T1_172006004_BAB II

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1.
Pengertian Belajar
Pendapat para ahli psikologi dan pendidikan tentang pengertian belajar
sangat bermacam-macam.Pendapat-pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut
pandang yang berbeda-beda dan sesuai dengan kepentingan para ahli yang
bersangkutan. Pendapat yang menitik beratkan pada perilaku, Slameto (2003)
menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan
lingkunganya. Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah (2002)
merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman. Menurut Cronbach dalam Djamarah
(2002) belajar sebagai usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Berdasarkan teori di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses pembentukan diri untuk
menjadi sesuatu.
Pendapat yang menitik beratkan pada proses, Djamarah (2002)
berpendapat belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang
9 ditunjukan
harus
sejalan
dengan
proses
jiwa
untuk
mendapatkan
perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik,
tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru.
Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang
mempengaruhi tingkah laku seseorang. Widi Rahardja (2002) kegiatan belajar
diperankan oleh siswa yakni seorang yang bertindak sebagai pencari,
penerima, penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencari tujuan.
Nana Sudjana
(1989) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Dapat disimplkan bahawa, belajar
merupakan kegiatan yang dilakuakn oleh seseorang dengan di tandai dengan
perubahan perilaku.
Beberapa pendapat yang menitik beratkan aktifitas atau kegiatan,
menurut kaum konstruktivis yang disunting oleh A.M. Slamet Soewandi dkk
(2005) , belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, lebih
dari pada suatu proses mekanik untuk mengumpulkan sesuatu. Bell gredler
(1986), belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan
budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi. Sedangkan menurut
Hintzman dalam Brophu (1998) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan
yang terjadi dalam diri organisme (manusia) yang disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi perilaku organism tersebut. The Liang
Gie (1992), Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam diri seseorang
10 berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya sedikit banyak
permanen. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan proses kegiatan seseorang yang memiliki suatu tujuan untuk
melakukan suatu perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan adanya
beberapa ciri belajar, yaitu:
1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change
behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati
dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa
mengetahui tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat
mengetahui ada tidaknya hasil belajar;
2. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa
perubahan tingkah laku terjadi karena belajar untuk waktu tertentu
dan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, erubahan tingkah laku
tersebut tidak akan terpancang seumur hidup;
3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada
proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut
bersifat potensial;
4. Perubahan tingkah laku merupakan hasil pengalaman yang dilalui;
11 5. Pengalaman atau latian itu dapat memberi pengetahuan. Sesuatu
yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan
untuk mengubah tingkah laku tersebut menjadi lebih baik.
2.2. Teori Belajar
2.2.1. Teori Belajar behaviorisme
Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
2.2.2.Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai
protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya.Model
kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses
12 infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan
kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel
(1968), jerom Bruner (1966), dan Gagne (1985). Dari ketiga peneliti ini,
masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada
apsek pengelolaan yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner
(1966) bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai
suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari
lingkungan.
2.2.3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun
tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan
landasan berfikir pembelajaran konstektual yaitu pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori
konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari
13 idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat
langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan
mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat
secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Dalam proses pembelajaran ketiga kategori teori belajar itu dipadukan
sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang
sudah ditetapkan. Ketiga
kategori teori tesebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, namun tetap bisa
dibedakan agar dalam pencapaian tujuan pembelajaran dipahami aspek yang
dikembangkan, misalnya kognitif, afektif atau psikomotor.
2.2.4.Teori Gestalt
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori ini
mengatakan bahwa belajar merupakan memperoleh pemahaman dan
pandangan (insight). Insight adalah didapatkannya pemecahan problem,
dimengeritnya persoalan. Jadi belajar bukan semata-mata mengulangi hal-hal
yang harus dipelajari Suryabrata (1984)
Menurut Hilgard dalam Suryabrata (1984) Sifat-sifat belajar dengan
insight (pandangan), yaitu:
1) Tergantung dari kemampuan dasar;
Belajar dengan insight pada siswa dipengaruhi oleh inteligensi
atau kemampuan dasar siswa dimana kemampuan tersebut berbedabeda pada setiap individu.Dengan inteligensi atau kemampuan dasar
14 ini memungkinkan siswa untuk dapat belajar lebih baik di sekolah.
Kemampuan dasar/inteligensi/ potensial ability, menurut Singgih
Gunarsa dalam Sunarto dkk, (1999) adalah suatu kumpulan
kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu
pengetauan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam tingkah laku
tertentu secara lancar untuk menghadapi lingkungan dan masalah yang
timbul.
2) Tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;
Bahwa belajar dengna insight dipengaruhi oleh
pengalaman
masa lalu siswa pada awal pertumbuhannya dalam keluarga.
Pengalaman yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.Namun
pengalaman masa lalu tersebut walapun relevan belum tentu individu
tersebut bisa memecahkan masalah. Kemudian siswa belajar dari
pengalaman yang diperoleh dari luar tersebut, dimana pengalaman
tersebut berupa stimulan-stimulan dari alam bebas maupun stimulan
yang diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan
(Sukardjo dkk, 2009).
3) Hanya timbul apabila, situasi belajar diatur sedemikian rupa
sehingga aspek yang perlu dapat diamati;
Sifat ini belajar ini menggunakan cara eksperimental. Dalam
ekperimen suatu permasalahan akan bisa dipecahkan dengan bantuan
alat yagn dibuat secara khusus, maka problem tersebut akan mudah
15 dipecahkan. Tetapi jika apabila alat yang diperlukan untuk
memecahkan masalah tersetu dimanipulasi seolah-olah tidak mungkin,
maka yang diperoleh adalah persoalan makin rumit dan sulit
Suryabrata (1984) .
4) Pandangan adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari
langit;
Belajar dengan insight harus ada usaha aktif dari seorang
individu
untuk
mrndapatkan
sebuah
pandangan
yang
baru
lagi.Individu semakin mendapatlkan insight jika didahului oleh saatsaat mencoba-coba, baru individu tersebut mendapatkan insight. Saat
seseorang mendapatkan pandangan baru bila ia dihadapkan pada
kondisi ketidakseimbangan kognitif sehingga ia berusaha untuk
mendapatkan keseimbangan lagi dengan berpikir secara aktif.
Suwarno (2006) memandang hal ini sebagai usaha individu atau
organisme untuk mendapatkan pandangan baru berdasarkan teori
gestalt.
5) Dapat diulangi;
Belajar dengan insight dalat diulangi artinya bahwa belajar itu
perlu latihan berulang-ulang agar tetap diingat dalam jangka waktu
yang lama (retensi). Dengan belajar terus menerus maka akan besar
kemungkinan ingatan terhadap sebuah pandangan (insight) siswa
dapat muncul kembali Witherington dkk, (1982). Jika sudah terlatih
16 akan dengan mudah seorangg individu menyelesaikan masalah
tersebut Suryabrata (1984)
6) Dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
Pengalaman-pengalaman, pandangan-pandangan atau konsepkonsep yang sudah mengendap dalam diri seorang siswa akan muncul
kembali dan digunakan untuk menghadapi situasi baru. Siswa dengan
mudah mencari solusi dari permasalahan yang ada berdasarkan
pengalaman pada masa lalu.Pandangan memampukan siswa untuk
memanipulasi situasi untuk kepentingannya. Gillford dalam Tim
Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1989) menyebutnya sebagai
kemampuan berpikir divergen yaitu mampu menyusun hipotesis dalam
situasi yang problematis.
2.2.5. Teori Keingintahuan (Curiosity ) Oslon Matthew (2009)
Teori ini dikemukakan oleh Jerome Bruner (1966) yang mengatakan
bahwa belajar bukan untuk mengubah tingkah laku seseorang melainkan
mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat
belajar lebih banyak dan mudah. Dalam proses belajar, Bruner mementingkan
partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan
kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan dimana
siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum
dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
17 2.2.6. Teori Struktur Kognitif (Cognitif Sctucture) Oslon Matthew (2009)
Teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget ini mengatakan bahwa cara
belajar seseorang dipengaruhi oleh tahap-tahap perkembangan mental yang
sedang berlangsung. Tahap-tahap perkembangan mental yang dimaksud
adalah tahap berpikir secara intuitif dimana individu menggunakan indera
untuk mengenal lingkungan; beroperasi secara konkret dimana individu sudah
mengidentifikasi sesuatu, mengingkari sesuatu, dan mencari hubungan
timbale balik; beroperasi secara formal dimana individu mampu berpikir
secara abstrak dan membuat hipotesis. Jean Piaget sangat peduli terhadap
pengembangan keterampilan kognitif terutama kecerdasan atau inteligensi W
Berkson dkk (2003).
Menurut Piaget dalam Slameto (2010) proses perkembangan belajar
anak adalah:
1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang
dewasa, jadi anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil;
Anak-anak hidup dalam dinamika sesuai dengan perkembangan
mentalnya masing-masing karena mereka memiliki cara yang unik
dank has dalam menyatakan sebuah fakta yang terjadi di sekitarnya.
