pdf Bahasa Indonesia - Portal Publikasi Badan Litbang kehutanan

advertisement
KONSENTRASI LOGAM BERAT PADA AIR DAN SEDIMEN
DI PERAIRAN PESISIR PROVINSI SULAWESI SELATAN
(Heavy Metals Consentrations in Water and Sediment at Coastal Waters of
South Sulawesi Province)*
1
2
Heru Setiawan dan/and Endro Subiandono
1
Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. P. Kemerdekaan Km 16.5 Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Telp./Fax. (0411) 554049/554051
2
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi
Jl. Gunung Batu No. 5, Po. Box. 165, Bogor 16610, Jawa Barat, Indonesia
Telp. 0251- 8633234, 520067; Fax. 0251 - 8638111
E-mail: [email protected]; [email protected]
*Diterima: 2 Oktober 2014; Direvisi: 2 Februari 2015; Disetujui: 11 Februari 2015
ABSTRACT
South Sulawesi is one of the provinces hold large coastal waters with high levels of pollution vulnerability. This
study aimed to determine the contamination of heavy metals of lead (Pb), copper (Cu) and cadmium (Cd) in
sediments and coastal waters of South Sulawesi Province. Sediment and water samples were taken from four
research stations, namely Tanjung Bunga Makassar, Tallo River Estuary Makassar, Pare-Pare Bay and Bone
Bay. Analysis of heavy metals content was conducted using Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). The
results showed that the highest accumulation of heavy metals in sediments for Pb, Cd and Cu was derived from
Tallo River Estuary with 66.6 ppm, 5.16 ppm and 31.1 ppm. The highest accumulation of heavy metals in the
coastal water, for Pb was derived from Tanjung Bunga Makassar with 0.11 ppm, for Cu was derived from Tallo
River with 0.16 ppm, and highest accumulation of Cd derived from Tallo River with 0.73 ppm. Overall, the
content of heavy metals Pb, Cu and Cd in water samples from all study sites has exceeded the threshold, while the
content of heavy metals in sediments that exceed the threshold is cadmium
Keywords: Heavy metals, coastal water, sediment, South Sulawesi Province
ABSTRAK
Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang mempunyai perairan pesisir yang luas dengan tingkat
kerentanan pencemaran yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat jenis
timbal (Pb), tembaga (Cu) dan kadmium (Cd) pada sedimen dan air di perairan pesisir Provinsi Sulawesi Selatan.
Sampel sedimen dan air diambil dari empat stasiun penelitian, yaitu Pantai Tanjung Bunga Makassar, muara
Sungai Tallo Makassar, Teluk Pare-Pare dan Teluk Bone. Analisis kandungan logam berat dilakukan dengan
menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). Hasil penelitian menunjukkan kandungan logam
berat pada sedimen yang tertinggi untuk logam berat Pb, Cd dan Cu berasal dari muara Sungai Tallo dengan
konsentrasi 66,6 ppm, 5,16 ppm dan 31,1 ppm. Kandungan logam berat pada air tertinggi, untuk Pb berasal dari
Pantai Tanjung Bunga yaitu 0,11 ppm, kandungan Cu terbesar berasal dari muara Sungai Tallo 0,16 ppm dan
kandungan Cd terbesar dari muara Sungai Tallo yaitu 0,73 ppm. Secara keseluruhan, kandungan logam berat Pb,
Cu dan Cd pada sampel air di semua lokasi penelitian telah melebihi ambang batas sedangkan kandungan logam
berat pada sedimen yang melebihi ambang batas adalah logam berat kadmium
Kata kunci: Logam berat, perairan pesisir, sedimen, Provinsi Sulawesi Selatan
I. PENDAHULUAN
Perairan pesisir merupakan tempat bermuaranya sungai, baik sungai besar maupun sungai
kecil. Dengan demikian, perairan pesisir menjadi tempat berkumpulnya zat-zat pencemar
yang terbawa oleh aliran sungai. Selain itu, perairan pesisir merupakan salah satu perairan
yang sangat rentan terhadap berbagai macam tekanan diantaranya adalah reklamasi, abrasi,
sedimentasi, perikanan tambak, akumulasi sampah dan bahaya kontaminasi logam berat.
67
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79
Logam berat merupakan salah satu jenis zat polutan lingkungan yang paling umum dijumpai
dalam perairan. Terdapatnya kandungan logam berat dalam organisme mengindikasikan
adanya sumber logam berat yang berasal dari alam atau dari aktivitas manusia (Mohiuddin et
al., 2011).
Kegiatan industri yang intensif dan aktivitas manusia dalam kegiatan pertambangan,
kegiatan industri penggilingan dan industri manufaktur telah mengakibatkan pelepasan
limbah logam berat ke lingkungan (Karbassi et al., 2008). Pencemaran logam berat yang
diakibatkan oleh dampak kegiatan industri dan aktivitas rumah tangga harus dapat dikendalikan, karena akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup
manusia maupun biota di sekitarnya. Pencemaran logam berat yang masuk ke lingkungan
perairan sungai akan terlarut dalam air dan akan terakumulasi dalam sedimen dan dapat
bertambah sejalan dengan berjalannya waktu, tergantung pada kondisi lingkungan perairan
tersebut (Wulan et al., 2013). Logam berat dapat berpindah dari lingkungan ke organisme dan
dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan (Yalcin et al., 2008). Logam
berat yang ada pada perairan, suatu saat akan turun dan mengendap pada dasar perairan,
membentuk sedimentasi dan hal ini akan menyebabkan biota laut yang mencari makan di
dasar perairan seperti udang, kerang dan kepiting akan memiliki peluang yang sangat besar
untuk terkontaminasi logam berat tersebut. Jika biota laut yang telah terkontaminasi logam
berat tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu, dapat menjadi bahan racun yang akan
meracuni tubuh makhluk hidup (Palar, 2008).
