1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini telah terjadi perubahan pola makan masyarakat seiring dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan.
Masyarakat mulai sadar untuk mengkonsumsi makanan fungsional yaitu
makanan yang tidak hanya lezat dan bergizi, namun juga memberikan pengaruh
yang baik bagi kesehatan. Makanan tersebut dapat berasal dari hewan atau
tumbuhan dan dapat diproduksi dengan melibatkan beberapa galur bakteri
(Goldberg, 1994 dalam Muchtadi, 2012; Raghuveer & Tandon, 2009).
Kesadaran masyarakat dalam mempertimbangkan aspek kesehatan dan gizi
pangan yang mereka konsumsi untuk menjaga kesehatan tubuh dipicu oleh
berkembangnya berbagai macam penyakit. Di Indonesia, penyakit tidak menular
seperti penyakit degeneratif yakni diabetes mellitus (DM) prevalensinya
mencapai 2,1% (Riskesdas, 2013) dan jumlahnya diperkirakan akan terus
meningkat hingga mencapai 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dibanding tahun
2000 yang hanya 8,4 juta jiwa (Wild et al., 2004). Penyakit degeneratif lain
seperti penyakit kardiovaskuler, sindroma metabolik dan kanker marak terjadi.
Prevalensi stroke 12,1 per 1000 populasi sedangkan prevalensi hipertensi sudah
cukup tinggi pada penduduk usia remaja (Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit
menular seperti diare dan penyakit saluran pencernaan seperti ulkus cenderung
masih tinggi (Riskesdas, 2013).
Salah satu kekayaan alam Indonesia yang potensial untuk dimanfaatkan
menjadi produk makanan fungsional adalah buah bligo. Buah bligo sudah dikenal
1
2
oleh masyarakat luas namun pemanfaatannya masih terbatas. Padahal menurut
data FAO (2013) produksi bahan makanan dari keluarga cucurbitaceae
(termasuk bligo) di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 254,056 ton dalam
setahun. Pengobatan tradisional India, Ayurveda, menggunakan jus buah bligo
untuk mengobati hemoptisis dan perdarahan pada organ visceral. Diklaim oleh
Joy et al. (2001), Jayakumar et al. (2010), dan Umashanker & Shruti (2011) buah
dan biji bligo sudah banyak dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai
macam penyakit.
Selanjutnya potensi alam Indonesia yang lain adalah Lactobacillus plantarum
Dad13 yaitu probiotik lokal yang diisolasi dari dadih yang merupakan makanan
fermentasi tradisional dari susu kerbau asli Sumatera Barat (Ngatirah, 2000
dalam Hartati, 2002). Menurut Fuller (1992) dalam Soeharsono (2010), probiotik
merupakan salah satu suplemen makanan yang berupa mikrobia hidup yang
bersifat menguntungkan bagi inang dengan memperbaiki keseimbangan
mikroflora saluran pencernaan. Menurut Prado et al. (2008) probiotik sebagai
pangan fungsional harus dapat dipersiapkan sebagai viable product dalam skala
industri, bermanfaat bagi inang, stabil dan tetap hidup dalam jangka panjang
selama masa simpan, serta dapat bertahan dalam saluran cerna.
Secara umum manfaat probiotik terhadap kesehatan manusia yaitu
menghambat kolonisasi dan menghasilkan metabolit penghambat pertumbuhan
bakteri patogen, membantu kecernaan produk susu, menghasilkan vitamin K,
memperbaiki integritas mukosa, meningkatkan fungsi barrier dan pencegahan
systemic
inflammatory
response
syndrome
(SIRS),
immunomodulator,
menyediakan enzim yang mencerna serat kasar, protein, lemak, dan
mendetoksifikasi zat racun atau metabolitnya (Soeharsono, 2010). Secara
3
khusus Hartati (2002) mengklaim bahwa Lactobacillus plantarum Dad13 sebagai
probiotik
memiliki
kemampuan
mendekonjugasi
asam
empedu
dan
mengasimilasi kolesterol secara in vitro. Ernawati (2003) mengemukakan bahwa
dalam percobaan in vivo pada tikus, penambahan biomassa sel Lactobacillus
plantarum Dad13 dapat menurunkan kolesterol dan LDL secara nyata serta
meningkatkan total bakteri asam laktat dalam digesta. Untuk mencapai manfaatmanfaat tersebut, jumlah minimal bakteri yang dikonsumsi adalah 106 CFU/ml
(Blanchette, 1996). Diklaim oleh Homayouni et al. (2008) untuk memenuhi
standar internasional pada produk-produk yang mengandung probiotik, jumlah
minimum sel bakteri probiotik yang hidup harus sebesar 107 sel per gram produk
yang dikonsumsi pada akhir masa simpan.
