BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Oleh karena itu, teori ini telah digunakan oleh berbagai peneliti di bidang akuntansi, ekonomi, keuangan, pemasaran, ilmu politik, perilaku organisasi, dan sosiologi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer. Jensen dan Meckling (1976), mendefinisikan hubungan keagenan sebagai berikut: “We define an agency relationship as a contract under which one or more persons (the principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent.” Dalam konteks perusahaan dimana terdapat pemisahan antara pemilik sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi utilitasnya tersebut. Pada dasarnya, antara prinsipal dan agen memiliki tujuan yang berbeda. Prinsipal menginginkan return yang tinggi atas investasinya, sedangkan agen memiliki kepentingan untuk mendapatkan kompensasi yang besar atas hasil kerjanya. Perbedaan tujuan itulah yang menyebabkan terjadinya conflict of interest di antara pihak agen dan prinsipal. Hal ini juga disebabkan karena adanya asimetri informasi di antara kedua belah pihak tersebut. Para agen memiliki informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan lebih banyak dibandingkan para prinsipal. Disinilah akuntansi memegang peranan penting sebagai media penyampaian informasi mengenai 11 12 kinerja perusahaan. Informasi akuntansi disajikan dalam suatu laporan yang disebut laporan keuangan. Sesuai PSAK No. 1, tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. pertanggungjawaban Laporan manajemen keuangan atas juga penggunaan menunjukkan hasil sumber yang daya dipercayakan kepada mereka. Dalam menyajikan laporan keuangan, prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted Accounting Principles) memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam menentukan metode maupun estimasi yang dapat digunakan. Dengan adanya fleksibilitas tersebut, maka menajemen akan memiliki diskresi. Perilaku manajemen tersebut dapat bersifat efisien, dimana diskresi tersebut digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan dan dinilai positif oleh pasar. Namun, dilain pihak diskresi tersebut dapat mengarahkan perilaku manajemen menjadi oportunistik, dimana diskresi tersebut digunakan manajemen untuk kepentingan yang menguntungkannya secara pribadi tetapi merugikan perusahaan dan pemegang saham secara umum. Perilaku manajemen yang bersifat oportunistik ini lebih jauh dapat mendorong kemungkinan dilakukannya kecurangan (fraud) dalam pelaporan keuangan. Untuk itu diperlukan pihak ketiga yang independen untuk menentukan apakah informasi yang dicatat dalam laporan keuangan tersebut mencerminkan dengan tepat peristiwa-peristiwa yang terjadi selama periode akuntansi sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. 2.2 Statement of Auditing Standards (SAS) No. 99 Statement on Auiditing Standard (SAS) No. 99 – Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit disusun oleh American Certified of Public Accountants (AICPA) yang diterbitkan pada bulan Desember 2002 oleh Auditing Standards Board (ASB) menggantikan SAS No. 82 dengan judul yang sama. SAS No. 99 ini merupakan Pernyataan Standar Audit signifikan yang pertama kali 13 diterbitkan setelah diundangkannya Sarbanes-Oxley Act. Pernyataan ini menegaskan kembali tanggung jawab auditor yang telah dinyatakan dalam SAS No. 1 – Codification of Auditing Standards and Procedures dan SAS No. 82, yaitu: “The auditor has a responsibility to plan and perform the audit to obtain reasonable assurance about whether the financial statements are free of material misstatement, whether caused by error or fraud.” Pernyataan ini juga diadopsi dalam Standar Auditing (SA) yand diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Seksi 110, PSA No. 01 – Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen, “Auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan." 2.2.1 Definisi Kekeliruan dan Kecurangan SAS No. 99 membedakan antara dua jenis salah saji: kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis salah saji ini dapat material maupun tidak material. Suatu kekeliruan (error) adalah salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja, sementara kecurangan (fraud) adalah salah saji yang disengaja. Dua contoh kekeliruan antara lain kesalahan perhitungan harga dikalikan dengan kuantitas pada faktur penjualan dan salah melihat bahan baku yang lama dalam menentukan nilai persediaan dengan yang terendah antara harga perolehan atau harga pasar (Arrens et al., 2008:186). PSA No. 25 tentang Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit menyatakan istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup: 14 a. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan. b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta. c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan. Lebih lanjut dalam SA Seksi 312 tersebut dijelaskan bahwa kekeliruan tidak mencakup dampak proses akuntansi yang dipakai untuk kenyamanan, seperti penyelenggaraan catatan akuntansi dengan basis kas atau basis pajak dan secara periodik dilakukan penyesuaian terhadap catatan tersebut untuk membuat laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan kecurangan menurut Harrison et al., (2012:229) dalam buku Akuntansi Keuangan, “Kecurangan (fraud) merupakan misrepresentasi yang disengaja atas fakta-fakta, yang dilakukan untuk tujuan membujuk pihak lainnya agar bertindak dengan cara yang merugikan pihak bersangkutan.” Selain definisi tersebut, banyak pakar dan organisasi profesi memberi definisi fraud yang sedikit berbeda karena cara melakukan fraud juga berbeda, sehingga definisi fraud juga berbeda. Meskipun demikian, Karyono (2013:2) mengatakan, berbagai definisi fraud tersebut secara prinsip tidak berbeda. Definisi fraud menurutnya lebih ditekankan pada konsekuensi hukum seperti penggelapam, pencurian dengan tipu muslihat penyalahgunaan wewenang, kecurangan laporan keuangan, dan bentuk kecurangan lain yang dapat merugikan orang lain dan menguntungkan pelakunya. Berikut beberapa definisi mengenai fraud yang dikutip dalam Karyono (2013:3-4) adalah sebagai berikut: 15 1. Black Law Dictionary, kamus hukum di Amerika Serikat: “Fraud embracing all multi various means which human ingenuity can devie and which are resorted to by one individual to get an advantage over another by false suggestions or suppression of truth and included all surprise, trick, cunning or dissembling and any unfair way by which another is cheated.” 