Orang dewasa tidak mempunyai kewenangan untuk memperlakukan
anak sebagai layaknya orang dewasa walaupun anaknya sendiri.
2) Perkembangan
mental
anak
melalui
tahap-tahap
tertentu
menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak;
18 Setiap anak berkembang mentalnya sama seperti anak-anak
yang lain yang juga mengalami perkembangan mentalnya menuju
kedewasaan. Perkembangan menuju ke kedewasaan ini menempuh
tahap yang sama juga dengan anak yang lain mulai dari berpikir secara
intuitif; beroperasi secara konkret; dan beroperasi secara formal.
Semua anak sampai dewasa mengalami proses perkembangan mental
tersebut.
3) Walapun sama, tapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap
ke tahap lain tidak selalu sama untuk setiap anak;
Walapun semua anak mengalami perkembangan melalui tahaptahap mental tertentu namun dilihat dari sisi waktu untuk melewati
tahap tertentu tidak sama untuk semua anak. Artinya waktu yang
digunakan untuk menghayati dan melewati masa berpikir intuitif,
beroperasi secara konkret, dan beroperasi secara formal tidak sama.
Ada anak yang cepat melewati masa itu, tetapi ada juga yang lambat.
4) Perkembangan mental dipengaruhi oleh kemasakan, pengalaman,
interaksi sosial, equilibration (gabungan dari ketiga gabungan tadi
untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).
Cepat atau lambatnya perkembangan mental anak dari berpikir
intuitif, beroperasi konkret dan beroperasi secara formal dipengaruhi
oleh
berbagai
faktor.
Seorang
anak
yang
cepat
berpindah
perkembangannya dari berpikir intuitif ke beroperasi secara konkret
19 karena dipengaruhi oleh kematangan anak yang bersangkutan,
pengalaman anak itu sendiri, pergaulannya dengan orang lain, atau
gabungan dari ketiga faktor tadi dalam membangun sebuah
kedewasaan.
2.2.7. Teori Stimulus Respon Moein dkk (1991)
Belajar, menurut teori yang diperkenalkan oleh R.Gagne (1987) ini,
adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain
itu, Gagne juga
menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
2.2.8. Teori Purposeful Learning
Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk
mencapai tujuan dan dilakukan oleh siswa tanpa perintah atau bimbingan
orang lain, dilakukan oleh siswa dengan bimbingan orang lain di dalam
situasi belajar mengajar di sekolah.
2.2.9. Teori Belajar dengan jalan Mengamati dan Meniru (Observational
Learning and Imitation)
Teori belajar yang disampaikan oleh Bandura dan Walters (1963) ini
menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan tingkah laku baru sebagai hasil
20 dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan yang
diamati. Model yang ditiru adalah kehidupan nyata, simbolik, dan representasional.
2.2.10. Teori Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning)
Teori belajar yang bermakna yang diperkenalkan Ausubel dan
Robinson
(1969)
mengatakan
bahwa
belajar
merupakan
proses
mengintegrasikan atau menghubungakan informasi atau ide baru ke dalam
struktur kognitif yang telah ada. Bagaimana bahan baru dapat dipelajari
dengan baik, bergantung pada apa yang telah diketahui. Konsep-konsep yang
mantap dan jelas yang telah ada dalam struktur kognitif memudahkan belajar
dan retensi.Untuk menambah kemantapan dan kejelasan konsep itu perlu
latihan.
Struktur kognitif bersifat piramidal. Bagian puncaknya sempit yang
berisi konsep-konsep atau teori-teori yang paling umum. Bagian tengah yang
agak luas, berisi sub-konsep yang kurang umum.Bagian dasar yang paling
luas berisi informasi-informasi khusus (konkret).
2.2.11. Teori Humanistik.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantarannya adalah Kolb,
Honey dan Mumford, Hubermas, Bloom dan Krathwohl. Teori Humanistik
dalam Asri Budiningsih (2012) meyatakan
belajar harus dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri dengan kata
21 lain siswa mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik
cenderug bersift elektrik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan apa saja
asal tujuannya tercapai.
Oleh sebab itu teori Humanistik sifatnya lebih
abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadin, dan
psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik akan
sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi
yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks
manapun akan selalu dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuannya.
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik yang
dapat sebagai acuan (Suciati dan Prasetya Irawan,2001):
1) Menentuka tujuan pembelajaran.
2) Menentukan materi pelajaran
3) Mengidentifikasi kemampuan awal (entry behavior) siswa.
4) Menngidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan
siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar,
5) Merancang fasiltas seperti lingkungan dan media pembelajaraan.
6) Membimbing siswa belajar secara aktif.
7) Membimbing
siswa
membuat
konseptualisasi
pegalaman
belajarnnya. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsepkonsep baru kesituasi nyata.
8) mengevaluasi proses.
22 2.2.12. Teori Belajar Sibernetik.
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, teori
ini berkembang sejalan dengan perkembagan teknologi dan ilmu informasi,
teori ini telah dikembangkan oleh penganutnya yaitu Gage dan Berlier,
Biehler dan Snowman, Baine, serta Tennyson dengan cara pendekatan
pedekatan yang berorientasi kepada pemrosesan informasi.
Menurut Teori Sibernetik dalam Asri Budiningsih (2012) menyatakan
bahawa belajar adalah pengolahan informasi. sistem ini lebih mementingkan
sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. proses belajar
ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersebut.
2.3. Prinsip Belajar
2.3.1. Pengertian prinsip belajar
Proses belajar adalah suatu hal yang kompleks, tetapi dapat juga
dianalisa dan diperinci dalam bentuk prinsip-prinsip atau asas-asas belajar.
Hal ini perlu kita ketahui agar kita memiliki pedoman dan tekhnik belajar
yang baik. Prinsip-prinsip itu adalah :
1) Belajar harus bertujuan dan terarah. Tujuan akan menuntutnya dalam
belajar untuk mencapai harapan-harapan.
2) Belajar memerlukan bimbingan, baik dari bimbingan guru maupun
buku pelajaran itu sendiri.
23 3) Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga
diperoleh pengertian-pengertian.
4) Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah
dipelajari dapat dikuasainya.
5) Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh secara
dinamis antara murid dengan lingkungannya.
6) Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk
mencapai tujuan.
7) Belajar dikatakan berhasil apabila telah sanggup menerapkan kedalam
bidang praktek sehari-hari Zainal Aqib (2002).
Menurut Agus Suprijono (2012) mengatakan prinsip belajar dibedakan
menjadi tiga yaitu:
 Pertama, Prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahanperubahan perilku sebagai hasil belajar memiliki cirri-ciri :
1) Sebagai tanda tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang
disadari
2) Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.
3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.
4) Positif atau berkumulasi.
5) Aktif atau sebagai usaha yang direncanaka dan dilakukan.
24 6) Permanen atau tetap, sebagaimana yang dikatakan oleh Witting,
belajar sebagai any realatively permanent change in organism’s
behavioral repertoire that occurs as a result of experience.
7) Bertujuan dan terarah.
 Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi dikarenakan
dorongan kebutuhan dan tujuan yang dicapai. Belajar adalah proses
sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan
kesatuan fungsional dari berbagai kompoen belajar.
 Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada
dasarnya adalah hasil dari interaksi anatara peserta didik dengan
lingkungannya.
William Burton
(Agus suprijono, 2012) mengemukakan
bahwa “A good learning situation consist of a rich and varied series of
learning experiences unified around avigorous purpose and carried on
in interaction with a rich varied an propocative environtment.”
Situasi belajar yang baik terdiri dari serangkaian atau beragam
pengalaman, belajar dengan tujuan yang kuat dan dilakukandalam
interaksi dengan lingkungan bervariasi dan profokativ.
25 2.4. Pembelajaran
2.4.1 Pengertian Pembelajaran.
Menurut BNSP (2006) kegiatan pembelajaran dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik
melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Selain itu
pengalaman belajar siswa harus terwujud melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsurunsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan Hamalik (1999).
Menurut
Dimyati
(2002)
pembelajaran
berarti
meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan tersebut
dikembangkan bersama dengan perolehan pengalaman belajar. Perolehan
pengalaman merupakan proses yang berlaku deduktif atau induktif dan terus
menerus.
Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas
dapat dimengerti bahwa pembelajaran merupakan suatu pengalaman siswa
yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan.
Pembelajaran juga memiliki beberapa karakteristik. Menurut Wina
Sanjaya (2006) karakteristik pembelajaran yaitu:
26 1) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa
Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa, maka
kriteria keberhasilan proses pembelajaran diukur dari sejauh mana
siswa telah melakukan proses belajar tidak diukur, bukan dari sejauh
mana siswa telah menguasai materi pelajaran. Hal ini berarti bahwa
guru tidak lagi hanya berperan sebagai sumber belajar, melainkan
berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi supaya
siswa mau dan mampu belajar.
Kondisi seperti ini menuntut guru untuk memperhatikan
perbedaan setiap siswa agar menggunakan cara untuk membelajarkan
siswa tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Profesionalismenya
sebagai guru yang menguasai cara mengajar harus dimiliki. Cara
mengajar
tidak
hanya
menggunakan
keinginan
guru
yang
bersangkutan, tetapi dengan cara yang bisa dimengerti oleh siswa.
2) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi
kepada siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi dimana saja.
Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa.Siswa dapat
memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan
sifat materi pelajaran.Ketika siswa hendak mempelajari tentang fungsi
pasar misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar
siswa.
27 3) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran,
akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu penguasaan penguasaan
materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, akan tetapi
hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan tinkah laku yang lebih
luas. Artinya, sejauh mana materi yang dikuasai siswa dapat
membentuk pola perilaku siswa itu sendiri.
BNSP (2006) merekomendasikan bahwa dalam mengembangkan
kegiatan pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah:
1. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada
para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara professional;
2. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai
kompetensi dasar;
3. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan
hierarki konsep materi pembelajaran;
4. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsure penciri yang mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.
28 Pembelajaran apapun yang akan dilaksanakan oleh seorang pengajar
dalam pengajaran, seorang pengajar pastinya mempunyai tujuan yang akan
dicapai oleh peserta didik. Menurut H Zaini (2008) tujuan pembelajaran yaitu:
mendapatkan pengetahuan; mampu menyampaikan pendapat; merubah sikap;
keahlian dalam bidang tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, metode atau cara apapun yang akan
digunakan oleh pengajar dalam pembelajaran, seorang pengajar harus
merumuskan tujuan yang akan dicapai pada akhir proses pembelajaran.
Kemudian pengajar menentukan metode atau strategi yang tepat untuk
mencapai
tujuan
yang
telah
direncanakan
dalam
rumusan
tujuan
pembelajaran.
2.4.2. Proses Pembelajaran.
Dalam kamus bahasa Indonesia proses mempunya makna 1; runtutan
perubahan runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu:kemajuan sosial berjalan terus; penyakit; kimia, reaksi kimia; 2 rangkaian
tindakan,pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk; 3 perkara
di pengadilan; sedang di pengadilan; verbal berita acara (laporan mengenai
suatu perkara, yaitu waktu terjadinya, keterangan, dan petunjuk lain).
Pengertian proses pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
29 pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik.
Dalam dunia pendidikan kita mengenal istilah Proses Belajar
Mengajar (PBM) yang didalamnya terkandung variabel-variabel pokok berupa
kegiatan guru dalam mengajar dan kegiatan murid dalam belajar. Menurut
Benyamin S. Blom (1984) dalam bukunya The Taxonomy of Educational
Objectives-Cognitive Domain, menyebutkan bahwa dengan Proses Belajar
Mengajar kita akan memperoleh kemampuan yang terdiri dari tiga aspek,
yaitu: Aspek pengetahuan; Aspek sikap; Aspek ketrampilan
Mutu
pendidikan
maju
apabila
proses
pembelajaran
yang
diselengarakan benar-benar efektif dan berguna sebagai peningkatan ilmu
pengetahuan. Sikap dan ketrampilan yang diharapkan. Karena pada dasarnya
proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan, di antaranya dosen merupakan salah satu aspek yang penting
dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas.
Menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (1997), proses belajar
mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang terorganisasi.
Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai tujuan
pendidikan. Pengawasan turut menentukan lingkungan itu membantu kegiatan
belajar. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan
merangsang para siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan
30 serta mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu aspek yang mendukung
kondisi belajar di dalam satu kelas adalah job education proses belajar
mengajar yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok siswa.
2.5. Hasil belajar
2.5.1. Pengertian Hasil Belajar
Menurut A. Tabrani Rusyan (2000) hasil belajar merupakan hasil yang
dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar
tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu
saat. Menururt Sudjana (2005) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor yang dimiliki siswa
setelah menerima pembelajaran. Dan menurut Dede Rosyada (2004) hasil
belajar adalah
mengembangkan berbagai metode untuk mencatat dan
memperoleh informasi, siswa harus aktif menemukan informasi-informasi
tersebut dan guru menjadi partner siswa dalam proses penemuan berbagai
informasi dan makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam
pelajaran yang dibahas dan dikaji bersama. Sedangkan menurut Yuni Tri
Hewindati dan Adi Suryanto (2004) hasil belajar merupakan suatu proses di
mana suatu organisme mengalami perubahan perilaku karena adanya
pengalaman dan proses belajar telah terjadi jika di dalam diri anak telah
terjadi perubahan, perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai
31 interaksi dengan lingkungan. Jadi hasil belajar merupakan kemampuan yang
di peroleh individu setelah memperoleh pembelajaran yang berupa perubahan
tingkah laku baik berupa pengetahuan, pemahamanan, sikap dan keterampilan
untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya
Hasil belajar menempatkan seseorang dari tingkat abilitas yang satu
ketingkat abilitas yang lain. Mengenai perubahan tingkat abilitas menurut
Bloom dalam Sardiman A.N. (2004) meliputi tiga ranah, yaitu: Kognitif,
Afektif dan Psikomotor. Dalam penelitian ini lebih menekankan pada ranah
kognitif. Tujuan pengajaran dalam kawasan kognitif menurut Bloom edisi
revisi yang di tulis kembali Anderson dan Krathwohl Taksonomi di dalam
Leslie Owen Wilson (2006) terdiri atas enam tingkatan, yaitu;
Tingkatan
pertama,
mengingat
(REMEMBER):
mengambil,
mengingat, atau mengenali pengetahuan dari memori. Mengingat adalah
ketika memori digunakan untuk menghasilkan definisi, fakta, daftar,
membacakan atau mengambil material.
Tingkatan kedua, memahami (UNDERSTAND): membangun makna
dari berbagai jenis fungsi menjadi mereka tertulis atau grafis kegiatan seperti
pesan
menafsirkan,
mencontohkan,
membuat
klasifikasi,
meringkas,
menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.
32 Tingkatan
ketiga,
menerapkan
(APPLY):
Melaksanakan
atau
menggunakan prosedur melalui mengeksekusi, atau menerapkan. Menerapkan
terkait dan mengacu pada situasi di mana materi yang dipelajari digunakan
melalui produk seperti model, presentasi, wawancara atau simulasi.
Tingkatan keempat, menganalisis (ANALYZE): Menyusun materi atau
konsep ke dalam bagian, kemudian menentukan bagaimana bagian-bagian
tersebut dapat berhubungan atau saling berhubungan satu sama lain atau ke
struktur keseluruhan atau tujuan. Tindakan mental termasuk dalam fungsi ini
membedakan, mengorganisasikan, dan menghubungkan, serta mampu
membedakan antara komponen atau bagian. Ketika seseorang sedang
menganalisa ia / dia bisa menggambarkan fungsi mental ini dengan
menciptakan spreadsheet, survei, grafik, atau diagram, atau representasi
grafis.
Tinagkatan kelima, mengevaluasi (EVALUATE): Membuat penilaian
berdasarkan kriteria dan standar melalui memeriksa dan mengkritisi. Kritik,
rekomendasi, dan laporan adalah beberapa produk yang dapat dibuat untuk
menunjukkan proses evaluasi. Dalam evaluasi taksonomi baru datang sebelum
membuat seperti itu seringkali menjadi bagian penting dari perilaku
mendahului sebelum menciptakan sesuatu.
33 Tingkatan keenam membuat (CREATE): Menempatkan elemen
bersama-sama untuk membentuk koheren atau fungsional keseluruhan,
reorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur baru melalui menghasilkan,
perencanaan, atau memproduksi. Membuat mengharuskan pengguna untuk
menempatkan bagian bersama-sama dengan cara baru atau mensintesis bagian
menjadi sesuatu bentuk yang baru dan berbeda atau produk. Proses ini adalah
fungsi mental yang paling sulit dalam taksonomi baru.
Dari ke-6 tingkatan tersebut dapat diperoleh suatu bagan kemampuan
kognitif menurut Bloom yang di tulis kembali Anderson dan Krathwohl
sebagai berikut;
34 Bagan 2.1.
Bagan Hierarkis Jenis Perilaku dan Kemampuan Internal
Tinggi
6. membuat kemampuan Menempatkan elemen bersama‐sama untuk 5.mengevaluasi membentuk koheren atau f
i
l
i
i
Kemampuan Membuat penilaian berdasarkan
kriteria dan standar melalui memeriksa dan
mengkritisi 4. menganalisis 3. menerapkan Kemampuan menyusun materi atau konsep ke dalam bagian,
menentukan bagaimana bagian-bagian berhubungan atau
saling berhubungan satu sama lain atau ke struktur keseluruhan atau tujuan.
Kemampuan Melaksanakan atau menggunakan prosedur melalui mengeksekusi,
atau menerapkan. 2. memahami Rendah Kemampuan membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan
1. mengingat
Kemampuan Mengambil, mengingat, atau mengenali pengetahuan dari memori
Bagan Hierarkis Jenis Perilaku dan Kemampuan Internal menurut
Taksonomi Bloom yang telah direvisi dalam Lesli Owen Wilson (2006).
2.5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Shabri (2005), hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi
oleh dua faktor utama yaitu faktor dari lingkungan dan faktor yang datang dari
diri siswa. Faktor yang datang dari diri siswa seperti kemampuan belajar
35 (intelegensi), motivasi belajar, mental dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, ketekunan, faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor yang
mempengaruhi dari lingkungan adalah kenyamanan tempat tinggal dan
kondisi lingkungan yang menunjang untuk belajar dan membentuk mental dan
psikis siswa dalam belajar. Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 2, yaitu faktor intern dan
factor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu. Faktor intern yang ada didalam siswa adalah semanagt yang timbul
dari diri siswa untuk berbuat sesuatu yang lebih baik. Kemudian faktor
ekstern yang mempengaruhi hasil belajar adalah situasi kondisi pergaulan atau
lingkungan yang mendukung dalam pembentukan pola pikir dan tanggung
jawab individu.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Anni,2005)
yaitu sebagai berikut
1) Faktor Internal
Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ
tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan
kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan.
Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan
berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar.
36 2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari,
tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar
masyarakat. Faktor eksternal ini juga akan mempengaruhi kesiapan,
proses dan hasil belajar siswa
Clark dalam Shabri (2005) mengemukakan bahwa hasil belajar
siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya, selain faktor dari diri siswa
sendiri, masih ada faktor-faktor di luar dirinya yang dapat menentukan
atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai.Salah satu lingkungan
belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah
ialah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran juga dipengaruhi oleh
karakteristik kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain:
1) Ukuran kelas (class size). Artinya, banyak sedikitnya jumlah siswa
yang belajar. Ukuran yang biasanya digunakan adalah 1:40,
artinya, seorang guru melayani 40 orang siswa. Diduga makin
besar jumlah siswa yang harus dilayani guru dalam satu kelas
maka makin rendah kualitas pengajaran, demikian pula sebaliknya.
2) Suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis akan memberi
peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan
suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas yang ada
pada guru. Dalam suasana belajar demokratis ada kebebasan siswa
37 belajar, mengajukan pendapat, berdialog dengan teman sekelas dan
lain-lain.
3) Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Kelas harus diusahakan
sebagai laboratorium belajar bagi siswa. Artinya, kelas harus
menyediakan sumbersumber belajar seperti buku pelajaran, alat
peraga, dan lain-lain.
Dari informasi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktorfaktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu:
1. Faktor pada diri siswa diantaranya intelegensi, kecemasan (emosi),
motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,
ketekunan, dan faktor fisik dan psikis.
2. Faktor di luar diri siswa, seperti ukuran kelas, suasana belajar
(termasuk di dalamnya metode mengajar dan guru), fasilitas dan
sumber belajar yang tersedia.
2.6. Metode Pembelajaran.
2.6.1. Pengertian Metode.
Metode adalah cara yang dipergunakan oleh guru dalam
proses
belajar mengajar di kelas dalam penyampaian sebuah materi bahan ajar
dengan harapan supaya siswa mampu menerima materi yang telah diberikan
oleh pengajar / guru.
38 Metode adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajaran yang
ingin dicapai, sehingga semakin baik penggunaan metode mengajar semakin
berhasillah pencapai tujuan, artinya apabila guru dapat memilih metode yang
tepat yang disesuaikan dengan bahan pengajaran, murid, situasi kondisi,
media pengajaran maka semakin berhasillah tujuan pengajaran yang ingin
dicapai (Sutomo,1993). Sugiyanto (1990) menyatakan : “Pertama, metode
adalah suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan
penilaian; kedua, metode adalah suatu tehnik yang umum bagi ilmu
pengetahuan; dan ketiga metode adalah cara tertentu untuk melakukan
prosedur.”
Dengan memperhatikan uraian di atas dapat diambil suatu pengertian
bahwa metode adalah suatu tehnik atau prosedur pemikiran dalam
memecahkan masalah melalui proses tertentu.
2.6.2. Pengertian Metode Pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah suatu strategi atau cara guru dalam
menyampaikan materi pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung
(Nana Sudjana, 2000). Materi pembelajaran yang sudah disiapkan dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran akan disampaikan kepada siswa dengan
menggunakan cara-cara tertentu agar siswa dapat mengerti isi pelajaran itu
dan dapat mengembangkannya kembali dalam kehidupan yang konkret dalam
masyarakat.
39 Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan
materi pembelajaran dalam proses pembelajaran berlangsung antara lain
metode pembelajaran kooperatif, metode ceramah, metode tanya jawab,
metode diskusi, kerja kelompok, eksperimen, simulasi dan lain-lain. Dalam
penelitian ini metode yang akan dibahas adalah metode sumbang saran
(brainstorming) dan metode ceramah.
2.6.3. Metode Ceramah
2.6.3.1. Pengertian Metode Ceramah.
Menurut
Widi
Rahardja (2002) yang dimaksud dengan metode
ceramah yaitu suatu cara penyajian ajar atau cara mengajar melalui penjelasan
atau penuturan secara lesan oleh guru kepada peserta didik. W. James Popham
dan Eva L. Baker yang sudah diterjemahkan oleh drs. Amirul Hadi, dkk
mengatakan
bahwa
guru
mencapai
tujuan
intruksionalnya
denga
menggunakan kata-kata. Metode ceramah adalah metode yang paling popular
dan banyak dilakukan oleh guru, selain mudah penyajian juga tidak banyak
memerlukan media (Sumantri M dkk, 2000). Dapat disimpulkan bahwa,
adanya kecenderungan menganggap metode ceramah itu mudah dalam
penggunaannya dalam kegiatan belajar di kelas.
Karena dianggap metode yang popular dan banyak dilakukan oleh
guru, maka kecenderungan untuk menganggap metode tersebut mudah
40 diterapkan di kelas semakin bertambah juga. Fakta bahwa metode ceramah itu
sangat dipengaruhi oleh pribadi guru yang bersangkutan tidak bisa
disingkirkan begitu saja. Seorang guru harus memiliki keterampilan yang
cukup untuk menggunakan metode ceramah dalam proses belajar di kelas. Hal
senada diungkapkan oleh Dimyati dkk (1999) bahwa metode ceramah itu
sangat dipengaruhi oleh personalitas guru yaitu suara, gaya bahasa, sikap,
prosedur, kelancaran, kemudahan bahasa, keteraturan guru dalam memberikan
penejelasan yang idak dapat dimiliki secara mudah oleh setiap guru.
Sumantri M dkk (2000) mendefinisikan metode ceramah sebagai
penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan penjelasan secara
lisan kepada peserta didik. Sedangkan Winarno Surakhmad (1980)
mengartikan metode ceramah sebagai sebuah bentuk interaksi melalui
penerangan dan penuturan secara lisan oleh seorang terhadap sekelompok
pendengar. Alat utama perhubungan dengan kelompok pendengar adalah
bahasa lisan. Dimyati dkk (1991) berpendapat bahwa metode ceramah adalah
sebuah bentuk interaksi belajar mengajar yang dilakukan melalui penjelasan
dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap sekelompok peserta didik.
Dapat
disimpulkan
bahwa
proses
belajar
mengajar
dengan
mengunakan metode ceramah adalah sumber informasi dan alat komunikasi
yang utama dalam menyampaikan sebuah materi pelajaran di kelas, akan
tetapi siswa hanya bersifat konsumtif atau pendengar saja. Proses belajar
41 megajar dengan metode ceramah sudah mulai di tinggalkan sedikit demi
sedikit, dengan menggunakan metode ceramah tidak dapat membantu siswa
dalam mencapai hasi belajar yang maksimal.
2.6.3.2. Ciri-Ciri Metode Ceramah
Ciri-ciri utama metode ceramah, guru menyajikan sebuah materi
pembelajan di dalam kelas hanya secara lisan dan formal dan berlangsung
selama 45 menit dan murid hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh
guru. Widi Rahardjo (2002) menyatakan bahwa, guru dalam mengunakan
metode ceramah harus menyadari adannya kemungkinan empat golongan
siswa diwaktu mendengarkan ceramah yaitu :
1) Adanya siswa yang tidak mendengarkan, tidak memperhatikan
penjelasan guru, tetapi malah berbicara dengan teman sebelah atau
lainnya.
2) Adanya siswa yang hanya mendengarkan dengan telinga saja,
dalam artia belum mengunakan pikiran secara aktif.
3) Adanya
siswa
yang
mendengarkan
dengan
telinga
serta
menggunakan pikiran secara aktif. Dengan kata lain penjelasan
guru ditangkap dengan telinga dan dimengerti secara benar.
42 4) Adanya siswa yang mendengarkan, memperhatikan secara cerdas
dalam artian siswa itu penuh konsentrasi mengunakan pikiran
untuk memahami, menimbang-nimbang penjelasan guru dan
berusaha mematrikan dalam ingatannya.
Adanya siswa yang tidak mendengarkan, tidak memperhatikan
penjelasan guru, tetapi malah berbicara dengan teman sebelah atau lainnya.
Dapat disimpulkan kelemahan dari metode ceramah adalah banyak siswa yang
tidak mendengarkan materi pelajaran dengan baik karena terganggu dengan
tindakan yang dibuat oleh seseorang ataupun hal-hal yang menrik perhatian
siswa.
Adanya siswa yang hanya mendengarkan dengan telinga saja, dalam
artian belum mengunakan pikiran secara aktif. Dapat dikatakan bahawa siswa
mampu mendengarkan dan menerima dengan baik materi yang disampaikan
oleh guru, tetapi belum mampu menganalisis materi yang disampaikan, degan
katalain siswa hanyalah pendengar yang baik.
Adanya siswa yang mendengarkan dengan telinga serta menggunakan
pikiran secara aktif. Dapat dikatakan bahawa siswa mampu mendengarkan
dan menerima dengan baik materi yang disampaikan oleh guru, tetapi belum
mampu menganalisis materi yang disampaikan, dengan kata lain siswa
43 hanyalah pendengar yang baik dan mampu mencerna materi yang
disampaikan.
Adanya siswa yang mendengarkan, memperhatikan secara cerdas. Bisa
dikatakan bahwa murid tersebut mampu memahami dan berfikir secara cerdas
terhadap suatu materi yang disampaikan oleh guru, siswa dapat menganalisis
dan menyimpulkan sendiri dari perkataan yang dikeluarkan oleh guru, dan
disimpan didalam memori ingatannya.
2.6.3.3. Tujuan Metode ceramah
Setiap metode yang digunakan oleh guru dalam proses belajar
mengajar di kelas pasti sudah ditentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
oleh guru. Demikian juga metode ceramah yang digunakan guru di kelas
memiliki tujuan. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000) tujuan umum
metode ceramah adalah untuk menyampaikan bahan yang bersifat informasi
(konsep-konsep, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip) yang banyak dan luas
serta untuk penemuan-penemuan yang langka dan belum meluas.
Selanjutnya, ahli yang sama (Mulyani Sumantri dan Johar Permana)
mengemukankan bahwa tujuan khusus metode ceramah adalah:
1) Menciptakan landasan pemikiran peserta didik melalui produk
ceramah yaitu bahan tulisan peserta didik sehingga peserta didik
dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah guru;
44 2) Menyaikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan
penting yang terdapat dalam isi pelajaran;
3) Merangsang
peserta
didik
untuk
belajar
mandiri
dan
menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pemerkayaan belajar;
4) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan secara
gamblang dan menyinggung penjelasan teori dan prakteknya;
5) Sebagai langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya
menjelaskan prosedur yang harus ditempuh peserta didik.
Selain tujuan
yang diungkapkan tersebut di atas, Moedjiono dan
Dimyati (1991) juga mengatakan bahwa metode ceramah dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud adalah:
1) Menghemat biaya penyelenggaraan pendidikan, karena metode
ceramah memungkinkan seorang untuk menghadapi sejumlah
besar siswa secara serentak:
2) Mengatasi keterbatasan waktu, peralatan dan kelompok siswa yang
mempunyai tipe pengamatan auditif;
3) Mengatasi keterbatasan persediaan dan/atau pengadaan bahan
pembelajaran yang berisi pokok permasalahan yang harus
dipelajari siswa;
4) Mengatasi keterbatasan kemampuan membaca pada diri siswa.
45 2.6.3.4. Keunggulan Metode Ceramah
Setiap metode yang digunakan dalam proses belajar di kelas memiliki
keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu Mulyani
Sumantri dan Johar Permana (2000) menunjukkan keunggulan metode
ceramah yaitu:
1) Murah dalam arti efisien dalam pemanfaatan waktu dan
menghemat biaya pendidikan dengan seorang guru yang
menghadapi banyak peserta didik;
2) Mudah dalam arti materi dapat disesuaikan dengan keterbatasan
waktu, karakteristik peserta didik tertentu, pokok permasalahan
dan keterbatasan peralatan dan dapat disesuaikan dengan jadwal
guru terhadap ketidaktersediaan bahan-bahan tertulis;
3) Meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan minat
belajar dari sumber lain;
4) Memperoleh penguatan bagi guru dan peserta didik yaitu guru
memperoleh penghargaan, kepuasan, dan sikap percaya diri dari
peserta didik atas perhatian yang ditunjukkan peserta didik dan
peserta didik pun merasa senang
dan menghargai guru bila
ceramah guru meninggalkan pesan dan berbobot;
5) Memberikan wawasan yang luas daripada sumber lain karena guru dapat
menjelaskan topik dengan mengkaitkannya dengan kehidupan seharihari.
46 2.6.3.5. Kelemahan Metode Ceramah
Kemudian Sumantri M dkk (2000) menungkapkan secara tegas bahwa
kelemahan-kelemahan metode ceramah dalam penerapanya adalah;
1) Dapat menimbulkan kejenuhan pada peserta didik apalagi bila
guru kurang dapat mengorganisasikannya;
2) Menimbulkan verbalisme pada peserta didik;
3) Materi ceramah terbatas pada apa yang diingat guru;
4) Merugikan peserta didik yang lemah dalam keterampilan
mendengarkan;
5) Menjejali peserta didik dengan konsep yang belum tentu
diingat terus;
6) Informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan
jaman;
7) Tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik;
8) Terjadi proses satu arah yaitu dari guru kepada peserta didik.
Ahli yang lain mengungkapkan hal yang hampir sama. Menurut
Dimyati dkk (1991) menegaskan bahwa kelemahan metode ceramah adalah :
1) Cenderung terjadi proses satu arah yang mengakibatkan siswa
berperan pasif selama penerapan metode ini jika diterapkan
secara murni;
2) Cenderung ke arah pembelajaran berdasarkan guru yang
ditandai dengan menempatkan guru sebagai pihak primer
47 dalam proses belajar mengajar dan siswa sebagai pihak
sekunder, isi ceramah diwarnai minat dan perhatian guru,
kemajuan belajar bergantung pada kecepatan penyajian isi
pelajaran oleh guru;
3) Menurunnya perhatian siswa sebagai akibat kejenuhan
terhadap panjangnya ceramah;
4) Ingatan
jangka
pendek
dimana
metode
ini
mampu
menghasilkan ingatan dalam diri siswa dalam jangka waktu
pendek;
5) Merugikan kelompok siswa tertentu khususnya siswa yang
tidak memiliki tipe pengamatan auditif, tidak bisa mencatat,
dan merugikan siswa yang mamapu belajar sendiri lebih cepat
daripada diceramahi secara klasikal;
6) Tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan psikomotorik
dan menanamkan sikap.
2.6.3.6. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Ceramah
Secara garis besar terdapat 4 langkah yang tercakup dalam prosedur
pemakaian metode ceramah dalam prosses belajar mengajar (Dimyati dkk,
1991). Keempat langkah prosedur tersebut adalah:
1) Tahap persiapan ceramah
Pada
tahap
ini
yang
dilakukan
seorang
guru
adalah
mengorganisasikan isi pelajaran yang akan diceramahkan,
48 mempersiapkan penguasaan isi pelajaran yang akan diceramahkan,
dan memilih serta mempersiapkan media instruksional dan/atau
alat bantu instruksional yang akan digunakan dalam ceramah.
2) Tahap awal ceramah
Pada tahap ini seorang guru melakukan peningkatan hubungan
guru-siswa secara akrab, peningkatan perhatian siswa untuk belajar
lebih giat, penyampaian pokok-pokok isi ceramah secara garis
besar.
3) Tahap pengembangan ceramah
Tahap ini merupakan tahap kegiatan inti dalam penggunaan
metode ceramah.Tahap ini seorang guru melakukan menyajikan isi
pelajaran yang telah diorganisasikan sebelumnya. Pada tahap ini
hal-hal yang harus diperhatikan guru adalah memberikan
keterangan secara singkat dan jelas, penggunaan papan tulis
sebagai upaya visualisasi, memberikan kerangan ulang dengan
menggunakan istilah atau kata-kata yang lebih jelas, merinci dan
memperluas pelajaran, mencari balikan (feedback) sebanyakbanyaknya selama berceramah.
4) Tahap akhir ceramah
Tahap akhir ceramah atau tahap kesimpulan merupakan kegiatan
terakhir dari guru dalam pemakaian metode ceramah. Hal yang
dilakukan oleh guru adalah: membuat rangkuman dari garis-garis
49 besar isi pelajaran yang diceramahkan; menjelaskan hubungan isi
pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran berikutnya;
menjelaskan tentang kegiatan pada pertemuan berikutnya.
(tabel sintak 2.1. Sintaks Metode ceramah)
No
Kegiatan
Tahap
Guru
guru mengorganisasikan isi pelajaran
yang akan diceramahkan,
mempersiapkan penguasaan isi pelajaran
yang akan diceramahkan, dan memilih
serta mempersiapkan media
instruksional dan/atau alat bantu
instruksional yang akan digunakan
dalam ceramah.
Guru melakukan pendekatan pada setiap
siswa secara persuasif, agar siswa
mampu dan mau belajar secara lebih giat
dan penyampaian materi dengan cara
mengunakan metode ceramah secara
garis besar.
Siswa
Siswa
mempersiapkan diri
dalam pelaksanaan
pembelajaran
didalam kelas
Tahap
pengemban
gan
ceramah
Guru mengulang sedikit mteri pelajaran
yang sudah diberikan kemarin dan
melanjutkan kembali pada materi belajar
yang baru, guru adalah memberikan
keterangan secara singkat dan jelas,
penggunaan papan tulis sebagai upaya
visualisasi, memberikan kerangan ulang
dengan menggunakan istilah atau katakata yang lebih jelas, merinci dan
memperluas pelajaran, mencari balikan
(feedback) sebanyak-banyaknya selama
berceramah.
Siwa
mendengarkan,
memperhatikan, dan
mencatat setiap
penjelasan dari guru.
Tahap akhir
ceramah
Guru membuat rangkuman dari garisgaris besar isi pelajaran yang
diceramahkan; menjelaskan hubungan isi
pelajaran yang diceramahkan dengan isi
pelajaran berikutnya; menjelaskan
tentang kegiatan pada pertemuan
berikutnya.
Siswa mencatat
semua kesimpulan
yang di utarakan
atau ditulis oleh
guru.
1.
Persiapan
mengajar
2.
Tahap awal
ceramah
3.
4.
Siswa
mempersiapkan diri
dan mendengarkan
motivasi dari guru.
50 2.6.3.7. Syarat-syarat penerapan metode ceramah
Untuk dapat menetapkan apakah metode ceramah sesuai diterapkan
dalam situasi tertentu, maka seorang guru harus memperhatikan kapan
kewajaran ceramah itu digunakan. Menurut Winarno S (1980) metode
ceramah dikatakan wajar dipakai apabila:
1) Seorang penatar akan menyampaikan fakta (kenyataan) atau
pendapat dimana tidak terdapat bahan bacaan yang merangkum
fakta atau pendapat tersebut;
2) Seorang penatar harus menyampaikan fakta kepada kelompok
pendengar yang besar jumlahnya sehingga metode-metode yang
lain tidak mungkin dipakai;
3) Penatar adalah pembicara yang bersemangat dan akan merangsang
kelompok untuk melaksanakan sesuatu;
4) Seseorang akan menyimpulkan pokok yang penting yang telah
dipelajari oleh kelompok untuk memungkinkan anggota kelompok
melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu dengan yang
lain;
5) Seseorang yang akan memperkenalkan pokok yang baru dalam
rangka menghubungkannya dengan hasil interaksi yang telah
terjadi sebelumnya.
Selajutnya, Dimyati dkk (1991) menungkapkan bahwa syarat-syarat
metode ceramah sesuai digunakan apabila:
51 1) Tujuan dasar pengajaran adalah menyampaikan informasi baru;
2) Isi pelajaran langka misalnya penemuan baru;
3) Isi pelajaran harus diorganisasikan dan disajikan dalam sebuah
cara khusus untuk kelompok tertentu;
4) Membangkitkan minat terhadap mata pelajaran;
5) Isi pelajran tidak diperlukan untuk diingat dalam waktu yang lama;
6) Untuk mengajar penggunaan metode mengajar yang lain dan
pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar.
Kemudian Dimyati dkk (1991) menulis bahwa metode ceramah tidak
sesuai digunakan apabila:
1) Tujuan pengajaran bukan tujuan perolehan informasi;
2) Isi pelajaran perlu diingat dalam jangka waktu yang lama;
3) Isi pelajaran kompleks, rinci, atau abstrak;
4) Pencapaian tujuan yang mempersyaratkan partisipasi siswa;
5) Tujuan kognitif tingkat tinggi yang mencakup analisis, sistesis,
atau evaluasi;
6) Para siswa yang inteligensi atau pengalaman pendidikannya ratarata atau dibawah rata-rata.
52 2.6.4. Metode Sumbang Saran (Brainstorming)
2.6.4.1. Pengertian Sumbang Saran (Brainstorming)
Tehnik sumbang saran yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn
merupakan tehnik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan
dan dierapkan dengan tepat Shallcross (1985). Utami Munandar (2009),
menyatakan bahwa Osbron, pendiri dari Creatif Eduction Foundation, dalam
bukunya applied Imagination menentukan empat aturan dasar untuk metode
sumbang saran, yaitu:
1) Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan
Pada umumnya kita cenderung kritis dan berhati-hati, kita
diajarkan untuk selalu mempertimbangkan, selektif, dan lebih
menghargai kualitas daripada kuantitas. diantara sekian banyak
gagasan ada beberapa yang baik, yang berkualias.
2) Kombinasi dan peningkatan gagasan
Dalam sidang sumbang saran tidak jarang terjadi bahwa banyak
gagasan yang telah dikombinasikan dengan ide-ide kreatif dari
setiap anggota
3) Kebebasan dalam memberikan gagasan
Diperlukan
iklim
tertentu
agar
seseorang
bebas
dalam
mencetuskan gagasan, yaitu iklim dimana dimana ia merasa aman,
diakui, dan dihrgai.
53 4) Gagasan sebanyak mungkin
Dengan memberikan banyak gagasan, makin besar kemungkinan
bahwa gagasan yang diberikan seseorang menyambung pada
gagasan orang lain. Ini merupakan slah satu manfaat terbesar dari
tehnik sumbang saran bahwa peserta sidang saling memacu dalam
pemberiaan gagasan.
Roestiyah (2001) Metode Sumbang Saran (Brainstorming)
adalah
suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat,
informasi, pengalaman, pengetahuan, dari semua peserta. Berbeda dengan
diskusi, di mana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung,
dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peseta lain, pada
penggunaan metode sumbang saran (brainstorming), pendapat orang lain
tidak dapat ditanggapi. Tujuan metode sumbang saran (brainstorming)
adalah untuk membuat kompilasi ( kumpulan ) pendapat, informasi,
pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian
dijadikan peta informasi, peta pengalaman, peta gagasan (mindmap) untuk
menjadi pembelajaran bersama.
M. Atwi suparman (2012) menyatakan Metode sumbang saran
merupakan proses penampungan pendapat dari peserta didik tan evaluasi
terhadap kualitas pendapat tersebut. Menurut Taylor, Berry, dan Black yang
dikutip oleh Mukhtar dan Martinis Yamin (2003) mengungkapkan bahwa
metode brainstorming dapat menanamkan inhibisi pada pemikiran kreatif,
54 karena ide-ide terlalu aneh dari beberapa anggota bisa menggoncangkan
gairah berpikir orang lain.
Menurut pendapat di atas, metode sumbang saran (brainstorming)
merupakan metode yang berbentuk diskusi dan dipergunakan untuk
mendapatkan suatu saran dan solusi, serta merangsang pola piker setiap
individu untuk lebih kreatif dalam memberikan suatu saran atau pendapat,
tanpa ada tekanan dan kritikan dari individu lain.
2.6.4.2. Empat Peraturan Dasar Metode Brainstorming.
Menurut Eliezer H. Hardjo (2011), Brainstorming mempunyai
peraturan dasar dalam pelaksanaannya. yaitu:
1) Suspend Judgment, semua anggota tim harus menahan diri, tidak
menghakimi ide, pendapat dan gagasan yang diajukan oleh
anggota lain
2) Record all Ideas, ada seseorang yang dapat menjadi notulen,
mencatat semua ide, pendapat ataupun gagasan yang diajukan,
walaupun ide tersebut terdengar aneh
3) Encourage "Piggy-backing" ideas, koordinator atau fasilitator
mendorong untuk membangun ide, pendapat atau gagasan baru
atau tambahan dari ide yang sudah pernah dijalankan
55 4) Think out of the box, yakni mendorong untuk mengeluarkan
pemikiran yang baru, tidak pengulanggan dari ide atau pendapat
yang sudah ada.
2.6.4.3. Teknik dan Tahapan Brainstorming
Berikut ini adalah teknik dan tahapan untuk melakukan brainstorming
menurut Eliezer H. Hardjo (2011).
1) Pastikan semua anggota yang ikut brainstorming diberi tahu
terlebih dahulu dengan jelas tujuan dari brainstorming tersebut,
sehingga semua orang yang hadir bisa mempersiapkan diri
2) Pastikan bahwa anggota yang ikut dalam brainstorming mengerti
ruang lingkup permasalahannya
3) Suasana harus santai dan nyaman, agar semua orang dapat
mengungkapkan ide atau gagasan mereka dengan lebih terbuka
4) Setiap orang yang ikut harus berpikiran positif, walaupun masalah
yang dihadapinya berat.
5) Setiap orang harus tau peraturan dasar dari brainstorming
(memberi sesi waktu antara 15-30 menit) dan dapat mengendalikan
diri masing-masing
56 6) Permasalahan harus diurai dengan jelas dan bersama-sama, agar
semua anggota mengerti dan berpikir atas dasar itu bukan yang
lain
7) Setiap ide atau gagasan yang diajukan (baik spontan ataupun
bergantian) harus cukup jelas latar belakangnya dan rasionalnya
dalam konteks ini ada benang merah antara permasalahan dan ide
yang diajukan.
8) Mencatat semua ide bisa di papan tulis/sticky notes yang dapat
dilihat dengan jelas oleh seluruh tim.
