BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad
hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang
sebagian terdekomposisi dan mengalami modifikasi, serta hasil sintesis baru yang
berasal dari tanaman dan hewan (Sutanto, 2005). Bahan organik merupakan salah
satu komponen tanah yang berperan penting dalam menentukan tingkat kesuburan
tanah. Tanah dengan kualitas dan tingkat kesuburan yang baik akan sangat
mendukung produktivitas dalam sektor pertanian. Bahan organik juga dapat
digunakan sebagai indikator tingkat erosi yang terjadi di suatu wilayah. Ketika
terjadi erosi yang cukup tinggi maka lapisan permukaan tanah akan terkikis dan
hilang, termasuk juga bahan organik yang terdapat pada lapisan tanah permukaan
tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka informasi akan persebaran kandungan
bahan organik tanah cukup penting untuk diketahui oleh masyarakat. Akan tetapi
di sisi lain, bahan organik pada tanah memiliki area persebaran yang cukup luas,
sehingga pengukuran kandungan bahan organik tanah secara manual akan
membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit.
Penginderaan jauh dapat digunakan sebagai alternatif metode untuk
memperoleh informasi mengenai kandungan bahan organik dalam cakupan area
yang cukup luas tetapi dengan alokasi waktu, biaya dan tenaga yang lebih efisien.
Selain itu kandungan bahan organik pada tanah cenderung stabil/ tidak terlalu
dinamis. Kandungan bahan organik pada tanah dapat berubah karena beberapa
faktor yang mempengaruhi, akan tetapi perubahan tersebut tidak terjadi secara
signifikan dan dalam waktu yang singkat. Hal tersebut menjadi salah satu alasan
mengapa penelitian mengenai bahan organik tanah cukup sesuai untuk dikaji
menggunakan metode penginderaan jauh.
Dahulu, penentuan kandungan bahan organik di suatu wilayah dilakukan
dengan metode grid samping. Wilayah kajian dibagi ke dalam beberapa grid
dengan ukuran tertentu, sampel tanah di ambil di lapangan sesuai dengan grid
yang sudah ditentukan. Sampel tersebut diuji di laboratorium kemudian diolah
menggunakan analisis geostatistikal, interpolasi matematis dan prosedur grafis
untuk menghasilkan informasi sebaran dan kandungan bahan organik di suatu
wilayah. Metode grid samping tersebut membutuhkan banyak waktu, tenaga dan
biaya terutama ketika wilayah yang dikaji mencakup area yang luas. Kemudian
berkembanglah metode penginderaan jauh untuk mempermudah pengukuran
bahan organik. Perpaduan antara interpretasi citra dengan pengambilan sampel di
lapangan membuat proses penentuan kandungan bahan organik tanah menjadi
lebih efisien. Pengambilan sampel di lapangan tetap perlu dilakukan, agar hasil
penentuan kandungan bahan organik tanah lebih akurat. Meski begitu
pengambilan sampel di lapangan menjadi lebih terarah karena berpedoman pada
hasil interpretasi dari citra, sehingga tetap lebih menghemat waktu, tenaga dan
biaya bila dibandingkan dengan metode konvensional.
Pada awal perkembangannya, panjang gelombang yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan bahan organik pada tanah hanyalah panjang
gelombang cahaya tampak (0,4-0,7 µm). Identifikasi kandungan bahan organik
tanah dibedakan berdasarkan warna permukaan tanah yang terekam pada citra.
Tanah yang berwarna lebih gelap diasumsikan memiliki kandungan bahan organik
yang lebih tinggi dari tanah yang tampak lebih cerah. Asumsi tersebut dibangun
atas dasar bahwa kondisi tanah di lapangan yang mengandung lebih banyak bahan
organik memang cenderung berwarna lebih gelap daripada yang tidak. Sampel
tanah yang diambil di lapangan juga dianalisis berdasarkan warna tanahnya
dengan berpedoman pada munsell soil color chart. Akan tetapi menurut Stephens
et al (2004), hal tersebut hanya berlaku ketika kandungan bahan organik tanah
yang ada lebih dari 2 %. Ketika kandungan bahan organik di bawah 2 %, maka
bahan organik bukan lagi menjadi faktor dominan yang mempengaruhi warna
tanah. Terlebih lagi tanah merupakan material kompleks, sehingga nilai pantulan
yang terekam pada citra tidak semata-mata hanya karena adanya bahan organik,
tapi juga dipengaruhi oleh tekstur tanah, kadar air/kelembaban dan kandungan
oksida besi pada tanah.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai
penelitian dilakukan untuk menyempurnakan metode penentuan kandungan bahan
organik menggunakan pendekatan penginderaan jauh. Panjang gelombang yang
digunakan diperluas tidak hanya pada panjang gelombang tampak (0,4-0,7 µm)
tetapi hingga panjang gelombang inframerah dekat (0,7-1,3 µm) dan inframerah
tengah (1,3-2,4 µm). Analisis sampel tanah untuk mengetahui kandungan bahan
organik juga tidak lagi hanya berdasar pada munsell soil color chart melainkan
menggunakan uji laboratorium yang dapat menghasilkan data kadar bahan
organik tanah secara kuantitatif dan lebih akurat.
