BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kalkulus Pada abad ke-14, seorang ahli Matematika asal India, Madhava bersama rekan- rekan ahli matematika lainnya di Kerala School membuat penemuan-penemuan (yang nantinya akan menjadi dasar-dasar kalkulus) dan selanjutnya tidak pernah dikembangkan oleh siapapun dan di manapun di dunia ini dari sejak saat itu. Hingga akhirnya perkembangan penemuan itu terjadi pada abad ke-17, di mana Newton dan Leibniz menemukan secara terpisah teorema fundamental kalkulus dan hasil karya pada notasi kalkulus. Kalkulus yang merupakan cabang pusat dari matematika, yang dikembangkan dari aljabar dan geometri dan dibangun dari dua buah ide tambahan utama. Salah satu konsepnya adalah kalkulus diferensial. Kalkulus diferensial mempelajari besarnya perubahan, yang biasanya digambarkan dengan kemiringan kurva. Konsep yang lain adalah kalkulus integral. Kalkulus integral mempelajari akumulasi jumlah seperti luas area di bawah kurva, jarak linear yang ditempuh dan volume. 9 2.2 Kalkulus Diferensial Kalkulus diferensial muncul dari pembelajaran limit kuosien, Δy , sebagai Δx denominator Δx mendekati nol, di mana x dan y adalah peubah-peubahnya. Y dapat diekspresikan sebagai beberapa fungsi x, atau f(x) , dan Δy dan Δx mewakili penambahan koresponden, atau perubahan dalam y dan x. Limit dari derivatif dari y terhadap x dan diindikasikan dengan Δy atau D x y : Δx Δy dy lim = = Dx y Δx =0 Δx dx D x y = f' (x) = lim h →0 f(x + h) − f(x) h Gambar 2.1.1 Garis singgung pada (x,f(x)) 10 Δy disebut Δx (2.2.1) (2.2.2) Gambar 2.1.2 secant kurva y = f(x) yang ditentukan oleh titik (x, f(x)) dan (x+h, f(x+h)). Simbol-simbol dy dan dx disebut diferensial-diferensial (di mana keduanya sebagai simbol dan bukan produk), dan proses menemukan derivatif y = f(x) disebut diferensiasi. Derivatif dy df(x) = juga didenotasikan sebagai y’, atau f’(x). Turunan dx dx f’(x) merupakan fungsi dari x dan dapat diturunkan, yang mana hasilnya adalah turunan kedua yakni didenotasikan sebagai y”, f”(x) atau d2 y . Proses ini dapat dilanjutkan dx 2 dengan meneruskan ke turunan ketiga, turunan keempat, dan seterusnya. Dalam prakteknya telah dikembangkan rumus untuk mencari turunan-turunan dari semua fungsi-fungsi yang ada. Misalnya, jika y = x n , maka y' = nx n -1 , dan jika y = sin x, maka y’ = cos x. Sebuah fungsi dikatakan differentiable pada titik x jka terdapat turunan dari fungsi tersebut di titik itu; sebuah fungsi disebut differentiable pada sebuah interval jika 11 untuk setiap x dalam interval itu fungsi tersebut dapat diturunkan. Jika sebuah fungsi tidak kontinu pada nilai x , maka tidak terdapat garis singgung dan fungsi tersebut tidak differentiable pada nilai x; bagaimanapun, bahkan jika sebuah fungsi kontinu pada nilai x, mungkin saja fungsi tersebut tidak differentiable. Dengan kata lain, differentiability mengarah pada kontinuitas, namun tidak sebaliknya. 