Dengan melihat fakta-fakta tersebut, maka peluang industri makanan
fungsional berbahan dasar buah dan probiotik lokal seperti buah bligo dan
Lactobacillus plantarum Dad13 dinilai dapat diterima masyarakat. Umumnya
minuman dan makanan kesehatan yang selama ini beredar merupakan adaptasi
dari makanan dan minuman kesehatan tradisional yang sudah lama berkembang
dalam masyarakat (Frewer et al., 2003). Produk makanan fungsional dengan
bentuk sari buah dinilai paling cocok untuk dikembangkan karena sari buah
sudah beredar dan dikenal luas oleh masyarakat. Sari buah dapat ditingkatkan
potensinya sebagai minuman kesehatan pembawa agensia probiotik karena lebih
menjangkau semua jenis konsumen, baik konsumen vegetarian maupun yang
alergi terhadap susu dan produk-produknya.
Meski demikian produk sari buah berbahan dasar bligo saja dinilai kurang
memiliki daya tarik sensoris dari segi rasa dan aroma, karena menurut
Kapaleshwar (2010), bligo muda maupun yang sudah masak memiliki rasa
4
hambar dan aroma langu (Alsuhendra & Mardianty, 2014). Dengan demikian
perlu adanya perbaikan aroma dan rasa dengan penambahan bahan alami.
Pemilihan buah nanas sebagai campuran bligo untuk pembuatan sari buah,
selain meningkatnya kualitas sensori dengan adanya keseimbangan rasa asam,
perpaduan keduanya diduga dapat mendukung keberlangsungan hidup probiotik
Lactobacillus plantarum Dad13. Hal tersebut berdasarkan klaim Srenivas & Lele
(2013) yang menyatakan bahwa buah bligo dapat berpotensi sebagai prebiotik.
Buah bligo memiliki pH 4,9 dan gula total 0,98 mg (0,98%), gula reduksi 0,69 mg
(0,69%), serta asam tertitrasi 1,2% (Kapaleshwar, 2010). Sementara nanas
memiliki pH 3,71 dan asam tertitrasi 2,03%, gula reduksi 10,5%, serta gula total
8,66% (Hemalatha & Anbuselvi, 2013; Sairi et al., 2004).
Salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan pada pembuatan minuman
berbasis jus/sari buah adalah masa simpan. Hal tersebut dikarenakan lama
penyimpanan secara tidak langsung dapat mempengaruhi daya terima
konsumen
terhadap
warna,
rasa,
dan
aroma
serta
secara
langsung
mempengaruhi pH, keasaman, dan kadar vitamin C. Selain daya terima dan sifat
sensoris, viabilitas sel bakteri juga dipengaruhi oleh rentang waktu penyimpanan
karena dapat terjadi eksposur oksigen dan fluktuasi suhu (Vasiljevic & Shah,
2008; Del Piano et al., 2006; Oliveira et al., 2012; Leahu et al., 2013). Dengan
demikian penelitian terhadap minuman sari buah bligo-nanas tersuplementasi
Lactobacillus plantarum Dad13 sebagai pengembangan produk minuman
kesehatan agar memenuhi kriteria jumlah minimal sel probiotik dan dapat
diterima konsumen perlu memperhatikan masa simpan.
