i EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEWASA
DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE 2009-2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh:
Sylviana Hesti Putri Nugroho
NIM: 128114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEWASA
DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE 2009-2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh:
Sylviana Hesti Putri Nugroho
NIM: 128114044
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Persetujuan Pembimbing
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN
DEWASA DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA
(AIHA) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE 2009-2014
Skripsi yang diajukan oleh
Sylviana Hesti Putri Nugroho
NIM: 128114044
Telah disetujui oleh:
Pembimbing Utama
(Yunita Linawati, M. Sc., Apt.)
Tanggal …………………….
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengesahan Skripsi Berjudul
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN
DEWASA DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA
(AIHA) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE 2009-2014
Oleh:
Sylviana Hesti Putri Nugroho
NIM: 128114044
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal: ……………………
Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
(Aris Widayati, M.Si., Apt.,Ph.D.)
Panitia Penguji Skripsi
Tanda Tangan
1. Yunita Linawati, M. Sc., Apt.
...........................
2. Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt.
...........................
3. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt.
...........................
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
”Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku.”
Filipi 4:13
“Not all of us can do great things, but we can do small things with
great love.”
-Mother Teresa-
“Do your future self a favor and work hard now”
Karya kecilku ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sepanjang hidupku
Bapak dan Ibu,
Kakakku tercinta,
Sahabat-sahabatku tersayang,
Serta
Almamaterku...
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
Pasien Dewasa dengan Diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014” dengan
baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung, baik berupa moril, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Muhammad Syafak Hanung, Sp., A., M. Ph. selaku Direktur Utama dan
drg. Rini Sunaring Putri, M. Kes. selaku Direktur SDM dan Pendidikan
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian di Rumah Sakit tersebut.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si.,
Apt., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Yunita Linawati M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi atas
kesabaran, bimbingan, perhatian, masukan dan motivasi kepada penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt sebagai dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi.
5. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. sebagai dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan
skripsi.
6. dr. Agnes Muryanti, Sp., A., M. Ph., Bapak Sudirman, Mbak Tri, Mas Ade,
Mas Randy dan seluruh staff bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta atas kerjasamanya dalam membimbing dan mempersiapkan
catatan rekam medis yang dibutuhkan penulis selama pengambilan data di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
7. Bapak dan ibu tersayang atas kasih sayang, doa, dukungan, semangat, dan
pengertian serta bantuan finansial hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
8. Kakakku tersayang, Hermawan Hestu Nugroho atas kasih sayang, bimbingan,
serta menjadi inspirasi dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan dalam tim Ope, Iwat, Dika untuk kerjasama,
semangat, dan bantuan yang selalu dibagikan dalam proses penyusunan
skripsi ini dari awal hingga akhir.
10. Sahabatku “Telektubbies” Momon, Sinta, Nonik, Nova, terimakasih untuk
tawa, dukungan, dan semangatnya selama pengerjaan skripsi ini.
11. Teman-teman kelompok Farmakoterapi Angga, Ella, Aris yang dengan
kesabaran membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12. Keluarga besar “Kost Griya Kanna” Cindya, Tasya, Mala, Bertha,
Andrew, Celly, Novi, Yosef,, Malvin, David, Prima, Jose, Nanda, Nandus,
Dika, Daniel, Edward, Sona, Rei, Gilang, Gerry, dan teman-teman lainnya
yang telah memberikan keceriaan, kebersamaan, warna dalam hari-hari
penulis serta menjadi keluarga kedua dalam hidup penulis.
13. Sahabat-sahabatku Flo, Alan, Noel, Miktam, Dana, Igreya, Arby, terimakasih
untuk perhatian, kasih dan kesetiaan untuk menemukan harapan-harapan
baru.
14. Teman-teman FSM B 2012 dan FKK A 2012, terimakasih atas
kebersamaannya dan pengalaman yang tak akan terlupakan selama menjalani
kuliah dan praktikum bersama peneliti.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, oleh karena itu penulis akan menerima setiap kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis
mengharapkan skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.
Yogyakarta, 23 Mei 2016
Penulis
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................vii
PRAKATA ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi
INTISARI............................................................................................................ xvii
ABSTRACT ......................................................................................................... xviii
BAB I - PENGANTAR ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.
Rumusan Masalah ................................................................................. 2
2.
Keaslian Penelitian ............................................................................... 3
3.
Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.
Tujuan Umum ....................................................................................... 4
2.
Tujuan Khusus ...................................................................................... 4
BAB II – PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 5
A. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) ..................................................... 5
B. Drug Related Problems (DRPs) ................................................................. 20
C. Metode SOAP ............................................................................................ 21
D. Keterangan Empiris .................................................................................... 22
BAB III - METODE PENELITIAN ..................................................................... 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 23
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................................ 24
C. Subjek Penelitian........................................................................................ 25
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Bahan dan Instrumen Penelitian................................................................. 26
E. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 27
F. Tata Cara Penelitian ................................................................................... 27
G. Tata Cara Analisis Hasil............................................................................. 28
H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian ......................................................... 30
BAB IV – HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 31
A. Karakteristik Pasien ................................................................................... 31
1.
Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ................................... 31
2.
Distribusi Pasien Berdasarkan Umur .................................................. 32
3.
Outcome Terapi .................................................................................. 32
B. Profil Pengobatan ....................................................................................... 33
1.
Terapi Farmakologi............................................................................. 33
2.
Terapi Suportif ................................................................................... 40
3.
Rute Pemberian ................................................................................... 41
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) .................................................. 41
1.
Kasus 1 ................................................................................................ 42
2.
Kasus 2 ................................................................................................ 43
3.
Kasus 3 ................................................................................................ 45
4.
Kasus 4 ................................................................................................ 46
5.
Kasus 5 ................................................................................................ 47
6.
Kasus 6 ................................................................................................ 50
7.
Kasus 7 ................................................................................................ 51
8.
Kasus 8 ................................................................................................ 52
9.
Kasus 9 ................................................................................................ 54
10.
Kasus 10 .............................................................................................. 55
11.
Kasus 11 .............................................................................................. 56
12.
Kasus 12 .............................................................................................. 58
13.
Kasus 13 .............................................................................................. 59
14.
Kasus 14 .............................................................................................. 61
15.
Kasus 15 .............................................................................................. 62
D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs).............................. 64
BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 68
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Kesimpulan ................................................................................................ 68
B. Saran ........................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70
LAMPIRAN...........................................................................................................74
BIOGRAFI PENULIS.........................................................................................125
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I
Penelitian Terkait AIHA ........................................................ 3
Tabel II
Klasifikasi AIHA ..................................................................
6
Tabel III
Kategori dan Penyebab Utama Drug Related Problems
20
Tabel IV
Distribusi kasus AIHA Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014..............................................
32
Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi Pada Kasus
AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014..............................................
32
Pemberian Transfusi pada Pasien AIHA Usia Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
2009-2014...............................................................................
41
Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien
AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014..............................................
41
Gambaran DRPs pada Pasien AIHA Usia Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2009 – 2014...............................................................
42
Hasil Evaluasi DRPs Kasus AIHA Pasien Usia Dewasa di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
2009-2014...............................................................................
48
Tabel V
Tabel VI
Tabel VII
Tabel VIII
Tabel IX
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada wAIHA.......
8
Gambar 2.
Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada cAIHA........
9
Gambar 3.
Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Paroxymal
Cold Hemoglobinuria (PCH).....................................................
10
Indirect Antiglobulin Test (IAT) dan Direct Antiglobulin Test
(DAT), Aglutinasi Sel Darah Merah dengan Serum IgG atau
Anti-C3......................................................................................
12
Gambar 4.
Gambar 5.
Terapi yang Disarankan Untuk AIHA primer maupun
sekunder...................................................................................... 13
Gambar 6.
Alogaritma Terapi wAIHA pada Pasien Dewasa.......................
16
Gambar 7.
Alogaritma Terapi cAIHA pada Pasien Dewasa........................
19
Gambar 8.
Skema Pemilihan Subjek Penelitian dii RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.................................................................................. 26
Gambar 9.
Persentase Kasus AIHA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014..............................
31
Gambar 10. Alasan Meninggalkan Rumah Sakit Pada Kasus AIHA Usia
Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014..................................................
33
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat Keterangan Ethic Committee Approval................
75
Lampiran 2.
Surat Ijin Penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
76
Lampiran 3.
Kasus 1...........................................................................
77
Lampiran 4.
Kasus 2...........................................................................
80
Lampiran 5.
Kasus 3...........................................................................
83
Lampiran 6.
Kasus 4...........................................................................
86
Lampiran 7.
Kasus 5...........................................................................
89
Lampiran 8.
Kasus 6...........................................................................
94
Lampiran 9.
Kasus 7...........................................................................
97
Lampiran 10.
Kasus 8...........................................................................
100
Lampiran 11.
Kasus 9...........................................................................
103
Lampiran 12.
Kasus 10.........................................................................
106
Lampiran 13.
Kasus 11.........................................................................
109
Lampiran 14.
Kasus 12.........................................................................
113
Lampiran 15.
Kasus 13.........................................................................
115
Lampiran 16.
Kasus 14.........................................................................
119
Lampiran 17.
Kasus 15.........................................................................
122
Lampiran 18.
Biografi Penulis..............................................................
125
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan kelainan hematologi
dengan prevalensi 17:100.000. Termasuk dalam penyakit autoimun karena
terdapat autoantibodi yang memperantarai terjadinya penghancuran sel darah
merah pada tubuh. Penatalaksanaan terapi untuk penyakit ini masih dalam tahap
penelitian, sehingga terapi yang diberikan mengacu pada sejarah pengobatan
AIHA yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada penatalaksanaan terapi pasien
dewasa dengan diagnosis utama AIHA.
Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan rancangan
penelitian case series dan menggunakan data retrospektif. Data yang digunakan
diambil dari rekam medis pasien dengan diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat
Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. Kriteria usia pasien yaitu
berkisar antara 26-45 tahun. Evaluasi DRPs dilakukan dengan metode SOAP
(Subjective, Objective, Assesment, Plan/recomendation).
Terdapat 15 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Kejadian AIHA lebih
banyak pada jenis kelamin perempuan (93%) dibanding laki-laki (7%). Obat yang
paling banyak digunakan yaitu kelas terapi kortikosteriod (100%). Ditemukan 18
episode DRPs, dimana kejadian yang paling banyak terjadi adalah dibutuhkan obat
tambahan sebanyak 10 episode.
Kata kunci: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA), Usia Dewasa, Drug
Related Problems (DRPs)
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) is an abnormally of
hematological with a prevalence of 17: 100,000. Included in the autoimmune
disease because there are autoantibodies which mediate the annihilation of red
blood cells in the body. The organization of the therapy for this disease is still in
the research progress, so that the treatment has been given mentioning to the
history of medicine AIHA which has been done before. The aim of this study is to
evaluate the Drug Related Problems (DRPs) in the therapeutic organization of
adult patients with the primary diagnosis is AIHA.
This research is descriptive observational with case series study design and
using retrospective data. The data used were taken from patients’ medical records
with a primary diagnosis of AIHA in Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
period 2009-2014. Criteria from the patients’ ages are range between 26-45 years
old. DRPs evaluation was conducted using SOAP method (Subjective, Objective,
Assessment, Plan / Recommendation).
There are 15 cases that comply the inclusion criteria.In this case AIHA
more common with female gender (93%) rather than men (7%). The most widely
drug that used is corticosteroid therapy classes (100%). We found 18 episode of
DRPs, which the most common is need additional drugs as much as 10 episode.
Keywords: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA), Adults, Drug Related
Problems (DRPs)
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan kasus gangguan
hematologi dimana terjadi penghancuran sel darah merah oleh auto-antibodi
(DeLoughery, 2013). Terjadinya autoantibodi dapat dipicu oleh faktor genetik,
infeksi, penyakit inflamatori, obat-obatan, dan penyakit limfoproliferatif
(Chaudhary and Das, 2014).
Angka kejadiannya pada orang dewasa yaitu 0,8-3 per 105/tahun, dengan
prevalensi 17:100.000. AIHA dapat bersifat idiopatik (50%) atau sekunder
dimana berhubungan dengan penyakit lain seperti penyakit autoimun (20%),
lymphoporoliferative syndroms (20%), infeksi, dan tumor (Zanella and Barcellini,
2014). Kasus AIHA yang paling sering terjadi adalah warm AIHA, mencapai 75%
dari keseluruhan kasus (Gehrs and Friedberg, 2002).
Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh usia termasuk orang dewasa.
Mortalitas AIHA pada orang dewasa yaitu 10% pada 5 tahun pertama hingga 40%
pada tahun ke-7 (Hoffbrand, Higgs, Keeling, Mehta, 2016).
Pengobatan
AIHA
meliputi
obat-obat
golongan
kortikosteroid,
splenektomi, dan obat-obatan imunosupresif (Zanella and Barcellini, 2014).
Pengobatan AIHA sendiri masih dalam tahap penelitian, sehingga belum ada
guideline dengan rentang kepercayaan tinggi dan pengobatan yang dilakukan
mengacu pada sejarah pengobatan AIHA yang pernah dilakukan sebelumnya.
Perlu dilakukan evaluasi terhadap Drug Related Problems (DRPs) untuk
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
mengetahui apakah terapi yang diterima pasien sudah efektif untuk mengobati
penyakitnya.
Salah satu cara untuk menegetahui bahwa terapi yang diperoleh pasien
sudah efektif yaitu dengan melakukan evaluasi drug related problems (DRPs).
DRPs merupakan
peristiwa yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu
pencapaian tujuan
terapi suatu obat kepada pasien yang dapat berpotensi
mengganggu pencapaian outcome terapi yang diinginkan. DRPs sering terjadi
terutama pada pasien yang mendapatkan obat lebih dari satu (polifarmasi)
(Cipolle, Strand, and Morley, 2004).
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta karena
merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Yogyakarta. Terdapat 342 kasus
AIHA di RSUP Dr. Sardjito selama tahun 2009-2014, 20 diantaranya adalah
pasien dewasa yang memiliki diagnosis utama AIHA. Penelitian ini diharapkan
mampu memberikan evaluasi terhadap terapi pasien AIHA khususnya usia
dewasa dan memberikan gambaran DRPs yang lebih mendalam sehingga dapat
meningkatkan rasionalitas pengobatan pada pasien AIHA usia dewasa di RSUP
Dr. Sardjito.
1. Rumusan Masalah
a. Seperti apakah karakteristik pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014?
b. Seperti apakah profil pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis
AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
2009-2014?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
c. Bagaimanakah DRPs yang terjadi pada pengobatan pasien dewasa dengan
diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2009-2014?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
pengobatan pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic
Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2009-2014 ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa
penelitian terkait AIHA yang pernah dilakukan, antara lain:
No
1.
2.
3.
Tabel I. Penelitian Terkait AIHA
Pengarang
Persamaan
Perbedaan
Anggoro, Subjek penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk
J.
pasien dengan
membandingkan keamanan dan efektivitas
diagnosis AIHA di antara transfusi PRC dan WRC pada pasien
(2010)
RSUP Dr. Sardjito AIHA
Hoffman, Menggunakan data  Merupakan penelitian case series
C. P.
retrospektif
 Mengulas tentang penyakit AIHA dan
dengan subjek
komplikasinya
(2006)
penelitian pasien
 Tempat dan waktu penelitian dilaksanakan
AIHA
berbeda
Baumann Menggunakan data  Merupakan penelitian case report
et al
retrospektif
 Subjek adalah wanita hamil
dengan subjek
 Tujuan penelitian mengulas kejadian
(2015)
penelitian pasien
AIHA pada wanita hamil dan efeknya bagi
AIHA
janin
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
informasi mengenai DRPs pada penatalaksanaan terapi pasien AIHA usia
dewasa dan menambah referensi pengetahuan terkait penyakit tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi
pada penatalaksanaan terapi AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
untuk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan pada pasien AIHA usia
dewasa.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi DRPs pada
penatalaksanaan terapi pasien dewasa dengan diagnosis utama AIHA di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik pasien dewasa dengan diagnosis utama
AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
2009-2014.
b. Mengetahui profil pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis
utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2009-2014.
c. Mengevaluasi DRPs pada terapi AIHA pasien dewasa di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan gangguan hematologi
yang ditandai dengan adanya produksi autoantibodi yang menyerang sel darah
merah melalui sistem komplemen dan sistem retikuloendotelial (Sarper, Kilic,
Zengin, and Gelen, 2011). Autoantibodi yang terlibat yaitu immunoglobulin IgG
dan IgM (DeLoughery, 2013).
1. Klasifikasi
AIHA secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe berdasarkan
reaktivitas suhunya, yaitu warm AIHA (wAIHA) dan cold AIHA (cAIHA). AIHA
tipe cold dibagi lagi menjadi Cold Aglutinin Diseases (CAD) dan Paroxysmal
Cold Hemoglobinuria (PCH). Masing-masing jenis AIHA tersebut dibagi lagi
menjadi sub-bagian, yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Idiopatik yaitu AIHA
tanpa adanya hubungan dengan penyakit lain, sedangkan sekunder yaitu AIHA
yang memiliki hubungan atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain yang
menyertainya seperti infeksi atau penyakit lain seperti leukemia atau Systemic
Lupus Erythematosus (SLE) (King and Ness, 2005).
AIHA juga dapat disebabkan karena penggunaan obat-obatan tertentu atau
disebut dengan drug-induced hemolytic anemia. Obat golongan penisilin dan
sefalosporin dapat menstimulasi formasi sel darah merah dengan autoantibodi.
Obat-obatan yang dapat menginduksi autoantibodi sel darah merah antara lain,
metildopa, procainamide, dan fludrabine (Reardon and Marques, 2006). Jenis ini
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
merupakan yang paling jarang terjadi, diperkirakan sekitar 1 dari 1.000.000 orang
(Bass, Tuscano,and Tuscano, 2013).
Tabel II. Klasifikasi AIHA
Tipe
Tipe
Immunoglobulin
Warm Autoimmune Hemolytic Anemia
Idiopatik
Secondary
IgG
Systemic Lupus Erythematosus
Chronic Lymphocytic Leukimia
Cold Autoimmune Hemolytic Anemia
Cold Agglutinin Diseases(CAD)
IgM
Idiopatik
Secondary
Acute Transient (infeksi)
Chronic (gangguan
lymphoproliferative)
Paroxymal Cold Hemoglobinuria (PCH)
IgG
Idiopatik
Secondary
Acute Transient (infeksi selain sipilis)
Chronic (sipilis)
*DAT, direct antiglobulin test; Ig, immunoglobulin.
DAT
IgG
dan/atau
C3
C3
C3
2. Patofisiologi
AIHA disebabkan oleh autoantibodi (IgG / IgM) yang berikatan dengan
sel darah merah dam memulai penghancuran sel darah merah. Autoantibodi dapat
diproduksi karenasistem imun tidak dapat mengenali host atau self-antigen dan
berkaitan dengan kegagalan sel T meregulasi sel B. Infeksi, faktor genetik,
penyakit inflamatori, obat-obatan, dan penyakit limfoproliferatif juga merupakan
pemicu diproduksinya autoantibodi (Chaudhary et al, 2014).
a.Warm-type Autoimmune Hemolytic Anemia (wAIHA)
Warm autoimmune hemolytic anemia (wAIHA) merupakan kasus AIHA
yang paling sering terjadi, mencapai 75% dari keseluruhan kasus. Antibodi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
terlibat adalah IgG, yang dapat bereaksi secara optimum pada suhu 370C (Gehrs
and Friedberg, 2002).
Sel darah merah yang dianggap antigen oleh IgG akan menyebabkan IgG
menempel pada sel darah merah dan membentuk kompleks. Protein Rh
merupakan antigen pada sel darah merah yang menjadi target sasaran IgG untuk
berikatan dan membentuk kompleks. Interaksi antara sel darah merah dengan
makrofag limpa dapat mengakibatkan fagositosis seluruh sel. Umumnya sebagian
sel darah merah menempel pada makrofag dengan cara berikatan dengan reseptor
Fc, kemudian bagian membran sel darah merah diinternalisasi oleh makrofag.
Rusaknya area permukaan membran menyebabkan perubahan bentuk sel (Marcus,
Attias, and Tamary, 2014).
Hilangnya sel darah merah dari sirkulasi dapat melalui mekanisme
fagositosis atau lisis. Mekanisme tersebut terjadi karena adanya Fc receptormediated immune adherence dan complement mediated hemolysis.
1)Fc Receptor-Mediated Immune Adherence
Antibodi menganggap sel darah merah sebagai antigen sehingga terbentuk
kompleks autoantibodi dan mengaktifkan sistem komplemen. Fc reseptor (FcR)
merupakan reseptor pada makrofag yang dapat membuat makrofag menempel
pada kompleks IgG dan sel darah merah. Makrofag memiliki protein CR1 yang
merupakan ligan bagi protein komplemen C3b sehingga C3b dapat berikatan
dengan kompleks dan terjadilah fagositosis. Proses fagositosis oleh limfa tersebut
menyisakan sferosit, yaitu eritrosit yang memiliki ukuran lebih bulat dan warna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
yang padat dibandingkan eritrosit normal, serta bagian tengahnya berwarna pucat
(Berentsen and Sundic, 2015).
Gambar 1. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Warm AIHA
(Berentsen and Sundic, 2015)
2)Complement Mediated Hemolysis
Sel darah merah yang membentuk kompleks dengan IgG akan
mengaktifkan sistem komplemen C1 kemudian terpecah menjadi C1q, C1r, dan
C1s. C1qrs akan mengaktifkan C2 dan C4 yang selanjutnya mengaktivasi C3.
Kemudian C3 membentuk C3b yang menempel pada kompleks antigenautoantibodi sehingga sel darah merah menjadi lisis. Proses tersebut terjadi di
liver (Brentsen and Sundic, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
b.Cold-type Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA)
Gambar 2. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Cold AIHA
(Berentsen and Sundic, 2015).
Patogenesis Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA) diperantarai
antibodi IgM yang terjadi pada suhu rendah. cAIHA biasanya berhubungan
dengan sistem golongan darah Ii dan kebanyakan spesifik pada antigen
karbohidrat I. Kompleks terbentuk karenaterjadi pendinginan darah pada bagian
akral (bagian ujung jari tangan dan kaki) sehingga menyebabkan CA berikatan
dengan sel darah merah dan terjadi aglutinasi. Kompleks IgM-CA yang terikat
pada antigen sel darah merah kemudian mengikat protein komplemen C1
sehingga jalur komplemen klasik lainnya teraktifasi. Kemudian C1 esterase
mengaktifkan C4 dan C2, diikuti dengan aktivasi C3 konvertase dan membentuk
C3a dan C3b. C3b ini lah yang akan berikatan dengan kompleks. Ketika kompleks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
kembali ke bagian tubuh dengan suhu normal 370C, kompleks IgM-CA
melepaskan diri dari permukaan sel darah merah, sehingga memungkinkan bagi
sel darah merah yang teraglutinasi untuk memisahkan diri satu sama lain,
sementara C3b tetap terikat dengan sel darah merah yang kemudian dibawa ke
hati untuk difagosit (Marcus, Attias, Tamary, 2014).
1)Paroxymal Cold Hemoglobinuria (PCH)
Gambar 3. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Paroxymal
Cold Hemoglobinuria (PCH) (Berentsen and Sundic, 2015)
Paroxymal Hemoglobinuria (PCH) merupakan antibodi cold-reacting
dari sub tipe IgG. Kompleks IgG pada PCH mengikat protein pada permukaan sel
darah merah, disebut protein P namun tidak mengaglutinasi sel darah merah.
Terbentuk kompleks antara antigen dengan antibodi antieritrosit pada suhu 40C.
Kompleks tersebut kemudian mengikata C1 pada suhu 370C sehingga terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
aktivasi C2 dan C4. Kemudian C3 konvertase teraktivasi dan dipecah menjadi
C3a dan C3b. Kompleks antigen-antibodi antieritrosit yang berikatan dengan C3b
akan mengaktifkan C5 sehingga menyebabkan terjadinya aktivasi protein
komplemen C5b, 6, 7, 8, 9 dan kemudian terjadi lisis sel (Berentsen and Sundic,
2015).
3. Diagnosis
Gambaran klinis AIHA tidak jauh berbeda dari kasus anemia hemolitik
lainnya, yaitu pusing, pucat, kelelahan, sesak napas dan jantung berdebar. Paparan
suhu dingin pada kasus cold agglutinin dapat menyebabkan aglutinasi sel darah
merah
yang ditunjukkan adanya warna kebiruan pada jari kaki, jari tangan,
telinga dan hidung namun warna dapat kembali lagi bila sudah tidak terpapar
dingin lagi (Zeerlender, 2011).
Gambaran darah tepi laboratorium menunjukkan terjadinya proses
hemolisis berupa sferositosis, polikromasi, maupun polikilositosis, sel eritrosit
berinti, dan retikulositopenia pada awal anemia. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL,
jumlah leukosit bervariasi disertai gambar sel muda (metamielosit, mielosit, dan
promielosit), kadang disertai trombositopeni (Permono dkk, 2005). Peningkatan
kadar laktat dehydrogenase (LDH), indirect hyperbilirubinaemia, peningkatan
retikulosit (retikulosis), dan penurunan haptoglobin mencerminkan terjadinya
kerusakan sel darah merah. Jenis antibodi yang terlibat dapat diidentifikasi dengan
penggunaan antibodi imunoglobulin G monospesifik untuk IgG dan C3D
(Lencher et al, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Gambar 4. Indirect Antiglobulin Test (IAT) dan Direct Antiglobulin Test
(DAT), Aglutinasi Sel Darah Merah dengan Serum IgG atau
anti-C3 (Zeerleder, 2011).
Tes imunohematologi yang dilakukan disebut dengan coomb’s test
ditujukan untuk mendeteksi auto-antibodi terhadap sel darah merah. Direct
antiglobulin test (DAT) digunakan untuk mendeteksi antibodi pada permukaan sel
darah merah, sedangkan indirect antiglobulin test (IAT) untuk mengidentifikasi
antibodi anti-eritrosit pada serum. Hasil positif DAT yang menunjukkan adanya
aglutinasi sel darah dengan IgG saja atau sel darah dengan IgG dan C3d maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
termasuk dalam wAIHA, sedangkan jika terdapat aglutinasi antara sel darah
dengan C3d saja kemungkinan besar termasuk dalam cAIHA (Zeerleder, 2011).
4. Terapi Farmakologi
Pengobatan untuk AIHA masih dalam tahap penelitian sehingga belum
ada pedoman pengobatan (treatment guidelines) yang dipublikasikan untuk terapi
AIHA. Namun terdapat beberapa kajian terapi untuk kasus AIHA (Lechner and
Jager, 2010).
