BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini telah terjadi perubahan pola makan masyarakat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan. Masyarakat mulai sadar untuk mengkonsumsi makanan fungsional yaitu makanan yang tidak hanya lezat dan bergizi, namun juga memberikan pengaruh yang baik bagi kesehatan. Makanan tersebut dapat berasal dari hewan atau tumbuhan dan dapat diproduksi dengan melibatkan beberapa galur bakteri (Goldberg, 1994 dalam Muchtadi, 2012; Raghuveer & Tandon, 2009). Kesadaran masyarakat dalam mempertimbangkan aspek kesehatan dan gizi pangan yang mereka konsumsi untuk menjaga kesehatan tubuh dipicu oleh berkembangnya berbagai macam penyakit. Di Indonesia, penyakit tidak menular seperti penyakit degeneratif yakni diabetes mellitus (DM) prevalensinya mencapai 2,1% (Riskesdas, 2013) dan jumlahnya diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dibanding tahun 2000 yang hanya 8,4 juta jiwa (Wild et al., 2004). Penyakit degeneratif lain seperti penyakit kardiovaskuler, sindroma metabolik dan kanker marak terjadi. Prevalensi stroke 12,1 per 1000 populasi sedangkan prevalensi hipertensi sudah cukup tinggi pada penduduk usia remaja (Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit menular seperti diare dan penyakit saluran pencernaan seperti ulkus cenderung masih tinggi (Riskesdas, 2013). Salah satu kekayaan alam Indonesia yang potensial untuk dimanfaatkan menjadi produk makanan fungsional adalah buah bligo. Buah bligo sudah dikenal 1 2 oleh masyarakat luas namun pemanfaatannya masih terbatas. Padahal menurut data FAO (2013) produksi bahan makanan dari keluarga cucurbitaceae (termasuk bligo) di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 254,056 ton dalam setahun. Pengobatan tradisional India, Ayurveda, menggunakan jus buah bligo untuk mengobati hemoptisis dan perdarahan pada organ visceral. Diklaim oleh Joy et al. (2001), Jayakumar et al. (2010), dan Umashanker & Shruti (2011) buah dan biji bligo sudah banyak dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Selanjutnya potensi alam Indonesia yang lain adalah Lactobacillus plantarum Dad13 yaitu probiotik lokal yang diisolasi dari dadih yang merupakan makanan fermentasi tradisional dari susu kerbau asli Sumatera Barat (Ngatirah, 2000 dalam Hartati, 2002). Menurut Fuller (1992) dalam Soeharsono (2010), probiotik merupakan salah satu suplemen makanan yang berupa mikrobia hidup yang bersifat menguntungkan bagi inang dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora saluran pencernaan. Menurut Prado et al. (2008) probiotik sebagai pangan fungsional harus dapat dipersiapkan sebagai viable product dalam skala industri, bermanfaat bagi inang, stabil dan tetap hidup dalam jangka panjang selama masa simpan, serta dapat bertahan dalam saluran cerna. Secara umum manfaat probiotik terhadap kesehatan manusia yaitu menghambat kolonisasi dan menghasilkan metabolit penghambat pertumbuhan bakteri patogen, membantu kecernaan produk susu, menghasilkan vitamin K, memperbaiki integritas mukosa, meningkatkan fungsi barrier dan pencegahan systemic inflammatory response syndrome (SIRS), immunomodulator, menyediakan enzim yang mencerna serat kasar, protein, lemak, dan mendetoksifikasi zat racun atau metabolitnya (Soeharsono, 2010). Secara 3 khusus Hartati (2002) mengklaim bahwa Lactobacillus plantarum Dad13 sebagai probiotik memiliki kemampuan mendekonjugasi asam empedu dan mengasimilasi kolesterol secara in vitro. Ernawati (2003) mengemukakan bahwa dalam percobaan in vivo pada tikus, penambahan biomassa sel Lactobacillus plantarum Dad13 dapat menurunkan kolesterol dan LDL secara nyata serta meningkatkan total bakteri asam laktat dalam digesta. Untuk mencapai manfaatmanfaat tersebut, jumlah minimal bakteri yang dikonsumsi adalah 106 CFU/ml (Blanchette, 1996). Diklaim oleh Homayouni et al. (2008) untuk memenuhi standar internasional pada produk-produk yang mengandung probiotik, jumlah minimum sel bakteri probiotik yang hidup harus sebesar 107 sel per gram produk yang dikonsumsi pada akhir masa simpan. Dengan melihat fakta-fakta tersebut, maka peluang industri makanan fungsional berbahan dasar buah dan probiotik lokal seperti buah bligo dan