limbong, W. 2005. Pengolahan Limbah Cair Mengandung Amoniak dengan
Gelembung CO2. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Madinawati, N. Serdiati, Yoel. 2011. Pemberian Pakan yang Berbeda terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus). Media Litbang Sulteng IV(2): 83-87.
Mahato, U. 2005. Characterization of Native Isolates of Trichoderma spp. and
Cloning of Endochitinase Gene. Tesis. Dharwad: University of
Agricultural Science.
Maishela, B., Suparmono, R. Diantari, M. Muhaemin. 2013. Pengaruh Fotoperiode
terhadap Pertumbuhan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). E-Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan 1(2): 145-150.
Manurung, U.N., H. Manoppo, R.A. Tumbol. 2013. Evaluation of baker’s yeast
(Saccharomyces cereviceae) in Enchancing Non Specific Immune
Response and Growth of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Budidaya
Perairan 1(1): 8-14.
Mayunar. 1990. Pengendalian Senyawa Nitrogen pada Budidaya Ikan dengan Sistem
Resirkulasi. Oseana XV(3): 43-55.
Muchlisin, Z.A, A. Damhoeri, R. Fauziah, Muhammadar, M. Musman . 2003.
Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Alami terhadap Pertumbuhan dan
Kelulushidupan Larva Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Biologi
3(2):105-113.
Murugaian, P., V. Ramamurthy, N. Karmegam. 2008. Effect of Temperature on the
Behavioural and Physiological Responses of Catfish, Mystus gulio
(Hamilton). Journal of Applied Sciences Research 4(11); 1454-1457.
Nasrudin. 2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Nengsih. 2002. Penggunaan EM4 dan DT1000-WTA dalam Pembuatan Pupuk
Organik Cair dan Padat dari Isi Rumen Limbah RPH. Skripsi. Bogor:
IPB.
47
Nuraini, A. Trisna. 2006. Respons Broiler terhadap Ransum yang Mengandung
Bungkil Inti Sawit Fermentasi dengan Penicillium sp. Jurnal Agribisnis
Peternakan 2(2): 45-48.
Panjaitan,P. 2011. Effect of C:N Ratio Levels on Water Quality and Shrimp
Production Parameters in Penaeus monodon Shrimp Culture with
Limited Water Exchange Using Molasses as a Carbon Source. ILMU
KELAUTAN 16(1): 1-8.
Pelczar. M. J, E. C. S. Chan. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2 Terj. dari
Elements of Microbiology oleh R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S.
Tjitrosomo . Jakarta: UI-Press.
Putra, A.N. 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik untuk meningkatkan
Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Thesis. Bogor:
IPB.
Putri,F.S. Z. Hasan, K. Haetami. 2012. Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik pada
Pelet yang Mengandung Kaliandra (Calliandracalothyrsus) terhadap
Pertumbuhan Benih Ikan Nila. Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(4):
283-291.
Purwantisari, S., R.B. Hastuti. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora
infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang
dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. Bioma 11 (1): 2432.
Satyani,D., N. Meilisza, L. Solichah. 2010. Gambaran Pertumbuhan Panjang Benih
Ikan Botia (Chromobotia macrachantus) Hasil Budidaya pada
Pemeliharaan dalam Sistem Hapa dengan Padat Penebaran 5 Ekor per
liter. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Aquakultur. Hlm: 395-402.
Shafrudin, D., Yuniarti, M. Setiawati. 2006. Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele
Dumbo (Clarias sp.) terhadap Produksi pada System Budidaya. Dengan
Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu. Jurnal
Akuakultur Indonesia 5(2): 137-147.
Silalahi, S. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman
Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. Tesis. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
48
Simanungkalit, R.D.M, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, W. Hartatik.
2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and
Biofertilizer). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Lahan Pertanian.
Sitompul, S.O, E. Harpani, B. Putri. 2012. Pengaruh Kepadatan Azolla sp. yang
Berbeda terhadap Kualitas Air dan Pertumbuhan Benih Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus) pada Sistem Tanpa Ganti Air: Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan 1(1): 17-24.
