KONSENTRASI LOGAM BERAT PADA AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN PESISIR PROVINSI SULAWESI SELATAN (Heavy Metals Consentrations in Water and Sediment at Coastal Waters of South Sulawesi Province)* 1 2 Heru Setiawan dan/and Endro Subiandono 1 Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. P. Kemerdekaan Km 16.5 Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia Telp./Fax. (0411) 554049/554051 2 Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Jl. Gunung Batu No. 5, Po. Box. 165, Bogor 16610, Jawa Barat, Indonesia Telp. 0251- 8633234, 520067; Fax. 0251 - 8638111 E-mail: [email protected]; [email protected] *Diterima: 2 Oktober 2014; Direvisi: 2 Februari 2015; Disetujui: 11 Februari 2015 ABSTRACT South Sulawesi is one of the provinces hold large coastal waters with high levels of pollution vulnerability. This study aimed to determine the contamination of heavy metals of lead (Pb), copper (Cu) and cadmium (Cd) in sediments and coastal waters of South Sulawesi Province. Sediment and water samples were taken from four research stations, namely Tanjung Bunga Makassar, Tallo River Estuary Makassar, Pare-Pare Bay and Bone Bay. Analysis of heavy metals content was conducted using Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). The results showed that the highest accumulation of heavy metals in sediments for Pb, Cd and Cu was derived from Tallo River Estuary with 66.6 ppm, 5.16 ppm and 31.1 ppm. The highest accumulation of heavy metals in the coastal water, for Pb was derived from Tanjung Bunga Makassar with 0.11 ppm, for Cu was derived from Tallo River with 0.16 ppm, and highest accumulation of Cd derived from Tallo River with 0.73 ppm. Overall, the content of heavy metals Pb, Cu and Cd in water samples from all study sites has exceeded the threshold, while the content of heavy metals in sediments that exceed the threshold is cadmium Keywords: Heavy metals, coastal water, sediment, South Sulawesi Province ABSTRAK Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang mempunyai perairan pesisir yang luas dengan tingkat kerentanan pencemaran yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat jenis timbal (Pb), tembaga (Cu) dan kadmium (Cd) pada sedimen dan air di perairan pesisir Provinsi Sulawesi Selatan. Sampel sedimen dan air diambil dari empat stasiun penelitian, yaitu Pantai Tanjung Bunga Makassar, muara Sungai Tallo Makassar, Teluk Pare-Pare dan Teluk Bone. Analisis kandungan logam berat dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). Hasil penelitian menunjukkan kandungan logam berat pada sedimen yang tertinggi untuk logam berat Pb, Cd dan Cu berasal dari muara Sungai Tallo dengan konsentrasi 66,6 ppm, 5,16 ppm dan 31,1 ppm. Kandungan logam berat pada air tertinggi, untuk Pb berasal dari Pantai Tanjung Bunga yaitu 0,11 ppm, kandungan Cu terbesar berasal dari muara Sungai Tallo 0,16 ppm dan kandungan Cd terbesar dari muara Sungai Tallo yaitu 0,73 ppm. Secara keseluruhan, kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd pada sampel air di semua lokasi penelitian telah melebihi ambang batas sedangkan kandungan logam berat pada sedimen yang melebihi ambang batas adalah logam berat kadmium Kata kunci: Logam berat, perairan pesisir, sedimen, Provinsi Sulawesi Selatan I. PENDAHULUAN Perairan pesisir merupakan tempat bermuaranya sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Dengan demikian, perairan pesisir menjadi tempat berkumpulnya zat-zat pencemar yang terbawa oleh aliran sungai. Selain itu, perairan pesisir merupakan salah satu perairan yang sangat rentan terhadap berbagai macam tekanan diantaranya adalah reklamasi, abrasi, sedimentasi, perikanan tambak, akumulasi sampah dan bahaya kontaminasi logam berat. 67 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79 Logam berat merupakan salah satu jenis zat polutan lingkungan yang paling umum dijumpai dalam perairan. Terdapatnya kandungan logam berat dalam organisme mengindikasikan adanya sumber logam berat yang berasal dari alam atau dari aktivitas manusia (Mohiuddin et al., 2011). Kegiatan industri yang intensif dan aktivitas manusia dalam kegiatan pertambangan, kegiatan industri penggilingan dan industri manufaktur telah mengakibatkan pelepasan limbah logam berat ke lingkungan (Karbassi et al., 2008). Pencemaran logam berat yang diakibatkan oleh dampak kegiatan industri dan aktivitas rumah tangga harus dapat dikendalikan, karena akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup manusia maupun biota di sekitarnya. Pencemaran logam berat yang masuk ke lingkungan perairan sungai akan terlarut dalam air dan akan terakumulasi dalam sedimen dan dapat bertambah sejalan dengan berjalannya waktu, tergantung pada kondisi lingkungan perairan tersebut (Wulan et al., 2013). Logam berat dapat berpindah dari lingkungan ke organisme dan dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan (Yalcin et al., 2008). Logam berat yang ada pada perairan, suatu saat akan turun dan mengendap pada dasar perairan, membentuk sedimentasi dan hal ini akan menyebabkan biota laut yang mencari makan di dasar perairan seperti udang, kerang dan kepiting akan memiliki peluang yang sangat besar untuk terkontaminasi logam berat tersebut. Jika biota laut yang telah terkontaminasi logam berat tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu, dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup (Palar, 2008). Toksisitas logam berat dalam lingkungan laut telah menjadi perhatian utama karena mempunyai potensi risiko yang tinggi bagi sejumlah flora dan fauna, termasuk manusia, melalui rantai makanan (Boran & Altinox, 2010). Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh biota laut melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan (insang), saluran pencernaan (usus, hati, ginjal) maupun penetrasi melalui kulit (Ma'ruf, 2007). Hasil penelitian menyatakan bahwa berbagai macam penyakit kanker pada manusia adalah akibat makanan yang mengandung logam berat dan bahan kimia. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh manusia akan melakukan interaksi dengan enzim, protein, DNA serta zat metabolit lainnya. Adanya logam berat dalam tubuh dengan jumlah yang berlebih jelas akan sangat berbahaya bagi tubuh (Agustina, 2010). Berbagai bahaya kontaminasi logam berat yang ditimbulkan tersebut, maka diperlukan monitoring dan evaluasi terhadap kondisi perairan pesisir sebagai salah satu bentuk upaya pencegahan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kadar logam logam berat Timbal (Pb), Tembaga (Cu) dan Cadmium (Cd) dalam air dan sedimen di perairan pesisir Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat diketahui apakah kadar logam berat yang terdapat pada air dan sedimen di perairan pesisir Provinsi Sulawesi Selatan telah melampaui atau belum terhadap ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan diketahuinya kualitas perairan pesisir, maka dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan maupun pemulihan ekosistem pesisir dengan melakukan rehabilitasi dan penanaman vegetasi mangrove yang mempunyai kemampuan menyerap logam berat. II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan perairan pesisir di Propinsi Sulawesi Selatan. Lokasi penelitian dipilih secara purposive sampling dengan mempertimbangkan tingkat kemungkinan kontaminasi logam berat yang tinggi, yaitu pada daerah sekitar pelabuhan, berdekatan dengan pertambakan dan muara sungai yang merupakan tempat akumulasi limbah industri maupun limbah rumah tangga. Logam berat yang masuk dalam ekosistem perairan 68 Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono), pesisir juga dapat berasal dari aktivitas perkapalan, wisata, tumpahan minyak, aktivitas pertambangan dan aktivitas pertanian. Logam berat yang berasal dari aktivitas pertanian bersumber dari penggunaaan insektisida dan pupuk yang berlebihan. Konsentrasi logam berat yang tinggi dalam lingkungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan daya toksisitas, persistan dan bioakumulasi logam itu sendiri (Lindsey et al., 2004). Tabel 1 merupakan gambaran umum lokasi stasiun pengambilan sampel penelitian. Tabel (Table) 1. Lokasi stasiun pengambilan sampel penelitian (The location of research stations) Stasiun penelitian (Research station) Teluk Pare -Pare (Pare-Pare Bay) Letak geografis (Geographic location) 07° 92' 31,7" LS 95° 57' 80,0" BT Teluk Bone (Bone Bay) 02° 09' 69,8" LS 94° 95' 90,8" BT Sekitar Pantai Tanjung Bunga (Around Tanjung Bunga Beach) Muara Sungai Tallo (Tallo River Estuary ) 07° 66' 06,9" LS 94° 29' 06,0" BT 07° 70' 90,7" LS 94° 34' 87,8" BT. Keterangan lokasi (Location remark) Lokasi penelitian berdekatan dengan pelabuhan, pemukiman dan area budidaya perikanan (The research site is near to the port, settlement and aquaculture area) Lokasi penelitian berdekatan dengan pelabuhan, pemukiman dan di sekitarnya terdapat areal bongkar muat barang dan pengisian bahan bakar perahu (The research site is close to the port, settlement and nearby there is the activity of loading and unloading and boat refueling site) Lokasi penelitian berdekatan dengan pelabuhan, tambak, area reklamasi pantai dan rekreasi pantai (The research site is near to the port, fishpond, reclamation and recreation area ) Lokasi penelitian berdekatan dengan kawasan industri, aktifitas kapal tugboat yang tinggi, pemukiman padat dan tambak (The research site is adjacent to an industrial area, high tugboat activity, dense settlements and fishpond ) Terdapat empat lokasi stasiun pengambilan sampel penelitian, yaitu Perairan Teluk Bone, Teluk Pare-Pare, sekitar Pantai Tanjung Bunga Makassar dan muara Sungai Tallo Makassar. Perairan Teluk Bone secara administrasi termasuk dalam Kelurahan Bajoe, Kecamatan Bajoe, Kabupaten Bone, yang berdekatan dengan pelabuhan. Perairan Teluk Pare-Pare secara administrasi termasuk dalam Kelurahan Watan Soreang, Kotamadya Pare-Pare, yang berdekatan dengan pelabuhan. Perairan Tanjung Bunga secara administrasi termasuk dalam Kelurahan Tanjung Merdeka, Kotamadya Makassar. Perairan Muara Sungai Tallo secara administrasi termasuk dalam Kelurahan Parangloe, Kotamadya Makassar. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain contoh air dan sedimen, aquadest dan pendingin es. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, botol plastik 600 ml, cool box, eikmann grab, plastik klip, kertas label, sekop tangan, GPS (Global Positioning System), thermometer, salinometer, kertas lakmus, kamera, stationary dan peralatan yang digunakan dalam laboratorium diantaranya: neraca analitik, gelas ukur, pipet ukur, spektrofotometer serapan atom dan lain-lain. C. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengambilan sampel air dan sedimen, penentuan kandungan Pb, Cu, Cd di laboratorium, pengolahan serta analisis data. Penentuan lokasi pengambilan sampel air dan sedimen dilakukan secara purposive sampling dengan 69 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79 Gambar (Figure) 1. Peta lokasi stasiun penelitian (Map of research stations location) mempertimbangkan kemungkinan adanya akumulasi logam berat yang tinggi. Daerah dengan potensi kandungan bahan pencemar logam berat yang tinggi dicirikan dengan adanya aktivitas industri, pelabuhan, pertanian tambak, pemukiman serta daerah dengan aktivitas pelayaran dan intensitas penangkapan ikan yang tinggi. Sampel air laut diambil menggunakan water sampler sebanyak 600 ml pada masing-masing lokasi penelitian dengan pengulangan sebanyak tiga kali, yaitu pagi, siang dan sore pada kedalaman 50 cm dari permukaan air. Kemudian botol sampel diberi label dan dimasukkan ke dalam cool box dengan pengawet es agar tidak mengalami perubahan sifat kimianya. Air sampel selanjutnya dipanaskan dalam hot plate sampai volumenya 30 ml. Selanjutnya ditambahkan aquadest sampai volumenya 100 ml dan diendapkan. Larutan selanjutnya disaring dengan kertas saring dan selanjutnya sampel siap dianalisis. Sedimen diambil dari lokasi yang sama dengan pengambilan sampel air, dengan tiga kali pengulangan, yaitu pagi, siang dan sore. Sedimen diambil dengan eikmann grab sampler yang terbuat dari bahan alumunium sebanyak 500 gr. Selanjutnya sampel sedimen dimasukkan dalam plastik klip dan diberikan label. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam cool box dengan diberikan pengawet es. Preparasi sampel sedimen dilakukan dengan mengeringkan dalam oven 105°C selama sekitar 12 jam untuk menghilangkan kadar airnya hingga diperoleh berat sampel yang konstan. Sampel air dan sedimen selanjutnya dibawa ke Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Kandungan logam Pb, Cu dan Cd diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). 70 Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono), D. Analisis Data Data hasil pengukuran konsentrasi logam berat jenis Pb, Cu dan Cd pada air dan sedimen dari laboratorium selanjutnya ditabulasikan dan dianalisis secara diskriptif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil analisis dengan baku mutu air laut berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Acuan untuk menentukan baku mutu sedimen belum diatur di Indonesia, sebagai acuannya digunakan acuan yang berasal dari Canadian Council of Ministers for the Environment (CCME). Tabel (Table) 2. Standard baku mutu air laut menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 dan standar baku mutu sedimen menurut CCME (Standard for sea water quality according to Decree of Environment Minister No. 51/2004and standard for sediment quality according to CCME) Parameter (Parameters) Satuan (Unit) Baku mutu air untuk perairan pelabuhan (Water quality standard for port) Baku mutu air untuk wisata bahari (Water quality standard for marine tourism) Baku mutu air untuk kehidupan biota laut (Water quality standard for marine organism ) Baku mutu sedimen menurut CCME (Sediment quality standard according to CCME) Jenis logam berat (Heavy metals type) Pb Cu Cd ppm 0,05 0,05 0,01 ppm 0,005 0,05 0,002 ppm 0,008 0,008 0,001 ppm 30,2 18,7 0,7 Keterangan (Remarks): CCME: Canadian Council of Ministers for the Environment III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Lingkungan Perairan Kondisi lingkungan perairan berdasarkan hasil pengukuran secara in situ di lapangan, menunjukkan perbedaan pada satu lokasi dan lokasi yang lain. Secara umum temperatur ratarata perairan di lokasi penelitian berkisar antara 30°C sampai 33°C. Angka temperatur tersebut relatif tinggi karena suhu rata-rata air laut secara umum berkisar antara 26°C sampai 30°C. Hal ini merupakan sifat umum perairan yang disebabkan oleh adanya pengaruh massa air dari daratan (Supriyaningrum, 2006). Fluktuasi suhu perairan sangat berkaitan dengan akumulasi logam berat dalam kolom air. Menurut Sorensen, (1991), peningkatan suhu perairan cenderung menaikkan akumulasi dan toksisitas Cu, hal ini terjadi akibat meningkatnya laju metabolisme dari organisme air. Jadi kedalaman air yang diambil contoh menentukan hasil. Hasil pengukuran kadar garam (salinitas) di lapangan dengan menggunakan salinometer menunjukkan, tingkat salinitas secara berturut-turut dari yang tertinggi adalah di perairan Teluk Bone 33°/∞, di muara Sungai Tallo 25°/∞, perairan Tanjung Bunga 20°/∞ dan Teluk Bone 16°/∞.Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan kertas lakmus, besaran nilai pH air secara berturut-turut dari yang tertinggi di perairan Teluk Bone, Tanjung Bunga dan Teluk Pare-Pare sama yaitu delapan dan di muara Sungai Tallo 7,6. Dalam kriteria penilaian termasuk dalam kelas netral sampai dengan agak alkalis. Nilai baku mutu pH untuk biota berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH No.51/MenKLH/2004 adalah 7-8,5, sehingga nilai pH di lokasi penelitian masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan. Kadar keasaman (pH) adalah faktor penting yang 71 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79 menentukan transformasi logam. Penurunan pH secara umum meningkatkan ketersediaan logam berat, kecuali Mo dan Se (Klein & Thayer, 1995). B. Kandungan Logam Berat Pada Air Logam berat adalah unsur kimia yang berwujud padat kecuali Hg, dapat menghantarkan listrik dan panas, mengkilap, memiliki titik didih dan leleh yang tinggi. Massa jenis logam berat lebih besar dari 5 g/cm3 dengan nomor atom 22-92 pada periode empat sampai dengan tujuh (Palar, 2008). Logam berat dalam perairan merupakan jenis polutan utama yang mengancam kehidupan invertebrata, ikan dan manusia serta menimbulkan efek buruk yang mengganggu keseimbangan ekologi lingkungan dan keragaman organisme akuatik (Atici et al., 2008). Menurut Panjaitan, (2009), faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar berbahaya karena logam berat mempunyai sifat yang tidak dapat terurai (non-degradable) dan mudah di-absorbsi. Menurut Agustina, (2010) manusia dapat terkontaminasi oleh logam berat dengan tiga perantara, yaitu makanan (65%), air (20%) dan udara (15%). Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran logam berat, yaitu: air, sedimen dan organisme hidup yang dianggap tinggal menetap di wilayah itu. Dalam penelitian ini hanya diteliti keberadaan logam Pb, Cu dan Cd sebagai pencemaran dengan mengambil sampel air dari empat lokasi stasiun penelitian. Kandungan logam berat pada air yang diambil pada empat stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel (Table) 3. Kandungan logam berat pada air di lokasi penelitian (Heavy metals accumulation in coastal water at research location) Lokasi stasiun penelitian (Research stations) Kandungan logam berat (ppm) (Heavy metals accumulation) (ppm) Pb (Lead) Cu (Cuprum) Cd (Cadmium) 0,11 0,10 0,05 0,09 0,10 0,16 nd* 0,14 0,03 0,73 nd* 0,72 0,05 0,05 0,01 0,005 0,05 0,002 0,008 0,008 0,001 Tanjung Bunga Muara Sungai Tallo Teluk Pare -Pare Teluk Bone Nilai ambang batas untuk pelabuhan (Threshold value forport) Nilai ambang batas untuk wisata bahari (Threshold value for marine tourism) Nilai ambang batas untuk kehidupan biota (Threshold value for marine organism) Keterangan (Remarks): nd*: Tidak terdeteksi (Not detected ) Logam berat Pb merupakan salah satu jenis logam berat yang sangat populer dan banyak dikenal masyarakat. Timbal dan persenyawaannya digunakan dalam industri baterai sebagai bahan aktif dalam pengaliran arus elektron. Timbal juga banyak digunakan untuk bahan pembuatan kabel, kontruksi dan kontainer karena senyawa ini tidak mudah mengalami korosi (Palar, 2008). Hampir 10% dari total produksi timbal digunakan untuk bahan penolong dalam proses produksi bahan bakar bensin karena dapat meningkatkan nilai oktan bahan bakar sekaligus berfungsi untuk mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya pembakaran dalam mesin (Arisandi et al., 2012). Pengamatan terhadap kandungan logam berat pada perairan di empat lokasi penelitian menunjukkan untuk kandungan Pb secara berurutan dari tertinggi di sekitar perairan Metro Tanjung Bunga sebesar 0,11 ppm, muara Sungai Tallo yaitu 0,10 ppm, Teluk Bone 0,09 ppm dan terendah di Teluk Pare-Pare 0,05 ppm. Hasil analisis kandungan logam berat Pb di sekitar 72 Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono), kawasan Metro Tanjung Bunga ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sudding et al., (2012) yang menyebutkan bahwa kandungan logam berat Pb di perairan sekitar kawasan Metro Tanjung Bunga adalah 0,4961 ppm. Berdasarkan pedoman baku mutu lingkungan menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH No.51/MenKLH/2004, ambang batas Pb untuk wisata bahari adalah 0,005 ppm dan untuk biota adalah 0,008 ppm. Dengan demikian, perairan di sekitar Pantai Tanjung Bunga, muara Sungai Tallo, Teluk Bone dan Teluk Pare-Pare berada di atas ambang batas normal. Perairan di Teluk Pare-Pare berdasarkan standard baku mutu telah memenuhi syarat sebagai pelabuhan dengan ambang batas Pb, yaitu 0,05 ppm. Pencemaran Pb di perairan yang melebihi konsentrasi ambang batas dapat menyebabkan kematian bagi biota perairan tersebut (Suharto, 2005). Bagi manusia, termakannya senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan keracunan. Keracunan ini menyebabkan kadar timbal yang tinggi dalam aorta, hati, ginjal, pankreas, paru-paru, tulang, limpa, testis, jantung dan otak (Supriyanto et al., 2007). Tingginya kandungan logam berat Pb dalam suatu perairan kemungkinan disebabkan oleh penggunaan perahu motor sebagai alat transportasi air dengan bahan bakar yang ditambah dengan zat tetraethyl yang mengandung Pb. Hasil buangan limbah Pb dari bahan bakar perahu motor tersebut menyebabkan kadar Pb di perairan menjadi tinggi (Rochyatun et al., 2006). Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat essensial, artinya meskipun merupakan logam berat beracun, dibutuhkan oleh tubuh meskipun dalam jumlah sedikit (Martuti, 2012). Tembaga merupakan mineral mikro karena keberadaannya dalam tubuh sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis. Logam berat Cu di alam ditemukan dalam bentuk senyawa sulfida (CuS). Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau mengakibatkan keracunan (Arifin, 2008). Menurut Surbakti, (2011), logam berat Cu masuk ke dalam tatanan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia, contohnya adalah buangan industri yang memakai Cu dalam proses produksinya, misalnya industri galangan kapal. Logam berat Cu digunakan sebagai campuran bahan pengawet, industri pengolahan kayu dan limbah buangan rumah tangga. Pengamatan terhadap kandungan logam berat Cu menunjukkan secara berturut-turut dari tertinggi pada muara Sungai Tallo yaitu 0,16 ppm, Teluk Bone yaitu 0,14 ppm, Pantai Tanjung Bunga sebesar 0,02 ppm dan Teluk Pare-Pare tidak terdeteksi. Berdasarkan pedoman baku mutu lingkungan menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH No.51/MenKLH/2004, ambang batas Cu untuk wisata bahari adalah 0,05 ppm dan untuk biota adalah 0,008 ppm. Berdasarkan nilai ambang batas tersebut, kandungan logam berat Cu di muara Sungai Tallo, sekitar kawasan Metro Tanjung Bunga dan Teluk Bone telah berada di atas ambang batas yang ditetapkan pemerintah untuk biota perairan yaitu 0,008 ppm. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Umar et al., (2001) yang menunjukkan kandungan logam berat Cu di Teluk Pare-Pare berkisar antara 0,057-0,123 ppm. Logam berat Cd merupakan logam berat yang termasuk dalam unsur transisi (golongan II B) dan memiliki titik lebur 321°C (Palar, 2008). Keracunan Cd kronis menyebabkan kerusakan pada fisiologis tubuh, yaitu ginjal, paru-paru, darah, jantung, kelenjar reproduksi, indera penciuman dan kerapuhan tulang. Pengamatan terhadap kandungan logam berat menunjukkan untuk kandungan Cd secara berturut-turut dari yang terbesar terdapat pada muara Sungai Tallo yaitu 0,73 ppm, Teluk Bone yaitu 0,72 ppm, Pantai Tanjung Bunga sebesar 0,03 ppm dan Teluk Pare-Pare tidak terdeteksi. Ambang batas logam berat Cd untuk penggunaan sebagai pelabuhan adalah 0,01 ppm, untuk wisata bahari 0,002 ppm dan untuk kehidupan organisme laut adalah 0,001 ppm. Dengan demikian perairan di muara Sungai Tallo, Teluk Bone dan Pantai Tanjung Bunga mempunyai kandungan Cd di atas ambang batas normal baik untuk pelabuhan, wisata bahari maupun kehidupan organisme air sedangkan di Teluk Pare-Pare tidak terdeteksi. Menurut Nordic Council of Ministers, (2003), sumber73 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79 sumber logam berat Cd di laut, berasal dari sumber yang bersifat alami dari lapisan kulit bumi seperti masukan dari daerah pantai yang berasal dari sungai-sungai dan abrasi pantai akibat aktivitas gelombang, masukan dari laut dalam yang berasal dari aktivitas geologi gunung berapi laut dalam dan masukan dari udara yang berasal dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu. Logam berat Cd juga dapat berasal dari aktivitas manusia, seperti limbah pasar dan limbah rumah tangga, aktivitas transportasi laut dan aktivitas perbaikan kapal laut. Implikasi klinik akibat kontaminasi Cd adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk-batuk dan lemah (Sudarmaji et al., 2006). Efek klinis lainnya adalah gejala nausea (mual), muntah, diare, kram, otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, gangguan kardiovaskuler, empisema dan degenerasi testicular. Akumulasi pada ginjal dan hati 10-100 kali lebih besar daripada konsentrasi pada jaringan yang lain. C. Kandungan Logam Berat pada Sedimen Konsentrasi logam berat pada sedimen di muara sungai atau perairan pesisir biasanya cukup tinggi karena adanya disposisi logam antropogenik yang signifikan yang dibawa oleh sungai (Wang et al., 2008). Penelitian mengenai kandungan logam berat dalam sedimen sangat penting karena dapat mendeteksi sumber, tingkat polusi dan mekanisme distribusi di lingkungan perairan (Lasheen & Ammar, 2009). Logam berat yang masuk dalam lingkungan sebagian akan terserap masuk ke dalam tanah (sedimen) dan sebagian akan masuk dalam sistem aliran sungai yang selanjutnya akan terbawa ke laut. Logam berat yang masuk dalam ekosistem laut akan mengendap ke dasar perairan dan terserap dalam sedimen (Jaibet, 2007). Logam berat yang mengendap pada dasar perairan akan membentuk sedimentasi dan hal ini menyebabkan biota laut yang mencari makan di dasar perairan (udang, kerang, kepiting) akan memiliki peluang yang sangat besar untuk terkontaminasi logam berat tersebut. Jika biota laut yang telah terkontaminasi logam berat tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu dapat meracuni tubuh makhluk hidup (Palar, 2008). Kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd dalam sedimen di masing-masing lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 2. ppm (Part per million) 70,00 60,00 Lead (Pb) 50,00 Cadmium (Cd) 40,00 Copper (Cu) 30,00 20,00 10,00 0,00 Bone Pare-Pare Tallo Lokasi penelitian (Research locations) Tanjung Bunga Gambar (Figure) 2. Hasil analisis kandungan logam berat pada sedimen di lokasi penelitian (The result of heavy metal accumulation analysis in the sediment at research locations) 74 Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono), Berdasarkan Gambar 2, secara umum kandungan logam berat di muara Sungai Tallo lebih tinggi daripada lokasi yang lain. Pengamatan terhadap kandungan logam berat pada sedimen menunjukkan bahwa untuk kandungan Pb terbesar terdapat pada sampel sedimen yang berasal dari muara Sungai Tallo yaitu 66,6 ppm. Kandungan logam berat Pb pada sampel yang berasal dari Teluk Pare-Pare sama dengan kandungan Pb pada sampel dari Teluk Bone yaitu 18,02 ppm dan kandungan Pb terendah pada sampel sedimen dari Pantai Tanjung Bunga sebesar 3,45 ppm. Sedimen yang berasal dari muara Sungai Tallo memiliki kandungan logam berat Pb terbesar jika dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Harikumar et al. (2009) yang menyatakan bahwa sungai merupakan jalur yang utama transportasi logam berat. Nilai ambang batas kandungan logam berat pada sedimen di Indonesia belum ada peraturan yang secara spesifik dapat dijadikan acuan. Pada penelitian ini penilaian ambang batas logam berat pada sedimen mengacu pada Canadian Council of Ministers