Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan

advertisement
 ANA
ALISIS GE
ENDER TE
ERHADAP TINGKAT
T KEBERH
HASILAN
PELAKS
SANAAN CSR BIDA
ANG PEMB
BERDAYA
AAN EKON
NOMI LOK
KAL
PT HOL
LCIM IND
DONESIA Tbk
T
(Kasus: Baitul
B
Maall wa Tamwiil/BMT Swadaya Prib
bumi,
Desa Kembang
K
K
Kuning,
Keecamatan Klapanung
K
gal, Kabup
paten Bogor,
Prrovinsi Jaw
wa Barat)
Oleh:
DEBBIE
E LUCIAN
NI PRASTIIWI
I340800
059
DEP
PARTEME
EN SAINS
K
KOMUNIK
KASI DAN PENGEM
MBANGAN MASYAR
RAKAT
FAKULTA
AS EKOLO
OGI MANUSIA
INSTITU
UT PERTA
ANIAN BOG
GOR
2012
2
Kupersembahkan untuk:
Kedua orang tuaku, Mamahku tersayang Jubaedah
dan Papahku tersayang Tjeng Min Latif yang telah
mendidikku dengan penuh kasih sayang dan selalu
mendoakanku dalam setiap doa mereka.
Terima kasih Mamah dan Papah..
ABSTRACT
DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Gender Analysis for CSR
Implementation of Local Economic Empowerment PT Holcim Indonesia Tbk
Succes Rate (Case: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Kembang
Kuning Village, Klapanunggal Sub-district, Bogor District, West Java Province).
(Supervised by TITIK SUMARTI).
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi is Corporate Social
Responsibility (CSR) of local economic empowerment by PT Holcim Indonesia
Tbk. Gender analysis is used as an analysis tools to see the success rate of BMT
Swadaya Pribumi from a gender perspective by understanding the roles (division
of labour) in the household, access, control to get resources (credit, training, and
mentoring efforts), and the benefits for participants. The result shows that BMT is
successful and it has considerd gender practical and strategic gender needs are
different between the participants of women and men.
Key words:
local economic empowerment, gender analysis, roles (division of
labor) in the household, access, control, benefits, practical needs
and strategic needs.
RINGKASAN
DEBBIE LUCIANI PRASTIWI. I34080059. Analisis Gender terhadap Tingkat
Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim
Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa
Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI).
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi merupakan salah satu
bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) bidang pemberdayaan ekonomi
lokal yang telah berhasil dilakukan oleh PT Holcim Indonesia Tbk. Dua produk
BMT Swadaya Pribumi, yaitu produk pembiayaan dan produk simpanan. Salah
satu produk dari BMT Swadaya Pribumi yang diteliti dalam penelitian ini adalah
produk pembiayaan atau kredit. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur oleh
pihak BMT Swadaya Pribumi dan PT Holcim Indonesia Tbk melalui peningkatan
aset dan jumlah peserta dari tahun ke tahun, namun apakah produk pembiayaan
BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan
kebutuhan strategis gender peserta perempuan dan peserta laki-laki?
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) Karakteristik
individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor internal peserta yang
meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat
pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi, 2) Peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi
dalam rumahtangga peserta, 3) Kesetaraan gender
yang meliputi akses dan
kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang dinikmati peserta produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 4) Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan
strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi, 5) Hubungan antara
kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor
dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi penelitian dengan
pertimbangan Desa Kembang Kuning termasuk kawasan Ring 1 penerima
v
program CSR PT Holcim Indonesia Tbk, salah satunya program pembiayaan
usaha mikro dari Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi. Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survai
dan didukung oleh pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam
terhadap narasumber serta observasi. Sampel penelitian berjumlah 30 responden
yang diambil secara acak non-proposional (non-propotional random sampling)
dan terdiri atas 15 orang responden perempuan dan 15 responden laki-laki.
Pengujian hipotesis dalam penelitan ini menggunakan uji non-parametik Chi
Square dan uji korelasi Rank Spearman. Pemilihan informan dilakukan secara
sengaja (purposive) dengan teknik bola salju. Informan kunci yang dipilih adalah
pihak Community Relation PT Holcim Indonesia Tbk, pengurus BMT Swadaya
Pribumi, tokoh masyarakat, beserta masyarakat Desa Kembang Kuning,
Kecamatan Klapanunggal yang memperoleh manfaat dari program BMT Swadaya
Pribumi.
Teknik analisis gender yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1)
analisis terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, 2) analisis akses peserta terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 3) analisis kontrol peserta terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, 4) analisis manfaat yang dinikmati
peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, dan 5) analisis keberhasilan
BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan
strategis gender peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.
Hasil penelitian terhadap peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga
peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi menunjukkan bahwa peserta
perempuan memiliki beban kerja yang berlebih (over burden) daripada peserta
laki-laki, disamping bekerja untuk merawat dan mengurusi keluarga (kegiatan
reproduktif), serta mengikuti kegiatan sosial-kemasyarakatan, sebagian besar
peserta perempuan juga membantu menopang perekonomian keluarga dengan
mencari nafkah (kegiatan produktif). Tingkat akses atau peluang peserta
perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya
Pribumi sama-sama tinggi, namun jumlah peserta laki-laki yang memiliki akses
tinggi untuk memperoleh sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi relatif lebih
vi
banyak daripada peserta perempuan. Selain memliki akses yang tinggi, peserta
laki-laki juga memiliki kontrol atau kendali yang lebih tinggi daripada peserta
perempuan dalam memperoleh sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi. Hal
yang menarik dalam penelitian ini adalah peserta laki-laki merasa bahwa manfaat
yang mereka nikmati lebih rendah daripada manfaat yang dinikmati oleh peserta
perempuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat akses dan kontrol yang
tinggi dari peserta laki-laki ternyata tidak memberikan manfaat yang sama
tingginya bagi peserta laki-laki.
Akumulasi dari ketiga variabel, yaitu akses, kontrol, dan manfaat
menjadi penilaian dalam mengukur kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi. Baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan sama-sama
menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah
setara gender, namun persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih tinggi
daripada peserta perempuan. Hal ini dikarenakan peserta laki-laki memiliki akses
terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dan kontrol terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi yang lebih besar daripada yang dimiliki
oleh peserta perempuan.
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini diukur melalui
pemenuhan kebutuhan gender, yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis
gender. Pemenuhan kebutuhan praktis yang dirasakan oleh peserta perempuan
lebih tinggi daripada yang dirasakan peserta laki-laki sedangkan dari segi
pemenuhan kebutuhan strategis, peserta laki-laki merasakan tingkat pemenuhan
kebutuhan strategis yang lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hasil dari
pendekatan secara kuantitatif menunjukkan bahwa baik peserta laki-laki maupun
peserta perempuan menyatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah
berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dan
dapat dikatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah
responsif gender. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi Rank Spearman yang
menunjukkan tingkat kesetaraan gender gender yang setara dalam BMT Swadaya
Pribumi berhubungan dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam
memenuhi kebutuhan praktis dan strategis gender peserta produk pembiayaan.
ANA
ALISIS GE
ENDER TE
ERHADAP TINGKAT
T KEBERH
HASILAN
PELAKS
SANAAN CSR
C
BIDA
ANG PEMB
BERDAYA
AAN EKON
NOMI LOK
KAL
PT HOL
LCIM IND
DONESIA Tbk
T
(Kasus: Baitul
B
Maall wa Tamwiil/ BMT Sw
wadaya Prib
bumi
Desa Kembang
K
K
Kuning,
Keecamatan Klapanung
K
gal, Kabup
paten Bogor,
Prrovinsi Jaw
wa Barat)
Oleh:
DEBBIE
E LUCIAN
NI PRASTIIWI
I340800
059
SKRIP
PSI
Sebagai Bagian
B
Perrsyaratan untuk
u
Mem
mperoleh Gelar
G
Sarjan
na Komuniikasi
dan Pen
ngembanga
an Masyaraakat
Pada
a
Fakultaas Ekologi Manusia, Institut
I
Perrtanian Boggor
DEP
PARTEME
EN SAINS
K
KOMUNIK
KASI DAN PENGEM
MBANGAN MASYAR
RAKAT
FAKULTA
AS EKOLO
OGI MANUSIA
INSTITU
UT PERTA
ANIAN BOG
GOR
2012
2
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:
Nama Mahasiswa
: Debbie Luciani Prastiwi
NIM
: I34080059
Judul Studi
:Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan
Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal
PT Holcim Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal wa
Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa Kembang Kuning,
Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS
NIP. 19610927 198601 2001
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Pengesahan:
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS
GENDER
TERHADAP
TINGKAT
KEBERHASILAN
PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL
PT HOLCIM INDONESIA TBK (KASUS: BAITUL MAAL WA TAMWIL/
BMT SWADAYA PRIBUMI, DESA KEMBANG KUNING, KECAMATAN
KLAPANUNGGAL, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT)”
BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Januari 2012
Debbie Luciani Prastiwi
I34080059
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah penulis
bernama Tjeng Min Latif dan Ibu penulis bernama Jubaedah. Adik-adik penulis
bernama Ferdy Arrahman Damin dan Adelia Angeline Hafidzah. Penulis lahir di
Bogor pada tanggal 6 November 1990. Penulis menamatkan pendidikan Taman
Kanak-Kanak di TK Akbar Bogor pada tahun 1995-1996, SD Negeri Gunung
Gede Bogor pada tahun 1996-2002, SMP Negeri 8 Bogor pada tahun 2002-2005,
dan SMA Negeri 6 Bogor pada tahun 2005-2008. Setelah lulus SMA, penulis
melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Angkatan 45.
Kegiatan penulis selama menempuh studi di IPB adalah menjadi asisten
praktikum Mata Kuliah (MK) Sosiologi Umum (KPM 130) pada program Tingkat
Persiapan Bersama (TPB) dan mengikuti kursus Bahasa Mandarin level 1A di
Lembaga Bahasa IPB. Penulis juga bergabung di Himpunan Mahasiswa Peminat
Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai
anggota Divisi Public Relation (2009-2010).
Kegiatan magang yang dilakukan penulis, yaitu magang sebagai pengajar
di Playgroup and Childcare Rumah Kita Bogor, magang di Pusat Studi
Pengembangan Pedesaan dan Pertanian (PSP3) IPB, dan saat ini menjadi pengajar
di lembaga bimbingan belajar BTA 8 Bogor. Selama menjadi mahasiswi, penulis
mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Prestasi yang
diperoleh penulis, yaitu juara III Lomba Public Speaking yang diadakan BEM
FEM 2009, Finalis Duta Fema 2011, dan mengikuti Program Akselerasi
Departemen SKPM.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Gender terhadap Tingkat
Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT Holcim
Indonesia Tbk (Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil/BMT Swadaya Pribumi, Desa
Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat). Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan, motivasi, serta
bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, serta memberikan
arahan, masukan, dukungan, dan saran yang membangun selama
penulisan studi pustaka, proposal penelitian, dan skripsi.
2. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan masukan dan penilaian terhadap skripsi peneliti.
3. Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen dan
penguji petik skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan yang
sangat bermanfaat terhadap penulisan skripsi peneliti.
4. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
5. Keluarga tercinta: Mamah tersayang Jubaedah, Papah tersayang Tjeng
Min Latif, Tante Isam, dan Kedua adikku tersayang Ferdy Arrahman
Damin dan Adelia Angeline Hafidzah, yang telah memberikan
motivasi yang begitu besar bagi penulis melalui doa dan kasih
sayangnya serta melalui dukungan baik secara moril maupun materil.
6. dr. Sri Maryati yang telah memotivasi, mendukung, dan menjadi
inspirasi bagi penulis.
7. Andhi Reza Atmadiputra yang selalu memberikan warna hidup bagi
penulis,
memberikan
motivasi
menyelesaikan skripsi ini.
dan
menemani
penulis
dalam
xii
8. Bapak Ary Wahyu (Koordinator Community Relation PT Holcim
Indonesia Tbk), Bapak Sulaeman (Manajer BMT Swadaya Pribumi),
Ibu Neneng (Sekretaris Desa) yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian, memberikan informasi, dan membimbing
penulis dalam melakukan penelitian.
9. Mas Siwi dan Mba Hana yang telah membimbing dan memberikan
gambaran mengenai lokasi penelitian kepada penulis.
10. Desy Sasana Utami Putri sahabat peneliti sejak kecil yang selalu setia
menjadi sahabat hingga saat ini.
11. Brownies Crew (Andhin, Mba Dea, Fardil, Desyang, Didit, Gladis)
yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi peneliti sejak
SMA hingga saat ini.
12. Teman-teman Program Akselerasi SKPM 45 (Irna, Yessy, Nisa, Ary,
Dini, Didit, Mareta, Shella, Selvi, Mila, Febli, Agus, Putri, Rika, Ifa)
yang telah bersama-sama berjuang menyelesaikan skripsi dan
memberikan semangat bagi penulis.
13. Seluruh teman-teman SKPM 45 yang telah memberikan motivasi dan
keceriaaan selama penulis menyelesaikan kuliah di SKPM IPB.
14. Masyarakat Desa Kembang Kuning yang telah banyak membantu
memberikan informasi terkait penelitian ini.
15. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Bogor, Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xx
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 8
1.4
Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 9
BAB II
PENDEKATAN KONSEPTUAL ...................................................... 10
2.1 Tinjauan Pustaka.......................................................................................... 10
2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) ............................................. 10
2.1.2 Baitul Maal wa Tamwil ...................................................................... 15
2.1.3 Tujuan ke-3 MDGs ............................................................................ 16
2.1.4 Definisi Gender .................................................................................. 18
2.1.5 Kesetaraan dan Keadilan Gender ....................................................... 19
2.1.6 Peran (Pembagian Kerja) Gender....................................................... 21
2.1.7 Analisis Gender dalam CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal 22
2.2
Kerangka Pemikiran .................................................................................... 28
2.3
Hipotesis Pengarah ...................................................................................... 31
2.4
Definisi Konseptual ..................................................................................... 32
2.5
Definisi Operasional .................................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 37
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 37
3.2
Pendekatan Penelitian .................................................................................. 37
3.3
Teknik Pemilihan Informan dan Responden ............................................... 38
3.4
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 38
3.5
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 39
3.5.1 Uji Chi Square.................................................................................... 40
3.5.2 Uji Korelasi Rank Spearman .............................................................. 41
BAB IV
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI ....................................................... 43
GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT)
SWADAYA PRIBUMI ...................................................................... 48
xiv
5.1
Sejarah Singkat BMT Swadaya Pribumi ..................................................... 48
5.2
Visi dan Misi BMT Swadaya Pribumi ........................................................ 49
5.3
Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi ............................................... 49
5.4
Produk Pembiayaan ..................................................................................... 50
5.5
Produk Simpanan ......................................................................................... 51
5.6
Kepedulian Sosial ........................................................................................ 52
5.7
Persyaratan................................................................................................... 53
5.8
Karakteristik Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ............ 56
5.8.1 Umur .................................................................................................. 56
5.8.2 Status Pernikahan ............................................................................... 58
5.8.3 Tingkat Pendidikan ............................................................................ 59
5.8.4 Jenis Usaha ......................................................................................... 61
5.8.5 Tingkat Pendapatan ............................................................................ 64
BAB VI
6.1
PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA
PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI
............................................................................................................ 66
Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta .............................. 66
6.2
Ikhtisar ......................................................................................................... 69
BAB VII
7.1
ANALISIS GENDER TERHADAP PELAKSANAAN PRODUK
PEMBIAYAAN BMT SAWADAYA PRIBUMI ............................. 71
Akses Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi ............. 71
7.2
Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi .......... 75
7.3
Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi ........................................................................................................ 77
7.4
Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi ..................................... 80
7.5
Ikhtisar ......................................................................................................... 82
BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK
PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT
SWADAYA PRIBUMI ...................................................................... 83
8.1 Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi
..................................................................................................................... 84
8.2
Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi ......................................................................................... 86
8.3
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi ......................................................................................... 87
8.4
Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya
Pribumi ........................................................................................................ 88
8.5
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi ......................................................................................... 89
xv
8.6
Ikhtisar ......................................................................................................... 90
BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI ......... 93
9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis
dan kebutuhan strategis Gender ................................................................... 93
9.2
Analisis Gender terhadap Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi ............... 97
9.3
Ikhtisar ....................................................................................................... 102
BAB X
PENUTUP ........................................................................................ 103
10.1 Kesimpulan ................................................................................................ 103
10.2 Saran .......................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 106
LAMPIRAN ........................................................................................................ 110
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19 Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan ............................................ 12 Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs .................................................. 17 Klasifikasi Tiga Peran Gender: Peran Reproduktif, Peran Produktif,
dan Peran Sosial ................................................................................. 22 Konsep dan Pengertian Istilah Gender ............................................... 23 Definisi Operasional Penelitian Analisis Gender terhadap Tingkat
Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi
Lokal PT Holcim Indonesia Tbk ........................................................ 33 Jenis dan Sumber Data Penelitian ...................................................... 39 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan/Tanah di Desa Kembang
Kuning, 2009 ...................................................................................... 44 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2009 ........................................ 45 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning Berdasarkan
Mata Pencaharian, 2009 ..................................................................... 46 Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan
Tingkat Pendidikan, 2009 .................................................................. 47 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur
Median dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ............ 56 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur
Produktif Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011
............................................................................................................ 57 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan
dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011.......................... 58 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ...... 60 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang
Ditamatkan, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Kelamin di Desa Kembang
Kuning, 2011 ...................................................................................... 60 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Jenis Usaha dan
Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ................................ 62 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan
Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011...... 63 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ...... 64 Jumlah dan Persentase Pembagian Keja dalam Rumahtangga
Responden .......................................................................................... 67 xvii
Tabel 20 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Peserta
terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis
Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ......................................... 72 Tabel 21 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol terhadap
Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di
Desa Kembang Kuning, 2011 ............................................................ 75 Tabel 22 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati
oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis
Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ......................................... 78 Tabel 23 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan
Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning,
2011 .................................................................................................... 81 Tabel 24 Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara
Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam
BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ................. 83 Tabel 25 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender menurut Umur
(Median) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011 ..................... 85 Tabel 26 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang
Kuning, 2011 ...................................................................................... 86 Tabel 27 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa
Kembang Kuning, 2011 ..................................................................... 87 Tabel 28 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendidikan Responden di Desa
Kembang Kuning, 2011 ..................................................................... 88 Tabel 29 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di
Desa Kembang Kuning, 2011 ............................................................ 89 Tabel 30 Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendapatan Responden di Desa
Kembang Kuning, 2011 ..................................................................... 89 Tabel 31 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Pemenuhan Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 ...... 94 Tabel 32 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 ... 95 Tabel 33 Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011
............................................................................................................ 97 Tabel 34 Hasil Analisis Uji Statistik Rank Spearman antara Akses, Kontrol,
Manfaat, dan Kesetaraan Gender terhadap Tingkat Keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ........................... 98 Tabel 35 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Akses Responden dalam Memperoleh Sumberdaya
BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ................. 99 xviii
Tabel 36 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Kontrol Responden dalam Memperoleh Sumberdaya
BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ............... 100 Tabel 37 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Manfaat yang Responden Nikmati dari BMT
Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ......................... 100 Tabel 38 Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di
Desa Kembang Kuning, 2011 .......................................................... 101 DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20
Triple Bottom Line ........................................................................... 13
Perbedaan Seks dan Gender ............................................................. 19
Bagan Analisa SWOT ...................................................................... 27
Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan
Pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi ............................................... 30
Peta Lokasi Penelitian ...................................................................... 43
Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi ................................... 49
Flow Chart Proses Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi ................ 55
Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis
Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ....................................... 57
Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur Produktif
Bekerja dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 .......... 58
Persentase Sebaran Responden menurut Status Pernikahan dan Jenis
Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ....................................... 59
Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011.... 61
Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha
dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ....................... 63
Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan
Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 .............................. 65
Persentase Responden Menurut Tingkat Akses Memperoleh
Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di
Desa Kembang Kuning, 2011 .......................................................... 72
Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol Memperoleh
Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di
Desa Kembang Kuning, 2011 .......................................................... 76
Persentase Responden Menurut Manfaat yang Dinikmati oleh
Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan Jenis
Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011 ....................................... 78
Persentase Responden berdasarkan Tingkat Kesetaraan Gender
dalam BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 .... 81
Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan
Kebutuhan Praktis di Desa Kembang Kuning, 2011 ....................... 94
Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pemenuhan
Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011 .................... 96
Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011 ........................ 97
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Kuesioner Penelitian ...................................................................... 111
Panduan Wawancara Mendalam .................................................... 118
Hasil Olah Data Primer .................................................................. 122
Kerangka Sampling dan Sampel Penelitian ................................... 128
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan
pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI),
dan Gender Empowerment Measure (GEM). Ketiga pengukuran tersebut memiliki
tujuan untuk mengevaluasi kualitas hidup dan pembangunan manusia serta
mengukur kesetaraan dan keadilan gender secara global. Nilai HDI Indonesia
tahun 2007-2008 berada pada peringkat 107 dan tahun 2009 HDI Indonesia
mengalami penurunan, yaitu berada pada peringkat 111 dengan predikat Medium
Human Development1. Nilai GEM Indonesia tahun 2009 berada pada peringkat 96
dari 177 negara2. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup
manusia di Indonesia masih tergolong lebih rendah daripada negara ASEAN
lainnya, seperti Malaysia dan Singapura. Nilai HDI Malaysia tahun 2009 berada
pada peringkat 66 dan GEM Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 68
dengan predikat High Human Development 3. Negara ASEAN lainnya adalah
Singapura yang termasuk negara dengan predikat Very High Human
Development. HDI Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 23 dan GEM
Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 164. Hasil dari HDI, GDI, dan GEM
Indonesia yang rendah menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan gender
(gap) antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan.
Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender terdapat pada peran (pembagian kerja),
akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dalam pembangunan nasional.
Kebijakan Nasional GBHN Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2000 tentang Pogram Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 20002004 merupakan salah satu upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
(KKG) dalam pembangunan nasional. Bentuk upaya lainnya yang dilakukan
1
[HDI] Human Development Report. 2009. Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh
28 April 2010]. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf 2
[HDI] Human Development Report. 2009. Gender Empowerment Measure (GEM). [Internet].
[diunduh 28 April 2010]. Format/ Ukuran: PDF/ 113 KB. Dapat diunduh dari:
http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf 3
Ibid.
4
Ibid.
2
pemerintah adalah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan
Gender
(PUG)
dalam
Pembangunan
Nasional.
Pengarusutamaan Gender adalah:
“Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender
menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional”.
PUG tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah. Upaya secara global juga dilakukan melalui
Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium
yang merupakan hasil dari Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara,
termasuk Indonesia dan ditandatangani oleh 147 Kepala Negara dan Pemerintahan
pada UN Millennium Summit yang diadakan bulan September tahun 2000. MDGs
mengandung delapan tujuan utama yang harus dapat terealisasikan pada tahun
2015. Kedelapan tujuan tersebut, yaitu: 1) memberantas kemiskinan ekstrim dan
kelaparan; 2) dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal; 3)
memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) mengurangi
tingkat mortalitas anak; 5) memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil; 6)
memerangi HIV/AIDS; malaria dan penyakit lain; 7) menjamin kelestarian
lingkungan; 8) menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan.
Tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam berkaitan dengan isu gender yang
merupakan suatu upaya memasukkan kepentingan atau kebutuhan perempuan
dalam pembangunan, sedangkan tujuan ketujuh dan tujuan kedelapan merupakan
upaya mencapai pembangunan berkelanjutan (UNDP Indonesia, 2007).
Salah satu program perusahaan yang sedang gencar dilakukan saat ini
adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga sebagai tanggung
jawab sosial perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable
Development, CSR adalah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk
berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi,
sementara pada saat yang sama meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan
3
keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas. CSR
merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan
(stakeholder), yaitu pemegang saham, karyawan, konsumen, masyarakat luas, dan
pemangku kepentingan lainnya.
Konsep dan implementasi CSR mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. CSR tidak lagi bersifat sukarela tetapi merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh setiap perusahaan (korporat) atau perseroan yang berkaitan
dengan sumberdaya alam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan pada tanggal 20 Juli
2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan: 1) Perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
(TJSL);
2) TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran; 3) Perseroan yang tidak melaksanakan
kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
CSR tidak lagi berorientasi pada nilai perusahaan semata (single bottom
line), yaitu aspek ekonomi (profit), melainkan harus berorientasi pada tiga pilar
utama (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi (profit), aspek sosial (people),
dan aspek lingkungan (planet) yang saling bersinergi memberdayakan masyarakat
(Solihin, 2009). CSR tidak hanya menjadi suatu bentuk kewajiban tetapi juga
dapat menjadi bentuk promosi perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa program
CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability)
usaha (Wibisono, 2007). Setiap perusahaan memiliki berbagai bentuk kebijakan,
program, atau kegiatan dalam mengimplementasikan CSR.
PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen, beton jadi dan
aggregate terkemuka serta terintegrasi dengan keunikan dan perluasan usaha
waralaba yang menawarkan solusi menyeluruh untuk pembangunan rumah, dari
penyediaan bahan material sampai rancangan yang cepat serta konstruksi yang
aman. Tahun 2008, merek Holcim memperoleh penghargaan Superbrand yang
pertama kali untuk industri semen dan juga memperoleh penghargaan pertama
untuk kategori lingkungan dalam Sustainable Development Reporting Awards.
4
Pada tahun yang sama PT Holcim Indonesia Tbk juga memperoleh penghargaan
dari Presiden Republik Indonesia untuk keselamatan kerja, tahun 2006 meraih
penghargaan dari Dupont atau Warta Ekonomi sebagai "Most caring company for
safety" serta mendapatkan medali emas dari Kepolisian Republik Indonesia untuk
manajemen keamanan. Sebagai produsen pemanfaatan energi dan sumberdaya
bahan mentah, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki tanggung jawab atas dampak
operasional perusahaan. Bentuk tanggung jawab tersebut salah satunya melalui
program CSR, diantaranya program infrastruktur, sosial, pendidikan, dan
pemberdayaan ekonomi lokal. CSR PT Holcim Indonesia Tbk diberikan kepada
masyarakat yang terkena dampak operasional dari kegiatan produksi yang
dilakukan perusahaan. Desa-desa sekitar yang terkena dampak operasional
tersebut dibagi ke dalam tiga ring berdasarkan jarak wilayah dan besarnya dampak
yang dirasakan masyarakat, yaitu Ring 1, Ring 2, dan Ring 3.
Pemberdayaan ekonomi lokal tanggung jawab sosial PT Holcim
Indonesia Tbk terdiri dari penyerapan tenaga kerja, penyediaan peralatan dan
pelatihan kejuruan serta pembiayaan usaha mikro melalui Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) Swadaya Pribumi. CSR perusahaan, salah satunya dalam bidang
pemberdayaan ekonomi lokal merupakan bentuk upaya merealisasikan tujuan
pertama MDGs untuk mengurangi kemiskinan masyarakat. BMT Swadaya
Pribumi merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola
keuangan masyarakat yang menggunakan sistem syari’ah dalam pengelolaan dan
pembagian hasilnya. Sasaran dari BMT Swadaya Pribumi adalah masyarakat
sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong yang termasuk ke dalam Ring 1, Ring
2, dan Ring 3 wilayah yang terkena dampak operasional perusahaan. Desa
Kembang Kuning dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi
penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning merupakan salah satu
desa pada Ring 1 yang terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional
Holcim Indonesia Pabrik Narogong.
Kegiatan BMT Swadaya Pribumi melibatkan kontribusi dari berbagai
pihak untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat
melalui produk pembiayaan (kredit) dan produk simpanan (tabungan). Menurut
penuturan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong,
5
BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu program CSR Holcim yang sukses
dan berkelanjutan5. Hingga Desember 2010, sudah lebih dari 3.000 warga sekitar
Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah mendapatkan manfaat fasilitas tabungan
dan pinjaman dana untuk pengembangan usaha ataupun kebutuhan lainnya.
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memberikan manfaat bagi
pesertanya telah diakui oleh pihak perusahaan dan pengurus BMT Swadaya
Pribumi,
namun
apakah
keberhasilan
BMT
Swadaya
Pribumi
telah
mempertimbangkan kebutuhan atau kepentingan yang berbeda antara peserta
perempuan dan peserta laki-laki? Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis
gender terhadap keberhasilan BMT Swadaya Pribumi, khususnya pada produk
pembiayaan (kredit) untuk mengetahui apakah program BMT Swadaya Pribumi
telah mempertimbangkan kesetaraan gender antara peserta perempuan dan peserta
laki-laki dalam pelaksanaannya? dan apakah program BMT Swadaya Pribumi
masih bersifat bias gender6, netral gender7, atau telah responsif gender8?
1.2
Perumusan Masalah
Kegiatan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan perekonomian
keluarga merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami sebagai kepala
keluarga sedangkan seorang istri memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga
dan rumahtangga melalui kegiatan yang bersifat domestik. Pandangan patriarkhi
tersebut dianut oleh sebagian besar penduduk di Indonesia. Ketika laki-laki tidak
mampu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya, maka perempuan akan
memanfaatkan sisa waktu istirahat mereka untuk bekerja mencari nafkah
tambahan. Biasanya pekerjaan yang dipilih oleh perempuan dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarganya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan di
rumah, seperti berdagang. Pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan mikro,
seperti bank, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan lainnya menjadi salah satu
5
Hasil wawancara dengan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong
pada tanggal 9 September 2011.
6
Bias gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang memihak pada salah satu jenis kelamin.
7
Netral gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah
satu jenis kelamin.
8
Responsif gender adalah kebijakan, program, atau kegiatan yang telah memperhitungkan
kepentingan perempuan dan laki-laki.
6
pilihan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga dan menambah modal
usaha. Kredit merupakan salah satu jenis dari sumberdaya ekonomi. Menurut
Simatauw et al. (2001), marginalisasi
atau peminggiran yang dialami oleh
perempuan terlihat dari lemahnya kesempatan perempuan terhadap sumbersumber ekonomi. Proyek-proyek untuk membangkitkan pendapatan perempuan
seringkali untuk kegiatan-kegiatan marginal dengan potensi pasar yang terbatas
dan hasil kerja kecil, serta didasarkan pada asumsi pendapatan yang diperoleh
perempuan hanyalah pendapatan tambahan dari pendapatan yang diperoleh lakilaki. Selain itu, pinjaman untuk laki-laki seringkali lebih besar dan berjangka
lebih panjang daripada yang diberikan untuk perempuan, namun perempuan
memiliki tingkat pengembalian kredit yang tinggi (Handayani dan Sugiarti,
2008).
Produk pembiayaan (kredit) BMT Swadaya Pribumi merupakan
pemberian
modal
atau
pinjaman
usaha
dan
kebutuhan
lainnya
yang
pembayarannya dapat dilakukan secara mengangsur. Terdapat empat jenis produk
pembiayaan dengan ketentuan yang berbeda, yaitu murabahah, mudharabah,
ijarah, dan musyarakah. Produk pembiayaan tidak sebatas diberikan kepada para
peserta produk pembiayaan yang membutuhkan permodalan bagi usahanya, tetapi
juga diberikan kepada peserta produk pembiayaan yang membutuhkan dana
segera untuk kebutuhan lainnya, seperti biaya sekolah, pengobatan, dan
pembiayaan lainnya.
Evaluasi terhadap CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal Holcim
Indonesia Pabrik Narogong telah dilakukan oleh berbagai pihak. Rahman (2009)
melakukan evaluasi terhadap CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong, BMT
Swadaya Pribumi melalui lima komponen, yaitu masukan, proses, hasil, manfaat,
dan dampak. Menurut Rahman (2009), proses pengelolaan BMT Swadaya
Pribumi memenuhi indikator pemberdayaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Pembiayaan usaha mikro menyadarkan masyarakat terhadap manfaat usaha mikro,
merubah akses masyarakat terhadap pembiayaan, dan hambatan yang dihadapi,
serta meningkatkan solidaritas ekonomi komunitas. BMT Swadaya Pribumi
memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan kreditur setelah menerima
pembiayaan dan menjalankan usahanya.
7
Analisis pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk dalam upaya
pengembangan masyarakat melalui BMT Swadaya Pribumi juga dilakukan oleh
Asrianti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan
BMT Swadaya Pribumi bersifat partisipatif pada tahapan konsultasi hingga
kontrol masyarakat.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai BMT Swadaya Pribumi,
dapat dikatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam
peningkatan pendapatan peserta, namun manfaat dari keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi apakah sudah dinikmati oleh setiap peserta, baik peserta laki-laki maupun
peserta perempuan? Apakah kebutuhan dan kepentingan antara peserta perempuan
dan peserta laki-laki telah dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya
Pribumi? Sebagai upaya untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan
analisis gender dalam menganalisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
Analisis
gender
dilakukan
dengan
menggunakan
data
terpilah
berdasarkan jenis kelamin, peserta perempuan dan peserta laki-laki. Peserta
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri atas peserta perempuan dan
peserta laki-laki dengan karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis
usaha, dan tingkat pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status
perkawinan) yang beragam. Berdasarkan keterangan dari Manajer BMT Swadaya
Pribumi, jumlah peserta perempuan sekitar 60 persen sedangkan peserta laki-laki
sekitar 40 persen sehingga perempuan yang menjadi peserta BMT Swadaya
Pribumi lebih banyak jumlahnya daripada laki-laki9, namun apakah kuantitas
peserta perempuan yang lebih banyak daripada peserta laki-laki tersebut
mengindikasikan peserta perempuan memiliki akses, kontrol, dan manfaat yang
juga besar terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan
usaha) dari BMT Swadaya Pribumi?
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan pertanyaanpertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi (umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis
9
Hasil wawancara dengan Manajer BMT Swadaya Pribumi pada tanggal 7 Oktober 2011.
8
usaha, dan tingkat pendapatan) terpilah berdasarkan jenis kelamin
(perempuan dan laki-laki) serta hubungannya dengan tingkat
kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi?
2. Bagaimana peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi
dalam rumahtangga peserta?
3. Sejauhmana tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi
dilihat dari akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta
serta hubungannya dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi?
4. Sejauhmana tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari
ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan
strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk menganalisis kesetaraan gender
dalam BMT Swadaya Pribumi dan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam
pemenuhan kebutuhan gender yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta
laki-laki melalui suatu alat analisis, yaitu analisis gender (pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis gender Harvard dan teknik analisis gender Moser).
Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi dan menganalisis:
1. Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai
faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat
pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta
hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
2. Isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami oleh salah satu
pihak (perempuan atau laki-laki) melalui analisis peran (pembagian
kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta.
3. Kesetaraan gender yang meliputi akses, kontrol, dan manfaat yang
dinikmati oleh peserta BMT Swadaya Pribumi.
9
4. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya
pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam
pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi.
5. Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi.
1.4
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan
bagi berbagai pihak yang berminat terhadap studi gender dan terkait dengan CSR
bidang pemberdayaan ekonomi lokal, manfaat tersebut diantaranya:
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman
dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan CSR dan
analisis gender untuk dapat mengetahui Sejauhmana program CSR
pemberdayaan ekonomi lokal BMT Swadaya Pribumi telah responsif
gender.
2. Bagi perusahaan, yaitu PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya
Pribumi diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran
evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, khususnya
BMT Swadaya Pribumi agar dapat menjadi suatu perbaikan bagi
program CSR selanjutnya.
3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan menambah pengetahuan mengenai konsep dan analisis gender
dalam program CSR sebagai suatu upaya untuk mencapai kesetaraan
gender.
BAB II
PENDEKATAN KONSEPTUAL
2.1
2.1.1
Tinjauan Pustaka
Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) telah ada sejak abad ke-17 dan
terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada awal kemunculannya di
tahun 1970-an, konsep CSR telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan
sejak lama. Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat
sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau
menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Potensi dampak negatif dari kegiatan
usaha telah menjadi perhatian pembuat kebijakan sejak dahulu. Tahun 1940-an
istilah community development atau pengembangan masyarakat dipergunakan di
Inggris, tepatnya pada tahun 1948. Pengembangan masyarakat merupakan
pendekatan alternatif berbasis komunitas yang dapat melibatkan pemerintah,
swasta, ataupun lembaga-lembaga non-pemerintah. Pengembangan masyarakat
tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat, namun juga menjadi kebutuhan bagi
perusahaan. Manajer perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap
kepentingan perusahaan tetapi juga memiliki kepentingan pada masyarakat yang
lebih luas dan lingkungan10.
Tahun 1950-an menjadi masa konsep CSR modern. Konsep CSR
dikemukakan oleh Howard R Bowen dalam Solihin (2009) melalui karyanya yang
diberi judul “ Social Responsibilities of The Businessman”. Dua hal yang menjadi
perhatian mengenai CSR pada era tersebut, yaitu pada saat itu dunia bisnis belum
mengenal dunia korporasi sebagaiman kita saat ini dan judul buku Bowen saat itu
masih menyiratkan bias gender karena para pelaku bisnis didominasi oleh kaum
laki-laki (businessman).
10
[CSR Jawa Timur]. T.t. Sejarah CSR. [Internet]. [diunduh 30 Maret 2011]. Format/ Ukuran:
PDF/ 278 KB. Dapat diunduh dari: http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf
11
Tanggung jawab sosial didefinisikan oleh Bowen dalam Solihin (2009)
sebagai:
“The obligations of businessman to pursue those policies, to
make those decisions, or to follow those lines of action which
are desireable in terms of the objectives and values of our
society”.
Tahun 1960-an, Keith Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial
perusahaan diluar tanggung jawab ekonomi. Tahun 1970-1980-an, para pimpinan
perusahaan terkemuka di Amerika serta para peneliti membentuk Commite for
Economic Development (CED). CED membagi tanggung jawab sosial perusahaan
ke dalam tiga lingkaran tanggung jawab, yaitu inner circle of responsibilities:
tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi, intermediate circle
responsibilities: tanggung jawab melaksanakan fungsi ekonomi dan secara
bersamaan juga peka terhadap nilai-nilai atau prioritas sosial, dan outer circle of
responsibilities: mencakup kewajiban perusahaan dalam meningkatkan kualitas
lingkungan sosial. Tahun 1992, diadakan Earth Summit yang dilaksanakan di Rio
de Janeiro. Earth Summit dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama
“Lingkungan
dan
Pembangunan
Berkelanjutan”.
Pertemuan
tersebut
menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil
akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya ecoefficiency dijadikan sebagai prinsip utama dalam berbisnis dan menjalankan
pemerintahan11.
Definisi CSR menurut Sukada et al. (2007) adalah “Segala upaya
manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan,
dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak-dampak
positif di setiap pilar”. Definisi CSR menurut ISO 26000 adalah:
“Responsibility of an organization for the impacts of its
decisions and activities on society and the enviroment throught
transparent and ethical behaviour that is consistent with
sustainable development and welfare of society; tasks into
11
Ibid.
12
account the expectation of stakeholders; is in compliance with
applicable law and consistent international norms of behaviour;
and is integrated throughout the organization”.
Tingkatan tanggung jawab yang dilakukan oleh perusahaan (korporat)
menurut Carroll dan Wood (1991) dalam Zainal (2006) adalah sebagai berikut
ini:
Tabel 1
Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan
Uraian
Tingkatan/ Level
Dimana perusahaan bertanggung jawab untuk
Level Ekonomi
memproduksi barang dan jasa sesuai dengan keinginan
masyarakat, dan menjualnya kepada masyarakat dengan
motif profit.
Perusahaan mematuhi semua peraturan dan kebijakan
Level Legalitas
yang dibuat oleh pemerintah (contoh: pajak, regulasi).
Perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi
Level Etika
keinginan dan ekspektasi dari masyarakat terhadap bisnis
yang dijalankannya, melebihi apa yang seharusnya
dilakukan perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab
legalitasnya.
Perusahaan melakukan tanggung jawabnya melebihi dari
Level Keterbukaan
apa yang diinginkan masyarakat, dan menganggap
perusahaan adalah bagian dari komunitas.
Dua tahapan pertama banyak terjadi pada era tahun 1970 dan 1980 dimana
perusahaan hanya mementingkan dan mengutamakan pada aspek ekonomi dan
legalitas dalam pemenuhan tanggung jawabnya. Pendekatan ini sering disebut
juga sebagai pendekatan corporate philantrophy, yaitu pelaksanaan CSR oleh
perusahaan hanya sebatas dalam bentuk derma atau charity yang diberikan oleh
perusahaan kepada komunitas lokal di sekitar perusahaan. Pada era 1990, arah
tanggung jawab perusahaan beralih ke inisiatif perusahaan itu sendiri untuk
melakukan CSR yang mengedepankan etika.
Triple Bottom Line merupakan tiga prinsip dasar yang terdapat dalam
CSR. Istilah ini dipopulerkan oleh Jhon Elkington pada tahun 1997 melalui
bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century
Business”. Triple bottom line, meliputi economic prosperity, enviromental quality,
dan social justice (Wibisono, 2007). Ketiga prinsip tersebut (3P: People, Planet,
Profit) saling bersinergi satu sama lain.
13
Sosial (People)
Ekonomi (Profit)
Lingkungan (Planet)
Sumber: Wibisono (2007).
Gambar 1 Triple Bottom Line
Profit atau ekonomi menjadi salah satu aspek terpenting dan menjadi
tujuan dalam setiap kegiatan usaha karena merupakan tanggung jawab ekonomi
yang paling esensial terhadap para pemegang saham. People atau sosial
merupakan tanggung jawab sosial dari perusahaan terhadap masyarakat. Planet
atau lingkungan menjadi salah satu tanggung jawab perusahaan atas dampak
negatif dari operasi perusahaannya terhadap lingkungan.
Menurut Wibisono (2007), terdapat empat tahapan penerapan CSR,
yaitu: 1) Tahap perencanaan: tahapan awal dari penerapan CSR, langkah-langkah
yang biasa dilakukan pada tahapan ini antara lain menetapkan visi, misi, tujuan,
kebijakan
CSR,
merancang
struktur
organisasi,
menyediakan
SDM,
merencanakan program operasional, membuat wilayah, dan mengelola dana.
Tahapan ini terdiri atas tiga langkah utama, yaitu awareness building, CSR
assesement, dan CSR manual building; 2) Tahap implementasi: tahapan ini terdiri
atas tiga langkah, yaitu sosialisasi, implementasi, dan internalisasi. Sosialisasi
merupakan tahap memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai
berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR. Implementasi kegiatan
dilakukan sejalan dengan pedoman CSR yang ada. Internalisasi adalah tahap
jangka panjang yang mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di
dalam seluruh proses bisnis perusahaan; 3) Tahap evaluasi: tahap ini merupakan
tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur
Sejauhmana efektivitas penerapan CSR; dan 4) Tahap pelaporan: tahap pelaporan
14
diterapkan untuk membangun sistem informasi material dan relevan mengenai
perusahaan.
Pengembangan masyarakat (community development) merupakan salah
satu upaya bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan. Pengembangan masyarakat dalam CSR melibatkan berbagai
stakeholders dan shareholders dalam implementasinya. Menurut Princes of Wales
Foundation dalam Untung (2008) ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi
implementasi CSR, yaitu 1) menyangkut human capital atau pemberdayaan
manusia, 2) environments (lingkungan), 3) good corporate governance, 4) social
cohesion, yaitu pelaksanaan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan
sosial, 5) economic strenght atau memberdayakan lingkungan menuju
kemandirian di bidang ekonomi.
Peningkatan ekonomi masyarakat lokal adalah konsentrasi CSR pada
eksternal stakeholders. Dengan meningkatkan kemampuan ekonomi komunitas
sekitar perusahaan, maka perusahaan telah turut berpartisipasi mengurangi
kemiskinan yang merupakan tujuan pertama yang tercantum dalam MDGs.
Pemberdayaan ekonomi lokal berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat
mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan pemacu agar terjadi
perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pembangunan ekonomi lokal dapat
digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital) dalam bentuk
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, usaha (business capital) dapat dalam
bentuk pemberian mesin dan peralatan, serta pengetahuan (knowledge capital)
dalam bentuk pemberian pengetahuan (Radyati, 2008). Menurut Hubeis (2010),
pemanfaatan dana CSR dalam konteks ekonomi makro merupakan sarana cerdas
dan tangguh dalam memberdayakan perempuan menuju ketahanan ekonomi
keluarga melalui pendidikan dan model PENDANAAN PLUS (Pelatihan dan
Pendampingan Usaha). Pemberdayaan ekonomi lokal menjadi salah satu program
CSR PT Holcim Indonesia Tbk melalui pelaksanaan Baitul Maal wa Tamwil
Swadaya Pribumi.
15
2.1.2
Baitul Maal wa Tamwil
Sistem ekonomi dan perbankan yang dominan dikembangkan di
Indonesia adalah sistem perbankan konvensional yang menggunakan teori dari
Negara Barat. Perbankan konvesional memberikan permodalan kepada peminjam
modal dengan peraturan yang rumit dan kewajiban membayar bunga yang
ditentukan oleh pihak bank. Berbeda dengan sistem perbankan dari Negara Barat,
sistem perbankan dengan syariat Islam berprinsip pada saling mempercayai antara
pelaku ekonomi sehingga apabila mendapatkan keuntungan ataupun kerugian
akibat jalinan kerjasama akan ditanggung bersama (Koesoemowidjojo, 2000).
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga
keuangan mikro berbasis syariat Islam. Baitul Maal wa Tamwil atau padanan kata
Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil,
dalam rangka meningkatkan derajat dan martabat serta membela kepentingan
kaum fakir miskin. Secara konseptual BMT memiliki dua fungsi:
1)
Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pengembangan harta)
melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil
terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya.
2)
Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat,
infaq, dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan
peraturan dan amanahnya12.
Lembaga keuangan mikro berbasis syari’ah, seperti bank syari’ah,
koperasi syari’ah, atau Baitul Maal wa Tamwil memiliki jenis produk yang tidak
lepas dari akad (perjanjian). Menurut Ascarya (2008), berbagai jenis akad dapat
dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu:
1)
Pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah;
2)
Pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan;
12
Prof. Dr. Ir. M. Amin Azis. Tata Cara Pendirian BMT. [Internet]. [diunduh 3 Januari 2012].
Format/Ukuran:
PDF/
470KB.
Dapat
diunduh
dari:
http://pkesinteraktif.pkes.org/download/bmt_pkes_secure.pdf
16
3)
Pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah;
4)
Pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna;
5)
Pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
6)
Pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.
Salah satu Baitul Maal wa Tamwil yang merupakan bagian dari CSR
suatu perusahaan adalah Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi. BMT
Swadaya Pribumi merupakan salah satu bentuk dari lembaga keuangan mikro
yang berbasis syari’ah yang dibentuk secara bersama oleh pihak Community
Relation PT Holcim Indonesia Tbk dan tokoh masyarakat di Kecamatan
Klapanunggal. BMT Swadaya Pribumi memiliki dua jenis produk, yaitu produk
pembiayaan (murabahah, mudharabah, ijarah, dan musyarakah) dan produk
simpanan (simpanan swadaya pribumi, simpanan pendidikan, simpanan Idul Fitri,
simpanan qurban, dan simpanan berjangka mudharabah). Penjelasan mengenai
BMT Swadaya Pribumi dan jenis produk yang ada di BMT Swadaya Pribumi
dijelaskan pada BAB V.
2.1.3
Tujuan ke-3 MDGs
MDGs memiliki delapan tujuan yang harus dicapai pada tahun 2015,
diantara kedelapan tujuan tersebut terdapat tujuan yang berkaitan dengan
kesetaraan gender, yaitu tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam.
Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan secara lebih spesifik diuraikan
pada tujuan ketiga MDGs: mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan. Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah
mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam meningkatkan kualitas hidup
manusia tanpa membeda-bedakan antara laki-laki maupun perempuan. Meskipun
telah banyak pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa
kesenjangan gender (gender gap) masih ada dalam sebagian besar bidang (UNDP
Indonesia, 2007). Perempuan dan laki-laki memang berbeda, namun tidak untuk
dibeda-bedakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mencapai
kesetaraan dan keadilan gender diantaranya dengan menghilangkan ketimpangan
gender dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan di sektor
17
formal maupun informal, dan berbagai kegiatan atau program lainnya, termasuk
program CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal PT Hocim Indonesia Tbk.
Tabel 2
Indikator dari Tujuan Ketiga MDGs
Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Target 4
Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar
dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan
tidak lebih dari dari tahun 2015
4.1 Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat
pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi, yang
diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan
terhadap anak
laki-laki (%)
4.2 Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24
tahun, yang diukur melalui angka melek huruf
perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender) (%)
4.3 Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK ) perempuan (%)
4.4 T ingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan (%)
4.5 Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan (%)
4.6 T ingkat daya beli (Purchasing Power Parity, PPP) pada
kelompok perempuan (%)
4.7 Proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga publik
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif) (%).
Sumber: UNDP Indonesia (2007).
Tabel 2 menunjukkan indikator atau pengukuran terhadap pencapaian
tujuan ketiga MDGs, yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan. Indonesia dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan ketiga apabila
indikator tersebut telah tercapai dengan optimal. Beberapa tantangan yang
dihadapi untuk mencapai tujuan ketiga, yaitu: 1) menjamin kesetaraan gender
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota,
terutama dibidang-bidang pembangunan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
ekonomi, hukum, dan politik; 2) meningkatkan kualitas hidup dan peran
perempuan melalui aksi afirmasi (affirmative action) di berbagai bidang
pembangunan; 3) meningkatkan kualitas dan kapasitas kelembagaan dan jaringan
pengarusutamaan gender; 4) meningkatkan peran lembaga masyarakat dalam
pemberdayaan perempuan; 5) merevisi peraturan perundang-undangan dan
18
kebijakan yang bias gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan (UNDP,
2007).
2.1.4
Definisi Gender
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19
Desember 2000 tentang Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional yang dimaksud dengan gender adalah konsep yang mengacu pada
pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat
dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Gender
menurut Hubeis (2010) adalah:
“Suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan
hubungan antara perempuan dan laki-laki yang tidak ditentukan
oleh perbedaan biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosialbudaya, politik, dan ekonomi sehingga tidak bersifat kodrati
atau mutlak”.
Selain itu, menurut Hubeis (2010) gender lebih mengacu pada perbedaan
peran sosial serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan
karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pada
pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya
dinilai dan dihargai. WHO (2011) memberi batasan gender sebagai13:
"Gender refers to the socially constructed roles, behaviours,
activities, and attributes that a given society considers
appropriate for men and women”.
(Gender mengacu pada seperangkat peran, perilaku, kegiatan,
dan atribut yang dianggap layak bagi perempuan dan laki-laki,
yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat).
Menurut Simatauw et al. (2001) gender dan jenis kelamin (sex) memiliki
konsep yang berbeda. Gender merupakan bentukan manusia yang tidak mutlak
dan dapat berubah tergantung situasi, kondisi, dan waktu, serta dipengaruhi oleh
13
[WHO] World Health Organization. 2011. What do we mean by "sex" and "gender"?. [Internet].
[dikutip
18
Mei
2011].
Dapat
diunduh
dari:
http://www.who.int/gender/whatisgender/en/index.html
19
budaya dan kehidupan sosial, seperti perempuan
memasak,
mengurus
rumahtangga, mengurus anak, dan kegiatan lainnya. Sedangkan jenis kelamin
(sex) merupakan sesuatu yang bersifat kodrat yang tidak dapat diubah, seperti
perempuan menstruasi, hamil, menyusui, dan ciri-ciri biologis perempuan lainnya.
Laki-laki menghamili, memiliki sperma, dan ciri-ciri biologis lainnya.
Seks
Tidak dapat dipertukarkan (kodrat)
Laki-laki
Ciri dan fungsi
Penis
Jakun
Sperma
Membuahi
Gender
Dapat dipertukarkan dan merupakan
bentukan manusia
Perempuan
Ciri dan fungsi
Vagina
Sel telur
Menyusui
Melahirkan
Laki-laki
Citra/jati diri
/peran
Perempuan
Citra/jatidiri
/peran
Kuat
Rasional
Tampan
Kasar
Maskulin
Publik
Lemah
Emosional
Cantik
Halus/lembut
Feminim
Domestik
Sumber: Depkeu (T.t).
Gambar 2 Perbedaan Seks dan Gender
2.1.5
Kesetaraan dan Keadilan Gender
Instruksi Presiden dalam Pedoman PUG dalam Pembangunan Nasional
mendefinisikan kesetaraan gender sebagai kesamaan kondisi bagi perempuan dan
laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap
perempuan dan laki-laki.
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender antara lain (Simatauw et al. 2001):
1)
Marjinalisasi (peminggiran) ekonomi
Lemahnya kesempatan perempuan meliputi akses dan kontrol perempuan
terhadap
sumber-sumber
ekonomi,
seperti
tanah,
kredit,
pasar.
20
Perempuan
dipinggirkan
dalam
berbagai
kegiatan
yang
lebih
memerlukan laki-laki.
2)
Subordinasi (penomorduaan)
Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin lebih baik, lebih penting, atau
lebih diutamakan dibandingkan jenis kelamin yang lain. Terdapat
batasan-batasan yang berasal dari kultural, agama, atau kebijakan
terhadap perempuan dalam melakukan sesuatu. Perempuan tidak
memiliki peluang untuk mengambil keputusan bahkan yang menyangkut
dengan dirinya. Perempuan diharuskan tunduk terhadap keputusan yang
dibuat oleh laki-laki. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama (a main
breadwinner) sedangkan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan
(secondary breadwinner).
3)
Beban kerja berlebih (over burden)
Pembagian peran dibagi menjadi produktif, reproduktif, memelihara
masyarakat, dan politik masyarakat. Perempuan biasanya memiliki tiga
peran (triple role), yaitu produktif, reproduktif, dan memelihara
masyarakat. Perempuan lebih dominan pada tiga peran tersebut
sedangkan laki-laki lebih dominan pada peran produktif dan politik
masyarakat.
4)
Cap-cap negatif (stereotype)
Pelabelan negatif pada salah satu jenis kelamin, umumnya perempuan.
Perempuan digambarkan sebagai sosok yang emosional, tidak rasional,
lemah, dan lainnya. Padahal laki-laki juga dapat berperilaku seperti itu.
Pelabelan negatif dapat melahirkan ketidakadilan yang merugikan dan
berdampak buruk pada salah satu pihak.
5)
Kekerasan (violence)
Kekerasan berbasis gender didefinisikan sebagai kekerasan terhadap
perempuan. Bentuknya bermacam-macam dapat berupa kekerasan fisik
maupun psikologis. Kekerasan terjadi akibat dari adanya konstruksi
sosial yang sering dibudayakan di dalam masyarakat.
21
2.1.6
Peran (Pembagian Kerja) Gender
Peran (pembagian kerja) gender terlihat dari perbedaan peran atau
kegiatan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki berdasarkan nilai sosialbudaya yang berlaku. Perempuan dan laki-laki dibeda-bedakan dalam melakukan
peran atau kegiatan karena persepsi masyarakat yang lazim terbentuk secara
umum. Peran gender berbeda antar masyarakat atau bahkan antar kelompok di
dalam masyarakat tertentu dan seringkali mengalami perubahan setiap saat. Peran
gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya
tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu atau jenis
kelamin tertentu, namun secara perseorangan ada kemungkinan bahwa seorang
perempuan dan/atau lelaki memiliki peran aktual gender yang bertentangan
dengan peran gender per jenis seks yang dipandang tepat dan lazim serta
disepakati di masyarakat bersangkutan (Hubeis, 2010).
Peran perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga jenis peran,
yaitu peran reproduktif, produktif, dan sosial. Menurut Simatauw et al. (2001)
peran produktif adalah kegiatan yang menghasilkan uang atau mengahasilkan
barang-barang lainnya yang tidak dikonsumsi atau digunakan sendiri, misalnya
bertani, beternak, berburu, menjadi buruh, berdagang. Peran reproduktif adalah
kegiatan-kegiatan yang sifatnya merawat dan mengurusi keperluan keluarga
seperti, merawat anak, mengambil air, memasak (Simatauw et al. 2001). Peran
sosial terdiri dari peran merawat masyarakat dan politik masyarakat. Peran
merawat masyarakat, yaitu kegiatan-kegiatan masyarakat yang sifatnya menjalin
kebersamaan, solidaritas antar masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat, seperti
arisan, pengajian, upacara adat. Peran politik masyarakat yaitu kegiatan-kegiatan
yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang berpengaruh pada kehidupan
masyarakat, seperti pemilihan kepala desa, rapat pembagian tanah, dan lain-lain
(Simatauw et al. 2001).
Menurut Hubeis (2010) peran reproduktif (domestik) adalah peran yang
dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan
pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggan seperti
menyiapkan makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja,
memelihara kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik anak. Peran
22
produktif menurut Hubeis (2010) menyangkut pekerjaan yang menghasilkan
barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan (petani, nelayan,
konsultasi, jasa, pengusaha, dan wirausaha). Peran sosial menurut Hubeis (2010)
adalah peran masyarakat terkait kegiatan jasa dan partisipasi politik.
Tabel 3
Klasifikasi Tiga Peran Gender: Peran Reproduktif,
dan Peran Sosial
Reproduktif
Produktif
Gender
Peran Utama:
1. Acap
1.
Perempuan
Istri, Ibu, Ibu
diansumsikan
Rumahtangga
tidak memiliki
(Keluarga)
peran
produktif
2. Pembantu
2.
(turut) mencari
nafkah
keluarga
Bapak
Peran
Utama:
1.
Lelaki
Kepala keluarga
Mencari nafkah
2.
keluarga
3.
Peran Produktif,
Sosial
Manajemen,
jasa penyuluhan
terkait pada
aspek peran
reproduktif
Pekerja tidak
dibayar
(informal)
Kepemimpinan
Politik
Ketahanan/
militer
4. Pekerja dibayar/
formal
Sumber: Hubeis (2010).
Pembagian peran gender mempengaruhi pembagian kerja, relasi antara
perempuan dan laki-laki, akses dalam memperoleh sumberdaya dan manfaat,
kontrol atau kuasa dalam memperoleh suamberdaya dan manfaat. Implikasi
pembagian kerja gender yang tercantum dalam Panduan Pelatihan PUG (Depkeu,
T.t) adalah sebagai berikut:
1)
Perempuan menjalankan pekerjaan yang beragam dan pergantian peran
yang lebih banyak dan lebih cepat daripada laki-laki
2)
Pekerjaan perempuan lebih banyak berhubungan dengan pekerjaan
rumahtangga dan pengasuhan anak (reproduktif), sementara laki-laki
bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan yang lebih nyata terlihat
oleh masyarakat seperti pekerjaan ekonomi maupun politik.
2.1.7
Analisis Gender dalam CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal
Kegiatan atau program dikatakan telah responsif gender apabila
kebijakan, program, kegiatan atau kondisi yang sudah memperhitungkan
23
kepentingan perempuan dan laki-laki (lihat Tabel 4). BMT Swadaya Pribumi
merupakan program CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong di bidang
pemberdayaan ekonomi lokal yang bergerak sebagai lembaga keuangan mikro
berbasis syari’ah dengan tujuan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat.
Kebutuhan atau kepentingan peserta perempuan dan peserta laki-laki meliputi
kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Analisis gender menjadi suatu
alat analisis untuk mengetahui sejauhmana kesetaraan gender dipertimbangkan
dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi.
Tabel 4
Konsep dan Pengertian Istilah Gender
Pengertian
Konsep
Kondisi atau keadaan seseorang yang tidak memahami tentang
Buta gender
pengertian atau konsep gender (ada perbedaan kepentingan
(gender blind)
antara perempuan dan laki-laki).
