1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Akhir

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Akhir-akhir ini persoalan perubahan iklim telah menjadi garis depan diskusi
dan perhatian diantara pemerintah, bisnis dan sebagain pihak non pemerintah
(Belal, Kabir, Cooper, Dey, Khan, Rahman dan Ali, 2015). Perubahan Iklim
merupakan satu diantara banyak tekanan lain pada sumber air dan penilai dari
pilihan penyesuaian untuk tekanan perubahan iklim dan dan non iklim di masa
depan adalah perlu (Hall dan Murphy, 2011). Diperkirakan perubahan iklim di
masa depan akan berpengaruh pada sumber air termasuk aliran sungai saat musim
panas menurun, kemunduran sungai es, menurunnya kelembaban tanah, lebih
banyak banjir dan masa kekeringan yang lebih lama (Hurlbert, Diaz, Corkal
danWarren, 2009).
Air merupakan sumber kehidupan yang akan sangat terpengaruh dengan
perubahan iklim, seperti peningkatan suhu yang mengakibatkan kekeringan atau
mencairnya es kutub, selain itu keberadaan air bersih juga semakin berkurang
karena adanya pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh beberapa pihak yang
kurang bertanggung jawab, setidaknya hanya 1% air yang layak konsumsi. Air
merupakan sumber yang unik yang mana tidak menerima cukup perhatian
perusahaan yang telah memberikan kontribusi esensinya terhadap kehidupan
manusia (Fogel dan Palmer, 2013).
1
2
Seiring dengan perubahan iklim, penting untuk tetap menjaga ketersediaan
air bersih untuk kelangsungan hidup manusia. Pertambahan populasi akan
menghasilkan pertumbuhan permintaan akan air (Hall dan Murphy, 2011). Di
abad ke 21 ini persediaan air bersih semakin sedikit, hanya sekitar 1% saja.
Sebagian orang memiliki akses air bersih namun banyak juga yang tidak memiliki
akses tersebut, bahkan milyaran orang terkena dampak krisis air.
Setidaknya satu milyar orang tidak memiliki akses air bersih yang dapat
layak konsumsi. Sedikitnya air bersih ini dapat dikarenakan beberapa faktor
misalnya saja pencemaran atau kurangnya perlindungan terhadap sumber mata air
bersih. Seperti yang di ungkapkan Economy (2013) bahwa menurut suatu laporan
diatas 40 % sungai di Cina berpolusi dan 20% sangat mengotori kualitas air
dengan tingat racun yang tinggi bahkan hanya dengan kontak dengan air tersebut.
Tidak hanya di China yang mengalami krisis air bersih, namun beberapa
negara berikut juga mengalami hal yang sama. MenurutSt.Cyr (2013) negara
berikut merupakan tempat yang membutuhkan air bersih yang dapat diminum,
antara lain Afganistan yang hanya memiliki 30% air yang dapat diminum karena
kurangnya akses dan infrastruktur serta adanya polusi. Negara kedua yaitu E
thiopia Afrika yang hanya 11% yang memiliki akses air bersih. India, yang
sumber airnya telah terkontaminasi oleh limbah agrikultur, yang menurut
Water.org sebesar 21%
penyakit menular berkaitan dengan air yang tidak
terlindungi. Negara lainnya yaitu Chad di Afrika yang kekeringan, Combadia,
Laos dan Haiti, namun masih banyak negara yang membutuhkan air bersih.
3
Air juga berperan penting dalam kelangsungan operasi perusahaan seperti
perusahaan manufaktur khususnya food beverage yang mana kualitas air sangat
diperhatikan. Perusahaan atau bisnis ini memiliki tanggung jawab untuk
melaporkan pengelolaan sumber daya yang digunakan dan setiap kegiatannya
kepada para pemangku kepentingan perusahaan. Sejak perang dunia II, konten
laporan keuangan perusahaan meningkat secara signifikan di banyak perusahaan
di negara berkembang (Al-Arussi, Selamat, dan Hanefah, 2009). Dalam laporan
tahunan tidak hanya berisi pengungkapan informasi keuangan saja, akan tetapi
juga informasi non-keuangan.