Toksisitas logam berat dalam lingkungan laut telah menjadi perhatian utama karena
mempunyai potensi risiko yang tinggi bagi sejumlah flora dan fauna, termasuk manusia,
melalui rantai makanan (Boran & Altinox, 2010). Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh
biota laut melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan (insang), saluran pencernaan (usus,
hati, ginjal) maupun penetrasi melalui kulit (Ma'ruf, 2007). Hasil penelitian menyatakan
bahwa berbagai macam penyakit kanker pada manusia adalah akibat makanan yang
mengandung logam berat dan bahan kimia. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh manusia
akan melakukan interaksi dengan enzim, protein, DNA serta zat metabolit lainnya. Adanya
logam berat dalam tubuh dengan jumlah yang berlebih jelas akan sangat berbahaya bagi tubuh
(Agustina, 2010).
Berbagai bahaya kontaminasi logam berat yang ditimbulkan tersebut, maka diperlukan
monitoring dan evaluasi terhadap kondisi perairan pesisir sebagai salah satu bentuk upaya
pencegahan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kadar logam logam berat Timbal (Pb),
Tembaga (Cu) dan Cadmium (Cd) dalam air dan sedimen di perairan pesisir Provinsi Sulawesi
Selatan. Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat diketahui apakah kadar logam
berat yang terdapat pada air dan sedimen di perairan pesisir Provinsi Sulawesi Selatan telah
melampaui atau belum terhadap ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan
diketahuinya kualitas perairan pesisir, maka dapat segera dilakukan langkah-langkah
pencegahan maupun pemulihan ekosistem pesisir dengan melakukan rehabilitasi dan
penanaman vegetasi mangrove yang mempunyai kemampuan menyerap logam berat.
II. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan perairan pesisir di Propinsi Sulawesi Selatan.
Lokasi penelitian dipilih secara purposive sampling dengan mempertimbangkan tingkat
kemungkinan kontaminasi logam berat yang tinggi, yaitu pada daerah sekitar pelabuhan,
berdekatan dengan pertambakan dan muara sungai yang merupakan tempat akumulasi limbah
industri maupun limbah rumah tangga. Logam berat yang masuk dalam ekosistem perairan
68
Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono),
pesisir juga dapat berasal dari aktivitas perkapalan, wisata, tumpahan minyak, aktivitas
pertambangan dan aktivitas pertanian. Logam berat yang berasal dari aktivitas pertanian
bersumber dari penggunaaan insektisida dan pupuk yang berlebihan. Konsentrasi logam berat
yang tinggi dalam lingkungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan
daya toksisitas, persistan dan bioakumulasi logam itu sendiri (Lindsey et al., 2004). Tabel 1
merupakan gambaran umum lokasi stasiun pengambilan sampel penelitian.
Tabel (Table) 1. Lokasi stasiun pengambilan sampel penelitian (The location of research stations)
Stasiun penelitian
(Research station)
Teluk Pare -Pare
(Pare-Pare Bay)
Letak geografis
(Geographic location)
07° 92' 31,7" LS
95° 57' 80,0" BT
Teluk Bone (Bone
Bay)
02° 09' 69,8" LS
94° 95' 90,8" BT
Sekitar Pantai
Tanjung Bunga
(Around Tanjung
Bunga Beach)
Muara Sungai Tallo
(Tallo River Estuary )
07° 66' 06,9" LS
94° 29' 06,0" BT
07° 70' 90,7" LS
94° 34' 87,8" BT.
Keterangan lokasi
(Location remark)
Lokasi penelitian berdekatan dengan pelabuhan,
pemukiman dan area budidaya perikanan (The research
site is near to the port, settlement and aquaculture
area)
Lokasi penelitian berdekatan dengan pelabuhan,
pemukiman dan di sekitarnya terdapat areal bongkar
muat barang dan pengisian bahan bakar perahu (The
research site is close to the port, settlement and nearby
there is the activity of loading and unloading and boat
refueling site)
Lokasi penelitian berdekatan dengan pelabuhan,
tambak, area reklamasi pantai dan rekreasi pantai (The
research site is near to the port, fishpond, reclamation
and recreation area )
Lokasi penelitian berdekatan dengan kawasan industri,
aktifitas kapal tugboat yang tinggi, pemukiman padat
dan tambak (The research site is adjacent to an
industrial area, high tugboat activity, dense settlements
and fishpond )
Terdapat empat lokasi stasiun pengambilan sampel penelitian, yaitu Perairan Teluk Bone,
Teluk Pare-Pare, sekitar Pantai Tanjung Bunga Makassar dan muara Sungai Tallo Makassar.
Perairan Teluk Bone secara administrasi termasuk dalam Kelurahan Bajoe, Kecamatan Bajoe,
Kabupaten Bone, yang berdekatan dengan pelabuhan. Perairan Teluk Pare-Pare secara administrasi termasuk dalam Kelurahan Watan Soreang, Kotamadya Pare-Pare, yang berdekatan
dengan pelabuhan. Perairan Tanjung Bunga secara administrasi termasuk dalam Kelurahan
Tanjung Merdeka, Kotamadya Makassar. Perairan Muara Sungai Tallo secara administrasi
termasuk dalam Kelurahan Parangloe, Kotamadya Makassar.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain contoh air dan sedimen, aquadest dan
pendingin es. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, botol plastik 600 ml, cool
box, eikmann grab, plastik klip, kertas label, sekop tangan, GPS (Global Positioning System),
thermometer, salinometer, kertas lakmus, kamera, stationary dan peralatan yang digunakan
dalam laboratorium diantaranya: neraca analitik, gelas ukur, pipet ukur, spektrofotometer
serapan atom dan lain-lain.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengambilan sampel air dan sedimen,
penentuan kandungan Pb, Cu, Cd di laboratorium, pengolahan serta analisis data. Penentuan
lokasi pengambilan sampel air dan sedimen dilakukan secara purposive sampling dengan
69
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79
Gambar (Figure) 1. Peta lokasi stasiun penelitian (Map of research stations location)
mempertimbangkan kemungkinan adanya akumulasi logam berat yang tinggi. Daerah dengan
potensi kandungan bahan pencemar logam berat yang tinggi dicirikan dengan adanya
aktivitas industri, pelabuhan, pertanian tambak, pemukiman serta daerah dengan aktivitas
pelayaran dan intensitas penangkapan ikan yang tinggi. Sampel air laut diambil menggunakan
water sampler sebanyak 600 ml pada masing-masing lokasi penelitian dengan pengulangan
sebanyak tiga kali, yaitu pagi, siang dan sore pada kedalaman 50 cm dari permukaan air.