Songgo Langit Persada. EM4 Perikanan dan Tambak. http://em4-indonesia.com/em4perikanan-tambak/. diakses 6 Maret 2013 12.20.
Suherman. H., Iskandar, S. Astuty. 2002. Studi Kualitas Air pada Petakan
Pendederan Benih Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) di
Kabupaten Indramayu. Bandung: Universitas Padjajaran.
Supriyanto, 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik dalam Pelet terhadap Pertumbuhan
Lele Sangkuriang. Jurnal FMIPA Universitas Negeri Semarang 8 (1) :
17-25.
Suriawiria, U. 2008. Mikrobiologi Air.Bandung: P.T. Alumni.
Suwarni. 2009. Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Butana
Acanthurus Mata (Cuvier, 1829) yang Tertangkap di Sekitar Perairan
Pantai
Desa
Mattiro
Deceng,
Kabupaten
Pangkajene
Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan
Perikanan ) 19 (3): 160 – 165.
Suyanto. S.R. 2007. Budidaya Ikan Lele edisi revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Vashishta, B.R, A.K. Sinha. 2008. Botany for Degree Students: Fungi. New Delhi :
S.Chand&Company Ltd.
Wahyuningsih, H., D. Supriharti. 2004. Kepadatan Populasi Ikan Jurung (Tor sp.) di
Sungai Bahorok Kabupaten Langkat. Jurnal Komunikasi Penelitian 16
(5): 22-26.
Widiastuti, I.M. 2006. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Ikan
Mas (Cyprinus carpio) yang Dipelihara dalam Wadah Terkontrol dengan
Padat Penebaran yang Berbeda. Media Litbang Sulteng 2(2): 126-130.
49
Widodo, Eko Pudji. 2009. Tingkah Laku Makan Lele Sangkuriang (Clarias
gariepinus Var.Sangkuriang) terhadap Beberapa Jenis Ikan. Tesis.
Depok: Universitas Indonesia.
Winedar, H., S. Listyawati, Sutarno. 2006. Daya Cerna Protein Pakan, Daging, dan
Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler setelah Pemberian Pakan yang
Difermentasi dengan Effective Microorganism-4 (EM-4). Bioteknologi
3(1): 14-19.
Wiratmaja,I.G. 2011. Proses Fermentasi Limbah Rumput Laut Eucheuma cottonii
sebagai Tahap Awal Pembuatan Etanol Generasi Kedua. Thesis.
Universitas Udayana.
Yusuf, M., Agustono, D. K. Meles. 2012. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
pada Kulit Pisang Raja yang Difermentasi dengan Trichoderma viridae
dan Bacillus subtillis Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan 4(1): 53-58.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur penelitian
Persiapan Kolam:
Pendahuluan:
Kolam dikuras, dijemur, diisi air
Diilakukan uji Viabilitas Mikroba
hingga kedalaman ± 20 cm.