5
B. Perumusan Masalah
Bagaimana viabilitas sel Lactobacillus plantarum Dad13 dan daya terima
konsumen terhadap minuman sari buah bligo-nanas yang disuplementasi dengan
Lactobacillus plantarum Dad13 selama masa simpan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap viabilitas sel
Lactobacillus plantarum Dad13 dan daya terima konsumen terhadap
minuman
sari
buah
bligo-nanas
yang
disuplementasi
dengan
Lactobacillus plantarum Dad13.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui adanya perbedaan viabilitas sel Lactobacillus plantarum
Dad13 pada minuman sari buah bligo-nanas yang disuplementasi
dengan Lactobacillus plantarum Dad13 berdasarkan variasi lama
penyimpanan.
b. Mengetahui adanya perbedaan daya terima konsumen terhadap
minuman
sari
Lactobacillus
buah
bligo-nanas
plantarum
Dad13
yang
disuplementasi
berdasarkan
variasi
dengan
lama
penyimpanan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi industrI
Memberikan informasi mengenai potensi lokal Indonesia berupa buah
bligo
dan
bakteri
Lactobacillus
plantarum
Dad13
yang
dapat
6
dipadupadankan dan diolah menjadi produk minuman probiotik yang
bermanfaat untuk kesehatan dengan nilai ekonomi yang tinggi dan dapat
dikembangkan secara luas.
2. Bagi pemerintah
Membantu pemerintah dengan memberikan informasi mengenai
potensi
tumbuhan
asli
Indonesia
yaitu
buah
bligo
yang
dapat
dimanfaatkan sebagai pangan fungsional. Dengan demikian produksi dan
pemanfaatannya dapat ditingkatkan untuk menunjang kesejahteraan
masyarakat.
3. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan
potensi buah bligo secara maksimal. Sebagai usaha sosialisasi kepada
masyarakat mengenai potensi buah bligo sebagai pangan fungsional.
4. Bagi peneliti
Menambah
pengetahuan
dan
pengalaman
dalam
upaya
pengembangan potensi bahan pangan lokal seperti buah bligo menjadi
produk makanan fungsional dalam upaya pengembangan penelitian di
bidang gizi dan kesehatan. Mengasah dan meningkatkan kemampuan
dalam melakukan pengujian daya terima dan uji viabilitas sel bakteri pada
produk makanan.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian
dengan
judul
“Minuman
Sari
Buah
Bligo-Nanas
yang
Disuplementasi Probiotik Lokal Lactobacillus plantarum Dad13 Ditinjau dari Daya
7
Terima dan Viabilitas Sel Selama Penyimpanan” ini merupakan penelitian asli
karena belum pernah dilakukan.
Penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan pembuatan minuman
kesehatan dengan suplementasi probiotik di antaranya :
1.
Hartati (2002) : Suplementasi Lactobacilli Probiotik yang Mempunyai
Kemampuan Asimilasi Kolesterol dan Dekonjugasi Garam Empedu dalam
Sari Buah Pepaya-Nanas. Pada penelitian tersebut variabel yang diteliti
adalah formulasi sari buah pepaya-nanas yang tepat, viabilitas sel
lactobacilli, perubahan pH dan asam tertitrasi, perubahan gula reduksi dan
gula total, dan daya terima konsumen melalui uji organoleptik. Hasil
penelitian tersebut membuktikan bahwa sari buah pepaya-nanas berpotensi
sebagai minuman pembawa agensia probiotik karena viabilitas sel probiotik
stabil meskipun mengalami penurunan pada bulan ketiga penyimpanan
namun tidak sampai 1 siklus log. Sementara daya terima terhadap produk
secara keseluruhan adalah sampai dengan 1 bulan masa penyimpanan
pada suhu 4⁰C.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama
menguji daya terima dan viabilitas sel bakteri. Perbedaannya terletak pada
bahan baku yang digunakan dan lama penyimpanan. Penelitian ini bertujuan
untuk memperbaiki keasaman produk minuman tersuplementasi probiotik
yang terus meningkat selama masa simpan pada penelitian tersebut dengan
mengganti bahan baku. Penelitian ini juga mengacu pada jumlah probiotik
yang disuplementasikan pada sari buah yakni sebesar 109 CFU/ml.