Mengenali perbedaan antara prioritas dan kebutuhan
Sadar gender
perempuan dan laki-laki.
(gender aware)
Pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu
Bias gender
jenis kelamin daripada jenis kelamin lain sebagai akibat
pengaturan kepercayaan budaya yang lebih berpihak kepada
laki-laki daripada perempuan dan sebaliknya.
Kebijakan, program, kegiatan, atau kondisi yang tidak
Netral gender
memihak pada salah satu jenis kelamin.
Kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat dan
Sensitif gender
menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari
perspektif gender (disesuaikan dengan kepentingan yang
berbeda antara perempuan dan laki-laki).
Kebijakan, program, kegiatan, atau kondisi yang sudah
Responsif
memperhitungkan kepentingan perempuan dan laki-laki.
gender
Selalu mempertanyakan apakah suatu kebijakan, program,
Peka gender
proyek, atau kegiatan organisasi adalah adil dan berdampak
sama terhadap perempuan dan laki-laki dan hasilnya juga
sama-sama dinikmati oleh perempuan dan laki-laki.
Menggunakan aspek gender untuk membahas atau
Perspektif
menganalisis isu-isu dalam politik, ekonomi, sosial, budaya,
gender
agama, dan psikologi untuk memahami bagaimana aspek
gender tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan, program, proyek, dan dalam kegiatankegiatan pembahasan tersebut dipelajari bagaimana faktor
gender menumbuhkan diskriminasi dan menjadi perintang
bagi kesempatan dan pengembangan diri seseorang.
Sumber: Dephut (2004).
24
Definisi analisis gender dalam Pedoman Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional adalah:
“Proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi
dan memahami pembagian kerja atau peran perempuan dan
laki-laki, akses dan kontrol terhadap sumber-sumberdaya
pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan
manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara
perempuan dan laki-laki yang timpang, yang di dalam
pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti
kelas sosial, ras, dan suku bangsa”.
Analisis gender merupakan suatu alat kunci bagi gender mainstreaming14
untuk memperoleh pemahaman lebih mengenai lingkungan, dampak dan manfaat
dari suatu kegiatan, dan prakarsa pemberdayaan masyarakat bagi perempuan dan
laki-laki. Analisis gender menjadi himpunan dan analisis informasi dan data
mengenai: 1) Peran, kewajiban, dan hak-hak berbeda bagi perempuan dan lakilaki; 2) Kebutuhan, prioritas, peluang, dan hambatan berbeda bagi perempuan dan
laki-laki; 3) Alasan mengapa terjadi perbedaan tersebut; dan 4) Peluang-peluang
serta strategi untuk meningkatkan kesetaraan gender15.
Kegiatan analisa gender tersebut meliputi:
a. Mengidentifikasi kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam
memperoleh manfaat dari kebijakan dan program pembangunan dalam
berbagai aspek kehidupan,
b. Mengidentifikasi
dan
memahami
sebab-sebab
terjadinya
ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dan menghimpun faktorfaktor penyebabnya,
c. Menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender,
d. Menetapkan indikator gender untuk mengukur capaian dari upayaupaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
14
“Gender mainstreaming” adalah proses penilaian dampak dari setiap tindakan yang terencana
terhadap perempuan dan laki-laki.
15
Sophie Dowling. 2008. Analisis Gender: Sebuah Panduan Pengantar Disiapkan untuk PT Kaltim
Prima Coal (KPC) Mitra Proyek. (Alih bahasa dari bahasa Inggris oleh Aria Jalil). [Internet].
[diunduh 30 April 2011]. Format/ Ukuran: PDF/ 431 KB. Dapat diunduh dari:
empoweringcommunities.anu.edu.au/.../Gender%20Analysis%20Toolkit_Bahasa%20Version.pdf
25
Terdapat lima komponen kunci dalam analisis gender tersebut, yaitu:
a. Data yang dipilah-pilah berdasarkan jenis kelamin: data sosialekonomi yang dipilah berdasarkan jenis kelamin dan variabel
demografis, seperti umur, kelompok sosial, dan etnis (kuantitatif
maupun kualitatif),
b. Analisis pembagian tugas: apa, dimana, kapan, dan berapa banyak
yang
dikerjakan
oleh
laki-laki
maupun
perempuan
untuk
menggambarkan tuntutan yang berbeda-beda terhadap waktu dan
tenaga perempuan dan laki-laki, berapa pekerjaan mereka dihargai,
pola kerja musiman dan strategi dalam memenuhi kebutuhan seharihari,
c. Analisis akses dan kontrol,
d. Analisis kebutuhan strategis dan kebutuhan praktis,
e. Analisis konteks sosial: meneliti dan memahami konteks sosial
setempat
(hukum,
sosio-kultural,
agama,
institusi,
kebijakan
pemerintah) yang mempengaruhi peran dan hubungan gender16.
Teknik dalam analisis gender memiliki beberapa model yang telah
dikembangkan oleh beberapa ahli (Depkeu, T.t), yaitu:
1)
Model Harvard
Model Harvard dikembangkan oleh Harvard Institute for International
Development bekerjasama dengan Kantor Women in Development (WID)-USAID.
Model Harvard didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan
kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling awal. Model analisis
Harvard lebih sesuai digunakan untuk perencanaan proyek, menyimpulkan data
basis atau data dasar (Dephut, 2004). Komponen dasar dalam model Harvard,
yaitu:
a. Profil kegiatan (produktif, reproduktif, dan sosial) yang didasarkan
pada pembagian kerja dan data terpilah berdasarkan jenis kelamin,
b. Profil akses dan kontrol,
c. Faktor yang mempengaruhi kegiatan akses dan kontrol,
16
Ibid. h. 7-8.
26
d. Analisis siklus proyek.
2)
Model Moser
Teknik analisis Moser adalah suatu teknik analisis yang membantu
perencana atau peneliti dalam menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam
tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender
dengan
menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan (kesetaraan, keadilan,
anti kemiskinan, efisiensi, penguatan atau pemberdayaan), identifikasi terhadap
peranan majemuk perempuan (reproduksi, produksi, sosial-kemasyarakatan), serta
identifikasi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis (Handayani dan Sugiarti,
2008). Model Moser didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender
bersifat ‘teknis dan politis’, kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam
perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu
‘debat’. Terdapat kelemahan dalam model ini yang tidak memperhitungkan
kebutuhan strategis laki-laki (Dephut, 2004). Komponen dasar model Moser
adalah:
a. Tiga peran gender,
b. Kontrol dan pengambilan keputusan,
c. Kebutuhan strategis dan praktis gender,
d. Matriks
Women
In
Development
(WID)
dan
Gender
And
Development (GAD),
e. Pelibatan organisasi untuk pemastian pemasukan kebutuhan startegis
gender dan kebutuhan praktis gender.
Kebutuhan praktis gender merupakan kebutuhan dasar atau hidup, seperti
pangan, air, tempat tinggal, air, sandang, penghasilan, dan perawatan kesehatan
sedangkan kebutuhan strategis gender merupakan kebutuhan akan kesetaraan
dan pemberdayaan, seperti pemerataan tanggung jawab dan pengambilan
keputusan, akses pendidikan dan pelatihan yang sama17.
17
Nelien Haspels dan Busakorn Suriyasarn. 2005. Panduan Praktis bagi Organisasi: Meningkatkan
Kesetaraan Gender dalam Aksi Penaggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan
Anak. [Internet]. [diunduh 10 Mei 2011]. Format/ Ukuran: PDF/808 KB. Dapat diunduh
dari:https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/--ilojakarta/documents/publication/wcms_150508.pdf
27
3)
Model SWOT
Analisis manajemen dengan cara mengindetifikasikan secara internal
mengenai kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta secara eksternal
mengenai peluang (opportunity) dan ancaman (threats). Aspek internal dan
eksternal tersebut dipertimbangkan dalam rangka menyusun program aksi,
langkah-langkah atau tindakan untuk mencapai sasaran maupun tujuan kegiatan
dengan cara memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan
kelemahan dan ancaman, sehingga dapat mengurangi resiko dan meningkatkan
efektivitas.
STRENGTH
OPPORTUNITY
WEAKNESS
THREATS
Sumber: Depkeu (T.t).
Gambar 3 Bagan Analisa SWOT
4)
Model PROBA
Suatu teknik atau cara analisis gender untuk mengetahui masalah
kesenjangan gender sekaligus menyusun kebijakan program dan kegiatan yang
responsif gender serta rancangan monitoring dan evaluasi.
5)
Model GAP dan POP
Suatu alat analisis gender yang dapat digunakan untuk membantu para
perencanaan dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan
kebijakan, program, proyek, atau kegiatan pembangunan.
Model analisis gender yang dilakukan dalam menganalisis keberhasilan
BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini adalah menggunakan model Harvard
dan model Moser. Kedua model tersebut digunakan dengan pertimbangan
pengukuran keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah keberhasilan
BMT Swadaya Pribumi dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan
strategis gender peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dengan
28
menggunakan profil kegiatan, profil akses, profil kontrol, dan manfaat yang
dirasakan dan diperoleh oleh peserta perempuan dan peserta laki-laki.
2.2
Kerangka Pemikiran
Pihak Comrel Holcim menyatakan BMT Swadaya Pribumi sebagai salah
satu program CSR PT Holcim Indonesia Tbk yang telah berhasil dan
berkelanjutan. Salah satu cara meninjau apakah suatu program telah berhasil atau
tidak adalah melalui ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan
kebutuhan strategis gender (Lu’lu, 2005). BMT Swadaya Pribumi merupakan
salah satu bentuk upaya memberdayakan ekonomi lokal masyarakat sekitar
Holcim Indonesia Pabrik Narogong. Pemberdayaan ekonomi dilakukan melalui
pembiayaan berupa pinjaman (kredit) yang diberikan kepada peserta produk
pembiayaan agar dapat meningkatkan perekonomian dan mengembangkan usaha
sehingga pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi. Menurut Anwar (1997)
dalam Koesoemowidjojo (2000) upaya perbaikan dan peningkatan ekonomi
sangat ditentukan oleh peranan gender.
Analisis gender yang dapat dilihat dari data terpilah gender antara
perempuan dan laki-laki, diantaranya dalam hal akses dan kontrol terhadap
sumberdaya dan manfaat dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesetaraan
gender (ILO, 2001). Analisis gender dalam BMT Swadaya Pribumi dilihat dari
data terpilah peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi berdasarkan
karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat
pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status perkawinan) peserta
perempuan dan peserta laki-laki. Karakteristik individu terpilah antara peserta
perempuan dan peserta laki-laki tersebut merupakan faktor internal yang berasal
dari diri individu masing-masing yang mempengaruhi kesetaraan gender dalam
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.
Kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dianalisis dengan
melihat dan mengukur akses atau peluang peserta produk pembiayaan terhadap
sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan) dari BMT Swadaya
Pribumi, kontrol atau kuasa peserta produk pembiayaan terhadap sumberdaya
(pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan) dari BMT Swadaya Pribumi, dan
29
manfaat yang dinikmati peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
(peningkatan pendapatan, peningkatan status sosial, pemenuhan kebutuhan dasar,
dan peningkatan kemampuan berwirausaha) yang dirasakan peserta produk
pembiayaan setelah memperoleh pembiayaan dari BMT Swadaya Pribumi.
Semakin tinggi tingkat akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati peserta produk
pembiayaan, maka kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara
gender.
Peran (pembagian kerja) di dalam rumahtangga peserta produk
pembiayaan diukur berdasarkan jumlah kegiatan (produktif, reproduktif, dan
sosial-kemasyarakatan) yang dilakukan oleh setiap pekerja keluarga (perempuan
dan laki-laki). Perempuan memiliki jumlah kegiatan yang lebih banyak daripada
laki-laki. Perempuan tidak hanya mengerjakan kegiatan reproduktif dan kegiatan
sosial-kemasyarakatan tetapi juga turut serta dalam mengerjakan kegiatan
produktif di sela waktu istirahat mereka. Perempuan umumnya membantu suami
mereka mencari nafkah dengan berdagang di sekitar rumah. Hal tersebut
dilakukan untuk memudahkan perempuan dalam mengerjakan kegiatan mengurus
rumahtangga dan mencari nafkah secara bersamaan. Peran (pembagian kerja)
tidak dihubungkan dengan keberhasilan produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi dengan pertimbangan peran dalam rumahtangga merupakan variabel
diluar kegiatan pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, namun analisis terhadap
peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga peserta tetap dilakukan untuk
melihat isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami salah satu pihak,
umumnya perempuan.
Kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi mempengaruhi
keberhasilan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Keberhasilan produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dalam penelitian ini diukur dengan
mempertimbangkan kesetaraan gender dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan
kebutuhan strategis gender yang dirasakan oleh peserta produk pembiayaan
perempuan dan laki-laki. Ketika kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender
peserta perempuan dan peserta laki-laki terpenuhi, maka pelaksanaan produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dan dapat dikatakan
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah responsif gender.
30
Karakteristik Sosial Ekonomi
dan Demografi Individu
terpilah jenis kelamin (X1)
X1.1 : Umur
X1.2 : Status Pernikahan
X1.3 : Tingkat Pendidikan
X1.4 : Jenis Usaha
X1.5 : Tingkat Pendapatan
Kegiatan Produk
Pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi
Responsif Gender
Tingkat Kesetaraan
Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi (X2)
X2.1: Tingkat Akses
Peserta terhadap
Sumberdaya
X2.2: Tingkat Kontrol
Peserta terhadap
Sumberdaya
X2.3: Tingkat Manfaat
yang Dinikmati oleh
Peserta
Peran (Pembagian Kerja)
dalam Rumahtangga (X3)
Tingkat Keberhasilan Produk
Pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi (Y) dalam Pemenuhan
Kebutuhan Praktis dan Kebutuhan
Startegis Gender
Isu beban kerja
berlebih (over burden)
yang ditanggung oleh
perempuan
Keterangan
: Berhubungan
: Berhubungan tetapi tidak diuji
: Analisis gender
Gambar 4 Kerangka Pemikiran Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan
Pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi
31
2.3
Hipotesis Pengarah
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1)
Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara karakteristik
individu peserta terpilah berdasarkan jenis kelamin dengan tingkat
kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.
a. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara umur
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
b. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara status
pernikahan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi.
c. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat
pendidikan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi.
d. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara jenis usaha
yang ditekuni peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam
BMT Swadaya Pribumi.
e. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat
pendapatan peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi.
2)
Perempuan memiliki beban kerja berlebih (over burden) yang
ditunjukkan melalui peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga
peserta BMT Swadaya Pribumi.
3)
Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat
kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
a. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat
akses peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi
dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
32
b. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat
kontrol peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi
dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
c. Terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara tingkat
manfaat yang dinikmati oleh peserta dengan tingkat keberhasilan
BMT Swadaya Pribumi.
2.4
1)
Definisi Konseptual
Gender adalah konsep mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab
perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari berubah oleh keadaan
sosial dan budaya masyarakat.
2)
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi baik perempuan dan lakilaki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia,
agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut.
3)
Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap
perempuan dan laki-laki.
4)
Analisis gender adalah proses yang dibangun secara sitematis untuk
mengidentifikasi dan memahami peran (pembagian kerja) perempuan dan
laki-laki, akses dan kontrol terhadap sumber-sumberdaya pembangunan,
partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka
nikmati, pola hubungan antara perempuan dan laki-laki yang timpang,
yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya,
seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa.
5)
Peran produktif adalah kegiatan yang menghasilkan uang.
6)
Peran reproduktif adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat mengurus dan
merawat keluarga.
7)
Peran sosial adalah kegiatan-kegiatan masyarakat yang sifatnya untuk
menjalin kebersamaan dan solidaritas antar masyarakat.
33
8)
Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan segera, kebutuhan material
yang diperlukan perempuan dan laki-laki yang tidak harus memerlukan
perubahan-perubahan terhadap hubungan gender yang ada. Contoh:
tempat tinggal, makanan, air, dan pekerjaan yang memadai.
9)
Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan yang memerlukan
perubahan-perubahan jangka panjang terhadap hubungan gender agar
kebutuhan itu tercapai. Kebutuhan strategis secara langsung dapat
berkaitan dengan kebutuhan praktis. Contoh: kebutuhan praktis
perempuan untuk mendapatkan tempat tinggal atau makanan dapat
berkaitan dengan kebutuhan strategis mereka untuk mendapatkan hak
yang sama untuk memiliki tanah atau hak untuk mendapatkan
serangkaian pilihan pekerjaan dan mendapatkan sumber penghasilan.
2.5
Definisi Operasional
Tabel 5
No.
1.
Definisi Operasional Penelitian Analisis Gender terhadap Tingkat
Keberhasilan Pelaksanaan CSR Bidang Pemberdayaan Ekonomi
Lokal PT Holcim Indonesia Tbk
Definisi
Operasional
Variabel
Indikator
Pengukuran
Data
Karakteristik Individu
Identitas biologis
peserta.
Laki-laki = 1
Perempuan = 2
a.
Jenis kelamin
b.
Umur
1.Umur
berdasarkan
median
2.Umur
berdasarkan
BPS
Lamanya hidup
peserta produk
BMT Swadaya
Pribumi.
c.
Status
pernikahan
Belum menikah = 1
Identitas pernikahan
Menikah = 2
peserta saat
Cerai (janda/ duda)
diwawancarai.
=3
Nominal
d.
Tingkat
Jenis pendidikan
Ordinal
Nominal
Umur (median):
< 45 tahun = 1
≥ 45 tahun = 2
Umur (BPS):
15-31 tahun = 1
32-48 tahun = 2
49-64 tahun = 3
Tidak tamat
Ordinal
34
pendidikan
sekolah tertinggi
yang ditamatkan
oleh peserta.
SD/tamat SD = 1
(rendah)
Tamat SMP = 2
(sedang)
Tamat SMA/PT = 3
(tinggi)
Jenis usaha
Usaha yang
ditekuni oleh
peserta saat
memperoleh
pembiayaan dari
BMT Swadaya
Pribumi.
Usaha makanan = 1
Usaha nonmakanan = 2
Nominal
f.
Tingkat
pendapatan
per bulan
Rp400.000 s.d
Rata-rata hasil kerja Rp4.500.000 = 1
(rendah)
berupa uang yang
diterima peserta
Rp4.500.000 s.d Rp
atas pekerjaan
8.600.000 = 2
utama peserta setiap (sedang)
bulan.
>Rp8.600.000 = 3
(tinggi)
Ordinal
2.
Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga
e.
a.
b.
Peran
produktif
Kegiatan yang
menghasilkan uang
yang terdiri dari
satu kegiatan
(mencari nafkah).
Laki-laki saja = 1
Perempuan saja = 2
Bersama = 3
Nominal
Peran
Reproduktif
Kegiatan mengurus
rumahtangga dan
keluarga yang
terdiri dari 12
kegiatan
rumahtangga
(masak, cuci
pakaian, cuci piring, Laki-laki saja = 1
menyapu,mengepel, Perempuan saja = 2
menyetrika, urus
Bersama = 3
anak, mandikan
anak, menyuapi
anak, gendong
anak, antar anak ke
posyandu, dan
perbaiki perkakas
rumahtangga).
Nominal
35
c.
3.
a.
b.
c.
4.
a.
Peran Sosial
Kegiatan
kemasyarakatan
Laki-laki saja = 1
yang terdiri dari 6
kegiatan (arisan,
Perempuan saja = 2
pengajian, PKK,
Bersama = 3
kerjabakti,kematian,
pernikahan).
Nominal
Tingkat Kesetaraan Gender Peserta dalam BMT Swadaya Pribumi
Pengkategorian: Tidak setara gender = 15-22
Setara gender
= 23-30
Akses
terhadap
sumberdaya
Peluang atau
kesempatan yang
dimiliki peserta
dalam memperoleh
izin usaha,
pembiayaan(kredit),
pembayaran
angsuran, pelatihan
kewirausahaan, dan
pendampingan
usaha.
Skor total 6-9 = 1
(rendah)
Skor total 10-12 =
2 (tinggi)
Ordinal
Kontrol
terhadap
sumberdaya
Kuasa yang dimiliki
peserta atas
besarnya pinjaman,
pemanfaatan uang,
jenis usaha, dan
kendali atas usaha.
Skor total 5-8 = 1
(rendah)
Skor total 9-10 = 2
(tinggi)
Ordinal
Manfaat yang
dinikmati
Manfaat yang
dinikmati oleh
peserta berupa
peningkatan
pendapatan, status
sosial, kebutuhan
dasar, dan
kemampuan
berwirausaha.
Skor total 4-6 = 1
(rendah)
Skor total 7-8 = 2
(tinggi)
Ordinal
Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
Pengkategorian: Keberhasilan rendah = 11-15
Keberhasilan tinggi = 16-19
Pemenuhan
kebutuhan
praktis
Pemenuhan
kebutuhan peserta
terhadap
permodalan usaha,
pengetahuan
Skor total 5-8 = 1
(rendah)
Skor total 9-11 = 2
(tinggi)
Ordinal
36
kewirausahaan,
kebutuhan ekonomi,
perbaikan kondisi
hidup, dan
perkembangan
usaha.
b.
Pemenuhan
kebutuhan
strategis
Pemenuhan
kebutuhan peserta
dalam memperoleh
kesempatan yang
setara dalam
memperoleh
pembiayaan,
mengikuti kegiatan
pelatihan
kewirausahaan, dan
pengambilan
keputusan dalam
keluarga.
Skor total 6-7 = 1
(rendah)
Skor total 8-9 = 2
(tinggi)
Ordinal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu di
Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Bogor yang merupakan
kawasan Ring 1 penerima program CSR PT Holcim Indonesia Tbk, salah satunya
program pembiayaan usaha mikro dari Baitul Maal wa Tamwil Swadaya Pribumi.
Desa Kembang Kuning dinilai oleh PT Holcim Indonesia Tbk sebagai desa yang
terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional PT Holcim Indonesia Tbk
karena lokasinya yang berdekatan dengan Holcim Indonesia Pabrik Narogong.
Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi dan telaah
dokumen yang berkaitan dengan lokasi penelitian. Peneliti juga menanyakan
langsung kepada pihak-pihak yang melakukan penelitian terhadap CSR PT
Holcim Indonesia Tbk. Penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada bulan JuliOktober dan penelitian dimulai pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan
November akhir tahun 2011.
3.2
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Pendekatan kuantitatif berperan sebagai landasan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini dan didukung pendekatan kualitatif yang berguna
untuk menjawab perumusan masalah secara lebih mendalam sehingga
memperkuat data yang diperoleh melalui pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survai, yaitu penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi, 2008). Kuesioner berisi
pertanyaan dan pernyataan kepada sejumlah responden. Kuesioner merupakan
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun penelitian survai pada
penelitian ini digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabelvariabel melalui pengujian hipotesis yang disebut juga sebagai penelitian
penjelasan atau explanatory research (Singarimbun dan Effendi, 2008).
38
Pendekatan kualitatif yang digunakan adalah studi kasus yang bersifat multi
metode, yaitu wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen (Sitorus, 1998).
3.3
Teknik Pemilihan Informan dan Responden
Terdapat dua subyek penelitian dalam penelitian ini, yaitu responden dan
informan. Responden adalah pihak yang memberikan keterangan atau informasi
mengenai keadaan dirinya dan kegiatan yang dilaksanakan dengan mengisi
kuesioner yang diberikan peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat Desa Kembang Kuning yang menjadi peserta program BMT Swadaya
Pribumi yang berjumlah 317 orang. Dari populasi tersebut, dibentuklah kerangka
sampling yang berjumlah 66 orang yang merupakan masyarakat Desa Kembang
Kuning yang menjadi peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan
berprofesi sebagai pedagang atau wiraswasta. Kemudian ditentukanlah sampel
penelitian yang berjumlah 30 responden yang diambil secara acak nonproposional (non-propotional random sampling) dan terdiri atas 15 orang
responden laki-laki dan 15 responden perempuan. Unit sasaran dalam penelitian
ini adalah individu.
Pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan teknik
bola salju. Informan kunci yang dipilih adalah pihak Community Relation PT
Holcim Indonesia Tbk, pengurus BMT Swadaya Pribumi, tokoh masyarakat,
beserta masyarakat Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal yang
memperoleh manfaat dari program BMT Swadaya Pribumi. Data-data lainnya
juga diperoleh dari informan selain informan kunci. Informasi yang diperoleh dari
informan lainnya berfungsi untuk melengkapi informasi dari informan kunci.
3.4
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden
dan informan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen
atau arsip. Teknik pengumpulan data pada metode kuantitatif dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada responden penelitian sedangkan penelitian
kualitatif dilakukan dengan metode triangulasi untuk memperoleh data yang
39
akurat berupa wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, dan penelusuran
dokumen.
Tabel 6
Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis Data
Data yang Dikumpulkan
Sumber Data
Data Sekunder
1.Gambaran umum lokasi penelitian
2.Profil dan sejarah BMT Swadaya
Pribumi
3.Visi dan misi BMT Swadaya
Pribumi
4.Jenis Produk Pembiayaan
5.Jenis Produk Simpanan
6.Kepedulian Sosial BMT Swadaya
Pribumi
7.Flow chart proses pengajuan produk
pembiayaan
1.Laporan hasil survai
CSR
2.Laporan tahunan
CSR
3.Publikasi berkala
oleh perusahaan
4.Laporan tahunan
BMT Swadaya
Pribumi
5.Leaflet BMT
Swadaya Pribumi
Data Primer
1.Identitas dan karakteristik responden
2.Peran (pembagian kerja) dalam
rumahtangga
3.Akses dalam memperoleh
sumberdaya BMT Swadaya Pribumi
4.Kontrol dalam memperoleh
sumberdaya BMT Swadaya Pribumi
5.Manfaat yang diperoleh dari
pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi
6.Kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi
7.Pemenuhan kebutuhan praktis
gender dalam BMT Swadaya
Pribumi
8.Pemenuhan kebutuhan strategis
gender dalam BMT Swadaya
Pribumi
9.Keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi
1.Informan
2.Responden
3.5
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh secara kualitatif dari lapangan, seperti data
gambaran umum lokasi penelitian Desa Kembang Kuning dan gambaran umum
40
BMT
Swadaya
Pribumi
dideskripsikan
ke
dalam
bentuk
tabel
serta
diinterpretasikan.
Data primer yang diperoleh secara kuantitatif dari lapangan melalui
proses pengeditan informasi yang sesuai dengan yang diteliti, kemudian data
kuantitatif tersebut dikode, diberikan skor, dan di entry ke dalam Microsoft excel
2007 dan software SPSS Statistic 17.00. Data kuantitatif tersebut kemudian diolah
dengan menggunakan tabulasi silang untuk menyajikan gambaran hubungan data
terpilah berdasarkan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) dengan karakteristik
peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, tingkat kesetaraan gender
dalam BMT Swadaya Pribumi, dan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
Selanjutnya, data kuantitatif yang ditampilkan ke dalam tabulasi silang diuji
dengan uji statistik non-parametik Chi Square untuk data skala minimal nominal
pada taraf nyata (α)=0,05 dan uji korelasi Rank Spearman untuk data dengan skala
minimal ordinal pada taraf nyata (α)=0,05. Tanda bintang (*) yang terdapat pada
nilai korelasi koefisien juga menunjukkan signifikansi atau hubungan antar
variabel. Semakin banyak jumlah bintang (*) pada koefisien korelasi maka
semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel.
3.5.1
Uji Chi Square
Hasil uji non-parametik Chi Square menghasilkan nilai Asympyotic
Significance (Asymp Sig.) yang menunjukkan hubungan antara variabel yang
diujikan pada taraf nyata (α) = 0,05. Jika nilai Asymp Sig. (2-side) lebih kecil dari
nilai taraf nyata (α) = 0,05, maka H0 ditolak.
1) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara status pernikahan
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara status pernikahan
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
2) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara jenis usaha peserta
dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.
41
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara jenis usaha peserta
dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.
3.5.2
Uji Korelasi Rank Spearman
Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang berskala ordinal
(Uyanto, 2009). Hasil uji korelasi akan menunjukkan nilai koefisien korelasi yang
bernilai positif (+) atau negatif (-). Jika nilai koefisien korelasi bernilai positif
maka hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat bersifat searah, artinya
jika variabel bebas besar maka variabel terikat juga besar. Jika koefisien korelasi
bernilai negatif maka hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat bersifat
tidak searah, artinya jika variabel bebas besar maka variabel terikat kecil.
Hasil
uji
korelasi
Rank
Spearman
menghasilkan
p-value
yang
menunjukkan hubungan antara variabel yang diujikan pada taraf nyata (α) = 0,05.
Jika nilai p-value lebih kecil dari nilai taraf nyata (α) = 0,05, maka H0 ditolak.
1) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara umur (median)
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara umur (median) peserta
dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.
2) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara umur (BPS)
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara umur (BPS) peserta
dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.
3) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat pendidikan
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat pendidikan
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
42
4) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat pendapatan
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat pendapatan
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi.
5) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat akses
peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan
tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat akses peserta
terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
6) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat kontrol
peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan
tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat kontrol peserta
terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
7) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat manfaat
yang dinikmati oleh peserta dengan tingkat keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat manfaat yang
dinikmati oleh peserta dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi.
8) H0: Tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat kesetaraan
gender dalam BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan
BMT Swadaya Pribumi.