Gambar 5. Terapi yang Disarankan untuk AIHA Primer Maupun Sekunder
(Lechner et al, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
a. Transfusi dan Tindakan Suportif
1) Splenectomy
Splenectomy merupakan suatu prosedur operasi pengangkatan limpa
(Cadili and Gara, 2008).
biasanya
digunakan
Merupakan terapi secondline yang paling efektif,
pada
pasien
yang
mengalami
intoleran
terhadap
kortikosteroid (Zanella et al, 2014). Splenektomi dapat mengurangi penghancuran
sel darah merah dan produksi auto-antibodi.
2) Transfusi Darah
Transfusi sel darah merah diperlukan pada pasien AIHA untuk
mempertahankan kadar hemoglobin, setidaknya hingga perawatan khusus
memberikan respon (Permono, Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti, dan Abdulsalam,
2005). Transfusi sel darah merah bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan
memperbaiki asupan oksigen ke jaringan. Direkomendasikan untuk melakukan
transfusi ketika kadar hemoglobin pasien <7 g/dL dengan target mempertahankan
kadar hemoglobin antara 7-9 g/dL (Sharma, Sharma, and Tyler, 2011).
Terdapat 4 jenis transfusi sel darah merah, antara lain:
a) Sel darah merah pekat (Packed Red Cell)
Digunakan untuk mengatasi keadaan anemia karena keganasan, anemia
aplastic, thalasemia, anemia hemolitik, mengatasi defisiensi yang berat
dengan ancaman gagal jantung atau menderita infeksi berat, serta perdarahan
akut (Permono dkk, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
b) Sel darah merah miskin leukosit
Digunakan untuk mencegah reaksi transfusi non hemolitik (panas, gatal,
menggigil, dll), digunakan pada kasus transfusi berulang, menghindari
potensi sensitisasi pada kasus transplantasi jaringan, dan mempunyai masa
simpan yang lebih pendek (Permono dkk, 2005).
c) Sel darah merah beku (Frozen Red Packed Cell)
Dibekukan agar sel darah merah dapat disimpan lebih lama, bagi persediaan
sel darah merah yang jarang dijumpai (Permono dkk, 2005).
d) Sel darah merah yang diradiasi (Irradiation Blood)
Digunakan untuk menghindari reaksi imun yang akan terjadi, radiasi bertujuan
untuk menghancurkan sel limfosit yang sering menyebabkan terjadinya graft
versus host (GVH) (Permono dkk, 2005).
e) Washed Red Cell (WRC)
Digunakan untuk pasien yang mengalami alergi parah atau reaksi demam
berulang pada sel darah merah, atau pasien dengan defisiensi IgA. WRC
memiliki kandungan plasma yang lebih rendah atau hampir tidak ada (<0,5 g
sisa plasma per unit) bila dibandingkan dengan PRC (Norfolk, 2013).
3) Hindari Paparan Dingin
Pasien dengan cAIHA mengalami proses penghancuran sel darah pada
kondisi suhu dingin sehingga pasien harus dijauhkan dari paparan dingin. Bila
perlu, transfusi darah harus dilakukan dalam kondisi yang terkontrol pada suhu
370C dengan menggunakan sistem pemanas (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
b. Terapi Warm Autoimmune Hemolytic Anemia (wAIHA)
Gambar 6. Alogaritma Terapi Warm Autoimmune Hemolytic Anemia
(wAIHA) pada Pasien Dewasa (Zanella et al, 2014).
Terapi pada wAIHA bertujuan untuk menurunkan jumlah auto-antibodi
yang diproduksi atau menurunkan kemampuannya dalam menghancurkan sel
darah merah. Obat golongan kortikosteroid merupakan pilihan lini pertama untuk
terapi AIHA. Obat ini bekerja dengan menghalangi sel yang terlapisi untuk
bertemu dengan IgG dan menurunkan produksi IgG baru (Reardon et al, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
1) Kortikosteroid
Obat golongan kortikosteroid merupakan first-line untuk terapi AIHA.
Obat golongan steroid bekerja dengan menurunkan produksi auto-antibodi oleh
sel-B. Selain itu, steroid juga menurunkan densitas reseptor Fc-gamma pada
proses fagositosis di limpa. Kortikosteroid yang sering digunakan yaitu prednison
dengan dosis 1-1,5 mg/kg/hari selama 1-3 minggu, kemudian dilakukan tappering
dosis sesuai keadaan pasien. Untuk pasien yang mengalami hemolisis cepat atau
severe anemia dapat diberikan metilprednisolon injeksi dengan dosis 250-1000
mg/hari 1-3 hari. Penting untuk diingat bahwa penggunaan steroid dalam jangka
waktu panjang harus disertai dengan pemberian bisphosphonates, vitamin D,
kalsium, dan suplemen asam folat (Zanella et al, 2014). Perlu dilakukan
monitoring terhadap kadar gula dalam darah selama penggunaan steroid untuk
mengetahui adanya diabetes melitus yang disebabkan penggunaan steroid
(Zeerleder, 2011).
2. Rituximab
Rituximab (anti-CD20) merupakan terapi second-line untuk pasien yang
tidak dapat menerima terapi dengan kortikosteroid dan menolak atau tidak
memenuhi syarat untuk dilakukan splenectomy. Penggunaan obat Rituximab
kontra indikasi terhadap pasien dengan infeksi virus hepatitis B yang tidak diobati
(Zanella et al, 2014). Regimen standarnya 375 mg/m2 pada hari 1, 8, 15, 22, untuk
4 dosis (Lechner et al, 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
3. Imunosupresan
Imunosupresan direkomendasikan sebagai pengobatan bagi pasien yang
tidak dapat
menerima
terapi
degan kortikosteroid, rituximab, maupun
splenectomy. Obat-obatan yang biasa digunakan seperti azathioprine (100-150
mg/hari) dan siklofosfamid (100 mg/hari) merupakan imunosupresif yang dapat
menurunkan produksi auto-antibodi. Jumlah sel darah periferal perlu dimonitoring
untuk mengetahui ada atau tidaknya efek samping berupa mielosupresif. Obat
imunosupresif lain seperti siklosporin atau mikofenolat mofetil (MMF) sama
efektifnya pada beberapa kasus (Zeerleder, 2011). MMF diberikan dengan dosis
500 mg/hari diberikan 2 kali, setelah 2 minggu ditingkatkan menjadi 1 gram/hari
diberikan 2 kali (Howard, Hoffbr, Grant, and Mehta, 2001).
4. Last-line
Siklofosfamid dosis tinggi dapat digunakan sebagai pengobatan untuk
pasien yang sangat mengalami kekambuhan. Terapi lain yang dapat digunakan
yaitu Alemtuzumab, terbukti efektif pada beberapa pasien namun memiliki
toksisitas yang tinggi (Zanella et al, 2014).
c. Terapi Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Terapi yang paling mendasar cukup sederhana bagi pasien cAIHA, yaitu
dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat dengan mengenakan sarung
tangan, topi, dan sepatu tertutup. Bila diperlukan transfusi dilakukan pada suhu
370C terkontol. Selama tindakan operasi, suhu tubuh juga harus dijaga pada 370C.
Terdapat dua percobaan terkontrol dengan hasil rituximab menunjukkan respon
baik pada 40-50% kasus (Zeerleder, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Gambar 7. Alogaritma Terapi Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA)
pada Pasien Dewasa (Michel, 2011).
Pasien Cold AIHA yang tidak dapat menerima terapi splenektomi dan
steroid, terapi yang diberikan adalah rituximab atau kombinasi rituximab dan
fludarabine (Zanella et al, 2014).
5. Monitoring
Perlu dilakukan monitoring terhadap pasien AIHA karena kondisi tersebut
dapat mengancam jiwa. Monitoring yang dilakukan antara lain:
1. Kadar hemoglobin (setiap 4 jam)
2. Jumlah retikulosit (setiap hari)
3. Ukuran splenic (setiap hari)
4. Hemoglobinuria (setiap hari)
5. Kadar haptoglobin (setiap minggu)
6. Coomb’s test (setiap minggu)
(Lanzkowsky, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
B. Drug Related Problems (DRPs)
Drug Related Problems(DRPs) adalah hal yang tidak diinginkan yang
dialami oleh pasien yang yang berkaitan dengan terapi pengobatan, dan yang
menghalangi tercapainya tujuan terapi yang dinginkan. DRPs termasuk dalam
domain praktisi pharmaceutical care, yang bertujuan untuk membantu pasien
mencapai tujuan terapi dan mewujudkan hasil terbaik dari terapi (Cipolle et al,
2014).
Kondisi patofisiologis dan penatalaksanaan terapi dapat mempengaruhi
permasalahan dalam terapi obat. Cipolle et al (2004) memaparkan penyebab
untuk masing-masing kategori DRPs menjadi:
Tabel III. Kategori dan Penyebab Utama Drug Related Problems (DRPs)
(Cipolle et al, 2014)
Kategori
Penyebab Umum
 Tidak adanya indikasi medik yang valid
untuk terapi pada saat itu
 Berbagai obat digunakan untuk kondisi yang
Terapi obat yang tidak
hanya membutuhkan satu obat
diperlukan (Unnecessary drug
 Kondisi medis yang lebih tepat
related)
menggunakan terapi non-obat
 Terapi untuk pencegahan efek samping
 Penyalahgunaan obat
 Kondisi yang membutuhkan terapi baru
Dibutuhkan tambahan obat
 Terapi obat pencegahan untuk mengurangi
(Need for additional drug
risiko timbulnya risiko baru
related)
 membutuhkan tambahan terapi untuk
mencapai efek sinergis dan aditif.
 Obat tidak efektif untuk kondisi pasien
 Kondisi medis tidak dapat disembuhkan
Obat tidak efektif (Ineffective
dengan obat yang diberikan
drug)
 Bentuk sediaan obat tidak sesuai
 Obat tidak efektif untuk indikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Tabel III. Lanjutan
Kategori


Dosis terlalu rendah (Dosage
too low)




Efek samping obat (Adverse

drug reaction)



Dosis terlalu tinggi (Dosage
too high)
Ketidakpatuhan
(Noncompliance)











Penyebab Umum
Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan
respon yang diinginkan
Interval dosis terlalu besar untuk
menghasilkan respon yang diinginkan
Interaksi obat mengurangi jumlah obat aktif
yang tersedia
Durasi terapi obat terlalu singkat untuk
menghasilkan respon yang diinginkan
Obat menyebabkan reaksi tidak diinginkan
yang tidak berhubungan dengan dosis
Diperlukan obat yang aman karena faktor
risiko
Interaksi obat menyebabkan reaksi yang
tidak diinginkan
Regimen dosis diberikan atau berubah
terlalu cepat
Obat menyebabkan reaksi alergi
Obat merupakan kontraindikasi karena
adanya faktor risiko
Dosis terlalu tinggi
Frekuensi obat terlalu sering
Durasi obat terlalu panjang
Interaksi obat menyebabkan reaksi toksik
Dosis obat diberikan terlalu cepat
Pasien tidak memahami instruksi
Pasien lebih memilih tidak meminum obat
Pasien lupa meminum obat
Obat terlalu mahal bagi pasien
Pasien tidak dapat menelan atau mengelola
obat tersebut sendiri dengan tepat
Obat tidak tersedia untuk pasien
C. Metode SOAP
Penelitian ini menggunakan metode SOAP (subjektive, objective,
assesment, plan) yang merupakan suatu strategi pada analisis catatan medis
berdasarkan masalah kesehatan pasien. Subjective (S) berisikan informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
subjektif dalam rekam medis yang meliputi data diri pasien. Objective (O)
berisikan catatan hasil tes laboratorium dan pemeriksaan lainnya seperti tanda
vital, hasil X-ray, ECG, pemeriksaan fisik, obat dan lainnya. Assesment (A)
berisikan informasi dari subjective dan objective yang digunakan untuk
mengembangkan rancangan terapi bersama dengan protokol terapi. Plan (P)
berisikan rekomendasi terapi yang didapatkan dari analisis kasus, berupa
perubahan strategi dan obat yang dipilih, tujuan yang ingin dicapai dan parameter
yang harus dipantau (Becerra, Martinez, Guvara, dan Ramirez, 2012).
D. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran Drug Related
Problems (DRPs) terkait terapi pengobatan pada pasien usia 26-45 tahun dengan
diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014, yang meliputi: terapi obat yang tidak
diperlukan (unnecessary drug related), dibutuhkan tambahan obat (need for
additional drug related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah
(dosage too low), efek samping obat (adverse drug reaction), dan dosis terlalu
tinggi (dosage too high).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini mengevaluasi Drug Related Problems (DRPs) terapi
pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode 2009-2014. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif observasional dengan rancangan penelitian secara case series dan
menggunakan data retrospektif.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional karena penggalian
informasi dilakukan secara sederhana melalui sumber informasi yang tersedia
yaitu rekam medis pasien (World Health Organization, 2013).
Penelitian secara deskriptif dilakukan dengan pengumpulan, analisis, dan
interpretasi data serta tidak dimaksud untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006).
Rancangan case series merupakan suatu kumpulan dari kasus yang sama
dalam periode waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan dideskripsikan
hasilnya (Storm and Kimmel, 2006).
Penelitian ini menggunakan data retrospektif yang merupakan data yang
diambil dengan cara melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada
lembar rekam medis pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di Instalasi Rawat
Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian meliputi profil pengobatan Autoimmune Hemolytic
Anemia (AIHA) dan Drug Related Problems (DRPs) yang meliputi terapi obat
yang tidak diperlukan (unnecessary drug related), dibutuhkan tambahan obat
(need for additional drug related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis
terlalu rendah (dosage too low), efek samping obat merugikan (adverse drug
reaction), dan dosis terlalu tinggi (dosage too high).
2. Definisi Operasional
a. Evaluasi DRPs pada penelitian ini dilakukan terhadap kondisi klinis dan
pola pengobatan yang berhubungan dengan AIHA saja.
b. Pola pengobatan, merupakan terapi farmakologis dan non farmakologis
yang diterima subjek penelitian selama dirawat di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014. Obat-obatan
yang digunakan oleh subjek dalam penelitian ini disebut menggunakan
nama generiknya.
c. DRPs ketidak patuhan tidak dikaji karena data yang digunakan adalah data
retrospektif sehingga tidak dapat melihat kelanjutan pengobatan pasien
untuk menentukankategori ketidakpatuhan pasien.
d. DRPs dibagi menjadi dua, yaitu aktual dan potensial. DRPs aktual yaitu
masalah yang terjadi selama terapi pengobatan dan dapat dilihat melalui
data yang tertera pada lembar rekam medis. DRPs potensial yaitu masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
yang berkaitan dengan terapi yang diterima pasien yang mungkin terjadi
dan dapat diketahui melalui berbagai literatur penunjang.
e. Pustaka acuan yang digunakan untuk melakukan evaluasi DRPs yaitu
Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemia oleh Zanella and Barcellini
pada tahun 2012, Autoimmune Hemolytic Anemia oleh DeLoughery pada
tahun 2013, dan Drug Interaction Checker oleh Medscape.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua pasien dewasa dengan diagnosis utama
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.
1. Kriteria inklusi subjek penelitian yaitu satu atau
lebih kasus dalam satu
nomor rekam medis pasien dengan usia 26-45 tahun yang memiliki riwayat
diagnosis utama AIHA dan menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta pada periode 2009-2014.
2. Kriteria eksklusi subjek penelitian yaitu pasien yang memiliki AIHA sebagai
diagnosis sekunder, serta rekam medis tidak lengkap dan rekam medis tidak
ditemukan.
Hasil
print out menunjukkan kejadian AIHA di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode 2009-2014 terdapat total 342 kasus
AIHA. Diantaranya terdapat 20 pasien usia dewasa dengan diagnosis utama
AIHA, namun 5 pasien dieksklusi karena 2 pasien diantaranya tidak ditemukan
berkas rekam medisnya dan 3 pasien memiliki catatan terapi yang tidak lengkap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dan tidak dapat dikonfirmasi. Jumlah total kasus AIHA pada usia dewasa yang
masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 15 kasus.
AIHA di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2009-2014
342 kasus
AIHA +
SLE
43 kasus
AIHA tanpa SLE
299 kasus
Anak (≤18
tahun)
93 kasus
AIHA
Remaja
(19-25
tahun)
38 kasus
Dewasa
(26-45
tahun)
49 kasus
Pra Lansia
(46-59
tahun)
43 kasus
20 kasus
diagnosis
utama AIHA
Inklusi
12 kasus
Inklusi
15 kasus
Lansia (≥60
tahun)
76 kasus
Inklusi 9
kasus
Eksklusi 37
kasus:
36 Kasus
AIHA SLE
dengan
penyakit
penyerta
lain
1 Kasus
tegak AIHA
tahun 2008
Inklusi 6
kasus (5
rekam
medis)
Eksklusi
2 kasus tidak ditemukan
3 kasus terapi tidak lengkap
Gambar 8. Skema Pemilihan Subjek Penelitian di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
D. Bahan dan Instrumen Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan
rekam medis pasien dengan usia 26-45 tahun yang memiliki diagnosis utama
Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) dan menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa form yang digunakan saat
proses pengambilan data dari lembar rekam medis pasien. Form yang digunakan
memuat informasi subjektif dan objektif pasien selama menjalani rawat inap.
E. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 September sampai 21 Desember
2015 pada bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Jalan Kesehatan
No. 1 Sekip, Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian
1. Persiapan
Penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi untuk mencari
informasi terkait jumlah pasien AIHA, perizinan, dan tata cara pengambilan data.
mengurus izin penelitian untuk dapat mengambil data di lokasi penelitian, yaitu
pada bagian Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Analisis Situasi
Analisis situasi merupakan pemastian data yang diambil telah memadahi
untuk dilakukan evaluasi. Dilakukan dengan mengevaluasi data yang diambil dari
beberapa kasus.
3. Pengambilan data
a. Penelusuran data dilakukan dengan melihat hasil print out dari bagian
rekam medis sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
b. Pengambilan data dilakukan dengan menyalin data pada rekam medis
pasien yang meliputi identitas pasien, tanggal rawat inap, diagnosis,
keluhan utama, status keluar rumah sakit, riwayat penyakit dan riwayat
penggunaan obat sebelumnya, hasil pemeriksaan, catatan keperawatan dan
perkembangan pasien, terapi farmakologi pada pasien.
4. Pengolahan Data dan Analisis Hasil
Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan
gambaran karakteristik subjek penelitian, profil penggunaan obat pasien.
Pengolahan data secara evaluatif dilakukan dengan cara mengevaluasi DRPs
pada penggunaan obat pasien AIHA
G. Tata Cara Analisis Hasil
1. Karakteristik Pasien
Analisis karakteristik pasien dilakukan dengan mengelompokkan usia
pasien, jenis kelamin dan jenis AIHA. Penggolongan usia dewasa dibagi menjadi
2 kategori, yaitu masa dewasa awal (26-35 tahun) dan masa dewasa akhir (36-45
tahun). Pengelompokan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.
Persentase masing-masing kelompok dapat dihitung menggunakan cara dibawah:
Persentase =
2. Profil Pengobatan
Profil pengobatan ada 2, yaitu terapi farmakologi dan non-farmakologi.
Persentase jenis terapi diperoleh dengan cara di bawah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3. Evaluasi DRPs
Analisis dilakukan menggunakan metode SOAP kemudian dikelompokkan
sesuai dengan jenis DRPs yang meliputi terapi obat yang tidak diperlukan
(unnecessary drug related), perlu obat tambahan (need for additional drug
related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah (Dosage too
low), efek samping obat (adverse drug reaction), dan dosis terlalu tinggi (dosage
too high). Penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif, sehingga bagian
plan digantikan dengan recommendation. Analisis yang dilakukan bertujuan
untuk memberikan rekomendasi atas masalah yang terjadi. Persentase temuan
DRPs dihitung dengan cara:
Persentase=
4. Penyajian Hasil Penelitian
Hasil penelitian ditunjukkan dengan karakteristik pasien AIHA usia
dewasa, profil pengobatan, dan evaluasi Drug Related Problems (DRPs) diuraikan
secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase. Persentase
kejadian DRPs dapat dihitung dengan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian
Kesulitan yang dialami selama penelitian yaitu belum adanya guideline
atau protokol resmi terkait terapi AIHA dengan tingkat kercayaan tinggi. Evaluasi
yang dilakukan peneliti berdasarkan review dan penelitian-penelitian yang
sebelumnya pernah dilakukan. AIHA merupakan penyakit yang cukup jarang
diderita sehingga belum banyak penelitian terkait penyakit ini. Selain itu terdapat
beberapa rekam medis yang tidak ada, tidak lengkap atau sulit terbaca sehigga
peneliti mengalami kesulitan untuk mengevaluasi terapi yang diterima oleh
pasien.
Kelemahan penelitian ini yaitu jumlah kasus yang dievaluasi hanya
berjumlah 15 kasus, sehingga hal ini belum benar-benar mewakili atau
menggambarkan bagaimana penanganan penyakit AIHA secara umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien
1. Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari data yang diperoleh (Gambar 9), terlihat bahwa kejadian AIHA
lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan (93%) dibandingkan laki-laki
(7%). Penelitian yang ada sebelumnya menyatakan bahwa AIHA pada orang
dewasa memiliki perbandingan antara perempuan dengan laki-laki yaitu 2:1
(Michel, 2011). AIHA cenderung lebih banyak dialami oleh wanita karena adanya
hormon seks dan/atau sex linked gene inheritance yang mungkin menyebabkan
wanita lebih rentan terhadap penyakit autoimun (Voskuhl, 2011). Hormon
esterogen pada perempuan dapat merangsang produksi antibodi oleh sel B yang
dimungkinkan juga bertanggung jawab untuk terjadinya penyakit autoimun.
Hormon androgen pada laki-laki umumnya bersifat imunosupresif sehingga dapat
menekan kemungkinan terjadinya proses autoreaktif (Bratawidjaja dkk, 2012).
Gambar 9. Persentase Kasus AIHA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2. Distribusi Pasien Berdasarkan Umur
Penggolongan usia dewasa dibagi menjadi dua yaitu masa dewasa awal
(25-35 tahun) dan masa dewasa akhir (36-45 tahun).
Tabel IV. Distribusi Kasus AIHA Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014 Berdasarkan Usia
Kelompok Umur
(Tahun)
Jumlah
Kasus
Persentase (%)
Masa Dewasa Awal
26-35
9
60
Masa Dewasa Akhir
36-45
6
40
Kriteria
(n=15)
Gambaran kelompok pasien AIHA yang rawat inap di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa pasien dengan
kelompok umur 26-35 tahun sebesar 60% dan kelompok umur 36-45 tahun
sebesar 40%.
3. Outcome Terapi
Dari 15 kasus AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 20092014 yang masuk kriteria inklusi, sebagian besar kasus meninggalkan rumah sakit
dalam kondisi yang membaik dan diizinkan pulang. Jumlah kasus yang pulang
dengan membaik dan diizinkan terdapat 13 kasus (87%) dan jumlah kasus
meninggal dunia sebanyak 2 kasus (13%). Penyebab kematian pada kasus 8 yaitu
shock septic dd hipovolemik, yaitu keadaan dimana tubuh tidak mampu
menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan. Hal tersebut terjadi
karena tubuh kehilangan darah cukup banyak, terutama hemoglobin yang
berperan dalam transport oksigen ke jaringan. Penyebab kematian pada kasus 10
yaitu hospital acquired pneumonia (HAP), merupakan infeksi paru-paru yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
berkembang selama rawat inap di rumah sakit. Hal tersebut terjadi karena pasien
AIHA rentan terkena infeksi dan tidak diberikannya antibiotik untuk mengatasi
infeksi bakteri tersebut.
13%
Membaik dan diizinkan
87%
Meninggal
Gambar 10. Alasan Meninggalkan Rumah Sakit Pada Kasus AIHA Usia
Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014.
B. Profil Pengobatan
1. Terapi Farmakologi
Pengkajian terkait gambaran umum penggunaan obat pada pasien dewasa
dengan diagnosis AIHA dilakukan berdasarkan sub kelas terapi menurut
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328 Tahun 2013 tentang
formularium nasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Tabel V. Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi Pada Kasus AIHA
diInstalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
2009-2014
Jumlah Persentase (%)
Kelas Terapi
Jenis Obat
Kasus
Kasus
n=15
Kortikosteroid Metilprednisolon
1-15
15
100
Imunosupresan
Mikofenolat
5 dan 8
2
13,3
mofetil
Analgesik Non
Parasetamol
3, 6, 11, dan 13
4
26,6
Narkotik
Antidiabetes
Insulin aspart
14
1
6,6
Antiulkus
Ranitidin
2, 13, 14, 15
Lansoprazol
11
9
60,0
Pantoprazol
7, 8, 12
Antasida
14
Antianemi
Asam Folat
5, 6, 7, 9
4
26,6
Vitamin B12
9
Antibakteri
Sefalosporin
3, 5, 11, 13
Meropenem
8
5
33,3
Aminoglikosida
11
Penggunaan obat yang paling banyak adalah dari kelas kortikosteroid,
dimana obat-obatan pada kelas ini merupakan first-line untuk terapi AIHA.
a. Kortikosteroid
Obat golongan kortikosteroid yang digunakan untuk pengobatan AIHA
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ini adalah metilprednisolon. Semua kasus
mendapatkan terapi metilprednisolon baik secara enteral maupun parenteral.
Pasien yang baru terdiagnosis dan mengalami wAIHA parah harus segera
diberikan terapi steroid (Hoffman et al, 2014).
Kortikosteroid merupakan sintesis analog dari hormon steroid yang
diproduksi oleh korteks adrenal ginjal. Seperti hormon aslinya, komponen sintesis
ini
juga
memiliki
glukokortikoid
(GC)
dan/atau
meneralokortikoid.
Mineralokortikoid berperan pada transportasi ion di sel epitel pada tubulus renal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dan juga terlibat pada regulasi keseimbangan atau penyangga garam dan cairan
dalam tubuh. GC terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,
selain itu juga memiliki efek anti-inflamasi, imunosupresif, anti-proliferative, dan
vasokonstriksi. GC dapat menurunkan penghancuran eritrosit pada pasien AIHA
(Liu, Ward, Krishnamoorthy, Mandelcorn, Leigh, et al,2013). Steroid bekerja
dengan menurunkan produksi autoantibodi oleh sel B, selain itu juga menurunkan
densitas reseptor Fc-gamma pada saat fagositosis di limpa (Zeerleder, 2011).
Pemberian kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menyebabkan
terjadinya oseteoporosis pada orang dewasa dan menghambat perkembangan
tulang rangka pada anak-anak. Hormon glukokortikoid dapat mengganggu
transport kalsium oleh bantuan vitamin D di usus dan menghambat pembentukan
tulang. Penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang harus disertai dengan
pemberian vitamin D, kalsium, dan asam folat (Zanella et al, 2014). Beberapa
efek samping potensial lainnya yaitu, gangguan cairan dan elektrolit, gangguan
pencernaan, gangguan penglihatan, gangguan otot dan saraf, serta gangguan kulit
(Zoorob et al, 1998).
b. Imunosupresan
Imunosupresan merupakan pilihan obat secondline pada terapi AIHA
yang bekerja dengan menurunkan produksi antibodi (Lechner et al, 2010). Obat
imunosupresan yang efektif digunakan antara lain azathioprin, siklofosfamid,
siklosporin dan mikofenolat mofetil (MMF) (Zeerleder, 2001). Penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
imunosupresan perlu dilakukan monitoring terhadap jumlah sel darah peripheral
karena obat ini memiliki efek samping berupa mielosupresif.
