BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Pendapat para ahli psikologi dan pendidikan tentang pengertian belajar sangat bermacam-macam.Pendapat-pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda dan sesuai dengan kepentingan para ahli yang bersangkutan. Pendapat yang menitik beratkan pada perilaku, Slameto (2003) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah (2002) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Menurut Cronbach dalam Djamarah (2002) belajar sebagai usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses pembentukan diri untuk menjadi sesuatu. Pendapat yang menitik beratkan pada proses, Djamarah (2002) berpendapat belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang 9 ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Widi Rahardja (2002) kegiatan belajar diperankan oleh siswa yakni seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencari tujuan. Nana Sudjana (1989) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Dapat disimplkan bahawa, belajar merupakan kegiatan yang dilakuakn oleh seseorang dengan di tandai dengan perubahan perilaku. Beberapa pendapat yang menitik beratkan aktifitas atau kegiatan, menurut kaum konstruktivis yang disunting oleh A.M. Slamet Soewandi dkk (2005) , belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, lebih dari pada suatu proses mekanik untuk mengumpulkan sesuatu. Bell gredler (1986), belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi. Sedangkan menurut Hintzman dalam Brophu (1998) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia) yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi perilaku organism tersebut. The Liang Gie (1992), Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam diri seseorang 10 berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya sedikit banyak permanen. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses kegiatan seseorang yang memiliki suatu tujuan untuk melakukan suatu perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari beberapa definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu: 1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengetahui tingkah laku hasil belajar, kita tidak akan dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar; 2. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena belajar untuk waktu tertentu dan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, erubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup; 3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial; 4. Perubahan tingkah laku merupakan hasil pengalaman yang dilalui; 11 5. Pengalaman atau latian itu dapat memberi pengetahuan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku tersebut menjadi lebih baik. 2.2. Teori Belajar 2.2.1. Teori Belajar behaviorisme Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. 2.2.2.Teori Belajar kognitivisme Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya.Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses 12 infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel (1968), jerom Bruner (1966), dan Gagne (1985). Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner (1966) bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. 2.2.3. Teori Belajar Konstruktivisme Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran konstektual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari 13 idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Dalam proses pembelajaran ketiga kategori teori belajar itu dipadukan sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Ketiga kategori teori tesebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, namun tetap bisa dibedakan agar dalam pencapaian tujuan pembelajaran dipahami aspek yang dikembangkan, misalnya kognitif, afektif atau psikomotor. 2.2.4.Teori Gestalt Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori ini mengatakan bahwa belajar merupakan memperoleh pemahaman dan pandangan (insight). Insight adalah didapatkannya pemecahan problem, dimengeritnya persoalan. Jadi belajar bukan semata-mata mengulangi hal-hal yang harus dipelajari Suryabrata (1984) Menurut Hilgard dalam Suryabrata (1984) Sifat-sifat belajar dengan insight (pandangan), yaitu: 1) Tergantung dari kemampuan dasar; Belajar dengan insight pada siswa dipengaruhi oleh inteligensi atau kemampuan dasar siswa dimana kemampuan tersebut berbedabeda pada setiap individu.Dengan inteligensi atau kemampuan dasar 14 ini memungkinkan siswa untuk dapat belajar lebih baik di sekolah. Kemampuan dasar/inteligensi/ potensial ability, menurut Singgih Gunarsa dalam Sunarto dkk, (1999) adalah suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetauan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam tingkah laku tertentu secara lancar untuk menghadapi lingkungan dan masalah yang timbul. 2) Tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan; Bahwa belajar dengna insight dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu siswa pada awal pertumbuhannya dalam keluarga. Pengalaman yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.Namun pengalaman masa lalu tersebut walapun relevan belum tentu individu tersebut bisa memecahkan masalah. Kemudian siswa belajar dari pengalaman yang diperoleh dari luar tersebut, dimana pengalaman tersebut berupa stimulan-stimulan dari alam bebas maupun stimulan yang diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan (Sukardjo dkk, 2009). 3) Hanya timbul apabila, situasi belajar diatur sedemikian rupa sehingga aspek yang perlu dapat diamati; Sifat ini belajar ini menggunakan cara eksperimental. Dalam ekperimen suatu permasalahan akan bisa dipecahkan dengan bantuan alat yagn dibuat secara khusus, maka problem tersebut akan mudah 15 dipecahkan. Tetapi jika apabila alat yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersetu dimanipulasi seolah-olah tidak mungkin, maka yang diperoleh adalah persoalan makin rumit dan sulit Suryabrata (1984) . 4) Pandangan adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit; Belajar dengan insight harus ada usaha aktif dari seorang individu untuk mrndapatkan sebuah pandangan yang baru lagi.Individu semakin mendapatlkan insight jika didahului oleh saatsaat mencoba-coba, baru individu tersebut mendapatkan insight. Saat seseorang mendapatkan pandangan baru bila ia dihadapkan pada kondisi ketidakseimbangan kognitif sehingga ia berusaha untuk mendapatkan keseimbangan lagi dengan berpikir secara aktif. Suwarno (2006) memandang hal ini sebagai usaha individu atau organisme untuk mendapatkan pandangan baru berdasarkan teori gestalt. 5) Dapat diulangi; Belajar dengan insight dalat diulangi artinya bahwa belajar itu perlu latihan berulang-ulang agar tetap diingat dalam jangka waktu yang lama (retensi). Dengan belajar terus menerus maka akan besar kemungkinan ingatan terhadap sebuah pandangan (insight) siswa dapat muncul kembali Witherington dkk, (1982). Jika sudah terlatih 16 akan dengan mudah seorangg individu menyelesaikan masalah tersebut Suryabrata (1984) 6) Dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru. Pengalaman-pengalaman, pandangan-pandangan atau konsepkonsep yang sudah mengendap dalam diri seorang siswa akan muncul kembali dan digunakan untuk menghadapi situasi baru. Siswa dengan mudah mencari solusi dari permasalahan yang ada berdasarkan pengalaman pada masa lalu.Pandangan memampukan siswa untuk memanipulasi situasi untuk kepentingannya. Gillford dalam Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1989) menyebutnya sebagai kemampuan berpikir divergen yaitu mampu menyusun hipotesis dalam situasi yang problematis. 2.2.5. Teori Keingintahuan (Curiosity ) Oslon Matthew (2009) Teori ini dikemukakan oleh Jerome Bruner (1966) yang mengatakan bahwa belajar bukan untuk mengubah tingkah laku seseorang melainkan mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. 17 2.2.6. Teori Struktur Kognitif (Cognitif Sctucture) Oslon Matthew (2009) Teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget ini mengatakan bahwa cara belajar seseorang dipengaruhi oleh tahap-tahap perkembangan mental yang sedang berlangsung. Tahap-tahap perkembangan mental yang dimaksud adalah tahap berpikir secara intuitif dimana individu menggunakan indera untuk mengenal lingkungan; beroperasi secara konkret dimana individu sudah mengidentifikasi sesuatu, mengingkari sesuatu, dan mencari hubungan timbale balik; beroperasi secara formal dimana individu mampu berpikir secara abstrak dan membuat hipotesis. Jean Piaget sangat peduli terhadap pengembangan keterampilan kognitif terutama kecerdasan atau inteligensi W Berkson dkk (2003). Menurut Piaget dalam Slameto (2010) proses perkembangan belajar anak adalah: 1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa, jadi anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil; Anak-anak hidup dalam dinamika sesuai dengan perkembangan mentalnya masing-masing karena mereka memiliki cara yang unik dank has dalam menyatakan sebuah fakta yang terjadi di sekitarnya. Orang dewasa tidak mempunyai kewenangan untuk memperlakukan anak sebagai layaknya orang dewasa walaupun anaknya sendiri. 