PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEWASA DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2009-2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Diajukan oleh: Sylviana Hesti Putri Nugroho NIM: 128114044 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEWASA DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2009-2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Diajukan oleh: Sylviana Hesti Putri Nugroho NIM: 128114044 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Persetujuan Pembimbing EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEWASA DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2009-2014 Skripsi yang diajukan oleh Sylviana Hesti Putri Nugroho NIM: 128114044 Telah disetujui oleh: Pembimbing Utama (Yunita Linawati, M. Sc., Apt.) Tanggal ……………………. iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pengesahan Skripsi Berjudul EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEWASA DENGAN DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2009-2014 Oleh: Sylviana Hesti Putri Nugroho NIM: 128114044 Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Pada tanggal: …………………… Mengetahui, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan (Aris Widayati, M.Si., Apt.,Ph.D.) Panitia Penguji Skripsi Tanda Tangan 1. Yunita Linawati, M. Sc., Apt. ........................... 2. Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt. ........................... 3. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. ........................... iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN ”Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Filipi 4:13 “Not all of us can do great things, but we can do small things with great love.” -Mother Teresa- “Do your future self a favor and work hard now” Karya kecilku ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sepanjang hidupku Bapak dan Ibu, Kakakku tercinta, Sahabat-sahabatku tersayang, Serta Almamaterku... v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Dewasa dengan Diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa moril, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. dr. Muhammad Syafak Hanung, Sp., A., M. Ph. selaku Direktur Utama dan drg. Rini Sunaring Putri, M. Kes. selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit tersebut. 2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 3. Ibu Yunita Linawati M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabaran, bimbingan, perhatian, masukan dan motivasi kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi. 5. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi. 6. dr. Agnes Muryanti, Sp., A., M. Ph., Bapak Sudirman, Mbak Tri, Mas Ade, Mas Randy dan seluruh staff bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta atas kerjasamanya dalam membimbing dan mempersiapkan catatan rekam medis yang dibutuhkan penulis selama pengambilan data di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 7. Bapak dan ibu tersayang atas kasih sayang, doa, dukungan, semangat, dan pengertian serta bantuan finansial hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 8. Kakakku tersayang, Hermawan Hestu Nugroho atas kasih sayang, bimbingan, serta menjadi inspirasi dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi. 9. Teman-teman seperjuangan dalam tim Ope, Iwat, Dika untuk kerjasama, semangat, dan bantuan yang selalu dibagikan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir. 10. Sahabatku “Telektubbies” Momon, Sinta, Nonik, Nova, terimakasih untuk tawa, dukungan, dan semangatnya selama pengerjaan skripsi ini. 11. Teman-teman kelompok Farmakoterapi Angga, Ella, Aris yang dengan kesabaran membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. Keluarga besar “Kost Griya Kanna” Cindya, Tasya, Mala, Bertha, Andrew, Celly, Novi, Yosef,, Malvin, David, Prima, Jose, Nanda, Nandus, Dika, Daniel, Edward, Sona, Rei, Gilang, Gerry, dan teman-teman lainnya yang telah memberikan keceriaan, kebersamaan, warna dalam hari-hari penulis serta menjadi keluarga kedua dalam hidup penulis. 13. Sahabat-sahabatku Flo, Alan, Noel, Miktam, Dana, Igreya, Arby, terimakasih untuk perhatian, kasih dan kesetiaan untuk menemukan harapan-harapan baru. 14. Teman-teman FSM B 2012 dan FKK A 2012, terimakasih atas kebersamaannya dan pengalaman yang tak akan terlupakan selama menjalani kuliah dan praktikum bersama peneliti. 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis akan menerima setiap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat berguna bagi pembaca. Yogyakarta, 23 Mei 2016 Penulis x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................vii PRAKATA ........................................................................................................... viii DAFTAR ISI...........................................................................................................xi DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi INTISARI............................................................................................................ xvii ABSTRACT ......................................................................................................... xviii BAB I - PENGANTAR ........................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 1. Rumusan Masalah ................................................................................. 2 2. Keaslian Penelitian ............................................................................... 3 3. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3 B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4 1. Tujuan Umum ....................................................................................... 4 2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 4 BAB II – PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 5 A. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) ..................................................... 5 B. Drug Related Problems (DRPs) ................................................................. 20 C. Metode SOAP ............................................................................................ 21 D. Keterangan Empiris .................................................................................... 22 BAB III - METODE PENELITIAN ..................................................................... 23 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 23 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................................ 24 C. Subjek Penelitian........................................................................................ 25 xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI D. Bahan dan Instrumen Penelitian................................................................. 26 E. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 27 F. Tata Cara Penelitian ................................................................................... 27 G. Tata Cara Analisis Hasil............................................................................. 28 H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian ......................................................... 30 BAB IV – HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 31 A. Karakteristik Pasien ................................................................................... 31 1. Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ................................... 31 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Umur .................................................. 32 3. Outcome Terapi .................................................................................. 32 B. Profil Pengobatan ....................................................................................... 33 1. Terapi Farmakologi............................................................................. 33 2. Terapi Suportif ................................................................................... 40 3. Rute Pemberian ................................................................................... 41 C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) .................................................. 41 1. Kasus 1 ................................................................................................ 42 2. Kasus 2 ................................................................................................ 43 3. Kasus 3 ................................................................................................ 45 4. Kasus 4 ................................................................................................ 46 5. Kasus 5 ................................................................................................ 47 6. Kasus 6 ................................................................................................ 50 7. Kasus 7 ................................................................................................ 51 8. Kasus 8 ................................................................................................ 52 9. Kasus 9 ................................................................................................ 54 10. Kasus 10 .............................................................................................. 55 11. Kasus 11 .............................................................................................. 56 12. Kasus 12 .............................................................................................. 58 13. Kasus 13 .............................................................................................. 59 14. Kasus 14 .............................................................................................. 61 15. Kasus 15 .............................................................................................. 62 D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs).............................. 64 BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 68 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI A. Kesimpulan ................................................................................................ 68 B. Saran ........................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70 LAMPIRAN...........................................................................................................74 BIOGRAFI PENULIS.........................................................................................125 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel I Penelitian Terkait AIHA ........................................................ 3 Tabel II Klasifikasi AIHA .................................................................. 6 Tabel III Kategori dan Penyebab Utama Drug Related Problems 20 Tabel IV Distribusi kasus AIHA Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.............................................. 32 Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi Pada Kasus AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.............................................. 32 Pemberian Transfusi pada Pasien AIHA Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014............................................................................... 41 Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.............................................. 41 Gambaran DRPs pada Pasien AIHA Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009 – 2014............................................................... 42 Hasil Evaluasi DRPs Kasus AIHA Pasien Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014............................................................................... 48 Tabel V Tabel VI Tabel VII Tabel VIII Tabel IX xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada wAIHA....... 8 Gambar 2. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada cAIHA........ 9 Gambar 3. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Paroxymal Cold Hemoglobinuria (PCH)..................................................... 10 Indirect Antiglobulin Test (IAT) dan Direct Antiglobulin Test (DAT), Aglutinasi Sel Darah Merah dengan Serum IgG atau Anti-C3...................................................................................... 12 Gambar 4. Gambar 5. Terapi yang Disarankan Untuk AIHA primer maupun sekunder...................................................................................... 13 Gambar 6. Alogaritma Terapi wAIHA pada Pasien Dewasa....................... 16 Gambar 7. Alogaritma Terapi cAIHA pada Pasien Dewasa........................ 19 Gambar 8. Skema Pemilihan Subjek Penelitian dii RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.................................................................................. 26 Gambar 9. Persentase Kasus AIHA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.............................. 31 Gambar 10. Alasan Meninggalkan Rumah Sakit Pada Kasus AIHA Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.................................................. 33 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Keterangan Ethic Committee Approval................ 75 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 76 Lampiran 3. Kasus 1........................................................................... 77 Lampiran 4. Kasus 2........................................................................... 80 Lampiran 5. Kasus 3........................................................................... 83 Lampiran 6. Kasus 4........................................................................... 86 Lampiran 7. Kasus 5........................................................................... 89 Lampiran 8. Kasus 6........................................................................... 94 Lampiran 9. Kasus 7........................................................................... 97 Lampiran 10. Kasus 8........................................................................... 100 Lampiran 11. Kasus 9........................................................................... 103 Lampiran 12. Kasus 10......................................................................... 106 Lampiran 13. Kasus 11......................................................................... 109 Lampiran 14. Kasus 12......................................................................... 113 Lampiran 15. Kasus 13......................................................................... 115 Lampiran 16. Kasus 14......................................................................... 119 Lampiran 17. Kasus 15......................................................................... 122 Lampiran 18. Biografi Penulis.............................................................. 125 xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI INTISARI Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan kelainan hematologi dengan prevalensi 17:100.000. Termasuk dalam penyakit autoimun karena terdapat autoantibodi yang memperantarai terjadinya penghancuran sel darah merah pada tubuh. Penatalaksanaan terapi untuk penyakit ini masih dalam tahap penelitian, sehingga terapi yang diberikan mengacu pada sejarah pengobatan AIHA yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada penatalaksanaan terapi pasien dewasa dengan diagnosis utama AIHA. Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan rancangan penelitian case series dan menggunakan data retrospektif. Data yang digunakan diambil dari rekam medis pasien dengan diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. Kriteria usia pasien yaitu berkisar antara 26-45 tahun. Evaluasi DRPs dilakukan dengan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, Plan/recomendation). Terdapat 15 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Kejadian AIHA lebih banyak pada jenis kelamin perempuan (93%) dibanding laki-laki (7%). Obat yang paling banyak digunakan yaitu kelas terapi kortikosteriod (100%). Ditemukan 18 episode DRPs, dimana kejadian yang paling banyak terjadi adalah dibutuhkan obat tambahan sebanyak 10 episode. Kata kunci: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA), Usia Dewasa, Drug Related Problems (DRPs) xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) is an abnormally of hematological with a prevalence of 17: 100,000. Included in the autoimmune disease because there are autoantibodies which mediate the annihilation of red blood cells in the body. The organization of the therapy for this disease is still in the research progress, so that the treatment has been given mentioning to the history of medicine AIHA which has been done before. The aim of this study is to evaluate the Drug Related Problems (DRPs) in the therapeutic organization of adult patients with the primary diagnosis is AIHA. This research is descriptive observational with case series study design and using retrospective data. The data used were taken from patients’ medical records with a primary diagnosis of AIHA in Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito period 2009-2014. Criteria from the patients’ ages are range between 26-45 years old. DRPs evaluation was conducted using SOAP method (Subjective, Objective, Assessment, Plan / Recommendation). There are 15 cases that comply the inclusion criteria.In this case AIHA more common with female gender (93%) rather than men (7%). The most widely drug that used is corticosteroid therapy classes (100%). We found 18 episode of DRPs, which the most common is need additional drugs as much as 10 episode. Keywords: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA), Adults, Drug Related Problems (DRPs) xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan kasus gangguan hematologi dimana terjadi penghancuran sel darah merah oleh auto-antibodi (DeLoughery, 2013). Terjadinya autoantibodi dapat dipicu oleh faktor genetik, infeksi, penyakit inflamatori, obat-obatan, dan penyakit limfoproliferatif (Chaudhary and Das, 2014). Angka kejadiannya pada orang dewasa yaitu 0,8-3 per 105/tahun, dengan prevalensi 17:100.000. AIHA dapat bersifat idiopatik (50%) atau sekunder dimana berhubungan dengan penyakit lain seperti penyakit autoimun (20%), lymphoporoliferative syndroms (20%), infeksi, dan tumor (Zanella and Barcellini, 2014). Kasus AIHA yang paling sering terjadi adalah warm AIHA, mencapai 75% dari keseluruhan kasus (Gehrs and Friedberg, 2002). Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh usia termasuk orang dewasa. Mortalitas AIHA pada orang dewasa yaitu 10% pada 5 tahun pertama hingga 40% pada tahun ke-7 (Hoffbrand, Higgs, Keeling, Mehta, 2016). Pengobatan AIHA meliputi obat-obat golongan kortikosteroid, splenektomi, dan obat-obatan imunosupresif (Zanella and Barcellini, 2014). Pengobatan AIHA sendiri masih dalam tahap penelitian, sehingga belum ada guideline dengan rentang kepercayaan tinggi dan pengobatan yang dilakukan mengacu pada sejarah pengobatan AIHA yang pernah dilakukan sebelumnya. Perlu dilakukan evaluasi terhadap Drug Related Problems (DRPs) untuk 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 mengetahui apakah terapi yang diterima pasien sudah efektif untuk mengobati penyakitnya. Salah satu cara untuk menegetahui bahwa terapi yang diperoleh pasien sudah efektif yaitu dengan melakukan evaluasi drug related problems (DRPs). DRPs merupakan peristiwa yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu pencapaian tujuan terapi suatu obat kepada pasien yang dapat berpotensi mengganggu pencapaian outcome terapi yang diinginkan. DRPs sering terjadi terutama pada pasien yang mendapatkan obat lebih dari satu (polifarmasi) (Cipolle, Strand, and Morley, 2004). Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta karena merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Yogyakarta. Terdapat 342 kasus AIHA di RSUP Dr. Sardjito selama tahun 2009-2014, 20 diantaranya adalah pasien dewasa yang memiliki diagnosis utama AIHA. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan evaluasi terhadap terapi pasien AIHA khususnya usia dewasa dan memberikan gambaran DRPs yang lebih mendalam sehingga dapat meningkatkan rasionalitas pengobatan pada pasien AIHA usia dewasa di RSUP Dr. Sardjito. 1. Rumusan Masalah a. Seperti apakah karakteristik pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014? b. Seperti apakah profil pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 c. Bagaimanakah DRPs yang terjadi pada pengobatan pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014? 2. Keaslian Penelitian Penelitian evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pengobatan pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014 ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian terkait AIHA yang pernah dilakukan, antara lain: No 1. 2. 3. Tabel I. Penelitian Terkait AIHA Pengarang Persamaan Perbedaan Anggoro, Subjek penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk J. pasien dengan membandingkan keamanan dan efektivitas diagnosis AIHA di antara transfusi PRC dan WRC pada pasien (2010) RSUP Dr. Sardjito AIHA Hoffman, Menggunakan data Merupakan penelitian case series C. P. retrospektif Mengulas tentang penyakit AIHA dan dengan subjek komplikasinya (2006) penelitian pasien Tempat dan waktu penelitian dilaksanakan AIHA berbeda Baumann Menggunakan data Merupakan penelitian case report et al retrospektif Subjek adalah wanita hamil dengan subjek Tujuan penelitian mengulas kejadian (2015) penelitian pasien AIHA pada wanita hamil dan efeknya bagi AIHA janin 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai DRPs pada penatalaksanaan terapi pasien AIHA usia dewasa dan menambah referensi pengetahuan terkait penyakit tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi pada penatalaksanaan terapi AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta untuk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan pada pasien AIHA usia dewasa. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi DRPs pada penatalaksanaan terapi pasien dewasa dengan diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik pasien dewasa dengan diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. b. Mengetahui profil pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. c. Mengevaluasi DRPs pada terapi AIHA pasien dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan gangguan hematologi yang ditandai dengan adanya produksi autoantibodi yang menyerang sel darah merah melalui sistem komplemen dan sistem retikuloendotelial (Sarper, Kilic, Zengin, and Gelen, 2011). Autoantibodi yang terlibat yaitu immunoglobulin IgG dan IgM (DeLoughery, 2013). 1. Klasifikasi AIHA secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe berdasarkan reaktivitas suhunya, yaitu warm AIHA (wAIHA) dan cold AIHA (cAIHA). AIHA tipe cold dibagi lagi menjadi Cold Aglutinin Diseases (CAD) dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH). Masing-masing jenis AIHA tersebut dibagi lagi menjadi sub-bagian, yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Idiopatik yaitu AIHA tanpa adanya hubungan dengan penyakit lain, sedangkan sekunder yaitu AIHA yang memiliki hubungan atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain yang menyertainya seperti infeksi atau penyakit lain seperti leukemia atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) (King and Ness, 2005). AIHA juga dapat disebabkan karena penggunaan obat-obatan tertentu atau disebut dengan drug-induced hemolytic anemia. Obat golongan penisilin dan sefalosporin dapat menstimulasi formasi sel darah merah dengan autoantibodi. Obat-obatan yang dapat menginduksi autoantibodi sel darah merah antara lain, metildopa, procainamide, dan fludrabine (Reardon and Marques, 2006). Jenis ini 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 merupakan yang paling jarang terjadi, diperkirakan sekitar 1 dari 1.000.000 orang (Bass, Tuscano,and Tuscano, 2013). Tabel II. Klasifikasi AIHA Tipe Tipe Immunoglobulin Warm Autoimmune Hemolytic Anemia Idiopatik Secondary IgG Systemic Lupus Erythematosus Chronic Lymphocytic Leukimia Cold Autoimmune Hemolytic Anemia Cold Agglutinin Diseases(CAD) IgM Idiopatik Secondary Acute Transient (infeksi) Chronic (gangguan lymphoproliferative) Paroxymal Cold Hemoglobinuria (PCH) IgG Idiopatik Secondary Acute Transient (infeksi selain sipilis) Chronic (sipilis) *DAT, direct antiglobulin test; Ig, immunoglobulin. DAT IgG dan/atau C3 C3 C3 2. Patofisiologi AIHA disebabkan oleh autoantibodi (IgG / IgM) yang berikatan dengan sel darah merah dam memulai penghancuran sel darah merah. Autoantibodi dapat diproduksi karenasistem imun tidak dapat mengenali host atau self-antigen dan berkaitan dengan kegagalan sel T meregulasi sel B. Infeksi, faktor genetik, penyakit inflamatori, obat-obatan, dan penyakit limfoproliferatif juga merupakan pemicu diproduksinya autoantibodi (Chaudhary et al, 2014). a.Warm-type Autoimmune Hemolytic Anemia (wAIHA) Warm autoimmune hemolytic anemia (wAIHA) merupakan kasus AIHA yang paling sering terjadi, mencapai 75% dari keseluruhan kasus. Antibodi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 terlibat adalah IgG, yang dapat bereaksi secara optimum pada suhu 370C (Gehrs and Friedberg, 2002). Sel darah merah yang dianggap antigen oleh IgG akan menyebabkan IgG menempel pada sel darah merah dan membentuk kompleks. Protein Rh merupakan antigen pada sel darah merah yang menjadi target sasaran IgG untuk berikatan dan membentuk kompleks. Interaksi antara sel darah merah dengan makrofag limpa dapat mengakibatkan fagositosis seluruh sel. Umumnya sebagian sel darah merah menempel pada makrofag dengan cara berikatan dengan reseptor Fc, kemudian bagian membran sel darah merah diinternalisasi oleh makrofag. Rusaknya area permukaan membran menyebabkan perubahan bentuk sel (Marcus, Attias, and Tamary, 2014). Hilangnya sel darah merah dari sirkulasi dapat melalui mekanisme fagositosis atau lisis. Mekanisme tersebut terjadi karena adanya Fc receptormediated immune adherence dan complement mediated hemolysis. 