9) Setelah selesai semua anggota tim mengeluarkan ide, gagasan dan
pendapat. Seluruh tim me-review semua ide dan memastikan
semua peserta memahami apa yang dimaksud dan mengevaluasi
seluruh daftar, menghilangkan duplikasi dan mengkombinasi yang
sejenis.
Tahapan dan tehnik brainstorming menurut (A. Surjadi, 2012)
adalah:
1) Pemimpin atau guru mengemukakan suatu masalah kepada
anggota atau siswa didalam kelompok dan iminta untuk
mengemukakan saran-saran untuk memecahkannya.
57 2) Saran-saran ditulis dipapan tulis atau kertas, dan tak seorang pun
diperbolehkan untuk mengomentari atau mengkritik.
3) setelah selesai ditulis/didaftar, maka saran-saran itu dikaji/dinilai
oleh kelompok tersebut atau oleh suatu komite.
2.6.4.4. Langkah-langkah metode Brainstorming
Tugas guru dalam pelaksanaan metode ini adalah memberikan
masalah yang mampu merangsang pikiran siswa, sehingga mereka
menanggapi, dan guru tidak boleh mengomentari bahwa pendapat siswa itu
benar/ salah, juga tidak perlu disimpulkan, guru hanya menampung semua
pernyataan pendapat siswa, sehingga semua siswa di dalam kelas mendapat
giliran, tidak perlu komentar atau evaluasi.
Siswa
bertugas
menanggapi
masalah
dengan
mengemukakan
pendapat, komentar atau bertanya, atau mengemukakan masalah baru, mereka
belajar dan melatih merumuskan pendapatnya dengan bahasa dan kalimat
yang baik. Siswa yang kurang aktif perlu dipancing dengan pertanyaan dari
guru agar turut berpartisipasi aktif, dan berani mengemukakan pendapatnya.
Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran yang menggunakan
metode Brainstorming (Roestiyah, 2001) :
1) Pemberian informasi dan motivasi.
58 Guru
menjelaskan
belakangnya
dan
masalah
mengajak
yang
dihadapi
peserta
didik
beserta
latar
aktif
untuk
menyumbangkan pemikirannya.
2) Identifikasi
Pada tahap ini peserta didik diundang untuk memberikan sumbang
saran pemikiran sebanyak-banyaknya. Semua saran yang masuk
ditampung, ditulis dan tidak dikritik. Pimpinan kelompok dan
peserta hanya boleh bertanya untuk meminta penjelasan. Hal ini
agar kreativitas peserta didik tidak terhambat.
3) Klasifikasi
Semua saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya
mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati
oleh kelompok. Klasifikasi bisa berdasarkan struktur/ faktor-faktor
lain.
4) Verifikasi
Kelompok secara bersama melihat kembali sumbang saran yang
telah diklasifikasikan. Setiap sumbang saran diuji relevansinya
dengan permasalahannya. Apabila terdapat sumbang saran yang
sama diambil salah satunya dan sumbang saran yang tidak relevan
bisa dicoret. Kepada pemberi sumbang saran bisa diminta
argumentasinnya.
59 5) Konklusi (Penyepakatan).
Guru bersama ketua kelompok beserta peserta lain mencoba
menyimpulkan butir-butir alternatif pemecahan masalah yang
disetujui, Setelah semua saran tertampung, maka diambil
kesepakatan terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap
paling tepat.
Dibawah ini adalah penjelasan tahapan-tahapan kegiatan metode
brainstorming yang dijabarkan melalui sintak (table 2.2. sintak metode
brainstorming).
(table 2.2. Sintaks Metode Brainstorming)
No
Tahapan
Kegiatan
Guru
1.
Pemberian
Motivasi dan
Informasi
Guru memberitahukan Kompetensi
dasar yang akan di pelajari pada
kegiatan belajar dan memberikan
motivsi terhadap siswa.
Guru membentuk kelompok 4-6 orang
siswa dalam 1 kelompok
2.
Identifikasi
Siswa
Siswa mendengarkan dan
mempersiapkan
Siswa membuat kelompok
yang sudah ditentukan oleh
guru
Guru membagikan tugas yang terdiri
dari beberapa sub materi pelajaran yang
sudah dipilah dan diberikan beberapa
pertanyaan dan contoh masalah yang
pernah terjadi di indonesia.
Siswa menerima materi dan
mendiskusikan.
Guru meminta sumbangsi pemikiran
dari setiap kelompok tanpa ada pendapat
yang di tolak.
Siswa aktif berfikir dan
bekerjasama menyampaikan
ide dan solusi
60 Guru mengklasifikasi gagasan dari
setiap kelompok yang sudah di tulis
dalam kertas.
Siswa menulis semua saran
atau solusi yang sudah
tertampung dan
mengklasifikasikan
berdasarkan kriteria yang
dibuat dan disepakati oleh
kelompok. Klasifikasi bisa
berdasarkan struktur/ faktorfaktor lain yang sudah di
tentukan bersama.
Verifikasi
Guru memperlihatkan kembali semua
saran dan solusi yang sudah
dikumpulkan setiap kelompok, guru
mengajak siswa untuk menguji kembali
relevansi semua pendapat atau saran
dengan melihat permasalahan, apa bila
terdapat saran atau solusi yang sama
dengan kelompok yang lain meminta
perstujuan dari setiap kelompok untuk
bersedia menghapus saran atau solusi
yang sama.
Siwa dan kelompoknya
bersama melihat kembali
sumbang saran yang telah
diklasifikasikan.
Konklusi
(penyepakatan
)
Guru bersama semua kelompok beserta
peserta lain mencoba mendapatkan beberapa gagasan, masukkan, dan saran
yang diterima dari beberapa kelompok,
guru atau ketua kelompok
diperkenankan memberikan kesimpulan
dari gagasan, masukkan, dan saran yang
sudah ditrima dari beberapa kelompok
Semua siswa didalam
kelompok beserta peserta lain
mencoba menyimpulkan butirbutir alternatif pemecahan
masalah yang disetujui,
Setelah semua saran
tertampung , maka diambil
kesepakatan terakhir cara
pemecahan masalah yang
dianggap paling tepat.
3.
Klasifikasi.
4.
5.
2.6.4.5. Keunggulan dan Kelemahan Metode Brainstorming
Brainstorming dalam bahasa Indonesia disebut sebagai curah gagas/
curah pendapat/ sumbang saran. Dengan demikian keutamaan metode
Brainstorming ini adalah penggunaan kapasitas otak dalam menjabarkan
gagasan atau menyampaikan suatu ide (Roestiyah, 2001). Dalam proses
61 brainstorming, seseorang akan dituntut untuk mengeluarkan semua gagasan
sesuai dengan kapasitas wawasan dan psikologisnya. Metode Brainstorming
adalah metode yang sangat tepat untuk menjabarkan proses tersebut dengan
mudah dan efisien.
2.6.4.5.1. Keunggulan metode Brainstorming yaitu :
1) Anak-anak berfikir untuk menyatakan pendapat.
2) Melatih siswa berpikir dengan cepat dan tersusun logis.
3) Merangsang siswa untuk selalu siap berpendapat yang
berhubungan dengan masalah yang diberikan oleh guru.
4) Meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima pelajaran.
5) Siswa yang kurang aktif mendapat bantuan dari temannya yang
sudah pandai atau dari guru.
6) Terjadi persaingan yang sehat.
7) Anak merasa bebas dan gembira.
8) Suasana
demokratis
dan
disiplin
dapat
ditumbuhkan.
(Roestiyah, 2001)
2.6.4.5.2. Kelemahan metode Brainstorming yaitu :
1) Guru kurang memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk
berpikir dengan baik.
62 2) Anak yang kurang pandai selalu ketinggalan.
3) Guru hanya menampung pendapat tidak pernah merumuskan
kesimpulan.
4) Siswa tidak segera tahu apakah pendapatnya itu betul atau
salah.
5) Tidak menjamin hasil pemecahan masalah, Masalah bisa
berkembang ke arah yang tidak diharapkan. (Roestiyah, 2001)
Berbagai kekurangan tersebut dapat diatasi apabila seorang guru atau
pimpinan dalam kelas bisa membaca situasi dan menguasai kelas dengan baik
untuk mencari solusi. Guru harus bisa menjadi penengah dan mengatur situasi
dalam kelas sebaik mungkin. Caranya yaitu dengan menguasai betul-betul
materi yang akan disampaikan dan membuat perencanaan proses belajar
mengajar dengan matang.
2.7. Pendidikan Kewarganegaraan
2.7.1. Pengertian dan Hakekat Pendidikan kewargaegaraan
Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat
interdisipliner ilmu-ilmu sosial yang secara struktural bertumpu pada disiplin
ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik untuk aspek hak dan
kewajiban (Abdul Asis dkk,2011). Menurut Peraturan Pemerintah No 19
63 tahun 2005, Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas terampil dan kerkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
UUD 1945.
Menurut Haris Bakti (2009) Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata
pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya Indonesia yang
diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan seharihari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat,
dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan Kewarganegaraan
adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan
potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap,
dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk
berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depdiknas, 2005).