Lactobacillus plantarum Dad13 dinilai dapat diterima masyarakat. Umumnya minuman dan makanan kesehatan yang selama ini beredar merupakan adaptasi dari makanan dan minuman kesehatan tradisional yang sudah lama berkembang dalam masyarakat (Frewer et al., 2003). Produk makanan fungsional dengan bentuk sari buah dinilai paling cocok untuk dikembangkan karena sari buah sudah beredar dan dikenal luas oleh masyarakat. Sari buah dapat ditingkatkan potensinya sebagai minuman kesehatan pembawa agensia probiotik karena lebih menjangkau semua jenis konsumen, baik konsumen vegetarian maupun yang alergi terhadap susu dan produk-produknya. Meski demikian produk sari buah berbahan dasar bligo saja dinilai kurang memiliki daya tarik sensoris dari segi rasa dan aroma, karena menurut Kapaleshwar (2010), bligo muda maupun yang sudah masak memiliki rasa 4 hambar dan aroma langu (Alsuhendra & Mardianty, 2014). Dengan demikian perlu adanya perbaikan aroma dan rasa dengan penambahan bahan alami. Pemilihan buah nanas sebagai campuran bligo untuk pembuatan sari buah, selain meningkatnya kualitas sensori dengan adanya keseimbangan rasa asam, perpaduan keduanya diduga dapat mendukung keberlangsungan hidup probiotik Lactobacillus plantarum Dad13. Hal tersebut berdasarkan klaim Srenivas & Lele (2013) yang menyatakan bahwa buah bligo dapat berpotensi sebagai prebiotik. Buah bligo memiliki pH 4,9 dan gula total 0,98 mg (0,98%), gula reduksi 0,69 mg (0,69%), serta asam tertitrasi 1,2% (Kapaleshwar, 2010). Sementara nanas memiliki pH 3,71 dan asam tertitrasi 2,03%, gula reduksi 10,5%, serta gula total 8,66% (Hemalatha & Anbuselvi, 2013; Sairi et al., 2004). Salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan pada pembuatan minuman berbasis jus/sari buah adalah masa simpan. Hal tersebut dikarenakan lama penyimpanan secara tidak langsung dapat mempengaruhi daya terima konsumen terhadap warna, rasa, dan aroma serta secara langsung mempengaruhi pH, keasaman, dan kadar vitamin C. Selain daya terima dan sifat sensoris, viabilitas sel bakteri juga dipengaruhi oleh rentang waktu penyimpanan karena dapat terjadi eksposur oksigen dan fluktuasi suhu (Vasiljevic & Shah, 2008; Del Piano et al., 2006; Oliveira et al., 2012; Leahu et al., 2013). Dengan demikian penelitian terhadap minuman sari buah bligo-nanas tersuplementasi Lactobacillus plantarum Dad13 sebagai pengembangan produk minuman kesehatan agar memenuhi kriteria jumlah minimal sel probiotik dan dapat diterima konsumen perlu memperhatikan masa simpan. 5 B. Perumusan Masalah Bagaimana viabilitas sel Lactobacillus plantarum Dad13 dan daya terima konsumen terhadap minuman sari buah bligo-nanas yang disuplementasi dengan Lactobacillus plantarum Dad13 selama masa simpan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap viabilitas sel Lactobacillus plantarum Dad13 dan daya terima konsumen terhadap minuman sari buah bligo-nanas yang disuplementasi dengan Lactobacillus plantarum Dad13. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui adanya perbedaan viabilitas sel Lactobacillus plantarum Dad13 pada minuman sari buah bligo-nanas yang disuplementasi dengan Lactobacillus plantarum Dad13 berdasarkan variasi lama penyimpanan. b. Mengetahui adanya perbedaan daya terima konsumen terhadap minuman sari Lactobacillus buah bligo-nanas plantarum Dad13 yang disuplementasi berdasarkan variasi dengan lama penyimpanan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi industrI Memberikan informasi mengenai potensi lokal Indonesia berupa buah bligo dan bakteri Lactobacillus plantarum Dad13 yang dapat 6 dipadupadankan dan diolah menjadi produk minuman probiotik yang bermanfaat untuk kesehatan dengan nilai ekonomi yang tinggi dan dapat dikembangkan secara luas. 2. Bagi pemerintah Membantu pemerintah dengan memberikan informasi mengenai potensi tumbuhan asli Indonesia yaitu buah bligo yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional. Dengan demikian produksi dan pemanfaatannya dapat ditingkatkan untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. 3. Bagi masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan potensi buah bligo secara maksimal. Sebagai usaha sosialisasi kepada masyarakat mengenai potensi buah bligo sebagai pangan fungsional. 4. Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam upaya pengembangan potensi bahan pangan lokal seperti buah bligo menjadi produk makanan fungsional dalam upaya pengembangan penelitian di bidang gizi dan kesehatan. Mengasah dan meningkatkan kemampuan dalam melakukan pengujian daya terima dan uji viabilitas sel bakteri pada produk makanan. E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul “Minuman Sari Buah Bligo-Nanas yang Disuplementasi Probiotik Lokal Lactobacillus plantarum Dad13 Ditinjau dari Daya 7 Terima dan Viabilitas Sel Selama Penyimpanan” ini merupakan penelitian asli karena belum pernah dilakukan. Penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan pembuatan minuman kesehatan dengan suplementasi probiotik di antaranya : 1. Hartati (2002) : Suplementasi Lactobacilli Probiotik yang Mempunyai Kemampuan Asimilasi Kolesterol dan Dekonjugasi Garam Empedu dalam Sari Buah Pepaya-Nanas. Pada penelitian tersebut variabel yang diteliti adalah formulasi sari buah pepaya-nanas yang tepat, viabilitas sel lactobacilli, perubahan pH dan asam tertitrasi, perubahan gula reduksi dan gula total, dan daya terima konsumen melalui uji organoleptik. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa sari buah pepaya-nanas berpotensi sebagai minuman pembawa agensia probiotik karena viabilitas sel probiotik stabil meskipun mengalami penurunan pada bulan ketiga penyimpanan namun tidak sampai 1 siklus log. Sementara daya terima terhadap produk secara keseluruhan adalah sampai dengan 1 bulan masa penyimpanan pada suhu 4⁰C. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama menguji daya terima dan viabilitas sel bakteri. Perbedaannya terletak pada bahan baku yang digunakan dan lama penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki keasaman produk minuman tersuplementasi probiotik yang terus meningkat selama masa simpan pada penelitian tersebut dengan mengganti bahan baku. Penelitian ini juga mengacu pada jumlah probiotik yang disuplementasikan pada sari buah yakni sebesar 109 CFU/ml. 2. Alsuhendra & Mardianty (2014) : Pengaruh Proses Ekstraksi terhadap Nilai pH, Kandungan Kalium, dan Daya Terima Sari Buah Bligo (Benincasa 8 hispida). Penelitian tersebut menggunakan bahan utama buah bligo dan bertujuan untuk mempelajari proses pengolahan buah bligo untuk dijadikan produk makanan fungsional. Penelitian tersebut terdiri dari 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan untuk menentukan formulasi terbaik perbandingan air dan buah bligo. Penelitian lanjutan untuk menilai pH, kandungan kalium, dan daya terima sari buah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perbandingan 75% buah bligo dan 25% air memiliki tingkat penerimaan konsumen paling baik dari segi rasa, aroma, maupun warna. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah jenis produk yang dihasilkan dan bahan utama yang dipakai yakni minuman sari buah dan buah bligo. Perbedaannya adalah penelitian tersebut menggunakan asam sitrat, essens lemon, natrium benzoat, dan pemanis sorbitol untuk memperbaiki kualitas sensori produk serta tidak ada proses fermentasi dengan bantuan bakteri. 3. Kapaleshwar (2010) : Standardization and Characterization of Value Added Ash Gourd (Benincasa hispida) Ready-to-Serve Beverage. Pada penelitian tersebut variabel yang diteliti meliputi ketersediaan buah bligo, ketersediaan produk-produk buah bligo, penggunaan buah bligo oleh masyarakat perkotaan dan pedesaan, penggunaan buah bligo pada Ayurvedic Health Care Center, parameter fisik buah bligo, komposisi kimia dan gizi buah bligo, pH, residu jus bligo, evaluasi sensoris, kualitas mikrobiologis, daya simpan ready to serve beverage, dan stabilitas ekstrak buah bligo. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa buah bligo masih banyak tersedia di pasaran dengan umur simpan antara 6-8 bulan. Produk- 9 produk buah bligo bervariasi seperti produk kering dari buah bligo yang dinamakan Sandige. Produk Sandige ini tersedia pada 40% dari toko-toko retail. Sekitar 50% dari penduduk perkotaan dan 53,3% dari penduduk desa memanfaatkan buah bligo dan mengolahnya menjadi Sandige. Buah bligo juga digunakan dalam Ayurvedic Health Care Centres dalam bentuk jus yang diberikan 2 kali sehari pada pasien dengan obesitas, epilepsi, dan nausea. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa sebanyak 60% dari Ayurvedic Health Care Centres menggunakan buah bligo. Untuk bentuk dan ukuran dari buah bligo bervariasi dengan berat rata-rata sekitar 0,5-3 kg, panjang 18-35 cm, ketebalan 15-33 cm, serta lingkar buahnya 30-37 cm. Untuk bagian yang dapat dimakan (BDD) per 100 g didapatkan kelembapan 96%; protein 0,58 g; lemak 0,28 g; karbohidrat 1,68 g; serat kasar 1 g; abu 0,6 %; zat besi 0,73 mg; tembaga 0,036 mg; dan seng 0,14 mg. Pada penelitian tersebut juga diungkapkan bahwa minuman siap saji dari buah bligo ini memiliki umur simpan 60 hari pada suhu dingin yaitu 5±2ºC dengan penurunan sifat sensoris. Pertumbuhan mikroba selama penyimpanan juga masih dalam batas aman karena kurang dari 30 CFU/ml. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian tersebut tidak menggunakan suplementasi bakteri probiotik, outcome dari penelitian tersebut lebih banyak seperti yang sudah disebutkan di atas. Persamaannya adalah penggunaan bahan baku sari buah yaitu buah bligo. 4. Firmansyah (2012) : Pengaruh Suhu dalam Pembuatan Minuman Probiotik Sari Buah Melon (Curcumismelo L.) dengan Starter Lactobacillus Bulgaricus Menggunakan Fermentor. Dalam penelitian tersebut digunakan bakteri probiotik dari spesies Lactobacillus bulgaricus yang 10 disuplementasikan ke dalam sari buah melon. Peneliti menggali pengaruh suhu terhadap kadar asam laktat dan proses pembuatan sari buah melon yang dihasilkan serta pengaruh kerja alat fermentor terhadap pembuatan sari buah melon. Hasil penelitian tersebut adalah suhu optimal dalam pembuatan sari buah melon adalah 35⁰C dengan pH 4, sedangkan untuk variabel pH didapat pH optimal yaitu pH 5. Pada penelitian tersebut diungkapkan bahwa hubungan antara pH dengan kandungan asam laktat yang dihasilkan bersifat linier. Semakin asam atau kecil pH saat fermentasi maka kandungan asam laktat semakin banyak. Kadar asam laktat pada variabel suhu yang dihasilkan dari fermentasi sari buah melon sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) karena kadarnya berkisar antara 0,5%-2,0% dengan pH berkisar antara 3-4,6. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penggunaan bahan baku dan bakteri probiotik. Penelitian tersebut menggunakan bahan baku buah melon dengan bakteri Lactobacillus bulgaricus sedangkan penelitian ini menggunakan bahan baku buah bligo dan nanas dengan bakteri Lactobacillus plantarum Dad13. Outcome yang diteliti juga berbeda, penelitian tersebut tidak meneliti daya terima konsumen terhadap produk dan viabilitas sel bakteri namun hanya meneliti kadar asam laktat dan pH serta suhu yang optimum pada pembuatan sari buah. Persamaannya adalah penelitian ini sama-sama membuat produk sari buah yang disuplementasi bakteri probiotik. 5. Mayai (2011) : Studi Pembuatan Minuman Probiotik dari Sari Buah Kulit Nenas (Ananas comosus L) dengan Menggunakan Lactobacillus bulgaricus. Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan bakteri probiotik berupa 11 Lactobacillus bulgaricus yang disuplementasikan ke dalam sari buah kulit nanas. Waktu fermentasi sari buah berbeda-beda yaitu 0 jam, 4 jam, 8 jam, dan 12 jam. Variabel terikat yang diteliti adalah kadar total asam laktat, pH, total padatan, gula reduksi, sifat organoleptik, dan jumlah bakteri asam laktat. Hasil penelitian tersebut adalah sari buah probiotik yang dihasilkan memiliki total asam laktat 1,584%, total padatan sebesar 7,5%, total bakteri asam laktat 14 x 106 CFU/ml, serta vitamin B12 sebesar 0,54 mg/100 g. Untuk uji kesukaan dengan skala hedonik, rata-rata responden agak suka dengan produk yang dihasilkan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penggunaan bahan baku dan bakteri probiotik yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan kulit buah nanas dan bakteri yang digunakan adalah bakteri Lactobacillus bulgaricus. Persamaannya adalah produk yang dihasilkan adalah sari buah yang disuplementasi bakteri probiotik dan outcome yang diteliti, penelitian sama-sama meneliti daya terima dan viabilitas sel bakteri probiotik yang disuplementasikan, namun pada penelitian tersebut selain meneliti 2 hal tersebut juga meneliti kadar total asam laktat, pH, total padatan, dan gula reduksi. 