Meningkatnya kesadaran pada aktivitas sosial dan lingkungan memberikan
tekanan yang lebih pada perusahaan untuk menyampaikan informasi mengenai
aktivitas dan tanggapan untuk beberapa permintaan yang dijatuhkan oleh
stakeholder
(Khlif, Guidara dan Souissi, 2015)a.
Satu diantaranya adalah
informasi lingkungan ( Al-Arussy et al., 2009).
Pengungkapan informasi mengenai dampak ekonomi aktifitas manufaktur
pada lingkungan telah menjadi perhatian yang signifikan dalam manajemen bisnis
(Bewley dan Li, 2000). Beuren dan Boff (2011) menyebutkan bahwa berbagai
agen telah memonitoring sumberdaya tersebut dan tuntutan yang lebih besar akan
kepedulian dalam penggunaan mereka.
Banyak perusahaan mengambil
tanggungjawab untuk dampak lingkungan mereka, sebuah tanggung jawab yang
dicerminkan dalam keinginan mereka untuk membuat pengungkapan publik atas
perilaku dengan implikasi lingkungan (Sattipun dan Staton, 2012).
4
Pentingnya pengungkapan sosial dan lingkungan ini mendorong
perusahaan
untuk
menyediakan
informasi
mengenai
tanggung
jawab
lingkungannya. Kelompok stakeholder yang berbeda, khususnya yang berkaitan
dengan peraturan dan kelompok pengawas perusahaan memberikan tekanan besar
pada perusahaan untuk menjadi lebih bertanggung jawab pada secara sosial (Jose
dan Mei, 2007)
Negara Perancis yang telah menerbitkan peraturan mengenai pengungkapan
bahwa peusahaan harus menyediakan informasi mengenai dampak lingkungan
atas operasi mereka, hal ini disebut dengan mandatory disclosure. Mandatory
disclosure ini melingkupi informasi keuangan dan non-keuangan, dan merujuk
pada dampak lingkungan operasi perusahaan (udara, air, emisi, energi, material)
sebagaimana komitmen perusahaan atas perlindungan lingkungan, remidiasi, dan
batasan atas konsekuensi yang merugikan atas aktivitas ekonomi pada lingkungan
alam (Barbu, Dumotier, Feleaga dan Feleaga, 2014).
Melalui pengungkapan informasi sosial dan lingkungan perusahaan,
terdapat
beberapa
manfaat
yang
akan
diperoleh
perusahaan
dengan
menyediakannya. Pertama, Untuk sebuah perusahaan, perlindungan informasi
lingkungannnya tidak hanya menaikkan reputasi, meninggikan kemampuan
bersaing, tetapi juga menyediakan informasi lingkungan untuk para stakeholder
diluar perusahaan (Liu, Liu, McConey dan Li, 2011). Kedua, Pengungkapan
sosial dan lingkungan perusahaan sebagai sebuah dialog antara perusahaan
dengan stakeholder nya yang mana memiliki kepentingan dalam aktivitas sosial
dan
lingkungan
perusahaan,
menunjukkan
pemenuhan
tanggung
jawab
5
perusahaan kepada para stakeholder nya (Lu dan Abeysekera, 2014). Ketiga,
Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan diharapkan menjadi strategi
managemen yang efektif untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang
memuaskan dengan para stakeholder (Yusoff dan Alhaji, 2012).
Perusahaan air dalam praktiknya hanya mengungkapkan sedikit informasi
mengenai lingkungannya. Hal tersebut dapat dikerenakan oleh otoritas
pembatasan informasi. Menurut Goodman (2009) perusahaan air tidak perlu untuk
mengungkapkan informasi sebanyak PDAM karena kesenjangan dalam otoritas
pengawasan federal menurut laporan yang dirilis oleh auditor pemerintah.
Informasi lingkungan yang dirasa kurang penting bagi stakeholder dan
perusahaan (Gunawan, 2010) dapat menjadi penghambat pengungkapan informasi
lingkungan. Pada kenyataannya informasi mengenai lingkungan khususnya
perolehan air oleh perusahaan air merupakan informasi yang dibutuhkan bagi
siapa saja yang berkepentingan. Pengungkapan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan yang dirasakan oleh kelompok kepentingan tertentu misalnya
pemegang saham atau karyawan (Dumay, 2015).