2.3 Kalkulus Integral Di dalam kalkulus, integral merupakan sebuah fungsi generalisasi dari luas, massa, isi, jumlah dan total. Proses menemukan integral disebut integrasi. Secara intuitif, integral dari fungsi f bilangan riil positif yang kontinu dengan satu variabel riil x di antara batas kiri a dan batas kanan b merepresentasikan daerah yang dibatasi oleh x = a dan x = b dan sumbu x. Lebih formalnya dapat dinyatakan sebagai berikut : S = ⎧⎨(x, y)∈ ℜ2 : a ≤ x ≤ b,0 ≤ y ≤ f(x)⎫⎬, ⎩ ⎭ (2.3.1) yang mana integral f di antara a dan b adalah pengukuran dari S. Leibniz memperkenalkan notasi s panjang yang standar untuk integral. Sehingga persamaan (2.3.1) dapat ditulis menjadi b ∫ f(x)dx . a (2.3.2) Persamaan di atas juga dapat dinyatakan sebagai berikut : lim h[f(a) + f(a + h) + f(a + 2h) + ... + f(a + (n − 1)h)] h→0 12 (2.3.3) Jika sebuah fungsi mempunyai sebuah integral, dikatakan fungsi itu integrable. Fungsi yang mana integralnya dihitung dinamakan integrand. Integral ini menghasilkan sebuah bilangan bukan fungsi. Teknik dasar yang paling banyak digunakan dalam menghitung integral dengan satu variabel riil didasarkan pada Teorema Fundamental Kalkulus. Teorema fundamental kalkulus menyatakan bahwa diferensiasi dan integrasi dalam pemikiran tertentu merupakan operasi invers. Hubungan ini memungkinkan kita untuk me-recover perubahan total dalam sebuah fungsi terhadap beberapa interval dari besarnya perubahan instan dengan mengintegrasikan yang terakhir. Teorema fundamental kalkulus menyediakan metode aljabar untuk menghitung banyak integral tertentu tanpa menampilkan proses limitdengan menemukan formula antiderivatif seperti pada persamaan (2.3.4). hal ini juga merupakan prototipe solusi dari sebuah persamaan diferensial. Langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Pilih sebuah fungsi f(x) dan sebuah interval [a,b]. 2. Cari antiderivatif dari f, yakni sebuah fungsi F sehingga F’= f. 3. Dengan Teorema Fundamental Kalkulus, 4. b ∫ f(x)dx = F(b) − F(a). a 5. Sehingga nilai integralnya adalah F(b)-F(a) (2.3.4) Perhatikan bahwa integral bukanlah antiderivatif (integral berupa bilangan), tetapi teorema fundamental memungkinkan kita menggunakan antiderivatif untuk mengevaluasi integral. 13 Integral sendiri terbagi dua, yakni integral tertentu dan integral tak tentu. Pembagian ini didasarkan pada apakah batas atas dan batas bawahnya diketahui atau tidak. Integral yang mempunyai batas bawah dan batas atas disebut integral tertentu dan akan menghasilkan jawaban dalam bentuk bilangan. Integral disebut integral tak tentu jika integral tersebut tidak memiliki batas bawah dan batas atas. Dalam hal ini, jawaban yang dihasilkan akan masih dalam bentuk berpeubah dan akan dijumlahkan dengan satu buah konstanta, karena dalam perhitungan turunan bentuk konstanta apapun mempunyai nilai nol. Ekspresi integral tak tentu adalah : ∫ f(x)dx = F(x) + C 2.4 (2.3.5) Persamaan Diferensial Biasa 2.4.1 Definisi Sebuah Persamaan Diferensial Menurut Murray R. Spiegel (1971, p38), sebuah persamaan diferensial adalah sebuah persamaan yang meliputi turunan-turunan atau diferensial-diferensial. Berikut ini adalah contoh-contoh dari persamaan diferensial. Contoh 1. (y") + 3x = 2(y') 2 Contoh 2. dy y + = y2 dx x Contoh 3. dy x + y = dx x − y Contoh 4. ∂ 2V ∂ 2V + =0 ∂x 2 ∂y 2 3 14 Persamaan dalam contoh 1-3 disebut persamaan diferensial biasa karena hanya memiliki satu peubah bebas. Persamaan dalam contoh 4 disebut persamaan diferensial parsial karena memiliki lebih dari satu peubah bebas. 2.4.2 Orde Sebuah Persamaan Diferensial Menurut Murray R. Spiegel (1971, p38), sebuah persamaan yang memiliki sebuah derivatif dengan orde ke-n disebut sebuah persamaan diferensial orde n. Misalnya dalam contoh di atas, persamaan dalam contoh 1 merupakan persamaan diferensial dengan orde 2, sedangkan persamaan diferensial dalam contoh 2 merupakan persamaan diferensial dengan orde 1. 