2. Association of Certified Fraud Examiner (ACFE), yang merupakan asosiasi anti-fraud terbesar di dunia dalam Fraud Examiner Manual 2006: “Fraud is an intentional untruth or dishonest scheme used to take deliberate and unfair advantage of another person or group of person it included any mean, such cheats another.” 3. W. Steve Albrecht dan Chad D. Albrecht dalam Fraud Examination: “Fraud is a generic term, embracing all multi various means which human ingenuity can device and which are resorted to by one individual to get an advantage over another by false representation. No divinize and invariable rule can be laid down as a general proposition in defining fraud, as it included surprise trickery, cunning, and unfair ways by which another is cheated. Theory boundaries defining is are those which limit human knavery.” Berdasarkan berbagai definisi tersebut, fraud dapat juga disederhanakan sebagai kecurangan yang mengandung makna suatu penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum (illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan dirancang untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok yang memanfaatkan peluang-peluang secara tidak jujur, yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain. Dengan demikian unsur-unsur fraud adalah: 1. Adanya perbuatan melanggar hukum 16 2. Dilakukan oleh orang dalam dan dari luar organisasi 3. Untuk mendapatkan keuntungan, baik pribadi maupun kelompok 4. Langsung dan atau tidak langsung merugikan pihak lain Oleh karena itu SAS No. 99 bertujuan untuk meningkatkan keefektifan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Secara garis besar komponen dari SAS No. 99 adalah: 1. Deskripsi dan karakteristik-karakteristik dari fraud. 2. Kecurigaan secara profesional (professional scepticism). 3. Diskusi di antara tim audit yang ditugaskan. 4. Mendapatkan informasi dan bukti audit. 5. Mengidentifikasi risiko-risiko. 6. Penilaian risiko-risiko yang telah diidentifikasikan. 7. Tanggapan terhadap penilaian risiko. 8. Mengevaluasi bukti dan informasi audit. 9. Mengkomunikasikan fraud yang mungkin terjadi. 10. Mendokumentasikan hal-hal yang berkaitan dengan fraud. Dalam SAS No. 99 disebutkan salah satu pertimbangan penting yang dilakukan auditor dalam mengungkap kecurangan adalah mengidentifikasi faktorfaktor yang meningkatkan kecurangan yang disebut faktor risiko kecurangan (fraud risk factor). Faktor-faktor risiko ini lebiih jauh diklasifikasikan berdasarkan tiga kondisi yang biasanya timbul pada saat terjadinya kecurangan. ketiga kondisi ini disebut sebagai segitiga kecurangan (fraud triangle). 2.2.2 Fraud Triangle Konsep fraud triangle atau segitiga kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh Cressey (1953, dalam Tjahjono dkk., 2013:28). Melalu serangkaian wawancara dengan 113 orang yang telah di hukum karena melakukan penggelapan uang perusahaan yang disebut "trust violators" atau "pelanggaran kepercayaan". Ilustrasi faktor resiko kecurangan dari standar kecurangan yang ada 17 (yakni SAS 99, ISA 240, TSAS 43), serta oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi No. 70 didasarkan pada teori ini. Gambar 2.1 Fraud Triangle Insentif/Tekanan Kesempatan Sikap/Rasionalisasi Sumber: Arrens et al., 2008, Auditing dan Jasa Assurance, hal. 433 Fraud triangle terdiri dari tiga kondisi yang umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu: 1. Insentif/Tekanan (Incentive/pressure) Tekanan adalah dorongan orang yang melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain, termasuk hal keuangan dan non keuangan. Dalam hal keuangan sebagai contoh dorongan untuk memiliki barang-barang yang bersifat materi. Tekanan dalam hal non keuangan juga dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud, misalnya tindakan untuk menutupi kinerja yang buruk karena tuntutan pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang baik. 2. Peluang (Opportunity) 18 Peluang adalah keadaan yang memungkinkan terjadinya fraud. Para pelaku fraud percaya bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Peluang dapat terjadi karena pengendalian internal yang lemah, manajemen pengawasan yang kurang baik, dan atau melalui penggunaan posisi. Kegagalan untuk menetapkan prosedur yang memadai untuk mendeteksi aktivitas fraud juga meningkatkan kesempatan terjadinya kecurangan. Dari tiga elemen dalam fraud triangle, kesempatan memiliki kontrol yang paling atas. Organisasi perlu untuk membangun sebuah proses, prosedur dan kontrol membuat karyawan dalam posisi tidak dapat melakukan fraud dan yang efektif dapat mendeteksi aktivitas kecurangan jika hal itu terjadi. 