Kemudian botol sampel diberi label dan dimasukkan ke dalam cool box dengan pengawet es
agar tidak mengalami perubahan sifat kimianya. Air sampel selanjutnya dipanaskan dalam hot
plate sampai volumenya 30 ml. Selanjutnya ditambahkan aquadest sampai volumenya 100 ml
dan diendapkan. Larutan selanjutnya disaring dengan kertas saring dan selanjutnya sampel
siap dianalisis.
Sedimen diambil dari lokasi yang sama dengan pengambilan sampel air, dengan tiga kali
pengulangan, yaitu pagi, siang dan sore. Sedimen diambil dengan eikmann grab sampler yang
terbuat dari bahan alumunium sebanyak 500 gr. Selanjutnya sampel sedimen dimasukkan
dalam plastik klip dan diberikan label. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam cool box
dengan diberikan pengawet es. Preparasi sampel sedimen dilakukan dengan mengeringkan
dalam oven 105°C selama sekitar 12 jam untuk menghilangkan kadar airnya hingga diperoleh
berat sampel yang konstan. Sampel air dan sedimen selanjutnya dibawa ke Laboratorium
Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Kandungan
logam Pb, Cu dan Cd diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry
(AAS).
70
Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono),
D. Analisis Data
Data hasil pengukuran konsentrasi logam berat jenis Pb, Cu dan Cd pada air dan sedimen
dari laboratorium selanjutnya ditabulasikan dan dianalisis secara diskriptif. Pengolahan dan
analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil analisis dengan baku mutu air laut
berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang
Baku Mutu Air Laut. Acuan untuk menentukan baku mutu sedimen belum diatur di Indonesia,
sebagai acuannya digunakan acuan yang berasal dari Canadian Council of Ministers for the
Environment (CCME).
Tabel (Table) 2. Standard baku mutu air laut menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51
tahun 2004 dan standar baku mutu sedimen menurut CCME (Standard for sea water quality
according to Decree of Environment Minister No. 51/2004and standard for sediment quality
according to CCME)
Parameter
(Parameters)
Satuan
(Unit)
Baku mutu air untuk perairan pelabuhan (Water quality
standard for port)
Baku mutu air untuk wisata bahari (Water quality
standard for marine tourism)
Baku mutu air untuk kehidupan biota laut (Water
quality standard for marine organism )
Baku mutu sedimen menurut CCME (Sediment quality
standard according to CCME)
Jenis logam berat
(Heavy metals type)
Pb
Cu
Cd
ppm
0,05
0,05
0,01
ppm
0,005
0,05
0,002
ppm
0,008
0,008
0,001
ppm
30,2
18,7
0,7
Keterangan (Remarks): CCME: Canadian Council of Ministers for the Environment
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Lingkungan Perairan
Kondisi lingkungan perairan berdasarkan hasil pengukuran secara in situ di lapangan,
menunjukkan perbedaan pada satu lokasi dan lokasi yang lain. Secara umum temperatur ratarata perairan di lokasi penelitian berkisar antara 30°C sampai 33°C. Angka temperatur
tersebut relatif tinggi karena suhu rata-rata air laut secara umum berkisar antara 26°C sampai
30°C. Hal ini merupakan sifat umum perairan yang disebabkan oleh adanya pengaruh massa
air dari daratan (Supriyaningrum, 2006). Fluktuasi suhu perairan sangat berkaitan dengan
akumulasi logam berat dalam kolom air. Menurut Sorensen, (1991), peningkatan suhu
perairan cenderung menaikkan akumulasi dan toksisitas Cu, hal ini terjadi akibat
meningkatnya laju metabolisme dari organisme air. Jadi kedalaman air yang diambil contoh
menentukan hasil.
Hasil pengukuran kadar garam (salinitas) di lapangan dengan menggunakan salinometer
menunjukkan, tingkat salinitas secara berturut-turut dari yang tertinggi adalah di perairan
Teluk Bone 33°/∞, di muara Sungai Tallo 25°/∞, perairan Tanjung Bunga 20°/∞ dan Teluk Bone
16°/∞.Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan kertas lakmus, besaran
nilai pH air secara berturut-turut dari yang tertinggi di perairan Teluk Bone, Tanjung Bunga
dan Teluk Pare-Pare sama yaitu delapan dan di muara Sungai Tallo 7,6. Dalam kriteria
penilaian termasuk dalam kelas netral sampai dengan agak alkalis. Nilai baku mutu pH untuk
biota berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH
No.51/MenKLH/2004 adalah 7-8,5, sehingga nilai pH di lokasi penelitian masih berada di
bawah ambang batas yang ditetapkan. Kadar keasaman (pH) adalah faktor penting yang
71
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79
menentukan transformasi logam. Penurunan pH secara umum meningkatkan ketersediaan
logam berat, kecuali Mo dan Se (Klein & Thayer, 1995).