Menyediakan informasi terkait produk yang dihasilkan oleh perusahaan
merupakan tanggung jawab sosial perusahaan yang harus dipenuhi terhadap
stakeholder nya (customer). Sistem air publik harus menyediakan laporan untuk
pelanggan mengenai air, paling tidak sumbernya, bukti
zat pencemar dan
pemenuhan peraturan (Goodman, 2009). Pengungkapan dilakukan karena adanya
motivasi manajer dalam pengelolaan perusahaan dimana manajer di dukung atas
6
keputusannya dengan menujukkan bahwa setiap tindakan atau keputusan yang
diambil memberikan keuntungan bagi stakeholder perusahaan.
Di negara berkembang praktik pengungkapan masih sedikit dan rendah
seperti yang diungkapkan Bokpin, Ishaaq dan Nyarko (2015) negara berkembang
sering dicirikan dengan praktik tatakelola dan praktik pengungkapan perusahaan
yang rendah. Indonesia memiliki standar yang berkaitan dengan tanggung jawab
sosial dan lingkungan, akan tetapi praktik pengungkapan sosial dan lingkungan
adalah sukarela “voluntary” (Djajadikerta dan Trireksani, 2012) jumlah
pengungkapan yang dilakukan masih dibatasi (Gunawan, et al., 2009).
Menurut penelitian Djajadikerta dan Trireksani(2012) di Indonesia
memiliki Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) namun tidak ada yang
secara spesifik permintaan untuk pengungkapan sosial lingkungan perusahaan,
namu beberapa standar akuntansi yang berkaitan dengan industri yang peka secara
lingkungan seperti PSAK 29 untuk industri minyak dan gas, PSAK 32 untuk
sektor perhutanan, PSAK 33 untuk industri tambang biasa dan PSAK 34 untuk
kontrak Konstruksi. Selain itu, terdapat undang undang Nomor 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas terkait Tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan.
Menurut penelitian Elijido-ten, Kloot dan Clarkson (2010) yang
menggunakan sampel perusahaan Malaysia yang merupakan negara berkembang
menyatakan bahwa Malaysia memiliki permintaan mandatori untuk menyediakan
pengungkapan lingkungan yang sangat terbatas. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sepertinya pengungakapan lingkungan dalam laporan tahunan dan media
7
komunikasi merupakan “voluntary” yang dibuat untuk memenuhi permintaan
stakeholder (Eljido-ten et al., 2010). Eljido ten (2010) pengungkapan lingkungan
laporan keuangan di Malaysia sebagian besar opsional.
Stakeholder merupakan salah satu pihak yang menjatuhkan permintaan akan
pengungkapan lingkungan. Elijido-ten (2011) menarik pada kerangka strategi
stakeholder nya Freeman dan teori pengaturan agenda media, hasilnya
menunjukkan bahwa alam dan arti penting peristiwa mempengaruhi perilaku
stakeholder yang potensial yang mana pada akhirnya mempengaruhi keputusan
environmental
disclosure
di
laporan
tahunan.
Elijido-ten
et
al.,(2010)
mengungkapkan bahwa suatu peristiwa lingkungan memiliki arti penting sarta
memiliki dampak besar pada keputusan environmental disclosure.
Pola yang dibentuk stakeholder berhubungan dengan environmental
disclosure yang dilakukan perusahaan seperti penelitian Rodrigue (2014) yang
meyatakan bahwa dinamika informasi yang dikandung berperan serta terdiri dari
beberapa
pola
terkait.
Pertama,
dalam
pola
konfirmasi,
stakeholder
mengungkapkan pesan yang sesuai dengan pesan perusahaan. Kedua, pola
pelengkap, stakeholder memberikan informasi melengkapi pengungkapan
informasi perusahaan. Ketiga, pola oposisi yang mana stakeholder bertentangan
dengan penyingkapan informasi yang dilakukan perusahaan. Pola-pola ini berbeda
karena terkait dengan berbagai interaksi dari stakeholder, sedangkan yang paling
telibat adalah menggabungkan pola pengungkapan yang ada sekitar isu kunci.