3. Sikap/Rasionalisasi (Attitude/Rationalization) Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, di mana pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya. Bagi mereka yang umumnya tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk merasionalisasi penipuan. Bagi mereka dengan standar moral yang lebih tinggi, itu mungkin tidak begitu mudah. Pelaku fraud selalu mencari pembenaran secara rasional untuk membenarkan perbuatannya. Melalui ketiga kondisi tersebut SAS No. 99 menjelaskan tentang faktor-faktor risiko kecurangan beserta contohnya, yang berhubungan dengan salah saji yang timbul dari laporan keuangan yang curang. Tabel 2.1 Kategori, Definisi, dan Contoh Faktor Risiko Kecurangan dalam SAS No.99 yang Berkaitan dengan Kecurangan Laporan Keuangan Faktor Risiko Kecurangan TEKANAN Kategori menurut SAS No.99 beserta Definisinya Stabilitas Keuangan Keadaan yang Contoh Faktor Risiko Perusahaan mungkin memanipulasi laba ketika 19 menggambarkan kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi stabil. Tekanan Eksternal Tekanan yang berlebihan bagi manajemen untuk memenuhi persyaratan atau harapan dari pihak ketiga. Kebutuhan Keuangan Individu Suatu keadaan di mana keuangan perusahaan turut dipengaruhi oleh kebutuhan keuangan para eksekutif perusahaan. Target Keuangan Tekanan berlebihan pada manajemen untuk mencapai target keuangan yang dipatok oleh direksi atau manajemen. PELUANG Kondisi Industri Berkaitan dengan munculnya risiko bagi perusahaan yang berkecimpung dalam industri yang melibatkan estimasi dan pertimbangan yang signifikan jauh lebih besar. Ketidakefektifan Pengawasan Keadaan di mana perusahaan tidak memiliki unit pengawas yang efektif memantau kinerja perusahaan. stabilitas keuangan atau profitabilitasnya terancam oleh kondisi ekonomi. Ketika perusahaan menghadapi adanya tren tingkat ekspektasi para analis investasi, tekanan untuk memberikan kinerja terbaik bagi investor dan kreditor yang signifikan bagi perusahaan atau pihak eksternal lainnya. Kepentingan keuangan oleh manajemen yang signifikan dalam entitas, manajemen memiliki bagian kompensasi yang signifikan yang bergantung pada pencapaian target agresif untuk harga saham, hasil operasi, posisi keuangan, atau arus kas manajemen, atau bahkan menjaminkan harta pribadi untuk utang entitas. Perusahaan mungkin memanipulasi laba untuk memenuhi prakiraan atau tolok ukur para analis seperti laba tahun sebelumnya. Penilaian persediaan mengandung risiko salah saji yang lebih besar bagi perusahaan yang persediaannya tersebar di banyak lokasi. Risiko salah saji persediaan ini semakin meningkat jika persediaan itu menjadi usang. Adanya dominasi manajemen oleh satu orang atau kelompok kecil, tanpa kontrol kompensasi, tidak efektifnya pengawasan dewan direksi dan komite audit atas proses pelaporan 20 keuangan dan pengendalian internal dan sejenisnya. Struktur Organisasional Struktur organisasi yang kompleks dan tidak stabil. RASIONALISASI Rasionalisasi Sikap/rasionalisasi anggota dewan, manajemen, atau karyawan yang memungkinkan mereka untuk terlibat dalam dan/atau membenarkan kecurangan pelaporan keuangan. Struktur organisasi yang terlalu kompleks, perputaran personil perusahaan seperti senior manajer atau direksi yang tinggi. Jika CEO atau manajer puncak lainnya sangat tidak peduli pada proses pelaporan keuangan, seperti terus mengeluarkan prakiraan yang terlalu optimistik, pelaporan keuangan yang curang lebih mungkin terjadi. Sumber: Skousen et., al., 2009 2.2.2.1 Financial Stability Dalam SAS No.99, financial stability atau stabilitas keuangan merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan dari kondisi stabil. Sedangkan stabilitas dalam perusahaan menurut Munawir (1995:33) adalah: “Kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya dan akhirnya membayar kembali hutang-hutang tersebut tepat pada waktunya, serta kemampuan perusahaan untuk membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.” Gambaran kondisi keuangan perusahaan yang stabil secara sederhana dapat dilihat dari pertumbuhan finansialnya baik dari tingkat pertumbuhan aset, penjualan, mapun pertumbuhan laba perusahaan dari tahun ke tahun. Oleh karena itu stabilitas keuangan juga sering digunakan sebagai ukuran prestasi perusahaan, sehingga dapat menjadi dasar untuk pengambilan keputusan ekonomi (Skousen et. al., 2009). 21 2.2.2.2 External Pressure SAS No. 99 menyebutkan bahwa yang dimaksud tekanan eksternal (external pressure) adalah tekanan berlebihan yang terjadi pada manajemen untuk memenuhi persyaratan atau harapan dari pihak ketiga. Selain manajemen sebagai pihak internal pemakai informasi akuntansi, terdapat pihak luar atau eksternal yang juga pihak yang berkepentingan terhadap informasi akuntansi, tetapi kelompok ini tidak mempunyai akses terhadap pengambilan keputusan untuk memengaruhi aktivitas operasi perusahaan. Termasuk kelompok ini adalah (Syamrin, 2011:12): 1. Pemegang saham, atau pemilik. Pemilik berkepentingan untuk mengetahui perkembangan ekuitas mereka dalam perusahaan, atau estimasi perolehan bagian keuntungan yang akan diterima dalam bentuk dividen atas tiap lembar saham yang dimilikinya. 2. Pemerintah. Pemerintah juga berkepentingan terhadap laporan keuangan. Misalnya Direktorat Jendral Pajak berkepentingan untuk menentukan jumlah pajak terutang. 3. Investor. Investor bisa berupa penyandang dana untuk membiayai proyek tertentu. Investor mengharapkan keuntungan dari proyek investasinya. 4. Kreditor. Serupa dengan invetor, kreditor merupakan penyandang dana perusahaan, tetapi didasari penjanjian utang-piutang. Kreditor berkepentingan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan melunasi pokok pinjaman. 5. Individu pegawai dan serikat pekerja. Bagai pegawai, informasi keuangan dapat digunakan untuk mengetahui kewajaran hak-hak yang diperolehnya dari perusahaan tempat mereka bekerja. 