B. Kandungan Logam Berat Pada Air
Logam berat adalah unsur kimia yang berwujud padat kecuali Hg, dapat menghantarkan
listrik dan panas, mengkilap, memiliki titik didih dan leleh yang tinggi. Massa jenis logam
berat lebih besar dari 5 g/cm3 dengan nomor atom 22-92 pada periode empat sampai dengan
tujuh (Palar, 2008). Logam berat dalam perairan merupakan jenis polutan utama yang
mengancam kehidupan invertebrata, ikan dan manusia serta menimbulkan efek buruk yang
mengganggu keseimbangan ekologi lingkungan dan keragaman organisme akuatik (Atici et
al., 2008). Menurut Panjaitan, (2009), faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam
kelompok zat pencemar berbahaya karena logam berat mempunyai sifat yang tidak dapat
terurai (non-degradable) dan mudah di-absorbsi. Menurut Agustina, (2010) manusia dapat
terkontaminasi oleh logam berat dengan tiga perantara, yaitu makanan (65%), air (20%) dan
udara (15%). Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat digunakan sebagai
indikator pencemaran logam berat, yaitu: air, sedimen dan organisme hidup yang dianggap
tinggal menetap di wilayah itu. Dalam penelitian ini hanya diteliti keberadaan logam Pb, Cu
dan Cd sebagai pencemaran dengan mengambil sampel air dari empat lokasi stasiun
penelitian. Kandungan logam berat pada air yang diambil pada empat stasiun penelitian dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel (Table) 3. Kandungan logam berat pada air di lokasi penelitian (Heavy metals accumulation in coastal
water at research location)
Lokasi stasiun penelitian
(Research stations)
Kandungan logam berat (ppm)
(Heavy metals accumulation) (ppm)
Pb (Lead)
Cu (Cuprum)
Cd (Cadmium)
0,11
0,10
0,05
0,09
0,10
0,16
nd*
0,14
0,03
0,73
nd*
0,72
0,05
0,05
0,01
0,005
0,05
0,002
0,008
0,008
0,001
Tanjung Bunga
Muara Sungai Tallo
Teluk Pare -Pare
Teluk Bone
Nilai ambang batas untuk pelabuhan
(Threshold value forport)
Nilai ambang batas untuk wisata bahari
(Threshold value for marine tourism)
Nilai ambang batas untuk kehidupan biota
(Threshold value for marine organism)
Keterangan (Remarks): nd*: Tidak terdeteksi (Not detected )
Logam berat Pb merupakan salah satu jenis logam berat yang sangat populer dan banyak
dikenal masyarakat. Timbal dan persenyawaannya digunakan dalam industri baterai sebagai
bahan aktif dalam pengaliran arus elektron. Timbal juga banyak digunakan untuk bahan
pembuatan kabel, kontruksi dan kontainer karena senyawa ini tidak mudah mengalami korosi
(Palar, 2008). Hampir 10% dari total produksi timbal digunakan untuk bahan penolong dalam
proses produksi bahan bakar bensin karena dapat meningkatkan nilai oktan bahan bakar
sekaligus berfungsi untuk mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya pembakaran
dalam mesin (Arisandi et al., 2012).
Pengamatan terhadap kandungan logam berat pada perairan di empat lokasi penelitian
menunjukkan untuk kandungan Pb secara berurutan dari tertinggi di sekitar perairan Metro
Tanjung Bunga sebesar 0,11 ppm, muara Sungai Tallo yaitu 0,10 ppm, Teluk Bone 0,09 ppm
dan terendah di Teluk Pare-Pare 0,05 ppm. Hasil analisis kandungan logam berat Pb di sekitar
72
Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono),
kawasan Metro Tanjung Bunga ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian
Sudding et al., (2012) yang menyebutkan bahwa kandungan logam berat Pb di perairan sekitar
kawasan Metro Tanjung Bunga adalah 0,4961 ppm. Berdasarkan pedoman baku mutu
lingkungan menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN LH
No.51/MenKLH/2004, ambang batas Pb untuk wisata bahari adalah 0,005 ppm dan untuk
biota adalah 0,008 ppm. Dengan demikian, perairan di sekitar Pantai Tanjung Bunga, muara
Sungai Tallo, Teluk Bone dan Teluk Pare-Pare berada di atas ambang batas normal. Perairan
di Teluk Pare-Pare berdasarkan standard baku mutu telah memenuhi syarat sebagai pelabuhan
dengan ambang batas Pb, yaitu 0,05 ppm. Pencemaran Pb di perairan yang melebihi
konsentrasi ambang batas dapat menyebabkan kematian bagi biota perairan tersebut (Suharto,
2005). Bagi manusia, termakannya senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi dapat
mengakibatkan keracunan. Keracunan ini menyebabkan kadar timbal yang tinggi dalam
aorta, hati, ginjal, pankreas, paru-paru, tulang, limpa, testis, jantung dan otak (Supriyanto et
al., 2007). Tingginya kandungan logam berat Pb dalam suatu perairan kemungkinan
disebabkan oleh penggunaan perahu motor sebagai alat transportasi air dengan bahan bakar
yang ditambah dengan zat tetraethyl yang mengandung Pb. Hasil buangan limbah Pb dari
bahan bakar perahu motor tersebut menyebabkan kadar Pb di perairan menjadi tinggi
(Rochyatun et al., 2006).
Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat essensial, artinya meskipun
merupakan logam berat beracun, dibutuhkan oleh tubuh meskipun dalam jumlah sedikit
(Martuti, 2012). Tembaga merupakan mineral mikro karena keberadaannya dalam tubuh
sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis. Logam berat Cu di alam ditemukan
dalam bentuk senyawa sulfida (CuS). Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, bila
kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau mengakibatkan keracunan (Arifin, 2008).
Menurut Surbakti, (2011), logam berat Cu masuk ke dalam tatanan lingkungan sebagai akibat
dari aktivitas manusia, contohnya adalah buangan industri yang memakai Cu dalam proses
produksinya, misalnya industri galangan kapal. Logam berat Cu digunakan sebagai campuran
bahan pengawet, industri pengolahan kayu dan limbah buangan rumah tangga.
Pengamatan terhadap kandungan logam berat Cu menunjukkan secara berturut-turut dari
tertinggi pada muara Sungai Tallo yaitu 0,16 ppm, Teluk Bone yaitu 0,14 ppm, Pantai Tanjung
Bunga sebesar 0,02 ppm dan Teluk Pare-Pare tidak terdeteksi. Berdasarkan pedoman baku
mutu lingkungan menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-MEN
LH No.51/MenKLH/2004, ambang batas Cu untuk wisata bahari adalah 0,05 ppm dan untuk
biota adalah 0,008 ppm. Berdasarkan nilai ambang batas tersebut, kandungan logam berat Cu
di muara Sungai Tallo, sekitar kawasan Metro Tanjung Bunga dan Teluk Bone telah berada di
atas ambang batas yang ditetapkan pemerintah untuk biota perairan yaitu 0,008 ppm. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Umar et al., (2001) yang menunjukkan
kandungan logam berat Cu di Teluk Pare-Pare berkisar antara 0,057-0,123 ppm.