MMF merupakan pro-drug dari asam mikofenolat, hasil fermantasi
spesies Penicillium. MMF bekerja poten dengan menghambat inosin 5’-monophosphate dehydrogenase, enzim yang memiliki peranan penting pada sintesis
purin. Mekanisme utama MMF yaitu dengan menghambat limfosit proliferatif
namun dapat juga dengan menyebabkan penipisan guanosis trifosfat (GTP)
sehingga terjadi pengurangan molekul adhesi pada leukosit dan terjadi penurunan
perekrutan leukosit pada lokasi inflamasi (Howard, Hoffbrand, Prentice, Mehta,
2001). MMF direkomendasikan untuk masuk dalam terapi kekambuhan pada
imun sitopenias sebagai pilihan steroid-sparing (Zanella et al, 2014). Ditemukan 2
kasus, yaitu kasus 5 dan 8 yang diterapi dengan MMF bersamaan dengan
metilprednisolon (kortikosteroid).
c. Analgesik Non Narkotik
Parasetamol merupakan terapi untuk mengurangi nyeri dan demam
(Sharma and Mehta, 2013). Demam didefinisikan dimana keadaan suhu tubuh
>370C. Suhu normal untuk orang dewasa dengan pengukuran secara oral (33.238.20C), rectal (34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.80C), axillary (35.5-37.00C)
(Sun, Forsberg, and Karin, 2011). Dosis parasetamol yang digunakan untuk
meringankan demam dan nyeri ringan pada orang dewasa yaitu 325-650 setiap 46 jam, atau 1000 mg 3-4 kali per hari bila mengalami nyeri dengan dosis
maksimum 4 gram/hari (American Pharmacist Association, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Parasetamol bekerja di hipotalamus yang meregulasi suhu tubuh dan
dapat bekerja di perifer untuk memblokir impuls nyeri, serta dapat juga
menghambat sintesis prostaglandin di CNS (Botting, 2000). Parasetamol bekerja
menurunkan demam dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase dan
menurunkan jumlah
PGE2 di hipotalamus sehingga impuls nyeri terhambat.
Parasetamol dapat menembus blood-brain barrier dan dapat bertindak secara
istimewa dalam sistem saraf pusat dengan mengurangi produksi prostaglandin
(Aronoff, 2001).
Terdapat 4 kasus pada penelitian evaluasi DRPs pasien dewasa dengan
AIHA di RSUP Dr. Sardjito yang diberikan terapi analgesik non-narkotik, yaitu
kasus 3, 6, 11, dan 13.
d. Antidiabetes
Insulin aspart merupakan obat antidiabetes golongan rapid-acting yang
bekerja secara cepat memiliki onset 15-30 menit (Dipiro, 2008). Insulin memiliki
efek yang lebih cepat dibandingkan antidiabetes oral untuk menurunkan kadar
gula dalam darah (Meneghini, 2009).
Pemberian insulin bertujuan untuk menurunkan kadar gula dalam darah,
dimana salah satu efek samping penggunaan jangka panjang kortikosteroid yaitu
peningkatan kadar gula dalam darah (Zeerleder, 2011). Terdapat 1 kasus AIHA di
RSUP Dr. Sardjito yang diberikan terapi insulin, yaitu kasus 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
e. Antiulkus
Penggunaan kortikosteroid berisiko menyebabkan gangguan pencernaan
seperti pendarahan gastrointestinal bagian atas dan peptik ulser (Gutthann,
Rodriguez, and Raiford, 1996). Kortikosteroid dapat menghambat sintesis mukosa
lambung, peningkatan sel gastrin, hiperplasia sel parietal karena sekresi asam
berlebih, gangguan fibroblast dan penekanan sintesis-sintesis prostaglandin
melalui penghambatan interleukin-1beta dan COX-2 (Luo, Chang, Lin, Lu, Lu,
Cheng et al, 2002).
Terdapat 8 kasus pada penelitian ini yang diberikan terapi antiulkus,
dimana pemberiannya ditujukan untuk mencegah terjadinya peptik ulser yang
merupakan salah satu efek samping penggunaan obat golongan kortikosteroid.
Obat yang digunakan yaitu golongan proton pump inhibitor (PPI) dan histamin H2
receptor agonist. Pantoprazol dan lansoprazol termasuk dalam golongan PPI,
sedangkan ranitidin dan antasida kombinasi termasuk dalam histamin H2 receptor
agonist. Obat golongan antiulkus yang paling sering digunakan yaitu ranitidin
sebanyak 4 kasus.
f. Antianemi
Berdasarkan formularium nasional, asam folat dan vitamin B12
(sianokobalamin), ferro sulfat, low molecule feri sucrose, dan low molecular
weiht iron dextran termasuk dalam kelas terapi antianemi (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2013). Asam folat merupakan senyawa inaktif yang akan
diubah
oleh
dihidrofolat
reduktase
menjadi
asam
tetrahidrofolat
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
metiltetrahidrofolat. Kemudian dibawa ke sel sehingga dapat digunakan untuk
mempertahankan eritropoesis normal, interkonvert asam amino, sintesis purin dan
asam nukleat (Mahmood, 2014). Asam folat diperlukan oleh pasien dengan
wAIHA aktif untuk meningkatkan eritropoesis sehingga mencegah defisiensi
vitamin B9 (March, 2014).
Penelitian ini menunjukkan bahwa antianemi yang digunakan untuk pasien
AIHA dewasa di RSUP Dr. Sardjito yaitu asam folat dan vitamin B12. Terdapat 4
kasus pada penelitian ini yang diberikan terapi antianemi, dimana kasus tersebut
menunjukkan pemeriksaan RDW diatas normal dan MCV >100 fL.
g. Antibakteri
Antibakteri umumnya digunakan untuk mencegah maupun mengatasi
infeksi oleh mikroorganisme. Pasien AIHA rentan terhadap infeksi bakteri karena
pertahanan tubuhnya terhadap agen asing menjadi lemah. Pada penelitian ini
terdapat 5 kasus yang diberikan terapi antibibakteri. Golongan antibakteri yang
digunakan yaitu golongan beta laktam (sefalosporin dan carbapenem) dan
aminoglikosida.
Aminoglikosida bekerja dengan mengikatkan diri pada ribosom sel
bakteri sehingga sintesis proteinnya menjadi kacau (Fourmy, Recht, Blanchard,
and Puglisi, 1996). Beta laktam bekerja dengan menghambat sintesis
peptidoglikan dan mengaktifkan enzim autolisis pada bakteri (Gustaferro and
Steckelberg, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2. Terapi Suportif
Salah satu terapi suportif untuk pasien AIHA adalah transfusi darah.
Transfusi dilakukan untuk memperbaiki kadar hemoglobin pasien sehingga dapat
melakukan penghantaran oksigen ke seluruh jaringan dengan baik (Zanella et al,
2014). Pada penelitian ini terdapat 11 kasus yang diberikan terapi transfusi.
Terdapat dua jenis transfusi yang diterima pasien AIHA di RSUP Dr. Sardjito,
yaitu transfusi PRC dan transfusi WRC.
Transfusi PRC sebagian besar merupakan sel darah merah namun masih
mengandung sedikit sisa leukosit dan trombosit. Diberikan untuk mengatasi gejala
anemia, profilaksis pada anemia yang mengancam nyawa dan
memperbaiki
transport oksigen (Weinstein, 2012). Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi
hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi
dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb
antara 7-9 g/dL (Sharma et al, 2011).
Transfusi WRC dilakukan pada pasien dengan severe anemia atau
hematokrit antara 17-27% (Laurian, Girma, Allain, Verroust, and Larrieu, 1982).
Transfusi WRC dilakukan apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis
terhadap transfusi PRC, reaksi alergi atau anafilaksis parah terhadap produk
transfusi darah. Transfusi WRC kadar leukosit dan trombositnya lebih rendah
dibandingkan PRC, dilakukan pada pasien yang mengalami kekambuhan reaksi
febril, mengalami reaksi anafilaksis pada pasien yang mengalami defisiensi IgA,
pasien dengan aktivasi sel-T yang memerlukan transfusi (Anderson, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel VI. Pemberian Transfusi pada Pasien AIHA Usia Dewasa di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014
Jenis Transfusi
Kasus
Jumlah Kasus (n=15) Persentase
1, 2, 3, 4, 6, 10,
11, 12, 13, dan
10
66,6
Transfusi PRC
15
5
1
13,3
Transfusi WRC
3. Rute Pemberian
Seluruh kasus dalam penelitian ini menggunakan obat dengan rute
enteral maupun parenteral. Obat parenteral digunakan karena dapat memberikan
efek yang cepat. Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian
dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII. Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien
AIHA Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2009-2014
Jumlah Kasus
Rute Pemberian
Persentase
(n=15)
11
73,3
Enteral
15
100
Parenteral
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
Proses
penatalaksanaan
terapi
pasien
di
rumah
sakit
perlu
memperhatikan kerasionalan penggunaan obat. Evaluasi Drug Related Problems
dilakukan
untuk
mengetahui
masalah-masalah
yang
berkaitan
dengan
penatalaksanaan terapi pada pasien AIHA usia dewasa di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode 2009-2014. Identifikasi DRPs pada penelitian ini dilakukan
dengan mengevaluasi permasalahan yang timbul terkait penggunaan obat pada
pasien AIHA usia dewasa dirumah sakit tersebut. Kerugian atau DRPs yang
timbul seperti obat tidak tepat, dosis berlebih, dosis kurang, obat yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
dibutuhkan, butuh tambahan obat, interaksi dan efek samping obat perlu ditekan
seminimal mungkin agar tidak terjadi kepada pasien.
1. Kasus 1
Pasien merupakan seorang wanita berusia 43 tahun dengan berat badan 54
kg, datang dengan keluhan lemas dan sesak nafas sejak tujuh hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien merupakan kasus AIHA lama yang terdiagnosis sejak 7 tahun
yang lalu. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 4,7 g/dL yang
termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), selain
itu hasil coomb’s test pasien menunjukkan direct coomb’s test (DCT) 3+ dan
indirect coomb’s test (ICT) 2+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama
11 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 10 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon dan
transfusi PRC. Metilprednisolon digunakan sebagai agen antiinflamasi pada
kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung
pada sel limfosit-T (Liu, 2013), diberikan secara IV dengan dosis 100-200
mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari selama 1-3
hari (Zanella, 2012). Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV
dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-4, 375 mg/hari pada hari 5-8, dan 250
mg/hari pada hari 9-11. Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan
memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien
dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL
(Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.7 g/dL
dan terjadi peningkatan pada hari ke-3 pasien rawat inap menjadi 8.1 g/dL,
kemudian transfusi dihentikan. Metilprednisolon dan
transfusi PRC yang
dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang
menunjukkan peningkatan.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Pasien AIHA mengalami hemolisis
aktif sehingga terjadi peningkatan kebutuhan akan asam folat. Asam folat
berperan dalam pembentukan sel darah merah, kekurangan asam folat dapat
menyebabkan terbentuknya sel darah dengan kromatin berukuran besar yang
dikenal sebagai sel megaloblast. Anemia megaloblastik dapat ditunjukkan dengan
pemeriksaan RDW diatas normal dan MCV >100 fL (Lu and Wu, 2004).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring yang dilakukan yaitu
pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek
samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
2. Kasus 2
Pasien merupakan seorang wanita berusia 29 tahun dengan berat badan 50
kg, merupakan penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 1,5 tahun yang lalu
namun tidak rutin kontrol. Pasien datang dengan keluhan lemas sejak tujuh hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb
5,4 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization,
2011) dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 6 hari dan
keluar dengan status membaik.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV
dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-4, kemudian dilanjutkan pemberian secara
oral dengan dosis 8-4-0 mg/hari. Selain itu pasien diberikan ranitidine pada hari
3-5 dengan dosis 50 mg 2 kali sehari yang diberikan secara IV. Ranitidin
digunakan untuk mengatasi efek samping penggunaan kortikosteroid yaitu tukak
lambung (Lockrey and Lim, 2011). Dosis yang dianjurkan literatur untuk
mengatasi tukak lambung yaitu 50 mg tiap 6-8 jam atau sama dengan 150-200
mg/hari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci, et al, 2008). Dosis
ranitidine yang diterima pasien belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait
tukak lambung, yaitu nyeri perut dan mual. Kejadian tersebut dapat digolongkan
dalam DRPs dosis kurang. Transfusi PRC pada hari 1-3 pasien rawat inap.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.5 g/dL
setelah transfusi menjadi 8.1 g/dL. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa
dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik.
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu pemberian asam folat
dengan dosis 1 mg/harri dan pemberian ranitidine sesuai dengan dosis literature,
yaitu 150-200 mg/hari. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan
terhadap efek samping obat-obatan yang digunakan, khususnya penggunaan
metilprednisolon jangka panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
3. Kasus 3
Pasien merupakan seorang wanita berusia 28 tahun dengan berat badan 45
kg, merupakan penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 5 tahun yang lalu. Pasien
datang dengan keluhan lemas dan pusing sejak tujuh hari sebelum masuk rumah
sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 2,4 g/dL yang termasuk
dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), ICT +, dan DCT
+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 6 hari dan keluar dengan
status membaik dan Hb 9,7 g/dL.
Selama rawat
inap pasien mendapatkan terapi
metilprednisolon,
parasetamol, ceftriaxon, dan transfusi PRC. Metilprednisolon diberikan secara IV
dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-3 dan 375 mg/hari pada hari 4-6. Pasien
mengeluh demam
pada hari pertama rawat inap dan diberikan parasetamol
dengan dosis 3x500 mg. Parasetamol digunakan sebagai antipiretik untuk
mengatasi demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal
(34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.80C), axillary (35.5-37.00C) (Sun, 2011). Dosis
yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata
(tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari
(American Pharmacists Association, 2007). Pemberiannya dihentikan karena
pemeriksaan suhu tubuh pasien tidak menunjukkan terjadinya demam serta
keluhan demam sudah tidak muncul. Ceftriaxon diberikan penuh selama pasien
rawat inap dengan dosis 1gram/12 jam. Ceftriaxone merupakan antibiotik
golongan sefalosporin generasi tiga yang digunakan untuk mengatasi infeksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
bakteri yang diberikan dengan dosis 2 gram/hari secara IV (Yellin, Hassett,
Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Pemeriksaan WBC pasien pada hari
pertama rawat nap (14/10/13) menunjukkan peningkatan, hasil pemeriksaan
netrofil pasien juga menunjukkan nilai diatas normal, diduga pasien mengalami
infeksi bakteri.. Hasil lab pasien menunjukkan adanya perbaikan kondisi pasien
setelah diberikan terapi antibiotik sehingga terapi yang diberikan sesuai.
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang
dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 2,4 g/dL menjadi 8.3
g/dL.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi yang diberikan untuk
pasien yaitu pemberianasam folat dengan dosis 1 mg/hari. Monitoring terhadap
kadar Hb dan Hct pasien serta
efek samping obat-obatan yang digunakan,
terkhusus pada penggunaan metilprednisolon jangka panjang dan ceftriaxon yang
termasuk dalam golongan obat yang dapat menginduksi terjadinya drug-induced
hemolytic anemia (Reardon, 2006).
4. Kasus 4
Pasien merupakan seorang perempuan berusia 32 tahun dengan berat
badan 57 kg, datang dengan keluhan lemas, pemeriksaan darah pasien
menunjukkan kadar Hb 4,2 g/dL yang tergolong dalam kategori anemia berat
(World Health Organization, 2011), ICT 2+, dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
inap di rumah sakit selama 7 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 13,3
g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV
dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-6 dan transfusi PRC pada hari 1-2. Terapi
yang diberikan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4,2 g/dL menjadi
13,3 g/dL.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi untuk terapi pasien
yaitu diberikan tambahan asam folat dengan dosis 1 mg/hari.
Monitoring
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping
metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
5. Kasus 5
Pasien merupakan seorang wanita berusia 37 tahun dengan berat badan 35
kg, datang dengan keluhan lemas dan sesak nafas. Pemeriksaan darah pasien
menunjukkan kadar Hb 2,3 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat
(World Health Organization, 2011), ICT 4+, dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat
inap di rumah sakit selama 21 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 10,1
g/dL.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Selama rawat
inap pasien mendapatkan terapi
metilprednisolon,
cefotaxim, asam folat, mikofenolat mofetil, dan transfusi WRC. Metilprednisolon
diberikan secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-9, 250 mg/hari pada
hari 10, dilanjuttkan pemberian secara oral dengan dosis 80-48-0 mg/hari pada
hari 11-13, dan 32-16-0 mg/hari pada hari 14-20. Cefotaxim diberikan pada hari
6-19 dengan dosis 1 gram/8 jam untuk mengatasi infeksi bakteri yang ditunjukkan
dengan munculnya demam pada hari ke-6, hasil pemeriksaan laboratorium pasien
seperti WBC pasien 25,97/µL (rujukan: 3,6-11,0 /µL), pemeriksaan kultur bakteri
pasien menunjukkan adanya infeksi bakteri E.coli yang termasuk dalam golongan
bakteri gram negatif. Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang
efektif untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif, diberikan dengan dosis 2
gram/8 jam secara IV (Runyon, 2004). Asam folat diberikan dengan dosis 1,2
mg/hari selama pasien menjalani rawat inap untuk mencegah terjadinya anemia
megaloblastik. Mikofenolat mofetil (MMF) diberikan selama rawat inap dengan
dosis
2x500
dikombinasikan
mg/hari.
dengan
MMF
merupakan
metilprednisolon,
imunosupresan
digunakan
bagi
yang
dapat
pasien
yang
mengaalami kekambuhan selama dilakukan tapering off atau bagi pasien yang
tidak memberikan respon positif pada pemberian kortikosteroid tunggal (Zanella,
2012). Dosis yang dianjurkan bagi pasien AIHA yaitu 1000 mg/hari yang
diberikan dalam dua kali pemberian (Howard, 2001). Transfusi WRC bertujuan
untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan,
diberikan pada pasien yang mengalami alergi berat, reaksi demam terhadap
eritrosit atau pasien yang mengalami defisiensi IgA yang parah dengan antibody
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
anti IgA yang tidak sesuai dengan pendonor (Norfolk, 2013). Transfusi WRC
dilakukan apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis terhadap transfusi
PRC, reaksi alergi atau anafilaksis parah terhadap produk transfusi darah.
Dilakukan transfusi WRC pada hari 1, 2, 4, 6, dan 9 pasien rawat inap dengan Hb
awal pasien 2,3 g/dL 10,1 g/dL. Terapi yang diberikan sudah sesuai, dapat dilihat
dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Selain terapi untuk
AIHA tersebut, pasien mendapat terapi furosemide yang bertujuan untuk
mengatasi edema yang disebabkan oleh congestive heart failure, yaitu kondisi
dimana darah yang masuk ke jantung tiap menitnya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh terhadap oksigen.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dosis kurang yang terjadi karena
adanya interaksi antara asam folat dengan furosemid yang dapat menurunkan
kadar asam folat dengan meningkatkan clearance di ginjal (Medscape, 2016).
Serta DRPs interaksi dan efek samping obat yang terjadi karena adanya interaksi
antara metilprednisolon dan furosemid yang menyebabkan hipokalemia,
ditunjukkan pemeriksaan kalium pasien setelah pemberian terapi tersebut menjadi
2,12 mmol/L (rujukan 3,4-5,4 mmol/L).
Rekomendari untuk terapi pasien yaitu memberikan jeda antara
penggunaan furosemid dengan metilprednisolon dan asam folat. Monitoring yang
dilakukan yaitu pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan
terhadap efek samping obat-obatan yang digunakan terutapa pada penggunaan
metilprednisolon jangka panjang, monitoring kadar kalium pasien sebagai akibat
interaksi antara furosemid dengan metilorednisolon, monitoring penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
cefotaxim yang tergolong dalam antibiotik sefalosporin yang diduga dapat
menginduksi drug-induced hemolytic anemia.
6. Kasus 6
Pasien merupakan seorang wanita berusia 26 tahun dengan berat badan 40
kg, datang dengan keluhan lemas, pusing, dan berdebar-debar. Pasien sempat
menjalani rawat inap di rumah sakit lain dan hendak dilakukan transfusi namun
tidak ada yang cocok. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,4 g/dL
yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011),
DCT +. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 5 hari dan keluar
dengan status membaik dengan Hb 11,4 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi parasetamol, asam folat,
metilprednisolon dan transfusi PRC. Parasetamol diberikan untuk mengatasi
demam pasien. Dosis parasetamol yang diterima pasien yaitu 1500 mg/hari,
namun demam pasien belum teratasi ditunjukkan pada pemeriksaan suhu tubuh
hari 1, 3, 4, dan 5 (37,60C; 37,50C; 37,50C; 37,10C) dan
keluhan
pasien.
Peristiwa tersebut dikategorikan dalam DRPs dosis kurang. Asam folat diberikan
untuk mencegah anemia megaloblastik, dosis yang diterima pasien yaitu 1,2
mg/hari. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500
mg/hari selama menjalani rawat inap di rumah sakit Dilakukan transfusi PRC
pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena
kadar Hb awal pasien yaitu 3,4 g/dL dan terjadi peningkatan pada hari ke-4 pasien
rawat inap menjadi 11,4 g/dL, kemudian transfusi dihentikan. Terapi asam folat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
metilprednisolon dan transfusi PRC yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari
kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan.
Rekomendasi untuk terapi pasien yaitu pemberian dosis parasetamol
sesuai dengan dosis literatur untuk dapat mengatasi demam pasien. Monitoring
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obatobatan yang digunakan terutama pada penggunaan metilprednisolon jangka
panjang.
7. Kasus 7
Pasien merupakan seorang pria berusia 35 tahun, datang dengan keluhan
lemas dan demam. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 6,5 g/dL
yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011),
DCT 4, dan ICT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 16 hari
dan keluar dengan status membaik dan Hb 10,5 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, asam
folat,
dan
pantozol. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV
dengan dosis 375 mg/hari pada hari 2-8, 250 mg/hari pada hari 9-12, 125 mg/hari
pada hari 13, dan dilanjutkan dengan pemberian oral pada hari 14-16 dengan dosis
32-32-0. Asam folat diberikan dengan dosis 0,8 mg/hari selama pasien rawat inap
untuk mencegah anemia megaloblastik. Pasien mendapatkan terapi pantozol
dengan dosis 40 mg/hari pada hari 10-14 untuk mengatasi peptik ulser yang
merupakan salah satu efek samping penggunaan kortikosteroid, dapat dilihat dari
keluhan pasien terkait nyeri perut dan mual. Pantozol termasuk dalam golongan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
proton pump inhibitors (PPI) yang dapat digunakan untuk mengatasi peptik ulser
dengan dosis 40 mg/hari (Lockrey and Lim, 2011). Terapi yang dberikan sudah
tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan.
Pada kasus ini tidak ditemukan ditemukan DRPs. Monitoring yang
dilakukan yaitu pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan
terhadap efek samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah
pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.
8. Kasus 8
Pasien merupakan seorang wanita berusia 31 tahun, datang dengan
keluhan lemas satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien merupakan rujukan
daru RSUD Cilacap dengan diagnosis anemia susp. Lupus, tidak dilakukan
transfusi karena darah tidak cocok. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar
Hb 2,7 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health
Organization, 2011), DCT 4+, dan ICT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah
sakit selama 3 hari dan keluar dengan status meninggal, sebab kematian yaitu
shock septic.
Selama rawat
inap pasien mendapatkan terapi
metilprednisolon,
mikofenolat mofetil, antibiotik meropenem dan pantoprazol. Pasien mendapatkan
terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 1-3.
Pemberian metilprednisolon dikombinasikan dengan MMF dengan dosis 2x500
mg/hari. Pasien diberikan terapi antibiotik meropenem dengan dosis 2 gram/hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Pemberian antibiotik tersebut untuk mengatasi infeksi bakteri yang ditunjukkan
pada pemeriksaan WBC pasien selama 3 hari rawat inap yaitu 34,75; 31,81; dan
40,04 /µL (rujukan 3,6-11,0
/µL) serta pemeriksaan urin pasien positif
menunjukkan infeksi bakteri. Meropenem merupakan antibiotik golongan
carbapenem yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri dengan dosis 3 x
500-1000 mg/hari secara IV (Baldwin, 2008). Pantoprazol diberikan untuk
mengatasi peptik ulser dengan dosis 40 mg/hari pada hari ke-2 pasien rawat inap.
Pantoprazol termasuk dalam golongan PPI yang digunakan untuk mengatasi
peptik ulser yang merupakan salah satu efek samping penggunaan kortikosteroid,
diberikan dengan dosis 40 mh/hari (Lockrey and Lim, 2011).
Pasien keluar dengan status meninggal akibat shock septic dd
hypovolemic, yang merupakan kejadian dimana tubuh tidak mampu menyediakan
oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan sehingga dapat mengancam jiwa.
Hal tersebut terjadi karena tubuh kehilangan darah cukup banyak (Wilson, Thal,
Kindling, Gtifka, anf Ackerman, 1965).
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dosis kurang yang terjadi karena
interaksi obat antara pantoprazole dengan MMF, sehingga menyebabkan
penurunan efek MMF (Medscape, 2016). Penggunaan PPI dapat meningkatkan
pH intragastrik yang dapat memperlambat hidrolisis MMF, berakibat pada
penurunan paparan dan ketersediaan asam mikofenolat sehingga terjadi penurunan
efek (Wedenmeyer and Blume, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
9. Kasus 9
Pasien merupakan seorang wanita berusia 38 tahun dengan berat badan 50
kg, datang dengan keluhan lemas. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Cilacap
dengan Hb 3,7 dan coomb’s test 4+, tidak dilakukan transfusi karena darah tidak
cocok. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar
dengan status membaik dan Hb 9,6 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, asam folat
dan vit B12. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis
375 mg/hari pada hari 2-5; 187,5 mg/hari pada hari ke-6; 93,57 mg/hari pada hari
7-10, dan pada hari 11-14 dilanjutkan pemberian secara oral dengan dosis 8-4-0
mg/hari. Asam folat dan vit B12 merupakan suplemen yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah, pemberiannya bertujuan untuk mencegah anemia
megaloblastik pada pasien AIHA karena mengalami hemolisis aktif. Pada hari 414 pasien diberikan asam folat dengan dosis 0,8 mg/hari dan vit B12 dengan dosis
2x1 tablet. Pemberian terapi sudah sesuai dilihat dari peningkatan Hb dan Hct
pasien yang mengalami peningkatan.
Pada kasus ini tidak ditemukan DRPs, namun perlu dilakukan monitoring
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping
metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
10. Kasus 10
Pasien merupakan seorang wanita berusia 42 tahun dengan berat badan 73
kg, datang dengan keluhan lemas memberat sejak tiga hari sebelum masuk rumah
sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 5,1 g/dL yang termasuk
dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan DCT) 3+.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 10 hari dan keluar dengan
status meninggal karena hospital acquired pneumonia.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon dan
transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan
dosis 500 mg/hari pada hari 2-4, 375 mg/hari pada hari 5-7, dan 125 mg/hari pada
hari 8-10. Dilakukan transfusi PRC pada hari ke-2 pasien rawat inap. Transfusi
yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5,1 g/dL menjadi
87,7 g/dL. Metilprednisolon dan transfusi PRC yang dberikan sudah tepat, dapat
dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan.
Pasien keluar dengan status meninggal yang disebabkan hospital acquired
pneumonia (HAP), yaitu infeksi paru-paru yang berkembang selama dirawat di
rumah sakit 48 jam atau lebih setelah masuk (Tarsia, Alberti, Cosentini, and Blasi,
2005). Pathogen yang paling sering terlibat yaitu Staphyllococcus aureus, pasien
mengalami demam semenjak hari ke-6 rawat inap, diduga pasien mengalami
infeksi karena penderita AIHA rentan mengalami infeksi.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat berupa
antibiotik untuk mengatasi HAP. Terapi yang direkomendasikan untuk pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
yang rawat inap <5 hari yaitu ceftriaxon dengan dosis 1-2 gram/hari atau
moxifloxacin 400 mg/hari. Untuk pasien rawat inap selama 5-9 hari diberikan
vancomycin saja atau dengan tambahan cefepime 2 gram tiap 12 jam (Beardsley,
Williamson, Johnson, Ohl, Karchmer, and Bowton, 2006).
11. Kasus 11
Pasien merupakan seorang wanita berusia 35 tahun dengan berat badan 36
kg, datang dengan keluhan lemas serta nafsu makan dan minum menurun.
Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 4,8 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT 4+ dan ICT 3+.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar dengan
status membaik dan pemeriksaan Hb terakhir 9,5 g/dL.
Selama rawat
inap pasien mendapatkan terapi
parasetamol, lansoprazol, ceftazidim, gentamycin, dan
metilprednisolon,
transfusi PRC. Pasien
mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada
hari 2-4, 375 mg/hari pada hari 5-6, dan 250 mg/hari pada hari 7-12. Parasetamol
diberikan pada hari 2-13 dengan dosis 3x500 mg/hari untuk mengatasi pusing.
Parasetamol sebagai analgesik digunakan untuk mengatasi pusing (Warwick,
2008), dengan dosis yang dianjurkan yaitu 1950-3900 mg/hari (American
Pharmacist Association, 2007). Pemberian parasetamol sudah sesuai karena
keluhan pasien terkait pusing tidak muncul kembali. Lansoprazol diberikan
dengan dosis 1 x 30 mg pada hari 2, 3, dan 6 pasien rawat inap. Lansoprazol
digunakan
untuk mengatasi tukak lambung yang merupakan salah satu efek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
samping kortikosteroid, diberikan dengan dosis 30 mg/hari (Bardhan, Ahlberg,
Hislop, Lindholmer, Long, Morgan, et al, 1994). Pada hari 11-13 pasien diberikan
ceftazidim dengan dosis 1 gram/8 jam dan gentamycin dengan dosis 160 mg/24
jam. Kedua antibiotik tersebut digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri
Staphyllococcus aureus yang ditemukan pada pemeriksaan kultur bakteri pasien.
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1, 3, dan 4 pasien rawat inap. Transfusi yang
dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4,8 g/dL dan terjadi
peningkatan pada hari ke-3 pasien rawat inap menjadi 10,3 g/dL. Terapi yang
dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang
menunjukkan peningkatan.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW pasien diatas normal yaitu 36 fL (rujukan:
11,5-14,5 fL) dan MCV >100 fL (Lu and Wu, 2004).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring yang dilakukan
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping
metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
12. Kasus 12
Pasien merupakan seorang wanita berusia 38 tahun dengan berat badan 50
kg, datang dengan keluhan lemas sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 5,3 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT + dan ICT +.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 7 hari dan keluar dengan status
membaik.
Selama rawat
inap pasien mendapatkan terapi
metilprednisolon,
pantoprazole, dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon
secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 1-4, dan 250 mg/hari pada hari 5-7.
Pantoprazol diberikan untuk mengatasi peptik ulser dengan dosis 40 mg/hari.
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang
dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5,3 g/dL menjadi 7,4
g/dL. Terapi yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct
pasien yang menunjukkan peningkatan.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW diatas normal (47,2 fL) dan MCV >100 fL
(Lu and Wu, 2004).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring terhadap kadar Hb dan
Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping metilprednisolon seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi
pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
13. Kasus 13
Pasien merupakan seorang wanita berusia 26 tahun dengan berat badan 67
kg, datang dengan keluhan lemas memberat sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,2 g/dL yang termasuk
dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan DCT +.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar dengan
status membaik dan Hb 9 g/dL.
Selama rawat
inap pasien mendapatkan terapi
metilprednisolon,
parasetamol, ranitidin, ceftriaxon, dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi
metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-6, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian secara oral pada hari ke 7-14 dengan dosis 32-16-0
mg/hari. Parasetamol diberikan untuk meredakan sakit kepala pasien yang
ditunjukkan dari keluhan pasien selama rawat inap, diberikan pada hari 7-10 dan
12 dengan dosis 3x500 mg/hari. Ditemukan DRPs dosis kurang karena
parasetamol yang diberikan belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait sakit
kepala, pada hari 13 dan 14 pasien masih mengeluh sakit kepala. Ranitidine
digunakan untuk mengatasi tukak lambung karena penggunaan kortikosteroid,
dosis yang diterima pasien pada hari 4-13 yaitu 100 mg/hari. keluhan pasien
terkait nyeri perut dan tukak lambung belum dapat teratasi dilihat dari keluhan
pasien selama pemberian terapi, sehingga dapat dikatakan dosis ranitidine kurang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Pasien juga mendapatkan ceftriaxon pada hari 6-14 dengan dosis 1 gram/12 jam,
diduga pasien mengalami infeksi bakteri karena pemeriksaan netrofil pasien
melebihi batas normal dan pemeriksaan WBC pasien pada hari ke-6 yaitu 15,1/µL
(rujukan: 3,6-11,0 /µL). Ceftriaxon merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi tiga yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri dengan dosis secara
IV 2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1 dan 7 pasien rawat inap. Transfusi yang
dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3,2 g/dL menjadi 9,0
g/dL
Pada kasus ini juga ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat
asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW diatas normal (83,1 fL) dan MCV >100 fL
(Lu and Wu, 2004).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013), penyesuaian dosis parasetamol
untuk mengatasi sakit kepala 325-650 mg tiap 4-6 jam (American Pharmacist
Association, 2007), penyesuaian dosis ranitidin untuk mengatasi tukak lambung
50 mg tiap 6-8 jam/hari (Olivia, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et
al, 2008).
Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan
terhadap efek sampingobat yang digunakan, khususnya metilprednisolon seperti
peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi
pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
14. Kasus 14
Pasien merupakan seorang wanita berusia 32 tahun dengan berat badan 60
kg, datang dengan keluhan lemas sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 6,8 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011). Pasien menjalani rawat
inap di rumah sakit selama 9 hari dan keluar dengan status membaik.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, antasida,
ranitidine, dan insulin aspart. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara
IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-5; 187,5 mg/hari pada hari 6, dan 125
mg/hari pada hari 7-8. Antasida (dosis 15-30 mL/hari atau 20-40 mL/hari) dan
ranitidin (150-200 mg/hari) bekerja secara sinergis untuk mengatasi tukak
lambung dengan menurunkan produksi asam di esofagus dan lambung (Robinson,
Stanley, Ciociola, Filinto, Zubaidi, Miner, et al, 2001). Ranitidin diberikan pada
hari 1-3; 5; 7-8 pasien rawat inap dengan dosis 100 mg/hari, sedangkan antasida
diberikan pada hari 3, 5, dan 7 dengan dosis 45 mL/ hari. Pasien diberikan insulin
aspart pada hari ke-6 namun dosis tidak dicantumkan. Pemberian insulin
bertujuan untuk menurunkan kadar gula dalam darah yang mungkin terjadi karena
pemakaian kortikosteroid, namun pemeriksaan gula darah pasien tidak
dicantumkan.
Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam
folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW (18,6) diatas normal dan MCV >100 fL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
(Lu and Wu, 2004). Selain itu juga ditemukan DRPs dosis kurang yang terjadi
karena interaksi antara metilprednisolon dengan insulin aspart yang dapat
menurunkan efek insulin aspart (Medscape, 2016).
Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat
dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013), serta memberikan jeda pada
pemberian metilprednisolon dan insulin aspart. Monitoring terhadap kadar Hb
dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obat yang digunakan,
khususnya metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan
risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
15. Kasus 15
Pasien merupakan seorang wanita berusia 37 tahun dengan berat badan 56
kg, datang dengan keluhan pusing sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,8 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan hasil DCT +.
Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 5 hari dan keluar dengan status
membaik dan Hb 9,3 g/dL.
Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, ranitidin,
dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan
dosis 375 mg/hari pada hari 2-5 pasien rawat inap. Ranitidin diberikan pada hari
2-5 dengan dosis 2x50 mg/hari untuk mengatasi tukak lambung. Dosis ranitidin
yang diberikan belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait tukak lambung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
seperti mual dan nyeri perut yang masih dirasakan pasien selama rawat inap,
sehingga dapat dikategorikan dalam DRPs dosis kurang. Dilakukan transfusi PRC
pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena
kadar Hb awal pasien yaitu 3,8 g/dL menjadi 9,7 g/dL
Pada kasus ini juga ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat
asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi yang diberikan
untuk pasien yaitu memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery,
2013), penyesuaian dosis ranitidin untuk tukak lambung yaitu 50 mg tiap 6-8 jam
(Olivia dkk, 2008). Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta
pemantauan
terhadap
efek
samping
obat
yang
digunakan,
khususnya
metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko
osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka
panjang.
Tabel VIII. Gambaran DRPs Pada Pasien AIHA di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014
Kasus
Jumlah Kasus
(n=15)
Persentase
1, 2, 3, 4, 10, 11,
12, 13, 14, 15
10
66,67
Obat yang Tidak
Dibuthkan
-
0
0
Obat Tidak Tepat
-
0
0
2, 5, 6, 8, 13, 14,
15
7
46,7
-
0
0
5
1
6,7
Jenis DRPs
Dibutuhkan
Tambahan Obat
Dosis Kurang
Dosis Berlebih
Interaksi dan Efek
Samping
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Kasus DRPs yang ditemukan dari 15 pasien yang memenuhi kriteria
inklusi dan menjalani perawatan di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta pada periode 2009-2014 antara lain, kejadian memerlukan obat
tambahan 10 episode (66,67%), kejadian dosis kurang terdapat 7 episode (46,7%),
interaksi dan efek samping obat 1 episode (6,7%). Dari 15 subjek penelitian yang
masuk dalam kriteria inklusi dapat diketahui bahwa DRPs yang paling banyak
terjadi adalah butuh tambahan obat berupa asam folat karena pasien AIHA
mengalami hemolisis aktif yang dapat menyebabkan anemia megaloblastik yang
dapat dilihat dari pemeriksaan RDW melebihi batas normal dan MCV >100 fL.
D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
Selama periode 2009-2014 terdapat 20 pasien usia 26-45 tahun yang
memiliki diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito. Dari
20 pasien tersebut terdapat 15 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian
dilakukan identifikasi DRPs pada pengobatan AIHA yang dilakukan.
Dari 15 pasien tersebut dievaluasi bahwa kasus AIHA lebih banyak
terjadi pada perempuan sebesar 93% dibandingkan laki-laki sebesar 7%.
Obat yang diberikan pada kasus AIHA dibagi menjadi 7 kelas terapi,
yaitu kortikosteroid, imunosupresan, analgesik non-narkotik, antidiabetes,
antiulkus, antianemi, dan antibakteri. Obat yang paling banyak digunakan adalah
metilprednisolon yang termasuk dalam golongan kortikosteroid dan merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pilihan utama dalam pengobatan AIHA. Terapi suportif yang diberikan berupa
transfusi PRC dan WRC.
Pada penelitian ditemukan 18 kasus DRPs yang terjadi pada
penatalaksanaan terapi pasien AIHA usia dewasa yang menjalani rawat inap di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014. Kasus DRPs yang
terjadi meliputi 10 episode butuh tambahan obat, 7 episode dosis kurang, 1
episode interaksi dan efek samping obat.
Tabel IX. Hasil Evaluasi DRPs Kasus AIHA Pasien Usia Dewasa di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.
Kasus
DRPs
1
Diperlukan
tambahan
obat
2
Diperlukan
tambahan
obat
Dosis
Kurang
Plan/Rekomendasi
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik
Outcome
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik
Menyesuaikan pemberian
ranitidin sesuai dengan dosis
yang dianjurkan. Monitoring
keluhan pasien terkait peptik
ulser, seperti mual dan nyeri
perut.
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
Keluhan pasien terkait
mual dan nyeri perut tidak
timbul kembali
3
Diperlukan
tambaha
obat
Memberikan asam folat dengan RDW dan MCV mencapai
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi nilai normal
anemia megaloblastik
4
Diperlukan
tambahan
obat
5
Dosis
Kurang
Memberikan asam folat dengan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi
anemia megaloblastik
Memberikan jeda penggunaan
asam folat dan furosemid untuk
menghindari interaksi yang
dapat menurunkan kadar asam
folat.
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
Asam folat dapat
memberikan efeknya
sehingga RDW dan MCV
mencapai nilai normal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel IX. Lanjutan
Kasus
DRPs
Plan/Rekomendasi
Outcome
5
Interaksi
dan Efek
samping
Obat
Monitoring kadar kalium akibat
interaksi metilprednisolon dan
furosemid serta memberikan
jeda penggunaannya.
6
Dosis
kurang
Monitoring suhu dan keluhan Suhu tubuh normal
pasien,
berikan
dosis kembali dan keluhan
parasetamol sesuai literatur.
pasien terkait demam tidak
muncul kembali
8
Dosis
kurang
MMF bekerja ditunjukkan
dengan peningkatan kadar
Hb dan Hct pasien
10
Memberikan jeda penggunaan
MMF dan pantoprazol (PPI)
untuk mencegah interaksi yang
dapat menurunkan efek MMF.
Dibutuhkan Memberikan vancomycin
dengan dosis 2 gram tiap 12 jam
tambahan
untuk mengatasi HAP
obat
Kadar kalium mencapai
nilai normal
Gejala infeksi seperti
peningkatan suhu,
peningkatan WBC dan
netrofil normal kembali
serta pemeriksaan bakteri
lainnya menunjukkan hasil
negatif
11
Dibutuhkan Memberikan asam folat dengan RDW dan MCV mencapai
tambahan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi nilai normal
obat
anemia megaloblastik.
12
Dibutuhkan Memberikan asam folat dengan RDW dan MCV mencapai
tambahan
dosis 1 mg/hari untuk mengatasi nilai normal
obat
anemia megaloblastik.
13
Dibutuhkan Memberikan
asam
folat RDW dan MCV mencapai
tambahan
dengan dosis 1 mg/hari untuk nilai normal
obat
mengatasi
anemia
megaloblastik.
Dosis
kurang
Memantau kondisi pasien
terkait keluhan tukak lambung,
dan memberikan ranitidin
sesuai dosis literatur
Memberikan
parasetamol
sesuai dengan dosis literatur,
memantau keluhan pasien
terkait sakit kepala yang
dirasakannya
Keluhan pasien terkait mual
dan nyeri perut tidak timbul
kembali
Suhu tubuh normal kembali
dan keluhan pasien terkait
demam tidak muncul
kembali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Tabel IX. Lanjutan
Kasus
DRPs
Plan/Rekomendasi
14
Dibutuhkan Memberikan
asam
folat
tambahan
dengan dosis 1 mg/hari untuk
obat
mengatasi
anemia
megaloblastik.
Memberikan jeda pada
Interaksi
dan
efek penggunaan metilprednisolon
dan insulin aspart untuk
samping
menghindari interaksi yang
dapat menurunkan efek
insulin. Monitoring gula darah
pasien karena salah satu efek
samping kortikosteroid adalah
diabetes mellitus.
15
Outcome
RDW dan MCV mencapai
nilai normal
Kadar gula darah pasien
mencapai nilai normal
kembali
Dibutuhkan Memberikan
asam
folat RDW dan MCV mencapai
tambahan
dengan dosis 1 mg/hari untuk nilai normal
obat
mengatasi
anemia
megaloblastik.
Dosis
Kurang
Memantau kondisi pasien Keluhan pasien terkait mual
terkait keluhan tukak lambung, dan nyeri perut tidak timbul
dan memberikan rnitidin sesuai kembali
dosis literatur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Evaluasi Drug Related
Problems (DRPs) pada Pasien Usia Dewasa dengan Diagnosis Autoimmune
Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2009 – 2014 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Kasus AIHA pada usia 26-45 tahun lebih banyak terjadi pada wanita (93%)
dibandingkan dengan pria (7%).
2. Obat yang paling banyak digunakan adalah metilprednisolon, obat ini
digunakan pada semua kasus.
3. DRPs yang paling banyak ditemukan yaitu dibutuhkan tambahan obat berupa
asam folat pada 10 episode dan antibiotik pada 1 episode. DRPs yang cukup
banyak selanjutnya yaitu dosis kurang, seperti 3 episode dosis ranitidin kurang,
2 episode dosis parasetamol kurang, 3 episode dosis kurang karena interaksi
antar obat seperti asam folat dan furosemid, MMF dan pantoprazol, serta
metilprednisolon dan insulin aspart.
B. Saran
1. Untuk RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
a. Perlu disediakan protokol terapi AIHA pasien usia dewasa untuk
mempermudah proses evaluasi kesesuaian terapi.
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
2. Untuk peneliti selanjutnya
a. Perlu dilakukan konfirmasi terhadap dokter penulis resep maupun tenaga
medis lain yang menangani pasien untuk mendapatkan informasi yang lebih
lengkap terkait kasus yang dijadikan subjek penelitian.
b. Penelitian lebih lanjut secara prospektif terkait pengobatan pasien perlu
dipertimbangkan untuk mengetahui kepatuhan pasien dan kondisi pasien
selanjutnya.
c. Dapat dilakukan penelitian yang sama pada rumah sakit berbeda untuk
mengetahui perbandingan penatalaksanaan terapi yang diterapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
DAFTAR PUSTAKA
American Pharmacist Association, 2007, Drug Information Handbook, 17th
edition, Lexi-Comp’s Drug References Handbooks, United States of
America.
Anderson, D. R., 2011, Guideline for Washed Red Blood Cells in Nova Scotia,
Nova Scotia Provincial Blood Coordinating Program, 2011:11.
Anggoro, J., 2010, Transfusi Emergency pada Penderita Anemia Hemolitik
Autoimun Dengan Sarana yang Terbatas, Tesis, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta, Jakarta.
Aronoff, D.M., Neilson, E.G., 2001, Antipyretics: Mechanism of Actional and
Clinical Use in Fever Suppression, The American Journal of
Medicine, Vol 111.
Baldwin, C.M., Lyseng-Williamson, K.A., Keam, S.J., 2008, Meropenem: A
Review of its Use in the Treatment of Serious Bacterial Infections,
Adis Drug Evaluation, 68(6):803-838.
Bardhan, K. D., Ahlberg, J., Hislop, W. S., Lindholmer, C., Long, R. G., Morgan,
G. A., et al, 1994, Rapid Healing of Gastric Ulcers with
Lansoprazole, Aliment Pharmacol Therapy, 8:215-220.
Bass, G. F., Tuscano, E. T., Tuscano, J. M., 2013, Diagnosis and Classification of
Autoimmune Hemolytic Anemia, Autoimmunity Reviews, 01486:5.
Baumann, R., Rubin, H., 2015, Autoimmune Hemolytic Anemia During
Pregnancy With Hemolytic Disease in the Newborn, Blood, vol. 41,
No. 2.
Beardsley, J. R., Williamson, J. C., Johnson, J. W., Ohl, C. A., Karchmer, T. B.,
Bowton, D. L., 2006, Using Local Microbiologic Data to Develop
Institution-Spesific Guidelines for the Treatment of HospitalAcquired Pneumonia, CHEST Original Research of Pneumonia,
130: 787-789.
Becerra, J., Martinez, F., Bohorquez, M., Guevara, M. L., and Ramirez, E., 2012,
Validation of Methodology for Inpatient Pharmacotherapy Followup, Vitae, 19 (3).
Berentsen, S., Sundic, T., 2015, Red Blood Cell Destruction in Autoimmune
Hemolytic Anemia: Role of Complement and Potential New Targets
for Therapy, Hindawi Publishing Corporation, Volume 2015,
Article ID 363278, 11 pages.
Botting, R. M., 2000, Mechanism of Action of Acetaminophen: Is There a
Cyclooxygenase 3?, (31): 202.
Cadili, A., and de Gara, C., 2008., Complications of Splenectomy, American
Journal of Medicine, 121(5):371-5.
Chaudhary, R. K., and Das, S. S., 2014, Autoimmune Hemolytic Anemia: From
Lab to Bedside,Asian J Transfus Sci, 8(1):5-12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Cipolle, R. J., Strand, L., Morley, P., 2004, Pharmaceutical Care Practice : The
Clinician’s Guide, The McGraw-Hill Companies, Inc., USA, pp.
172-178.
DeLoughery, T. G., 2013, Autoimmune Hemolytic Anemia, Hospital Physician
Hematology Board Review Manual, vol 8 part 1.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.,
2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th edition,
Mc Graw Hill, New York, pp. 1524, 1932, 1935.
Fourmy, D., Recht, M. I., Blanchard, S. C., Puglisi, J. D., 1996, Structure of the A
Site of Escherichia coli 16S Ribosomal RNA Complexed with an
Aminoglycoside Antibiotik, Journal of Science, 274.
Gehrs, B. C., Friedberg, R. C., 2002, Autoimmune Hemolytic Anemia, American
Journal of Hematology, 69:258-271.
Gustaferro, C. A., Steckelberg, J. M., 1991, Cephalosporin Antimicrobial Agents
and Related Compounds, Mayo Clin Proc, 66.
Gutthann, S, P., Rodriguez, L, A, G., and Raiford, D, S., 1996, Individual
Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs and Other Risk Factors for
Upper Gastrointestinal Bleeding and Perforation, Epidemiology, 8
(1), 18-24.
Hoffbrand, V., Higgs, D, R., Keeling, D, M., Mehta, A, B., 2016, Postgraduate
Haematology, John Willey & Sons, United Kingdom, p.144.
Hoffman, C., P., 2006, Immune Hemolytic Anemia-Selected Topics, American
Society Of Hematology, 13(08):1.
Howard, J., Hoffbr, V., Grant, H.P., Mehta, A., 2001, Mycophenolate mofetil for
The Treatment of Refractory Auto-immune Haemolytic Anemia and
Auto-immune Trombocytopenia Purpura, British Journal of
Haematology, 117:712-715.
King, K.E., Ness, P.M., 2005, Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemia,
Seminars in Hematology, 42:131-136.
Lanzkowsky, P., 2005, Manual of Pediatric Hematology and Oncology 4th
Edition, Elsevier Academic Press, United States.
Laurian, Y., Girma, J.P., Allain, J.P., Verroust, F., Larrieu, M.J., 1982, Washed
Red Blood Cells in Haemophilia A Patients with Antibodi to Factor
VII, Scand Journal of Haematol, 28:233-237,
Lechner, K., Jager, U., 2010, How I Treat Autoimmune Hemolytic Anemias in
Adults, The American Society of Hematology, vol 116, num 11.
Liu, D., Ahmet, A., Ward, L., Krishanamoorthy, P., Mandelcorn, E. D., Leigh, R.,
et al, 2013, A Practical Guide to The Monitoring and Management
of The Complications of Sistem Corticosteroid Therapy, Allergy,
Asthma & Clinical Immunology, 9:30.
Lockrey, G., and Lim, L., 2011, Peptic Ulcer Disease in Older People, J Pharm
Pract Res, 41 (1), 58-61.
Lu, Shin-Yu, Wu, Hong-Cheng, Kaohsiung, 2004, Initial Diagnosis of Anemia
from Sore Mouth and Improved Classification of Anemias by MCV
and RDW in 30 Patients, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod, 98:679-685.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Luo, J, C., Chang, F, Y., Lin, H, Y., Lu, R, H., Lu, C, L., Chen, C, Y., and Lee, S,
D., 2002, The Potential Risk Factors Leading to Peptic Ulcer
Formation in Autoimmune Disease Patients Receiving
Corticosteroid Treatment, Aliment Pharmacol Ther, 16, 1241–1248.
Mahmood, L., 2014, The Metabolic Processes of Folic Acid And Vitamin
B12Deficiency, J Health Res Rev,1 (1), 5-9.
March, M., 2014, Warm Autoimmune Hemolytic Anemia: Advances on
Pathophysiology and Treatment, La Presse Médicale, e1-e8.
Marcus, N., Attias, D., Tamary, H., 2014, Autoimmune Hemolytic Anemia
Current Understanding of Pathophysiology, Congress of The
European Hematology Association, 2014;8:331-338.
Medscape, 2016, Drug Interaction Checker, http://reference.medscape.com/druginteractionchecker, diakses tanggal 28 Februari 2016.
Meneghini, L. F., 2009, Early Insulin Treatment in Type 2 Diabetes,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2811460/,
diakses
pada tanggal 29 Februari 2016.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Formularium Nasional, Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 328
Michel, M., 2011, Classification and Therapeutic Approaches in Autoimmune
Hemolytic Anemia: An Update, Expert Review Hematol, 4(6):607618.
Norfolk, D., 2013, Handbook of Transfusion Medicine, 5th Edition, TSO
Information and Publishing, United Kingdom, p. 52.
Oliva, A., Partemi, S., Arena, V., De Giorgio, F., Colecchi, C., Fucci, N., Pascali,
V, L., 2008, Fatal Injection Of Ranitidin: A Case Report, J Med
Case Reports, 2:232.
Permono, B., Sutaryo, Ugrasena, I, D, G., Windiastuti, E., Abdulsalam, M., 2005,
Buku Ajar Hematology-Onkology Anak, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Indonesia.
Reardon, J.E., Marques, M.B., 2006, Laboratory Evaluation and Transfusion
Support of Patients With Autoimmune Hemolytic Anemia, American
Society for Clinical Pathology, 2006;125(Suppl 1):S71-S77.
Robinson, M., Stanley, S. R., Ciociola, A. A., Filinto, J., Zubaidi, S., Miner, P. B.,
Gardner, J. D., 2001, Synergy Between Low-Dose Ranitidine and
Antacid in Decreasing Gastric and Esophageal Acidity and Relieving
Meal-Induced Heartburn, Aliment Pharmacol Ther, 15: 1365-1374.
Runyon, B. A., 2004, Management of Adult Patients With Ascites Due to
Cirrhosis, Hepatology, vol. 39, no.3.
Sarper, N., Kilic, S. C., Zengin, E., Gelen, S. A., 2011, Management of
Autoimmune Hemolytic Anemia in Children and Adolescents: A
Single Center Experience,Departement of Pediatric Hematology;
Faculty of Medicine, Kocaeli University, Kocaeli, Turkey; 28: 198205.
Sharma, C, V., and Mehta, V., 2013, Paracetamol: Mechanism and Update,
Contin Educ Anaesth Crit Care Pain, 1-6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Sharma, S., Sharma, P., Tyler, L.N., 2011, Transfusion of Blood and Blood
Products: Indications and Complications, American Family
Physician, Vol. 83, No.6.
Storm, B. L., Kimmel, S. E., 2006, Textbook of Pharmacoepidemiology, John
Wiley & Sons Ltd., England, pp. 18.
Sun, M.L., Forsberg, C., Karin, L.M., 2011, Normal Oral, Rectal, Tympanic and
Axillary Body Temperature in Adult Men and Women: A Sistematic
Literatur Review, Scand Journal of Caring; 2002; 16; 122-128.
Tarsia, P., Aliberti, S., Cosentini, R., Blasi, F., 2005, Hospital Acquired
Pneumonia, Breathe, 1:4.
Voskuhl, R., 2011, Sex Differences in Autoimmune Diseases, Bio Sex Differ, 2:1.
Warwick, C., 2008, Parasetamol and Fever Management, The Journal of The
Royal Society for the Promotion of Health, Vol. 128, No. 6.
Weinstein, R., 2012, Clinical Practice Guide on Red Blood Cell Transfusion,
American Society of Hematology, 157:49-58.
Wilson, R.F., Thal, A.P., Kindling, P.H., Grifka, T., Ackerman, E., 1965,
Hemodynamic Measurements in Septic Shock, Arch Surgery,
Vol.91.
Yellin, A. E., Hassett, J. M., Fernandez, A., Geib, J., Adeyi, B., Woods, G. L.,
Teppler, H., et al, 2002, Ertapenem Monotherapy Versus
Combination Therapy With Ceftriaxone for Treatment of
Complicated Intra-Abdominal Infections in Adults, International
Journal of Antimicrobial Agent, 20:165-173..
Zanella, A., Barcellini, W., 2014, Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemias,
Journal of Haematologica, 99(10).
Zeerleder, S., 2011, Autoimmune Haemolytic Anemia: A Practical Guide to Cope
with A Diagnostic and Therapeutic Challenge, The Netherlands
Journal of Medicine, Vol. 69, No.4.
Zoorob, R, J., and Cender, D., 1998, A Different Look at Corticosteroids, Am Fam
Physician, 58(2), 443-450.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Lampiran 1. Surat Keterangan Ethic Committee Approval
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3. Kasus 1
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.26.55.54 (Kasus 1)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. SW
Umur/JK: 43 tahun / Perempuan
BB: 54 kg
TB: 160 cm
RPD: RPO: -
Tanggal Rawat: 29/11/2013 – 09/12/2013 (11 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: High Output Heart Failure
Keluhan Utama: lemas dan sesak nafas sejak 7 hari sebelum masuk RS
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan penderita AIHA tegak sejak 7 tahun sebelum masuk RS yang diterapi dengan MP, Hb rata-rata kurang lebih 10.
kurang lebih sudah 1,5 tahun tidak kontrol ke RS Sardjito karena dikatakan Hb sudah membaik. Tidak minum obat lagi dan tidak ada keluhan. Sekitar 7
hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan sesak saat beraktivitas. Hari masuk RS periksa ke penyakit dalam, Hb 4,7 kemudian dirujuk ke
UGD.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT
LYPMH
MONO
EO
BASO
RDW-SD
Retik
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
fL
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60
Pemeriksaan Kimia
26/11/13
18.9
1.32
4.7
18.8
204
81.4
14,2
4.2
0.1
0.1
29/11/13
10.7
1.32
4.8
13.9
104.7
36.3
34.7
243
88.2
8.4
2
1.1
0.3
18,3
01/12/13
11.68
2.54
8.1
24.6
106.8
31.8
32.8
198
90.7
6.6
1.8
0.2
0.2
28,5
04/12/13
6.1
2.71
8.9
26.8
108.7
32.9
33.4
175
86.8
7.1
4.7
1.1
0.3
29,6
08/12/13
6.4
3.05
10
29.8
107.5
32.7
33.6
176
71.4
18.3
10.2
0.1
0
25,1
TBil
Satuan
mg/dL
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4 ;
F: 0.02-0.9
12/01/13
3.77
11/29/13
7.7
DBil
mg/dL
0-0.2
0.83
0.61
LDH
U/L
240-480
552
Pemeriksaan
Hemostasis
PPT
INR
Kontrol
APTT
Kontrol
29/11/13
14
1.02
14.7
36
33.8
Diagnosa:CROSS
Coomb’s
Test
AC
Mayor
Minor
Indirect
Direct
+
2+
2+
3+
2+
11.9
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi
Kesan
Kesimpulan
Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik leukositosis, reaktifitas netrofil
Gambaran anemia ec susp. Defisiensi B12/asam folat (megaloblastik anemia) disertai proses inflamasi/infeksi bakteri
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
29/11/2013
Lemah cm
Afebris
74
20
120/80
30/11/2013
Lemah cm
01/12/2013
Sedang cm
Afebris
88
20
120/70
-
-
Lemas berkurang
Keluhan
02/12/2013
Lemah cm
36
80
20
140/80
Sesak nafas
berkurang
03/12/2013
Lemah cm
36
80
20
130/90
04/12/2013
Baik cm
36.5
88
20
130/80
-
Lemas
05/12/2013
Baik cm
36.4
80
20
130/80
-
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
125 mg/6 jam
125 mg/8 jam
125 mg/12 jam
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
06/12/2013
Baik cm
36.4
84
20
120/70
-
07/12/2013
Baik cm
36.4
64
20
150/90
-
P
Si
So
M
P
√
STOP
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
Si
So
M
√
√
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
125 mg/6 jam
125 mg/8 jam
125 mg/12 jam
P
√
Si
So
M
√
√
P
Si
So
08/12/2013
Cm
36.4
84
20
150/90
-
M
P
√
√
Si
So
09/12/2013
Baik cm
36.4
64
20
120/80
-
M
P
√
√
Si
So
M
STOP
√
√
Assesment
Pasien merupakan kasus AIHA lama, yang terdiagnosis sejak 7 tahun yang lalu. Pasien datang ke RS dengan Hb 4,7 g/dL. Pasien diberikan terapi antara lain:
1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV
dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dosis yang diberikan pada hari 5-8 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 9-11 yaitu 125 mg/12 jam atau sama dengan 250 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis terapi pada guideline
2. Transfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi
mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (1/12/2013) yaitu 8.1 g/dL.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.7 g/dL. Hari ke-3 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.1 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb
setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat:

Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat
(DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik
(Lu and Wu, 2004).
Plan/Rekomendasi
1.
2.
3.
4.
Monitoring kadar Hb dan Hct pasien
Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk anemia megaloblastik (DeLoughery, 2013).
Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray). Bila perlu lakukan pemberian tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis
200 IU/hari, (Dipiro, 2008).
Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4. Kasus 2
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.29.80.61 (Kasus 2)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. N
Umur/JK: 29 tahun / Perempuan
BB: 50 kg
TB: 160 cm
RPD: -
RPO: -
Tanggal Rawat: 21/02/2009-26/02/2009 (6 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: Lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh badan terasa lemas, nafsu makan dan minum menurun namun tidak
periksa. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS, pasien periksa ke RS Sardjito untuk cek lab, Hb=5,4; AL=7,1; AT=222. Keluhan lemas dan mual tidak
diperiksakan. Hari masuk RS, karena keluhan menetap maka pasien periksa di poli UPD kemudian dirawat di bangsal. Pasien merupakan penderita
AIHA yang tegak diagnosis sejak 26/06/07-09/07/07 dengan terapi pulang MP 8-4-0 kemudian 4-2-0 (selama opname mendapat transfusi PRC 4 kolf.
tidak kontrol rutin).
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Nilai
Satuan
21/02/09
Rujukan
WBC
x103/µL
3.6-11.0
5,7
RBC
x106/µL
3.8-5.2
0.86
HGB
g/dL
11.7-15.5
4.5
HCT
%
32-47
10.7
MCV
fL
80-100
123.6
MCH
pg
26-34
51.9
MCHC
g/dL
32-36
42
PLT
x103/µL
150-440
207
NEUT%
%
50-70
55.2
LYPMH%
%
20-40
37.1
MONO%
%
2-8
5.3
EO%
%
1-3
2.3
BASO%
%
0-1
0.1
RDW
fL
11,5-14,5
21,8
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (22/02/09)
Kesan
Kesimpulan
Susp. AIHA tipe cold
Pemeriksaan Kimia
24/02/09
26/02/09
5.41
1.95
8.1
22.8
116.9
41.5
35.5
141
55
37.2
5
2.6
0.2
85,9
4.71
2.06
9.30
21.6
104.9
45.1
43.1
138
55.20
37.80
4.9
1.9
0.2
27,7
CROSS
TBil
DBil
Tp
Albumin
SGOT/ AST
SGPT/ ALT
BUN
Creatinin
Asam Urat
Fe
Natrium (Na)
Kalium (K)
Chloride (Cl)
GDS
Globulin
Mayor
Minor
2+
3+
Satuan
mg/dL
mg/dL
g/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
µg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
Coomb’s
Test
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9
0-0.2
3.97-4.94
M: 10-40; F: 5-32
M: 10-50; F: 10-35
6-20
0.67-1.17
M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0
M: 59-158; F: 37-145
135-146
3.4-5.4
95-108
Indirect
Direct
0-0
21/02/09
3.46
0.35
7.3
3.78
30
9
10.7
0.82
6
87
138
3.4
106
99
3.52
4+
EKG
Heart Rate
24/02/09
2.190
0.310
6.930
3.42
18
10
-
25/02/09
2.01
0.43
7.4
3.67
23
9
12.5
0.74
5.7
137
3.1
106
101
Sinus ritme
96 x/menit
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. MP 125 mg
Inj. Ranitidine
MP 4 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
125 mg/6 jam
1A/12 jam
Oral 8-4-0
P
21/02/2009
Sedang cm
Afebris
88
20
100/60
22/02/2009
Cm
Afebris
80
20
110/60
23/02/2009
Sedang cm
Afebris
64
20
100/60
24/02/2009
Sedang cm
Afebris
64
20
100/60
25/02/2009
Sedang cm
Afebris
64
20
90/60
Lemas
Nyeri perut, mual
BAK warna teh
Nyeri perut
Nyeri perut
Si
So
√
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
P
Si
So
√
√
STOP
√
√
26/02/2009
Sedang cm
Afebris
76
20
90/60
-
M
P
Si
√
√
So
M
√
Assesment
Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS, 3 hari sebelumnya dilakukan pemeriksaan dan dikatakan Hb pasien 5,4 g/dL. Pasien merupakan
penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 1,5 tahun yang lalu namun tidak rutin control. Pasien pulang dengan Hb 9,30 g/dL. Terapi yang diperoleh selama pasien rawat inap
antara lain:
1. Metilprednisolon sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, sesuai dengan sumber acuan terapi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian
metilprednisolon tablet 4 mg pada hari 5-6 dengan dosis per hari 2-1-0 atau sama dengan 8-4-0 mg/hari.
Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
Kondisi pasien semakin membaik ditunjukkan dengan peningkatan kadar Hb setelah pemberian terapi.
2. Ranitidin (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL)
Pasien juga menerima terapi tambahan yaitu ranitidin injeksi yang termasuk dalam golongan antagonis reseptor H2 digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang
merupakan salah satu efek samping dari metilprednisolon (Lockrey and Lim, 2011). Diberikan 50 mg setiap 6-8 jam perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva et all, 2008).
Dosis yang diterima pasien pada hari 3-5 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 50 mg x 2 = 100 mg/hari.
3. Transfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-3 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-4 (24/02/2009) yaitu 8.1 g/dL.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.5 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.1 g/dL sehingga sudah sesuai literatur
dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
 Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena
kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat
kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004).
2. Dosis Kurang
 Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari. Dosis yang dianjurkan untuk mengatasi peptic ulser yaitu 150-200 mg/hari. Dosis yang diterima pasien belum
dapat mengatasi keluhan nyeri perut pasien.
Plan/Rekomendasi
1.
2.
3.
4.
Monitoring kadar Hb dan Hct.
Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia megaloblastik.
Memberikan ranitidin sesuai dengan dosis yang dianjurkan, terkait keluhan nyeri perut pasien yang belum teratasi.
Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan
tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5. Kasus 3
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.34.36.89 (Kasus 3)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. S
Umur/JK: 28 tahun / Perempuan
BB: 45 kg
TB: 155 cm
RPO: RPD: Tahun 2008 transfusi PRC 2
kolf, 2011 transfusi PRC 3 kolf dan
darah putih 6 kantong
Tanggal Rawat: 14/10/2013-19/10/13 (6 hari)
Diagnosa Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) tipe mix
Diagnosa Sekunder: Diabetes Melitus tipe lain
Keluhan Utama: Lemas dan pusing berat sejak 1 minggu sebelum masuk RS
Status keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan penderita AIHA sejak 2008 yang tidak rutin control. Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh
lemas, pusing, nafsu makan menurun dan demam. Pasien periksa ke salah satu RS dan opname selama 5 hari, dikatakan perlu transfusi kemudian
dirujuk ke RS Sardjito. Hari masuk RS, pasien mengeluh semakin lemas, pusing, mata berkunang-kunang, telinga berdenging, dan berdebar-debar.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
IG%
Retikulosit
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
x103/µL
%
%
%
%
%
%
%
Pemeriksaan Kimia
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
14/10/13
27.06
0.18
2.4
2.5
138.9
133
194
52.7
40.4
6.6
0.2
0.1
M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60
35.00
17/10/13
7.6
2.3
8.3
24.3
105
35.9
187
86
8
3.5
0.2
0.2
19/10/13
7.53
2.28
9.7
27.4
120
42.4
231
72.7
18.2
8.6
0.4
0.1
Hasil Pemeriksaan Skrining Antibodi (15/10/13)
Kesimpulan
Kesan


Golongan darah pasien adalah B rhesus D positif
Didapatkan adanya auto dan alloantibody yang bereaksi terhadap
seluruh sel panel yang diujikan pada suhu 200C dan 370C
Mendukung diagnosis AIHA tipe warm dan cold
Tbil
Dbil
Albumin
SGOT/AST
SGPT/ALT
BUN
Creatinin
Asam Urat
Fe
TIBC
IBC
INDEX SAT
GDS
LDH
Bilirubin
Urobilin
pH
Blood/Darah
Leukosit
Bakteri
Satuan
mg/dL
mg/dL
g/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
µg/dL
µg/dL
µg/dL
%
U/L
µmol/L
µmol/L
mg/L
Leu/ul
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9
0-0.2
3.97-4.94
M: 10-40; F: 5-32
M: 10-50; F: 10-35
6-20
0.67-1.17
M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0
M: 59-158; F: 37-145
250-478
112-346
20-50
Darah: 70-110; Urin: <0.5 g/24jam
240-480
<8,4: Negatif
1: Normal
<7: Asam ; >7: Basa
<0,2: Negatif
<24: negatif
0-100/mL
14/10/13
5.6
2.43
3.59
57
29
19.2
0.65
8
195
197
2
99
139
1841
0.5
12
6.5
0.06
Neg
127
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (14/10/13)
Kesan
Kesimpulan
Saran
HB-AE-AL-AT
Hasil
Pemeriksaan
(14/10/2013)
PPT
19.9
INR
1.61
Kontrol
14.8
APTT
19
Kontrol
33
Diagnosa:-
Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit (leukositosis), pergeseran ke kiri,
hipersensifitas netrofil
Gambaran leukoeritroblastik ec susp. Proses hemolitik dd. Perdarahan dd.
Anemia megaloblastik, dd severe lupention dd keganasan
 Monitor DT
 Retikulosit
 Bilirubin
 HB-AL-AE-AT
-
Mayor
Minor
indirect
Direct
CROSS
Coomb’s
Test
AC
2+
3+
+
+
-
EKG
STC
Heart Rate
125 x/menit
Hemostasis
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Parasetamol 500 mg
Inj. Ceftriaxone
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 3x1
1 gram/12 jam
125 mg/6 jam
125 mg/8 jam
14/10/2013
Cm
37
100
20
110/60
Lemas, pusing
P
√
√
15/10/2013
Sedang cm
37.1
100
20
110/70
Lemas
16/10/2013
Sedang cm
36.8
100
20
100/60
Pusing
17/10/2013
Sedang cm
Afebris
80
20
110/70
Lemas, pusing
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Si
So
STOP
√
18/10/2013
Sedang cm
36.6
80
20
110/70
-
M
P
√
√
√
√
Si
So
√
19/10/2013
Sedang cm
Afebris
80
20
120/80
-
M
P
√
√
√
√
Si
So
M
√
√
√
√
Assesment
Pasien merupakan penderita AIHA sejak 5 tahun yang lalu, namun tidak rutin kontrol. Pasien datang dengan Hb 2,4 g/dL dan pulang dengan Hb 9,7 g/dL. Selama rawat inap di RS, pasien
mendapatkan terapi antara lain:
1. Parasetamol sebagai antipiretik untuk menurunkan demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal (34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.80C), axillary (35.5-37.00C) (Sun,
2011). Dosis yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari (American
Pharmacists Association, 2007).
Diberikan pada hari pertama pasien rawat inap dengan dosis 3x500 mg atau sama dengan 1500 mg/hari, pasien mengeluh demam. Selanjutnya tidak diberikan lagi karena pemeriksaan
tanda vital suhu tubuh pasien normal dan tidak ada keluhan demam dari pasien.
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
3.
4.
Inj. Ceftriaxone (Vial: 1 gram)
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Diberikan penuh selama pasien rawat inap dengan dosis 1gram/12jam atau sama dengan 2gram/hari.
Pemeriksaan WBC pasien pada hari pertama rawat nap (14/10/13) menunjukkan peningkatan, hasil pemeriksaan netrofil pasien juga menunjukkan nilai diatas normal, diduga pasien
mengalami infeksi bakteri. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian secara iv yaitu 2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Hasil lab pasien menunjukkan
adanya perbaikan kondisi pasien setelah diberikan terapi antibiotik.
Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV
dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-3 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari,
Dosis yang diberikan pada hari 4-6 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai, kondisi pasien membaik dapat dilihat dari kadar Hb semula 2,4 g/dL kemudian setelah diberikan terapi menjadi 9,7 g/dL.
Transfusi PRC
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi
mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-4 (17/10/2013) yaitu 8.3 g/dL.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 2.4 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb
setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
 Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Anemia megaloblastik dapat dilihat dari hasil pemeriksaan yang menunjukkan nilai RDW melebihi normal dan MCV >100 fL, (Lu
and Wu, 2004).. Namun pada kasus ini tidak ditemukan pemeriksaan RDW.
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari, untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik.
2. Monitoring Hb dan Hct pasien
3. Monitoring penggunaan ceftriaxone, karena obat tersebut termasuk dalam golongan obat yang dapat menginduksi terjadinya drug-induced hemolytic anemia (Reardon,
2006).
4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan
tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6. Kasus 4
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.40.13.56 (Kasus 4)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. SK
Umur/JK: 32 tahun / Perempuan
BB: 57 kg
TB: 153 cm
RPD: RPO: pengobatan di RS Cilacap Infus
RL 20 tpm; Inj. Radin 1A/12jam; Inj.
Dexamethasone 1A/12jam
Tanggal Rawat: 08/01/2009-14/01/2009 (7 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: lemas (kiriman dari RS Cilacap dengan Anemi post melena)
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Sekitar 4 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas namun tidak periksa. Sekitar 2 hari sebelum masuk RS, badan tengah
pasien berwarna kuning. Pasien periksa ke RS Cilacap opname 1 hari, dikatakan Hb=4,2; direct +4; mayor +; minor +; AL 13,46; AT 205; rhesus +
sehingga tidak dilakukan transfusi. Diagnosis sementara: Anemia post melena. Rujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Kimia
Satuan
Nilai Rujukan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
RDW-SD
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
fL
Retikulosit
%
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
M: 0.60-2.60; F:
0.60-2.60
EKG
Heart Rate
STC
108 x/menit
07/01
/09
13.46
1.11
4.2
12.5
112.6
37.8
33.6
205
24,3
08/01/
09
18.2
1.44
5.4
15.5
107.7
37.3
34.7
241
64.3
29.5
5.6
0.2
0.4
26,3
13/01/
09
5.8
3.96
13.3
38.7
97.7
33.4
34.2
110
85.8
10.7
2.8
0.1
0.6
24,4
Nilai Rujukan
Satuan
07/01/2009
08/01/2009
09/01/2009
TBil
M: 0,02-1,4; F: 0,02-0,9
mg/dL
0.9
3.92
3.92
DBil
0-0,2
3,97-4,94
mg/dL
0.18
0.69
0.69
4.57
4.57
SGOT
M: 5-40; F: 5-32
U/L
34
15
15
SGPT
M: 10-50F: 10-35
U/L
29
12
12
BUN
6-20
mg/dL
13
13
0,67-1,17
M: 3,4-7,0; F: 2,4-,7
mg/dL
0.9
0.65
0.65
mg/dL
4.8
5
5
7.4
7.432
Albumin
Creatinine
Asam Urat
g/dL
pH
7,30-7,45
Fe
M: 59-158
µg/dL
250,00-478,00
µg/dL
-
665
IBC
112-346
µg/dL
-
409
Natrium
135-146
mmol/L
137
137
Kalium
3,4-5,4
mmol/L
3.92
3.92
95-108
mmol/L
104.6
104.6
TIBC
Chloride
256
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemeriksaan imunologi (09/01/2009)
Hasil: non-reactive, Feritin: 883,7 µg/mL
Darah: 70-110; Urin: <0.5
g/24jam
GDS
Kolesterol
127
mg/dL
0-200
127
104
.
Hasil Pemeriksaan Thorax PA Dewasa
Diagnosa: Anemia Hemolitik
Kesan: Susp. Oedem pulmo, cor normal
Hasil Pemeriksaan Hemostasis (08/01/2009)
PPT
12.6
INR
1
Kontrol
14.3
APTT
30.6
Kontrol
32.3
Diagnosa:Mayor
Minor
Indirect
Direct
CROSS
Coomb’s
Test
AC
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (08/01/09):
Gambaran leukoeritoblastik, DD Hemolitik, DD infeksi, DD Mielofibrosis
2+
4+
2+
4+
-
Pemeriksaan Iso Serology-Immunology (19/01/09)
Kesimpulan:
Golongan darah O rhesus positif
Ditemukan adanya autoimmune antibody (DCT:pos), juga komponen-komplemen C3 yang coated pada sel darah merah OS in vivo
Ditemukan adanya irregular alloantibody non-spesifik yang bebas di dalam serum pasien yang reaktif pada suhu 20 0C terhadap semua sel
panel
Kesan: Penderita AIHA tipe dingin
Saran:
Transfusi darah tidak disarankan
Dokter yang merawat sebaiknya menelusuri kemungkinan penyebab terjadinya AIHA (dari obat atau penyakit lain yang mendasari)
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
08/01/2009
Lemah cm
Afebris
100
20
130/80
-
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. MP 125 mg
MP 125 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
125 mg/6 jam
Pre transfusi
P
Si
S
o
09/01/2009
Sedang cm
Afebris
100
20
130/80
-
M
10/01/2009
Sedang cm
Afebris
88
20
110/70
-
11/01/2009
12/01/2009
Sedang cm
Afebris
84
16
110/70
-
36
88
20
-
13/01/2009
Sedang cm
Afebris
72
16
110/60
-
14/01/2009
Sedang sm
Afebris
72
18
110/70
-
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
P
Si
So
M
STOP
√
Assesment
Pasien datang dengan keluhan lemas dan Hb 4,2 g/dL. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan pasien mengalami cold AIHA. Keadaan pasien membaik setelah diberikan terapi,
dengan Hb pulang 13,3 g/dL.Terapi yang didapatkan pasien selama rawat inap antara lain:
1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari. Pada pasien dengan
cold AIHA pemberiannya dilakukan bila terjadi severe anemia, yaitu kadar Hb <7 g/dL (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-6 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari kemudian dihentikan pada hari ke-7 dan dilanjutkan dengan metilprednisolon oral
untuk terapi di rumah.
Selain itu juga diberikan metilprednisolon (ekstra) sebelum dilakukan transfusi dengan dosis 125 mg. Pemberian metilprednisolon bagi penderita cAIHA dilakukan
apabila pasien mengalami severe anemia, yaitu kadar Hb < 8 g/dL (Zanella et al, 2014). Terapi yang dilakukan sudah sesuai dilihat dari kadar Hb pasien semula 4,2 g/dL
menjadi 13,3 g/dL.
2. Transfusi PRC
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 2-4 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-6 (13/01/2009) yaitu 13.3 g/dL.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.2 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 13.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur
dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
 Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004)
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah anemia megaloblastik
2. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien.
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan
tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008).
4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 7. Kasus 5
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.45.97.06 (Kasus 5)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. J
Umur/JK: 37 tahun / Perempuan
BB: 35 kg
TB: 150 cm
RPD: RPO: -
Tanggal Rawat: 05/02/2010-25/02/2010 (21 hari)
Diagnosa Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) tipe mix
Diagnosa Sekunder: Congestif Heart Failure cf II ec Anemia Heart Disease, Riwayat infeksi saluran kemih et causa E. Coli, Iskhemik Hepatopati
Keluhan Utama: lemas dan sesak, rencana transfuse (rujukan dari RSUP Purworejo dengan diagnosis Anemia Hemolitik, cross match (+) tidak ada
darah yang cocok).