6. Masyarakat luas. Masyarakat luas berkepentingan untuk mengetahui hak-hak masyarakat terhadap keberadaan perusahaan di mana perusahaan berdiri. Perusahaan-perusahaan besar biasanya memiliki departemen pengembangan masyarakat (community department) untuk 22 melayani kepentingan sosial kemasyarakatan berkaitan dengan dampak keberadaan perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya Ekspektasi atau pengharapan-pengharapan pihak-pihak eksternal terhadap manajemen perusahaan tentunya memberikan dampak bagi perusahaan. Kreditor misalnya, mereka memiliki klaim atas sebagian arus laba perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok utang. Saat akan meminjamkan dana, kreditor akan memperhitungkan tingkat risiko dan ekspektasi sehubungan dengan penilaian kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan pokok pinjaman tersebut (Brigham & Houston, 2006:30). Hal ini tentunya memberikan tekanan bagi manajemen untuk memenuhi harapan dari kreditor. 2.2.2.3 Personal Financial Need SAS No. 99 mendefinisikan kebutuhan keuangan individu (personal fnancial need) adalah suatu keadaan di mana keuangan perusahaan turut dipengaruhi oleh kebutuhan keuangan para eksekutif perusahaan. Kondisi ini terjadi apabila terdapat kepentingan keuangan oleh manajemen yang signifikan dalam entitas, manajemen memiliki bagian kompensasi yang signifikan yang bergantung pada pencapaian target agresif untuk harga saham, hasil operasi, posisi keuangan, atau arus kas manajemen, atau bahkan menjaminkan harta pribadi untuk utang entitas. Dalam teori keagenan para manajer mungkin memiliki tujuan-tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Namun, Brigham & Houston (2006:21) mengatakan bahwa, para manajer dapat didorong untuk bertindak demi kepentingan utama dari pemegang saham melalui insentif-insentif yang memberikan imbalan atas setiap kinerja yang baik atau hukuman untuk kinerja yang buruk. Beberapa mekanisme spesifik yang digunakan untuk memotivasi para manajer untuk bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham antara lain: 1. Kompensasi manajerial 2. Intervensi langsung oleh pemegang saham 3. Ancaman pemecatan 23 4. Ancaman pengambil alihan Dalam kompensasi manajerial, kepemilikan saham oleh orang dalam dianggap dapat mengatasi permasalahan agensi yang selama ini sering terjadi, sebab dengan adanya kepemilikan saham oleh orang dalam ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham. Kepentingan dari prinsipal adalah memperoleh dividen setinggi-tingginya yang dapat dilihat dari perolehan laba yang dihasilkan perusahaan, sedangkan kepentingan dari manajemen adalah mendapatkan kompensasi yang besar atas hasil kerjanya. 2.2.2.4 Financial Target Setiap entitas atau perusahaan pasti memiliki target atau sasaran yang hendak dicapai. Menurut Robbins & Coulter (2004:176), “Sasaran adalah hasil yang diinginkan untuk individu, kelompok, dan seluruh organisasikeuangan yang ingin dicapai.” Pada umumnya ada dua jenis sasaran yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu sasaran keuangan dan sasaran strategis. Tabel 2.2 Sasaran yang Diterapkan Perusahaan Sasaran Keuangan - - Sasaran Strategis Pertumbuhan pendapatan yang - Pangsa pasar yang lebih besar lebih cepat - Peringkat dalam industri yang Pertumbuhan perolehan (laba) lebih tinggi dan lebih aman yang lebih cepat - Mutu produk yang lebih tinggi - Deviden yang lebih tinggi - Biaya - Margin laba yang lebih luas dibandingkan - Pengembalian atas modal yang utama dinvestasikan yang lebih tinggi - - Peringkat obligasi dan kredit yang lebih tinggi yang lebih rendah para pesaing Lini produk yang lebih luas atau lebih menarik - Reputasi yang lebih kuat dimata 24 - Arus kas (cash flow) yang lebih pelanggan besar - Layanan pelanggan yang unggul - Harga saham yang meningkat - Pengakuan sebagai pemimpin di - Pengakuan sebagai perusahaan bidang “Blue chip” inovasi produk - - Basis pendapatan yang lebih - teknologi Kemampuan yang meningkat beragam untuk Laba yang lebih stabil selama international periode resesi - dan/atau bersaing Peluang di pertumbuhan pasar yang lebih luas Sumber: Robbins & Coulter, 2004, Management hal.177 2.2.3 Taksonomi Kecurangan (Fraud Taxonomy/Fraud Tree) Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) melakukan fraud taxonomy atau yang lebih dikenal fraud tree untuk mempermudah penggolongan fraud. Fraud tree ini telah teruji digunakan sebagai acuan organisasi profesi lain seperti American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), Institute of Internal Auditors (IIA), dan Information Systems Audit and Control Association (ISACA). Penggolongan dan jenis-jenis fraud dapat dilihat secara jelas pada gambar berikut ini. 25 Gambar 2.3 Fraud Tree Sumber: ACFE, 2012, Report To The Nations, page 7 2.2.3.1 Korupsi ACFE membagi korupsi (corruption) dalam empat bagian pokok, yaitu benturan kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), pemberian ilegal 26 (illegal gratuities), dan perluasan ekonomi (economic extortion). Skema korupsi didefinisikan oleh ACFE (2012) sebagai berikut: “Corruption schemes, in which an employee misuses his or her influence in a business transaction in a way that violates his or her duty to the employer in order to gain a direct or indirect benefit.” Penyuapan didefinisikan sebagai menawarkan, memberi, menerima sesuatu yang berharga untuk memengaruhi keputusan resmi yang diambil. Penyuapan tidak hanya berlaku di sektor pemerintahan tetapi juga di sektor swasta. Pemberian ilegal hampir sama dengan penyuapan, tetapi dalam sekema ini pemberian dilakukan bukan untuk memengaruhi keputusan melainkan sebagai hadiah atas keputusan yang diambil. Apabila dalam skema suap dan pemberian ilegal yang berperan adalah orang lain di luar pelaku fraud, namun dalam skema perluasan ekonomi berlaku sebaliknya. 