1 HUBUNGAN ANTARA PROFIL LIPID DARAH DENGAN TERJADINYA NEFROPATI DIABETIKUM 2 PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 3 DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 - 2015 Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran. OLEH: ROHMAN SUNGKONO NIM: 1113103000001 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M 4 ii 5 iii 6 7 8 9 iv 10 KATA PENGANTAR 11 Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PROFIL LIPID DARAH DENGAN TERJADINYA NEFROPATI DIABETIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 - 2015” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, KGEH selaku dosen pembimbing 1 yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penelitian sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini. 4. dr. Silvia Dewi, Sp.PD selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penelitian sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini. v 5. dr. Hari Hendarto, Ph.D, Sp.PD selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji, mengarahkan serta memberi masukan untuk penelitian ini. 6. dr. Muniroh, SpPK selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji, mengarahkan serta memberi masukan untuk penelitian ini. 7. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku dosen penanggung jawab riset mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter 2013. 8. Kedua orangtua penulis, Mayor H. Suprapto dan Hj. Ida Agus Irianti, SE yang selalu mendoakan, memberi semangat dan motivasi, serta memberikan dukungan baik moral maupun material, serta kedua abang penulis Didik Widiantoro, M.Psi.,Psikolog dan dr. Rachmad Susilo yang selalu mendoakan dan menjadi motivasi terselesaikannya penelitian ini. 9. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Teman-teman seperjuangan riset, Azmi Jabbar Nasution, Charifa Sama, Ahmad Sisjufri M, Nur Hakimatul Faizah, dan Raudya Iwana Tuzzahra yang sejak awal hingga selesai selalu membantu dalam melewati berbagai hal dalam penelitian ini. 11. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga penelitian ini dapat memberi banyak manfaat bagi kita semua. Jakarta, 19 Oktober 2016 Rohman Sungkono vi 12 ABSTRAK Rohman Sungkono. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan Profil Lipid Darah dengan terjadinya Nefropati Diabetik Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan Tahun 2013-2015 Latar Belakang: Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit tidak menular dengan angka kejadian yang tinggi dan akan terus bertambah seiring bertambahnya tahun. Pada penderita DM biasanya disertai dengan komplikasi yang dapat memperburuk penyakitnya salah satunya nefropati diabetik. Diabetes Melitus dengan komplikasi nefropati diabetik menjadi salah satu penyebab terbanyak end stage renal disease di dunia. Abnormalitas profil lipid pada penderita DM dapat menimbulkan terbentuknya aterosklerosis. Hal ini mengakibatkan gangguan dari fungsi ginjal dimana terdapatnya albumin pada urin atau disebut dengan albuminuria. Kondisi ini akan menyebabkan penderita DM mengalami komplikasi nefropati diabetik. Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Data diperoleh dari rekam medis pasien DM tipe 2 dengan komplikasi nefropati diabetik yang menjalani rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan dari tahun 2013 – 2015 dengan teknik consecutive sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square dimana didapatkan hubungan yang bermakna jika nilai p<0,05. Hasil: Dari 56 subyek penelitian didapatkan hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol LDL dengan terjadinya nefropati diabetik (p=0,024), namun tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol total, tirgliserida, dan kolesterol HDL dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar LDL dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2. Kata Kunci: Diabetes Melitus tipe 2, profil lipid darah, Nefropati Diabetik. vii ABSTRACT Rohman Sungkono. School Of Medicin, Medicine and Health Sciences Faculty. The Association between Blood Lipid Profile and Diabetic Nephropathy In Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in General Hospital of South Tangerang in 2013-2015. Background: Diabetes Mellitus (DM) is one of the non-communicable diseases with high incidence rates and keep increasing every year. The patients with DM usually accompanied by complications that may aggravate the disease, one of the complications is diabetic nephropathy. Diabetes Mellitus with complications diabetic nephropathy become one of the most common cause of end stage renal disease in the world. Abnormality of lipid profile in patients with DM can leads to the formation of atherosclerosis. This can cause a disruption of kidney function in which the presence of protein in the urine, or so-called proteinuria. This condition will cause the patient of DM have diabetic nephropathy complications. Methods: This study is an observational analytic research with cross sectional approach. Data were obtained from medical records of patients with type 2 diabetes mellitus with diabetic nephropathy complications were hospitalized in General Hospital of South Tangerang from the year 2013-2015 with consecutive sampling technique. The statistical test used is the test Chi Square where a significant association if the value of p <0.05. Results: From 56 subjects of research, it can be concluded that results shows there is significant correlation between LDL cholesterol levels with the onset of nephropathy diabetic (p = 0.024), however there is no significant correlation between total cholesterol, tirgliserida, and HDL cholesterol with diabetic nephropathy on patients with type 2 diabetes mellitus. Conclusion: There was a significant correlation between the levels of LDL with the occurrence of diabetic nephropathy in patients with type 2 diabetes mellitus. Keywords: Diabetes mellitus type 2, blood lipid profiles, Diabetic Nephropathy. viii DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ........................................................................................................ i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEBIMBING .............................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ................................................................................................................. vii DAFTAR ISI............................................................................................................... ix BAB 1 : PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar belakang masalah ....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3 1.3 Hipotesis .............................................................................................................. 3 1.4 Tujuan Penelitian................................................................................................. 3 1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................... 4 1.5.1 Bagi Peneliti.................................................................................................. 4 1.5.2 Bagi Institusi ................................................................................................. 4 1.5.3 Bagi Masyarakat ........................................................................................... 4 BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5 2.1 Diabetes Melitus .................................................................................................. 5 2.1.1 Definisi ......................................................................................................... 5 2.1.2 Epidemiologi................................................................................................. 5 2.1.3 Diagnosis ...................................................................................................... 5 2.1.4 Klasifikasi ..................................................................................................... 7 2.1.5 Komplikasi Diabetes Melitus ....................................................................... 7 2.1.6 Penatalaksanaan ............................................................................................ 9 2.2 Nefropati Diabetik ............................................................................................. 16 2.2.1 Definisi ....................................................................................................... 16 ix 2.2.2 Epidemiologi............................................................................................... 17 2.2.3 Klasifikasi ................................................................................................... 17 2.2.4 Patofisiologi ................................................................................................ 19 2.2.5 Skrining dan Diagnosis ............................................................................... 20 2.2.6 Tatalaksana ................................................................................................. 21 2.3 Lipid Darah ....................................................................................................... 21 2.3.1 Jenis Lipid ................................................................................................... 23 2.3.2 Lipoprotein dan Apolipoprotein ................................................................. 26 2.4 Hubungan profil lipid darah dengan terjadinya nefropati diabetik ................... 30 2.5 Kerangka Teori .................................................................................................. 