Berkaitan dengan pengaruh stakeholder pada environmental disclosure Liu
dan Anbumozhi (2009) yang meyatakan bahwa perusahaan di Cina menyediakan
8
informasi lingkungan sebagian besar hanya untuk mengurangi perhatian dari
pemerintah, tekanan yang diberikan stakeholder seperti pemegang saham dan
kreditor menujukkan tekanan yang lemah saat ini kemudian tumbuh dan lebih
banyak perusahaan yang membuka lebih informasi lingkungan. Monteiro dan
Guzman (2010) menyebutkan bahwa di portugis semenjak adanya mandatori
untuk perusahaan di perancis, perusahaan mulai melakukan usaha khusus untuk
mengungkapkan lebih informasi lingkungan dalam laporan keuangan mereka.
Fallan dan Fallan (2009) juga menyatakan bahwa perusahaan akan
menemui berbagai permintaan dari stakeholdernya tanpa adanya peraturan
pemerintah, tidak ada peraturan perundang-undangan yang mempu meningkatkan
dan menyesuaikan environmental disclosure mereka terhadap permintaan
stakeholder nya dan mengesah keberadaan terhadap masyarakat, serta pendekatan
peraturan memiliki pengaruh dan secara langsung hanya berlaku untuk
environmental disclosure yang bersifat perintah dan perusahaan tidak secara
penuh menuruti peraturan perundang-undangan. Menurut Ulhoi dan Madsen
(2013) pada dasarnya, stakeholder theory mengasumsikan bahwa perusahaan di
pegang bersama oleh koalisi atas pemegang yang memiliki kepentingan berbeda
(berlandas perbedaan perhatian).
Penelitian Fallan dan
Fallan (2009) menyebutkan bahwa tanpa adanya
peraturan pemerintah perusahaan akan menemui berbagai permintaan dari
stakeholder, untuk perbaikan environmental disclosure tidak memerlukan
peraturan, hanya berdampak langsung jika ada pengungkapan yang bersifat
perintah sehingga perusahaan tidak harus memenuhi peraturan yang disyaratkan
9
peraturan perundang-undangan. Peraturan menjadi penengah atas permintaan
stakeholder
perusahaan dengan perusahaan sendiri, selain itu memudahkan
perusahaan untuk menentukan apa yang harus diungkapkan dan dicantumkan
dalam laporannya.
Beberapa penelitian terdahulu terkait environmental disclosure diantara
adalah Lu dan Abeysekera (2014) yang melakukan penelitian terkait
environmental disclosure denan sampel perusahaan Cina, hasil penelitian ini
adalah
bahwa
karakteristik
peusahaan
merupakan
faktor
faktor
yang
mempengaruhi environmental disclosure, stakeholder memiliki tekanan lemah
pada perusahaan, pemegang saham mempengaruhi environmental disclosure,
serta kreditor environmental disclosure terkait dengan kinerja lingkungan.
Penelitian selanjutnya yaitu penelitian Comier et al., (2011) terkait kontribusi
informasional pengungkapan sosial dan lingkungan terhadap investor, hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan sosial dan environmental
disclosure dapat menggantikan satu dengan yang lain dalam mengurangi asimetri
informasi.
Penelitan Liu dan Anbumozhi (2009) meneliti tentang faktor penentu
pengungkapan informasi lingkungan perusahaan studi empiris perusahaan
terdaftar di bursa efek China. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas
dan ukuran pada saat itu merupakan faktor utama yang mempengaruhi upaya
pengungkapan informasi lingkungan mereka, sedangkan kinerja ekonomi tidak
berhubungan secara signifikan dalam kegiatan lingkungan. Perusahaan di China
10
melakukan pengungkapan hanya untuk mengurangi perhatian dari pemerintah.
Tekanan pemegang saham dan kreditor berperan lemah.
Penelitian Al Arussi et al., (2009) menetili faktor –faktor penentu
pengungkapan keuangan dan pengungkapan lingkungan melalui internet oleh
perusahaan Malaysia. Hasil penelitian Al Arussi et al., (2009) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan signifikan antara level of technology, ethnicity of CEO,
dan Firm Size terhadap Financial and environmnetal disclosure. Hasil ini
mendukung pendapat bahwa pengungkapan lingkungan dan keuangan memiliki
faktor penentu yang sama.