Logam berat Cd merupakan logam berat yang termasuk dalam unsur transisi (golongan II
B) dan memiliki titik lebur 321°C (Palar, 2008). Keracunan Cd kronis menyebabkan
kerusakan pada fisiologis tubuh, yaitu ginjal, paru-paru, darah, jantung, kelenjar reproduksi,
indera penciuman dan kerapuhan tulang. Pengamatan terhadap kandungan logam berat
menunjukkan untuk kandungan Cd secara berturut-turut dari yang terbesar terdapat pada
muara Sungai Tallo yaitu 0,73 ppm, Teluk Bone yaitu 0,72 ppm, Pantai Tanjung Bunga sebesar
0,03 ppm dan Teluk Pare-Pare tidak terdeteksi. Ambang batas logam berat Cd untuk
penggunaan sebagai pelabuhan adalah 0,01 ppm, untuk wisata bahari 0,002 ppm dan untuk
kehidupan organisme laut adalah 0,001 ppm. Dengan demikian perairan di muara Sungai
Tallo, Teluk Bone dan Pantai Tanjung Bunga mempunyai kandungan Cd di atas ambang batas
normal baik untuk pelabuhan, wisata bahari maupun kehidupan organisme air sedangkan di
Teluk Pare-Pare tidak terdeteksi. Menurut Nordic Council of Ministers, (2003), sumber73
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79
sumber logam berat Cd di laut, berasal dari sumber yang bersifat alami dari lapisan kulit bumi
seperti masukan dari daerah pantai yang berasal dari sungai-sungai dan abrasi pantai akibat
aktivitas gelombang, masukan dari laut dalam yang berasal dari aktivitas geologi gunung
berapi laut dalam dan masukan dari udara yang berasal dari atmosfer sebagai partikel-partikel
debu. Logam berat Cd juga dapat berasal dari aktivitas manusia, seperti limbah pasar dan
limbah rumah tangga, aktivitas transportasi laut dan aktivitas perbaikan kapal laut. Implikasi
klinik akibat kontaminasi Cd adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk-batuk dan
lemah (Sudarmaji et al., 2006). Efek klinis lainnya adalah gejala nausea (mual), muntah, diare,
kram, otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, gangguan
kardiovaskuler, empisema dan degenerasi testicular. Akumulasi pada ginjal dan hati 10-100
kali lebih besar daripada konsentrasi pada jaringan yang lain.
C. Kandungan Logam Berat pada Sedimen
Konsentrasi logam berat pada sedimen di muara sungai atau perairan pesisir biasanya
cukup tinggi karena adanya disposisi logam antropogenik yang signifikan yang dibawa oleh
sungai (Wang et al., 2008). Penelitian mengenai kandungan logam berat dalam sedimen
sangat penting karena dapat mendeteksi sumber, tingkat polusi dan mekanisme distribusi di
lingkungan perairan (Lasheen & Ammar, 2009). Logam berat yang masuk dalam lingkungan
sebagian akan terserap masuk ke dalam tanah (sedimen) dan sebagian akan masuk dalam
sistem aliran sungai yang selanjutnya akan terbawa ke laut. Logam berat yang masuk dalam
ekosistem laut akan mengendap ke dasar perairan dan terserap dalam sedimen (Jaibet, 2007).
Logam berat yang mengendap pada dasar perairan akan membentuk sedimentasi dan hal ini
menyebabkan biota laut yang mencari makan di dasar perairan (udang, kerang, kepiting) akan
memiliki peluang yang sangat besar untuk terkontaminasi logam berat tersebut. Jika biota laut
yang telah terkontaminasi logam berat tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu dapat
meracuni tubuh makhluk hidup (Palar, 2008). Kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd dalam
sedimen di masing-masing lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 2.
ppm
(Part per million)
70,00
60,00
Lead (Pb)
50,00
Cadmium (Cd)
40,00
Copper (Cu)
30,00
20,00
10,00
0,00
Bone
Pare-Pare
Tallo
Lokasi penelitian (Research locations)
Tanjung
Bunga
Gambar (Figure) 2. Hasil analisis kandungan logam berat pada sedimen di lokasi penelitian (The result of heavy
metal accumulation analysis in the sediment at research locations)
74
Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono),
Berdasarkan Gambar 2, secara umum kandungan logam berat di muara Sungai Tallo lebih
tinggi daripada lokasi yang lain. Pengamatan terhadap kandungan logam berat pada sedimen
menunjukkan bahwa untuk kandungan Pb terbesar terdapat pada sampel sedimen yang
berasal dari muara Sungai Tallo yaitu 66,6 ppm. Kandungan logam berat Pb pada sampel yang
berasal dari Teluk Pare-Pare sama dengan kandungan Pb pada sampel dari Teluk Bone yaitu
18,02 ppm dan kandungan Pb terendah pada sampel sedimen dari Pantai Tanjung Bunga
sebesar 3,45 ppm. Sedimen yang berasal dari muara Sungai Tallo memiliki kandungan logam
berat Pb terbesar jika dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Harikumar et al. (2009) yang menyatakan bahwa sungai merupakan jalur yang
utama transportasi logam berat.
Nilai ambang batas kandungan logam berat pada sedimen di Indonesia belum ada
peraturan yang secara spesifik dapat dijadikan acuan. Pada penelitian ini penilaian ambang
batas logam berat pada sedimen mengacu pada Canadian Council of Ministers for the
Environment (CCME). Berdasarkan acuan tersebut, nilai ambang batas untuk logam berat Pb
dalam sedimen sebesar 30,2 ppm. Dengan demikian, kandungan Pb pada sedimen yang
berasal dari muara Sungai Tallo telah melebihi nilai ambang batas sedangkan kandungan Pb
dalam sedimen yang berasal dari Teluk Pare-Pare, Teluk Bone dan Pantai Tanjung Bunga
Makassar masih berada di bawah ambang batas. Kandungan logam berat Pb pada sedimen
secara alamiah sebesar 20 ppm (Diantarani & Putra, 2006), sehingga dapat disimpulkan
bahwa kandungan logam berat Pb pada sedimen yang berasal dari Teluk Pare-Pare, Teluk
Bone dan Pantai Tanjung Bunga Makassar masih dalam kisaran alami.
