BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu formula adalah

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Susu formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi atau susu buatan yang
diubah komposisinya menyerupai air susu ibu (ASI), namun tidak bisa sama persis
dengan ASI karena komposisi susu formula yang berasal dari susu sapi, yang hanya
cocok untuk anak sapi (Pudjiadi, 2002).
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2006-2007, data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan
hanya mencakup 67% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring
dengan bertambahnya usia bayi, yaitu 54% pada bayi usia 2-3 bulan dan 19 persen
pada bayi usia 7-9 dan yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan
telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan
tambahan (Setiawirawan, 2009).
Masih banyak ibu menyusui yang beranggapan bahwa susu formula lebih baik
ketimbang air susu ibu (ASI). Jika dari kandungan gizi yang ada di dalamnya, ASI
jauh lebih baik ketimbang susu formula dan lebih aman dikonsumsi. Kristina (2001),
Wakil Ketua Ikatan Konselor Menyusui Indonesia (IKMI) mengatakan, yang perlu
diketahui oleh para ibu menyusui adalah bahwa tidak ada satu pun susu formula yang
bebas dari kuman. Menurut WHO dan Food and Drugs Association (FDA) semua
susu formula tidak steril dan berisiko terkena bakteri termasuk sakazakii.
1
2
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) di Puskesmas Sidomulyo
kota Pekanbaru dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Susu Formula
Pada Bayi 0-6 Bulan” didapatkan hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan
pengetahuan tentang kerugian susu formula sangat kurang yakni 79% ibu tidak
mengetahui kerugian dari susu formula. Teori menurut Laurence Green menyatakan
bahwa adanya hubungan antara pengetahuan dan perilaku seseorang (Notoadmodjo,
2005). Sehingga dapat disimpulkan dengan kurangnya pengetahuan tentang bahaya
susu formula maka memberi peluang besar terhadap perilaku ibu untuk memberikan
susu formula.
Fenomena yang dapat ditemukan dimasyarakat menunjukkan bahwa orang tua
banyak yang memberikan susu formula pada bayi usia dibawah 6 bulan karena
dianggap memiliki nilai gizi yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui wawancara dengan ibu yang menyusui
bayi usia 0-6 bulan yang datang berkunjung ke Puskesmas Sidomulyo, peneliti
menemukan 6 orang ibu menyusui, 3 orang dari ibu tersebut memberikan ASI
Eksklusif dan 3 orang ibu lainnya tidak memberikan ASI Eksklusif melainkan
memberikan susu formula. Menurut seorang ibu dengan bayi yang diberikan susu
formula mengatakan bahwa susu formula membuat anaknya lebih gemuk dan sehat,
sementara 2 orang ibu lainnya mengatakan bahwa susu formula sama baiknya dengan
ASI Eksklusif.
Susu formula yang diberikan pada bayi usia 0-6 bulan terus meningkat, hal ini
dapat dilihat dari masih rendahnya pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan data Dinas
3
Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2012 menunjukkan bahwa pemberian ASI Eksklusif
untuk kota Pekanbaru hanya 65,24% dari 20 Puskesmas yang ada di kota Pekanbaru
(Dinkes Pekanbaru, 2012). Hal ini berdasarkan target nasional menurut Deklarasi
Millenium Development Goals (MDGs) yang menyatakan target cakupan pemberian
ASI Ekslusif 0-6 bulan adalah 80 %.
Menurut Baskoro (2008), rendahnya pemberian ASI eksklusif dikarenakan
masih kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI, selain itu faktor lain yang
mempengaruhi yaitu, sosial budaya, jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya
mendukung program pemberian ASI, ditambah lagi gencarnya promosi susu formula
di berbagai media massa. Akibat gencarnya promosi susu formula ini dapat
mempengaruhi ibu dalam menyusui. Fenomena menunjukkan bahwa banyak ibu yang
meyakini dengan memberikan susu formula maka pertumbuhan bayi akan lebih cepat
dan lebih pintar.
Roesli (2005) menyatakan bahwa setiap anak akan mengikuti pola
pertumbuhan sejak lahir, dan biasanya hal pertama yang terjadi adalah turunnya berat
badan bayi. Bayi akan kehilangan berat badannya sampai dengan 10% dalam
beberapa hari setelah kelahirannya, namun setelah berumur 10 hari berat badannya
akan meningkat kembali. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab fenomena
banyak orang tua yang memberikan makanan tambahan selain ASI seperti susu
formula untuk meningkatkan berat badan bayinya.
Meningkatnya perjuangan hak-hak asasi wanita dalam meniti karir untuk
bekerja diluar rumah pada titik-titik kritis dengan meninggalkan tugas utamanya
4
untuk memberikan ASI dan menggantikan dengan susu botol (formula). Disamping
itu propaganda susu formula demikian gencarnya sehingga mereka yang merasa
mampu dan terpelajar, merasa makin meningkat kedudukannya bila dapat
menggantikan ASI-nya dengan susu formula (Manuaba, 1998). Kesalahan
beranggapan bahwa minum susu merupakan suatu tren, yang kalau tidak dilakukan,
bisa-bisa dianggap ketinggalan zaman, setidaknya tertinggal dalam menjalani pola
hidup sehat (Luciana, 2008).
Alasan lain mengapa banyak ibu tidak menyusui terutama secara eksklusif
sangat bervariasi. Namun, yang paling sering dikemukakan sebagai berikut: ASI tidak
cukup, ibu bekerja dengan cuti hamil tiga bulan, takut ditinggal suami, tidak diberi
ASI tetap berhasil jadi orang, bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan
manja, susu formula lebih praktis, takut badan tetap gemuk (Roesli, 2005).
Semua hal diatas dapat mempengaruhi persepsi ibu tentang susu formula.
Persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu.
Persepsi dalam hal ini mencakup penerimaan stimulus (input), pengorganisasian
stimulus dan dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi
dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga
orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya
sendiri (Gibson &Donely dalam Budi, 2009).
Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti, dari 80 bayi yang berusia 0-12
bulan yang diberikan susu formula di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang sebanyak 47 orang (58,75%). Hasil survei pendahuluan yang
5
dilakukan di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang tersebut,
menunjukkan beberapa faktor yang berhubungan dengan pemilihan susu formula
antara lain terkait dengan pengetahuan dan sikap ibu.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan pemilihan
susu formula pada bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan
pemilihan susu formula pada bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang.”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan pemilihan
susu formula pada bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu dengan pemilihan susu formula pada
bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
6
2. Untuk melihat hubungan sikap ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi di
Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan kepada ibu hamil untuk tidak memberikan susu formula
pada bayi 0-6 bulan.
2. Memberikan masukan kepada masyarakat hendaknya memberikan ASI eksklusif
pada bayi 0-6 bulan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran.
Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara
orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan
yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena
adanya pemahaman-pemahaman baru.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi
masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk,
rasa, dan aroma masakan tersebut.
7
8
2.1.2. Kategori Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh
petanyaan
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh
pertanyaan
c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh
pertanyaan
2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang
paling rendah
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
9
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek
2.2. Sikap
2.2.1. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat
10
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial.
2.2.2. Tingkatan Sikap
1. Menerima (receiving).
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan.
2. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko
merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005).
2.2.3. Komponen Pokok Sikap
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling
menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan
komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang
11
menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang
(Azwar, 2005).
