BAHAN AJAR Mata Kuliah : Ilmu Keperawatan Dasar I Kode Mata Kuliah : SKS : 4 SKS I. Pendahuluan 1. Deskripsi Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Dasar I merupakan bagian dari kelompok Ilmu Keperawatan Dasar. Mata kuliah ini berfokus pada pemahaman konsep-konsep tentang konsep berfikir kritis dalam keperawatan, perkembangan keperawatan, pendekatan holistic care (konsep caring, holisme, humanisme, dan transcultural nursing), prinsip-prinsip legal etis dan isu etik (ethical issue), nursing advocacy, termasuk teknologi komunikasi informasi dalam pembelajaran keperawatan. 2. Kegunaan Mata Kuliah Sebagai mata kuliah dasar untuk mata kuliah inti ilmu keperawatan. Selain itu memberikan pandangan yang mendasar kepada mahasiswa tentang hakikat manusia dan esensi keperawatan yang menjadi kerangka dasar dalam praktik keperawatan. Materi ini sangat dibutuhkan oleh mahasiswa yang nantinya akan menjadi seorang perawat yang profesional 3. Standar Kompetensi Setelah menyelesaikan perkuliahan selama 16 kali pertemuan, mahasiswa mampu menjelaskan berbagai konsep dasar keperawatan dan mengintegrasikannya ke dalam cabang ilmu keperawatan yang lain serta memodifikasi sesuai dengan perkembangan IPTEK Keperawatan, dimana mahasiswa akan mampu: 1 1. Menerapkan konsep berpikir kritis dalam keperawatan 2. Menjelaskan perkembangan sejarah keperawatan nasional dan internasional 3. Menjelaskan konsep tentang teori sistem 4. Menjelaskan konsep berubah dalam keperawatan 5. Menjelaskan konsep holistic care dalam konteks keperawatan 6. Menjelaskan konsep transcultural nursing 7. Menerapkan prinsip-prinsip etika keperawatan pada pengambilan keputusan dalam konteks keperawatan 8. Meenganalisa isu etik dalam praktik keperawatan 9. Menerapkan prinsip-prinsip legal pada pengambilan keputusan dalam konteks keperawatan 10. Menjelaskan konsep perlindungan hukum dalam praktik keperawatan 11. Menjelaskan konsep tentang nursing advocacy 12. Menggunakan teknologi komunikasi informasi dalam pembelajaran keperawatan 4. Susunan Bahan Ajar BAB I KONSEP BERPIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN 1.1 Pengertian Konsep 1.2 Pengertian Berpikir kritis 1.3 Berpikir Kritis dalam Keperawatan BAB II SEJARAH KEPERAWATAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL 2.1 Sejarah keperawatan nasional 2.2 Sejarah keperawatan internasional 2 BAB III PRINSIP – PRINSIP PENDEKATAN SECARA HOLISTIK DALAM KONTEKS KEPERAWATAN 3.1 Teori sistem 3.2 Konsep berubah 3.3 Konsep holistic care : caring, holisme, humanisme 3.4 Transcultural nursing BAB IV PRINSIP-PRINSIP LEGAL ETIS PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KONTEKS KEPERAWATAN 4.1 Prinsip-prinsip etika keperawatan 4.2 Isu etik dalam praktik keperawatan 4.3 Prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan 4.4 Perlindungan hukum dalam praktik keperawatan 4.5 Nursing advocacy BAB V TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBELAJARAN KEPERAWATAN 5.1 Cara pengiriman tugas melalui email 5.2 Cara mencari bahan untuk tugas pembelajaran 5.3 Cara pembuatan blog 3 5. Petunjuk bagi mahasiswa PBL (Problem Based Learning) 1. Setiap mahasiswa akan dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil 2. Setiap kelompok akan diberikan pemicu (kasus) 3. Masing-masing kelompok akan berdiskusi dan menganalisa pemicu yang diberikan 4. Setiap kelompok memprensentasikan hasil diskusinya dalam bentuk power point 5. Kelompok yang lainnya memberikan sanggahan, pertanyaan dan saran Kegiatan Perkuliahan 1. Mahasiswa wajib hadir 15 menit sebelum perkuliahan dimulai 2. Mahasiswa wajib membawa satu buah text book saat perkuliahan 3. Mahasiswa telah membaca materi yang akan dibawakan saat perkuliahan 4. Ketidakhadiran mahasiswa maksimal 2 kali selama satu semester 5. Diakhir perkuliahan mahasiswa akan diberikan kuis 6. Pengumpulan tugas maksimal 1 minggu setelah perkuliahan dilaksanakan Tugas Individual 1. Mahasiswa wajib menelaah satu jenis penelitian yang berkaitan dengan keilmuan keperawatan 2. Dibuat dalam bentuk resume 4 6. Ringkasan isi Secara keseluruhan materi perkuliahan yang diberikan pada Ilmu Keperawatan Dasar I membahas tentang konsep berpikir kritis; sejarah keperawatan nasional dan internasional; teori sistem, konsep berubah; konsep holistic care: caring, holisme, humanisme dan transcultural nursing; prinsip-prinsip etika keperawatan: otonomi, beneficience, justice, moral right, nilai dan norma masyarakat; isu etik dalam praktik keperawatan : euthanasia, aborsi; prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan : malpraktik, neglected, pertangunggugatan, pertanggungjawaban, perlindungan hukum dalam praktik keperawatan; nursing advocacy; aplikasi komputer (membuat blog, menngirim tugas melalui email, mencari bahan untuk tugas pembelajaran melalui internet. 7. Evaluasi Dalam menetapkan nilai akhir, digunakan pembobotan sebagai berikut: Aspek Penilaian Bobot Kehadiran 10% Keaktifan 5% Tugas 10% Kuis 15% Ujian Tengah Semester 30% Ujian Akhir Semester 30% Kriteria penilaian menggunakan format berikut: Presentase Predikat Nilai Mutu 85% - 100% Sangat Baik A 4 70% - 84% Baik B 3 55% - 69% Cukup C 2 50% - 54% Kurang D 1 Sangat Kurang E 0 0% - 49% 5 8. Tim pengajar Team Teaching : Yuniar Mansye Soeli, S.Kep, Ns Meri Herlina, S.Kep, Ns 9. Materi Pendukung Materi pendukung terdapat di dalam buku : A.Aziz Alimul Hidayat (2007), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta Kozier. B (1995), Fundamental of Nursing, Conceps, Prosess and Practice, Fifth Edition, Addison Publising Company. California La Ode Jumadi Gaffar (1999), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta Potter. P (1997), Fundamental of Nursing, Conceps, Prosess and Practice, Fouth Edition, Mosby. St. Louis. Priharjo, R. (1995). Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta: Kanisius. Suhaemi, M.E. (2004). Etika Keperawatan: aplikasi pada praktik. Jakarta: EGC Taylor, Carrol et all. (2004), Fundamental of Nursing. JB Lippincott Company. Philadelphia 6 PRINSIP-PRINSIP LEGAL ETIS PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KONTEKS KEPERAWATAN II. Penyajian 1. Deskripsi Sngkat Pokok bahasan ini membahas tentang prinsip – prinsip etika keperawatan; informed consent; isu etik; prinsip – prinsip legal yaitu malpraktik, kelalaian, pertanggunggugatan, pertanggungjawaban, situasi yang dihindari perawat; nursing advocacy (kerangka, faktor yang mempengaruhi dan langkah pembuatan keputusan etik dalam konteks keperawatan). 2. Manfaat Pokok Bahasan Mahasiswa memahami konsep etika keperawatan, prinsip legal dalam praktik, dan nursing advocacy serta dapat menerapkannya dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional. 3. Relevansi Materi pada pokok bahasan ini sangat dibutuhkan bagi seorang calon perawat mengingat begitu banyaknya kejadian malpraktik terjadi lapangan yang dilakukan oleh seorang perawat dan masih kurangnya pemahaman seorang perawat dalam memutuskan masalah etik yang terjadi pelayanan maupun di masyarakat. 4. Standar Kompetensi Setelah mengikuti perkuliahan pokok bahasan ini, mahasiswa akan mampu : 1. Menerapkan prinsip-prinsip etika keperawatan pada pengambilan keputusan dalam konteks keperawatan 7 2. Menganalisa isu etik dalam praktik keperawatan 3. Menerapkan prinsip-prinsip legal pada pengambilan keputusan dalam konteks keperawatan 4. Menjelaskan konsep perlindungan hukum dalam praktik keperawatan 5. Menjelaskan konsep tentang nursing advocacy 5. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Pokok Bahasan : Prinsip-Prinsip Legal Etis Pada Pengambilan Keputusan Dalam Konteks Keperawatan Sub Pokok Bahasan : 1. Prinsip-prinsip etika keperawatan 2. Isu etik dalam praktik keperawatan 3. Prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan 4. Perlindungan hukum dalam praktik keperawatan 5. Nursing advocacy 6. Penjelasan Materi 1. PRINSIP – PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KONTEKS KEPERAWATAN Pengertian Etika Keperawatan Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlakuan seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu ke wajiban dan tanggungjawab. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang bergerak pada bidang kesejahteraan manusia yaitu dengan 8 memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hari (Nila Ismani, 2001). Etik atau ethics berasal dari kata yunani, yaitu etos yang artinya adat, kebiasaaan, perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : a) baik dan buruk, b) kewajiban dan tanggung jawab (Ismani,2001). 1. MENGATUR ETIKA KEPERAWATAN HUBUNGAN ANTARA PERAWAT DAN PASIEN 2. PROFESI KEPERAWATAN MEMILIKI KONTRAK SOSIAL DENGAN MASYARAKAT Etika keperawatan adalah norma-norma yang dianut perawat dalam bertingkah laku dengan pasien, keluarga, kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di suatu pelayanan keperawatan yang bersifat profesional. Perilaku etik akan dibentuk oleh nilai-nilai dari pasien, perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan. Kode Etik Keperawatan Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, diri sendiri dan tim kesehatan lain. 9 Fungsi Kode Etik Keperawatan 1. Memberikan dasar dalam mengatur hubungan antara perawat, pasien, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan profesi keperawatan 2. Memberikan dasar dalam menilai tindakan keperawatan 3. Membantu masyarakat untuk mengetahui pedoman dalam melaksanakan praktek keperawatan. 4. Menjadi dasar dalam membuat kurikulum pendidikan keperawatan ( Kozier & Erb, 1989 ) Menurut Thompson (1985 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 1989 ) a. Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi : • Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya • Apa tindakan yang diusulkan •Apa maksud dari tindakan yang diusulkan • Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan. b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan 10 mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat e. Mengidentifikasi kewajiban perawat f. Membuat keputusan PRINSIP-PRINSIP DALAM ETIKA KEPERAWATAN 1. Autonomi Autonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri, berarti menghargai manusia sehingga harapannya perawat memperlakukan mereka sebagai seseorang yang mempunyai harga diri dan martabat serta mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. 2. Benefisience Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau tidak menimbulkan bahaya bagi pasien 3. Justice Merupakan prinsip untuk bertindak adil bagi semua individu, setiap individu mendapat perlakuan dan tindakan yang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan hidup seseorang 4. Veracity Merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain / pasien. Kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya didasarkan atau penghargaan terhadap otonomi seseorang dan mereka berhak untuk diberi tahu tentang hal yang sebenarnya 11 5. Menepati janji (Fidelity) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan. 6. Kerahasiaan (Confidentiality) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah menjaga privasi (informasi) klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorang pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari 7. Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien INFORMED CONSENT Informed consent adalah pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan. Hak Pasien : 1. Pasien berhak mendapat informasi yang cukup mengenai rencana tindakan medis yang akan dialaminya. Pemberian informasi ini selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan tanpa tekanan. Informasinya meliputi: – Bentuk tindakan medis – Prosedur pelaksanaannya 12 – Tujuan dan keuntungan dari pelaksanaannya – Resiko dan efek samping dari pelaksanaannya – Resiko / kerugian apabila rencana tindakan medis itu tidak dilakukan – Alternatif lain sebagai pengganti rencana tindakan medis itu, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif tersebut. 2. Pasien berhak meminta pendapat atau penjelasan dari dokter lain untuk membandingkan informasi 3. Pasien berhak menolak 4. Pasien diberi waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan keputusannya Kriteria pasien yang berhak : 1.Pasien sudah dewasa Mulai usia 21 tahun. Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah menikah termasuk kriteria pasien sudah dewasa 2.Pasien dalam keadaan sadar Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal lain, pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar. 3.Pasien dalam keadaan sehat akal Keadaan Gawat Darurat : 1. Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan 2. Prosedur penyelamatan pasien tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi. 13 3. Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut Kode etik keperawatan Indonesia : A. Perawat dan Klien 1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial. 2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien. 3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan. 4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. B. Perawat dan praktek 1) Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar terus-menerus 2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. 14 3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain 4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional C. Perawat dan masyarakat Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat. D. Perawat dan teman sejawat 1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan. 2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal. E. Perawat dan Profesi 1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan 2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan 2. ISU ETIK DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN Beberapa isu keperawatan yang ada diantaranya: 1. Isu-isu Etika Biomedis Isu etika biomedis menyangkut persepsi dan perilaku profesional dan instutisional terhadap hidup dan kesehatan manusia dari sejak sebelum kelahiran, pada saat-saat 15 sejak lahir, selama pertumbuhan, jika terjadi penyakit atau cidera, menjadi tua, sampai saat-saat menjelang akhir hidup, kematian dan malah beberapa waktu setelah itu. Sebenarnya pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu dipilah lagi dalam isuisu etika biomedis atau bioetika yang lahir sebagai dampak revolusi biomedis sejak tahun 1960-an, yang antara lain berakibat masalah dan dilema baru sama sekali bagi para dokter dalam menjalankan propesinya. Etika biomedis dalam arti ini didefinisikan oleh International association of bioethics sebagai berikut; Bioetika adalah studi tentang isu-isu etis,sosial,hukum,dan isu-isu lainyang timbul dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biolagi (terjemahan oleh penulis). Pengertian etika biomedis juga masih perlu dipilah lagi dalam isu-isu etika medis’tradisional’ yang sudah dikenal sejak ribuan tahun, dan lebih banyak menyangkuthubungan individual dalam interaksi terapeutik antara dokter dan pasien. Kemungkinan adanya masalah etika medis demikianlah yang dalam pelayanan di rumah sakit sekarang cepat oleh masyarakat (dan media masa) ditunding sebagai malpraktek. 