BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Stigma negatif yang beredar di berbagai kalangan masyarakat tentang penderita HIV/AIDS atau ODHA sudah sepatutnya dikikis habis. Selain tidak manusiawi, mendiskriminasi ODHA justru akan merugikan masyarakat itu sendiri. Ada kepercayaan yang salah bahwa penderita AIDS atau ODHA adalah orang yang diadzab oleh Tuhan karena perbuatannya di masa lalu. Ini jelas merupakan kepercayaan yang sesat dan menyesatkan. Selain itu, manusia tidak memiliki hak untuk menghakimi manusia lain. Kesalahan seseorang hanya Tuhan yang tahu dan berhak untuk memberikan hukuman. Sekalipun sakitnya itu adalah hukuman dari Allah, tidak ada hak kita untuk menambah hukuman bagi mereka dengan mengucilkan mereka dari pergaulan atau bahkan memandang mereka dengan jijik. Penderita HIV/AIDS atau disebut sebagai Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) merupakan satu dari sekian banyak penderita penyakit menular yang membutuhkan perhatian. ODHA mengacu pada Orang dengan HIV dan AIDS. Odha digunakan sebagai pengganti istilah untuk seseorang yang dinyatakan positit terinveksi HIV. ODHA mulai digunakan untuk menggantikan istilah pengidap, penderita, dan istilah lain yang dinilai kurang manusiawi. Penggunaan kata ODHA diajurkan oleh Prof Dr Antom M. Moeliono, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dekdibdud, kepada aktivis YPI Al. Husein Habsy dan Alm Suzana Murni (16/11/1995). Istilah (health.groups.yahoo.com, ODHA dianggap 12/6/2008). lebih netral Sekarang, istilah dan ODHA dinamis sudah digunakan secara luas untuk menggantikan kata pengidap. Selain Odha, ada pula istilah Ohida. Istilah ini muncul dari PWA atau PLWHA (People Living with HIV dan AIDS) yang lebih populer digunakan di dunia. Akhirnya, muncullah istilah Ohida yang mengacu pada Orang yang hidup dengan HIV dan AIDS. Istilah ini mencangkup pada infected people (orang yang terinfeksi) dan affected people (masyarakat yang terkena dampak). 1 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara HIV dan AIDS termasuk katagori penyakit menular. Namun, penularannya tidak lewat udara seperti flu atau kontak tubuh sepeti kudis. HIV dan AIDS ditularkan melalui 3 cara yaitu kontak seksual dengan ODHA, kontaminasi darah yang terinfeksi dengan virus, dan penularan masa parinatal (Ayu, 2013). 1. Kontak seksual dengan ODHA. Penularan HIV tertinggi terjadi ketika masa awal dan akhir terinfeksi karena beban virus paling banyak atau tinggi pada waktu itu. Beban virus adalah jumlah virus aktif yang ada di dalam tubuh. Pada masa itu, seorang ODHA hanya mendapati sedikit gejala bahkan tidak sama sekali (id.wikipedia.org). Ketika seorang ODHA berhubungan seksual dengan orang yang sehat maka virus itu akan berpindah melalui kontak cairan kelamin. Oleh karena itu, resiko penularan akan lebih tinggi jika melakukan hubungan seksual secara normal daripada oral sex. Resiko penularan melalui kontak seksual semakin tinggi karena fenomena free sex yang mulai marak di Indonesia. Banyaknya lokalisasi, gang abu-abu dan kupu-kupu malam menimbulkan resiko penularan yang sangat tinggi karena siapapun bisa keluar-masuk untuk berhubungan seksual di sana. Tak ada apapun yang bisa mendeteksi apakah pengunjung atau penjaja cinta yang terjangkit virus. Padahal, ketika terlanjur melakukan kontak seksual dengan ODHA, semuanya sudah terlambat karena virus sudah terlanjur menular. Berdasarkan keterangan yang dilansir oleh Komisi Nasional Penanggulangan AIDS Nasional dalam simposium internasional mengenai AIDS, kecenderungan penularan HIV dan AIDS pada kurun 2011 didominasi oleh seks bebas yang mencapai persentase sebesar 76,3%. Data ini berbanding terbalik dengan data pada 2006 yang hanya menunjukkan persentase sebesar 38,5% (kompas.com, 21/11/2011). Salah satu propinsi dengan dominasi kontak seksual yang sangat tinggi adalah Kalimantan Selatan yang mencapai 56%. 