2.2.4. Interaksi Komponen-Komponen Sikap
Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan
bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan
dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan
sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive,
affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi
ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa
sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam
manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain,
yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat
menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang.
2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana
yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan
Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola
sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:
1. Pengalaman pribadi
Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi
12
penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat
merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005).
2. Pengaruh lingkungan sosial
Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang
berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung
dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005).
3. Pengaruh kebudayaan
Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar (Azwar, 2005).
4. Media massa
Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan
memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar
afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar,
2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual
(Sakti dan Kusuma, 2006).
5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama
Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan
pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005).
13
6. Jenis kelamin
Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal
berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron
laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap
hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006).
7. Pengetahuan
Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut
terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003).
8. Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005).
2.2.6. Ciri-ciri Sikap
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari.
2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat
berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap
suatu objek.
4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan
suatu hal.
5. Sikap mempunyai segi-Segi motivasi dan segi-segi perasaan (Azwar, 2005).
2.2.7. Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005).
1. Sikap
positif
kecenderungan
mengharapkan obyek tertentu.
tindakan
adalah
mendekati,
menyenangi,
14
2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
tidak menyukai obyek tertentu.
2.2.8. Cara Pengukuran Sikap.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden
terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner
(Notoadmojo, 2003).
2.3. Pemilihan
Faktor yang berhubungan dengan pemilihan susu formula pada bayi adalah
sebagai berikut :
1. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan
adalah aplikasi atau penerapan pendidikan didalam bidang kesehatan (Notoatmojo,
2003). Menurut Sedarmayanti (2001) yang dikutip oleh Hardywinoto (2007),
pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong
kemajuan setiap usaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan baik pendapatan
individu, kelompok maupun pendapatan nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
sumber utama kinerja yang efektif yang memengaruhi individu adalah kelemahan
15
intelektual, kelemahan psikologis dan kelemahan fisik. Pendidikan merupakan
salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi keadaan keluarga karena dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi
tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan akan lebih baik. Pengetahuan kesehatan
akan berpengaruh kepada perilaku seseorang sebagai hasil jangka menengah dari
pendidikan yang diperoleh. Perilaku kesehatan akan berpengaruh pada
meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil dari pendidikan
kesehatan. Faktor pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama
terhadap perilaku. Faktor lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial
penanganannya diperlukan pendidikan kesehatan. Dalam rangka membina
meningkatkan kesehatan masyarakat ditunjukkan pada upaya melalui tekanan,
paksaan kepada masyarakat dan edukasi atau upaya agar masyarakat berperilaku
atau mengadopsi perilaku kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif,
faktor predisposisi ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, sistem yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan tingkat sosial
ekonomi.
2. Pekerjaan
Menurut Labor Force Consepth, yang digolongkan bekerja adalah mereka yang
melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk
memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka bekerja penuh maupun
tidak. Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari atau mendapatkan
nafkah (Hardywinoto, 2007).
16
3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagiaan besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Natoadmodjo, 2003). Pentingnya aspek pengetahuan dalam pemilihan
pertolongan persalinan dapat dilihat dari pendapat Cholil (2004) yang menyatakan
bahwa pemilihan pertolongan persalinan perlu dilakukan upaya peningkatan
kesehatan ibu saat melahirkan. Pengetahuan merupakan domain dari perilaku.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat
langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang
ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui (Friedman,
2005).
4. Budaya
Menurut Wiknjosastro (2005), paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau
dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi. Makin tinggi paritas ibu maka makin kurang
baik endometriumnya. Hal ini diakibatkan oleh vaskularisasi yang berkurang
ataupun perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa. Ibu
yang pernah melahirkan
mempunyai pengalaman untuk pemilihan pertolongan persalinan, sehingga dari
17
pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan
persalinannya (Depkes RI, 2008).
2.4. Susu Formula
2.4.1. Pengertian Susu formula
Susu formula menurut WHO (2004) yaitu susu yang diproduksi oleh industri
untuk keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu formula kebanyakan tersedia
dalam bentuk bubuk. Perlu dipahami susu cair steril sedangkan susu formula tidak
steril. Pemberian susu formula diindikasikan untuk bayi yang karena sesuatu hal tidak
mendapatkan ASI atau sebagai tambahan jika produksi ASI tidak mencukupi
kebutuhan bayi. Penggunaan susu formula ini sebaiknya meminta nasehat kepada
petugas kesehatan agar penggunaannya tepat (Nasar, dkk, 2005).
Walaupun memiliki susunan nutrisi yang baik, tetapi susu sapi sangat baik
hanya untuk anak sapi, bukan untuk bayi. Oleh karena itu, sebelum dipergunakan
untuk makanan bayi, susunan nutrisi susu formula harus diubah hingga cocok untuk
bayi. Sebab, ASI merupakan makanan bayi yang ideal sehingga perubahan yang
dilakukan pada komposisi nutrisi susu sapi harus sedemikian rupa hingga mendekati
susunan nutrisi ASI (Khasanah, 2011).
2.4.2. Jenis Susu Formula
Ada beberapa jenis susu formula menurut Khasanah (2011) yaitu:
18
1. Susu Formula Adaptasi atau Pemula
Susu formula adaptasi (adapted) atau pemula adalah susu formula yang biasa
digunakan sebagai pengganti ASI oleh bayi baru lahir sampai umur 6 bulan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya (Kodrat, 2010).
Susu formula adaptasi ini disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi.
Komposisinya hampir mendekati komposisis ASI sehingga cocok diberikan
kepada bayi yang baru lahir hingga berusia 4 bulan (Bambang, 2011).
Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Susu Formula dengan Komposisi ASI
Zat Gizi Formula Adaptasi ASI
Lemak (g)
Protein (g)
Whey (g)
Kasein (g)
Karbohidrat (g)
Energi (kkal)
Mineral (g)
Natrium (g)
Kalium (mg)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Klorida (mg)
Magnesium (mg)
Zat besi (mg)
Formula Adaptasi
3,4-3,64
1,5-1,6
0,9-0,96
0,6-0,64
7,2-7,4
67-67,4
0,25-0,3
15-24
55-72
44,4-60
28,3-34
37-41
4,6-5,3
0,5-0,2
ASI
3,0-5,5
1,1-1,4
0,7-0,9
0,4-0,5
6,6-7,1
65-70
0,2
10
40
30
30
30
4
0,2
Untuk bayi yang lahir dengan pertimbangan khusus untuk fisiologisnya dengan
syarat rendah mineral, digunakan lemak tumbuhan sebagai sumber energi dan
susunan zat gizi yang mendekati ASI. Susu jenis ini merupakan jenis yang paling
banyak mengalami penyesuaian dan banyak beredar di pasaran (Febry, 2008).
19
2. Susu Formula Awal Lengkap
Formula awal lengkap (complete starting formula) yaitu susunan zat gizinya
lengkap dan dapat diberikan setelah bayi lahir. Keuntungan dari formula bayi ini
terletak pada harganya. Pembuatannya sangat mudah maka ongkos pembuatan
juga lebih murah hingga dapat dipasarkan dengan harga lebih rendah. Susu
formula ini dibuat dengan bahan dasar susu sapi dan komposisi zat gizinya dibuat
mendekati komposisi ASI (Nasar, dkk, 2005). Komposisi zat gizi yang dikandung
sangat lengkap, sehingga diberikan kepada bayi sebagai formula permulaan
(Bambang, 2011).