Pengamatan terhadap kandungan logam berat Cd secara berturut-turut dari yang terbesar
adalah muara Sungai Tallo yaitu 5,16 ppm, Pantai Tanjung Bunga sebesar 1,80 ppm, Teluk
Bone sebesar 3,81 ppm dan terendah Teluk Pare-Pare sebesar 0,21 ppm. Nilai ambang batas
logam berat Cd pada sedimen menurut CCME adalah 0,7 ppm. Berdasarkan nilai ambang
batas tersebut, kandungan Cd pada sedimen dari Teluk Pare-Pare masih berada di bawah
ambang batas sedangkan tiga lokasi lain sudah berada di atas ambang batas. Proses akumulasi
logam berat Cd dalam sedimen yang berlangsung terus menerus ini dapat membahayakan
biota yang hidup dan mencari makan dalam sedimen seperti kerang dan udang. Bila biota laut
ini dimakan oleh manusia dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian (Tarigan et al.,
2003). Data tersebut juga dapat diketahui bahwa konsentrasi Cd pada sedimen jauh lebih
tinggi daripada konsentrasi Cd dalam air. Hal tersebut disebabkan sebagian besar logam berat
termasuk Cd yang berasal dari lingkungan akan mengendap dan terakumulasi dalam sedimen.
Menurut Amin et al. (2009), 90% logam berat yang mengontaminasi lingkungan perairan
akan mengendap di dalam sedimen. Leiwakabessy, (2005) juga melaporkan bahwa logam
berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan
dan bersatu dengan sedimen, sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibanding dalam air.
Pada pengamatan terhadap kandungan logam berat Cu pada sedimen secara berturut-turut
dari yang terbesar terdapat pada muara Sungai Tallo yaitu 31,1 ppm, Teluk Pare-Pare sebesar
12,25 ppm, Pantai Tanjung Bunga sebesar 10,55 ppm dan Teluk Bone yaitu 10,39 ppm. Nilai
ambang batas logam berat Cu pada sedimen menurut CCME adalah 18,7 ppm. Berdasarkan
nilai ambang batas tersebut, kandungan Cu pada sedimen dari muara Sungai Tallo telah
melebihi ambang batas sedangkan di tiga lokasi lain masih berada di bawah ambang batas.
Secara umum kandungan logam berat jenis Pb pada sedimen di muara Sungai Tallo, di
Teluk Bone dan Teluk Pare-Pare lebih dominan dibanding jenis logam berat Cu dan Cd.
Menurut Sudarmaji et al. (2006) sumber bahan pencemar logam berat Pb bersumber dari
alam, industri dan transportasi. Sumber dari alam misalnya terdapat di air permukaan (sungai,
danau maupun laut), tumbuh-tumbuhan dan sayuran, gas gunung berapi dan penguapan oleh
air laut. Sumber dari industri berasal dari semua industri yang memakai Pb sebagai bahan
75
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79
baku atau bahan penolong, misalnya industri pengecoran atau pemurnian logam, industri
battery, industri bahan bakar, industri kabel, industri kimia yang menggunakan bahan kimia
Pb. Sumber pencemar Pb dari transportasi berasal dari hasil pembakaran tetraethyl Pb (TEL)
dan tetramethyl Pb (TEMEL) yang terdapat dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Logam
berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar akan bercampur dengan oli dan melalui proses
di dalam mesin, maka logam berat Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang
lainnya.
D. Implikasi Lingkungan dan Sosial
Perairan pesisir merupakan perairan yang rentan terhadap bahaya pencemaran logam berat
yang terbawa aliran sungai dari hulu sampai hilir. Kawasan perairan estuari yang merupakan
bagian dari perairan pesisir merupakan perairan yang terhubung langsung dengan laut bebas.
Kawasan ini menjadi salah satu kawasan pesisir yang sangat rentan terhadap bahaya pencemaran karena biasanya terletak di perkotaan dan berbatasan langsung dengan pemukiman
penduduk yang padat. Dengan posisinya tersebut, seringkali kawasan estuaria menjadi tempat
pembuangan limbah perkotaan baik yang berasal dari rumah tangga, industri, rumah sakit,
hotel dan sebaginya. Akibatnya, limbah-limbah berbahaya tersebut akan terendapkan dan
mengalami sedimentasi dan akan mengakibatkan dampak yang membahayakan kehidupan
manusia dan organisme lain.
Kota Makassar sebagai salah satu kota yang terletak di kawasan pesisir mempunyai tingkat
kerentanan yang tinggi terhadap bahaya pencemaran logam berat. Hasil penelitian ini telah
menggambarkan bahwa tingkat pencemaran logam berat di perairan estuari di kota Makassar
telah melebihi ambang batas. Kondisi ini tentunya menimbulkan keresahan bagi masyrakat
karena kehawatiran akan kontaminasi bahaya logam berat pada makanan hasil laut yang
dikonsumsi. Untuk menekan dampak sosial yang timbul, pemerintah daerah harus mengambil
langkah-langkah aktif untuk meminimalisir terjadinya pencemaran di perairan pesisir.
Berbagai langkah dari sisi kebijakan, pengembangan teknik fisika dan biologi serta aspek
penguatan masyarakat harus dilakukan untuk mencegah timbulnya pencemaran perairan
pesisir.
Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat toksisitas logam berat pada perairan pesisir di
Sulawesi Selatan adalah dengan meningkatkan kegiatan penanaman vegetasi mangrove. Menurut Fitter, (1982) dalam Rini (2008), vegetasi mangrove diketahui mempunyai mekanisme
untuk menghadapi konsentrasi polutan yang tinggi di sekitarnya dengan cara ameliorasi dan
toleransi. Ameliorasi yaitu meminimumkan pengaruh toksin yang bisa dilakukan dengan
melokalisasi toksin pada organ tertentu sedangkan toleransi adalah pada vegetasi mangrove
dilakukan dengan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada konsentrasi
toksik.