dengan metode Total Plate Count
ditambahkan EM4 atau EM10 sesuai
(TPC)
perlakuan, didiamkan 2-3 hari
Penebaran Benih:
Disiapkan benih ikan lele
sangkuriang ukuran 7 cm sebanyak
150 ekor/kolam, ditimbang, dan
diukur panjang totalnya
Pengukuran:
Dilakukan pengamatan parameter
pertumbuhan setiap seminggu sekali
dan parameter air tiga hari sekali
Analisis Data
50
51
Lampiran 2. Denah Penelitian
G1
B2
D3
D1
F3
A1
G3
B1
E3
F1
E1
B3
E2
A2
C1
D2
F2
C2
G2
C3
A3
Gambar 4. Denah kolam Perlakuan
Katerangan :
C2 = Perlakuan C ulangan 2
F1 = Perlakuan F ulangan 1
A1= Perlakuan A ulangan 1
C3 = Perlakuan C ulangan 3
F2 = Perlakuan F ulangan 2
A2= Perlakuan A ulangan 2
D1= Perlakuan D ulangan 1
F3 = Perlakuan F ulangan 3
A3= Perlakuan A ulangan 3
D2= Perlakuan D ulangan 2
G1= Perlakuan G ulangan 1
B1 = Perlakuan B ulangan 1
D3= Perlakuan D ulangan 3
G2= Perlakuan G ulangan 2
B2 = Perlakuan B ulangan 2
E1 = Perlakuan E ulangan 1
G3= Perlakuan G ulangan 3
B3 = Perlakuan B ulangan 3
E2 = Perlakuan E ulangan 2
C1 = Perlakuan C ulangan 1
E3 = Perlakuan E ulangan 3
52
Lampiran 3. Hasil Total Plate Count (TPC)
3.1. Media Nutrient Agar (NA)
EM4 =
=
= 3,8 x 107 sel/ml
EM10 =
=
= 1,09 x 107 sel/ml
3.2. Media Potato Dextrose Agar (PDA)
EM4 =
53
=
= 31,1x 106 propagul/ml
EM10 =
=
= 3,15 x 106 propagul/ml
54
Lampiran 4. Rata-rata Hasil Pengukuran Parameter
4.1 Rata-rata Panjang Badan Ikan
Panjang hari ke- (cm)
kode
0
7
14
21
28
A
7,22
7,77
8,38
9,28
10,27
B
7,25
7,95
8,82
9,28
10,22
C
7,29
7,75
8,55
9
10,08
D
7,43
7,71
8,67
9,04
10,19
E
7,21
7,79
8,92
9,19
10,12
F
7,36
7,87
8,54
9,06
10,05
G
7,42
7,88
8,8
9,29
10,56
4.2.Rata-rata Berat ikan
hari ke- (g)
kode
0
7
14
21
28
A
2,85
3,67
3,67
6,30
8,53
B
2,50
4,00
5,10
6,60
7,80
C
2,10
4,00
4,00
6,00
7,40
D
3,00
4,00
4,10
6,00
7,80
E
2,30
3,70
5,40
6,00
7,60
F
2,15
3,70
5,10
5,90
7,40
G
2,30
4,00
5,00
5,80
8,67
55
4.3.Rata-rata Pertambahan Panjang Harian
Hari ke- (%)
kode
7
14
21
28
A
1,04
1,10
1,43
1,48
B
1,48
1,28
0,76
1,47
C
0,95
1,38
0,76
1,57
D
0,52
1,67
0,62
1,67
E
1,05
1,90
0,48
1,29
F
1,00
1,14
0,91
1,43
G
0,81
1,57
0,76
1,86
4.4.Rata-rata Pertambahan Biomassa
Ulangan (g)
kode
rata-rata
1
2
3
A
5,60
5,75
5,70
5,68
B
5,70
5,00
5,20
5,30
C
5,40
5,30
5,20
5,30
D
5,10
4,75
4,55
4,80
E
5,20
5,50
5,20
5,30
F
5,15
5,30
5,30
5,25
G
6,50
6,40
6,20
6,37
56
4.5.Rata-rata Pertumbuhan Harian Spesifik
hari ke- (%)
kode
7
14
21
28
A
3,52
0,00
7,81
4,33
B
6,81
3,52
3,67
2,38
C
9,24
0,00
5,76
3,00
D
4,14
5,38
5,38
3,86
E
6,81
5,43
1,48
3,33
F
10,10
4,67
2,00
3,29
G
8,00
3,14
2,05
5,76
4.6.Rata-rata Suhu Air Kolam
kode
A
B
C
D
E
F
G
0
28,67
30,00
27,00
27,50
29,17
28,67
28,67
3
26,33
27,00
27,00
25,00
25,50
25,00
26,33
6
27,00
27,00
28,00
28,00
27,33
28,00
27,33
9
27,00
27,00
28,00
28,00
27,33
28,00
