BAB V OPINI KONSUMEN ROKOK TERHADAP IKLAN DI KEMASAN ROKOK Peneliti melakukan penelitian dilapangan dengan objek yang acak yaitu seorang konsumen rokok yang mempunyai latar belakang yang berbeda dari tingkat pendidikan, pendapatan, umur dan yang lainnya. Peneliti mengambil penelitian di tempat umum yaitu di Selasar Kartini Salatiga yang merupakan sebuah taman kota di Salatiga. Kenapa di tempat ini? Karena peneliti berpendapat bahwa tidak seharusnya melakukan kegiatan merokok di tempat umum. Seperti dalam Peraturan Pemerintah no 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan pasal 49 dan pasal 50 ayat 1 bagian G yang menyatakan bahwa Dalam rangka penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok. Tempat umum dan tempat bermain anakanak menjadi salah satu kawasa tanpa rokok. Peraturan tersebut seharusnya menunjukan kepada konsumen rokok untuk tidak melakukan kegiatan merokok di area Selasar Kartini. Kenyataannya masih banyak konsumen rokok yang melakukan kegiatan merokok di tempat umum seperti di Salatiga. Hal ini menunjukan bahwa masih 57 banyak yang kurang mengetahui peraturan tentang rokok. Seperti beberapa objek yang peneliti wawancarai. Tabel 1 Data Konsumen Rokok di Selasar Kartini Nama Konsumen Rokok Umur Intensitas Merokok dalam sehari Lama merokok 1. Pungki 17 tahun 1 bungkus 3 tahun 2. Suprapto 43 tahun 10 batang 23 tahun 3. Yeyen Adi Nugroho 19 tahun 5 batang 8 tahun 4. Rifki Nugroho 18 tahun 1 bungkus 1 tahun 5. Wahyu Handriyatno 32 tahun 8 batang 18 tahun Sumber : Peneliti Beberapa objek yang peneliti temui berkata bahwa kurang mengetahui peraturan tentang rokok bahkan tidak tahu. Mereka mengaku kalau tidak ada peraturan tertulis di wilayah itu dan beralasan kalau tidak ada orang lain yang menegur agar tidak merokok di tempat itu. 1. Opini Konsumen Rokok tentang regulasi rokok di Indonesia Opini merupakan gagasan pemikiran dari seseorang yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman seseorang. Opini atau pendapat adalah suatu keadaan yang belum pasti kebenarannya. Walaupun suatu kejadian yang diperhitungkan pasti terjadi, namun jika belum terjadi, kejadian tersebut 58 dimasukkan sebagai opini. Apalagi penilaian seseorang terhadap suatu benda atau keadaan atau kejadian jelas termasuk opini. Opini bisa dikatakan sebagai persepsi. Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan suatu pendatatan yang benar dan objektif karena dilatarbelakangi oleh kepentingan yang berlainan, sehubungan dengan hal itu maka persepsi itu sebetulnya suatu proses. roucek (1987:22) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan proses menyadari adanya sesuatu hal dan memberikan suatu tanggapan. Krech (dalam Thoha, 2004: 142) persepsi adalah “suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya”. Menurut Thoha (2004: 141) sendiri, persepsi pada hakikatnya adalah “proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman” Dalam penelitian ini opini atau persepsi masyarakat mengenai iklan (bahaya merokok) dalam kemasan rokok akan dimunculkan. Tidak hanya sampai kepada pendapat seseorang secara umum tapi sampai kepada ranah mengapa seseorang tetap merokok padahal terdapat iklan bahaya merokok dalam kemasan rokok yang konsumsi oleh konsumen rokok. Objek yang ditemui peneliti mengungkapkan beberapa pendapat mengenai hal ini. Gambar bahaya