2. Isu-isu Bioetika Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis dalam arti pertama (bioetika) adalah antara lain terkait dengan: kegiatan rekayasa genetik,teknologi reproduksi,eksperimen medis, donasi dan transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia, isu-isu pada akhir hidup, kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai dengan definisi di atas tentang bioetika oleh International Association of Bioethics ,kegiatan-kegiatan di atas dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika,tapi juga isu-isu sosial, 16 hukum, agama, politik, pemerintahan, ekonomi,kependudukan,lingkungan hidup,dan mungikin juga isu-isu di bidang lain. Dengan demikian,identifikasi dan pemecaha masalah etika biomedis dalam arti tidak hanya terbatas pada kepedulian internal saja-misalnya penanganan masalah etika medis ‘tradisional’- melainkan kepedulian dan bidang kajian banyak ahlimulti- dan inter-displiner tentang masalah-masalah yang timbul karena perkembangan bidang biomedis pada skala mikro dan makro,dan tentang dampaknya atas masyarakat luas dan sistemnilainya,kini dan dimasa mendatang (F.Abel,terjemahan K.Bertens). Studi formal inter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian bioetika yang sekarang sudah banyak jumlahnya terbesar di seluruh dunia.Dengan demikian,identifikasi dan pemecahan masalah etika biomedis dalam arti pertama tidak dibicarakan lebih lanjut pada presentasi ini. yang perlu diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit adalah tentang ‘fatwa’ pusat-pusat kajian nasional dan internasional,deklarasi badan-badan internasional seperti PBB, WHO, Amnesty International, atau’fatwa’ Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional (diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit sebagai institusi tidak melanggar kaidah-kaidah yang sudah dikonsesuskan oleh lembaga-lembaga nasional atau supranasional yang terhormat itu. Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang belum diketahui solusinya,pendapat lembaga-lembaga demikian tentu dapat diminta. 3. Isu-isu Etika Medis Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional dalam pelayanan medis dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya malpraktek. Padahal, etika disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab 17 institusional rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat berdasar pada ketentuan hukum (Perdata, Pidana, atau Tata Usaha Negara) atau pada norma-norma etika. 4. Isu Keperawatan Pelaksanaan Kolaborasi Perawat dengan Dokter Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup. Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama. 18 Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan kepada pasien. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup. Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran. Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. a. Anggota Tim interdisiplin Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan 19 pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim. Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan. Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi seperti skema di bawah ini. Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif 20 menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan. Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalahmasalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi. Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team : - Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional. - Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya 21 - Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas - Meningkatnya kohesifitas antar profesional - Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional, - Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain. Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.Pertemuan profesional dokterperawat dalam situasi nyata lebih banyak terjadi dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara dokterperawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara 22 efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi trasnfer pengetahuan diantara anggota tim. Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif. Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat. 5. Penanganan masalah isu-isu dalam keperawatan Pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”. 23 Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya. Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap saling menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang berkualitas Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam komponenkomponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga ditemukan akar masalah.Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia, kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem, prosedur, atau faktor-faktor lain. Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan (root cause analysis),untuk menetapkan arah pemecahannya. Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah. Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu. Mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah dilaksanakan. Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika baru adalah 24 jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit. 6. Kesimpulan dan saran Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan harus saling bekerjasama. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap saling menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Penangananan masalah yang efektif dan cepat dalam mengatasi masalah antara anggota tim kesehatan dapat memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang berkualitas. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, masing-masing profesi harus berpedoman pada etika profesinya dan harus pula memahami etika profesi disiplin lainnya apalagi dalam wadah dimana mereka berkumpul agar tidak saling berbenturan. 3. PRINSIP – PRINSIP LEGAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN Dalam praktik keperawatan terdapat 4 hal yang termasuk di dalam prinsip – prinsip legal, yaitu : 1. MALPRAKTIK Definisi Malpraktik adalah praktek kedokteran/keperawatan yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur operasional. 25 Malpraktik adalah kelalaian dari tenaga kesehatan dalam menerapkan keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang yang sakit atau terluka Kategori malpraktik 1. Kriminal Malpraktik Apabila perbuatan tersebut merupakan kesengajaan, kelalaian, kecerobohan. Pertanggungjawaban di depan hukum adalah bersifat personal/individual Contoh : Kesengajaan : Melakukan euthanasia tanpa indikasi medis (pasal 344 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP) Kecerobohan : Melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien (informed consent) Kelalaian : Kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat, meninggalnya pasien dan ketinggalan klem di dalam perut saat melakukan operasi 2. Civil Malpraktik - Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan - Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya - Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna melakukannya 26 - Pertanggungjawaban dapat bersifat individual atau dialihkan ke pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability - Rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertangunggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya 3. Administratif Malpraktik - Tenaga kesehatan telah melanggar hokum administrasi - Contoh : tentang persyaratan bagi tenaga keperawatan untuk menjalankan profesinya ( SIK, SIP), batas kewenangan serta kewajiban tenaga keperawatan Tindakan yang termasuk dalam malpraktIk : 1. Kesalahan diagnosa 2. Penyuapan 3. Penyalahgunaan alat-alat kesehatan 4. Pemberian dosis obat yang salah 5. Salah dalam pemberian obat kepada pasien 6. Alat-alat yang tidak memenuhi standart kesehatan atau tidak steril 7. Kesalahan prosedur operasi Dampak yang terjadi akibat malpraktik : 1. Merugikan pasien terutama pada fisiknya dapat menimbulkan kecacatan yang permanen 27 2. Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena merasa bersalah 3. Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana 4. Dari segi sosial dapat dikucilkan oleh masyarakat 5. Dari segi agama mendapat dosa 6. Dari etika keperawatan, melanggar kode etik keperawatan Elemen – elemen pertanggung jawaban hukum (principle of vicarius liability) Yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktek atau kelalaian telah terjadi : 1. Kewajiban (duty) - Memberikan asuhan keperawatan yang profesional yang sesuai dengan SOP - Meminta persetujuan setiap tindakan yang akan dilakukan oleh perawat - Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat 2. Tidak melaksanakan kewajiban (breach of the duty) Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajiban, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya. Contoh : - Gagal dalam mencatat dan melaporkan apa yang telah dikaji dari pasien - Gagal dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit 28 - Gagal dalam melaksanakan dan mendokumentasikan tindakan yang telah diberikan kepada pasien 3. Sebab-akibat (proximate – cause) Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan cedera pada klien. Contoh : Cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien dalam menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh dan menyebabkan fraktur 4. Injury (Cedera) Tenaga kesehatan yang menyebabkan pasien cedera dapat dituntut secara hukum 2. KELALAIAN Definisi Kelalaian dapat bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, dan tidak perduli terhadap kepentingan orang lain Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang tersebut menerimanya Kelalaian yang mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan dan sampai merenggut nyawa orang dinamakan kelalaian berat 3. PERTANGGUNGGUGATAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN Pertanggungguugatan Pertanggunggugatan yaitu suatu tindak gugatan apabila terjadi suatu kasus tertentu 29 Contoh : Ketika dokter memberi instruksi kepada perawat untuk memberikan obat kepada pasien tetapi ternyata obat yang diberikan itu salah, dan mengakibatkan penyakit pasien bertambah parah dan merenggut nyawa pihak keluarga dapat menggugat dokter atau perawat tersebut. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban yaitu suatu konsekuensi yang harus diterima seseorang atas perbuatannya. Contoh : Jika ada kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tidak bisa diterima oleh keluarga pasien maka tenaga kesehatan bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahannya. 4. SITUASI YANG HARUS DIHINDARI PERAWAT 1. Kelalaian 2. Pencurian 3. Fitnah (pernyataan palsu dan merugikan pasien baik secara verbal maupun tertulis) 4. Penyerangan / pemukulan 5. Pelanggaran privasi (kerahasiaan pasien) 6. Penganiayaan (melanggar prinsip etik tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien) 4.4 PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTK KEPERAWATAN Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan 30 derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan. Berikut beberapa undang – undang tentang praktek keperawatan : 1. UU No. 6 tahun 1963 tentan Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Undang- undang ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, apoteker, dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah. UU ini boleh dikatan sudah usang, karena dalam UU ini juga tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini. 2. UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter. 3. Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan) dan 31 paramdis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi juga termasuk katagori keperawatan. 4. Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat suatu peryataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan. 5. Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/Menpan/1986, tangal 4 nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin. Sistem ini menguntungan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya. 6. UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional, kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa peryataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: a) Pasal 53 ayat 1 mengatakan ; Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. b) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hakhak pasien ditetepkan dengan peraturan pemerintah. c) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenagannya. d) Sedangkan pada pasal 53 ayat 3 menyatakan bahwa ; Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. 32 4.5 NURSING ADVOCACY Ketika menghadapi pasien kita memerlukan etika sebagai aturan berperilaku maupun bertingkah laku. Di dalam etika keperawatan membahas dua jenis prinsip yaitu etika dan moral. di dalam moral kita ditentukan tentang sifat baik atau buruk, benar atau salah dan juga layak atau tidak layak. Ketika mengambil keputusan secara etis kita harus menentukan kerangka membuat keputusan, langkah-langkah membuat keputusan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan secara etis. Untuk itulah perlunya materi ini agar calon perawat mengetahui dan memahami tentang keputusan etis dan moral. Konsep moral dalam keperawatan 1. Pengertian moral Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. (fauziah, 2012) Moral dalam istilah dipahami juga sebagai : a. Prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk. b. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah. c. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.(1) 2. Memahami konsep moral dalam keperawatan Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik 33 apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu.( John Stone, 1989 ). Fry (1991) menjelaskan bahwa dalam praktik keperawatan, ada beberapa konsep penting yang harus termaktub dalam standar praktik keperawatan, diantaranya yaitu: a. Advokasi Menurut ANA (1985) advokasi adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun. Fry (1987) sendiri mendefinisikan sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki dampak/penyebab penting. Sementara itu Gadow (1983) mengatakan bahwa advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas untuk menentukan nasib sendiri. Peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan bantuan kepada klien atas keputusan yang telah dibuat klien. Hal ini berarti perawat memberikan penjelasan/informasi sesuai kebutuhan klien. Menurut Kohnke (1982), perawat dalam memberikan bantuan memiliki dua peran yaitu peran aksi dan nonaksi.peran aksi berarti perawat memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka memiliki hak dan tanggung jawab dalam memnentukan pilihan atau keputusan sendiri tanpa tekanan pengaruh orang lain. Sedangkan peran nonaksi mengandung arti bahwa sebagai advokat, perawat harus menahan diri untuk tidak mempengaruhi klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai individu yang memiliki berbagai karakteristik. Perawat harus memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit. 34 b. Responsibilitas dan Akuntabilitas 1).Responsibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat . perawat yang selalu bertanggung jawab dalam melaksanakan tindakannya akan mendapatkan kepercayaan dari klien atau profesi lain. Sehingga ia akan tetap kompeten dalam pengetahuan dan keterampilan serta selalu menunjukan keinginan untuk bekerja berdasarkan kode etik profesi. 2).Akuntabilitas (tanggung gugat) mengandung arti dapat mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang dilakukan, dan menerima konsikuensi dari tindakan tersebut (Kozier, erb, 1991). Mengandung dua komponen utama yaitu tanggung jawab dan tanggung gugat (Fry, 1990) dan dipandang dalam suatu tingkatan hierarki, dimulai dari tingkat individu, institusi/profesional, serta sosial (Sulliva, decker, 1998) perawat bertanggung gugat terhadap dirinya, profesi , klien, sesama karyawan, dan masyarakat. Agar dapat bertanggung gugat, perawata harus bertindak profesional serta sesuai dengan kode etik profesinya. Akunsibilatas dilakukan untuk mengevaluasi efektifikasi perawat dalam melakukan praktik keperawatan. c. Loyalitas Merupakan suatu konsep yang meliputi simpati, peduli dan berhubungan dengan timbal balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat. Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan pihak yang harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik kepada klien, teman sejawat, institusi, maupun profesi. Untuk mewujudkannya, Tabbner mengajukan berbagai argumerntasi: 1). Masalah klien tidak boleh didiskusikan dengan klien lain, karena informasi klien harus didiskusikan secara profesional. 35 2). Perawat harus menhindari pembicaraab yang tidak manfaat. 3). Perawat harus menghargai dan memberikan bantuan kepada teman sejawat 4). Perawat harus menunjukan loyalitasnya kepada profesi dengan berprilaku secara tepat pada saat bertugas. Kerangka pembuat keputusan Kerangka pembuat keputusan terdiri dari : 1. Nilai dan kepercayaan Pribadi 2. Kode etik perawat Indonesia 3. Konsep Moral keperawatan 4. Teori/prinsip-prinsip etika Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli etika, di mana semua kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang etika, yang menurut Fry meliputi: 1. Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar? 2. Jenis tindakan apakah yang benar? 3. Bagaimana aturan-aturan dapat diterapkan pada situasi tertentu? 4. Apakah yang harus dilakukan pada situasi tertentu? Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan dengan mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis. Beberapa kerangka disusun berdasarkan posisi falsafah praktik keperawatan, sementara model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti yang diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton: Metode Jameton dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan 36 keperawatan pasien. Kerangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991), terdiri dari enam tahap: a. Identifikasi masalah. Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-nilai, konflik dan hati nurani. Perawat juga harus mengkaji keterlibatannya terhadap masalah etika yang timbul dan mengkaji para­meter waktu untuk protes pembuatan keputusan. Tahap ini akan memberikan jawaban pada perawat terhadap pernyataan: Hal apakah yang membuat tindakan benar adalah benar? Nilai-nilai diklasifikasi dan peran perawat dalam situasi yang terjadi diidentifikasi. b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpul-kan dalam tahap ini meliputi: orang-orang yang dekat dengan pasien yang terlibat dalam membuat keputusan bagi pasien, harapan/keinginan dari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Perawat kemudian membuat laporan tertulis kisah dari konflik yang terjadi. Perawat harus mengindentifikasi semua pilihan atau alternatif secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua tindakan yang memungkinkan harus terjadi termasuk hasil yang mungkin diperoleh beserta dampaknya. Tahap ini memberikan jawaban: Jenis tindakan apa yang benar? c. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Ini berarti perawat mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-ting bagi individu, nilai-nilai dasar manusia yang menjadi pusat dari masalah, dan prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan dengan masalah. Tahap ini menjawab pertanyaan: Bagaimana aturan-aturan tertentu diterapkan pada situasi tertentu? d. Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pem-buat keputusan memilih tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan etika: Apa yang harus dilaku-kan pada situasi tertentu? e. Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil. 37 Tahap Model Keputusan Bioetis terdiri dari 10 tahapan (J.B Thompson and HO Thompson, Ethic ini Nursing, New York: MacMilan Pu­blishing Co. Inc., 1981, diadaptasikan oleh Kelly, 1987. dalam Priharjo, 19): 1. Kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi. 2. Identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi. 3. Ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional. 4. Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang berlainan. 5. Identifikasi konflik-konflik nilai bila ada. 6. Gali siapa yang harus membuat keputusan. 7. Identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan. 8. Tentukan tindakan dan laksanakan. 9. Evaluasi/review hasil dari keputusan/tindakan. 10. Review situasi yang dihadapi untuk mendeterminasi masalah kesehatan, keputusan yang dibutuhkan, komponen etis individu keunikan Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan. 2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut 3. Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut. 4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat. 38 5. Mendefinisikan kewajiban perawat. 6. Membuat keputusan. Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat diatas, penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik. Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu pengetahuan/tehnologi, legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995). Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu: a. Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya b. Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada pelanggaran hukum/legal c. Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan diskusikan dalam suatu tim (komite etik). d. Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih e. Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan siapa yang harus melaksanakan putusan. Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak yang timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative keputusan dan bila mungkin dapat dijalankan. Langkah-langkah pembuatan keputusan Ada tiga langkah yang biasa digunakan dalam pengambilan keputusan moral. Mereka adalah utilitarianisme, intuisionisme, dan situasional. Paham utilitarianisme 39 adalah paham yang berpendapat bahwa yang baik itu adalah yang berguna, menguntungkan, berfaedah, dan yang jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, tak berfaedah, merugikan. Berasal dari kata Latin utilis tersusunlah teori tujuan perbuatan ini. Secara umum, utilitarianisme menilai sebuah tindakan berdasarkan hasil yang dicapainya, apakah mereka membawa kebaikan bagi manusia atau tidak. Paham ini juga disebut dengan paham teleologis, bahwa semua sistem terarah kepada tujuan. Ends justifies means. (pemerintah: menggusur, demi kepentingan orang banyak, sedikit dikorbankan). Salah satu kekuatan utilitarianisme adalah bahwa mereka menggunakan sebuah prinsip dengan jelas dan rasional. Dengan prinsip ini, pemerintah sering membangun pegangan mereka atas pembentukan kebijakan untuk mengatur masyarakat. Kekuatan lain dari teori ini adalah hasil perbuatan yang dihasilkan. Intuisionisme adalah sistem etika lainnya yang tidak mengukur baik tidaknya sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya melainkan semata-mata berdasarkan maksud si pelaku dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Sistem ini menyoroti wajib tidaknya perbuatan dan keputusan ini. Sistem lain tersebut adalah intuisionisme. Intuisionisme, berasal dari bahasa Inggris: intuition, adalah pandangan bahwa manusia memiliki sebuah kacakapan, yang biasa disebut hati nurani, yang memampukan mereka untuk melihat secara langsung apa yang disebut benar atau salah, jahat atau baik secara moral. Pengetahuan intuitif ini adalah pengetahuan langsung tentang suatu hal tanpa melalui proses logika baik deduktif maupun induktif. Teori ini juga dikenal sebagai teori deontologi (dari kata Yunani: deon: apa yang harus dilakukan; kewajiban). (berdasarkan hati nurani) Intuisionisme memang memiliki kebenaran Pendekatan yang ketiga ditawarkan oleh seorang tokoh etika, Joseph Fletcher, adalah pendekatan situasional. Bagi Fletcher tidak ada sistem yang benar-benar dapat 40 digunakan bagi semua situasi. Menurut dia, semuanya tergantung kepada situasi yang dihadapi oleh pelaku. Pandangan ini memang lebih condong kepada paham intuisionisme, namun kadang-kadang juga bisa menjadi utilitarianisme. Faktor yang mempengaruhi pada pengambilan keputusan a. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan keputusan, antara lain: 1. Faktor Internal Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal karakteristik, kultural, sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan keputusan yang dimiliki. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang berpengaruh pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan masalah, bagaimana evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang, filosofi, sosial dan kultural. b. Pengambilan keputusan kelompok Ada dua kriteria utama untuk pengambilan keputusan yang efektif yaitu Keputusan harus berkualitas tinggi dan dapat mencapai tujuan atau sasaran yang sebelumnya telah didefinisikan. Keputusan harus diterima oleh orang yang bertanggungjawab melaksanakannya. Contoh; Rapat merupakan salah satu alat terpenting untuk mencapai informasi dan mengambil keputusan. Ada keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat dipetik melalui suatu rapat, yaitu : masalah yang timbul menjadi jelas sifatnya karena dibicarakan dalam forum 41 terbuka. nteraksi kelompok akan menghasilkan pendapat dan buah pikiran serta pengertian yang mendalam.Penerimaan dan pelaksanaan keputusan diambil oleh peserta rapat. Rapat melatih menerima pendapat orang lain. Melalui rapat peserta dilatih belajar tentang pemikiran orang lain dan belajar menempatkan diri pada posisi orang lain. Langkah utama proses pengambilan keputusan adalah sama dengan proses pemecahan masalah. Fase ini termasuk mendefinisikan tujuan, memunculkan pilihan, mengidentifikasi keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan, memprioritaskan pilihan, menyeleksi pilihan yang paling baik untuk menilai sebelum mendefinisikan tujuan, implementasi dan evaluasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan secara etis dalam pelayanan keperawatan ( pembuatan keputusan terhadap masalah etis) Pada saat menghadapi masalah yang menyangkut etika, perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya. Beberapa ahli menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, perawat sebenarnya telah menghadapi permasalahan etis, bahkan Thompson dan Thompson menyatakan semua keputusan yang dibuat dengan, atau tentang pasien mempunyai dimensi etis. Setiap perawat harus dapat mendeterminasi dasar-dasar yang ia miliki dalam membuat keputusan misalnya agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya. Dalam membuat keputusan etis, seseorang harus berpikir secara rasional, bukan emosional. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan antara lain : faktor agama, sosial, ilmu pengetahuan/teknologi, legislasi/keputusan juridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak pasien. 42 a. Faktor agama dan adat istiadat Agama Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia harus beragama/berkepercayaan. Contohnya adalah sebelum program KB diluncurkan sebagai program nasional sudah dilakukan suatu diskusi dengan pemuka agama tentang metode kontrasepsi, sehingga tenaga kesehatan tidak ragu-ragu saat mempromosikan program tersebut. Adat Istiadat Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh dalam membuat keputusan etis. Contohnya adalah falsafah budaya jawa “makan tidak makan asalkan kumpul”. Falsafah ini masih dipegang erat oleh masyarakat jawa sehingga jika ada anggota keluarga yang sakit biasanya seluruh anggota keluarga akan ikut menanggung biaya RS dan sebagainya. b. Faktor sosial Faktor ini antara lain meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum dan peraturan perundang-undangan. Contohnya adalah kaum wanita yang pada awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga yang tergantung pada suaminya telah beralih pada pendamping suami yang mempunyai pekerjaan dan bahkan banyak yang telah menjadi wanita karir. Dengan semakin meningkatnya orang yang menekuni profesinya, semakin banyak pula yang menunda perkawinan dan banyak pula yang mempertahankan kesendirian. Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan. Ini 43 menyebabkan perubahan beberapa kebijakan pemerintah termasuk mahalnya biaya pengobatan. c. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai bidang. Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan bahan-bahan/obat-obatan baru. Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesian hemodialisa, ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan berbagai jenis inseminasi, kemajuan-kemajugaran ini menimbulkan pertanyaanpertanyaan yang berhubungan dengan etika. d. Faktor legislasi dan keputusan juridis Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menurut hukum sehingga orang yang bertindak tidak sesuai dengan hukum dapat menimbulkan konflik. Hampir disemua negara, pemerintah berupaya untuk melindungi hak-hak asasi manusia dengan menyusun suatu undang-undang. Misalnya masalah abortus merupakan topik pembicaraan yang hangat secara nasional. Di Amerika Serikat beberapa negara bagian mengijinkan adanya aborsi dengan alasan setiap ibu berhak menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan dibeberapa negara lain melarang aborsi dengan alasan perlindungan nyawa calon bayi. Selain masalah pengaturan abortus aktivitas lain juga menjadi masalah hukum, diantaranya pengaturan pengangkatan dan penjualan bayi, fertilisasi in vitro, ibu pengganti, hak pilih mati dan hak untuk menolak perawatan. 44 e. Faktor dana/keuangan Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan konflik. Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah. Walaupun pemerintah telah mengalokasikan dana yang besar untuk pembangunan kesehatan, namun dana ini belum sepenuhnya dapat mengatasi berbagai program atau masalah kesehatan sehingga partisipasi swasta dan masyarakat banyak digalakkan. Contohnya program JamKesMas. f. Faktor pekerjaan Dalam pembuatan suatu keputusan. Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya. Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang praktik sendiri tetapi bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta atau institusi kesehatan yang lain. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan keputusan/aturan tempat ia bekerja. g. Kode etik keperawatan Merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting dalam penentuan, pemertahanan, dan peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukkan bahwa tanggung jawab dan kepercayaan dari masyarakat telah diterima oleh profesi. Apabila seorang anggota melanggar kode etik profesi, maka organisasi profesi dapat memberi sanksi atau mengeluarkan anggota tersebut. 45 7. Rangkuman 1. Prinsip – prinsip dalam etika keperawatan terdiri dari autonomi, benefisience, veracity, justice, fidelity, confidentiality, dan non malefisience. 2. Isu etik yang ada meliputi isu etika biomedis, etika medis, pelaksanaan pelayanan kolaborasi dan bioetika. 3. Prinsip – prinsip legal dalam praktik keperawatan terdiri dari malpraktik, kelalaian, pertanggunggugatan, pertangunggungjawaban dan situasi yang harus dihindari oleh perawat. 4. Pengambilan keputusan dalam praktik keperawatan memperhatikan kerangka, faktor yang mempengaruhi dan langkah dalam pembuatan keputusan etik. 46 8. Latihan Menganalisa Kasus CONTOH KASUS Kasus I Tn. C berusia 40 tahun. Seeorang yang menginginkan untuk dapat mengakhiri hidupnya (Memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes yang parah dan menjalani dialisis). Ketika Tn. C mengalami henti jantung, dilakukan resusitasi untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini dilakukan oleh pihak rumah sakit karena sesuai dengan prosedur dan kebijakan dalam penanganan pasien di rumah sakit tersebut. Peraturan rumah sakit menyatakan bahwa kehidupan harus disokong. Namun keluarga menuntut atas tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut untuk kepentingan hak meninggal klien. Saat ini klien mengalami koma. Rumah sakit akhirnya menyerahkan kepada pengadilan untuk kasus hak meninggal klien tersebut. Tiga orang perawat mendiskusikan kejadian tersebut dengan memperhatikan antara keinginan/hak meninggal Tn. C dengan moral dan tugas legal untuk mempertahankan kehidupan setiap pasien yang diterapkan dirumah sakit. Perawat A mendukung dan menghormati keputusan Tn.C yang memilih untuk mati. Perawat B menyatakan bahwa semua anggota/staf yang berada dirumah sakit tidak mempunyai hak menjadi seorang pembunuh. Perawat C mengatakan bahwa yang berhak untuk memutuskan adalah dokter. Untuk kasus yang diatas perawat manakah yang benar dan apa landasan moralnya? 