Journal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 21 Pembentukan Karakter Siswa dan Profesionalisme Guru Melalui Budaya Literasi Sekolah Baharuddin Pendidikan Luar Sekolah, STKIP Muhammadiyah Enrekang. SulSel, 91712 [email protected] Abstrak:Artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan dan mempertegas akan pentingnya menghidupkan budaya literasi di sekolah. Artikel ini menggunakan studi literatur untuk mengkaji permasalahan literasi secara mendalam. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa literasi dapat berfungsi sebagai modal dalam meningkatkan kompetensi siswa dan guru serta membantu dalam pembentukan karakter para siswa serta meningkatkan profesionalisme guru. Kata kunci: Literasi, Karakter, Profesionalisme Abstract: This article aims to reveal and reinforce the importance of cultural literacy at school turn. This article uses literature study to assess the literacy issues in depth. The study showed that reviving the school literacy culture can be capital in improving the competence of students and teachers, assist in the formation of student character, and improve the professionalism of teachers and can deliver effective schools into schools. Keywords: Literacy, Character, Professionalism Reformasi dalam bidang pendidikan Pendahuluan Jatuhnya Soeharto dari pada dasarnya merupakan reposisi dan kekuasaan pada Mei 1998, berikut bahkan rekonstruksi pendidikan secara dengan krisis moneter, ekonomi dan keseluruhan. Reformasi, reposisi dan politik telah mendorong reformasi rekonstruksi pendidikan jelas harus bukan hanya dalam bidang politik dan melibatkan penilaian kembali secara ekonomi tetapi juga dalam bidang kritis pencapaian dan masalah-masalah pendidikan. Bahkan tantangan berat yang dihadapi pendidikan nasional dan dewasa kompleksitas dihadapi masa yang ini. Reformasi pendidikan pasca- merupakan konsep perubahan ke arah reformasi peningkatan mutu pendidikan yang pendidikan ini bersifat sangat urgen lebih baik. Reformasi itu harus mulai dan mendesak (Azyumardi. A, 2002). diterapkan untuk merespon kondisi Soekarno Indonesia masalah menjadikan El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 22 pendidikan dewasa ini yang makin literasi. Kenapa literasi? Karena inilah terpuruk. masalah krusial yang sampai hari ini Reformasi ini dapat dimulai belum mendapatkan perhatian serius dari reformasi diri yang dilakukan oleh dari semua elemen. Sebagai contoh sekolah banyak yaknimelakukan perbaikan guru, birokrat pendidikan proses pendidikan yang mencakup bahkan para pejabat di kedinasan yang perubahan psikologis, budaya, dan membidangi pendidikan yang belum sosial paham para pengelolanya (Mungin tentang literasi. Padahal Eddy Wibowo, 2002). Kepala sekolah persoalan literasi ini adalah adalah harus mereformasi diri menjadi kepala sebuah titik tolak dalam pembentukan sekolah yang kolaboratif, sehingga sebuah peradaban manusia. Bahkan menumbuhkan iklim sekolah yang dalam Islam perintah pertama yang demokratis. harus turun dalam kitan suci Al-Qur`an menyiapkan peserta didik menjadi adalah iqra yang artinya membaca, manusia seutuhnya membaca pekerti luhur.Sekolah Guru juga yang berbudi harus dapat apa saja yang tersurat ataupun yang tersirat. mewujudkan proses pembelajaran yang Guru, dosen, tenaga efektif. Pembelajaran efektif ditandai kependidikan, praktisi dan pemerhati oleh sifatnya yang menekankan pada pendidikan sangat penting mengetahui pemberdayaan aktif. tentang iqra (baca: literasi) sebab Pembelajaran bukan sekadar memorasi menurut Qurais Shihab (2013), bahwa bukan pula sekadar penekanan pada iqra tidak hanya dimaknai membaca penguasaan pengetahuan tentang apa tetapi juga dapat diartikan sebagai yang diajarkan, tetapi lebih pada mengajar, internalisasi tentang apa yang diajarkan mengetahui ciri-ciri sesuatu, membaca sehingga berfungsi fenomena alam, membaca fenomena sebagai muatan nurani dan dihayati sosial bahkan membaca diri sendiri dan serta dipraktikkan oleh siswa (Mungin kesemuanya ini merupakan bagian dari Eddy Wibowo, 2002). tugas dan tanggung jawab keseharianya siswa tertanam dan Salah satu budaya sekolah yang perlu direformasi adalah budaya selaku meneliti, pendidik kependidikan. mendalami, dan Sungguh, tenaga perintah Journal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 23 membaca merupakan sesuatu yang literasi, yakni baca tulis, pertanyaan paling berharga yang pernah dan dapat selanjutnya, apakah kita setiap hari diberikan kepada selalu Membaca dalam umat membaca, selalu menulis? maknanya Apakah yang kita baca dan tulis? adalah syarat pertama dan utama Berapa lama waktu yang dialokasikan mengembangkan ilmu dan teknologi, untuk kegiatan membaca dan menulis? serta Dan banyak lagi pertanyaan lain yang menjadi aneka manusia. syarat utama membangun peradaban sebab sejatinya semua peradaban yang dapat diajukan. berhasil Penting untuk dicatat beberapa bertahan lama justru dimulai dari suatu predikat bacaan (kitab). disematkan ke bangsa kita terkait Begitu sehingga urgennya harus literasi menjadi ini bahan tidak budaya terhormat literasi.Predikat yang berikut notabene merupakan hasil penelitian renungan bagi diri sendiri selaku beberapa