Mata
pelajaran
pendidikan
kewarganegaraan
berfungsi
untuk
membentuk warganegara yang cerdas, terampil dan berkarakter baik, serta
setia pada bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan
UUD 1945. Selain itu juga berfungsi sebagai pengikat untuk menyatukan visi
peserta didik yang beragam latar belakang tentang budaya persatuan yang
dapat mendukung tetap berdirinya NKRI (BNSP, 2006). Hakekat pendidikan
64 kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengembangkan dan membina
sikap (‘effective education’) mulai dari tingkatan yang belum tahu terhadap
nilai sampai siswa menyadari dan melakukan nilai moral dalam tingkah laku
kehidupan sehari-hari (BNSP, 2006).
Berdasarkan pengertian dan hakekat PKn maka dapat disimpulkan
bahawa pendidikan kewarganegaraan sangat penting, dikarenakan sebagai
pembentuk karakter yang nasionalis, serta menjunjung tinggi pancasila
sebagai dasar negara dan menjalankan setiap butir-butir yang terkandung di
dalam pancasila.
2.7.2. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mempunyai karakteristik sebagai
sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan
pemberdayaan warga negara. Warga negara yang sanggup melaksanakan hak
dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945 (BSNP, 2006).
Mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki tiga cirri khas, yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal
tersebut merupakan bekal bagi peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan
multinasional yang memadai untuk menjadi kewarganegaraan yang baik
(Widi Rahardjo, 2001)
65 2.7.3. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut BNSP (2006) visi mata pelajaran PKn adalah terwujudnya
suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa
(nation and character building) dan pemberdayaan warga negara.
Kemudian misi mata pelajaran ini adalah membentuk warga negara
yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan
Undang – Undang Dasar 1945 (BSNP, 2006).
2.7.4. Peranan dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Hamid Darmadi (2010) mengemukakan bahwa peranan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah :
1) Membina, mengembangkan dan melestarikan konsep, nilai, moral,
dan norma Pancasila secara dinamis dan bertanggungjawab;
2) Membina dan mengembangkan jati diri manusia Indonesia yang
seutuhnya, agar berkepribadian pancasila dan melek politik yang
mampu menjadi insan teladan dan narasumber dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
Mata pelajaran PKn juga memiliki tujuan yang mana dipaparkan
Depdiknas (Sulasmono, 2008), yaitu mengembangkan kompetensi sebagai
berikut:
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggap isu
kewarganegaraan;
66 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara tegas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta anti-korupsi;
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter – karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa – bangsa lainnya;
4) Berinteraksi dengan bangsa – bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut Widi Rahardjo (2001), mata pelajaran PKn mempunyai
tujuan untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam hal:
1) Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menangani isu
kewarganegaraan,
2) Berfikir secara cerdas dan bertanggung jawab serta beryindak
secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara,
3) Pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter positif
masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang demokratis.
2.7.5. Ruang Lingkup Isi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Selain aspek kompetensi yang perlu dikembangkan, maka perlu juga
diketahui ruang lingkup atau isi mata pelajaran PKn, BNSP (2006)
mengemukakan bahwa ruang lingkup atau isi mata pelajaran PKn yaitu yang
67 mencakup dimensi politik, hukum, dan moral. Ruang lingkup mata pelajaran
PKn meliputi aspek – aspek:
1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam
perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan
jaminan keadilan;
2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan
keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di
masyarakat, Peraturan – peraturan daerah, Norma – norma dalam
kehidupan bangsa dan negara, Sistem hukum dan peradilan
nasional, Hukum dan peradilan Internasional;
3) Hak asasi manusia, meliputi; Hak dan kewajiban anak, Hak dan
kewajiban
anggota
masyarakat,Instrumen
nasional
dan
internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan
HAM;
4) Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga
diri
sebagai
warga
masyarakat,
Kebebasan
berorganisasi,
Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan
bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warganegara;
68 5) Konstitusi
Negara
meliputi:
Proklamasi
kemerdekaan
dan
konstitusi yang pertama, Konstitusi yang pernah digunakan di
Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi;
6) Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan
kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat,
Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi
menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam
masyarakat demokrasi;
7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara. Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,
Pengamalan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka;
8) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar
negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan
internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi
globalisasi.
Ahmad Haris Bakti (2009) mengatakan bahwa ruang lingkup mata
pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah
1) Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang
diharapkan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;
69 2) Kehidupan idiologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan di negara Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
2.8. Penelitian yang Relevan.
a. Penelitian dari Didik Tri Setiyoko (2012) dengan judul: “Penggunaan
Metode Pembelajaran Curah Pendapat (Brainstorming) untuk
meningkatkan hasil belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Sejarah
Kelas VIII SMP Islam Terpadu Bina Amal Gunungpati Semarang
Tahun 2011/2012”
(penelitian PTK di SMP Islam Terpadu Bin Amal Gunung Pati semarang).
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
pelaksanaan
Metode
Pembelajaran Curah Pendapat (Brainstorming) dapat meningkatkan hasil
belajar kelas VIII A SMP IT Bina Amal tahun ajaran 2011/2012. Sebelum
penelitian nilai rata-rata kelas hanya sebesar 68,33 dengan ketuntasan
klasikal sebesar 58%. Siklus I nilai rata-rata mencapai 77,12 dengan
ketuntasan klasikal 82%. Selanjutnya, siklus II nilai rata-rata juga
mengalami peningkatan 79,24 dengan ketuntasan klasikal mencapai 94%.
Pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan dan sudah memenuhi
indikator keberhasilan yaitu ketuntasan belajar klasikal 75%. Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa guru sejarah, hendaknya lebih
70 memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil belajar serta menerapkan
model-model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan.
Dalam penelitian di atas terdapat relevansi yang sama yaitu, Metode
brainstorming dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Penelitian dari Linawati (2011)
dengan judul : “PENGARUH
PENERAPAN TEKNIK PEMBELAJARAN BRAINSTORMING
TERHADAP
HASIL
BELAJAR
SISWA
PADA
MATA
PELAJARAN SEJARAH”
(Penelitian Eksperimen di SMA Negeri 1 Tarogong Kidul Garut)
Berdasarkan pengujian, dua rata-rata kelompok diperoleh dengan
uji satu pihak, ternyata t hitung (5,03) > t tabel (1,65). Berdasarkan hasil
uji regresi dihasilkan persamaan regresi yaitu Y = 8,33 + 0,501X.
Koefisien korelasi sebesar 0,77 termasuk dalam kriteria korelasi yang
tinggi, sedangkan besarnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y
sebesar 58,76 %.
Dari penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah diberikan treatment dalam pembelajaran sejarah
terhadap hasil belajar siswa. Dengan demikian, teknik pembelajaran
brainstorming dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil
belajar siswa pada mata pelajaran sejarah. Melihat adanya pengaruh dari
71 penerapan teknik pembelajaran brainstorming ini, diharapkan guru
senantiasa menggunakan teknik pembelajaran ini sebagai variasi dalam
pembelajaran.
Dalam penelitian di atas terdapat relevansi yang sama yaitu,
Metode Brainstorming berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dan
desain penelitiannya eksperimen.
72 2.9. Kerangka Berfikir
(Tabel 2.3. Kerangka berfikir)
PASIF Metode
Ceramah
PBM

jenuh

Lemah dalam keaktivan

Kurang kreatif dalam berfikir

Tertuju kepada guru

Monoton dalam variasi belajar

Informasi yang di sampaikan
mudah usang dan ketinggalan
jaman
Hasil Belajar
KURANG
BAIK
AKTIF
 Kreatif dalam berpikir
Metode
Brainstorming
 Tidak terporos kepada guru
 Meningkatkan partisipasi siswa
dalam pelajaran
Hasil Belajar
BAIK
 Menimbulkan
suasana
demokratis dan disiplin
 Terjadi persaingan sehat
 Anak merasa
gembira
bebas
dan
73 Untuk mencapai hasil belajar yang baik, guru wajib memahami dan
meguasai metode-metode mengajar yang aktif. Dalam penelitian ini proses
belajar mengajar menggunakan dua metode mengajar yaitu metode ceramah
dan metode Brainstorming.
Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ceramah di
dalam kelas akan menghasilkan kegitan belajar mengajar yang pasif, siswa
lebih cepat jenuh, lemah dalam berkreatifitas, dan kurang aktif dalam
menanggapi materi yang diberika oleh guru, proses belajar mengajar tertuju
kepada guru saja. Hal ini akan mengakibatkan hasil belajar yang kurang baik.
Proses mengajar yang menggunakan metode brainstorming, akan
meghasilkan kegiatan belajar yang aktif, siswa akan lebih kreatif dan merasa
gembira, pola belajar megajar tidak tertuju kepada guru, membangun
kepercayaan diri siswa dalam memberikan saran, pemikiran, berani
mengutarakan pendapat di depan kelas menajarkan sifat demokratis kepada
siswa. Hal ini akan meningkatkan hasil belajar siswa.
2.10. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah disusun maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara Metode Ceramah
dengan Metode brainstorming terhadap hasil belajar siswa dalam mata
pelajaran PKn.
74 
Download