merokok dipasang pada bagian yang semua konsumen rokok dapat melihatnya namun mereka (konsumen rokok) tidak 59 memperhatikannya secara jelas. Mereka hanya sepintas dalam melihatnya. Mereka mengaku saat merokok yang terpenting adalah batang rokoknya bukan dari kemasannya. Selain itu mereka (konsumen rokok) mengungkapkan bahwa kemasan sebenarnya hanyalah sebuah wadah agar batang rokok mudah disimpan dan mereka mengatakan bahwa kemasan rokok biasa saja. Hal ini seperti yang diungkapkan salah satu responden bernama Yeyen (19 tahun). Dia berkata : “Saat aku merokok ya yang penting itu rokok nya mas bukan bungkusnya”. Dia juga mengungkapkan : “Kemasan rokoknya biasa saja, karena bagi saya batang rokoknya lah yang terpenting” Suprapto (43 tahun) menambahi : “Kemasann rokok yang saya beli biasa saja. Terlalu sering melihatnya jadi biasa saja. Awalnya sedikit menarik” Selanjutnya mereka mengungkapkan bahwa kemasan rokok saat ini menjadi tidak menarik karena dipasangnya gambar tentang bahaya merokok. Namun mereka sebenarnya kurang mengetahui peraturan yang jelas dari pemerintah. Yeyen (19 tahun) mengatakan : “Saya mengetahui beberapa undang-undang tentang rokok seperti rokok hanya untuk usia 18 tahun keatas dan iklan rokok tidak boleh menampilkan rokoknya, tapi keseluruhan undang-undang saya tidak mengetahuinya” Rifki Nugroho (18 tahun) menambahkan : 60 “Saya tidak mengetahui secara jelas tentang undang-undang rokok, tidak pernah ada penyuluhan atau informasi UU rokok secara umum dari pemerintah” Berbeda dengan Suprapto (43 tahun) yang tidak mengetahui undangundang rokok secara jelas karena tuntutan pekerjaannnya. “Saya buruh/pekerja tidak terlalu memikirkan undang-undang seperti undang-undang rokok. Saat masih ada yang menjual rokok di warung berarti bagi saya rokok masih boleh dikonsumsi. Pada awalnya memang mereka tahu dengan jelas perubahan yang ada dalam kemasan rokok. Mereka tahu dengan jelas gambar-gambar yang dipasang di kemasan rokok. Namun hal itu menjadi bukan masalah dan lambat laun mereka tidak memperhatikan dengan jelas gambar bahaya rokok dalam kemasan rokok. Seperti yang dikatakan oleh yeyen : “Saya tahu tentang gambar yang ada di dalam kemasan rokok. Karena ya saya melihatnya saat membelinya. Bagi saya tidak begitu saya perhatikan, setelah saya beli biasanya saya ambil isi rokoknya kemudian saya kantongi kemasannya” Suprapto juga mengatakan hal yang serupa : “ya, sangat tahu karena memang jelas terlihat dikemasan rokok. Menurut saya jelas gambarnya tapi saya tidak begitu memikirkannya karena bagi saya kemasan hanyalah wadah dan tidak penting apa yang tertulis disana” Mereka kemudian mengungkapkan tentang pendapat mereka mengenai maksud dipasangnya gambar iklan bahaya merokok tersebut. Dan ternyata mereka mengetahui maksud dari pemerintah memasang gambar bahaya merokok dalam kemasan rokok. Mereka tahu hal itu dilakukan untuk mengurangi konsumsi rokok dalam masyarakat. Mereka mengatakan bahwa 61 mungkin pemerintah menginginkan masyarakat mengurangi atau bahkan sampai berhenti merokok. Seperti apa yang diutarakan Pungki (17 tahun), dia mengatakan : “kalau menurut saya pemerintah hanya ingin mengurangi atau menghentikan pemakaian rokok tapi menurut saya ini tidak masuk akal, kalau pemerintah ingin menghentikan masyarakat untuk merokok harusnya mereka menutup pabrik-pabrik