28,33
hari ke- (oC)
12
15
18
29,00 28,50 26,00
31,50 30,00 27,00
30,00 30,00 27,00
30,00 29,00 26,50
30,33 29,33 26,33
30,33 29,00 26,33
28,33 27,67 26,00
21
28,00
29,00
28,33
28,00
26,33
27,33
26,00
24
29,00
29,33
29,00
29,00
27,00
27,67
26,83
27
30,00
31,00
30,00
31,00
28,33
29,33
27,67
30
28,00
28,00
27,00
28,17
27,33
26,67
26,50
57
4.7.Rata-rata pH Air Kolam
kode
0
7,6
3
8,0
6
7,9
9
9,7
12
8,9
hari ke
15
9,9
7,2
8,1
7,9
9,5
10,0
10,0
8,0
9,3
9,8
10,3
10,0
7,7
8,0
7,9
9,8
10,0
10,2
8,0
9,9
9,9
10,0
9,3
7,8
7,9
8,0
9,9
10,0
10,0
7,8
9,8
9,9
10,1
10,2
7,7
7,9
8,0
9,7
10,1
9,9
7,8
9,9
10,0
10,1
10,1
7,3
8,0
7,8
9,8
9,9
10,0
8,1
9,9
9,8
10,3
9,9
7,7
7,8
8,0
10,0
10,1
9,9
8,1
9,1
9,6
10,3
10,1
18
8,0
21
10,0
24
9,8
27
9,8
30
9,8
A
B
C
D
E
F
G
4.8.Rata-rata kadar Amoniak air kolam
Hari ke- (mg/L)
kode
1
2
3
4
A
0,65
0,35
0,35
0,28
B
0,29
0,54
0,67
0,35
C
0,65
0,37
0,35
0,56
D
0,35
0,24
0,34
0,88
E
0,48
0,37
0,43
0,98
F
0,44
0,39
0,97
0,89
G
0,44
0,50
0,84
0,80
58
Lampiran 5. Analisis Data Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang
5.1. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Panjang Badan Harian Hari ke-7
Kode
Jumlah
Derajat
Kuadrat
Kuadrat (JK)
bebas (DB)
Tengah (KT)
Perlakuan
1.484
6
.247
Galat
2.874
14
.205
Total
4.358
20
F-Hitung
1.205
Probabilitas
.359
tn
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
5.2.Hasil Anova Laju Pertumbuhan Panjang Badan Harian Hari ke-14
Kode
Jumlah
Derajat
Kuadrat
Kuadrat (JK)
Bebas (DB)
tengah (KT)
Perlakuan
1.553
6
.259
Galat
3.281
14
.234
Total
4.834
20
F-Hitung
1.104
Probabilitas
.407
tn
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
5.3.Hasil Anova Laju Pertumbuhan Panjang Badan Harian Hari ke-21
Kode
Jumlah
Derajat
Kuadrat
Kuadrat (JK)
Bebas (DB)
Tengah (KT)
Perlakuan
1.635
6
.273
Galat
3.467
14
.248
Total
5.102
20
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
F-Hitung
1.101
Probabilitas
.409
tn
59
5.4.Hasil Anova Laju Pertumbuhan Panjang Badan Harian Hari ke-28
Kode
Jumlah
Derajat
Kuadrat
Kuadrat (JK)
Bebas (DB)
Tengah (KT)
.608
6
.101
Galat
2.590
14
.185
Total
3.198
20
Perlakuan
F-Hitung
.548
Probabilitas
.764
tn
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
5.5a. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-7
Kode
Perlakuan
Jumlah Kuadrat
Derajat
Kuadrat
(JK)
Bebas
Tengah
(DB)
(KT)
106,895
6
17,816
Galat
45,312
14
3,237
Total
152,207
20
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
F-tabel
5,505
Probabilitas
,004*
60
5.5b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-7
Kode
N
Subset for alpha = 0,05
1
2
A : Kontrol
3
3,5233
D : EM4 30ml
3
4,1900
B : EM4 10ml
3
6,8100
6,8100
E : EM10 10ml
3
6,8100
6,8100
G : EM10 30ml
3
8,0000
C : EM4 20ml
3
9,2367
F : EM10 20ml
3
10,0967
Probabilitas
,057
,061
Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05),
5.6a. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-14
Kode
Jumlah Kuadrat
Derajat
Kuadrat
(JK)
Bebas
Tengah (KT)
F-tabel
Probabilitas
(DB)
Perlakuan
96,245
6
16,041
Galat
4,518
14
,323
Total
100,763
20
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
49,706
,000*
61
5.6b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-14
Kode
N
Subset for alpha = 0,05
1
2
3
A : Kontrol
3
,0000
C : EM4 20ml
3
,0000
D : EM4 30ml
3
,2900
G : EM10 30ml
3
3,1433
B : EM4 10ml
3
3,5167
F : EM10 20ml
3
4,6667
E : EM10 10ml
3
5,4300
Probabilitas
,563
,434
,122
Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05),
5.7a. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-21
Kode
Jumlah Kuadrat
Derajat
Kuadrat
(JK)
Bebas
Tengah (KT)
F-tabel
Probabilitas
(DB)
Perlakuan
101,427
6
16,905
Galat
14,166
14
1,012
Total
115,594
20
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
16,706
,000*
62
5.7b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-21
Kode
N
Subset for alpha = 0,05
1
2
3
E : EM10 10ml
3
1,4767
F : EM10 20ml
3
2,0000
2,0000
G : EM10 30ml
3
2,0467
2,0467
B : EM4 10ml
3
D : EM4 30ml
3
C : EM4 20ml
3
A : Kontrol
3
3,6667
4
5
3,6667
5,3800
5,3800
5,7600
7,8100
Probabilitas
,521
,074
,056
,651
1,000
Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05),
5.8a. Hasil Anova Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-28
Kode
Jumlah Kuadrat
Derajat
Kuadrat
(JK)
Bebas
Tengah (KT)
F-tabel
Probabilitas
(DB)
Perlakuan
21,611
6
3,602
Galat
2,744
14
,196
Total
24,356
20
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
18,376
,000*
63
5.8b. Hasil Uji Duncan Laju Pertumbuhan Harian Spesifik Hari ke-28
Kode
N
Subset for alpha = 0,05
1
2
3
4
B : EM4 10ml
3
2,3800
C : EM4 20ml
3
3,0000
F : EM10 20ml
3
3,2900
3,2900
E : EM10 10ml
3
3,3333
3,3333
D : EM4 30ml
3
A : Kontrol
3
G : EM10 30ml
3
5
3,0000
3,8567
3,8567
4,3333
5,7600
Probabilitas
,108
,396
,158
,208
1,000
Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda
nyata
menurut
uji
jarak
Duncan
(P>0,05),
5.9a. Hasil Anova Pertumbuhan Biomassa
Kode
Perlakuan
Jumlah Kuadrat
Derajat
Kuadrat
(JK)
Bebas
Tengah
(DB)
(KT)
4,265
6
,711
Galat
,568
14
,041
Total
4,833
20
Keterangan : * : berbeda nyata pada P<0,05
tn : tidak berbeda nyata
F-tabel
17,508
Probabilitas
,000*
64
4.9b. Hasil Uji Duncan Pertumbuhan Biomassa Mutlak
Kode
N
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
D : EM4 30ml
3
F : EM10 20ml
3
5.2500
B : EM4 10ml
3
5.3000
C : EM4 20ml
3
5.3000
E : EM10 10ml
3
5.3000
A : Kontrol
3
G : EM10 30ml
3
Probabilitas
4
4.8000
5.6833
6.3667
1.000
.783
1.000
1.000
Keterangan : angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji jarak Duncan (P>0,05
65
Lampiran 5. Dokumentasi
Download