pelaku pendidikan diantaranya Central Connecticut State berada di level manakah tingkat literasi Univesity, PISA dan UNESCO, yakni; kita sebagai individu? Apakah pada (a) menempati urutan 60 dari 61 negara tahap untuk dalam konteks minat baca nasional mendukung pekerjaan, literasi untuk (tahun 2016), (b) indeks minat baca: memecahkan persoalan, literasi untuk 0,001 (setiap 1.000 penduduk hanya membangun kehidupan keluarga, atau satu orang yang serius membaca), dan literasi untuk menunjang kehidupan (c) tingkat melek huruf orang dewasa: bermasyarakat? Jika sebagai individu 65,5 persen (Kompas, 29 Agustus kita masih berada di level baca tulis, 2016). Tidak mengherankan kenapa tidak salah dan juga tidak berdosa. indeks minat baca demikian karena Namun bukan berarti kita tidak perlu secara faktual di lapangan memang melakukan minat atau baca pemerhati tulis, baca literasi tulis. Karena baca lembaga internasional, masyarakat Indonesia bagaimanapun juga, tidak mungkin kita sangat rendah, hal itu bisa dilihat dari kembali ke jaman prasejarah, dimana kebiasaan orang-orang Indonesia yang budaya baca tulis belum muncul. Jika senang menonton kita masih berada di level terendah dibandingkan membaca yang lebih yang visualisati El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 24 bersifat imajinatif. Kebiasaan ini pun kondisi ekonomi tidak luput dialami oleh siswa-siswa di kurang mampu, jangankan terpikir sekolah. Menurut data Badan Pusat untuk membeli buku bacaan, untuk Statisitik (BPS), jumlah waktu yang memiliki biaya transportasi ke sekolah dihabiskan anak-anak Indonesia untuk pun terkadang menjadi hambatan bagi menonton televisi mencapai 300 menit mereka. per hari. Bandingkan dengan anak-anak Ketiga, pengaruh permainan (game) hari, di Amerika Serikat yang 100 variatif serta tayangan televisi yang menit per hari, atau di Kanada 60 menit semakin menarik, telah mengalihkan per hari (republika.co.id, 2015). perhatian anak dari buku. Tempat canggih dan (2016) hiburan yang makin banyak didirikan rendahnya kemampuan membaca para juga membuat anak-anak lebih banyak siswakarena dipengaruhi oleh beberapa meluangkan waktu ke tempat hiburan faktor, metode daripada membaca buku. Keempat, pembelajaran yang dijalankan guru. kebiasaan membaca juga dipengaruhi Umumnya siswa kelas rendah di oleh sekolah membaca yakni warisan orangtua. Seseorang dengan cara menghafal. Menghafal yang gemar membaca dibesarkan dari menjadi salah satu penghambat tingkat lingkungan baca anak. Anak-anak kita tidak begitu Lingkungan terdekatnya inilah yang kesulitan mengenali huruf, tapi kalau akan mempengaruhi seseorang untuk diminta memaknai isi bacaan, mereka mendekatkan diri pada bacaan, jadi lemah.Kedua,masih minimnya sarana seseorang tidak suka membaca karena untuk bacaan. memang sejak kecil dibesarkan oleh Andaipun harus membeli, harga buku orangtua yang tidak pernah mendekat- yang ada di pasaran relatif mahal. Hal kan dirinya pada bacaan. Lain halnya ini menyebabkan orang tua tidak dengan negara maju seperti Jepang, membelikan buku bacaan tambahan budaya membaca adalah suatu kebiasa- selain mengutamakan buku-buku yang an yang telah menjadi kebutuhan bagi diwajibkan masyarakatnya. Ibarat sandang, pangan yaitu: dasar Qusthalani makin yang Australia yang hanya 150 menit per Menurut yang masyarakat Pertama, diajarkan memperoleh oleh bahan sekolah. Apalagi faktor determinisme yang cinta genetik, membaca. Journal of Islamic Education Management 25 ISSN: 2461-0674 dan papan, membaca merupakan bagian dari kehidupan mereka. Baswedan (2014) Pendidikan dan selaku Menteri Kebudayaan yang mempublikasikan data tentang minat Metode Studi Artikel baca masyarakat Indonesia berdasarkan ini menggunakan metode studi literatur (literature study), yaitu suatu metode berupa pencarian referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang sedang dikaji. Adapun referensinya dieroleh melalui buku, jurnal, artikel, laporan penelitian dan situs-situs di internet. Sedangkan prosedurnya ada tiga tahap, yakni; pengumpulan data, analisis, dan kesimpulan. (UNESCO) pada 2012, indeks minat membaca masyarakat Indonesia baru mencapai angka 0,001. Artinya, dari setiap 1.000 orang Indonesia hanya ada 1 orang saja yang punya minat baca. Hasil penelitian ini menjadi peringatan (warning) betapa negara kita sangat tertinggal jauh pada persoalan minat Pendidikan dan Kebudayaan Republik Sebagai Laboratorium Indonesia 85 persen penduduk Indonesia sudah melek huruf. Literasi Sebagaimana disampaikan diatas bahwa berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA)pada tahun 2015 yang meneliti tentang kemampuan membaca siswa lintas negara yang menyebutkan membaca Scientific and Cultural Organization baca meskipun menurut Kementerian Pembahasan Sekolah data dari United Nations Educational bahwa siswa kemampuan di Indonesia menduduki urutan ke-69 dari 76 negara yang disurvei. Hasil itu lebih rendah dari Vietnam yang menduduki urutan ke-12 dari total negara yang disurvei (harianjogja.com, 2015). Adapun Anis Secara sederhana literasi dapat dimaknai sebagai melek baca dan melek tulis. Tidak buta huruf alias tahu huruf. Namun pada konteks sekarang ini, apakah literasi cukup dimaknai sesederhana itu sehingga perlu diubah atau ditambah? Jawabannya bisa ya, namun juga bisa tidak. Jawabannya sangat tergantung pada setiap individu masing-masing. Beda latar belakang seseorang, mungkin memaknai literasi dengan berbeda pula. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Harste El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare 26 Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 (2003) bahwa saat ini setiap orang atas dasar perkembangan jaman dan telah teknologi yang kian pesat. Diantaranya memunyai pemahaman yang beragam tentang literasi. lembaga tersebut adalah American National Institute for Literacy Center for Teaching (Arifin, 2016) (2006) mendefinisikan literasi sebagai mengklasifikasikan kemampuan individu untuk membaca, menjadi lima jenis, yakni: (i) literasi menulis, berbicara, menghitung dan media, (ii) literasi komputer, (iii) memecahkan masalah pada tingkat literasi digital, (iv) literasi informasi, keahlian dan (v) literasi teknologi. yang diperlukan dalam jenis literasi pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Literasi Media; merujuk pada Terasa sangat kompleks dan dinamis. definisi Center for Media Literacy Satu hal yang perlu digarisbawahi dari (1992), definisi di atas adalah “kemampuan kemampuan untuk individu”. Pada level ini, seseorang menganalisis, mengevaluasi, dituntut tidak hanya mampu membaca, memroduksi komunikasi dalam bentuk menulis, berbicara, dan menghitung yang beragam. Poin penting dari jenis saja, tetapi mampu berliterasi dalam literasi media adalah bahwa seseorang rangka memecahkan persoalan multi- mampu berpikir secara kritis tentang bidang, termasuk pekerjaan, keluarga apa yang mereka dengar, lihat, dan dan baca masyarakat.UNESCO (2003) literasi dari media buku, merupakan mengakses, koran, dan majalah, bahkan merinci definisi dari literasi televisi, radio, film, musik, iklan, sebagai seperangkat keterampilan yang internet, video game, dan teknologi mandiri, literasi sebagai proses belajar, baru yang muncul. Livingstone (2004) dan literasi sebagai teks. mendefinisikan literasi media sebagai Pada akhirnya, konsekuensi logis dari pergeseran makna kemampuan untuk mengakses, meng- tersebut analisis, mengevaluasi, dan membuat kemudian berimplikasi pada muncul- pesan dalam berbagai konteks. Konteks nya beragam jenis literasi. Beberapa yang dimaksud meliputi konteks sosial lembaga dan ahli telah mengklasi- dan konteks kultural. fikasikan jenis literasi hingga menjadi Literasi media ini adalah jenis lebih bervariasi. Klasifikasi ini lahir literasi yang sudah umum kita temukan Journal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 dalam masyarakat apalagi 27 dalam digunakan di sekolah baik melalui lingkungan sekolah. Sekolah dapat komputer monitor, maupun laptop dan mengembangkan literasi media ini notebook dan sudah bisa diakses oleh dengan teks guru maupun siswa. Oleh karenanya papan sekolah perlu menyediakan komputer inforamasi, televisi, bahkan internet atau laptop untuk dijadikan sebagai yang disediakan oleh sekolah untuk salah satu media pembelajaran dalam memberikan pemahaman kepada siswa rangka akan pentingnya memanfaatkan media- literasi para siswa bahkan guru dan media pegawai sekolah. pemanfaatan pelajaran, majalah tersebut buku sekolah, dalam menunjang kemampuan literasinya. Literasi komputer kemampuan Literasi Digital;Gilster (dalam Komputer; dapat meningkatkan diartikan literasi Lankshear dan Knobel, 2006) sebagai menjabarkan literasi digital sebagai kemampuan seseorang untuk bentuk kemampuan untuk memahami memanfaatkan komputer berikut dan menggunakan informasi dalam perangkat lunaknya (software) dalam berbagai bentuk dan berasal berbagai rangka sumber. Literasi digital tidak hanya menyelesaikan tugas-tugas praktis sehari-hari. William (2002) sekedar menyatakan bahwa literasi komputer untuk mengoperasikan peralatan digital sebagai literasi dengan teks digital. Hal secara memadai. Lebih dari itu, literasi ini pada digital mencakup beragam keterampil- prinsipnya literasi jenis ini berkaitan an kognitif yang dibutuhkan dalam erat dengan penggunaan software dan memanfaatkan program yang ada di komputer. Pada pekerjaan pada bidang digital. Contoh praktiknya, bentuk penerapan literasi digital adalah tentu komputer dengan beralasan, sebenarnya tidak jenis khususnya karena dapat literasi literasi literasi dipisahkan yang digital. lain, Secara prinsip kedua jenis literasi tersebut menggunakan media yang sama. Literasi komputer ini juga sudah umum browsing kemampuan dan internet, secara teknis menyelesaikan bekerja dengan database, chatting dengan menggunakan media sosial, dan lain sebagainya. Literasi digital ini sudah sangat massif untuk era digital seperti sekarang ini dan dikonsumsi oleh El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 28 semua lapisan masyarakat termasuk infrormasi merupakan bentuk keahlian siswa-siswa di sekolah. Menyikapi hal seseorang ini pihak sekolah berpeluang untuk memilah informasi secara efektif untuk memanfaatkan era digital ini sebagai membantu media lain dalam membekali siswa- dan pengambilan keputusan. siswa akan cakrawala baru melalui kecanggihan teknologi