rokok di Indonesia” Sama halnya dengan Suprapto, dia mengatakan : “Gambar itu untuk menakut-nakuti perokok biar tidak lagi merokok atau berpikir dua kali untuk merokok. Mungkin pemerintah ingin Indonesia bersih dari rokok. Ingin para perokok sadar bahwa rokok lebih banyak merugikan, merugikan diri sendiri juga orang lain” Konsumen rokok sebenarnya merasa takut dan jijik setelah melihat gambar yang dipasang di kemasan rokok. Pasalnya gambar yang dipasang memang cukup nyata dan mengerikan. Tapi dibalik itu konsumen rokok ternyata tidak sepenuhnya mempercayai apa yang ada dalam gambar. Hal ini terjadi karena mereka tidak menemukan atau melihat secara langsung orang yang sakit karena rokok sampai separah itu. Salah satu responden mengungkapkan bahwa dia pernah lihat penderita yang asli hanya lewat televisi dan mereka tidak menemukan yang benar-benar mereka lihat sendiri secara nyata selama bertahun-tahun. Seperti apa yang dikatakan oleh Wahyu (32 tahun) : Mungkin saja (fakta gambar dalam kemasan rokok), tapi kenyataanya saya belum pernah menjumpai penyakit seperti itu di lingkungan saya. Saya tidak tahu di luar sana. Mungkin hanya 2 dari 10 orang yang mengalaminya. Pada awalnya emang risih dan jijik. Karena gambarnya jelas sekali tentang organ dalam yang menghitam dan lainnya, tapi lama kelamaan sudah terbiasa dan didiamkan saja”. 62 Hal ini serupa dengan apa yang dikatakan Rifki (18 tahun) : “gambar itu mungkin saja benar tapi sepenuhnya saya belum terlalu percaya karena saya belum melihatnya secara langsung di kehidupan saya. Kalau hanya sekedar gambar itu tidak membuat saya takut dan jijik. Saya akan takut dan jijik ketika saya melihatnya secara langsung” Suprapto menambahi dengan berkata : “ya saat saya membeli dan diberi kemasan saya memang takut dan jijik, gambarnya tidak sepatutnya dipasang di kemasan rokok. Saya tidak tahu apakah gambar itu benar atau tidak khususnya untuk gambar penyakitnya karena sudah beberapa puluh tahun saya merokok saya tidak menemukan orang yang merokok di lingkungan saya mengalami sakit seperti itu, saya sendiri juga tidak pernah sakit selama ini. Paling hanya sekedar batuk tapi tidak lama” 2. Opini konsumen rokok mengenai sikap mereka yang tetap merokok. Konsumen mengutarakan opini dalam menanggapi pertanyaan mengapa mereka tetap merokok dan hal apa yang mereka lakukan untuk menghilangkan rasa jijik dan takut dengan gambar bahaya merokok. Konsumen rokok mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang merokok sejak lama dan hal ini memunculkan suatu kepercayaan dalam diri konsumen rokok. Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki konsumen rokok tersebut yaitu seperti mengetahui bahwa banyak orang di dunia khususnya Indonesia yang menjadi perokok aktif dan konsumen rokok itu hanya menemui beberapa kasus seorang perokok mengalami sakit seperti pada gambar di kemasan rokok hingga parah di sekitar lingkungan mereka, bahkan mungkin tidak menjumpai kasus tersebut. Hal ini menyebabkan konsumen rokok lebih 63 percaya dengan fakta disekitar mereka dari pada informasi yang mereka dapat melalui iklan dalam kemasan rokok. Dari tingkat kepercayaan konsumen rokok tersebut memunculkan perilaku dan sikap konsumen rokok saat melakukan kegiatan merokok. Seperti yang ada dalam teori persepsi, konsumen rokok seakan menghindari informasi