Jurnal Psikologi Pendidikan dan bimbingan Vol. 13. No.1, Juli 2012 EFEKTIVITAS MODEL KNAP UNTUK MENINGKATKAN KETERBUKAAN DIRI SISWA SMA Oleh Denok Setiawati1 Abstrak: Manusia adalah makhluk sosial artinya manusia senatiasa berinteraksi dengan orang lain. Interaksi akan berjalan dengan baik apabila masing-masing orang mampu berkomunikasi secara efektif sehingga dari komunikasi tersebut akan terbentuklah hubungan antar pribadi yang baik. Hubungan antar pribadi tersebut akan mudah terbentuk apabila masing-masing individu mampu mengungkapkan diri/membuka diri (self disclosure). Self disclosure yang optimal akan membantu siswa dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Jika tidak siswa akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala seperti tidak bisa mengeluarkan pendapat, tidak mampu mengemukakan ide atau gagasan yang ada pada dirinya, merasa was-was atau takut jika hendak mengemukakan sesuatu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa yang memiliki keterbukaan diri yang rendah Jika hal demikian dibiarkan akan mengganggu perkembangan pribadi-sosial siswa termasuk juga pencapaian prestasinya dalam belajar Berdasarkan pengkajian di atas maka model Knap dipandang efektif untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa SMA. Adapun tahapun yang dilalui antara lain tahap inisiasi, eksperimen, intensifikasi, integrasi dan ikatan. Tahap Inisiasi mencakup percakapan singkat dan saling memberi salam. Selama tahap eksperimen, masing-masing akan mengungkap informasi mengenai partnernya. Percakapan pada tahap ini berfungsi untuk menjajaki terjadinya hubungan lebih lanjut, dan membantu dalam mengungkap persamaan atau perbedaan kepentingan. Tahap intesifikasi melibatkan penyelidikan yang lebih mendalam pada kepribadian masing-masing. Tahap integrasi menciptakan rasa “bersama”, rasa kami/kita, dimana keduanya bertindak sebagai satu unit dan bukan sebagai individu yang terpisah. Keputusan yang dibuat pada tahap ini biasanya dilakukan berdua. Sementara tahapan terakhir yaitu ikatan, terjadi ketika keduanya masuk kepada suatu ritual yang secara formal mengakui hubungan jangka panjang. Kata kunci Efekifitas, self disclosure, model Knap, tahap inisiasi, eksperimen, intensifikasi, integrasi dan ikatan. 1 Staf pengajar pada prodi BK FIP unesa 17 18 pribadi membuat kehidupan menjadi lebih Pendahuluan Manusia adalah makhluk sosial berarti. Sebaliknya hubungan yang buruk artinya manusia senatiasa berinteraksi bahkan dapat membawa efek negatif bagi dengan orang lain. Manusia tidak dapat kesehatan. mengabaikan bahwa secara fundamental tersebut akan mudah terbentuk apabila dia senantiasa berhubungan dengan orang masing-masing lain di dunia ini. Interaksi tersebut akan mengungkapkan diri/membuka diri (self membuat seseorang mempengaruhi atau disclosure). Hubungan antar individu pribadi mampu dipengaruhi oleh orang lain (Matsumoto, Self disclosure merupakan tindakan 2000). Interaksi tersebut akan berjalan seseorang dalam memberikan informasi dengan baik apabila masing-masing orang yang bersifat pribadi pada orang lain. mampu efektif Informasi yang bersifat pribadi tersebut sehingga dari komunikasi tersebut akan mencakup aspek: (1) sikap atau opini, (2) berkomunikasi secara terbentuklah hubungan antar pribadi yang selera dan minat, (3) pekerjaan atau pendidikan, (4) fisik, (5) keuangan, dan (6) baik. Hubungan antarpribadi memainkan peranan penting dalam membentuk kepribadian (Jourard, 1971). Altman dan Taylor (1973) mengemukakan bahwa self disclosure kehidupan manusia. Setiap merupakan kemampuan individu seseorang untuk mengungkapkan informasi tergantung kepada orang lain dalam diri kepada orang lain yang bertujuan untuk perasaan, pemahaman informasi, mencapai hubungan yang akrab. dukungan dan berbagai bentuk komunikasi Sebagai salah satu aspek penting yang mempengaruhi citra dirinya serta dalam hubungan antar pribadi ataupun membantunya mengenali harapan-harapan orang lain. menunjukan Sejumlah bahwa penelitian hubungan antar hubungan sosial, self disclosure juga perlu bagi siswa terutama siswa SMP maupun SMA yang termasuk kategori remaja. 19 Kebanyakan ahli memandang masa remaja mengalami kesulitan berkomunikasi dengan dibagi dalam dua periode karena terdapat orang lain. Hal ini dapat dilihat dari gejala- ciri-ciri perilaku yang cukup banyak gejala seperti tidak bisa mengeluarkan berbeda periode pendapat, tidak mampu mengemukakan ide tersebut. Pembagian ini biasanya menjadi: atau gagasan yang ada pada dirinya, merasa dalam kedua (sub) periode remaja awal (early adolescence), yaitu berkisar antara umur 13 sampai 17 tahun; dan periode remaja akhir, yaitu 17 sampai 18 tahun atau umur dewasa menurut hokum. Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuyang berlaku di suatu was-was Self disclosure diperlukan oleh siswa karena masa remaja merupakan periode kemampuannya Sesuai untuk dengan memberi dan perkembangannya, remaja dituntut lebih belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan beragam. Keterampilan self disclosure yang dimiliki oleh remaja, akan membantu siswa hendak Hasil Maharani penelitian yang dilakukan (2000) 68,80% mempunyai keterbukaan diri yang bersifat dangkal. Data penelitian yang dilakukan Dian diri secara terbuka. Sedangkan penelitian Dewi (2004), menunjukkan bahwa hanya siswa yang terampil dalam menggunakan menerima dalam berhubungan dengan orang lain. jika mengemukakan sesuatu (Johnson, 1990). 24,55% belajar takut (2000) 50% siswa kurang mengungkapkan Negara ( Melly Latifah.2008). individu atau dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. membuka diri, sedangkan sebagian besar 43,63% siswa yang kurang terampil membuka diri (Gainau. 2005). Jika hal demikian dibiarkan akan mengganggu perkembangan pribadi-sosial siswa termasuk juga pencapaian prestasinya dalam belajar. Bimbingan dan konseling sebagai bagian dari sistem pendidikan mempunyai peran yang sangat penting Apabila remaja tersebut tidak memiliki dalam memfasilitasi perkembangan peserta kemampuan self disclosure, maka dia akan didik yang selanjutnya disebut konseli, 20 agar mampu mengembangkan potensi diperkirakan dirinya pasien/klien atau mencapai perkembangannya tugas-tugas . (Petersen, kepuasan 2002). ). aspek Bugental, 1987; Stricker & Fisher, 1990; fisik, emosi, intelektual, sosial, moral- Williams , 1997 dalam O. Zur (2009). spiritual). Tugas-tugas perkembangan Pendekatan Humanistik juga menegaskan tersebut kemudian dirumuskan sebagai bahwa pengungkapan diri memungkinkan standar kompetensi yang harus dicapai konseli oleh standar orang memiliki kelemahan dan hal-hal kompetensi yang harus dicapai peserta yang belum terselesaikan dalam hidup didik terkait kesadaran akan tanggung mereka dan bahwa tidak ada perbedaan jawab sosial (Depdiknas.2007). penting, konseli. (menyangkut menghasilkan Salah Sejumlah satu penelitian juga untuk mengakui bahwa semua pada kenyataannya, antara psikoterapis dan pasien. menunjukkan bahwa self disclosure juga Terapi feminis juga menekankan berkontribusi besar dalam memperlancar keterbukaan diri sebagai upaya untuk kegiatan terapeutik membina hubungan yang lebih egaliter dan sehingga kesejahteraan tercapai. Beberapa penelitian tersebut dalam konseling, konseli dapat solidaritas antara terapis dan klien, klien mempromosikan pemberdayaan dan misalnya Analis Tradisional (Freud, dkk) memungkinkan mereka untuk membuat menjadikan proses terapeutik keputusan sebagai dalam memilih -terapis cermin dan layar kosong bagi klien, perempuan sebagai model peran (Brown, membebaskan untuk 1994 ; Kessler & Waehler, 2005). Selain memproyeksikan perasaan mereka sendiri pendekatan-pendekatan di atas masih ada dan pikiran yang agak netral ke terapis, ini beberapa penelitian lain yang menujukkan adalah dasar bagi analisis transferensi, self pentingnya self disclosure dalam poses disclosure terapeutik. dalam klien analisis tradisional Beberapa penelitian juga 21 menunjukkan bahwa self disclosure sangat berjalannya memungkinkan diterapkan pada berbagai menjdi dewasa dia dapat mempraktekkan populasi. Misalnya Self Help and 12 Step dengan sangat baik cara-cara yang sering Programs (Mallow, 1998), Children and tidak disangka tentang bagaimana dan those with a diminished capacity for mengapa seseorang melakukan sesuatu. abstract thought (Psychopathology waktu, ketika seseorang Sikap budaya siswa yang kurang the terbuka ini ditandai dengan siswa yang malu 2001), dan takut untuk mengungkapkan masalahnya Adolescents, Religious and spiritual based kepada konselor. Siswa juga malu untuk therapies: (Mahalik et al., 2000). War mengungkapkan masalahnya kepada teman, Committee of Advancement the of Group for Psychiatry, veterans with PTSD (Stricker & Fisher, tidak terbiasa mengemukakan pikiran dan pendapat kepada temannya, tidak memiliki 1990). Minorities (Sue & Sue, 2003). Tidak dapat dipungkiri bahwa self disclosure seseorang dipengaruhi oleh kepercayaan pada temannya karena khawatir masalahnya dibocorkan kepada teman lainnya. Selain itu gejala lain yang tampak budayanya. Keterbukaan diri anak sangat karena kekurang terbukaan diri peserta didik dipengaruhi budaya karena budaya tampak pada keengganan mereka untuk mempengaruhi cara berpikir, dan sikap berpartisipasi di kelas, padahal salah satu seseorang terhadap lingkungannya 2000). Sebagaimana komponen (Matsumoto, penilaian di kelas adalah keterlibatan siswa dalam proses belajarnya. seseorang tumbuh dan berkembang dalam Keterlibatan tersebut akan terlihat apabila budaya dan masyarakatnya, di sanalah dia siswa mampu berpartisipasi dalam kelas belajar cara-cata tertentu dalam bertingkah misalnya laku, berinteraksi, merasa, dan menginterpretasikan dalam berhubungan dengan dunia sekitarnya. Seiring bertanya, menjawab atau menanggapi pertanyaan baik dari teman maupun dari guru. 22 Permasalahan ini tentu saja tidak 4. Konselor dapat memberikan layanan boleh dibiarkan apalagi konseli sebagai konseling individual maupun kelompok individu yang sedang berada dalam proses untuk berkembang atau menjadi (on becoming), masalahnya, membantu siswa mengenai yaitu berkembang ke arah kematangan atau 5. Konselor dapat merencanakan kegiatan kemandirian (Depdiknas, 2007). Psoses diskusi kelompok, kerja kelompok, role pencapaian playing; konselor melakukan pendekatan kematangan memerlukan bimbingan tersebut termasuk dari personal secara kontinyu sehingga siswa konselor sekolah. Penelitian yang dilakukan dapat merasakan dekat dengan konselor, oleh Gainau (2005) merekomendasikan sehingga siswa dapat mengungkapkan ada beberapa usaha yang dapat dilakukan perasaannya. konselor pada siswa mengalami masalah self 6. Memberikan pelatihan kepada siswa yang disclosure dilihat perspektif budaya dan memiliki tingkat self disclosure rendah hubungan dengan orang lain adalah: berupa 1. Konselor perlu memahami setiap budaya keterbukaan pelatihan diri, untuk meningkat kepercayaan diri, menghargai diri, kemampuan berinteraksi setiap siswa dengan 2. Kompetensi konselor diperlukan dalam 7. 3. Konselor dapat memberikan layanan lain, kemampuan bersosialisasi. memberikan konseling bagi siswa yang kurang terbuka dengan orang lain. orang Mengikutkan siswa tersebut dalam kegiatan ekstra kurikuler di sekolah dalam seperti PMR, pramuka, dan osis sehingga keterbukaan diri dengan orang lain: mereka dapat berani mengungkapkan ide kepada atau pendapat. informasi tentang siapa dilakukan, keterbukaan dilakukan etika keterbukaan situasi diri yang diri itu bagaimana dilaksanakan atau 8. Konselor dapat melibatkan guru, orang tua dan beberapa personal lain yang 23 berkompeten membantu siswa dalam self siswa berlatih untuk memberi salam. disclosure. Jika perlu disertai pemberian yel-yel Berdasarkan data di atas telah dilakukaan ataau permainan untuk mencairkan pengkajian suasana. tentang efektifitas model KNAP untuk meningkatkan keterbukaan 2. Tahap eksperimen, masing-masing diri siswa SMA. Sedangkan rumusan akan masalahnya adalah apaakaah model KNAP mengenai partnernya. Percakapan teruji pada tahap ini berfungsi untuk efektif untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa SMA? PEMBAHASAN Model Knap (1978) merumuskan tahapan menunjukan informasi menjajaki terjadinya hubungan lebih lanjut, model mengungkap hubungan membantu dalam mengungkap persamaan atau perbedaan kepentingan. 3. Tahap intesifikasi melibatkan orang penyelidikan yang lebih mendalam mempertimbangkan untuk menu hubungan pada kepribadian masing-masing. yang lebih akrab dengan orang lain. Misalnya Menurutnya yang melalui lima bahwa yang dan hubungan tahap, berkembang yaitu tentang dihadapi permasalahaan dan upaya inisiasi, penyelesaiannya atau hal-hal yang eksperimen, intensifikasi, integrasi dan memang bisa mengungkap sisi yang ikatan. lebih dalam. Serta member masukan 1. Tahap Inisiasi mencakup percakapan singkat dan saling memberi salam. aatau pendapaat ketika temannya meminta pendapat. Memberi salam bukanlah hal yang 4. Tahap integrasi menciptakan rasa mudah, maka pada tahap ini harus “bersama”, rasa kami/kita, dimana dipastikan keduanya bertindak sebagai satu unit bahwa masing-masing 24 dan bukan sebagai individu yang melakukan terpisah. Keputusan yang dibuat keterbukaan dengan orang lain. Untuk pada tahap ini biasanya dilakukan menjadi lebih terbuka dengan orang lain, berdua. Bisa juga konselor member individu harus sadar dengan dirinya, dapat topic bahaasan atau studi kasus atau menerima dirinya sendiri, dan menerima tugas orang lain apa adanya. kelompok yang bisa dipecaahkan bersama. 5. Tahap ikatan, hal Dengan harus mengungkapkan ada diri, ketika individu menjadi lebih menyadari siapa keduanya masuk kepada suatu ritual dirinya, tuntutan apa saja yang dihadapi yang dalam secara terjadi tersebut formal mengakui hubungan jangka panjang. menjalankan perannya dalam masyarakat, dan masih banyak lagi rahasia yang terungkap sebagai akibat umpan PENUTUP Hubungan terjadi ketika dua orang balik yang diberikan oleh orang lain. saling mengenal satu sama lain dan Selain informasi tentang diri dan orang mengetahui lain tersebut merupakan suatu sumber bagi tujuan aktifitas/kegiatan dan umum, minat, nilai-nilai yang individu untuk menyelaraskan segala dianut oleh seseorang. Hubungan bisa tuntutan dari dalam dirinya sesuai dengan terjalin dengan baik dengan orang lain harapan lingkungan, sehingga individu karena didasari adanya kepercayaan yang dapat melakukan hubungan interpersonal diajak dengan orang lain. berkomunikasi, orang tersebut sudah dikenal, ada kedekatan komunikasi, Meningkatnya hubungan gaya komunikasi sama (terhadap orangtua, interpersonal yang baik akan membuat orang dewasa dan teman sebaya), isi seseorang untuk lebih terbuka dengan pembicaraan orang (tingkat self disclosure) sesuai dengan orang dipercaya. Agar bisa lain. Rogers (1980) mengatakan”hubungan interaksi seseorang 25 dalam membuka diri (self disclosure) yang atau didasari perasaan yang tulus, penerimaan intesifikasi melibatkan penyelidikan yang pada orang lain, dan rasa empati membuat lebih mendalam pada kepribadian masing- hubungan akan menjadi lebih akrab. Self masing. Tahap integrasi menciptakan rasa disclosure tepat bila merupakam bagian “bersama”, dari hubungan interpersonal yang sedang keduanya bertindak sebagai satu unit dan berlangsung. Adanya hubungan timbal bukan sebagai individu yang terpisah. balik serta dapat menciptakan hubungan Keputusan yang dibuat pada tahap ini yang lebih baik lagi. Self disclosure bisa biasanya dilakukan berdua. Sementara dilatih dengan model-model pelatihan tahapan terakhir yaitu ikatan, terjadi ketika tertentu. keduanya masuk kepada suatu ritual yang Berdasarkan pengkajian di atas maka model Knap dipandang efektif untuk meningkatkan keterbukaan diri perbedaan kepentingan. rasa kami/kita, Tahap dimana secara formal mengakui hubungan jangka panjang. siswa Berdasarkan pengkajian yang SMA. Adapun tahapun yang dilalui antara dilakukan maka model KNAP teruji efektif lain untuk tahap inisiasi, eksperimen, intensifikasi, integrasi dan ikatan. Tahap Inisiasi mencakup percakapan singkat dan saling memberi salam. Selama tahap eksperimen, masingmasing akan mengungkap informasi mengenai partnernya. Percakapan pada tahap ini berfungsi untuk menjajaki terjadinya hubungan lebih lanjut, dan membantu dalam mengungkap persamaan meningkatkan keterbukaan diri siswa SMA Daftar Acuan Altman, I. & Taylor, D.A. 1973. Social penetration: The development or interpersonal relationship. New York: Holt, Rinehart & Winston. Brown, L. S. (1994). Boundaries in feminist therapy: A conceptual formulation. In N. K. Gartrell (Ed.), Bringing ethics alive: Feminist ethics in psychotherapy practice (pp. 29–38). New York: Haworth Press. Depdiknas. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam 26 Jalur Pendidikan Formal. Jakarta : Depdiknas. Gainau, Maryam B.. 2005. Pengembangan Inventori Self Disclosure Bagi Siswa Sekolah Menengah Atas di Malang. Tesis. Tidak Diterbitkan. UM Malang Johnson.W. David. 1990. Reaching Out; Interpersonal Effectivenss and Self Actualization. Printice Internasionalin Jersey. Kessler, L .E., & Waehler, C.A. (2005). Ethical issues in professional practice: Addressing multiple relationships between clients and therapists in lesbian, gay, bisexual, and transgender communities. Professional Psychology: Research and Practice, 36, 66–72. Mallow, A. J. (1998). Self-disclosure: Reconciling psychoanalytic psychotherapy and Alcoholics Anonymous philosophy. Journal of Substance Abuse Treatment, 15, 493–498. Mahalik, J. R., van Ormer, E. A., & Simi, N. L. (2000). Ethical issues in using self-disclosure in feminist therapy. In M. M. Brabeck (Ed.), Practicing feminist ethics in psychology. Washington, DC: American Psychological Association. Matsumoto, David. 2000. Culture and Psychology. Wadsworth. Maharani, N. 2000. Hubungan antara konsep diri siswa dan pengungkapan diri (self disclosure) ssiswa SMU 1 Malang. Skripsi. Tidak diterbitkan. UM Malang. Psychopathology Committee of the Group for the Advancement of Psychiatry. (2001). Reexamination of therapist self-disclosure. Psychiatric Services, 52, 1489–1493. Petersen, C. (2002). More than a mirror: The ethics of therapist selfdisclosure. Psychotherapy: Theory, Research, Practice, Training, 19(1), 21-31. Stricker, G., & Fisher, M. (Eds.). (1990). Self-disclosure in the therapeutic relationship. New York: Plenum Press. Sue, D., & Sue, D. (2003). Counseling the culturally diverse: Theory and practice (4th ed.). New York: Wiley. Zur, O. (2009). Self-Disclosure & Transparency in Psychotherapy and Counseling: To Disclose or Not to Disclose, This is the Question. zurinstitute.com.