2.1.3.2 Penyalahgunaan Aset Skema penyalahgunaan aset (asset misappropriation) didefinisikan menurut ACFE (2012) sebagai berikut: “Asset misappropriation schemes, in which an employee steals or misisues the organization’s resources.” Menurut Arens, et al., (2008:186) penyalahgunaan (misappropriation) aset adalah kecurangan yang melibatkan pencurian aset entitas. Istilah penyalahgunaan aset biasanya digunakan untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam organisasi. Penyalahgunaan aset biasanya dilakukan pada tingkat hierarki organisai yang lebih rendah. Beberapa fraud yang termasuk dalam penyalahgunaan aset, antara lain: 1. Cash fraud 27 Cash fraud atau kejahatan dengan melibatkan kas (uang) dibedakan menjadi dua, yaitu skimming dan lancerny. Skimming adalah pemindahan kas dari organisasi korban sebelum dimasukkan ke dalam sistem akuntansi organisasi. Karena sifatnya ini, skimming dikenal sebagai skema off-book frauds. Skema off-book fraud adalah skema fraud yang paling sulit dibuktikan oleh auditor karena tidak meninggalkan jejak audit. Hal ini disebabkan pelaku mencuri atau menggelapkan kas sebelum sempat dicatat dalm pembukuan atau akuntansi organisasi. Skimming biasanya dibagi lagi menjadi beberapa kategori, antara lain: a. Penjualan yang tidak tercatat (unrecorded sales) b. Penjualan dan piutang yang di bawah nilai (understated sales and receivables) c. Pencurian cek (theft of checks) d. Receivable skimming e. Checks tampering f. Billing schema g. Payroll and expenses reimbursement fraud h. Expenses reimbursement fraud 2. Ghost employee Ghost employee mengacu pada seseorang yang masuk dalam sistem penggajian yang sesungguhnya tidak bekerja atau tidak ada di perusahaan korban fraud. Metode ghost employee sangat jarang dilakukan tanpa ada kolusi antara bagian penggajian dan bagian lain. 3. Asset requisitions and transfers fraud Asset requisitions and transfers fraud biasanya dilakukan ketika perusahaan memiliki beberapa lokasi gudang yang terpisah dimana antara gudang yang satu dan gudang yang lain terpisah jaraknya. Persediaan atau aset fisik dapat dicuri dengan alibi pemindahan aset ke gudang lain 4. Purchasing and receiving schema Purchasing and receiving schema biasanya dilakukan dalam pembelian barang yang tidak diperlukan hanya untuk mengejar bonus dari supplier 28 5. False shipment False shipment dibuat untuk menutupi pencurian yang dilakukan dengan menerbitkan nota pengiriman seakan-akan inventory dan aset lainnya yang dicuri itu dijual. 2.2.3.3 Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) Definisi kecurangan laporan keuangan menurut ACFE (2012) dalam Report to The Nations on Occapational Fraud and Abuse, adalah: “Financial statement fraud schemes, in which an employee intentionally causes a misstatement or omission of material information in the organization’s financial reports.” Secara lebih spesifik Rezaee (2005) mendefinisikan kecurangan laporan keuangan sebagai berikut: “Financial statement fraud is a deliberate attempt by corporations to deceive or mislead users of published financial statements, especially investors and creditors, by preparing and disseminating materially misstated financial statements”. Menurut Tjahjono dkk. (2013:103), kecurangan laporan keuangan didefinisikan sebagai kesalahan yang disengaja, pengaburan fakta-fakta material, atau akuntansi yang menyesatkan dan dapat memengaruhi atau mengubah keputusan dan penilaian pembaca setelah mempertimbangkan fakta-fakta salah yang disajikan. Kecurangan laporan keuangan dilakukan dengan menyajikan laporan keuangan lebih baik dari sebenarnya (overstatement) dan lebih buruk dari sebenarnya (understatement). Laporan keuangan overstated dilakukan dengan melaporkan aset dan pendapatan lebih besar dari yang sebenarnya. Kecurangan ini bertujuan: 1. Meninggikan nilai kekayaan untuk mendapatkan keuntungan melalui penjualan saham, karena nilainya naik. 29 2. Untuk mendapatkan sumber pembiayaan atau memperoleh persyaratan yang lebih menguntungkan, dalam kaitannya untuk kredit perbankan atau kredit lembaga keuangan lain. 3. Untuk menggambarkan rentabilitas atau perolehan laba yang lebih baik. 4. Untuk menutupi ketidakmampuan dalam menghasilkan uang/kas. 5. Untuk menghilangkan persepsi negatif pasar. 6. Untuk memperoleh penghargaan/bonus karena kinerja perubahan baik. Cara-cara untuk mewujudkan jenis kecurangan tersebut di atas, antara lain dengan memasukkan dalam laporan keuangan: a. Penghasilan/pendapatan fiktif (fictious revenue). b. Penilaian akhir atas aset tidak tepat. c. Menyembunyikan kewajiban (concealed liabilities). d. Mencatat aktiva passiva pendapatan dan biaya pada periode akuntansi yang tidak tepat (timing deference). Biaya pendapatan tahun berjalan digeser ke tahun sebelumnya atau sesudahnya. Sebaliknya, pendapatan tahun lalu digeser je tahun berjalan dan pendapatan tahun yang akan datang digeser ke tahun berjalan. e. Menyembunyikan biaya antara lain dengan mengkapitalisasi biaya. f. Pengungkapan laporan keuangan yang tidak tepat (improper disclosures) seperti tidak diungkapkannya kewajiban bersyarat (contingence liabilities) atau kejadian-kejadian penting yang berpengaruh negatuf terhadap pos-pos laporan keuangan. Kejadian penting yang seharusnya diungkap antara lain: Perusahaan pada tahun buku yang dilaporkan dalam laporan keuangan terlibat perkara di pengadilan yang apabila nanti kalah terkena kewajiban yang sangat material. Lokasi usaha (misalnya berupa pabrik) terkena ketentuan tata kota sehingga pabrik harus dipindah/ditutup. Penilaian aset tidak tepat (inproper aset valuation) yaitu penilaian yang tidak sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum dengan 30 sengaja agar laporan keuangan tampak lebih baik dari yang sebenarnya. Pada sisi lain, kecurangan laporan keuangan dilakukan untuk menekan laba (revenue understatement) dalam rangka menghindari atau memperkecil pengenaan pajak penghasilan badan. Menurut Karyono (2013:98) dalam bukunya Forensic Fraud, pendeteksian atas kecurangan laporan keuangan antara lain dilakukan dengan membandingkan hasil analisis atas laporan tersebut dengan laporan periode sebelumnya, Perbandingan tersebut dapat juga berupa perbandingan data keuangan. Deteksi atas kecurangan laporan keuangan antara lain dengan melakukan: 1. Analisis Vertikal Merupakan analisis antara item-item laporan Keuangan (neraca, Laporan Laba-Rugi, dan laporan Arus Kas) dan membandingkan nya dengan tahun lalu dan digambarkan dalam perentase. Bila hasilnya terjadi perbedaan yang tidak wajar menunjukkan adanya tanda-tanda fraud. 