2.4.3 Keberadaan dan Keunikan Solusi-Solusi Kemampuan memprediksikan secara langsung ada tidaknya sebuah solusi yang unik dari sebuah persamaan diferensial dan syarat-syarat yang diasosiasikan adalah penting. Misalnya untuk kasus persamaan diferensial orde satu sebagai berikut y’ = f(x,y) (2.4.3.1) jawabannya dapat dilihat sebagai berikut Teorema Keberadaan dan Keunikan. Jika f(x,y) adalah kontinu dan mempunyai sebuah derivatif parsial yang kontinu terhadap y pada tiap titik dari daerah R yang ditentukan oleh x − x 0 < δ, y − y 0 < δ, , terdapat dalam R satu dan hanya satu solusi dari persamaan (2.4.3.1) yang melewati titik (x 0 , y 0 ) . 15 kemudian 2.4.4 Persamaan Diferensial Parsial Menurut Murray R. Spiegel (1971, p258), sebuah persamaan diferensial parsial merupakan sebuah persamaan yang mengandung sebuah fungsi dengan dua atau lebih peubah bebas dan turunan parsialnya terhadap peubah-peubah yang dikandungnya. Menurut Murray R. Spiegel (1971, p258), orde sebuah persamaan diferensial adalah orde tertinggi derivatifnya. ∂ 2u = 2x − y merupakan sebuah persamaan diferensial orde Contoh 1. ∂x∂y dua. Menurut Murray R. Spiegel (1971, p258) sebuah masalah nilai batas yang melibatkan persamaan diferensial parsial mencari semua solusi persamaan diferensial mana yang memenuhi syarat disebut syarat batas. 2.4.5 Rumus-Rumus Diferensial Menurut Murray R. Spiegel (1971, p4), berikut ini u,v mewakili fungsifungsi dari x sementara a,c,p mewakili konstanta. Kita asumsikan bahwa derivatif dari u dan v ada, yakni u dan v dapat didiferensiasikan. 1. du dv d (u ± v) = ± dx dx dx 2. d du (cu) = c dx dx 3. d dv du (uv) = u + v dx dx dx 16 4. d ⎛ u ⎞ v(du/dx) − u(dv/dx) ⎜ ⎟= dx ⎝ v ⎠ v2 5. d p du u = pu p−1 dx dx dalam kasus tertentu di mana u=x, maka. du =1 dx 2.5 Kalkulus Variasi Kalkulus variasi adalah cabang matematika yang berhubungan dengan fungsi dari fungsi-fungsi, yang berlawanan dengan kalkulus biasa, yakni berhubungan dengan fungsi-fungsi dari bilangan-bilangan. Fungsional yang demikian misalnya dapat dibentuk sebagai integral yang melibatkan sebuah fungsi sembarang dan turunannya. Yang ingin dicapai di sini adalah fungsifungsi ekstremal : yang membuat fungsional tersebut mencapai nilai maksimum atau minimum. Kunci dari kalkulus variasi adalah persamaan Euler-Lagrange. Ini berhubungan dengan syarat stasioner sebuah fungsional. Sebagaimana mencari maksima dan minima sebuah fungsi, analisis perubahan kecil yang terjadi yang mendekati solusi yang diduga, haruslah memenuhi sebuah syarat yakni turunan pertamanya bernilai nol. Syarat perlu itu belumlah syarat cukup. Pengujian dilakukan dengan melihat apakah turunan keduanya lebih besar atau lebih kecil dari nol. 17 2.6 Persamaan Euler-Lagrange Persamaan Euler-Lagrange yang dkembangkan oleh Leonhard Euler dan Joseph-Louis Lagrange pada tahun 1750-an, merupakan rumus utama dari kalkulus variasi. Rumus ini menyediakan sebuah cara untuk menyelesaikan fungsi-fungsi yang mengekstremkam sebuah fungsional yang diberikan. Rumus ini secara luas digunakan untuk menyelesaikan masalah optimasi dan secara analogi dari hasil kalkulus bahwa sebuah fungsi memperoleh ekstremnya jika turunannya