yang tidak mereka percaya dengan pengetahuan mereka tentang informasi dan pengalaman disekitar mereka. Konsumen rokok berpendapat bahwa ada beberapa perilaku yang mereka lakukan untuk menhilangkan rasa jijik dan takut seperti merobek gambar bahaya merokok yang ada dalam kemasan rokok, mengganti kemasan rokok dengan plastik atau tempat lain, membeli rokok yang kemasannya dari kaleng walaupun harganya agak mahal dan memilih gambar yang ada dalam kemasan rokok. Seperti apa yang dikatakan Suprapto : “Saya memilih membeli eceran dan saya memiliki wadah sendiri untuk menaruh batang rokok saya. Tapi apabila saya membeli satu pack dengan bungkusnya biasanya saya pindahkan isinya atau saya memilih gambar yang menggendong bayi atau asap tengkorak” Hal ini juga di ungkapkan oleh Wahyu (32 tahun) : “untuk mengurangi rasa jijik saya biasanya memilih gambar yang menggendong bayi atau asap tengkorak. Kalau tidak biasanya saya merobek gambarnya” Ini juga dilakukan oleh Pungki, dia mengatakan: “walaupun saya jijik tapi tidak mengurangi saya merokok, toh hanya sekedar gambar, balik lagi saya belum pernah melihat aslinya. Selain itu saya bisa merobek gambarnya, sehingga saya tidak lagi melihat gambar itu atau saya bisa memilih gambar yang tidak terlalu menjijikan”. 64 Beberapa konsumen rokok yang peneliti jumpai sebenarnya merasa jijik dan takut ketika melihat gambar bahaya merokok dalam kemasan rokok. Tapi hanya sekedar itu. Mereka tetap melakukan kegiatan merokok. Untuk menghilangkan rasa jijik dan takut mereka melakukan beberapa hal tadi. Namun ada juga yang merasa biasa saja saat melihat kemasan rokok itu. Sehingga dia tetap mengkonsumsi rokok seperti biasa. Salah satu konsumen rokok bernama Yeyen (19 tahun) mengatakan bahwa dia „cuek‟ atau acuh tak acuh terhadap gambar dalam kemasan rokok dan itu yang membuat dia mengurangi rasa jijik dan takut terhadap gambar bahaya merokok. “hal yang saya lakukan adalah saya „cuekin‟ gambar itu, „didiemin aja‟ ada gambar gak ada gambar bagi saya sama saja” Berbeda lagi dengan konsumen rokok bernama Ifki (18 tahun), dia mengganti bungkus rokok dengan bungkus yang dia buat sendiri sehingga dia tidak melihat lagi gambar bahaya merokok tersebut. “saya menyiapkan wadah khusus rokok untuk memindahkan isi rokoknya agar saya tidak terus-terusan melihat gambar itu” Alasan mereka merokok dan tetap merokok sampai saat ini setelah dipasangnya gambar bahaya merokok sebenarnya hal yang „simple‟ yaitu karena sudah terbiasa merokok. Pada awalnya mereka mengatakan kalau merokok untuk pencitraan mereka seperti yang dikatakan oleh Pungki (19 tahun): 65 “aku ngrokok biar gaul mas, dulu diejekin temen karena gak ngrokok tapi sekarang udah jadi kebiasaan, nek ora ngrokok ki lambene kecut mas11” . Sama halnya dengan responden lain. Mereka merokok karena sudah menjadi kebiasaan mereka selama bertahun-tahun. Satu hal yang menurut mereka bisa mengurangi merokok hanyalah kesibukan dan kemampuan beli. Seperti yang dikatakan yeyen : “saya merokok karena sudah terbiasa, dan pada awalnya saya cobacoba tapi karena saya merasa enak saya jadi terbiasa dan apapun yang terjadi saya akan tetap merokok, satu-satunya hal yang bisa mengurangi rokok hanyalah kesibukan saya, karena saat sibuk saya lupa dengan rokok” hal itu sebenarnya merupakan efek dari sebuah rokok yaitu addicted atau