2. Kontaminasi darah yang terinfeksi dengan virus. Kontaminasi ini berarti terjadi kontak darah antara Odha dengan orang sehat lewat media atau proses tertentu sehingga virus akan menular melalui salah satunya. Kontaminasi ini terjadi melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian 2 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara antara Odha dengan orang sehat atau melalui tranfusi darah. Penggunaan jarum suntik erat hubungannya dengan penggunaan jarum untuk memasukkan narkotika ke dalam tubuh. Ketika sekelompok pecandu berkumpul dan melakukan pesta shabu, seringkali mereka mengunakan jarus suntik secara bergantian. Dalam situasi ini, jarum menjadi media primer yang bisa menghantarkan virus ke orang lain. Berdasarkan keterangan yang dilansir oleh Komisi Nasional Penanggulangan AIDS Nasional dalam simposium internasional mengenai AIDS, kecenderungan penularan HIV dan AIDS pada kurun 2006 didominasi dengan penggunaan jarum suntik yang mencapai presentase sebesar 54,42%. Namun, kondisi yang berbeda justru ditemukan pada tahun 2011 yang menunjukkan penurunan presentase menjadi 16,3% . 3. Penularan masa parinatal. Penularan ini hanya melibatkan ibu dan anak. Masa parinatal mencakup saat di dalam rahim, proses persalinan, dan menyusui. Resiko penularan akan semakin meningkat ketika sel imun ibu (CD4+) mengalami penurunan dan RNA virus dalam kondisi tinggi (id.wikipedia.org). Dalam kurun 5 tahun terakhir ini, persentase penularan HIV dari ibu ke anak meningkat 150%. Semula, presentasenya hanya 1,2% dari total pengidap, sekarang, menjadi 2,7%. Mayoritas penularan HIV terjadi karena ketidaksengajaan. ODHA tidak tahu bahwa dirinya terjangkit HIV atau menderita AIDS. Salah satu dukungan terhadap ODHA adalah untuk memberikan pengetahuan yang benar dan pengobatan yang tepat. Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah lewat Komisi Penanggulangan AIDS beserta mitra-mitranya. Sedangkan tugas masyarakat adalah tidak mengucilkan ODHA atau minimal tidak mengganggu mereka. Ini penting bagi kemaslahatan umat karena bisa mengeliminasi penularan yang disengaja. Bentuk penularan ini bisa terjadi jika ODHA merasa dikucilkan dan membutuhkan teman. Selain itu penularan disengaja terjadi karena dendam.Maka sudah jelas sekali bahwa fungsi dari mendukung ODHA untuk menghadapi kenyataan pahit dalam hidupnya adalah juga untuk kemaslahatan orang banyak. Maka dari itu mari kita memberikan dukungan kepada ODHA sebaik mungkin. 3 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang terkena atau terjangkit virus HIV/ AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus yang menjangkit sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditetapkan sebagai penyebab AIDS dan merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini, karena ganasnya penyakit HIV/AIDS ini, maka membuat sikap masyarakat menjadi mengalami ketakutan dan khawatir terhadap penyebaran dan penularan orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Sikap ini akhirnya membuat hukuman sosial di masyarakat terhadap penderita. Pasalnya, tindakan stigmasi dan diskriminasi justru akan membuat penyakit semakin parah, membuat ODHA makin tertekan dan lama-kelamaan depresi, dan dapat menyebabkan gangguan emosi. Jika emosi terganggu, kesehatan akan semakin menurun. Apabila penderita sampai depresi maka penyakitnya semakin parah. Hal ini justru akan membuat penderita semakin terpuruk dan takut prihal keberadaanya di dalam lingkungan masyarakat. Secara tidak langsung ini akan menghambat dan menjadi kendala dalam menangani penyebaran virus HIV/AIDS. Namun tidak dapat dipungkiri, sikap stigmasi dan diskriminasi terjadi, karena rasa takut dan kekhawatiran serta ketidaktahuan masyarakat mengenai cara penularan HIV/AIDS. Dalam pemikiran