Fungsi lain dari tumbuhan mangrove dalam mengurangi pencemaran adalah kapasitasnya
sebagai pendukung kehidupan mikro organisme pengurai limbah. Menurut Supriharyono,
(2002), logam berat dalam perairan dapat dipindahkan dari badan air melalui proses absorpsi
oleh biota air, baik itu secara langsung maupun tidak langsung melalui rantai makanan.
Keberadaan vegetasi mangrove mempunyai peranan yang sangat penting sebagai tempat
mikro organisme pengurai limbah untuk tumbuh dan berkembang. Dengan semakin banyaknya vegetasi mangrove yang hidup pada perairan yang tercemar, akan lebih banyak mikro
organisme pengurai yang hidup, berkembang dan melekat pada jaringan vegetasi mangrove
tersebut. Banyaknya mikro organisme pengurai limbah yang hidup dalam perairan mangrove
akan meningkatkan kinerja pembersihan bahan pencemar secara menyeluruh, dikarenakan
organisme mikro tersebut mencerna bahan pencemar dalam rangka memperoleh energi.
Mekanisme inilah yang menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam perairan mangrove
akan berkurang (Kusumastuti, 2009).
76
Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono),
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kandungan logam berat pada air di empat lokasi perairan pesisir Propinsi Sulawesi Selatan
secara berturut dari yang terbesar adalah muara Sungai Tallo > Teluk Bone > Pantai Tanjung
Bunga > Teluk Pare-Pare. Berdasarkan jenis logam berat yang mencemari air di perairan
pesisir Propinsi Sulawesi Selatan secara berturut-turut dari yang terbesar adalah kadmium >
timbal > tembaga. Kandungan logam berat pada sedimen di empat lokasi penelitian
menunjukkan, secara berurutan dari yang terbesar adalah muara Sungai Tallo > Teluk Bone >
Teluk Pare-Pare > Pantai Tanjung Bunga. Berdasarkan jenis logam beratnya, secara berurutan
dari yang terbesar adalah timbal > tembaga > kadmium. Pada semua lokasi penelitian,
konsentrasi logam berat pada sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam
berat pada air. Kandungan logam berat pada air di empat stasiun penelitian menunjukkan telah
melebihi nilai ambang batas untuk kehidupan biota laut sesuai yang ditetapkan pemerintah,
kecuali pada stasiun penelitian di Teluk Pare-Pare logam berat Cu dan Cd tidak terdeteksi.
Kandungan logam berat pada sedimen untuk Pb di muara Sungai Tallo telah melebihi nilai
ambang batas, untuk Cd di semua stasiun penelitian telah melebihi ambang batas, kecuali di
Teluk Pare-Pare dan untuk Cu di muara Sungai Tallo telah melebihi nilai ambang batas. Secara
keseluruhan, rata-rata kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd pada sampel air telah melebihi
ambang batas untuk semua penggunaan sedangkan kandungan logam berat pada sedimen
yang melebihi ambang batas adalah logam berat kadmium.
B. Saran
Untuk mencegah pencemaran ekosistem pesisir yang lebih luas, diperlukan usaha-usaha
pencegahan dan pemulihan perairan yang telah tercemar. Salah satu bentuk usaha tersebut
adalah dengan penanaman vegetasi mangrove pada perairan pesisir. Vegetasi mangrove
sangat bermanfaat karena vegetasi ini mempunyai kemampuan menyerap logam berat di
perairan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami sampaikan terimakasih kepada Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang telah
mendukung dalam pendanaan dalam kegiatan penelitian ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada peneliti dan teknisi litkayasa atas bantuannya dalam pengambilan data di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, B., Ismail, A., Arshad, A., Yap, C.K., & Kamarudin, M.S. (2009). Anthropogenic impacts on heavy metal
concentrations in the coastal sediments of Dumai, Indonesia. Environ. Monit. Assess, 148, 291-305.
Agustina, T. (2010). Kontaminasi logam berat pada makanan dan dampaknya pada kesehatan. Teknubuga, 2 (2),
53-65.
Arifin, Z. (2008). Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal
Litbang Pertanian, 27 (3), 99-105.
Arisandi, K.R., Herawati, E.Y., & Supriyanto, E. (2012). Akumulasi logam berat Timbal (Pb) dan gambaran
histologi pada jaringan Avicennia marina (forsk.) Vierh di perairan pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian
Perikanan, 1 (1), 15-25.
Atici, T., Ahiska, S., Altindag, A., & Aydin, D. (2008). Ecological effects of some heavy metals (Cd, Pb, Hg, Cr)
pollution of phytoplanktonic algae and zooplanktonic organisms inSariyar dam reservoirin Turkey. Afr. J
Biotechnol, 7, 1972-1977.
77
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 3 No. 1, Maret 2015: 67-79
Boran, M., & Altinox, I. (2010). A review of heavy metals in water, sediment and living organisms in the Black
Sea. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 10, 565-572.
CCME. (1999). Canadian sediment quality guidelines for the protection of aquatic life: Summary tables,
Canadian environmental quality guidelines. Canadian Council of Ministers for the Environment,
Winnipeg.
Diantarani, N., & Putra, K. (2006). Penentuan kandungan logam Pb dan Cr pada air dan sedimen di Sungai Ao
Desa Sam Sam Kabupaten Tabanan. Ecotrophic, 1 (2), 1-5.
Harikumar, P.S., Nasir, U.P., Mujeebu Rahman, M.P. (2009). Distribution of heavy metals in the core sediments
of a tropical wetland system. Int. J. Environ. Sci. Tech., 6 (2), 225-232.
Jaibet, J. (2007). Analisis logam berat Cd, Cu dan Pb dalam sedimen dan air laut di Teluk Salut Tuaran. Sekolah
Sains dan Teknologi, Universiti Malaysia, Sabah.
