BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) 2.1 Prinsip Dasar GPR Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Berasal dari dua kata yaitu geo berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and ranging. Secara harfiah, artinya alat pelacak bumi dengan menggunakan gelombang radio. Komponen GPR untuk pengukuran kondisi bawah permukaan biasanya terdiri dari control unit, antena transmitter dan receiver dan tempat penyimpanan data (komputer/laptop). Mode konfigurasi antena transmitter dan receiver pada GPR terdiri dari mode monostatik dan bistatik. Mode monostatik yaitu bila transmitter dan receiver digabung dalam satu antena sehingga tidak ada jarak pemisah sedangkan mode bistatik bila kedua antena memiliki jarak pemisah (Lab. Fisika Bumi, 2004). Gambar 2.1 Skema Ground Penetrating Radar Fungsi dari masing – masing komponen tersebut adalah: 1. Control unit berfungsi untuk membangkitkan sinyal pemicu secara serempak ke transmitter dan receiver. Pulsa-pulsa ini mengontrol transmitter dan receiver dalam menghasilkan bentuk gelombang dari pulsa yang dipantulkan. Komputer akan memberikan informasi lengkap bagaimana prosedur yang harus dilakukan. Selain itu, Control Unit akan menyimpan track dari tiap posisi dan waktu. Serta menyimpan data mentah dalam sebuah buffer sementara dan pada saat dibutuhkan dapat diambil dan ditransfer langsung ke komputer. 2. Antena transmitter membangkitkan pulsa gelombang EM pada frekuensi tertentu sesuai dengan karakteristik antena tersebut (10 Mhz-4Ghz). Unit ini menghasilkan energi elektromagnetik dan mengirimnya pada daerah sekitar yang akan diobservasi. Energi dalam bentuk pulsa ini dipindahkan ke bagian antena, kemudian ditransform dan diperkuat tergantung pada frekuensi yang dipakai. 3. Receiver mengkonversi sinyal yang diterima antena ke bentuk nilai integer. Unit ini diatur untuk melakukan scan yang dapat mencapai 32 – 512 scan per detik. Setiap hasil scan ditampilkan pada layar monitor yang disebut juga radargram, sebagai fungsi waktu two-way time travel time, yaitu waktu tempuh gelombang EM menjalar dari transmitter – target – receiver. Antena tranmitter dan receiver merupakan tranduser yang mengkonversi arus listrik pada elemen metal antena yang mentransmisikan gelombang elektromagnetik untuk merambat ke material. Antena meradiasikan energi elektromagnetik ketika ada perubahan akselerasi arus pada antena. Sistem GPR dikontrol secara digital dan data direkam untuk post-survey processing dan display. Kontrol digital dan bagian display sistem GPR biasanya terdiri dari mikroprocessor, memori, dan medium penyimpanan untuk menyimpan data pengukuran lapangan. Sebuah micro-computer dan sistem operasi standar digunakan untuk mengontrol proses pengukuran, menyimpan data, dan mengeset interface yang ditentukan oleh pengguna. Data GPR diambil di sepanjang lintasan dan secara simultan direkam pada hard drive. Ketika gelombang radar menemui diskontinuitas struktural (contohnya keretakan, kekosongan atau perbedaan sifat material yang drastis), sebagian dari gelombang tersebut akan dipantulkan dan akan membentuk impuls sekunder. Impuls tersebut kemudian ditangkap oleh antena receiver dan kemudian direkam berupa data pengamatan, dan jika data tersebut diinterpretasikan secara benar, maka data tersebut akan menunjukkan struktur bawah permukaan dari benda/material yang ingin kita amati. Ketika data diambil secara terus-menerus, skala horizontal pada radargram ditentukan oleh kecepatan gerakan antena atau roda bertali (hip chain) yang terikat pada tempat tertentu di awal lintasan. Skala vertikal adalah interval rekaman kedalaman yang diatur pada sampling frekuensi. Interval rekaman mempresentasikan two-way travel time maksimum yang direkam. Travel time GPR kemudian dikonversikan ke kedalaman (depth conversion) dengan kalibrasi terhadap objek yang telah diketahui kedalamannya atau dengan melakukan common midpoint stack dengan antena bistatik di sekeliling reflektor datar dan memisahkan antara transmitter dan receiver. Respon dari sistem radar berhubungan dengan filter dari antena transmitter dan receiver dan respon target berhubungan dengan refleksi objek bawah permukaan (subsurface). Pendeteksian GPR selanjutnya adalah masalah penginderaan dan pengukuran target menggunakan sinyal masukan (input signal) yang telah diketahui dan melakukan analisis sinyal keluaran (output signal) yang diobservasi. Kemampuan penetrasi GPR tergantung pada frekuensi sinyal, efisiensi radiasi antena dan sifat dielektrik material. Sinyal radar dengan frekuensi yang tinggi akan menghasilkan resolusi yang tinggi dengan kedalaman penetrasinya terbatas, sebaliknya sinyal radar dengan frekuensi rendah akan menghasilkan penetrasi kedalaman yang jauh tetapi resolusinya rendah (Arcone, 1984). Frekuensi gelombang radar yang dipancarkan dapat diatur dengan mengganti antena. Dimensi antena bervariasi dengan frekuensi gelombang radar, sebagai misal antena 1 Ghz berukuran 30 cm sedangkan antena 25 MHz mempunyai panjang 6 m (Astutik, 2001). Pemilihan frekuensi yang digunakan tergantung pada ukuran target, aproksimasi range kedalaman dan aproksimasi maksimum kedalaman penetrasi seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Resolusi dan daya tembus gelombang radar (Mala Geoscience, 1997) 2.2 Teori Medan Maxwell Perambatan gelombang EM dalam suatu medium dapat dipandang sebagai sumber eksternal medan EM dalam medium tersebut, sedangkan radiasi dari osilasi atom-atom penyusun medium tersebut merupakan sumber internal. Superposisi dari kedua sumber tersebut menghasilkan gelombang EM yang ditransmisikan suatu medium dengan kecepatan perambatan energi yaitu c/n, dimana n adalah indeks bias dari medium. Metode GPR berlandaskan pada Persamaan Maxwell yang merupakan perumusan hukum-hukum alam yang mendasari semua fenomena elektromagnetik. Perumusan Maxwell terdiri dari empat persamaan medan, masing-masing dapat dipandang sebagai hubungan antara medan dan distribusi sumber (muatan atau arus) yang bersangkutan. Persamaan Maxwell untuk medium isotropic heterogen dirumuskan sebagai berikut : ∂D +J ∂t ∇×H = D = εE , B = μH , J = σE dengan hubungan ∇× E = − (2.1) ∂B ∂t (2.2) ∇.B = 0 (2.3) ρ ε (2.4) ∇.E = dimana E : medan listrik H : medan magnet J : rapat arus listrik σ : konduktifitas Dengan menerapkan operasi curl pada persamaan Maxwell maka diperoleh : ∇ × ∇ × E = −∇ × {∂B ∂t} = −∇ × {∂ ∂t (μH )} ∇ × ∇ × H = ∇ × {J + ∂D ∂t} = ∇ × {σE + ∂ ∂t (εE )} (2.5) (2.6) Dengan menggunakan persamaan Maxwell diatas, dapat diturunkan persamaan gelombang elektromagnetik sebagai berikut : 2.3 ∇ 2 E − με ∂2E =0 ∂t 2 (2.7) ∇ 2 H − με ∂2E =0 ∂t 2 (2.8) Gelombang Radar Fenomena yang terjadi karena gangguan lokal pada suatu besaran fisis dan adanya perambatan gangguan dalam medium sekitarnya disebut sebagai gelombang. Gangguan tersebut dapat berupa osilasi kedudukan partikel, osilasi tekanan atau kerapatan massa dalam medium bersangkutan, dan osilasi medan listrik atau magnet yang berasal dari osilasi arus atau osilasi rapat muatan listrik. Untuk gelombang elektromagnet, perambatan gangguan lokal tersebut selalu berlangsung dalam medium material (Tjia, 1994). Kedalaman maksimum yang dapat dicapai oleh impuls radar bergantung dari frekuensi yang dipakai serta pada resistivitas bahan. Semakin tinggi frekuensi radar yang digunakan, akan semakin rendah daya tembus gelombang radar tersebut, Dan semakin rendah frekuensi radar yang dipakai, akan semakin tinggi daya tembus gelombang radar tersebut. Ketika merambat dalam material, gelombang radar tersebut juga mengalami pengurangan yang berbanding lurus dengan konduktivitas dielektrik bahan tersebut. Radiasi elektromagnetik yang direfleksikan material bergantung pada kontras konstanta dielektrik relatif perlapisan-perlapisan yang berdekatan. Jika kontras tersebut besar, maka jumlah energi gelombang radar yang direfleksikan juga besar. Koefisien refleksi (R) didefinisikan sebagai perbandingan energi yang dipantulkan dan energi yang datang. Besarnya R ditentukan oleh kontras kecepatan dielektrik relatif dari medium. Dalam semua kasus magnitudo R berada pada rentang ±1. Bagian energi yang ditransmisikan sama dengan 1-R, sedangkan daya koefisiensi refleksi sama dengan R2. Amplitudo koefisien refleksi diberikan oleh persamaan berikut: R= ε 2 − ε1 (V1 − V2 ) = (V1 + V2 ) ε 2 + ε1 (2.9) dengan V1, V2 adalah kecepatan gelombang radar pada lapisan 1 dan 2 (V1 < V2), dan ε1, ε2 adalah konstanta dielektrik relatif (εr) dari lapisan 1 dan lapisan 2. Kecepatan gelombang radar dalam beberapa medium tergantung pada kecepatan cahaya di udara (c = 300 mm/ns), konstanta dielektrik relatif (εr) dan permeabilitas magnetik relatif (μr = 1 untuk material non magnetik). Selain itu, kecepatan radar tergantung pada jenis bahan dan merupakan fungsi dari permitivitas relatif bahan. Kecepatan gelombang radar dalam material (Vm) diberikan oleh persamaan (Reynolds,1997) berikut: Vm = c ( ) ⎡⎛ ε r μ r ⎞ 1 + P 2 − 1⎤ ⎢⎣⎜⎝ ⎥⎦ 2 ⎟⎠ 1 (2.10) 2 dimana : c = 300 mm/ns = Kecepatan cahaya di udara ε r = konstanta dielektrik relatif μ r = Permeabilitas magnetik relatif P = σ ωε (loss factor) Untuk material dengan loss factor rendah (P ≈ 0), maka berlaku persamaan Vm = c εr = 0.3 εr m/ns (2.11) Di bawah ini merupakan rentang harga kecepatan gelombang radar beberapa material Tabel 2.2 Kecepatan dan konstanta dielektrik berbagai medium (Ma la Geoscience, 1997) 2.4 Akuisisi Data GPR Pemakaian sistem radar terdiri dari tiga cara yaitu Reflection Profiling ( antena monostatik ataupun bistatik ); Wide Angle Reflection and Refraction (WARR) atau Common Mid Point (CMP) sounding; dan Transillumination atau Radar Tomography (Modul Semester Break, 2004). 2.4.1 Radar Reflection Profiling (antena monostatik ataupun bistatik) Radar ini membawa antena transmitter dan receiver bergerak bersamaan diatas permukaan tanah. Hasil tampilan pada radargram merupakan kumpulan tiap titik pengamatan. Tx Rx Tx Rx Direct wave Reflected wave Gambar 2.2 Skema Pengukuran Radar Reflection Profiling Pada pola akuisisi penampangan radar refleksi ini, ke dua antena radar bergerak di atas permukaan tanah secara simultan, dengan waktu tempuh terukur terhadap reflektor radar ditunjukkan pada sumbu vertikal sementara jarak antena yang bergerak ditunjukkan pada sumbu horizontal. 2.4.2 WARR atau CMP sounding Cara Wide Angle Reflection and Refraction (WARR) sounding dengan menaruh transmitter pada posisi yang tetap dan receiver dibawa pada area penyelidikan. WARR sounding diterapkan pada kasus dimana bidang reflektor relatif datar atau memiliki kemiringan yang rendah. Karena asumsi ini tidak selalu benar pada kebanyakan kasus maka digunakan Common Mid Point (CMP) sounding untuk mengatasi kelemahan tersebut. Pada CMP sounding antena transmitter dan receiver bergerak menjauhi satu sama lainnya dengan titik tengah pada posisi yang tetap. Profil yang dihasilkan berupa waktu delay akibat perbedaan offset yang dapat diterapkan koreksi NMO (Normal Moveout) untuk menghasilkan kecepatan rms bawah permukaan. Metode ini pada umumnya dilakukan sekali pada salah satu line constant. Lokasi CMP sebaiknya berada di suatu area dimana reflektor prinsipal berupa bidang datar dan horizontal atau kemiringan hanya pada sudut yang sangat rendah. Dalam pengukuran diasumsikan bahwa sifat material sama. T R1 R2 R3 R4 Gambar 2.3 Skema Pengukuran WARR T3 T2 T1 R1 R2 R3 Gambar 2.4 Skema Pengukuran CMP Sounding 2.4.3 Transillumination atau Radar Tomography Radar ini dengan menempatkan transmitter dan receiver pada posisi yang berlawanan. Sebagai contoh jika transmitter diletakkan pada satu satu sisi, maka receiver diletakan pada sisi yang lain dan saling berhadapan. Umumya metoda ini digunakan pada kasus Non-Destructive Testing (NDT) dengan menggunakan frekuensi antena sekitar 900 MHz. T1 R1 R2 R3 R4 Gambar 2.5 Skema Pengukuran Radar Tomography