1)Fc Receptor-Mediated Immune Adherence Antibodi menganggap sel darah merah sebagai antigen sehingga terbentuk kompleks autoantibodi dan mengaktifkan sistem komplemen. Fc reseptor (FcR) merupakan reseptor pada makrofag yang dapat membuat makrofag menempel pada kompleks IgG dan sel darah merah. Makrofag memiliki protein CR1 yang merupakan ligan bagi protein komplemen C3b sehingga C3b dapat berikatan dengan kompleks dan terjadilah fagositosis. Proses fagositosis oleh limfa tersebut menyisakan sferosit, yaitu eritrosit yang memiliki ukuran lebih bulat dan warna PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 yang padat dibandingkan eritrosit normal, serta bagian tengahnya berwarna pucat (Berentsen and Sundic, 2015). Gambar 1. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Warm AIHA (Berentsen and Sundic, 2015) 2)Complement Mediated Hemolysis Sel darah merah yang membentuk kompleks dengan IgG akan mengaktifkan sistem komplemen C1 kemudian terpecah menjadi C1q, C1r, dan C1s. C1qrs akan mengaktifkan C2 dan C4 yang selanjutnya mengaktivasi C3. Kemudian C3 membentuk C3b yang menempel pada kompleks antigenautoantibodi sehingga sel darah merah menjadi lisis. Proses tersebut terjadi di liver (Brentsen and Sundic, 2015). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 b.Cold-type Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA) Gambar 2. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Cold AIHA (Berentsen and Sundic, 2015). Patogenesis Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA) diperantarai antibodi IgM yang terjadi pada suhu rendah. cAIHA biasanya berhubungan dengan sistem golongan darah Ii dan kebanyakan spesifik pada antigen karbohidrat I. Kompleks terbentuk karenaterjadi pendinginan darah pada bagian akral (bagian ujung jari tangan dan kaki) sehingga menyebabkan CA berikatan dengan sel darah merah dan terjadi aglutinasi. Kompleks IgM-CA yang terikat pada antigen sel darah merah kemudian mengikat protein komplemen C1 sehingga jalur komplemen klasik lainnya teraktifasi. Kemudian C1 esterase mengaktifkan C4 dan C2, diikuti dengan aktivasi C3 konvertase dan membentuk C3a dan C3b. C3b ini lah yang akan berikatan dengan kompleks. Ketika kompleks PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 kembali ke bagian tubuh dengan suhu normal 370C, kompleks IgM-CA melepaskan diri dari permukaan sel darah merah, sehingga memungkinkan bagi sel darah merah yang teraglutinasi untuk memisahkan diri satu sama lain, sementara C3b tetap terikat dengan sel darah merah yang kemudian dibawa ke hati untuk difagosit (Marcus, Attias, Tamary, 2014). 1)Paroxymal Cold Hemoglobinuria (PCH) Gambar 3. Mekanisme Penghancuran Sel Darah Merah pada Paroxymal Cold Hemoglobinuria (PCH) (Berentsen and Sundic, 2015) Paroxymal Hemoglobinuria (PCH) merupakan antibodi cold-reacting dari sub tipe IgG. Kompleks IgG pada PCH mengikat protein pada permukaan sel darah merah, disebut protein P namun tidak mengaglutinasi sel darah merah. Terbentuk kompleks antara antigen dengan antibodi antieritrosit pada suhu 40C. Kompleks tersebut kemudian mengikata C1 pada suhu 370C sehingga terjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 aktivasi C2 dan C4. Kemudian C3 konvertase teraktivasi dan dipecah menjadi C3a dan C3b. Kompleks antigen-antibodi antieritrosit yang berikatan dengan C3b akan mengaktifkan C5 sehingga menyebabkan terjadinya aktivasi protein komplemen C5b, 6, 7, 8, 9 dan kemudian terjadi lisis sel (Berentsen and Sundic, 2015). 3. Diagnosis Gambaran klinis AIHA tidak jauh berbeda dari kasus anemia hemolitik lainnya, yaitu pusing, pucat, kelelahan, sesak napas dan jantung berdebar. Paparan suhu dingin pada kasus cold agglutinin dapat menyebabkan aglutinasi sel darah merah yang ditunjukkan adanya warna kebiruan pada jari kaki, jari tangan, telinga dan hidung namun warna dapat kembali lagi bila sudah tidak terpapar dingin lagi (Zeerlender, 2011). Gambaran darah tepi laboratorium menunjukkan terjadinya proses hemolisis berupa sferositosis, polikromasi, maupun polikilositosis, sel eritrosit berinti, dan retikulositopenia pada awal anemia. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambar sel muda (metamielosit, mielosit, dan promielosit), kadang disertai trombositopeni (Permono dkk, 2005). Peningkatan kadar laktat dehydrogenase (LDH), indirect hyperbilirubinaemia, peningkatan retikulosit (retikulosis), dan penurunan haptoglobin mencerminkan terjadinya kerusakan sel darah merah. Jenis antibodi yang terlibat dapat diidentifikasi dengan penggunaan antibodi imunoglobulin G monospesifik untuk IgG dan C3D (Lencher et al, 2010). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 Gambar 4. Indirect Antiglobulin Test (IAT) dan Direct Antiglobulin Test (DAT), Aglutinasi Sel Darah Merah dengan Serum IgG atau anti-C3 (Zeerleder, 2011). Tes imunohematologi yang dilakukan disebut dengan coomb’s test ditujukan untuk mendeteksi auto-antibodi terhadap sel darah merah. Direct antiglobulin test (DAT) digunakan untuk mendeteksi antibodi pada permukaan sel darah merah, sedangkan indirect antiglobulin test (IAT) untuk mengidentifikasi antibodi anti-eritrosit pada serum. Hasil positif DAT yang menunjukkan adanya aglutinasi sel darah dengan IgG saja atau sel darah dengan IgG dan C3d maka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 termasuk dalam wAIHA, sedangkan jika terdapat aglutinasi antara sel darah dengan C3d saja kemungkinan besar termasuk dalam cAIHA (Zeerleder, 2011). 4. Terapi Farmakologi Pengobatan untuk AIHA masih dalam tahap penelitian sehingga belum ada pedoman pengobatan (treatment guidelines) yang dipublikasikan untuk terapi AIHA. Namun terdapat beberapa kajian terapi untuk kasus AIHA (Lechner and Jager, 2010). Gambar 5. Terapi yang Disarankan untuk AIHA Primer Maupun Sekunder (Lechner et al, 2010). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 a. Transfusi dan Tindakan Suportif 1) Splenectomy Splenectomy merupakan suatu prosedur operasi pengangkatan limpa (Cadili and Gara, 2008). biasanya digunakan Merupakan terapi secondline yang paling efektif, pada pasien yang mengalami intoleran terhadap kortikosteroid (Zanella et al, 2014). Splenektomi dapat mengurangi penghancuran sel darah merah dan produksi auto-antibodi. 2) Transfusi Darah Transfusi sel darah merah diperlukan pada pasien AIHA untuk mempertahankan kadar hemoglobin, setidaknya hingga perawatan khusus memberikan respon (Permono, Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti, dan Abdulsalam, 2005). Transfusi sel darah merah bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki asupan oksigen ke jaringan. Direkomendasikan untuk melakukan transfusi ketika kadar hemoglobin pasien <7 g/dL dengan target mempertahankan kadar hemoglobin antara 7-9 g/dL (Sharma, Sharma, and Tyler, 2011). Terdapat 4 jenis transfusi sel darah merah, antara lain: a) Sel darah merah pekat (Packed Red Cell) Digunakan untuk mengatasi keadaan anemia karena keganasan, anemia aplastic, thalasemia, anemia hemolitik, mengatasi defisiensi yang berat dengan ancaman gagal jantung atau menderita infeksi berat, serta perdarahan akut (Permono dkk, 2005). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 b) Sel darah merah miskin leukosit Digunakan untuk mencegah reaksi transfusi non hemolitik (panas, gatal, menggigil, dll), digunakan pada kasus transfusi berulang, menghindari potensi sensitisasi pada kasus transplantasi jaringan, dan mempunyai masa simpan yang lebih pendek (Permono dkk, 2005). c) Sel darah merah beku (Frozen Red Packed Cell) Dibekukan agar sel darah merah dapat disimpan lebih lama, bagi persediaan sel darah merah yang jarang dijumpai (Permono dkk, 2005). d) Sel darah merah yang diradiasi (Irradiation Blood) Digunakan untuk menghindari reaksi imun yang akan terjadi, radiasi bertujuan untuk menghancurkan sel limfosit yang sering menyebabkan terjadinya graft versus host (GVH) (Permono dkk, 2005). e) Washed Red Cell (WRC) Digunakan untuk pasien yang mengalami alergi parah atau reaksi demam berulang pada sel darah merah, atau pasien dengan defisiensi IgA. WRC memiliki kandungan plasma yang lebih rendah atau hampir tidak ada (<0,5 g sisa plasma per unit) bila dibandingkan dengan PRC (Norfolk, 2013). 3) Hindari Paparan Dingin Pasien dengan cAIHA mengalami proses penghancuran sel darah pada kondisi suhu dingin sehingga pasien harus dijauhkan dari paparan dingin. Bila perlu, transfusi darah harus dilakukan dalam kondisi yang terkontrol pada suhu 370C dengan menggunakan sistem pemanas (Zeerleder, 2011). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 b. Terapi Warm Autoimmune Hemolytic Anemia (wAIHA) Gambar 6. Alogaritma Terapi Warm Autoimmune Hemolytic Anemia (wAIHA) pada Pasien Dewasa (Zanella et al, 2014). Terapi pada wAIHA bertujuan untuk menurunkan jumlah auto-antibodi yang diproduksi atau menurunkan kemampuannya dalam menghancurkan sel darah merah. Obat golongan kortikosteroid merupakan pilihan lini pertama untuk terapi AIHA. Obat ini bekerja dengan menghalangi sel yang terlapisi untuk bertemu dengan IgG dan menurunkan produksi IgG baru (Reardon et al, 2006). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 1) Kortikosteroid Obat golongan kortikosteroid merupakan first-line untuk terapi AIHA. Obat golongan steroid bekerja dengan menurunkan produksi auto-antibodi oleh sel-B. Selain itu, steroid juga menurunkan densitas reseptor Fc-gamma pada proses fagositosis di limpa. Kortikosteroid yang sering digunakan yaitu prednison dengan dosis 1-1,5 mg/kg/hari selama 1-3 minggu, kemudian dilakukan tappering dosis sesuai keadaan pasien. Untuk pasien yang mengalami hemolisis cepat atau severe anemia dapat diberikan metilprednisolon injeksi dengan dosis 250-1000 mg/hari 1-3 hari. Penting untuk diingat bahwa penggunaan steroid dalam jangka waktu panjang harus disertai dengan pemberian bisphosphonates, vitamin D, kalsium, dan suplemen asam folat (Zanella et al, 2014). Perlu dilakukan monitoring terhadap kadar gula dalam darah selama penggunaan steroid untuk mengetahui adanya diabetes melitus yang disebabkan penggunaan steroid (Zeerleder, 2011). 2. Rituximab Rituximab (anti-CD20) merupakan terapi second-line untuk pasien yang tidak dapat menerima terapi dengan kortikosteroid dan menolak atau tidak memenuhi syarat untuk dilakukan splenectomy. Penggunaan obat Rituximab kontra indikasi terhadap pasien dengan infeksi virus hepatitis B yang tidak diobati (Zanella et al, 2014). Regimen standarnya 375 mg/m2 pada hari 1, 8, 15, 22, untuk 4 dosis (Lechner et al, 2010). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 3. Imunosupresan Imunosupresan direkomendasikan sebagai pengobatan bagi pasien yang tidak dapat menerima terapi degan kortikosteroid, rituximab, maupun splenectomy. Obat-obatan yang biasa digunakan seperti azathioprine (100-150 mg/hari) dan siklofosfamid (100 mg/hari) merupakan imunosupresif yang dapat menurunkan produksi auto-antibodi. Jumlah sel darah periferal perlu dimonitoring untuk mengetahui ada atau tidaknya efek samping berupa mielosupresif. Obat imunosupresif lain seperti siklosporin atau mikofenolat mofetil (MMF) sama efektifnya pada beberapa kasus (Zeerleder, 2011). MMF diberikan dengan dosis 500 mg/hari diberikan 2 kali, setelah 2 minggu ditingkatkan menjadi 1 gram/hari diberikan 2 kali (Howard, Hoffbr, Grant, and Mehta, 2001). 4. Last-line Siklofosfamid dosis tinggi dapat digunakan sebagai pengobatan untuk pasien yang sangat mengalami kekambuhan. Terapi lain yang dapat digunakan yaitu Alemtuzumab, terbukti efektif pada beberapa pasien namun memiliki toksisitas yang tinggi (Zanella et al, 2014). c. Terapi Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Terapi yang paling mendasar cukup sederhana bagi pasien cAIHA, yaitu dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat dengan mengenakan sarung tangan, topi, dan sepatu tertutup. Bila diperlukan transfusi dilakukan pada suhu 370C terkontol. Selama tindakan operasi, suhu tubuh juga harus dijaga pada 370C. Terdapat dua percobaan terkontrol dengan hasil rituximab menunjukkan respon baik pada 40-50% kasus (Zeerleder, 2011). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 Gambar 7. Alogaritma Terapi Cold Autoimmune Hemolytic Anemia (cAIHA) pada Pasien Dewasa (Michel, 2011). Pasien Cold AIHA yang tidak dapat menerima terapi splenektomi dan steroid, terapi yang diberikan adalah rituximab atau kombinasi rituximab dan fludarabine (Zanella et al, 2014). 5. Monitoring Perlu dilakukan monitoring terhadap pasien AIHA karena kondisi tersebut dapat mengancam jiwa. Monitoring yang dilakukan antara lain: 1. Kadar hemoglobin (setiap 4 jam) 2. Jumlah retikulosit (setiap hari) 3. Ukuran splenic (setiap hari) 4. Hemoglobinuria (setiap hari) 5. Kadar haptoglobin (setiap minggu) 6. Coomb’s test (setiap minggu) (Lanzkowsky, 2005). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 B. Drug Related Problems (DRPs) Drug Related Problems(DRPs) adalah hal yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang yang berkaitan dengan terapi pengobatan, dan yang menghalangi tercapainya tujuan terapi yang dinginkan. DRPs termasuk dalam domain praktisi pharmaceutical care, yang bertujuan untuk membantu pasien mencapai tujuan terapi dan mewujudkan hasil terbaik dari terapi (Cipolle et al, 2014). Kondisi patofisiologis dan penatalaksanaan terapi dapat mempengaruhi permasalahan dalam terapi obat. Cipolle et al (2004) memaparkan penyebab untuk masing-masing kategori DRPs menjadi: Tabel III. Kategori dan Penyebab Utama Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle et al, 2014) Kategori Penyebab Umum Tidak adanya indikasi medik yang valid untuk terapi pada saat itu Berbagai obat digunakan untuk kondisi yang Terapi obat yang tidak hanya membutuhkan satu obat diperlukan (Unnecessary drug Kondisi medis yang lebih tepat related) menggunakan terapi non-obat Terapi untuk pencegahan efek samping Penyalahgunaan obat Kondisi yang membutuhkan terapi baru Dibutuhkan tambahan obat Terapi obat pencegahan untuk mengurangi (Need for additional drug risiko timbulnya risiko baru related) membutuhkan tambahan terapi untuk mencapai efek sinergis dan aditif. Obat tidak efektif untuk kondisi pasien Kondisi medis tidak dapat disembuhkan Obat tidak efektif (Ineffective dengan obat yang diberikan drug) Bentuk sediaan obat tidak sesuai Obat tidak efektif untuk indikasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 Tabel III. Lanjutan Kategori Dosis terlalu rendah (Dosage too low) Efek samping obat (Adverse drug reaction) Dosis terlalu tinggi (Dosage too high) Ketidakpatuhan (Noncompliance) Penyebab Umum Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan Interval dosis terlalu besar untuk menghasilkan respon yang diinginkan Interaksi obat mengurangi jumlah obat aktif yang tersedia Durasi terapi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan Obat menyebabkan reaksi tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan dosis Diperlukan obat yang aman karena faktor risiko Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan Regimen dosis diberikan atau berubah terlalu cepat Obat menyebabkan reaksi alergi Obat merupakan kontraindikasi karena adanya faktor risiko Dosis terlalu tinggi Frekuensi obat terlalu sering Durasi obat terlalu panjang Interaksi obat menyebabkan reaksi toksik Dosis obat diberikan terlalu cepat Pasien tidak memahami instruksi Pasien lebih memilih tidak meminum obat Pasien lupa meminum obat Obat terlalu mahal bagi pasien Pasien tidak dapat menelan atau mengelola obat tersebut sendiri dengan tepat Obat tidak tersedia untuk pasien C. Metode SOAP Penelitian ini menggunakan metode SOAP (subjektive, objective, assesment, plan) yang merupakan suatu strategi pada analisis catatan medis berdasarkan masalah kesehatan pasien. Subjective (S) berisikan informasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 subjektif dalam rekam medis yang meliputi data diri pasien. Objective (O) berisikan catatan hasil tes laboratorium dan pemeriksaan lainnya seperti tanda vital, hasil X-ray, ECG, pemeriksaan fisik, obat dan lainnya. Assesment (A) berisikan informasi dari subjective dan objective yang digunakan untuk mengembangkan rancangan terapi bersama dengan protokol terapi. Plan (P) berisikan rekomendasi terapi yang didapatkan dari analisis kasus, berupa perubahan strategi dan obat yang dipilih, tujuan yang ingin dicapai dan parameter yang harus dipantau (Becerra, Martinez, Guvara, dan Ramirez, 2012). D. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran Drug Related Problems (DRPs) terkait terapi pengobatan pada pasien usia 26-45 tahun dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014, yang meliputi: terapi obat yang tidak diperlukan (unnecessary drug related), dibutuhkan tambahan obat (need for additional drug related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah (dosage too low), efek samping obat (adverse drug reaction), dan dosis terlalu tinggi (dosage too high). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini mengevaluasi Drug Related Problems (DRPs) terapi pengobatan pada pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional dengan rancangan penelitian secara case series dan menggunakan data retrospektif. Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional karena penggalian informasi dilakukan secara sederhana melalui sumber informasi yang tersedia yaitu rekam medis pasien (World Health Organization, 2013). Penelitian secara deskriptif dilakukan dengan pengumpulan, analisis, dan interpretasi data serta tidak dimaksud untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006). Rancangan case series merupakan suatu kumpulan dari kasus yang sama dalam periode waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan dideskripsikan hasilnya (Storm and Kimmel, 2006). Penelitian ini menggunakan data retrospektif yang merupakan data yang diambil dengan cara melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada lembar rekam medis pasien dewasa dengan diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. 23 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel penelitian meliputi profil pengobatan Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) dan Drug Related Problems (DRPs) yang meliputi terapi obat yang tidak diperlukan (unnecessary drug related), dibutuhkan tambahan obat (need for additional drug related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah (dosage too low), efek samping obat merugikan (adverse drug reaction), dan dosis terlalu tinggi (dosage too high). 2. Definisi Operasional a. Evaluasi DRPs pada penelitian ini dilakukan terhadap kondisi klinis dan pola pengobatan yang berhubungan dengan AIHA saja. b. Pola pengobatan, merupakan terapi farmakologis dan non farmakologis yang diterima subjek penelitian selama dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014. Obat-obatan yang digunakan oleh subjek dalam penelitian ini disebut menggunakan nama generiknya. c. DRPs ketidak patuhan tidak dikaji karena data yang digunakan adalah data retrospektif sehingga tidak dapat melihat kelanjutan pengobatan pasien untuk menentukankategori ketidakpatuhan pasien. d. DRPs dibagi menjadi dua, yaitu aktual dan potensial. DRPs aktual yaitu masalah yang terjadi selama terapi pengobatan dan dapat dilihat melalui data yang tertera pada lembar rekam medis. DRPs potensial yaitu masalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 yang berkaitan dengan terapi yang diterima pasien yang mungkin terjadi dan dapat diketahui melalui berbagai literatur penunjang. e. Pustaka acuan yang digunakan untuk melakukan evaluasi DRPs yaitu Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemia oleh Zanella and Barcellini pada tahun 2012, Autoimmune Hemolytic Anemia oleh DeLoughery pada tahun 2013, dan Drug Interaction Checker oleh Medscape. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah semua pasien dewasa dengan diagnosis utama Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. 1. Kriteria inklusi subjek penelitian yaitu satu atau lebih kasus dalam satu nomor rekam medis pasien dengan usia 26-45 tahun yang memiliki riwayat diagnosis utama AIHA dan menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode 2009-2014. 2. Kriteria eksklusi subjek penelitian yaitu pasien yang memiliki AIHA sebagai diagnosis sekunder, serta rekam medis tidak lengkap dan rekam medis tidak ditemukan. Hasil print out menunjukkan kejadian AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode 2009-2014 terdapat total 342 kasus AIHA. Diantaranya terdapat 20 pasien usia dewasa dengan diagnosis utama AIHA, namun 5 pasien dieksklusi karena 2 pasien diantaranya tidak ditemukan berkas rekam medisnya dan 3 pasien memiliki catatan terapi yang tidak lengkap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 dan tidak dapat dikonfirmasi. Jumlah total kasus AIHA pada usia dewasa yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 15 kasus. AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 342 kasus AIHA + SLE 43 kasus AIHA tanpa SLE 299 kasus Anak (≤18 tahun) 93 kasus AIHA Remaja (19-25 tahun) 38 kasus Dewasa (26-45 tahun) 49 kasus Pra Lansia (46-59 tahun) 43 kasus 20 kasus diagnosis utama AIHA Inklusi 12 kasus Inklusi 15 kasus Lansia (≥60 tahun) 76 kasus Inklusi 9 kasus Eksklusi 37 kasus: 36 Kasus AIHA SLE dengan penyakit penyerta lain 1 Kasus tegak AIHA tahun 2008 Inklusi 6 kasus (5 rekam medis) Eksklusi 2 kasus tidak ditemukan 3 kasus terapi tidak lengkap Gambar 8. Skema Pemilihan Subjek Penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta D. Bahan dan Instrumen Penelitian 1. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan rekam medis pasien dengan usia 26-45 tahun yang memiliki diagnosis utama Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) dan menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 2. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan instrumen berupa form yang digunakan saat proses pengambilan data dari lembar rekam medis pasien. Form yang digunakan memuat informasi subjektif dan objektif pasien selama menjalani rawat inap. E. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 September sampai 21 Desember 2015 pada bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Jalan Kesehatan No. 1 Sekip, Yogyakarta. F. Tata Cara Penelitian 1. Persiapan Penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi untuk mencari informasi terkait jumlah pasien AIHA, perizinan, dan tata cara pengambilan data. mengurus izin penelitian untuk dapat mengambil data di lokasi penelitian, yaitu pada bagian Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Analisis Situasi Analisis situasi merupakan pemastian data yang diambil telah memadahi untuk dilakukan evaluasi. Dilakukan dengan mengevaluasi data yang diambil dari beberapa kasus. 3. Pengambilan data a. Penelusuran data dilakukan dengan melihat hasil print out dari bagian rekam medis sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 b. Pengambilan data dilakukan dengan menyalin data pada rekam medis pasien yang meliputi identitas pasien, tanggal rawat inap, diagnosis, keluhan utama, status keluar rumah sakit, riwayat penyakit dan riwayat penggunaan obat sebelumnya, hasil pemeriksaan, catatan keperawatan dan perkembangan pasien, terapi farmakologi pada pasien. 4. Pengolahan Data dan Analisis Hasil Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan gambaran karakteristik subjek penelitian, profil penggunaan obat pasien. Pengolahan data secara evaluatif dilakukan dengan cara mengevaluasi DRPs pada penggunaan obat pasien AIHA G. Tata Cara Analisis Hasil 1. Karakteristik Pasien Analisis karakteristik pasien dilakukan dengan mengelompokkan usia pasien, jenis kelamin dan jenis AIHA. Penggolongan usia dewasa dibagi menjadi 2 kategori, yaitu masa dewasa awal (26-35 tahun) dan masa dewasa akhir (36-45 tahun). Pengelompokan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Persentase masing-masing kelompok dapat dihitung menggunakan cara dibawah: Persentase = 2. Profil Pengobatan Profil pengobatan ada 2, yaitu terapi farmakologi dan non-farmakologi. Persentase jenis terapi diperoleh dengan cara di bawah: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 3. Evaluasi DRPs Analisis dilakukan menggunakan metode SOAP kemudian dikelompokkan sesuai dengan jenis DRPs yang meliputi terapi obat yang tidak diperlukan (unnecessary drug related), perlu obat tambahan (need for additional drug related), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah (Dosage too low), efek samping obat (adverse drug reaction), dan dosis terlalu tinggi (dosage too high). Penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif, sehingga bagian plan digantikan dengan recommendation. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk memberikan rekomendasi atas masalah yang terjadi. Persentase temuan DRPs dihitung dengan cara: Persentase= 4. Penyajian Hasil Penelitian Hasil penelitian ditunjukkan dengan karakteristik pasien AIHA usia dewasa, profil pengobatan, dan evaluasi Drug Related Problems (DRPs) diuraikan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase. Persentase kejadian DRPs dapat dihitung dengan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian Kesulitan yang dialami selama penelitian yaitu belum adanya guideline atau protokol resmi terkait terapi AIHA dengan tingkat kercayaan tinggi. Evaluasi yang dilakukan peneliti berdasarkan review dan penelitian-penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan. AIHA merupakan penyakit yang cukup jarang diderita sehingga belum banyak penelitian terkait penyakit ini. Selain itu terdapat beberapa rekam medis yang tidak ada, tidak lengkap atau sulit terbaca sehigga peneliti mengalami kesulitan untuk mengevaluasi terapi yang diterima oleh pasien. Kelemahan penelitian ini yaitu jumlah kasus yang dievaluasi hanya berjumlah 15 kasus, sehingga hal ini belum benar-benar mewakili atau menggambarkan bagaimana penanganan penyakit AIHA secara umum. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien 1. Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Dari data yang diperoleh (Gambar 9), terlihat bahwa kejadian AIHA lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan (93%) dibandingkan laki-laki (7%). Penelitian yang ada sebelumnya menyatakan bahwa AIHA pada orang dewasa memiliki perbandingan antara perempuan dengan laki-laki yaitu 2:1 (Michel, 2011). AIHA cenderung lebih banyak dialami oleh wanita karena adanya hormon seks dan/atau sex linked gene inheritance yang mungkin menyebabkan wanita lebih rentan terhadap penyakit autoimun (Voskuhl, 2011). Hormon esterogen pada perempuan dapat merangsang produksi antibodi oleh sel B yang dimungkinkan juga bertanggung jawab untuk terjadinya penyakit autoimun. Hormon androgen pada laki-laki umumnya bersifat imunosupresif sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya proses autoreaktif (Bratawidjaja dkk, 2012). Gambar 9. Persentase Kasus AIHA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014 31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Umur Penggolongan usia dewasa dibagi menjadi dua yaitu masa dewasa awal (25-35 tahun) dan masa dewasa akhir (36-45 tahun). Tabel IV. Distribusi Kasus AIHA Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014 Berdasarkan Usia Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Kasus Persentase (%) Masa Dewasa Awal 26-35 9 60 Masa Dewasa Akhir 36-45 6 40 Kriteria (n=15) Gambaran kelompok pasien AIHA yang rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa pasien dengan kelompok umur 26-35 tahun sebesar 60% dan kelompok umur 36-45 tahun sebesar 40%. 3. Outcome Terapi Dari 15 kasus AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 20092014 yang masuk kriteria inklusi, sebagian besar kasus meninggalkan rumah sakit dalam kondisi yang membaik dan diizinkan pulang. Jumlah kasus yang pulang dengan membaik dan diizinkan terdapat 13 kasus (87%) dan jumlah kasus meninggal dunia sebanyak 2 kasus (13%). Penyebab kematian pada kasus 8 yaitu shock septic dd hipovolemik, yaitu keadaan dimana tubuh tidak mampu menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan. Hal tersebut terjadi karena tubuh kehilangan darah cukup banyak, terutama hemoglobin yang berperan dalam transport oksigen ke jaringan. Penyebab kematian pada kasus 10 yaitu hospital acquired pneumonia (HAP), merupakan infeksi paru-paru yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 berkembang selama rawat inap di rumah sakit. Hal tersebut terjadi karena pasien AIHA rentan terkena infeksi dan tidak diberikannya antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri tersebut. 13% Membaik dan diizinkan 87% Meninggal Gambar 10. Alasan Meninggalkan Rumah Sakit Pada Kasus AIHA Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014. B. Profil Pengobatan 1. Terapi Farmakologi Pengkajian terkait gambaran umum penggunaan obat pada pasien dewasa dengan diagnosis AIHA dilakukan berdasarkan sub kelas terapi menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328 Tahun 2013 tentang formularium nasional. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 Tabel V. Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi Pada Kasus AIHA diInstalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014 Jumlah Persentase (%) Kelas Terapi Jenis Obat Kasus Kasus n=15 Kortikosteroid Metilprednisolon 1-15 15 100 Imunosupresan Mikofenolat 5 dan 8 2 13,3 mofetil Analgesik Non Parasetamol 3, 6, 11, dan 13 4 26,6 Narkotik Antidiabetes Insulin aspart 14 1 6,6 Antiulkus Ranitidin 2, 13, 14, 15 Lansoprazol 11 9 60,0 Pantoprazol 7, 8, 12 Antasida 14 Antianemi Asam Folat 5, 6, 7, 9 4 26,6 Vitamin B12 9 Antibakteri Sefalosporin 3, 5, 11, 13 Meropenem 8 5 33,3 Aminoglikosida 11 Penggunaan obat yang paling banyak adalah dari kelas kortikosteroid, dimana obat-obatan pada kelas ini merupakan first-line untuk terapi AIHA. a. Kortikosteroid Obat golongan kortikosteroid yang digunakan untuk pengobatan AIHA di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ini adalah metilprednisolon. Semua kasus mendapatkan terapi metilprednisolon baik secara enteral maupun parenteral. Pasien yang baru terdiagnosis dan mengalami wAIHA parah harus segera diberikan terapi steroid (Hoffman et al, 2014). Kortikosteroid merupakan sintesis analog dari hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal ginjal. Seperti hormon aslinya, komponen sintesis ini juga memiliki glukokortikoid (GC) dan/atau meneralokortikoid. Mineralokortikoid berperan pada transportasi ion di sel epitel pada tubulus renal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 dan juga terlibat pada regulasi keseimbangan atau penyangga garam dan cairan dalam tubuh. GC terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, selain itu juga memiliki efek anti-inflamasi, imunosupresif, anti-proliferative, dan vasokonstriksi. GC dapat menurunkan penghancuran eritrosit pada pasien AIHA (Liu, Ward, Krishnamoorthy, Mandelcorn, Leigh, et al,2013). Steroid bekerja dengan menurunkan produksi autoantibodi oleh sel B, selain itu juga menurunkan densitas reseptor Fc-gamma pada saat fagositosis di limpa (Zeerleder, 2011). Pemberian kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya oseteoporosis pada orang dewasa dan menghambat perkembangan tulang rangka pada anak-anak. Hormon glukokortikoid dapat mengganggu transport kalsium oleh bantuan vitamin D di usus dan menghambat pembentukan tulang. Penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang harus disertai dengan pemberian vitamin D, kalsium, dan asam folat (Zanella et al, 2014). Beberapa efek samping potensial lainnya yaitu, gangguan cairan dan elektrolit, gangguan pencernaan, gangguan penglihatan, gangguan otot dan saraf, serta gangguan kulit (Zoorob et al, 1998). b. Imunosupresan Imunosupresan merupakan pilihan obat secondline pada terapi AIHA yang bekerja dengan menurunkan produksi antibodi (Lechner et al, 2010). Obat imunosupresan yang efektif digunakan antara lain azathioprin, siklofosfamid, siklosporin dan mikofenolat mofetil (MMF) (Zeerleder, 2001). Penggunaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 imunosupresan perlu dilakukan monitoring terhadap jumlah sel darah peripheral karena obat ini memiliki efek samping berupa mielosupresif. MMF merupakan pro-drug dari asam mikofenolat, hasil fermantasi spesies Penicillium. MMF bekerja poten dengan menghambat inosin 5’-monophosphate dehydrogenase, enzim yang memiliki peranan penting pada sintesis purin. Mekanisme utama MMF yaitu dengan menghambat limfosit proliferatif namun dapat juga dengan menyebabkan penipisan guanosis trifosfat (GTP) sehingga terjadi pengurangan molekul adhesi pada leukosit dan terjadi penurunan perekrutan leukosit pada lokasi inflamasi (Howard, Hoffbrand, Prentice, Mehta, 2001). MMF direkomendasikan untuk masuk dalam terapi kekambuhan pada imun sitopenias sebagai pilihan steroid-sparing (Zanella et al, 2014). Ditemukan 2 kasus, yaitu kasus 5 dan 8 yang diterapi dengan MMF bersamaan dengan metilprednisolon (kortikosteroid). c. Analgesik Non Narkotik Parasetamol merupakan terapi untuk mengurangi nyeri dan demam (Sharma and Mehta, 2013). Demam didefinisikan dimana keadaan suhu tubuh >370C. Suhu normal untuk orang dewasa dengan pengukuran secara oral (33.238.20C), rectal (34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.80C), axillary (35.5-37.00C) (Sun, Forsberg, and Karin, 2011). Dosis parasetamol yang digunakan untuk meringankan demam dan nyeri ringan pada orang dewasa yaitu 325-650 setiap 46 jam, atau 1000 mg 3-4 kali per hari bila mengalami nyeri dengan dosis maksimum 4 gram/hari (American Pharmacist Association, 2007). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 Parasetamol bekerja di hipotalamus yang meregulasi suhu tubuh dan dapat bekerja di perifer untuk memblokir impuls nyeri, serta dapat juga menghambat sintesis prostaglandin di CNS (Botting, 2000). Parasetamol bekerja menurunkan demam dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase dan menurunkan jumlah PGE2 di hipotalamus sehingga impuls nyeri terhambat. Parasetamol dapat menembus blood-brain barrier dan dapat bertindak secara istimewa dalam sistem saraf pusat dengan mengurangi produksi prostaglandin (Aronoff, 2001). Terdapat 4 kasus pada penelitian evaluasi DRPs pasien dewasa dengan AIHA di RSUP Dr. Sardjito yang diberikan terapi analgesik non-narkotik, yaitu kasus 3, 6, 11, dan 13. d. Antidiabetes Insulin aspart merupakan obat antidiabetes golongan rapid-acting yang bekerja secara cepat memiliki onset 15-30 menit (Dipiro, 2008). Insulin memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan antidiabetes oral untuk menurunkan kadar gula dalam darah (Meneghini, 2009). Pemberian insulin bertujuan untuk menurunkan kadar gula dalam darah, dimana salah satu efek samping penggunaan jangka panjang kortikosteroid yaitu peningkatan kadar gula dalam darah (Zeerleder, 2011). Terdapat 1 kasus AIHA di RSUP Dr. Sardjito yang diberikan terapi insulin, yaitu kasus 14. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 e. Antiulkus Penggunaan kortikosteroid berisiko menyebabkan gangguan pencernaan seperti pendarahan gastrointestinal bagian atas dan peptik ulser (Gutthann, Rodriguez, and Raiford, 1996). Kortikosteroid dapat menghambat sintesis mukosa lambung, peningkatan sel gastrin, hiperplasia sel parietal karena sekresi asam berlebih, gangguan fibroblast dan penekanan sintesis-sintesis prostaglandin melalui penghambatan interleukin-1beta dan COX-2 (Luo, Chang, Lin, Lu, Lu, Cheng et al, 2002). Terdapat 8 kasus pada penelitian ini yang diberikan terapi antiulkus, dimana pemberiannya ditujukan untuk mencegah terjadinya peptik ulser yang merupakan salah satu efek samping penggunaan obat golongan kortikosteroid. Obat yang digunakan yaitu golongan proton pump inhibitor (PPI) dan histamin H2 receptor agonist. Pantoprazol dan lansoprazol termasuk dalam golongan PPI, sedangkan ranitidin dan antasida kombinasi termasuk dalam histamin H2 receptor agonist. Obat golongan antiulkus yang paling sering digunakan yaitu ranitidin sebanyak 4 kasus. f. Antianemi Berdasarkan formularium nasional, asam folat dan vitamin B12 (sianokobalamin), ferro sulfat, low molecule feri sucrose, dan low molecular weiht iron dextran termasuk dalam kelas terapi antianemi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Asam folat merupakan senyawa inaktif yang akan diubah oleh dihidrofolat reduktase menjadi asam tetrahidrofolat dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 metiltetrahidrofolat. Kemudian dibawa ke sel sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan eritropoesis normal, interkonvert asam amino, sintesis purin dan asam nukleat (Mahmood, 2014). Asam folat diperlukan oleh pasien dengan wAIHA aktif untuk meningkatkan eritropoesis sehingga mencegah defisiensi vitamin B9 (March, 2014). Penelitian ini menunjukkan bahwa antianemi yang digunakan untuk pasien AIHA dewasa di RSUP Dr. Sardjito yaitu asam folat dan vitamin B12. Terdapat 4 kasus pada penelitian ini yang diberikan terapi antianemi, dimana kasus tersebut menunjukkan pemeriksaan RDW diatas normal dan MCV >100 fL. g. Antibakteri Antibakteri umumnya digunakan untuk mencegah maupun mengatasi infeksi oleh mikroorganisme. Pasien AIHA rentan terhadap infeksi bakteri karena pertahanan tubuhnya terhadap agen asing menjadi lemah. Pada penelitian ini terdapat 5 kasus yang diberikan terapi antibibakteri. Golongan antibakteri yang digunakan yaitu golongan beta laktam (sefalosporin dan carbapenem) dan aminoglikosida. Aminoglikosida bekerja dengan mengikatkan diri pada ribosom sel bakteri sehingga sintesis proteinnya menjadi kacau (Fourmy, Recht, Blanchard, and Puglisi, 1996). Beta laktam bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan dan mengaktifkan enzim autolisis pada bakteri (Gustaferro and Steckelberg, 1991). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 2. Terapi Suportif Salah satu terapi suportif untuk pasien AIHA adalah transfusi darah. Transfusi dilakukan untuk memperbaiki kadar hemoglobin pasien sehingga dapat melakukan penghantaran oksigen ke seluruh jaringan dengan baik (Zanella et al, 2014). Pada penelitian ini terdapat 11 kasus yang diberikan terapi transfusi. Terdapat dua jenis transfusi yang diterima pasien AIHA di RSUP Dr. Sardjito, yaitu transfusi PRC dan transfusi WRC. Transfusi PRC sebagian besar merupakan sel darah merah namun masih mengandung sedikit sisa leukosit dan trombosit. Diberikan untuk mengatasi gejala anemia, profilaksis pada anemia yang mengancam nyawa dan memperbaiki transport oksigen (Weinstein, 2012). Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma et al, 2011). Transfusi WRC dilakukan pada pasien dengan severe anemia atau hematokrit antara 17-27% (Laurian, Girma, Allain, Verroust, and Larrieu, 1982). Transfusi WRC dilakukan apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis terhadap transfusi PRC, reaksi alergi atau anafilaksis parah terhadap produk transfusi darah. Transfusi WRC kadar leukosit dan trombositnya lebih rendah dibandingkan PRC, dilakukan pada pasien yang mengalami kekambuhan reaksi febril, mengalami reaksi anafilaksis pada pasien yang mengalami defisiensi IgA, pasien dengan aktivasi sel-T yang memerlukan transfusi (Anderson, 2011). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 Tabel VI. Pemberian Transfusi pada Pasien AIHA Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014 Jenis Transfusi Kasus Jumlah Kasus (n=15) Persentase 1, 2, 3, 4, 6, 10, 11, 12, 13, dan 10 66,6 Transfusi PRC 15 5 1 13,3 Transfusi WRC 3. Rute Pemberian Seluruh kasus dalam penelitian ini menggunakan obat dengan rute enteral maupun parenteral. Obat parenteral digunakan karena dapat memberikan efek yang cepat. Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian dapat dilihat pada tabel VII. Tabel VII. Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien AIHA Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014 Jumlah Kasus Rute Pemberian Persentase (n=15) 11 73,3 Enteral 15 100 Parenteral C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Proses penatalaksanaan terapi pasien di rumah sakit perlu memperhatikan kerasionalan penggunaan obat. Evaluasi Drug Related Problems dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan penatalaksanaan terapi pada pasien AIHA usia dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014. Identifikasi DRPs pada penelitian ini dilakukan dengan mengevaluasi permasalahan yang timbul terkait penggunaan obat pada pasien AIHA usia dewasa dirumah sakit tersebut. Kerugian atau DRPs yang timbul seperti obat tidak tepat, dosis berlebih, dosis kurang, obat yang tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 dibutuhkan, butuh tambahan obat, interaksi dan efek samping obat perlu ditekan seminimal mungkin agar tidak terjadi kepada pasien. 1. Kasus 1 Pasien merupakan seorang wanita berusia 43 tahun dengan berat badan 54 kg, datang dengan keluhan lemas dan sesak nafas sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merupakan kasus AIHA lama yang terdiagnosis sejak 7 tahun yang lalu. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 4,7 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), selain itu hasil coomb’s test pasien menunjukkan direct coomb’s test (DCT) 3+ dan indirect coomb’s test (ICT) 2+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 11 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 10 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon dan transfusi PRC. Metilprednisolon digunakan sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013), diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-4, 375 mg/hari pada hari 5-8, dan 250 mg/hari pada hari 9-11. Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.7 g/dL dan terjadi peningkatan pada hari ke-3 pasien rawat inap menjadi 8.1 g/dL, kemudian transfusi dihentikan. Metilprednisolon dan transfusi PRC yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehingga terjadi peningkatan kebutuhan akan asam folat. Asam folat berperan dalam pembentukan sel darah merah, kekurangan asam folat dapat menyebabkan terbentuknya sel darah dengan kromatin berukuran besar yang dikenal sebagai sel megaloblast. Anemia megaloblastik dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW diatas normal dan MCV >100 fL (Lu and Wu, 2004). Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring yang dilakukan yaitu pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. 2. Kasus 2 Pasien merupakan seorang wanita berusia 29 tahun dengan berat badan 50 kg, merupakan penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 1,5 tahun yang lalu namun tidak rutin kontrol. Pasien datang dengan keluhan lemas sejak tujuh hari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 5,4 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011) dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 6 hari dan keluar dengan status membaik. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-4, kemudian dilanjutkan pemberian secara oral dengan dosis 8-4-0 mg/hari. Selain itu pasien diberikan ranitidine pada hari 3-5 dengan dosis 50 mg 2 kali sehari yang diberikan secara IV. Ranitidin digunakan untuk mengatasi efek samping penggunaan kortikosteroid yaitu tukak lambung (Lockrey and Lim, 2011). Dosis yang dianjurkan literatur untuk mengatasi tukak lambung yaitu 50 mg tiap 6-8 jam atau sama dengan 150-200 mg/hari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci, et al, 2008). Dosis ranitidine yang diterima pasien belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait tukak lambung, yaitu nyeri perut dan mual. Kejadian tersebut dapat digolongkan dalam DRPs dosis kurang. Transfusi PRC pada hari 1-3 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.5 g/dL setelah transfusi menjadi 8.1 g/dL. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu pemberian asam folat dengan dosis 1 mg/harri dan pemberian ranitidine sesuai dengan dosis literature, yaitu 150-200 mg/hari. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obat-obatan yang digunakan, khususnya penggunaan metilprednisolon jangka panjang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 3. Kasus 3 Pasien merupakan seorang wanita berusia 28 tahun dengan berat badan 45 kg, merupakan penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 5 tahun yang lalu. Pasien datang dengan keluhan lemas dan pusing sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 2,4 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), ICT +, dan DCT +. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 6 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 9,7 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, parasetamol, ceftriaxon, dan transfusi PRC. Metilprednisolon diberikan secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-3 dan 375 mg/hari pada hari 4-6. Pasien mengeluh demam pada hari pertama rawat inap dan diberikan parasetamol dengan dosis 3x500 mg. Parasetamol digunakan sebagai antipiretik untuk mengatasi demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal (34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.80C), axillary (35.5-37.00C) (Sun, 2011). Dosis yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari (American Pharmacists Association, 2007). Pemberiannya dihentikan karena pemeriksaan suhu tubuh pasien tidak menunjukkan terjadinya demam serta keluhan demam sudah tidak muncul. Ceftriaxon diberikan penuh selama pasien rawat inap dengan dosis 1gram/12 jam. Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga yang digunakan untuk mengatasi infeksi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 bakteri yang diberikan dengan dosis 2 gram/hari secara IV (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Pemeriksaan WBC pasien pada hari pertama rawat nap (14/10/13) menunjukkan peningkatan, hasil pemeriksaan netrofil pasien juga menunjukkan nilai diatas normal, diduga pasien mengalami infeksi bakteri.. Hasil lab pasien menunjukkan adanya perbaikan kondisi pasien setelah diberikan terapi antibiotik sehingga terapi yang diberikan sesuai. Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 2,4 g/dL menjadi 8.3 g/dL. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu pemberianasam folat dengan dosis 1 mg/hari. Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta efek samping obat-obatan yang digunakan, terkhusus pada penggunaan metilprednisolon jangka panjang dan ceftriaxon yang termasuk dalam golongan obat yang dapat menginduksi terjadinya drug-induced hemolytic anemia (Reardon, 2006). 4. Kasus 4 Pasien merupakan seorang perempuan berusia 32 tahun dengan berat badan 57 kg, datang dengan keluhan lemas, pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 4,2 g/dL yang tergolong dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), ICT 2+, dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 inap di rumah sakit selama 7 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 13,3 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-6 dan transfusi PRC pada hari 1-2. Terapi yang diberikan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4,2 g/dL menjadi 13,3 g/dL. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi untuk terapi pasien yaitu diberikan tambahan asam folat dengan dosis 1 mg/hari. Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. 5. Kasus 5 Pasien merupakan seorang wanita berusia 37 tahun dengan berat badan 35 kg, datang dengan keluhan lemas dan sesak nafas. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 2,3 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), ICT 4+, dan DCT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 21 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 10,1 g/dL. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, cefotaxim, asam folat, mikofenolat mofetil, dan transfusi WRC. Metilprednisolon diberikan secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-9, 250 mg/hari pada hari 10, dilanjuttkan pemberian secara oral dengan dosis 80-48-0 mg/hari pada hari 11-13, dan 32-16-0 mg/hari pada hari 14-20. Cefotaxim diberikan pada hari 6-19 dengan dosis 1 gram/8 jam untuk mengatasi infeksi bakteri yang ditunjukkan dengan munculnya demam pada hari ke-6, hasil pemeriksaan laboratorium pasien seperti WBC pasien 25,97/µL (rujukan: 3,6-11,0 /µL), pemeriksaan kultur bakteri pasien menunjukkan adanya infeksi bakteri E.coli yang termasuk dalam golongan bakteri gram negatif. Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang efektif untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif, diberikan dengan dosis 2 gram/8 jam secara IV (Runyon, 2004). Asam folat diberikan dengan dosis 1,2 mg/hari selama pasien menjalani rawat inap untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik. Mikofenolat mofetil (MMF) diberikan selama rawat inap dengan dosis 2x500 dikombinasikan mg/hari. dengan MMF merupakan metilprednisolon, imunosupresan digunakan bagi yang dapat pasien yang mengaalami kekambuhan selama dilakukan tapering off atau bagi pasien yang tidak memberikan respon positif pada pemberian kortikosteroid tunggal (Zanella, 2012). Dosis yang dianjurkan bagi pasien AIHA yaitu 1000 mg/hari yang diberikan dalam dua kali pemberian (Howard, 2001). Transfusi WRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan, diberikan pada pasien yang mengalami alergi berat, reaksi demam terhadap eritrosit atau pasien yang mengalami defisiensi IgA yang parah dengan antibody PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 anti IgA yang tidak sesuai dengan pendonor (Norfolk, 2013). Transfusi WRC dilakukan apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis terhadap transfusi PRC, reaksi alergi atau anafilaksis parah terhadap produk transfusi darah. Dilakukan transfusi WRC pada hari 1, 2, 4, 6, dan 9 pasien rawat inap dengan Hb awal pasien 2,3 g/dL 10,1 g/dL. Terapi yang diberikan sudah sesuai, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Selain terapi untuk AIHA tersebut, pasien mendapat terapi furosemide yang bertujuan untuk mengatasi edema yang disebabkan oleh congestive heart failure, yaitu kondisi dimana darah yang masuk ke jantung tiap menitnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dosis kurang yang terjadi karena adanya interaksi antara asam folat dengan furosemid yang dapat menurunkan kadar asam folat dengan meningkatkan clearance di ginjal (Medscape, 2016). Serta DRPs interaksi dan efek samping obat yang terjadi karena adanya interaksi antara metilprednisolon dan furosemid yang menyebabkan hipokalemia, ditunjukkan pemeriksaan kalium pasien setelah pemberian terapi tersebut menjadi 2,12 mmol/L (rujukan 3,4-5,4 mmol/L). Rekomendari untuk terapi pasien yaitu memberikan jeda antara penggunaan furosemid dengan metilprednisolon dan asam folat. Monitoring yang dilakukan yaitu pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obat-obatan yang digunakan terutapa pada penggunaan metilprednisolon jangka panjang, monitoring kadar kalium pasien sebagai akibat interaksi antara furosemid dengan metilorednisolon, monitoring penggunaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 cefotaxim yang tergolong dalam antibiotik sefalosporin yang diduga dapat menginduksi drug-induced hemolytic anemia. 6. Kasus 6 Pasien merupakan seorang wanita berusia 26 tahun dengan berat badan 40 kg, datang dengan keluhan lemas, pusing, dan berdebar-debar. Pasien sempat menjalani rawat inap di rumah sakit lain dan hendak dilakukan transfusi namun tidak ada yang cocok. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,4 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT +. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 5 hari dan keluar dengan status membaik dengan Hb 11,4 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi parasetamol, asam folat, metilprednisolon dan transfusi PRC. Parasetamol diberikan untuk mengatasi demam pasien. Dosis parasetamol yang diterima pasien yaitu 1500 mg/hari, namun demam pasien belum teratasi ditunjukkan pada pemeriksaan suhu tubuh hari 1, 3, 4, dan 5 (37,60C; 37,50C; 37,50C; 37,10C) dan keluhan pasien. Peristiwa tersebut dikategorikan dalam DRPs dosis kurang. Asam folat diberikan untuk mencegah anemia megaloblastik, dosis yang diterima pasien yaitu 1,2 mg/hari. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari selama menjalani rawat inap di rumah sakit Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3,4 g/dL dan terjadi peningkatan pada hari ke-4 pasien rawat inap menjadi 11,4 g/dL, kemudian transfusi dihentikan. Terapi asam folat, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 metilprednisolon dan transfusi PRC yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Rekomendasi untuk terapi pasien yaitu pemberian dosis parasetamol sesuai dengan dosis literatur untuk dapat mengatasi demam pasien. Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obatobatan yang digunakan terutama pada penggunaan metilprednisolon jangka panjang. 7. Kasus 7 Pasien merupakan seorang pria berusia 35 tahun, datang dengan keluhan lemas dan demam. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 6,5 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT 4, dan ICT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 16 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 10,5 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, asam folat, dan pantozol. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 2-8, 250 mg/hari pada hari 9-12, 125 mg/hari pada hari 13, dan dilanjutkan dengan pemberian oral pada hari 14-16 dengan dosis 32-32-0. Asam folat diberikan dengan dosis 0,8 mg/hari selama pasien rawat inap untuk mencegah anemia megaloblastik. Pasien mendapatkan terapi pantozol dengan dosis 40 mg/hari pada hari 10-14 untuk mengatasi peptik ulser yang merupakan salah satu efek samping penggunaan kortikosteroid, dapat dilihat dari keluhan pasien terkait nyeri perut dan mual. Pantozol termasuk dalam golongan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 proton pump inhibitors (PPI) yang dapat digunakan untuk mengatasi peptik ulser dengan dosis 40 mg/hari (Lockrey and Lim, 2011). Terapi yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Pada kasus ini tidak ditemukan ditemukan DRPs. Monitoring yang dilakukan yaitu pemantauan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. 8. Kasus 8 Pasien merupakan seorang wanita berusia 31 tahun, datang dengan keluhan lemas satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien merupakan rujukan daru RSUD Cilacap dengan diagnosis anemia susp. Lupus, tidak dilakukan transfusi karena darah tidak cocok. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 2,7 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT 4+, dan ICT 4+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 3 hari dan keluar dengan status meninggal, sebab kematian yaitu shock septic. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, mikofenolat mofetil, antibiotik meropenem dan pantoprazol. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 1-3. Pemberian metilprednisolon dikombinasikan dengan MMF dengan dosis 2x500 mg/hari. Pasien diberikan terapi antibiotik meropenem dengan dosis 2 gram/hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 Pemberian antibiotik tersebut untuk mengatasi infeksi bakteri yang ditunjukkan pada pemeriksaan WBC pasien selama 3 hari rawat inap yaitu 34,75; 31,81; dan 40,04 /µL (rujukan 3,6-11,0 /µL) serta pemeriksaan urin pasien positif menunjukkan infeksi bakteri. Meropenem merupakan antibiotik golongan carbapenem yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri dengan dosis 3 x 500-1000 mg/hari secara IV (Baldwin, 2008). Pantoprazol diberikan untuk mengatasi peptik ulser dengan dosis 40 mg/hari pada hari ke-2 pasien rawat inap. Pantoprazol termasuk dalam golongan PPI yang digunakan untuk mengatasi peptik ulser yang merupakan salah satu efek samping penggunaan kortikosteroid, diberikan dengan dosis 40 mh/hari (Lockrey and Lim, 2011). Pasien keluar dengan status meninggal akibat shock septic dd hypovolemic, yang merupakan kejadian dimana tubuh tidak mampu menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan sehingga dapat mengancam jiwa. Hal tersebut terjadi karena tubuh kehilangan darah cukup banyak (Wilson, Thal, Kindling, Gtifka, anf Ackerman, 1965). Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dosis kurang yang terjadi karena interaksi obat antara pantoprazole dengan MMF, sehingga menyebabkan penurunan efek MMF (Medscape, 2016). Penggunaan PPI dapat meningkatkan pH intragastrik yang dapat memperlambat hidrolisis MMF, berakibat pada penurunan paparan dan ketersediaan asam mikofenolat sehingga terjadi penurunan efek (Wedenmeyer and Blume, 2014). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 9. Kasus 9 Pasien merupakan seorang wanita berusia 38 tahun dengan berat badan 50 kg, datang dengan keluhan lemas. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Cilacap dengan Hb 3,7 dan coomb’s test 4+, tidak dilakukan transfusi karena darah tidak cocok. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 9,6 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, asam folat dan vit B12. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 2-5; 187,5 mg/hari pada hari ke-6; 93,57 mg/hari pada hari 7-10, dan pada hari 11-14 dilanjutkan pemberian secara oral dengan dosis 8-4-0 mg/hari. Asam folat dan vit B12 merupakan suplemen yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, pemberiannya bertujuan untuk mencegah anemia megaloblastik pada pasien AIHA karena mengalami hemolisis aktif. Pada hari 414 pasien diberikan asam folat dengan dosis 0,8 mg/hari dan vit B12 dengan dosis 2x1 tablet. Pemberian terapi sudah sesuai dilihat dari peningkatan Hb dan Hct pasien yang mengalami peningkatan. Pada kasus ini tidak ditemukan DRPs, namun perlu dilakukan monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 10. Kasus 10 Pasien merupakan seorang wanita berusia 42 tahun dengan berat badan 73 kg, datang dengan keluhan lemas memberat sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 5,1 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan DCT) 3+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 10 hari dan keluar dengan status meninggal karena hospital acquired pneumonia. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-4, 375 mg/hari pada hari 5-7, dan 125 mg/hari pada hari 8-10. Dilakukan transfusi PRC pada hari ke-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5,1 g/dL menjadi 87,7 g/dL. Metilprednisolon dan transfusi PRC yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Pasien keluar dengan status meninggal yang disebabkan hospital acquired pneumonia (HAP), yaitu infeksi paru-paru yang berkembang selama dirawat di rumah sakit 48 jam atau lebih setelah masuk (Tarsia, Alberti, Cosentini, and Blasi, 2005). Pathogen yang paling sering terlibat yaitu Staphyllococcus aureus, pasien mengalami demam semenjak hari ke-6 rawat inap, diduga pasien mengalami infeksi karena penderita AIHA rentan mengalami infeksi. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat berupa antibiotik untuk mengatasi HAP. Terapi yang direkomendasikan untuk pasien PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 yang rawat inap <5 hari yaitu ceftriaxon dengan dosis 1-2 gram/hari atau moxifloxacin 400 mg/hari. Untuk pasien rawat inap selama 5-9 hari diberikan vancomycin saja atau dengan tambahan cefepime 2 gram tiap 12 jam (Beardsley, Williamson, Johnson, Ohl, Karchmer, and Bowton, 2006). 11. Kasus 11 Pasien merupakan seorang wanita berusia 35 tahun dengan berat badan 36 kg, datang dengan keluhan lemas serta nafsu makan dan minum menurun. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 4,8 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT 4+ dan ICT 3+. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar dengan status membaik dan pemeriksaan Hb terakhir 9,5 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi parasetamol, lansoprazol, ceftazidim, gentamycin, dan metilprednisolon, transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 2-4, 375 mg/hari pada hari 5-6, dan 250 mg/hari pada hari 7-12. Parasetamol diberikan pada hari 2-13 dengan dosis 3x500 mg/hari untuk mengatasi pusing. Parasetamol sebagai analgesik digunakan untuk mengatasi pusing (Warwick, 2008), dengan dosis yang dianjurkan yaitu 1950-3900 mg/hari (American Pharmacist Association, 2007). Pemberian parasetamol sudah sesuai karena keluhan pasien terkait pusing tidak muncul kembali. Lansoprazol diberikan dengan dosis 1 x 30 mg pada hari 2, 3, dan 6 pasien rawat inap. Lansoprazol digunakan untuk mengatasi tukak lambung yang merupakan salah satu efek PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 samping kortikosteroid, diberikan dengan dosis 30 mg/hari (Bardhan, Ahlberg, Hislop, Lindholmer, Long, Morgan, et al, 1994). Pada hari 11-13 pasien diberikan ceftazidim dengan dosis 1 gram/8 jam dan gentamycin dengan dosis 160 mg/24 jam. Kedua antibiotik tersebut digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri Staphyllococcus aureus yang ditemukan pada pemeriksaan kultur bakteri pasien. Dilakukan transfusi PRC pada hari 1, 3, dan 4 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4,8 g/dL dan terjadi peningkatan pada hari ke-3 pasien rawat inap menjadi 10,3 g/dL. Terapi yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW pasien diatas normal yaitu 36 fL (rujukan: 11,5-14,5 fL) dan MCV >100 fL (Lu and Wu, 2004). Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring yang dilakukan terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 12. Kasus 12 Pasien merupakan seorang wanita berusia 38 tahun dengan berat badan 50 kg, datang dengan keluhan lemas sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 5,3 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), DCT + dan ICT +. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 7 hari dan keluar dengan status membaik. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, pantoprazole, dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 1-4, dan 250 mg/hari pada hari 5-7. Pantoprazol diberikan untuk mengatasi peptik ulser dengan dosis 40 mg/hari. Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5,3 g/dL menjadi 7,4 g/dL. Terapi yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW diatas normal (47,2 fL) dan MCV >100 fL (Lu and Wu, 2004). Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping metilprednisolon seperti PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. 13. Kasus 13 Pasien merupakan seorang wanita berusia 26 tahun dengan berat badan 67 kg, datang dengan keluhan lemas memberat sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,2 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan DCT +. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 14 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 9 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, parasetamol, ranitidin, ceftriaxon, dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-6, kemudian dilanjutkan dengan pemberian secara oral pada hari ke 7-14 dengan dosis 32-16-0 mg/hari. Parasetamol diberikan untuk meredakan sakit kepala pasien yang ditunjukkan dari keluhan pasien selama rawat inap, diberikan pada hari 7-10 dan 12 dengan dosis 3x500 mg/hari. Ditemukan DRPs dosis kurang karena parasetamol yang diberikan belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait sakit kepala, pada hari 13 dan 14 pasien masih mengeluh sakit kepala. Ranitidine digunakan untuk mengatasi tukak lambung karena penggunaan kortikosteroid, dosis yang diterima pasien pada hari 4-13 yaitu 100 mg/hari. keluhan pasien terkait nyeri perut dan tukak lambung belum dapat teratasi dilihat dari keluhan pasien selama pemberian terapi, sehingga dapat dikatakan dosis ranitidine kurang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 Pasien juga mendapatkan ceftriaxon pada hari 6-14 dengan dosis 1 gram/12 jam, diduga pasien mengalami infeksi bakteri karena pemeriksaan netrofil pasien melebihi batas normal dan pemeriksaan WBC pasien pada hari ke-6 yaitu 15,1/µL (rujukan: 3,6-11,0 /µL). Ceftriaxon merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri dengan dosis secara IV 2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1 dan 7 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3,2 g/dL menjadi 9,0 g/dL Pada kasus ini juga ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW diatas normal (83,1 fL) dan MCV >100 fL (Lu and Wu, 2004). Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013), penyesuaian dosis parasetamol untuk mengatasi sakit kepala 325-650 mg tiap 4-6 jam (American Pharmacist Association, 2007), penyesuaian dosis ranitidin untuk mengatasi tukak lambung 50 mg tiap 6-8 jam/hari (Olivia, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008). Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek sampingobat yang digunakan, khususnya metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 14. Kasus 14 Pasien merupakan seorang wanita berusia 32 tahun dengan berat badan 60 kg, datang dengan keluhan lemas sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 6,8 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011). Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 9 hari dan keluar dengan status membaik. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, antasida, ranitidine, dan insulin aspart. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mg/hari pada hari 1-5; 187,5 mg/hari pada hari 6, dan 125 mg/hari pada hari 7-8. Antasida (dosis 15-30 mL/hari atau 20-40 mL/hari) dan ranitidin (150-200 mg/hari) bekerja secara sinergis untuk mengatasi tukak lambung dengan menurunkan produksi asam di esofagus dan lambung (Robinson, Stanley, Ciociola, Filinto, Zubaidi, Miner, et al, 2001). Ranitidin diberikan pada hari 1-3; 5; 7-8 pasien rawat inap dengan dosis 100 mg/hari, sedangkan antasida diberikan pada hari 3, 5, dan 7 dengan dosis 45 mL/ hari. Pasien diberikan insulin aspart pada hari ke-6 namun dosis tidak dicantumkan. Pemberian insulin bertujuan untuk menurunkan kadar gula dalam darah yang mungkin terjadi karena pemakaian kortikosteroid, namun pemeriksaan gula darah pasien tidak dicantumkan. Pada kasus ini ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan RDW (18,6) diatas normal dan MCV >100 fL PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 (Lu and Wu, 2004). Selain itu juga ditemukan DRPs dosis kurang yang terjadi karena interaksi antara metilprednisolon dengan insulin aspart yang dapat menurunkan efek insulin aspart (Medscape, 2016). Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013), serta memberikan jeda pada pemberian metilprednisolon dan insulin aspart. Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obat yang digunakan, khususnya metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. 15. Kasus 15 Pasien merupakan seorang wanita berusia 37 tahun dengan berat badan 56 kg, datang dengan keluhan pusing sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,8 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), dan hasil DCT +. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 5 hari dan keluar dengan status membaik dan Hb 9,3 g/dL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi metilprednisolon, ranitidin, dan transfusi PRC. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 375 mg/hari pada hari 2-5 pasien rawat inap. Ranitidin diberikan pada hari 2-5 dengan dosis 2x50 mg/hari untuk mengatasi tukak lambung. Dosis ranitidin yang diberikan belum dapat mengatasi keluhan pasien terkait tukak lambung PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 seperti mual dan nyeri perut yang masih dirasakan pasien selama rawat inap, sehingga dapat dikategorikan dalam DRPs dosis kurang. Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3,8 g/dL menjadi 9,7 g/dL Pada kasus ini juga ditemukan DRPs berupa dibutuhkan tambahan obat asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik. Rekomendasi yang diberikan untuk pasien yaitu memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013), penyesuaian dosis ranitidin untuk tukak lambung yaitu 50 mg tiap 6-8 jam (Olivia dkk, 2008). Monitoring terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obat yang digunakan, khususnya metilprednisolon seperti peningkatan kadar gula darah pasien dan risiko osteopirosis yang mungkin terjadi pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Tabel VIII. Gambaran DRPs Pada Pasien AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014 Kasus Jumlah Kasus (n=15) Persentase 1, 2, 3, 4, 10, 11, 12, 13, 14, 15 10 66,67 Obat yang Tidak Dibuthkan - 0 0 Obat Tidak Tepat - 0 0 2, 5, 6, 8, 13, 14, 15 7 46,7 - 0 0 5 1 6,7 Jenis DRPs Dibutuhkan Tambahan Obat Dosis Kurang Dosis Berlebih Interaksi dan Efek Samping PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 Kasus DRPs yang ditemukan dari 15 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan menjalani perawatan di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode 2009-2014 antara lain, kejadian memerlukan obat tambahan 10 episode (66,67%), kejadian dosis kurang terdapat 7 episode (46,7%), interaksi dan efek samping obat 1 episode (6,7%). Dari 15 subjek penelitian yang masuk dalam kriteria inklusi dapat diketahui bahwa DRPs yang paling banyak terjadi adalah butuh tambahan obat berupa asam folat karena pasien AIHA mengalami hemolisis aktif yang dapat menyebabkan anemia megaloblastik yang dapat dilihat dari pemeriksaan RDW melebihi batas normal dan MCV >100 fL. D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Selama periode 2009-2014 terdapat 20 pasien usia 26-45 tahun yang memiliki diagnosis utama AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito. Dari 20 pasien tersebut terdapat 15 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian dilakukan identifikasi DRPs pada pengobatan AIHA yang dilakukan. Dari 15 pasien tersebut dievaluasi bahwa kasus AIHA lebih banyak terjadi pada perempuan sebesar 93% dibandingkan laki-laki sebesar 7%. Obat yang diberikan pada kasus AIHA dibagi menjadi 7 kelas terapi, yaitu kortikosteroid, imunosupresan, analgesik non-narkotik, antidiabetes, antiulkus, antianemi, dan antibakteri. Obat yang paling banyak digunakan adalah metilprednisolon yang termasuk dalam golongan kortikosteroid dan merupakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 pilihan utama dalam pengobatan AIHA. Terapi suportif yang diberikan berupa transfusi PRC dan WRC. Pada penelitian ditemukan 18 kasus DRPs yang terjadi pada penatalaksanaan terapi pasien AIHA usia dewasa yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode 2009-2014. Kasus DRPs yang terjadi meliputi 10 episode butuh tambahan obat, 7 episode dosis kurang, 1 episode interaksi dan efek samping obat. Tabel IX. Hasil Evaluasi DRPs Kasus AIHA Pasien Usia Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014. Kasus DRPs 1 Diperlukan tambahan obat 2 Diperlukan tambahan obat Dosis Kurang Plan/Rekomendasi Memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia megaloblastik Outcome RDW dan MCV mencapai nilai normal Memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia megaloblastik Menyesuaikan pemberian ranitidin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Monitoring keluhan pasien terkait peptik ulser, seperti mual dan nyeri perut. RDW dan MCV mencapai nilai normal Keluhan pasien terkait mual dan nyeri perut tidak timbul kembali 3 Diperlukan tambaha obat Memberikan asam folat dengan RDW dan MCV mencapai dosis 1 mg/hari untuk mengatasi nilai normal anemia megaloblastik 4 Diperlukan tambahan obat 5 Dosis Kurang Memberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia megaloblastik Memberikan jeda penggunaan asam folat dan furosemid untuk menghindari interaksi yang dapat menurunkan kadar asam folat. RDW dan MCV mencapai nilai normal Asam folat dapat memberikan efeknya sehingga RDW dan MCV mencapai nilai normal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 Tabel IX. Lanjutan Kasus DRPs Plan/Rekomendasi Outcome 5 Interaksi dan Efek samping Obat Monitoring kadar kalium akibat interaksi metilprednisolon dan furosemid serta memberikan jeda penggunaannya. 6 Dosis kurang Monitoring suhu dan keluhan Suhu tubuh normal pasien, berikan dosis kembali dan keluhan parasetamol sesuai literatur. pasien terkait demam tidak muncul kembali 8 Dosis kurang MMF bekerja ditunjukkan dengan peningkatan kadar Hb dan Hct pasien 10 Memberikan jeda penggunaan MMF dan pantoprazol (PPI) untuk mencegah interaksi yang dapat menurunkan efek MMF. Dibutuhkan Memberikan vancomycin dengan dosis 2 gram tiap 12 jam tambahan untuk mengatasi HAP obat Kadar kalium mencapai nilai normal Gejala infeksi seperti peningkatan suhu, peningkatan WBC dan netrofil normal kembali serta pemeriksaan bakteri lainnya menunjukkan hasil negatif 11 Dibutuhkan Memberikan asam folat dengan RDW dan MCV mencapai tambahan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi nilai normal obat anemia megaloblastik. 12 Dibutuhkan Memberikan asam folat dengan RDW dan MCV mencapai tambahan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi nilai normal obat anemia megaloblastik. 13 Dibutuhkan Memberikan asam folat RDW dan MCV mencapai tambahan dengan dosis 1 mg/hari untuk nilai normal obat mengatasi anemia megaloblastik. Dosis kurang Memantau kondisi pasien terkait keluhan tukak lambung, dan memberikan ranitidin sesuai dosis literatur Memberikan parasetamol sesuai dengan dosis literatur, memantau keluhan pasien terkait sakit kepala yang dirasakannya Keluhan pasien terkait mual dan nyeri perut tidak timbul kembali Suhu tubuh normal kembali dan keluhan pasien terkait demam tidak muncul kembali PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 Tabel IX. Lanjutan Kasus DRPs Plan/Rekomendasi 14 Dibutuhkan Memberikan asam folat tambahan dengan dosis 1 mg/hari untuk obat mengatasi anemia megaloblastik. Memberikan jeda pada Interaksi dan efek penggunaan metilprednisolon dan insulin aspart untuk samping menghindari interaksi yang dapat menurunkan efek insulin. Monitoring gula darah pasien karena salah satu efek samping kortikosteroid adalah diabetes mellitus. 15 Outcome RDW dan MCV mencapai nilai normal Kadar gula darah pasien mencapai nilai normal kembali Dibutuhkan Memberikan asam folat RDW dan MCV mencapai tambahan dengan dosis 1 mg/hari untuk nilai normal obat mengatasi anemia megaloblastik. Dosis Kurang Memantau kondisi pasien Keluhan pasien terkait mual terkait keluhan tukak lambung, dan nyeri perut tidak timbul dan memberikan rnitidin sesuai kembali dosis literatur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Usia Dewasa dengan Diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009 – 2014 diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kasus AIHA pada usia 26-45 tahun lebih banyak terjadi pada wanita (93%) dibandingkan dengan pria (7%). 2. Obat yang paling banyak digunakan adalah metilprednisolon, obat ini digunakan pada semua kasus. 3. DRPs yang paling banyak ditemukan yaitu dibutuhkan tambahan obat berupa asam folat pada 10 episode dan antibiotik pada 1 episode. DRPs yang cukup banyak selanjutnya yaitu dosis kurang, seperti 3 episode dosis ranitidin kurang, 2 episode dosis parasetamol kurang, 3 episode dosis kurang karena interaksi antar obat seperti asam folat dan furosemid, MMF dan pantoprazol, serta metilprednisolon dan insulin aspart. B. Saran 1. Untuk RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta a. Perlu disediakan protokol terapi AIHA pasien usia dewasa untuk mempermudah proses evaluasi kesesuaian terapi. 68 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 2. Untuk peneliti selanjutnya a. Perlu dilakukan konfirmasi terhadap dokter penulis resep maupun tenaga medis lain yang menangani pasien untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap terkait kasus yang dijadikan subjek penelitian. b. Penelitian lebih lanjut secara prospektif terkait pengobatan pasien perlu dipertimbangkan untuk mengetahui kepatuhan pasien dan kondisi pasien selanjutnya. c. Dapat dilakukan penelitian yang sama pada rumah sakit berbeda untuk mengetahui perbandingan penatalaksanaan terapi yang diterapkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 DAFTAR PUSTAKA American Pharmacist Association, 2007, Drug Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp’s Drug References Handbooks, United States of America. Anderson, D. R., 2011, Guideline for Washed Red Blood Cells in Nova Scotia, Nova Scotia Provincial Blood Coordinating Program, 2011:11. Anggoro, J., 2010, Transfusi Emergency pada Penderita Anemia Hemolitik Autoimun Dengan Sarana yang Terbatas, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. Aronoff, D.M., Neilson, E.G., 2001, Antipyretics: Mechanism of Actional and Clinical Use in Fever Suppression, The American Journal of Medicine, Vol 111. Baldwin, C.M., Lyseng-Williamson, K.A., Keam, S.J., 2008, Meropenem: A Review of its Use in the Treatment of Serious Bacterial Infections, Adis Drug Evaluation, 68(6):803-838. Bardhan, K. D., Ahlberg, J., Hislop, W. S., Lindholmer, C., Long, R. G., Morgan, G. A., et al, 1994, Rapid Healing of Gastric Ulcers with Lansoprazole, Aliment Pharmacol Therapy, 8:215-220. Bass, G. F., Tuscano, E. T., Tuscano, J. M., 2013, Diagnosis and Classification of Autoimmune Hemolytic Anemia, Autoimmunity Reviews, 01486:5. Baumann, R., Rubin, H., 2015, Autoimmune Hemolytic Anemia During Pregnancy With Hemolytic Disease in the Newborn, Blood, vol. 41, No. 2. Beardsley, J. R., Williamson, J. C., Johnson, J. W., Ohl, C. A., Karchmer, T. B., Bowton, D. L., 2006, Using Local Microbiologic Data to Develop Institution-Spesific Guidelines for the Treatment of HospitalAcquired Pneumonia, CHEST Original Research of Pneumonia, 130: 787-789. Becerra, J., Martinez, F., Bohorquez, M., Guevara, M. L., and Ramirez, E., 2012, Validation of Methodology for Inpatient Pharmacotherapy Followup, Vitae, 19 (3). Berentsen, S., Sundic, T., 2015, Red Blood Cell Destruction in Autoimmune Hemolytic Anemia: Role of Complement and Potential New Targets for Therapy, Hindawi Publishing Corporation, Volume 2015, Article ID 363278, 11 pages. Botting, R. M., 2000, Mechanism of Action of Acetaminophen: Is There a Cyclooxygenase 3?, (31): 202. Cadili, A., and de Gara, C., 2008., Complications of Splenectomy, American Journal of Medicine, 121(5):371-5. Chaudhary, R. K., and Das, S. S., 2014, Autoimmune Hemolytic Anemia: From Lab to Bedside,Asian J Transfus Sci, 8(1):5-12. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 Cipolle, R. J., Strand, L., Morley, P., 2004, Pharmaceutical Care Practice : The Clinician’s Guide, The McGraw-Hill Companies, Inc., USA, pp. 172-178. DeLoughery, T. G., 2013, Autoimmune Hemolytic Anemia, Hospital Physician Hematology Board Review Manual, vol 8 part 1. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th edition, Mc Graw Hill, New York, pp. 1524, 1932, 1935. Fourmy, D., Recht, M. I., Blanchard, S. C., Puglisi, J. D., 1996, Structure of the A Site of Escherichia coli 16S Ribosomal RNA Complexed with an Aminoglycoside Antibiotik, Journal of Science, 274. Gehrs, B. C., Friedberg, R. C., 2002, Autoimmune Hemolytic Anemia, American Journal of Hematology, 69:258-271. Gustaferro, C. A., Steckelberg, J. M., 1991, Cephalosporin Antimicrobial Agents and Related Compounds, Mayo Clin Proc, 66. Gutthann, S, P., Rodriguez, L, A, G., and Raiford, D, S., 1996, Individual Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs and Other Risk Factors for Upper Gastrointestinal Bleeding and Perforation, Epidemiology, 8 (1), 18-24. Hoffbrand, V., Higgs, D, R., Keeling, D, M., Mehta, A, B., 2016, Postgraduate Haematology, John Willey & Sons, United Kingdom, p.144. Hoffman, C., P., 2006, Immune Hemolytic Anemia-Selected Topics, American Society Of Hematology, 13(08):1. Howard, J., Hoffbr, V., Grant, H.P., Mehta, A., 2001, Mycophenolate mofetil for The Treatment of Refractory Auto-immune Haemolytic Anemia and Auto-immune Trombocytopenia Purpura, British Journal of Haematology, 117:712-715. King, K.E., Ness, P.M., 2005, Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemia, Seminars in Hematology, 42:131-136. Lanzkowsky, P., 2005, Manual of Pediatric Hematology and Oncology 4th Edition, Elsevier Academic Press, United States. Laurian, Y., Girma, J.P., Allain, J.P., Verroust, F., Larrieu, M.J., 1982, Washed Red Blood Cells in Haemophilia A Patients with Antibodi to Factor VII, Scand Journal of Haematol, 28:233-237, Lechner, K., Jager, U., 2010, How I Treat Autoimmune Hemolytic Anemias in Adults, The American Society of Hematology, vol 116, num 11. Liu, D., Ahmet, A., Ward, L., Krishanamoorthy, P., Mandelcorn, E. D., Leigh, R., et al, 2013, A Practical Guide to The Monitoring and Management of The Complications of Sistem Corticosteroid Therapy, Allergy, Asthma & Clinical Immunology, 9:30. Lockrey, G., and Lim, L., 2011, Peptic Ulcer Disease in Older People, J Pharm Pract Res, 41 (1), 58-61. Lu, Shin-Yu, Wu, Hong-Cheng, Kaohsiung, 2004, Initial Diagnosis of Anemia from Sore Mouth and Improved Classification of Anemias by MCV and RDW in 30 Patients, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod, 98:679-685. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Luo, J, C., Chang, F, Y., Lin, H, Y., Lu, R, H., Lu, C, L., Chen, C, Y., and Lee, S, D., 2002, The Potential Risk Factors Leading to Peptic Ulcer Formation in Autoimmune Disease Patients Receiving Corticosteroid Treatment, Aliment Pharmacol Ther, 16, 1241–1248. Mahmood, L., 2014, The Metabolic Processes of Folic Acid And Vitamin B12Deficiency, J Health Res Rev,1 (1), 5-9. March, M., 2014, Warm Autoimmune Hemolytic Anemia: Advances on Pathophysiology and Treatment, La Presse Médicale, e1-e8. Marcus, N., Attias, D., Tamary, H., 2014, Autoimmune Hemolytic Anemia Current Understanding of Pathophysiology, Congress of The European Hematology Association, 2014;8:331-338. Medscape, 2016, Drug Interaction Checker, http://reference.medscape.com/druginteractionchecker, diakses tanggal 28 Februari 2016. Meneghini, L. F., 2009, Early Insulin Treatment in Type 2 Diabetes, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2811460/, diakses pada tanggal 29 Februari 2016. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Formularium Nasional, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 328 Michel, M., 2011, Classification and Therapeutic Approaches in Autoimmune Hemolytic Anemia: An Update, Expert Review Hematol, 4(6):607618. Norfolk, D., 2013, Handbook of Transfusion Medicine, 5th Edition, TSO Information and Publishing, United Kingdom, p. 52. Oliva, A., Partemi, S., Arena, V., De Giorgio, F., Colecchi, C., Fucci, N., Pascali, V, L., 2008, Fatal Injection Of Ranitidin: A Case Report, J Med Case Reports, 2:232. Permono, B., Sutaryo, Ugrasena, I, D, G., Windiastuti, E., Abdulsalam, M., 2005, Buku Ajar Hematology-Onkology Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Indonesia. Reardon, J.E., Marques, M.B., 2006, Laboratory Evaluation and Transfusion Support of Patients With Autoimmune Hemolytic Anemia, American Society for Clinical Pathology, 2006;125(Suppl 1):S71-S77. Robinson, M., Stanley, S. R., Ciociola, A. A., Filinto, J., Zubaidi, S., Miner, P. B., Gardner, J. D., 2001, Synergy Between Low-Dose Ranitidine and Antacid in Decreasing Gastric and Esophageal Acidity and Relieving Meal-Induced Heartburn, Aliment Pharmacol Ther, 15: 1365-1374. Runyon, B. A., 2004, Management of Adult Patients With Ascites Due to Cirrhosis, Hepatology, vol. 39, no.3. Sarper, N., Kilic, S. C., Zengin, E., Gelen, S. A., 2011, Management of Autoimmune Hemolytic Anemia in Children and Adolescents: A Single Center Experience,Departement of Pediatric Hematology; Faculty of Medicine, Kocaeli University, Kocaeli, Turkey; 28: 198205. Sharma, C, V., and Mehta, V., 2013, Paracetamol: Mechanism and Update, Contin Educ Anaesth Crit Care Pain, 1-6. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 Sharma, S., Sharma, P., Tyler, L.N., 2011, Transfusion of Blood and Blood Products: Indications and Complications, American Family Physician, Vol. 83, No.6. Storm, B. L., Kimmel, S. E., 2006, Textbook of Pharmacoepidemiology, John Wiley & Sons Ltd., England, pp. 18. Sun, M.L., Forsberg, C., Karin, L.M., 2011, Normal Oral, Rectal, Tympanic and Axillary Body Temperature in Adult Men and Women: A Sistematic Literatur Review, Scand Journal of Caring; 2002; 16; 122-128. Tarsia, P., Aliberti, S., Cosentini, R., Blasi, F., 2005, Hospital Acquired Pneumonia, Breathe, 1:4. Voskuhl, R., 2011, Sex Differences in Autoimmune Diseases, Bio Sex Differ, 2:1. Warwick, C., 2008, Parasetamol and Fever Management, The Journal of The Royal Society for the Promotion of Health, Vol. 128, No. 6. Weinstein, R., 2012, Clinical Practice Guide on Red Blood Cell Transfusion, American Society of Hematology, 157:49-58. Wilson, R.F., Thal, A.P., Kindling, P.H., Grifka, T., Ackerman, E., 1965, Hemodynamic Measurements in Septic Shock, Arch Surgery, Vol.91. Yellin, A. E., Hassett, J. M., Fernandez, A., Geib, J., Adeyi, B., Woods, G. L., Teppler, H., et al, 2002, Ertapenem Monotherapy Versus Combination Therapy With Ceftriaxone for Treatment of Complicated Intra-Abdominal Infections in Adults, International Journal of Antimicrobial Agent, 20:165-173.. Zanella, A., Barcellini, W., 2014, Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemias, Journal of Haematologica, 99(10). Zeerleder, S., 2011, Autoimmune Haemolytic Anemia: A Practical Guide to Cope with A Diagnostic and Therapeutic Challenge, The Netherlands Journal of Medicine, Vol. 69, No.4. Zoorob, R, J., and Cender, D., 1998, A Different Look at Corticosteroids, Am Fam Physician, 58(2), 443-450. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 LAMPIRAN PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 Lampiran 1. Surat Keterangan Ethic Committee Approval PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 3. Kasus 1 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.26.55.54 (Kasus 1) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. SW Umur/JK: 43 tahun / Perempuan BB: 54 kg TB: 160 cm RPD: RPO: - Tanggal Rawat: 29/11/2013 – 09/12/2013 (11 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: High Output Heart Failure Keluhan Utama: lemas dan sesak nafas sejak 7 hari sebelum masuk RS Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan penderita AIHA tegak sejak 7 tahun sebelum masuk RS yang diterapi dengan MP, Hb rata-rata kurang lebih 10. kurang lebih sudah 1,5 tahun tidak kontrol ke RS Sardjito karena dikatakan Hb sudah membaik. Tidak minum obat lagi dan tidak ada keluhan. Sekitar 7 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan sesak saat beraktivitas. Hari masuk RS periksa ke penyakit dalam, Hb 4,7 kemudian dirujuk ke UGD. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT LYPMH MONO EO BASO RDW-SD Retik Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg g/dL x103/µL % % % % % fL Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 Pemeriksaan Kimia 26/11/13 18.9 1.32 4.7 18.8 204 81.4 14,2 4.2 0.1 0.1 29/11/13 10.7 1.32 4.8 13.9 104.7 36.3 34.7 243 88.2 8.4 2 1.1 0.3 18,3 01/12/13 11.68 2.54 8.1 24.6 106.8 31.8 32.8 198 90.7 6.6 1.8 0.2 0.2 28,5 04/12/13 6.1 2.71 8.9 26.8 108.7 32.9 33.4 175 86.8 7.1 4.7 1.1 0.3 29,6 08/12/13 6.4 3.05 10 29.8 107.5 32.7 33.6 176 71.4 18.3 10.2 0.1 0 25,1 TBil Satuan mg/dL Nilai Rujukan M: 0.02-1.4 ; F: 0.02-0.9 12/01/13 3.77 11/29/13 7.7 DBil mg/dL 0-0.2 0.83 0.61 LDH U/L 240-480 552 Pemeriksaan Hemostasis PPT INR Kontrol APTT Kontrol 29/11/13 14 1.02 14.7 36 33.8 Diagnosa:CROSS Coomb’s Test AC Mayor Minor Indirect Direct + 2+ 2+ 3+ 2+ 11.9 Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi Kesan Kesimpulan Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik leukositosis, reaktifitas netrofil Gambaran anemia ec susp. Defisiensi B12/asam folat (megaloblastik anemia) disertai proses inflamasi/infeksi bakteri 77 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 29/11/2013 Lemah cm Afebris 74 20 120/80 30/11/2013 Lemah cm 01/12/2013 Sedang cm Afebris 88 20 120/70 - - Lemas berkurang Keluhan 02/12/2013 Lemah cm 36 80 20 140/80 Sesak nafas berkurang 03/12/2013 Lemah cm 36 80 20 130/90 04/12/2013 Baik cm 36.5 88 20 130/80 - Lemas 05/12/2013 Baik cm 36.4 80 20 130/80 - Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian 125 mg/6 jam 125 mg/8 jam 125 mg/12 jam P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 06/12/2013 Baik cm 36.4 84 20 120/70 - 07/12/2013 Baik cm 36.4 64 20 150/90 - P Si So M P √ STOP √ √ √ Si So M P √ √ √ Si So M √ √ Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian 125 mg/6 jam 125 mg/8 jam 125 mg/12 jam P √ Si So M √ √ P Si So 08/12/2013 Cm 36.4 84 20 150/90 - M P √ √ Si So 09/12/2013 Baik cm 36.4 64 20 120/80 - M P √ √ Si So M STOP √ √ Assesment Pasien merupakan kasus AIHA lama, yang terdiagnosis sejak 7 tahun yang lalu. Pasien datang ke RS dengan Hb 4,7 g/dL. Pasien diberikan terapi antara lain: 1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 1-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari 78 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dosis yang diberikan pada hari 5-8 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari Dosis yang diberikan pada hari 9-11 yaitu 125 mg/12 jam atau sama dengan 250 mg/hari Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis terapi pada guideline 2. Transfusi PRC (Packed Red Cells) Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (1/12/2013) yaitu 8.1 g/dL. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.7 g/dL. Hari ke-3 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.1 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL. Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat: Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004). Plan/Rekomendasi 1. 2. 3. 4. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk anemia megaloblastik (DeLoughery, 2013). Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray). Bila perlu lakukan pemberian tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari, (Dipiro, 2008). Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 79 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 4. Kasus 2 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.29.80.61 (Kasus 2) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. N Umur/JK: 29 tahun / Perempuan BB: 50 kg TB: 160 cm RPD: - RPO: - Tanggal Rawat: 21/02/2009-26/02/2009 (6 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: Lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh badan terasa lemas, nafsu makan dan minum menurun namun tidak periksa. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS, pasien periksa ke RS Sardjito untuk cek lab, Hb=5,4; AL=7,1; AT=222. Keluhan lemas dan mual tidak diperiksakan. Hari masuk RS, karena keluhan menetap maka pasien periksa di poli UPD kemudian dirawat di bangsal. Pasien merupakan penderita AIHA yang tegak diagnosis sejak 26/06/07-09/07/07 dengan terapi pulang MP 8-4-0 kemudian 4-2-0 (selama opname mendapat transfusi PRC 4 kolf. tidak kontrol rutin). OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi Nilai Satuan 21/02/09 Rujukan WBC x103/µL 3.6-11.0 5,7 RBC x106/µL 3.8-5.2 0.86 HGB g/dL 11.7-15.5 4.5 HCT % 32-47 10.7 MCV fL 80-100 123.6 MCH pg 26-34 51.9 MCHC g/dL 32-36 42 PLT x103/µL 150-440 207 NEUT% % 50-70 55.2 LYPMH% % 20-40 37.1 MONO% % 2-8 5.3 EO% % 1-3 2.3 BASO% % 0-1 0.1 RDW fL 11,5-14,5 21,8 Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (22/02/09) Kesan Kesimpulan Susp. AIHA tipe cold Pemeriksaan Kimia 24/02/09 26/02/09 5.41 1.95 8.1 22.8 116.9 41.5 35.5 141 55 37.2 5 2.6 0.2 85,9 4.71 2.06 9.30 21.6 104.9 45.1 43.1 138 55.20 37.80 4.9 1.9 0.2 27,7 CROSS TBil DBil Tp Albumin SGOT/ AST SGPT/ ALT BUN Creatinin Asam Urat Fe Natrium (Na) Kalium (K) Chloride (Cl) GDS Globulin Mayor Minor 2+ 3+ Satuan mg/dL mg/dL g/dL U/L U/L mg/dL mg/dL mg/dL µg/dL mmol/L mmol/L mmol/L Coomb’s Test Nilai Rujukan M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 0-0.2 3.97-4.94 M: 10-40; F: 5-32 M: 10-50; F: 10-35 6-20 0.67-1.17 M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 M: 59-158; F: 37-145 135-146 3.4-5.4 95-108 Indirect Direct 0-0 21/02/09 3.46 0.35 7.3 3.78 30 9 10.7 0.82 6 87 138 3.4 106 99 3.52 4+ EKG Heart Rate 24/02/09 2.190 0.310 6.930 3.42 18 10 - 25/02/09 2.01 0.43 7.4 3.67 23 9 12.5 0.74 5.7 137 3.1 106 101 Sinus ritme 96 x/menit 80 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. MP 125 mg Inj. Ranitidine MP 4 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian 125 mg/6 jam 1A/12 jam Oral 8-4-0 P 21/02/2009 Sedang cm Afebris 88 20 100/60 22/02/2009 Cm Afebris 80 20 110/60 23/02/2009 Sedang cm Afebris 64 20 100/60 24/02/2009 Sedang cm Afebris 64 20 100/60 25/02/2009 Sedang cm Afebris 64 20 90/60 Lemas Nyeri perut, mual BAK warna teh Nyeri perut Nyeri perut Si So √ M P Si So M P Si So M P Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ P Si So √ √ STOP √ √ 26/02/2009 Sedang cm Afebris 76 20 90/60 - M P Si √ √ So M √ Assesment Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS, 3 hari sebelumnya dilakukan pemeriksaan dan dikatakan Hb pasien 5,4 g/dL. Pasien merupakan penderita AIHA yang terdiagnosis sejak 1,5 tahun yang lalu namun tidak rutin control. Pasien pulang dengan Hb 9,30 g/dL. Terapi yang diperoleh selama pasien rawat inap antara lain: 1. Metilprednisolon sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, sesuai dengan sumber acuan terapi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian metilprednisolon tablet 4 mg pada hari 5-6 dengan dosis per hari 2-1-0 atau sama dengan 8-4-0 mg/hari. Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi. Kondisi pasien semakin membaik ditunjukkan dengan peningkatan kadar Hb setelah pemberian terapi. 2. Ranitidin (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL) Pasien juga menerima terapi tambahan yaitu ranitidin injeksi yang termasuk dalam golongan antagonis reseptor H2 digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan salah satu efek samping dari metilprednisolon (Lockrey and Lim, 2011). Diberikan 50 mg setiap 6-8 jam perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva et all, 2008). Dosis yang diterima pasien pada hari 3-5 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 50 mg x 2 = 100 mg/hari. 3. Transfusi PRC (Packed Red Cells) Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-3 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-4 (24/02/2009) yaitu 8.1 g/dL. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.5 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.1 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL. 81 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004). 2. Dosis Kurang Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari. Dosis yang dianjurkan untuk mengatasi peptic ulser yaitu 150-200 mg/hari. Dosis yang diterima pasien belum dapat mengatasi keluhan nyeri perut pasien. Plan/Rekomendasi 1. 2. 3. 4. Monitoring kadar Hb dan Hct. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia megaloblastik. Memberikan ranitidin sesuai dengan dosis yang dianjurkan, terkait keluhan nyeri perut pasien yang belum teratasi. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008). 5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 82 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 5. Kasus 3 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.34.36.89 (Kasus 3) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. S Umur/JK: 28 tahun / Perempuan BB: 45 kg TB: 155 cm RPO: RPD: Tahun 2008 transfusi PRC 2 kolf, 2011 transfusi PRC 3 kolf dan darah putih 6 kantong Tanggal Rawat: 14/10/2013-19/10/13 (6 hari) Diagnosa Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) tipe mix Diagnosa Sekunder: Diabetes Melitus tipe lain Keluhan Utama: Lemas dan pusing berat sejak 1 minggu sebelum masuk RS Status keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan penderita AIHA sejak 2008 yang tidak rutin control. Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas, pusing, nafsu makan menurun dan demam. Pasien periksa ke salah satu RS dan opname selama 5 hari, dikatakan perlu transfusi kemudian dirujuk ke RS Sardjito. Hari masuk RS, pasien mengeluh semakin lemas, pusing, mata berkunang-kunang, telinga berdenging, dan berdebar-debar. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi WBC RBC HGB HCT MCV MCH PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% IG% Retikulosit Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg x103/µL % % % % % % % Pemeriksaan Kimia Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 14/10/13 27.06 0.18 2.4 2.5 138.9 133 194 52.7 40.4 6.6 0.2 0.1 M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 35.00 17/10/13 7.6 2.3 8.3 24.3 105 35.9 187 86 8 3.5 0.2 0.2 19/10/13 7.53 2.28 9.7 27.4 120 42.4 231 72.7 18.2 8.6 0.4 0.1 Hasil Pemeriksaan Skrining Antibodi (15/10/13) Kesimpulan Kesan Golongan darah pasien adalah B rhesus D positif Didapatkan adanya auto dan alloantibody yang bereaksi terhadap seluruh sel panel yang diujikan pada suhu 200C dan 370C Mendukung diagnosis AIHA tipe warm dan cold Tbil Dbil Albumin SGOT/AST SGPT/ALT BUN Creatinin Asam Urat Fe TIBC IBC INDEX SAT GDS LDH Bilirubin Urobilin pH Blood/Darah Leukosit Bakteri Satuan mg/dL mg/dL g/dL U/L U/L mg/dL mg/dL mg/dL µg/dL µg/dL µg/dL % U/L µmol/L µmol/L mg/L Leu/ul Nilai Rujukan M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 0-0.2 3.97-4.94 M: 10-40; F: 5-32 M: 10-50; F: 10-35 6-20 0.67-1.17 M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 M: 59-158; F: 37-145 250-478 112-346 20-50 Darah: 70-110; Urin: <0.5 g/24jam 240-480 <8,4: Negatif 1: Normal <7: Asam ; >7: Basa <0,2: Negatif <24: negatif 0-100/mL 14/10/13 5.6 2.43 3.59 57 29 19.2 0.65 8 195 197 2 99 139 1841 0.5 12 6.5 0.06 Neg 127 83 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (14/10/13) Kesan Kesimpulan Saran HB-AE-AL-AT Hasil Pemeriksaan (14/10/2013) PPT 19.9 INR 1.61 Kontrol 14.8 APTT 19 Kontrol 33 Diagnosa:- Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit (leukositosis), pergeseran ke kiri, hipersensifitas netrofil Gambaran leukoeritroblastik ec susp. Proses hemolitik dd. Perdarahan dd. Anemia megaloblastik, dd severe lupention dd keganasan Monitor DT Retikulosit Bilirubin HB-AL-AE-AT - Mayor Minor indirect Direct CROSS Coomb’s Test AC 2+ 3+ + + - EKG STC Heart Rate 125 x/menit Hemostasis Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Parasetamol 500 mg Inj. Ceftriaxone Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian Oral 3x1 1 gram/12 jam 125 mg/6 jam 125 mg/8 jam 14/10/2013 Cm 37 100 20 110/60 Lemas, pusing P √ √ 15/10/2013 Sedang cm 37.1 100 20 110/70 Lemas 16/10/2013 Sedang cm 36.8 100 20 100/60 Pusing 17/10/2013 Sedang cm Afebris 80 20 110/70 Lemas, pusing Si So M P Si So M P Si So M P √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Si So STOP √ 18/10/2013 Sedang cm 36.6 80 20 110/70 - M P √ √ √ √ Si So √ 19/10/2013 Sedang cm Afebris 80 20 120/80 - M P √ √ √ √ Si So M √ √ √ √ Assesment Pasien merupakan penderita AIHA sejak 5 tahun yang lalu, namun tidak rutin kontrol. Pasien datang dengan Hb 2,4 g/dL dan pulang dengan Hb 9,7 g/dL. Selama rawat inap di RS, pasien mendapatkan terapi antara lain: 1. Parasetamol sebagai antipiretik untuk menurunkan demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal (34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.80C), axillary (35.5-37.00C) (Sun, 2011). Dosis yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari (American Pharmacists Association, 2007). Diberikan pada hari pertama pasien rawat inap dengan dosis 3x500 mg atau sama dengan 1500 mg/hari, pasien mengeluh demam. Selanjutnya tidak diberikan lagi karena pemeriksaan tanda vital suhu tubuh pasien normal dan tidak ada keluhan demam dari pasien. 84 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. 3. 4. Inj. Ceftriaxone (Vial: 1 gram) Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Diberikan penuh selama pasien rawat inap dengan dosis 1gram/12jam atau sama dengan 2gram/hari. Pemeriksaan WBC pasien pada hari pertama rawat nap (14/10/13) menunjukkan peningkatan, hasil pemeriksaan netrofil pasien juga menunjukkan nilai diatas normal, diduga pasien mengalami infeksi bakteri. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian secara iv yaitu 2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Hasil lab pasien menunjukkan adanya perbaikan kondisi pasien setelah diberikan terapi antibiotik. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 1-3 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, Dosis yang diberikan pada hari 4-6 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari Dosis yang diberikan sesuai, kondisi pasien membaik dapat dilihat dari kadar Hb semula 2,4 g/dL kemudian setelah diberikan terapi menjadi 9,7 g/dL. Transfusi PRC Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-4 (17/10/2013) yaitu 8.3 g/dL. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 2.4 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 8.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Anemia megaloblastik dapat dilihat dari hasil pemeriksaan yang menunjukkan nilai RDW melebihi normal dan MCV >100 fL, (Lu and Wu, 2004).. Namun pada kasus ini tidak ditemukan pemeriksaan RDW. Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari, untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik. 2. Monitoring Hb dan Hct pasien 3. Monitoring penggunaan ceftriaxone, karena obat tersebut termasuk dalam golongan obat yang dapat menginduksi terjadinya drug-induced hemolytic anemia (Reardon, 2006). 4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008). 5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 85 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 6. Kasus 4 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.40.13.56 (Kasus 4) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. SK Umur/JK: 32 tahun / Perempuan BB: 57 kg TB: 153 cm RPD: RPO: pengobatan di RS Cilacap Infus RL 20 tpm; Inj. Radin 1A/12jam; Inj. Dexamethasone 1A/12jam Tanggal Rawat: 08/01/2009-14/01/2009 (7 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: lemas (kiriman dari RS Cilacap dengan Anemi post melena) Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Sekitar 4 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas namun tidak periksa. Sekitar 2 hari sebelum masuk RS, badan tengah pasien berwarna kuning. Pasien periksa ke RS Cilacap opname 1 hari, dikatakan Hb=4,2; direct +4; mayor +; minor +; AL 13,46; AT 205; rhesus + sehingga tidak dilakukan transfusi. Diagnosis sementara: Anemia post melena. Rujuk ke RS Sardjito. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi Pemeriksaan Kimia Satuan Nilai Rujukan WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% RDW-SD x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg g/dL x103/µL % % % % % fL Retikulosit % 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 EKG Heart Rate STC 108 x/menit 07/01 /09 13.46 1.11 4.2 12.5 112.6 37.8 33.6 205 24,3 08/01/ 09 18.2 1.44 5.4 15.5 107.7 37.3 34.7 241 64.3 29.5 5.6 0.2 0.4 26,3 13/01/ 09 5.8 3.96 13.3 38.7 97.7 33.4 34.2 110 85.8 10.7 2.8 0.1 0.6 24,4 Nilai Rujukan Satuan 07/01/2009 08/01/2009 09/01/2009 TBil M: 0,02-1,4; F: 0,02-0,9 mg/dL 0.9 3.92 3.92 DBil 0-0,2 3,97-4,94 mg/dL 0.18 0.69 0.69 4.57 4.57 SGOT M: 5-40; F: 5-32 U/L 34 15 15 SGPT M: 10-50F: 10-35 U/L 29 12 12 BUN 6-20 mg/dL 13 13 0,67-1,17 M: 3,4-7,0; F: 2,4-,7 mg/dL 0.9 0.65 0.65 mg/dL 4.8 5 5 7.4 7.432 Albumin Creatinine Asam Urat g/dL pH 7,30-7,45 Fe M: 59-158 µg/dL 250,00-478,00 µg/dL - 665 IBC 112-346 µg/dL - 409 Natrium 135-146 mmol/L 137 137 Kalium 3,4-5,4 mmol/L 3.92 3.92 95-108 mmol/L 104.6 104.6 TIBC Chloride 256 86 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pemeriksaan imunologi (09/01/2009) Hasil: non-reactive, Feritin: 883,7 µg/mL Darah: 70-110; Urin: <0.5 g/24jam GDS Kolesterol 127 mg/dL 0-200 127 104 . Hasil Pemeriksaan Thorax PA Dewasa Diagnosa: Anemia Hemolitik Kesan: Susp. Oedem pulmo, cor normal Hasil Pemeriksaan Hemostasis (08/01/2009) PPT 12.6 INR 1 Kontrol 14.3 APTT 30.6 Kontrol 32.3 Diagnosa:Mayor Minor Indirect Direct CROSS Coomb’s Test AC Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (08/01/09): Gambaran leukoeritoblastik, DD Hemolitik, DD infeksi, DD Mielofibrosis 2+ 4+ 2+ 4+ - Pemeriksaan Iso Serology-Immunology (19/01/09) Kesimpulan: Golongan darah O rhesus positif Ditemukan adanya autoimmune antibody (DCT:pos), juga komponen-komplemen C3 yang coated pada sel darah merah OS in vivo Ditemukan adanya irregular alloantibody non-spesifik yang bebas di dalam serum pasien yang reaktif pada suhu 20 0C terhadap semua sel panel Kesan: Penderita AIHA tipe dingin Saran: Transfusi darah tidak disarankan Dokter yang merawat sebaiknya menelusuri kemungkinan penyebab terjadinya AIHA (dari obat atau penyakit lain yang mendasari) Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 08/01/2009 Lemah cm Afebris 100 20 130/80 - Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. MP 125 mg MP 125 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian 125 mg/6 jam Pre transfusi P Si S o 09/01/2009 Sedang cm Afebris 100 20 130/80 - M 10/01/2009 Sedang cm Afebris 88 20 110/70 - 11/01/2009 12/01/2009 Sedang cm Afebris 84 16 110/70 - 36 88 20 - 13/01/2009 Sedang cm Afebris 72 16 110/60 - 14/01/2009 Sedang sm Afebris 72 18 110/70 - P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ P Si So M STOP √ Assesment Pasien datang dengan keluhan lemas dan Hb 4,2 g/dL. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan pasien mengalami cold AIHA. Keadaan pasien membaik setelah diberikan terapi, dengan Hb pulang 13,3 g/dL.Terapi yang didapatkan pasien selama rawat inap antara lain: 1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) 87 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari. Pada pasien dengan cold AIHA pemberiannya dilakukan bila terjadi severe anemia, yaitu kadar Hb <7 g/dL (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 2-6 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari kemudian dihentikan pada hari ke-7 dan dilanjutkan dengan metilprednisolon oral untuk terapi di rumah. Selain itu juga diberikan metilprednisolon (ekstra) sebelum dilakukan transfusi dengan dosis 125 mg. Pemberian metilprednisolon bagi penderita cAIHA dilakukan apabila pasien mengalami severe anemia, yaitu kadar Hb < 8 g/dL (Zanella et al, 2014). Terapi yang dilakukan sudah sesuai dilihat dari kadar Hb pasien semula 4,2 g/dL menjadi 13,3 g/dL. 2. Transfusi PRC Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 2-4 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-6 (13/01/2009) yaitu 13.3 g/dL. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.2 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 13.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL. Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004) Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah anemia megaloblastik 2. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien. 3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008). 4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 88 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 7. Kasus 5 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.45.97.06 (Kasus 5) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. J Umur/JK: 37 tahun / Perempuan BB: 35 kg TB: 150 cm RPD: RPO: - Tanggal Rawat: 05/02/2010-25/02/2010 (21 hari) Diagnosa Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) tipe mix Diagnosa Sekunder: Congestif Heart Failure cf II ec Anemia Heart Disease, Riwayat infeksi saluran kemih et causa E. Coli, Iskhemik Hepatopati Keluhan Utama: lemas dan sesak, rencana transfuse (rujukan dari RSUP Purworejo dengan diagnosis Anemia Hemolitik, cross match (+) tidak ada darah yang cocok). Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Sekitar 10 hari sebelum masuk RS, OS mulai mengeluh sering lemas. Periksa ke RSUD Purworejo dikatakan anemia karena sel darah merah rusak. Direncanakan transfusi darah namun tidak cocok sehingga dirijuk ke RS Sardjito. Mata dan kulit kuning, BAK teh. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% RDW-SD Retikulosit Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL pg g/dL x103/µL % % % % % fL % Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 05/02/10 25.97 0.13 2.3 2.2 169.2 176.9 104.5 95 51.2 44.2 4,3 0,1 0.2 20.50% 07/02/10 23.1 0.78 7.3 11.5 148.8 94.3 63.4 68 55.1 41.5 3,3 0,1 0 14,7 08/02/10 23.39 0.92 4.2 9.6 104.4 45.5 43.6 79 53.2 30.4 1,7 0,5 1.4 34,1 09/02/10 15.84 1.19 5.5 11.7 98.2 46.5 47.3 57 82.8 3.4 2,2 0,7 0.6 33,3 11/02/10 11.5 1.31 6.3 14 106.9 48.1 45 44 51.5 42.2 5,8 0 0.5 15/02/10 7.64 2.12 7.4 21.3 100.5 34.8 34.6 105 95.1 2.4 1.1 1.1 0 17/02/10 9.2 2.38 8.6 26.4 110.7 36 32.5 151 74 19.2 6,8 0 0 14,7 18/02/10 10.6 4.68 11.8 35.1 74.9 25.1 33.5 228 60 26.5 11,9 1,5 0.1 34,1 22/02/10 4.66 2.72 10.1 31.7 116.5 37.1 31.9 218 47.4 6.2 4.5 0 1.9 5.8% (0.5-1.5) . CROSS Coomb’s Test mayor minor indirect direct 4+ 4+ 4+ 4+ Pemeriksaan Imunologi (09/02/10) HBsA (ME): Non reactive Microbiology Chart Report (09/02/10) Resisten: Ampicillin, Chloramphenicol, Ciprofoxacin, Nalidixic Acid, Norfloxacin, Sulfamethoxazole, Tetracycline, Tobramycin, Trimethoprim 89 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pemeriksaan Kimia Satuan TBil mg/dL DBil Protein Tot Albumin SGOT SGPT BUN Creatinine Asam Urat pH Fe TIBC IBC Natrium Kalium Chloride LDH mg/dL µg/dL µg/dL µg/dL mmol/L mmol/L mmol/L IU/L GDS mg/dL Gamma GT Alp Ca g/dL U/L U/L mg/dL mg/dL mg/dL Pemeriksaan Urin Nilai Rujukan M: 0.02-1.4; F: 0.020.9 0-0.2 3.97-4.94 M: 5-40; F: 5-32 M: 10-50; F: 10-35 6-20 0.67-1.17 2.4-7.0 7.30-7.45 M: 59-158;F: 37-145 250-478 112-346 135-146 3.4-5.4 95-108 266-500 Darah: 70-110 Urin: <0.5 g/24jam 05/02/10 07/02/10 11/02/10 15/02/10 18/02/10 22/02/10 22.19 28.87 13.2 8.79 5.85 3.95 13.2 2.83 883 280 24.1 0.5 8.2 7.273 274 516 242 133 4.3 106 5.09 16.15 152 272 2.5 7.401 142.3 2.74 113.3 4220 8.33 5.12 2.15 73 144 23.6 0.76 2.5 4.11 4.69 2.26 62 122 2.61 1.64 - - IU/L 7-64 - 26 IU/L mmol/L 32-92 2.1-2.54 0.51 42 144.3 2.12 100.7 2694 77 165 2.7 136 2.3 99 1721 134 23 100 2.91 68 174 12 0.58 2.4 137 2.5 96 Glukosa Protein Bilirubin Urobilin pH Blood/Darah Keton Nitrit Leukosit Bakteri Nilai Rujukan <1,6: Normal <0,1: Negatif <8,4: Negatif 1: Normal <7: Asam ; >7: Basa <0,2: Negatif <1: Negatif 0,8-5 <24: Negatif Satuan 05/02/10 mmol/L g/L µmol/L µmol/L N +1 +2 N 5.5 mg/L mmol/L mg/L Leu/ul +3 +2 + Gambaran Sediaan Apus Darah tepi Kesan Golongan darah O rhesus positif Ditemukan adanya autoimmune antibody (DCT Elevate positive) juga anti Ig-G dan komponen komplemen C3 yang coated pada sel darah merah OS in vivo Dalam serum OS ditemukan adanya irregular alloantibody non-spesifik yang reaktif paa suhu 200C dan 370C terhadap semua sel panel dan sel sendiri Kesimpulan Saran AIHA tipe dingin dan hangat Tidak disarankan transfuse darah 198 Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan 05/02/2010 Lemah cm 36.7 104 32 110/70 Lemas dan sesak 06/02/2010 Lemah cm 36.7 104 32 100/70 Lemas 07/02/2010 Sedang cm Afebris 96 24 130/70 Lemas 08/02/2010 Sedang cm 37 96 24 120/80 Lemas 09/02/2010 Sedang cm 37.2 92 24 140/70 - 10/02/2010 Lemah cm 38.1 120 24 140/60 - 11/02/2010 Lemah cm 38 96 20 130/70 - 90 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. Furosemid Inj. Cefotaxime Inj. Furosemid ekstra Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg MP 16 mg MP 16 mg Asam Folat Mikofenolat mofetil Furosemid Transfusi WRC Dosis dan Cara Pemberian 1A/8jam (↓12jam) 1 gram/8jam 2 Ampul 125 mg/6 jam 125 mg/12 jam Oral 5-3-0 Oral 2-1-0 3x1 2x500 Oral 1-0-0 P Si So M P Si So √ √ √ √ 12/02/2010 Lemah cm 38.1 106 20 130/60 Lemas 13/02/2010 Lemah cm 38 88 16 140/50 BAB lembek M √ P √ Si √ So √ M √ P √ Si So √ √ M √ P √ Si √ So M P √ √ √ √ √ √ √ √ Si So √ √ M P √ √ √ √ √ √ √ Si So M √ √ √ √ √ √ Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. Furosemid Inj. Cefotaxime Inj. Furosemid ekstra Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg MP 16 mg MP 16 mg Asam Folat Mikofenolat mofetil Furosemid Transfusi WRC Dosis dan Cara Pemberian 1A/8jam (↓12jam) 1 gram/8jam 2 Ampul 125 mg/6 jam 125 mg/12 jam Oral 5-3-0 Oral 2-1-0 3x1 2x500 Oral 1-0-0 P Si √ √ √ √ So M P √ √ √ √ √ √ √ Si √ 14/02/2010 Lemah cm 37 100 20 150/60 Nyeri perut So M P √ √ √ √ √ √ Si 15/02/2010 Lemah cm 37.4 88 20 130/60 Lemas So M P √ √ √ √ STOP √ √ Si 16/02/2010 Sedang cm 36.8 98 20 130/60 - So M P √ √ √ STOP √ √ Si √ 17/02/2010 Sedang cm 37.1 74 18 140/60 Nyeri perut So M P √ √ √ √ √ Si 18/02/2010 Sedang cm 36.8 88 20 130/70 Lemas So M P √ √ √ √ Si So M √ √ √ √ √ 91 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan 19/02/2010 Sedang cm 36.8 84 20 130/80 Lemas 20/02/2010 Sedang cm 37 90 20 120/70 BAB lembek 21/02/2010 22/02/2010 Sedang cm Afebris 92 20 120/70 BAB lembek 23/02/2010 Sedang cm 36.8 90 20 120/70 - 24/02/2010 Sedang cm 36.8 104 20 120/80 - 25/02/2010 Sedang cm 36.8 104 20 120/80 - Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. Furosemid Inj. Cefotaxime Inj. Furosemid ekstra Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg MP 16 mg MP 16 mg Asam Folat Mikofenolat mofetil Furosemid Transfusi WRC Dosis dan Cara Pemberian 1A/8jam (↓12jam) 1 gram/8jam 2 Ampul 125 mg/6 jam 125 mg/12 jam Oral 5-3-0 Oral 2-1-0 3x1 2x500 Oral 1-0-0 P Si √ STOP √ √ So M P √ √ √ Si √ So M P √ √ √ √ Si √ So M P √ √ √ √ Si √ So M P √ √ √ √ Si √ So M √ √ P Si So M P Si √ √ √ So M STOP √ √ Assesment 1. Furosemide (Inj (amp) 20 mg/2mL; Tab 40 mg) Diberikan pada hari 5-14 pasien rawat inap dengan dosis 1A/8jam 60 mg/hari Pada hari ke-12 pasien rawat inap tidak diberikan. Pada hari ke-5 pasien rawat inap diberikan injeksi furosemid ekstra dengan dosis 2 ampul 40 mg Lasix tablet diberikan pada hari ke-21 pasien rawat inap dengan dosis 1-0-0 atau sama dengan 40 mg/hari. Digunakan untuk mengatasi edema yang disebabkan oleh congestive heart failure, yang merupakan suatu kondisi dimana jumlah darah yang masuk ke jantung tiap menitnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen. 2. Cefotaxime (vial 1 gram) Merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Hasil pemeriksaan WBC pasien menunjukkan nilai diatas normal, selain itu hasil pemeriksaan bakteri pada urin pasien menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan leukosit pada urin pasien tidak ditemukan, pemeriksaan urin yang menunjukkan adanya leukosit pada urin dengan jumlah >10 WBC/mm3 (pyuria) merupakan salah satu gejala infeksi saluran kemih (Dipiro, 2008). Pemeriksaan suhu tubuh pasien juga mengalami demam pada hari ke-6 rawat inap di rumah sakit kemudian kembali normal setelah pemberian terapi. Hasil pemeriksaan menunjuukan pasien terinfeksi bakteri E.coli, dimana cefotaxime merupakan antibiotik golongan sefalosporin bersifat bakterisidal yang efektif untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif, diberikan dengan dosis 2 gram tiap 8 jam secara iv (Runyon, 2004). Diberikan pada hari 6-19 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/8jam 3 gram.hari. 92 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 2-9 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, Dosis yang diberikan pada hari ke-10 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari Metilprednisolon tablet 16 mg Pada hari 11-13 diberikan dengan dosis 5-3-0 atau sama dengan 80-48-0 mg/hari Pada hari 14-20 diberikan dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 32-16-0 mg/hari Terapi yang diberikan sudah sesuai, dapat dilihat kondisi pasien yang membaik dengan Hb awal 2,4 g/dL meningkat menjadi 10,1 g/dL 4. Asam Folat (400mcg) Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1mg/hari (DeLoughery, 2013). Pemeriksaan lab pasien menunjukkan peningkatan RDW, yang merupakan salah satu tanda anemia megaloblastik. Diberikan selama pasien rawat inap dengan dosis 3x1 atau sama dengan 1.2 mg/hari (Obat dipegang pasien sendiri). 5. Mikofenolat Mofetil (Tab 500 mg) Merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi autoimun (imunosupresan), selain itu juga merupakan lini ke-3 terapi AIHA (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan untuk AIHA yaitu 1000 mg/hari diberikan dalam 2 kali (Howard, 2001). Diberikan bersama penggunaan metilprednisolon selama pasien rawat inap dengan dosis 2x1tablet (500 mg) sehari atau sama dengan 1000 mg/hari.(Obat dipegang pasien sendiri) 6. Transfusi WRC (Washed Red-blood Cells) Transfusi WRC dilakukan pada pasien dengan severe anemia atau hematocrit antara 17-27% (Laurian 1982). Dilakukan transfusi WRC (jumlah leukosit dan trombositnya lebih rendah dari PRC) pada pada tanggal 5,6,8,10, 13 Februari 2010, nilai hematocrit pasien : Tgl 05 07 08 09 11 15 17 18 20 22 Hct 2.2 11.5 9.6 11.7 14 21.3 26.4 35.1 27.1 31.7 Evaluasi DRPs 1. Dosis Kurang Interaksi obat antara asam folat dengan furosemid, dimana furosemid menurunkan kadar asam folat dengan meningkatkan clearance di ginjal. Tergolong dalam interaksi minor (Medscape, 2016). 2. Interaksi dan Efek Samping Obat Ditemukan interaksi antara metilprednislon dan furosemid, dimana interaksi yang ditmbulkan secara sinergisme farmakodinamik yang kemungkinan dapat menyebabkan hipokalemia dan merupakan interaksi minor (Medscape, 2016). Salah satu fungsi furosemide adalah untuk mengatasi hypokalemia. Plan/Rekomendasi 1. Monitoring kadar kalium sebagai akibat interaksi metilprednisolon dengan furosemide, serta memberikan jarak antara pemberian furosemide dengan asam folat dan metilprednisolon 2. Monitoring penggunaan cefotaxime yang merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang diduga dapat menginduksi drug-induced hemolytic anemia (Reardon, 2006). 3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008). Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 93 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 8. Kasus 6 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.50.03.95 (Kasus 6) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. P Umur/JK: 26 tahun / Perempuan BB: 40 kg TB:151 cm RPO: RPD: setahun yang lalu pernah mengalami keluhan serupa kemudian berobat ke puskesmas dan diberikan obat penambah darah 6 tablet (Hb=7.1). Tanggal Rawat: 30/10/2010-3/11/2010 (5 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: lemas sejak 1 minggu sebelum masuk RS Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: 1 minggu sebelum masuk RS, OS mengeluh lemas, pusing, dan berdebar-debar dirasakan ketika melakukan aktivitas sehari-hari. OS dibawa ke RS Jebukan dan dirawat selama 5 hari, direncanakan untuk transfusi darah namun tidak cocok kemudian OS pulang. Sekitar 2 hari sebelum masuk RS, OS kembali mengeluh lemas dan berdebar-debar. OS dibawa ke RS Rama Husada kemudian dirawat dan direncanakan untuk transfusi darah namun tidak cocok sehingga dirujuk ke RS Sardjito. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Kimia Pemeriksaan Hematologi Satuan mg/dL mg/dL g/dL U/L U/L mg/dL mg/dL mg/dL Tbil Dbil Albumin SGOT/AST SGPT/ALT BUN Creatinine Asam Urat pH Fe TIBC IBC Natrium/Sodium Kalium/Potasium Chloride LDH µg/dL µg/dL µg/dL mmol/L mmol/L mmol/L IU/L GDS mg/dL Nilai Rujukan M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 0-0.2 3.97-4.94 M: 5-40; F: 5-32 M: 10-50; F: 10-35 6-20 0.67-1.17 M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 7.30-7.45 M: 59-158; F: 37-145 250-478 112-346 135-146 3.4-5.4 95-108 266-500 Darah: 70-110 Urin: <0.5 g/24jam 30/10/2010 2.03 0.27 3.81 27 13 10 0.67 3.5 7.502 223 256 33 133 4.1 100 1590 WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% IG% Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL pg g/dL x103/µL % % % % % % Retikulosit % Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 05/02/10 14.49 0.87 3.4 11.3 129.8 38.9 30 314 67.8 20.3 3.7 3.4 0.4 23,8 07/02/10 16.6 1.59 6.1 17.5 110 38.4 35 256 80 17.5 1.5 0.8 0.2 32,7 08/02/10 9.04 9.04 11.4 163 83.5 11.4 3.3 0.14 0.1 15.20 98 94 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pemeriksaan Imunologi HBsAg(ME): non-reactive Diagnosa:Mayor Minor Indirect Direct CROSS Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi Kesimpulan: Observasi leukoeritroblastik disertai gambaran anemia hemolitik Coomb’s Test AC (adakah gangguan fungsi hepar?), DD/ Anemia megaloblastik EKG Heart Rate 3+ 4+ + 4+ STC 110 x/menit Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan 30/10/2010 Lemah cm 37.6 120 24 120/60 Lemas, demam 31/10/2010 Sedang cm 36.3 88 20 110/70 lemas 01/11/2010 Sedang cm 37.5 86 16 110/70 Lemas, demam 02/11/2010 03/11/2010 37,5 84 20 120/80 demam 37.1 84 20 120/80 Demam Penatalaksanaan Obat Nama Obat Parasetamol Asam Folat Inj. MP 125 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian Oral 3x1 Oral 3x1 125 mg/6jam P √ S o √ √ √ Si √ √ M √ P √ Si So √ √ √ √ M P √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Si So M √ √ √ √ √ √ √ P Si So M P Si So M √ Assesment Pasien merupakan rujukan dengan keluhan lemas, pusing, berdebar-debar. Di RS sebelumya sempat direncanakan transfusi namun tidak cocok. Pasien masuk RS Sardjito dengan Hb 3,4 g/dL dan keluar dengan Hb 11,4 g/dL yang menunjukkan kondisi pasien membaik. Terapi yang didapatkan selama rawat inap antara lain: 1. Parasetamol 500 mg Sebagai antipiretik untuk menurunkan demam (Warwick, 2008). Suhu normal oral (33.2-38.20C), rectal (34.4-37.80C), tympanic (35.4-37.80C), axillary (35.5-37.00C) (Sun, 2011). Dosis yang diberikan untuk mengatasi demam yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari (American Pharmacists Association, 2007). Diberikan pada hari pertama pasien rawat inap (37.60C) 1x pada sore hari atau sama dengan 500 mg/hari Diberikan pada hari kedua pasien rawat inap (36.30C) 1x pada sore hari atau sama dengan 500 mg/hari Diberikan pada hari ke-3 (37.20C), hari ke-4 (370C), hari ke-5 (37.10C) 3xsehari atau sama dengan 1500 mg/hari. Dosis kurang 2. Asam Folat (tab 400 mcg) Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1mg/hari (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004). Diberikan selama pasien rawat inap dengan dosis 3x1 atau sama dengan 1.2 mg/hari. 3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) 95 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 1-5 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari. Terapi yang diberikan sudah sesuai dilihat kondisi pasien yang membaik, kadar Hb semula 3,4 g/dL menjadi 11,4 g/dL. 4. Transfusi PRC Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Transfusi dilakukan pada hari 1 dan 2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3.4 g/dL. Hari ke-4 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 11.4 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL. Evaluasi DRPs 1. Dosis Kurang Parasetamol untuk mengatasi demam dibutuhkan dosis 1950-3900 mg/hari, dosis yang diterima pasien 1500 mg/hari belum cukup untuk mengatasi demam pasien. Plan/Rekomendasi 1. Memantau kondisi pasien terkait suhu dan keluhan demam, kemudian memberikan parasetamol sesuai dengan dosis literatur. 2. Monitoring kadar Hb dan Hct pasien. 3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) untuk memantau efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008). 4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 96 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 9. Kasus 7 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM01.53.29.12 (Kasus 7) SUBJEKTIF Nama Pasien: Tn. L Umur/JK: 35 tahun / Laki-laki BB: TB: RPD: RPO: - Tanggal Rawat: 30/05/2011-14/06/2011 (16 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Anemia Gravis (anemia karena kadar hb berkurang < 7 g/dL) Keluhan Utama: Lemas dan demam Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Sekitar 28 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh demam, kemudian periksa dan membaik. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS, pasien mengeluh demam dan lemas kemudian opname di RS Emanuel dan dikatakan Hb turun namun tidak dilakukan transfusi darah karena tidak cocok. Dirujuk ke RS Sardjito. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% RDW-SD Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg g/dL x103/µL % % % % % fL Retikulosit % GDP LDH Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 31/05/11 12.66 1.22 6.5 14.1 115.6 53.3 46.1 255 68.2 21 10,7 0 0.1 62,8 03/06/11 22.59 1.35 6.3 16.1 119.3 46.7 39.1 301 82 13.4 4,4 0,0 0.2 71,5 07/06/11 17.03 1.77 7.3 21.3 120.3 41.2 34.3 255 89.2 5.2 5,5 0 0.1 78,8 08/06/11 20.44 1.89 7.4 22.5 119 39.2 32.9 249 96.7 2.4 0.7 0 0.2 77,7 11/06/11 11.79 2.01 8 24.8 123.4 39.8 32.3 260 84.9 8.5 5.8 0.2 0.6 78,3 14/06/11 9.38 2.65 10.5 31.8 120 39.6 33 295 93 3.3 3.5 0 0.2 68,3 10.6 100 542 Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (08/06/11) Kesan: Anemi dengan proses infeksi bakterial dan viral Diagnosa:CROSS Coomb’s Test AC mayor minor indirect direct 4+ 4+ EKG Heart Rate Sinus ritme 90 x/menit Pemeriksaan Iso Serology-imunology (09/06/11) Kesimpulan: Golongan darah A rhesus positif Ditemukan adanya autoimmune antibody (DCT:pos), juga anti IgG dan kompo sel darah merah OS in vivo Ditemukan adanya irregular alloantibody non-spesifik yang bebas di dalam seru dan 370C terhadap semua sel panel Kesan: Penderita AIHA tipe hangat dan dingin . 97 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 30/05/2011 Sedang cm 36.5 90 18 110/70 Lemas Keluhan 31/05/2011 Cm 36.8 90 18 120/80 lemas 01/06/2011 Cm 37 80 16 110/70 lemas 02/06/2011 Cm 36 80 18 120/80 Lemas 03/06/2011 Cm 36.4 90 18 120/70 lemas 04/06/2011 Cm 36.2 90 18 120/80 Lemas 05/06/2011 Cm 36.5 80 18 110/70 Lemas Penatalaksanaan Obat Nama Obat Asam folat Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Inj. Pantozol Inj. MP 125 mg MP 16 mg Dosis dan Cara Pemberian Oral 2x400 mcg 1A/8jam 1A/12jam 1x1A 125 mg/24jam Oral 2-2-0 P Si So M P Si So √ √ M P √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ Si So M √ √ √ Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan 06/06/2011 Cm 36.2 80 18 120/80 Lemas 07/06/2011 Cm 36.4 80 18 120/80 Nyeri perut, mual 08/06/2011 Cm 36.2 90 18 120/80 Mual, lemas 09/06/2011 Cm 36.8 80 18 110/70 Lemas 10/06/2011 Cm 36 80 18 100/70 Lemas 11/06/2011 Cm 36.2 70 16 110/70 Lemas berkurang 12/06/2011 Cm 36.6 80 18 110/80 Merasa lebih baik Penatalaksanaan Obat Nama Obat Asam folat Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Inj. Pantozol Inj. MP 125 mg MP 16 mg Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Dosis dan Cara Pemberian Oral 2x400 mcg 1A/8jam 1A/12jam 1x1A 125 mg/24jam Oral 2-2-0 P √ √ Si So M P √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ Si S o M P √ √ Si S o M P √ √ Si S o M P √ √ Si S o M P √ √ S o M √ STOP √ √ √ √ √ √ √ √ STOP √ √ √ √ √ 13/06/2011 Cm Si STOP √ 14/06/2011 Cm 98 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 36.1 90 18 110/70 Baik Keluhan 36 80 18 110/70 - Penatalaksanaan Obat Nama Obat Asam folat Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Inj. Pantozol Inj. MP 125 mg MP 16 mg Dosis dan Cara Pemberian Oral 2x400 mcg 1A/8jam 1A/12jam 1x1A 125 mg/24jam Oral 2-2-0 P √ Si So M P √ √ √ √ Si So M √ STOP √ √ Assesment 1. Folavit (Asam Folat tablet 400 mcg) Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif yang terjadi pada penderita AIHA, diberikan dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Diberikan selama pasien rawat inap dengan dosis 2x1 tab atau sama dengan 0.8 mg/hari 2. Medixon (Komposisi: methylprednisolone (vial 125 mg)) Diberikan pada hari 2-8 dengan dosis 1A/8jam atau sama dengan 375 mg/hari. Diberikan pada hari 9-12 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 250 mg/hari 3. Pantozol (Komposisi: pantoprazole (vial 40 mg)) pantoprazole yang termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari kortikosteroid jangka panjang (Lockrey and Lim, 2011). Diberikan pada hari 9-15 dengan dosis1x1A atau sama dengan 40 mg/hari 4. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 13 yaitu 125 mg/24jam atau sama dengan 125 mg/hari. 5. Lameson (Komposisi: 6α-methylprednisolone (tab 16 mg)) Diberikan pada hari 14-16 dengan dosis 2-2-0 atau sama dengan 32-32-0 mg/hari. Evaluasi DRPs Pada kasus ini tidak terjadi DRPs karena terapi yang diterima pasien sudah sesuai dengan literatur dan kondisi pasien semakin membaik setelah mendapatkan terapi tersebut. Plan/Rekomendasi 1. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 2. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) (Dipiro, 2008). 99 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 10. Kasus 8 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.57.81.94 (Kasus 8) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. FM Umur/JK: 31 tahun / Perempuan BB: TB: RPO: Riwayat sering transfuse RPD: Riwayat persalinan 6 tahun yang lalu, baik, tidak perdarahan Tanggal Rawat: 04/04/2012-06/04/2012 (3 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Susp. kardiovaskuler – failure acute Keluhan Utama:lemas sejak 1 bulan sebelum masuk RS Status Keluar: Meninggal (Shock. Septic dd hipovolemic) Perjalanan Penyakit: OS merupakan rujukan RSUD Cilacap dengan anemia, susp. Lupus. Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk RS, OS mengeluh lemas yang semakin lama semakin memberat, kadang disertai demam dan batuk. Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, lemas yang dirasakan semakin memberat kemudian dibawa ke RS Cilacap dan rawat inap selama 1 minggu. dikatakan anemia namun tidak dilakukan tranfusi darah karena tidak cocok kemudia dirujuk ke RS Sardjito. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi Satuan WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% RDW x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg g/dL x103/µL % % % % % fL Retikulosit % Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 M: 0.602.60; F: 0.60-2.60 Pemeriksaan Kimia 04/04/12 05/04/12 06/04/12 34.75 0.83 2.7 7.9 94.2 32.9 34.9 602 49.6 39.7 5.3 1.1 1.3 27,8 31.81 0.47 2.2 5.9 125.5 46.8 37.3 318 48.7 45.3 5.8 0.1 0.1 40.04 0.29 1.9 3.5 120.7 58.6 48.6 477 45.2 49.4 5.3 0 0.1 3,2% (0,5-1,5) EKG: STC Heart Rate: 120x/menit Diagnosa: Anemia Mayor 4+ Minor 3+ Indirect 4+ Direct 4+ CROSS Coomb’s Test Tbil Dbil Albumin SGOT SGPT BUN Creatinine Asam Urat pH TIBC IBC INDEX SAT Natrium Kalium Chloride Fe Satuan mg/dL mg/dL g/dL U/L U/L mg/dL mg/dL mg/dL µg/dL µg/dL % mmol/L mmol/L mmol/L µg/dL Nilai Rujukan M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 0-0.2 3.97-4.94 M: 5-40; F: 5-32 M: 10-50; F: 10-35 6-20 0.67-1.17 M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 7.30-7.45 250-478 112-346 20-50 135-146 3.4-5.4 95-108 M: 59-158; F: 37-145 04/04/2012 2.89 0.95 2.8 56 32 17.5 0.77 6.7 7.555 320 222 30.62 136 4.04 103.5 98 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (05/04/12) Kesan: Anemia anisopoikilositosis dengan kelainan morfologi eritrosit dan penibgkatan respon eritropoetik Leukositosis dengan pergeseran ke kiri, reaktifitas netrofil Kesimpulan: Gambaran Leukoeritroblastik DD Hemolisis (suspek AIHA) disertai infeksi bakterial. . Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi (06/04/12) Keterangan Sebab Kematian Nilai Rujukan Satuan 06/04/2012 Sebab Kematian: Glukosa <1,6: Normal mmol/L Normal Shock Septic dd hypovolemic Protein <0,1: Negatif g/L 0 Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari: Bilirubin <8,4: Negatif µmol/L 0 Bronchopneumonia & severe anemia Urobilin 1: Normal µmol/L Normal Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari: pH <7: Asam ; >7: Basa 5.5 Blood/Darah <0,2: Negatif mg/L + AIHA Keton <1: Negatif mmol/L 0 Nitrit 0,8-5 mg/L 0 Leukosit <24: Negatif Leu/ul 0 Bakteri + Hasil Pemeriksaan Instalasi Radiologi (04/04/12) Thorax PA Dewasa (KSO) Diagnosa: Anemia Hemolitik Foto Thorax proyeksi AP, supine, asimetris, inspirasi kurang, kondisi cukup, hasil: Tampak corakan vascular pulmo meningkat, air bonchogram (+) Tampak penebalan dextra Kedua diafragma licin Cor: CTR=0.56 Sistema tulang intak Kesan Bronchitis Pleural reaction dextra Cor: CTR=0.56 (inspirasi kurang) Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 04/04/2012 Lemah cm 37.6 80 20 110/70 Lemas Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Mikofenolat mofetil N-acetylcysteine Inj. MP 125 mg Inj. Lanmer Inj. Pantoprazole Dosis dan Cara Pemberian Oral 2x1 Oral 3x1C 125 mg/8jam 2x1 1x1 P Si √ So 05/04/2012 Cm 37.4 100 20 90/50 Mual, nyeri perut M P √ √ √ √ Si 06/04/2012 Cm 37.5 116 28 100/50 - So M P Si √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ So √ M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M √ √ √ √ Assesment 1. Mikofenolat Mofetil (Tab 500 mg) Merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi autoimun (imunosupresan), selain itu juga merupakan lini ke-3 terapi AIHA (Zanella, 2012). Dosis yang 101 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diberikan untuk AIHA yaitu 1000 mg/hari diberikan dalam 2 kali (Howard, 2001). Diberikan penuh selama pasien rawat inap dengan dosis 2x1tablet (500 mg) sehari atau sama dengan 1000 mg/hari. 2. N-acetylcysteine (Sir kering 150mg/50mL x 75mL) Digunakan untuk mengatasi infeksi saluran nafas dengan sekresi mukus berlebih termasuk bronchitis. Dosis yang diberikan yaitu 3x1 sendok makan (15mL) atau sama dengan 3x45 mg/mL 135mg/hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia dewasa yaitu 600mg/hari. Perhitungan dosis: 1 sendok makan = 15 mL 150mg/50mL 3mg/mL Dosis dalam 1 sendok makan yaitu 3 mg/mL x 15mL = 45mg 3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 1-3 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari. Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi. 4. Lanmer (Komposisi: meropenem (Vial 1 gram x 1)) Merupakan antibiotik golongan carbapenem, diberikan dengan dosis 500-1000 mg 3x sehari secara IV atau sama dengan 1500-3000 mg/hari (Baldwin, 2008). Hasil pemeriksaan lab pasien menunjukkan nilai WBC diatas normal yang mengindikasikan adanya infeksi bakteri, pemeriksaan urin juga menunjukkan positif terhadap bakteri. Diberikan pada hari ke2-3 dengan dosis 2x1vial atau sama dengan 2gram/hari. Dosis yang diterima pasien sudah sesuai, 5. Panloc (Komposisi: pantoprazole (inj. 40 mg x 1)) pantoprazole yang termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari (Lockrey and Lim, 2011). Diberikan pada hari ke-2 dengan dosis1x1 atau sama dengan 40 mg/hari. Dosis yang diterima pasien sudah sesuai. Shock merupakan keadaan yang ditandai ketidakmampuan tubuh untuk menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan sehingga dapat mengancam jiwa. Shock hipovolemik terjadi karena kehilangan darah cukup banyak (Wilson, Thal, Kindling, Gtifka, and Ackerman, 1965). Pasien tidak diberikan transfusi kemungkinan karena tidak ada darah yang cocok, dilihat pemeriksaan cross match pasien. Evaluasi DRPs 1. Dosis Kurang Pada kasus ini ditemukan interaksi antara MMF dengan pantoprazole (PPI) yang menyebabkan penurunan efek MMF dan perlu dilakukan monitoring dengan seksama (Medscape, 2016). Penggunaan PPI meningkatkan pH intragastrik yang dapat memperlambat hidrolisis MMF, berakibat pada penurunan paparan dan ketersediaan asam mikofenolat sehingga terjadi penurunan efek (Wedenmeyer and Blume, 2014). Plan/Rekomendasi 1. Melakukan dan mencari transfusi darah yang cocok untuk pasien. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mengatasi anemia megaloblastik. Memberikan jeda pada penggunaan MMF dan pantoprazole (PPI). 2. Monitoring kepadatan tulang pasien terkait efek samping penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Memberikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008). 3. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 102 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 11. Kasus 9 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.59.26.19 (Kasus 9) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. S Umur/JK: 38 tahun / Perempuan BB: 50 kg TB: 148 cm RPD: - RPO: - Tanggal Rawat: 13/07/2012-26/07/2012 (14 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Possible SLE Keluhan Utama:Lemas dan mata tidak melihat (rujukan dari RSUD Cilacap dengan obs. Anemia ec susp hemolitik dd blood loss) Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan mata kunang-kunang. Pasien periksa ke RSUD Cilacap kemudian dirawat inap selama 4 hari. Pasien dikatakan kurang darah namun tidak dapat dilakukan transfusi, kemudian pasien pulang. Sekitar 2 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh pandangan kabur namun tidak periksa. Sekitar 10 hari sebelum masuk RS, lemas yang dirasakan semakin memberat, mata kanan tidak dapat melihat dan mata kiri kabur. Pasien periksa ke RSUD Cilacap kemudian rawat inap selama 10 hari dengan Hb 3,7 dan coomb's test 4+ sehingga tidak berani untuk dilakukan transfusi darah. Rujuk ke RS Sardjito. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% RDW-SD Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg g/dL x103/µL % % % % % fL Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 10/07/12 8.1 2.13 7.6 24.3 114.1 35.7 31.3 274 68.2 22.2 9,5 0,1 0 83,5 13/07/12 8.1 2.13 7.6 24.3 114.1 35.7 31.3 274 68.2 22.2 9,5 0,1 0 83,5 16/07/12 2.46 2.46 8.6 27.4 111.3 35.1 31.5 351 87.7 5.5 3,2 0,8 0.1 19,8 18/07/12 9.48 2.7 9.5 29.9 110.7 35.2 284 64.1 24.5 11.2 0.2 0 20/07/12 6.27 2.51 8.9 27.5 109.6 35.5 32.4 241 91.8 6.1 2.1 0 0 64,2 23/07/12 8.97 25/07/12 9.8 9.3 28.7 108.7 35.2 81.2 10 8.8 0 0 9.6 28.8 188.4 36.2 37 62.3 0.5 0.2 0 EKG: Sinus ritme Heart Rate: 83 x/menit Diagnosa:CROSS Coomb’s Test AC Mayor Minor Indirect Direct + Hasil Pemeriksaan Hemostasis PPT INR Kontrol APTT Kontrol 13/07/2012 13.2 0.93 13.9 23.9 31.6 23/07/2012 13.2 0.93 13.6 23.6 33 Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik, reaktivitas netrofil dan monosit Kesimpulan: Gambaran anemia ec. Hemolitik dd/pendarahan (?), disertai proses inflamasi 103 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pemeriksaan Kimia Satuan TBil mg/dL DBil Protein Tot Albumin mg/dL g/dL SGOT U/L SGPT U/L BUN Creatinine mg/dL mg/dL Asam Urat mg/dL Nilai Rujukan M: 0.02-1.4 F: 0.02-0.9 0-0.2 13/07/12 20/07/12 0.71 0.59 Fe µg/dL 0.3 2.38 0.27 6 3.05 3.83 3.12 28 27 22 27 70 57 8 74 15 0.64 13 0.6 17 0.8 16 0.45 TIBC IBC INDEX SAT Natrium Kalium Chloride LDH GDS mg/dL 2.1 2.1 5.6 1.8 3.97-4.94 M: 5-40 F: 5-32 M: 10-50 F: 10-35 6-20 0.67-1.17 M: 3.4-7.0 F: 2.4-7.0 Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Asam Folat Vit B12 Inj. MP 125 mg Inj. MP 62.5 mg Inj. MP 21.25 mg MP 23/07/12 13/07/2012 Lemah cm 36.2 88 20 110/70 Dosis dan Cara Pemberian Oral 2x1 Oral 2x1 125 mg/8jam 62.5 mg/8jam 31.25 mg/8jam Oral 2-1-0 P Si So 25/07/12 Satuan 14/07/2012 Sedang cm 36.9 80 20 120/80 Lemas M P Si So √ 13/07/12 µg/dL µg/dL Nilai Rujukan M: 59-158 F: 37-145 250-478 112-346 % 20-50 37.2 mmol/L mmol/L mmol/L IU/L 135-146 3.4-5.4 95-108 266-500 Darah: 70-110 Urin: <0.5 g/24jam 142 3.2 105 257 15/07/2012 M P √ Si So √ 16/07/2012 Sedang cm Afebris 88 20 100/60 Lemas M √ P √ Si M P √ √ √ √ √ √ √ Si 23/07/12 25/07/12 140 4.6 101 138 3.1 98 137 3.8 101 91 85 67 180 113 89 17/07/2012 Sedang cm 36.5 72 20 100/60 - So 20/07/12 18/07/2012 Sedang cm 36.3 78 16 100/60 Lemas So M P √ √ √ √ √ √ √ Si So STOP √ 19/07/2012 Cm 36.8 96 16 100/60 M P √ √ √ √ √ Si So M √ √ STOP √ √ Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) 20/07/2012 Cm 36.5 96 16 21/07/2012 Cm 36.3 88 16 22/07/2012 Cm 36.3 96 20 23/07/2012 36.8 98 24/07/2012 Cm 36.3 92 16 25/07/2012 Lemah cm 36.3 88 20 26/07/2012 Cm 36.4 80 20 104 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tekanan Darah (mmHg) Keluhan 100/60 Nyeri panggul 130/80 Lemas,kesemutan 110/70 120/80 120/80 120/80 Nyeri bahu Nyeri ulu hati Penatalaksanaan Obat Nama Obat Asam Folat Vit B12 Inj. MP 125 mg Inj. MP 62.5 mg Inj. MP 21.25 mg MP Dosis dan Cara Pemberian Oral 2x1 Oral 2x1 125 mg/8jam 62.5 mg/8jam 31.25 mg/8jam Oral 2-1-0 P Si So √ √ √ √ M P √ √ √ √ √ √ Si So √ M P √ √ √ √ √ √ Si So √ M P √ √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ Si So M P √ √ √ Si So M P √ √ √ √ Si So M STOP √ √ √ √ √ √ √ √ Assesment 1. Asam Folat (400 mcg) dan Vitamin B12 Suplemen untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif pada pasien AIHA, diberikan dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004). Asam folat diberikan pada hari ke 4-14 pasien rawat inap dengan dosis 2x1table atau sama dengan 0.8 mg/hari. Vitamin B12 diberikan pada hari 4-14 dengan dosis 2x1tab. 2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 2-5 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari. Dosis yang diberikan pada hari 6 yaitu 62.5 mg/8jam atau sama dengan 187.5 mg/hari Dosis yang diberikan pada hati 7-10 yaitu 31.25 mg/8jam atau sama dengan 93.75 mg/hari Kemudian pada hari 11-14 dilanjutkan dengan pemberian metilprednisolon tablet (4 mg) dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 8-4-0 mg/hari. Terapi yang diterima pasien sudah baik dilihat dari kondisi pasien yang membaik dengan Hb awal 7,6 g/dL kemudian meningkat menjadi 9,6 g/dL. Pasien tidak dilakukan transfusi karena kadar Hb >7 Evaluasi DRPs Pada kasus ini tidak ditemukan kejadian DRPs karena terapi yang diterima pasien sudah sesuai dan keadaan pasien menjadi lebih baik setelah menerima terapi. Plan/Rekomendasi 1. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008). 2. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 105 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 12. Kasus 10 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.66.28.11 (Kasus 10) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. SZ Umur/JK: 42 tahun / Perempuan BB: 73 kg TB: 157 cm RPD: RPO: - Tanggal Rawat: 05/12/2013-14/12/2013 (10 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Hospital Acquired Pneumonia Keluhan Utama: Lemas memberat sejak 3 hari sebelum masuk RS Status Keluar: Meninggal dunia (Hospital Acquired Pneumonia) Perjalanan Penyakit: Sekitar 2,5 bulan sebelum masuk RS, OS mendadak lemas, pandangan kabur dan berkunang-kunang. Kemudian periksa ke RS Nur Hidayah dan dikatakan Hb= 4,0. Dilakukan transfusi PRC 2 kolf kemudian Hb=9 dan diizinkan pulang. Pasien rutin kontrol. Sekitar 4 hari sebelum masuk RS lemas dirasa semakin memberat kemudian rawat inap di RS Nur Hidayah, dikatakan Hb= 3,6; mayor 2+; minor 3+; DCT 3+. Tidak dilakukan transfusi darah kemudian dirujuk ke RS Sardjito OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL pg g/dL x103/µL Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 Diagnosa:05/12/13 15.98 1.32 5.1 16.2 122.2 38.8 31.8 370 07/12/13 8.1 1.79 7.7 21.8 121.7 42.9 35.2 250 09/12/13 7.01 1.69 7.3 20.7 122.5 43.2 35.3 91 10/12/13 10.14 2.54 9.5 30.3 119.4 37.3 31.2 268 13/12/13 16.71 2.35 9.2 27.6 117.4 39.1 33.3 236 CROSS Coomb’s Test AC mayor minor indirect direct 2+ 3+ 3+ Hasil pemeriksaan Hemostasis (05/12/2013 PPT INR Kontrol APTT Kontrol 15 1.11 15.2 23.3 29.4 106 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% RDW-SD GDS GDP % % % % % fL 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 62.1 31.8 1,9 0,5 0.8 23,5 72 25.1 1.9 0.9 0.1 33,7 73.5 21.5 4.9 0.1 0 82.9 12.4 3.1 0.7 0.1 22,7 122 134 Keterangan Penyebab Kematian (14/12/13) Sebab kematian: Gagal nafas Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari: Pneumonia nosokromal Penyakit tersebut diatas disebabkan/akibat dari: Severe sepsis Anemia hemolitik 94.2 3.9 1.7 0.1 0.1 18,3 Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (28/03/14) Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik. Leukositosis, pergeseran ke kiri, reaktifitas netrofil, limfosit, dan monosit Kesimpulan: Gambaran anemia et causa suspek proses leukoeritroblastik akut dd/ severe infection, perdarahan akut, keganasan (adakah gangguan fungsi hepar?), disertai proses infeksi bacterial Hasil Pemeriksaan Instalasi Radiologi (05/12/2013) Thorax PA Dewasa (KSO) Diagnosa: Anemia Hemolitik Photo thorax PA view, erect, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil: Tampak corakan vascular meningkat mengabur Kedua sinus costofrenikus lancip Kedia diafragma licin COR, CTR=0.56 Sistema tulang yang tervisualisasi Kesan: Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 05/12/2013 Cm 36 80 20 110/70 Nyeri, mual, sesak Keluhan 06/12/2013 Sedang cm Afebris 80 20 120/70 07/12/2013 Sedang cm 36 80 24 120/80 08/12/2013 Sedang cm 36 79 18 100/60 09/12/2013 Sedang cm Afebris 74 20 120/80 Lemas Lemas Lemas Lemas 10/12/2013 Lemah cm 37.6 90 24 120/80 Lemas 11/12/2013 Lemah cm 37 90 24 120/70 Lemas Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. MP 125 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian 125 mg/6jam P Si So M P Si So M √ √ √ √ P Si So M P Si So M P √ √ √ √ √ √ Si So M P √ √ √ Si So M P √ √ √ Si So M √ √ √ Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) 12/12/2013 Sedang cm 37.2 13/12/2013 Sedang cm 38.8 14/12/2013 Sedang cm 39 107 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 79 18 110/70 Lemas Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. MP 125 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian P 125 mg/6jam √ Si So 80 26 150/90 Lemas M P √ Si So 100 24 100/90 Menggigil, lemas M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M √ Assesment 1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari Dosis yang diberikan pada hari 5-7 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari Dosis yang diberikan pada hari 8-10 yaitu 125 mg/24 jam atau sama dengan 125 mg/hari. Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis terapi pada guideline 2. Transfusi PRC (Packed Red Cells) Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari ke-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (07/12/2013) yaitu 7.7 g/dL dan semakin membaik pada hari berikutnya. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5.1 g/dL. Hari ke-3 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 7.7 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL. Pasien mengalami demam pada hari ke 6-10 rawat inap. Suhu normal axillary (35.5-37.00C) (Sun, 2011). Kemungkinan pasien mengalami infeksi bakteri, karena pasien AIHA rentan mengalami infeksi. Hospital-acquired pneumonia (HAP) merupakan infeksi paru-paru yang berkembang selama dirawat di rumah sakit, 48 jam atau lebih setelah masuk (Tarsia, Alberti, Cosentini, and Blasi, 2005). Patogen yang paling sering terlibat adalah Staphyllococcus aureus, terapi yang direkomendasikan untuk pasien yang rawat inap <5 hari yaitu ceftriaxone 1-2 gram/hari atau moxifloxacin 400 mg/hari. Untuk pasien rawat inap selama 5-9 hari diberikan vancomycin saja atau dengan tambahan cefepime 2 gram tiap 12 jam (Beardsley, Williamson, Johnson, Ohl, Karchmer, and Bowton, 2006). Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Antibiotik untuk mengatasi HAP, obat yang direkomendasikan adalah vancomycin dengan dosis 2 gram tiap 12 jam (Beardsley dkk, 2006). Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004). Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat vancomycin 2. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). 3. Monitoring efek samping kortikosteroid seperti peptic ulser, diabetes, dan osteoporosis 108 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 13. Kasus 11 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.67.66.92 (Kasus 11) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. P Umur/JK: 35 tahun/ Perempuan BB: 36 kg TB: 155 cm RPO: RPD: Asma sejak kecil, jarang kambuh (kurang lebih 1x sebulan, terutama jika kedinginan) Tanggal Rawat: 21/03/2014-03/04/2014 (14 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: Lemas (rujukan dari RS. PKU Muhammadiah Gombong dengan diagnosis sementara inkompatibilitas transfusi darah) Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas, demam, nafsu makan dan minum menurun. Pasien sempat opname di RS Muh. Gombong selama 3 hari dengan diagnosis incompatibilitas transfusi darah dan mendapatkan terapi Dexamethasone 2x1, Rantin 2x1, Aminofilin drip/8 jam kemudian dirujuk ke RS Sardjito. Hasi masuk RS, pasien mengeluh lemas memberat, demam, tidak mau makan dan minum, disertai batuk dan sesak nafas. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% RDW-SD Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg g/dL x103/µL % % % % % fL Retikulosit % LDH Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 240-480 Pemeriksaan Kimia 20/03/14 10.3 1.07 4.8 12.6 118.3 44.6 37.7 36 65.9 30.8 3,0 0,3 0 36 22/03/14 7.62 1.41 6.2 16.4 116.3 44 37.8 44 79.3 14.6 6 0 0.1 44,4 15% 25/03/14 6.48 3.23 10.3 31.7 98.1 31.9 32.5 96 92.9 4.8 0.9 0.6 0.3 22,7 28/03/14 8.36 2.89 9 27.9 96.5 31.1 32.2 85 84.6 10.3 3.7 0.2 0 22,7 19 31/03/14 9.57 2.93 9.5 27.4 93.5 32.4 34.7 76 76.2 19.2 4.3 0.1 0.2 57 Satuan TBil mg/dL DBil Protein Tot Albumin mg/dL SGOT/AST U/L SGPT/ALT U/L BUN Creatinine Natrium Kalium Chloride mg/dL mg/dL mmol/L mmol/L mmol/L g/dL Nilai Rujukan M: 0.02-1.4 F: 0.02-0.9 0-0.2 3.97-4.94 M: 5-40 F: 5-32 M: 10-50 F: 10-35 6-20 0.67-1.17 135-146 3.4-5.4 95-108 25/03/14 28/03/14 31/03/14 0.83 6.91 3.47 0.41 4.49 1.95 89 16 98 30 18 0.48 152 3.25 118 12.8 0.28 139 2.7 111 3.14 14 0.49 130 3.9 100 1580 109 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Microbiology Chart Report (28/03/2014) Diagnosa:Selected Organism: Staphylococcus aureus CROSS Hasil: Resisten: Benzylpenicillin Amoxicillin Coomb’s Carbenicillin Test Ticarcillin AC Piperacillin Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (19/03/2014) Kesan Anisopoikilositosis dengan peningkatan respon eritropoetik Reaktivitas netrofil, pergeseran ke kiri Trombositopenia Kesimpulan Observasi bisitopenia et causa susp. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) disertai proses infeksi Saran HB-AE-AL-AT Diff Manual Mayor Minor Indirect Direct 3+ 4+ - Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Parasetamol Lansoprazole Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Dosis dan Cara Pemberian Oral 3x500 Oral 1x30 125 mg/6 jam 125 mg/8 jam 125 mg/12 jam 22/03/2014 Lemah cm 36 98 20 100/60 pusing, mual 80 20 120/80 Lemas P Si So M P Si So √ Gambaran anemia dengan suspek penyakit kronis disertai proses infeksi bakteri Saran HB-AE-AL-AT Diff Manual Monitor DT 9-2,89-8,36-85 (187) Clumps (+) Sinus ritme 75 x/menit 23/03/2014 Sedang cm 36.9 80 20 90/60 Lemas, pusing M P Si √ √ √ √ √ Kesimpulan EKG Heart Rate . Tanda Vital 21/03/2014 Lemah cm . Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (28/03/2014) Kesan Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit Reaktifitas netrofil dan limfosit Monitor DT dan MDT 3,9-1,01-12,02 (AL terkoreksi 9,25x10^3/uL)-127 Metamielosit 4%, stab 6%, segmen 65%, limfosit 20%, monosit 5%, NRBC 30 sel Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Hasil Pemeriksaan Hemostasis (19/03/2014) PPT 16 INR 1.15 Kontrol 14.5 APTT 38.2 Kontrol 30.8 So 24/03/2014 Sedang cm 37.7 76 24 120/80 Lemas, pusing M P √ √ √ √ Si So 25/03/2014 Sedang cm 37.8 84 20 120/80 Lemas M P Si So 26/03/2014 Lemah cm 36.3 100 20 120/80 M √ P Si √ √ So 27/03/2014 Lemah cm 36.3 92 24 110/70 Lemas M P √ √ Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ STOP √ √ √ √ √ √ √ √ 110 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Inj. Ceftazidime Inj. Gentamycin Inj. MP 62.5 mg Transfusi PRC 1 gram/8 jam 160 mg/24 jam 62,5 mg/12 jam √ √ √ 30/03/2014 Cm 36.6 76 20 110/70 Lemas 31/03/2014 Lemah cm 36.5 88 20 100/70 lemas Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 28/03/2014 Sedang cm 37.3 92 24 110/70 Lemas Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Parasetamol Lansoprazole Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Inj. MP 125 mg Inj. Ceftazidime Inj. Gentamycin Inj. MP 62.5 mg Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian Oral 3x500 Oral 1x30 125 mg/6 jam 125 mg/8 jam 125 mg/12 jam 1 gram/8 jam 160 mg/24 jam 62,5 mg/12 jam P Si So √ 29/03/2014 Sedang cm 36.7 85 24 110/70 Lemas M P Si √ √ √ √ √ So M P Si √ √ So M P Si So √ √ √ 01/04/2014 Sedang cm 36.5 88 20 120/80 Sariawan M P Si √ √ So 02/03/2014 Sedang cm 36.6 82 20 100/70 M P Si √ √ √ √ √ √ √ So 03/03/2014 Sedang cm 36.4 80 20 110/80 M P Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Assesment 1. Parasetamol (Tab: 500 mg) sebagai analgesik untuk mengatasi pusing yang dialami pasien (Warwick, 2008). Dosis yang dianjurkan yaitu 325-650 mg tiap 4 jam pro renata (tidak boleh lebih dari 3250 mg/hari) atau sama dengan 1950-3900 mg/hari (American Pharmacists Association, 2007). Diberikan pada hari 2-13 pasien rawat inap dengan dosis 3x500mg 1500/hari. 2. Lansoprazole Untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang (DeLoughery, 2013). Diberikan dengan dosis 30 mg/hari (Bardhan, Ahlberg, Hislop, Lindholmer, Long, Morgan, et al, 1994). Diberikan pada hari ke 2,3, dan 6 pasien rawat inap dengan dosis 1x30 mg. 3. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 2-4 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari. Dosis yang diberikan pada hari 5-6 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari Dosis yang diberikan pada hari 7-12 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari. 111 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dosis yang diberikan pada hari 13 yaitu 62.5 mg/12 jam atau sama dengan 125 mg/hari 4. Ceftazidime (vial 1 garm) Merupakan antibiotik golongan sefalosporin, digunakan untuk menangani bakteri staphylococcus aureus yang ditemukan pada hasil lab pasien. Diberikan pada hari 11-13 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/8jam 3 gram.hari. 5. Gentamycin (vial 80 mg/2mL) Merupakan antibiotik golongan aminoglikosida , digunakan bersamaan dengan ceftazidime untuk mengatasi bakteri staphylococcus aureus. Diberikan pada hari 11-13 pasien rawat inap dengan dosis 160 mg/24jam. Pasien dengan AIHA rentan terhadap infeksi bakteri karena sistem imunitasnya ditekan sehingga pertahanan tubuhnya terhadap agen asing menjadi kurang. 6. Transfusi PRC Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi pada hari 1,3, dan 4 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 4.8 g/dL. Tanggal 25/03/14pasien rawat inap kadar Hb menjadi 10.3 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL. Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004). Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari (DeLoughery, 2013). 2. Monitoring interaksi obat antara lansoprazol dengan metilprednisolon yang dapat meningkatkan efek lansoprazol. Ditemukan interaksi antara metilprednisolon dengan lansoprazol, dimana MP meningkatkan efek lansoprazol dengan mempengaruhi metabolism enzim CYP3A4 di hati, interaksi minor (Medscape, 2016). 3. Monitoring pemberian ceftazidim karena merupakan golongan sefalosporin yang diduga dapat menginduksi AIHA, untuk melihat apakah pemberian antibiotik ini memperburuk kondisi pasien dan memberikan rekomendasi antibiotic lain, seperti golongan aminoglokosida atau meropenem, tergantung jenis bakteri yang menginfeksi. 4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah osteoporosis (Dipiro, 2008). 5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 112 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 14. Kasus 12 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.68.48.49 (Kasus 12) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. R Umur/JK: 38 tahun /Perempuan BB: 50 kg TB: 150 cm RPD: RPO: - Tanggal Rawat: 22/05/2014-28/05/2014 (7 hari) Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Keluhan Utama: lemas sekitar 1 bulan sebelum masuk RS Status Keluar:Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Pasien merupakan rujukan dari RS Kebumen dengan Hb rendah namun tidak dilakukan transfusi karena tidak cocok. Pasien sempat mendapatkan terapi Fargoxin 2x1/2 tab dan ISDN 2x1. Sekitar 4 bulan yang lalu, pasien mengeluh lemas, dikatakan Hb 4. Pasien tidak mendapat transfusi namun diberikan terapi Sandimun (rutin minum 1 bulan) kemudian Hb menjadi 10. Pasien tidak minum obat dan kontrol lagi karena merasa baikan. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi Satuan WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT RDW NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg g/dL x103/µL fL % % % % % Retikulosit % LDH U/L Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 11,5-14,5 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 M: 0.602.60; F: 0.60-2.60 Pemeriksaan Kimia 22/05/14 26/05/14 7.04 0.68 5.3 9.5 139.7 77.9 55.8 245 47,2 69.7 22.3 7,1 0,3 0.6 8 1.48 7.4 17.9 121.1 50 41.3 250 25,3 89.9 6.4 3,7 0 0 23 930 Satuan TBil mg/dL DBil Protein Tot Albumin mg/dL SGOT/AST U/L SGPT/ALT U/L g/dL BUN mg/dL Fe µg/dL TIBC IBC INDEX SAT Natrium Kalium Chloride LDH µg/dL µg/dL % mmol/L mmol/L mmol/L IU/L Nilai Rujukan M: 0.02-1.4 F: 0.02-0.9 0-0.2 3.97-4.94 M: 5-40 F: 5-32 M: 10-50 F: 10-35 6-20 M: 59-158 F: 37-145 250-478 112-346 20-50 135-146 3.4-5.4 95-108 266-500 21/05/14 22/05/14 2.72 2.72 0.68 3.9 41 0.2 6 18 0.83 161 204 43 79 139 4 104 930 Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (22/05/14) Kesan Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik Pergeseran ke kiri dengan reaktivitas netrofil, monosit dan limfosit Kesimpulan Gambaran leukoeritroblastik DD proses hemolitik dan perdarahan Saran Monitor darah tepi/morfologi darah tepi Retikulosit, bilirubin direk/indirek, LDH CRP HB-AE-AL-AT 5,3-0,68-7,14-245 Lain-lain Diff sel manual= mielosit 1%, metamielosit 3%, stab 9%, segmen 66%, limfosit 9%, monosit 12% EKG: Stc Cross mayor (-), minor (-) Heart Rate: 120 x/menit Coomb’s test in (+), dir (+) Tanda Vital 113 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan Penatalaksanaan Obat Dosis dan Cara Nama Obat Pemberian Inj. MP 125 mg 125 mg/8jam Inj. Pantoprazol 1x1A Inj. MP 125 mg 125 mg/12jam Transfusi PRC 22/05/2014 Sedang cm Afebris 88 20 110/80 lemas P Si So √ √ √ √ 23/05/2014 Sedang cm 36.2 90 24 100/60 Lemas M P Si √ √ 24/05/2014 Sedang cm 36 90 16 120/70 - So M P √ √ √ √ Si 25/05/2014 Sedang cm Afebris 67 20 116/68 - So M P √ √ √ √ Si So 26/05/2014 Sedang cm 36 69 24 84/57 M P √ Si So 27/05/2014 Sedang cm 36 71 20 122/61 M P √ √ √ Si So 28/05/2014 Cukup cm 75 20 108/59 M P √ √ √ Si So M STOP √ √ √ √ Assesment 1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 1-4 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari Dosis yang diberikan pada hari 5-7 yaitu 125 mg/12jam atau sama dengan 250 mg/hari Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi. 2. Pantoprazol (inj. 40 mg x 1) termasuk dalam golongan PPI (dosis 40mg/hari) digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari kortikosteroid jangka panjang (Lockrey and Lim, 2011).Diberikan setiap hari selama pasien rawat inap dengan dosis1x1 atau sama dengan 40 mg/hari 3. Transfusi PRC (Packed Red Cells) Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-5 (26/05/2014) yaitu 7.4 g/dL. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 5.3 g/dL. Hari ke-5 pasien rawat inap kadar Hb menjadi 7.4 g/dL sehingga sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL. Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004) Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah anemia megaloblastik 2. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008). 3. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 114 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 15. Kasus 13 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.68.59.10 (Kasus 13) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. EP Umur/JK: 26 tahun / Perempuan BB: 67 kg TB:145 cm RPD: RPO: KB suntik, pill, spiral (sudah berhenti sejak 2 tahun terakhir) Tanggal Rawat: 31/05/2014-13/06/2014 Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Deep Vein Trombosis, Trombositopenia, Anemia Keluhan Utama: lemas yang memberat sejak 5 hari sebelum masuk RS Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 bulan sebelum masuk RS, pasien mengeluh lemas dan mudah lelah. Pasien periksa di RS Majenang dan opname selama 3 hari (Hb= 3,2). Tidak dilakukan transfusi darah karena tidak cocok, kemudian dirujuk ke RS Sardjito. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi 05/06/14 06/06/14 09/06/14 11/06/14 13/06/14 15.1 20.84 14.01 12.86 14.87 2 2.61 2.78 3.02 3.03 6 8 8.3 9 9 20.5 25.4 26.3 28.6 28.5 102.5 97.3 94.6 94.7 94.1 30 30.7 29.9 29.8 29.7 29.3 31.5 31.6 31.5 31.6 116 79 132 161 209 92.6 92.2 80.7 79.4 83.5 6.2 5 12.5 15.7 13.9 1.1 2.7 4.1 3.2 2.2 0 0 2.6 1.6 0.3 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 4.5 1.2 1.7 1.5 11,5-14,5 83,1 71,9 65,9 63,3 60,8 M: 0.60-2.60; 4,2% 2,5% 1,0 % Retikulosit % F: 0.60-2.60 (0,5-1,5) (0,5-1,5) (0,5-1,5) Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi (04/06/2014) Hasil Pemeriksaan Hemostasis Nilai Rujukan Satuan 04/06/14 05/06/14 07/06/14 Leukosit <24: Negatif Leu/ul 64.5 PPT 16.5 16.4 WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% IG% RDW-SD Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL pg g/dL x103/µL % % % % % % fL Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 07/06/ 14 09/06/ 14 13/06/ 14 <=1,20 4.15 2.86 2.41 mg/dL 0,00-0,20 3.68 2.61 1.83 SGOT U/L <=32 33 SGPT U/L 107 BUN mg/dL <=33 6,0020,00 15.6 Creatinin Asam Urat mg/dL 0,50-0,90 0.54 mg/dL 2,4-5,7 3.5 LDH U/L 240-480 916 GDS mg/dL 80-140 131 Bilirubin Tot Bilirubin direct Satuan Nilai Normal mg/dL 05/06/ 14 Diagnosa:13/06/14 21.4 CROSS Mayor Minor - 869 121 130 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi (05/06/14) Bahan Pemeriksaan: Urin Jenis Kuman: tidak tumbuh/negative 115 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Eritrosit Epithel Silinder 0-25/uL 0-40/uL 0-1,2/uL 1,0/HPF 6,5/HPF 8,27/LPF INR 1.23 1.82 1.66 Coomb’s Indirect Test Kontrol 14.5 14.1 15.2 Direct + APTT 23.9 20.4 27 AC Kontrol 31.3 32.3 30.3 EKG: STC Heart Rate: 105 x/menit D-Dimer 1314 Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (01/06/14) Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik Leukositosis dengan reaktivitas netrofil dan pergeseran ke kiri, Trombositopenia Kesimpulan: Observasi bisitopenia et causa suspek proses hemolitik DD AIHA disertai infeksi bacterial 5.7 36.3 2.85 Pemeriksaan Uji Cocok Serasi Hasil: Incompatible Kesimpulan: Gol darah pasien A Rhesus Positif dan didapatkan incompatibilitas minor Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 31/05/2014 Lemah cm 36 80 24 100/60 01/06/2014 Sedang cm 36.2 88 22 110/60 02/06/2014 Sedang cm 36.6 80 20 120/60 Lemas Nyeri dan bengkak kaki kiri Bengkak kaki kiri, mual Keluhan 03/06/2014 Sedang cm 36.6 64 20 110/60 Bengkak kaki kiri dan tungkai kiri, nyeri perut 04/04/2014 Sedang cm Afebris 64 20 120/80 05/06/2014 Sedang cm 37.2 76 20 120/80 06/06/2014 Sedang cm 36.6 64 20 120/70 Pandangan kabur, berdebar-debar Nyeri tungkai kiri Pusing, bengkak kaki kiri P Penatalaksanaan Obat Nama Obat Parasetamol Inj. MP 125 mg Inj. Ranitidin MP 16 mg Warfarin Na Inj. Ceftriaxone Fondaparinux Na Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian Oral 3x500 mg 125 mg/6jam 1A/12jam Oral 2-1-0 1x2mg 1gram/12jam 7.5 mg/24jam P Si So √ √ M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan 07/06/2014 Lemah cm 36.6 64 20 110/70 Batuk 08/06/2014 Cm 36 24 110/80 Sakit kepala 09/06/2014 Sedang cm 36 69 22 110/70 Nyeri perut 10/06/2014 Sedang cm Afebris 68 20 110/70 Nyeri perut 11/06/2014 Sedang cm Afebris 76 22 110/70 Nyeri perut 12/06/2014 Sedang cm Afebris 72 22 110/70 Sakit kepala 13/06/2014 Sedang cm 36 72 22 110/70 Sakit kepala 116 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penatalaksanaan Obat Nama Obat Parasetamol Inj. MP 125 mg Inj. Ranitidin MP 16 mg Warfarin Na Inj. Ceftriaxone Fondaparinux Na Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian Oral 3x500 mg 125 mg/6jam 1A/12jam Oral 2-1-0 1x2mg 1gram/12jam 7.5 mg/24jam P So M P √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Si √ √ √ √ Si So M P Si So M P Si So M P √ √ √ √ √ √ √ Si So M P Si So M P Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Assesment 1. Parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik untuk meredakan sakit kepala pasien (Warwick, 2008). Dosis parasetamol untuk meringankan nyeri pada orang dewasa yaitu 325-650 setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3-4 kali perhari bila mengalami nyeri dengan dosis maksimum 4 g per hari (American Pharmacists Association, 2007). Diberikan pada hari 7-10 dan 12 pasien rawat inap dengan dosis 3x500 mg atau sama dengan 1500 mg/hari. 2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 1-6 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, kemudian dilakukan tapering ke MP tablet. Metilprednisolon tablet 16 mg Pada hari 7-11 dan 14 diberikan dengan dosis 2-1-0 atau sama dengan 32-16-0 mg/hari. 3. Ranitidin(Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL) Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008). Diberikan pada hari 4-13 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari dosis kurang 4. Ceftriaxone (Vial 1 gram) Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi tiga. Hasil pemeriksaan urin menunjukkan negatif terhadap bakteri, namun pemeriksaan hematologi pasien menunjukkan nilai netrofil yang melebihi normal, terdapat kemungkinan pasien mengalami infeksi bakteri. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian secara iv yaitu 2 gram/hari (Yellin, Hassett, Fernandes, Geib, Adeyi, Woods, et al, 2016). Diberikan pada hari 6-14 pasien rawat inap dengan dosis 1gram/12jam atau sama dengan 2gram/hari. 5. Simarc (Komposisi: Warfarin Na) Digunakan sebagai antikoagulan, untuk mencegah thrombosis vena, dengan dosis 2-5 mg/hari PO/IV selama 2 hari (Medscape, 2016). Diberikan pada hari 8,10,11,12 pasien rawat inap dengan dosis 1x2 mg untuk terapi DVT 6. Arixtra SC (Komposisi: Fondaparinux Na) Digunakan untuk mencegah terjadinya trombisis vena dan tromboembolisme yang mungkin terjadi karena mobilitas pasien dibatasi. Dosis yang diberikan untuk BB 50100 kg yaitu 7.5 mg/hari sub cutan (Medscape, 2016). Diberikan pada hari 7,8,10-13 pasien rawat inap dengan dosis 7.5 mg/24jam untuk terapi DVT 7. Transfusi PRC 117 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1 dan 7 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3.2 g/dL. Transfusi sudah sesuai literatur dengan target Hb setelah transfusi berkisar antara 7-9 g/dL. Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Asam Folat, pasien AIHA mengalami hemolisis aktif sehinga perlu diberikan tambahan terapi asam folat untuk mencegah anemia megaloblastik karena kekurangan asam folat (DeLoughery, 2013). Hasil pemeriksaan lab menunjukkan kadar RDW yang melebihi nilai normal dan MCV > 100 fL, terdapat kemungkinan pasien mengalami anemia megaloblastik (Lu and Wu, 2004) 2. Dosis Kurang Parasetamol diberikan dengan dosis 1500 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan sakit kepala pasien, dosis yang dianjurkan yaitu 325-650 setiap 4-6 jam. Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan pasien, dosis literatur yang dianjurkan adalah 150-200 mg/hari Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari 2. Memberikan parasetamol sesuai dengan dosis literatur agar dosis terapi tercapai 3. Memantau kondisi pasien terkait keluhan tukak lambung, dan memberikan rnitidin sesuai dosis literatur. 4. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari (Dipiro, 2008). 5. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 118 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 16. Kasus 14 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.68.97.17 (Kasus 14) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. FZ Umur/JK: 32 tahun/ Perempuan BB: 60 kg TB: 150 cm RPD: - RPO: - Tanggal Rawat: 29/06/2014-07/07-2014 Diagnosis Utama: AIHA tipe mix (hasil lab tgl 17 April 2014) Diagnosis Sekunder: Severe Anemia ec. AIHA; Diabetes mellitus ec. Steroid induced; Dispepsia Keluhan Utama: lemas sejak 1 minggu sebelum masul RS Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Sekitar 2 minggu yang lalu, pasien merasa lemas, pandangan berkunang-kunang, cepat mengantuk, dan berdebar-debar. Pasien berobat ke RSU At Taunis dan opname selama 10 hari. Dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil Hb=2,3 AL 12,2 AT 317 Coomb's Test mayor 2+ minor 3+ autokontrol 3+ pemeriksaan iso serologi: penderita AIHA dengan tipe hangat dan dingin. Mendapat transfusi PRC 3 kantong dan pulang dengan Hb 7,5 dengan terapi pulang MP 3x16 mg --> 2x16 mg --> 1x16 mg selama 3 minggu namun pasien tidak kontrol lagi karena merasa sudah baikan. Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS, pasien kembali merasakan lemas, kemudian berobat ke RS dengan Hb 7,9. Sekitar 3 hari sebelum masuk RS keluhan lemas memberat, mual, muntah tiap makan kemudian berobat ke RS dengan Hb 6,5 kemudian dirujuk ke RS Sardjito. Pasien sudah tidak haid selama 10 tahun dan merupakan akseptor KB suntik. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT NEUT% LYPMH% MONO% EO% BASO% RDW-SD Satuan x103/µL x106/µL g/dL % fL Pg g/dL x103/µL % % % % % fL Retikulosit % Nilai Rujukan 3.6-11.0 3.8-5.2 11.7-15.5 32-47 80-100 26-34 32-36 150-440 50-70 20-40 2-8 1-3 0-1 11,5-14,5 M: 0.60-2.60; F: 0.60-2.60 Pemeriksaan Kimia 28/06/14 6.04 4.3 6.8 20.9 69.7 22.7 67.7 17.9 13.1 0.8 0.5 0.1+% 29/06/14 7.81 2.94 6.9 20.6 70.1 23.5 91.9 5.2 2.8 0 0 30/06/14 14.1 2.8 6.8 20.3 72.5 24.4 33.6 456 89.3 5.4 5,3 0 0 18,6 02/07/14 7.17 3.44 8.4 25.9 75.4 24.4 32.3 610 92.3 5.6 1 0.1 0.1 18,6 05/07/14 14 3.21 8 72.7 25 91.2 0.2 3.5 0.1 0 Satuan TBil mg/dL DBil Protein Total Albumin mg/dL g/dL SGOT U/L SGPT U/L BUN Creatinine Natrium Kalium Chloride LDH mg/dL mg/dL mmol/L mmol/L mmol/L IU/L Nilai Rujukan M: 0.02-1.4 F: 0.02-0.9 0-0.2 3.97-4.94 M: 5-40 F: 5-32 M: 10-50 F: 10-35 6-20 0.67-1.17 135-146 3.4-5.4 95-108 266-500 28/06 /14 Diagnosa:- 1.09 Coomb’s Test 0.35 CROSS mayor minor indirect direct 2+ 2+ 4.51 15 7 9.2 0.64 139 4.1 105 646 EKG Heart Rate STC 124 x/menit 119 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (30/06/2014) Kesan Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit Reaktifitas netrofil dan limfosit Kesimpulan Gambaran anemia ec. Susp. Defisiensi besi disertai proses inflamasi . Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 29/06/2014 Sedang cm 36 107 20 110/70 Lemas, mual Keluhan Penatalaksanaan Obat Nama Obat Antasida syrup Inj. MP 125 mg Inj. Ranitidin Inj. MP 62,5 mg Inj. MP 62,5 mg Insulin aspart Dosis dan Cara Pemberian Oral 3x1 sdm 125 mg/6 jam 1A/12 jam 62,5 mg/8 jam 62,5 mg/12 jam 30/06/2014 cm Afebris 90 20 110/70 Lemas, mual 01/07/2014 Sedang cm Afebris 92 20 90/60 Nyeri perut, mual 02/07/2014 Sedang cm 36.8 98 20 128/78 Lemas 03/07/2014 Sedang cm 36.8 92 20 108/60 04/07/2014 sedang cm 36.9 92 20 90/60 - P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ P Si So 05/07/2014 sedang cm 36.7 88 20 110/60 M P Si √ So M √ √ √ √ √ √ Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) Keluhan 06/07/2014 07/07/2014 sedang cm 36.5 100 20 100/60 sedang cm 36.8 76 20 110/80 - - Penatalaksanaan Obat Nama Obat Antasida syrup Inj. MP 125 mg Dosis dan Cara Pemberian Oral 3x1 sdm 125 mg/6 jam P Si S o M P Si S o M P Si S o M P Si S o M P Si S o M P Si S o M P Si S o M 120 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Inj. Ranitidin Inj. MP 62,5 mg Inj. MP 62,5 mg Insulin aspart 1A/12 jam 62,5 mg/8 jam 62,5 mg/12 jam √ √ √ √ Assesment 1. Antasida syrup (Kandungan: per 5mL Al(OH)3 250 mg, Mg(OH)2 250 mg, simethicone 50 mg. Digunakan sebagai anti-userasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Bekerja secara sinergis dengan ranitidine untuk menurunkan produksi asam di asam esofagus dan lambung (Robinson, Stanley, Ciociola, Filinto, Zubaidi, Miner, et al, 2001). Dosis yang dianjurkan yaitu 1-2 sdt 3-4 kali/hari 15-30 mL/hari atau 20-40 mL/hari Diberikan pada hari 3, 5, dan 7 dengan dosis pemberian 3x1 sdm 45 mL/hari 2. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). Dosis yang diberikan pada hari 1-5 yaitu 125 mg/6jam atau sama dengan 500 mg/hari, Dosis yang diberikan pada hari 6 yaitu 62.5 mg/8jam atau sama dengan 187.5 mg/hari Dosis yang diberikan pada hari 7-8 yaitu 62.5 mg/12jam atau sama dengan 125 mg/hari Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi. 3. Ranitidine (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL) Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008). Diberikan pada hari 1-3;5;7-8 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari. 4. Novorapid (Insulin aspart) Digunakan untuk menurukan kadar gula dalam darah Diberikan pada hari ke-6 pasien rawat inap, dosis tidak dicantumkan pada lembar rekam medis. Pasien diberikan insulin pada hari ke-6, diduga kadar gula darah pasien tinggi karena efek samping pemakaian kortikosteroid jangka panjang, namun hasil lab yang menunjukkan bahwa kadar gula darah pasien tinggi tidak tercantum di lembar rekam medis Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Asam Folat, pasien dengan WAIHA diberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik (DeLoughery, 2013). 2. Dosis Kurang Ditemukan interaksi antara metilprednisolon dengan insulin aspart yang menyebabkan penurunan efek insulin aspart (Medscape, 2016). Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari 2. Memberikan jeda pada penggunaan metilprednisolon dan insulin aspart untuk menghindari interaksi yang dapat menurunkan efek insulin. Monitoring gula darah pasien karena salah satu efek samping kortikosteroid adalah diabetes mellitus. 3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, bila perlu berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah terjadinya efek samping osteoporosis (Dipiro, 2008). 121 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 17. Kasus 15 Form Pengambilan Data Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Usia Dewasa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 Rekam Medis No. RM 01.70.42.11 (Kasus 15) SUBJEKTIF Nama Pasien: Ny. EM Umur/JK: 37 tahun / Perempuan BB: 56 kg TB: 150 cm RPD: RPO: KB suntik bulanan selama 6 tahun (terakhir suntik Februari 2014) Tanggal Rawat: 25/10/2014-29/10/2014 Diagnosis Utama: Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Diagnosis Sekunder: Peningkatan enzim transaminase Keluhan Utama: pusing dan nggliyer sejak 3 hari sebelum masuk RS Status Keluar: Membaik dan diizinkan Perjalanan Penyakit: Pasien mengalami pingsan kemudian diperiksa di Puskesmas dan dikatakan Hb= 4. OS dirujuk ke RS PKU Muhammadiyah Bantul dengan Hb= 3,8 AL=4,3 AS=241 Direncanakan untuk transfusi darah namun tidak ada yang cocok kemudian pasien dirujuk ke RS PKU Muhammadiyah Bantul dengan Hb=3,8. Pasien dirujuk ke RS Sardjito. OBJEKTIF Hasil Laboratorium Pemeriksaan Hematologi Satuan Nilai Rujukan WBC x103/µL 3.6-11.0 RBC x106/µL 3.8-5.2 HGB g/dL 11.7-15.5 HCT % 32-47 MCV fL 80-100 MCH Pg 26-34 MCHC g/dL 32-36 PLT x103/µL 150-440 NEUT% % 50-70 LYPMH% % 20-40 MONO% % 2-8 EO% % 1-3 BASO% % 0-1 IG% % M: 0.60-2.60; Retikulosit % F: 0.60-2.60 CROSS Mayor Minor + 3+ Pemeriksaan Kimia 27/10/14 3.51 2.99 9.7 32 107 32.4 30.3 169 82.1 16.5 1,4 0 0 1.1 Coomb’s Test 28/10/14 5 17.2 134.2 39.1 29.2 183 82.5 10.8 3.8 0.4 0.2 22% Indirect Direct + 29/10/14 3.78 2.84 9.3 108 32.7 157 7.20% TBil DBil Protein Total Albumin SGOT SGPT BUN Creatinine Asam Urat Fe TIBC IBC INDEX SAT Natrium/Sodium Kalium/Potasium Chloride LDH GDS Satuan mg/dL mg/dL Nilai Rujukan M: 0.02-1.4; F: 0.02-0.9 0-0.2 28/10/2014 2.3 0.6 g/dL U/L U/L mg/dL mg/dL mg/dL µg/dL µg/dL µg/dL % mmol/L mmol/L mmol/L IU/L mg/dL 3.97-4.94 M: 5-40; F: 5-32 M: 10-50; F: 10-35 6-20 0.67-1.17 M: 3.4-7.0; F: 2.4-7.0 M: 59-158; F: 37-145 250-478 112-346 20-50 135-146 3.4-5.4 95-108 266-500 Darah: 70-110; Urin: <0.5 g/24jam 3.8 54 74 16 0.7 6.4 83 252 169 33 141 3.8 104 444 112 Gambaran Sediaan Apus Darah Tepi (25/10/14) Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoetik Reaktifitas netrofil Kesimpulan: Gambaran anemia et causa sesp. Hemolitik disertai proses inflame/infeksi Hasil Pemeriksaan Hemostasis (28/10/2014) PT INR Kontrol APTT Kontrol EKG Heart Rate 15.7 1.6 13.3 24.5 30.7 Sinus bradikardi 53 x/menit 122 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pemeriksaan Urinalisis Fisik/Kimiawi Nilai Rujukan Satuan 28/10/2014 Nilai Rujukan Satuan 28/10/2014 Glukosa <1,6: Normal mmol/L 0 Bakteri Protein <0,1: Negatif g/L 0 Kristal 0-10 uL 0.1 Bilirubin <8,4: Negatif µmol/L 0 Yeast Like Cell 0-25 uL 0 Urobilin pH 1: Normal µmol/L Normal Small Round Cell 0-6 uL 7.6 6 Silinder Patologis 0-5 uL 0 uL 0.8 <7: Asam ; >7: Basa 2 SEL: Eritrosit 135.5 <0,2: Negatif mg/L 0 Mucus 0-5 Keton <1: Negatif mmol/L 0 Sperma 0-3 uL 0 Nitrit 0,8-5 mg/L 0 Konduktivitas 3.1-2.7 mS/cm 23.9 <24: Negatif Leu/ul 4 Sel Epithel 0-40 uL 12.2 Silinder 0-1.2 uL 0.5 Blood/Darah Leukosit S.G/Berat Jenis >1030 Tanda Vital Tanggal Keadaan Umum Suhu (0C) Nadi (x/menit) Nafas (x/menit) Tekanan Darah (mmHg) 25/10/2014 Sedang cm 36.7 64 20 140/70 26/10/2014 Sedang cm 36.7 68 18 140/70 Pusing, oleng bila berjalan, mual Keluhan 27/10/2014 Sedang cm 36.7 72 20 120/80 Lemas, nyeri perut 28/10/2014 Sedang cm 36.6 80 20 130/80 29/10/2014 Sedang cm 36.4 68 20 130/90 Mual, nyeri perut - Penatalaksanaan Obat Nama Obat Inj. MP 125 mg Inj. Ranitidin Transfusi PRC Dosis dan Cara Pemberian 125 mg/8jam 1A/12jam P Si So √ M P Si So M P √ √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ Si So M P √ √ √ √ √ Si So M P Si So M P Si So M √ √ √ Assesment 1. Metilprednisolone sebagai agen antiinflamasi pada kondisi autoimun yang menekan reaksi hipersensitivitas dengan bekerja langsung pada sel limfosit-T (Liu, 2013) diberikan secara IV dengan dosis 100-200 mg/hari untuk penggunaan selama 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari untuk penggunaan selama 1-3 hari (Zanella, 2012). 123 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dosis yang diberikan pada hari 2-5 yaitu 125 mg/8jam atau sama dengan 375 mg/hari Dosis yang diberikan sesuai dosis terapi. 2. Ranitidine (Inj (amp) 25 mg/mL x 2 mL) Ranitidine memiliki indikasi untuk mengatasi tukak lambung pada pasien karena penggunaan kortikosteroid jangka panjang. dosis ranitidin yaitu 50 mg setiap 6-8 jam per hari atau 150-200 mg per hari (Oliva, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al, 2008). Diberikan pada hari 2-5 dengan dosis 1A/12jam atau sama dengan 100 mg/hari under dose 3. Trandfusi PRC (Packed Red Cells) Transfusi PRC bertujuan untuk mengatasi hemolisis dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Transfusi dilakukan pada pasien dengan Hb <7 g/dL dan target terapi mempertahankan Hb antara 7-9 g/dL (Sharma, 2011). Dilakukan transfusi PRC pada hari 1-2 pasien rawat inap. Kadar hemoglobin pada hari ke-3 (27/10/2014) yaitu 9.7 g/dL.. Evaluasi DRPs 1. Dibutuhkan Tambahan Obat Asam Folat, pasien dengan WAIHA diberikan asam folat dengan dosis 1 mg/hari untuk mencegah terjadinya anemia megaloblastik karena hemolisis aktif pada pasien AIHA (DeLoughery, 2013). 2. Dosis Kurang Ranitidin diberikan dengan dosis 100 mg/hari belum cukup untuk mengatasi keluhan pasien, dosis literature yang dianjurkan adalah 150-200 mg/hari Plan/Rekomendasi 1. Memberikan tambahan obat asam folat dengan dosis 1 mg/hari 2. Memantau kondisi pasien terkait keluhan tukak lambung, dan memberikan ranitidin sesuai dosis literatur. 3. Monitoring kepadatan tulang menggunakan DXA (Dual energy X-Ray) pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang, serta berikan tambahan suplemen kalsium dengan dosis 1000 mg/hari dan vit D dengan dosis 200 IU/hari untuk mencegah efek samping kortikosteroid yaitu osteoporosis (Dipiro, 2008). 4. Monitoring GDS karena penggunaan obat steroid dapat menyebabkan diabetes mellitus drug-induced (Zeerleder, 2011). 124 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi dengan judul ”Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Dewasa dengan Diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014” memiliki nama lengkap Sylviana Hesti Putri Nugroho. Penulis lahir di Wonosobo pada tanggal 7 Maret 1995 dari pasangan Yusak Slamet Nugroho dan Yekti Widiyatni sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari TK Masehi Parakan (19982000), SD Masehi Parakan (2000-2006), SMP Negeri 1 Parakan (2006-2009). Dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Temanggung (2009-2012). Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Farmasi. Selama menempuh kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan dan organisasi. Penulis pernah menjadi anggota paduan suara fakultas “PSF Veronica” (2012), anggota seksi acara Photo Story (2012), anggota tim medis Rektor Cup (2013), anggota seksi perlengkapan TITRASI (2014), anggota seksi expo Paingan Festival (2014), dan anggota seksi perlengkapan Desa Mitra (2014).