informasi dalam memperoleh mengatasi Dewasa informasi ini, dapat dan permasalahan praktek literasi dengan mudah berupa browsing di internet maupun dijumpai. Contoh bentuk literasi adalah melalui media sosial. Khusus untuk penggunaan media sosial,guru perlu memberikan internet untuk memperkuat basis teori perhatian khusus kepada siswa (sebagai sebuah karya ilmiah. Dengan semakin pengguna) sebab banyak informasi mudahnya negatif semakin (termasuk bullying) yang bertebaran di media sosial. Literasi referensi akses mudah ilmiah dari internet, pula maka memperoleh referensi secara online. Namun ketika Informasi; menurut seseorang memerlukan sebuah American Library Association (2000) informasi yang bersumber dari internet, mengartikan literasi informasi sebagai perlu dipastikan bahwa informasi yang kemampuan untuk mengetahui kapan diinginkan seseorang informasi, Karena saat ini, informasi yang beredar menempatkan, di dunia maya tidak selalu benar, menggunakan bahkan seringkali bohong (hoax). membutuhkan mengidentifikasi, mengevaluasi, dan secara efektif informasi tersebut untuk Literasi memecahkan masalah yang dihadapi. bermanfaat Terminologi memperkaya literasi informasi tersebut adalah informasi ini valid. sangat bagi para guru untuk wawasan maupun sebenarnya sudah diperkenalkan sejak referensi dalam melaksanakan tugas lama. mengajarnya. Model-model pembela- Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Paul G. Zurkowski jaran pada pertengahan tahun 1974 (Pattah, diunggah di internet yang dipublis 2014). Sejalan dengan definisi di atas, melalui jurnal ilmiah. Namun guru Versoza 2014) perlu kehati-hatian dan selektif untuk literasi melakukan verifikasi informasi yang (dalam mengemukakan Pattah, bahwa yang termutakhir banyak Journal of Islamic Education Management 29 ISSN: 2461-0674 ada dengan berbagai cara, diantaranya adalah: (i) memastikan identitas Sekolah pendidikan sebagai formal, membutuhkan penulis secara jelas, (ii) memastikan peran bahwa laman yang dirujuk adalah kepentingan, yaitu kepala sekolah, laman yang kredibel dan terpercaya, guru, tenaga pendidik, dan pustakawan (iii) untuk mempengaruhi dan memfasilitasi melihat pengutipan jumlah yang sitasi merujuk atau laman aktif lembaga para pengembangan pemangku komponen literasi tersebut, dan dengan cara lainnya peserta didik. Selain itu, diperlukan (Adip Arifin, 2016). juga pendekatan cara belajar-mengajar Literasi teknologi Teknologi; dapat kemampuan teknologi untuk dimaknai untuk secara literasi yang keberpihakannya jelas tertuju sebagai kepada komponen-komponen literasi menggunakan bertanggungjawab berkomunikasi, memecahkan ini. Sebagai langkah awal, disimpulkan bahwa kepentingan kan, lingkungan literasi ini. informasi untuk dan membuat Lebih pengetahuan spesifik dan Lynch (1998) mengemukakan bahwa komponen dari literasi teknologi adalah pemahaman tentang bagaimana prinsip teknologi bekerja. Pemahaman tersebut diharapkan dapat membantu seseorang dalam memanfaatkan produk teknologi masa kini untuk mempermudah pekerjaan. Karena pada diciptakan prinsipnya untuk terciptanya Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah Agar sekolah mampu menjadi keterampilan sepanjang hayat di abad 21. untuk meningkatkan pembelajaran pada semua bidang guna memperoleh diperlukan perubahan paradigma semua pemangku masalah, mengakses, mengintegrasimengevaluasi, dapat teknologi mempermudah pekerjaan manusia, bukan sebaliknya. garis depan dalam pengembangan budaya literat, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi Lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare itu, Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 30 lingkungan fisik perlu terlihat ramah semua aspek. Prestasi yang dihargai dan pembelajaran. bukan hanya akademik, tetapi juga mendukung sikap dan upaya peserta didik. Dengan kondusif untuk Sekolah yang pengembangan budaya literasi demikian, setiap peserta didik sebaiknya memajang karya peserta mempunyai kesempatan untuk didik dipajang di seluruh area sekolah, memperoleh penghargaan sekolah. termasuk kepala Selain itu, literasi diharapkan dapat sekolah dan guru. Selain itu, karya- mewarnai semua perayaan penting di karya peserta didik diganti secara rutin sepanjang tahun pelajaran. Ini bias untuk memberikan kesempatan kepada direalisasikan dalam bentuk festival semua peserta didik. Selain itu, peserta buku, didik dapat mengakses buku dan bahan karnaval bacaan lain di Sudut Baca di semua sebagainya. koridor, kantor kelas, kantor, dan area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan lomba poster, tokoh Pimpinan mendongeng, buku cerita, sekolah dan selayaknya pajangan berperan aktif dalam menggerakkan karya peserta didik akan memberikan literasi, antara lain dengan membangun kesan positif tentang komitmen sekolah budaya terhadap tenaga pengembangan budaya kolaboratif antarguru kependidikan. dan Dengan literasi. demikian, setiap orang dapat terlibat Mengupayakan lingkungan sosial dan sesuai afektif sebagai model komunikasi dan Peran orang tua sebagai relawan interaksi yang literat gerakan Lingkungan sosial dan afektif kepakaran literasi masing-masing. akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam dibangun melalui model komunikasi pengembangan budaya literasi. dan Mengupayakan interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang penghargaan tahun. dapat Pemberian dilakukan saat sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat upacara bendera setiap minggu untuk dari perencanaan dan pelaksanaan menghargai kemajuan peserta didik di gerakan literasi di sekolah. Sekolah Journal of Islamic Education Management 31 ISSN: 2461-0674 sebaiknya memberikan alokasi waktu kasus amoral seperti pelecehan seksual, yang kekerasan cukup banyak untuk fisik dan pembelajaran literasi. Salah satunya mengancaman dengan menjalankan lainnya. Ironinya pelaku atas kekerasan membaca dalam hati kegiatan dan guru dan mental, kasus-kasus ini bukanlah orang luar tetapi para membacakan buku dengan nyaring tokoh yang mendapat mandat selama 15 menit sebelum pelajaran mendidik generasi yaitu para guru atau berlangsung. tenaga kependidikan atau bahkan para Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk sesama pelajar. untuk Bentuk-bentuk kekerasan mengikuti program pelatihan tenaga sebagaimana diutara diatas lebih umum kependidikan peningkatan kita kenal dengan istilah bullying. pemahaman tentang program literasi, Bullying menurut para ahli adalah pelaksanaan, dan keterlaksanaannya. kekerasan untuk yang diterima oleh seseorang baik dalam bentuk fisik Pendidikan Karakter dalam Bingkai Literasi terjadi pendidikan sesuatu psikis. Menurut psikolog Andrew Mellor Alexander sebagai- Maraknya yang maupun kasus di lembaga-lembaga akhir-akhir yang kekerasan sangat ini adalah merisaukan. Bagaimana tidak, lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi wadah untuk melakukan proses pembelajaran dan pengembangan diri berubah menjadi tempat yang menyeramkan nan penuh intimidasi. Adalah sebuah hal yang sangat ironi disaat pemerintah berusaha menggalakkan penerapan pendidikan karakter di lingkungan sekolah justru dijawab dengan penyebaran kasus- mana dikutif Christie Setiawan (2015), bullying terjadi adalah ketika pengalaman seseorang yang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan ia takut apabila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi sedangkan korban merasa tidak berdaya untuk mencegahnya. Bullying tidak lepas dari adanya kesenjangan power/kekuatan antara korban dan pelaku serta diikuti pola repetisi (pengulangan perilaku). Bullying ini sekolah yang tempat yang sungguh memilukan, seharusnya nyaman, El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare menjadi aman dan Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 32 mengasyikkan pendidikan menjadi untuk justru tempat menakutkan mendapatkan berubah yang dan kebencian. Bahkan penelusuran melalui wajah serta bertanggung. Secara eksplisit fungsi dan tujuan pendidikan nasional mengerikan, mengharapkan menyimpan pendidikan yang mampu menciptakan berdasarkan generasi yang berkualitas, berkarakter, media online sebuah kondisi dan berbudi pekerti luhur. (internet) pada periode bulan Oktober Salah satu terobosan yang bisa sampai November 2014 kasus bullying menjadi atau kekerasan anak/pelajar mencapai permasalahan pendidikan kita terutama 230 berita (Anis Baswedan, 2014). yang Menjawab persoalan diatas, solusi terkait atas kompleksitas dengan fenomena dekadensi moral para siswa adalah memang dibutuhkan sebuah model melalui pendidikan yang mampu memberikan Pendidikan solusi dan jawaban atas patologi sosial dipraktekkan dalam semua dimensi dalam lingkungan pendidikan kita ini. kehidupan termasuk dalam aktivitas Merujuak kepada fungsi pendidikan literasi sebagaimana dalam literasi yang dikembangkan di sekolah, Undang-Undang No.20 tahun 2003 Kepala Sekolah maupun guru dapat tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadikannya pasal Pendidikan media untuk menumbuhkan karakter Nasional berfungsi mengembangkan yang positif kepada para siswa atau kemampuan dan membentuk watak peserta didik melalui jenis-jenis literasi serta yang yang ada yakni, literasi media, literasi bermartabat dalam rangka mencerdas- informasi, literasi komputer, literasi kan kehidupan bangsa, bertujuan untuk digital berkembangnya potensi peserta didik Dibutuhkan agar menjadi manusia yang beriman kemampuan Kepala Sekolah dan guru dan bertakwa kepada Tuhan Yang dalam Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, karakter ini melalui aktivitas literasi. 3 yang tertuang menyebutkan peradaban bangsa pendidikan karakter sekolah. maupun karakter. ini Melalui sebagai kegiatan salah literasi satu teknologi. sensitifitas menerjemahkan dapat dan pendidikan berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan Kegiatan literasi dengan aneka menjadi warga negara yang demokratis ragamnya sangat berpotensi menjadi Journal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 33 Prinsip dan sarana untuk pembentukan karakter prosesnya. siswa sehinggaKepala Sekolah maupun menulis mandiri. Prinsip ini mencakup guru sangat diharapkan perannya untuk memperhalus membaca pemahaman, mengarahkan, memperluas membimbing, mendampingi para untuk melakukan aktivitas literasi secara membaca sebagai aktivitas belajar positif dan menjunjunng tinggi nilai- seumur