menyebabkan kecanduan. Sering sekali perokok mengucapkan “bar mangan nek ra ngrokok ki kecut”12 yang menjadi membudaya di kalangan perokok. Seorang perokok merasa kurang kalau mereka tidak merokok dalam sehari. Konsumen rokok juga mengatakan bahwa rokok bisa membuat mereka lebih santai dan juga menghilangkan stres saat mereka bekerja atau banyak pikiran. Seperti yang dikatakan Suprapto : “saya tetap merokok karena terbiasa, saat saya merokok itu dapat membuat saya santai. Saat ngobrol dengan orang rokok buat saya nyaman”. Hal ini juga diungkapkan oleh Rifki Nugroho : “bagi saya merokok dapat mengurangi rasa stres dapat membuat saya lebih nyaman saat pikiran saya penuh. Itu yang menyebabkan saya tetap merokok” 11 12 Bahasa jawa “kalau tidak merokok itu mulutnya jadi asam” Bahasa jawa yang artinya selesai makan kalau tidak merokok itu rasanya asam (kurang sedap) 66 Sama halnya dengan Wahyu, dia mengatakan : “Bagi saya merokok adalah pelengkap keseharian saya, pelepas lelah dan stres saat bekerja, tentunya saat istirahat kerja. Rokok sudah menjadi kebiasaan.” Bagi mereka (konsumen rokok) pemasangan gambar bahaya merokok kurang efektif. Yeyen (19 tahun) yang sudah mengkonsumsi rokok selama 8 tahun mengaku bahwa ada gambar bahaya merokok atau tidak ada gambar bahaya merokok tidak mempengaruhi dia dalam merokok. Dia juga berkata bahwa gambar tersebut dilebih-lebihkan sehingga kurang bisa mempengaruhi konsumen rokok untuk mengurangi atau berhenti merokok dan tetap merokok sampai saat ini. Seperti yang dikatakan oleh Wahyu : “Pemasangan gambar itu menurut saya tidak efektif walaupun memang membuat saya jijik. Seharusnya pemerintah tutup saja pabriknya dan itu pasti menjadi dilema karena saya pernah mendengar dari seorang sales rokok yang mengatakan „rokok ini menghidupi kami‟ dan itu berlawanan dengan salah satu peringatan rokok yaitu „rokok membunuhmu‟.” Hal ini juga serupa dengan apa yang dikatakan Pungki : “Anehnya pemerintah memasang gambar bahaya merokok tapi tidak menghentikan produksinya” Rifki juga mengatakan : “Peraturan pemerintah itu hanya setengah-setengah, gambar bahaya merokok itu hanya menakut-nakuti perokok, tapi perokok hanyalah perokok, mereka akan selalu tetap merokok dalam keadaan apapun. Mungkin yang akan menghentikan perokok adalah tidak adanya pabrik rokok di muka bumi ini” Konsumen rokok hanya berfikir mereka akan benar-benar berhenti jika benar-benar melihat efek akibat dari merokok di depan mereka. Selain itu 67 yang menghentikan mereka untuk tidak merokok hanyalah diri mereka sendiri dan musnahnya rokok di muka bumi ini. 3. Teori persepsi dalam Opini Konsumen rokok terhadap iklan dalam kemasan rokok. Dalam proses memperoleh sebuah opini atau persepsi konsumen rokok ada beberapa tahap yang dilalui hingga pada akhirnya muncul suatu persepsi dari konsumen rokok terhadap gambar bahaya rokok dalam kemasan rokok. 