Djajadikerta dan Trireksani (2012) meneliti Corporate social and
environmental disclosure perusahaan di Indonesia pada website masing-masing
peruahaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia masih
memiliki pemahaman yang kurang terkait corporate social and environmental
disclosure dan keuntungannya. Djajadikerta dan Trireksani (2012) perusahaan di
indonesia melakukan corporate social and environmental disclosure dengan
tujuan memperoleh pengakuan sosial atas kecukupan perilaku sosial perusahaan.
Penelitian Fallan dan
Fallan (2009) yang membandingkan antara
environmental disclosure dengan konteks suka rela dengan telah adanya regulasi
yang mengatur. Hasil penelitian Fallan dan Fallan (2009) adalah environmental
disclosure dengan pendekatan sukarela telah meningkatkan jenis environmental
disclosure namun perusahaan menghadapi berbagai macam permintaan dari
stakeholder , pendekatan peraturan memiliki arti penting yang hanya berdampak
11
pada mandatory environmental disclosure yang mana perusahaan tidak harus
memenuhi semua tuntutan seperti peraturan perundang undangan.
De Villiersdan Van Staden (2010) membandingkan permintaan pemegang
saham untuk environmental disclosure. Hasil penelitian De Villiersdan
Van
Staden (2010) menemukan dukungan bahwa sebagian besar pemegang saham
meminta informasi yang lebih khusus, informasi lingkungan yang telah diaudit
dari perusahaan untuk kepentingan pembuatan keputusan.
Perusahaan memberikan alasan yang berbeda untuk informasi lingkungan
yang spesifik yang akan mereka gunakan, bukan hanya pernyataan langsung yang
pemegang saham minta atas environmental disclosure untuk berbagai alasan dari
pada pembuatan keputusan, namun menunjukkan bahwa perusahaan perlu
mengungkapkan perbedaan item informasi dengan menemukan perbedaan
permintaan pemegang saham. Penelitian
ini menunjukkan banwa pemegang
saham memiliki peran aktif dalam environmental disclosure.
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini bertujuan meneliti kembali pengaruh stakeholder terhadap
environmental disclosure
dengan sampel perusahaan tambang di Indonesia,
Malaysia, Thailand dan Filipina yang terdaftar di Bursa Efek masing-masing
negara. Banyak peneliti yang melakukan penelitian terkait pengaruh stakeholder
terhadap environmental disclosure (Elijido-ten, 2011; Elijido-tenet al., 2010;
Fallan dan Fallan, 2009; Rodrigue, 2014; Liu dan Anbumozhi, 2009). Gunawan
(2010) menyebutkan bahwa informasi lingkungan dirasa kurang penting bagi
stakeholder dan perusahaan.
12
Penelitian De Villiersdan Van Staden (2010) menyatakan pemengang
saham terbukti memiliki kepentingan bahwa mereka diberitahu mengenai bebagai
hal lingkungan yang mempengaruhi investasi mereka serta pemegang saham
membutuhkan informasi lingkungan yang detail dan spesifik dan telah diaudit
untuk mengurangi asimetri informasi.
Stakeholder antara lain shareholder (pemegang saham), supplier, kreditor,
pemerintah, karyawan, serta kelompok kepentingan khusus (Freeman, 1984;
Robert,1992; Rodriguez,2002; Ulhoi dan Madsen, 2013).
Berdasarkan latar belakang terkait fenomena alam, perubahan iklim dan
pencemaran lingkungan yang ada, baik secara langsung maupun tidak akan
mempengaruhi ketersediaan air layak konsumsi. penelitian ini hanya berfokus
pada environmental disclosure sektor air di perusahaan tambang. Djajadikerta
dan Trireksani (2012) menyebutkan negara Indonesia (negara berkembang)
memiliki pengungkapan yang masih dibatasi hal tersebut karena kurangnya
pemahaman akan keuntungan adanya pengungkapan. Di negara berkembang
seperti Indonesia dan Malaysia environmental disclosure masih termasuk
voluntary meskipun telah ada peraturan terkait tanggung jawab lingkungan.
Perusahaan tambang merupakan perusahaan ektraktif yang melakukan
eksplorasi terbesar pada lingkungan. Berdasar uraian diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah kepemilikan manajer (managerial ownership) memiliki pengaruh
terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang?