2.
Alsuhendra & Mardianty (2014) : Pengaruh Proses Ekstraksi terhadap
Nilai pH, Kandungan Kalium, dan Daya Terima Sari Buah Bligo (Benincasa
8
hispida). Penelitian tersebut menggunakan bahan utama buah bligo dan
bertujuan untuk mempelajari proses pengolahan buah bligo untuk dijadikan
produk makanan fungsional. Penelitian tersebut terdiri dari 2 tahap yaitu
penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan
untuk menentukan formulasi terbaik perbandingan air dan buah bligo.
Penelitian lanjutan untuk menilai pH, kandungan kalium, dan daya terima
sari buah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perbandingan 75%
buah bligo dan 25% air memiliki tingkat penerimaan konsumen paling baik
dari segi rasa, aroma, maupun warna.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah jenis produk
yang dihasilkan dan bahan utama yang dipakai yakni minuman sari buah
dan buah bligo. Perbedaannya adalah penelitian tersebut menggunakan
asam sitrat, essens lemon, natrium benzoat, dan pemanis sorbitol untuk
memperbaiki kualitas sensori produk serta tidak ada proses fermentasi
dengan bantuan bakteri.
3.
Kapaleshwar (2010) : Standardization and Characterization of Value
Added Ash Gourd (Benincasa hispida) Ready-to-Serve Beverage. Pada
penelitian tersebut variabel yang diteliti meliputi ketersediaan buah bligo,
ketersediaan produk-produk buah bligo, penggunaan buah bligo oleh
masyarakat perkotaan dan pedesaan, penggunaan buah bligo pada
Ayurvedic Health Care Center, parameter fisik buah bligo, komposisi kimia
dan gizi buah bligo, pH, residu jus bligo, evaluasi sensoris, kualitas
mikrobiologis, daya simpan ready to serve beverage, dan stabilitas ekstrak
buah bligo. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa buah bligo masih
banyak tersedia di pasaran dengan umur simpan antara 6-8 bulan. Produk-
9
produk buah bligo bervariasi seperti produk kering dari buah bligo yang
dinamakan Sandige. Produk Sandige ini tersedia pada 40% dari toko-toko
retail. Sekitar 50% dari penduduk perkotaan dan 53,3% dari penduduk desa
memanfaatkan buah bligo dan mengolahnya menjadi Sandige. Buah bligo
juga digunakan dalam Ayurvedic Health Care Centres dalam bentuk jus yang
diberikan 2 kali sehari pada pasien dengan obesitas, epilepsi, dan nausea.
Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa sebanyak 60% dari
Ayurvedic Health Care Centres menggunakan buah bligo. Untuk bentuk dan
ukuran dari buah bligo bervariasi dengan berat rata-rata sekitar 0,5-3 kg,
panjang 18-35 cm, ketebalan 15-33 cm, serta lingkar buahnya 30-37 cm.
Untuk bagian yang dapat dimakan (BDD) per 100 g didapatkan kelembapan
96%; protein 0,58 g; lemak 0,28 g; karbohidrat 1,68 g; serat kasar 1 g; abu
0,6 %; zat besi 0,73 mg; tembaga 0,036 mg; dan seng 0,14 mg.
Pada penelitian tersebut juga diungkapkan bahwa minuman siap saji
dari buah bligo ini memiliki umur simpan 60 hari pada suhu dingin yaitu
5±2ºC dengan penurunan sifat sensoris. Pertumbuhan mikroba selama
penyimpanan juga masih dalam batas aman karena kurang dari 30 CFU/ml.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian tersebut tidak
menggunakan suplementasi bakteri probiotik, outcome dari penelitian
tersebut lebih banyak seperti yang sudah disebutkan di atas. Persamaannya
adalah penggunaan bahan baku sari buah yaitu buah bligo.
4.