2) Perkembangan mental anak melalui tahap-tahap tertentu menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak; 18 Setiap anak berkembang mentalnya sama seperti anak-anak yang lain yang juga mengalami perkembangan mentalnya menuju kedewasaan. Perkembangan menuju ke kedewasaan ini menempuh tahap yang sama juga dengan anak yang lain mulai dari berpikir secara intuitif; beroperasi secara konkret; dan beroperasi secara formal. Semua anak sampai dewasa mengalami proses perkembangan mental tersebut. 3) Walapun sama, tapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap lain tidak selalu sama untuk setiap anak; Walapun semua anak mengalami perkembangan melalui tahaptahap mental tertentu namun dilihat dari sisi waktu untuk melewati tahap tertentu tidak sama untuk semua anak. Artinya waktu yang digunakan untuk menghayati dan melewati masa berpikir intuitif, beroperasi secara konkret, dan beroperasi secara formal tidak sama. Ada anak yang cepat melewati masa itu, tetapi ada juga yang lambat. 4) Perkembangan mental dipengaruhi oleh kemasakan, pengalaman, interaksi sosial, equilibration (gabungan dari ketiga gabungan tadi untuk membangun dan memperbaiki struktur mental). Cepat atau lambatnya perkembangan mental anak dari berpikir intuitif, beroperasi konkret dan beroperasi secara formal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Seorang anak yang cepat berpindah perkembangannya dari berpikir intuitif ke beroperasi secara konkret 19 karena dipengaruhi oleh kematangan anak yang bersangkutan, pengalaman anak itu sendiri, pergaulannya dengan orang lain, atau gabungan dari ketiga faktor tadi dalam membangun sebuah kedewasaan. 2.2.7. Teori Stimulus Respon Moein dkk (1991) Belajar, menurut teori yang diperkenalkan oleh R.Gagne (1987) ini, adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu, Gagne juga menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. 2.2.8. Teori Purposeful Learning Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai tujuan dan dilakukan oleh siswa tanpa perintah atau bimbingan orang lain, dilakukan oleh siswa dengan bimbingan orang lain di dalam situasi belajar mengajar di sekolah. 2.2.9. Teori Belajar dengan jalan Mengamati dan Meniru (Observational Learning and Imitation) Teori belajar yang disampaikan oleh Bandura dan Walters (1963) ini menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan tingkah laku baru sebagai hasil 20 dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan yang diamati. Model yang ditiru adalah kehidupan nyata, simbolik, dan representasional. 2.2.10. Teori Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning) Teori belajar yang bermakna yang diperkenalkan Ausubel dan Robinson (1969) mengatakan bahwa belajar merupakan proses mengintegrasikan atau menghubungakan informasi atau ide baru ke dalam struktur kognitif yang telah ada. Bagaimana bahan baru dapat dipelajari dengan baik, bergantung pada apa yang telah diketahui. Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi.Untuk menambah kemantapan dan kejelasan konsep itu perlu latihan. Struktur kognitif bersifat piramidal. Bagian puncaknya sempit yang berisi konsep-konsep atau teori-teori yang paling umum. Bagian tengah yang agak luas, berisi sub-konsep yang kurang umum.Bagian dasar yang paling luas berisi informasi-informasi khusus (konkret). 2.2.11. Teori Humanistik. Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantarannya adalah Kolb, Honey dan Mumford, Hubermas, Bloom dan Krathwohl. Teori Humanistik dalam Asri Budiningsih (2012) meyatakan belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri dengan kata 21 lain siswa mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderug bersift elektrik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan apa saja asal tujuannya tercapai. Oleh sebab itu teori Humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadin, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuannya. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik yang dapat sebagai acuan (Suciati dan Prasetya Irawan,2001): 1) Menentuka tujuan pembelajaran. 2) Menentukan materi pelajaran 3) Mengidentifikasi kemampuan awal (entry behavior) siswa. 4) Menngidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar, 5) Merancang fasiltas seperti lingkungan dan media pembelajaraan. 6) Membimbing siswa belajar secara aktif. 7) Membimbing siswa membuat konseptualisasi pegalaman belajarnnya. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsepkonsep baru kesituasi nyata. 8) mengevaluasi proses. 22 2.2.12. Teori Belajar Sibernetik. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, teori ini berkembang sejalan dengan perkembagan teknologi dan ilmu informasi, teori ini telah dikembangkan oleh penganutnya yaitu Gage dan Berlier, Biehler dan Snowman, Baine, serta Tennyson dengan cara pendekatan pedekatan yang berorientasi kepada pemrosesan informasi. Menurut Teori Sibernetik dalam Asri Budiningsih (2012) menyatakan bahawa belajar adalah pengolahan informasi. sistem ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. proses belajar ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersebut. 2.3. Prinsip Belajar 2.3.1. Pengertian prinsip belajar Proses belajar adalah suatu hal yang kompleks, tetapi dapat juga dianalisa dan diperinci dalam bentuk prinsip-prinsip atau asas-asas belajar. Hal ini perlu kita ketahui agar kita memiliki pedoman dan tekhnik belajar yang baik. Prinsip-prinsip itu adalah : 1) Belajar harus bertujuan dan terarah. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapan. 2) Belajar memerlukan bimbingan, baik dari bimbingan guru maupun buku pelajaran itu sendiri. 23 3) Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian. 4) Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasainya. 5) Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh secara dinamis antara murid dengan lingkungannya. 6) Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan. 7) Belajar dikatakan berhasil apabila telah sanggup menerapkan kedalam bidang praktek sehari-hari Zainal Aqib (2002). Menurut Agus Suprijono (2012) mengatakan prinsip belajar dibedakan menjadi tiga yaitu: Pertama, Prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahanperubahan perilku sebagai hasil belajar memiliki cirri-ciri : 1) Sebagai tanda tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari 2) Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya. 3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup. 4) Positif atau berkumulasi. 5) Aktif atau sebagai usaha yang direncanaka dan dilakukan. 24 6) Permanen atau tetap, sebagaimana yang dikatakan oleh Witting, belajar sebagai any realatively permanent change in organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience. 7) Bertujuan dan terarah. Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi dikarenakan dorongan kebutuhan dan tujuan yang dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai kompoen belajar. Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi anatara peserta didik dengan lingkungannya. William Burton (Agus suprijono, 2012) mengemukakan bahwa “A good learning situation consist of a rich and varied series of learning experiences unified around avigorous purpose and carried on in interaction with a rich varied an propocative environtment.” Situasi belajar yang baik terdiri dari serangkaian atau beragam pengalaman, belajar dengan tujuan yang kuat dan dilakukandalam interaksi dengan lingkungan bervariasi dan profokativ. 25 2.4. Pembelajaran 2.4.1 Pengertian Pembelajaran. Menurut BNSP (2006) kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Selain itu pengalaman belajar siswa harus terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsurunsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan Hamalik (1999). Menurut Dimyati (2002) pembelajaran berarti meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan tersebut dikembangkan bersama dengan perolehan pengalaman belajar. Perolehan pengalaman merupakan proses yang berlaku deduktif atau induktif dan terus menerus. Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas dapat dimengerti bahwa pembelajaran merupakan suatu pengalaman siswa yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan. Pembelajaran juga memiliki beberapa karakteristik. Menurut Wina Sanjaya (2006) karakteristik pembelajaran yaitu: 26 1) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa, maka kriteria keberhasilan proses pembelajaran diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar tidak diukur, bukan dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran. Hal ini berarti bahwa guru tidak lagi hanya berperan sebagai sumber belajar, melainkan berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi supaya siswa mau dan mampu belajar. Kondisi seperti ini menuntut guru untuk memperhatikan perbedaan setiap siswa agar menggunakan cara untuk membelajarkan siswa tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Profesionalismenya sebagai guru yang menguasai cara mengajar harus dimiliki. Cara mengajar tidak hanya menggunakan keinginan guru yang bersangkutan, tetapi dengan cara yang bisa dimengerti oleh siswa. 2) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi dimana saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa.Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran.Ketika siswa hendak mempelajari tentang fungsi pasar misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar siswa. 27 3) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu penguasaan penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, akan tetapi hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan tinkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri. BNSP (2006) merekomendasikan bahwa dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah: 1. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara professional; 2. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar; 3. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran; 4. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsure penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi. 28 Pembelajaran apapun yang akan dilaksanakan oleh seorang pengajar dalam pengajaran, seorang pengajar pastinya mempunyai tujuan yang akan dicapai oleh peserta didik. Menurut H Zaini (2008) tujuan pembelajaran yaitu: mendapatkan pengetahuan; mampu menyampaikan pendapat; merubah sikap; keahlian dalam bidang tertentu. Berdasarkan hal tersebut, metode atau cara apapun yang akan digunakan oleh pengajar dalam pembelajaran, seorang pengajar harus merumuskan tujuan yang akan dicapai pada akhir proses pembelajaran. Kemudian pengajar menentukan metode atau strategi yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dalam rumusan tujuan pembelajaran. 2.4.2. Proses Pembelajaran. Dalam kamus bahasa Indonesia proses mempunya makna 1; runtutan perubahan runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu:kemajuan sosial berjalan terus; penyakit; kimia, reaksi kimia; 2 rangkaian tindakan,pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk; 3 perkara di pengadilan; sedang di pengadilan; verbal berita acara (laporan mengenai suatu perkara, yaitu waktu terjadinya, keterangan, dan petunjuk lain). Pengertian proses pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta 29 pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Dalam dunia pendidikan kita mengenal istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) yang didalamnya terkandung variabel-variabel pokok berupa kegiatan guru dalam mengajar dan kegiatan murid dalam belajar. Menurut Benyamin S. Blom (1984) dalam bukunya The Taxonomy of Educational Objectives-Cognitive Domain, menyebutkan bahwa dengan Proses Belajar Mengajar kita akan memperoleh kemampuan yang terdiri dari tiga aspek, yaitu: Aspek pengetahuan; Aspek sikap; Aspek ketrampilan Mutu pendidikan maju apabila proses pembelajaran yang diselengarakan benar-benar efektif dan berguna sebagai peningkatan ilmu pengetahuan. Sikap dan ketrampilan yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya dosen merupakan salah satu aspek yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (1997), proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang terorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai tujuan pendidikan. Pengawasan turut menentukan lingkungan itu membantu kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang para siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan 30 serta mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu aspek yang mendukung kondisi belajar di dalam satu kelas adalah job education proses belajar mengajar yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok siswa. 2.5. Hasil belajar 2.5.1. Pengertian Hasil Belajar Menurut A. Tabrani Rusyan (2000) hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat. Menururt Sudjana (2005) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pembelajaran. Dan menurut Dede Rosyada (2004) hasil belajar adalah mengembangkan berbagai metode untuk mencatat dan memperoleh informasi, siswa harus aktif menemukan informasi-informasi tersebut dan guru menjadi partner siswa dalam proses penemuan berbagai informasi dan makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam pelajaran yang dibahas dan dikaji bersama. Sedangkan menurut Yuni Tri Hewindati dan Adi Suryanto (2004) hasil belajar merupakan suatu proses di mana suatu organisme mengalami perubahan perilaku karena adanya pengalaman dan proses belajar telah terjadi jika di dalam diri anak telah terjadi perubahan, perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai 31 interaksi dengan lingkungan. Jadi hasil belajar merupakan kemampuan yang di peroleh individu setelah memperoleh pembelajaran yang berupa perubahan tingkah laku baik berupa pengetahuan, pemahamanan, sikap dan keterampilan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya Hasil belajar menempatkan seseorang dari tingkat abilitas yang satu ketingkat abilitas yang lain. Mengenai perubahan tingkat abilitas menurut Bloom dalam Sardiman A.N. (2004) meliputi tiga ranah, yaitu: Kognitif, Afektif dan Psikomotor. Dalam penelitian ini lebih menekankan pada ranah kognitif. Tujuan pengajaran dalam kawasan kognitif menurut Bloom edisi revisi yang di tulis kembali Anderson dan Krathwohl Taksonomi di dalam Leslie Owen Wilson (2006) terdiri atas enam tingkatan, yaitu; Tingkatan pertama, mengingat (REMEMBER): mengambil, mengingat, atau mengenali pengetahuan dari memori. Mengingat adalah ketika memori digunakan untuk menghasilkan definisi, fakta, daftar, membacakan atau mengambil material. Tingkatan kedua, memahami (UNDERSTAND): membangun makna dari berbagai jenis fungsi menjadi mereka tertulis atau grafis kegiatan seperti pesan menafsirkan, mencontohkan, membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. 32 Tingkatan ketiga, menerapkan (APPLY): Melaksanakan atau menggunakan prosedur melalui mengeksekusi, atau menerapkan. Menerapkan terkait dan mengacu pada situasi di mana materi yang dipelajari digunakan melalui produk seperti model, presentasi, wawancara atau simulasi. Tingkatan keempat, menganalisis (ANALYZE): Menyusun materi atau konsep ke dalam bagian, kemudian menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dapat berhubungan atau saling berhubungan satu sama lain atau ke struktur keseluruhan atau tujuan. Tindakan mental termasuk dalam fungsi ini membedakan, mengorganisasikan, dan menghubungkan, serta mampu membedakan antara komponen atau bagian. Ketika seseorang sedang menganalisa ia / dia bisa menggambarkan fungsi mental ini dengan menciptakan spreadsheet, survei, grafik, atau diagram, atau representasi grafis. Tinagkatan kelima, mengevaluasi (EVALUATE): Membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar melalui memeriksa dan mengkritisi. Kritik, rekomendasi, dan laporan adalah beberapa produk yang dapat dibuat untuk menunjukkan proses evaluasi. Dalam evaluasi taksonomi baru datang sebelum membuat seperti itu seringkali menjadi bagian penting dari perilaku mendahului sebelum menciptakan sesuatu. 