35 2.6 Kerangka Konsep .............................................................................................. 36 2.7 Definisi Operasional .......................................................................................... 37 BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 39 3.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 39 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 39 3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 39 3.3.1 Populasi target ............................................................................................ 39 3.3.2 Populasi terjangkau ..................................................................................... 39 3.3.3 Sampel ........................................................................................................ 39 3.3.4 Besar Sampel .............................................................................................. 40 3.3.5 Cara Pengambilan Sampel .......................................................................... 40 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................................. 40 3.4.1 Kriteria Inklusi ............................................................................................ 40 3.4.2 Kriteria Eksklusi ......................................................................................... 40 3.5 Cara kerja Penelitian ......................................................................................... 41 3.6 Alur Penelitian................................................................................................... 41 3.7 Analisis Data ..................................................................................................... 42 BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 43 4.1 Deskripsi Sampel Penelitian.............................................................................. 43 4.2 Analisis Deskriptif............................................................................................. 43 x 4.2.1 Distribusi Sampel Berdasarakan Kadar Kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL ................................................................... 43 4.3 Analisis Bivariat ................................................................................................ 45 4.3.1 Hubungan Kadar Kolesterol Total dengan Terjadinya Nefropati Diabetik 45 4.3.2 Hubungan Kadar Trigliserida dengan Terjadinya Nefropati Diabetik ....... 45 4.3.3 Hubungan Kadar Kolesterol LDL dengan Terjadinya Nefropati Diabetik 46 4.3.4 Hubungan Kadar Kadar Kolesterol HDL dengan Terjadinya Nefropati Diabetik ............................................................................................................... 47 4.4 Pembahasan ....................................................................................................... 47 4.4.1 Profil Lipid Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik ............................... 47 4.4.2 Hubungan Kadar Lipid Darah Dengan Terjadinya Nefropati Diabetik...... 48 4.5 Keterbatasan Peneliti ......................................................................................... 50 BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 51 5.1 KESIMPULAN ................................................................................................. 51 5.2 SARAN ............................................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 53 LAMPIRAN ............................................................................................................... 57 DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………..………………………………65 xi BAB 1 13 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Dewasa ini hidup di era globalisasi dengan pola makan yang tidak sehat dan tidak teratur dapat menyebabkan peningkatan angka kejadian non-communicable disease salah satunya Diabetes Melitus (DM). Menurut American Diabetes Association pada tahun 2011, DM adalah suatu kelompok dari penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah di atas nilai normal yang disebabkan oleh terganggunya sekresi insulin, kerja insulin itu sendiri ataupun keduanya.1 Sedangkan menurut International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa Indonesia menduduki urutan ketujuh angka prevalensi diabetes dan diperkirakan pada tahun 2030 akan memiliki penderita diabetes melitus sebanyak 21,3 juta jiwa.2 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2010, bahwa akan ada 220 juta orang di dunia yang terkena diabetes di tahun 2004 dan memperkirakan bahwa angka kematian akibat diabetes akan berlipat ganda antara tahun 2005 dan 2030.3 Diabetes Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Proporsi DM di Indonesia yang diteliti oleh Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun 2013 sebanyak 6,9% dari seluruh penduduk Indonesia. Tingginya proporsi DM yang sebagian besar tergolong dalam DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan. Berdasarkan laporan hasil Riskesdas tahun 2013, dari 6,9% penderita DM yang didapatkan, 30,4% yang telah terdiagnosis sebelumnya dan 69,9% tidak terdiagnosis sebelumnya. Proporsi nasional DM pada penduduk perkotaan di Indonesia adalah 6,8% sedangkan pada penduduk pendesaan adalah 7% dengan proporsi tertinggi penderita DM terdapat di Sulawesi Tengah 1 2 (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), dan Sulawesi Selatan (3,4%). Sedangkan proporsi diabetes melitus terendah di Lampung (0,8%) dan Bengkulu (1,0%).5 Pengidap Diabetes Melitus cenderung menderita komplikasi baik akut maupun kronik. Salah satu komplikasi yang menjadi penyebab utama kematian pada DM adalah penyakit ginjal. Riskesdas 2013 menyatakan persentase komplikasi diabetes melitus di RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) tahun 2011 terbanyak adalah neuropati diabetik (54%) diikuti retinopati (33,4%), nefropati diabetik (26,5%), dan ulkus kaki (8,7%). Penderita diabetes mempunyai kecenderungan menderita nefropati 17 kali lebih sering dibandingkan dengan orang non-diabetik. Pada tahun 2006, 7 dari 10 kasus baru ESRD (End Stage Renal Disease) di Amerika Serikat diakibatkan oleh nefropati diabetik dan hipertensi. Keadaan ini juga mulai terjadi di Indonesia, dimana pada tahun 1983 prevalensi nefropati diabetik hanya 8,3% dari semua gagal ginjal terminal dan kemudian meningkat 2 kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun yaitu 17%.5,6 Abnormalitas profil lipid sering dijumpai pada penderita diabetes melitus. Wulandari (2012) melaporkan 155 kasus diabetes melitus dengan nefropati diabetik yang ditelitinya, hiperkolesterolemia dijumpai pada 51% dan hipo-HDL sebanyak 56,8%. Sedangkan Widiastuti meneliti 70 subyek penelitian yang mengalami diabetes melitus mendapatkan sebanyak 49 subyek dengan hiperkolesterolemia (70%), hipertrigliseridemia pada 31 subyek (44,29%), dan kombinasi keduanya pada 28 subyek (40%). Hal ini menunjukkan pada pasien DM sebagian besar memiliki kadar kolesterol dan trigliserida plasma yang tinggi. kondisi ini berperan dalam pembentukan aterosklerosis. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar organ menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, serta merangsang reaksi peradangan pada dinding pembuluh darah sehingga terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah. Konsekuensi adanya aterosklerosis ini adalah penyempitan lumen pembuluh darah dan penurunan kecepatan aliran darah yang menyebabkan berkurangnya suplai darah ke ginjal. Hal ini dapat menimbulkan gangguan proses filtrasi di glomerulus 3 dan penurunan fungsi ginjal. Gangguan proses filtrasi tersebut dapat memperberat komplikasi penderita diabetes melitus yaitu nefropati diabetikum.7 Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara profil lipid darah dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita diabetes melitus tipe 2. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi informasi mengenai nefropati diabetik sehingga dapat melakukan intervensi sedini mungkin agar progresitivitas penyakit dapat dikendalikan, serta mengurangi angka mortalitas akibat komplikasi kronis DM tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara profil lipid darah dengan terjadinya nefropati diabetikum pada penderita diabetes melitus tipe 2 ? 1.3 Hipotesis Terdapat hubungan antara profil lipid darah dengan terjadinya nefropati diabetikum pada penderita diabetes melitus tipe 2. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara profil lipid darah pada penderita DM tipe 2 dengan terjadinya nefropati diabetik. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan antara kadar kolesterol total dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2. b. Mengetahui hubungan antara kadar trigliserdia dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2. 4 c. Mengetahui hubungan antara kadar kolesterol LDL dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2. d. Mengetahui hubungan antara kadar kolesterol HDL dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti 1. Mendapatkan pengalaman serta pengetahuan dalam melakukan penelitian terutama di bidang penyakit metabolik endokrin 2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1.5.2 Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi bahan referensi bagi peneliti berikutnya. 1.5.3 Bagi Masyarakat Menjadi salah satu informasi terkait tentang diabetes melitus dan komplikasinya. 