H1: Terdapat hubungan nyata/signifikan antara tingkat kesetaraan
gender dalam BMT Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan
BMT Swadaya Pribumi.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI
Desa Kembang Kuning terbagi atas tiga dusun atau kampung, yakni
Dusun I atau Kampung Narogong, Dusun II atau Kampung Kembang Kuning, dan
Dusun III atau Kampung Tegal Baru. Desa Kembang Kuning juga terbagi atas 7
RW dan 25 RT. Adapun batas-batas wilayah Desa Kembang Kuning adalah
sebagai berikut:
ƒ
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Klapanunggal
ƒ
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Klapanunggal
ƒ
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Nambo
ƒ
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri
Sumber: www.googlemaps.com
Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian
Desa Kembang Kuning merupakan desa yang memiliki akses jalan yang
sudah cukup baik, mudah diakses kendaraan umum maupun kendaraan pribadi,
serta letaknya yang dilalui jalan yang lebar dan sudah beraspal (lihat garis kuning
44
pada Gambar 5). Kawasan industri atau pabrik cukup banyak dan berkembang di
Desa Kembang Kuning sehingga desa ini sering dilalui kendaraan-kendaraan
industri atau pabrik. Jumlah luas penggunaan lahan di Desa Kembang Kuning
adalah sekitar 295,08 ha. Sebagian besar lahan digunakan sebagai perumahan atau
pemukiman masyarakat (77,9%). Penggunanaan lahan lainnya adalah lahan untuk
sawah (13,6%), jalan (1,2%), pemakaman/kuburan (1,3%), perkantoran (0,0%),
lapangan olahraga (1,5%), bangunan pendidikan (1,3%), dan bangunan
peribadatan (3,2%). Rincian penggunaan lahan di Desa Kembang Kuning dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Luas dan Persentase Penggunaan Lahan/Tanah di Desa Kembang
Kuning, 2009
No.
Penggunaan Lahan
Luas Ha
n (%)
1.
Perumahan/ Pemukiman
2.
Sawah
40 (13,6)
3.
Jalan
3.58 (1,2)
4.
Pemakaman/ Kuburan
3.7 (1,3)
5.
Perkantoran
0.1 (0,0)
6.
Lapangan Olahraga
4.5 (1,5)
7.
Tanah/ Bangunan Pendidikan
3.7 (1,3)
8.
Tanah/ Bangunan Peribadatan
9.5 (3,2)
Jumlah n (%)
230 (77,9)
295.08 (100,0)
Sumber: Data sekunder yang diolah dalam Siwi (2011).
Dari segi infrastrukur, Desa Kembang Kuning telah memiliki
infrastruktur yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari jalan utama yang lebar
dan telah beraspal serta menghubungkan jalan antar desa lainnya sehingga
menjadi jalur utama yang dapat diakses oleh warga dari desa lainnya. Selain itu,
infrastruktur lainnya seperti bangunan pendidikan, perumahan atau pemukiman
warga, perkantoran atau pabrik, dan bangunan lainnya juga cukup banyak ditemui
di Desa Kembang Kuning.
45
Tabel 8
Kelompok
Umur
Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2009
Laki-laki
Jumlah
Perempuan
%
Jumlah
Total
%
Jumlah
%
0–4
600
4,50
660
4,95
1260
9,44
5–9
630
4,72
668
5,01
1298
9,73
10 – 14
635
4,76
666
4,99
1301
9,75
15 – 19
625
4,68
650
4,87
1275
9,55
20 -24
542
4,06
567
4,25
1109
8,31
25 – 29
530
3,97
565
4,23
1095
8,21
30 – 34
550
4,12
558
4,18
1108
8,30
35 – 39
560
4,20
563
4,22
1123
8,42
40 – 49
444
3,33
428
3,21
872
6,53
50 – 54
352
2,64
357
2,68
709
5,31
55 – 59
415
3,11
430
3,22
845
6,33
60 – 64
314
2,35
341
2,56
655
4,91
65 – 69
220
1,65
270
2,02
490
3,67
70 +
101
0,76
103
0,77
204
1,53
Jumlah
6518
48,85
6826
51,15
13344
100,00
Sumber: Data sekunder yang diolah dalam Siwi (2011).
Jumlah penduduk di Desa Kembang Kuning tahun 2009 adalah sekitar
13.344 jiwa. Jika jumlah penduduk dilihat dari jenis kelaminnya, jumlah
penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki, yaitu
6.518 jiwa laki-laki dan 6.826 jiwa perempuan (data tahun 2009). Berdasarkan
kelompok umur, sebagian besar penduduk Desa Kembang Kuning tergolong ke
dalam umur produktif bekerja menurut BPS (umur 15-64 tahun), yaitu sekitar 65
persen. Penduduk Desa Kembang Kuning yang tergolong ke dalam kelompok
umur Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah (umur 5-19 tahun) adalah
sekitar 29 persen. Penduduk Desa Kembang Kuning yang tergolong lanjut usia
(umur lebih dari 65 tahun) lebih sedikit, yakni sekitar 5 persen.
46
Tabel 9
Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning Berdasarkan
Mata Pencaharian, 2009 No.
Jenis Pekerjaan
1.
Petani
2.
Pedagang
3.
Pegawai Negeri
4.
TNI/ POLRI
5.
Pensiunan/ Purnawirawan
6.
Jumlah
Persentase
25
0,27
950
10,32
25
0,27
6
0,07
10
0,11
Swasta
4.550
49,44
7.
Buruh Pabrik
2.520
27,38
8.
Pengrajin
12
0,13
9.
Tukang Bangunan
60
0,65
10.
Penjahit
10
0,11
11.
Tukang Las
20
0,22
12.
Tukang Ojeg
202
2,19
13.
Bengkel
9
0,10
14.
Sopir Angkutan
600
6,52
15.
Lain-lain
205
2,23
9.204
100,00
Jumlah
Sumber: Data sekunder yang diolah dalam Siwi (2011).
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk berprofesi sebagai
karyawan swasta (49,44%), profesi kedua terbanyak yang ditekuni oleh penduduk
Desa Kembang Kuning adalah sebagai buruh pabrik (27,38%), dan profesi ketiga
terbanyak yang ditekuni oleh penduduk Desa Kembang Kuning adalah sebagai
pedagang (10,32%). Jumlah pabrik dan industri yang cukup berkembang di Desa
Kembang Kuning memberikan pengaruh terhadap mata pencaharian penduduk
Desa Kembang Kuning.
Desa Kembang Kuning merupakan desa yang sudah cukup modern,
karakteristik penduduknya pun heterogen karena banyaknya penduduk pendatang
yang memberikan pengaruh kepada penduduk asli Desa Kembang Kuning.
Jumlah perkantoran, pabrik, dan industri yang saat ini berkembang di Desa
Kembang Kuning juga turut memberikan pengaruh kepada penduduk. Penduduk
Desa Kembang Kuning merasa termotivasi untuk bersekolah agar dapat bersaing
47
untuk bekerja di pabrik dan industri yang berkembang di sekitar Desa Kembang
Kuning, seperti yang diutarakan oleh Sekretaris Desa Kembang Kuning sebagai
berikut:
“Pendidikan masyarakat sudah meningkat karena banyaknya
pendatang. Penduduk juga termotivasi dengan industri yang
ada di Desa Kembang Kuning karena syarat untuk bekerja di
industri adalah tamat SMA...”18
Tabel 10
No.
Jumlah dan Persentase Penduduk Desa Kembang Kuning berdasarkan
Tingkat Pendidikan, 2009 Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase
1.
Tidak Tamat SD/ Sederajat
565
4,87
2.
Tamat SD/ Sederajat
820
7,06
3.
Tamat SLTP/ Sederajat
3.210
27,65
4.
Tamat SLTA/ Sederajat
5.932
51,10
5.
Tamat Akademi
548
4,72
6.
Tamat Perguruan Tinggi/ S1
528
4,55
7.
Tamat Perguruan Tinggi/ S2
5
0,04
11.608
100,00
Jumlah
Sumber: Data sekunder yang diolah dalam Siwi (2011).
Data pada Tabel 10 menunjukkan tingkat pendidikan yang ditamatkan
oleh penduduk di Desa Kembang Kuning. Jumlah penduduk yang bersekolah
adalah sekitar 11.608 penduduk. Pendidikan yang ditamatkan penduduk terbagi ke
dalam tujuh tingkatan, yaitu tidak tamat SD atau sederajat, tamat SD atau
sederajat, tamat SMP atau sederajat, tamat SMA atau sederajat, tamat Akademi,
tamat Perguruan Tinggi atau S1, dan tamat perguruan tinggi atau S2. Jumlah
penduduk Desa Kembang Kuning yang tidak tamat SD atau sederajat adalah 565
orang (4,87%), tamat SD atau sederajat adalah 820 orang (7,06%), tamat SLTP
atau sederajat adalah 3.210 orang (27,65%), tamat SMA atau sederajat adalah
5.932 orang (51,10%), dan tamat akademi adalah 548 orang (4,72%), dan jumlah
penduduk yang tamat perguruan tinggi (S1 dan S2) adalah 533 orang (4,59%).
18
Hasil wawancara dengan Sekretaris Desa Kembang Kuning pada tanggal 21 Oktober 2011.
BAB V
GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT)
SWADAYA PRIBUMI
5.1
Sejarah Singkat BMT Swadaya Pribumi
BMT Swadaya Pribumi lahir dari insiatif Dharmawan Reksodiputro,
manajer Community Relations Departement, PT Holcim Indonesia Tbk.
Community Relations Departement bekerjasama dengan para tokoh masyarakat di
Kecamatan Klapanunggal mendirikan sebuah lembaga keuangan mikro syari’ah
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan.
Tanggal 9 Juni 2006, tokoh-tokoh masyarakat sebanyak 43 orang diundang oleh
PT Holcim Indonesia Tbk untuk sosialisasi pentingnya pembentukkan BMT
Swadaya Pribumi. Setelah disepakati oleh pihak Holcim serta para tokoh
masyarakat di Kecamatan Klapanunggal maka pada tanggal 9 Juni 2006 berdirilah
BMT Swadaya Pribumi dengan modal awal sebesar Rp201.000.000,00.
Awal pembentukkannya, BMT Swadaya Pribumi menemui beberapa
kendala, salah satunya adalah terdapat peserta produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi yang menunggak pembayaran angsuran, seperti yang diungkapkan oleh
manajer BMT Swadaya Pribumi sebagai berikut:
“Pada awal terbentuk BMT Swadaya Pribumi, kendala yang
dihadapi masih besar. Dua tahun pertama berdiri masyarakat
peserta pembiayaan masih sering menunggak pembayaran dari
pembiayaan karena mereka beranggapan bahwa dana tersebut
merupakan dana dari perusahaan jadi tidak apa-apa jika tidak
dikembalikan...”.
Kendala tersebut masih ditemukan pada beberapa peserta produk
pembiayaan hingga saat ini, namun berjalannya waktu dan berkat dukungan
berbagai pihak, BMT Swadaya Pribumi dapat terus berkembang. Memasuki
usianya yang keempat BMT Swadaya Pribumi mencatat aset sebesar
Rp2.910.000.000,00 dengan jumlah nasabah mencapai 2.500 orang. Adapun
pembiayaan yang terserap oleh masyarakat mencapai Rp1.900.000.000,00 dengan
49
penerima manfaat pembiayaan mencapai 1.300 nasabah (Sumber: Data sekunder
BMT Swadaya Pribumi, 2011).
5.2
Visi dan Misi BMT Swadaya Pribumi
Visi BMT Swadaya Pribumi yakni menjadi lembaga keuangan mikro
syari’ah
yang
profesional,
kokoh,
bermanfaat,
dan
amanah
dalam
menumbuhkembangkan ekonomi umat berlandaskan asas dan prinsip-prinsip
dasarnya yang maju, berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan
berkehati-hatian. Sedangkan misi BMT Swadaya Pribumi, yaitu:
1. Meningkatkan dan mengembangakan ekonomi umat khususnya
ekonomi kecil.
2. Meningkatkan
kualitas
dan
kuantitas
usaha,
meningkatkan
kesempatan kerja, dan penghasilan masyarakat.
3. Menghimpun dan mengelola dana masyarakat sehingga memiliki nilai
tambah bagi orang lain.
4. Membebaskan masyarakat kecil dari riba dan rentenir.
5.3
Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi
Sebagai suatu organisasi formal, BMT Swadaya Pribumi memiliki
struktur organisasi yang terdiri dari dewan pendiri, dewan pengawas, dewan
pengurus, dan pengelola.
Dewan Pendiri
Dewan Pengurus
Dewan Pengawas
Manajer
Kabag. Marketing
Marketing 1
Kabag. Keuangan dan Operasional
Marketing 2
Teller
Gambar 6 Struktur Organisasi BMT Swadaya Pribumi
50
Dewan pendiri terdiri atas 22 orang sedangkan dewan pengawas terdiri atas tiga
orang, yaitu ketua pengawas syari’ah, manajemen, dan keuangan yang dipegang
oleh perwakilan masyarakat dan pihak Community Relations PT Holcim
Indonesia Tbk (Sumber: Data sekunder BMT Swadaya Pribumi, 2011).
5.4
Produk Pembiayaan
Produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri dari empat jenis
produk, yaitu:
1. Murabahah
Akad jual beli suatu barang dimana BMT Swadaya Pribumi (penjual)
menyebutkan harga jual terdiri dari harga pokok barang dan tingkat
keuntungan tertentu atas barang tersebut yang disetujui oleh nasabah
(pembeli).
Murabahah
sangat
berguna
bagi
nasabah
yang
membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana pada
saat ia kekurangan likuiditas, maka nasabah meminta pada BMT
Swadaya Pribumi agar membiayai pembelian barang tersebut dan
nasabah membayarnya secara angsuran.
2. Mudharabah
Akad kerjasama usaha antara BMT Swadaya Pribumi (shahibul maal)
dengan nasabah (mudharib) dimana BMT Swadaya Pribumi
menyediakan modal (100%), sedangkan nasabah menjadi pengelola.
Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan bersama berupa nisbah
bagi hasil dan dituangkan dalam akad perjanjian. Mudharabah sangat
tepat
bagi
nasabah
yang
membutuhkan
modal
kerja
untuk
pengembangan usaha perdagangan atau jasa.
3. Ijarah
Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran
upah sewa/jasa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri. Ijarah bisa digunakan bagi nasabah yang kekurangan dana
untuk menyewa bangunan (misal: ruko), biaya sekolah, biaya berobat,
dan lain-lain yang harus dibayar secara tunai tanpa diangsur. Nasabah
51
meminta BMT Swadaya Pribumi untuk membayarnya secara tunai
dan nasabah tersebut mengangsurnya ke BMT Swadaya Pribumi.
4. Musyarakah
Akad kerjasama usaha antara BMT Swadaya Pribumi dengan nasabah
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atas usaha
tersebut dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Musyarakah sangat tepat
bagi nasabah yang kekurangan dana untuk penyelesaian suatu proyek
dimana nasabah dan BMT Swadaya Pribumi sama-sama menyediakan
dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai
nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati dengan BMT Swadaya Pribumi.
5.5
Produk Simpanan
1. Simpanan Swadaya Pribumi (Swami)
Merupakan simpanan investasi yang mudah dan sesuai syari’ah.
Nasabah dapat melakukan penyetoran dan penarikan dana sewaktuwaktu dengan mudah. Swami menggunakan akad mudharabah yang
memberikan bagi hasil yang adil, halal, dan sesuai syari’ah. Setoran
awal minimal Rp25.000,00.
2. Simpanan Pendidikan (Sipendi)
Merupakan simpanan untuk mempersiapkan dana pendidikan bagi
putra-putri nasabah untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Nasabah akan mendapatkan bagi hasil atas dana yang
diinvestasikan. Penarikan simpanan dapat dilakukan satu bulan
sebelum tahun ajaran baru. Setoran awal Rp25.000,00.
3. Simpanan Idul Fitri (Sifitri)
Merupakan simpanan khusus untuk persiapan kebutuhan keuangan
yang meningkat ketika menghadapi Idul Fitri. Nasabah akan
mendapatkan bagi hasil atas dana yang diinvestasikan. Penarikan
52
simpanan dapat dilakukan satu bulan sebelum Idul Fitri. Setoran awal
Rp25.000,00.
4. Simpanan Qurban (Siqur)
Simpanan ini diperuntukkan bagi nasabah yang ingin berqurban pada
Idul Adha. Nasabah akan mendapatkan bagi hasil dari dana yang
diinvestasikan. Penarikan simpanan dapat dilakukan satu bulan
sebelum Idul Adha. Setoran awal Rp25.000,00.
5. Simpanan berjangka mudharabah
Simpanan ini sama dengan simpanan Swami, namun penarikannya
dibatasi jangka waktu tertentu. Setoran minimal Rp5.000.000,00.
Porsi atau nisbah bagi hasil antara BMT dan nasabah bervariasi sesuai
dengan jangka waktunya.
5.6
Kepedulian Sosial
BMT Swadaya Pribumi bekerjasama dengan PT Holcim Indonesia Tbk
melalui Community Relations Departement terus berusaha aktif terlibat dalam
berbagai kegiatan kemasyarakatan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, sampai
bidang pendidikan. Salah satunya melalui pemberian beasiswa bagi siswa
berprestasi dan tidak mampu yang tercatat sebagai warga desa binaan PT Holcim
Indonesia Tbk, Pabrik Narogong. Salah satu program pemberdayaan ekonomi
masyarakat bersama dengan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil memulai
program Pemberian Pembiayaan Qordhul Hasan (kebajikan atau tanpa bagi hasil)
kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan permodalan. Besar pembiayaan
Rp500.000,00 s.d Rp1.000.000,00. Selain itu BMT Swadaya Pribumi juga terlibat
dalam program:
1. Pengadaan bazar sembako murah.
Program kepedulian sosial berupa bazar sembako murah diadakan
setiap menjelang bulan Ramadhan dengan menawarkan kepada para
nasabah produk simpanan, peserta produk pembiayaan, serta
masyarakat non-nasabah yang berlokasi di sekitar BMT Swadaya
53
Pribumi sembako dengan harga murah (setengah harga dari harga di
pasaran).
2. Pemotongan hewan qurban.
3. Pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat umum.
Pelatihan kewirausahaan diselenggarakan oleh pihak Community
Relation PT Holcim Indonesia Tbk di Club House PT Holcim
Indonesia Tbk. Pelatihan kewirausahaan diadakan setiap tahunnya
dengan materi dan narasumber yang berbeda. Pada tahun 2011,
pelatihan kewirausahaan diadakan dua kali sebelum bulan Ramadhan
dan dua kali setelah bulan Ramadhan.
4. Pemberian sumbangan kegiatan masyarakat dan PHBI.
Pemberian sumbangan kegiatan masyarakat, diantaranya sumbangan
pada saat acara 17 Agustusan.
5. Pembinaan bagi nasabah pembiayaan.
6. Pengajian bagi nasabah BMT Swadaya Pribumi.
(Sumber: Data sekunder BMT Swadaya Pribumi, 2011).
5.7
Persyaratan
Sebagian besar responden menyatakan alasan mereka menjadi peserta
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah karena persyaratan pengajuan
produk pembiayaan yang mudah dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya,
seperti yang diungkapkan responden berikut ini:
“Ibu lebih milih ngajuin pembiayaan di BMT karena syaratnya
yang mudah dan cepet cair uangnya...” (Ibu Pn, 33 tahun)
“Syarat di BMT mudah, tidak seperti di bank yang
pengajuannya saja ribet, harus difoto-foto rumahnya, kasih
jaminan, dan prosesnya juga lama...” (Bapak Sl, 44 tahun)
Terdapat beberapa persyaratan untuk menjadi anggota atau nasabah BMT
Swadaya Pribumi. Adapun persyaratan untuk produk simpanan, yaitu:
1. Menyerahkan fotokopi KTP atau SIM dan identitas lainnya.
54
2. Mengisi formulir pembukaan simpanan.
3. Setoran awal mengikuti ketentuan yang berlaku.
4. Bagi hasil atau nisbah sewaktu-waktu dapat berubah.
Sedangkan syarat untuk produk pembiayaan, yaitu:
1. Menyerahkan fotokopi KTP atau SIM dan identitas lainnya.
2. Mengisi formulir permohonan pembiayaan.
3. Menyerahkan jaminan berupa: surat kios, BPKB motor/mobil, akte
jual beli tanah, sertifikat tanah atau rumah dan jaminan lainnya yang
memenuhi aspek legal.
Beberapa responden menyatakan tidak menyerahkan surat jaminan ketika
mengajukan produk pembiayaan, seperti yang diungkapkan responden berikut ini:
“Syarat dapet pinjaman dari BMT mudah, asal nabung aja juga
bisa ngajuin, ga kayak di bank-bank yang harus pake jaminan
ini itu dan lama prosesnya...” (Ibu Yn, 45 tahun)
Responden yang tidak menyerahkan surat jaminan pada saat pengajuan
pembiayaan, umumnya kenal dan dekat dengan pengurus BMT Swadaya Pribumi
sehingga melakukan perjanjian atas rasa percaya antara pengurus dan peserta.
Peserta yang tidak menyerahkan surat jaminan juga memiliki tabungan di BMT
Swadaya Pribumi sehingga menjadi peserta juga pada produk simpanan.
55
PERMOHONAN
PEMBIAYAAN
NASABAH
1.Form
aplikasi
2.FC KTP
3.FC KK
4.Rek listrik
5.FC SPPT
PBB
6.FC surat
jaminan
CUSTOMER
SERVICE
KEPALA BAGIAN
PEMBIAYAAN
AO/
SURVEYOR
KOMITE
PEMBIAYAAN
Cek
berkas
pembiayaan
1.Jadwal survai
2.Jadwal komite
pembiayaan
Laporan hasil
survai
1.Resume
komite
pembiayaan
2.Persetujuan
pembiayaan
Survai nasabah
oleh AO
Analisa
pembiayaan oleh
AO
ditolak
OK
Manajer
diterima
Gambar 7 Flow Chart Proses Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
MANAJER
1Berkas
pembiayaan
2.Persetujuan
Pembiayaan
3Deposisi
instruksi
4.Aqad
pembiayaan
5.Penyerahan
surat jaminan
Pencairan
pembiayaan
oleh
teller/marketing
56
5.8
Karakteristik Peserta Produk Pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
Karakteristik individu merupakan faktor internal dari masing-masing
individu peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi yang dibagi ke
dalam lima variabel, yaitu umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis
usaha, dan tingkat pendapatan per bulan. Pada sub-bab ini diuraikan kelima
variabel karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi.
5.8.1
Umur
Umur terendah responden pada penelitian ini adalah 25 tahun sedangkan
umur tertinggi responden adalah 71 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
diketahui bahwa selang umur responden berkisar antara 25-71 tahun. Peneliti
mengkategorian umur responden ke dalam dua kategori umur, yaitu umur 45
tahun ke bawah dan umur 45 tahun ke atas. Pengkategorian umur ini diperoleh
dari nilai tengah (median) selang umur responden penelitian, yaitu 44,5≈45 tahun.
Adapun jumlah dan persentase sebaran responden menurut umur (median) dan
jenis kelamin tertera pada Tabel 11 berikut ini:
Tabel 11
Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Golongan Umur
Median dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011
Jenis Kelamin
Umur (tahun)
Laki-laki
n (%)
Perempuan
n (%)
Total
n (%)
< 45
10 (66,7)
5 (33,3)
15 (50,0)
≥ 45
5 (33,3)
10 (66,7)
15 (50,0)
Total n (%)
15 (100,0)
15 (100,0)
30 (100,0)
Sumber: Data primer (2011).
Sebagian besar responden laki-laki berumur 45 tahun ke bawah, yakni
sebesar 66,7 persen dan hanya sebesar 33,3 persen responden laki-laki yang
berumur lebih dari 45 tahun sedangkan sebagian besar responden perempuan
berumur 45 tahun ke atas, yakni sebesar 66,7 persen dan hanya sebesar 33,3
persen responden perempuan yang berumur kurang dari 45 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta laki-laki produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
57
berumur lebih mudaa daripada peserta perempuan produk pembiayaan BMT
P
(lihhat Gambarr 8).
Swadaya Pribumi
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
Laki-lak
ki
Perrempuan
Perempu
uan
Laki-laki
Kurang daari 45 Lebih dari sama
tahunn
dengann 45 tahun
Gambar 8
Persenntase Sebaraan Respond
den menurutt Golongan Umur dan Jenis
Kelam
min di Desa Kembang
K
Kuning,
K
2011
P
Pengkategor
rian umur yang
y
dilaku
ukan peneliiti tidak hannya berdasarkan
nilai tengah (mediann) dari selaang umur responden.
r
Pengkategoorian umur juga
dilakukan berdasarkaan selang um
mur produk
ktif bekerja yang ditetaapkan oleh BPS,
yaitu umuur 15-64 taahun. Pengggolongan umur
u
produkktif bekerjaa dikelompo
okkan
ke dalam tiga kategoori, yaitu um
mur produkttif bekerja rendah
r
(15--31 tahun), umur
produktif bekerja seddang (32-48 tahun), dan
n umur prodduktif bekeerja tinggi (4
49-64
tahun). Addapun jumlaah dan persentase sebaaran respondden menuruut golongan umur
produktif bekerja
b
dann jenis kelam
min tertera pada
p
Tabel 12 berikut iini:
Tabel 12 Jumlah dan
d Persentaase Sebaran
n Respondenn menurut Golongan Umur
U
Produktiff Bekerja daan Jenis Kellamin di Deesa Kembanng Kuning, 2011
2 Jenis Kelaamin
Umur (taahun)
Perempuan
n (%)
Total
n (%)
15 – 31
3
2 (13,3)
2 (13,3)
4 (13,3)
(
32 – 48
4
10 (66,7)
6 (40,0)
16 (53,3)
(
49 – 64
6
3 (20,0)
7 (46,7)
10 (33,3)
(
Total n (%)
15 (100,0)
155 (100,0)
30 (1
100,0)
Sumber: Daata primer (20111).
Laki-lakki
n (%)
58
S
Sebaran
umuur produktiff bekerja terbesar padaa respondenn laki-laki berada
b
pada kateggori umur produktif
p
bekerja sedaang di selanng umur 32--48 tahun, yakni
y
sebesar 66,7 persen sedangkann sebaran umur
u
produuktif bekerjja terbesar pada
p
kategori umur produktif
p
bbekerja ting
ggi di
respondenn perempuaan berada pada
selang um
mur 49-64 taahun, yakni sebesar 46,7 persen. Hal
H ini mennunjukkan bahwa
b
peserta laaki-laki relaatif berumurr produktiff bekerja leebih muda ddaripada peeserta
perempuann (lihat Gam
mbar 9).
80.0%
60.0%
Laki-lak
ki
40.0%
Perempu
uan
20.0%
P
Perempuan
0.0%
15-31 tahunn
Gambar 9
5.8.2
Lakki-laki
32-48tahuun
49-64 tah
hun
Persenntase Sebaraan Respond
den menurutt Golongan Umur Prod
duktif
Bekerjja dan Jenis Kelamin di Desa Kem
mbang Kuninng, 2011
Status Pern
S
nikahan
S
Status
perniikahan respponden pada penelitiann ini dibaggi ke dalam
m tiga
kategori, yaitu
y
belum
m menikah, menikah, dan
d cerai (jaanda atau dduda) lihat Tabel
T
13 berkut ini:
Tabel 13
Jumlah daan Persentaase Sebaran Respondenn menurut Status Pernik
kahan
dan Jenis Kelamin dii Desa Kem
mbang Kuninng, 2011
Statuus
Pernikaahan
Belum meenikah
Menikkah
Ceraai
Total n (%)
Sumber: Daata primer (20111).
Jenis Kelaamin
Laki-lakki
n (%)
0
(0,0)
15 (100,0)
0
Total
n (%)
Perempuuan
n (%))
0
(0,0)
133 (86,7)
(0,0)
2 (13,3)
15 (100,0)
155 (100,0)
0
(0,0)
28 (93,3)
(
2
(6,7)
30 (1
100,0)
59
S
Seluruh
respponden laki-laki pada penelitian
p
ini berstatuss sudah men
nikah
dan mayorritas responnden peremppuan juga berstatus
b
sudah menikaah, yakni seebesar
86,7 perseen. Hanya terdapat 133,3 persen responden perempuann yang bersstatus
janda (lihat Gambar 10). Hal ini menunjjukkan bahhwa sebagiaan besar peeserta,
baik peseerta laki-lakki maupun peserta perempuan
p
produk peembiayaan BMT
Swadaya Pribumi
P
berrstatus sudaah menikah.
L
Laki-lak
ki
0%
Perempuan
n
13% 0%
Belum
m
menik
kah
100%
8
87%
Menik
kah
Cerai
Gambar 10
5.8.3
Persenntase Sebarran Respon
nden menurrut Status Pernikahan
n dan
Jenis Kelamin
K
di Desa
D
Kemb
bang Kuningg, 2011
Tingkat Pen
T
ndidikan
S
Sebaran
penndidikan yanng ditamatk
kan oleh ressponden paada penelitiaan ini
adalah tiddak tamat SD, tamat SD, tamatt SMP, daan tamat SMA. Tidak
k ada
respondenn yang telahh menyelesaaikan pendid
dikan di Perrguruan Tinnggi, seperti yang
diungkapkkan salah saatu respondeen berikut in
ni:
“Tamat SD saja
“
s
sudah alhamdulilllah neng, apalagi
ap
zam
man dulu
m
mah.
Nah, sekarang gilliran anak-anak ibu yaang sekolahh tinggi,
saampai kuliaah, makanyaa ibu dan bapak harus gesit cari uuang...”
(IIbu Rh, 46 tahun).
t
S
Sebagian
bessar respondden laki-lakii dalam pennelitian ini teelah tamat SMA,
S
yakni sebesar 40 perrsen sedanggkan sebagiian besar reesponden perempuan hanya
h
tamat SD, yakni sebeesar 66,7 perrsen. Hal in
ni menunjukkkan bahwaa peserta lak
ki-laki
telah berppendidikan formal
f
lebihh tinggi darripada peseerta peremppuan (lihat Tabel
T
14).