33 Tingkatan keenam membuat (CREATE): Menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk koheren atau fungsional keseluruhan, reorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur baru melalui menghasilkan, perencanaan, atau memproduksi. Membuat mengharuskan pengguna untuk menempatkan bagian bersama-sama dengan cara baru atau mensintesis bagian menjadi sesuatu bentuk yang baru dan berbeda atau produk. Proses ini adalah fungsi mental yang paling sulit dalam taksonomi baru. Dari ke-6 tingkatan tersebut dapat diperoleh suatu bagan kemampuan kognitif menurut Bloom yang di tulis kembali Anderson dan Krathwohl sebagai berikut; 34 Bagan 2.1. Bagan Hierarkis Jenis Perilaku dan Kemampuan Internal Tinggi 6. membuat kemampuan Menempatkan elemen bersama‐sama untuk 5.mengevaluasi membentuk koheren atau f i l i i Kemampuan Membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar melalui memeriksa dan mengkritisi 4. menganalisis 3. menerapkan Kemampuan menyusun materi atau konsep ke dalam bagian, menentukan bagaimana bagian-bagian berhubungan atau saling berhubungan satu sama lain atau ke struktur keseluruhan atau tujuan. Kemampuan Melaksanakan atau menggunakan prosedur melalui mengeksekusi, atau menerapkan. 2. memahami Rendah Kemampuan membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan 1. mengingat Kemampuan Mengambil, mengingat, atau mengenali pengetahuan dari memori Bagan Hierarkis Jenis Perilaku dan Kemampuan Internal menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi dalam Lesli Owen Wilson (2006). 2.5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Shabri (2005), hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari lingkungan dan faktor yang datang dari diri siswa. Faktor yang datang dari diri siswa seperti kemampuan belajar 35 (intelegensi), motivasi belajar, mental dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor yang mempengaruhi dari lingkungan adalah kenyamanan tempat tinggal dan kondisi lingkungan yang menunjang untuk belajar dan membentuk mental dan psikis siswa dalam belajar. Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 2, yaitu faktor intern dan factor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor intern yang ada didalam siswa adalah semanagt yang timbul dari diri siswa untuk berbuat sesuatu yang lebih baik. Kemudian faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar adalah situasi kondisi pergaulan atau lingkungan yang mendukung dalam pembentukan pola pikir dan tanggung jawab individu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Anni,2005) yaitu sebagai berikut 1) Faktor Internal Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar. 36 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor eksternal ini juga akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar siswa Clark dalam Shabri (2005) mengemukakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya, selain faktor dari diri siswa sendiri, masih ada faktor-faktor di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai.Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran juga dipengaruhi oleh karakteristik kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain: 1) Ukuran kelas (class size). Artinya, banyak sedikitnya jumlah siswa yang belajar. Ukuran yang biasanya digunakan adalah 1:40, artinya, seorang guru melayani 40 orang siswa. Diduga makin besar jumlah siswa yang harus dilayani guru dalam satu kelas maka makin rendah kualitas pengajaran, demikian pula sebaliknya. 2) Suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis akan memberi peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas yang ada pada guru. Dalam suasana belajar demokratis ada kebebasan siswa 37 belajar, mengajukan pendapat, berdialog dengan teman sekelas dan lain-lain. 3) Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Kelas harus diusahakan sebagai laboratorium belajar bagi siswa. Artinya, kelas harus menyediakan sumbersumber belajar seperti buku pelajaran, alat peraga, dan lain-lain. Dari informasi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktorfaktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu: 1. Faktor pada diri siswa diantaranya intelegensi, kecemasan (emosi), motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, dan faktor fisik dan psikis. 2. Faktor di luar diri siswa, seperti ukuran kelas, suasana belajar (termasuk di dalamnya metode mengajar dan guru), fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. 2.6. Metode Pembelajaran. 2.6.1. Pengertian Metode. Metode adalah cara yang dipergunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas dalam penyampaian sebuah materi bahan ajar dengan harapan supaya siswa mampu menerima materi yang telah diberikan oleh pengajar / guru. 38 Metode adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajaran yang ingin dicapai, sehingga semakin baik penggunaan metode mengajar semakin berhasillah pencapai tujuan, artinya apabila guru dapat memilih metode yang tepat yang disesuaikan dengan bahan pengajaran, murid, situasi kondisi, media pengajaran maka semakin berhasillah tujuan pengajaran yang ingin dicapai (Sutomo,1993). Sugiyanto (1990) menyatakan : “Pertama, metode adalah suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian; kedua, metode adalah suatu tehnik yang umum bagi ilmu pengetahuan; dan ketiga metode adalah cara tertentu untuk melakukan prosedur.” Dengan memperhatikan uraian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa metode adalah suatu tehnik atau prosedur pemikiran dalam memecahkan masalah melalui proses tertentu. 2.6.2. Pengertian Metode Pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu strategi atau cara guru dalam menyampaikan materi pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung (Nana Sudjana, 2000). Materi pembelajaran yang sudah disiapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan cara-cara tertentu agar siswa dapat mengerti isi pelajaran itu dan dapat mengembangkannya kembali dalam kehidupan yang konkret dalam masyarakat. 39 Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam proses pembelajaran berlangsung antara lain metode pembelajaran kooperatif, metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, kerja kelompok, eksperimen, simulasi dan lain-lain. Dalam penelitian ini metode yang akan dibahas adalah metode sumbang saran (brainstorming) dan metode ceramah. 2.6.3. Metode Ceramah 2.6.3.1. Pengertian Metode Ceramah. Menurut Widi Rahardja (2002) yang dimaksud dengan metode ceramah yaitu suatu cara penyajian ajar atau cara mengajar melalui penjelasan atau penuturan secara lesan oleh guru kepada peserta didik. W. James Popham dan Eva L. Baker yang sudah diterjemahkan oleh drs. Amirul Hadi, dkk mengatakan bahwa guru mencapai tujuan intruksionalnya denga menggunakan kata-kata. Metode ceramah adalah metode yang paling popular dan banyak dilakukan oleh guru, selain mudah penyajian juga tidak banyak memerlukan media (Sumantri M dkk, 2000). Dapat disimpulkan bahwa, adanya kecenderungan menganggap metode ceramah itu mudah dalam penggunaannya dalam kegiatan belajar di kelas. Karena dianggap metode yang popular dan banyak dilakukan oleh guru, maka kecenderungan untuk menganggap metode tersebut mudah 40 diterapkan di kelas semakin bertambah juga. Fakta bahwa metode ceramah itu sangat dipengaruhi oleh pribadi guru yang bersangkutan tidak bisa disingkirkan begitu saja. Seorang guru harus memiliki keterampilan yang cukup untuk menggunakan metode ceramah dalam proses belajar di kelas. Hal senada diungkapkan oleh Dimyati dkk (1999) bahwa metode ceramah itu sangat dipengaruhi oleh personalitas guru yaitu suara, gaya bahasa, sikap, prosedur, kelancaran, kemudahan bahasa, keteraturan guru dalam memberikan penejelasan yang idak dapat dimiliki secara mudah oleh setiap guru. Sumantri M dkk (2000) mendefinisikan metode ceramah sebagai penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan penjelasan secara lisan kepada peserta didik. Sedangkan Winarno Surakhmad (1980) mengartikan metode ceramah sebagai sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh seorang terhadap sekelompok pendengar. Alat utama perhubungan dengan kelompok pendengar adalah bahasa lisan. Dimyati dkk (1991) berpendapat bahwa metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi belajar mengajar yang dilakukan melalui penjelasan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap sekelompok peserta didik. Dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar dengan mengunakan metode ceramah adalah sumber informasi dan alat komunikasi yang utama dalam menyampaikan sebuah materi pelajaran di kelas, akan tetapi siswa hanya bersifat konsumtif atau pendengar saja. Proses belajar 41 megajar dengan metode ceramah sudah mulai di tinggalkan sedikit demi sedikit, dengan menggunakan metode ceramah tidak dapat membantu siswa dalam mencapai hasi belajar yang maksimal. 