1. Stimulation: dalam tahap stimulasi ini, pengetahuan konsumen rokok tentang rokok dan bahaya merokok sebenarnya sudah sangat banyak. Konsumen rokok mengetahui bahwa dengan merokok dia dapat terkena berbagai macam penyakit karena kandungan yang ada dalam rokok. Mereka memahami pesan yang ada dalam gambar bahaya merokok dengan jelas 2. Organization: dalam tahap ini konsumen rokok mengetahui maksud atau tujuan dari pemasangan gambar bahaya merokok dalam kemasan rokok. Mereka tahu tujuannya agar dapat mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi rokok dalam masyarakat. Namun mereka tetap merokok seperti biasa setelah terkena terpaan pesan seperti itu 3. Interpretation dan evaluation: dalam tahap ini pengetahuan perokok akan gambar bahaya merokok tidak lantas membuat konsumen rokok berhenti merokok. Mereka tetap melakukan kegiatan merokok tersebut 68 karena melihat kenyataan konsumen-konsumen rokok disekitar mereka yang tidak menderita sakit setelah bertahun-tahun merokok. 4. Memory: dalam tahap ini konsumen rokok mengingat kebiasaan merokoknya sejak lama. Mereka telah merokok selama bertahuntahun dan tidak muncul gejala-gejala penyakit seperti pada gambar bahaya merokok dalam kemasan rokok. Sehingga konsumen rokok juga berfikir dan melihat realitas yang ada disekeliling mereka bahwa mengkonsumsi rokok tidaklah menyebabkan penyakit seperti yang dijelaskan dalam label kemasan. 5. Recall: pemikiran individu konsumen rokok yang menganggap bahwa merokok tidak akan berbahaya bagi mereka dan mereka tetap melakukan kebiasaan merokoknya. Mereka menganggap bahwa gambar bahaya merokok dalam kemasan rokok hanya menakut-nakuti konsumen rokok, atau bisa jadi mengurangi kesehatan konsumen rokok namun tidak se-ekstrim seperti yang ada dalam gambar bahaya merokok dalam kemasan rokok. Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa konsumen rokok berpendapat bahwa mereka mempercayai fakta yang ada di sekitar mereka. Mereka tidak melihat langsung efek dari merokok seperti dalam gambar bahaya merokok dalam kemasan rokok. Pengetahuan atas kepercayaan mereka ini lah yang menuntun perilaku mereka untuk tetap merokok. Perilaku yang muncul 69 lainnnya adalah menghindari terpaan informasi yang menurut mereka sangat mengganggu dan berlebihan dengan cara yang bermacam-macam seperti mengganti bungkus, merobek gambar, atau memilih gambar seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dalam Ilmu Komunikasi, iklan Layanan Masyarakat yang disisipkan dalam kemasan rokok seperti ini sebenarnya lebih terfokus pada fungsi iklan sebagai fungsi komunikasi dan sosial. Seperti yang dikatakan Liliweri (1997: 47). Iklan sebagai fungsi Komunikasi berarti berfungsi untuk memberikan penerangan dan informasi tentang suatu barang, jasa, gagasan yang lebih diketahui oleh satu pihak dan dijual kepada pihak yang lain agar mengetahuinya. Iklan bahaya merokok dalam kemasan rokok bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bahaya dari merokok sehingga diharapkan konsumen rokok dapat mengurangi mengkonsumsi rokok. Fungsi Sosial sebenarnya lebih ditekankan dalam iklan bahaya merokok dalam kemasan rokok ini. Namun fungsi sosial yang dimaksudkan untuk dapat membantu menggerakan suatu perubahan standar hidup serta menggugah pandangan orang tentang suatu peristiwa, kemudian meningkatkan sikap, afeksi yang positif dan diikuti pelaksanaan tindakan sosial (Liliweri,1997: 47) tidak terwujud karena masyarakat lebih percaya dengan apa yang ada disekitar mereka. Iklan bahaya merokok dalam kemasan rokok bagi konsumen rokok bukanlah apa-apa, menjadi hanya sekedar 70 informasi karena pengetahuan dan pengalaman pribadi konsumen rokok dalam merokok. Pada akhirnya konsumen tetaplah merokok walaupun dipasang iklan bahaya merokok di kemasan rokoknya. 71