47 PEMBAHASAN KASUS I 1. Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar yang terkait dengan kasus eutanasia meliputi orang yang terlibat klien, keluarga klien, dokter, dan tiga orang perawat dengan pendapat yang berbeda yaitu perawat A, B dan C. Tindakan yang diusulkan yaitu perawat A mendukung keputusan tuan C memilih untuk mati dengan maksud mengurangi penderitaan tuan C, perawat B tidak menyetujui untuk melakukan eutanasia karena tidak sesui dengan kebijakan rumah sakit. Dan perawat C mengatakan yang berhak memutuskan adalah dokter. 2. Mengidentifikasi munculnya konflik Penderitaan tuan C dengan kebutaan akibat diabetik, menjalani dialisis dan dalam kondisi koma menyebabkan keluarga juga menyetujui permintaan tuan C untuk dilakukan tindakan eutanasia. Konflik yang terjadi adalah pertama, eutanasia akan melanggar peraturan rumah sakit yang menyatakan kehidupan harus disokong, kedua apabila tidak memenuhi keinginan klien maka akan melanggar hak-hak klien dalam menentukan kehidupannya, ketiga adanya perbedaan pendapat antara perawat A, B dan C. 3. Menentukan tindakan alternatif yang direncanakan Adapun tindakan alternatif yang direncanakan dari konsekuensi tindakan eutanasia adalah 1. Setuju dengan perawat A untuk mendukung hak otonomi tuan C tetapi hal inipun harus dipertimbangkan secara cermat konsekuensinya, sebab dokter dan perawat tidak berhak menjadi pembunuh meskipun klien memintanya. Konsekuensi dari tindakan ini: hak klien terpenuhi, mempercepat kematian klien, keinginan keluarga terpenuhi 48 dan berkurangnya beban keluarga. Namun pihak rumah sakit menjadi tidak konsisten terhadap peraturan yang telah dibuat. 2. Setuju dengan perawat B karena sesuai dengan prinsip moral avoiding killing. Konsekuensi dari tindakan ini: klien tetap menderita dan kecewa, klien dan keluarga akan menuntut rumah sakit, serta beban keluarga terutama biaya perawatan meningkat. Dengan demikian rumah sakit konsisten dengan peraturan yang telah dibuat 3. Setuju dengan perawat C yang menyerahkan keputusannya pada tim medis atau dokter. Namun konsekuensinya perawat tidak bertanggung jawab dari tugasnya. Selain itu dokter juga merupakan staf rumah sakit yang tidak berhak memutuskan kematian klien. 4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat Pada kasus tuan C, yang dapat membuat keputusan adalah manajemen rumah sakit dan keluarga. Rumah sakit harus menjelaskan seluruh konsekuensi dari pilihan yang diambil keluarga untuk dapat dipertimbangkan oleh keluarga. Tugas perawat adalah tetap memberikan asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar klien. 5. Menjelaskan kewajiban perawat Kewajiban perawat seperti yang dialami oleh tuan C adalah tetap menerapkan asuhan keperawatan sebagai berikut: memenuhi kebutuhan dasar klien sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia, mengupayakan suport sistem yang optimal bagi klien seperti keluarga, teman terdekat, dan peer group. Selain itu perawat tetap harus menginformasikan setiap perkembangan dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan perawat. Perawat tetap mengkomunikasikan kondisi klien dengan tim kesehatan yang terlibat dalam perawatan klien Tuan C. 49 6. Mengambil keputusan yang tepat Pengambilan keputusan pada kasus ini memiliki resiko dan konsekuensinya kepada klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling tepat dan menguntungkan untuk klien. Namun sebelum keputusan tersebut diambil perlu diupayakan alternatif tindakan yaitu merawat klien sesuai dengan kewenangan dan kewajiban perawat. Jika tindakan alternatif ini tidak efektif maka melaksanakan keputusan yang telah diputuskan oleh pihak manajemen rumah sakit bersama keluarga klien (informed consent). 50 TUGAS (Lakukan pembahasan kasus seperti pada kasus I) Kasus II Seorang pria tua datang ke poliklinik dengan keluhan perdarahan gastrointestinal, dia mengaku mengkonsumsi alkohol setiap hari , dia kotor dan kasar .dia akan memerlukan beberapa trasnfusi darah . anda mendonorkan darah kepada palang merah amerika. Apakah hal ini membuat dilema bagi anda ? Anda mendengar perawat lain bahwa mereka tidak mau mendonorkan darah untuk pasien seperti dia . apakah anda bersimpati dan merasa kasihan pada pasien ini ? Secara profesional anda dapat bergabung untuk menangani keadaan kritis pada pasien ini. Temukan saat yang tepat untuk melakukan pengarahan / bertanya padanya untuk membuatnya merasa bermakna, apakah pasien ini depresi ? banyak lansia yang depresi dan berpaling ke alkohol . mencari cara untuk mengubah pola hidupnya. Meminta bantuan kepada anda sebagai pekerja sosial. mengingat dalam pendidikan keperawatan ketika mereka membahas mengingat bahasa? pasien ini dapat mengambil manfaat dari mengingat masa lalu dan saat pertumbuhan pribadi layanan agamawan akan sesuai untuk seseorang yang membutuhkan sentuhan terapeutik . apakah pasien ini mengalami defisit perawatan diri ? ini bisa memberi kontribusi untuk persaan sedih dan marah, mungkin konsultasi terapi okulpasi bisa membantunya menemukan cara alternatif untuk memenuhi ADL nya. Mengingat kan diri sendiri mengapa anda menyumbangkan darah itu adalah untuk menyelamatkan nyawa keduanya. Anda memilih untuk memperbaiki kehidupan mereka melalui intervensi keperawatan merupakan tantangan etis. 51 TUGAS (Lakukan pembahasan kasus seperti pada kasus I) Kasus III Pasien Tn. M, umur 60 tahun dengan diagnose dokter suspek syok kardiogenik, dirawat di icu RSUD “PB” baru beberapa jam, kesadaran koma, terpasang ventilator, obat-obatan sudah maksimal untuk mempertahankan fungsi jantung dan organ vital lainnya. Urine tidak keluar sejak pasien masuk icu. Keluarga menginginkan dicabut semua alat bantu yang ada pada pasien. Penjelasan sudah diberikan kepada keluarga, dokter meminta kesempatan kepada keluarga untuk mencoba menyelamatkan nyawa pasien, tetapi keluarga tetap pada pendiriannya. Keluarga menandatangani surat penolakan untuk diteruskannya perawatan di icu dan surat penolakan dilakukannya tindakan. Akhirnya ventilator dimatikan oleh anak pasien dan semua alat dicabut dari pasien dengan disaksikan oleh keluarga, dokter dan perawat icu dan pasien meninggal dunia. 52 TUGAS (Lakukan pembahasan kasus seperti pada kasus I) Kasus IV Seorang pasien (72 tahun) sudah tidak bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian lagi, jatuh sakit. Hidupnya tergantung dari para saudara yang tidak bisa menolong banyak. Suatu hari dia jatuh pingsan dan dibawa ke suatu rumah sakit dan dimasukkan ke High Care Unit. Pasien diberikan oksigen. Pemeriksaan laboratorium menujukkan bahwa kedua ginjalnya sudah tidak berfungsi, sehingga harus dipasang kateter. Setelah dilakukan observasi beberapa jam, sang dokter menganjurkan memasukkan ke ICU karena perlu diberi bantuan pernafasan melalui ventilator. Dokter jaga meminta persetujuan anggota keluarganya. Saudaranya memutuskan untuk menolak menandatangani surat penolakan. Mengapa ? karena atas pertimbangan manfaat dan finansial walaupun dirawat di ICU, belum tentu pasien tersebut akan bisa disembuhkan dan bisa normal kembali seperti sedia kala. Apakah keputusan untuk menolak ini salah ? Penolakan ini tentu sudah diperhitungkan dan dipikirkan matang-matang. Suatu hari dirawat diruang HCU dengan obat-obat saja sudah menelan biaya beberapa juta. Bagaimana jika harus diteruskan di ICU ? pembiayannya akan tidak bisa terbayar dan bagaimna pemecahannya kelak ? Apakah saudara itu dapat dipersalahkan karena tega tidak mau