60
Tabel 14
Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011
Pendidikan yang
Ditamatkan
Tidak tamat SD
Jenis Kelamin
Laki-laki
n (%)
(6,7)
2 (13,3)
3 (10,0)
Tamat SD
4 (26,7)
10 (66,7)
14 (46,7)
Tamat SMP
4 (26,7)
3 (20,0)
7 (23,3)
Tamat SMA
6 (40,0)
0
(0,0)
6 (20,0)
0
0
(0,0)
0
Tamat Perguruan
Tinggi
Total n (%)
1
Total
n (%)
Perempuan
n (%)
(0,0)
15 (100,0)
15 (100,0)
(0,0)
30 (100,0)
Sumber: Data primer (2011).
Tingkat pendidikan reponden perempuan dan responden laki-laki pada
penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tidak tamat atau tamat SD disebut
tingkat pendidikan rendah, tamat SMP disebut tingkat pendidikan sedang, dan
tamat SMA digolongkan ke dalam tingkat pendidikan tinggi. Adapun jumlah dan
persentase sebaran responden menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dan
jenis kelamin tertera pada Tabel 15 berikut ini:
Tabel 15
Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Pendidikan yang
Ditamatkan, Tingkat Pendidikan, dan Jenis Kelamin di Desa Kembang
Kuning, 2011
Pendidikan yang
Ditamatkan
Tidak tamat SD
Tingkat
Pendidikan
Jenis kelamin
Laki-laki
n (%)
Perempuan
n (%)
Total
n (%)
Rendah
5 (33,3)
12 (80,0)
17 (56,7)
Tamat SMP
Sedang
4 (26,7)
3 (20,0)
7 (23,3)
Tamat SMA
Tinggi
6 (40,0)
0
(0,0)
6 (20,0)
15 (100,0)
30 (100,0)
Tamat SD
Total n (%)
15 (100,0)
Sumber: Data primer (2011).
Berdasarkan tingkat pendidikan responden, terlihat bahwa responden
laki-laki berada pada tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi daripada
responden perempuan karena mayoritas responden laki-laki berada pada kategori
61
pendidikann tinggi, yaaitu tamat SMA
S
sebesaar 40 persenn sedangkann sebagian besar
respondenn perempuann berada paada kategorri pendidikaan rendah, yyaitu tidak tamat
t
atau tamatt SD sebesaar 80 persenn (lihat Gam
mbar 11). Hal
H ini mennunjukkan bahwa
b
peserta laaki-laki prooduk pembbiayaan BM
MT Swadayya Pribum
mi berpendidikan
formal leebih tinggi daripada peserta peerempuan produk
p
pem
mbiayaan BMT
Swadaya Pribumi.
P
Laki-lak
ki
80.00%
Perempu
uan
60.00%
40.00%
P
Perempuan
20.00%
Laki-laaki
0.00%
Tidak tamat SD
S s.d
Tamat SD
D
Gambar 11
1
5.8.4
Tamaat SMP
Tamat SMA
Persenntase Sebaraan Respond
den menuruut Tingkat P
Pendidikan yang
Ditamaatkan dan Jenis Kelam
min di Desa Kembang
K
K
Kuning, 2011
JJenis Usahaa
S
Seluruh
ressponden paada penelitian ini merupakan
m
pedagang atau
wiraswastta yang meemiliki jeniss usaha yan
ng beragam
m Jumlah jeenis usaha yang
ditekuni oleh
o respondden perempuuan dan ressponden laki-laki adalahh 21 jenis usaha.
u
gorengan, es camppur, beras, dan
Jenis usaaha warunng nasi, gado-gado,
g
klontong/w
warung dom
minan ditekkuni oleh responden
r
p
perempuan
sedangkan jenis
usaha ketooprak, sate, bakso keliiling, bakso
o goreng, madu,
m
mebell, minyak wangi,
w
percetakann, pengumppul kain peerca, dan pangkas
p
ram
mbut mayooritas merup
pakan
jenis usahha yang dittekuni olehh responden
n laki-laki (lihat
(
Tabel 16). Darii data
tersebut terlihat
t
keccenderungaan jenis ussaha yang ditekuni oleh respo
onden
perempuann adalah jenis usahha makanan
n melalui kegiatan memasak yang
pemasarannnya dilakuukan di rumaah atau sek
kitar rumah sedangkan jjenis usaha yang
ditekuni reesponden laaki-laki lebiih beragam tidak hanyaa usaha makkanan tetapii juga
usaha nonn-makanan, seperti kerrajinan meb
bel, percetakkan, pengum
mpul kain perca
yang omseet per bulannnya lebih besar
b
daripada usaha makanan
m
daalam skala kecil.
62
Responden laki-laki yang menekuni usaha makanan memiliki kecenderungan
menjual dagangan mereka dengan cara berkeliling sehingga memiliki peluang
yang besar dalam memperoleh lebih banyak pembeli daripada hanya menjual
makanan di rumah.
Tabel 16
Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Jenis Usaha dan
Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011
Jenis kelamin
Jenis Usaha
Warung nasi
Gado-gado
Laki-laki
n (%)
Total
n (%)
Perempuan
n (%)
1 (20)
4 (80)
5 (100)
0
2 (100)
2 (100)
(0)
Ketoprak
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Sate
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Bakso keliling
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Bakso goreng
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Makanan/jajanan
anak
1 (100)
1
(0)
1 (100)
Gorengan
0
(0)
1 (100)
1 (100)
Es campur
0
(0)
1 (100)
1 (100)
Beras
0
(0)
1 (100)
1 (100)
Klontong/warung
4 (40)
6 (60)
10 (100)
Madu
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Mebel
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Minyak wangi
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Percetakan
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Pulsa
1 (50)
1 (50)
2 (100)
Pengumpul kain
perca
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Pangkas rambut
1 (100)
0
(0)
1 (100)
Sumber: Data primer (2011).
Penggolongan jenis usaha responden dilakukan oleh peneliti untuk
menyederhanakan dan mengelompokkan jenis usaha responden menjadi dua
63
kategori, yaitu jenis usaha makanan dan jenis usaha non-makanan sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut ini:
Tabel 17
Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan
Jenis Usaha dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011
Jenis kelamin
Jenis usaha
Laki-laki
Jumlah
n (%)
Perempuan
Makanan
11 (42,9)
15 (57,1)
26 (100,0)
Non-makanan
6 (85,7)
1 (14,3)
7 (100,0)
Sumber: Data primer (2011).
Jenis usaha makanan dominan ditekuni oleh responden perempuan
sedangkan jenis usaha non-makanan dominan ditekuni oleh responden laki-laki.
Responden perempuan cenderung menekuni usaha di bidang makanan atau
kuliner yang dapat dikerjakan di rumah sambil merawat dan mengurus keluarga
(domestik) sedangkan responden laki-laki menekuni usaha yang lebih beragam,
tidak hanya usaha makanan tetapi juga usaha non-makanan yang cenderung
menghasilkan omset yang lebih besar setiap bulannya daripada jenis usaha
makanan pada skala kecil. Sebagian besar responden laki-laki yang berdagang
makanan, menjual dagangan mereka dengan cara berkeliling kampung, tidak
berdagang di rumah (lihat Gambar 12).
Makanan
Laki-laki
Perempuan
Non-makanan
Laki-laki
Perempuan
14%
43%
57%
86%
Gambar 12
Persentase Sebaran Responden menurut Penggolongan Jenis Usaha
dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011
64
5.8.5
Tingkat Pendapatan
Pendapatan responden setiap bulannya relatif beragam dan tidak semua
responden dapat mengatakan dengan jujur jumlah pendapatan mereka. Sebagian
besar responden juga kesulitan dalam menyebutkan secara pasti nominal
pendapatan mereka, seperti yang di ungkapkan salah satu responden berikut ini:
“ Duh neng, kalau pendapatan ibu setiap harinya mah ga tentu,
bingung nyebutinnya juga berapa. Kadang ada, kadang juga
sedikit hasilnya neng ...” (Ibu En, 49 tahun)
Berdasarkan kisaran pendapatan yang responden ungkapkan maka diperoleh data
pendapatan terendah responden pada penelitian ini adalah Rp400.000,00 per bulan
dan pendapatan tertinggi responden adalah Rp12.000.000,00. Dari hasil tersebut,
peneliti membagi kategori pendapatan per bulan responden menjadi tiga kategori,
yaitu pendapatan Rp400.000,00-Rp4.500.000,00 per bulan, Rp4.500.000,00-Rp
8.600.000,00 per bulan, dan kurang dari Rp8.600.000,00 per bulan.
Tabel 18
Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Pendapatan dan Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011
Tingkat pendapatan/
bulan
Jenis Kelamin
Laki-laki
n (%)
Perempuan
n (%)
Total
n (%)
400.000-4.500.000
10 (66,7)
9 (60,0)
4.500.000-8.600.000
4 (26,7)
1
(6,7)
5 (16,7)
1
(6,7)
5 (33,3)
6 (20,0)
15 (100,0)
15 (100,0)
30 (100,0)
> 8.600.000
Total n (%)
19 (63,3)
Sumber: Data primer (2011).
Berdasarkan tingkat pendapatan responden per bulan, sebagian besar
responden perempuan dan laki-laki berada pada kategori tingkat pendapatan
Rp400.000,00-Rp4.500.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden, baik responden laki-laki maupun responden perempuan berpendapatan
rendah dan jumlah responden laki-laki yang berpendapatan rendah lebih banyak
daripada responden perempuan yang berpendapatan rendah. Hal yang menarik
adalah bahwa jumlah responden perempuan yang berpendapatan tinggi (33,3%)
65
lebih banyak dari responden laki-laki (6,7%) lihat Gambar 13. Salah satu
responden perempuan yang berpendapatan tinggi adalah Ibu Pn yang melakukan
usaha secara bersama dengan suaminya. Ibu Pn menekuni usaha warung yang
cukup besar dan menekuni usaha tersebut bersama suaminya yang juga berjualan
makanan pada malam hari di depan warung mereka sehingga penghasilan yang
Ibu Pn terima setiap bulannya lebih besar daripada penghasilan responden lainnya.
80.00%
70.00%
66.70%
60%
60.00%
50.00%
Laki-laki
40.00%
33.30%
30.00%
26.70%
Perempuan
20.00%
10.00%
6.70%
6.70%
0.00%
1
2
3
Keterangan :
1
2
3
: Pendapatan Rp400.000 s.d Rp4.500.000
: Pendapatan Rp4.500.000 s.d Rp8.600.000
: Pendapatan lebih dari Rp8.600.000
Gambar 13
5.8.6
Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat Pendapatan dan
Jenis Kelamin di Desa Kembang Kuning, 2011
Ikhtisar
Peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi memiliki
karakteristik, yaitu: 1) berumur produktif bekerja tua, 2) mayoritas peserta
perempuan berstatus sudah menikah dan minoritas peserta perempuan berstatus
janda, 3) berpendidikan rendah, 4) dominan menekuni jenis usaha makanan, 5)
berpendapatan rendah. Peserta laki-laki produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi memeliki karakteristik, yaitu: 1) berumur produktif bekerja muda, 2)
berstatus sudah menikah, 3) berpendidikan tinggi, 4) dominan menekuni jenis
usaha non-makanan, 5) berpendapatan rendah.
BAB VI
PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA
PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA
PRIBUMI
6.1
Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta
Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam suatu organisasi
atau lingkup formal lainnya. Pembagian kerja juga terdapat dalam keluarga di
suatu rumahtangga yang dilakukan oleh suami, istri, atau dibantu oleh anak.
Pembagian kerja oleh perempuan dan laki-laki dalam rumahtangga terbagi ke
dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan
sosial-kemasyarakatan.
Kegiatan produktif dalam penelitian ini diukur melalui satu kegiatan,
yaitu kegiatan mencari nafkah. Kegiatan reproduktif dalam penelitian ini diukur
melalui 12 kegiatan, yaitu memasak, mencuci pakaian, mencuci piring, menyapu,
mengepel, menyetrika, mengurus anak, memandikan anak, menyuapi anak,
menggendong anak, mengantar anak ke posyandu, dan memperbaiki perkakas
rumahtangga. Kegiatan sosial-kemasyarakatan dalam penelitian ini diukur melalui
enam kegiatan, yaitu arisan, kelompok pengajian, PKK, kerjabakti, kematian, dan
pernikahan.
Jumlah seluruh kegiatan yang ditanyakan kepada responden adalah 19
kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut ditanyakan kepada responden untuk
mengetahui siapa yang mengerjakan apa di dalam rumahtangga dan masyarakat?
apakah
laki-laki saja, perempuan saja, bersama, atau dibantu oleh anak
(perempuan dan laki-laki)? Pada kenyataannya terdapat kegiatan yang didominasi
laki-laki atau perempuan saja, seperti kegiatan produktif biasanya di dominasi
oleh kaum laki-laki dan kegiatan reproduktif didominasi oleh kaum perempuan
saja. Dominasi tersebut menimbulkan terjadinya pembedaan antara perempuan
dan laki-laki dalam pembagian kegiatan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi
timbulnya persepsi mengenai jenis kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh lakilaki atau perempuan, diantaranya hukum, sosio-kultural, agama, institusi,
kebijakan pemerintah, dan lain-lain.
67
Tabel 19
Jumlah dan Persentase Pembagian Keja dalam Rumahtangga
Responden
Pekerja Keluarga
Kegiatan
Laki-laki
saja
n (%)
Tidak ada
n (%)
Perempuan
saja
n (%)
Bersama
n (%)
Total
n (%)
(1) Kegiatan Produktif
Mencari nafkah
0 (0,0)
10 (33,3)
5 (16,7)
15 (50,0)
30 (100,0)
(2) Kegiatan Reproduktif
Masak
0 (0,0)
0 (0,0)
30 (100,0)
(0,0)
30 (100,0)
Cuci pakaian
1 (3,3)
1 (3,3)
28 (93,3)
0 (0,0)
30 (100,0)
Cuci piring
1 (3,3)
0 (0,0)
29 (96,7)
0 (0,0)
30 (100,0)
Menyapu
3 (10,0)
0 (0,0)
24 (80,0)
3 (10,0)
30 (100,0)
Mengepel
4 (13,3)
0 (0,0)
24 (80,0)
2 (6,7)
30 (100,0)
Menyetrika
4 (13,3)
1 (3,3)
24 (80,0)
1 (3,3)
30 (100,0)
Urus anak
0 (0,0)
0 (0,0)
21 (70,0)
9 (30,0)
30 (100,0)
Mandikan anak
0 (0,0)
0 (0,0)
28 (93,3)
2 (6,7)
30 (100,0)
Menyuapi anak
0 (0,0)
0 (0,0)
27 (90,0)
3 (10,0)
30 (100,0)
Gendong anak
1 (3,3)
0 (0,0)
24 (80,0)
5 (16,7)
30 (100,0)
Antar anak ke
posyandu
0 (0,0)
0 (0,0)
29 (96,7)
1 (3,3)
30 (100,0)
Perbaiki perkakas
rumahtangga
0 (0,0)
23 (76,7)
7 (23,3)
0 (0,0)
30 (100,0)
(3) Kegiatan Sosial
Arisan
22 (73,3)
1 (3,3)
7 (23,3)
0 (0,0)
30 (100,0)
Kelompok
pengajian
6 (20,0)
5 (16,7)
9 (30,0)
10 (33,3)
30 (100,0)
PKK
27 (90,0)
0 (0,0)
3 (10,0)
0 (0,0)
30 (100,0)
Kerjabakti
4 (13,3)
18 (60,0)
0 (0,0)
8 (26,7)
30 (100,0)
Kematian
1 (3,3)
2 (6,7)
2 (6,7)
25 (83,3)
30 (100,0)
Pernikahan
1 (3,3)
2 (6,7)
3 (10,0)
24 (80,0)
30 (100,0)
Sumber: Data primer (2011).
Tabel 19 menyajikan data pembagian kegiatan dalam rumahtangga
responden yang menjadi salah satu alat pengukuran dalam analisis gender. Dari
68
data tersebut diperoleh informasi bahwa kegiatan produktif melalui kegiatan
mencari nafkah utamanya dikerjakan secara bersama oleh suami dan istri dalam
rumahtangga (50,0%), kedua dikerjakan oleh laki-laki saja (33,3%), dan ketiga
dikerjakan oleh perempuan saja (16,7%). Responden perempuan maupun
responden laki-laki, sebagian kecil menjadi pencari nafkah tunggal dalam
rumahtangganya karena statusnya sebagai janda ataupun karena pasangan dari
responden tersebut tidak bekerja, seperti yang diungkapkan beberapa responden
berikut ini:
“...yang mencari nafkah bagi keluarga saya ya saya sendiri,
istri mengurus anak dan keluarga di rumah...” (Bpk Yd, 36
tahun).
“Suami saya sudah tidak bekerja, jadi saya yang mencari
nafkah dan mengurus rumahtangga...” (Ibu Slw, 25 tahun).
Kegiatan reproduktif atau kegiatan mengurus rumahtangga dan keluarga
yang bersifat domestik dominan dikerjakan oleh perempuan, seperti kegiatan
memasak (100,0%), mencuci pakaian (93,3%), mencuci piring (96,7%), menyapu
(80,0%), mengepel (80,0%), menyetrika (80,0%), mengurus anak (70,0%),
memandikan anak (93,3%), menyuapi anak (90,0%), menggendong anak (80,0%),
dan mengantar anak ke posyandu (96,7%). Hanya kegiatan memperbaiki perkakas
rumahtangga yang dominan dikerjakan oleh laki-laki (76,7%). Sebagian besar
responden laki-laki mengatakan bahwa pekerjaan rumahtangga lebih banyak
dikerjakan oleh istri mereka, seperti yang diungkapkan salah satu responden
berikut ini:
“Memasak, mencuci piring, dan pekerjaan rumah mah
dikerjakan oleh istri saya, saya hanya bantu-bantu menjaga
anak seperti sekarang ini saja mba...” (Bpk En, 40 tahun).
Sebagian kecil responden laki-laki mengatakan turut serta membantu istri mereka
dalam mengerjakan kegiatan reproduktif, seperti mencuci pakaian, mengurus
anak, menggendong anak, atau menyuapi anak.
69
“Istri saya baru saja melahirkan dan anak-anak saya masih
kecil jadi saya suka membantu istri saya untuk mencuci
pakaian...” (Bpk Sl, 44 tahun).
Kegiatan sosial sebagian besar dikerjakan secara bersama oleh
perempuan dan laki-laki. Kegiatan arisan dan PKK dominan dikerjakan oleh
perempuan sedangkan kegiatan kerjabakti dominan dikerjakan oleh laki-laki.
Beberapa responden mengatakan bahwa di lokasi penelitian ini terdapat beberapa
kegiatan yang sudah jarang dilakukan atau tidak dilakukan pada saat ini.
“Dulu saya masih tergabung dalam ibu-ibu PKK, tapi sekarang
mah PKK-nya juga sudah tidak aktif lagi seperti dulu mba...”
(Ibu Wln, 47 tahun).
Banyaknya kegiatan yang dilakukan perempuan menunjukkan bahwa
perempuan memiliki beban kerja yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Selain
mengerjakan kegiatan rumahtangga, mengurusi keluarga, dan mengkuti kegiatan
sosial, perempuan juga turut serta bekerja mencari nafkah tambahan untuk
menopang perekonomian keluarga sehingga waktu istirahat perempuan menjadi
lebih sedikit.
“Setiap harinya Ibu bangun jam 2 pagi untuk memasak
makanan yang dijual pagi harinya, neng. Pagi-pagi berangkat
ke sekolah untuk jualan. Siangnya menjaga warung dirumah
dan beres-beres rumah...” (Ibu Rhy, 46 tahun).
6.2
Ikhtisar
Hasil penelitian secara kuantitatif dan kualitatif mengenai pembagian
kerja dalam rumahtangga menunjukkan terdapat ketidakadilan gender dalam
rumahtangga peserta berupa beban kerja berlebih (over burden) yang ditanggung
oleh perempuan. Perempuan memiliki beban kerja berlebih (over burden) karena
disamping bekerja untuk mengurusi keluarga dan rumahtangga, serta mengikuti
kegiatan kemasyarakatan, sebagian besar perempuan juga membantu menopang
perekonomian keluarga dengan mencari nafkah. Akibat beban kerja yang
70
berlebihan ini, perempuan memiliki waktu beristirahat yang sedikit dan terkadang
perempuan tidak memiliki waktu untuk mengurus dirinya sendiri karena merasa
kegiatan atau tugas yang dikerjakannya merupakan kewajiban dari seorang
perempuan (istri) yang harus dikerjakan dengan sukarela dan sepenuh hati.
BAB VII
ANALISIS GENDER TERHADAP PELAKSANAAN PRODUK
PEMBIAYAAN BMT SAWADAYA PRIBUMI
Tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dianalisis
menggunakan alat analisis yang disebut analisis gender. Analisis gender pada
penelitian ini dianalisis berdasarkan tingkat akses peserta perempuan dan laki-laki
terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, tingkat kontrol peserta
perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya
Pribumi, serta tingkat manfaat yang dinikmati oleh perempuan dan laki-laki
peserta BMT Swadaya Pribumi. Bab ini akan menjelaskan hasil dari analisis
gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi secara
kuantitatif dan kualitatif.
7.1
Akses Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi
Akses peserta terhadap sumberdaya merupakan salah satu alat dalam
menganalisis tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Akses
terhadap sumberdaya merupakan peluang atau kesempatan yang dimiliki oleh
perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya. Pada penelitian ini,
sumberdaya yang dimaksud terdiri dari modal uang, pelatihan kewirausahaan
yang diadakan oleh PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya Pribumi, serta
pendampingan usaha oleh BMT Swadaya Pribumi. Akses peserta perempuan dan
peserta laki-laki untuk memperoleh sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi. Akses peserta terhadap
sumberdaya dikatakan tinggi apabila perempuan dan laki-laki memiliki peluang
dan kemudahan untuk menjadi peserta produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi, untuk membuka usaha, untuk membayar angsuran dengan tepat waktu,
untuk diundang dalam pelatihan kewirausahaan yang diadakan PT Holcim
Indonesia Tbk bersama BMT Swadaya Pribumi, dan untuk memperoleh
pendampingan usaha oleh BMT Swadaya Pribumi. Akses peserta terhadap
sumberdaya dikatakan rendah apabila perempuan dan laki-laki memiliki peluang
yang rendah dan mengalami kesulitan untuk menjadi peserta produk pembiayaan
72
BMT Swadaya Pribbumi, untukk membukaa usaha,
u
untuk
mem
mbayar ang
gsuran
d
dalam
d
pelattihan kewiirausahaan yang
dengan teepat waktuu, untuk diundang
diadakan PT
P Holcim
m Indonesia Tbk bersam
ma BMT Sw
wadaya Pribbumi, dan untuk
u
memperolleh pendamppingan usahha oleh BMT Swadayaa Pribumi.
Tabel 20
Jumlah dan
d Persenttase Respon
nden Menuurut Tingkaat Akses Peeserta
terhadap Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribbumi dan Jenis
Kelamin di
d Desa Kem
mbang Kun
ning, 2011
Jenis Kelaamin
Tingkatt Akses
Laki-laaki
n (%
%)
Perempuuan
n (%)
Total
n (%)
Renddah
3 (20,0)
4 (26,7)
7 (23,3)
(
Tingggi
12 (80,0)
11 (73,3)
23 (76,7)
(
Total n (%)
15 (100,0)
15 (100,0)
(
30 (1
100,0)
Sumber: Daata primer (20111).
D
Data
Tabel 20 menunjjukkan bah
hwa baik reesponden laaki-laki maaupun
respondenn perempuaan sama-sam
ma memilik
ki tingkat akses
a
yang tinggi terh
hadap
sumberdayya dalam BMT
B
Swaddaya Pribum
mi, namun jumlah
j
respponden lak
ki-laki
yang mem
miliki akses tinggi untuuk mempero
oleh sumberrdaya dalam
m BMT Swaadaya
Pribumi 6,7
6 persen lebih banyyak daripada jumlah responden
r
pperempuan yang
memiliki akses
a
tinggii terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Prribumi.
80.0%
%
60.0
0%
40.00%
Laki-laaki
20.00%
Perempuan
0.00%
Laki-laaki
Renndah
Gambar 14
Peremppuan
Tinggi
Persenntase Respponden Menurut
M
T
Tingkat
A
Akses terh
hadap
Sumbeerdaya dari BMT Swadaya Pribuumi dan Jeenis Kelam
min di
Desa Kembang
K
K
Kuning,
2011
1
73
Seluruh responden menyatakan bahwa mereka tidak mengalami kesulitan
dalam memperoleh izin membuka usaha karena sebagian besar responden tidak
mengurus izin usaha mereka ke kelurahan untuk memperoleh izin usaha. Sebagian
besar responden juga menyatakan bahwa mereka tidak mengalami kesulitan dalam
memperoleh pembiayaan dari BMT Swadaya Pribumi. Syarat yang mudah dalam
mengajukan pembiayaan menjadi alasan mereka untuk mengajukan pembiayaan
ke BMT Swadaya Pribumi.
“...di BMT mah syaratnya mudah, tidak seperti di Bank X pakai
foto-foto rumah atau warung dulu, ada tahapan ini atau itu.
Pokoknya di BMT syaratnya mudah buat minjem...” (Bpk Sp,
58 tahun).
Kemudahan dalam mengajukan pembiayaan juga terlihat dari jenis
jaminan. Sebagian besar responden tidak menyertakan surat jaminan untuk
mengajukan pembiayaan. Sebagian besar responden hanya menjadi nasabah
dalam produk simpanan (tabungan) untuk dapat mengajukan pembiayaan, seperti
yang diutarakan oleh responden berikut ini:
“...kalau di BMT antara warga dan pengurus BMT sudah saling
kenal jadi tidak dipersulit dalam persyaratannya, tidak perlu
pakai jaminan juga bisa minjem asal menabung di BMT
saja...” (Bpk Ugn, 42 tahun).
Kemudahan tersebut tidak dirasakan oleh seluruh responden, terdapat
beberapa responden yang harus melampirkan surat jaminan, seperti BPKB motor,
surat jual atau beli tanah, ataupun sertifikat rumah.
“...persyaratan BMT memang mudah daripada persyaratan di
bank, namun saya merasa bahwa bunga di BMT terlalu besar,
dan terdapat diskriminasi antara penduduk asli dengan
penduduk pendatang. Saya harus menyertakan jaminan BPKB
motor sedangkan nasabah yang lain tidak memakai jaminan
tetap bisa mendapatkan pembiayaan...” (Bpk Sl, 44 tahun).
74
Beberapa responden juga menyatakan pernah menunggak karena sedang
tidak ada uang pada saat jatuh tempo pembayaran angsuran, ada keperluan
mendesak, dan lain-lain. Bunga yang dianggap terlalu besar juga dinyatakan oleh
beberapa responden lainnya, namun syarat yang mudah serta pencairan dana yang
cepat menjadi alasan responden untuk tetap mengajukan pembiayaan kepada
BMT Swadaya Pribumi.
Akses terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi tidak hanya
dilihat dari aspek pembiayaan saja, namun juga dari fasilitas atau keuntungan
yang ditawarkan oleh BMT Swadaya Pribumi dan PT Holcim Indonesia Tbk,
seperti kegiatan pelatihan kewirausahaan dan pendampingan usaha.
“...pelatihan kewirausahaan pada tahun 2011 ini telah
diadakan sebanyak empat kali. Dua kali diadakan sebelum
lebaran dan dua kali diadakan setelah lebaran. Pelatihan yang
diberikan adalah: 1) manajemen usaha klontongan, 2)
menyusun laporan keuangan, 3) perencanaan pengembangan
usaha, dan 4) budiadaya lele. Pelatihan diadakan di Gedung
Serbaguna PT Holcim Indonesia Tbk. Narasumber kegiatan
pelatihan juga di undang oleh PT Holcim Indonesia Tbk.
Pelatihan ini diberikan kepada nasabah dan masyarakat umum
yang berlokasi di sekitar PT Holcim Indonesia Tbk...” (Bapak
Su).
Sebagian besar responden mengaku diundang oleh BMT Swadaya
Pribumi untuk mengikuti kegiatan pelatihan, namun tidak seluruhnya dapat
menghadiri pelatihan tersebut karena beberapa alasan tertentu, seperti harus
berdagang, tidak sempat hadir karena ada acara keluarga, dan lain-lain.
Kegiatan pendampingan usaha diakui oleh Manajer BMT Swadaya
Pribumi masih sulit untuk dilakukan secara langsung dan satu per satu ke lokasi
usaha peserta produk pembiayaan karena keterbatasan waktu, dana, dan
sumberdaya manusia pengurus BMT Swadaya Pribumi. Banyaknya jumlah
peserta BMT Swadaya Pribumi juga menjadi salah satu kendala untuk
dilakukannya pendampingan usaha sehingga untuk saat ini pendampingan usaha
hanya dilakukan dengan menanyakan perkembangan usaha kepada peserta
pembiayaan ketika peserta datang ke BMT Swadaya Pribumi.
75
7.2
Kontrol Peserta terhadap Sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi
Kontrol peserta terhadap sumberdaya merupakan salah satu alat dalam
menganalisis tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Kontrol
peserta terhadap sumberdaya merupakan kendali atau kuasa yang dimiliki oleh
perempuan dan laki-laki untuk memperoleh sumberdaya. Pada penelitian ini,
sumberdaya yang dimaksud dalam kontrol peserta adalah modal yang mereka
terima dari BMT Swadaya Pribumi dan usaha yang mereka tekuni. Kontrol
peserta perempuan dan peserta laki-laki terhadap sumberdaya dalam BMT
Swadaya Pribumi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Kontrol peserta terhadap sumberdaya dikatakan tinggi apabila peserta perempuan
dan peserta laki-laki sama-sama memiliki kendali atau kuasa yang tinggi untuk
menentukan besarnya pinjaman, pemanfaatan dari uang pinjaman, memiliki
kekuasaan dalam menentukan jenis usaha, memiliki wewenang terhadap usaha
yang ditekuni, serta memiliki kendali atas segala sesuatu yang berhubungan
dengan usaha yang ditekuni tanpa campur tangan atau dominasi dari pasangan.
Kontrol peserta terhadap sumberdaya dikatakan rendah apabila peserta perempuan
dan peserta laki-laki memiliki kendali atau kuasa yang rendah untuk menentukan
besarnya pinjaman, pemanfaatan dari uang pinjaman, memiliki kekuasaan dalam
menentukan jenis usaha, memiliki wewenang terhadap usaha yang ditekuni, serta
memiliki kendali atas segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha yang
ditekuni tanpa campur tangan atau dominasi dari pasangan.
Tabel 21
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Kontrol terhadap
Sumberdaya dalam BMT Swadaya Pribumi dan Jenis Kelamin di
Desa Kembang Kuning, 2011
Jenis kelamin
Tingkat kontrol
Rendah
Laki-laki
n (%)
1
Perempuan
n (%)
Total
n (%)
(6,7)
10 (66,7)
11 (36,7)
Tinggi
14 (93,3)
5 (33,3)
19 (63,3)
Total n (%)
15 (100,0)
15 (100,0)
30 (100,0)
Sumber: Data primer (2011).
Data pada Tabel 21 menunjukkan bahwa responden laki-laki berada pada
kategori tinggi pada kontrol dalam memperoleh sumberdaya (93,3%) sedangkan
76
respondenn perempuuan beradaa pada kaategori renndah dalam
m mempeeroleh
sumberdayya (66,7%) sehingga dapat
d
dikataakan bahwaa peserta laaki-laki mem
miliki
kontrol yaang lebih beesar daripadda peserta perempuan
p
u
untuk
meneentukan besarnya
pinjaman, pemanfaattan dari uaang pinjam
man, jenis usaha,
u
wew
wenang terh
hadap
usaha yanng ditekuni, serta memiiliki kendalii atas segalaa sesuatu yaang berhubu
ungan
dengan ussaha yang diitekuni.
100.0%
%
80.0%
%
60.0%
%
Laki-laaki
40.0%
%
Peremppuan
20.0%
%
0.0%
%
Rendah
Gambar 15
Tinggi
Persenntase Respponden Menurut
M
Tiingkat Koontrol terh
hadap
Sumbeerdaya dalaam BMT Sw
wadaya Pribbumi dan JJenis Kelam
min di
Desa Kembang
K
K
Kuning,
2011
1
B
Berbeda
denngan responnden laki-laaki yang memiliki
m
konntrol yang besar
terhadap penentuan
p
b
besarnya
pinnjaman, pem
manfaatan dari
d uang piinjaman, keendali
atau kekuuasaan dalam
m menentukkan jenis usaha,
u
weweenang terhaadap usaha yang
ditekuni, serta
s
kendaali atas segaala sesuatu yang berhuubungan denngan usaha yang
ditekuni. Sebagian
S
beesar respondden peremp
puan ternyatta tidak mem
miliki kekuasaan
yang sam
ma besarnyaa dengan responden laki-laki
l
daalam menenntukan besarnya
pinjaman yang merekka butuhkann, pemanfaatan dari uaang pinjaman, serta keendali
atas segalaa sesuatu yaang berhubuungan dengaan usaha yaang ditekunii. Sebagian besar
respondenn perempuaan mengataakan harus meminta izin dahuluu kepada suami
s
mereka unntuk mengajjukan pinjam
man, mengeelola keuangan, usaha, dan lain-lain.
“...kalau inggin meminjjam, saya tetap mintta izin duluu sama
“
suuami dan mendapatka
m
an masukan dari suami, boleh meeminjam
a
atau
tidak...” (Ibu El, 36
3 tahun).
77
Empat orang responden perempuan menjawab kelima aspek kontrol dalam
kuesioner dengan jawaban memiliki kontrol terhadap pembiayaan dan usaha yang
ditekuni karena mereka berstatus janda dan dua responden berstatus menikah yang
memiliki kontrol dalam mengelola usaha dan mengajukan pembiayaan kepada
BMT Swadaya Pribumi karena suaminya tidak ikut campur dan tidak ikut
membayar angsuran atas pembiayaan yang istrinya ajukan.
“Bapak gak tahu berapa saya minjem atau membantu saya
membayar angsuran, semuanya saya yang mengajukan dan
membayarnya sendiri...” (Ibu Rh, 51 tahun).
7.3
Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta Produk Pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi
Manfaat yang dinikmati oleh peserta produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi merupakan salah satu alat dalam menganalisis tingkat kesetaraan gender
dalam BMT Swadaya Pribumi. Manfaat yang dinikmati perempuan dan laki-laki
peserta produk pembiayaan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan
tinggi. Manfaat yang dinikmati oleh peserta produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi dikatakan tinggi apabila peserta perempuan dan peserta laki-laki
merasakan dan mengalami peningkatan pendapatan, peningkatan status sosial,
kebutuhan makan atau kebutuhan dasar terpenuhi, dan merasakan adanya
peningkatan
kemampuan
berwirausaha
setelah
memperoleh
pelatihan
kewirausahaan. Manfaat yang dinikmati oleh peserta produk pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi dikatakan rendah apabila perempuan dan laki-laki tidak
merasakan dan tidak mengalami peningkatan pendapatan, peningkatan status
sosial, kebutuhan makan atau kebutuhan dasar terpenuhi, dan merasakan adanya
peningkatan
kemampuan
berwirausaha
setelah
memperoleh
pelatihan
kewirausahaan. Besarnya manfaat yang dinikmati oleh setiap peserta dijawab
cukup beragam oleh peserta karena masing-masing peserta memiliki pandangan
dan penilaian berbeda mengenai manfaat berupa besarnya pendapatan, status
sosial, dan pengetahuan yang mereka peroleh selama menjadi peserta produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.
78
Tabel 22
Jumlah dan
d Persentaase Respond
den Menuruut Manfaat yang Dinik
kmati
oleh Peseerta Produkk Pembiayaaan BMT Swadaya
S
Prribumi dan Jenis
Kelamin di
d Desa Kem
mbang Kun
ning, 2011
Jenis kelaamin
Tingkat manfaat
m
Laki-laaki
n (%
%)
Perempuuan
n (%)
Total
n (%)
Renddah
10 (66,7)
6 (40,0)
16 (53,3)
(
Tingggi
5 (33,3)
9 (60,0)
14 (46,7)
(
Total n (%)
15 (100,0)
15 (100,0)
(
30 (1
100,0)
Sumber: Daata primer (20111).
P
Perbedaan
juumlah responden pereempuan dann respondenn laki-laki dalam
d
memperolleh manfaatt tidak terlalu besar, haanya selisihh 6,7 persenn. Sebagian besar
respondenn perempuann merasa diirinya memp
peroleh mannfaat yang tinggi dari BMT
Swadaya Pribumi (600,0%) sedaangkan sebaagian besar responden laki-laki merasa
m
memperolleh manfaatt yang renddah dari BM
MT Swadayaa Pribumi ((66,7%). Seebesar
53,3 perssen pesertaa, baik pesserta laki-laki maupuun perempuuan menyaatakan
manfaat yang dinikm
mati dari BM
MT Swadayaa Pribumi reendah.
70.0%
%
60.0%
%
50.0%
%
40.0%
%
Laki-laaki
30.0%
%
Peremppuan
20.0%
%
10.0%
%
0.0%
%
R
Rendah
Gambar 16
Tinggi
Persenntase Respoonden Men
nurut Manffaat yang Dinikmati oleh
Pesertaa Produk Pembiayaan
P
n BMT Sw
wadaya Priibumi dan Jenis
Kelam
min di Desa Kembang
K
Kuning,
K
2011
T
Tidak
seluruuh peserta merasakan adanya peeningkatan pendapatan
n dan
peningkataan status sosial setelaah mempero
oleh pembiiayaan dari BMT Swaadaya
79
Pribumi, sebagian besar mengatakan bahwa pendapatan sebelum dan sesudah
sama saja karena pembiayaan tidak sepenuhnya untuk kegiatan usaha tetapi juga
untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kebutuhan anak sekolah, kebutuhan berobat
anak yang sakit, dan lain-lain.
“...yang kemaren ibu pinjem dari BMT adalah untuk biaya
rumah sakit anak, tidak digunakan untuk usaha, makanya
pendapatannya sama saja karena modal usahanya juga tidak
bertambah...” (Ibu Wl, 47 tahun).
Manfaat dalam peningkatan kemampuan berwirausaha juga dirasakan
tidak terlalu besar, baik bagi responden perempuan maupun responden laki-laki
karena materi dalam pelatihan dirasakan tidak sesuai dengan jenis usaha mereka
masing-masing sehingga tidak seluruhnya dapat dipraktekkan dalam kegiatan
usaha responden namun pelatihan tersebut mampu memberikan pengetahuan
tambahan bagi responden mengenai jenis usaha lainnya, seperti budidaya lele
yang menjadi salah satu materi dalam pelatihan kewirausahaan tahun 2011.
“Ibu mah seneng aja neng ikut kumpul-kumpul pelatihan yang
di gedung serbaguna Holcim itu neng, tapi ibu kurang ngerti
kalau tentang usaha-usaha lain selain usaha beras, ibu
pengennya ada pelatihan juga tentang usaha beras...” (Ibu Hs,
66 tahun).
Manfaat dalam pemenuhan makan atau kebutuhan dasar dirasakan sudah
cukup terpenuhi oleh sebagian besar responden dari sebelum atau sesudah
memperoleh pembiayaan dari BMT Swadaya Pribumi. Hasil data mengenai
manfaat yang dirasakan responden memberikan hasil yang menarik, peserta lakilaki memiliki akses dan kontrol yang tinggi terhadap sumberdaya BMT Swadaya
Pribumi tetapi manfaat yang responden laki-laki nikmati tergolong rendah,
sebaliknya responden perempuan memiliki akses dan kontrol yang lebih rendah
daripada responden laki-laki tetapi manfaat yang responden perempuan nikmati
lebih tinggi daripada responden laki-laki. Responden perempuan menjawab
pertanyaan mengenai manfaat yang mereka nikmati dengan jawaban dan
80
tanggapan yang baik, menurut sebagian besar responden perempuan, keadaan
mereka saat ini sudah lebih baik dan mereka mensyukuri keadaan mereka saat ini
dan merasa pembiayaan yang mereka peroleh dari BMT Swadaya Pribumi
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga. Dari segi
pendapatan, responden perempuan menikmati peningkatan pendapatan yang
mereka peroleh walaupun jumlah peningkatannya tidak besar dan belum tentu
dapat memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya. Berbeda dengan responden
perempuan, sebagian besar responden laki-laki merasa keadaan mereka sebelum
dan sesudah memperoleh pembiayaan berjalan sama saja dan tidak ada perubahan
yang lebih baik. Sebagian besar responden laki-laki menjawab tidak merasakan
adanya peningkatan pendapatan, peningkatan status sosial, dan peningkatan
pengetahuan kewirausahaan setelah menjadi peserta produk pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran mengenai
manfaat yang dirasakan oleh peserta perempuan dan peserta laki-laki.
“Keadaan saya saat ini setelah meminjam uang ke BMT malah
semakin terpuruk, karena saya tidak memiliki penghasilan tetap
seperti sebelumnya sehingga kesulitan dalam membayar
angsuran setiap bulannya...” (Bapak Sl, 44 tahun).
7.4
Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi
Tingkat kesetaraan gender diperoleh dari akumulasi nilai responden
mengenai akses terhadap sumberdaya BMT Swadaya Pribumi, kontrol terhadap
sumberdaya BMT Swadaya Pribumi, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Kesetaraan gender memiliki
tingkatan yang lebih tinggi daripada keadilan gender. Keadilan gender merupakan
proses untuk menjadi adil terhadap perempuan dan laki-laki dan kesetaraan
gender adalah kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh
hak-haknya.
Kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi adalah kesamaan
kondisi baik perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hakhaknya dalam kesempatan dan pengambilan keputusan serta dalam menikmati
hasil dan manfaat dari keterlibatannya sebagai peserta produk pembiayaan BMT
81
Swadaya Pribumi.
P
N
Nilai
terendaah dari akum
mulasi ketigga aspek terrsebut adalaah 15
dan nilai tertinggi
t
addalah 30. Peeneliti meng
gkategorikann tingkat keesetaraan gender
ke dalam dua kategoori, yaitu tiddak setara dan
d setara gender.
g
Seelang nilai untuk
u
s
gendder adalah 23-30
2
kategori tidak setara gender addalah 15-22 dan nilai setara
(lihat Tabel 23).
Jumlah dan
d Persenttase Respon
nden berdaasarkan Tinngkat Kesettaraan
Gender dalam
d
BMT
T Swadaya Pribumi di
d Desa Keembang Ku
uning,
2011
Tabel 23
Jeniss kelamin
Tiingkat
kesetarraan gender
Laki-laki
n (%)
Tidaak setara
0
Pereempuan
n (%)
Totaal
n (%
%)
(0,0
0)
4 (26,7)
4 (13,3)
(
S
Setara
15 (100,0
0)
11 (73,3)
26 (86,7)
(
Totaal n (%)
15 (100,0
0)
15 (100,0)
30 (1
100,0)
Sumber: Daata primer (20111).
100.00%
80.00%
60.00%
Laki-laaki
40.0%
Peremppuan
20.0%
Peerempuan
0..0%
Laki-llaki
Tidakk setara
Gambar 17
Setara
Persenntase Respoonden berd
dasarkan Tingkat Kessetaraan Gender
dalam BMT Swaddaya Pribum
mi di Desa Kembang
K
K
Kuning, 2011
R
Responden
laki-laki
maupun
respondenn
perempuuan
sama--sama
menyatakaan bahwa tingkat
t
kesetaraan gen
nder di BM
MT Swadayya Pribumi telah
setara gennder, namuun jumlah responden
r
perempuann yang mennyatakan tin
ngkat
kesetaraann gender dallam BMT Swadaya
S
Prribumi lebihh sedikit darripada respo
onden
laki-laki dengan
d
seliisih 26,7 peersen. Hany
ya 73,3 persen responnden perem
mpuan
yang mennyatakan setara sedanngkan selu
uruh responnden laki-laki menyaatakan
82
tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal
ini dipengaruhi oleh nilai akses dan kontrol yang rendah dari responden
perempuan dalam hal pengelolaan dana pembiayaan dan pengelolaan usaha
sehingga terdapat 26,7 persen responden perempuan yang menyatakan bahwa
tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi tidak setara gender. Hal
ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki lebih setara gender dalam BMT Swadaya
Pribumi daripada peserta perempuan.
7.5
1)
Ikhtisar
Peserta perempuan dan peserta laki-laki sama-sama memiliki tingkat
akses yang tinggi terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi,
namun jumlah peserta laki-laki yang memiliki akses tinggi untuk
memperoleh sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi lebih banyak
daripada jumlah peserta perempuan yang memiliki akses tinggi terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi.
2)
Peserta laki-laki memiliki kontrol yang lebih besar daripada peserta
perempuan untuk menentukan besarnya pinjaman, pemanfaatan dari uang
pinjaman, jenis usaha, wewenang terhadap usaha yang ditekuni, serta
memiliki kendali atas segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
yang ditekuni.
3)
Peserta perempuan merasa dirinya memperoleh manfaat yang tinggi dari
BMT Swadaya Pribumi sedangkan peserta laki-laki merasa manfaat yang
mereka peroleh dari BMT Swadaya Pribumi masih tergolong rendah
karena perbedaan ukuran mengenai manfaat yang dirasakan oleh peserta
perempuan dan peserta laki-laki.
4)
Baik
peserta
laki-laki
maupun
peserta
perempuan
sama-sama
menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi telah setara gender, namun persentase peserta laki-laki yang
menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
telah setara gender lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hal ini
dikarenakan peserta laki-laki memiliki akses dan kontrol terhadap
sumberdaya yang lebih tinggi daripada peserta perempuan.
BAB VIII
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA
PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER
DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI
Hubungan antara karakteristik peserta produk pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi dan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dianalisis
menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik non-parametik
Chi Square untuk menganalisis hubungan antara data skala nominal dengan data
skala ordinal dan Rank Spearman untuk menganalisis hubungan antara data skala
ordinal dengan data skala ordinal. Patokan pengambilan keputusan berdasarkan
nilai Asymp Sig. Jika Asymp Sig. (2-sided) atau p-value lebih kecil dari taraf nyata
(α) = 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti terdapat hubungan yang nyata antara
variabel-variabel yang diuji. Tanda bintang (*) pada koefisien korelasi juga
menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang diuji. Semakin banyak jumlah
bintang (*), maka semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel
yang diuji.
Tabel 24
Hasil Analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara
Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender dalam
BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011
Karakteristik
Responden
Koefisien
Korelasi
Asymp Sig. (2-sided)/
p-value
Keterangan
Umur (median)
-0,392*
0,032
Signifikan
Umur (BPS)
-0,504**
0,005
Signifikan
Status
pernikahan
0,105
0,581
Tidak signifikan
Tingkat
pendidikan
0,330
0,075
Tidak signifikan
Jenis usaha
0,405*
0,027
Signifikan
Tingkat
pendapatan
0,291
0,119
Tidak signifikan
Tabel 24 menyajikan data mengenai hasil analisis Chi Square dan Rank
Spearman antara karakteristik individu peserta dengan kesetaraan gender dalam
BMT Swadaya Pribumi. Dari keenam karakteristik tersebut, tiga variabel
84
signifikan atau memiliki hubungan dengan kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi, yaitu umur berdasarkan median, umur produktif bekerja (BPS),
dan jenis usaha. Hal ini ditunjukkan dari hasil p-value ketiga variabel tersebut
yang lebih kecil dari taraf nyata (α) = 0,05. Nilai koefisien korelasi ketiga variabel
tersebut juga memiliki tanda bintang (*) yang menunjukkan adanya hubungan
antara umur (median), umur produktif bekerja (BPS), dan jenis usaha dengan
kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Ketiga variabel lainnya, yaitu
status pernikahan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan tidak memiliki
hubungan dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Umur
berdasarkan median dan umur produktif bekerja (BPS) memiliki nilai koefisien
korelasi yang negatif dengan kesetaraan gender sedangkan status pernikahan,
tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan memiliki nilai koefisien
korelasi yang positif dengan kesetaraan gender. Nilai koefisien korelasi yang
positif berarti terdapat hubungan yang positif antara variabel-variabel yang diuji,
misalnya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan kesetaraan gender
memiliki arti, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan peserta
maka kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi semakin setara. Hubungan
negatif antara umur dengan kesetaraan gender memiliki arti, yaitu semakin tinggi
umur peserta maka kesetaraan gender semakin tidak setara.
8.1
Hubungan Umur dengan Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya
Pribumi
Pengkategorian umur berdasarkan nilai tengah (median) selang umur
responden dibagi ke dalam dua kategori, yaitu umur kurang dari 45 tahun dan
umur lebih besar sama dengan dari 45 tahun. Responden berumur kurang dari 45
tahun dan responden berumur lebih dari 45 tahun sama-sama menyatakan bahwa
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender,
namun jumlah persentase responden berumur kurang dari 45 tahun yang
menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swdaya Pribumi lebih banyak
daripada persentase responden berumur lebih dari 45 tahun yang menyatakan
kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Selisih
persentase keduanya adalah 26,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden
yang berumur kurang dari 45 tahun lebih merasakan tingginya tingkat kesetaraan
85
gender dalam BMT Swadaya Pribumi daripada responden yang berumur lebih
dari 45 tahun.
Tabel 25
Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender menurut Umur
(Median) Responden di Desa Kembang Kuning, 2011
Tingkat
kesetaraan gender
Umur (tahun)
< 45
n (%)
Tidak setara
0
≥ 45
n (%)
Total
n (%)
(0,0)
4 (26,7)
Setara
15 (100,0)
11 (73,3)
17 (86,7)
Total n (%)
15 (100,0)
15 (100,0)
30 (100,0)
Keterangan: p-value = 0,032
4
(13,3)
Taraf nyata = 0,05
Peserta yang dominan berumur kurang dari 45 tahun adalah peserta lakilaki sedangkan peserta yang dominan berumur lebih dari 45 tahun adalah peserta
perempuan (lihat Tabel 11 pada BAB V). Hubungan antara umur peserta dengan
kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi juga menunjukkan bahwa
peserta berumur kurang dari 45 tahun menyatakan kesetaraan gender dalam
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi tinggi dan persentasenya
lebih besar daripada peserta berumur lebih dari 45 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa peserta laki-laki memiliki karakteristik umur yang lebih muda daripada
peserta perempuan dan persentase peserta laki-laki yang menyatakan pelaksanaan
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar
daripada peserta perempuan.
Selain menggunakan pengkategorian umur berdasarkan median selang
umur responden, pengkategorian umur juga dilakukan menurut umur produktif
bekerja dari BPS yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori umur, yaitu umur
produktif bekerja rendah (15-31 tahun), umur produktif bekerja sedang (32-48
tahun), dan umur produktif bekerja tinggi (49-64 tahun). Berdasarkan Tabel 26,
terlihat bahwa responden pada kategori umur produktif kerja rendah (15-31
tahun), umur produktif kerja sedang (32-48 tahun), dan umur produktif kerja
tinggi (49-64 tahun) sama-sama menyatakan bahwa kesetaraan gender dalam
BMT Swadaya Pribumi adalah setara gender namun persentase kesetaraan gender
dari ketiga kategori umur tersebut berbeda. Responden pada kategori umur
86
produktif bekerja rendah dan sedang yang termasuk ke dalam kategori umur
muda, 100 persen menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT
Swdaya Pribumi telah setara gender sedangkan responden pada kategori umur
produktif bekerja tinggi yang termasuk ke dalam kategori umur tua hanya 60
persen yang menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
telah setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa peserta pada kategori umur
produktif bekerja muda (rendah dan sedang) lebih merasakan pelaksanaan produk
pembiayaan BMT Swdaya Pribumi telah setara gender dan peserta yang dominan
berumur muda adalah peserta laki-laki (lihat Tabel 12 pada BAB V). Hasil uji
korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata
atau signifikan antara umur peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam
pelaksanaan produk pembiayaaan BMT Swadaya Pribumi.
Tabel 26
Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Umur (BPS) Responden di Desa Kembang
Kuning, 2011
Tingkat
kesetaraan gender
Tidak setara
15 – 31
n (%)
0
(0,0)
32 – 48
n (%)
0
49 – 64
n (%)
Total
n (%)
(0,0)
4 (40,0)
4 (13,3)
Setara
4 (100,0)
16 (100,0)
6 (60,0)
26 (86,7)
Total n (%)
4 (100,0)
16 (100,0)
10 (100,0)
30 (100,0)
Keterangan: p-value = 0,005
8.2
Umur (tahun)
Taraf nyata = 0,05
Hubungan Status Pernikahan dengan Kesetaraan Gender dalam
BMT Swadaya Pribumi
Karakteristik responden berikutnya yang dihubungkan dengan kesetaraan
gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah
status pernikahan. Sebagian besar responden telah berstatus menikah dan hanya
dua orang responden perempuan yang berstatus janda. Responden yang berstatus
menikah dan responden yang berstatus cerai (janda) sama-sama menyatakan
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender (lihat
Tabel 27). Hasil uji statistik non-parametik Chi Square juga menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara status pernikahan
87
peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. Hal ini
terlihat dari nilai Asymp Sig. (2-sided) = 0,581 lebih besar dari 0,05 sehingga tolak
H0, yaitu tidak terdapat hubungan antara status pernikahan peserta dengan
kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi.
Tabel 27
Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Status Pernikahan Responden di Desa
Kembang Kuning, 2011
Status pernikahan
Tingkat
kesetaraan gender
Tidak setara
Setara
Total n (%)
Belum
menikah
n (%)
0 (0,0)
0 (0,0)
0 (0,0)
Keterangan: Asymp Sig (2-sided) = 0,581
Menikah
n (%)
4 (14,3)
24 (85,7)
28 (100,0)
Cerai
n (%)
0 (0,0)
2 (100,0)
2 (100,0)
Total
n (%)
4 (13,3)
26 (86,7)
30 (100,0)
Taraf nyata = 0,05
Baik responden yang berstatus menikah maupun responden yang
berstatus janda sama-sama menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan
BMT Swadaya Pribumi telah setara gender. Hal ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan produk pembiayaan tidak membeda-bedakan peserta berdasarkan
status pernikahan peserta.
8.3
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesetaraan Gender dalam
BMT Swadaya Pribumi
Tingkat pendidikan responden terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu
rendah apabila pendidikan terakhir responden adalah tidak tamat atau tamat SD,
sedang apabila pendidikan terakhir responden adalah tamat SMP, dan tinggi
apabila pendidikan terakhir responden adalah tamat SMA. Nilai p-value dari uji
korelasi Rank Spearman hubungan antar variabel tingkat pendidikan dengan
kesetaraan gender adalah 0,075 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
antara tingkat pendidikan dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya
Pribumi tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan. Baik responden pada
tingkat pendidikan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama menyatakan
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender
namun persentase responden berpendidikan sedang dan tinggi yang menyatakan
88
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih
besar daripada responden yang berpendidikan rendah dengan selisih sebesar 23,5
persen (lihat Tabel 28). Karakteristik responden yang berpendidikan tinggi
dominan dimiliki oleh responden laki-laki sedangkan responden perempuan
dominan berpendidikan rendah (lihat Tabel 15 pada BAB V).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa karakteristik dari peserta laki-laki
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi adalah berpendidikan lebih tinggi
daripada peserta perempuan dan memiliki tingkat kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi yang juga lebih tinggi daripada peserta perempuan.
Tabel 28
Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendidikan Responden di Desa
Kembang Kuning, 2011
Tingkat
kesetaraan gender
Tidak setara
Setara
Total n (%)
Keterangan: p-value = 0,075
8.4
Tingkat pendidikan
Rendah
Sedang
n (%)
n (%)
4 (23,5)
0 (0,0)
13 (76,5)
7 (100,0)
17 (100,0)
7 (100,0)
Tinggi
n (%)
0 (0,0)
6 (100,0)
6 (100,0)
Total
n (%)
4 (13,3)
26 (86,7)
30 (100,0)
Taraf nyata = 0,05
Hubungan Jenis Usaha dengan Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi
Jenis usaha responden digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu jenis
usaha makanan dan jenis usaha non-makanan. Hasil uji non-parametik Chi Square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara jenis
usaha peserta dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.
Baik responden yang menekuni jenis usaha makanan maupun non-makanan samasama menyatakan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi adalah telah
setara gender, namun persentase responden yang menekuni usaha non-makanan
dan menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah
setara gender lebih besar daripada responden yang menekuni usaha makanan
dengan selisih yang cukup besar, yaitu 30,8 persen (lihat Tabel 29). Peserta lakilaki dominan menekuni jenis usaha non-makanan sedangkan peserta perempuan
dominan menekuni jenis usaha makanan (lihat Tabel 17 pada BAB V).
89
Karakteristik laki-laki yang lebih cenderung menekuni jenis usaha non-makanan
menunjukkan bahwa peserta laki-laki yang cenderung menyatakan bahwa
pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender.
Tabel 29
Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Penggolongan Jenis Usaha Responden di
Desa Kembang Kuning, 2011
Penggolongan jenis usaha
Tingkat
kesetaraan gender
Makanan
n (%)
Tidak setara
4 (30,8)
Setara
Jumlah n (%)
0
Jumlah
n (%)
(0,0)
4 (13,3)
9 (69,2)
17 (100,0)
26 (86,7)
13 (100,0)
17 (100,0)
30 (100,0)
Taraf nyata = 0,05
Keterangan: p-value = 0,027
8.5
Non-makanan
n (%)
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Kesetaraan Gender dalam
BMT Swadaya Pribumi
Tingkat pendapatan yang diperoleh responden selama satu bulan
dikategorikan
ke
dalam
tiga
kateori,
yaitu
pendapatan
Rp400.000,00-
Rp4.499.000,00 per bulan, pendapatan Rp4.500.000,00-Rp8.599.000,00 per
bulan, dan pendapatan lebih dari Rp8.600.000,00 per bulan.
Tabel 30
Jumlah dan Persentase Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi menurut Tingkat Pendapatan Responden di Desa
Kembang Kuning, 2011
Tingkat
kesetaraan gender
Tidak setara
Setara
Total n (%)
Tingkat pendapatan (Rp)
2
3
1
n (%)
n (%)
n (%)
4 (21,1)
0 (0,0)
0 (0,0)
15 (78,9)
5 (100,0)
6 (100,0)
19 (100,0)
5 (100,0)
6 (100,0)
Keterangan : p-value = 0,119
Total
n (%)
4 (13,3)
26 (86,7)
30 (100,0)
Taraf nyata = 0,05
1
: Pendapatan Rp400.000,00 s.d Rp 4.499.000,00
2
: Pendapatan Rp4.500.000,00 s.d Rp8.599.000,00
3
: Pendapatan ≥Rp8.600.000,00
Uji statistik korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan nyata atau signifikan antara tingkat pendapatan peserta dengan
90
tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi sehingga keduanya tidak
saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Nilai koefisien korelasi yang positif
menunjukkan semakin tinggi tingkat pendapatan peserta, maka semakin tinggi
kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi.
Berdasarkan Tabel 30, terlihat bahwa sebagian besar responden yang
berpendapatan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama menyatakan kesetaraan
gender dalam BMT Swadaya Pribumi telah setara gender namun persentase
responden berpendapatan sedang dan tinggi yang menyatakan pelaksanaan produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah setara gender lebih besar daripada
responden yang berpendapatan rendah dengan selisih 21,1 persen.