Karbassi, A.R., Monavari, S.M., Bidhendi, G.R., Nouri, J., & Nematpour, K. (2008). Metal pollution assessment
of sediment and water in the Shur River. Environmental Monitoring and Assessment, 147, 107-116.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut.
Klein, D.A., & Thayer, J.S. (1995). Interactions between soil microbial community and organometallic
compaunds. New York and Basel: Marcell Dekker, Inc.
Kusumastuti, W. (2009). Evaluasi lahan basah bervegetasi mangrove dalam mengurangi pencemaran
lingkungan: studi kasus di Desa Kepetingan Kabupaten Sidoarjo. (Thesis). Tidak dipublikasikan.
Universitas Diponegoro.
Lasheen, M.R., & Ammar, N.S. (2009). Speciation of some heavy metals in River Nile sediments, Cairo, Egypt.
Environmentalist, 29, 8-16.
Leiwakabessy, F. (2005). Logam berat di perairan pantai Pulau Ambon dan korelasinya dengan kerusakan
cangkang, rasio seks, ukuran cangkang, kepada individu dan indeks keragaman jenis siput Nerita
(Neritidae: Gastropoda). Disertasi. Tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
Surabaya.
Lindsey, H.D., James, M.M., Hector, M.G. (2004). An assessment of metal contamination in mangrove
sediments and leaves fromPunta Mala Bay, Pacific Panama. Marine Pollution Bulletin, 50, 547-552.
Martuti, N. (2012). Kandungan logam beratcu dalam ikan bandeng, studi kasus di tambak wilayah Tapak
Semarang. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ma'ruf, M. (2007). Analisis konsentrasi logam berat pada ikan baronang (Siganus sp) dan lingkungan perairan
untuk pengelolaan wilayah pesisir Bontang. (Tesis). Tidak dipublikasikan. Universitas Mulawarman.
Mohiuddin, K.M., Ogawa, Y., Zakir, H.M., Otomo, K., Shikazono, N. (2011). Heavy metals contamination in
water and sediments of an urban river in a developing country. Int. J. Environ. Sci. Tech., 8 (4), 723-736.
Nordic Council of Ministers. (2003). Cadmium review. Website: http://www.who.int/ifcs/ documents/forums/
forum5/nmr_cadmium.pdf. Diakses tanggal 20 Januari 2015.
Palar, H. (2008). Pencemaran dan toksikologi logam berat. Jakarta: Rieneka Cipta.
Panjaitan, G.Y. (2009). Akumulasi logam berat tembaga (Cu) dan timbal (Pb) pada pohon Avicennia marina
(Forssk.) Vierh di hutan mangrove. (Skripsi). Tidak dipublikasikan. Universitas Sumatera Utara.
Rini, D.S. (2008). Mangrove Api-Api alternative pengendalian logam berat pesisir. Lembaga Kajian Ekologi
dan Konservasi Lahan Basah.Surabaya.
Rochyatun, E., Taufik, M.K., Rozak, A. (2006). Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan Muara
Sungai Cisadane. Makara Sains, 10 (1), 35-40.
Sudarmaji. Mukono, J., Corie, I.P. (2006). Toksikologi logam berat B3 dan dampaknya terhadap kesehatan.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (2), 129-142.
Sudding, Side, S., Dewi, A. (2012). Analisis kadar timbal (Pb) pada akar api-api putih (A. alba Blume) di saluran
pembuangan Jongaya Jalan Metro Tanjung Bunga Kota Makassar. Jurnal Chemica, 13 (2), 26-32.
Suharto. (2005). Dampak pencemaran logam timbal (Pb) terhadap kesehatan masyarakat. Majalah Kesehatan
Indonesia No. 165. Universitas Airlangga. Surabaya.
Supriharyono, M.S. (2002). Pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir tropis. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Supriyaningrum, E. (2006). Fluktuasi logam berat timbal dan kadmium dalam air dan sedimen di perairan Teluk
Jakarta (Tanjung Priuk, Marina dan Sunda Kelapa). (Skripsi). Tidak dipublikasikan. Institut Pertanian
Bogor.
Supriyanto, C. Samin. Kamal, Z. (2007). Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan Cd pada ikan air tawar
dengan metode spektrometri nyala serapan atom (SSA). Prosiding Seminar Nasional III SDM Teknologi
Nuklir. Yogyakarta.
Surbakti. (2011). Analisis logam berat Cadmium (Cd), Cuprum (Cu), Cromium (Cr), Ferrum (Fe), Nikel (Ni),
Zinkum (Zn) pada sedimen muara Sungai Asahan di Tanjung Balai dengan metode spektrofotometri
serapan atom (SSA). (Tesis). Universitas Sumatera Utara.
78
Konsentrasi Logam Berat pada Air dan... (Heru Setiawan, Endro Subiandono),
Sorensen, E.M.(1991). Metal poisoning in Fish. CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 235-283.
Tarigan, Z., Edward, Rozak, A. (2003). Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam air laut dan sedimen
di muara Sungai Membramo, Papua dalam kaitannya dengan kepentingan budidaya perikanan. Makara
Sains, 7 (3), 119-127.
Umar, M.T., Winarni, M., Meagaung, & Liestianty, F. (2001). Kandungan logam berat Tembaga (Cu) pada air,
sedimen dan kerang Marcia sp. di Teluk Parepare, Sulawesi Selatan. Jurnal Science & Technology, 2 (2),
35-44.
Wang, S., Cao, Z., Lan, D., Zheng, Z., Li, G. (2008). Concentration distribution and assessment of several heavy
metals in sediments of west-four Pearl River Estuary. Environmental Geology, 55, 963-975.
Wulan, S.P., Thamrin, Amin, B. (2013). Konsentrasi, distribusi dan korelasi logam berat Pb, Cr dan Zn pada air
dan sedimen di perairan Sungai Siak sekitar Dermaga PT. Indah Kiat Pulp and Paper PerawangPropinsi Riau. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau.
Yalcin, G., Narin, I., & Soylak, M. (2008). Multivariate analysis of heavy metal contents of sediments from
Gumusler Creek, Nigde, Turkey. Environmental Geology, 54, 1155-1163.
79
Download