14 BAB 2 15 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan dari kesalahan pada sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Hiperglikemia kronik akan berhubungan dengan kerusakan organ yang berbeda dalam jangka panjang meliputi disfungsi dan kegagalan organ tersebut terutama organ mata, ginjal, saraf, ginjal, jantung dan pembuluh darah.1 2.1.2 Epidemiologi Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-6% dari jumlah orang dewasanya. Di Amerika Serikat, penderita diabetes melitus meningkat dari tahun 1995 yakni 30 juta warga hingga di tahun 2005 mencapai angka sekitar 65 juta orang. Sedangkan Indonesia kekerapana diabetes berkisar antara 1,4 dengan 1,6%, kecuali di dua tempat yaitu Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3% dan di Manado 6%.4 Di Indonesia prevalensi diabetes melitus berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 terdapat 2,1%. Angka tersebut meningkat dari tahun 2013 sebanyak 1,1%.5 2.1.3 Diagnosis DM dapat ditegakkan dari pemeriksaan kadar glukosa darah. Selain dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dapat juga dengan berbagai keluhan yang dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus. Keluhan tersebut dapat menjadi 5 6 kecurigaan bahwa terdapat risiko terkena DM yaitu adanya keluhan klasik DM sebagai berikut:8 - Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak tahu penyebabnya. - Keluhan lain dapat berupa : gatal, mata kabur, lemah badan, kesemutan, dan disfungsi ereksi pada pria.7 Berdasarkan dari pemeriksaan kadar glukosa darah dan gejala klinis yang khas ataupun tidak khas pada pasien bisa dapat menegakkan diagnosis DM. Jika keluhan khas pada pasien dan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah dapat ditegakkan diagnosis DM. Untuk pasien tanpa keluhan khas DM dan ditambahkan dengan pemeriksaan glukosa darah yang abnormal tidak dapat menegakkan diagnosis DM. Untuk itu diperlukan pemeriksaan glukosa darah sekali lagi dan ditemukan nilai yang abnormal yaitu : glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl.4 . Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan toleransi glukosa terganggu.4 7 2.1.4 Klasifikasi Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi etiologis DM.4 2.1.5 Komplikasi Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis yang akan memberikan dampak yang sangat besar ke berbagai organ lainnya. Dampak yang diberikan berupa komplikasi yang dapat akut ataupun komplikasi kronik.8 a. Komplikasi akut DM Gangguan keseimbangan gula darah jangka pendek dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang diantaranya : - Hipoglikemia Hipoglikemia dapat terjadi karena penurunan kadar glukosa dalam darah yang disebabkan peningkatan dari kadar insulin yang kurang tepat 8 - Ketoasidosis diabetik Gangguan keseimbangan dari tingginya kadar gula dalam darah dengan rendahnya kadar insulin menyebabkan tubuh tidak dapat menggunakan glukossa sebagai sumber energi dengan optimal. Sebagai gantinya tubuh akan mengkompensasi dengan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif didalam tubuh guna memenuhi kebutuhan energi dalam tubuh. Proses pemecehan dari lemak tersebut menghasilkan badan-badan keton dalam darah yang disebut dengan ketosis. Ketosis yang tinggi menyebabkan derajat keasamaan darah menurun atau dapat disebut dengan asidosis. Dari kedua hal ini maka tubuh mengalami ketoasidosis.8 - Sindrom Hiperglikemik Hiperomolar Nonketokik (HHNK) Perbedaan HHNK dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terjadinya ketosis dan asidosis pada HHNK. Pada keadaan ini tubuh dengan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk itu tubuh akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dengan cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Gambaran klinis sindrom HNNK terdiri dari gejala hipotensi, dehidrasi berat, takikardi, tanda tanda neurologis yang bervariasi.8,9 b. Komplikasi kronis Selain akut, diabetes melitus akan memberikan komplikasi kronik terhadap pembuluh darah sistemik tubuh. - Komplikasi mikrovaskular Komplikasi mikrovaskular ini ditandai dengan penebalan dari membran basalis pembuluh darah kapiler. Gangguan dari fungsi 9 kapiler ini dapat menyebar serius ke dua arah tempat yaitu mata dan ginjal. Kelainan patologis dari ginjal dikenal dengan istilah nefropati diabetikum yang disebabkan penebalan pembuluh darah ginjal yang berujung terjadinya kebocoran dari sistem ginjal yang tidak mampu memfiltrasi protein sehingga adanya protein di dalam air kemih. Sedangkan pada sistem mata ditandai dengan perubahan yang terjadi pada pembuluh dara kecil di mata menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM.8,9 2.1.6 Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan diabetes melitus sesuai dengan Konsesus Pengelolahan DM di Indonesia tahun 2015 oleh PERKENI secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM, yang meliputi:4 1. Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut. 2. Tujuan jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. 3. Tujuan akhir pengelolahan : turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dan komprehensif, yang meliputi :4 1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama : a. Riwayat penyakit Gejala yang dialami oleh pasien. Pengobatan lain yang berpengaruh terhadap glukosa darah. Faktor risiko : merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga. Riwayta penyakit dan pengobatan. 10 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi. b. Pemeriksaan fisik Pengukuran tinggi dan berat badan. Pengkuruan tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan jantung. Pemeriksaan kaki secara komprehensif. c. Evaluasi laboratorium HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1 tahun pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan. d. Penapisan komplikasi Penapisan ini diperiksa pada pasien DM tipe 2 yang baru saja terdiagnosis: Profil lipid dan kreatinin serum. Urinalisis dan albumin urin kuantitatif. Elektrokardiogram. Foto sinar-X dada Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh dokter spesialis mata atau optometris. Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI). Adapun langka-langkah penatalaksaan khusus pada pasien DM tipe 2 yang dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan intervensi farmakologis 11 dengan obat antihiperglikemia secara oral ataupun suntikan. Langkah-langkah tersebut:4 1. Edukasi dan Pendidikan Kesehatan Edukasi dan pendidikan kesehatan memiliki peranan penting dalam pengelolahan DM. Pendidikan kesehatan yang mencakup edukasi pola hidup sehat dapat dibagi menjadi tiga bagian dalam pencegahan DM. Pertama pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi. Kedua, pendidikan kesehatan pencegahan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. sedangkan yang ketiga, pendidikan kesehatan pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM yang penyulit menahun.4 2. Terapi Nutrisi Medis Pasien DM perlu diberikanan penekanan bahwa pentingnya dalam mengatur jadwal makan, jenis, jumlah makanan yang dikonsumsi, dan terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein 1015%.4 3. Latihan Olahraga Olahraga sangat diperlukan bagi tubuh seseorang. Oleh karena itu dalam hal pengendalian DM diperlukan perlakuan khusus terhadap latihan olahraga yang akan dilakukan. Kegiatan olahraga sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan olahraga yang dianjurkan berupa latihan olahraga yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung 12 maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien.4 4. Intervensi farmakologis Terapi farmakologi ini diberikan secara bersamaan dengan pengaturan pola makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (insulin):4 a. Obat antihiperglikemia aral Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: 1) Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu cara kerja pankreas dalam mensekresikan insulin.4 Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,tetapi memiliki perbedaan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.4 2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion (TZD). Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan memperbaiki pengambilan glukosa kembali dari perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2.4 Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan 13 jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.4 3) Penghambat absorpsi glukosa Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Secara khusus golongan ini akan menjadi penghambat glukosidase alfa.4 4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).4 5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2) Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.4 lain: 14 Tabel 2.2 Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia.4 b. Obat antihiperglikemia suntik 1) Insulin Tabel 2.3 Farmakokinetik insulin eksogen berdasarkan waktu kerja.33 15 2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.33 c. Terapi kombinasi Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin.33 16 Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.33 Gambar 2. Algoritma pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia.4 2.2 Nefropati Diabetik 2.2.1 Definisi Nefropati diabetik (ND) merupakan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap yaitu > 300 mg/24 jam 17 atau >200 ig/menit. Pemeriksaan minimal dua kali dalam kurun waktu 3 sampai bulan.8 2.2.2 Epidemiologi Angka kejadian pasien nefropati diabetikum pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan 2 adalah sebanding, tetapi pasien tipe 2 lebih banyak dibandingkan dengan pasien tipe 1 maka insidens terhadap pasien tipe 2 lebih sering dibandingkan pasien dengan tipe 1. Di Amerika, nefropati diabetikum ini menyumbang angka kematian yang cukup tinggi diantara komplikasi diabetes melitus. Prevalensi nefropati diabetik di Indonesia pada tahun 1983 hanya 8,3% dan pada tahun 1993 meningkat menjadi dua kali lipat sebanyak 17%.6,8 2.2.3 Klasifikasi Pada perjalanan penyakit nefropati diabetik terhadap sistem ginjal pada pasien tipe 1 dan 2 oleh Mogensen dibagi menjadi 5 tahapan.8 Tabel 2.4 Tahapan nefropati diabetik oleh Mogensen.8 18 1. Tahap 1 Pada tahap ini Laju Filtrasi Glomerulus dan sekresi urin pasien meningkat. Kondisi ginjal pada tahap ini adalah hipertrofi dan hiperfungsi.8 2. Tahap 2 Disebut juga dengan tahap Silent Stage atau tahap sepi. Pada tahap ini terjadi setelah kisaran 5-10 tahun diagnosis DM ditegakkan namun secara klinis belum tampak tanda tanda kelainan yang berarti pada ginjal tetapi seiring dengan lamanya penyakit ini akan merubah beberepa struktur dari ginjal pasien yaitu penebalan membran basalis yang tidak terlalu spesifik.8 3. Tahap 3 Pada tahap inilah tanda awal dari nefropati diabetik sudah tampak. Disebut incipien diabetic nephropathy, dimana ditemukan mikroalbuminuria. Gejala klinis yang diberikan yaitu LFG dapat meningkat ataupun normal dan tekanan darah dapat meningkat. Tahap ini terjadi kisaran waktu 10-15 tahun sejak diagnosis DM ditegakkan. Secara histologis tampak peningkatan ketebalan membrana basalis dan mesangium fraksional dalam glomerulus.8 4. Tahap 4 Tahap ini memberikan gejala klinis berupa proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, LFG menurun sekitar 10 ml/menit/tahun, dan juga timbul hipertensi pada sebagian pasien. Terjadi setelah 15-20 tahun sejak diagnosis DM ditegakkan.8 5. Tahap 5 Pada tahap ini pasien sudah mengalami gagal ginjal terminal. Gejala klinis pada tahap ini tamapk uremia dan LFG yang sangat menurun.8 19 2.2.4 Patofisiologi Perjalanan dari proses terjadinya nefropati diabetik tidak dapat dijelaskan secara pasti. Banyaknya faktor yang mempengaruhi dari fungsi dari ginjal seperti pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik dan hemodinamik yang berpengaruh terhapa terjadinya proteinuria.10 Gambar 3. Interaksi komponen metabolik dan hemodinamik menghasilkan komplikasi mikrovaskular pada diabetes, termasuk nefropati diabtetik.10 Berawal dari hiperglikemia dengan glukosa yang tinggi dapat bereaksi secara non enzimatik dengan asam amino bebas dalam tubuh yang akan menghasilkan AGE‟s (advance glycosialtion end-products). AGE‟s yang tinggi akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi jalur poliol dan aktivasi protein kinase C. 11,12 Jalur poliol (polyol pathway) terjadi peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat dari peningkatan reduksi glukosa oleh kativasi enzim aldose reduktase. Sorbitol yang tinggi akan mengakibatkan kurangnya kadar inositol yang menyebabkan gangguan dari sistem fungsi ginjal yaitu gangguan osmolaritas membran basal ginjal. 11,12 20 Hipertensi yang timbul bersama memberatkan dari perjalanan penyakit ND ini yang akan menambahkan kerusakan dari ginjal dengan mendorong terjadinya sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Penelitian pada hewan diabetes menunjukkan adanya vasokontriksi arteriol sebagai akibat kelainan renin/angiotensin sistem.11,12 2.2.5 Skrining dan Diagnosis Skirining untuk nefropatik diabetik pada penderita diabetes tipe 2 sejak 7 tahun diagnosis ditegakkan dengan mikroalbuminuria yang nyata. Sedangkan pada pasien diabetes tipe 1 direkomendasikan setelah 5 tahun diagnosis diabetes ditegakkan.13 American Diabetes Assosiation (ADA) guidelines merekomendasikan langkah pertama dalam skiring dan diagnosis nefropati diabetik adalah untuk mengukur albumin dalam sampel urin. Pengambilan sampel urin yang baik dilakukan pada urin pertama pagi hari ataupun secara acak pengambilannya. ADA menggunakan albuminuria cutoff values sebagai indikator menentukan stages dari nefropati diabetik yang berguna untuk mendiagnosis pasien tersebut.13 Tabel 2.5 Stadium nefropati diabetik berdasarkan jumlah albumin untuk diagnosis dan karakteristik bermakna klinis.13 Stadium Mikroalbuminuria Albuminuria cutoff values 20-199 µg/menit 20-299 mg/24 jam 30-299 mg/g* Karakteristik klinis Pada malam hari terjadi penurunan tekanan darah abnormal dan peningkatakan tekanan darah Peningkatan trgiliserida, kolesterol total dan kolesterol LDL, dan asam lemak jenuh. Peningkatan frekuensi komponen sindrom metabolik. Disfungsi endotel Hubungan dengan retinopati diabetik, amputasi, dan penyakit kardiovaskular. Peningkatan kematian akibat kardiovaskular. GFR stabil 21 Makroalbuminuria** 200 µg/menit Hipertensi. 300 mg/24 jam Peningkatan trigliserida, kolesterol total, dan LDL kolesterol. Iskemia miokard asimptomatik. Penurunan GFR progessif >300 mg mg/g* *sampel urin. **Pengukuran proteinuria total ( 500 mg/24 jam atau 430 mg/l di sampel urin) dapat mendefinisikan stadium nefropati diabetik. 2.2.6 Tatalaksana Prinsip pemberian terapi pada pasien nefropati diabetik adalah mengecek dari albuminuria, apakah masih normoalbuminuria, atau sudah terjadi mikroalbumnuria bahkan makroalbuminuria. Tahap-tahap inilah menjadikan landasan pemberian tatalaksana pada pasien ND dengan pendekatan utama adalah melalui: 1. Pengendalian gula darah ( olahraga, diet, obat anti diabetes) 2. Pengendalian tekanan darah (diet renda garam, obat antihipertensi) 3. Perbaikan fungsi ginjal ( diet rendah protein, pemberian, Angiotensin Converting Enyme Inhibitor (ACE-I) dan/ atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) 4. Pengendalian faktor-faktor ke-mordibitas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas dll).8 2.3 Lipid Darah Lipid adalah senyawa yang berisi karbon dan hidrogen. Namun beberapa jenis lipid dapat mengandung fosfor dan nitrogen. Lipid tidak terlarut dalam air tetapi lipid dapat larut dalam pelarut organik. Sifat lipid yang tidak dapat larut dalam air, sehingga untuk beredar dalam sirkulasi darah tubuh lipid ini memerlukan suatu system transport guna membawa lipid itu tersebut. Lipid membentuk suatu kompleks makromolekul bersama dengan protein khusus yang disebut dengan apolipoprotein. Kompleks tersebut dapat dikatakan dengan lipoprotein. Terdapat lima kelas utama lipoprotein sebagai pengangkut lipid yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan 22 high density lipoprotein (HDL). Kilomikron, VLDL, dan LDL merupakan lipoprotein yang kaya akan trigliserida.25 Lipid dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu lemak netral, lemak majemuk, dan sterol. Lemak netral sebagian besar mengandung tiga asam lemak dan dapat disebut dengan trigliserida. Lipid majemuk adalah fosfolipid dan glikolipid. Sedangkan jenis sterol dapat dikatakan dengan kolesterol. 26 Profil lipid saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP ATP III) pada tahun 2011 telah membuat suatu batasan profil seseorang secara umum.15 2.6 Profil lipid menurut NCEP ATP III 2001 (mg/dL).15 23 2.3.1 Jenis Lipid Terdapat berbagai jenis lipid yang berada dalam tubuh kita, lipid tersbut dapat beredar bebas dalam tubuh kita ataupun terikat dengan suatu kompleks. Adapun jenis-jenis lipid tersebut dimetabolisme dan diangkut sebagai berikut : a. Kolesterol Kolesterol merupakan suatu zat lemak yang bersumber dari seluruh produk binatang, contoh : daging, produk susu dan telur. Kolesterol ini sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, banyak fungsi tubuh yang menggunakan kolesterol sebagai bahan bakarnya seperti untuk untuk membentuk membran sel, memproduksi hormon seks dan membentuk asam empedu. Kolesterol sangat dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan yang optimal. Bila kadar kolesterol didalam darah terlalu tinggi akam terjadi pengendarapan pada dinding pembuluh darah yang akan menyebabkan kelainan pada pembuluh darah.16 Kolesterol dalam tubuh kita akan selalu diserap tiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut dengan kolesterol eksogen sedangkan kolesterol endogen yang beredar dalam lipoprotein plasma akan dibentuk oleh hati. Kolesterol akan disintesis dari asetil koenzim A melalui beberapa tahapan reaksi. Secara garis besar koenzim A akan diubah menjadi isopentenil piroposfat dan dimetalil piroposfat melalu beberapa tahapana yang dibantuk dengan beberapa reaksi enzim. Kemudian isopentenil piroposfat dan dimetalil piroposfat akan diubah menjadi kolesterol. 16,26 Kecepatan pembentukan kolesterol dipengaruhi oleh kosentrasi kolesterol di dalam tubuh. Apabila dalam tubuh seseorang terdapat kosentrasi kolesterol dalam jumlah yang cukup, maka kolsterol akan menghambat sendiri reaksi pembentukkannya (hambatan umpanbalik). Sebaliknya bila kadar kolesterol di dalam tubuh kurang atau menurun, maka kecepatan pembentukkan kolesterol akan meningkat. 16 24 Kolesterol yang bersifat tidak dapat larut dalam air, maka perlu suatu „pengangkut‟ guna bisa masuk dalam sirkulasi darah disebut lipoprotein. Lipoprotein dalam sirkulasi tidak hanyak mengangkut kolsterol tetapi juga mengangkut triglesirida, fosfolipid, dan protein dalam jumlah yang berbeda-beda sehinggia setiap lipoprotein dalam tubuh memiliki densitas massa yang bervariasi. Lipoprotein terbesar dan paling rendah densitasnya adalah kilomikron, kemudian lipoprotein densitas sangat rendah (very low density lipoprotein, VLDL), lipoprotein densitas rendah ( low density lipoprotein, LDL), lipoprotein densitas sedang (intermediate density lipoprotein, IDL), dan lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein). 25 VLDL merupakan lipoprotein yang terdidi dari trigliserid endogen yang dibentuk oleh sel hati dari karbohidrat. VLDL bertugas membawa kolesterol yang dikeluarkan dari hati ke jaringan otot dan disimpan sebagai cadangan bagi tubuh. 16 LDL merupakan lipoprotein yang membawa 45% kolesterol dan bertugas sebagai pengangkut kolesterol dalam plasma ke jaringan perifer untuk keperluan pertukaran zat. Varian dari LDL bervariasi yang ditentukan oleh rasio kolesterol dan trigliserid, dimana pada situasi ini trigliserid menurun pada partikel yang lebih kecil (LDL-pk). LDL-pk bersifat aterogemik karena beberapa hal yaitu secara umum partikel yang lebih kecil dan padat akan lebih mudah menerobos endotel pembuluh darah dan melakukan penetrasi ke intima, sehingga LDL-pk lebih mudah mengalami oksidasi dan glikasi yang memicu proses pembentukan sel busa di intima. LDL ini akan beredar dipembuluh darah dan mudah menempel pada pembuluh darah yang mengakiabtkan terbentuknya plak oleh karena itu LDL sering disebut dengan “ kolesterol jahat”. 16,17 HDL sering disebut dengan “kolesterol baik” karena tugas dari lipoprotein ini tergolong sangat menolong dalam proses pembentukan dan pembuangan kolesterol. Dibentuk oleh sel hati dan usus, bertugas sebagai penyedot timbunan 25 yang terdapat pada jaringan tersebut, mengangkutnya ke hati dan membuangnya ke dalam empedu.16 b. Trigliserida Trigliserida merupakan bentuk lemak yang paling efisien untuk menyimpan kalor yang penting untuk proses-proses dalam tubuh kita sebagai energi bahan bakar. Kadar trigliserida ini adalah kadar lemak yang paling banyak di dalam darah dibandingkan dengan kadar lemak lainnya. Kadar tersebut dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat makanan dan kegemukan. Umumnya orang-orang gemuk mempunyai kadar trigliserida yang tinggi dalam plasma. Trigliserida ini banyak disimpan juga pada lipatan kulit. Makin gemuk seseorang, maka makin banyak lipatan-lipatan yang terbentuk dari pengumpulan trigliserida. Tidak jarang ditemukan juga orang yang obesitas dan memiliki lipatan-lipatan kulit mempunyai kadar trigliserida plasma yang normal-normal saja. Ini membuktikan jika simpanan trigliserida banyak terdapata di lipatan kulit tersebut sedangkan nilai trigliserida dalam darah masih dalam batas normal dan sewaktu-sewaktu dapat tinggi apabila tubuh ingin menggunakannya sebagai cadangan energi.18 Trigliserida ini dapat diangkut sebagai kilomikron dari usus yang akan menuju ke hepar, kemudian mengalami metabolisme dalam hepar dan akan diteruskan menjadi beberapa lipoprotein, dalam jumlah besar sebagai VLDL diangkut dari hepar menuju ke seluruh jaringan tubuh. Oleh karena itu tingginya trigliserida akan cenderungnya dengan peningkatan kadar VLDL dan LDL, sementara HDL justru rendah.18 c. Fosfolipid Kompleks lipid ini berasal dari asam fosfotidal. Dalam plasma fosfolipid yang utama adalah sfingomielin, fosfatidil kolin atau lesitin, fosfatidil etanolamin, dan fosfatidil serin. Berbagai kosentarasi tersebut terdapat dalam berbagai kompleks lipoprotein yang terbanyak terdapat dalam HDL sekitar 50% dan pada LDL sekitar 20-25%. 26 26 d. Asam lemak tak teresterifikasi (NEFA = Non esterified fatty acid ) NEFA merupakan bagian kecil asam lemak plasma yang tak teresterifikasi oleh gliserol sehingga sering disebut juga dengan asam lemak bebas (FFA = free fatty acid ) . Dalam tubuh diangkut dalam kompleks albumin. 16 2.3.2 Lipoprotein dan Apolipoprotein Lipoprotein merupakan suatu makrosomal berbentuk bola, bagian alamnya terdiri dari trigliserida dan kolesterol ester, yang dikelilingi oleh bagian permukaan yang bersifat plar yaitu fosfolipid, kolesterol bebas dan apolipoprotein.27 Selain mengangkut lipid, lipoprotein juga mengandung bahan yang penting untuk energi, bahan baku membrane sel, bahan baku hormone steroid, sehingga perlu disampaikan pada organ atau jaringan yang membutuhkannya. Karakteristik fisik lipoprotein dengan lipoprotein yang lainnya berbeda. Perbedaan ini berdasarkan dari densitas masing-masing lipoprotein sehingga lipoprotein dapat dibedakan menjadi : a. Kilomikron Kilomikron merupakan partikel lipoprotein terbesar berdiameter antara 800 Ȧ sampai 1000 Ȧ mempunyai densitas <0,95 g/ml. Kilomikron dapat diserap melalui usus kemudian masuk ke dalam saluran limfe. Pada saat kilomikron sampai dalam sirkulasi darah, kilomikron akan berinterksi dengan lipoprotein lipase pada permukaan endotel kapiler, jaringan lemak dan otot. Akibat dari interkasi ini kilomikron akan dipecah menjadi trigliserida yang akan disimpan pada tubuh dan sisanya akan menjadi kilomikron remnant yang beredar dalam sirkulasi darah. Kilomikron mengandung 2 % protein dan 98 % lemak (84 % trigliserida, 7 % kolesterol, dan 7 % fosfolipid) dan mengandung sejenis apolipoprotein B (B-48) yang diproduksi oleh sel mukos intestinum.28 b. VLDL (very low density lipoprotein) VLDL merupakan alat angkut yang berasal dari hepar, memiliki densitas 0,95-1,006 g/ml. VLDL mengandung 8 % protein dan 90 % 27 lemak ( 50 % trigliserida, 20 % kolesterol , 9 % fosfolipid). Metabolisme VLDL hampir sama dengan kilomikron dengan bantuan lipoprotein lipase akan memecah VLDL menjadi trigliserida yang akan disimoan dan sisanya VLDL akan menjadi VLDL remnan akan berinteraksi dengan HDL menjadi IDL dan LDL. Selanjutnya IDL dan LDL akan diangkut ke hepar dan akan dikenali dengan reseptor masing-masing pada permukaan hepar. Partikel di dalam VLDL terutama adalah berisi Apo B-100 dan sedikit Apo C polipeptida dan Apo E.28 c. IDL (intermediate density lipoprotein) IDL merupakan hasil dari metabolism VLDL dan hanya ditemukan dalam kosentrasi yang sangat rendah pada individu. Memiliki densitas 1,006 – 1,019 g/ml.28 d. LDL (low density lipoprotein) LDL merupakan liporprotein yang dibentuk dari VLDL dan IDL. Memiliki densitas 1,019 – 1,063 g/ml. LDL mengandung 21 % protein dan 78 % lemak ( 11 % trigliserida, 45 % kolesterol, 22 % fosfolipid dan 1 % lemak bebas).28 e. HDL ( high density lipoprotein) HDL merupakan lipoprotein yang terberat sedangkan memiliki ukurannya yang kecil. HDL mengandung 50 % protein, 30 % fosfolipid dan 20 % kolesterol. HDL terikat dengan Apo A-I,A-III, C dan Apo E yang memilki densitas 1,063 – 1,21 g/ml. 28 Apolipoprotein merupakan gugus protein yang melekat pada lipoprotein. Fungsi dari apolipoprotein berperan sebagai “ligand” untuk mengikat reseptor, mengaktifkan enzim, menghambat enzim atau memindahkan kolesterol. Secara garis besar apolipoprotein ini membantu lipoprotein dalam menentukan arah metabolismnya. Pembagian apolipoprotein dan lipoprotein berdasarkan densitasnya terdapat pada table 2.7. 28 Tabel 2.7 Pembagian Lipoprotein dan Apolipoprotein. 29 a. Apolipoprotein A-I Apolipoprotein A-I (apo A-I) merupakan protein struktural yang utama dan terbesar dari fraksi HDL. Apo A-I disintesis di hati dan usus dan bertanggung jawab untuk memulai transport balik dari kolesterol dimana apabila tubuh mengalami kelebihan kolesterol dalam jaringan perifer maka akan dibawa kembali ke hati dan diekresi. Hati dan usus memproduksi nascent HDL. Kolesterol bebas yang berasal dari makrofag dan jaringan perifer lainnya akan mengalami esterifikasi oleh enzim lecithin-cholesterol acyltransferase (LCAT), menjadi bentuk matur dari HDL. HDL kolesterol diambil secara selektif oleh sel hati melalui reseptor scavenger kelas BI (SR-BI). Cara lain, HLD matur akan ditransfer oleh cholesteryl ester transfer protein (CETP) dari HDL ke VLDL dan kilomikron dan kemudian akan diteruskan ke hati. 30 29 Gambar 4. Transpor balik kolesterol. 30 b. Apolipoprotein B (ApoB) Apolipoprotein B (apoB) merupakan apolipoprotein terbesar dalam fraksi VLDL dan dapat seluruh apolipoprotein dalam LDL adalah apoB. Berfungsi sebagai transport lipid dari hati dan usus ke jaringa perifer, apoB terdiri dari apo B-48 dan apo B-100. Apo B-48 disintesis oleh usus kecil dan penting untuk penyerapan lipid di dalam usus. ApoB-48 ini ada dalam kilomikron dan kilomikron remnant. Sedangkan apo B-100 disintesis oleh hati dan ditemukan dalam IDL dan LDL.30 Metabolisme dari apoB ini terdapat dua jalur yaitu transport lipid eksogen dan endogen. Pada proses eksogen, kolesterol dan fatty acid yang masuk kedalam tubuh lewat asupan makanan dan diserap melalui usus akan diubah dahulu menjadi kolesterol dan trigliserida. Kedua zat ini akan dikemas dalam bentuk kilomikron yang mengandung apoB. Kemudian TG yang berada dalam kilomikron akan dipecah dengan bantuan lipoprotein lipase di permukaan endotel kapiler. Pemecahan ini akan menghasilkan asam lemak bebas dan kilomikron remnant. Asam lemak bebas akan masuk ke dalam jaringa perifer dan disimpan sebagai trigliserida. Kilomikron remnant akan dimetabolisme di hati yang akan menghasilkan 30 kolesterol bebas. Sebagian besar kolesterol di ubah menjadi asam empedu dan dikeluarkan ke dalam usus yang akan membantu dalam penyerapan lemak dalam usus. Sebagian lagi akan dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa metabolisme.30 Jalur endogen berasal dari makanan karbohidrat yang berlebih sehingga menimbulkan tingginya pembentukan TG di hati. TG akan dibawa melalui aliran darah dalam bentuk VLDL, yang mengandung apo B-100 dan apo CI,CII,CIII dan E. Apo CII akan merangsang kerja LPL sehingga menghidrolisis VLDL menjadi IDL, kemudian menjadi LDL yang akan kaya kolesterol.30 Gambar 5. Tranport lipid eksogen dan endogen.30 2.4 Hubungan profil lipid darah dengan terjadinya nefropati diabetik Abnormalitas lipid darah dalam tubuh dapat ditandai dengan terjadinya dislipidemia. Kelainan dari fraksi lipid tersebut meliputi kenaikan kadar kolesterol total, kadar trigliserida dan kadar kolesterol LDL serta penurunan kadar kolesterol HDL. 22 31 Pada kondisi diabetes melitus tipe 1, tubuh mengalami kerusakan sel beta pankreas. Defisiensi insulin akan menghambat kerja dari lipoprotein lipase sehingga tidak adanya proses katabolisme VLDL dan kilomikron yang menimbulkan trigliserida dan kolesterol naik dan LDL berubah struktur menjadi lebih padat dan kecil. Sedangkan pada kondisi diabetes melitus tipe 2 dicirikan dengan resistensi insulin perifer yang bermanifestasi meningkatnya kilomikron, VLDL, trigliserida, LDL, dan menurunnya kolesterol HDL. Makin resistensi insulin, makin meningkatnya sintesis trigliserida dan VLDL. 22,31 Pada keadaan resistensi insulin terjadi peningkatan dari apo C-III yang menghambat dari aktivitas lipoprotein lipase. Sehingga tidak terjadinya katabolisme dari TG yang berada dalam kilomikron. Tubuh merespon dengan katabolisme TG dalam simpanan tubuh menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini menuju dan ditangkap oleh hati. Di hati akan disintesis menjadi pembentukan VLDL. Kemudian VLDL ini dapat merangsang pemecahan TG di dalam VLDL itu sendiri menjadi VLDL remnant. Sebagian VLDL remnant akan kembali disintesis oleh hati dan sebagiannya lagi akan dikonversi menjadi LDL. Pada kondisi ini tubuh juga merubha struktur LDL menjadi small dense LDL. Pada kondisi diabetes melitus terdapat dua abnormalitas metabolisme trigliserida sehingga terjadinya hipertrgiliseridemia yaitu over produksi dari VLDL dan tidak efektifnya kerja dari lipoprotein lipase (Gambar 6A). 22,31 Selain dari hipertrgiliseridemia, tubuh juga mengalami kondisi hiperkolesterolemia karena over produksi dari VLDL yang dapat meningkatkan kadar produksi IDL dan LDL, dan berkurangnya aktivitas reseptor LDL. Berkurangnya aktivitas reseptor LDL ini dikarenakan efek dari resistensi insulin. Hal ini menyebabkan penurunan dari klirens LDL dan VLDL remnant yang menimbulkan meningkatnya kadar LDL dalam tubuh (Gambar 6B).22.31 32 Gambar 6. Mekanisme lipoprotein kaya trigliserdemia dan hiperkolesterolemia pada penderita diabetes melitus.31 Terjadinya nefropati diabetik pada penderita diabetes melitus berawal dari kondisi abnormalitas lipid darah atau dislipidemia yang akan menimbulkan ateroskelrosis pada pembuluh darah. Aterosklerosis dimulai dengan disfungsi endotel pembuluh darah yang disebabkan berbagai faktor yang diantaranya karena kondisi hiperglikemia pada penderita diabetes melitus dan salah satu faktor penyebabnya adalah kolesterol LDL (khususnya small dense LDL). Small dense LDL ini bersifat paling aterogenik dan lebih mudah menembus dinding endotel pembuluh darah dibantingkan dengan lipoprotein lainnya. Pada kondisi disfungsi endotel pembuluh darah terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah.22,29 Hal tersebut mengakibatkan disfungsi endotel dan mengakibatkan influks dan akumulasi lipoprotein plasma dalam intima salah satunya LDL. Kolesterol LDL dalam intima mengalami oksidasi yang mengakibatkan disfungsi endotel dan rangsangan endotel guna mengeluarkan molekul penarik monosit (monocyte-chemotatic protein I/ MCP-I), intercellular adhesion molecule-I (ICAM-I), vascular cell adhesion molecule-I ( VCAM-I), macrophag-colony stimulating factor (M-CSF), colony stimulating factor 33 (CSF), tissue factor dan plasminogen activator inhibitor (TPI-I) yang mengakibatkan adhesi monosit pada endotel dan migrasi monosit kedalam endotel. M-CSF juga merangsang deferensisasi monosit menjadi makrofag. Reseptor scavenger dari makrofag akan menangkap oksidasi dari kolesterol LDL sehingga terjadinya akumulasi dari oksidasi LDL dalam makrofag yang berubah menjadi sel busa. Pada kondisi tersebut akan merangsang faktorfaktor pertumbuhan (platelet-derivat growth factor/PDGF), interleukin-I, tumor necrosis factor λ (TNFλ). IL-I dan TNFλ akan merangsang proliferasi dari otot polos untuk bermigrasi dan berproliferasi dalam intima.22,29 Sel busa akibat dari akumulasi oksidasi LDL akan membentuk lipid ekstraseluler dimana timbunan ini berupa kompleks agregat dari kolesterol ester, kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Sel otot polos, jaringan ikat dan lipid ekstraseluler akan membentuk plak aterosklerosis. Sehingga proses selanjutnya akan terjadi ruptur plak aterosklerosis pada area timbunan makrofag yang tinggi pada tubuh. Hasil rupture tersebut dengan trombus yang berperan penting dalam progresi plak. 22,29 Terjadinya aterosklerosis dapat menyebabkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar organ yang menyebabkan hipoksia dan cedera pada jaringan. Konsekuensi adanya aterosklerosis ini adalah penyempitan lumen pembuluh darah dan penuruanan kecepatan aliran darah yang menyebabkan berkurangnya suplai darah ke ginjal dimana fungsi ginjal adalah memfiltrasi darah setiap harinya. Hal ini dapat menganggu dari fungsi ginjal dengan salah satu manifestasinya gangguan memfiltrasi albumin sehingga terdapat albumin di dalam urin dan dapat didiagnosis sebagai nefropati diabetik. 22,29 34 2.5 Kerangka Teori Diabetes Melitus Resistensi insulin hiperglikemia Intake makanan merokok Konsumsi alkohol - Kolesterol total Trigliserida Kolesterol LDL Kolesterol HDL Obat yang dipengaruhi lipid Abnormalitas lipid darah atau dislipidemia aterosklerosis Inflamasi Olahraga Stres oksidasi Nefropati Diabetik Bagan 2.1 Kerangka teori 35 2.6 Kerangka Konsep Diabetes melitus Profil lipid darah Kolesterol LDL Kolesterol HDL Kolesterol total Nefropati Diabetik Bagan 2.2 Kerangka konsep Trigliserida 36 2.7 No 1 Variabel Definisi Operasional Definisi Alat ukur Kolesterol Kolesterol total Rekam medik Berdasarkan hasil total adalah jumlah total dan pemeriksaan zat lemak yang pemeriksaan laboratorium darah berada dalam tubuh laboratorium dengan nilai ukur : kita yang diubah darah Normal : < 240 mg/dL Trigliserida Trigliserida adalah Skala Ordinal Tinggi : ≥ 240 mg/dL menjadi kolesterol. 2 Cara pengukuran Rekam medik Berdasarkan hasil bentuk simpanan dan pemeriksaan zat lemak dalam pemeriksaan laboratorium darah tubuh dan laboratorium dengan nilai ukur : digunakan juga darah Normal : < 200 mg/dL Ordinal Tinggi : ≥ 200 mg/dL sebagai cadangan energi. 3 Kolesterol Kolesterol LDL Rekam medik Berdasarkan hasil LDL (low density dan pemeriksaan lipoprotein) adalah pemeriksaan laboratorium darah pengangkut laboratorium dengan nilai ukur : kolesterol dalam darah Normal : < 160 mg/dL Ordinal Tinggi : ≥ 160 mg/dL darah yang memilki kadar kolesterol yang tinggi di dalamnya. 4 Kolesterol Kolesterol HDL Rekam medik Berdasarkan hasil HDL (high density dan pemeriksaan lipoprotein) adalah pemeriksaan laboratorium darah Ordinal 37 pengangkut laboratorium dengan nilai ukur : kolesterol dalam darah Normal : ≥ 40 mg/dL darah yang memilki Rendah : < 40 mg/dL kadar kolesterol yang rendah di dalamnya. 5 6 Nefropati Nefropati diabetik Rekam medik Berdasarkan hasil Diabetik adalah komplikasi dan pemeriksaan mikrovaskular dari pemeriksaan laboratorium berupa diabetes melitus laboratorium pemeriksaan urilanisa baik tipe 1 maupun berupa urin terdapat tipe 2. urinalisa urin proteinuria. Diabates Diabetes melitus Rekam medik Melitus adalah penyakit Data dalam rekam medik yang diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan gula darah sewaktu dengan nilai ukur: kadar gds >200 mg/dl atau kadar gdp >126 mg/dl gangguan metabolik yang terjadi akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif Ordinal Ordinal BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara profil lipid darah dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus 2016. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum (RSU) Tangerang Selatan. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi target Pasien yang didiagnosis penderita nefropati diabetik. 3.3.2 Populasi terjangkau Pasien yang didiagnosis penderita nefropati diabetik di RSU Tangerang Selatan tahun 2013-2015. 3.3.3 Sampel Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 39 40 3.3.4 Besar Sampel ( ( ) ( )( )( ) ) 54 keterangan: n = jumlah sampel Zα = nilai Z pada derajat kemaknaan P = perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti Q = 1-P d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 3.3.5 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi a. Penderita yang telah didiagnosis proteinuria pada pemeriksaan urinalisis urin dan dilakukan pemeriksaan lipid darah dalam kurun waktu yang sama atau kurang lebih dalam kurung satu minggu. 3.4.2 Kriteria Eksklusi a. Data hasil pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan tidak lengkap. b. Penderita menjalani terapi hemodialisis. c. Penderita yang telah didiagnosis infeksi saluran kemih 41 3.5 Cara kerja Penelitian 1. Melakukan persiapan penelitian (menentukan pembimbing, menentukan judul, proposal, dll) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. 2. Melakukan survey berupa tempat penelitian, alur penelitian di tempat penelitian. 