hidup. Menulis mandiri juga nilai kemanfaatan. penting untuk pengembangan kecakapdalam Mengembangkan Nilai-nilai karakter Ada tiga kata, memperkaya sikap Literasi kosa skematis, menumbuhkan Kegiatan siswa dan membaca an siswa dalam tata bahasa dan ejaan. Aktivitas membaca dan menulis prinsip bimbingan mandiri menunjang proses perluasan dalam rangka membantu peserta didik pengalaman autentik sebagai konsep untuk menjadi literat, yaitu motivasi, dalam pembelajaran menyeluruh. membaca-menulis terpadu, dan membaca dan menulis mandiri (Cooper Suhendi, 2016). [1993] Prinsip belajar Integrasi literasi secara pendidikan karaker dalam dalamaktivitas literasi di sekolah dapat motivasi. dikembangkan dengan cara sebagai Prinsip ini bisa dibangun dengan berikut: lingkungan kelas literat (lingkungan diperoleh yang kaya akan media kebahasaan), mengandung sikap positif guru, dan partisifasi orang (kisah para nabi, ibadah dan amal tua. Prinsip pembelajaran membaca- sholeh, dan sebagainya). 2) Jujur: menulis terpadu. Prinsip ini dilandasi mampu mengulas atau menerangkan oleh kembali bacaan dengan benar. lima membaca alasan dan penting, menulis yaitu: 1) Sikap religius: dapat dari bacaan nilai-nilai yang keagamaan 3) sama-sama Toleransi: mampu menghormati dan merupakan proses membangun makna, menghargai pembaca di sekelilingnya, sama-sama, meliputi pengetahuan membaca dengan suara lirih, atau sama, meningkatkan membaca dalam hati. 4) Disiplin dan perkembangan tanggung-jawab: rajin membaca dan komunikasi, menggiring pada hasil mengembalikan buku tepat waktu. 5) proses prestasi, yang membantu yang bukan dihasilkan oleh salah satu Kerja keras dan rasa ingin tahu: El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 34 senantiasa mencari tahu fakta-fakta kan nilai-nilai karakter yang menjadi baru dengan berbagai sumber bacaan. harapan bangsa Indonesia. 6) Kreatif dan mandiri: kreatif dalam Menghidupkan budaya literasi di memecahkan persoalan yang muncul lingkungan sekolah berarti kita telah dengan banyak membaca pengalaman membuka dan secara generasi menjadi generasi unggul dan Demokratis, semangat berkarakter, pantang menyerah, dan kebangsaan, cinta tanah air, cinta mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi damai: dengan sebab hasil bacaan akan memberikan membaca cerita kepahlawanan, bela provokasi positif untuk ingin tahu lebih negara, banyak dan lebih banyak lagi. kisah seorang mandiri. 7) dapat tokoh diperoleh cerita orang-orang sukses membangun bangsa, dan lain-lain. 8) Menghargai prestasi: senantiasa merawat dan membaca buku karya seseorang yang bermanfaat. Bersahabat/komunikatif, 9) gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial: sikap ini diperoleh dari isi materi/konten cerita yang berhubungan kemanusiaan, bersahabat alam, dalam dan saling tempat literasi (perpustakaan, taman bacaan, dan lainlain). 10) Rajin menulis: pintu untuk mendidik Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Literasi Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) United Indonesia Nations menurut laporan Deelopment Programme (UNDP) pada Maret 2013 berada pada urutan 121 dari 185 negara (Suwandi, 2015). Data ini mencakupi aspek tenaga kerja, kesehatan, dan pendidikan. Indonesia telah mengalami dapat peningkatan peringkat dibandingkan dituangkan dengan cara memberikan tahun sebelumnya (peringkat 124 dari komentar, rangkuman, catatan kecil, 187 negara pada tahun 2012). Posisi resume inti dari isi bacaan dengan tersebut menempatkan Indonesia pada maksud hasil dari membaca tersebut kelompok menengah. Skor nilai HDI tetap melekat dalam waktu yang lama Indonesia sebesar 0,684, atau masih di daan menjadi kebiasaan yang otomatis. bawah rerata dunia sebesar 0,702. dan masih banyak lagi manfaat dari Peringkat dan nilai HDI Indonesia kegiatan literasi dalam mengembang- Journal of Islamic Education Management 35 ISSN: 2461-0674 masih di bawah rerata dunia dan di meningkatkan bawah keunggulan empat negara di wilayah ASEAN (Singapura, Brunei, Malaysia, yang dan Thailand). menggaransi daya saing Indonesia. berkualitaslah dan Pendidikan yang mampu keberhasilan upaya Kemampuan anak Indonesia usia tersebut. Dimana pendidikan yang 15 tahun di bidang matematika, sains, berkualitas hanya akan lahir jika guru dan membaca dibandingkan dengan sebagai ujung tombak juga mempunyai anak-anak lain di dunia juga masih kualitas rendah. perkembangan Hasil International Programme Student for yang tinggi. Dewasa ini ilmu pengetahuan, Assessment teknologi, dan seni serta tuntutan (PISA) 2012, Indonesia berada di perubahan kehidupan lokal, nasional, peringkat ke-64 dari 65 negara yang dan berpartisipasi dalam tes. Penilaian itu terhadap kualitas pendidikan tidak bisa dipublikasikan oleh the Organization ditawar-tawar for pendidikan secara terencana, terarah, Economic Development Cooperation (OECD). and Indonesia global, dan akuntabilitas lagi. publik Pembaharuan berkesinambungan hanya sedikit lebih baik dari Peru yang dilakukan. berada di peringkat terbawah. Rerata memiliki kesiapan dalam memberikan skor matematika anak- anak Indonesia respon yang positif terhadap berbagai 375, rerata skor membaca 396, dan tuntutan rerata skor