Firmansyah (2012) : Pengaruh Suhu dalam Pembuatan Minuman
Probiotik Sari Buah Melon (Curcumismelo L.) dengan Starter Lactobacillus
Bulgaricus Menggunakan Fermentor. Dalam penelitian tersebut digunakan
bakteri
probiotik
dari
spesies
Lactobacillus
bulgaricus
yang
10
disuplementasikan ke dalam sari buah melon. Peneliti menggali pengaruh
suhu terhadap kadar asam laktat dan proses pembuatan sari buah melon
yang dihasilkan serta pengaruh kerja alat fermentor terhadap pembuatan
sari buah melon. Hasil penelitian tersebut adalah suhu optimal dalam
pembuatan sari buah melon adalah 35⁰C dengan pH 4, sedangkan untuk
variabel pH didapat pH optimal yaitu pH 5.
Pada penelitian tersebut diungkapkan bahwa hubungan antara pH
dengan kandungan asam laktat yang dihasilkan bersifat linier. Semakin
asam atau kecil pH saat fermentasi maka kandungan asam laktat semakin
banyak. Kadar asam laktat pada variabel suhu yang dihasilkan dari
fermentasi sari buah melon sudah sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) karena kadarnya berkisar antara 0,5%-2,0% dengan pH
berkisar antara 3-4,6. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut
adalah penggunaan bahan baku dan bakteri probiotik. Penelitian tersebut
menggunakan bahan baku buah melon dengan bakteri Lactobacillus
bulgaricus sedangkan penelitian ini menggunakan bahan baku buah bligo
dan nanas dengan bakteri Lactobacillus plantarum Dad13. Outcome yang
diteliti juga berbeda, penelitian tersebut tidak meneliti daya terima konsumen
terhadap produk dan viabilitas sel bakteri namun hanya meneliti kadar asam
laktat dan pH serta suhu yang optimum pada pembuatan sari buah.
Persamaannya adalah penelitian ini sama-sama membuat produk sari buah
yang disuplementasi bakteri probiotik.
5.
Mayai (2011) : Studi Pembuatan Minuman Probiotik dari Sari Buah Kulit
Nenas (Ananas comosus L) dengan Menggunakan Lactobacillus bulgaricus.
Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan bakteri probiotik berupa
11
Lactobacillus bulgaricus yang disuplementasikan ke dalam sari buah kulit
nanas. Waktu fermentasi sari buah berbeda-beda yaitu 0 jam, 4 jam, 8 jam,
dan 12 jam.
Variabel terikat yang diteliti adalah kadar total asam laktat, pH, total
padatan, gula reduksi, sifat organoleptik, dan jumlah bakteri asam laktat.
Hasil penelitian tersebut adalah sari buah probiotik yang dihasilkan memiliki
total asam laktat 1,584%, total padatan sebesar 7,5%, total bakteri asam
laktat 14 x 106 CFU/ml, serta vitamin B12 sebesar 0,54 mg/100 g. Untuk uji
kesukaan dengan skala hedonik, rata-rata responden agak suka dengan
produk yang dihasilkan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penggunaan
bahan baku dan bakteri probiotik yang digunakan. Penelitian tersebut
menggunakan kulit buah nanas dan bakteri yang digunakan adalah bakteri
Lactobacillus bulgaricus. Persamaannya adalah produk yang dihasilkan
adalah sari buah yang disuplementasi bakteri probiotik dan outcome yang
diteliti, penelitian sama-sama meneliti daya terima dan viabilitas sel bakteri
probiotik yang disuplementasikan, namun pada penelitian tersebut selain
meneliti 2 hal tersebut juga meneliti kadar total asam laktat, pH, total
padatan, dan gula reduksi.
6.
Ernawati (2003) : Efek Probiotik yang Disuplementasi pada Sari Buah
Pepaya-Nanas terhadap Profil Lipid Serum dan Sifat Digesta Tikus Sprague
Dawley. Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan campuran pepayananas yang disuplementasi dengan bakteri probiotik Lactobacillus sp. Dad13
yang efeknya diteliti secara in vivo dengan menggunakan tikus. Hasil
penelitian tersebut mengungkapkan bahwa pemberian probiotik dapat
12
meningkatkan total bakteri yang terdapat dalam digesta tikus. Penambahan
agensia probiotik dapat menurunkan kolesterol dan LDL secara nyata.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis dan desain penelitian.