2.6.3.2. Ciri-Ciri Metode Ceramah Ciri-ciri utama metode ceramah, guru menyajikan sebuah materi pembelajan di dalam kelas hanya secara lisan dan formal dan berlangsung selama 45 menit dan murid hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Widi Rahardjo (2002) menyatakan bahwa, guru dalam mengunakan metode ceramah harus menyadari adannya kemungkinan empat golongan siswa diwaktu mendengarkan ceramah yaitu : 1) Adanya siswa yang tidak mendengarkan, tidak memperhatikan penjelasan guru, tetapi malah berbicara dengan teman sebelah atau lainnya. 2) Adanya siswa yang hanya mendengarkan dengan telinga saja, dalam artia belum mengunakan pikiran secara aktif. 3) Adanya siswa yang mendengarkan dengan telinga serta menggunakan pikiran secara aktif. Dengan kata lain penjelasan guru ditangkap dengan telinga dan dimengerti secara benar. 42 4) Adanya siswa yang mendengarkan, memperhatikan secara cerdas dalam artian siswa itu penuh konsentrasi mengunakan pikiran untuk memahami, menimbang-nimbang penjelasan guru dan berusaha mematrikan dalam ingatannya. Adanya siswa yang tidak mendengarkan, tidak memperhatikan penjelasan guru, tetapi malah berbicara dengan teman sebelah atau lainnya. Dapat disimpulkan kelemahan dari metode ceramah adalah banyak siswa yang tidak mendengarkan materi pelajaran dengan baik karena terganggu dengan tindakan yang dibuat oleh seseorang ataupun hal-hal yang menrik perhatian siswa. Adanya siswa yang hanya mendengarkan dengan telinga saja, dalam artian belum mengunakan pikiran secara aktif. Dapat dikatakan bahawa siswa mampu mendengarkan dan menerima dengan baik materi yang disampaikan oleh guru, tetapi belum mampu menganalisis materi yang disampaikan, degan katalain siswa hanyalah pendengar yang baik. Adanya siswa yang mendengarkan dengan telinga serta menggunakan pikiran secara aktif. Dapat dikatakan bahawa siswa mampu mendengarkan dan menerima dengan baik materi yang disampaikan oleh guru, tetapi belum mampu menganalisis materi yang disampaikan, dengan kata lain siswa 43 hanyalah pendengar yang baik dan mampu mencerna materi yang disampaikan. Adanya siswa yang mendengarkan, memperhatikan secara cerdas. Bisa dikatakan bahwa murid tersebut mampu memahami dan berfikir secara cerdas terhadap suatu materi yang disampaikan oleh guru, siswa dapat menganalisis dan menyimpulkan sendiri dari perkataan yang dikeluarkan oleh guru, dan disimpan didalam memori ingatannya. 2.6.3.3. Tujuan Metode ceramah Setiap metode yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas pasti sudah ditentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh guru. Demikian juga metode ceramah yang digunakan guru di kelas memiliki tujuan. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000) tujuan umum metode ceramah adalah untuk menyampaikan bahan yang bersifat informasi (konsep-konsep, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip) yang banyak dan luas serta untuk penemuan-penemuan yang langka dan belum meluas. Selanjutnya, ahli yang sama (Mulyani Sumantri dan Johar Permana) mengemukankan bahwa tujuan khusus metode ceramah adalah: 1) Menciptakan landasan pemikiran peserta didik melalui produk ceramah yaitu bahan tulisan peserta didik sehingga peserta didik dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah guru; 44 2) Menyaikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan penting yang terdapat dalam isi pelajaran; 3) Merangsang peserta didik untuk belajar mandiri dan menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pemerkayaan belajar; 4) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan secara gamblang dan menyinggung penjelasan teori dan prakteknya; 5) Sebagai langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya menjelaskan prosedur yang harus ditempuh peserta didik. Selain tujuan yang diungkapkan tersebut di atas, Moedjiono dan Dimyati (1991) juga mengatakan bahwa metode ceramah dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud adalah: 1) Menghemat biaya penyelenggaraan pendidikan, karena metode ceramah memungkinkan seorang untuk menghadapi sejumlah besar siswa secara serentak: 2) Mengatasi keterbatasan waktu, peralatan dan kelompok siswa yang mempunyai tipe pengamatan auditif; 3) Mengatasi keterbatasan persediaan dan/atau pengadaan bahan pembelajaran yang berisi pokok permasalahan yang harus dipelajari siswa; 4) Mengatasi keterbatasan kemampuan membaca pada diri siswa. 45 2.6.3.4. Keunggulan Metode Ceramah Setiap metode yang digunakan dalam proses belajar di kelas memiliki keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000) menunjukkan keunggulan metode ceramah yaitu: 1) Murah dalam arti efisien dalam pemanfaatan waktu dan menghemat biaya pendidikan dengan seorang guru yang menghadapi banyak peserta didik; 2) Mudah dalam arti materi dapat disesuaikan dengan keterbatasan waktu, karakteristik peserta didik tertentu, pokok permasalahan dan keterbatasan peralatan dan dapat disesuaikan dengan jadwal guru terhadap ketidaktersediaan bahan-bahan tertulis; 3) Meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan minat belajar dari sumber lain; 4) Memperoleh penguatan bagi guru dan peserta didik yaitu guru memperoleh penghargaan, kepuasan, dan sikap percaya diri dari peserta didik atas perhatian yang ditunjukkan peserta didik dan peserta didik pun merasa senang dan menghargai guru bila ceramah guru meninggalkan pesan dan berbobot; 5) Memberikan wawasan yang luas daripada sumber lain karena guru dapat menjelaskan topik dengan mengkaitkannya dengan kehidupan seharihari. 46 2.6.3.5. Kelemahan Metode Ceramah Kemudian Sumantri M dkk (2000) menungkapkan secara tegas bahwa kelemahan-kelemahan metode ceramah dalam penerapanya adalah; 1) Dapat menimbulkan kejenuhan pada peserta didik apalagi bila guru kurang dapat mengorganisasikannya; 2) Menimbulkan verbalisme pada peserta didik; 3) Materi ceramah terbatas pada apa yang diingat guru; 4) Merugikan peserta didik yang lemah dalam keterampilan mendengarkan; 5) Menjejali peserta didik dengan konsep yang belum tentu diingat terus; 6) Informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan jaman; 7) Tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik; 8) Terjadi proses satu arah yaitu dari guru kepada peserta didik. Ahli yang lain mengungkapkan hal yang hampir sama. Menurut Dimyati dkk (1991) menegaskan bahwa kelemahan metode ceramah adalah : 1) Cenderung terjadi proses satu arah yang mengakibatkan siswa berperan pasif selama penerapan metode ini jika diterapkan secara murni; 2) Cenderung ke arah pembelajaran berdasarkan guru yang ditandai dengan menempatkan guru sebagai pihak primer 47 dalam proses belajar mengajar dan siswa sebagai pihak sekunder, isi ceramah diwarnai minat dan perhatian guru, kemajuan belajar bergantung pada kecepatan penyajian isi pelajaran oleh guru; 3) Menurunnya perhatian siswa sebagai akibat kejenuhan terhadap panjangnya ceramah; 4) Ingatan jangka pendek dimana metode ini mampu menghasilkan ingatan dalam diri siswa dalam jangka waktu pendek; 5) Merugikan kelompok siswa tertentu khususnya siswa yang tidak memiliki tipe pengamatan auditif, tidak bisa mencatat, dan merugikan siswa yang mamapu belajar sendiri lebih cepat daripada diceramahi secara klasikal; 6) Tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan psikomotorik dan menanamkan sikap. 2.6.3.6. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Ceramah Secara garis besar terdapat 4 langkah yang tercakup dalam prosedur pemakaian metode ceramah dalam prosses belajar mengajar (Dimyati dkk, 1991). Keempat langkah prosedur tersebut adalah: 1) Tahap persiapan ceramah Pada tahap ini yang dilakukan seorang guru adalah mengorganisasikan isi pelajaran yang akan diceramahkan, 48 mempersiapkan penguasaan isi pelajaran yang akan diceramahkan, dan memilih serta mempersiapkan media instruksional dan/atau alat bantu instruksional yang akan digunakan dalam ceramah. 2) Tahap awal ceramah Pada tahap ini seorang guru melakukan peningkatan hubungan guru-siswa secara akrab, peningkatan perhatian siswa untuk belajar lebih giat, penyampaian pokok-pokok isi ceramah secara garis besar. 3) Tahap pengembangan ceramah Tahap ini merupakan tahap kegiatan inti dalam penggunaan metode ceramah.Tahap ini seorang guru melakukan menyajikan isi pelajaran yang telah diorganisasikan sebelumnya. Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan guru adalah memberikan keterangan secara singkat dan jelas, penggunaan papan tulis sebagai upaya visualisasi, memberikan kerangan ulang dengan menggunakan istilah atau kata-kata yang lebih jelas, merinci dan memperluas pelajaran, mencari balikan (feedback) sebanyakbanyaknya selama berceramah. 4) Tahap akhir ceramah Tahap akhir ceramah atau tahap kesimpulan merupakan kegiatan terakhir dari guru dalam pemakaian metode ceramah. Hal yang dilakukan oleh guru adalah: membuat rangkuman dari garis-garis 49 besar isi pelajaran yang diceramahkan; menjelaskan hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran berikutnya; menjelaskan tentang kegiatan pada pertemuan berikutnya. (tabel sintak 2.1. Sintaks Metode ceramah) No Kegiatan Tahap Guru guru mengorganisasikan isi pelajaran yang akan diceramahkan, mempersiapkan penguasaan isi pelajaran yang akan diceramahkan, dan memilih serta mempersiapkan media instruksional dan/atau alat bantu instruksional yang akan digunakan dalam ceramah. Guru melakukan pendekatan pada setiap siswa secara persuasif, agar siswa mampu dan mau belajar secara lebih giat dan penyampaian materi dengan cara mengunakan metode ceramah secara garis besar. Siswa Siswa mempersiapkan diri dalam pelaksanaan pembelajaran didalam kelas Tahap pengemban gan ceramah Guru mengulang sedikit mteri pelajaran yang sudah diberikan kemarin dan melanjutkan kembali pada materi belajar yang baru, guru adalah memberikan keterangan secara singkat dan jelas, penggunaan papan tulis sebagai upaya visualisasi, memberikan kerangan ulang dengan menggunakan istilah atau katakata yang lebih jelas, merinci dan memperluas pelajaran, mencari balikan (feedback) sebanyak-banyaknya selama berceramah. Siwa mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat setiap penjelasan dari guru. Tahap akhir ceramah Guru membuat rangkuman dari garisgaris besar isi pelajaran yang diceramahkan; menjelaskan hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran berikutnya; menjelaskan tentang kegiatan pada pertemuan berikutnya. Siswa mencatat semua kesimpulan yang di utarakan atau ditulis oleh guru. 1. Persiapan mengajar 2. Tahap awal ceramah 3. 4. Siswa mempersiapkan diri dan mendengarkan motivasi dari guru. 50 2.6.3.7. Syarat-syarat penerapan metode ceramah Untuk dapat menetapkan apakah metode ceramah sesuai diterapkan dalam situasi tertentu, maka seorang guru harus memperhatikan kapan kewajaran ceramah itu digunakan. Menurut Winarno S (1980) metode ceramah dikatakan wajar dipakai apabila: 1) Seorang penatar akan menyampaikan fakta (kenyataan) atau pendapat dimana tidak terdapat bahan bacaan yang merangkum fakta atau pendapat tersebut; 2) Seorang penatar harus menyampaikan fakta kepada kelompok pendengar yang besar jumlahnya sehingga metode-metode yang lain tidak mungkin dipakai; 3) Penatar adalah pembicara yang bersemangat dan akan merangsang kelompok untuk melaksanakan sesuatu; 4) Seseorang akan menyimpulkan pokok yang penting yang telah dipelajari oleh kelompok untuk memungkinkan anggota kelompok melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu dengan yang lain; 5) Seseorang yang akan memperkenalkan pokok yang baru dalam rangka menghubungkannya dengan hasil interaksi yang telah terjadi sebelumnya. Selajutnya, Dimyati dkk (1991) menungkapkan bahwa syarat-syarat metode ceramah sesuai digunakan apabila: 51 1) Tujuan dasar pengajaran adalah menyampaikan informasi baru; 2) Isi pelajaran langka misalnya penemuan baru; 3) Isi pelajaran harus diorganisasikan dan disajikan dalam sebuah cara khusus untuk kelompok tertentu; 4) Membangkitkan minat terhadap mata pelajaran; 5) Isi pelajran tidak diperlukan untuk diingat dalam waktu yang lama; 6) Untuk mengajar penggunaan metode mengajar yang lain dan pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar. Kemudian Dimyati dkk (1991) menulis bahwa metode ceramah tidak sesuai digunakan apabila: 1) Tujuan pengajaran bukan tujuan perolehan informasi; 2) Isi pelajaran perlu diingat dalam jangka waktu yang lama; 3) Isi pelajaran kompleks, rinci, atau abstrak; 4) Pencapaian tujuan yang mempersyaratkan partisipasi siswa; 5) Tujuan kognitif tingkat tinggi yang mencakup analisis, sistesis, atau evaluasi; 6) Para siswa yang inteligensi atau pengalaman pendidikannya ratarata atau dibawah rata-rata. 52 2.6.4. Metode Sumbang Saran (Brainstorming) 2.6.4.1. Pengertian Sumbang Saran (Brainstorming) Tehnik sumbang saran yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn merupakan tehnik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan dierapkan dengan tepat Shallcross (1985). Utami Munandar (2009), menyatakan bahwa Osbron, pendiri dari Creatif Eduction Foundation, dalam bukunya applied Imagination menentukan empat aturan dasar untuk metode sumbang saran, yaitu: 1) Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan Pada umumnya kita cenderung kritis dan berhati-hati, kita diajarkan untuk selalu mempertimbangkan, selektif, dan lebih menghargai kualitas daripada kuantitas. diantara sekian banyak gagasan ada beberapa yang baik, yang berkualias. 2) Kombinasi dan peningkatan gagasan Dalam sidang sumbang saran tidak jarang terjadi bahwa banyak gagasan yang telah dikombinasikan dengan ide-ide kreatif dari setiap anggota 3) Kebebasan dalam memberikan gagasan Diperlukan iklim tertentu agar seseorang bebas dalam mencetuskan gagasan, yaitu iklim dimana dimana ia merasa aman, diakui, dan dihrgai. 53 4) Gagasan sebanyak mungkin Dengan memberikan banyak gagasan, makin besar kemungkinan bahwa gagasan yang diberikan seseorang menyambung pada gagasan orang lain. Ini merupakan slah satu manfaat terbesar dari tehnik sumbang saran bahwa peserta sidang saling memacu dalam pemberiaan gagasan. Roestiyah (2001) Metode Sumbang Saran (Brainstorming) adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengalaman, pengetahuan, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, di mana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peseta lain, pada penggunaan metode sumbang saran (brainstorming), pendapat orang lain tidak dapat ditanggapi. Tujuan metode sumbang saran (brainstorming) adalah untuk membuat kompilasi ( kumpulan ) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama. M. Atwi suparman (2012) menyatakan Metode sumbang saran merupakan proses penampungan pendapat dari peserta didik tan evaluasi terhadap kualitas pendapat tersebut. Menurut Taylor, Berry, dan Black yang dikutip oleh Mukhtar dan Martinis Yamin (2003) mengungkapkan bahwa metode brainstorming dapat menanamkan inhibisi pada pemikiran kreatif, 54 karena ide-ide terlalu aneh dari beberapa anggota bisa menggoncangkan gairah berpikir orang lain. Menurut pendapat di atas, metode sumbang saran (brainstorming) merupakan metode yang berbentuk diskusi dan dipergunakan untuk mendapatkan suatu saran dan solusi, serta merangsang pola piker setiap individu untuk lebih kreatif dalam memberikan suatu saran atau pendapat, tanpa ada tekanan dan kritikan dari individu lain. 2.6.4.2. Empat Peraturan Dasar Metode Brainstorming. Menurut Eliezer H. Hardjo (2011), Brainstorming mempunyai peraturan dasar dalam pelaksanaannya. yaitu: 1) Suspend Judgment, semua anggota tim harus menahan diri, tidak menghakimi ide, pendapat dan gagasan yang diajukan oleh anggota lain 2) Record all Ideas, ada seseorang yang dapat menjadi notulen, mencatat semua ide, pendapat ataupun gagasan yang diajukan, walaupun ide tersebut terdengar aneh 3) Encourage "Piggy-backing" ideas, koordinator atau fasilitator mendorong untuk membangun ide, pendapat atau gagasan baru atau tambahan dari ide yang sudah pernah dijalankan 55 4) Think out of the box, yakni mendorong untuk mengeluarkan pemikiran yang baru, tidak pengulanggan dari ide atau pendapat yang sudah ada. 2.6.4.3. Teknik dan Tahapan Brainstorming Berikut ini adalah teknik dan tahapan untuk melakukan brainstorming menurut Eliezer H. Hardjo (2011). 1) Pastikan semua anggota yang ikut brainstorming diberi tahu terlebih dahulu dengan jelas tujuan dari brainstorming tersebut, sehingga semua orang yang hadir bisa mempersiapkan diri 2) Pastikan bahwa anggota yang ikut dalam brainstorming mengerti ruang lingkup permasalahannya 3) Suasana harus santai dan nyaman, agar semua orang dapat mengungkapkan ide atau gagasan mereka dengan lebih terbuka 4) Setiap orang yang ikut harus berpikiran positif, walaupun masalah yang dihadapinya berat. 