untuk sains 382. Padahal, (Suwandi, 2015), terlebih pada tahun rerata skor OECD secara berurutan 2015 adalah 494, 496, dan 501 (Suwandi, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015). atau ASEAN Economic Community Setelah diketahui posisi HDI dan prestasi kita sudah masyarakat masuk pada (AEC). MEA menghadapkan kita pada tantangan kompetisi yang lebih besar. dibandingkan dengan prestasi literasi Untuk itulah, kualitas praktik dan hasil siswa dari negara-negara lain dan pendidikan perlu secara terus-menerus faktor-faktor yang mempengaruhinya, ditingkatkan. dirumuskan siswa kebutuhan diharapkan Indonesia perlu literasi Pendidikan perlu kebijakan dan Kurangnya budaya membaca dan strategi implementasi yang tepat untuk menulis bukan saja terjadi pada diri El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 36 siswa, tapijuga pada diri mahasiswa berani melakukan inovasi-inovasi baru dan bahkan dosen di perguruan tinggi. atau mengimplementasikan program Fakta menunjukkan bahwa jumlah yang belum pernah dilakukan orang terbitan buku di Indonesia tergolong lain.Dan untuk bisa melakukan itu, rendah, tidak sampai 18.000 judul buku membaca adalah salah satu pintunya pertahun. Jumlah ini lebih rendah untuk membuka cakrawala dunia. Pada dibandingkan Jepang yang mencapai dasarnnya melalui aktivitas literasi, 40.000 judul buku pertahun, India banyak manfaat yang bisa didapatkan 60.000, dan China sekitar 140.000 oleh guru jika guru menghidupkan judul buku per tahun (Suwandi, 2015). budaya literasi (membaca, menulis) Jumlah produksi bukuIndonesia hampir antara lain sebagai berikut: sama dengan Vietnam dan Malaysia. Pertama, menulis menjadi Namun, jika dibandingkan dengan bagian dari pengembangan keprofesian jumlah penduduk berkelanjutan, masing-masing untuk pengusulan negara tersebut, produksi Indonesia kenaikan pangkat bagi jabatan guru. tergolong rendah. Salah satu pintu Kedua, hasil karya tulis bagi profesi masuk mampu guru dapat diikutsertakan pada lomba membawa perubahan akan permasalah- keberhasilan guru dalam pembelajaran an diatas adalah dengan menghidupkan atau lomba yang diperuntukkan bagi budaya literasi baik di lingkungan guru. Ketiga, mengungkapkan ide, sekolah maupun di luar sekolah. Bagi gagasan seorang guru, membaca, menulis, dan aktifitas menulis akan memperbaiki meneliti haruslah terinternalisasi dalam metode, keseharian sebab hal tersebut sudah pembelajaran. menjadi kebutuhan primer di era merupakan media untuk menemukan globalisasi dewasa ini. dan yang diharapkan Guru hendaknya tidak terjebak dan pemikiran strategi Keempat, memberikan memecahkan dan model menulis solusi masalah melalui dalam pendidikan. dalam tugas-tugas rutin belaka. Sebagai Kelima, menulis bermanfaat untuk pendidik yang kreatif, guru perlu pengembangan materi atau bahan ajar membuktikan diri mampu berpikir dan dalam mata pelajaran yang diampunya. bertindak “out of the box” dengan Keenam, tulisan yang dibuat oleh guru Journal of Islamic Education Management 37 ISSN: 2461-0674 akan menjadi investasi bagi dirinya akademik, kepribadian, untuk kepentingan akhirat. pedagogis. Doni A Koesoema Ketujuh, menulis akan (Wijaya Kusumah, sosial 2014) dan A menulis mengikat pengetahuan yang dimiliki bahwa pedagogi pendidikan karakter oleh Dengan harus komunikatif, reflektif, dan kritis. menulis,guru dapat membuka kembali Melalui kegiatan menulis, guru akan pemahamannya mengenai sesuatu yang mampu mengkomunikasikan dari apa ditulis dan mengembangkannya dengan yang ada dalam alam pikirannya, lebih menulis sekaligus melakukan refleksi diri dari berarti telah membudayakan kebiasaan apa yang telah dilakukannya. Selain yang positif untuk para siswanya, itu, sehingga jika muncul budaya menulis menjadi kritis dari kebijakan-kebijakan disekolah, akan pendidikan yang terkadang kurang meningkatkan kualitas pembelajaran bersahabat dengan pahlawan insan dikelas dengan adanya modul,lembar cendekia ini. Dengan demikian adalah kerja siswa, buku pembelajaran yang di sangat penting untuk menghidupkan tulis oleh guru tersebut. Kesembilan, budaya literasi baik di sekolah, di menjadi inspirator dan motivator bagi lingkungan orang lain. Guru yang rajin menulis lingkungan masyarakat untuk generasi dan tulisannya kreatif, inovatif dan Indonesia bermanfaat yang di sebarluaskan di Untuk berbagai media (dunia nyata /surat baca, ada baiknya kita hayati pesan dari kabar/buku, dunia Imam Al-Ghazali yang berbuyi “Kalau maya/blog) lambat laun akan menjadi kita bukan anak Raja dan bukan anak pribadi yang dikenal dan dijadikan dari ulama besar maka menulislah”. penulis itu mudah. sendiri. Kedelapan, maka media niscaya atau menulis juga membuat kerja yang terus guru maupun lebih di berkualitas. menggelorakan minat motivator/inspirator oleh semua orang. Menyadari akan manfaat menghidupkan budaya literasi lambat laun akan berpengaruh pada peningkatan profesionalisme guru yang dibangun di atas fondasi kompetensi Kesimpulan Di tengah tantangan globalisasi yang begitu kuat terasa saat ini, maka menjadi sebuah keniscayaan untuk menghidupkan budaya literasi terutama El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare 38 Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 di lingkungan sekolah. Sekolah sangat untuk perlu kebutuhan, untuk mengkondisikan diri menjadikan maka literasi sebagai akan menjadi menjadi sekolah yang ramah literasi. stimulus bagi guru untuk senantiasa Perpustakaan dimanfaatkan meningkatkan kinerjanya oleh karena secara maksimaldan membuka layanan sudah kaya akan referensi dan merasa yang berkualitas perlu diusahakan oleh tertantang Kepala Sekolah, inovasi-inovasi sekolah juga memberikan untuk terus demi pembelajaran melakukan peningkatan motivasi kepada para siswa dan juga kualitas di kelas. guru untuk senantiasa meningkatkan Demikian juga sekolah sebagai wadah minat bacanya dengan memanfaatkan bagi siswa dan guru akan menjadi fasilitas yang dimiliki sekolah. sekolah yang hidup, penuh inspirasi, Menghidupkan budaya literasi di dan menyenangkan bagi semua warga sekolah tidak hanya akan berefek sekolah sehingga pada akhirnya akan tunggal berupa kemampuan individu menjadi sekolah yang efektif. dalam baca tulis, dan pemanfaatan teknologi informasi namun berefek domino seperti turut mengantarkan para siswa menjadi siswa yang berkarakter, bermental petarung dengan semangat rasa ingin tahu yang tinggi, suka akan tantangan dan senantiasa termotivasi untuk berkompetisi secara sehat sebagai akibat dari bacaan yang disajikan kebiasaan oleh sekolah. literasi ini Apabila sudah terinternalisasi dalam diri para siswa, maka kita akan optimis untuk menyambut generasi emas Indonesia pada tahun 2045. Selanjutnya pada guru, ketika sudah tumbuh penyadaran pada diri Daftar Rujukan American Library Association. 2000. Information Literacy Competency Standards for Higher Educations. Diakses dari www.ala.org, tanggal 10 November 2016. Arifin, Adip. 2016. Rekonseptualisasi Literasi Sebagai Praktik Individu dan Sosial. Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional “Pendidikan Literasi, Karakter, dan Kearifan Lokal: STKIP PGRI Ponorogo. Azra, Azyumardi. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Baswedan, Anis. 2014. Gawat Darurat Pendidikan Indonesia. Makalah disajikan dalam Silaturahmi Journal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674 Kementerian dengan Kepala Dinas, Jakarta, 1 Desember. 39 Beers, dkk. 2009. A Principal’s Guide to Literacy Instruction. http://www.pediapendidikan.com. Akses, 04 Desember 2016. Lynch, C. 1998. Information Literacy and Information Technology Literacy: New Component in the Curriculum for the Digital a Culture. Diakses dari http://www.cni.org, pada tanggal 15 November 2016. Center for Media Literacy. 1992. Media Literacy: A Definition and More. Diakses dari http://www.medialit.org, pada tanggal 15 November 2016. Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60 Dunia. Senin, 29 Agustus 2016. Diakses dari http://edukasi.kompas.com, pada tanggal 15 November 2016. Harste, J. C. 2003. What Do We Mean by Literacy. Voices from the Middle, Vol. 10 No. 3, pp.8-12. Diakses dari http://www.readwritethink.org, pada tanggal 15 November 2016. National Institute for Literacy. 2006. Developing Early Literacy: Report of the National Early Literacy Panel. Diakses dari https://www.nichd.nih.gov, pada tanggal 15 November 2016. http://www.republika.co.id/berita/koran /opini-koran/15/02/27/nkf7k917minat-membaca Pattah, S. H. 2014. Literasi Informasi: Peningkatan Kompetensi Informasi dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmu Perpustakaan & Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, Vol. 2, No. 2, hal. 117-128. Diakses dari http://journal.uin-alauddin.ac.id, pada tanggal 15 November 2016. Kusumah Wijaya. 2014. Pentingnya Guru Menulis. http://wijayalabs.com. Akses, 04 Desember 2016 Lankshear, C. dan Knobel, M. 2006. Digital Literacy and Digital Literacies: Policy, Pedagogy and Research Considerations for Education. Digital Kompetanse, vol. 1 hal. 12-24. Diakses dari http://everydayliteracies.net, pada tanggal 15 November 2016. Livingstone, S. 2004. What is media literacy? Intermedia, Vol. 32, No.3. Hal. 18-20. Diakses dari http://eprints.lse.ac.uk, pada tanggal 15 November 2016. Qusthalani. 2016. Pentingnya Literasi dalam Pendidikan. http://www.igiacehutara.org. Akses, 04 Desember 2016. Setiawan, Christie, 2015. Bullying Pernah Merasakannya, (Online), (http://psikologid.com), diakses 07 Oktober 2016. Shihab, Quraish. 2013. Wawasan AlQuran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: PT. Mizan Pustaka. El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare 40 Juni 2017, Vol. 3 No. 1, pp 21-40 Suhendi. 2016. Pendidikan Karakter Melalui Literasi. http://integral.sch.id. Akses, 04 Desember 2016. UNESCO. 2003. Literacy, A UNESCO Perspective. Diakses dari http://unesdoc.unesco.org, pada tanggal 15 November 2016. Suwandi, Sarjiwi. 2015. Membangun Budaya Literasi untuk Mengembangkan Profesionalisme Guru dan Dosen Bahasa Indonesia. Makalah Seminar Nasional dan Launching ADOBSI. Wibowo, M.,E. 2002. Repan Guru dalam Reformasi Sekolah. Suara Merdeka: Karangan Khas, 12 Agustus 2002. http://www.suaramerdeka.com. Diakses, 02 Desember 2016. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. William, K. 2002. Literacy and Computer Literacy. Michigan: University of Michigan.