3. Susu Formula Follow-Up (lanjutan)
Susu formula lanjutan yaitu susu formula yang menggantikan kedua susu formula
yang digunakan sebelumnya dan untuk bayi yang berusia 6 bulan ke atas,
sehingga disebut susu formula lanjutan ( Bambang, 2011).
Susu formula ini dibuat dari susu sapi yang sedikit dimodifikasi dan tela ditambah
vitamin D dan zat besi (Praptiani, 2012). Susu formula ini dibuat untuk bayi yang
berumur sampai 1 tahun meskipun ada juga yang menyebutkan sampai umur 3
tahun (Nasar, dkk 2005). Febry (2008), juga menjelaskan susu formula ini dibuat
untuk bayi usia 6-12 bulan.
4. Susu Formula Prematur
Bayi yang lahir prematur atau belum cukup bulan belum tumbuh dengan
sempurna. Menjelang dilahirkan cukup bulan, bayi mengalami pertumbuhan fisik
yang pesat. Sehingga dibuat susu formula prematur untuk mengejar tertinggalnya
20
berat badan prematurnya (Nadesul, 2008). Susu formula ini harus dengan
petunjuk dokter karena fungsi saluran cerna bayi belum sempurna, maka susu
formula ini dibuat dengan merubah bentuk karbohidrat, protein dan lemak
sehingga mudah dicerna oleh bayi (Nasar, dkk, 2005).
5. Susu Hipoalergenik (Hidrolisat)
Susu formula hidrolisat digunakan apabila tidak memungkinkan ibu menyusui
bayinya karena mengalami gangguan pencernaan protein. Susu formula ini
dirancang untuk mengatasi alergi dan ada beberapa yang disusun untuk mencegah
alergi. Susu formula ini hanya diberikan berdasarkan resep dari dokter (Praptiani,
2012).
6. Susu Soya (kedelai)
Department of Health merekomendasikan agar susu soya hanya diberikan jika
bayi tidak toleran terhadap susu sapi atau laktosa karena terdapat kekhawatiran
tentang kemungkinan efek senyawa yang diproduksi oleh kacang kedelai dan
tingkat mangan sera alumunium yang tidak dapat diterima dalam formula tersebut
(Praptiani, 2012). Bayi yang terganggu penyerapan protein maupun gula susunya
membutuhkan susu yang terbuat dari kacang kedelai. Gangguan metabolisme
protein juga sering bersamaan dengan gangguan penyerapan gula susu (Nadesul,
2008).
7. Susu Rendah Laktosa atau Tanpa Laktosa
Apabila usus bayi tidak memproduksi lactase gula susu akan utuh tidak dipecah
menjadi glukosa dan galaktosa sehingga menyebabkan bayi mencret, kembung,
21
mulas dan pertumbuhan bayi tidak optimal. Selama mengalami gangguan
pencernaan gula susu, bayi perlu diberikan formula rendah laktosa (LLM) agar
pertumbuhannya optimal (Nadesul, 2008).
8. Susu Formula dengan Asam Lemak MCT (Lemak Rantai Sedang) yang Tinggi
Susu formula dengan lemak MCT tinggi untuk bayi yang menderita kesulitan
dalam menyerap lemak. Sehingga, lemak yang diberikaan harus banyak
mengandung MCT (Lemak Rantai Sedang) tinggi agar mudah dicerna dan diserap
oleh tubuhnya (Khasanah, 2011).
9. Susu Formula Semierlementer
Untuk bayi yang mengalami gangguan pencernaan yakni gula susu, protein dan
lemak sehingga membutuhkan formula khusus yang dapat ditoleransi oleh
ususnya (Nadesul, 2008).
Tabel 2.2 Perbedaan ASI, Susu Sapi dan Susu Formula
No
1
4
Properti
Kontaminasi
bakteri
Faktor anti
infeksi
Faktor
pertumbuhan
Protein
5
Lemak
2
3
ASI
Tidak ada
Susu Sapi
Mungkin ada
Ada
Tidak ada
Susu Formula
Mungkin ada
Bila dicampurkan
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Jumlah sesuai dan Terlalu banyak
mudah dicerna
dan sukar
dicerna
Cukup
Kurang ALE
mengandung
Tidak ada Lipase
asam lemak
esensial (ALE),
DHA dan
AA
Sebagian
diperbaiki
Kurang ALE
Tidak ada DHA
dan AA Tidak
ada Lipase
22
6
Zat Besi
7
Vitamin
Mengandung
Lipase
Jumlah
kecil tapi mudah
dicerna
Cukup
8
Air
Cukup
Jumlah lebih
banyak tapi tidak
diserap dengan
baik
Tidak cukup Vit
A
dan Vit C
Perlu tambahan
Ditambahkan
ekstra tidak
diserap dengan
baik
Vitamin
ditambahkan
Mungkin perlu
tambahan
2.4.3. Kandungan Susu Formula
Susu formula yang dibuat dari susu sapi telah diproses dan diubah kandungan
komposisinya sebaik mungkin agar kandungannya sama dengan ASI tetapi tidak
100% sama. Proses pembuatan susu formula, kandungan karbohidrat, protein dan
mineral dari susu sapi telah diubah kemudian ditambah vitamin serta mineral
sehingga mengikuti komposisi yang dibutuhkan sesuai untuk bayi berdasarkan
usianya (Suririnah, 2009).
Menurut Khasanah (2011) ada beberapa kandungan gizi dalam susu formula
yaitu, lemak disarankan antara 2,7-4,1 g tiap 100 ml, protein berkisar antara 1,2-1,9 g
tiap 100 ml dan karbohidrat berkisar antara 5,4-8,2 g tiap 100 ml.
2.4.4. Kelemahan Susu Formula
Praptiani (2012) menjelaskan telah teridentifikasi adanya kerugian berikut ini
untuk bayi yang diberikan susu formula yaitu:
1. Susu formula kurang mengandung beberapa senyawa nutrien.
2. Sel-sel yang penting dalam melindungi bayi dari berbagi jenis patogen.
23
3. Faktor antibodi, antibakteri dan antivirus (misalnya IgA, IgG, IgM dan
laktoferin).
4. Hormon (misalnya hormon prolaktin dan hormon tiroid).
5. Enzim dan prostaglandin.
Sutomo dan Anggraini (2010) menjelaskan susu formula mempunyai
beberapa kelemahan, antara lain; kurang praktis karena harus dipersiapkan terlebih
dahulu, tidak dapat bertahan lama, mahal dan tidak selalu tersedia, cara penyajian
harus tepat dapat menyebabkan alergi.
Susu formula banyak kelemahannya karena terbuat dari susu sapi sehingga
dijelaskan Khasanah (2011) antara lain; kandungan susu formula tidak selengkap
ASI, pengenceran yang salah, kontaminasimikroorganisme, menyebabkan alergi, bayi
bisa diare dan sering muntah, menyebabkan bayi terkena infeksi, obesitas atau
kegemukan, pemborosan, kekurangan zat besi dan vitamin, mengandung banyak
garam.
2.4.5. Efek atau Dampak Negatif Pemberian Susu Formula
Roesli (2008) menjelaskan berbagai dampak negatif yang terjadi pada bayi
akibat dari pemberian susu formula, antara lain:
1. Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)
Judarwanto (2007) menjelaskan bahwa anak yang diberi susu formula lebih sering
muntah/gumoh, kembung, “cegukan”, sering buang angin, sering rewel, susah
tidur terutama malam hari. Saluran pencernaan bayi dapat terganggu akibat dari
pengenceran susu formula yang kurang tepat, sedangkan susu yang terlalu kental
24
dapat membuat usus bayi susah mencerna, sehingga sebelum susu dicerna oleh
usus akan dikeluarkan kembali melalui anus yang mengakibatkan bayi mengalami
diare (Khasanah, 2011).
2. Infeksi saluran pernapasan
Gangguan saluran pencernaan yang terjadi dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi
terutama ISPA (Judarwanto, 2007). Susu sapi tidak mengandung sel darah putih
hidup dan antibiotik sebagai perlindungan tubuh dari infeksi. Proses penyiapan
susu formula yang kurang steril dapat menyebabkan bakteri mudah masuk
(Khasanah, 2011).
3. Meningkatkan resiko serangan asma
ASI dapat melindungi bayi dari penyakit langka botulism, penyakit ini merusak
fungsi saraf, menimbulkan berbagai penyakit pernapasan dan kelumpuhan otot
(Nasir, 2011). Peneliti sudah mengevaluasi efek perlindungan dari pemberian
ASI, bahwa pemberian ASI melindungi terhadap asma dan penyakit alergi lain.
Sebaliknya, pemberian susu formula dapat meningkatkan meningkatkan resiko
tersebut (Oddy, dkk, 2003) dalam (Roesli, 2008).
4. Meningkatkan kejadian karies gigi susu
Kebiasaan bayi minum susu formula dengan botol saat menjelang tidur dapat
menyebabkan karies gigi (Retno, 2001). ASI mengurangi penyakit gigi berlubang
pada anak (tidak berlaku pada ASI dengan botol), karena menyusui lewat
payudara ada seperti keran, jika bayi berhenti menghisap, otomatis ASI juga akan
25
berhenti dan tidak seperti susu botol. Sehingga ASI tidak akan mengumpul pada
gigi da menyebabkan karies gigi (Nasir, 2011).
5. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif
Susu formula mengandung glutamate (MSG-Asam amino) yang merusak fungsi
hypothalamus pada otak-glutamate adalah salah satu zat yang dicurigai menjadi
penyebab autis (Nasir, 2011). Penelitian Smith, dkk (2003) dalam Roesli (2008),
bayi yang tidak diberi ASI mempunyai nilai lebih rendah dalam semua fungsi
intelektual, kemampuan verbal dan kemampuan visual motorik dibandingkan
dengan bayi yang diberi ASI.
6. Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)
Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan susu formula diperkirakan
karena kelebihan air dan komposisi lemak tubuh yang berbeda dibandingkan bayi
yang mendapatkan ASI (Khasanah, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Amstrong, dkk (2002) dalam Roesli (2008)
membuktikan bahwa kegemukan jauh lebih tinggi pada anak-anak yang diberi
susu formula. Kries dalam Roesli (2008) menambahkan bahwa kejadian obesitas
mencapai 4,5-40% lebih tinggi pada anak yang tidak pernah diberikan ASI.
7. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah
ASI membantu tubuh bayi untuk mendapat kolesterol baik, artinya melindungi
bayi dari penyakit jantung pada saat sudah dewasa. ASI mengandung kolesterol
tinggi (fatty acid) yang bermanfaat untuk bayi dalam membangun jaringanjaringan saraf dan otak. Susu yang berasal dari sapi tidak mengandung kolesterol
26
ini (Nasir, 2011). Hasil penelitian Singhal, dkk (2001) dalam Roesli, 2008;
menyimpulkan bahwa pemberian ASI pada anak yang lahir prematur dapat
menurunkan darah pada tahun berikutnya.
8. Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar
Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin bebas dari kontaminasi
mikroorganisme patogen. Penelitian menunjukkan bahwa banyak susu formula
yang terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen (Sidi, et al. 2004:11). Kasus
wabah Enterobacteri zakazakii di Amerika Serikat, dilaporkan kematian bayi
berusia 20 hari yang mengalami demam, takikardia, menurunnya aliran darah dan
kejang pada usia 11 hari (Weir (2002) dalam Roesli, 2008).
9. Meningkatkan kurang gizi
Pemberian susu formula yang encer untuk menghemat pengeluaran dapat
mengakibatkan kekurangan gizi karena asupan kurang pada bayi secara tidak
langsung. Kurang gizi juga akan terjadi jika anak sering sakit, terutama diare dan
radang pernafasan (Roesli, 2008).
10. Meningkatkan resiko kematian
Chen dkk (2004) dalam Roesli (2008), bayi yang tidak pernah diberi ASI berisiko
meninggal 25% lebih tinggi dalam periode sesudah kelahiran daripada bayi yang
mendapat ASI. Pemberian ASI yang lebih lama akan menurunkan resiko
kematian bayi. Praptiani (2012), menyusui adalah tindakan terbaik karena
memberikan susu melalui botol dapat meningkatkan resiko kesehatan yang
berhubungan dengan pemberian susu formula diantaranya yaitu; Peningkatan
27
infeksi lambung, infeksi otitis media, infeksi perkemihan, resiko penyakit atopik
pada keluarga yang mengalami riwayat penyakit ini, resiko kematian bayi secara
mendadak, resiko diabetes melitus bergantung insulin, Penyakit kanker dimasa
kanak-kanak
2.4.6. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula
Arifin (2004), menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan yaitu:
1. Faktor pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas akan lebih bisa
menerima alasan untuk memberikan ASI eksklusif karena pola pikirnya yang
lebih realistis dibandingkan yang tingkat pendidikan rendah (Arifin, 2004).
2. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif adalah hal yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya pengetahuan ibu mengenai
pentingnya ASI yang menjadikan penyebab atau masalah dalam peningkatan
pemberian ASI (Roesli, 2008).
3. Pekerjaan
Bertambahnya pendapatan keluarga atau status ekonomi yang tinggi serta
lapangan pekerjaan bagi perempuan berhubungan dengan cepatnya pemberian
susu botol. Artinya mengurangi kemungkinan untuk menyusui bayi dalam waktu
yang lama (Amirudin, 2006).
28
Penelitian Erfiana (2012), ibu yang tidak memberikan susu formula sebagian
besar oleh ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak 32 responden (88,9%) sehingga
status pekerjaan dapat mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi.
4. Ekonomi
Hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/ penghasilan ibu dimana ibu
yang mempunyai ekonomi rendah mempunyai peluang lebih memilih untuk
memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial ekonomi tinggi kerena ibu yang
ekonominya rendah akan berfikir jika ASI nya keluar maka tidak perlu diberikan
susu formula karena pemborosan (Arifin, 2004).
5. Budaya
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru Negara barat mendesak
para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan atau susu
formula sebagai jalan keluarnya (Arifin, 2004).
6. Psikologis
Ibu yang mengalami stres dapat menghambat produksi ASI sehingga ibu kurang
percaya diri untuk menyusui bayinya (Kurniasih, 2008). Ibu yang tidak
memberikan susu formula sebagian besar dilakukan oleh ibu yang kondisi
psikologi baik yaitu sebanyak 33 responden (89,2) sehingga psikologis ibu
mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi (Erfiani, 2012).
7. Informasi susu formula
29
Ibu yang tidak memberikan susu formula sebagian besar yang tidak terpapar
produk susu formula sebanyak 4 responden (36,4%) sehingga iklan produk susu
formula dapat mempengaruhi pemberian susu formula.
8. Kesehatan
Ibu yang menderita sakit tertentu seperti ginjal atau jantung sehingga harus
mengkonsumsi obat-obatan yang dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan
sel-sel bayi, bagi ibu yang sakit tetapi masih bisa menyusui maka diperbolehkan
untuk menyusui bayinya (Kurniasih, 2008).
9. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita
Terdapat anggapan bahwa ibu yang menyusui akan merusak penampilan. Padahal
setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengalami perubahan payudara,
walaupun menyusui atau tidak menyusui (Arifin, 2004).
10. Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI
Cara menyusui yang benar dan pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh
para produsen susu formula merupakan faktor penghambat terbentuknya
kesadaran orang tua dalam memberikan ASI eksklusif (Nuryati, 2007).
11. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol
Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya kesediaan
menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu botol
sangat cocok untuk bayi dan dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu ingin
meniru orang lain (Khasanah, 2011).
12. Peran petugas kesehatan
30
Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat
pemberian ASI (Roesli, 2008).
2.4. Kerangka Konsep
Pengetahuan
Pemilihan Susu Formula
Sikap
2.5. Hipotesis
1.
Ada hubungan pengetahuan ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi di
Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
2.
Ada hubungan sikap ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi di Desa
Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif analitik dengan
menggunakan pendekatan desain cross sectional. Penelitian deskriptif analitik adalah
metode yang mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan
akurat fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antara fenomena yang ada. Penelitian
tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi
analisis dan interpretasi data itu sendiri (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu
dengan pemilihan susu formula pada bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten
Deli Serdang.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei Tahun 2015.
31
32
3.3. Populasi Dan sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki
bayi umur 0-6 bulan di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang sebesar 47 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat mewakili seluruh populasi
Sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling yaitu dengan mengambil
semua populasi sebagai sampel.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari
dokumen atau catatan yang diperoleh dari kepala Desa Patumbak Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
1. Pengetahuan ibu adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu yang memiliki bayi
umur 0-6 bulan tentang pemberian susu formula.
33
Kategori Pengetahuan : 0. Baik
1. Buruk
Untuk mengukur tingkat pengetahuan ibu disusun sebanyak 10 pertanyaan
dengan jawaban ”benar (bobot 1) dan ”salah (bobot nilai o)”, maka total skor
untuk variabel pengetahuan adalah 10, jadi :
0.
Baik, jika jawaban responden memiliki total skor ≥ 76% dari 10 = 8-10
1.
Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor < 76 % dari 10 = 1-7
(Nursalam, 2011).
2. Sikap adalah reaksi atau aksi ibu terhapat pemberian susu formula pada bayi umur
0-6 bulan.
Kategori Sikap :
0. Positif
1. Negatif
Untuk mengukur sikap ibu disusun sebanyak 10 pertanyaan dengan jawaban
”setuju (bobot 1) dan ”tidak setuju (bobot nilai o)”, maka total skor untuk
variabel sikap adalah 10, jadi :
0. Positif, jika jawaban responden memiliki total skor > 50% dari 10 = 6-10
1. Negatif, jika jawaban responden memiliki total skor ≤ 50 % dari 10 = 1-5
3. Pemilihan susu formula pada bayi adalah keputusan yang diambil ibu dan keluarga
untuk bayi 0-6 bulan dalam pemberian susu formula.
Kategori pemilihan susu formula pada bayi:
0. Memilih Susu Formula
34
1. Tidak Memilih Susu Formula
Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur
Variabel
Variabel Bebas
1. Pengetahun
2. Sikap
Variabel Terikat
Pemilihan Susu Formula
Cara dan
Alat Ukur
Skala
Ukur
Wawancara
(kuesioner)
Wawancara
(kuesioner)
Ordinal
Wawancara
(kuesioner)
Ordinal
Ordinal
Hasil Ukur
0.
1.
0.
1.
Baik
Buruk
Mendukung
Tidak Mendukung
0. Memilih Susu Formula
1. Tidak Memilih Susu
Formula
3.6. Metode Pengumpulan Data
3.6.1. Data Primer
Yaitu sumber data langsung dari subyek penelitian diperoleh dari penyebaran
angket pada ibu berupa umur ibu, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan pemilihan
susu formula.
3.6.2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder (penunjang) dilakukan dengan mengambil datadata dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Desa Patumbak Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
35
3.7. Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1. Pengolahan data
Langkah-langkah pengolahan data adalah
a. Editing
Adalah memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan, apakah telah sesuai
seperti yang diharapkan atau tidak.
Data yang di editing berupa pendidikan,
pengetahuan dan pemilihan susu formula. Dalam melakukan editing ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan yakni :
1. Memeriksa semua jawaban responden dapat dibaca
2. Memeriksa semua pertanyaan sudah terjawab
3.
Memeriksa hasil isian sesuai dengan tujuan yang dicapai peneliti
4. Memeriksa apakah masih ada kesalahan lain yang terdapat pada kusioner
b. Coding
Adalah melakukan pengkodean data. Cara melakukan koding adalah
a. Memberi simbol-simbol tertentu
b. Kelompokkan menurut kategori
c. Proses Data Entri (processing) yaitu : jawaban-jawaban dari masing-masing
responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau “software” komputer. Program yang sering digunakan untuk
penelitian adalah program SPSS for Window.
d. Proses Cleaning yaitu mengecek semua data dari setiap sumber data atau
responden selesai dimasukkan untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-
36
kesalahan kode, ketidaklengkapan dan selanjutnya dilakukan pembetulan atau
koreksi (Notoatmodjo, 2010).
3.7.2. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis data secara univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik
masing-masing variabel independen dan dependen. Mengingat data kategorik maka
hasil analisis tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan pengetahuan
dan sikap ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi di Desa Patumbak
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang dengan menggunakan uji statistik Chi
Square dengan α = 0,05 (Budiarto, 2001)
b
k
Rumus Uji Square :  H2  
i 1 j 1
O
ij
 Eij 
2
Eij
Dimana : O j = frekuensi teramati pada klasifikasi ke-j
E j = frekuensi harapan (expected value) pada klasifikasi ke-j, yaitu
jumlah frekuensi ideal yang diharapkan terjadi pada masingmasing klasifikasi.
j = 1,2,…..k, dimana k adalah banyaknya klasifikasi
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Keadaan Geografi
Desa Patumbak terletak di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
Desa ini merupakan salah satu desa yang terletak di daerah dataran rendah. Secara
geografis Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang mempunyai
luas wilayah 6.422 km2.
4.2. Karakteristik Ibu di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang
Untuk mengetahui karakteristik ibu di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang meliputi tingkat pendidikan dan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden (Pendidikan) di Desa Patumbak
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
No
1
2
3
Pendidikan
Jumlah
17
21
9
47
SD
SMP
SMA
Total
%
36,2
44,7
19,1
100,0
Dari tabel diatas terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan pendidikan
lebih banyak dengan pendidikan SMP sebanyak 21 orang (44,7%), SD sebanyak 17
(36,2%) dan lebih sedikit dengan pendidikan SMA sebanyak 9 orang (19,1 %).
37
38
4.3. Analisis Univariat
Analisis univariat meliputi : pengetahuan, sikap dan pemilihan susu formula
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
4.3.1. Distribusi Pengetahuan Ibu di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu di Desa Patumbak Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2. Distribusi Responden Pengetahuan Ibu di Desa Patumbak Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang
No
1
2
Pengetahuan
Baik
Buruk
Total
Dari tabel diatas terlihat bahwa
Jumlah
25
22
47
%
53,2
46,8
100,0
pengetahuan ibu lebih banyak dengan
pengetahuan baik sebanyak 25 orang (53,2%) dan lebih sedikit dengan pengetahuan
buruk sebanyak 22 orang (46,8 %).
4.3.2. Distribusi Sikap Ibu di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang
Untuk mengetahui sikap ibu di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.3. Distribusi Sikap Ibu di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang
No
1
2
Sikap Ibu
Positif
Negatif
Total
Jumlah
25
22
47
%
53,2
46,8
100,0
39
Dari tabel diatas terlihat bahwa
distribusi responden berdasarkan sikap
mayoritas dengan sikap positif sebanyak 25 orang (53,2%) dan minoritas dengan
sikap negatif sebanyak 22 orang (46,8 %).
4.3.3. Distribusi Pemilihan Susu Formula di Desa Patumbak Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang
Untuk mengetahui pemilihan susu formula di Desa Patumbak Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.4. Distribusi Pemilihan Susu Formula di Desa Patumbak Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang
No
1
2
Pemilihan Susu Formula
Tidak memilih susu formula
Memilih susu formula
Total
Jumlah
27
20
47
%
57,4
42,6
100,0
Dari tabel diatas terlihat bahwa pemilihan susu formula di Desa Patumbak
Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang lebih banyak dengan tidak memilih
susu formula sebanyak 27 orang (57,4%) dan lebih sedikit dengan memilih susu
formula sebanyak 20 orang (42,6%).
4.4. Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan pemilihan susu
formula pada bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
dengan uji sitatistik Chi-Square dan dapat dilihat di bawah ini :
40
4.4.1. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemilihan Susu Formula Pada Bayi
di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu dengan pemilihan susu formula
pada bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang dapat
dilihat di bawah ini
Tabel 4.5. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemilihan Susu Formula Pada
Bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang
No
1
2
Pengetahuan
Baik
Buruk
Pemilihan Susu Formula
Tidak Memilih
Memilih
n
%
n
%
20
80,0
5
20,0
7
31,8
15
68,2
Total
P value
N
25
22
%
100
100
0,002
Dari tabel diatas terlihat bahwa dari 25 orang dengan pengetahuan baik
terdapat tidak memilih susu formula sebanyak 20 orang (80,0%) dan memilih susu
formula sebanyak 5 orang (20,0%). Sedangkan dari 25 responden dengan
pengetahuan baik terdapat tidak memilih susu formula sebanyak 7 orang (31,8%) dan
memilih susu formula sebanyak 15 (68,2%).
Kemudian berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji chi-square terdapat
bahwa Probabilitas (0,002) < α (0,05) berarti Ho ditolak artinya terdapat pengetahuan
ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi di Desa Patumbak Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
41
4.4.2. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemilihan Susu Formula Pada Bayi di Desa
Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
Untuk melihat hubungan sikap ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi
di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat di
bawah ini
Tabel 4.6. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemilihan Susu Formula Pada
Bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang
No
1
2
Sikap
Positif
Negatif
Pemilihan Susu Formula
Tidak Memilih
Memilih
n
%
n
%
21
84,0
4
16,0
6
27,3
16
72,7
Total
P value
N
25
22
%
100
100
0,000
Dari tabel diatas terlihat bahwa dari 25 orang dengan sikap positif terdapat
tidak memilih susu formula sebanyak 21 orang (84,0%) dan memilih susu formula
sebanyak 4 orang (16,0%). Sedangkan dari 22 responden dengan sikap negatif
terdapat tidak memilih susu formula sebanyak 6 orang (27,3%) dan memilih susu
formula sebanyak 16 (72,7%).
Kemudian berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji chi-square terdapat
bahwa Probabilitas (0,000) < α (0,05) berarti Ho ditolak artinya terdapat sikap ibu
dengan pemilihan susu formula pada bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang.
42
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemilihan Susu Formula Pada Bayi di
Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 orang dengan pengetahuan baik
terdapat tidak memilih susu formula sebanyak 20 orang (80,0%) dan memilih susu
formula sebanyak 5 orang (20,0%). Sedangkan dari 25 responden dengan
pengetahuan baik terdapat tidak memilih susu formula sebanyak 7 orang (31,8%) dan
memilih susu formula sebanyak 15 (68,2%). Kemudian berdasarkan hasil analisa
statistik dengan uji chi-square terdapat bahwa Probabilitas (0,002) < α (0,05) berarti
Ho ditolak artinya terdapat pengetahuan ibu dengan pemilihan susu formula pada
bayi di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi pengetahuan
ibu tentang susu formula akan menurunkan pemberian susu formula pada bayi usia 06 bulan, sebaliknya semakin rendah pengetahuan ibu tentang susu formula akan
meningkatkan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Pada penelitian ini
masih perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu bahwa perlu peningkatan
pengetahuan tentang pemberian susu formula untuk mengurangi tindakan pemberian
susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.
Hal ini dapat disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
pentingnya ASI, faktor sosial budaya, jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya
mendukung program pemberian ASI, ditambah lagi gencarnya promosi susu formula
42
43
di berbagai media massa menyebabkan tingginya pemberian susu formula pada bayi
usia 0-6 bulan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memberikan makanan
tambahan seperti susu formula pada bayi usia 0-6 bulan antara lain : faktor kesehatan
bayi, faktor kesehatan ibu, faktor pengetahuan, faktor pekerjaan, faktor petugas
kesehatan, faktor budaya,gaya hidup dan faktor ekonomi (Suhardjo, 1999).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap seseorang atau kelompok
untuk bertindak dan dari beberapa penelitian membuktikan bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama
(Notoatmodjo, 2003).
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Baskoro (2008) bahwa gencarnya
promosi susu formula mempengaruhi ibu untuk memberikan susu formula serta adanya
anggapan bahwa bayi yang diberikan susu formula lebih pintar dan pertumbuhannya
lebih cepat.
Tingginya pemberian susu formula ini juga dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan ibu tentang bahaya susu formula. Hal ini didukung oleh penelitian Putri
(2010) di Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru, bahwa masih rendah (79%) pengetahuan ibu
tentang kerugian dari susu formula.
44
Menurut asumsi peneliti bahwa pengetahuan ibu tentang susu formula akan
mempengaruhi pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Semakin tinggi
pengetahuan ibu tentang susu formula akan menurunkan pemberian susu formula
pada bayi usia 0-6 bulan, sebaliknya semakin rendah pengetahuan ibu tentang susu
formula akan meningkatkan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Pada
penelitian ini masih perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu bahwa perlu
peningkatan pengetahuan tentang pemberian susu formula untuk mengurangi
tindakan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.
5.2. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemilihan Susu Formula Pada Bayi di Desa
Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 25 orang dengan sikap positif terdapat
tidak memilih susu formula sebanyak 21 orang (84,0%) dan memilih susu formula
sebanyak 4 orang (16,0%). Sedangkan dari 22 responden dengan sikap negatif
terdapat tidak memilih susu formula sebanyak 6 orang (27,3%) dan memilih susu
formula sebanyak 16 (72,7%). Kemudian berdasarkan hasil analisa statistik dengan
uji chi-square terdapat bahwa Probabilitas (0,000) < α (0,05) berarti Ho ditolak
artinya terdapat sikap ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi di Desa
Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin positif sikap ibu
tentang susu formula akan dapat menurunkan tindakan orang tua untuk pemberian
susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Pada penelitian ini masih perlu pelaksanaan
penyuluhan kepada ibu bahwa perlu peningkatan sikap positif tentang pemberian susu
45
formula untuk mengurangi tindakan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6
bulan.
Menurut Wawan dan Dewi (2010), pengetahuan seseorang tentang suatu
objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini
yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang
diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu.
Sebaliknya apabila semakin banyak aspek negatif dan obyek tidak diketahui, maka
akan menimbulkan sikap makin negatif terhadap obyek tertentu.
Faktor lain penyebab sebagian responden memiliki sikap negatif adalah
sebagian kecil responden tersebut belum menerima pemberian informasi tentang
pemberian susu formula di Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang sehingga responden tidak menyadari bahwa pemberian penjelasan pemberian
susu formula sangat penting. Akhirnya responden menganggap bahwa responden
tidak perlu memberikan penjelasan tentang pemberian susu formula.
Menurut Notoatmodjo (2003), faktor penentu atau determinan perilaku
manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai
faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Faktor internal meliputi persepsi,
motivasi, dan emosi, serta belajar sedangkan faktor eksternal meliputi objek, orang,
kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan
bentuk perilakunya. Jadi tindakan yang baik dari responden dimungkinkan
berhubungan dengan beberapa faktor intern dan ekstern tersebut yang saling
mempengaruhi dan kompleks sehingga tindakan yang baik tidak selalu disebabkan
46
oleh sikap seseorang yang positif.
Hal ini serupa dengan hasil penelitian Dewi dan Kamidah (2012) yang
menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar responden (70%) yang memiliki sikap
negatif terhadap pemberian susu formula. Sikap negatif dalam penelitian itu memiliki
arti bahwa orang tua lebih memilih pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.
Hal ini didukung oleh Azwar (2003) yang menyatakan bahwa tindakan
nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai faktor
lainnya baik faktor eksternal maupun internal. Menurut Notoatmodjo (2003), faktor
eksternal meliputi objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan
sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya sedangkan faktor internal meliputi
persepsi, motivasi, dan emosi, serta belajar.
Pada penelitian ini adanya beberapa responden yang memiliki sikap positif
tetapi tindakannya memilih pemberian susu formula dan ada juga beberapa responden
yang memiliki sikap negatif tetapi tindakannya tidak memilih susu formula. Hasil
penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Astutik (2006) yang menunjukkan
bahwa sikap negatif masyarakat berhubungan dengan tindakan orang tua yang tidak
baik. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003). Semakin kompleks
situasinya dan semakin banyak faktor yang ikut menjadi pertimbangan dalam
bertindak, maka semakin sulitlah memprediksikan perilaku dan semakin sulit pula
menafsirkannya sebagai indikator sikap seseorang. Hal inilah yang dijelaskan oleh
model theory of reasoned action (Ajzen dan Fishben, 1980) bahwa respon perilaku
47
ditentukan tidak saja oleh sikap individu tetapi juga oleh norma subjektif yang ada
dalam diri individu yang bersangkutan. Lewin (1951) menjelaskan bahwa perilaku
merupakan fungsi dari faktor kepribadian individual dan faktor lingkungan (Azwar,
2003).
Memang sikap seharusnya dipandang sebagai suatu predisposisi untuk
berperilaku yang akan tampak aktual hanya bila kesempatan untuk menyatakannya
terbuka luas. Mann (1969) mengatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap
merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu
bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini
dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi
oleh berbagai faktor lainnya baik faktor eksternal maupun internal (Azwar, 2003).
Menurut asumsi peneliti bahwa sikap ibu berpengaruh terhadap pemilihan
susu formula sehingga dapat dijelaskan semakin positif sikap ibu tentang susu
formula akan dapat menurunkan tindakan orang tua untuk pemberian susu formula
pada bayi usia 0-6 bulan. Pada penelitian ini masih perlu pelaksanaan penyuluhan
kepada ibu bahwa perlu peningkatan sikap positif tentang pemberian susu formula
untuk mengurangi tindakan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.
48
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi di
Desa Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
2. Terdapat hubungan sikap ibu dengan pemilihan susu formula pada bayi di Desa
Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
6.2. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan diharapkan perlunya meningkatkan informasi tentang
pemberian susu for,mula melalui penyuluhan.
2. Bagi tempat penelitian diharapkan perlunya penyebaran informasi tentang waktu
yang tepat memilih susu formula.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih meneliti variabel lain
48
49
DAFTAR PUSTAKA
Bowo, M. (2009). Pengertian persepsi menurut para ahli. diperoleh tanggal 9
September 2013 dari http://www.masbow.com/file/apa-itu-persepsi.html
Budi, S. (2009). Pengertian persepsi menurut para ahli. diperoleh tanggal 9
September 2013 dari http://www.damandiri.or.id/file/setia-budi-ipb-tinjauanpustaka.pdf
Baskoro, A. (2008). ASI panduan praktis ibu menyusui.Yogyakarta: Banyumedia
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. (2012). Laporan cakupan pemberian ASI Eksklusif
Luciana, B. (2008). Minum susu bukan kewajiban diperoleh tanggal 20 Januari 2014
dari http://www.depkes.go.id.
Manuaba, I. B. G. (1998). Ilmu kebidanan penyakit kandungan dan keluarga
berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC
Mulyana, D. (2007). Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi kesehatan, teori dan aplikasinya. Jakarta: Rineka
Cipta
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pudjiaji. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Putri, R. S. (2010). Gambaran pengetahuan ibu tentang susu formula pada bayi 0-6
bulan di Puskesmas Sidomulyo. Tidak dipublikasikan: Karya Tulis Ilmiah
Program D III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Payung Negeri.
Diperoleh tanggal 8 Juni 2015.
Rivai, V. (2007). Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Jakarta: Grafindo
Roesli, U. (2005). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trumbus Agriwidya
Setiawirawan, Y. F. (2010). Pemodelan lama pemberian ASI Eksklusif pada rumah
tangga miskin dengan metode regresi pohon di Sulawesi Tengah. Tidak
dipublikasikan: Program Sarjana Jurusan Statistika ITS Surabaya.
A.
50
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PEMILIHAN
SUSU FORMULA PADA BAYI DI DESA PATUMBAK KECAMATAN
PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama
:
2. Umur
:
3. Pendidikan
:
B. PENGETAHUAN
No
Pertanyaan
1 Susu formula adalah susu yang diproduksi oleh
industri untuk keperluan asupan gizi yang diperlukan
bayi.
2 Pemberian susu formula diindikasikan untuk bayi
yang karena sesuatu hal tidak mendapatkan ASI
3 Pemberian susu formula adalah sebagai tambahan jika
produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi.
4 Susu pemula adalah susu formula yang biasa
digunakan sebagai pengganti ASI oleh bayi baru lahir
sampai umur 6 bulan
5 Susu formula dibuat dengan bahan dasar susu sapi
6 Komposisi zat gizinya susu formula dibuat mendekati
komposisi ASI
7 Susu formula dibuat dari susu sapi telah diproses dan
diubah kandungan komposisinya sebaik mungkin agar
kandungannya sama dengan ASI tetapi tidak 100%
sama
8 Susu formula lanjutan yaitu susu formula yang
menggantikan kedua susu formula yang digunakan
sebelumnya dan untuk bayi yang berusia 6 bulan
9 Susu formula harus dengan petunjuk dokter karena
fungsi saluran cerna bayi belum sempurna,
10 Susu formula dibuat dengan merubah bentuk
karbohidrat, protein dan lemak sehingga mudah
dicerna oleh bayi
Ya
Tidak
51
C. SIKAP
No
Pertanyaan
1
Apakah ibu setuju bahwa susu formula adalah susu
yang diproduksi oleh industri untuk keperluan asupan
gizi yang diperlukan bayi.