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Sekitar 10 hari sebelum masuk RS, OS mulai mengeluh sering lemas. Periksa ke RSUD Purworejo dikatakan anemia karena sel
darah merah rusak. Direncanakan transfusi darah namun tidak cocok sehingga dirijuk ke RS Sardjito. Mata dan kulit kuning, BAK teh.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
RDW-SD
Retikulosit
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
fL
%
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60
05/02/10
25.97
0.13
2.3
2.2
169.2
176.9
104.5
95
51.2
44.2
4,3
0,1
0.2
20.50%
07/02/10
23.1
0.78
7.3
11.5
148.8
94.3
63.4
68
55.1
41.5
3,3
0,1
0
14,7
08/02/10
23.39
0.92
4.2
9.6
104.4
45.5
43.6
79
53.2
30.4
1,7
0,5
1.4
34,1
09/02/10
15.84
1.19
5.5
11.7
98.2
46.5
47.3
57
82.8
3.4
2,2
0,7
0.6
33,3
11/02/10
11.5
1.31
6.3
14
106.9
48.1
45
44
51.5
42.2
5,8
0
0.5
15/02/10
7.64
2.12
7.4
21.3
100.5
34.8
34.6
105
95.1
2.4
1.1
1.1
0
17/02/10
9.2
2.38
8.6
26.4
110.7
36
32.5
151
74
19.2
6,8
0
0
14,7
18/02/10
10.6
4.68
11.8
35.1
74.9
25.1
33.5
228
60
26.5
11,9
1,5
0.1
34,1
22/02/10
4.66
2.72
10.1
31.7
116.5
37.1
31.9
218
47.4
6.2
4.5
0
1.9
5.8% (0.5-1.5)
.
CROSS
Coomb’s
Test
mayor
minor
indirect
direct
4+
4+
4+
4+
Pemeriksaan Imunologi
(09/02/10)
HBsA (ME): Non reactive
Microbiology Chart Report (09/02/10)
Resisten: Ampicillin, Chloramphenicol,
Ciprofoxacin,
Nalidixic
Acid,
Norfloxacin,
Sulfamethoxazole, Tetracycline, Tobramycin, Trimethoprim
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemeriksaan Kimia
Satuan
TBil
mg/dL
DBil
Protein Tot
Albumin
SGOT
SGPT
BUN
Creatinine
Asam Urat
pH
Fe
TIBC
IBC
Natrium
Kalium
Chloride
LDH
mg/dL
µg/dL
µg/dL
µg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
IU/L
GDS
mg/dL
Gamma
GT
Alp
Ca
g/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
Pemeriksaan Urin
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4; F: 0.020.9
0-0.2
3.97-4.94
M: 5-40; F: 5-32
M: 10-50; F: 10-35
6-20
0.67-1.17
2.4-7.0
7.30-7.45
M: 59-158;F: 37-145
250-478
112-346
135-146
3.4-5.4
95-108
266-500
Darah: 70-110
Urin: <0.5 g/24jam
05/02/10
07/02/10
11/02/10
15/02/10
18/02/10
22/02/10
22.19
28.87
13.2
8.79
5.85
3.95
13.2
2.83
883
280
24.1
0.5
8.2
7.273
274
516
242
133
4.3
106
5.09
16.15
152
272
2.5
7.401
142.3
2.74
113.3
4220
8.33
5.12
2.15
73
144
23.6
0.76
2.5
4.11
4.69
2.26
62
122
2.61
1.64
-
-
IU/L
7-64
-
26
IU/L
mmol/L
32-92
2.1-2.54
0.51
42
144.3
2.12
100.7
2694
77
165
2.7
136
2.3
99
1721
134
23
100
2.91
68
174
12
0.58
2.4
137
2.5
96
Glukosa
Protein
Bilirubin
Urobilin
pH
Blood/Darah
Keton
Nitrit
Leukosit
Bakteri
Nilai
Rujukan
<1,6: Normal
<0,1: Negatif
<8,4: Negatif
1: Normal
<7: Asam ;
>7: Basa
<0,2: Negatif
<1: Negatif
0,8-5
<24: Negatif
Satuan
05/02/10
mmol/L
g/L
µmol/L
µmol/L
N
+1
+2
N
5.5
mg/L
mmol/L
mg/L
Leu/ul
+3
+2
+
Gambaran Sediaan Apus Darah tepi
Kesan
Golongan darah O rhesus positif
Ditemukan adanya autoimmune antibody
(DCT Elevate positive) juga anti Ig-G dan
komponen komplemen C3 yang coated pada
sel darah merah OS in vivo
Dalam serum OS ditemukan adanya irregular
alloantibody non-spesifik yang reaktif paa
suhu 200C dan 370C terhadap semua sel panel
dan sel sendiri
Kesimpulan
Saran
AIHA tipe dingin dan hangat
Tidak disarankan transfuse darah
198
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
05/02/2010
Lemah cm
36.7
104
32
110/70
Lemas dan sesak
06/02/2010
Lemah cm
36.7
104
32
100/70
Lemas
07/02/2010
Sedang cm
Afebris
96
24
130/70
Lemas
08/02/2010
Sedang cm
37
96
24
120/80
Lemas
09/02/2010
Sedang cm
37.2
92
24
140/70
-
10/02/2010
Lemah cm
38.1
120
24
140/60
-
11/02/2010
Lemah cm
38
96
20
130/70
-
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. Furosemid
Inj. Cefotaxime
Inj. Furosemid ekstra
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
MP 16 mg
MP 16 mg
Asam Folat
Mikofenolat mofetil
Furosemid
Transfusi WRC
Dosis dan Cara
Pemberian
1A/8jam (↓12jam)
1 gram/8jam
2 Ampul
125 mg/6 jam
125 mg/12 jam
Oral 5-3-0
Oral 2-1-0
3x1
2x500
Oral 1-0-0
P
Si
So
M
P
Si
So
√
√
√
√
12/02/2010
Lemah cm
38.1
106
20
130/60
Lemas
13/02/2010
Lemah cm
38
88
16
140/50
BAB lembek
M
√
P
√
Si
√
So
√
M
√
P
√
Si
So
√
√
M
√
P
√
Si
√
So
M
P
√
√
√
√
√
√
√
√
Si
So
√
√
M
P
√
√
√
√
√
√
√
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. Furosemid
Inj. Cefotaxime
Inj. Furosemid ekstra
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
MP 16 mg
MP 16 mg
Asam Folat
Mikofenolat mofetil
Furosemid
Transfusi WRC
Dosis dan Cara
Pemberian
1A/8jam (↓12jam)
1 gram/8jam
2 Ampul
125 mg/6 jam
125 mg/12 jam
Oral 5-3-0
Oral 2-1-0
3x1
2x500
Oral 1-0-0
P
Si
√
√
√
√
So
M
P
√
√
√
√
√
√
√
Si
√
14/02/2010
Lemah cm
37
100
20
150/60
Nyeri perut
So
M
P
√
√
√
√
√
√
Si
15/02/2010
Lemah cm
37.4
88
20
130/60
Lemas
So
M
P
√
√
√
√
STOP
√
√
Si
16/02/2010
Sedang cm
36.8
98
20
130/60
-
So
M
P
√
√
√
STOP
√
√
Si
√
17/02/2010
Sedang cm
37.1
74
18
140/60
Nyeri perut
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
18/02/2010
Sedang cm
36.8
88
20
130/70
Lemas
So
M
P
√
√
√
√
Si
So
M
√
√
√
√
√
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
19/02/2010
Sedang cm
36.8
84
20
130/80
Lemas
20/02/2010
Sedang cm
37
90
20
120/70
BAB lembek
21/02/2010
22/02/2010
Sedang cm
Afebris
92
20
120/70
BAB lembek
23/02/2010
Sedang cm
36.8
90
20
120/70
-
24/02/2010
Sedang cm
36.8
104
20
120/80
-
25/02/2010
Sedang cm
36.8
104
20
120/80
-
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. Furosemid
Inj. Cefotaxime
Inj. Furosemid ekstra
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
MP 16 mg
MP 16 mg
Asam Folat
Mikofenolat mofetil
Furosemid
Transfusi WRC
Dosis dan Cara
Pemberian
1A/8jam (↓12jam)
1 gram/8jam
2 Ampul
125 mg/6 jam
125 mg/12 jam
Oral 5-3-0
Oral 2-1-0
3x1
2x500
Oral 1-0-0
P
Si
√
STOP
√
√
So
M
P
√
√
√
Si
√
So
M
P
√
√
√
√
Si
√
So
M
P
√
√
√
√
Si
√
So
M
P
√
√
√
√
Si
√
So
M
√
√
P
Si
So
M
P
Si
√
√
√
So
M
STOP
√
√
Assesment
1. Furosemide (Inj (amp) 20 mg/2mL; Tab 40 mg)
Diberikan pada hari 5-14 pasien rawat inap dengan dosis 1A/8jam  60 mg/hari
Pada hari ke-12 pasien rawat inap tidak diberikan. Pada hari ke-5 pasien rawat inap diberikan injeksi furosemid ekstra dengan dosis 2 ampul 40 mg
Lasix tablet diberikan pada hari ke-21 pasien rawat inap dengan dosis 1-0-0 atau sama dengan 40 mg/hari. Digunakan untuk mengatasi edema yang disebabkan oleh
congestive heart failure, yang merupakan suatu kondisi dimana jumlah darah yang masuk ke jantung tiap menitnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
terhadap oksigen.
2. Cefotaxime (vial 1 gram)
Merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Hasil pemeriksaan WBC pasien menunjukkan nilai diatas normal, selain itu hasil pemeriksaan bakteri pada urin
pasien menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan leukosit pada urin pasien tidak ditemukan, pemeriksaan urin yang menunjukkan adanya leukosit pada urin dengan jumlah
>10 WBC/mm3 (pyuria) merupakan salah satu gejala infeksi saluran kemih (Dipiro, 2008). Pemeriksaan suhu tubuh pasien juga mengalami demam pada hari ke-6 rawat
inap di rumah sakit kemudian kembali normal setelah pemberian terapi.
Hasil pemeriksaan menunjuukan pasien terinfeksi bakteri E.coli, dimana cefotaxime merupakan antibiotik golongan sefalosporin bersifat bakterisidal yang efektif untuk
mengatasi infeksi bakteri gram negatif, diberikan dengan dosis 2 gram tiap 8 jam secara iv (Runyon, 2004).
Diberikan pada hari 6-19 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/8jam  3 gram.hari.
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-9 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari,
Dosis yang diberikan pada hari ke-10 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari
Metilprednisolon tablet 16 mg
Pada hari 11-13 diberikan dengan dosis 5-3-0 atau sama dengan 80-48-0 mg/hari
Pada hari 14-20 diberikan dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 32-16-0 mg/hari
Terapi yang diberikan sudah sesuai, dapat dilihat kondisi pasien yang membaik dengan Hb awal 2,4 g/dL meningkat menjadi 10,1 g/dL
4. Asam Folat (400mcg)
Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1mg/hari (DeLoughery,
2013). Pemeriksaan lab pasien menunjukkan peningkatan RDW, yang merupakan salah satu tanda anemia megaloblastik. Diberikan selama pasien rawat inap dengan
dosis 3x1 atau sama dengan 1.2 mg/hari (Obat dipegang pasien sendiri).
5. Mikofenolat Mofetil (Tab 500 mg)
Merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi autoimun (imunosupresan), selain itu juga merupakan lini ke-3 terapi AIHA (Zanella, 2012). Dosis yang
diberikan untuk AIHA yaitu 1000 mg/hari diberikan dalam 2 kali (Howard, 2001). Diberikan bersama penggunaan metilprednisolon selama pasien rawat inap dengan
dosis 2x1tablet (500 mg) sehari atau sama dengan 1000 mg/hari.(Obat dipegang pasien sendiri)
6. Transfusi WRC (Washed Red-blood Cells)
Transfusi WRC dilakukan pada pasien dengan severe anemia atau hematocrit antara 17-27% (Laurian 1982).
Dilakukan transfusi WRC (jumlah leukosit dan trombositnya lebih rendah dari PRC) pada pada tanggal 5,6,8,10, 13 Februari 2010, nilai hematocrit pasien :
Tgl
05
07
08
09
11
15
17
18
20
22
Hct
2.2
11.5
9.6
11.7
14
21.3
26.4
35.1
27.1
31.7
Evaluasi DRPs
1. Dosis Kurang
 Interaksi obat antara asam folat dengan furosemid, dimana furosemid menurunkan kadar asam folat dengan meningkatkan clearance di ginjal. Tergolong dalam
interaksi minor (Medscape, 2016).
2. Interaksi dan Efek Samping Obat
 Ditemukan interaksi antara metilprednislon dan furosemid, dimana interaksi yang ditmbulkan secara sinergisme farmakodinamik yang kemungkinan dapat
menyebabkan hipokalemia dan merupakan interaksi minor (Medscape, 2016). Salah satu fungsi furosemide adalah untuk mengatasi hypokalemia.
Plan/Rekomendasi
1. Monitoring kadar kalium sebagai akibat interaksi metilprednisolon dengan furosemide, serta memberikan jarak antara pemberian furosemide dengan asam folat dan
metilprednisolon
2. Monitoring penggunaan cefotaxime yang merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang diduga dapat menginduksi drug-induced hemolytic anemia (Reardon, 2006).
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan
tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008). Monitoring GDS karena
penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 8. Kasus 6
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.50.03.95 (Kasus 6)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. P
Umur/JK: 26 tahun / Perempuan
BB: 40 kg
TB:151 cm
RPO:
RPD: setahun yang lalu pernah
mengalami keluhan serupa kemudian
berobat ke puskesmas dan diberikan
obat penambah darah 6 tablet
(Hb=7.1).
Tanggal Rawat: 30/10/2010-3/11/2010 (5 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: 1 minggu sebelum masuk RS, OS mengeluh lemas, pusing, dan berdebar-debar dirasakan ketika melakukan aktivitas sehari-hari.
OS dibawa ke RS Jebukan dan dirawat selama 5 hari, direncanakan untuk transfusi darah namun tidak cocok kemudian OS pulang. Sekitar 2 hari
sebelum masuk RS, OS kembali mengeluh lemas dan berdebar-debar. OS dibawa ke RS Rama Husada kemudian dirawat dan direncanakan untuk
transfusi darah namun tidak cocok sehingga dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan Hematologi
Satuan
mg/dL
mg/dL
g/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
Tbil
Dbil
Albumin
SGOT/AST
SGPT/ALT
BUN
Creatinine
Asam Urat
pH
Fe
TIBC
IBC
Natrium/Sodium
Kalium/Potasium
Chloride
LDH
µg/dL
µg/dL
µg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
IU/L
GDS
mg/dL
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9
0-0.2
3.97-4.94
M: 5-40; F: 5-32
M: 10-50; F: 10-35
6-20
0.67-1.17
M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0
7.30-7.45
M: 59-158; F: 37-145
250-478
112-346
135-146
3.4-5.4
95-108
266-500
Darah: 70-110
Urin: <0.5 g/24jam
30/10/2010
2.03
0.27
3.81
27
13
10
0.67
3.5
7.502
223
256
33
133
4.1
100
1590
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
IG%
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
%
Retikulosit
%
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60
05/02/10
14.49
0.87
3.4
11.3
129.8
38.9
30
314
67.8
20.3
3.7
3.4
0.4
23,8
07/02/10
16.6
1.59
6.1
17.5
110
38.4
35
256
80
17.5
1.5
0.8
0.2
32,7
08/02/10
9.04
9.04
11.4
163
83.5
11.4
3.3
0.14
0.1
15.20
98
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemeriksaan Imunologi
HBsAg(ME): non-reactive
Diagnosa:Mayor
Minor
Indirect
Direct
CROSS
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi
Kesimpulan: Observasi leukoeritroblastik disertai gambaran anemia hemolitik
Coomb’s
Test
AC
(adakah gangguan fungsi hepar?), DD/ Anemia megaloblastik
EKG
Heart Rate
3+
4+
+
4+
STC
110 x/menit
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
30/10/2010
Lemah cm
37.6
120
24
120/60
Lemas, demam
31/10/2010
Sedang cm
36.3
88
20
110/70
lemas
01/11/2010
Sedang cm
37.5
86
16
110/70
Lemas, demam
02/11/2010
03/11/2010
37,5
84
20
120/80
demam
37.1
84
20
120/80
Demam
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Parasetamol
Asam Folat
Inj. MP 125 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 3x1
Oral 3x1
125 mg/6jam
P
√
S
o
√
√
√
Si
√
√
M
√
P
√
Si
So
√
√
√
√
M
P
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
Assesment
Pasien merupakan rujukan dengan keluhan lemas, pusing, berdebar-debar. Di RS sebelumya sempat direncanakan transfusi namun tidak cocok. Pasien masuk RS Sardjito
dengan Hb 3,4 g/dL dan keluar dengan Hb 11,4 g/dL yang menunjukkan kondisi pasien membaik. Terapi yang didapatkan selama rawat inap antara lain:
1. Parasetamol 500 mg
Sebagai antipiretik untuk menurunkan demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal (34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.80C), axillary (35.5-37.00C)
(Sun, 2011). Dosis yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900
mg/hari (American Pharmacists Association, 2007).
Diberikan pada hari pertama pasien rawat inap (37.60C) 1x pada sore hari atau sama dengan 500 mg/hari
Diberikan pada hari kedua pasien rawat inap (36.30C) 1x pada sore hari atau sama dengan 500 mg/hari
Diberikan pada hari ke-3 (37.20C), hari ke-4 (370C), hari ke-5 (37.10C) 3xsehari atau sama dengan 1500 mg/hari.  Dosis kurang
2. Asam Folat (tab 400 mcg)
Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1mg/hari (DeLoughery,
2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik
(Lu and Wu, 2004). Diberikan selama pasien rawat inap dengan dosis 3x1 atau sama dengan 1.2 mg/hari.
3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-5 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari.
Terapi yang diberikan sudah sesuai dilihat kondisi pasien yang membaik, kadar Hb semula 3,4 g/dL menjadi 11,4 g/dL.
4. Transfusi PRC
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Transfusi dilakukan pada hari 1 dan 2 pasien rawat inap.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3.4 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 11.4 g/dL sehingga sudah sesuai literatur
dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dosis Kurang
 Parasetamol untuk mengatasi demam dibutuhkan dosis 1950-3900 mg/hari, dosis yang diterima pasien 1500 mg/hari belum cukup untuk mengatasi demam
pasien.
Plan/Rekomendasi
1. Memantau kondisi pasien terkait suhu dan keluhan demam, kemudian memberikan parasetamol sesuai dengan dosis literatur.
2. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien.
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu
berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 9. Kasus 7
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM01.53.29.12 (Kasus 7)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Tn. L
Umur/JK: 35 tahun / Laki-laki
BB: TB: RPD: RPO: -
Tanggal Rawat: 30/05/2011-14/06/2011 (16 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Anemia Gravis (anemia karena kadar hb berkurang < 7 g/dL)
Keluhan Utama: Lemas dan demam
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Sekitar 28 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh demam, kemudian periksa dan membaik. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS,
pasien mengeluh demam dan lemas kemudian opname di RS Emanuel dan dikatakan Hb turun namun tidak dilakukan transfusi darah karena tidak
cocok. Dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
RDW-SD
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
fL
Retikulosit
%
GDP
LDH
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60
31/05/11
12.66
1.22
6.5
14.1
115.6
53.3
46.1
255
68.2
21
10,7
0
0.1
62,8
03/06/11
22.59
1.35
6.3
16.1
119.3
46.7
39.1
301
82
13.4
4,4
0,0
0.2
71,5
07/06/11
17.03
1.77
7.3
21.3
120.3
41.2
34.3
255
89.2
5.2
5,5
0
0.1
78,8
08/06/11
20.44
1.89
7.4
22.5
119
39.2
32.9
249
96.7
2.4
0.7
0
0.2
77,7
11/06/11
11.79
2.01
8
24.8
123.4
39.8
32.3
260
84.9
8.5
5.8
0.2
0.6
78,3
14/06/11
9.38
2.65
10.5
31.8
120
39.6
33
295
93
3.3
3.5
0
0.2
68,3
10.6
100
542
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (08/06/11)
Kesan: Anemi dengan proses infeksi bakterial dan viral
Diagnosa:CROSS
Coomb’s
Test
AC
mayor
minor
indirect
direct
4+
4+
EKG
Heart
Rate
Sinus ritme
90 x/menit
Pemeriksaan Iso Serology-imunology (09/06/11)
Kesimpulan:
Golongan darah A rhesus positif
Ditemukan adanya autoimmune antibody (DCT:pos), juga anti IgG dan kompo
sel darah merah
OS in vivo
Ditemukan adanya irregular alloantibody non-spesifik yang bebas di dalam seru
dan 370C
terhadap semua sel panel
Kesan: Penderita AIHA tipe hangat dan dingin
.
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
30/05/2011
Sedang cm
36.5
90
18
110/70
Lemas
Keluhan
31/05/2011
Cm
36.8
90
18
120/80
lemas
01/06/2011
Cm
37
80
16
110/70
lemas
02/06/2011
Cm
36
80
18
120/80
Lemas
03/06/2011
Cm
36.4
90
18
120/70
lemas
04/06/2011
Cm
36.2
90
18
120/80
Lemas
05/06/2011
Cm
36.5
80
18
110/70
Lemas
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Asam folat
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Inj. Pantozol
Inj. MP 125 mg
MP 16 mg
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 2x400 mcg
1A/8jam
1A/12jam
1x1A
125 mg/24jam
Oral 2-2-0
P
Si
So
M
P
Si
So
√
√
M
P
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
√
√
√
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
06/06/2011
Cm
36.2
80
18
120/80
Lemas
07/06/2011
Cm
36.4
80
18
120/80
Nyeri perut, mual
08/06/2011
Cm
36.2
90
18
120/80
Mual, lemas
09/06/2011
Cm
36.8
80
18
110/70
Lemas
10/06/2011
Cm
36
80
18
100/70
Lemas
11/06/2011
Cm
36.2
70
16
110/70
Lemas berkurang
12/06/2011
Cm
36.6
80
18
110/80
Merasa lebih baik
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Asam folat
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Inj. Pantozol
Inj. MP 125 mg
MP 16 mg
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 2x400 mcg
1A/8jam
1A/12jam
1x1A
125 mg/24jam
Oral 2-2-0
P
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
S
o
M
P
√
√
Si
S
o
M
P
√
√
Si
S
o
M
P
√
√
Si
S
o
M
P
√
√
S
o
M
√
STOP
√
√
√
√
√
√
√
√
STOP
√
√
√
√
√
13/06/2011
Cm
Si
STOP
√
14/06/2011
Cm
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
36.1
90
18
110/70
Baik
Keluhan
36
80
18
110/70
-
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Asam folat
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Inj. Pantozol
Inj. MP 125 mg
MP 16 mg
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 2x400 mcg
1A/8jam
1A/12jam
1x1A
125 mg/24jam
Oral 2-2-0
P
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
Si
So
M
√
STOP
√
√
Assesment
1. Folavit (Asam Folat tablet 400 mcg)
Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada penderita AIHA, diberikan dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery,
2013). Diberikan selama pasien rawat inap dengan dosis 2x1 tab atau sama dengan 0.8 mg/hari
2. Medixon (Komposisi: methylprednisolone (vial 125 mg))
Diberikan pada hari 2-8 dengan dosis 1A/8jam atau sama dengan 375 mg/hari. Diberikan pada hari 9-12 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 250 mg/hari
3. Pantozol (Komposisi: pantoprazole (vial 40 mg))
pantoprazole yang termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari kortikosteroid
jangka panjang (Lockrey and Lim, 2011). Diberikan pada hari 9-15 dengan dosis1x1A atau sama dengan 40 mg/hari
4. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 13 yaitu 125 mg/24jam atau sama dengan 125 mg/hari.
5. Lameson (Komposisi: 6α-methylprednisolone (tab 16 mg))
Diberikan pada hari 14-16 dengan dosis 2-2-0 atau sama dengan 32-32-0 mg/hari.
Evaluasi DRPs
Pada kasus ini tidak terjadi DRPs karena terapi yang diterima pasien sudah sesuai dengan literatur dan kondisi pasien semakin membaik setelah mendapatkan terapi tersebut.
Plan/Rekomendasi
1. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
2. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) (Dipiro, 2008).
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 10. Kasus 8
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.57.81.94 (Kasus 8)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. FM
Umur/JK: 31 tahun / Perempuan
BB: TB: RPO: Riwayat sering transfuse
RPD: Riwayat persalinan 6 tahun
yang lalu, baik, tidak perdarahan
Tanggal Rawat: 04/04/2012-06/04/2012 (3 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Susp. kardiovaskuler – failure acute
Keluhan Utama:lemas sejak 1 bulan sebelum masuk RS
Status Keluar: Meninggal (Shock. Septic dd hipovolemic)
Perjalanan Penyakit: OS merupakan rujukan RSUD Cilacap dengan anemia, susp. Lupus. Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk RS, OS mengeluh
lemas yang semakin lama semakin memberat, kadang disertai demam dan batuk. Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, lemas yang dirasakan semakin
memberat kemudian dibawa ke RS Cilacap dan rawat inap selama 1 minggu. dikatakan anemia namun tidak dilakukan tranfusi darah karena tidak
cocok kemudia dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Satuan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
RDW
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
fL
Retikulosit
%
Nilai
Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
M: 0.602.60; F:
0.60-2.60
Pemeriksaan Kimia
04/04/12
05/04/12
06/04/12
34.75
0.83
2.7
7.9
94.2
32.9
34.9
602
49.6
39.7
5.3
1.1
1.3
27,8
31.81
0.47
2.2
5.9
125.5
46.8
37.3
318
48.7
45.3
5.8
0.1
0.1
40.04
0.29
1.9
3.5
120.7
58.6
48.6
477
45.2
49.4
5.3
0
0.1
3,2%
(0,5-1,5)
EKG: STC
Heart Rate: 120x/menit
Diagnosa: Anemia
Mayor
4+
Minor
3+
Indirect
4+
Direct
4+
CROSS
Coomb’s
Test
Tbil
Dbil
Albumin
SGOT
SGPT
BUN
Creatinine
Asam Urat
pH
TIBC
IBC
INDEX SAT
Natrium
Kalium
Chloride
Fe
Satuan
mg/dL
mg/dL
g/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
µg/dL
µg/dL
%
mmol/L
mmol/L
mmol/L
µg/dL
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9
0-0.2
3.97-4.94
M: 5-40; F: 5-32
M: 10-50; F: 10-35
6-20
0.67-1.17
M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0
7.30-7.45
250-478
112-346
20-50
135-146
3.4-5.4
95-108
M: 59-158; F: 37-145
04/04/2012
2.89
0.95
2.8
56
32
17.5
0.77
6.7
7.555
320
222
30.62
136
4.04
103.5
98
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (05/04/12)
Kesan: Anemia anisopoikilositosis dengan kelainan morfologi eritrosit dan penibgkatan respon eritropoetik
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri, reaktifitas netrofil
Kesimpulan: Gambaran Leukoeritroblastik DD Hemolisis (suspek AIHA) disertai infeksi bakterial.
.
Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi (06/04/12)
Keterangan Sebab Kematian
Nilai Rujukan
Satuan
06/04/2012
Sebab Kematian:
Glukosa
<1,6: Normal
mmol/L
Normal
Shock Septic dd hypovolemic
Protein
<0,1: Negatif
g/L
0
Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari:
Bilirubin
<8,4: Negatif
µmol/L
0
Bronchopneumonia & severe anemia
Urobilin
1: Normal
µmol/L
Normal
Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari:
pH
<7: Asam ; >7: Basa
5.5
Blood/Darah
<0,2: Negatif
mg/L
+
AIHA
Keton
<1: Negatif
mmol/L
0
Nitrit
0,8-5
mg/L
0
Leukosit
<24: Negatif
Leu/ul
0
Bakteri
+
Hasil Pemeriksaan Instalasi Radiologi (04/04/12)
Thorax PA Dewasa (KSO)
Diagnosa: Anemia Hemolitik
Foto Thorax proyeksi AP, supine, asimetris, inspirasi kurang,
kondisi cukup, hasil:
 Tampak corakan vascular pulmo meningkat, air
bonchogram (+)
 Tampak penebalan dextra
 Kedua diafragma licin
 Cor: CTR=0.56
 Sistema tulang intak
Kesan Bronchitis
Pleural reaction dextra
Cor: CTR=0.56 (inspirasi kurang)
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
04/04/2012
Lemah cm
37.6
80
20
110/70
Lemas
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Mikofenolat mofetil
N-acetylcysteine
Inj. MP 125 mg
Inj. Lanmer
Inj. Pantoprazole
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 2x1
Oral 3x1C
125 mg/8jam
2x1
1x1
P
Si
√
So
05/04/2012
Cm
37.4
100
20
90/50
Mual, nyeri perut
M
P
√
√
√
√
Si
06/04/2012
Cm
37.5
116
28
100/50
-
So
M
P
Si
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
So
√
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
Assesment
1. Mikofenolat Mofetil (Tab 500 mg)
Merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi autoimun (imunosupresan), selain itu juga merupakan lini ke-3 terapi AIHA (Zanella, 2012). Dosis yang
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diberikan untuk AIHA yaitu 1000 mg/hari diberikan dalam 2 kali (Howard, 2001). Diberikan penuh selama pasien rawat inap dengan dosis 2x1tablet (500 mg) sehari atau
sama dengan 1000 mg/hari.
2. N-acetylcysteine (Sir kering 150mg/50mL x 75mL)
Digunakan untuk mengatasi infeksi saluran nafas dengan sekresi mukus berlebih termasuk bronchitis. Dosis yang diberikan yaitu 3x1 sendok makan (15mL) atau sama
dengan 3x45 mg/mL  135mg/hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia dewasa yaitu 600mg/hari.
Perhitungan dosis: 1 sendok makan = 15 mL
150mg/50mL 3mg/mL
Dosis dalam 1 sendok makan yaitu  3 mg/mL x 15mL = 45mg
3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-3 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari. Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
4. Lanmer (Komposisi: meropenem (Vial 1 gram x 1))
Merupakan antibiotik golongan carbapenem, diberikan dengan dosis 500-1000 mg 3x sehari secara IV atau sama dengan 1500-3000 mg/hari (Baldwin, 2008). Hasil
pemeriksaan lab pasien menunjukkan nilai WBC diatas normal yang mengindikasikan adanya infeksi bakteri, pemeriksaan urin juga menunjukkan positif terhadap bakteri.
Diberikan pada hari ke2-3 dengan dosis 2x1vial atau sama dengan 2gram/hari. Dosis yang diterima pasien sudah sesuai,
5. Panloc (Komposisi: pantoprazole (inj. 40 mg x 1))
pantoprazole yang termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari (Lockrey and Lim,
2011). Diberikan pada hari ke-2 dengan dosis1x1 atau sama dengan 40 mg/hari. Dosis yang diterima pasien sudah sesuai.
Shock merupakan keadaan yang ditandai ketidakmampuan tubuh untuk menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan sehingga dapat mengancam jiwa. Shock
hipovolemik terjadi karena kehilangan darah cukup banyak (Wilson, Thal, Kindling, Gtifka, and Ackerman, 1965).
Pasien tidak diberikan transfusi kemungkinan karena tidak ada darah yang cocok, dilihat pemeriksaan cross match pasien.
Evaluasi DRPs
1. Dosis Kurang
 Pada kasus ini ditemukan interaksi antara MMF dengan pantoprazole (PPI) yang menyebabkan penurunan efek MMF dan perlu dilakukan monitoring dengan
seksama (Medscape, 2016). Penggunaan PPI meningkatkan pH intragastrik yang dapat memperlambat hidrolisis MMF, berakibat pada penurunan paparan dan
ketersediaan asam mikofenolat sehingga terjadi penurunan efek (Wedenmeyer and Blume, 2014).
Plan/Rekomendasi
1. Melakukan dan mencari transfusi darah yang cocok untuk pasien. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia
megaloblastik. Memberikan jeda pada penggunaan MMF dan pantoprazole (PPI).
2. Monitoring kepadatan tulang pasien terkait efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Memberikan tambahan suplemen kalsium dengan
dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008).
3. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 11. Kasus 9
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.59.26.19 (Kasus 9)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. S
Umur/JK: 38 tahun / Perempuan
BB: 50 kg
TB: 148 cm
RPD: -
RPO: -
Tanggal Rawat: 13/07/2012-26/07/2012 (14 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Possible SLE
Keluhan Utama:Lemas dan mata tidak melihat (rujukan dari RSUD Cilacap dengan obs. Anemia ec susp hemolitik dd blood loss)
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan mata kunang-kunang. Pasien periksa ke RSUD Cilacap kemudian
dirawat inap selama 4 hari. Pasien dikatakan kurang darah namun tidak dapat dilakukan transfusi, kemudian pasien pulang. Sekitar 2 bulan sebelum
masuk RS, pasien mengeluh pandangan kabur namun tidak periksa. Sekitar 10 hari sebelum masuk RS, lemas yang dirasakan semakin memberat, mata
kanan tidak dapat melihat dan mata kiri kabur. Pasien periksa ke RSUD Cilacap kemudian rawat inap selama 10 hari dengan Hb 3,7 dan coomb's test
4+ sehingga tidak berani untuk dilakukan transfusi darah. Rujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
RDW-SD
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
fL
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
10/07/12
8.1
2.13
7.6
24.3
114.1
35.7
31.3
274
68.2
22.2
9,5
0,1
0
83,5
13/07/12
8.1
2.13
7.6
24.3
114.1
35.7
31.3
274
68.2
22.2
9,5
0,1
0
83,5
16/07/12
2.46
2.46
8.6
27.4
111.3
35.1
31.5
351
87.7
5.5
3,2
0,8
0.1
19,8
18/07/12
9.48
2.7
9.5
29.9
110.7
35.2
284
64.1
24.5
11.2
0.2
0
20/07/12
6.27
2.51
8.9
27.5
109.6
35.5
32.4
241
91.8
6.1
2.1
0
0
64,2
23/07/12
8.97
25/07/12
9.8
9.3
28.7
108.7
35.2
81.2
10
8.8
0
0
9.6
28.8
188.4
36.2
37
62.3
0.5
0.2
0
EKG: Sinus ritme
Heart Rate: 83 x/menit
Diagnosa:CROSS
Coomb’s
Test
AC
Mayor
Minor
Indirect
Direct
+
Hasil Pemeriksaan Hemostasis
PPT
INR
Kontrol
APTT
Kontrol
13/07/2012
13.2
0.93
13.9
23.9
31.6
23/07/2012
13.2
0.93
13.6
23.6
33
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik, reaktivitas netrofil dan
monosit
Kesimpulan: Gambaran anemia ec. Hemolitik dd/pendarahan (?), disertai proses inflamasi
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemeriksaan Kimia
Satuan
TBil
mg/dL
DBil
Protein Tot
Albumin
mg/dL
g/dL
SGOT
U/L
SGPT
U/L
BUN
Creatinine
mg/dL
mg/dL
Asam Urat
mg/dL
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4
F: 0.02-0.9
0-0.2
13/07/12
20/07/12
0.71
0.59
Fe
µg/dL
0.3
2.38
0.27
6
3.05
3.83
3.12
28
27
22
27
70
57
8
74
15
0.64
13
0.6
17
0.8
16
0.45
TIBC
IBC
INDEX
SAT
Natrium
Kalium
Chloride
LDH
GDS
mg/dL
2.1
2.1
5.6
1.8
3.97-4.94
M: 5-40
F: 5-32
M: 10-50
F: 10-35
6-20
0.67-1.17
M: 3.4-7.0
F: 2.4-7.0
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Asam Folat
Vit B12
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 62.5 mg
Inj. MP 21.25 mg
MP
23/07/12
13/07/2012
Lemah cm
36.2
88
20
110/70
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 2x1
Oral 2x1
125 mg/8jam
62.5 mg/8jam
31.25 mg/8jam
Oral 2-1-0
P
Si
So
25/07/12
Satuan
14/07/2012
Sedang cm
36.9
80
20
120/80
Lemas
M
P
Si
So
√
13/07/12
µg/dL
µg/dL
Nilai Rujukan
M: 59-158
F: 37-145
250-478
112-346
%
20-50
37.2
mmol/L
mmol/L
mmol/L
IU/L
135-146
3.4-5.4
95-108
266-500
Darah: 70-110
Urin: <0.5 g/24jam
142
3.2
105
257
15/07/2012
M
P
√
Si
So
√
16/07/2012
Sedang cm
Afebris
88
20
100/60
Lemas
M
√
P
√
Si
M
P
√
√
√
√
√
√
√
Si
23/07/12
25/07/12
140
4.6
101
138
3.1
98
137
3.8
101
91
85
67
180
113
89
17/07/2012
Sedang cm
36.5
72
20
100/60
-
So
20/07/12
18/07/2012
Sedang cm
36.3
78
16
100/60
Lemas
So
M
P
√
√
√
√
√
√
√
Si
So
STOP
√
19/07/2012
Cm
36.8
96
16
100/60
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
√
√
STOP
√
√
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
20/07/2012
Cm
36.5
96
16
21/07/2012
Cm
36.3
88
16
22/07/2012
Cm
36.3
96
20
23/07/2012
36.8
98
24/07/2012
Cm
36.3
92
16
25/07/2012
Lemah cm
36.3
88
20
26/07/2012
Cm
36.4
80
20
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
100/60
Nyeri panggul
130/80
Lemas,kesemutan
110/70
120/80
120/80
120/80
Nyeri bahu
Nyeri ulu hati
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Asam Folat
Vit B12
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 62.5 mg
Inj. MP 21.25 mg
MP
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 2x1
Oral 2x1
125 mg/8jam
62.5 mg/8jam
31.25 mg/8jam
Oral 2-1-0
P
Si
So
√
√
√
√
M
P
√
√
√
√
√
√
Si
So
√
M
P
√
√
√
√
√
√
Si
So
√
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
Si
So
M
STOP
√
√
√
√
√
√
√
√
Assesment
1. Asam Folat (400 mcg) dan Vitamin B12
Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Hasil
pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu,
2004). Asam folat diberikan pada hari ke 4-14 pasien rawat inap dengan dosis 2x1table atau sama dengan 0.8 mg/hari. Vitamin B12 diberikan pada hari 4-14 dengan dosis
2x1tab.
2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-5 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari.
Dosis yang diberikan pada hari 6 yaitu 62.5 mg/8jam atau sama dengan 187.5 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hati 7-10 yaitu 31.25 mg/8jam atau sama dengan 93.75 mg/hari
Kemudian pada hari 11-14 dilanjutkan dengan pemberian metilprednisolon tablet (4 mg) dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 8-4-0 mg/hari. Terapi yang diterima pasien
sudah baik dilihat dari kondisi pasien yang membaik dengan Hb awal 7,6 g/dL kemudian meningkat menjadi 9,6 g/dL.
Pasien tidak dilakukan transfusi karena kadar Hb >7
Evaluasi DRPs
Pada kasus ini tidak ditemukan kejadian DRPs karena terapi yang diterima pasien sudah sesuai dan keadaan pasien menjadi lebih baik setelah menerima terapi.
Plan/Rekomendasi
1. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium
dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
2. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 12. Kasus 10
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.66.28.11 (Kasus 10)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. SZ
Umur/JK: 42 tahun / Perempuan
BB: 73 kg
TB: 157 cm
RPD: RPO: -
Tanggal Rawat: 05/12/2013-14/12/2013 (10 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Hospital Acquired Pneumonia
Keluhan Utama: Lemas memberat sejak 3 hari sebelum masuk RS
Status Keluar: Meninggal dunia (Hospital Acquired Pneumonia)
Perjalanan Penyakit: Sekitar 2,5 bulan sebelum masuk RS, OS mendadak lemas, pandangan kabur dan berkunang-kunang. Kemudian periksa ke RS
Nur Hidayah dan dikatakan Hb= 4,0. Dilakukan transfusi PRC 2 kolf kemudian Hb=9 dan diizinkan pulang. Pasien rutin kontrol. Sekitar 4 hari
sebelum masuk RS lemas dirasa semakin memberat kemudian rawat inap di RS Nur Hidayah, dikatakan Hb= 3,6; mayor 2+; minor 3+; DCT 3+. Tidak
dilakukan transfusi darah kemudian dirujuk ke RS Sardjito
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
x103/µL
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
Diagnosa:05/12/13
15.98
1.32
5.1
16.2
122.2
38.8
31.8
370
07/12/13
8.1
1.79
7.7
21.8
121.7
42.9
35.2
250
09/12/13
7.01
1.69
7.3
20.7
122.5
43.2
35.3
91
10/12/13
10.14
2.54
9.5
30.3
119.4
37.3
31.2
268
13/12/13
16.71
2.35
9.2
27.6
117.4
39.1
33.3
236
CROSS
Coomb’s
Test
AC
mayor
minor
indirect
direct
2+
3+
3+
Hasil pemeriksaan Hemostasis
(05/12/2013
PPT
INR
Kontrol
APTT
Kontrol
15
1.11
15.2
23.3
29.4
106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
RDW-SD
GDS
GDP
%
%
%
%
%
fL
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
62.1
31.8
1,9
0,5
0.8
23,5
72
25.1
1.9
0.9
0.1
33,7
73.5
21.5
4.9
0.1
0
82.9
12.4
3.1
0.7
0.1
22,7
122
134
Keterangan Penyebab Kematian (14/12/13)
Sebab kematian:
Gagal nafas
Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari:
Pneumonia nosokromal
Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari:
Severe sepsis
Anemia hemolitik
94.2
3.9
1.7
0.1
0.1
18,3
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (28/03/14)
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik. Leukositosis,
pergeseran ke kiri, reaktifitas netrofil, limfosit, dan monosit
Kesimpulan: Gambaran anemia et causa suspek proses leukoeritroblastik akut dd/ severe infection,
perdarahan akut, keganasan (adakah gangguan fungsi hepar?), disertai proses infeksi bacterial
Hasil Pemeriksaan Instalasi Radiologi (05/12/2013)
Thorax PA Dewasa (KSO)
Diagnosa: Anemia Hemolitik
Photo thorax PA view, erect, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil:
 Tampak corakan vascular meningkat mengabur
 Kedua sinus costofrenikus lancip
 Kedia diafragma licin
 COR, CTR=0.56
 Sistema tulang yang tervisualisasi
Kesan:
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
05/12/2013
Cm
36
80
20
110/70
Nyeri, mual,
sesak
Keluhan
06/12/2013
Sedang cm
Afebris
80
20
120/70
07/12/2013
Sedang cm
36
80
24
120/80
08/12/2013
Sedang cm
36
79
18
100/60
09/12/2013
Sedang cm
Afebris
74
20
120/80
Lemas
Lemas
Lemas
Lemas
10/12/2013
Lemah cm
37.6
90
24
120/80
Lemas
11/12/2013
Lemah cm
37
90
24
120/70
Lemas
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. MP 125 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
125 mg/6jam
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
Si
So
M
√
√
√
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
12/12/2013
Sedang cm
37.2
13/12/2013
Sedang cm
38.8
14/12/2013
Sedang cm
39
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
79
18
110/70
Lemas
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. MP 125 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
P
125 mg/6jam
√
Si
So
80
26
150/90
Lemas
M
P
√
Si
So
100
24
100/90
Menggigil, lemas
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
Assesment
1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 5-7 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 8-10 yaitu 125 mg/24 jam atau sama dengan 125 mg/hari. Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis terapi pada guideline
2. Transfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari ke-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (07/12/2013)
yaitu 7.7 g/dL dan semakin membaik pada hari berikutnya. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5.1 g/dL. Hari ke-3 pasien rawat inap
kadar Hb menjadi 7.7 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Pasien mengalami demam pada hari ke 6-10 rawat inap. Suhu normal axillary (35.5-37.00C) (Sun, 2011). Kemungkinan pasien mengalami infeksi bakteri, karena pasien
AIHA rentan mengalami infeksi. Hospital-acquired pneumonia (HAP) merupakan infeksi paru-paru yang berkembang selama dirawat di rumah sakit, 48 jam atau lebih
setelah masuk (Tarsia, Alberti, Cosentini, and Blasi, 2005). Patogen yang paling sering terlibat adalah Staphyllococcus aureus, terapi yang direkomendasikan untuk pasien
yang rawat inap <5 hari yaitu ceftriaxone 1-2 gram/hari atau moxifloxacin 400 mg/hari. Untuk pasien rawat inap selama 5-9 hari diberikan vancomycin saja atau dengan
tambahan cefepime 2 gram tiap 12 jam (Beardsley, Williamson, Johnson, Ohl, Karchmer, and Bowton, 2006).
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
 Antibiotik untuk mengatasi HAP, obat yang direkomendasikan adalah vancomycin dengan dosis 2 gram tiap 12 jam (Beardsley dkk, 2006).
 Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004).
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat vancomycin
2. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013).
3. Monitoring efek samping kortikosteroid seperti peptic ulser, diabetes, dan osteoporosis
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 13. Kasus 11
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.67.66.92 (Kasus 11)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. P
Umur/JK: 35 tahun/ Perempuan
BB: 36 kg
TB: 155 cm
RPO: RPD: Asma sejak kecil, jarang
kambuh (kurang lebih 1x sebulan,
terutama jika kedinginan)
Tanggal Rawat: 21/03/2014-03/04/2014 (14 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: Lemas (rujukan dari RS. PKU Muhammadiah Gombong dengan diagnosis sementara inkompatibilitas transfusi darah)
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas, demam, nafsu makan dan minum menurun. Pasien sempat opname
di RS Muh. Gombong selama 3 hari dengan diagnosis incompatibilitas transfusi darah dan mendapatkan terapi Dexamethasone 2x1, Rantin 2x1,
Aminofilin drip/8 jam kemudian dirujuk ke RS Sardjito. Hasi masuk RS, pasien mengeluh lemas memberat, demam, tidak mau makan dan minum,
disertai batuk dan sesak nafas.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
RDW-SD
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
fL
Retikulosit
%
LDH
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60
240-480
Pemeriksaan Kimia
20/03/14
10.3
1.07
4.8
12.6
118.3
44.6
37.7
36
65.9
30.8
3,0
0,3
0
36
22/03/14
7.62
1.41
6.2
16.4
116.3
44
37.8
44
79.3
14.6
6
0
0.1
44,4
15%
25/03/14
6.48
3.23
10.3
31.7
98.1
31.9
32.5
96
92.9
4.8
0.9
0.6
0.3
22,7
28/03/14
8.36
2.89
9
27.9
96.5
31.1
32.2
85
84.6
10.3
3.7
0.2
0
22,7 19
31/03/14
9.57
2.93
9.5
27.4
93.5
32.4
34.7
76
76.2
19.2
4.3
0.1
0.2
57
Satuan
TBil
mg/dL
DBil
Protein Tot
Albumin
mg/dL
SGOT/AST
U/L
SGPT/ALT
U/L
BUN
Creatinine
Natrium
Kalium
Chloride
mg/dL
mg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
g/dL
Nilai
Rujukan
M: 0.02-1.4
F: 0.02-0.9
0-0.2
3.97-4.94
M: 5-40
F: 5-32
M: 10-50
F: 10-35
6-20
0.67-1.17
135-146
3.4-5.4
95-108
25/03/14
28/03/14
31/03/14
0.83
6.91
3.47
0.41
4.49
1.95
89
16
98
30
18
0.48
152
3.25
118
12.8
0.28
139
2.7
111
3.14
14
0.49
130
3.9
100
1580
109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Microbiology Chart Report (28/03/2014)
Diagnosa:Selected Organism: Staphylococcus aureus
CROSS
Hasil: Resisten: Benzylpenicillin
Amoxicillin
Coomb’s
Carbenicillin
Test
Ticarcillin
AC
Piperacillin
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (19/03/2014)
Kesan
Anisopoikilositosis
dengan
peningkatan
respon
eritropoetik
Reaktivitas netrofil, pergeseran ke kiri
Trombositopenia
Kesimpulan
Observasi bisitopenia et causa susp. Autoimmune
Hemolytic Anemia (AIHA) disertai proses infeksi
Saran
HB-AE-AL-AT
Diff Manual
Mayor
Minor
Indirect
Direct
3+
4+
-
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Parasetamol
Lansoprazole
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 3x500
Oral 1x30
125 mg/6 jam
125 mg/8 jam
125 mg/12 jam
22/03/2014
Lemah cm
36
98
20
100/60
pusing, mual
80
20
120/80
Lemas
P
Si
So
M
P
Si
So
√
Gambaran anemia dengan suspek penyakit kronis
disertai proses infeksi bakteri
Saran
HB-AE-AL-AT
Diff Manual
Monitor DT
9-2,89-8,36-85 (187) Clumps (+)
Sinus ritme
75 x/menit
23/03/2014
Sedang cm
36.9
80
20
90/60
Lemas, pusing
M
P
Si
√
√
√
√
√
Kesimpulan
EKG
Heart Rate
.
Tanda Vital
21/03/2014
Lemah cm
.
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (28/03/2014)
Kesan
Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit
Reaktifitas netrofil dan limfosit
Monitor DT dan MDT
3,9-1,01-12,02 (AL terkoreksi 9,25x10^3/uL)-127
Metamielosit 4%, stab 6%, segmen 65%, limfosit 20%,
monosit 5%, NRBC 30 sel
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Hasil Pemeriksaan Hemostasis (19/03/2014)
PPT
16
INR
1.15
Kontrol
14.5
APTT
38.2
Kontrol
30.8
So
24/03/2014
Sedang cm
37.7
76
24
120/80
Lemas, pusing
M
P
√
√
√
√
Si
So
25/03/2014
Sedang cm
37.8
84
20
120/80
Lemas
M
P
Si
So
26/03/2014
Lemah cm
36.3
100
20
120/80
M
√
P
Si
√
√
So
27/03/2014
Lemah cm
36.3
92
24
110/70
Lemas
M
P
√
√
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
STOP
√
√
√
√
√
√
√
√
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Inj. Ceftazidime
Inj. Gentamycin
Inj. MP 62.5 mg
Transfusi PRC
1 gram/8 jam
160 mg/24 jam
62,5 mg/12 jam
√
√
√
30/03/2014
Cm
36.6
76
20
110/70
Lemas
31/03/2014
Lemah cm
36.5
88
20
100/70
lemas
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
28/03/2014
Sedang cm
37.3
92
24
110/70
Lemas
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Parasetamol
Lansoprazole
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Inj. MP 125 mg
Inj. Ceftazidime
Inj. Gentamycin
Inj. MP 62.5 mg
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 3x500
Oral 1x30
125 mg/6 jam
125 mg/8 jam
125 mg/12 jam
1 gram/8 jam
160 mg/24 jam
62,5 mg/12 jam
P
Si
So
√
29/03/2014
Sedang cm
36.7
85
24
110/70
Lemas
M
P
Si
√
√
√
√
√
So
M
P
Si
√
√
So
M
P
Si
So
√
√
√
01/04/2014
Sedang cm
36.5
88
20
120/80
Sariawan
M
P
Si
√
√
So
02/03/2014
Sedang cm
36.6
82
20
100/70
M
P
Si
√
√
√
√
√
√
√
So
03/03/2014
Sedang cm
36.4
80
20
110/80
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Assesment
1. Parasetamol (Tab: 500 mg)
sebagai analgesik untuk mengatasi pusing yang dialami pasien (Warwick, 2008). Dosis yang dianjurkan yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari
3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari (American Pharmacists Association, 2007). Diberikan pada hari 2-13 pasien rawat inap dengan dosis 3x500mg 
1500/hari.
2. Lansoprazole
Untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang (DeLoughery, 2013). Diberikan dengan dosis 30 mg/hari (Bardhan,
Ahlberg, Hislop, Lindholmer, Long, Morgan, et al, 1994). Diberikan pada hari ke 2,3, dan 6 pasien rawat inap dengan dosis 1x30 mg.
3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari.
Dosis yang diberikan pada hari 5-6 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 7-12 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari.
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dosis yang diberikan pada hari 13 yaitu 62.5 mg/12 jam atau sama dengan 125 mg/hari
4. Ceftazidime (vial 1 garm)
Merupakan antibiotik golongan sefalosporin, digunakan untuk menangani bakteri staphylococcus aureus yang ditemukan pada hasil lab pasien.
Diberikan pada hari 11-13 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/8jam  3 gram.hari.
5. Gentamycin (vial 80 mg/2mL)
Merupakan antibiotik golongan aminoglikosida , digunakan bersamaan dengan ceftazidime untuk mengatasi bakteri staphylococcus aureus.
Diberikan pada hari 11-13 pasien rawat inap dengan dosis 160 mg/24jam.
Pasien dengan AIHA rentan terhadap infeksi bakteri karena sistem imunitasnya ditekan sehingga pertahanan tubuhnya terhadap agen asing menjadi kurang.
6. Transfusi PRC
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi pada hari 1,3, dan 4 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar
Hb awal pasien yaitu 4.8 g/dL. Tanggal 25/03/14pasien rawat inap kadar Hb menjadi 10.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar
antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat

Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004).
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013).
2. Monitoring interaksi obat antara lansoprazol dengan metilprednisolon yang dapat meningkatkan efek lansoprazol. Ditemukan interaksi antara
metilprednisolon dengan lansoprazol, dimana MP meningkatkan efek lansoprazol dengan mempengaruhi metabolism enzim CYP3A4 di hati, interaksi
minor (Medscape, 2016).
3. Monitoring pemberian ceftazidim karena merupakan golongan sefalosporin yang diduga dapat menginduksi AIHA, untuk melihat apakah pemberian
antibiotik ini memperburuk kondisi pasien dan memberikan rekomendasi antibiotic lain, seperti golongan aminoglokosida atau meropenem, tergantung
jenis bakteri yang menginfeksi.
4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan
suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008).
5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 14. Kasus 12
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.68.48.49 (Kasus 12)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. R
Umur/JK: 38 tahun /Perempuan
BB: 50 kg
TB: 150 cm
RPD: RPO: -
Tanggal Rawat: 22/05/2014-28/05/2014 (7 hari)
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: lemas sekitar 1 bulan sebelum masuk RS
Status Keluar:Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan rujukan dari RS Kebumen dengan Hb rendah namun tidak dilakukan transfusi karena tidak cocok. Pasien sempat
mendapatkan terapi Fargoxin 2x1/2 tab dan ISDN 2x1. Sekitar 4 bulan yang lalu, pasien mengeluh lemas, dikatakan Hb 4. Pasien tidak mendapat transfusi
namun diberikan terapi Sandimun (rutin minum 1 bulan) kemudian Hb menjadi 10. Pasien tidak minum obat dan kontrol lagi karena merasa baikan.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Satuan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
x103/µL
fL
%
%
%
%
%
Retikulosit
%
LDH
U/L
Nilai
Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
11,5-14,5
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
M: 0.602.60; F:
0.60-2.60
Pemeriksaan Kimia
22/05/14
26/05/14
7.04
0.68
5.3
9.5
139.7
77.9
55.8
245
47,2
69.7
22.3
7,1
0,3
0.6
8
1.48
7.4
17.9
121.1
50
41.3
250
25,3
89.9
6.4
3,7
0
0
23
930
Satuan
TBil
mg/dL
DBil
Protein Tot
Albumin
mg/dL
SGOT/AST
U/L
SGPT/ALT
U/L
g/dL
BUN
mg/dL
Fe
µg/dL
TIBC
IBC
INDEX SAT
Natrium
Kalium
Chloride
LDH
µg/dL
µg/dL
%
mmol/L
mmol/L
mmol/L
IU/L
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4
F: 0.02-0.9
0-0.2
3.97-4.94
M: 5-40
F: 5-32
M: 10-50
F: 10-35
6-20
M: 59-158
F: 37-145
250-478
112-346
20-50
135-146
3.4-5.4
95-108
266-500
21/05/14
22/05/14
2.72
2.72
0.68
3.9
41
0.2
6
18
0.83
161
204
43
79
139
4
104
930
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (22/05/14)
Kesan
Anemia
dengan
kelainan
morfologi
eritrosit
dan
peningkatan respon eritropoetik
Pergeseran ke kiri dengan
reaktivitas netrofil, monosit dan
limfosit
Kesimpulan
Gambaran leukoeritroblastik DD
proses hemolitik dan perdarahan
Saran
Monitor darah tepi/morfologi
darah tepi
Retikulosit,
bilirubin
direk/indirek, LDH
CRP
HB-AE-AL-AT 5,3-0,68-7,14-245
Lain-lain
Diff sel manual= mielosit 1%,
metamielosit 3%, stab 9%,
segmen 66%, limfosit 9%,
monosit 12%
EKG: Stc
Cross mayor (-), minor (-)
Heart Rate: 120 x/menit
Coomb’s test in (+), dir (+)
Tanda Vital
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Dosis dan Cara
Nama Obat
Pemberian
Inj. MP 125 mg
125 mg/8jam
Inj. Pantoprazol
1x1A
Inj. MP 125 mg
125 mg/12jam
Transfusi PRC
22/05/2014
Sedang cm
Afebris
88
20
110/80
lemas
P
Si
So
√
√
√
√
23/05/2014
Sedang cm
36.2
90
24
100/60
Lemas
M
P
Si
√
√
24/05/2014
Sedang cm
36
90
16
120/70
-
So
M
P
√
√
√
√
Si
25/05/2014
Sedang cm
Afebris
67
20
116/68
-
So
M
P
√
√
√
√
Si
So
26/05/2014
Sedang cm
36
69
24
84/57
M
P
√
Si
So
27/05/2014
Sedang cm
36
71
20
122/61
M
P
√
√
√
Si
So
28/05/2014
Cukup cm
75
20
108/59
M
P
√
√
√
Si
So
M
STOP
√
√
√
√
Assesment
1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-4 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 5-7 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
2. Pantoprazol (inj. 40 mg x 1) termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari
kortikosteroid jangka panjang (Lockrey and Lim, 2011).Diberikan setiap hari selama pasien rawat inap dengan dosis1x1 atau sama dengan 40 mg/hari
3. Transfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-5 (26/05/2014)
yaitu 7.4 g/dL. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5.3 g/dL. Hari ke-5 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 7.4 g/dL sehingga sudah
sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
 Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004)
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah anemia megaloblastik
2. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila berikan tambahan suplemen kalsium
dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008).
3. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 15. Kasus 13
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.68.59.10 (Kasus 13)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. EP
Umur/JK: 26 tahun / Perempuan
BB: 67 kg
TB:145 cm
RPD: RPO: KB suntik, pill, spiral (sudah
berhenti sejak 2 tahun terakhir)
Tanggal Rawat: 31/05/2014-13/06/2014
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Deep Vein Trombosis, Trombositopenia, Anemia
Keluhan Utama: lemas yang memberat sejak 5 hari sebelum masuk RS
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan mudah lelah. Pasien periksa di RS Majenang dan opname selama
3 hari (Hb= 3,2). Tidak dilakukan transfusi darah karena tidak cocok, kemudian dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
05/06/14
06/06/14 09/06/14 11/06/14 13/06/14
15.1
20.84
14.01
12.86
14.87
2
2.61
2.78
3.02
3.03
6
8
8.3
9
9
20.5
25.4
26.3
28.6
28.5
102.5
97.3
94.6
94.7
94.1
30
30.7
29.9
29.8
29.7
29.3
31.5
31.6
31.5
31.6
116
79
132
161
209
92.6
92.2
80.7
79.4
83.5
6.2
5
12.5
15.7
13.9
1.1
2.7
4.1
3.2
2.2
0
0
2.6
1.6
0.3
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
4.5
1.2
1.7
1.5
11,5-14,5
83,1
71,9
65,9
63,3
60,8
M: 0.60-2.60;
4,2%
2,5%
1,0 %
Retikulosit
%
F: 0.60-2.60
(0,5-1,5)
(0,5-1,5) (0,5-1,5)
Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi (04/06/2014)
Hasil Pemeriksaan Hemostasis
Nilai Rujukan
Satuan
04/06/14
05/06/14
07/06/14
Leukosit
<24: Negatif
Leu/ul
64.5
PPT
16.5
16.4
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
IG%
RDW-SD
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
%
fL
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
07/06/
14
09/06/
14
13/06/
14
<=1,20
4.15
2.86
2.41
mg/dL
0,00-0,20
3.68
2.61
1.83
SGOT
U/L
<=32
33
SGPT
U/L
107
BUN
mg/dL
<=33
6,0020,00
15.6
Creatinin
Asam
Urat
mg/dL
0,50-0,90
0.54
mg/dL
2,4-5,7
3.5
LDH
U/L
240-480
916
GDS
mg/dL
80-140
131
Bilirubin
Tot
Bilirubin
direct
Satuan
Nilai
Normal
mg/dL
05/06/
14
Diagnosa:13/06/14
21.4
CROSS
Mayor
Minor
-
869
121
130
Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi
(05/06/14)
Bahan Pemeriksaan: Urin
Jenis Kuman: tidak tumbuh/negative
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Eritrosit
Epithel
Silinder
0-25/uL
0-40/uL
0-1,2/uL
1,0/HPF
6,5/HPF
8,27/LPF
INR
1.23
1.82
1.66
Coomb’s Indirect
Test
Kontrol
14.5
14.1
15.2
Direct
+
APTT
23.9
20.4
27
AC
Kontrol
31.3
32.3
30.3
EKG: STC
Heart Rate: 105 x/menit
D-Dimer
1314
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (01/06/14)
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik
Leukositosis dengan reaktivitas netrofil dan pergeseran ke kiri, Trombositopenia
Kesimpulan: Observasi bisitopenia et causa suspek proses hemolitik DD AIHA disertai infeksi bacterial
5.7
36.3
2.85
Pemeriksaan Uji Cocok Serasi
Hasil: Incompatible
Kesimpulan: Gol darah pasien A Rhesus Positif dan
didapatkan incompatibilitas minor
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
31/05/2014
Lemah cm
36
80
24
100/60
01/06/2014
Sedang cm
36.2
88
22
110/60
02/06/2014
Sedang cm
36.6
80
20
120/60
Lemas
Nyeri dan
bengkak kaki kiri
Bengkak kaki
kiri, mual
Keluhan
03/06/2014
Sedang cm
36.6
64
20
110/60
Bengkak kaki kiri
dan tungkai kiri,
nyeri perut
04/04/2014
Sedang cm
Afebris
64
20
120/80
05/06/2014
Sedang cm
37.2
76
20
120/80
06/06/2014
Sedang cm
36.6
64
20
120/70
Pandangan kabur,
berdebar-debar
Nyeri tungkai kiri
Pusing, bengkak
kaki kiri
P
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Parasetamol
Inj. MP 125 mg
Inj. Ranitidin
MP 16 mg
Warfarin Na
Inj. Ceftriaxone
Fondaparinux Na
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 3x500 mg
125 mg/6jam
1A/12jam
Oral 2-1-0
1x2mg
1gram/12jam
7.5 mg/24jam
P
Si
So
√
√
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
07/06/2014
Lemah cm
36.6
64
20
110/70
Batuk
08/06/2014
Cm
36
24
110/80
Sakit kepala
09/06/2014
Sedang cm
36
69
22
110/70
Nyeri perut
10/06/2014
Sedang cm
Afebris
68
20
110/70
Nyeri perut
11/06/2014
Sedang cm
Afebris
76
22
110/70
Nyeri perut
12/06/2014
Sedang cm
Afebris
72
22
110/70
Sakit kepala
13/06/2014
Sedang cm
36
72
22
110/70
Sakit kepala
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Parasetamol
Inj. MP 125 mg
Inj. Ranitidin
MP 16 mg
Warfarin Na
Inj. Ceftriaxone
Fondaparinux Na
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 3x500 mg
125 mg/6jam
1A/12jam
Oral 2-1-0
1x2mg
1gram/12jam
7.5 mg/24jam
P
So
M
P
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Si
√
√
√
√
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Assesment
1. Parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik untuk meredakan sakit kepala pasien (Warwick, 2008). Dosis parasetamol untuk meringankan nyeri pada orang dewasa
yaitu 325-650 setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3-4 kali perhari bila mengalami nyeri dengan dosis maksimum 4 g per hari (American Pharmacists Association, 2007).
Diberikan pada hari 7-10 dan 12 pasien rawat inap dengan dosis 3x500 mg atau sama dengan 1500 mg/hari.
2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-6 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, kemudian dilakukan tapering ke MP tablet.
Metilprednisolon tablet 16 mg
Pada hari 7-11 dan 14 diberikan dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 32-16-0 mg/hari.
3. Ranitidin(Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL)
Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam
perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008).
Diberikan pada hari 4-13 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari  dosis kurang
4. Ceftriaxone (Vial 1 gram)
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Hasil pemeriksaan urin menunjukkan negatif terhadap bakteri, namun pemeriksaan hematologi
pasien menunjukkan nilai netrofil yang melebihi normal, terdapat kemungkinan pasien mengalami infeksi bakteri. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian secara iv yaitu
2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Diberikan pada hari 6-14 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/12jam atau sama dengan
2gram/hari.
5. Simarc (Komposisi: Warfarin Na)
Digunakan sebagai antikoagulan, untuk mencegah thrombosis vena, dengan dosis 2-5 mg/hari PO/IV selama 2 hari (Medscape, 2016).
Diberikan pada hari 8,10,11,12 pasien rawat inap dengan dosis 1x2 mg  untuk terapi DVT
6. Arixtra SC (Komposisi: Fondaparinux Na)
Digunakan untuk mencegah terjadinya trombisis vena dan tromboembolisme yang mungkin terjadi karena mobilitas pasien dibatasi. Dosis yang diberikan untuk BB 50100 kg yaitu 7.5 mg/hari sub cutan (Medscape, 2016).
Diberikan pada hari 7,8,10-13 pasien rawat inap dengan dosis 7.5 mg/24jam  untuk terapi DVT
7. Transfusi PRC
117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1 dan 7 pasien rawat inap.
Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3.2 g/dL. Transfusi sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL.
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
 Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan
asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien
mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004)
2. Dosis Kurang
 Parasetamol diberikan dengan dosis 1500 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan sakit kepala pasien, dosis yang dianjurkan yaitu 325-650 setiap 4-6 jam.
 Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan pasien, dosis literatur yang dianjurkan adalah 150-200 mg/hari
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari
2. Memberikan parasetamol sesuai dengan dosis literatur agar dosis terapi tercapai
3. Memantau kondisi pasien terkait keluhan tukak lambung, dan memberikan rnitidin sesuai dosis literatur.
4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan
suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008).
5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 16. Kasus 14
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.68.97.17 (Kasus 14)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. FZ
Umur/JK: 32 tahun/ Perempuan
BB: 60 kg
TB: 150 cm
RPD: -
RPO: -
Tanggal Rawat: 29/06/2014-07/07-2014
Diagnosis Utama: AIHA tipe mix (hasil lab tgl 17 April 2014)
Diagnosis Sekunder: Severe Anemia ec. AIHA; Diabetes mellitus ec. Steroid induced; Dispepsia
Keluhan Utama: lemas sejak 1 minggu sebelum masul RS
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 minggu yang lalu, pasien merasa lemas, pandangan berkunang-kunang, cepat mengantuk, dan berdebar-debar. Pasien berobat
ke RSU At Taunis dan opname selama 10 hari. Dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil Hb=2,3 AL 12,2 AT 317 Coomb's Test mayor 2+ minor 3+
autokontrol 3+ pemeriksaan iso serologi: penderita AIHA dengan tipe hangat dan dingin. Mendapat transfusi PRC 3 kantong dan pulang dengan Hb 7,5
dengan terapi pulang MP 3x16 mg --> 2x16 mg --> 1x16 mg selama 3 minggu namun pasien tidak kontrol lagi karena merasa sudah baikan. Sekitar 1
minggu sebelum masuk RS, pasien kembali merasakan lemas, kemudian berobat ke RS dengan Hb 7,9. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS keluhan lemas
memberat, mual, muntah tiap makan kemudian berobat ke RS dengan Hb 6,5 kemudian dirujuk ke RS Sardjito. Pasien sudah tidak haid selama 10 tahun dan
merupakan akseptor KB suntik.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT%
LYPMH%
MONO%
EO%
BASO%
RDW-SD
Satuan
x103/µL
x106/µL
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
x103/µL
%
%
%
%
%
fL
Retikulosit
%
Nilai Rujukan
3.6-11.0
3.8-5.2
11.7-15.5
32-47
80-100
26-34
32-36
150-440
50-70
20-40
2-8
1-3
0-1
11,5-14,5
M: 0.60-2.60;
F: 0.60-2.60
Pemeriksaan Kimia
28/06/14
6.04
4.3
6.8
20.9
69.7
22.7
67.7
17.9
13.1
0.8
0.5
0.1+%
29/06/14
7.81
2.94
6.9
20.6
70.1
23.5
91.9
5.2
2.8
0
0
30/06/14
14.1
2.8
6.8
20.3
72.5
24.4
33.6
456
89.3
5.4
5,3
0
0
18,6
02/07/14
7.17
3.44
8.4
25.9
75.4
24.4
32.3
610
92.3
5.6
1
0.1
0.1
18,6
05/07/14
14
3.21
8
72.7
25
91.2
0.2
3.5
0.1
0
Satuan
TBil
mg/dL
DBil
Protein Total
Albumin
mg/dL
g/dL
SGOT
U/L
SGPT
U/L
BUN
Creatinine
Natrium
Kalium
Chloride
LDH
mg/dL
mg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
IU/L
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4
F: 0.02-0.9
0-0.2
3.97-4.94
M: 5-40
F: 5-32
M: 10-50
F: 10-35
6-20
0.67-1.17
135-146
3.4-5.4
95-108
266-500
28/06
/14
Diagnosa:-
1.09
Coomb’s
Test
0.35
CROSS
mayor
minor
indirect
direct
2+
2+
4.51
15
7
9.2
0.64
139
4.1
105
646
EKG
Heart
Rate
STC
124
x/menit
119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (30/06/2014)
Kesan
Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit
Reaktifitas netrofil dan limfosit
Kesimpulan
Gambaran anemia ec. Susp. Defisiensi besi disertai proses
inflamasi
.
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
29/06/2014
Sedang cm
36
107
20
110/70
Lemas, mual
Keluhan
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Antasida syrup
Inj. MP 125 mg
Inj. Ranitidin
Inj. MP 62,5 mg
Inj. MP 62,5 mg
Insulin aspart
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 3x1 sdm
125 mg/6 jam
1A/12 jam
62,5 mg/8 jam
62,5 mg/12 jam
30/06/2014
cm
Afebris
90
20
110/70
Lemas, mual
01/07/2014
Sedang cm
Afebris
92
20
90/60
Nyeri perut, mual
02/07/2014
Sedang cm
36.8
98
20
128/78
Lemas
03/07/2014
Sedang cm
36.8
92
20
108/60
04/07/2014
sedang cm
36.9
92
20
90/60
-
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
P
Si
So
05/07/2014
sedang cm
36.7
88
20
110/60
M
P
Si
√
So
M
√
√
√
√
√
√
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
Keluhan
06/07/2014
07/07/2014
sedang cm
36.5
100
20
100/60
sedang cm
36.8
76
20
110/80
-
-
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Antasida syrup
Inj. MP 125 mg
Dosis dan Cara
Pemberian
Oral 3x1 sdm
125 mg/6 jam
P
Si
S
o
M
P
Si
S
o
M
P
Si
S
o
M
P
Si
S
o
M
P
Si
S
o
M
P
Si
S
o
M
P
Si
S
o
M
120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Inj. Ranitidin
Inj. MP 62,5 mg
Inj. MP 62,5 mg
Insulin aspart
1A/12 jam
62,5 mg/8 jam
62,5 mg/12 jam
√
√
√
√
Assesment
1. Antasida syrup (Kandungan: per 5mL Al(OH)3 250 mg, Mg(OH)2 250 mg, simethicone 50 mg.
Digunakan sebagai anti-userasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bekerja secara sinergis dengan ranitidine
untuk menurunkan produksi asam di asam esofagus dan lambung (Robinson, Stanley, Ciociola, Filinto, Zubaidi, Miner, et al, 2001).
Dosis yang dianjurkan yaitu 1-2 sdt 3-4 kali/hari  15-30 mL/hari atau 20-40 mL/hari
Diberikan pada hari 3, 5, dan 7 dengan dosis pemberian 3x1 sdm  45 mL/hari
2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
Dosis yang diberikan pada hari 1-5 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari,
Dosis yang diberikan pada hari 6 yaitu 62.5 mg/8jam atau sama dengan 187.5 mg/hari
Dosis yang diberikan pada hari 7-8 yaitu 62.5 mg/12jam atau sama dengan 125 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
3. Ranitidine (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL)
Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam
perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008).
Diberikan pada hari 1-3;5;7-8 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari.
4. Novorapid (Insulin aspart)
Digunakan untuk menurukan kadar gula dalam darah
Diberikan pada hari ke-6 pasien rawat inap, dosis tidak dicantumkan pada lembar rekam medis.
Pasien diberikan insulin pada hari ke-6, diduga kadar gula darah pasien tinggi karena efek samping pemakaian kortikosteroid jangka panjang, namun hasil lab yang
menunjukkan bahwa kadar gula darah pasien tinggi tidak tercantum di lembar rekam medis
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
 Asam Folat, pasien dengan WAIHA diberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik (DeLoughery, 2013).
2. Dosis Kurang
 Ditemukan interaksi antara metilprednisolon dengan insulin aspart yang menyebabkan penurunan efek insulin aspart (Medscape, 2016).
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari
2. Memberikan jeda pada penggunaan metilprednisolon dan insulin aspart untuk menghindari interaksi yang dapat menurunkan efek insulin. Monitoring gula darah pasien
karena salah satu efek samping kortikosteroid adalah diabetes mellitus.
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium
dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah terjadinya efek samping osteoporosis (Dipiro, 2008).
121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 17. Kasus 15
Form Pengambilan Data
Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014
Rekam Medis No. RM 01.70.42.11 (Kasus 15)
SUBJEKTIF
Nama Pasien: Ny. EM
Umur/JK: 37 tahun / Perempuan
BB: 56 kg
TB: 150 cm
RPD: RPO: KB suntik bulanan selama 6
tahun (terakhir suntik Februari 2014)
Tanggal Rawat: 25/10/2014-29/10/2014
Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Diagnosis Sekunder: Peningkatan enzim transaminase
Keluhan Utama: pusing dan nggliyer sejak 3 hari sebelum masuk RS
Status Keluar: Membaik dan diizinkan
Perjalanan Penyakit: Pasien mengalami pingsan kemudian diperiksa di Puskesmas dan dikatakan Hb= 4. OS dirujuk ke RS PKU Muhammadiyah
Bantul dengan Hb= 3,8 AL=4,3 AS=241 Direncanakan untuk transfusi darah namun tidak ada yang cocok kemudian pasien dirujuk ke RS PKU
Muhammadiyah Bantul dengan Hb=3,8. Pasien dirujuk ke RS Sardjito.
OBJEKTIF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Satuan
Nilai Rujukan
WBC
x103/µL
3.6-11.0
RBC
x106/µL
3.8-5.2
HGB
g/dL
11.7-15.5
HCT
%
32-47
MCV
fL
80-100
MCH
Pg
26-34
MCHC
g/dL
32-36
PLT
x103/µL
150-440
NEUT%
%
50-70
LYPMH%
%
20-40
MONO%
%
2-8
EO%
%
1-3
BASO%
%
0-1
IG%
%
M: 0.60-2.60;
Retikulosit
%
F: 0.60-2.60
CROSS
Mayor
Minor
+
3+
Pemeriksaan Kimia
27/10/14
3.51
2.99
9.7
32
107
32.4
30.3
169
82.1
16.5
1,4
0
0
1.1
Coomb’s
Test
28/10/14
5
17.2
134.2
39.1
29.2
183
82.5
10.8
3.8
0.4
0.2
22%
Indirect
Direct
+
29/10/14
3.78
2.84
9.3
108
32.7
157
7.20%
TBil
DBil
Protein Total
Albumin
SGOT
SGPT
BUN
Creatinine
Asam Urat
Fe
TIBC
IBC
INDEX SAT
Natrium/Sodium
Kalium/Potasium
Chloride
LDH
GDS
Satuan
mg/dL
mg/dL
Nilai Rujukan
M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9
0-0.2
28/10/2014
2.3
0.6
g/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
µg/dL
µg/dL
µg/dL
%
mmol/L
mmol/L
mmol/L
IU/L
mg/dL
3.97-4.94
M: 5-40; F: 5-32
M: 10-50; F: 10-35
6-20
0.67-1.17
M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0
M: 59-158; F: 37-145
250-478
112-346
20-50
135-146
3.4-5.4
95-108
266-500
Darah: 70-110; Urin: <0.5 g/24jam
3.8
54
74
16
0.7
6.4
83
252
169
33
141
3.8
104
444
112
Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (25/10/14)
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik
Reaktifitas netrofil
Kesimpulan: Gambaran anemia et causa sesp. Hemolitik disertai proses inflame/infeksi
Hasil
Pemeriksaan
Hemostasis
(28/10/2014)
PT
INR
Kontrol
APTT
Kontrol
EKG
Heart
Rate
15.7
1.6
13.3
24.5
30.7
Sinus
bradikardi
53
x/menit
122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi
Nilai Rujukan
Satuan
28/10/2014
Nilai Rujukan
Satuan
28/10/2014
Glukosa
<1,6: Normal
mmol/L
0
Bakteri
Protein
<0,1: Negatif
g/L
0
Kristal
0-10
uL
0.1
Bilirubin
<8,4: Negatif
µmol/L
0
Yeast Like Cell
0-25
uL
0
Urobilin
pH
1: Normal
µmol/L
Normal
Small Round Cell
0-6
uL
7.6
6
Silinder Patologis
0-5
uL
0
uL
0.8
<7: Asam ; >7: Basa
2
SEL: Eritrosit
135.5
<0,2: Negatif
mg/L
0
Mucus
0-5
Keton
<1: Negatif
mmol/L
0
Sperma
0-3
uL
0
Nitrit
0,8-5
mg/L
0
Konduktivitas
3.1-2.7
mS/cm
23.9
<24: Negatif
Leu/ul
4
Sel Epithel
0-40
uL
12.2
Silinder
0-1.2
uL
0.5
Blood/Darah
Leukosit
S.G/Berat
Jenis
>1030
Tanda Vital
Tanggal
Keadaan Umum
Suhu (0C)
Nadi (x/menit)
Nafas (x/menit)
Tekanan Darah (mmHg)
25/10/2014
Sedang cm
36.7
64
20
140/70
26/10/2014
Sedang cm
36.7
68
18
140/70
Pusing, oleng bila
berjalan, mual
Keluhan
27/10/2014
Sedang cm
36.7
72
20
120/80
Lemas, nyeri
perut
28/10/2014
Sedang cm
36.6
80
20
130/80
29/10/2014
Sedang cm
36.4
68
20
130/90
Mual, nyeri perut
-
Penatalaksanaan Obat
Nama Obat
Inj. MP 125 mg
Inj. Ranitidin
Transfusi PRC
Dosis dan Cara
Pemberian
125 mg/8jam
1A/12jam
P
Si
So
√
M
P
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
√
√
√
√
√
Si
So
M
P
Si
So
M
P
Si
So
M
√
√
√
Assesment
1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013)
diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012).
123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dosis yang diberikan pada hari 2-5 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari
Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi.
2. Ranitidine (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL)
Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam
per hari atau 150-200 mg per hari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008).
Diberikan pada hari 2-5 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari  under dose
3. Trandfusi PRC (Packed Red Cells)
Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target
terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011).
Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (27/10/2014) yaitu 9.7 g/dL..
Evaluasi DRPs
1. Dibutuhkan Tambahan Obat
 Asam Folat, pasien dengan WAIHA diberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif
pada pasien AIHA (DeLoughery, 2013).
2. Dosis Kurang
 Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan pasien, dosis literature yang dianjurkan adalah 150-200 mg/hari
Plan/Rekomendasi
1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari
2. Memantau kondisi pasien terkait keluhan tukak lambung, dan memberikan ranitidin sesuai dosis literatur.
3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, serta berikan tambahan suplemen kalsium
dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah efek samping kortikosteroid yaitu osteoporosis (Dipiro, 2008).
4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011).
124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul ”Evaluasi Drug
Related Problems (DRPs) Pada Pasien Dewasa dengan
Diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2009-2014” memiliki nama lengkap Sylviana
Hesti Putri Nugroho. Penulis lahir di Wonosobo pada
tanggal 7 Maret 1995 dari pasangan Yusak Slamet
Nugroho dan Yekti Widiyatni sebagai anak kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari TK Masehi Parakan (19982000), SD Masehi Parakan (2000-2006), SMP Negeri 1 Parakan (2006-2009).
Dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Temanggung
(2009-2012). Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang
Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Farmasi.
Selama menempuh kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan dan
organisasi. Penulis pernah menjadi anggota paduan suara fakultas “PSF Veronica”
(2012), anggota seksi acara Photo Story (2012), anggota tim medis Rektor Cup
(2013), anggota seksi perlengkapan TITRASI (2014), anggota seksi expo Paingan
Festival (2014), dan anggota seksi perlengkapan Desa Mitra (2014).
Download