masyarakat, HIV/AIDS akan menular hanya dengan berdekatan dengan ODHA, padahal anggapan tersebut salah. HIV/AIDS ditularkan melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Masyarakat tidak perlu merasa risih atau takut berdekatan dengan ODHA. Penularan HIV/AIDS tidak semudah yang dibayangkan. jadi ketika ada seseorang yang terkena HIV/AIDS, yang harus dilakukan adalah merangkulnya, bukan justru menjauhinya. Jangan biarkan penderita sendiri dan kita harus memberikan semangat dan motivasi kepada penderita. Jika kita pahami, sebenarnya kita dapat mengambil pembelajaran dan informasi penting dari penderita ODHA sehingga kita dapat mengetahui penyebab 4 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara terjadinya, gejala, dan dampak yang dialami penderita. Sikap stigmasi dan diskriminasi harus kita hindari menggingat permasalahan yang dihadapi harus segara ditangani secepatnya, dalam upaya menekan penyebaran HIV/AIDS di masyarakat kedepannya. Sikap lapang dada, toleransi dan kepedulian serta kerjasama masyarakat diharapakan mampu membantu menekan dan meminimalisir bahkan menyelesaikan permasalahan penyebaran HIV/AIDS. Selain itu dari penderita HIV/AIDS yang sudah teridentifikasi harus ditangani dan dirawat sebaiknya dengan harapan penderita dapat bekerjasama dalam menekan penyebaran penyakit ini. Penderita akan berperan dalam memberikan informasi dan sebagai narasumber nyata yang akan mempromosikan tantang bahaya penyebaran HIV/AIDS kepada masyarakat. Sikap kepedulian terhadap penderita HIV/AIDS diharapakan juga dapat menimbulkan kesadaran penderita lainnya yang belum teridentifikasi untuk memeriksakan dirinya. Pada akhirnya penyebaran dan perkembangan HIV/AIDS bisa ditekan dan ditanggulangi dengan mengidentifikasi semua penderita, memberikan perawatan, melakukan pengawasan dan menjadikan penderita sebagai agen promosi kesehatan mengenai bahaya dan dampak dari HIV/AIDS. Manfaat kepedulian terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tanpa stigmasi dan diskriminasi dapat menjadi langkah dan gerakan perbaikan individu, masyarakat dan bangsa untuk menghambat dan menangulangi penyebaran HIV/AIDS kedepannya. Dengan tujuan perbaikan generasi kedepannya sehingga dapat menjauhi dan menghindari diri dari kemungkinan terinfeksi HIV/AIDS. Hukuman sosial tercermin dari sikap dan perlakuan stigmasi dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) oleh masyarakat. Tindakan dan perlakuan tersebut terlihat dengan cara menjauhi, mengucilkan, menolak dan menghindari keberadaan orang yang menderita atau terinfekksi HIV/AIDS. Sikap stigmasi dan diskriminasi harus kita hindari menggingat permasalahan yang dihadapi harus segara ditangani secepatnya, dalam upaya mencegah dan menekan penyebaran HIV/AIDS di masyarakat kedepannya. Sikap lapang dada, toleransi dan kepedulian serta kerjasama masyarakat diharapakan mampu membantu menekan dan meminimalisir bahkan mmenyelesaikan permasalahan penyebaran HIV/AIDS. 5 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kepedulian terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tanpa stigmasi dan diskriminasi dapat menjadi langkah awal dan gerakan perbaikan masyarakat dan bangsa untuk menghambat dan menangulangi penyebaran HIV/AIDS di masyarakat kedepannya. Masyarakat Indonesia masih menganggap AIDS (Acquired Immunodefinciency Syndrome ) merupakan penyakit kotor yang disebabkan oleh perilaku buruk dari penderitanya. ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) merupakan sebutan di Indonesia bagi mereka yang mengidap HIV/AIDS. Keberadaan ODHA selalu dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang khususnya di Indonesia. Di Indonesia masyarakat menganggap virus HIV/AIDS sebagai suatu aib, masyarakat lebih memilih menghindari atau menjauhi ODHA bahkan berdampak hingga orang-orang terdekat ODHA seperti orang tua, saudara dan teman. Sebenarnya tidak semua ODHA berperilaku buruk seperti perilaku seks bebas atau menggunakan obat-obatan terlarang seperti narkoba. Padahal sebagian besar dari mereka menjadi ODHA karena tertular penyakit tersebut. Mungkin saja mereka tertular penyakit tersebut dari pasangan mereka. Sangat penting dipahami bahwa yang harus kita jauhi dan berantas adalah virusnya bukan mendiskriminasi orangnya. Sebagian masyarakat mungkin paham dengan AIDS, namun belum sepenuhnya paham untuk hidup berdampingan dengan ODHA. Sampai saat ini masih ada diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap ODHA. Dinyatakan virus HIV positif bukan merupakan hal yang mudah diterima oleh kebanyakan orang. Karena dinyatakan HIV positif mungkin membuat seseorang merasa bahwa hidupnya telah berakhir. Sehingga mengakibatkan adanya perasaan seperti tidak memiliki harapan, merasa tidak berguna, takut, stress, marah dan kecewa. Kebanyakan dari mereka mengalami tekanan psikologis seperti menangis, menolak hasil tes, menyesali dan memarahi diri sendiri bahkan sampai mengucilkan diri sendiri. Dengan keadaan demikian, ODHA memilih untuk tertutup dari dunia luar. Tekanan psikologis seperti itu, mendorong ODHA dapat merubah karakteristik kepribadian mereka. Tekanan negatif dari orangorang sekitar ODHA membentuk konsep diri yang negatif bagi ODHA. Kepribadian yang awalnya terbuka, ceria, bersikap positif, dan supel dapat berubah menjadi sebaliknya tertutup, murun, besikap negativ dan tidak mau 6 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara bergaul. Keadaan demikian dapat memperburuk kehidupan sosialisasi ODHA dalam rutinitas keseharian mereka. Keadaan tertutup sebenarnya menambah beban bagi ODHA, hal ini dapat menurunkan mutu hidup mereka. Mutu hidup adalah motivasi untuk tetap bertahan dan dapat berhadaptasi dengan keadaaan. Dengan mutu hidup yang baik, maka mereka akan memiliki semangat juang untuk bertahan hidup yang tinggi. ODHA membutuhkan interaksi komunikasi sekedar untuk mencurahkan isi hati atau bahkan menambah informasi mengenai penyakitnya tersebut. Salah satu caranya dengan bergabung dikelompok dukungan sebaya atau lebih sering disebut dengan KDS. Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) sebenarnya salah satu terapi nonmedis. Berbagi masalah dan berfikir serta mencari jalan keluar bersama, dapat membuat orang tertolong secara emosional dan secara praktis. Dan juga terdapat kelompok yang khusus bagi orang terinfeksi HIV saja, dan yang melibatkan orang-orang terdekat seperti keluarga, teman, ataupun juga melibatkan relawan dalam terapi nomedis ini. Ada satu prinsip yang sudah terbukti dapat menjawab kebutuhan orang terinfeksi HIV di dalam kelompok serta dapat memastikan efektifitasnya yaitu dengan merancang program kelompok yang berpusat pada klien, yaitu orang terinfeksi HIV yang menjadi anggotanya. Rancangan program, kegiatan, dan bentuknya dengan memperhitungkan kapasitas dan keterbatasan serta realita kelompok itu sendiri. Tantangan yang utama adalah kesulitan orang terinfeksi HIV mengakses atau menghubungi satu sama lain. Serta membangun kontak dan rasa percaya itu sulit, dimana diperlukan bantuan pihak luar seperti konselor, dokter, klinik, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Ada lebih dari 200 KDS diseluruh Indonesia. Di kota Pekanbaru sendiri memiliki sebuah Kelompok Dukungan Sebaya bernama Yayasan Sebaya Lancang Kuning. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan yang dikeluarkan per Oktober 2014, ada sebanyak 22.869 kasus HIV yang terjadi di Indonesia. Sementara angka untuk AIDS sebanyak 1.876, dengan korban meninggal dunia sebanyak 211 orang. Masih berdasarkan data Kementerian Kesehatan Angka pada tahun 2013 merupakan tahun dengan penderita HIV tertinggi. Sedangkan AIDS tertinggi pada tahun 2012, sebesar 8.747 dan sebanyak 21.511 kasus HIV yang mengakibatkan 7 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1.489 orang meninggal. Pada tahun ini pulak kasus tertinggi penderita HIV/AIDS yang meninggal. Maka dari itu upaya penanggulangan HIV/AIDS oleh Kementerian Kesehatan tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 21 Tahun 2013. Kelompok dukungan sebaya bisa dikatakan sangat dibutuhkan keberadaannya untuk mengurangi laju pertumbuhan angka penderita HIV/AIDS (Muhammad, 2014). Sebagai sebuah wadah pembinaan ODHA, di dalam kegiatan kesehariannya tentunya terdapat proses komunikasi. Proses komunikasinya sendiri jelas berbeda jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini terutama disebabkan oleh anggotanya yang tidak berasal dari latar belakang yang sama. Kelompok Dukungan Sebaya melakukan komunikasi yang bersifat pribadi (private) dan terjadi secara tatap muka (face to face) yaitu merupakan jenis komunikasi interpersonal. Selanjutnya ketika keadaan psikologis dan fisik mereka sudah menjadi jauh lebih baik, ODHA mulai berinteraksi dengan anggota kelompok dukungan sebaya dan saat itu diperlukan komunikasi kelompok. Sulit bagi ODHA membuka percakapan tentang dirinya terhadap orang lain. Kenyamanan, kepercayaan, dan kedekatan menjadi aspek pentingbagi ODHA untuk melakukan komunikasi. Maka dari itu diperlukannya peran kelompok dukungan sebaya. KDS juga dapat menjadi wadah bagi kita yang ingin terlibat dalam kegiatan seperti mengupayakan untuk kepentingan ODHA, dan ambil bagian dalam acara, baik sebagai pembicara maupun peserta (Ugianti, 2014). Dukungan sebaya adalah dukungan yang didapat atau yang diberikan oleh orang yang mengalami hal yang sama dengan ODHA. Berada bersama dengan mereka akan merasakan lingkungan yang terjaga kerahasiaannya dan tidak menghakiminya. Mereka dapat berbincang-bincang tanpa harus menyembunyikan status HIV mereka, berbagi perasaan, pikiran, dan pengalaman, serta bertukar informasi yang ada hubungan dengan HIV/AIDS. Mereka harus melakukan komunikasi interpersonal yang tepat dan baik untuk meyakinkan bahwa melalui Kelompok Dukungan Sebaya Lancang Kuning dapat membantu ODHA untuk memotivasi diri mereka, memperdulikan kesehatan mereka, dan tempat untuk saling berbagi ( Handayani, 2011). 8 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS dalam berbagai bentuk telah merambah ke berbagai bidang kehidupan bangsa dan dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar serta tidak menganggap bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk diskriminasi. Perlakuan diskriminatif tidak disadari oleh subjek yang menerima perlakuan diskriminasi tersebut dan oleh yang memperlakukan tindakan diskriminasi tersebut. Praktik diskriminasi merupakan tindakan pembedaan untuk mendapatkan hak dan pelayanan kepada masyarakat dengan didasarkan warna kulit, golongan, suku, etnis, agama, jenis kelamin, dan sebagainya serta akan menjadi lebih luas cakupannya jika kita mengacu kepada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3) UU tersebut menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain. Pada kenyataannya hal inilah terjadi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) saat ini. Perkembangan dan penyebaran HIV dan AIDS secara tidak langsung juga menganggu sistem pemerintahan dalam sebuah negara. Dampak yang ditimbulkan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human capital). Selain itu perlakuan stigmasi dan diskriminasi oleh pemerintah, instansi dan lembaga kesehatan juga terjadi terhadap orang dengan HIV/AIDS. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan dan perhatian pemerintah, bahkan pelayanan lembaga kesehatan yang tidak begitu maksimal terhadap penderita HIV/AIDS. Sikap stigmasi dan diskriminasi harus kita hindari menggingat permasalahan yang dihadapi harus segara ditangani secepatnya, dalam upaya menekan penyebaran HIV/AIDS di masyarakat kedepannya. Sikap lapang dada, toleransi dan kepedulian serta kerjasama masyarakat diharapakan mampu membantu menekan dan meminimalisir bahkan menyelesaikan permasalahan penyebaran HIV/AIDS. Selain itu menjadikan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai narasumber 9 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara untuk mencegah dan memperbaiki generasi kedepannya. Penderita HIV/AIDS akan berperan sebagai agen promosi mengenai bahaya dampak HIV/AIDS yang akan memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat agar tidak sampai terjerumus dan terinfeksi penyakit seperti yang penderita ODHA alami. Peran ODHA dalam penanggulangan perkembangan dan penyebaran HIV/AIDS akan memberikan pengaruh besar dan berarti bagi pemahaman masyarakat, karena penderita ODHA adalah bukti nyata yang akan membuat masyarakat atau generasi kedepannya bisa mempercayai informasi mengenai dampak dan akibatnya bagi kesehatan tubuh dan pengaruhnya terhadap lingkungan masyarakat. Di sinilah peran ODHA sebagai agen yang memberikan kesadaran bagi generasi atau masyarakat yang belum terjangkit atau belum mengetahui mengenai damapa dan akibat dari virus HIV/AIDS. Individu atau masyarakat dapat menerima informasi secara langsung dan bukti nyata dari penderita mengenai bahaya penyakit ini. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) diharapkan dapat menjabarkan dan memberikan semau informasi dan kenyataan yang penderitaa alami dan rasakan, agar yang individu atau masyarakat dapat mengambil hikmah dan pembelajaran akan bahayanya sehingga akan menimbulkan kesedaran bagi masyarakat dan individu yang belum terinfeksi dapat menjauhi dan menghindari penyakit yang berbahaya ini. Tekanan negatif dari orang di sekitar ODHA membentuk konsep diri yangnegatif bagi mereka. Mereka yang awalnya terbuka, supel, bersikap postif, dapat seketika berubah menjadi tertutup. ODHA membutuhkan interaksi dankomunikasi untuk mencurahkan isi hati dan menambah informasi tentang penyakitnya. Sulit bagi ODHA untuk membuka percakapan tentang dirinyakepada orang lain. Kenyamanan, kepercayaan, dan kedekatan menjadi aspek penting untuk melakukan komunikasi. Salah satu caranya adalah dengan bergabung dengan Kelompok Dukungan Sebaya. Di Indonesia, dikenal adanyakelompok yang menamakan diri dengan Kelompok Dukungan Sebaya bagi ODHA. Kelompok Dukungan Sebaya ini sekarang sudah ada di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sebagai sebuah wadah pembinaan ODHA, di dalam kegiatan kesehariannya tentunya terdapat proses komunikasi. Proses komunikasinya sendiri 10 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara jelas berbeda jika dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya. Hal ini terutama disebabkan oleh anggotanya yang tidak sama dengan anggota kelompok dukungan sebaya lain. ODHA merupakan orang-orang yang membutuhkan dukungan, motivasi, dan semangat lebih. Ketika seorang ODHA baru bergabung dengan Yayasan Sebaya Lancang Kuning Pekanbaru, Riau dan menjadi dampingan, mereka diberikan dukungan, motivasi, dan pembinaan hingga kepercayaan diri dan semangat hidupnya kembali. Hanya orang-orang tertentu yang mengerti seluk beluk tentang ODHA dan HIV/AIDS yang dapat memberikan pembinaan. Keadaan psikologis yang tertekan akibat status barunya sebagai ODHA membuat mereka tidak dengan mudah mempercayai orang lain. Membuka diri dan membiarkan orang lain tahu mengenai status dan keadaan mereka bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Komunikasi yang bersifat pribadi (private) dan terjadi secara tatap muka (face to face) seperti komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang dibutuhkan.Selanjutnya, ketika keadaan psikologis dan fisik mereka sudah menjadi jauh lebih Sebutan untuk ODHA