menolong saudaranya dengan memasukkan ke ICU ? masalah yang dipertimbangkan : apakah bisa terbayar biaya-biaya ICU dan obat-obatannya yang mahal itu yang setiap hari harus dikeluarkan? Brapa lama pasien itu harus dirawat ? Apakah masih bisa dikembalikan kesehatanya seperti semula, sedangkan umurnya sudah 72 tahun ? seandainya bisa tertolong bagaimana selanjutnnya ? bukan kah fungsi ginjalnya sudah tidak bekerja ? ini berarti ia harus dilakukan dialisis seminggu dua kali yang perkalinya kurang lebih berjumlah beberapa 53 ratus ribu rupiah. Bagaimana bissa membiayainya terus-menerus, sedangkan saudaranya juga orang bekerja dan mana mungkin membiayai cuci darah disamping mengongkosi rumah tangganya sendiri ?Apa salah jika ia menolak saudaranya dirawat di ICU ? dan jika ia harus berbaring terus di tempat tidur, buang air harus ditolong, siapa yang bias mengurusnya dan bagaimana membiayainya ? Rumusan dilema etik dilema keluarga yang tidak setuju dengan pemasangan ventilator dilema pasien yang ingin dimasukkan ke ICU dilema keluarga tentang biaya ICU dan obat-obatan yang mahal Dilema dokter tentang pemasangan ventilator dilema keluarga tentang masa depan pasien. Suatu hari dia jatuh pingsan dan dibawa ke suatu rumah sakit dan dimasukkan ke High Care Unit. Pasien diberikan oksigen. kedua ginjalnya sudah tidak berfungsi, sehingga harus dipasang kateter. Sang dokter menganjurkan memasukkan ke ICU karena perlu diberi bantuan pernafasan melalui ventilator. Dokter jaga meminta persetujuan anggota keluarganya. ANALISIS: Pada kasus ini seorang dokter ingin melakukan yang terbaik buat pasiennya dan tidak ingin lebih memperburuk keadaan pasien dimana memasukkan pasien ke HCU dan memberikan bantuan oksigen serta memberikan informasi tentang apa yang yang sebaiknya dilakukan pasien. Menurut JOHNSON SIEGLER saudaranya memutuskan untuk menolak menandatangani surat penolakan. Apakah masih bisa dikembalikan kesehatanya seperti semula, sedangkanJ umurnya sudah 72 tahun ? seandainya bisa tertolong bagaimana selanjutnnya ? bukan kah fungsi ginjalnya sudah tidak bekerja ? ini berarti ia harus dilakukan dialisis seminggu dua kali yang perkalinya kurang lebih berjumlah beberapa ratus ribu rupiah. 54 III. PENUTUP 1. TES FORMATIF POKOK BAHASAN : PRINSIP-PRINSIP LEGAL ETIS PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KONTEKS KEPERAWATAN WAKTU : 90 MENIT TEAM TEACHING : 1. YUNIAR MANSYE SOELI, S.KEP, Ns 2. MERI HERLINA, S.KEP, Ns SOAL ESSAY : 1. JELASKAN TUJUH PRINSI P DALAM ETIKA KEPERAWATAN ? 2. JELASKAN 3 KATEGORI DALAM MALPRAKTIK DISERTAI DENGAN CONTOH ? 3. SEBUTKAN DAN JELASKAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ? 4. SEBUTKAN SITUASI YANG HARUS DIHINDARI OLEH SEORANG PERAWAT ? 5. KASUS : Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali. 55 Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam karena kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat. Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi. Dari kasus diatas Identifikasi dan kembangkan data dasar Identifikasi munculnya konflik Tentukan tindakan alternatif yang direncanakan Tentukan siapa pengambil keputusan Jelaskan kewajiban perawat berdasarkan kasus diatas 56 2. Umpan Balik Setiap tugas yang diberikan oleh mahasiswa akan mendapatkan feed back (umpan balik) dari dosen baik itu secara lisan maupun tertulis Umpan balik akan diberikan selambat-lambatnya satu minggu setelah tugas diserahkan ke dosen yang bersangkutan 3. Tindak Lanjut Setiap tugas dari mahasiswa akan diberikan umpan balik Mahasiswa yang memiki nilai dibawah standar rata-rata (D dan E) akan diberikan bimbingan khusus Mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Dasar I (IKD I) akan mengikuti Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Dasar II sebagai tindak lanjut dari mata kuliah IKD I 4. Kunci Jawaban 1. Prinsip-prinsip dalam etika keperawattan 1.Autonomi Autonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri, berarti menghargai manusia sehingga harapannya perawat memperlakukan mereka sebagai seseorang yang mempunyai harga diri dan martabat serta mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. 2. Benefisience Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau tidak menimbulkan bahaya bagi pasien 3. Justice Merupakan prinsip untuk bertindak adil bagi semua individu, setiap individu mendapat perlakuan dan tindakan yang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik 57 tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan hidup seseorang 4. Veracity Merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain / pasien. Kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya didasarkan atau penghargaan terhadap otonomi seseorang dan mereka berhak untuk diberi tahu tentang hal yang sebenarnya 5. Menepati janji (Fidelity) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan. 6. Kerahasiaan (Confidentiality) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah menjaga privasi (informasi) klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorang pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari 7. Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien 58 2. Kategori malpraktik 1. Kriminal Malpraktik Apabila perbuatan tersebut merupakan kesengajaan, kelalaian, kecerobohan. Pertanggungjawaban di depan hukum adalah bersifat personal/individual Contoh : Kesengajaan : Melakukan euthanasia tanpa indikasi medis (pasal 344 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP) Kecerobohan : Melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien (informed consent) Kelalaian : Kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat, meninggalnya pasien dan ketinggalan klem di dalam perut saat melakukan operasi 2. Civil Malpraktik - Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan - Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya - Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna melakukannya - Pertanggungjawaban dapat bersifat individual atau dialihkan ke pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability - Rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertangunggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya 3. Administratif Malpraktik - Tenaga kesehatan telah melanggar hokum administrasi 59 - Contoh : tentang persyaratan bagi tenaga keperawatan untuk menjalankan profesinya ( SIK, SIP), batas kewenangan serta kewajiban tenaga keperawatan 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis : 1. Faktor Internal Faktor internal dari diri manajer sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal karakteristik, kultural, sosial, latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan keputusan yang dimiliki. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang berpengaruh pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan masalah, bagaimana evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang, filosofi, sosial dan kultural. 4. Situasi yang harus dihindari oleh perawat : Kelalaian Pencurian Fitnah (pernyataan palsu dan merugikan pasien baik secara verbal maupun tertulis) Penyerangan / pemukulan Pelanggaran privasi (kerahasiaan pasien) Penganiayaan (melanggar prinsip etik tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien) 60 REFERENSI A.Aziz Alimul Hidayat (2007), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta Kozier. B (1995), Fundamental of Nursing, Conceps, Prosess and Practice, Fifth Edition, Addison Publising Company. California La Ode Jumadi Gaffar (1999), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta Potter. P (1997), Fundamental of Nursing, Conceps, Prosess and Practice, Fouth Edition, Mosby. St. Louis. Priharjo, R. (1995). Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta: Kanisius. Suhaemi, M.E. (2004). Etika Keperawatan: aplikasi pada praktik. Jakarta: EGC Taylor, Carrol et all. (2004), Fundamental of Nursing. JB Lippincott Company. Philadelphia. 61