2. Analisis Horizontal Merupakan analisis perubahan item-item Laporan Keuangan selama beberapa periode pelaporan yang digambarkan dalam persentase. Bila hasil analisisnya terjadi perbedaan mencook, menunjukkan adanya gejala atau tanda-tanda kecurangan (fraud). 3. Analisis Rasio Merupakan analisis dengan membandingkan item-item dalam laporan keuangan. 2.2.4 Pengaruh Financial Stability, External Pressure, Personal Financial Need, dan Financial Target terhadap Kecurangan Laporan Keuangan. Financial Stability, Eksternal Pressure, Personal Financial Need, dan Financial Target merupakan faktor-faktor risiko kecurangan laporan keuangan yang disebutkan dalam SAS No. 99 yang termasuk dalam faktor risiko tekanan. Faktor-faktor tersebut dijelaskan oleh SAS No.99 dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kecurangn laporan keuangan. Lebih lanjut SAS No.99 31 menjelaskan tentang contoh-contoh atau kondisi yang menandakan kemungkinan terjadinya kecurangan berkaitan dengan faktor-faktor risiko tersebut. 2.2.4.1 Pengaruh Financial Stability terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Menurut SAS No. 99, ketika stabilitas keuangan (financial stability) terancam oleh keadaan ekonomi, industri, dan situasi entitas yang beroperasi, manajer menghadapi tekanan untuk melakukan financial statement fraud. Lebih lanjut SAS No. 99 menyebutkan beberapa indikasi yang mengidentifikasikan terancamnya kestabilan keuangan perusahaan adalah: 1. Tingginya kompetisi atau kejenuhan pasar, diikuti oleh penurunan keuntungan. 2. Tingginya kerentanan terhadap perubahan yang cepat, seperti perubahan teknologi, keusangan produkm atau tingkat suku bunga. 3. Permintaan konsumen yang menurun secara signifikan dan meningkatnya kegagalan bisnis dalam industri atau ekonomi secara keseluruhan. 4. Kerugian operasi yang mengancam kebangkrutan, penyitaan, atau pengambilalihan. 5. Arus kas dari aktivitas operasi negatif yang berulang-ulang atau ketidakmampuan untuk menghasilkan kas dari aktivitas operasi ketika melaporkan pendapatan. 6. Kebijakan akuntansi, undang-undang, atau peraturan yang baru. Skousen et al., (2009) memproksikan stabilitas keuangan dengan tingkat perubahan atau pertumbuhan aset perusahaan. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikendalikan oleh entitas yang diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomi di masa mendatang bagi entitas. Aset merupakan cerminan kekayaan perusahaan yang dapat menunjukkan outlook dari suatu perusahaan. Sebuah perusahaan dikatakan besar atau kecil dapat dilihat dari total asetnya. Semakin banyak aset yang dimiliki, maka perusahaan itu termasuk perusahaan yang besar dan memiliki citra yang baik. Hal tersebut tentunya menjadi daya tarik bagi para 32 investor, kreditur, maupun pengambil keputusan lainnya. Sebaliknya, apabila tingkat perubahan aset perusahaan semakin kecil atau bahkan negatif, maka hal tersebut menandakan bahwa kondisi keuangan perusahaan tidak stabil dan dianggap tidak mampu beroperasi dengan baik. Manajemen seringkali mendapat tekanan untuk menunjukkan bahwa perusahaan itu telah mampu mengelola aset dengan baik sehingga laba yang dihasilkannya pun juga banyak dan nanti pada akhirnya akan meningkatkan bonus yang diterimanya dan akan menghasilkan return yang tinggi pula untuk para investor. Karena alasan itulah, manajemen memanfaatkan laporan keuangan sebagai alat untuk menutupi kondisi stabilitas keuangan yang buruk dengan melakukan fraud. 2.2.4.2 Pengaruh External Pressure terhadap Kecurangan Laporan Keuangan SAS No. 99 mengatakan, saat tekanan yang berlebihan dari pihak eksternal terjadi, terdapat risiko kecurangan terhadap laporan keuangan. Beberapa contoh kondisi ini dapat dilihat dari: 1. Tingkat profitabilitas atau ekspektasi yang tinggi dari para analisis investasi, lembaga-lembaga investasi, kreditor yang berpengaruh, atau pihak eksternal lainnya (khususnya ekspektasi-ekspektasi yang agresif atau tidak realistik), termasuk ekspektasi yang dibuat oleh manajemen terlalu optimis dalam siaran pres atau laporan keuangan. 2. Perusahaan sedang membutuhkan tambahan utang atau pendanaan modal untuk dapat tetap kompetitif, termasuk untuk pendanaan penelitian dan pengembangan yang besar. 3. Kemampuan untuk memenuhi persyaratan di bursa atau persyaratan peminjaman atau pembayaran hutang. Kemampuan perusahaan untuk memenuhi peryaratan di bursa, mendapatkan pinjaman atau membayar utang telah diakui sebagai sumber terbesar dari tekanan eksternal. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Vermeer (2003), Press dan Weintrop (1990), De 33 Angelo et al., (1994) (dalam Skousen et al., 2009), bahwa pada perusahaan yang memiliki tingkat utang yang tinggi sering diikuti oleh kenaikan komponen akrual yang berasal dari earning management. Oleh karena itu, proksi leverage digunakan untuk mengukur tekanan eksternal. Untuk mendapatkan pinjaman dari pihak eksternal, perusahaan harus diyakini mampu untuk mengembalikan pinjaman yang telah diperolehnya. Apabila perusahaan memiliki leverage yang tinggi, berarti perusahaan itu memiliki hutang yang besar dan risiko kredit yang dimiliki juga tinggi. Karena memiliki risiko kredit yang tinggi, maka terdapat kekhawatiram bahwa pada nantinya perusahaan tidak mampu untuk mengembalikan pinjaman modal yang diberikan. Oleh karena itu, perusahaan harus menyelamatkan diri dari kondisi yang demikian agar tetap dianggap mampu untuk mengembalikan pinjaman. Pada leverage ratio, Obeus (1990, dalam Hutomo, 2012) menyatakan bahwa leverage yang lebih besar dapat dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan pelanggaran pada perjanjian kredit. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Lou dan Wang (2009) yang menyatakan bahwa ketika perusahaan mengalami tekanan eksternal perusahaan, dapat diidentifikasi risiko salah saji material yang lebih besar akibat kecurangan. 2.2.4.3 Pengaruh Personal Financial Need terhadap Kecurangan Laporan Keuangan Salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan kecurangan dalam laporan keuangan menurut SAS No.99 adalah kebutuhan keuangan individu. Kondisi-kondisi berikut ini dapat memberikan informasi yang menunjukan keadaan kebutuhan keuangan pribadi manajemen atau jajaran direksi sangat dipengaruhi oleh kondisi finansial perusahaan: 1. Kepentingan keuangan oleh manajemen yang signifikan 2. Manajemen memiliki bagian kompensasi yang signifikan yang bergantung pada pencapaian target agresif untuk harga saham, hasil operasi, posisi keuangan, atau arus kas manajemen 3. Menjaminkan harta pribadi untung utang entitas. 34 Salah satu cara untuk melihat kondisi-kondisi tersebut adalah dengan melihat kepemilikan manajerial yang dapat diketahui dari ada tidaknya kepemilikan saham oleh orang dalam. Dengan adanya sebagian saham yang dimiliki oleh eksekutif perusahaan akan mempengaruhi kebijakan manajemen yang dibuat dalam mengungkapkan kinerja keuangan perusahaan. Akibat dari adanya kepemilikan ini, para manajer akan mendapat tekanan untuk lebih bersikap hati-hati dalam menyajikan laporan keuangan dan lebih bersemangat dalam meningkatkan nilai perusahaan serta dapat memotivasi manajer untuk bekerja sesuai dengan kepentingan prinsipal. (Brigham dan Houston, 2006: 27). 2.2.4.4 Pengaruh Financial Target terhadap Kecurangan Laporan Keuangan SAS No. 99 mengatakan risiko keberadaan tekanan berlebihan pada manajemen untuk mencapai target keuangan yang dipatok oleh direksi atau manajemen, termasuk tujuan-tujuan penerimaan insentif dari penjualan maupun keuntungan. Skousen et al., (2009) mengatakan bahwa Return on Asset (ROA) sering digunakan dalam menilai kinerja manajer dan dalam perhitungan bonusbonus, kenaikan gaji, dan sebagainya. Sehingga ROA merupakan proksi untuk variabel target keuangan. ROA juga menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan untuk mengetahui seberapa efisien aset telah bekerja. Apabila ROA menunjukkan hasil yang negatif dapat diartikan bahwa laba perusahaan tersebut juga dalam kondisi negatif, yang berarti kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan aktiva belum mampu menghasilkan laba. ROA aktual yang telah dicapai tahun sebelumnya akan digunakan manajemen untuk menetapkan target keuangan tahun-tahun berikutnya. Jadi, dapat dilihat apakah pada tahun sekarang ini laba yang dihasilkan sudah mencapai target keuangan yang telah ditetapkan atau belum. Agar dianggap mampu untuk mencapai target keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya manajemen akan berupaya untuk melakukan manipulasi, misalnya dengan manipulasi laba. Summers dan Sweeney (1998, dalam Skousen et al.,, 2009) melaporkan bahwa ROA antara fraud firm dan non-fraud firm secara 35 signifikan berbeda. Sehingga, dapat disimpulkan semakin rendah ROA, maka perusahaan akan semakin rentan melakukan kecurangan laporan keuangan. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Hutomo (2012), walaupun dalam penelitiannya ROA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan. 2.3 Penelitian Terdahulu Lou dan Wang (2009) melakukan penelitian untuk menguji faktor risiko dari fraud triangle pada ratusan perusahaan yang listing di Taiwan Stock Exchange (TSE) dan Taiwan over-the-counter market (OTC) dari tahun 1996 – 2006. Beberapa proksi yang berpengaruh secara signifikan antara lain; analyst’s forecast error (AFE), debt ratio (LEV), directors and supervisors’ stock pledged ratio (PLEDGE), percentage of sales related party transaction (RPT%), historical restate times (RST), and number of auditor switch (ΔCPA). Peneitiannya juga membuktikan bahwa sebuah model logistik sederhana berdasarkan contoh faktor risiko kecurangan ISA 240 dan SAS 99 dapat mengukur kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan dan dapat menguntungkan praktisi. Skousen et al., (2009) melakukan penelitian secara empiris yang mengkaji efektivitas teori Cressey (1953) mengenai kerangka faktor resiko kecurangan yang diterapkan dalam SAS No.99 untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Skousen et al., mengembangkan variabel yang berfungsi sebagai ukuran proksi untuk tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi dan menguji variabel-variabel ini menggunakan informasi umum yang tersedia. Skousen et al., (2009) mengidentifikasi lima proksi tekanan dan dua proksi kesempatan yang secara signifikan berhubungan dengan kecurangan. Di Indonesia, Hutomo (2012) mencari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi, sehingga kecurangan (fraud) dapat terdeteksi, serta seberapa besar kemampuan rasio-rasio finansial yang terdiri dari likuiditas ratio (Cash ratio dan quick ratio), leverage ratio (debt to total asset), activity ratio (receivable turnover, inventory turnover), profitability ratio (gross profit margin, ROA, ROI), share ratio (earning per share, price earning ratio) mampu mendeteksi 36 kecurangan dalam pelaporan keuangan. Ia juga meneliti apakah ada kemungkinan perusahaan non-perbankan yang memiliki tren laba yang naik setiap tahunnya berpotensi melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan. Hasil