yang menjalani pembinaan dengan didampingi oleh pembina dari Kelompok Dukungan Sebaya Yayasan Sebaya Lancang Kuning Pekanbaru, Riau. ODHA mulai berinteraksi dengan anggota kelompok dukungan sebaya dan saat ini proses komunikasi kelompok terjadi. Komunikasi dan interaksi dengan suasana yang sangat kekeluargaan di dalam kelompok dukungan sebaya ini sudah pasti sangat kondusif dan bisa membuat anggotanya merasa nyaman. Banyaknya acara dan kegiatan positif yang selalu diadakan tentu membuat para ODHA bersemangat karena dengan adanya hal tersebut membuat mereka percaya kalau mereka masih berguna, produktif, dan dibutuhkan. Komunikasi merupakan hal penting dalam proses pembinaan. Dimulai dari dari proses perangkulan ODHA baru, memberikan pembinaan, dan pengembalian kepercayaan diri. Mengajak mereka dalam berbagai kegiatan positif yang membuat mereka percaya bahwa ODHA pun masih bisa melakukan suatu hal yang produktif. Hingga membuat mereka memiliki semangat hidup kembali bahkan bisa saling memotivasi. Pola komunikasi pada semua proses itulah yang ingin dipelajari oleh penulis. Bukanlah hal yang mudah untuk memberikan 11 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pembinaan kepada para ODHA hingga mereka bisa mendapatkan semangat hidup mereka kembali. Diskriminasi dan stigma negatif yang selama ini berkembang di masyarakat membentuk konsep diri yang negatif bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Mereka yang awalnya terbuka, supel, bersikap positif, dapat seketika berubah menjadi tertutup. ODHA membutuhkan interaksi dan komunikasi untuk mencurahkan isi hati dan menambah informasi tentang penyakitnya. Salah satumya adalah bergabung dengan Kelompok Dukungan Sebaya. Berdasarkan uraian diatas penelitian tertarik untuk meneliti mengenai Pola Komunikasi Pada Pembinaan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan Lancang Kuning Pekanbaru, Riau dengan menggunakan studi kualitatif. Peneliti ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi yang terjadi pada ODHA yang bergabung dengan Kelompok Dukungan Sebaya Lancang Kuning dalam kegiatan sehari-hari, bagaimana pendapat mereka mengenai lingkungan yang baru, bagaimana komunikasi interpersonal yang terjadi di KDS tersebut, bagaimana komunikasi Kelompok yang terjadi di KDS tersebut. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami dalam komunikasi interpersonal. 1.2 Fokus Masalah Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pola komunikasi pada pembinaan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan Sebaya Lancang Kuning Pekanbaru, Riau?” 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pola komunikasi yang terjadi pada pembinaan ODHA Yayasan Sebaya Lancang Kuning Pekanbaru, Riau. 2. Untuk mengetahui bagaimana cara penerapan pola komunikasi pada pembinaan ODHA di Yayasan Sebaya Lancang Kuning Pekanbaru, Riau. 3. Untuk mengetahui beberapa hambatan yang dialami ODHA di Yayasan Lancang Kuning Pekanbaru Riau dalam proses komunikasi interpersonal. 12 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 4. Untuk mengetahui komunikasi kelompok yang terdapat di Yayasan Sebaya Lancang Kuning Pekanbaru, Riau. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan dan pembuktian terhadap beberapa teori yang membahas tentang pola komunikasi pada pembianaan odha. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan atau pengetahuan kita mengenai para odha dan penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi kalangan mahasiswa, khususnya bagi mahasiswa yang mempunyai saudara atau teman yang menyandang status odha. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan masyarakat Pekanbaru Riau untuk menerima keberadaan para ODHA serta merubah pandangan masyarakat dalam memperlakukan para penyandang status odha. 13 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara