PERAN TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI LITERASI INFORMASI DI INDONESIA: (KAJIAN TERHADAP TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH YANG TELAH MENGIKUTI PELATIHAN LITERASI INFORMASI) Oleh: Hanna Chaterina George M.l. Eko Wiyanti Dwi Retno Widaty PUSAT PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DAN PENGKAJIAN MINAT BACA DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PERPUSTAKAAN PERPUSTAKAAN NASIONAL RI 2011 KATA PENGANTAR Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca berdasarkan Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI No. 3 Tahun 2001 mempunyai tugas pokok salah satunya adalah melaksanakan pembinaan dan pengembangan perpustakaan serta melakukan pengkajian, pembakuan dan akreditasi. Untuk itu telah dilakukan berbagai upaya, baik secara langsung maupun tidak langsung, salah satu upaya agar dapat melakukan pembinaan dan pengembangan perpustakaan secara tepat maka dilakukan kajian literasi informasi perpustakaan sekolah. Penerapan literasi informasi telah membawa perubahan terhadap peran dan fungsi perpustakaan sekolah. Tugas tenaga perpustakaan sekolah bukan lagi sebagai penjaga buku, memantau peminjaman dan pengembalian buku atau mengatur bukubuku di rak. Tenaga perpustakaan sekolah saat ini dan kedepan mempunyai tugas yang lebih penting dan strategis sebagai pekeija informasi professional yang mengelola informasi dari koleksi perpustakaan. Salah satu tugasnya yang berkaitan dengan hal ini adalah memperkenalkan kepada komunitas sekolah khususnya kepada peserta didik dan pendidik tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan informasi. Salah satu program kegiatan perpustakaan yang dapat dilakukan bagi peserta didik dan pendidik dalam kaitan dengan interaksi dengan informasi ini adalah program literasi informasi. Program kegiatan literasi infomrasi adalah sebuah kegiatan yang bertujuan agar peserta didik menjadi orang-orang yang melek informasi. Orang yang melek informasi adalah orang yang mampu menyadari kapan informasi diperlukan dan ia juga mempunyai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi tersebut secara efektif. Literasi informasi juga merupakan pra-syarat dalam masyarakat informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat. Kajian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat deskriptif dalam arti bahwa hasil kajian ini mampu memberikan gambaran atau keadaan tertentu dengan cara mengembangkan konsep dan menghimpun fakta dari data yang terkumpul. Diharapkan Kajian ini merupakan bentuk kontribusi nyata dalam pengembangan program literasi informasi di sekolah-sekolah di Indonesia yang dapat memberikan i masukan kepada pembuat keputusan agar implementasi literasi informasi dapat diterapkan dengan lebih menyeluruh. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dan bekerjasama didalam penyusunan Kajian Literasi Informasi Perpustakaan Sekolah ini kami sampaikan terimakasih. Jakarta, 2011 Dra. Sri Sularsih, M. Si Kepala Perpustakaan Nasional RI ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 4 1.2 Perumusan Masalah 4 1.3 Fokus Penelitian 4 1.4 Tujuan 4 1.5 Manfaat 5 1.6 Metode penelitian 5 1.7 Daftar Istilah 5 BAB II TINJAUAN LITERATUR 6 2.1 Literasi Informasi 6 2.2 Sejarah Singkat Perkembangan Literasi Informasi 8 2.3 Perpustakaan Sekolah dan Literasi Informasi 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 A Jenis Penelitian 16 B 16 Populasi C Responden 16 D Teknik Pengumpulan Data 17 E Instrumen 17 F Analisis Data 18 iii BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Responden 19 19 4.1.1 Proses Seleksi 19 4.1.1.1 Seleksi Tahap 1 19 4.1.1.2 Seleksi Tahap 2 20 4.1.1.3 Seleksi Tahap 3 21 4.1.1.4 Seleksi Tahap 4 21 Medan International School (MIS) 22 A. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Sutomo Medan 23 B. Sekolah Ciputra Surabaya 25 C. Sekolah Menengah Atas (SMA) Santa Maria Surabaya 27 D. Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar 29 E. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 17 Makassar 30 F. 4.1.1.5 Seleksi tahap 5 (akhir) 32 4.2 Peran Tenaga Perpustakaan Sekolah dalam Implementasi Literasi Informasi .... 32 4.2.1 R dari Medan International School (MIS) 32 4.2.2 E dari Sekolah Ciputra Surabaya 35 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 41 5.1 Kesimpulan 41 5.2 Saran 42 DAFTAR PUSTAKA 43 iv BABI Pendahuluan Latar Belakang Penerapan literasi informasi telah membawa perubahan terhadap peran dan fungsi perpustakaan sekolah. Tugas tenaga perpustakaan sekolah bukan lagi sebagai penjaga buku, memantau peminjaman dan pengembalian buku atau mengatur bukubuku di rak. Tenaga perpustakaan sekolah saat ini mempunyai tugas yang lebih penting sebagai pekeija informasi professional yang mengelola informasi dari koleksi perpustakaannya. Salah satu tugasnya yang berkaitan dengan hal ini adalah memperkenalkan kepada komunitas sekolah khususnya kepada peserta didik dan pendidik tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan informasi. Salah satu program kegiatan perpustakaan yang dapat dilakukan bagi peserta didik dan pendidik dalam kaitan dengan interaksi dengan informasi ini adalah program literasi informasi. Program kegiatan literasi informasi adalah sebuah kegiatan yang bertujuan agar peserta didik menjadi orang-orang yang melek informasi. Menurut American Library Association (ALA, 1998) orang yang melek informasi adalah orang yang mampu menyadari kapan informasi diperlukan dan ia juga mempunyai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi tersebut secara efektif. Literasi informasi juga merupakan pra-syarat dalam masyarakat informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat. (Perpustakaan Nasional RI, 2007:15) Kesadaran bahwa literasi informasi merupakan akan hak asasi manusia perlu digalakkan pelaksanaannya. Beberapa usaha untuk mempromosikan dan menggalakkan implementasi literasi informasi ini telah dilakukan oleh berbagai pihak terkait. Penerbitan buku tentang literasi informasi telah dimulai Perpustakaan Nasional 1 RI. Berbagai pelatihan juga telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional dan banyak pihak terkait seperti Kementerian Pendidikan Nasional serta berbagai instasi pendidikan di sekolah dan universitas serta organisasi profesi. Salah satu organisasi profesi yang mempunyai kepedulian terhadap implementasi literasi informasi ini adalah Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI). Organisasi APISI ini dapat dikatakan sebagai salah satu organisasi profesi yang pertama kali mengkampanyekan kegiatan penerapan literasi informasi sebagai inisiatif dari tenaga pustakawan sekolah. Sejak pertama kali berdiri, tahun 2006, APISI konsisten mengadakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan literasi informasi. Hal itu mendorong beberapa pihak untuk mulai melihat kaitan antara literasi informasi dan pekerjaan tenaga perpustakaan sekolah di Indonesia. Berbagai kajian tentang literasi informasi mulai bertumbuh seiring dengan kampanye literasi informasi yang dibawa APISI ke daerah-daerah yang tercakup dalam sekolah-sekolah j ej aringnya. Salah satu kegiatan dalam kaitan dengan pengembangan konsep literasi informasi ini yaitu pelaksaan Indonesia Workshop on Information Literacy pada tahun 2008. APISI dengan dukungan penuh dari International Federation of Library Associations and Institutions (DFLA) dan Action for Development through Libraries Program (ALP) mengadakan pelatihan literasi informasi yang menghasilkan sebuah dokumen yang berjudul Aplikasi Literasi Informasi dalam Kurikulum Nasional (KTSP): Contoh Penerapan untuk Tingkat SD, SMP dan SMA. Dokumen ini mengambil secara sampel acak Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) SD, SMP, SMA dan SMK dari berbagai sumber serta mencoba menganalisa seberapa jauh RPP ini mengandung unsur kegiatan literasi informasi. Hasilnya, unsur-unsur kegiatan literasi informasi tidak ditemukan secara utuh dalam setiap mata pelajaran. Hal ini disebabkan tidak adanya kesadaran dari pihak manajemen sekolah tentang pentingnya 2 literasi informasi yang terintegrasi dalam RPP, serta waktu yang terlalu pendek bagi pendidik untuk menuntaskan mata pelajaran yang harus disampaikan kepada peserta didik dalam suatu kurun waktu yang telah ditentukan. Dokumen ini menyarankan agar literasi informasi diintegrasikan dalam kurikulum nasional Indonesia yaitu KTSP secara global dan memasukkan keterampilan ini dalam silabus dan RPP (APISI:2008, hal 64-65) Salah satu penelitian literasi informasi di tingkat universitas telah dilakukan oleh Laely Wahyuli tahun 2008 dalam tesisnya yang berjudul Ketrampilan Instruktur Materi Information Literacy (IL): studi kasus program Orientasi Belajar Mahasiswa (OBM) Universitas Indonesia. Penelitian ini mengupas keterampilan para instruktur yang memberikan sesi literasi informasi kepada mahasiswa baru di Universitas Indonesia. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa pelatihan bagi instruktur literasi informasi merupakan salah satu sumber penting untuk memperlengkapi keterampilan literasi informasi mereka. Hal ini menguatkan kajian yang akan dilakukan ini, mengingat tenaga perpustakaan sekolah adalah instruktur literasi informasi bagi para peserta didik di sekolah. Setelah lima tahun mengenalkan literasi informasi sebagai salah satu peran perpustakaan sekolah, sudah saatnya kajian literasi informasi di Indonesia ditinjau lebih jauh berkaitan dengan penerapannya yang beragam di sekolah-sekolah di Indonesia. Meski sudah beberapa tahun diperkenalkan di Indonesia, belum ada satu sekolah pun yang bisa menjadi model dalam penerapan literasi informasi khususnya berkaitan dengan peran tenaga perpustakaan sekolahnya. Untuk itu perlu ditemukan praktik-praktik terbaik di beberapa sekolah yang bisa diramu untuk menjadi contoh penerapan bagi sekolah-sekolah lainnya. Tambahan lagi, bahwa dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan 3 Sekolah Madrasah yang mencantumkan literasi informasi sebagai salah satu dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga perpustakaan sekolah. Dalam interaksi dengan peserta seminar dan pelatihan, APISI sering menemukan komentar atau pandangan peserta yang menunjukkan konsep literasi informasi yang dipahami secara sepotong-sepotong. Hal ini menyebabkan implementasi literasi informasi tidak utuh. Dalam praktiknya, tidak jarang tenaga perpustakaan sekolah mengalami kebingungan dalam penerapan literasi informasi di sekolah, khususnya berkaitan dengan peran dan posisi profesinya sebagai tenaga perpustakaan sekolah. 1.2 Perumusan Masalah Dengan demikian, maka perumusan masalah untuk kajian ini adalah: "Bagaimana peran tenaga perpustakaan sekolah yang pernah mengikuti pelatihan literasi informasi mengadakan program literasi informasi kepada peserta didik?" Penerapan literasi informasi di sekolah belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan model literasi informasi yang disampaikan pada International Workshop On Information Literacy tahun 2008. 1.3 Fokus penelitian: Gambaran tentang peran tenaga perpustakaan sekolah yang pernah mengikuti pelatihan literasi informasi dalam mengadakan program literasi informasi kepada peserta didik yang dilaksanakan di Denpasar, Makassar, Medan, Surabaya dan Jakarta. 1.4 Tujuan: 1. Untuk mendapatkan gambaran peran tenaga perpustakaan sekolah dalam penerapan program literasi informasi di sekolah yang telah mengaplikasikan program literasi informasi 2. Untuk mendapat gambaran hal-hal apa yang menjadi hambatan implementasi literasi informasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh tenaga perpustakaan sekolah 3. Untuk mendapat gambaran hal-hal apa yang menjadi penunjang implementasi literasi informasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh tenaga perpustakaan sekolah 4 1.5 Manfaat: • Sebagai bentuk kontribusi nyata dalam pengembangan program literasi informasi di sekolah-sekolah di Indonesia. • Sebagai kajian yang memberikan masukan kepada pembuat keputusan agar implementasi literasi informasi dapat diterapkan dengan lebih menyeluruh 1.6 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang menampilkan hasil dan mengolah data yang sifatnya deskriptif seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, foto, rekaman video dan lain sebagainya (Poerwandari, 2001:64) Populasi penelitian ini adalah peserta tenaga perpustakaan sekolah (pustakawan sekolah) di Indonesia. Sampel dipilih dari mereka yang sudah mengikuti "Workshop on Information Literacy"yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI) bekeija sama dengan IFLA tahun 2008. 1.7 Daftar istilah 1. Tenaga Perpustakaan Sekolah (TPS): pustakawan sekolah 2. Peserta didik: siswa sekolah 3. Pendidik: guru 4. Program literasi informasi: serangkaian kegiatan terencana yang mencakup kegiatan pengajaran langkah-langkah pemecahan masalah yang mencakup: kegiatan pengajaran keterampilan mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi sumber infomrasi, mengakses informasi, menggunakan informasi, menulis hasil temuan dan mempresentasikan penemuan. 5 BABU TINJAUAN LITERATUR Tinjauan literatur bertujuan untuk mempertajam metodologi, memperdalam kajian teoritis, dan memperoleh informasi mengenai penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh para peneliti lain. Kajian teoritis ini dapat diperoleh melalui sumber-sumber informasi baik dalam bentuk tercetak seperti buku, artikel jurnal, majalah, dan lain-lain maupun yang diperoleh melalui sumber-sumber elektronik seperti internet. Hal terpenting tentunya informasi tersebut harus relevan dengan topik yang akan diteliti. Melalui tinjauan literatur ini diharapkan muncul pemahaman akan keterkaitan antara pelbagai sumber-sumber informasi yang ditemui tentang suatu subyek tertentu. 2.1. Literasi Informasi Information is the réduction of uncertainty (Buckland, 1991 dalam Marchionini, 1995 dalam www.ils.unc.edu/~march/isee book.pdf). Informasi diketahui sebagai fakta sehingga dapat berubah setiap waktu, berbeda antar kebudayaan, dapat diubah menurut penekanan dan tergantung pada interpretasi masing-masing. Informasi saat ini sangat berlimpah jika ditinjau baik dari segi bentuk, jenis, dan isinya. Perkembangan teknologi berperan penuh dalam penyebaran dan penciptaan informasi yang mengakibatkan adanya pergeseran dari keberadaan masyarakat industri menjadi masyarakat informasi atau masyarakat pengetahuan, yaitu masyarakat yang memperlakukan informasi dan pengetahuan sebagai aset yang penting. Informasi mengalir deras tiap detik melalui keran-keran sumber - sumber informasi sebagai hasil dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan keberadaan informasi yang berlimpah ini, diperlukan suatu perangkat keterampilan dalam mencari, menyaring, mengelola, dan menemukan kembali informasi secara tepat dan efektif. Keterampilan ini diperlukan tidak hanya dalam konteks dunia pendidikan. Pada praktiknya bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia khususnya dalam kegiatan merumuskan dan memecahkan masalah. Keterampilan ini dapat diperoleh melalui pengajaran keterampilan literasi informasi. Kata literasi dewasa ini tidak lagi diasosiasikan dengan "baca tulis" melainkan dengan belajar sepanjang hayat. Berbagai definisi literasi informasi bermunculan. 11 BAB II TINJAUAN LITERATUR Tinjauan literatur bertujuan untuk mempertajam metodologi, memperdalam kajian teoritis, dan memperoleh informasi mengenai penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh para peneliti lain. Kajian teoritis ini dapat diperoleh melalui sumber-sumber informasi baik dalam bentuk tercetak seperti buku, artikel jurnal, majalah, dan lain-lain maupun yang diperoleh melalui sumber-sumber elektronik seperti internet. Hal terpenting tentunya informasi tersebut harus relevan dengan topik yang akan diteliti. Melalui tinjauan literatur ini diharapkan muncul pemahaman akan keterkaitan antara pelbagai sumber-sumber informasi yang ditemui tentang suatu subyek tertentu. 2.1. Literasi Informasi Information is the réduction of uncertainty (Buckland, 1991 dalam Marchionini, 1995 dalam www.ils.unc.edu/~march/isee book.pdf). Informasi diketahui sebagai fakta sehingga dapat berubah setiap waktu, berbeda antar kebudayaan, dapat diubah menurut penekanan dan tergantung pada interpretasi masing-masing. Informasi saat ini sangat berlimpah jika ditinjau baik dari segi bentuk, jenis, dan isinya. Perkembangan teknologi berperan penuh dalam penyebaran dan penciptaan informasi yang mengakibatkan adanya pergeseran dari keberadaan masyarakat industri menjadi masyarakat informasi atau masyarakat pengetahuan, yaitu masyarakat yang memperlakukan informasi dan pengetahuan sebagai aset yang penting. Informasi mengalir deras tiap detik melalui keran-keran sumber - sumber informasi sebagai hasil dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan keberadaan informasi yang berlimpah ini, diperlukan suatu perangkat keterampilan dalam mencari, menyaring, mengelola, dan menemukan kembali informasi secara tepat dan efektif. Keterampilan ini diperlukan tidak hanya dalam konteks dunia pendidikan. Pada praktiknya bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia khususnya dalam kegiatan merumuskan dan memecahkan masalah. Keterampilan ini dapat diperoleh melalui pengajaran keterampilan literasi informasi. Kata literasi dewasa ini tidak lagi diasosiasikan dengan "baca tulis" melainkan dengan belajar sepanjang hayat. Berbagai definisi literasi informasi bermunculan. 7 Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal dan etis (UNESCO, 2005). Definisi lainnya dari literasi informasi yaitu mengarahkan pengetahuan akan kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang, dan kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan, mengkomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Literasi informasi juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat (Perpustakaan Nasional R.I., 2007). Dengan demikian, literasi informasi dapat dipahami sebagai sebuah kemampuan untuk memahami betapa pentingnya informasi, bagaimana memperoleh informasi melalui sumber-sumber informasi yang valid dan berguna untuk mencari solusi dari suatu permasalahan dalam kehidupan. Literasi informasi membutuhkan kemampuan analisis, kreatifitas dan daya kritis dari pengguna informasi. Setelah memperoleh informasi pengguna dituntut untuk dapat mempergunakannya secara efektif, efesien, dan beretika. Informasi yang diperoleh tersebut dapat dipergunakan atau dikomunikasikan baik secara tertulis maupun lisan. Hal yang terpenting adalah adanya transfer informasi dalam kehidupan nyata seseorang atau pengguna informasi yang membentuk sebuah pengetahuan baru baginya. Agar literasi informasi bisa berdaya guna, maka diperlukan pelbagai sumber informasi, salah satunya adalah perpustakaan. Di Indonesia, pengelolaan perpustakaan masih sangat tradisional untuk bisa disebut sebagai salah satu sarana literasi informasi. Diperlukan manajemen yang baik dalam pengelolaan perpustakaan. Tenaga perpustakaan harus memiliki kemampuan mengajar, senantiasa memperbaharui pengetahuan (willingness to learn) dan memiliki kemampuan praktis serta selalu berupaya mengikuti perkembangan literasi informasi. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi agar manajemen perpustakaan bisa memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan akan literasi informasi. Misalnya, tenaga perpustakaan harus bisa melatih pendidik, peserta didik dan pengguna perpustakaan lainnya dalam literasi informasi. Tenaga perpustakaan sekolah perlu melakukan pendekatan-pendekatan yang bisa 8 menarik empati para pengguna perpustakaan agar pengetahuan literasi informasi yang disampaikan bisa merangsang pemikiran kritis pengguna perpustakaan. Peningkatan kemampuan tenaga perpustakaan secara terus menerus, diharapkan akan bisa mempercapat implementasi literasi informasi secara menyeluruh di Indonesia. Dorongan dan pelatihan agar tenaga perpustakaan memahami literasi informasi membutuhkan strategi dan metodelogi yang baik. Model-model pelatihan yang diberikan harus dimodifikasi sesuai kebutuhan peserta, misalnya dengan menggunakan metodologi pendidikan orang dewasa atau andragogi. Selain peningkatan kemampuan (capacity building) untuk tenaga perpustakaan, infrastruktur perpustakaan juga perlu ditingkatkan. Mulai dari koleksi perpustakaan, aksesibiliti informasi, ruangan, perlengkapan dan alat-alat lainnya yang memudahkan pengguna perpustakaan\untuk mendapatkan akses informasi dengan cepat dan mudah. 2.2. Sejarah Singkat Perkembangan Literasi Informasi Istilah literasi informasi muncul pertama kali di Amerika pada tahun 1974. Paul Zurkowski menggunakan istilah information literacy untuk pertama kalinya dalam makalah yang diajukannya kepada U.S. National Commission on Libraries and Information Science (NCLIS). Zurkowski berpendapat bahwa seorang pekerja memerlukan kemampuan khusus dalam menggunakan beraneka ragam sumber informasi dalam melaksanakan tugasnya. Orang yang memiliki kemampuan inilah yang disebut sebagai orang yang information literate atau melek informasi. Pendapat ini dijadikan acuan akan sebuah awal dari kebangkitan kesadaran akan pentingnya literasi informasi bagi kalangan masyarakat umum. Program pendidikan literasi informasi mulai diterapkan di lingkungan perguruan tinggi pada pertengahan tahun 1980an. Selama kurun waktu 1980an, konsep literasi informasi mulai dikembangkan dan mulai memainkan peranan yang lebih besar dalam dunia pendidikan, khususnya di perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi. Pada tahun 1987, American Library Association (ALA) membentuk komisi literasi informasi dengan tugas mengkaji peran informasi di dunia pendidikan, bisnis, pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari. Komisi ini sampai pada sebuah kesimpulan definisi akan literasi informasi. Awal 1990an, definisi literasi informasi yang dibuat oleh American Library Association (ALA) secara umum dapat diterima. Pada saat yang sama di Amerika, forum nasional tentang literasi informasi dibentuk sebagai jawaban atas rekomendasi 9 dari komisi literasi informasi ALA. Beberapa kegiatan di bidang literasi informasi mulai dilakukan melalui beberapa proyek baik di Amerika maupun negara lain. Salah satunya, UNESCO dan forum nasional di Amerika mensponsori 2 konferensi internasional tentang literasi informasi di Praha, Republik Cekoslovakia (2003) dan di Alexandria, Mesir (2005). Di Indonesia, literasi informasi mulai dikenalkan kepada para tenaga perpustakaan pada awal tahun 2000. Perpustakaan Nasional R.I. sejak tahun 2005 mulai mengenalkan literasi informasi kepada tenaga perpustakaan di perpustakaan sekolah, perguruan tinggi dan umum melalui berbagai seminar dan lokakarya. UNESCO, pada tahun 2006 bekeijasama dengan Perpustakaan Nasional R.I. dan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI serta Kementerian Negara Riset dan Teknologi menyelenggarakan lokakarya tentang literasi informasi yang ditujukan kepada guru, pustakawan sekolah dan kepala sekolah. Asosiasi Pekeija Informasi Sekolah Indonesia (APISI) sebagai salah satu organisasi profesi pekerja informasi profesional juga menyelenggarakan kegiatan serupa. Selain itu juga diselenggarakan uji coba dan cara membangun kompetensi tersebut pada tingkat sekolah menengah. APISI yang identik dengan penyebaran literasi informasi karena acap kali mengadakan acara yang erat kaitannya dengan literasi informasi dan gaungnya semakin terasa saat berhasil mengadakan acara Indonesia Workshop for Information Literacy (I-WIL) yang dibiayai oleh International Fédération of Library Association (IFLA). Selain itu, ada juga Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) yang turut berpartisipasi menyebarkan literasi informasi. IPI bahkan menjadikan literasi informasi sebagai tema kongresnya yang ke-10 di Denpasar, Bali pada November 2006. Departemen Pendidikan Nasional dalam menyusun standar kompetensi tenaga perpustakaan sekolah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan pada tahun 2007 menetapkan literasi informasi sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga perpustakaan sekolah. 2.3. Perpustakaan Sekolah dan Literasi Informasi Perpustakaan sekolah didefinisikan sebagai perpustakaan yang berada pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang merupakan bagian integral dari kegiatan sekolah yang bersangkutan, dan merupakan pusat sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan (Perpustakaan Nasional RI, 10 2006). Sebagai bagian integral dari kegiatan sekolah, kehadiran perpustakaan sekolah dimaksudkan sebagai pendukung dari kegiatan belajar mengajar. Fokusnya dititik beratkan pada penyediaan layanan dan kegiatan yang bersifat menstimulasi kegiatan belajar mengajar. Sebuah penelitian dengan responden ratusan sekolah yang berada di pulau Jawa, Bali dan Lombok dilakukan dengan menanyakan tentang fasilitas perpustakaan dan sumber bahan bahasa yang ada di perpustakaan sekolah. Penelitian tersebut menemukan fakta bahwa: 1. Biasanya tidak ada siswa-siswi di dalam perpustakaan. 2. Perpustakaannya hanya buka pada jam kelas (paling tambah 15 menit). 3. Guru-guru tidak secara rutin menyuruh siswa-siswi dalam jam kelas ke perpustakaan untuk tugas, mencari informasi atau solusi sendiri. 4. Jelas, guru-guru tidak dapat minta siswa-siswi mencari informasi di perpustakaan di luar jam kelas karena perpustakaannya tidak buka. 5. Guru-guru sendiri jarang kunjungi perpustakaan, dan kurang tahu isinya. 6. Seringkah pengelola perpustakaan adalah guru yang juga jarang ada di perpustakaan. 7. Pada umumnya, pengelola perpustakaan kelihatannya tidak mempromosikan perpustakaannya (atau berjuang untuk meningkatkan minat baca) secara aktif dan kreatif. 8. Lingkungan sekolah (termasuk rakyat) kurang aktif membangunkan perpustakaan. (http://pendidikan.net/perpustakaan.html') Fakta dari hasil penelitian ini memperlihatkan kepada kita, bahwa perpustakaan saat ini hanya menjadi "gudang buku" di sebuah sekolah. Kondisi ini tentu saja tidak terjadi pada semua sekolah yang ada di Indonesia. Namun, kondisi ini dialami oleh banyak sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah unggulan atau swasta/internasional mungkin saja perpustakaannya telah dikelola dengan baik, tapi tak jarang sekolahsekolah unggulan dan swasta kita juga menemukan kondisi perpustakaan yang miris seperti hasil penelitian tersebut. Idealnya, perpustakaan harusnya bisa berperan sebagai "jantung sekolah" sebagai sumber infomrasi/pengetahuan. Peserta didik yang belajar di sekolah, selain mendapatkan ilmu pengetahuan di kelas yang disampaikan dalam proses belajar 11 mengajar, juga bisa memperoleh pengetahuan yang mendukung ilmu pelajaran yang disampaikan oleh pendidik di kelas. Banyak alasan kondisi perpustakaan di sekolah mengalami kondisi miris seperti hasil penelitian tersebut. Selain belum adanya pemahaman tentang pentingnya literasi informasi oleh pengambil kebijakan, baik pemerintah maupun manajemen sekolah, faktor biaya, koleksi perpustakaan, ruang/bangunan dan lainnya tentu perlu mendapat perhatian kita bersama. Perpustakaan adalah salah satu sarana penunjang dalam proses belajar mengajar di sekolah (Undang-undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan). Perpustakaan sekolah dewasa ini bukan hanya merupakan unit keija yang menyediakan bacaan guna menambah pengetahuan dan wawasan bagi peserta didik, tapi juga merupakan bagian yang integral pembelajaran. Artinya, penyelenggaraan perpustakaan sekolah harus sejalan dengan visi dan misi sekolah, dengan mengadakan bahan bacaan bermutu yang sesuai kurikulum, menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan bidang studi, dan kegiatan penunjang lain, misalnya berkaitan dengan peristiwa penting yang diperingati di sekolah (Dady P. Rachmananta Jakarta, Desember 2006 Kepala Perpustakaan Nasional RI, http://archive.ifla.org/VII/sl 1/pubs/School libraryGuidelines-id.pdf). Indonesia telah mengadopsi standardisasi yang di tetapkan oleh IFLA/UNESCO dalam pengembangan perpustakaan, termasuk perpustakaan sekolah. Manifesto perpustakaan sekolah yang diterbitkan oleh IFLA/UNESCO menyatakan bahwa perpustakaan sekolah dalam pendidikan dan pembelajaran untuk semua. Manifesto ini memberikan kewajiban kepada Pemerintah melalui Kementerian yang mengurus Pendidikan mengembangkan kebijakan, strategi dan perencanaan yang berkaitan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran untuk semua. Perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan ide yang merupakan fondasi agar berfungsi secara baik di dalam masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan pengetahuan. Perpustakaan sekolah merupakan sarana bagi para siswa agar terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Perpustakaan sekolah hendaknya dikelola dalam kerangka kerja kebijakan yang tersusun secara jelas. Kebijakan perpustakaan sekolah disusun dengan mempertimbangkan berbagai kebijakan dan kebutuhan sekolah yang menyeluruh, 12 serta mencerminkan etos, tujuan dan sasaran maupun kenyataan sekolah. Kebijakan tersebut menentukan kapan, di mana, untuk siapa dan oleh siapa potensi maksimal akan dilaksanakan. Kebijakan perpustakaan akan dapat dilaksanakan bila komunitas sekolah mendukung dan memberikan sumbangan pada maksud dan tujuan yang ditetapkan di dalam kebijakan. Karena itu, kebijakan tersebut harus tertulis dengan sebanyak mungkin keterlibatan yang beijalan secara dinamis, melalui banyak konsultasi yang dapat diterapkan, serta hendaknya disebarkan seluas mungkin melalui media cetak. Dengan demikian, filosofi, ide, konsep dan maksud untuk pelaksanaan dan pengembangannya akan makin jelas serta dimengerti dan diterima, sehingga hal itu dapat segera dikerjakan secara efektif dan penuh semangat. Kebijakan tersebut harus komprehensif serta dapat dilaksanakan. Kebijakan perpustakaan sekolah tidak boleh ditulis oleh tenaga perpustakaan sekolah sendirian, tetapi harus melibatkan para pendidik dan manajemen senior. Konsep kebijakan harus dikonsultasikan secara luas di sekolah dan mendapat dukungan melalui diskusi terbuka yang mendalam. Dokumen dan rencana kerja berikutnya akan menjelaskan peranan perpustakaan dalam hubungannya dengan berbagai aspek berikut: • kurikulum sekolah • metode pembelajaran di sekolah • memenuhi standar dan kriteria nasional dan lokal • kebutuhan pengembangan pribadi dan pembelajaran murid dan • Kebutuhan tenaga pendidikan bagi staf dan meningkatkan aras keberhasilan. (http://archive.ifla.org/VII/sll/pubs/SchoolLibraryGuidelines-id.pdf) Badan Standarisasi Nasional Indonesia juga telah menerbitkan Standar Perpustakaan sekolah. Standar Nasional Indonesia untuk perpustakaan sekolah ditetapkan tanggal 23 Februari 2009 dengan kode SNI 7329:2009. Standar ini bermaksud agar Perpustakaan Sekolah memiliki acuan manajemen perpustakaan yang berlaku pada perpustakaan sekolah baik negeri maupun swasta yang meliputi pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 13 5. Bagaimana pustakawan sekolah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan literasi informasi di sekolah? (Kuesioner NO 3.16: 3.17 dan Wawancara No 3.) 6. Bagaimana pustakawan melakukan pengawasan terhadap kegiatan literasi informasi di sekolahnya ? (Wawancara No 4.) Instrumen penelitian di atas secara lengkap dapat dilihat pada lampiran laporan ini. . Analisis Data Analisa data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan, mengategorikan data, mencari tema atau pola dengan maksud untuk memahami maknanya. Analisis data disajikan dengan memberikan penjelasan terhadap data yang diperoleh. 19 BAB IV Analisa Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Analisa Responden Proses pemilihan responden untuk kajian ini diawali dari penyeleksian awal melalui direktori APISI tahun 2011 yang memuat semua peserta yang pernah mengikuti seminar dan pelatihan literasi informasi yang dilakukan dari kurun waktu 2006-2011. Alasan penggunaan direktori APISI karena dalam kurun waktu tersebut, APISI melakukan keija sama dengan berbagai instansi dan lembaga swasta maupun pemerintah, termasuk Perpustakaan Nasional baik itu di Bali maupun Jakarta, yang dianggap cukup mewakili kriteria pemilihan calon responden kajian ini. 4.1.1. Proses Seleksi 4.1.1.1. Seleksi Tahap 1 Penyeleksian dari empat ratus empat belas (414) nama yang tercatat pernah mengikuti seminar dan pelatihan literasi informasi, dipersempit dengan memilih nama-nama yang mengikuti pelatihan literasi informasi, dan bukan seminar literasi informasi. Proses pemilihan ini dianggap penting, karena peserta yang yang mengikuti pelatihan dianggap mempunyai kesempatan untuk menyerap konsep literasi informasi ini lebih dalam ketimbang mereka yang hanya mengikuti seminar. Dari 414 nama, yang masuk dalam kriteria mereka yang pernah mengikuti pelatihan literasi informasi adalah sebanyak 25 orang (sekitar 6%). Selain pernah mengikuti pelatihan literasi informasi, ke-dua puluh lima orang ini juga merupakan orang-orang yang mempunyai tingkat keaktifan dalam kurun lima tahun terakhir dalam mengikuti beberapa kegiatan, mengambil bagian dalam diskusi-diskusi informasi dan aktif dalam komunikasi di milist perpustakaan secara umum maupun komunitas perpustakaan sekolah. Tingkat pemahaman literasi informasi mereka juga diamati dengan cara dialog mereka dalam pertemuan-pertemuan, pertanyaan yang diajukan maupun s haring pengalaman di tempat bekerja. 21 4.1.1.2. Seleksi Tahap 2 Peneliti mengirimkan kuesioner (lihat lampiran) melalui surat elektronik kepada ke duapuluh lima orang ini dan sebanyak empat belas (14) orang (56%) mengembalikan kuesioner yang dikirimkan. Ada dua kuesionor yang kembali namun sama sekali tidak berkaitan dengan jenis perpustakaan yang dikaji yaitu responden dari perguruan tinggi. Mereka yang tidak mengembalikan mempunyai beberapa alasan, seperti tidak menerima kuesioner yang dikirim lewat surat elektronik, sudah tidak bekerja lagi di perpustakaan sekolah, atau sama sekali tidak dapat di kontak. Dengan demikian dari kuesioner yang kembali ada dua belas (12) responden (50%) yang memenuhi kriteria kajian. Berikut ini adalah gambaran secara umum berdasarkan kuesioner yang kembali dari ke dua belas responden tentang profil sekolah, profil perpustakaan serta input mereka terhadap implementasi literasi informasi di tempat mereka bekerja: A. Profil Sekolah Rata-rata jumlah staf adalah 3 orang. Rata-rata jumlah koleksi 10.000 - 25.000 eksemplar Jam buka perpustakaan: 8 - 10 jam/hari B. Jenis layanan berdasarkan urutan dari yang paling banyak diterapkan: - Sirkulasi - Layanan Referensi - Layanan berbasis teknologi informasi - Layanan Audio Visual - Layanan fotokopi - Literasi informasi dan Program Perpustakaan Kepala sekolah mendukung perpustakaan dan kegiatan literasi informasi Implementasi literasi informasi yaitu mengadakan program literasi informasi C. Implementasi Literasi Informasi D. Faktor Pendukung implementasi - Dukungan dari pihak terkait (pendidik, kepala sekolah, peserta didik) - Sarana dan prasarana - Pengetahuan akan literasi informasi oleh SDM dab jenis sekolah yang terintegrasi dengan literasi informasi - Proses belajar mengajar E. Faktor Penghambat implementasi 22 - Kurangnya pengetahuan literasi informasi - Kurangnya keijasama dengan pendidik - Kurangnya sarana dan prasarana - Padatnya jam pembelajaran di sekolah - Kurangnya SDM - Kurang pengharagaan terhadap keberadaan perpustakaan - Belum ada Standard dan kurikulum literasi informasi di tingkat nasional - Kurangnya alokasi dana F. Saran untuk perbaikan literasi informasi - membuat desain kurikulum berbasis literasi informasi dengan dukungan pemerintah - sosialisasi literasi informasi ke seluruh komunitas sekolah dan meningkatkan kualitas SDM di perpustakaan - menambah jumlah pustakawan dan meningkatkan peran perpustakaan dan tenaga perpustakaan dengna dukungan dari berbagai pihak; mengadakan pelatihan literasi informasi untuk pendidik dan kepala sekolah - meningkatkan sarana dan prasarana di perpustakaan 4.1.1.3. Seleksi Tahap 3 Untuk memenuhi kriteria cakupan perwakilan wilayah Indonesia, yaitu Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur, dari proses seleksi tahap dua, responden yang memenuhi kriteria cakupan wilayah ini adalah tujuh orang. Ketujuh orang ini adalah dua orang dari daerah Medan, Sumatra Utara dan dua orang dari Surabaya, Jawa Timur sebagai perwakilan Indonesia bagian Barat. Perwakilan dari wilayah Indonesia Tengah adalah dua orang yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan serta yang mewakili dari Indonesia bagian Timur adalah satu orang dari Denpasar, Bali. 4.1.1.4. Seleksi Tahap 4 Peneliti melakukan kunjungan terhadap tujuh sekolah dari responden dari hasil seleksi tahap 3 untuk melakukan verifikasi data, penilaian kriteria sekaligus observasi langsung perpustakaan dan sekolah mereka. Berikut ini adalah profil responden dan gambaran tentang perpustakaan sekolah mereka: 23 A. Medan International School (MIS) Sekilas Tentang Medan International School (MIS) Medan International School berdiri sejak tahun 1969 dan mulai menjalankan aktifitasnya di gedung yang sekarang sejak tahun 1980. MIS terbagi atas 2 jenjang, yaitu PYP (dari Pendidikan Pra Sekolah sampai Kelas 5), dan MYP dari Kelas 6 sampai Kelas 10. Kepala sekolah dan koordinator MYP dan PYP merupakan bagian dari Leadership Team. Guru-guru yang mengajar di MIS telah memiliki spesialisasi masing-masing di bidang musik, seni visual, Bahasa Indonesia, drama, teknologi dan pendidikan jasmani. Guru-guru di jenjang PYP umumnya mengajarkan berbagai mata pelajaran, tetapi di jenjang MYP sudah ada spesialisasi untuk bidang yang mereka kuasai sesuai dengan latar belakang pendidikan. Guru-guru di MIS merupakan guru yang memiliki kualifikasi yang tinggi, berpengalaman, pernah mengajar di sekolah internasional dan menguasai bahasa Inggris. MIS menerima akreditasi dari EBO (International Baccalauratte Organization) untuk program MYP pada tahun 2002 dan PYP pada tahun 2003. MIS sukses dalam evaluasi 5 tahunan untuk program MYP pada tahun 2006 dan 2011. Untuk jenjang PYP tercatat sukses melalui program evaluasi 5 tahunan pada tahun 2007 dan tahun 2012 ini akan kembali menemui evaluasi. Selain terakreditasi dari IBO, MIS juga mendapatkan akreditasi dari The Western Association of Schools and Colleges (WASC) yang merupakan process peninjauan eksternal yang berasal dari USA. MIS terakreditasi WASC sampai tahun 2013. Selain itu, MIS juga tercatat sebagai bagian dari East Asian Regional Council of Schools (EARCOS) yang merupakan jaringan sekolah-sekolah, khususnya yang dioperasikan secara mandiri dan terisolasi dari sekolah-sekolah lain. MIS memiliki beragam fasilitas yang sangat menarik seperti auditorium besar, gymnasium, kolam renang, ruang musik, laboratorium komputer dan science, ruang kelas ber-AC dan luas, taman bermain yang luas, lapangan olahraga yang besar dan juga perpustakaan yang luas dan memiliki koleksi yang selalu up-todate. Saat ini, MIS memiliki jumlah murid sebanyak 150 orang dengan jumlah karyawan sebesar 50 orang. 24 Sekilas Tentang Perpustakaan Medan International School Perpustakaan MIS menempati sebuah ruangan yang letaknya berhadaphadapan dengan ruang kepala sekolah. Dengan jumlah koleksinya yang sebanyak lebih dari 10.000 eksemplar, perpustakaan MIS dikelola oleh seorang pustakawan. Untuk layanan perpustakaan dibuka setiap hari Senin-Jumat dan dimulai dari jam 08.00-16.00. Jenis-jenis layanan yang tersedia di perpustakaan MIS diantaranya: layanan sirkulasi, internet cafe, ruang audio-visual. Profil Tenaga Perpustakaan Medan Internasional School Perpustakaan Medan International School dikelola oleh seorang pustakawan yang sudah berpengalaman dalam mengelola sebuah perpustakaan dan merupakan lulusan program saijana dari Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Selain berpengalaman, pustakawan MIS juga merupakan pustakawan yang aktif mengikuti pelbagai pelatihan dan seminar di dunia ilmu perpustakaan, diantaranya pernah mengikuti pelatihan Indonesia Workshop on Information Literacy (I-WIL) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI) di Bogor pada tanggal 7-11 Juli 2008. B. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Sutomo 1 Medan Sekilas tentang SMP dan SMA Sutomo Medan Awalnya disebut dengan Sekolah Sutung (Sumatera Timur) yang didirikan pada tahun 1926. Pada tanggal 25 Februari 1958, tiga tokoh masyarakat masingmasing Soo Lean Tooi, Oei Moh Toan dan Kho Peng Huat (Hadi Kusuma) memprakarsai pembentukan suatu yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Niat ini timbul karena menyadari bahwa masyarakat kota Medan pada saat itu membutuhkan sebuah wadah yang dapat menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan sistem pendidika nasional yang berazaskan Pancasila dan UUD 1945. Sejalan dengan pembentukan Yayasan Perguruan Sutomo, nama sekolah ini berubah menjadi Sutomo. Awalnya Sutomo hanya menyediakan pendidikan pada jenjang SD hingga tahun 1964 sementara play SMA. Jenjang group dimulai pada TK diperkenalkan tahun 1992. pada Perkembangan selanjutnya, Perguruan Sutomo saat ini mencakup Sutomo 1 yang terdiri dari play group, TK, SD, SMP, dan SMA, dan Sutomo 2 yang terdiri dari TK, SD, SMP, 25 dan SMA. Di antara keduanya, Sutomo 1 merupakan sekolah yang lebih dominan dan dikenal luas. Dari segi fasilitas, SMP dan SMA Sutomo 1 Medan difasilitasi dengan berbagai laboratorium dan ruang multimedia sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar. Diantaranya laboratorium bahasa, komputer, kimia, biologi, fisika dan kimia. Sekolah ini juga memiliki beragam ekstra ko-kurikuler. Sejak tahun pelajaran 1995/96, dibuka "kelas plus" (kelas unggulan) yang bertujuan menampung siswa-siswi paling berprestasi, di mana penyajian materi pelajaran lebih cepat dibandingkan dengan kelas umum. Pada tahun 2001, SMA Sutomo 1 diberikan izin oleh Diijen Pendidikan Pusat untuk membuka Kelas Akselerasi di mana pendidikan SMA dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2 tahun. Pada tahun 2005 dibuka Kelas Internasional yang masih dalam tahap "rintisan" sebelum dioperasikan sepenuhnya pada tahun 2007/2008. Kelas Internasional menggunakan materi pelajaran yang disajikan dalam bahasa Inggris. Kurikulum yang dipergunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Lebih dari 15 ribu siswa bersekolah di Perguruan Sutomo. Mayoritas siswanya adalah warga keturunan Tionghoa (sekitar 80%), sedangkan etnis Tionghoa mewakili 40% komposisi guru. Kebanyakan guru di SD Sutomo 1 adalah masyarakat etnis Tionghoa, sedangkan kebanyakan guru di SMP/SMA Sutomo 1 adalah masyarakat etnis Batak. Sekilas Tentang Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan memiliki jumlah koleksi sebanyak 12.000 judul dan kurang lebih 18.000 eksemplar. Menempati sebuah ruangan yang luas yang berada di lantai 1, perpustakaannya dilengkapi dengan sistem terkomputerisasi Management (menggunakan Senayan Library Information and System (SLIMS)) baik itu dalam proses pencarian buku, peminjaman dan pengembalian. Selain itu juga disediakan ruang baca, 4 buah komputer yang bisa digunakan oleh siswa maupun guru untuk mengakses internet dan tersedia jaringan WiFi. Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan beroperasional dari hari Senin-Sabtu dari jam 08.00-16.35. Untuk jenis layanan yang disediakan, selain layanan sirkulasi fotocopy, referensi dan audio-visual. Saat ini, Kepala Sekolah SMA Sutomo I Medan memberikan dukungan terhadap perpustakaan berupa penyediaan kebutuhan seperti komputer, barcode scanner, barcode printer, printer, TV, in focus, audio system, scanner, pembelian koleksi dan mendukung perwujudan perpustakaan menjadi perpustakaan digital 26 yang online. Setiap harinya, perpustakaan sangat ramai dikunjungi oleh siswa, baik yang hanya membaca di perpustakaan, belajar maupun berdiskusi. Profil Tenaga Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan dikelola oleh 3 orang staf yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang ilmu perpustakaan. Diantara ke-3 staf perpustakaan tersebut, 1 orang dipercaya sebagai koordinator perpustakaan. Koordinator perpustakaannya merupakan sarjana ilmu perpustakaan lulusan dari Universitas Sumatera Utara dan berpengalaman sebagai pustakawan. Selain aktif mengikuti berbagai pelatihan di dunia ilmu perpustakaan, diantaranya pelatihan Indonesia Workshop on Information Literacy (IWIL), koordinator perpustakaannya juga aktif memberikan pelatihan dalam penggunaan SLIMS di wilayah Medan dan sekitarnya. C. Sekolah Ciputra Surabaya Sekilas Tentang Sekolah Ciputra Surabaya Sekolah Ciputra, berdiri pada tahun 1996 dan merupakan salah satu sekolah yang tergabung dalam International Baccalaureate Organization (IBO) sejak tahun 2004. Sekolah Ciputra Surabaya diakui sebagai sekolah International Baccalaureate (IB) yang menempati lahan yang paling luas di Indonesia. Sekolah Ciputra juga dikenal sebagai satu-satunya sekolah IB di Surabaya dan Jawa Timur yang menawarkan 3 program IB, dari mulai Kelompok Bermain hingga Kelas 12. Untuk Primary Years Programme (PYP) mencakup pendidikan bagi siswa di kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Untuk IB Middle Years Programme mencakup pendidikan bagi siswa Kelas 7-10 dan untuk IB Diploma Programme mencakup pendidikan bagi siswa kelas 11-12. Saat ini, siswa yang naik ke kelas 11 dapat memilih pelajaran Ilmu Alam atau Ilmu Sosial dalam 2 tahun program pendidikan nasional yang mengacu kepada matrikulasi lokal. Semua program yang terdapat di sekolah ini diajarkan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris oleh guru-guru asing yang berpengalaman dan guru berkewarganegaraan Indonesia yang telah terlatih untuk program IB. Sebagai sekolah yang bersifat plural, Sekolah Ciputra menyediakan berbagai kelas agama seperti agama Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Islam. 27 Jumlah siswa Sekolah Ciputra untuk jenjang Kelompok Bermain hingga sekolah dasar saat ini sebanyak 400 orang dengan kurang lebih 102 staf. Terakreditasi A, fasilitas yang terdapat di Sekolah Ciputra sangat lengkap. Fasilitasfasilitas yang dapat digunakan oleh siswa tersebut antara lain akses ke lapangan olahraga dan sepakbola, gymnasium, lapangan basket, ruang seni, musik dan drama, laboratorium computer, ruang teknologi dan laboratorium ilmu alam. Tahun ini adalah tahun ke-3 dari proyek 4 tahun Sekolah Ciputra dalam menyediakan teknologi interaktif di setiap ruang belajar. Sebuah ruang pertunjukan drama dan musik yang menyediakan kursi sebanyak 630 buah sudah selesai dibangun pada akhir tahun kemarin. Sekilas Tentang Perpustakaan Sekolah Ciputra Surabaya Perpustakaan di Sekolah Ciputra Surabaya lebih dikenal sebagai Learning Resource Centre. Di dalamnya terdapat 2 perpustakaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilayani, yaitu perpustakaan SD dan perpustakaan SMP/SMA. Jumlah koleksi yang mereka miliki sebanyak 25. 257 eksemplar yang terdiri atas koleksi buku, majalah, permainan edukasi, video dan CD dalam bahasa Inggris, Mandarin dan bahasa Indonesia. Perpustakaan dibuka dari jam 07.30 sampai jam 15.00. Dengan jenis layanan terbuka, perpustakaan Sekolah Ciputra Surabaya memiliki beragam jenis layanan yang disesuaikan dengan jenjang siswa yang dilayani. Perpustakaan sekolah dasar, selain diisi oleh ruang koleksi, juga dilengkapi dengan ruang belajar mengajar dan beberapa computer untuk mengakses internet. Untuk perpustakaan jenjang SMP/SMA di Sekolah Ciputra juga menyediakan beberapa komputer dengan akses internet dan ruang audio visual. Di dalamnya juga terdapat 3 studio rekaman digital dan sebuah radio transmission booth. Pada bukan Juni 2009, perpustakaan sekolah dasarnya terpilih sebagai perpustakaan sekolah dasar terbaik di Indonesia dalam hal penyediaan layanan yang mendukung program-program sekolah. Untuk itu, perpustakaannya memperoleh hadiah sebesar Rp. 30.000.000,- untuk pengembangan perpustakaan selanjutnya. Petugas perpustakaan Sekolah Ciputra bekeija sama dengan guru kelas dari mulai jenjang kelompok bermain hingga kelas 6 untuk mendukung Programmes of Inquiry, pengembangan minat baca untuk perkembangan kemampuan umum dan juga 28 pengembangan literasi dalam bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Mandarin dan bahasa asli ibu. Profil Tenaga Perpustakaan Sekolah Ciputra Surabaya Perpustakaan Sekolah Ciputra memiliki jumlah staf sebanyak 3 orang yang salah satu diantaranya menjabat sebagai seorang guru perpustakaan. Dengan memiliki latar belakang ilmu kesusastraan Inggris, ia sukses membawa perpustakaan sekolah dasar Ciputra memenangi Lomba Perpustakaan Tingkat Sekolah Dasar pada tahun 2009. Awalnya dipercaya sebagai asisten guru, saat ini ia diberi wewenang untuk mengembangkan sumber-sumber pembelajaran di Sekolah Ciputra. Selain aktif mengikuti berbagai pelatihan dan seminar di dunia ilmu perpustakaan, ia juga aktif memberikan berbagai pelatihan bagi sekolah-sekolah lokal di wilayah Jawa Timur. D. Sekolah Menengah Atas (SMA) Santa Maria Surabaya Sekilas Tentang Sekolah Menengah Atas (SMA) Santa Maria Surabaya Sejarah SMA Santa Maria Surabaya dimulai dari kedatangan lima Suster Ursulin ke Surabaya pada tanggal 14 Oktober 1863. Awalnya, suster-suster Ursulin tersebut membangun sebuah komunitas di Kepanjen. Lalu, berpindah di kawasan Jl. Raya Kupang yang sekarang dikenal dengan nama Jl. Raya Darmo. Atas permintaan Pastor Van den Elsen, SJ., lima suster Ursulin tersebut datang dari Batavia ke Kepanjen, Surabaya. Mereka datang untuk menangani karya pendidikan dan panti asuhan. Adapun sekolah yang didirikan di Kepanjen (Krembangan) waktu itu adalah Sekolah Dasar (1863), Sekolah Keterampilan Putri (1874), Sekolah TK (Froobel 1877), dan Sekolah Pendidikan Guru (Kwekschool 1877). Sekolah ini awalnya didirikan untuk murid-murid berkebangsaan Belanda. Sementara, Biara Ursulin Kepanjen sendiri mendirikan filialnya di Jl. Kupang (sekarang Jl. Raya Darmo). Misi mereka terus berlanjut hingga pada tanggal 26 Juni 1922 di Jalan Kupang (sekarang jalan Raya Darmo) didirikan sebuah sekolah dengan nama "Santa Maria". Pada tanggal 1 Juli 1922, sekolah Santa Maria mulai menerima siswa baru dengan jumlah : TK 40 Siswa, SD 96 Siswa, H.B.S. 59 siswa, dan sekolah Pendidikan Guru (SPG Catharina) 33 Siswa. H.B.S. kemudian berkembang menjadi SMA Santa Maria dan secara administratif lahir tahun 1951. 29 Seperti halnya sekolah Ursulin lainnya, SMA Santa Maria Surabaya yang berlokasi di Jalan Raya Darmo 49 Surabaya,ini juga memiliki semboyan "SERVIAM" yang berarti "Saya Mengabdi". Pada permulaan tahun pelajaran baru di bulan Agustus 1951, Santa Maria mulai menerima murid SMA untuk kelas 1 bagian B. Semua murid yang diterima adalah putri dan 23 siswinya tinggal di asrama. Di tahun pelajaran baru, itu pula SMA mendapatkan 4 kelas dan kelas-kelas semuanya penuh. SMA Santa Maria Surabaya saat ini memiliki siswa sebanyak 587 orang dan jumlah staf yang ada sebanyak 54 orang. Untuk kurikulum yang diterapkan, SMA Santa Maria menggunakan KTSP dan terakreditasi A. Dalam usaha mendukung kegiatan belajar mengajar, SMA Santa Maria menyediakan berbagai fasilitas yang lengkap, memadai, dan representatif, seperti: Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia, Laboratorium Biologi, Laboratorium Bahasa, Laboratorium IPS, dan Laboratorium Multimedia. SMA Santa Maria pun telah dilengkapi fasilitas online Internet 24 jam dan bebrapa pendukung fasilitas lain seperti: Ruang kelas yang semuanya telah ber-^C, Ruang radio, Ruang karawitan, Ruang agama, Ruang serba guna, Ruang tari, Ruang band, Ruang Unit Kesehatan Sekolah, Gerai jurnalistik, Bangsal olahraga indoor, Lapangan olahraga outdoor, Sanggar seni, Bengkel seni dan aula. Sekilas Tentang Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya memiliki jumlah koleksi sebanyak 6.710 judul dan 16. 210 eksemplar. Untuk jam buka perpustakaan dimulai dari jam 07.00-15.00 dari hari Senin hingga Sabtu. Jenis layanan yang disediakan di perpustakaannya adalah layanan sirkulasi, layanan internet dengan menyediakan mesin printer, fotocopy dan juga dilengkapi dengan fasilitas TV berlangganan yang penggunaannya harus melalui pendampingan oleh guru bidang studi. Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya telah menerapkan sistem otomasi dan saat ini menggunakan software yang dikembangkan sendiri yang terintegrasi dengan sekolah. Profil Tenaga Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya dikelola oleh 3 orang staf yang salah satunya memiliki latar belakang ilmu perpustakaan. Sedangkan staf lainnya di perpustakaan memiliki latar belakang ilmu administrasi. Adapun tenaga perpustakaannya pernah mengikuti seminar tetapi belum pernah mengikuti pelatihan di bidang literasi informasi. 30 E. Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar Sekilas Tentang Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar dibangun oleh Yayasan Pelita Harapan pada tahun 2003 diatas lahan seluas 27. 500 m2. Sebagai sekolah nasional plus yang memiliki sarana pendidikan bertaraf internasional, pada setiap proses belajar mengajarnya menggunakan 2 bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Di SDH Makassar terdapat tingkatan pendidikan mulai dari TK, SD, SMP dan SMU dimana untuk pelajaran di tingkat TK diantarkan dalam Bahasa Inggris sedangkan untuk jenjang SD penggunaan Bahasa Inggris terutama pada mata pelajaran Bahasa Inggris, ilmu sosial, IPA dan Matematika dan selebihnya menggunakan Bahasa Indonesia. Untuk pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika diberlakukan sistem tingkatan dengan tujuan agar para siswa dapat ditangani dengan lebih baik. Untuk siswa/i SMP dan SMU dalam kegiatan belajar mengajarnya menggunakan buku dan pendekatan pembelajaran seperti yang digunakan di Amerika dengan tujuan menambah keterampilan membaca, menulis, berbicara dan mendengar dalam Bahasa Inggris. Saat ini, jumlah siswa yang terdapat di SDH Makassar sebanyak kurang lebih 900 siswa. Jumlah staf yang bekerja di SDH Makassar sebanyak kurang lebih 100 orang. Kurikulum yang digunakan di sekolah ini mengadopsi kurikulum nasional (terakreditasi A) dan luar negeri. Berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, seni musik, seni rupa, seni tari, teater, English Club, Math Club, Science Club, Computer Club, tata boga hingga jurnalistik tersedia di sekolah ini dengan tujuan mencari dan mengasah minat dan bakat siswa/i. Fasilitas yang terdapat di SDH Makassar diantaranya ruangan kelas ber AC, laboratorium sains, laboratorium komputer dengan fasilitas internet, sarana olahraga, ruang kesenian dan kreatifitas, perpustakaan, unit kesehatan sekolah, ruang serba guna, ruang audio visual, tempat bermain indoor dan outdoor, toko buku dan kantin. Sekilas Tentang Perpustakaan Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar Perpustakaan Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar menempati sebuah ruangan yang luas yang melayani seluruh staf dan siswa/i dari jenjang TK hingga SMU. Dengan jumlah koleksi sebanyak kurang lebih 18. 200 judul yang terdiri dari beragam jenis koleksi seperti buku, majalah, poster, koran, koleksi audio visual, dan 31 lain-lain. Perpustakaan SDH Makassar buka dari hari Senin-Jumat dari jam 07.0015.30. Jenis layanan yang disediakan yaitu layanan sirkulasi, referensi, teacher resource, dan alat peraga. Untuk mendukung pencarin informasi, perpustakaan menyediakan beberapa computer yang dapat mengakses ke internet. Saat ini perpustakaan SDH Makassar sudah menerapkan system otomasi di perpustakaan dengan menggunakan library system yang bernama Winnebago. Profil Tenaga Perpustakaan Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar Perpustakaan SDH Makassar dikelola oleh 3 orang staf yang satupun tidak memiliki latar belakang bidang ilmu perpustakaan. Salah satu dari staf senior di SDH Makassar pernah mengikuti seminar mengenai literasi informasi. 2 orang staf perpustakaan yang lain tercatat sebagai guru perpustakaan yang memiliki latar belakang keguruan dalam ilmu sosial. F. Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) 17 Makassar Sekilas Tentang Sekolah Menengah Atas (SMAN) 17 Makassar SMA Negeri 17 Makassar mulai beroperasi pada bulan Januari 1992 atas prakarsa para tokoh pendidikan di Daerah Sulawesi Selatan, Kanwil Depdikbud yang mendapat dukungan sepenuhnya dari Pemda Tingkat I Sulawesi Selatan kerjasama dengan Pengurus Yayasan Latimojong berupaya untuk mendirikan sebuah sekolah unggulan di setiap daerah propinsi di seluruh Indonesia. Sekolah ini menempati areal yang luasnya kurang lebih 3 Hektar dengan fasilitas gedung-gedung peninggalan Fakultas Teknik UNHAS di Jalan Sunu Nomor 11 Makassar. Pada tanggal 23 Agustus 1993, SMA Negeri 17 Makassar secara resmi disahkan keberadaannya oleh pemerintah dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 0313/0/1993 Tahun Ajaran 1992/1993 dan mulai beroperasi sejak 2 Januari 1993. Tenaga pengajar merupakan guru - guru pilihan dari SMA Negeri dan Universitas Negeri di Makassar dan sekitarnya. Sekolah ini mendapat predikat SMA Unggulan sejak mulai beroperasi dan terakreditasi A Plus. Sebagai salah satu SMA Unggulan di Sulawesi Selatan, SMA Negeri 17 Makassar memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang cukup memadai. Fasilitas pendidikan yang tersedia diantaranya : ruang belajar 18 ruang, ruang perpustakaan 1 buah, laboratorium multimedia 1 buah, laboratorium IPA 3 buah, laboratorium komputer, laboratorium Bahasa 1 buah. SMA Negeri 17 Makassar disamping menyediakan fasilitas 32 pendidikan yang memadai, juga menyediakan berbagai fasilitas olah raga seperti: Lapangan Volly, Lapangan Basket, dan Lapangan Tennis. Di samping itu juga tersedia berbagai fasilitas tambahan yang diharapkan dapat menjunjang kegiatan belajar mengajar siswa, sarana tersebut terintegrasi di dalam kampus SMA Negeri 17 Makassar, diantaranya: Aula 1 buah, Asrama Siswa dengan kapasitas 96 orang 1 buah, Kantin siswa; yang dikenal dengan 'Kafe 17', Masjid yang cukup megah dan besar yang menjadi pusat kegiatan pendidikan Agama Islam, Lapangan Upacara, dilengkapi dengan CCTV Di setiap Ruang Kelas, Suasana Lingkungan Sekolah dengan Konsep Green School. Kurikulum yang digunakan di SMAN 17 Makassar merupakan kurikulum KTSP 2006 dan sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sekolah ini menggunakan kurikulum dari Cambridge. Jumlah siswa/i di SMAN 17 Makassar sebanyak 600 orang. Sekilas Tentang Perpustakaan Sekolah Menengah Atas (SMAN) 17 Makassar Perpustakaan SMAN 17 Makassar dikelola oleh seorang kepala perpustakaan yang tidak memiliki latar belakang ilmu perpustakaan dan 1 orang tenaga administrasi. Setiap hari Senin-Sabtu, perpustakaan beroperasi dari jam 07.00-14.00. Jumlah koleksi yang dimiliki sebanyak 1201 judul dan 5535 eksemplar yang kebanyakan diantaranya merupakan koleksi buku teks. Jenis koleksi yang dimiliki adalah buku, majalah dan koran. Perpustakaan dilengkapi dengan beberapa perangkat komputer dan laptop, sebuah mesin printer dan scanner juga seperangkat TV dan audio visual. Jenis layanan yang disediakan adalah layanan sirkulasi, referensi, internet, dan audio visual. Perpustakaan SMAN 17 Makassar telah terotomasi dengan menggunakan Senayan Library and Information Management System (SL1MS). Profil Tenaga Perpustakaan Sekolah Menengah Atas (SMAN) 17 Makassar Tenaga perpustakaan SMAN 17 Makassar dikenal sebagai sosok yang aktif dalam mengembangkan dunia kepustakawanan di Makassar. Pernah mengikuti pelatihan mengenai literasi informasi, ia pun aktif dalam menggerakkan organisasi kepustakawanan sekolah dan mengadakan berbagai pelatihan. Prestasi yang pernah diraih oleh kepala perpustakaan SMAN 17 Makassar ini adalah sebagai pustakawan teladan di tingkat nasional. 33 4.1.1.5. Seleksi Tahap 5 (akhir) Hasil dari kunjungan, verifikasi dan penilaian kriteria pada Seleksi Tahap 4, maka diputuskan dua responden yang lolos seleksi dan dianggap memenuhi seluruh kriteria dalam kajian ini untuk dibahas dan dikaji lebih dalam lagi. Kedua responden tersebut adalah R (inisial dari nama panggilan sebenarnya) dari Medan International School, Sumatra Utara dan E (inisial dari nama panggilan sebenarnya) dari Sekolah Ciputra, Surabaya, Jawa Timur. Profil TPS oOa Pustakawan Jabatan Lama memangku jabatan Latar belakang pendidikan Pelatihan literasi informasi yang pernah diikuti IVIIO Guru Pustakawan 2 tahun nggris on Information Literacy (l-WIL/APISI) S1 Ilmu Perpustakaan Indonesia Workshop on Information Literacy (IWIL/APISI) - 2008 UPH-APISI 2007 Profil Sekolah International School PYP - IBO 120 orang 400 orang International School IBO-WASC 50 orang 150 orang WASC (International) A (Nasional) Profil Perpustaka.in •a i Jenis sekolah Kurikulum Jumlah staff Jumlah murid Akreditasi sekolah Jumlah koleksi I Jam buka perpustakaan Jenis layanan perpustakaan 2525_ > 10.000 items 07.30-15.00 08.00 -16.00 Sirkulasi, Fiksi, Non Fiksi, Internet café, Ruang Audio visual Tabel 1. Profil Responden 4.2. Peran Tenaga Perpustakaan Sekolah dalam Implementasi Literasi Informasi 4.2.1. R dari Medan International School (MIS) R adalah tenaga perpustakaan sekolah dengan jabatan Guru Pustakawan di Medan International School dan telah menjabat sebagai pustakawan di sana selama 2 tahun. R 34 mempunyai latar belakang pendidikan Ilmu Perpustakaan Strata 1 yang diperolehnya dari Universitas Sumatra Utara. Perencanaan Kegiatan Literasi Informasi Kegiatan literasi informasi telah dilakukan oleh R sejak lama, bahkan sebelum ia mengikuti pelatihan literasi informasi pertamanya di tahun 2008. Kegiatan literasi informasi ini diterapkan bukan saja oleh tenaga perpustakaan sekolah, melainkan oleh pendidik baik secara mandiri maupun secara kolaborasi dengan tenaga perpustakaan sekolah. Kepala sekolah MIS, yang tadinya adalah Kepala Perpustakaan, menjelaskan bahwa MIS menerapkan konsep library is the heart of the school (Perpustakaan adalah jantung sekolah). Kepala sekolah mengajarkan critical thinking kepada semua pendidik sebagai bagian dari kegiatan professional development yang wajib diikuti oleh semua pendidik, asisten pendidik dan tenaga perpustakaan sekolah. Critical thinking merupakan satu bagian dari unsur kurikulum yang diterapkan oleh MIS. Secara bersamaan dan kaitannya dengan kurikulum PYP International Baccalaureate, ketermapilan literasi informasi diberikan melalui pengajaran Information Procès s, sebuah modul literasi informasi yang banyak digunakan di Australia. Information Pro cess terdiri dari: 1. Keterampilan mendefinisikan kebutuhan informasi 2. Keterampilan menemukan informasi 3. Keterampilan memilih informasi 4. Ketermpilan mengorganisasi informasi 5. Keterampilan menciptakan dan membagi informasi 6. Keterampilan mengevaluasi proses dan produk (http://www.asla.org.au/pubs/ws/accommat2.htm, diakses tanggal 8 Februari 2012) Dengan demikian, jelas sudah bahwa keterampilan literasi informasi di MIS sudah dikuasai oleh pendidik untuk kemudian diintegrasikan dalam pembelajaran mereka di kelas-kelas. Laporan para guru langsung dikomunikasikan kepada Kepala Sekolah sebagai pengawas kegiatan belajar mengajar secara keseluruhan di sekolah. R sebagai tenaga perpustakaan sekolah berperan sebagai pendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah khususnya pada bagian pemanfaatan perpustakaan . R mengambil peran mengajarkan library skills kepada peserta didik melalui kerja sama dengan para pendidik. 35 Pelaksanaan Kegiatan Literasi Informasi Pada proses kegiatan belajar mengajar, pendidik sudah memasukkan unsurunsur literasi informasi dalam kegiatan pelajaran di kelas. R memberi dukungan terhadap kegiatan literasi informasi di kelas dengan membekali para peserta didik, library skills yaitu cara menggunakan perpustakaan dan sumber-sumber informasi di dalamnya. Selain itu, R juga mempunyai kegiatan ekstra kurikuler kepada peserta didik yang kemudian disebut dengan student librarian. Kegiatan ini adalah salah satu pilihan ekstra kurikuler sekolah bagi peserta didik yang gemar perpustakaan. Mereka diberi [engajaran tentang library skills, penomerna DDC, shelving, mengetik, pembagian buku Fiksi dan Non Fiksi, library manner. Hal yang didapat dari kegiatan ini adalah tenaga perpustakan akan terbantu jika perpustakaan sedang ramai dikunjungi oleh para pesrta didik dan pendidik. Selain itu, dengan mengetahui cara shelving buku-buku di rak, mereka mengerti penempatan buku-buku di perpustakaan dan mereka mengetahui letak buku-buku tertentu yang mereka sukai. Student Librarian juga mempunyai tingkatan pembelajaran seperti kegiatan pembuatna poster, review buku-buku serta promosi perpustakaan. Hasil pekerjaan mereka, akan dipresentasikan dalam acara sekolah yaitu assembly. Saat assembly dilakukan, temanteman mereka, para pendidik bahkan orang tua hadir untuk mendengarkan hasil kegiatan mereka dalam memproduksi suatu hal yang berkaitan dengan program student librarian. Pendidik dan para orang tua dapat memberi penilaian terhadap hasil presentasi mereka. Penilaian ini akan didiskusikan saat pertemuan orang tua dan pendidik dalam waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan kegiatan literasi informasi di MIS sangat terbantu dengan jenis kurikulum yang diimplementasikan yaitu PYP IB dan WASC. Kedua kurikulum ini memberi peluang besar kepada pendidik untuk memberikan research project bagi para peserta didik dalam proses belajar mereka. Dampak langsung terhadap perpustakaan adalah, kegunaan sumber-sumber koleksi mereka yang meningkat pemanfaatannya saat para peserta didik menyelesaikan research project mereka. Hasil dari kegiatan ini, mereka bukan saja mendapat nilai dari pendidik, melainkan usaha mereka juga diketahui oleh teman-teman mereka maupun pendidik lainnya dan para orang tua saat mereka harus mempresentasikan hasil kerja mereka pada school assembly yang diadakan secara rutin. Tentu saja, kegiatan ini akan 36 mempertajam kemampuan presentasi mereka di depan orang banyak sebagai salah satu keterampilan literasi informasi yang mereka kuasai. Dampak terhadap layanan perpustakaan juga meningkat. Untungnya, perpustakaan MIS mempunyai sebuah program yang bernama trust library. Trust library adalah sebuah program yang berlandaskan kepercayaan kepada komunitas sekolah dalam proses pinjam kembali koleksi perpustakaan. MIS juga mengimplementasikan MYP sebagai salah satu program International Baccalaureatenya. Para peserta didik di level MP Y sudah diajarkan untuk mandiri khususnya dalam program trust library tadi. Selain itu murid MYP juga sudah memahami penggunaan perpustakaan karena sejak mereka PYP, ketermapilan penggunaan perpustakaan sekolah sudah diajarkan.Dengan demikian, peningkatan pemakaian perpustakaan sekolah, tidak terlalu berdampak langsung terhadap kerepotan R, karena adanya program trust library ini. Selain itu, progam student librarian, yang sudah menyiapkan para peserta didik yang mengambil bagian dalam kegiatan ektra kurikuler ini juga dapat diandalkan sebagai 'asisten' R khususnya saat ada pendidik atau peserta didik baru, karena mereka yang dapat mengambil peran untuk menjadi tour leader yang memperkenalkan perpustakaan dan layanannya bahkan juga tour sekolah. Pengevaluasian Kegiatan Literasi Informasi Kegiatan evaluasi dilakukan oleh Kepala Sekolah terhadap kegiatan pembelajaran secara menyeluruh, karena literasi informasi sudah masuk dalam kebijakan sekolah meskipun tidak tertulis. Setelah sekian lama diimplementasikan kegiatan literasi informasi ini, evaluasi tidak mengubah pola kegiatan implementasi secara significant, karena apa yang sudah diterapkan dianggap sudah merupakan kegiatan yang tepat dalam kaitan penempatan perpustakaan sekolah sebagai jantung sekolah. .2. E dari Sekolah Ciputra Surabaya E yang berlatar belakang sastra Inggris ini semula adalah guru di sekolah Ciputra Surabaya. Ketika ada posisi kosong dalam formasi perpustakaan sebagai guru perpustakaan, E dipromosikan untuk menempati posisi tersebut sejak tahun 2004 hingga kini. 37 Pengembangan dan Perencanaan Program Literasi Informasi E mengembangkan program literasi informasi untuk tingkat sekolah dasar, mulai dari kelas 1 hingga kelas 6. Pengemasan program literasi informasi yang dibuat E tidak seperti implementasi literasi informasi pada umumnya yang mengacu pada suatu modul literasi informasi yang sudah ada. E mengembangkan program literasi informasi ini dengan memasukkan tiga unsur penting yang tidak lepas satu dan lainnya. Ke - tiga unsur itu adalah: a. Library skills b. Reading skills c. Research skills Hal yang dilakukan dalam mengembangkan suatu unit pembelajaran dari salah satu topik yang ingin disampaikan adalah dengan menggunakan metode observasi peserta didik, observasi pendidik dalam menyampaikan pelajaran di kelas dan rapatrapat yang diadakan berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Observasi pada peserta didik dilakukannya saat waktu istirahat siang, saat peserta didik masuk ke perpustakaan. E mengamati apa yang mereka keijakan di perpustakaan misalnya ia mengamati permainan apa yang mereka mainkan. Setiba di rumah, hasil observasi ini diolah kembali. Observasi pada pendidik, dilakukan saat ia mendapat ijin untuk masuk ke kelas rekan pendidik yang mempunyai hubungan baik dengan dirinya dan yang memberinya ijin untuk mengobservasi proses pelajaran di kelasnya. Ia juga menawarkan diri jika pendidik tersebut membutuhkan bantuannya. Dari observasi di kelas ini, E juga sering mendapat ide-ide untuk mengembangkan program pembelajarannya. Ide-ide pembelajaran ini muncul berdasarkan pengalaman sehari-hari. Lebih jauh, dari observasi ini ia dapat mengindetifikasi kebutuhan dari peserta didik untuk kemudian dijadikan masukan untuk pelajaran yang diberikannya. Menurut E, inti dari literasi informasi adalah daily life. Mengapa hasil akhir literasi informasi ini adalah pembentukkan pembelajar seumur hidup, karena konteks pembelajaran mereka adalah kontekstual. Dengan demikian, E mengaku bahwa unit pelajarannya tidak ia buat baru, melainkan ia hanya menyusun dari apa yang sudah dialami berdasarkan obesrvasi itu. E sudah menerapkan kegiatan berbasis ke-tiga keterampilan di atas sejak 7-8 tahun yang lalu. Ia berangkat dari research skills yang kemudian dibreakdown menjadi beberapa keterampilan. Misalnya, research itu bisa dikembangkan dalam bentuk 38 bacaan atau dalam bentuk eksperimen. Contoh lain adalah, untuk untuk keterampilan finding (note: menemukan informasi), maka perlu keterampilan membaca atau keterampilan mencari informasi di internet. Ke-dua hal tadi perlu diajarkan, karena tidak semua orang tahu bagaimana mencari informasi lewat internet. Contoh lain adalah record (note: pencatatan) maka keterampilan yang perlu di ajarkan adalah notetaking, typing dan paraphrasing. Perencanaan jangka panjang secara terstruktur memang tidak ada, namun E mempunyai target bahwa di kelas 6, peserta didik di kelas ini sudah tahu bagaimana caranya membuat sitasi, menulis referensi, mencari perbandingan lewat buku, melakukan interview. Perencanaan jangka pendek dibuat sendiri oleh E tanpa campur tangan orang lain. Jika perencanaan ini sudah matang, maka akan disosialisasikan dengan rekan-rekan pendidik lainnya. Dari pihak sekolah penjadwalan untuk kelas perpustakaan adalah seminggu sekali. Sedangkan di luar itu, jadwal E lebih fleksibel, tergantung dari permintaan pendidik. Pelaksanaan Program Literasi Informasi Pada awalnya, E berusaha meyakinkan kepala sekolah tentang pentingnya penerapan literasi informasi. Ia mengatakan bahwa komunitas sekolah perlu menyadari bahwa hal ini penting. Untuk itu perlu ditanamkan aspek-aspek literasi informasi ini dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya peserta didik perlu diajarkan keterampilan tertentu dan harus jelas hasil apa yang harus kelihatan dari proses pembelajaran itu. Akhirnya kepala sekolah bisa menerima argumentasi E dan akhirnya menyetujui jadwal rutin tiap minggu selama satu jam dan jadwal tidak tetap yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan kesepakatan itu maka pelaksanaan program kegiatan literasi informasi ini masuk dalam dua jenis kegiatan pelaksanaan. Pertama dalam jadwal tetap seminggu sekali yang sudah ditentukan pihak sekolah, dan kedua adalah jadwal tidak tetap yang diberikan sesuai kebutuhan pendidik di kelas. Meskipun kegiatan literasi informasi ini tidak mengacu pada suatu model tertentu, namun E mempunyai target - target pembelajaran literasi infomrasi yang melebihi dari apa yang diangkat dari modul literasi yang sudah ada. Hal penting dari kegiatan yang dilakukan oleh E adalah pengembangan kegiatan pembelajaran berdasarkan kebutuhan dan pengenalannya terhadap peserta didik yang diasuhnya. Contohnya adalah saat ada satu anak yang mempunyai sebuah kebiasaan 'aneh' di luar kebiasaan teman-teman sekelasnya, yaitu menghafal angka39 angka yang dilihatnya. Tidak jarang ia memperhatikan papan kerja yang ada di ruang kerja E. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi E, karena pada suatu ketika, catatan nomor telepon yang biasanya ada di papan kerja di ruangannya hilang. Hal yang dilakukannya adalah ia memanggil anak yang berkebiasaan 'aneh' tadi dan menanyakan nomor-nomor yang dilihatnya di papan kerja tersebut. Salah satu program yang dikembangkan berdasarkan hasil observasi dan kebutuhan dari peserta didik adalah membuat mereka untuk bertanya. E mendapati bahwa kelompok peserta didik dalam salah satu kelas yang harus diajarkan cenderung diam dan tidak suka bertanya. E menyadari bajwa topik yang disukai mereka adalah mencari barang atau murder. Ide yang tercetus untuk unit pelajaran yang dikembangkannya adalah dengan permainan Treasure Hunt. Game ini mengharuskan mereka memecahkan suatu persoalan, dengan aturan main, semakin baik pertanyaan yang dilontarkan maka semakin banyak petunjuk yang mereka peroleh. Sebaliknya, jika mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang jelek, maka waktu mereka akan semakin panjang untuk memecahkan misteri itu. ditujukan kepada E. Pertanyaan - pertanyaan itu Dengan demikian, mereka berlomba-lomba untuk bertanya. Kegiatan ini berlangsung lebih dari satu kali pertemuan. Meskipun membuat ektra pekerjaan bagi E, namun E justru belajar dalam mengembangkan games ini di tiap minggunya untuk terus mempertahankan minat peserta didik dalam proses pembelajaran pemecahan masalah ini. Ketika di akhir pelajaran, terlontar pertanyaan dari mereka, mengapa sampai ia dibunuh (dalam kasus game ini). Menurut E, refleksi ini lah yang merupakan bagian yang penting. Pembahasan langkah-langkah awal saat mereka mulai memecahkan misteri permainan ini dibahas. E mengaku ia berlajar metode cara berpikir mereka, dan lebih mudah baginya untuk memasukkan pelajaran yang ingin disampaikan melalui hal-hal yang menjadi minat mereka. Itu sebabnya, E tidak mengembangkan suatu pakem terstruktur dalam metode pembelajaran ini. Dari kegiatan permainan diatas, jelas sekali proses yang tercantum dalam keterampilan literasi informasi itu, seperti: merumuskan masalah (memecahkan misteri pembunuhan); mencari informasi (dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada E). Proses pencarian informasi ini kemudian mendongkrak cara berpikir kritis mereka melalui pertanyaan bagus yang harus mereka buat sesuai aturan main yang dibuat. Kemudian mereka menyusun informasi yang diperoleh dengan mencoba memecahkan misteri itu. Meskipun pada pelajaran ini tidak ada secara nyata keterampilan presentasi, namun E menekankan bahwa dalam pembelajaran ini 40 penekanan ditekankan pada evaluasi atau refleksi yang dilakukan secara bersamasama. Dengan demikian mereka belajar dari proses pemecahan masalah dan proses saat mereka mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah tersebut. Contoh di atas adalah salah satu kegiatan literasi informasi yang terjadwal. Kegiatan kolaborasi terjadi saat ada pendidik yang sudah mempunyai bahan pelajaran dan perlu bantuan E untuk mengajari suatu keterampilan tertentu. Dalam bentuk kerjasama seperti ini tidak jarang E memberikan kisi-kisi pembelajaran yang diinginkan pendidik tersebut untuk disampaikan oleh yang bersangkutan. Masalah akan muncul jika E berhalangan hadir di sekolah. Staf perpustakaan ataupun pendidik lainnya tidak dapat menggantikan posisinya meskipun ia sudah menyiapkan bahan pelajaran yang perlu disampaikan dan hanya perlu dibacakan di depan kelas. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai keterampilan mengajar seperti yang dimiliki oleh E. Pada kenyataannya, justru staf perpustakaan ini adalah mereka yang seringkah menjadi 'kelinci percobaan' untuk metode pembelajaran baru yang dikembangkan di perpustakaan. Ketika ia memberikan pelajaran di perpustakaan tidak jarang staf perpustakaan juga tertarik untuk mendengarkan bahkan terlibat dalam proses tanya jawab, yang tentu saja mengherankan peserta didik yang sedang belajar saat itu. Hal itu merupakan masukan buat E bahwa metode pembelajarannya berhasil. Kadang E juga mendapat respon negatif dari usaha-usaha yang dilakukannya. Bentuk respon negatif adalah saat para pendidik sudah lebih dulu berkata mereka bisa melakukan tahapan literasi informasi ini misalnya mencari data lewat internet. Pada kenyataannya mereka tidak menyadari bahwa mereka tidak memahami tehnik penelusuran yang dapat membantu mereka untuk mendapatkan informasi yang lebih baik. Meskipun demikian E tidak merasa terganggu dengan respon-respon demikian, ia tetap pada prinsipnya untuk terus menjalankan program-program yang dianggapnya baik bagi peserta didiknya. Pengevaluasian Kegiatan Literasi Informasi Kegiatan evaluasi dilakukan baik mandiri di setiap saat dirasa perlu. Hal ini dinyatakan oleh E, bahwa dengan fleksibilitas program yang dbuatnya akan memberi kefleksibilitasan baginya juga untuk berhenti saat ia melihat peserta didik mulai bosan dan meneruskan pembelajaran saat peserta didik menemukan minat pada suatu kegiatan pembelajaran yang mereka nikmati, seperti permainan Treasure Hunts tadi. 41 Lebih jauh lagi, evaluasi program secara keseluruhan dilakukan tiap tahun. Menurut E, karen faktor - faktor kemampuan peserta didik yang berbeda, teknologi yang berkembang dengan cepat merupakan faktor perubahan program pembelajaran di kelas tertentu, turun ke kelas sebelumnya. Hal ini pernah terjadi saat program pembelajaran kelas 4 akhirnya diajarkan pada kelas 2 di tahun selanjutnya. Hal ini membuatnya harus terus kreatif menciptakan program baru seperti untuk kelas 4 yang bahannya turun ke kelas 2 ini. Tambahan Profil E Dari hasil pengumpulan data, maka peneliti merasa perlu untuk memberikan tambahan informasi tentang E. E merasa bahwa ia harus terus belajar mengembangkan dirinya dalam konteks pembelajaran literasi informasi ini. Proses pembelajaran ini dianggap penting karena ia juga harus terus menerus mengembangkan pelajaran yang selalu berubah tiap tahunnya. E merasa tidak perlu mengembangkan pakem program pembelajaran karena menurutnya metode pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Bagi E, menjadi pendidik adalah panggilan hidupnya. Ada kepuasan yang tak terbayarkan dan perasaan senang luar biasa jika ia dapat memformulasikan suatu program dan bukan saja peserta didik yang menikmati kegiatan pembelajaran tersebut, namun juga staf perpustakaan yang ikut masuk dalam kegiatan pembelajaran di perpustakaan itu. E pernah ditawarkan dan duduk dalam posisi sebagai Team Leader yang dilakoninya selama tiga tahun. Namun ia mengakui bahwa itu adalah pekerjaan terpaksa. E tidak menikmati peran sebagai pemimpin, namun ia mendapatkan kedamaian saat ia menjadi seorang pendidik. Baginya, posisi tidak menentukan prestasi tapi panggilan hiduplah yang membuatnya menikmati pekerjaannya sebagai pendidik. 42 BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 1. Tenaga perpustakaan sekolah dapat berperan mengimplementasikan literasi informasi dengan kondisi: a. Perpustakaan Sekolah Sudah memenuhi standar koleksi, layanan dan kualifikasi SDM b. Peran Kepala Sekolah dan Guru Memberikan dukungan penuh berupa anggaran, sarana (pengadaan buku), fasilitas dan pengembangan profesi c. Kebijakan Sekolah Mendukung penuh dengan menempatkan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar, dengan berkolaborasi dengan guru dalam kegiatan belajar mengajar 2. Perencanaan program literasi informasi diposisikan dalam Perencanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah secara global 3. Pengorganisasian program literasi informasi merupakana instruksi dari kepala sekolah untuk diterapkan secara kolaborasi antara pendidik dan tenaga perpustakaan sekolah 4. Jenis sekolah dan kurikulum yang diimplementasikan mempengaruhi kesuksesan implementasi kegiatan literasi informasi suatu sekolah 5. Jenis kurikulum yang berorientasi pada research project, memberi keleluasan bagi implementasi literasi informasi karena keterampilan ini menjadi suatu kebutuhan dalam proses pembelajaran peserta didik 6. Faktor - faktor yang mendukung implementasi literasi informasi adalalah yang berkaitan dengan kebijakan dan dukungan dari pihak management sekolah; dukungan sarana dan prasarana serta SDM yang siap dengan pengetahuan dan keterampilan mengajar 7. Faktor - faktor penghambat implementasi literasi informasi adalah kurangnya dukungan dari pihak manajemen sekolah dan kerjasama dengan pendidik; padatnya jam pembelajaran; sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standard; kurangnya pengetahuan literasi informasi baik dari pihak komunitas sekolah termasuk manajemen sekolah dan peserta didik serta belum adanya standard dan kurikulum literasi informasi di tingkat nasional 43 5.2 Saran 1. Pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional dan Budaya perlu menempatkan kegiatan literasi informasi dalam konteks pembelajaran di sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA 2. Kementerian Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional perlu memberi pendidikan tentang pentingnya literasi informasi kepada Kepala Sekolah dan para pendidik serta tenaga perpustakaan secara terus menerus agar implementasi literasi informasi ini dapat dilakukan secara kolabroasi dna menjadi bagian yang integral dalam kegiatan pembelajaran di sekolah 3. Perpustakaan Nasional RI terus menerus melakukan kampanye perbaikan sarana dan prasarana perpustakaan sekolah agar implementasi literasi informasi dapat semakin berkembang 4. Perlu dilakukan kajian tentang bagaimana strategi penerapan literasi informasi pada sekolah - sekolah nasional yang menerapkan kurikulum nasional, seperti KTSP. 44 DAFTAR PUSTAKA APISI (Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia). 2008.'Aplikasi Literasi Informasi Dalam Kurikulum Nasional (KTSP): Contoh Penerapan Untuk Tingkat SD, SMP dan S MA'. Hasil Pelatihan Indonesian Workshop on Information Literacy (Indonesian — WIL), 7- 11 Juli. APISI. Arwendria. "Manajemen Perpustakaan Sekolah « Arwendria." Web log post. Arwendria. 16 Dec. 2010. Web. 04 Feb. 2012. <http://arwendria.wordpress.com/2010/12/16/manajemenperpustakaan-sekolah/>. Badan Standardisas! Nasional. Sekolah. Jakarta: BSN. 2008. Standar Nasional Indonesia: Perpustakaan Buckland, M. 1991. Information and information systems. New York: Praeger. Chartered Institute of Library and Information Professionals. 2004. The CILIP Guidelines for Secondary School Libraries. 2nd ed. London: Facet Publishing Darmono. 2001. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Grasindo Diao, Ai Lien. 2005. Current State of Information Literacy Awareness and Practices in Indonesia Primary and Secondary Public Schools. Jakarta: UNDCA Atma Jaya. Eisenberg, M.B. dan R.E. Berkowitz. 1990. Information Problem Solving: Big Six Skills Approach to Library and Information Skills Instruction. New Jersey: Ablex Publishing. IFLA. 2006. Pedoman perpustakaan sekolah. Roma: Unesco. Kuhlthau, Carol C. 1993. Seeking Meaning: A Process Approach to Library and Information Services. Norwood, N.J.: Ablex Publishing Corp. Pedoman Perpustakaan Sekolah http://archive.ifla.org/VII/sll/pubs/SchoolLibraryGuidelines-id.pdf November 2011) IFLA/UNESCO (tanggal akses 20 Perpustakaan Nasional R. I. 2007. Literasi Informasi (information literacy): Pengantar untuk Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Perpustakaan Nasional R. I. Perpustakaan Sekolah dan Lingkungan http://pendidikan.net/perpustakaan.html (tanggal akses 20 November 2011) Poerwandari, Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Terry, George. R. 1960. The Principles of Management. Homewood, Illinois: Richard Irwin. 45