penelitiannya menunjukkan hanya cash ratio dan ROI yang berpengaruh secara signifkan terhadap kecurangan. Kemudian Martantya (2013) juga mengadopsi penelitian Skousen et al., (2009) dengan menggunakan faktor risiko tekanan dan peluang pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasilnya rasio leverage dan pertumbuhan aset berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan yang diproksikan oleh earning management. Selain itu, banyaknya kasus kecurangan perbankan di Indonesia juga melatar belakangi penelitian Kusumawardhani (2013) untuk menggunakan fraud triangle dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Penelitiannya untuk mengetahui apakah financial stability, personal financial need, dan ineffective monitoring mempunyai pengaruh atau tidak terhadap financial statement fraud dalam perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek Indonesia. Hasilnya adalah bahwa variabel financial stability, personel financial need, dan ineffective monitoring berpengaruh terhadap earning management. Dari penelitian-penelitian di atas ditemukan bahwa fraud triangle sebagian besar digunakan dalam mendeteksi kecurangan pada laporan keuangan. Beberapa penelitian di atas juga membahas faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya fraud. Baik faktor internal maupun eksternal perusahaan nyatanya mempengaruhi terjadinya kecurangan pada laporan keuangan. Oleh karena penelitian mengenai fraud triangle di Indonesia masih sedikit dilakukan. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh faktor risiko dari fraud triangle terhadap kecurangan laporan keuangan yang diproksikan ke dalam rasiorasio keuangan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah objek penelitian yang digunakan serta menggunakan sampel perusahaan non-fraud untuk perbandingan sehingga dapat diketahui apakah terdapat perbedaan diantara kedua kelompok tersebut 37 2.4 Kerangka Pemikiran Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Agar bermanfaat, informasi harus memiliki karakteristik kualitatif yang diantaranya adalah keandalan. Keandalan yaitu kualitas informasi yang menjamin bahwa informasi secara wajar bebas dari kesalahan dan bias dan secara jujur menyajikan apa yang dimaksdu untuk dinyatakan (Hendriksen et al., 2006:140). Namun, persaingan bisnis yang tajam dalam lingkungan yang semakin sulit seperti terjadinya krisis finansial global, diperkirakan telah mempengaruhi pelaku bisnis dalam berbagai aspek. Kondisi tersebut juga memotivasi para pelaku bisnis untuk menyamarkan kondisi perusahaan yang mengalami masalah keuangan. Tindakan yang dilakukan yakni dengan melakukan pendistorsian terhadap informasi keuangan yang akan disampaikan kepada publik. Hal ini dibuktikan dalam lebih dari dua dekade ini bahwa kejadian kecurangan laporan keuangan telah meningkat secara substansial (Rezaee, 2005). Dengan adanya kecurangan laporan keuangan tersebut, menyebabkan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan acuan pengambilan keputusan. Tindak kecurangan tersebut pada akhirnya akan merugikan pengguna laporan keuangan karena informasi yang terkandung di dalamnya sangat menyesatkan. Oleh karena itu, sebagaimana diungkapkan dalam SA Seksi 110, bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan memperoleh bukti empiris apakah variabel yang diteliti berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan serta bagaimana hubungannya. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan erjadinya kecurangan laporan keuangan, sehingga kecenderungan kecurangan laporan keuangan dapat dideteksi dini oleh pengguna. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat variabel independen yang mengacu pada faktor risiko kecurangan yang telah diungkapkan oleh 38 Cressey (1953) yang diadopsi dalam SAS No.99 dan kemudian diproksikan ke dalam rasio keuangan sebagaimana dipaparkan dalam penelitian Skousen et al., (2009). Empat variabel independen tersebut terdiri dari stabilitas keuangan (financial stability), kebutuhan keuangan personal (personal financial need), tekanan eksternal (external pressure), dan target keuangan (financial target). Menurut Sugiyono (2008:89), kerangka pemikiran merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis. Adapun hubungan variabel-variabel dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran SAS No.99 Fraud Risk Factors Proxies Financial Statement - Financial Stability - External Pressure - Financial Personal Need - Financial Target - ACHA - LEV - OSHIP (BAPEPAM Annual - ROA Report 2002-2006) (AICPA, 2002) (Skousen et al., 2009) Fraud 39 2.5 Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2008:93) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada faktafakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, maka hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Terdapat perbedaan kondisi financial stability, personal financial need, external pressure,dan financial target pada perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan dengan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. H2 : Financial stability dengan proksi persentase perubahan aset (ACHA) berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. H3 : Personal financial need dengan proksi persentase kepemilikan saham oleh orang dalam (OSHIP) berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. H4 : External pressure dengan proksi rasio leverage (LEV) berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. H5 : Financial target dengan proksi rasio return on asset (ROA) berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan. H6 : Financial stability, personal financial need, external pressure,dan financial target secara simultan berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.