Penelitian ini tidak meneliti efek pemberian biomassa Lactobacilli secara in
vivo karena hanya meneliti daya terima konsumen dan viabilitas sel
Lactobacillus sp. Dad13. Penelitian tersebut menggunakan rancangan
kelompok lengkap (RKP) sedangkan penelitian ini menggunakan rancangan
acak sederhana. Persamaannya adalah penggunaaan bakteri probiotik dan
campuran buah yaitu sama-sama menggunakan bakteri Lactobacillus sp.
Dad13 dan penambahan buah nanas.
7.
Yoon et al. (2005) : Production of Probiotic Cabbage Juice by Lactic
Acid Bacteria. Dalam penelitian tersebut digunakan kubis sebagai bahan
utama pembuatan jus pembawa agensia probiotik. Bakteri probiotik yang
digunakan dari golongan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus plantarum
C3, Lactobacillus casei A4,dan Lactobacillus delbrueckii D7. Pada penelitian
tersebut perubahan pH, keasaman, kandungan gula, dan jumlah viable cells
dimonitor sedemikian rupa. Hasil dari penelitian tersebut, ketiga kultur bakteri
tumbuh dan berkembang dengan baik dan mencapai jumlah 10x108 CFU/ml
setelah 48 jam fermentasi pada suhu 30⁰C. Setelah 4 minggu penyimpanan
dingin, kultur Lactobacillus casei
tidak dapat tumbuh karena pH terlalu
rendah dan tingkat keasaman yang tinggi. L. casei kehilangan cell viabilitynya setelah 2 minggu penyimpanan.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut dalam hal penggunaan
bahan baku, jenis bakteri probiotik, dan beberapa outcome yang diteliti.
13
Persamaan dengan penelitian ini adalah produk yang dihasilkan yaitu
minuman probiotik nonsusu dengan bahan baku buah.
8.
Yoon et al. (2004) : Probiotication of Tomato Juice by Lactic Acid
Bacteria. Dalam penelitian tersebut digunakan jus buah tomat yang
kemudian
difermentasi
dengan
menggunakan
bakteri
Lactobacillus
acidophilus LA39, Lactobacillus plantarum C3, Lactobacillus casei A4, dan
Lactobacillus delbrueckii D7. Indikator yang dimonitor adalah perubahan pH,
keasaman, kandungan gula, dan viable cell counts. Keempat kultur bakteri
dapat tumbuh dengan baik dengan jumlah sel antara 106 – 108 CFU/ml
setelah 4 minggu masa penyimpanan dengan suhu 4⁰C.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut dalam hal jenis bahan
baku, jenis probiotik yang digunakan, dan beberapa outcome yang diteliti.
Persamaan dengan penelitian tersebut adalah produk yang dihasilkan samasama merupakan minuman probiotik nonsusu dengan bahan baku buah
dengan mempertimbangkan masa penyimpanan.
9.
Pereira et al. (2010) : Probiotic Beverage from Cashew Apple Juice
Fermented with Lactobacillus casei. Dalam penelitian tersebut menggunakan
Lactobacillus casei NRRL B-442 yang diinokulasikan pada jus buah jambu
monyet. Penelitian tersebut menginvestigasi survivability ability dari L.casei
selama penyimpanan dingin pada suhu 4⁰C selama 42 hari. Hasil dari
penelitian tersebut adalah L.casei tumbuh selama penyimpanan dingin.
Diungkapkan pula bahwa nilai kecerahan, yellowness, dan perubahan warna
total dari jus jambu monyet meningkat sedangkan nilai redness menurun
selama masa fermentasi dan penyimpanan. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian tersebut dalam hal jenis bahan baku, jenis probiotik yang
14
digunakan, dan outcome yang diteliti. Persamaan dengan penelitian tersebut
adalah produk yang dihasilkan sama-sama merupakan minuman probiotik
nonsusu yang menggunakan bahan baku buah dan dilakukan penyimpanan
produk dalam rentang waktu tertentu.
Download