8.6
Ikhtisar
Peserta perempuan dan peserta laki-laki memiliki karakteristik yang
berbeda. Dari segi umur, peserta laki-laki berumur produktif bekerja yang lebih
muda daripada peserta perempuan sehingga peserta laki-laki cenderung menekuni
usaha berdagang pada usia produktif muda sedangkan peserta perempuan produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi berumur produktif bekerja tua. Peserta
berumur muda menyatakan bahwa tingkat kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi tinggi. Peserta yang berumur muda merupakan karakteristik
dari peserta laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa peserta laki-laki lebih memiliki
akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya,
dan manfaat yang dinikmati yang lebih besar daripada peserta perempuan.
Dari segi pendidikan, peserta perempuan menempuh tingkat pendidikan
yang lebih rendah daripada peserta laki-laki. Peserta perempuan hanya
menyelesaikan pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) sedangkan peserta lakilaki telah mencapai pendidikan formal pada tingkat Sekolah Menengah Atas
(SMA). Perempuan yang berpendidikan rendah cenderung memiliki posisi tawar
yang lemah dalam keluarganya sehingga sulit memutuskan yang terbaik untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan peserta maka
semakin tinggi tingkat kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan
BMT Swadaya Pribumi. Pendidikan yang tinggi merupakan karakteristik dari
91
peserta laki-laki sehingga peserta laki-laki memiliki akses yang besar terhadap
sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang
dinikmati lebih besar daripada peserta perempuan.
Dari segi status pernikahan, sebagian besar peserta laki-laki maupun
peserta perempuan telah berstatus menikah hanya sebagian kecil peserta yang
berstatus janda. Peserta yang berstatus menikah tidak memiliki kuasa atau kendali
yang bebas seperti pada saat dia berstatus belum menikah atau berstatus cerai.
Laki-laki sebagai suami dan kepala keluarga cenderung dominan dalam
pengambilan keputusan keluarga. Oleh karena itu, perempuan yang ingin
mengajukan pembiayaan kepada BMT Swadaya Pribumi harus memperoleh izin
terlebih dahulu dari suami mereka. Peserta perempuan yang berstatus janda
memiliki akses yang besar terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap
sumberdaya, dan manfaat yang dinikmati lebih besar daripada peserta yang
berstatus berkeluarga.
Dari segi jenis usaha, peserta perempuan cenderung menekuni usaha
makanan skala kecil yang dapat dikerjakan dirumah sambil mengurusi dan
merawat keluarga (domestik) seperti membuka warung di depan rumah, berjualan
gado-gado, es campur, dan jenis usaha makanan lainnya di rumah. Berbeda
dengan peserta perempuan, peserta laki-laki menekuni jenis usaha yang lebih
beragam. Tidak hanya jenis usaha makanan tetapi juga jenis usaha non-makanan,
seperti percetakan, mebel, dan lain-lain yang menghasilkan omset lebih besar
daripada jenis usaha makanan dalam skala kecil. Peserta laki-laki yang menekuni
jenis usaha makanan cenderung menjual dagangan mereka dengan cara
berkeliling, seperti ketoprak keliling, baso keliling, dan lain-lain. Sehingga peserta
laki-laki yang menekuni jenis usaha makanan dengan cara bekeliling memiliki
lebih besar peluang dalam memperoleh pembeli daripada hanya berjualan di
depan rumah. Peserta yang menekuni usaha jenis non-makanan menyatakan
kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
lebih tinggi daripada peserta yang menekuni jenis usaha makanan. Jenis usaha
non-makanan menjadi karakteristik jenis usaha yang ditekuni oleh peserta lakilaki. Hal ini menunjukkkan bahwa peserta laki-laki memiliki akses yang besar
92
terhadap sumberdaya, kontrol yang besar terhadap sumberdaya, dan manfaat yang
dinikmati lebih besar daripada peserta perempuan.
Dari segi pendapatan, peserta perempuan dan peserta laki-laki sama-sama
berada pada kategori pendapatan yang rendah. Pendapatan tinggi biasa dimiliki
oleh peserta yang memiliki usaha dalam skala besar dan memiliki lebih dari satu
jenis usaha dengan manajemen keuangan yang baik.
Tiga dari enam karakteristik individu peserta yang berbeda memiliki
hubungan dengan kesetaraan gender dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi. Tiga karakteristik individu peserta tersebut adalah umur
berdasarkan median selang umur responden, umur berdasarkan umur produktif
bekerja dari BPS, dan jenis usaha yang ditekuni oleh peserta. Umur peserta
menunjukkan koefisien korelasi yang negatif, yaitu semakin muda umur peserta
maka semakin tinggi kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi.
Sedangkan karakteristik lainnya, yaitu status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis
usaha, dan tingkat pendapatan menunjukkan nilai koefisien yang positif.
BAB IX
ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI
9.1
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan
praktis dan kebutuhan strategis Gender
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi pada penelitian ini diukur dari
sejauhmana pemenuhan kebutuhan praktis serta kebutuhan strategis gender
peserta produk pembiayaan (perempuan dan laki-laki) dipertimbangkan dalam
pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi. Jumlah pertanyaan untuk mengukur
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi adalah delapan pertanyaan yang terdiri dari
lima pertanyaan pemenuhan kebutuhan praktis dan tiga pertanyaan pemenuhan
kebutuhan strategis.
Pemenuhan kebutuhan praktis peserta produk pembiayaan dalam
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur berdasarkan lima pertanyaan
mengenai pemenuhan kebutuhan antara peserta perempuan dan peserta laki-laki
terhadap
kebutuhan
permodalan,
pengetahuan
kewirausahaan,
kebutuhan
ekonomi, perbaikan kondisi hidup, dan perkembangan usaha. Nilai terendah
dalam pemenuhan kebutuhan praktis peserta perempuan dan peserta laki-laki
dalam BMT Swadaya Pribumi adalah 5 sedangkan nilai tertingginya adalah 10
sehingga diperoleh nilai tengah, yaitu 7,5≈8.
Pemenuhan kebutuhan praktis dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu
rendah dan tinggi. Pemenuhan kebutuhan praktis peserta produk pembiayaan
BMT Swadaya Pribumi dikatakan rendah apabila skor yang diperoleh berkisar
antara 5-8 sedangkan pemenuhan kebutuhan praktis peserta produk pembiayaan
BMT Swadaya Pribumi dikatakan tinggi apabila skor yang diperoleh berkisar
antara 9-10. Sebagian besar responden laki-laki berada pada kategori rendah
dalam pemenuhan kebutuhan praktis (53,3%) sedangkan sebagian besar
responden perempuan berada pada kategori tinggi dalam pemenuhan kebutuhan
praktis (66,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden
perempuan merasa kebutuhan praktis mereka, seperti pemenuhan kebutuhan
permodalan, pengetahuan kewirausahaan, kebutuhan ekonomi, perbaikan kondisi
hidup, dan perkembangan usaha. Hal ini juga berhubungan dengan tingginya
tingkat pemenuhan manfaat yang dirasakan oleh responden perempuan (lihat
94
Tabel 22 pada BAB VII). Respponden pereempuan cennderung mennsyukuri ap
papun
mati dari keikutsertaa
k
an merekaa sebagai peserta prroduk
yang mereka nikm
wadaya Pribbumi.
pembiayaaan BMT Sw
Tabel 31
Jumlah dan Perseentase Seb
baran Respponden m
menurut Tin
ngkat
Pemenuhan Kebutuhhan Praktis di
d Desa Kem
mbang Kunning, 2011
Pemenuhan kebutuhaan
prraktis
Jenis kelamin
Laki-laki
L
n (%)
Pereempuan
n (%)
Totaal
n (%
%)
Reendah
8 (53,3
3)
5 (33,3))
13 (43,3)
(
T
Tinggi
7 (46,7
7)
10 (66,7))
17 (56,7)
(
Totaal n (%)
15 (100,0
0)
15 (100,0))
30 (1
100,0)
Sumber: Daata Primer (2011).
P
Peserta
pereempuan ceenderung mengajukan
m
n permohonnan pembiaayaan
dengan tuj
ujuan untuk memenuhi kebutuhan rumahtanggga sehari-hhari yang beersifat
praktis sedangkan
s
peserta laki-laki
l
cenderung
c
mengajukaan permoh
honan
pembiayaaan dengan tujuan mem
mperbesar skala usahaa mereka. O
Oleh karen
na itu,
peserta peerempuan biiasanya mengajukan pembiayaan yang lebih sedikit darripada
peserta laaki-laki sehhingga tingkkat pengem
mbalian pesserta perem
mpuan cendeerung
lebih tingggi daripada peserta lakii-laki.
70.0%
%
60.0%
%
50.0%
%
40.0%
%
30.0%
%
20.0%
%
10.0%
%
0.0%
%
Laki-laaki
Peremppuan
R
Rendah
Tinggi
Gambar 18 Persenntase Sebarran Respo
onden mennurut Tingkkat Pemen
nuhan
Kebutuuhan Praktis di Desa Kembang
K
Kuuning, 2011
95
Kebutuhan strategis memiliki tingkatan yang lebih tinggi daripada
kebutuhan praktis. Kebutuhan strategis tersebut meliputi kebutuhan terhadap
akses, kontrol, dan manfaat yang bersifat strategis yang dapat dinikmati oleh
peserta. Peserta yang telah mampu memenuhi kebutuhan praktis belum tentu
mampu memenuhi kebutuhan strategis gender. Peserta yang telah mampu
memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender, maka peserta
tersebut telah memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan gender yang tinggi.
Kebutuhan strategis merupakan kebutuhan yang bersifat jangka panjang
yang mengacu pada perubahan hubungan gender antara perempuan dan laki-laki,
seperti kebutuhan terhadap hak yang sama dalam memperoleh pembiayaan,
pelatihan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan strategis peserta produk
pembiayaan dalam keberhasilan BMT Swadaya Pribumi diukur berdasarkan tiga
perubahan hubungan gender, yaitu hak atau kesempatan yang sama antara
perempuan dan laki-laki dalam memperoleh pembiayaan, mengikuti kegiatan
pelatihan, dan pengambilan keputusan dalam mengatur rumahtangga.
Sebagian besar responden perempuan berada pada kategori rendah dalam
pemenuhan kebutuhan strategis (60,0%) sedangkan sebagian besar responden
laki-laki berada pada kategori tinggi dalam pemenuhan kebutuhan strategis
(86,7%), dengan selisih perbedaan 26,7% (lihat Tabel 32). Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden laki-laki merasa kebutuhan strategis mereka,
seperti kesempatan memperoleh pembiayaan, pelatihan kewirausahaan, dan
pengambilan keputusan dalam rumahtangga telah terpenuhi.
Tabel 32
Jumlah dan Persentase Sebaran Responden menurut Tingkat
Pemenuhan Kebutuhan Strategis di Desa Kembang Kuning, 2011
Pemenuhan kebutuhan
strategis
Laki-laki
n (%)
Perempuan
n (%)
Total
n (%)
Rendah
2 (13,3)
9 (60,0)
11 (36,7)
Tinggi
13 (86,7)
6 (40,0)
19 (63,3)
Total n (%)
15 (100,0)
15 (100,0)
30 (100,0)
Sumber: Data Primer (2011).
Jenis kelamin
96
P
Peserta
laki--laki cenderung memiiliki pengarruh dan kenndali yang besar
dalam pem
menuhan kebutuhan
k
s
strategis
meereka, baik di lingkunngan masyaarakat
maupun keluarga.
k
Daalam keluarrga, laki-lak
ki sebagai suami
s
dan kkepala kelu
uaraga
bertindak sebagai pengambil keputusan
k
utama
u
di dalam
d
keluuarga sedan
ngkan
perempuann berperann sebagai pendampin
ng suaminnya dan m
menerima setiap
s
keputusann dari suam
mi mereka sehingga
s
peerempuan harus
h
mempperoleh izin
n dari
suami mereka sebeelum menggajukan peembiayaan. Tidak seeluruh kelu
uarga
didominassi oleh kepuutusan suam
mi mereka, terdapat
t
bebberapa keluuarga yang saling
s
merundinggkan persoaalan yang mereka
m
hadaapi dan menncari jalan kkeluarnya secara
s
bersama. Perempuann yang mem
miliki tingk
kat pendidikkan tinggi atau pendaapatan
tinggi padda umumnyya memilikki posisi taw
war yang cukup
c
tingggi dan mem
miliki
pengaruh dalam keluaarga.
90.0%
%
80.0%
%
70.0%
%
60.0%
%
50.0%
%
40.0%
%
30.0%
%
20.0%
%
10.0%
%
0.0%
%
Laki-laaki
Peremppuan
R
Rendah
Tinggi
onden mennurut Tingkkat Pemen
nuhan
Gambar 19 Persenntase Sebarran Respo
Kebutuuhan Strateggis di Desa Kembang Kuning,
K
20111
P
Penggabung
gan pemenuuhan kebutu
uhan praktiis dan kebbutuhan straategis
gender anntara peserta perempuaan dan peserta laki-laaki dapat m
mengukur tin
ngkat
keberhasillan BMT Swadaya
S
Prribumi dalaam memennuhi kebutuuhan praktiss dan
kebutuhann strategis gender
g
para peserta pro
oduk pembiaayaan. Tinggkat keberhaasilan
BMT Swaadaya Pribuumi dikelom
mpokkan kee dalam duaa kategori, yyaitu rendah
h dan
tinggi. Seecara kuanttitatif, jawaaban sebag
gian besar responden perempuan
n dan
respondenn laki-laki mengenai
m
k
keberhasilan
n BMT Sw
wadaya Pribbumi sama--sama
menunjukkkan bahwaa tingkat keeberhasilan BMT Swaadaya Pribuumi berada pada
kategori tiinggi karenna telah berhhasil memeenuhi kebutuuhan praktiis dan kebuttuhan
97
strategis gender
g
peseerta produk pembiayaan BMT Sw
wadaya Pribumi (lihat Tabel
T
33). Hanyya sebesar 13,3
1
persen peserta perrempuan daan 13, 3 perrsen pesertaa lakilaki yang merasa tinggkat keberhhasilan BM
MT Swadayaa Pribumi ddalam memenuhi
m
tergolong rendaah.
kebutuhann praktis dann strategis mereka
Tabel 33
Jumlah dan Perseentase Seb
baran Respponden m
menurut Tin
ngkat
Keberhassilan BMT Swadaya
S
Pribumi di Deesa Kembanng Kuning, 2011
Tingkat keberhasila
k
an
BMT Swaadaya Pribuumi
Jenis kelamin
Laki-laki
L
n (%)
Totaal
n (%
%)
Pereempuan
n (%)
Reendah
2 (13,3
3)
2 (13,3))
4 (13,3)
(
T
Tinggi
13 (86,7
7)
13 (86,7))
26 (86,7)
(
Totaal n (%)
15 (100,0
0)
15 (100,0))
30 (1
100,0)
Sumber: Daata Primer (2011).
100.00%
80.00%
60.0%
Laki-lakki
40..0%
Perempuuan
20..0%
Perem
mpuan
0.0%
Laki-laki
Renndah
Gambar 20
9.2
Tinggi
Persenttase Sebarann Respondeen menurut Tingkat Keeberhasilan BMT
Swadaaya Pribumii di Desa Keembang Kunning, 2011
Analisis Gen
A
nder terhadap Keberrhasilan BM
MT Swadayya Pribumii
P
Pelaksanaan
n suatu program
p
dapat dikkatakan berhasil ap
pabila
memperhaatikan persooalan kesetaaraan genderr dalam
pelaksanaaannya.
Ketika
K
pelaksanaaan suatu program teelah memp
perhatikan kesetaraann gender dalam
d
pemenuhaan kebutuhaan gender yaang berbedaa antara perrempuan dann laki-laki, maka
program tersebut dappat dikatakaan telah resp
ponsif gendder. Analisiss gender seebagai
suatu alat analisis hubbungan gennder dalam suatu kegiaatan atau proogram dilak
kukan
98
berdasarkan beberapa tahapan. Pada penelitian ini analisis gender dilakukan
dengan menganalisis peran (pembagian kerja) dalam rumahtangga, akses peserta
terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, kontrol peserta terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, dan manfaat yang dinikmati oleh
peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Dari keempat variabel
tersebut diambil tiga variabel untuk digabungkan ke dalam variabel tingkat
kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi, yaitu tingkat akses terhadap
sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi, tingkat kontrol terhadap sumberdaya
dari BMT Swadaya Pribumi, dan tingkat manfaat yang dinikmati oleh peserta
produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi. Hubungan atau korelasi antara
variabel-variabel dalam kesetaraan gender dan variabel keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi diukur dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman
dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 34
Hasil Analisis Uji Statistik Rank Spearman antara Akses, Kontrol,
Manfaat, dan Kesetaraan Gender terhadap Tingkat Keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011
Analisis Gender
p-value
Keterangan
0,479**
0,007
Signifikan
Kontrol
0,109
0,568
Tidak signifikan
Manfaat
0,367*
0,046
Signifikan
Kesetaraan gender
0,423*
0,020
Signifikan
Akses
Koefisien Korelasi
Berdasarkan Tabel 34, terlihat bahwa akses peserta produk pembiayaan
BMT Swadaya Pribumi terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi,
manfaat yang dinikmati oleh peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi,
dan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi memiliki signifikansi pvalue kurang dari 0,05 sehingga ketiga variabel tersebut memiliki hubungan yang
nyata atau signifikan dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi sedangkan
kontrol peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terhadap sumberdaya
dari BMT Swadaya Pribumi tidak memiliki hubungan yang nyata dengan
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi yang ditunjukkan melalui signifikansi pvalue lebih besar dari 0,05. Tanda bintang (*) pada nilai korelasi kofisien
menunjukkan hubungan atau signifikansi antar variabel yang diuji, semakin
banyak jumlah bintang maka semakin signifikan, seperti tanda bintang yang
99
ditunjukkan pada variabel akses peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya
Pribumi, manfaat yang dinikmati oleh peserta, dan kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
Hubungan antara akses peserta dengan keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi memiliki tingkat signifikansi yang tinggi. Jika tingkat akses peserta
terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi tinggi maka tingkat
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi juga tinggi dan jika tingkat akses peserta
terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi rendah maka tingkat
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi juga rendah. Sebagian besar responden (95,7
persen responden) yang memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya dari BMT
Swadaya Pribumi, menyatakan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam
memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dan sebesar 57,1
persen peserta yang memiliki akses yang rendah terhadap sumberdaya dari BMT
Swadaya Pribumi menyatakan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi adalah rendah
(lihat Tabel 35).
Tabel 35
Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Akses Responden dalam Memperoleh Sumberdaya
BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011
Tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
Tingkat akses
Rendah
n (%)
Tinggi
n (%)
Total
n (%)
Rendah
3 (42,9)
4 (57,1)
7 (100,0)
Tinggi
1 (4,3)
22 (95,7)
23 (90,0)
Total n (%)
4 (13,3)
26 (86,7)
30 (100,0)
Keterangan: p-value = 0,007
Taraf nyata = 0,05
Hasil uji non-parametik Rank Spearman menunjukkan kontrol peserta
dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi tidak memiliki hubungan yang nyata
atau signifikan dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. Rendahnya kontrol
peserta terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi tidak mempengaruhi
keberhasilan BMT Swadaya Pribumi menjadi rendah. Peserta yang memiliki
kontrol tinggi terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi menyatakan
BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dan peserta yang memiliki kontrol yang
rendah terhadap sumberdaya dari BMT Swadaya Pribumi ternyata juga
100
menyatakan bahwa BMT Swadaya Pribumi dapat dikatakan telah berhasil dalam
memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender peserta produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi (lihat Tabel 36).
Tabel 36
Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Kontrol Responden dalam Memperoleh Sumberdaya
BMT Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011
Tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
Tingkat kontrol
Rendah
n (%)
Tinggi
n (%)
Total
n (%)
Rendah
2 (18,2)
9 (81,8)
11 (100,0)
Tinggi
2 (10,5)
17 (89,5)
19 (100,0)
Total n (%)
4 (13,3)
26 (86,7)
30 (100,0)
Keterangan: p-value = 0,568
Taraf nyata = 0,05
Hubungan antara manfaat yang dinikmati peserta dengan keberhasilan
BMT Swadaya Pribumi cukup signifikan atau berhubungan nyata. Jika tingkat
manfaat yang dinikmati peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
adalah tinggi maka tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi juga tinggi.
Seluruh peserta yang merasakan manfaat yang mereka nikmati tinggi, menyatakan
bahwa keberhasilan BMT Swadaya Pribumi juga tinggi (lihat Tabel 37).
Tabel 37
Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Manfaat yang Responden Nikmati dari BMT
Swadaya Pribumi di Desa Kembang Kuning, 2011
Tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
Tingkat manfaat
Rendah
n (%)
Tinggi
n (%)
Total
n (%)
Rendah
4 (25,0)
12 (75,0)
16 (100,0)
Tinggi
0 (0,0)
14 (100,0)
14 (100,0)
Total n (%)
4 (13,3)
26 (86,7)
30 (100,0)
Keterangan: p-value = 0,046
Taraf nyata = 0,05
Hubungan antara kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi
dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi memiliki tingkat signifikansi yang
cukup tinggi. Semakin tinggi tingkat kesetaraan gender peserta dalam BMT
Swadaya Pribumi maka tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi semakin
101
tinggi. Sebesar 50,0 persen responden menyatakan pelaksanaan produk
pembiayaan BMT Swadaya Pribumi tidak setara gender dengan keberhasilan yang
juga rendah. Sebesar 50,0 persen responden lainnya yang menyatakan
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi tidak setara gender
ternyata merasa bahwa tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi tinggi.
Sebesar 92,7 persen responden menyatakan kesetaraan gender dalam BMT
Swadaya Pribumi adalah setara gender dengan tingkat keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi yang juga tinggi (lihat Tabel 38).
Tabel 38
Jumlah dan Persentase Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
menurut Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT Swadaya Pribumi di
Desa Kembang Kuning, 2011
Tingkat
kesetaraan gender
Tingkat keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi
Rendah
n (%)
Tinggi
n (%)
Total
n (%)
Tidak setara
2 (50,0)
2 (50,0)
4 (100,0)
Setara
2 (7,7)
24 (92,7)
26 (100,0)
Total n (%)
4 (13,3)
26 (86,7)
30 (100,0)
Keterangan: p-value = 0,020
Taraf nyata = 0,05
Kuantitas peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
yang lebih banyak dari peserta laki-laki menunjukkan bahwa perempuan memiliki
kesempatan yang cukup besar untuk mengajukan pemohonan pembiayaan kepada
BMT Swadaya Pribumi, namun peserta perempuan memiliki kontrol atau kuasa
yang lebih rendah daripada peserta laki-laki dalam mengelola uang pembiayaan
dari BMT Swadaya Pribumi serta dalam mengelola usaha yang mereka jalani
karena laki-laki memiliki peran yang lebih besar dalam rumahtangga peserta
sehingga laki-laki mayoritas lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Hal ini
yang mempengaruhi peserta perempuan menyatakan bahwa kesetaraan gender
dalam BMT Swadaya Pribumi adalah tidak setara gender. Dari segi akses dan
kontrol, peserta laki-laki memiliki akses yang lebih tinggi daripada peserta
perempuan, namun dari segi manfaat yang dirasakan, peserta perempuan
menyatakan manfaat yang mereka nikmati adalah tinggi. Manfaat peserta
perempuan yang tinggi tersebut mempengaruhi keberhasilan BMT Swadaya
102
Pribumi dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender
peserta produk pembiayaan. Tingkat kesetaraan gender yang setara dalam BMT
Swadaya Pribumi mempengaruhi tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi sebagai suatu program yang responsif
gender merupakan keterlibatan aktif dari semua pihak, peserta perempuan dan
peserta laki-laki harus menyadari kebutuhan dan kepentingan mereka masingmasing.
9.3
Ikhtisar
Peserta perempuan dan peserta laki-laki menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan praktis mereka sudah terpenuhi, namun tingkat pemenuhan kebutuhan
praktis peserta perempuan lebih tinggi daripada peserta laki-laki. Peserta
perempuan dan peserta laki-laki juga menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
strategis mereka sudah terpenuhi, namun tingkat pemenuhan kebutuhan strategis
peserta perempuan lebih rendah daripada peserta laki-laki. Akumulasi dari kedua
kebutuhan gender tersebut menghasilkan nilai keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi. Secara kuantitatif, peserta perempuan dan peserta laki-laki sama-sama
menyatakan bahwa tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi berada pada
kategori tinggi karena telah berhasil memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan
strategis gender peserta produk pembiayaan terutama dalam pemenuhan
kebutuhan ekonomi keluarga. Peserta yang menyatakan pelaksanaan BMT
Swadaya Pribumi tidak setara dan setara gender sama-sama merasa bahwa
pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil. Oleh karena itu, tingkat
kesetaraan gender yang setara dalam BMT Swadaya Pribumi akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi.
BAB X
PENUTUP
10.1
1)
Kesimpulan
Peserta perempuan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi memiliki
karakteristik, yaitu: berumur tua, mayoritas peserta perempuan berstatus
sudah menikah dan minoritas peserta perempuan berstatus janda,
berpendidikan rendah, dominan menekuni jenis usaha makanan, serta
berpendapatan rendah. Peserta laki-laki produk pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi memiliki karakteristik, yaitu: berumur muda, berstatus
sudah menikah, berpendidikan tinggi, dominan menekuni jenis usaha
non-makanan, serta berpendapatan rendah. Tiga dari enam karakteristik
individu peserta, yaitu umur berdasarkan median selang umur responden,
umur berdasarkan umur produktif bekerja dari BPS, dan jenis usaha yang
ditekuni oleh peserta berhubungan dengan tingkat kesetaraan gender
dalam pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi.
2)
Perempuan mengerjakan lebih banyak kegiatan reproduktif dan
kemasyarakatan, serta memiliki beban kerja berlebih (over burden)
karena disamping bekerja untuk merawat dan mengurusi keluarga, serta
mengikuti kegiatan sosial-kemasyarakatan, sebagian besar perempuan
juga membantu menopang perekonomian keluarga dengan mencari
nafkah.
3)
Baik
peserta
laki-laki
maupun
peserta
perempuan
sama-sama
menyatakan bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya
Pribumi telah setara gender, namun persentase peserta laki-laki yang
menyatakan pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi
telah setara gender lebih tinggi daripada peserta perempuan. Hal ini
dikarenakan peserta laki-laki memiliki akses terhadap sumberdaya dari
BMT Swadaya Pribumi dan kontrol terhadap sumberdaya dari BMT
Swadaya Pribumi yang lebih besar daripada yang dimiliki oleh peserta
perempuan.
104
4)
Secara kuantitatif, peserta perempuan dan peserta laki-laki menyatakan
bahwa pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi telah
berhasil dalam memenuhi kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis
gender peserta produk pembiayaan. Namun, peserta perempuan
merasakan pemenuhan kebutuhan strategis yang lebih rendah daripada
peserta laki-laki dan peserta laki-laki merasakan pemenuhan kebutuhan
praktis yang lebih rendah daripada peserta perempuan.
5)
Pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi yang setara
gender berhubungan dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
dalam memenuhi kebutuhan praktis dan strategis gender peserta produk
pembiayaan.
Semakin
tinggi
tingkat
kesetaraan
gender
dalam
pelaksanaan produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi, maka semakin
tinggi tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memenuhi
kebutuhan praktis dan strategis gender peserta produk pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi.
10.2
1)
Saran
Tujuan
pembentukkan
BMT
Swadaya
Pribumi
adalah
untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal, namun
masih ditemukan masyarakat yang tidak mengetahui BMT Swadaya
Pribumi dan masyarakat pendatang yang berdomisili di sekitar Holcim
Indonesia Pabrik Narogong yang merasa dibedakan dalam mengakses
produk pembiayaan dari BMT Swadaya Pribumi. Oleh karena itu, perlu
adanya sosialisasi dan publikasi secara rutin dan menyeluruh kepada
seluruh lapisan masyarakat (masyarakat pribumi atau pendatang yang
berdomisili di sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong), terutama
masyarakat yang membutuhkan pembiayaan untuk kesejahteraan hidup
mereka agar masyarakat dapat mengakses produk pembiayaan maupun
produk simpanan di BMT Swadaya Pribumi.
2)
Bias gender dalam BMT Swadaya Pribumi dapat diminimalisir dengan
cara memberikan akses dan kontrol terhadap masyarakat untuk
105
memperoleh sumberdaya dan manfaat dari kegiatan di BMT Swadaya
Pribumi tanpa membeda-bedakan gender mereka.
3)
Pelatihan dan pendampingan terhadap usaha peserta produk pembiayaan
perlu dilakukan secara rutin dan mendalam kepada setiap peserta agar
usaha yang ditekuni peserta produk pembiayaan dapat terus berkembang
dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
[CSR Jawa Timur]. Tanpa tahun. Sejarah CSR. [Internet]. [diunduh 30 Maret
2011]. Format/ Ukuran: PDF/ 278 KB. Dapat diunduh dari:
http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf .
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2004. Panduan Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender (PUG) Lingkup Departemen Kehutanan. [diunduh 28 Mei 2011].
Dapat
diunduh
dari:
http://www.dephut.go.id/halaman/pengarusutamaan_gender/pug/l_528_0
4.htm .
[Depkeu] Departemen Keuangan. Tanpa tahun. Panduan Pelatihan
Pengarusutamaan Gender Depkeu. [Internet]. [diunduh 19 Oktober
2011]. Format/Ukuran: PDF/1.809 KB. Dapat diunduh dari:
www.depkeu.go.id/ind/others/Gender/ISI_MODUL_PUG.pdf .
[HDI] Human Development Report. 2009. Gender Empowerment Measure
(GEM). [Internet]. [dinduh 28 April 2010]. Format/ Ukuran: PDF/ 113
KB.