5) Setiap orang harus tau peraturan dasar dari brainstorming (memberi sesi waktu antara 15-30 menit) dan dapat mengendalikan diri masing-masing 56 6) Permasalahan harus diurai dengan jelas dan bersama-sama, agar semua anggota mengerti dan berpikir atas dasar itu bukan yang lain 7) Setiap ide atau gagasan yang diajukan (baik spontan ataupun bergantian) harus cukup jelas latar belakangnya dan rasionalnya dalam konteks ini ada benang merah antara permasalahan dan ide yang diajukan. 8) Mencatat semua ide bisa di papan tulis/sticky notes yang dapat dilihat dengan jelas oleh seluruh tim. 9) Setelah selesai semua anggota tim mengeluarkan ide, gagasan dan pendapat. Seluruh tim me-review semua ide dan memastikan semua peserta memahami apa yang dimaksud dan mengevaluasi seluruh daftar, menghilangkan duplikasi dan mengkombinasi yang sejenis. Tahapan dan tehnik brainstorming menurut (A. Surjadi, 2012) adalah: 1) Pemimpin atau guru mengemukakan suatu masalah kepada anggota atau siswa didalam kelompok dan iminta untuk mengemukakan saran-saran untuk memecahkannya. 57 2) Saran-saran ditulis dipapan tulis atau kertas, dan tak seorang pun diperbolehkan untuk mengomentari atau mengkritik. 3) setelah selesai ditulis/didaftar, maka saran-saran itu dikaji/dinilai oleh kelompok tersebut atau oleh suatu komite. 2.6.4.4. Langkah-langkah metode Brainstorming Tugas guru dalam pelaksanaan metode ini adalah memberikan masalah yang mampu merangsang pikiran siswa, sehingga mereka menanggapi, dan guru tidak boleh mengomentari bahwa pendapat siswa itu benar/ salah, juga tidak perlu disimpulkan, guru hanya menampung semua pernyataan pendapat siswa, sehingga semua siswa di dalam kelas mendapat giliran, tidak perlu komentar atau evaluasi. Siswa bertugas menanggapi masalah dengan mengemukakan pendapat, komentar atau bertanya, atau mengemukakan masalah baru, mereka belajar dan melatih merumuskan pendapatnya dengan bahasa dan kalimat yang baik. Siswa yang kurang aktif perlu dipancing dengan pertanyaan dari guru agar turut berpartisipasi aktif, dan berani mengemukakan pendapatnya. Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran yang menggunakan metode Brainstorming (Roestiyah, 2001) : 1) Pemberian informasi dan motivasi. 58 Guru menjelaskan belakangnya dan masalah mengajak yang dihadapi peserta didik beserta latar aktif untuk menyumbangkan pemikirannya. 2) Identifikasi Pada tahap ini peserta didik diundang untuk memberikan sumbang saran pemikiran sebanyak-banyaknya. Semua saran yang masuk ditampung, ditulis dan tidak dikritik. Pimpinan kelompok dan peserta hanya boleh bertanya untuk meminta penjelasan. Hal ini agar kreativitas peserta didik tidak terhambat. 3) Klasifikasi Semua saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati oleh kelompok. Klasifikasi bisa berdasarkan struktur/ faktor-faktor lain. 4) Verifikasi Kelompok secara bersama melihat kembali sumbang saran yang telah diklasifikasikan. Setiap sumbang saran diuji relevansinya dengan permasalahannya. Apabila terdapat sumbang saran yang sama diambil salah satunya dan sumbang saran yang tidak relevan bisa dicoret. Kepada pemberi sumbang saran bisa diminta argumentasinnya. 59 5) Konklusi (Penyepakatan). Guru bersama ketua kelompok beserta peserta lain mencoba menyimpulkan butir-butir alternatif pemecahan masalah yang disetujui, Setelah semua saran tertampung, maka diambil kesepakatan terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat. Dibawah ini adalah penjelasan tahapan-tahapan kegiatan metode brainstorming yang dijabarkan melalui sintak (table 2.2. sintak metode brainstorming). (table 2.2. Sintaks Metode Brainstorming) No Tahapan Kegiatan Guru 1. Pemberian Motivasi dan Informasi Guru memberitahukan Kompetensi dasar yang akan di pelajari pada kegiatan belajar dan memberikan motivsi terhadap siswa. Guru membentuk kelompok 4-6 orang siswa dalam 1 kelompok 2. Identifikasi Siswa Siswa mendengarkan dan mempersiapkan Siswa membuat kelompok yang sudah ditentukan oleh guru Guru membagikan tugas yang terdiri dari beberapa sub materi pelajaran yang sudah dipilah dan diberikan beberapa pertanyaan dan contoh masalah yang pernah terjadi di indonesia. Siswa menerima materi dan mendiskusikan. Guru meminta sumbangsi pemikiran dari setiap kelompok tanpa ada pendapat yang di tolak. Siswa aktif berfikir dan bekerjasama menyampaikan ide dan solusi 60 Guru mengklasifikasi gagasan dari setiap kelompok yang sudah di tulis dalam kertas. Siswa menulis semua saran atau solusi yang sudah tertampung dan mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati oleh kelompok. Klasifikasi bisa berdasarkan struktur/ faktorfaktor lain yang sudah di tentukan bersama. Verifikasi Guru memperlihatkan kembali semua saran dan solusi yang sudah dikumpulkan setiap kelompok, guru mengajak siswa untuk menguji kembali relevansi semua pendapat atau saran dengan melihat permasalahan, apa bila terdapat saran atau solusi yang sama dengan kelompok yang lain meminta perstujuan dari setiap kelompok untuk bersedia menghapus saran atau solusi yang sama. Siwa dan kelompoknya bersama melihat kembali sumbang saran yang telah diklasifikasikan. Konklusi (penyepakatan ) Guru bersama semua kelompok beserta peserta lain mencoba mendapatkan beberapa gagasan, masukkan, dan saran yang diterima dari beberapa kelompok, guru atau ketua kelompok diperkenankan memberikan kesimpulan dari gagasan, masukkan, dan saran yang sudah ditrima dari beberapa kelompok Semua siswa didalam kelompok beserta peserta lain mencoba menyimpulkan butirbutir alternatif pemecahan masalah yang disetujui, Setelah semua saran tertampung , maka diambil kesepakatan terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat. 3. Klasifikasi. 4. 5. 2.6.4.5. Keunggulan dan Kelemahan Metode Brainstorming Brainstorming dalam bahasa Indonesia disebut sebagai curah gagas/ curah pendapat/ sumbang saran. Dengan demikian keutamaan metode Brainstorming ini adalah penggunaan kapasitas otak dalam menjabarkan gagasan atau menyampaikan suatu ide (Roestiyah, 2001). Dalam proses 61 brainstorming, seseorang akan dituntut untuk mengeluarkan semua gagasan sesuai dengan kapasitas wawasan dan psikologisnya. Metode Brainstorming adalah metode yang sangat tepat untuk menjabarkan proses tersebut dengan mudah dan efisien. 2.6.4.5.1. Keunggulan metode Brainstorming yaitu : 1) Anak-anak berfikir untuk menyatakan pendapat. 2) Melatih siswa berpikir dengan cepat dan tersusun logis. 3) Merangsang siswa untuk selalu siap berpendapat yang berhubungan dengan masalah yang diberikan oleh guru. 4) Meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima pelajaran. 5) Siswa yang kurang aktif mendapat bantuan dari temannya yang sudah pandai atau dari guru. 6) Terjadi persaingan yang sehat. 7) Anak merasa bebas dan gembira. 8) Suasana demokratis dan disiplin dapat ditumbuhkan. (Roestiyah, 2001) 2.6.4.5.2. Kelemahan metode Brainstorming yaitu : 1) Guru kurang memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk berpikir dengan baik. 62 2) Anak yang kurang pandai selalu ketinggalan. 3) Guru hanya menampung pendapat tidak pernah merumuskan kesimpulan. 4) Siswa tidak segera tahu apakah pendapatnya itu betul atau salah. 5) Tidak menjamin hasil pemecahan masalah, Masalah bisa berkembang ke arah yang tidak diharapkan. (Roestiyah, 2001) Berbagai kekurangan tersebut dapat diatasi apabila seorang guru atau pimpinan dalam kelas bisa membaca situasi dan menguasai kelas dengan baik untuk mencari solusi. Guru harus bisa menjadi penengah dan mengatur situasi dalam kelas sebaik mungkin. Caranya yaitu dengan menguasai betul-betul materi yang akan disampaikan dan membuat perencanaan proses belajar mengajar dengan matang. 2.7. Pendidikan Kewarganegaraan 2.7.1. Pengertian dan Hakekat Pendidikan kewargaegaraan Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat interdisipliner ilmu-ilmu sosial yang secara struktural bertumpu pada disiplin ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik untuk aspek hak dan kewajiban (Abdul Asis dkk,2011). Menurut Peraturan Pemerintah No 19 63 tahun 2005, Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas terampil dan kerkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Menurut Haris Bakti (2009) Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan seharihari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depdiknas, 2005). Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berfungsi untuk membentuk warganegara yang cerdas, terampil dan berkarakter baik, serta setia pada bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Selain itu juga berfungsi sebagai pengikat untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam latar belakang tentang budaya persatuan yang dapat mendukung tetap berdirinya NKRI (BNSP, 2006). Hakekat pendidikan 64 kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengembangkan dan membina sikap (‘effective education’) mulai dari tingkatan yang belum tahu terhadap nilai sampai siswa menyadari dan melakukan nilai moral dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari (BNSP, 2006). Berdasarkan pengertian dan hakekat PKn maka dapat disimpulkan bahawa pendidikan kewarganegaraan sangat penting, dikarenakan sebagai pembentuk karakter yang nasionalis, serta menjunjung tinggi pancasila sebagai dasar negara dan menjalankan setiap butir-butir yang terkandung di dalam pancasila. 2.7.2. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mempunyai karakteristik sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 (BSNP, 2006). Mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki tiga cirri khas, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut merupakan bekal bagi peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan multinasional yang memadai untuk menjadi kewarganegaraan yang baik (Widi Rahardjo, 2001) 65 2.7.3. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut BNSP (2006) visi mata pelajaran PKn adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Kemudian misi mata pelajaran ini adalah membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan Undang – Undang Dasar 1945 (BSNP, 2006). 2.7.4. Peranan dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Hamid Darmadi (2010) mengemukakan bahwa peranan Pendidikan Kewarganegaraan adalah : 1) Membina, mengembangkan dan melestarikan konsep, nilai, moral, dan norma Pancasila secara dinamis dan bertanggungjawab; 2) Membina dan mengembangkan jati diri manusia Indonesia yang seutuhnya, agar berkepribadian pancasila dan melek politik yang mampu menjadi insan teladan dan narasumber dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; Mata pelajaran PKn juga memiliki tujuan yang mana dipaparkan Depdiknas (Sulasmono, 2008), yaitu mengembangkan kompetensi sebagai berikut: 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggap isu kewarganegaraan; 66 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara tegas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter – karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa – bangsa lainnya; 4) Berinteraksi dengan bangsa – bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut Widi Rahardjo (2001), mata pelajaran PKn mempunyai tujuan untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam hal: 1) Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menangani isu kewarganegaraan, 2) Berfikir secara cerdas dan bertanggung jawab serta beryindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, 3) Pembentukan diri yang didasarkan pada karakter-karakter positif masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang demokratis. 2.7.5. Ruang Lingkup Isi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Selain aspek kompetensi yang perlu dikembangkan, maka perlu juga diketahui ruang lingkup atau isi mata pelajaran PKn, BNSP (2006) mengemukakan bahwa ruang lingkup atau isi mata pelajaran PKn yaitu yang 67 mencakup dimensi politik, hukum, dan moral. Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek – aspek: 1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan; 2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan – peraturan daerah, Norma – norma dalam kehidupan bangsa dan negara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan Internasional; 3) Hak asasi manusia, meliputi; Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat,Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM; 4) Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warganegara; 68 5) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi; 6) Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi; 7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka; 8) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi. Ahmad Haris Bakti (2009) mengatakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah 1) Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang diharapkan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 69 2) Kehidupan idiologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2.8. Penelitian yang Relevan. a. Penelitian dari Didik Tri Setiyoko (2012) dengan judul: “Penggunaan Metode Pembelajaran Curah Pendapat (Brainstorming) untuk meningkatkan hasil belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Sejarah Kelas VIII SMP Islam Terpadu Bina Amal Gunungpati Semarang Tahun 2011/2012” (penelitian PTK di SMP Islam Terpadu Bin Amal Gunung Pati semarang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Metode Pembelajaran Curah Pendapat (Brainstorming) dapat meningkatkan hasil belajar kelas VIII A SMP IT Bina Amal tahun ajaran 2011/2012. Sebelum penelitian nilai rata-rata kelas hanya sebesar 68,33 dengan ketuntasan klasikal sebesar 58%. Siklus I nilai rata-rata mencapai 77,12 dengan ketuntasan klasikal 82%. Selanjutnya, siklus II nilai rata-rata juga mengalami peningkatan 79,24 dengan ketuntasan klasikal mencapai 94%. Pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan dan sudah memenuhi indikator keberhasilan yaitu ketuntasan belajar klasikal 75%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa guru sejarah, hendaknya lebih 70 memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil belajar serta menerapkan model-model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Dalam penelitian di atas terdapat relevansi yang sama yaitu, Metode brainstorming dapat meningkatkan hasil belajar siswa. b. Penelitian dari Linawati (2011) dengan judul : “PENGARUH PENERAPAN TEKNIK PEMBELAJARAN BRAINSTORMING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH” (Penelitian Eksperimen di SMA Negeri 1 Tarogong Kidul Garut) Berdasarkan pengujian, dua rata-rata kelompok diperoleh dengan uji satu pihak, ternyata t hitung (5,03) > t tabel (1,65). Berdasarkan hasil uji regresi dihasilkan persamaan regresi yaitu Y = 8,33 + 0,501X. Koefisien korelasi sebesar 0,77 termasuk dalam kriteria korelasi yang tinggi, sedangkan besarnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y sebesar 58,76 %. Dari penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan treatment dalam pembelajaran sejarah terhadap hasil belajar siswa. Dengan demikian, teknik pembelajaran brainstorming dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah. Melihat adanya pengaruh dari 71 penerapan teknik pembelajaran brainstorming ini, diharapkan guru senantiasa menggunakan teknik pembelajaran ini sebagai variasi dalam pembelajaran. Dalam penelitian di atas terdapat relevansi yang sama yaitu, Metode Brainstorming berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dan desain penelitiannya eksperimen. 72 2.9. Kerangka Berfikir (Tabel 2.3. Kerangka berfikir) PASIF Metode Ceramah PBM jenuh Lemah dalam keaktivan Kurang kreatif dalam berfikir Tertuju kepada guru Monoton dalam variasi belajar Informasi yang di sampaikan mudah usang dan ketinggalan jaman Hasil Belajar KURANG BAIK AKTIF Kreatif dalam berpikir Metode Brainstorming Tidak terporos kepada guru Meningkatkan partisipasi siswa dalam pelajaran Hasil Belajar BAIK Menimbulkan suasana demokratis dan disiplin Terjadi persaingan sehat Anak merasa gembira bebas dan 73 Untuk mencapai hasil belajar yang baik, guru wajib memahami dan meguasai metode-metode mengajar yang aktif. Dalam penelitian ini proses belajar mengajar menggunakan dua metode mengajar yaitu metode ceramah dan metode Brainstorming. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ceramah di dalam kelas akan menghasilkan kegitan belajar mengajar yang pasif, siswa lebih cepat jenuh, lemah dalam berkreatifitas, dan kurang aktif dalam menanggapi materi yang diberika oleh guru, proses belajar mengajar tertuju kepada guru saja. Hal ini akan mengakibatkan hasil belajar yang kurang baik. Proses mengajar yang menggunakan metode brainstorming, akan meghasilkan kegiatan belajar yang aktif, siswa akan lebih kreatif dan merasa gembira, pola belajar megajar tidak tertuju kepada guru, membangun kepercayaan diri siswa dalam memberikan saran, pemikiran, berani mengutarakan pendapat di depan kelas menajarkan sifat demokratis kepada siswa. Hal ini akan meningkatkan hasil belajar siswa. 2.10. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah disusun maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara Metode Ceramah dengan Metode brainstorming terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PKn. 74