Apakah ibu setuju bahwa emberian susu formula
diindikasikan untuk bayi yang karena sesuatu hal
tidak mendapatkan ASI
Apakah ibu setuju bahwa pemberian susu formula
adalah sebagai tambahan jika produksi ASI tidak
mencukupi kebutuhan bayi.
Apakah ibu setuju bahwa susu pemula adalah susu
formula yang biasa digunakan sebagai pengganti ASI
oleh bayi baru lahir sampai umur 6 bulan
Apakah ibu setuju bahwa susu formula dibuat dengan
bahan dasar susu sapi
Apakah ibu setuju bahwa komposisi zat gizinya susu
formula dibuat mendekati komposisi ASI
Apakah ibu setuju bahwa susu formula dibuat dari
susu sapi telah diproses dan diubah kandungan
komposisinya sebaik mungkin agar kandungannya
sama dengan ASI tetapi tidak 100% sama
Apakah ibu setuju bahwa susu formula lanjutan yaitu
susu formula yang menggantikan kedua susu formula
yang digunakan sebelumnya dan untuk bayi yang
berusia 6 bulan
Apakah ibu setuju bahwa susu formula harus dengan
petunjuk dokter karena fungsi saluran cerna bayi
belum sempurna,
Apakah ibu setuju bahwa susu formula dibuat dengan
merubah bentuk karbohidrat, protein dan lemak
sehingga mudah dicerna oleh bayi
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Setuju
Tidak
Setuju
D. DATA PEMILIHAN SUSU FORMULA
1. Apakah ibu memilih pemberian susu formula kepada bayi saudara ?
a. Ya
b. Tidak
Apabila ya, apa alasannya ………………………………………………….
52
MASTER DATA
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Pendidikan
0
1
0
1
2
1
0
2
1
0
1
1
2
1
0
2
2
2
1
0
2
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
2
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
2
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
3
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
1
0
4
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
1
0
5
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
6
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
7
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
8
1
0
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
9
1
0
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
10
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
ptot
8
6
4
6
8
3
5
10
3
6
7
5
6
8
6
4
6
8
3
8
6
4
6
8
3
5
10
3
6
5
8
3
5
10
3
pk
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
Sikap
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
1
Pemilihan
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
53
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
1
0
1
1
0
1
0
2
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
6
5
3
6
5
8
3
5
10
3
6
5
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
54
Requencies
Pendidikan
Valid
SD
SMP
SMA
Total
Frequency
17
21
9
47
Percent
36.2
44.7
19.1
100.0
Valid Percent
36.2
44.7
19,4
100.0
Cumulative
Percent
36.2
80.9
100,0
p1
Valid
0
1
Total
Frequency
13
34
47
Percent
27.7
72.3
100.0
Valid Percent
27.7
72.3
100.0
Cumulative
Percent
27.7
100.0
p2
Valid
0
1
Total
Frequency
13
34
47
Percent
27.7
72.3
100.0
Valid Percent
27.7
72.3
100.0
Cumulative
Percent
27.7
100.0
p3
Valid
0
1
Total
Frequency
26
21
47
Percent
55.3
44.7
100.0
Valid Percent
55.3
44.7
100.0
Cumulative
Percent
55.3
100.0
55
p4
Valid
0
1
Total
Frequency
22
25
47
Percent
46.8
53.2
100.0
Valid Percent
46.8
53.2
100.0
Cumulative
Percent
46.8
100.0
p5
Valid
0
1
Total
Frequency
21
26
47
Percent
44.7
55.3
100.0
Valid Percent
44.7
55.3
100.0
Cumulative
Percent
44.7
100.0
p6
Valid
0
1
Total
Frequency
19
28
47
Percent
40.4
59.6
100.0
Valid Percent
40.4
59.6
100.0
Cumulative
Percent
40.4
100.0
p7
Valid
0
1
Total
Frequency
24
23
47
Percent
51.1
48.9
100.0
Valid Percent
51.1
48.9
100.0
Cumulative
Percent
51.1
100.0
p8
Valid
0
1
Total
Frequency
22
25
47
Percent
46.8
53.2
100.0
Valid Percent
46.8
53.2
100.0
Cumulative
Percent
46.8
100.0
56
p9
Valid
0
1
Total
Frequency
23
24
47
Percent
48.9
51.1
100.0
Valid Percent
48.9
51.1
100.0
Cumulative
Percent
48.9
100.0
p10
Valid
0
1
Total
Frequency
17
30
47
Percent
36.2
63.8
100.0
Valid Percent
36.2
63.8
100.0
Cumulative
Percent
36.2
100.0
Pengetahuan
Valid
Baik
Buruk
Total
Frequency
25
22
47
Percent
53.2
46.8
100.0
Valid Percent
53.2
46.8
100.0
Cumulative
Percent
53.2
100.0
Sikap
Valid
Positif
Negatid
Total
Frequency
25
22
47
Percent Valid Percent
53.2
53.2
46.8
46.8
100.0
100.0
Cumulative
Percent
53.2
100.0
Pemilihan
Valid
Tidak
Memilih
Total
Frequency
27
20
47
Percent
57.4
42.6
100.0
Valid Percent
57.4
42.6
100.0
Cumulative
Percent
57.4
100.0
57
Crosstabs
Pengetahuan * Pemilihan
Crosstab
Pengetahuan
Baik
Buruk
Total
Count
Expected Count
% within Pengetahuan
Count
Expected Count
% within Pengetahuan
Count
Expected Count
% within Pengetahuan
Pemilihan
Tidak
Memilih
20
5
14.4
10.6
80.0%
20.0%
7
15
12.6
9.4
31.8%
68.2%
27
20
27.0
20.0
57.4%
42.6%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
df
(2-sided)
a
11.113
1
.001
9.229
1
.002
Exact Sig.
(2-sided)
Total
25
25.0
100.0%
22
22.0
100.0%
47
47.0
100.0%
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
11.568
1
.001
Fisher's Exact Test
.001
.001
Linear-by-Linear
10.877
1
.001
Association
N of Valid Cases
47
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
9.36.
b. Computed only for a 2x2 table
58
Sikap * Pemilihan
Crosstab
Sikap
Positif
Negatif
Total
Count
Expected Count
% within Sikap
Count
Expected Count
% within Sikap
Count
Expected Count
% within Sikap
Pemilihan
Tidak
Memilih
21
4
14.4
10.6
84.0%
16.0%
6
16
12.6
9.4
27.3%
72.7%
27
20
27.0
20.0
57.4%
42.6%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
df
(2-sided)
a
15.405
1
.000
13.171
1
.000
Exact Sig.
(2-sided)
Total
25
25.0
100.0%
22
22.0
100.0%
47
47.0
100.0%
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
16.344
1
.000
Fisher's Exact Test
.000
.000
Linear-by-Linear
15.077
1
.000
Association
N of Valid Cases
47
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
9.36.
b. Computed only for a 2x2 table
Download