for the Environment (CCME). Berdasarkan acuan tersebut, nilai ambang batas untuk logam berat Pb dalam sedimen sebesar 30,2 ppm. Dengan demikian, kandungan Pb pada sedimen yang berasal dari muara Sungai Tallo telah melebihi nilai ambang batas sedangkan kandungan Pb dalam sedimen yang berasal dari Teluk Pare-Pare, Teluk Bone dan Pantai Tanjung Bunga Makassar masih berada di bawah ambang batas. Kandungan logam berat Pb pada sedimen secara alamiah sebesar 20 ppm (Diantarani & Putra, 2006), sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan logam berat Pb pada sedimen yang berasal dari Teluk Pare-Pare, Teluk Bone dan Pantai Tanjung Bunga Makassar masih dalam kisaran alami. Pengamatan terhadap kandungan logam berat Cd secara berturut-turut dari yang terbesar adalah muara Sungai Tallo yaitu 5,16 ppm, Pantai Tanjung Bunga sebesar 1,80 ppm, Teluk Bone sebesar 3,81 ppm dan terendah Teluk Pare-Pare sebesar 0,21 ppm. Nilai ambang batas logam berat Cd pada sedimen menurut CCME adalah 0,7 ppm. Berdasarkan nilai ambang batas tersebut, kandungan Cd pada sedimen dari Teluk Pare-Pare masih berada di bawah ambang batas sedangkan tiga lokasi lain sudah berada di atas ambang batas. Proses akumulasi logam berat Cd dalam sedimen yang berlangsung terus menerus ini dapat membahayakan biota yang hidup dan mencari makan dalam sedimen seperti kerang dan udang. Bila biota laut ini dimakan oleh manusia dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian (Tarigan et al., 2003). Data tersebut juga dapat diketahui bahwa konsentrasi Cd pada sedimen jauh lebih tinggi daripada konsentrasi Cd dalam air. Hal tersebut disebabkan sebagian besar logam berat termasuk Cd yang berasal dari lingkungan akan mengendap dan terakumulasi dalam sedimen. Menurut Amin et al. (2009), 90% logam berat yang mengontaminasi lingkungan perairan akan mengendap di dalam sedimen. Leiwakabessy, (2005) juga melaporkan bahwa logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air. Pada pengamatan terhadap kandungan logam berat Cu pada sedimen secara berturut-turut dari yang terbesar terdapat pada muara Sungai Tallo yaitu 31,1 ppm, Teluk Pare-Pare sebesar 12,25 ppm, Pantai Tanjung Bunga sebesar 10,55 ppm dan Teluk Bone yaitu 10,39 ppm. Nilai ambang batas logam berat Cu pada sedimen menurut CCME adalah 18,7 ppm. Berdasarkan nilai ambang batas tersebut, kandungan Cu pada sedimen dari muara Sungai Tallo telah melebihi ambang batas sedangkan di tiga lokasi lain masih berada di bawah ambang batas. Secara umum kandungan logam berat jenis Pb pada sedimen di muara Sungai Tallo, di Teluk Bone dan Teluk Pare-Pare lebih dominan dibanding jenis logam berat Cu dan Cd. Menurut Sudarmaji et al. (2006) sumber bahan pencemar logam berat Pb bersumber dari alam, industri dan transportasi. Sumber dari alam misalnya terdapat di air permukaan (sungai, danau maupun laut), tumbuh-tumbuhan dan sayuran, gas gunung berapi dan penguapan oleh air laut. Sumber dari industri berasal dari semua industri yang memakai Pb sebagai bahan 75 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79 baku atau bahan penolong, misalnya industri pengecoran atau pemurnian logam, industri battery, industri bahan bakar, industri kabel, industri kimia yang menggunakan bahan kimia Pb. Sumber pencemar Pb dari transportasi berasal dari hasil pembakaran tetraethyl Pb (TEL) dan tetramethyl Pb (TEMEL) yang terdapat dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin, maka logam berat Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya. D. Implikasi Lingkungan dan Sosial Perairan pesisir merupakan perairan yang rentan terhadap bahaya pencemaran logam berat yang terbawa aliran sungai dari hulu sampai hilir. Kawasan perairan estuari yang merupakan bagian dari perairan pesisir merupakan perairan yang terhubung langsung dengan laut bebas. Kawasan ini menjadi salah satu kawasan pesisir yang sangat rentan terhadap bahaya pencemaran karena biasanya terletak di perkotaan dan berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk yang padat. Dengan posisinya tersebut, seringkali kawasan estuaria menjadi tempat pembuangan limbah perkotaan baik yang berasal dari rumah tangga, industri, rumah sakit, hotel dan sebaginya. Akibatnya, limbah-limbah berbahaya tersebut akan terendapkan dan mengalami sedimentasi dan akan mengakibatkan dampak yang membahayakan kehidupan manusia dan organisme lain. Kota Makassar sebagai salah satu kota yang terletak di kawasan pesisir mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap bahaya pencemaran logam berat. Hasil penelitian ini telah menggambarkan bahwa tingkat pencemaran logam berat di perairan estuari di kota Makassar telah melebihi ambang batas. Kondisi ini tentunya menimbulkan keresahan bagi masyrakat karena kehawatiran akan kontaminasi bahaya logam berat pada makanan hasil laut yang dikonsumsi. Untuk menekan dampak sosial yang timbul, pemerintah daerah harus mengambil langkah-langkah aktif untuk meminimalisir terjadinya pencemaran di perairan pesisir. Berbagai langkah dari sisi kebijakan, pengembangan teknik fisika dan biologi serta aspek penguatan masyarakat harus dilakukan untuk mencegah timbulnya pencemaran perairan pesisir. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat toksisitas logam berat pada perairan pesisir di Sulawesi Selatan adalah dengan meningkatkan kegiatan penanaman vegetasi mangrove. Menurut Fitter, (1982) dalam Rini (2008), vegetasi mangrove diketahui mempunyai mekanisme untuk menghadapi konsentrasi polutan yang tinggi di sekitarnya dengan cara ameliorasi dan toleransi. Ameliorasi yaitu meminimumkan pengaruh toksin yang bisa dilakukan dengan melokalisasi toksin pada organ tertentu sedangkan toleransi adalah pada vegetasi mangrove dilakukan dengan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik. Fungsi lain dari tumbuhan mangrove dalam mengurangi pencemaran adalah kapasitasnya sebagai pendukung kehidupan mikro organisme pengurai limbah. Menurut Supriharyono, (2002), logam berat dalam perairan dapat dipindahkan dari badan air melalui proses absorpsi oleh biota air, baik itu secara langsung maupun tidak langsung melalui rantai makanan. Keberadaan vegetasi mangrove mempunyai peranan yang sangat penting sebagai tempat mikro organisme pengurai limbah untuk tumbuh dan berkembang. Dengan semakin banyaknya vegetasi mangrove yang hidup pada perairan yang tercemar, akan lebih banyak mikro organisme pengurai yang hidup, berkembang dan melekat pada jaringan vegetasi mangrove tersebut. Banyaknya mikro organisme pengurai limbah yang hidup dalam perairan mangrove akan meningkatkan kinerja pembersihan bahan pencemar secara menyeluruh, dikarenakan organisme mikro tersebut mencerna bahan pencemar dalam rangka memperoleh energi. Mekanisme inilah yang menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam perairan mangrove akan berkurang (Kusumastuti, 2009). 76 Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono), IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kandungan logam berat pada air di empat lokasi perairan pesisir Propinsi Sulawesi Selatan secara berturut dari yang terbesar adalah muara Sungai Tallo > Teluk Bone > Pantai Tanjung Bunga > Teluk Pare-Pare. Berdasarkan jenis logam berat yang mencemari air di perairan pesisir Propinsi Sulawesi Selatan secara berturut-turut dari yang terbesar adalah kadmium > timbal > tembaga. Kandungan logam berat pada sedimen di empat lokasi penelitian menunjukkan, secara berurutan dari yang terbesar adalah muara Sungai Tallo > Teluk Bone > Teluk Pare-Pare > Pantai Tanjung Bunga. Berdasarkan jenis logam beratnya, secara berurutan dari yang terbesar adalah timbal > tembaga > kadmium. Pada semua lokasi penelitian, konsentrasi logam berat pada sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam berat pada air. Kandungan logam berat pada air di empat stasiun penelitian menunjukkan telah melebihi nilai ambang batas untuk kehidupan biota laut sesuai yang ditetapkan pemerintah, kecuali pada stasiun penelitian di Teluk Pare-Pare logam berat Cu dan Cd tidak terdeteksi. Kandungan logam berat pada sedimen untuk Pb di muara Sungai Tallo telah melebihi nilai ambang batas, untuk Cd di semua stasiun penelitian telah melebihi ambang batas, kecuali di Teluk Pare-Pare dan untuk Cu di muara Sungai Tallo telah melebihi nilai ambang batas. Secara keseluruhan, rata-rata kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd pada sampel air telah melebihi ambang batas untuk semua penggunaan sedangkan kandungan logam berat pada sedimen yang melebihi ambang batas adalah logam berat kadmium. B. Saran Untuk mencegah pencemaran ekosistem pesisir yang lebih luas, diperlukan usaha-usaha pencegahan dan pemulihan perairan yang telah tercemar. Salah satu bentuk usaha tersebut adalah dengan penanaman vegetasi mangrove pada perairan pesisir. Vegetasi mangrove sangat bermanfaat karena vegetasi ini mempunyai kemampuan menyerap logam berat di perairan. UCAPAN TERIMA KASIH Kami sampaikan terimakasih kepada Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang telah mendukung dalam pendanaan dalam kegiatan penelitian ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada peneliti dan teknisi litkayasa atas bantuannya dalam pengambilan data di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Amin, B., Ismail, A., Arshad, A., Yap, C.K., & Kamarudin, M.S. (2009). Anthropogenic impacts on heavy metal concentrations in the coastal sediments of Dumai, Indonesia. Environ. Monit. Assess, 148, 291-305. Agustina, T. (2010). Kontaminasi logam berat pada makanan dan dampaknya pada kesehatan. Teknubuga, 2 (2), 53-65. Arifin, Z. (2008). Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian, 27 (3), 99-105. Arisandi, K.R., Herawati, E.Y., & Supriyanto, E. (2012). Akumulasi logam berat Timbal (Pb) dan gambaran histologi pada jaringan Avicennia marina (forsk.) Vierh di perairan pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan, 1 (1), 15-25. Atici, T., Ahiska, S., Altindag, A., & Aydin, D. (2008). Ecological effects of some heavy metals (Cd, Pb, Hg, Cr) pollution of phytoplanktonic algae and zooplanktonic organisms inSariyar dam reservoirin Turkey. Afr. J Biotechnol, 7, 1972-1977. 77 Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79 Boran, M., & Altinox, I. (2010). A review of heavy metals in water, sediment and living organisms in the Black Sea. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 10, 565-572. CCME. (1999). Canadian sediment quality guidelines for the protection of aquatic life: Summary tables, Canadian environmental quality guidelines. Canadian Council of Ministers for the Environment, Winnipeg. Diantarani, N., & Putra, K. (2006). Penentuan kandungan logam Pb dan Cr pada air dan sedimen di Sungai Ao Desa Sam Sam Kabupaten Tabanan. Ecotrophic, 1 (2), 1-5. Harikumar, P.S., Nasir, U.P., Mujeebu Rahman, M.P. (2009). Distribution of heavy metals in the core sediments of a tropical wetland system. Int. J. Environ. Sci. Tech., 6 (2), 225-232. Jaibet, J. (2007). Analisis logam berat Cd, Cu dan Pb dalam sedimen dan air laut di Teluk Salut Tuaran. Sekolah Sains dan Teknologi, Universiti Malaysia, Sabah. Karbassi, A.R., Monavari, S.M., Bidhendi, G.R., Nouri, J., & Nematpour, K. (2008). Metal pollution assessment of sediment and water in the Shur River. Environmental Monitoring and Assessment, 147, 107-116. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut. Klein, D.A., & Thayer, J.S. (1995). Interactions between soil microbial community and organometallic compaunds. New York and Basel: Marcell Dekker, Inc. Kusumastuti, W. (2009). Evaluasi lahan basah bervegetasi mangrove dalam mengurangi pencemaran lingkungan: studi kasus di Desa Kepetingan Kabupaten Sidoarjo. (Thesis). Tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Lasheen, M.R., & Ammar, N.S. (2009). Speciation of some heavy metals in River Nile sediments, Cairo, Egypt. Environmentalist, 29, 8-16. Leiwakabessy, F. (2005). Logam berat di perairan pantai Pulau Ambon dan korelasinya dengan kerusakan cangkang, rasio seks, ukuran cangkang, kepada individu dan indeks keragaman jenis siput Nerita (Neritidae: Gastropoda). Disertasi. Tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Surabaya. Lindsey, H.D., James, M.M., Hector, M.G. (2004). An assessment of metal contamination in mangrove sediments and leaves fromPunta Mala Bay, Pacific Panama. Marine Pollution Bulletin, 50, 547-552. Martuti, N. (2012). Kandungan logam beratcu dalam ikan bandeng, studi kasus di tambak wilayah Tapak Semarang. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Ma'ruf, M. (2007). Analisis konsentrasi logam berat pada ikan baronang (Siganus sp) dan lingkungan perairan untuk pengelolaan wilayah pesisir Bontang. (Tesis). Tidak dipublikasikan. Universitas Mulawarman. Mohiuddin, K.M., Ogawa, Y., Zakir, H.M., Otomo, K., Shikazono, N. (2011). Heavy metals contamination in water and sediments of an urban river in a developing country. Int. J. Environ. Sci. Tech., 8 (4), 723-736. Nordic Council of Ministers. (2003). Cadmium review. Website: http://www.who.int/ifcs/ documents/forums/ forum5/nmr_cadmium.pdf. Diakses tanggal 20 Januari 2015. Palar, H. (2008). Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta: Rieneka Cipta. Panjaitan, G.Y. (2009). Akumulasi logam berat tembaga (Cu) dan timbal (Pb) pada pohon Avicennia marina (Forssk.) Vierh di hutan mangrove. (Skripsi). Tidak dipublikasikan. Universitas Sumatera Utara. Rini, D.S. (2008). Mangrove Api-Api alternative pengendalian logam berat pesisir. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah.Surabaya. Rochyatun, E., Taufik, M.K., Rozak, A. (2006). Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan Muara Sungai Cisadane. Makara Sains, 10 (1), 35-40. Sudarmaji. Mukono, J., Corie, I.P. (2006). Toksikologi logam berat B3 dan dampaknya terhadap kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (2), 129-142. Sudding, Side, S., Dewi, A. (2012). Analisis kadar timbal (Pb) pada akar api-api putih (A. alba Blume) di saluran pembuangan Jongaya Jalan Metro Tanjung Bunga Kota Makassar. Jurnal Chemica, 13 (2), 26-32. Suharto. (2005). Dampak pencemaran logam timbal (Pb) terhadap kesehatan masyarakat. Majalah Kesehatan Indonesia No. 165. Universitas Airlangga. Surabaya. Supriharyono, M.S. (2002). Pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Supriyaningrum, E. (2006). Fluktuasi logam berat timbal dan kadmium dalam air dan sedimen di perairan Teluk Jakarta (Tanjung Priuk, Marina dan Sunda Kelapa). (Skripsi). Tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Supriyanto, C. Samin. Kamal, Z. (2007). Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom (SSA). Prosiding Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta. Surbakti. (2011). Analisis logam berat Cadmium (Cd), Cuprum (Cu), Cromium (Cr), Ferrum (Fe), Nikel (Ni), Zinkum (Zn) pada sedimen muara Sungai Asahan di Tanjung Balai dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA). (Tesis). Universitas Sumatera Utara. 78 Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono), Sorensen, E.M.(1991). Metal poisoning in Fish. CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 235-283. Tarigan, Z., Edward, Rozak, A. (2003). Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam air laut dan sedimen di muara Sungai Membramo, Papua dalam kaitannya dengan kepentingan budidaya perikanan. Makara Sains, 7 (3), 119-127. Umar, M.T., Winarni, M., Meagaung, & Liestianty, F. (2001). Kandungan logam berat Tembaga (Cu) pada air, sedimen dan kerang Marcia sp. di Teluk Parepare, Sulawesi Selatan. Jurnal Science & Technology, 2 (2), 35-44. Wang, S., Cao, Z., Lan, D., Zheng, Z., Li, G. (2008). Concentration distribution and assessment of several heavy metals in sediments of west-four Pearl River Estuary. Environmental Geology, 55, 963-975. Wulan, S.P., Thamrin, Amin, B. (2013). Konsentrasi, distribusi dan korelasi logam berat Pb, Cr dan Zn pada air dan sedimen di perairan Sungai Siak sekitar Dermaga PT. Indah Kiat Pulp and Paper PerawangPropinsi Riau. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau. Yalcin, G., Narin, I., & Soylak, M. (2008). Multivariate analysis of heavy metal contents of sediments from Gumusler Creek, Nigde, Turkey. Environmental Geology, 54, 1155-1163. 79