Lu et al (2007) mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan
antara bahan organik dalam tanah dengan pantulan spektral pada range 545-830
nm (Vis-NIR). Wetterlind (2008) juga menemukan hubungan antara kandungan
bahan organik dengan pantulan spektral pada range 450-2500 nm (Vis-SWIR)
dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,87. Summers (2009) dalam
penelitiannya menemukan konsentrasi bahan organik dalam tanah berbanding
terbalik dengan pantulan spektral pada range Visible dan NIR, terutama ketika
kandungan bahan organik di atas 2%.
Penelitian ini menggunakan citra Landsat 8 OLI tahun 2014. Citra
Landsat 8 merupakan citra resolusi menengah dengan resolusi spasial 30 meter
yang termasuk produk Landsat generasi baru. Untuk meningkatkan efisiensi
waktu, tenaga, dan biaya, peta kandungan bahan organik tanah disusun
berdasarkan pemodelan bahan organik tanah dari nilai indeks mineral lempung,
nilai pantulan spektral, nilai kemiringan lereng dan penerapan Sistem Informasi
Geografis (SIG).
Indeks mineral lempung digunakan karena indeks mineral lempung
merupakan transformasi spektral yang dapat digunakan untuk pendekatan tekstur
tanah. Tekstur tanah merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi
kandungan bahan organik tanah. Tekstur tanah yang lebih halus seperti lempung
cenderung memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanah bertekstur kasar seperti pasir (Allison, 1973).
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Provinsi Jawa Tengah. Wilayah ini termasuk ke dalam bentuklahan yang
dipengaruhi oleh proses vulkanik. Aktivitas Gunung Lawu yang berada tepat di
sebelah timur kabupaten ini membuat karakteristik tanah yang terbentuk
cenderung bersifat subur. Ditambah lagi pada bagian barat Kabupaten
Karanganyar ini juga dilewati oleh aliran Sungai Bengawan Solo, sehingga
sebagian kabupaten ini dikembangkan untuk sektor pertanian. Kabupaten ini juga
memiliki variasi ketinggian wilayah yang cukup beragam, dari wilayah terendah
terletak di Kecamatan Jaten pada ketinggian 90 mdpal hingga wilayah tertinggi
yang terletak di Kecamatan Tawangmangu dengan ketinggian mencapai 2000 m
di atas permukaan laut. Berdasarkan data tahun 2013, diketahui bahwa dari luas
lahan kabupaten sebesar 77.378,64 ha, dimana 59,89 % dari luas wilayah tersebut
masih berupa lahan kering (46.338,89 ha). Lahan kering tersebut dapat
dikembangkan pula untuk sektor pertanian apabila kualitas tanahnya mendukung.
Salah satu penentu kualitas tanah adalah keberadaan bahan organik. Variasi
ketinggian wilayah di Kabupaten Karanganyar dapat mengindikasikan adanya
variasi kandungan bahan organik tanah di wilayah tersebut, sebab salah satu
faktor penentu besarnya kandungan bahan organik adalah faktor topografi
(Allison, 1973)
Oleh karena itu perlu adanya informasi mengenai persebaran kandungan
bahan
organk
tanah
di
Kabupaten
Karanganyar
sebagai
dasar
untuk
mengoptimalkan lahan guna dikembangkan dalam sektor pertanian atau sebagai
dasar penentuan kebijakan untuk pengelolaan lahan lainnya.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang mendasari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Informasi mengenai kandungan bahan organik tanah dibutuhkan oleh
masyarakat akan tetapi pengukuran kandungan bahan organik tanah
secara manual akan membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang tidak
sedikit.
2. Perlu adanya informasi mengenai persebaran kandungan bahan organik
tanah di Kabupaten Karanganyar dengan akurasi yang baik sebagai
bahan pertimbangan dalam pengembangan lahan untuk sektor pertanian
atau penentuan kebijakan untuk pengelolaan lahan lainnya.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka timbul beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah pemrosesan indeks mineral lempung pada citra Landsat 8
(sebagai pendekatan tekstur tanah) dapat digunakan untuk memetakan
kandungan bahan organik (BO) tanah?
2. Berapa nilai akurasi peta kandungan bahan organik tanah di
Kabupaten Karanganyar berdasarkan hasil pemodelan dengan indeks
mineral lempung?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kemampuan citra Landsat 8 dalam memetakan kandungan
bahan organik (BO) tanah dengan menggunakan pendekatan indeks
mineral lempung.
2. Memetakan persebaran kandungan bahan organik (BO) tanah di
Kabupaten Karanganyar yang diperoleh dari pengolahan citra Landsat
8 dan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) beserta analisis
tingkat akurasinya.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bentuk penerapan ilmu penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk kajian mengenai bahan organik
tanah.
2. Sebagai referensi bagi pemerintah atau dinas setempat dalam
penentuan serta evaluasi kebijakan pengelolaan lahan khususnya
untuk kepentingan sektor pertanian.
Download