Dapat
diunduh
dari:
http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf .
[HDI] Human Development Report. 2009. Human Development Index (HDI).
[Internet]. [dinduh 28 April 2010]. Dapat diunduh dari:
http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2009_EN_Table_K.pdf .
[ILO] International Labour Organization. 2001. Strategi Pengarusutamaan
Gender. [Internet]. [dinduh 28 April 2010]. Dapat diunduh dari:
www.ilo.org .
[Inpres] Instruksi Presiden. 2000. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008
Tentang Pedoman Umum Pengarusutamaan Gender di Daerah. Jakarta
[ID]: Kementrian Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak. 30 hal.
107
[UNDP Indonesia] United Nations for Development Programme. 2007. Usaha
Pencapaian MDGs Indonesia. [Internet]. [diunduh 28 April 2011. Dapat
diunduh
dari:
http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&
id=822&Itemid=46&lang=id .
[WHO] World Health Organization. 2011. What do we mean by "sex" and
"gender"?. [Internet]. [dikutip 18 Mei 2011]. Dapat diunduh dari:
http://www.who.int/gender/whatisgender/en/index.html .
Ascarya. 2008. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta [ID]: PT Raja Grafindo
Persada.
Asrianti US. 2010. Analisis Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(Corporate Social Responsibility/ CSR) dalam Upaya Pengembangan
Masyarakat (Studi Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil Swadaya Pribumi PT
Holcim Indonesia Tbk di Desa Kembang Kuning, Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor
[ID]: Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Azis MA. Tata Cara Pendirian BMT. [Internet]. [diunduh 3 Januari 2012].
Format/Ukuran:
PDF/
470
KB.
Dapat
diunduh
dari:
http://pkesinteraktif.pkes.org/download/bmt_pkes_secure.pdf .
Dowling S. 2008. Analisis Gender: Sebuah Panduan Pengantar Disiapkan untuk
PT Kaltim Prima Coal (KPC) Mitra Proyek. (Alih bahasa dari bahasa
Inggris oleh Aria Jalil). [Internet]. [diunduh 30 April 2011]. Format/
Ukuran:
PDF/
431
KB.
Dapat
diunduh
dari:
empoweringcommunities.anu.edu.au/.../Gender%20Analysis%20Toolkit
_Bahasa%20Version.pdf .
Faisal S. 2005. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Handayani T dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Edisi
Revisi. Surya Dharma (ed). Malang [ID]: UPT. Penerbitan Universitas
Muhamadiyah Malang.
108
Haspels N dan Suriyasarn B. 2005. Panduan Praktis bagi Organisasi:
Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi Penaggulangan Pekerja
Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak. [Internet]. [diunduh 10
Mei 2011]. Format/ Ukuran: PDF/808 KB. Dapat diunduh dari:
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilojakarta/documents/publication/wcms_150508.pdf.
Hubeis AVS. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor [ID]:
IPB Press.
Koesoemowidjojo SE. 2000. Peranan Gender dalam Rumahtangga Penerima
Kredit Peningkatan Pendapatan Petani Kecil di Bogor. [Tesis]. Bogor
[ID]: Institut Pertanian Bogor.
Lu’lu.
2005. Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek
Penanggulangan Kemiskiinan di Perkotaan (P2KP). [Skripsi]. Bogor
[ID]: Institut Pertanian Bogor.
Radyati MRN. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Jakarta [ID]:
Yayasan Indonesia Business Links.
Rahman A. 2009. Evaluasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Holcim
Indonesia Tbk (Studi Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil Swadaya Pribumi,
Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat).
[Skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian
Bogor.
Rahman R. 2009. Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan.
Jakarta [ID]: PT Buku Kita.
Simatauw M, Simanjuntak L, Kuswardono PT. 2001. Gender & Pengelolaan
Sumberdaya Alam. Yogyakarta [ID]: Yayasan PIKUL.
Singarimbun M dan Effendi S. 2008. Metode Penelitian Survai (Cetakan ke-19).
Jakarta [ID]: LP3ES.
109
Sitorus F. 1998. Penelitian Kualitatif “ Suatu Perkenalan”.
Kelompok
Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi,
Antropologi, dan Kependudukan Jurusan Ilmu Sosial dan Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian IPB.
Siwi M. 2011. Profil dan Persepsi Komunitas Desa Kembang Kuning terhadap
Pengembangan Masyarakat dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
PT Holcim Indonesia Tbk. Bogor [ID]: Departemen SKPM, FEMA, IPB.
Solihin I. 2009. Corporate Social Responsibility: From Chairity to Sustainability.
Jakarta [ID]: Salemba Empat.
Sukada S, Wibowo P, Ginano K, Jalal, Kadir I, Rahman T. 2007. CSR for Better
Life: Indonesian Context. Membumikan Bisnis Berkelanjutan.
Memahami Konsep dan Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Jakarta [ID]: Yayasan Indonesia Business Links.
Untung B. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta [ID]: Sinar Grafika.
Uyanto SS. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta [ID]: Graha
Ilmu.
Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik [ID]: Fascho
Publishing.
Zainal RI. 2006. Best Practices: Corporate Social Responsibility (CSR) Sebuah
Pengalaman Membangun Multistakeholder Engagement bagi Penerapan
CSR di Kabupaten Muba, Sumatera Selatan. Palembang [ID]: Percetakan
Usaha
Musi.
LAMPIRAN
111
Lampiran 1
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN
PELAKSANAAN BMT SWADAYA PRIBUMI
Bapak/ Ibu yang saya hormati,
Kuesioner ini merupakan salah satu instrumen penelitian skripsi yang dilakukan oleh:
Nama
: Debbie Luciani Prastiwi
NRP
: I34080059
Fakultas/ Departemen
: Fakultas Ekologi Manusia/ Sains Komunikasi
dan
Pengembangan Masyarakat
Perguruan Tinggi
: Institut Pertanian Bogor
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dan
sejauhmana relasi gender menentukan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. Oleh karena itu, peneliti
meminta kesediaan Bapak/ Ibu untuk menjawab semua pertanyaan yang ada dengan baik dan
sejujur-jujurnya. Identitas dan jawaban Bapak/ Ibu akan dijaga kerahasiaannnya. Terimakasih.
Nomor responden
Tanggal pengumpulan data
Tanggal entri data
I.
:
:
:
Karakteristik Responden
Berilah tanda (X) pada pilihan yang benar atau sesuai.
1. Nama Responden
: ...........................................................................
2. Umur
: ......... tahun
3. Jenis Kelamin
: [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
4. Agama
: ...........................................................................
5. Status Pernikahan
: [ ] Menikah
[ ] Belum menikah
[ ] Cerai (duda/ janda)
6. Suku
: ...........................................................................
7. Alamat (RT/ RW)
: ...........................................................................
Desa: ...................................................................
RT: .............
RW: .............
Kelurahan: ......................................
Kecamatan: ....................................
112
8. No. Telp/ HP
: ...........................................................................
9. Apa pendidikan terakhir Anda?
[ ] Tidak tamat SD
[ ] Tamat SD
[ ] Tamat SMP
[ ] Tamat SMA
[ ] Tamat Perguruan Tinggi D1/D2/D3/S1/S2/S3
10. Apa status pekerjaan Anda saat ini ?
[ ] Bekerja
[ ] Tidak bekerja
11. Apa pekerjaan utama Anda saat ini ?
[ ] Pegawai Negeri Sipil
[ ] Pegawai Swasta
[ ] Petani
[ ] Buruh (buruh pabrik, buruh bangunan, buruh angkut, dan lain-lain)
[ ] Pedagang/ wiraswasta
[ ] Lainnya, sebutkan: ..........................................
Jika pekerjaan utama Anda sebagai pedagang/ wiraswasta, lanjutkan ke no 11.
12. Apa jenis usaha yang Anda tekuni saat ini?
[ ] Pengolahan makanan/ minuman, sebutkan: ..........................................
[ ] Ternak hewan, sebutkan: ..........................................
[ ] Kerajinan, sebutkan: ..........................................
[ ] Klontong, sebutkan: ..........................................
[ ] Fotokopi
[ ] Bengkel
[ ] Pulsa
[ ] Lainnya, sebutkan: ..........................................
13. Apa status usaha Anda?
[ ] Milik sendiri
[ ] Bukan milik sendiri
Jika milik sendiri, lanjutkan ke no 13.
14. Berapa jumlah pekerja Anda saat ini?
Jawab: ..........................................
113
15. Apa status pekerja Anda?
[ ] Pekerja keluarga tak dibayar
[ ] Pekerja keluarga dibayar
[ ] Pekerja upah harian
[ ] Pekerja upah mingguan
[ ] Pekerja upah bulanan
[ ] Pekerja borongan
16. Berapa modal awal usaha Anda?
Jawab: Rp ..........................................
17. Berasal darimanakah modal usaha Anda? (boleh diisi lebih dari 1)
[ ] Modal sendiri, sebutkan: Rp..........................................
[ ] Pinjaman, sebutkan: Rp ..........................................
18. Berapa besar penghasilan bersih Anda per harinya saat ini?
Jawab: Rp ..........................................
19. Berapa besar penghasilan bersih Anda per minggunya saat ini?
Jawab: Rp ..........................................
20. Berapa besar penghasilan bersih Anda per bulannya saat ini?
Jawab: Rp ..........................................
II.
BMT Swadaya Pribumi
21. Apa jenis produk pembiayaan/ kredit yang Anda ikuti saat ini?
[ ] Murabahah
[ ] Mudharabah
[ ] Ijarah
[ ] Musyarakah
22. Sejak kapan Anda menjadi nasabah produk pembiayaan/ kredit tersebut?
Jawab : ..............................................
23. Berapa besar pinjaman Anda saat ini?
Jawab: Rp ..........................................
24. Berapa besar angsuran pinjaman Anda per bulannya?
Jawab: Rp ..........................................
25. Berapa besar bunga pinjaman Anda per bulannya?
114
Jawab: Rp ..........................................
26. Berapa lama jangka waktu angsurannya?
Jawab: ...............................................
27. Jelaskan alasan Anda menjadi nasabah produk pembiayaan/ kredit
tersebut?
Jawab:
.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
28. Apa jaminan yang Anda serahkan sebagai syarat untuk menjadi nasabah
produk pembiayaan/ kredit tersebut?
[ ] Surat kios
[ ] BPKB motor/ mobil
[ ] Akte jual/ beli tanah
[ ] Sertifikat tanah/ rumah
[ ] Lainnya, sebutkan: ..........................................
III. Pembagian Peran dalam Keluarga
Berilah tanda (X) pada pilihan yang sesuai dengan Anda.
Kegiatan
29.Mencari nafkah
30.Masak
31.Cuci pakaian
32.Cuci piring
33.Menyapu
34.Mengepel
35.Menyetrika
36.Urus anak
37.Mandikan anak
38.Menyuapi anak
39.Gendong anak
Pekerja keluarga
Laki-laki saja Perempuan saja
Bersama
115
40.Antar anak ke posyandu
41.Perbaiki
rumahtangga
perkakas
42.Arisan
43.Kelompok pengajian
44.PKK
45.Kerjabakti
46.Kematian
47.Pernikahan
IV.
No.
Akses terhadap Produk Pembiayaan/ Kredit
Pertanyaan
48. Apakah Anda mendapatkan kesulitan
memperoleh izin membuka usaha?
Ya
dalam
Jika Ya, maka jelaskan mengapa Anda mengalami
kesulitan itu?
Jawab:
......................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
..............................
49. Apakah Anda mendapatkan kesulitan dalam
memperoleh pembiayaan/ kredit dari BMT Swadaya
Pribumi?
Jika Ya, maka jelaskan mengapa Anda mengalami
kesulitan itu?
Jawab:
......................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
..............................
50. Apakah Anda mendapatkan pernah menunggak
angsuran pembiayaan/ kredit dari BMT Swadaya
Pribumi?
Jika Ya, maka jelaskan mengapa Anda menunggak
Tidak
116
angsuran tersebut?
Jawab:
......................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
..............................
51. Apakah Anda berkesempatan untuk mengikuti
pelatihan kewirausahaan yang diadakan oleh BMT
Swadaya Pribumi?
52. Apakah Anda mengikuti pelatihan kewirausahaan
tersebut dalam 1 tahun terakhir ini?
53. Apakah
Anda
berkesempatan
memperoleh
pendampingan dari BMT Swadaya Pribumi?
V.
No.
Kontrol terhadap Produk Pembiayaan/ Kredit
Pertanyaan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
54. Apakah Anda yang menentukan berapa besarnya
pinjaman yang Anda inginkan (bukan atas kehendak
suami/ istri)?
55. Apakah Anda yang menentukan pemanfaatan dari
uang pinjaman tersebut?
56. Apakah Anda yang menentukan jenis usaha yang
Anda tekuni saat ini?
57. Apakah Anda yang memiliki wewenang (kekuasaan
legal) terhadap usaha Anda?
58. Apakah Anda yang memiliki kendali atas segala
sesuatu yang berhubungan dengan usaha Anda?
VI.
No.
Manfaat yang Dinikmati oleh Peserta
Pertanyaan
59. Apakah Anda merasakan adanya peningkatan
pendapatan setelah memperoleh produk pembiayaan/
kredit dari BMT Swadaya Pribumi?
60. Apakah Anda merasakan peningkatan status sosial
Anda menjadi lebih baik dari sebelumnya?
117
61. Apakah makan/kebutuhan dasar Anda terpenuhi
setelah memperoleh produk pembiayaan dari BMT
Swadaya Pribumi?
62. Apakah Anda merasakan adanya peningkatan
kemampuan
berwirausaha
setelah
mengikuti
pelatihan kewirausahaan tersebut?
VII. Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi
No.
Pertanyaan
a. Kebutuhan Praktis
63. Apakah produk pembiayaan/ kredit dari BMT
Swadaya Pribumi mampu memenuhi kebutuhan
permodalan usaha Anda?
64. Apakah kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh BMT
Swadaya Pribumi mampu memenuhi kebutuhan
pengetahuan kewirausahaan Anda?
65. Apakah saat ini Anda telah mampu memenuhi
kebutuhan ekonomi Anda?
66. Apakah Anda mengalami perbaikan kondisi hidup
setelah memperoleh produk pembiayaan dari BMT
Swadaya Pribumi?
67. Apakah usaha Anda mengalami perkembangan usaha
setelah memperoleh produk pembiayaan dari BMT
Swadaya Pribumi?
b. Kebutuhan Strategis
68. Apakah Anda memiliki kesempatan yang sama
dengan nasabah lainnya (laki-laki atau perempuan)
dalam memperoleh produk pembiayaan/ kredit BMT
Swadaya Pribumi?
69. Apakah Anda memiliki kesempatan yang sama
dengan nasabah lainnya (laki-laki atau perempuan)
dalam mengikuti kegiatan pelatihan dari BMT
Swadaya Pribumi?
70. Apakah saat ini Anda memiliki pengambilan
keputusan bersama (setara dengan suami atau istri)
dalam mengatur rumahtangga?
Ya
Tidak
118
Lampiran 2
Panduan Wawancara Mendalam
Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam
ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN
PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL
(Studi Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil Swadaya Pribumi PT Holcim
Indonesia Tbk di Desa Kembang Kuning,
Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Hari/ Tanggal
: Jumat, 9 September 2011
Waktu wawancara
: 09.30-10.30 WIB
Lokasi
: Kantor Community Relation PT Holcim Indonesia
Tbk Pabrik Narogong
Nama informan
: Bapak Ary Wahyu
Jabatan
:Koordinator Community Relation PT Holcim
Indonesia Tbk
1.
Apa yang menjadi dasar motivasi pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi?
2.
Mengapa kegiatan BMT Swadaya Pribumi dipilih sebagai salah satu bentuk
CSR?
3.
Siapa yang menginisiasi pembentukan BMT Swadaya Pribumi?
4.
Siapa saja stakeholder yang terkait dalam pembentukkan BMT Swadaya
Pribumi?
5.
Siapa sasaran dari kegiatan BMT Swadaya Pribumi?
6.
Sudah berapa lama BMT Swadaya Pribumi diadakan?
7.
Apa ada kendala yang dihadapi pada saat penyelenggaraan BMT Swadaya
Pribumi?
8.
Apakah pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi dapat dikatakan berhasil?
9.
Apa harapan perusahaan terhadap BMT Swadaya Pribumi?
119
Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam
ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN
PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL
(Studi Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil Swadaya Pribumi PT Holcim Indonesia
Tbk, Desa Kembang Kuning,
Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Hari/ Tanggal
: Jumat, 21 Oktober 2011
Waktu wawancara
: 10.00-11.00 WIB
Lokasi
: Kantor BMT Swadaya Pribumi
Nama informan
: Bapak Sulaeman
Jabatan
: Manajer BMT Swadaya Pribumi
1.
Bagaimana proses pembentukan BMT Swadaya Pribumi?
2.
Siapa yang menginisiasikan dibentuknya BMT Swadaya Pribumi
3.
Bagaimana proses pemilihan pengurusnya?
4.
Siapa yang menjadi sasaran dari BMT Swadaya Pribumi?
5.
Bagaimana menentukan nasabahnya?
6.
Bagaimana tingkat antusias dan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan
BMT Swadaya Pribumi menurut perusahaan? Adakah data-data yang
menunjang?
7.
Siapa yang paling banyak menjadi nasabah BMT Swadaya Pribumi?
8.
Produk apa yang paling banyak diminati? Oleh siapa saja diminatinya?
9.
Apa manfaat/ keuntungan yang diperoleh nasabah BMT Swadaya Pribumi?
10.
Apakah laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk
menjadi nasabah BMT Swadaya Pribumi?
11.
Apakah bila perempuan (istri) mengajukan produk pembiayaan harus
melampirkan tandatangan persetujuan suaminya?
12.
Berapa besar bunga yang harus dibayar oleh nasabah produk pembiayaan/
kredit? Bagaimana cara menentukannya?
13.
Pelatihan kewirausahaan apa yang diberikan kepada nasabah? Siapa yang
menjadi pesertanya? Berapa banyak? Siapa narasumbernya?
120
14.
Bagaimana proses pendampingan dilakukan? Siapa pendampingnya?
15.
Apa kendala yang dihadapi dalam pengelolaan BMT Swadaya Pribumi?
16.
Sejauhmana BMT Swadaya Pribumi dikatakan berhasil?
17.
Apa yang menjadi indikator/ kriteria keberhasilan?
121
Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam
ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN
PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL
(Studi Kasus: Baitul Maal Wa Tamwil Swadaya Pribumi PT Holcim
Indonesia Tbk di Desa Kembang Kuning,
Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Hari/ Tanggal
: Jumat, 21 Oktober 2011
Waktu wawancara
: 11.00-12.00 WIB
Lokasi
: Kantor Desa Kembang Kuning
Nama informan
: Ibu Neneng
Jabatan
: Sekretaris Desa
1.
Bagaimana dan kapan Desa Kembang Kuning berdiri?
2.
Bagaimana kondisi geografis dan demografi Desa Kembang Kuning?
3.
Bagaimana karakteristik masyarakat di daerah ini?
4.
Apakah Ibu mengenal PT Holcim Indonesia Tbk?
5.
Kapan PT Holcim Indonesia Tbk ada di desa ini?
6.
Bagaimana cara PT Holcim Indonesia Tbk melakukan survai kebutuhan
warga?
7.
Program apa saja yang dilakukan oleh PT Holcim Indonesia Tbk ?
8.
Apakah
PT
Holcim
Indonesia
Tbk
mensosialisasikan
rencana
pembentukkan BMT Swadaya Pribumi?
9.
Siapa saja yang terlibat pada saat pembentukkan BMT Swadaya Pribumi?
10.
Apakah kebutuhan utama yang diperlukan masyarakat saat ini?
11.
Apakah pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi dapat dikatakan berhasil?
12.
Apakah harapan Ibu terhadap PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya
Pribumi?
122
Lampiran 3
1.
Hasil Olah Data Primer
Hubungan Umur (Median) dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi
Correlations
Tingkat
Kesetaraan
Gender
Umur
(median)
Spearman's
rho
Umur (median)
Correlation
Coefficient
1.000
-.392*
.
.032
30
30
-.392*
1.000
.032
.
30
30
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Kesetaraan
Gender
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
2.
Hubungan Umur (BPS) dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi
Correlations
Tingkat
Kesetaraan
Gender
Umur
(BPS)
Spearman's
rho
Umur (BPS)
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Kesetaraan
Gender
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1.000
-.504**
.
.005
30
30
-.504**
1.000
.005
.
30
30
123
3.
Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam BMT
Swadaya Pribumi
Correlations
Tingkat
Kesetaraan
Gender
Jenis kelamin
Jenis kelamin
1
Pearson Correlation
.032
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Kesetaraan
Gender
-.392*
Pearson Correlation
30
30
-.392*
1
.032
Sig. (2-tailed)
N
30
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
4.
Hubungan antara Status Pernikahan dengan Tingkat Kesetaraan Gender
dalam BMT Swadaya Pribumi
Correlations
Tingkat
Kesetaraan
Gender
Status
pernikahan
Status pernikahan
Pearson Correlation
1
.581
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Kesetaraan
Gender
30
30
Pearson Correlation
.105
1
Sig. (2-tailed)
.581
N
.105
30
30
124
5.
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kesetaraan Gender
dalam BMT Swadaya Pribumi
Correlations
Tingkat
Tingkat
pendidikan
Kesetaraan
yang
Gender
ditamatkan
Spearman's
rho
Tingkat pendidikan Correlation
yang ditamatkan
Coefficient
1.000
.330
.
.075
30
30
.330
1.000
.075
.
30
30
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Kesetaraan Correlation
Gender
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
6.
Hubungan Golongan Jenis Usaha dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam
BMT Swadaya Pribumi
Correlations
Tingkat
Kesetaraan
Gender
Golongan
JU
Spearman's
rho
Golongan JU
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Kesetaraan
Gender
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
1.000
.405*
.
.027
30
30
.405*
1.000
.027
.
30
30
125
7.
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kesetaraan Gender dalam
BMT Swadaya Pribumi
Correlations
Tingkat
Tingkat
pendapatan/
Kesetaraan
bln
Gender
(median)
Spearman's
rho
Tingkat
pendapatan/bln
(median)
1.000
.291
.
.119
30
30
Correlation
Coefficient
.291
1.000
Sig. (2-tailed)
.119
.
30
30
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Kesetaraan
Gender
N
8.
Hubungan Tingkat Akses dengan Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi
Correlations
Tingkat
Tingkat akses keberhasilan
BMT
Spearman's
rho
Tingkat akses
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat keberhasilan Correlation
produk pembiayaan Coefficient
BMT Swadaya
Sig. (2-tailed)
Pribumi
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1.000
.479**
.
.007
30
30
.479**
1.000
.007
.
30
30
126
9.
Hubungan Tingkat Kontrol dengan Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi
Correlations
Tingkat
keberhasilan
BMT
Spearman's
rho
Tingkat keberhasilan Correlation
produk pembiayaan Coefficient
BMT Swadaya
Sig. (2-tailed)
Pribumi
1.000
.109
.
.568
30
30
Correlation
Coefficient
.109
1.000
Sig. (2-tailed)
.568
.
30
30
N
Tingkat kontrol
terhadap kredit/
produk pembiayaan
BMT Swadaya
Pribumi
Tingkat
kontrol
N
10. Hubungan Tingkat Manfaat dengan Tingkat Keberhasilan BMT Swadaya
Pribumi
Correlations
Tingkat
keberhasilan
BMT
Spearman's
rho
Tingkat keberhasilan Correlation
produk pembiayaan Coefficient
BMT Swadaya
Sig. (2-tailed)
Pribumi
N
Tingkat manfaat
yang diperoleh
nasabah produk
pembiayaan BMT
Swadaya Pribumi
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tingkat
manfaat
1.000
.367*
.
.046
30
30
.367*
1.000
.046
.
30
30
127
11. Hubungan Tingkat Kesetaraan Gender dengan Tingkat Keberhasilan BMT
Swadaya Pribumi
Correlations
Tingkat
Tingkat
Kesetaraan keberhasilan
Gender
BMT
Spearman's
rho
Tingkat Kesetaraan Correlation
Gender
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat
keberhasilan
produk pembiayaan
BMT Swadaya
Pribumi
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
1.000
.423*
.
.020
30
30
.423*
1.000
.020
.
30
30
128
Lampiran 4
No.
Urut
Kerangka Sampling dan Sampel Penelitian
Nama
Jenis Usaha
Alamat
01
Atih M
Warung
Kp.Tegal Rt 19/04
02
Siti Fatimah
Warung
Kp.Tegal Rt 19/04
03
Heni Yanti
Warung
Kp.Tegal Rt 20/06
04
Yanah S*
Penjual es campur
Kp.Kembang Kuning Rt12/04
05
Popon F*
Warung
Kp.Narogong Rt10/03
06
Siti Badriah
Penjual pulsa
Kp.Tegal Rt 21/06
07
Yati R
Penjual sayuran
Kp.Tegal Rt 21/06
08
Husni*
Penjual beras
Kp.Tegal Rt 20/06
09
Elly N*
Warung
Kp.Tegal Rt 23/07
10
Enah*
Penjual gorengan
Kp.Tegal Rt 19/06
11
Wulan*
Warung, penjual
pulsa
Kp.Kembang Kuning Rt11/04
12
Rohayati*
Warung, penjual
jajanan anak, dodol
Kp.Kembang Kuning Rt19/06
13
Dedeh R
Penjual nasi Uduk
Kp.Tegal Rt 21/06
14
Enih
Warung nasi
Kp.Tegal Rt 21/06
15
Patim*
Warung nasi
Kp.Tegal Rt 19/06
16
Manah
Penjual sayuran
Kp.Tegal Rt 19/06
17
Dina
Jajanan anak
Kp.Tegal Rt 19/06
18
Marnah
Warung nasi
Kp.Tegal Rt 19/06
19
Nemih*
Warung nasi
Kp.Narogong Rt 10/03
20
Wansih
Warung nasi
Kp.Tegal Rt 24/07
21
Ratna
Warung
Kp.Narogong Rt 06/02
22
Sondari
Warung
Kp.Narogong Rt 02/01
23
Susilawati*
Warung
Kp.KembangKuning Rt12/04
24
Kaspiah
Jajanan anak
Kp.Narogong Rt 03/01
25
Ika Atika
Warung
Kp.Narogong Rt 03/01
26
Siti K
Kusen
Kp.Narogong Rt 08/03
27
Yeni H*
Warung
Kp.Narogong Rt 08/03
28
Entin Kartini
Jajanan anak
Kp.Narogong Rt 03/01
129
29
Sawi
Warung
Kp.Narogong Rt 03/01
30
Peny R
Fotokopi
Kp.KembangKuning Rt 11/04
31
Sundari*
Warung
Kp.KembangKuning Rt 02/01
32
Entin
Komariah
Penjual pakaian
Kp.KembangKuning Rt 12/04
33
Sopiah
Penjual ikan mas
Kp.KembangKuning Rt 18/05
34
Mintarsih
Warung nasi
Kp.KembangKuning Rt 14/04
35
Siti Sanatun*
Warung nasi
Kp.Narogong Rt 03/01
36
Miminuraida
Warung
Kp.KembangKuning Rt 18/05
37
Rohmah*
Warung nasi
Kp.Tegal Rt 20/06
38
Setyaningsih
Pemborong
Kp.KembangKuning Rt 02/01
39
Herni
Warung
Kp.KembangKuning Rt 15/05
40
Sri Sugini
Warung nasi
Kp.KembangKuning Rt 18/05
41
Sukmini
Penjual keripik
Kp.KembangKuning Rt 12/04
42
Enung
Penjual gado-gado
Kp.Narogong Rt 02/01
43
Lilis A
Penjual keripik
Kp.KembangKuning Rt 13/04
44
Ijah*
Penjual gado-gado
Kp.Tegal Rt 24/07
45
Ipit S
Penjual gado-gado
Kp.Kembang Kuning Rt 15/05
Tabel 41
No.
Urut
Kerangka Sampling Laki-laki
Nama
Jenis Usaha
Alamat
01
Ugan S*
Warung & pangkas
rambut
Kp.Narogong Rt 09/03
02
Hendrik*
Ketoprak
Kp.Narogong Rt 10/03
03
Endan M
Warung
Kp. Tegal Rt 19/04
04
Amirudin*
Kerajinan mebel
Kp.Kembang Kuning Rt 08/05
05
Suparta*
Warung
Kp.KembangKuning Rt 18/05
06
Hasyim*
Penjual minyak
wangi
Kp.Narogong Rt 02/01
07
Salijan*
Penjual sate keliling
Kp.Kembang Kuning Rt 19/06
08
Sutrisno*
Penjual bakso
keliling
Kp.Kembang Kuning Rt 12/04
09
Encep K*
Jajanan anak
Kp.Narogong Rt 03/01
130
10
Taufik H*
Warung
Kp.KembangKuning Rt 12/04
11
Sumanta*
Penjual madu
Kp.Narogong Rt 03/01
12
Slamet U*
Warung
Kp.Kembang Kuning Rt 20/06
13
Gunawan
Warung
Kp. Narogong Rt 08/03
14
Aceng
Penjual ayam potong
Kp. Narogong Rt 02/ 01
15
Aep S*
Penjual bakso
goreng
Kp.Narogong Rt 03/01
16
Abdul R
Warung
Kp.Kembang Kuning Rt 12/04
17
Utay
Penjual kayu
Kp.Kembang Kuning Rt12/ 04
18
Taslem
Penjual besi tua
Kp.Kembang Kuning Rt12/ 04
19
Yudo A S*
Percetakan
Kp.Kembang Kuning Rt 18/05
20
Wahyu H*
Kain perca
Kp.Narogong Rt 03/01
21
Djajat*
Penjual pulsa
Kp.Kembang Kuning Rt 15/05
Keterangan :
*) Sampel penelitian
Download