bernilai nol. Secara formal, sebuah fungsional F(x, f(x), f′(x)) dengan derivatif parsial parsial yang kontinu, fungsi f sembarang yang mengekstremkan fungsional F(x, f(x), f′(x)) b J = ∫ F(x, f(x), f' (x))dx a (2.6.1) juga harus memenuhi persamaan diferensial biasa dF d dF − =0 df dx df' Contoh 18 (2.6.2) Sebuah contoh standar dalam mencari jalur terpendek dari dua buah titk pada bidang datar. Asumsikan bahwa kedua titik tersebut dihubungkan oleh (a,c) dan (b,d). Panjang jalur y = f(x) di antara kedua titik ini adalah: 2 b ⎛ dy ⎞ L = ∫ 1 + ⎜ ⎟ dx a ⎝ dx ⎠ (2.6.3) Persamaan Euler-Lagrange akan meluas menjadi persamaan diferensial : 2 dy d ⎛ dy ⎞ 1+ ⎜ ⎟ = 0 ⇒ =C dx dx ⎝ dx ⎠ (2.6.4) Dengan kata lain, sebuah garis lurus. Pembuktian persamaan Euler-Lagrange Derivatif persamaan Euler-Lagrange satu dimensi merupakan pembuktian klasik dalam bidang Matematika. Pembuktian ini bergantung pada lemma fundamental kalkulus variasi. Kita ingin mencari sebuah fungsi f yang memenuhi syarat batas f(a) = c, f(b) = d, b yang menjadikan fungsional J = ∫ F(x, f(x), f' (x))dx ekstremum. a Kita asumsikan bahwa F mempunyai derivatif pertama yang kontinu. Jika f mengekstremumkan fungsional J dengan syarat-syarat batas di atas, maka setiap perubahan kecil dari f yang membuat nilai-nilai batas bernilai 19 tetap juga harus meningkatkan nilai J (jika f adalah sebuah minimizer) atau mengurangi J (jika f adalah maximizer). Misalkan η(x) adalah sebuah fungsi yang diferensiabel yang memenuhi syarat η(a) = η(b) = 0. kemudian tentukan b J(ε ) = ∫ F(x, f(x) + εη(x), f ' (x) + εη' (x))dx a Karena J(0) (2.6.5) merupakan jumlah dari f, sebuah nilai ekstrem, hal ini mengakibatkan J'(0) = 0, misalnya b ⎡ ∂F ⎤ ∂F J' (0) = ∫ ⎢η(x) + η' (x) ⎥ = 0 ∂f' ⎦ ∂f a ⎣ (2.6.6) Langkah penting berikutnya adalah menggunakan integral parsial pada bentuk yang kedua sehingga persamaan di atas menjadi b b ⎡ ∂F d ∂F ⎤ ∂F ⎤ ⎡ 0= ∫⎢ − η(x)dx + η(x) ⎥ ⎢ ∂f' ⎥⎦ a a ⎣ ∂f dx ∂f' ⎦ ⎣ (2.6.7) Dengan menggunakan syarat-syarat batas pada η, kita memperoleh b⎡ ∂F d ∂F ⎤ 0 = ∫⎢ − ⎥η ( x)dx a ⎣ ∂f' dx ∂f' ⎦ Dengan menggunakan lemma diperolehlah persamaan Euler-Lagrange : 20 (2.6.8) fundamental kalkulus variasi, 0= ∂F d ∂F − ∂f dx ∂f' (2.6.9) 2.7 Metode Variasional Penggunaan simbol variasional δ yang mempunyai fungsi yang secara analogi sama dengan diferensial d pada kalkulus akan lebih mudah. Misalkan diberikan sebuah fungsi F(x, y(x), y' (x)) , atau lebih singkatnya F(x, y, y' ) di mana kita tetapkan x bernilai tetap, dapat kita nyatakan ΔF = F(x, y(x) + εη(x), y'(x) + εη' (x)) − F(x, y(x), y' (x)) (2.7.1) Dengan menggunakan deret Taylor F(x, y + εη, y'+εη' ) = F(x, y, y') + ∂F ∂F εη + + εη'+... ∂y ∂y' (2.7.2) persamaan (2.6.1 ) dapat ditulis menjadi ΔF = ∂F ∂F εη + εη'+... ∂y' ∂y (2.7.3) Jumlah dari bentuk kedua pertama pada bagian kanan pada persamaan (2.7.3) didenotasikan oleh δF dan disebut variasi dari F, misalnya δF = δF δF εη + εη' δy δy' (2.7.4) Jika dalam hal tertentu F=y atau F=y’ pada persamaan (2.7.4), kita akan memperoleh δy = εη, δy'= εη' sehingga persamaan (2.4.4) dapat ditulis menjadi 21 (2.7.5) δF = δF δF δy + δy' δy δy' (2.7.6) Dari persamaan (2.4.6) dapat kita lihat bahwa d ⎛ dy ⎞ (εη) = d (δy) ⎟ = εη' = dx dx ⎝ dx ⎠ (2.7.7) ⎛ dy ⎞ d (δy) ⎟= ⎝ dx ⎠ dx (2.7.8) δ⎜ misalnya δ⎜ atau menunjukkan bahwa operator δ dan Simbol variasional dan δy'= (δy )' d adalah komutatif. dx fungsi yang dimilikinya menyediakan pendekatan-pendekatan alternatif untuk hal-hal yang melibatkan ε dan η(x) yang berkaitan dengan mencari ekstremal dari integral-integral. Kemudian kita dapat menyatakan bahwa sebuah syarat perlu agar integral x 2 ∫ F(x, y, y')dx adalah x 1 x 2 δ ∫ F(x, y, y')dx = 0 x 1 (2.7.9) yang pada akhirnya akan menuju ke persamaan Euler. 