13
b. Apakah kepemilikan pemerintah (government ownership) memiliki
pengaruh terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan
tambang?
c. Apakah kepemilikan institusional (institutional ownership) memiliki
pengaruh
terhadap
environmental
disclosure
sektor
airperusahaan
tambang?
d. Apakah kepemilikan asing (foreign ownership) memiliki pengaruh
terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang?
e. Apakah Creditor memiliki pengaruh positif terhadap environmental
disclosure sektor air perusahaan tambang?
f. Apakah External auditor memiliki pengaruh environmental disclosure
sektor air perusahaan tambang?
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui :
1. Pengaruh besarnya managerial ownership terhadap environmental sektor air
perusahaan tambang.
2. Pengaruh besarnya government ownership terhadap environmental disclosure
sektor air perusahaan tambang.
3. Pengaruh institutional ownership terhadap environmental disclosure sektor
air perusahaan tambang.
4. Pengaruh foreign ownership terhadap environmental disclosure sektor air
perusahaan tambang.
14
5. Pengaruh creditor terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan
tambang.
6. Pengaruh external auditor terhadap environmental disclosure sektor air
perusahaan tambang.
7. Bagaimana managerial ownership, government ownership, institutional
ownership, foreigan ownership, creditor, external auditor dan jumlah
produksi air minum secara bersama-sama mempengaruhi environmental
disclosure sektor air perusahaan tambang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi pihak-pihak berikut:
1. Akademisi
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan bukti empiris mengenai
pengaruh stakeholder terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian
ini juga diharapkan akan menjadi referensi dan dapat memberikan ide
yang akan memunculkan penelitian-penelitian baru di masa mendatang.
2. Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris mengenai
pentingnya environmental disclosure bagi perusahaan serta menjadi bahan
untuk mempertimbangkan informasi yang akan diungkapkan dalam
laporan keuangan.
3. Pembuat Peraturan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan pertimbangan dalam
membuat peraturan maupun kebijakan terkait environmental disclosure.
15
4. Pihak yang berkepentingan
Penelitian ini diharapkan akan mampu menjadi bahan pertimbangan dalam
pembuatan keputusan dan pelaksanaan pengawasan pada pengelolaan
perusahaan, yang khususnya berkaitan dengan environmental disclosure.
E. Orisinalitas Penelitian
Penelitian terkait environmental disclosure telah banyak dilakukan,
beberapa dianatarannya yaitu Al Arussi et al., (2009), Lu dan Abeysekera
(2014), dan Liu dan Anbumozhi (2009).
1. Penelitian ini mengguanakan sampel data dari populasi perusahaan
tambang yang ada di negara Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina.
Sampel penelitian ini berbeda dengan penelitian Al Arussi et al.,
(2009), yang menggunakan sampel perusahaan Malaysia tahun 2005,
berbeda dengan penelitian Lu dan Abeysekera (2014) yang
menggunakan sampel perusahaan di China tahun 2008 dan berbeda
dengan Liu dan Anbumozhi (2009) yang menggunakan perusahaan di
China.
2. Penelitian ini menggunakan sampel data perusahaan selama 3 tahun
yaitu tahun 2012 hingga tahun 2014
3. Perusahaan menggunakan indeks pengungkapan dari beberapa sumber
serta lingkup pengungkapan dalam penelitian ini adalah pengungkapan
lingkungan sektor air.
16
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian bagi pihak pihak
berkepentingan, orisinilitas penelitian serta sistematika penulisan
penelitian.
BAB II
: LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini berisi tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini,
penelitian sebelumnya serta perumusan hipotesis.
BAB III
: METODE PENELITIAN
Bab tiga ini berisi ulasan metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian, metode penelitian ini meliputi: populasi dan
sampel, variabel, definisi operasional, dan mekanisme pengujian
hipotesis.
BAB IV
: HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan dibahas dan dicantumkan hasil analisis dan
pembahasan hasil penelitian
BAB V
: KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang disarikan atas hasil
penelitian dari permasalahan, tujuan penelitian, analisis data, serta
pembasan hasil analisis.Bab ini juga berisi keterbatasan penelitian
dan saran untuk penelitian-penelitian berikutnya.
Download