6. Ernawati (2003) : Efek Probiotik yang Disuplementasi pada Sari Buah Pepaya-Nanas terhadap Profil Lipid Serum dan Sifat Digesta Tikus Sprague Dawley. Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan campuran pepayananas yang disuplementasi dengan bakteri probiotik Lactobacillus sp. Dad13 yang efeknya diteliti secara in vivo dengan menggunakan tikus. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa pemberian probiotik dapat 12 meningkatkan total bakteri yang terdapat dalam digesta tikus. Penambahan agensia probiotik dapat menurunkan kolesterol dan LDL secara nyata. Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis dan desain penelitian. Penelitian ini tidak meneliti efek pemberian biomassa Lactobacilli secara in vivo karena hanya meneliti daya terima konsumen dan viabilitas sel Lactobacillus sp. Dad13. Penelitian tersebut menggunakan rancangan kelompok lengkap (RKP) sedangkan penelitian ini menggunakan rancangan acak sederhana. Persamaannya adalah penggunaaan bakteri probiotik dan campuran buah yaitu sama-sama menggunakan bakteri Lactobacillus sp. Dad13 dan penambahan buah nanas. 7. Yoon et al. (2005) : Production of Probiotic Cabbage Juice by Lactic Acid Bacteria. Dalam penelitian tersebut digunakan kubis sebagai bahan utama pembuatan jus pembawa agensia probiotik. Bakteri probiotik yang digunakan dari golongan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus plantarum C3, Lactobacillus casei A4,dan Lactobacillus delbrueckii D7. Pada penelitian tersebut perubahan pH, keasaman, kandungan gula, dan jumlah viable cells dimonitor sedemikian rupa. Hasil dari penelitian tersebut, ketiga kultur bakteri tumbuh dan berkembang dengan baik dan mencapai jumlah 10x108 CFU/ml setelah 48 jam fermentasi pada suhu 30⁰C. Setelah 4 minggu penyimpanan dingin, kultur Lactobacillus casei tidak dapat tumbuh karena pH terlalu rendah dan tingkat keasaman yang tinggi. L. casei kehilangan cell viabilitynya setelah 2 minggu penyimpanan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut dalam hal penggunaan bahan baku, jenis bakteri probiotik, dan beberapa outcome yang diteliti. 13 Persamaan dengan penelitian ini adalah produk yang dihasilkan yaitu minuman probiotik nonsusu dengan bahan baku buah. 8. Yoon et al. (2004) : Probiotication of Tomato Juice by Lactic Acid Bacteria. Dalam penelitian tersebut digunakan jus buah tomat yang kemudian difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus acidophilus LA39, Lactobacillus plantarum C3, Lactobacillus casei A4, dan Lactobacillus delbrueckii D7. Indikator yang dimonitor adalah perubahan pH, keasaman, kandungan gula, dan viable cell counts. Keempat kultur bakteri dapat tumbuh dengan baik dengan jumlah sel antara 106 – 108 CFU/ml setelah 4 minggu masa penyimpanan dengan suhu 4⁰C. Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut dalam hal jenis bahan baku, jenis probiotik yang digunakan, dan beberapa outcome yang diteliti. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah produk yang dihasilkan samasama merupakan minuman probiotik nonsusu dengan bahan baku buah dengan mempertimbangkan masa penyimpanan. 9. Pereira et al. (2010) : Probiotic Beverage from Cashew Apple Juice Fermented with Lactobacillus casei. Dalam penelitian tersebut menggunakan Lactobacillus casei NRRL B-442 yang diinokulasikan pada jus buah jambu monyet. Penelitian tersebut menginvestigasi survivability ability dari L.casei selama penyimpanan dingin pada suhu 4⁰C selama 42 hari. Hasil dari penelitian tersebut adalah L.casei tumbuh selama penyimpanan dingin. Diungkapkan pula bahwa nilai kecerahan, yellowness, dan perubahan warna total dari jus jambu monyet meningkat sedangkan nilai redness menurun selama masa fermentasi dan penyimpanan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut dalam hal jenis bahan baku, jenis probiotik yang 14 digunakan, dan outcome yang diteliti. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah produk yang dihasilkan sama-sama merupakan minuman probiotik nonsusu yang menggunakan bahan baku buah dan dilakukan penyimpanan produk dalam rentang waktu tertentu.