2.8 Sistem Sturm-Liouville Menurut Murray R. Spiegel (1971,p245), sebuah permasalahan nilai batas dengan bentuk persamaan 22 ⎫ d ⎡ dx ⎤ ⎢p(x) ⎥ + [q(x) + λr(x)]y = 0, a ≤ x ≤ b⎪⎪ dx ⎣ dy ⎦ ⎬ a y(a) + a y'(a) = 0, b y(b) + b y'(b) = 0 ⎪⎪ 1 2 1 2 ⎭ di mana (2.8.1) a 1 , a 2 b1 , b 2 merupakan konstanta yang diketahui nilainya atau nilai yang dinput dan bukan yang dicari; p(x), q(x), r(x) adalah fungsi-fungsi yang diketahui yang mana kita asumsikan dapat didiferensialkan dan λ adalah parameter bebas dari x yang nilainya tidak diketahui sebelumnya, disebut masalah nilai batas Sturm-Liouville atau Sistem Sturm-Liouville. Menurut Murray R. Spiegel (1971,p245), sebuah solusi non-trivial dari sistem ini, misalnya, satu yang bukan nol, ada secara umum hanya pada sekumpulan tertentu dari nilai parameter λ . Nilai-nilai ini disebut nilai karakteristik atau lebih sering disebut nilai eigen sistem. Solusi yang terkait dengan nilai eigen ini disebut fungsi karakteristik atau fungsi eigen sistem. Pada umumnya, untuk masing-masing nilai eigen terdapat satu fungsi eigen, meskipun dapat terjadi pengecualian. Menurut Murray R. Spiegel (1971,p245), persamaan nilai eigen adalah sebagai berikut. b⎡ 2 2⎤ ∫ ⎢⎣p(x)y' −q(x)y ⎥⎦dx λ=a b 2 ∫ r(x)y dx a Adapun (2.8.2) langkah-langkah umum dalam menyelesaikan persamaan Sistem Sturm-Liouville dengan syarat batasnya untuk mendapatkan sebagai berikut. 23 fungsi optimal adalah 1. Tentukan persamaan p(x), q(x) dan r(x). 2. Tentukan batas bawah dan batas atas pada persamaan syarat batasnya serta masing-masing koefisiennya, yakni pada persamaan (2.8.1), nilai a, b, a 1 , a 2 , b1 , b 2 di mana nilai a 1 ditetapkan tidak boleh bernilai nol. 3. Masukkan nilai-nilai pada langkah dua pada persamaan nilai eigennya. 4. Asumsikan persamaan fungsi eigen yang dicari adalah y = A 0 + A1x + A 2 x 2 + A3x 3 , di mana A2 diasumsikan bernilai 1. 5. Cari persamaan A 0 , A1 , A 3 dengan memasukkan nilai x sesuai dengan batas bawah dan bayas atas dan mengeliminasikannya dengan persamaan syarat batas yang seudah ditentukan. 6. Lakukan eliminasi dan permisalan untuk pendapatkan persamaan polinomial yang baru dan tentukan nilai eigen yang sesuai atau memenuhi persamaan eigen di atas dengan memperoleh nilai peubah persamaan polinomial yang baru. 7. Nilai peubah yang menghasilkan nilai eigen yang tepatlah yang akan dimasukkan ke persamaan asumsi, yang akan menghasilkan fungsi optimal aproksimasi 24 2.9 Suku Banyak (Polinom) Menurut Edwards & Penney (2000,p27) suku banyak berderajat n adalah fungsi yang berbentuk : x n −1 + ... + a x 2 + a x + a n −1 2 1 0 (2.9.1) koefisien suku banyak a 0 , a 1, a 2 ,..., a n −1 , a n adalah bilangan-bilangan riil tetap p(x) = a n x n + a dan a n ≠ 0 . Jadi suku banyak berderajat n adalah jumlahan dari konstanta dikalikan fungsi pangkat 1, x, x 2 ,..., x n −1 , x n , suku banyak berderajat satu adalah fungsi linear, a 1x + a 0 yang grafiknya adalah garis lurus. Suku banyak berderajat dua adalah fungsi kuadrat a 2 x 2 + a 1x + a 0 , grafiknya berupa parabola. Ingat bahwa nilai nol dari fungsi f adalah penyelesaian dari persamaan f(x)=0. Kunci untuk memahami grafik dengan suku banyak berderajat lebih tinggi adalah teorema dasar dalam aljabar. Dikatakan bahwa suku banyak berderajat n tidak mempunyai lebih dari n nol bilangan real yang berbeda. 2.10 Siklus Hidup Pengembangan Sistem Metode siklus hidup pengembangan sistem atau sering disebut dengan System Development Life Cycle (SDLC) merupakan suatu tahapan-tahapan metode untuk merancang sebuah program aplikasi perangkat lunak. Nama lain dari metode SDLC yaitu metode waterfall. Metode ini disebut waterfall 25 karena model dari langkah-langkah yang dilakukan mirip dengan air terjun suatu program aplikasi yang baik. Perancangan aplikasi perangkat lunak dengan metode SDLC dilakukan dalam 6 tahap. Tahapan-tahapan yang harus dilakukan terdiri dari perencanaan (system engineering), analisis desain, pengkodean (coding), pengujian (testing), dan pemeliharaan (maintenance). Berikut ini akan dijelaskan setiap tahapan dalam SDLC tersebut yaitu : 1. Perencanaan Perencanaan adalah suatu kegiatan untuk menentukan program aplikasi yang akan dirancang, tempat program aplikasi akan dirancang dan dijalankan, dan siapa yang akan merancang program aplikasi tersebut. 2. Analisis Analisis adalah suatu kegiatan untuk menentukan tentang topik dari permasalahan yang sedang dihadapi dan bagaimana cara pemecahan atau solusi masalah tersebut. 3. Desain Desain adalah suatu kegiatan untuk menentukan konsep dasar rancangan dari suatu program yang akan dibuat sehingga diharapkan dengan desain yang baik, maka para pengguna akan merasa nyaman dalam menggunakan program aplikasi yang dirancang tersebut. 26 4. Pengkodean Pengkodean adalah suatu kegiatan yang berguna untuk mengimplementasikan konsep dasar dari tahapan sebelumnya (desain) ke dalam bahasa pemrograman. 5. Pengujian Pengujian adalah suatu kegiatan untuk mencari kelemahan dan kesalahan yang terjadi pada program aplikasi dan ekmudian memperbaiki kesalahan atau kelemahan etrsebut. Ada beberapa metode pengujian untuk menguji fungsifungsi dari sutau program aplikasi. Metode tersebut adalah : • Metode Pengujian White-Box Metode ini menerapkan pengujian terhadap struktur logika program dan detail prosedural. Pengujian dilakukan terhadap setiap baris kode program untuk meyakinkan bahwa semua operasi internal bekerja sesuai dengan spesifikasi dan semua komponen internal telah dicoba. • Metode Pengujian Black-Box Metode ini merupakan pengujian interface dari perangkat lunak oleh pemakai untuk mengetahui spesifikasi dari suatu fungsi dalam program aplikasi. program aplikasi, Pengujian dilakukan dengan memberi input kemudian diproses, dan hasil pada keluarannya dibandingkan aoakah telah sesuai dengan kebutuhan fungsional yang diinginkan pemakai. • Metode Pengujian Gray-Box 27 Metode ini merupakan gabungan dari metode pengujian WhiteBox dan metode pengujian Black-Box yaitu memvalidasi interface perangkat lunak dan pemilihan beberapa logika internal. 6. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah suatu kegiatan yang berguna untuk memastikan bahwa program aplikasi akan berjalan dengan baik sehingga diperlukan pemeliharaan secara berkala. 28