3. Mengurus perizinan penelitian di tempat yang akan di teliti 4. Mengambil data rekam medis yang sesuai 5. Melakukan pengolahan data 6. Pelaporan hasil dari pengolahan data 3.6 Alur Penelitian Populasi Terjangkau: Pasien yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013- 2015. consecutive sampling dengan memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi Sampel Profil lipid darah Kolesterol total Trigliserida proteinuria Kolesterol LDL Kolesterol HDL Analisis data dan uji statistik. Bagan 3.1 Alur Penelitian positif Negatif Tidak diikutsertakan menjadi sampel penelitian 42 3.7 Analisis Data Data dalam penelitian ini dianalis dengan metode statistik uji fisher menggunakan aplikasi SPSS 22: yaitu membandingkan profil lipid darah dengan terjadinya nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Sampel Penelitian Penelitian ini mengambil sampel dari RSU Kota Tangerang Selatan. Sampel diperoleh dari data sekunder yaitu rekam medis penderita nefropati diabetik maupun yang non nefropati diabetik yang memiliki data pemeriksaan kolesterol total,kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida pada tahun 2013 s.d 2015. Dalam kurun waktu tersebut didapatkan total 123 dokumen rekam medis dengan jumlah pasien yang non nefropati diabetik atau tidak didiagnosis nefropati diabetik adalah sejumlah 10 sampel sedangkan pasien dengan diagnosis nefropati diabetik adalah sejumlah 113 sampel. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 56 dan sampel yang diekslusi karena data hasil pemeriksaan yang dibutuhkan tidak lengkap meliputi kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL adalah sejumlah 67 sampel. 4.1.1 Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1 Distribusi sampel menurut jenis kelamin Jenis kelamin Frekuensi % Laki-laki 16 28,6 Perempuan 40 71,4 jumlah 56 100 Pada table diatas menunjukkan bahwa sebagian besar sampel penelitian ini berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 71,4% sampel adalah perempuan sedangkan 28,6% sampel adalah laki-laki. 43 44 4.2 Analisis Deskriptif 4.2.1 Distribusi Sampel Berdasarakan Kadar Kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL. Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL pada pasien DM tipe 2 dengan nefropati diabetik di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 – 2015 Variabel Jumlah (n) Persentase (%) Normokolesterolemia 45 80,4 Hiperkolesterolemia 11 19,6 Normotrigliseridemia 39 69,6 Hipertrigliseridemia 17 30,4 Normo-LDL 43 76,8 Hiper-LDL 13 23,2 Normo-HDL 22 39,3 Hipo-HDL 34 60,7 Kolesterol total Trigliserida Kolesterol LDL Kolesterol HDL Pada tabel diatas dapat dilihat pada pasien DM tipe 2 dengan nefropati diabetik di RSU Kota Tangerang Selatan yang mengalami peningkatan pada kadar kolesterol total sebanyak 11 pasien (19,6 %), peningkatan kadar trigliserida sebanyak 17 pasien 45 (30,4%), peningkatan kadar kolesterol LDL sebanyak 13 pasien (23,2%), dan yang mengalami penuruan kadar kolesterol HDL sebanyak 34 pasien (60,7%). 4.3 Analisis Bivariat 4.3.1 Hubungan Kadar Kolesterol Total Dengan Terjadinya Nefropati Diabetik Hubungan antara Kadar Kolesterol Total dengan terjadinya nefropati diabetik dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut : Tabel 4.3 Hubungan kadar kolesterol total dengan terjadinya nefropati diabetik Variabel Nefropati diabetik Total Non Nefropati Nefropati Diabetik Diabetik P n % n % n % Normokolesterolemia 6 13,3 39 86,7 45 100 Hiperkolesterelemia 3 27,3 8 72,7 11 100 0,385 Dari hasil analisis didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara kadar kolesterol total dengan terjadinya nefropati diabetik pada pasien NIDDM. Hal ini berdasarkan nilai P > 0,05 yaitu p = 0,385. 4.3.2 Hubungan Kadar Trigliserida Dengan Terjadinya Nefropati Diabetik Hubungan antara Kadar Trigliserida dengan terjadinya nefropati diabetik dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut : 46 Tabel 4.4 Hubungan kadar trigliserida dengan terjadinya nefropati diabetik Variabel Nefropati diabetik Total Non Nefropati Nefropati Diabetik Diabetik P n % n % n % Normotrigliseridemia 6 15,4 33 84,6 45 100 Hipertrigliseridemia 3 17,6 14 82,4 11 100 1,000 Dari hasil analisis didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara kadar trigliserida dengan terjadinya nefropati diabetik pada pasien NIDDM. Hal ini berdasarkan nilai P > 0,05 yaitu p = 1,000. 4.3.3 Hubungan Kadar Kolesterol LDL dengan Terjadinya Nefropati Diabetik Hubungan antara Kadar kolesterol LDL dengan terjadinya nefropati diabetik dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut Tabel 4.5 Hubungan kadar kolesterol LDL dengan terjadinya nefropati diabetik Variabel Normo- Nefropati diabetik Total Non Nefropati Nefropati Diabetik Diabetik P N % n % n % 4 9,3 39 90,7 43 100 LDL Hiper-LDL 0,024 5 38,5 8 61,5 13 100 47 Dari hasil analisis didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol LDL dengan terjadinya nefropati diabetik pada pasien NIDDM. Hal ini berdasarkan nilai P < 0,05 yaitu p = 0,024. 4.3.4 Hubungan Kadar Kadar Kolesterol HDL dengan Terjadinya Nefropati Diabetik Hubungan antara kadar kolesterol LDL dengan terjadinya nefropati diabetik dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut : Tabel 4.6 Hubungan kadar kolesterol HDL dengan terjadinya nefropati diabetik Variabel Normo- Nefropati diabetik Total Non Nefropati Nefropati Diabetik Diabetik P N % n % n % 3 13,6 19 86,4 22 100 HDL Hipo-HDL 1,000 6 17,6 28 82,4 34 100 Dari hasil analisis didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara kadar kolesterol HDL dengan terjadinya nefropati diabetik pada pasien NIDDM. Hal ini berdasarkan nilai P > 0,05 yaitu p = 1,000 4.4 Pembahasan 4.4.1 Profil lipid darah pada penderita Nefropati Diabetik Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan pada kadar kolesterol HDL pasien nefropati diabetik sebanyak 60,7%, sedangkan 80,4% penderita memiliki kadar kolesterol total dalam batas normal dan 69,6% memiliki kadar trigliserida normal dan sebanyak 43 subjek penelitian ini ditemukan memiliki kadar kolesterol LDL normal (76,8%). 48 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wulandari yang menyatakan bahwa pada penderita nefropati diabetik ditemukan adanya abnormalitas lipid yaitu penurunan kadar kolesterol HDL. Raka Widiana juga melaporkan bahwa pada penderita NIDDM dengan mikroalbuminuria ditemukannya penurunan kadar kolesterol HDL yang bila dibandingkan pada penderita NIDDM dengan normoalbuminuria terdapat perbedaan bermakna.7,21 4.4.2 Hubungan kadar lipid darah dengan terjadinya Nefropati Diabetik Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar kolesterol LDL terbukti memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya penyakit nefropati diabetik (p = 0,024). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Yamamoto et al yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan small dense LDL pada penderita nefropati diabetik. Hal ini selaras dengan teori bahwa pada penderita DM tipe 2 sering ditemukan adanya peningkatan trigliserida, penurunan dari kolesterol HDL, peningkatan small dense LDL serta peningkatan Apo B yang akan menimbulkan aterosklerosis. Kondisi tersebut akan mempercepat dari pemburukan dari fungsi ginjal yang akan menimbulkan salah satunya protein dalam urin yang dapat didiagnosis dengan nefropati diabetik.23 Hasil penelitian ini ternyata tidak mendapatkan hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol total (p = 0,385), kadar trigliserida (p = 1,000), dan kadar kolesterol HDL (p = 1,000) dengan terjadinya penyakit nefropati diabetik. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Soni bahwa salah satu variabel yang berpengaruh terhadap progresivitas nefropati diabetik menjadi gagal ginjal terminal adalah kadar kolesterol total 200 mg/dL( p = 0,005).20 Perbedaan dengan penelitian terdahulu mungkin disebabkan karena metode yang digunakan berbeda. Penelitian terdahulu menggunakan metode case control, sedangkan penelitian ini menggunakan metode cross sectional. 49 Pada penderita DM, kosentrasi kadar kolesterol-HDL berfungsi sebagai pembersih plak yang biasanya sangat rendah kadarnya di dalam darah berbeda dengan kosentrasi kolesterol LDL yang meningkat di dalam darah. Abnormalitas dari profil lipid tersebut berpengaruh terhadap terbentuknya aterosklerosis yang akan menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Pada kondisi hiperglikemi akan menyebabkan peningkatan kosentrasi kadar sorbitol pada dinding arteri yang mengakibatkan proliferasi otot polos subendotelial sehingga terbentuk plak fibrous. Plak tersebut akan mudah terbentuk menjadi fibrin karena adanya kerusakan dari faal endotel dan sel darah merah.22,24 Selain hiperglikemi pada penderita DM juga mengalami kondisi resistensi insulin dimana akan meningkatkan kadar Apo C-III pada sirkulasi darah yang akan menghambat kerja dari lipoprotein lipase (LPL) . LPL ini bertugas sebagai enzim pemecah dari kolesterol darah. Kondisi tersebut menimbulkan respon pada tubuh berupa peningkatan jalur lipolisis pada penyimpanan kolesterol dalam tubuh sehingga tingginya kadar asam lemak bebas yang akan diteruskan ke hati. Di dalam hati asam lemak bebas ini akan membentuk VLDL sebagai pengangkut kolesterol tersebut di dalam sirkulasi darah dan juga meningkatan kolesterol VLDL yang bermanifestasi hipertrigliseridemia.22 Penurunan aktivitas dari LPL akan menimbulkan akumulasi dari lipoprotein kaya trigliserida. Kolesterol VLDL dapat merangsang enzim lipase hepatik untuk menghidrolisis lipoprotein kaya trigliserida untuk menjadi IDL dan LDL. Pada kondisi tersebut juga terjadi perubahan susunan LDL menjadi LDL kecil padat (small dense LDL). Small dense LDL lebih berperan pada aterosklerosis oleh karena lebih mudah teroksidasi oleh radikal bebas dan afinitasnya terhadap proteglikan dari dinding arteri lebih besar. Kondisi disfungsi endotel pembuluh darah dapat mempermudah pengendapan kolesterol LDL (terutama small dense LDL ) dalam pembuluh darah dan mempercepat terbentuknya aterosklerosis. Timbulnya ateroskelrosis sangat berkaitan dengan kualitas dari endotel pembuluh darah dimana terdapat 50 banyak faktor penentu selain kolesterol seperti asam urat, hipertensi, obesitas, merokok dan stress. Faktor-faktor tersebut memiliki peran sendiri dalam mempercepat pembentukan aterosklesoris.15,16,17,22,24 4.5 Keterbatasan Peneliti Penelitian ini memiliki keterbatasan dari segi hasil dan jumlah pasien dalam pengumpulan data. Hal ini disebabkan karena kurangnya data dalam jumlah satu tahun maka dari itu jarak pengambilan sampel diperpanjang menjadi 2013 sampai dengan 2015 dan yang digunakan merupakan data sekunder berupa data rekam medis pasien. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah desain penelitian yang masih cross sectional sehingga tidak dapat menentukan secara pasti apakah terdapat hubungan yang pasti antara kadar lipid darah terhadap terjadinya nefropati diabetik dan juga adanya intervensi pengobatan dapat mempengaruhi kadar lipid darah darah penderita. Faktor yang tidak terkontrol seperti tidak lengkapnya pemeriksaan laboratorium yang mencakup kadar lipid darah pada penelitian ini dapat menyebabkan sangat berkurangnya jumlah sampel pada penelitian ini. Selain itu dalam penelitian ini tidak dapat membedakan penyebab timbulnya nefropati diabetik selain dari DM tipe 2 seperti hipertensi dan infeksi saluran kemih. BAB 5 16 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada penelitian ini didapatkan bahwa kadar kolesterol LDL yang normal ditemukan kejadian nefropati diabetik yang tinggi pada penderita DM tipe 2 (p=0,024). 2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol total dengan terjadinya penyakit nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2 (p=0,385). 3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol HDL dengan terjadinya penyakit nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2 (p=1,000). 4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar trigliserida dengan terjadinya penyakit nefropati diabetik pada penderita DM tipe 2 (p=1,000). 5.2 SARAN 5.2.1 Untuk Penelitian Selanjutnya 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan kadar lipid darah dengan terjadinya nefropati diabetik pada rumah sakit yang lebih besar sehingga didapatkan jumlah sampel yang lebih banyak. 2. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan data primer sehingga didapatkan data yang lebih lengkap mencakup seluruh pasien yang datang ke rumah sakit. 51 52 3. Perlu dilakukan penelitian dengan studi desain kohort atau kasus kontrol untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mengenai hubungan kadar lipid darah terhadap terjadinya nefropati diabetik serta memperhatikan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian seperti obat-obatan yang dikonsumsi. 4. Perlu dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan kultur urin pada penderita nefropati diabetik. 5. Perlu dilakukan pemeriksan profil lipid darah mencakup kadar kolesterol total, trigiliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL pada setiap pasien DM tipe 2. 6. Perlu dilakukan pemeriksaan urinalisa urin pada setiap pasien DM tipe 2. DAFTAR PUSTAKA 1. American Diabetes Association. Position Statement: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2011; 34(Suppl 1):S62-S69. 2. Infodatin. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2014. 3. Diabetes: The Problem and The Solution. World Health Organization; 2010. 4. PERKENI. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia . Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2015. 5. Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI; 2013. 6. Arsono S. Diabetes Melitus sebagai Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Semarang: Universitas Diponegoro; 2005. 7. Wulandari, Anggun Desi. Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Semarang: Universitas Diponerogo; 2012. 8. Sudoyo Aru W, Setyohadi B, Idrus A, Marcellus SK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Pubslishing; 2009. 9. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th Edition. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. 10. Sumantri, Stevent. Sindrom Metabolik Dan Nefropati Diabetik Pada Diabetik Melitus Tipe. Jakarta: FK-UI; 2010. 53 54 11. Cooper ME. Pathogenesis, Prevention And Treatment Of Diabetic Nephropathy. Lancet. 1998; 352:213-219. 12. Ismail N, Becker B, Strzelczyk P, et al. Renal Disease And Hypertension In Non–Insulin-Dependent Diabetes Mellitus. Kidney Int. 1999; 55:1-28. 13. Gross, Jorge L, Mirela J. De Azevedo, Sandra P. Silveiro, et al. Review Article: Diabetic Nephropathy: Diagnosis, Prevention, and Treatment. Diabetes Care. 2005; 28(1). 14. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2012 15. Adam, J.M.F. Dislipidemia. Dalam: AW Sudoyo, B Setiyohadi, I alwi, M Simadibrata K, S Setiadi (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 8. Jakarta : Interna Publishing; 2014. 16. Guyton, A.C. and Hall, J.E. Textbook of Medical Physiology edition 12th. USA: Elsevier Saunders; 2014 17. Suhartono T. Dislipidemia pada Diabetes Melitus. Dalam: Darmono, Suhartono T, Pemayun TG, Padmomartono FS, editors. Naskah Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007. 18. Gilman, A.G. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi, diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi X,877, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta; 2007. 19. Boedhi-Darmojo R. Bersama MONICA Melaksanakan Hidup Sehat. Bunga Rampai Karangan Ilmiah Prof. Dr. R. Boedhi-Darmojo. Semarang: FK Undip; 1994: 433-50. 20.Martono H PK, Rahayu RA, Joni B, Huda IS, Murti Y. Diabetes melitus pada lanjut usia. In: Darmono ST, dkk editor. Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007. 55 21. Widiana IGR, Rully Roesli, Ketut Suwitra. Microalbuminuria in nnon-insulin dependent diabetes mellitus : an Indonesian Experience. Medical Journal Indonesia. 1998; 3(3). 22. Chen, Szu-chi, Chin-Hsiao Tseng. Dyslipidemia, Kidney Disease, and Cardiovascular Disease in Diabetic Patients. The Review of Diabetic Studies .2013; 10(2-3):88-100. 23. Yamato, et al. Significant Increase of Apoliprotein B48 Levels by a Standard Test Meal in Type 2 Diabetic Patients with Nephropathy. Journal of Atherosclerosis and Thrombosis. 2008; 15(4):199-205. 24. Avramoglu RK, Qiu W, Adeli K. Mechanisms of Metabolic Dyslipidemia in Insulin Resistant States : Deregulation of Hepatic and Intestinal Lipoprotein. Front Biosci. 2003; 464-476. 25. Jones, Ana. Biochemistry of Lipids, Lipoproteins and Membrans : Lipoprotein structure Ed 4th. Elsevier Science B.V. 2002; 483-504. 26. Marks, Dawn B, Allan D. Marks, Collen M. Smith. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta : EGC; 2000: 515-530. 27. Botham KM, Mayes PA. Pengangkutan dan Penyimpanan Lipid. Dalam: Wulandari N, Rendy L, Dwijayanthi L, Liena, Dany L, Rachman LY,ed. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: EGC; 2006:225249. 28. Wijaya A. Lipid, Lipoprotein and their Metabolism. Dalam : Makalah Lengkap Kursus Dasar Lipid. Laboratorium Biomedik. Malang: FK UNIBRAW; 2002 29. Zannis VI, Kypreos KE, Dimitris AC. Lipoproteins and Atherogenesis. Dalam: Loscalzo J,ed. Molecular Mechanisms of Atherosclerosis. USA: Taylor & Francis; 2005: 154-244. 30. Rader DJ, Hobbs HH. Disorders of Lipoprotein Metabolism. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson 56 JL, ed. Harrison’s Endocrinology. New York, NY: McGraw-Hill; 2010: 323-346. 31. Foster, DW, Wilson JD. Textbook of endocrinology. Ed 8th . USA : WB Sounders Guarter; 1992: 11-15. 32. Widiastuti, Estiani. Perbedaan Kadar LDL-Kolesterol Metoda Direk dengan Formula Friedewald ( Pada Penderita Diabetes Melitus). PPDS-I Bagian Patologi Klinik. Semarang: FK UNDIP; 2003 33. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis: Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus. Jakarta; 2015. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil analisis data a. Diagram batang kadar kolesterol LDL pada penderita Nefropati Diabetik b. Diagram batang kadar trigliserida pada penderita Nefropati Diabetik 57 58 (Lanjutan) c. Diagram batang kadar kolesterol LDL pada penderita Nefropati Diabetik d. Diagram batang kadar kolesterol HDL pada penderita Nefropati Diabetik 59 Lampiran 2. Data sampel penelitian No.RM 97358 99018 95250 41218 39893 45009 99057 82299 81631 88717 96921 98196 76616 70109 93129 102438 43497 53981 39605 98015 62683 Nama SR MY SC ST RM RH IC ST MS NN KR NK SU IR MT SK AM RN TM WL RL jenis kolesterol kolesterol kolesterol kelamin total trigliserida HDL LDL perempuan 262 103 71 170 perempuan 158 166 16 109 perempuan 253 224 28 180 perempuan 219 174 19 165 perempuan 283 119 63 196 perempuan 236 155 34 171 perempuan 226 182 46 144 perempuan 186 180 34 116 perempuan 208 176 41 132 perempuan 159 243 11 99 perempuan 188 92 54 116 perempuan 225 155 50 144 perempuan 319 316 67 189 perempuan 119 121 35 57 perempuan 112 154 11 70 perempuan 156 123 15 116 perempuan 157 86 43 97 perempuan 273 163 37 203 perempuan 245 259 61 132 perempuan 216 129 65 125 perempuan 187 242 31 108 proteinuria negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif positif 60 Lampiran 3. Surat izin pengambilan data rekam medis dari /RSU Kota Tangerang Selatan 61 DAFTAR RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama : Rohman Sungkono Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat Tanggal Lahir : Bangkinang, 01 Januari 1996 Status : Belum Menikah Agama : Islam Alamat : Dusun Merbau RT 01 RW 02 Kec.Salo Timur, Kab. Kampar, Bangkinang, Riau. Nomor Telepon/Hp : 082390380131 Email : [email protected] RIWAYAT PENDIDIKAN 1) Tahun 2001-2007 : SDN 09 Langgini 2) Tahun 2007-2010 : SMP Uswatun Hasanah 3) Tahun 2010-2013 : MAN 2 Model Pekanbaru 4) Tahun 2013-Sekarang : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta