peran tenaga perpustakaan sekolah dalam implementasi literasi

advertisement
PERAN TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH
DALAM IMPLEMENTASI LITERASI INFORMASI
DI INDONESIA:
(KAJIAN TERHADAP TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH
YANG TELAH MENGIKUTI PELATIHAN LITERASI INFORMASI)
Oleh:
Hanna Chaterina George
M.l. Eko Wiyanti
Dwi Retno Widaty
PUSAT PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DAN PENGKAJIAN MINAT BACA
DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PERPUSTAKAAN
PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
2011
KATA PENGANTAR
Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI No. 3 Tahun 2001 mempunyai
tugas pokok salah satunya adalah melaksanakan pembinaan dan pengembangan
perpustakaan serta melakukan pengkajian, pembakuan dan akreditasi. Untuk itu telah
dilakukan berbagai upaya, baik secara langsung maupun tidak langsung, salah satu
upaya agar dapat melakukan pembinaan dan pengembangan perpustakaan secara tepat
maka dilakukan kajian literasi informasi perpustakaan sekolah.
Penerapan literasi informasi telah membawa perubahan terhadap peran dan
fungsi perpustakaan sekolah. Tugas tenaga perpustakaan sekolah bukan lagi sebagai
penjaga buku, memantau peminjaman dan pengembalian buku atau mengatur bukubuku di rak. Tenaga perpustakaan sekolah saat ini dan kedepan mempunyai tugas
yang lebih penting dan strategis sebagai pekeija informasi professional yang
mengelola informasi dari koleksi perpustakaan. Salah satu tugasnya yang berkaitan
dengan hal ini adalah memperkenalkan kepada komunitas sekolah khususnya kepada
peserta didik dan pendidik tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan informasi.
Salah satu program kegiatan perpustakaan yang dapat dilakukan bagi peserta
didik dan pendidik dalam kaitan dengan interaksi dengan informasi ini adalah
program literasi informasi. Program kegiatan literasi infomrasi adalah sebuah kegiatan
yang bertujuan agar peserta didik menjadi orang-orang yang melek informasi. Orang
yang melek informasi adalah orang yang mampu menyadari kapan informasi
diperlukan dan ia juga mempunyai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan
menggunakan informasi tersebut secara efektif.
Literasi informasi juga merupakan
pra-syarat dalam masyarakat informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk
belajar sepanjang hayat.
Kajian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat deskriptif dalam arti
bahwa hasil kajian ini mampu memberikan gambaran atau keadaan tertentu dengan
cara mengembangkan konsep dan menghimpun fakta dari data yang terkumpul.
Diharapkan Kajian ini merupakan bentuk kontribusi nyata dalam pengembangan
program literasi informasi di sekolah-sekolah di Indonesia yang dapat memberikan
i
masukan kepada pembuat keputusan agar implementasi literasi informasi dapat
diterapkan dengan lebih menyeluruh.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dan bekerjasama didalam
penyusunan Kajian Literasi Informasi Perpustakaan Sekolah ini kami sampaikan
terimakasih.
Jakarta,
2011
Dra. Sri Sularsih, M. Si
Kepala Perpustakaan Nasional RI
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
4
1.2 Perumusan Masalah
4
1.3 Fokus Penelitian
4
1.4 Tujuan
4
1.5 Manfaat
5
1.6 Metode penelitian
5
1.7 Daftar Istilah
5
BAB II TINJAUAN LITERATUR
6
2.1 Literasi Informasi
6
2.2 Sejarah Singkat Perkembangan Literasi Informasi
8
2.3 Perpustakaan Sekolah dan Literasi Informasi
9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
16
A Jenis Penelitian
16
B
16
Populasi
C Responden
16
D Teknik Pengumpulan Data
17
E
Instrumen
17
F
Analisis Data
18
iii
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Responden
19
19
4.1.1 Proses Seleksi
19
4.1.1.1 Seleksi Tahap 1
19
4.1.1.2 Seleksi Tahap 2
20
4.1.1.3 Seleksi Tahap 3
21
4.1.1.4 Seleksi Tahap 4
21
Medan International School (MIS)
22
A. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Sutomo Medan
23
B. Sekolah Ciputra Surabaya
25
C. Sekolah Menengah Atas (SMA) Santa Maria Surabaya
27
D. Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar
29
E. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 17 Makassar
30
F. 4.1.1.5 Seleksi tahap 5 (akhir)
32
4.2 Peran Tenaga Perpustakaan Sekolah dalam Implementasi Literasi Informasi ....
32
4.2.1 R dari Medan International School (MIS)
32
4.2.2 E dari Sekolah Ciputra Surabaya
35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
41
5.1 Kesimpulan
41
5.2 Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
43
iv
BABI
Pendahuluan
Latar Belakang
Penerapan literasi informasi telah membawa perubahan terhadap peran dan
fungsi perpustakaan sekolah. Tugas tenaga perpustakaan sekolah bukan lagi sebagai
penjaga buku, memantau peminjaman dan pengembalian buku atau mengatur bukubuku di rak.
Tenaga perpustakaan sekolah saat ini mempunyai tugas yang lebih
penting sebagai pekeija informasi professional yang mengelola informasi dari koleksi
perpustakaannya.
Salah satu tugasnya yang berkaitan dengan hal ini adalah
memperkenalkan kepada komunitas sekolah khususnya kepada peserta didik dan
pendidik tentang bagaimana mereka berinteraksi dengan informasi.
Salah satu program kegiatan perpustakaan yang dapat dilakukan bagi peserta
didik dan pendidik dalam kaitan dengan interaksi dengan informasi ini adalah program
literasi informasi. Program kegiatan literasi informasi adalah sebuah kegiatan yang
bertujuan agar peserta didik menjadi orang-orang yang melek informasi. Menurut
American Library Association (ALA, 1998) orang yang melek informasi adalah orang
yang mampu menyadari kapan informasi diperlukan dan ia juga mempunyai
kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi tersebut
secara efektif.
Literasi informasi juga merupakan pra-syarat dalam masyarakat
informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat.
(Perpustakaan Nasional RI, 2007:15)
Kesadaran bahwa literasi informasi merupakan akan hak asasi manusia perlu
digalakkan
pelaksanaannya.
Beberapa
usaha
untuk
mempromosikan
dan
menggalakkan implementasi literasi informasi ini telah dilakukan oleh berbagai pihak
terkait. Penerbitan buku tentang literasi informasi telah dimulai Perpustakaan Nasional
1
RI. Berbagai pelatihan juga telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional dan banyak
pihak terkait seperti Kementerian Pendidikan Nasional serta berbagai instasi
pendidikan di sekolah dan universitas serta organisasi profesi.
Salah satu organisasi profesi yang mempunyai kepedulian
terhadap
implementasi literasi informasi ini adalah Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah
Indonesia (APISI). Organisasi APISI ini dapat dikatakan sebagai salah satu organisasi
profesi yang pertama kali mengkampanyekan kegiatan penerapan literasi informasi
sebagai inisiatif dari tenaga pustakawan sekolah. Sejak pertama kali berdiri, tahun
2006, APISI konsisten mengadakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan literasi
informasi. Hal itu mendorong beberapa pihak untuk mulai melihat kaitan antara
literasi informasi dan pekerjaan tenaga perpustakaan sekolah di Indonesia. Berbagai
kajian tentang literasi informasi mulai bertumbuh seiring dengan kampanye literasi
informasi yang dibawa APISI ke daerah-daerah yang tercakup dalam sekolah-sekolah
j ej aringnya.
Salah satu kegiatan dalam kaitan dengan pengembangan konsep literasi
informasi ini yaitu pelaksaan Indonesia Workshop on Information Literacy pada tahun
2008. APISI dengan dukungan penuh dari International Federation of Library
Associations and Institutions (DFLA) dan Action for Development through Libraries
Program (ALP) mengadakan pelatihan literasi informasi yang menghasilkan sebuah
dokumen yang berjudul Aplikasi Literasi Informasi dalam Kurikulum Nasional
(KTSP): Contoh Penerapan untuk Tingkat SD, SMP dan SMA. Dokumen ini
mengambil secara sampel acak Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) SD, SMP,
SMA dan SMK dari berbagai sumber serta mencoba menganalisa seberapa jauh RPP
ini mengandung unsur kegiatan literasi informasi. Hasilnya, unsur-unsur kegiatan
literasi informasi tidak ditemukan secara utuh dalam setiap mata pelajaran. Hal ini
disebabkan tidak adanya kesadaran dari pihak manajemen sekolah tentang pentingnya
2
literasi informasi yang terintegrasi dalam RPP, serta waktu yang terlalu pendek bagi
pendidik untuk menuntaskan mata pelajaran yang harus disampaikan kepada peserta
didik dalam suatu kurun waktu yang telah ditentukan. Dokumen ini menyarankan
agar literasi informasi diintegrasikan dalam kurikulum nasional Indonesia yaitu KTSP
secara global dan memasukkan keterampilan ini dalam silabus dan RPP (APISI:2008,
hal 64-65)
Salah satu penelitian literasi informasi di tingkat universitas telah dilakukan
oleh Laely Wahyuli tahun 2008 dalam tesisnya yang berjudul Ketrampilan Instruktur
Materi Information Literacy (IL): studi kasus program Orientasi Belajar Mahasiswa
(OBM) Universitas Indonesia. Penelitian ini mengupas keterampilan para instruktur
yang memberikan sesi literasi informasi kepada mahasiswa baru di Universitas
Indonesia. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa pelatihan bagi instruktur literasi
informasi merupakan salah satu sumber penting untuk memperlengkapi keterampilan
literasi informasi mereka.
Hal ini menguatkan kajian yang akan dilakukan ini,
mengingat tenaga perpustakaan sekolah adalah instruktur literasi informasi bagi para
peserta didik di sekolah.
Setelah lima tahun mengenalkan literasi informasi sebagai salah satu peran
perpustakaan sekolah, sudah saatnya kajian literasi informasi di Indonesia ditinjau
lebih jauh berkaitan dengan penerapannya yang beragam di sekolah-sekolah di
Indonesia.
Meski sudah beberapa tahun diperkenalkan di Indonesia, belum ada satu
sekolah pun yang bisa menjadi model dalam penerapan literasi informasi khususnya
berkaitan dengan peran tenaga perpustakaan sekolahnya. Untuk itu perlu ditemukan
praktik-praktik terbaik di beberapa sekolah yang bisa diramu untuk menjadi contoh
penerapan bagi sekolah-sekolah lainnya.
Tambahan lagi, bahwa dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan
3
Sekolah Madrasah yang mencantumkan literasi informasi sebagai salah satu dimensi
kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga perpustakaan sekolah.
Dalam interaksi dengan peserta seminar dan pelatihan, APISI sering
menemukan komentar atau pandangan peserta yang menunjukkan konsep literasi
informasi yang dipahami
secara
sepotong-sepotong.
Hal
ini
menyebabkan
implementasi literasi informasi tidak utuh. Dalam praktiknya, tidak jarang tenaga
perpustakaan sekolah mengalami kebingungan dalam penerapan literasi informasi di
sekolah, khususnya berkaitan dengan peran dan posisi profesinya sebagai tenaga
perpustakaan sekolah.
1.2
Perumusan Masalah
Dengan demikian, maka perumusan masalah untuk kajian ini adalah:
"Bagaimana peran tenaga perpustakaan sekolah yang pernah mengikuti pelatihan
literasi informasi mengadakan program literasi informasi kepada peserta didik?"
Penerapan literasi informasi di sekolah belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan
model literasi informasi yang disampaikan pada International Workshop On
Information Literacy tahun 2008.
1.3
Fokus penelitian:
Gambaran tentang peran tenaga perpustakaan sekolah yang pernah mengikuti
pelatihan literasi informasi dalam mengadakan program literasi informasi kepada
peserta didik yang dilaksanakan di Denpasar, Makassar, Medan, Surabaya dan Jakarta.
1.4
Tujuan:
1. Untuk mendapatkan gambaran peran tenaga perpustakaan sekolah dalam penerapan
program literasi informasi di sekolah yang telah mengaplikasikan program literasi
informasi
2. Untuk mendapat gambaran hal-hal apa yang menjadi hambatan implementasi
literasi informasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh tenaga perpustakaan sekolah
3. Untuk mendapat gambaran hal-hal apa yang menjadi penunjang implementasi
literasi informasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh tenaga perpustakaan sekolah
4
1.5 Manfaat:
•
Sebagai bentuk kontribusi nyata dalam pengembangan program literasi informasi di
sekolah-sekolah di Indonesia.
•
Sebagai kajian yang memberikan masukan kepada pembuat keputusan agar
implementasi literasi informasi dapat diterapkan dengan lebih menyeluruh
1.6 Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif.
Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang menampilkan hasil dan
mengolah data yang sifatnya deskriptif seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan,
foto, rekaman video dan lain sebagainya (Poerwandari, 2001:64)
Populasi penelitian ini adalah peserta tenaga perpustakaan sekolah (pustakawan
sekolah) di Indonesia.
Sampel dipilih dari mereka yang sudah mengikuti "Workshop on Information
Literacy"yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia
(APISI) bekeija sama dengan IFLA tahun 2008.
1.7 Daftar istilah
1. Tenaga Perpustakaan Sekolah (TPS): pustakawan sekolah
2. Peserta didik: siswa sekolah
3. Pendidik: guru
4. Program literasi informasi: serangkaian kegiatan terencana yang mencakup kegiatan
pengajaran langkah-langkah pemecahan masalah yang mencakup:
kegiatan
pengajaran keterampilan mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi
sumber
infomrasi, mengakses informasi, menggunakan informasi, menulis hasil temuan dan
mempresentasikan penemuan.
5
BABU
TINJAUAN LITERATUR
Tinjauan literatur bertujuan untuk mempertajam metodologi, memperdalam
kajian teoritis, dan memperoleh informasi mengenai penelitian sejenis yang telah dilakukan
oleh para peneliti lain. Kajian teoritis ini dapat diperoleh melalui sumber-sumber informasi
baik dalam bentuk tercetak seperti buku, artikel jurnal, majalah, dan lain-lain maupun yang
diperoleh melalui sumber-sumber elektronik seperti internet. Hal terpenting tentunya
informasi tersebut harus relevan dengan topik yang akan diteliti. Melalui tinjauan literatur ini
diharapkan muncul pemahaman akan keterkaitan antara pelbagai sumber-sumber informasi
yang ditemui tentang suatu subyek tertentu.
2.1. Literasi Informasi
Information is the réduction of uncertainty (Buckland,
1991 dalam
Marchionini, 1995 dalam www.ils.unc.edu/~march/isee book.pdf). Informasi diketahui
sebagai fakta sehingga dapat berubah setiap waktu, berbeda antar kebudayaan, dapat
diubah menurut penekanan dan tergantung pada interpretasi masing-masing. Informasi
saat ini sangat berlimpah jika ditinjau baik dari segi bentuk, jenis, dan isinya.
Perkembangan teknologi berperan penuh dalam penyebaran dan penciptaan informasi
yang mengakibatkan adanya pergeseran dari keberadaan masyarakat industri menjadi
masyarakat
informasi atau
masyarakat
pengetahuan,
yaitu
masyarakat
yang
memperlakukan informasi dan pengetahuan sebagai aset yang penting.
Informasi mengalir deras tiap detik melalui keran-keran sumber - sumber
informasi sebagai hasil dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan
keberadaan informasi yang berlimpah ini, diperlukan suatu perangkat keterampilan
dalam mencari, menyaring, mengelola, dan menemukan kembali informasi secara tepat
dan efektif. Keterampilan ini diperlukan tidak hanya dalam konteks dunia pendidikan.
Pada praktiknya bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia khususnya
dalam kegiatan merumuskan dan memecahkan masalah. Keterampilan ini dapat
diperoleh melalui pengajaran keterampilan literasi informasi.
Kata literasi dewasa ini tidak lagi diasosiasikan dengan "baca tulis" melainkan
dengan belajar sepanjang hayat. Berbagai definisi literasi informasi bermunculan.
11
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
Tinjauan literatur bertujuan untuk mempertajam metodologi, memperdalam
kajian teoritis, dan memperoleh informasi mengenai penelitian sejenis yang telah dilakukan
oleh para peneliti lain. Kajian teoritis ini dapat diperoleh melalui sumber-sumber informasi
baik dalam bentuk tercetak seperti buku, artikel jurnal, majalah, dan lain-lain maupun yang
diperoleh melalui sumber-sumber elektronik seperti internet. Hal terpenting tentunya
informasi tersebut harus relevan dengan topik yang akan diteliti. Melalui tinjauan literatur ini
diharapkan muncul pemahaman akan keterkaitan antara pelbagai sumber-sumber informasi
yang ditemui tentang suatu subyek tertentu.
2.1. Literasi Informasi
Information is the réduction of uncertainty (Buckland,
1991 dalam
Marchionini, 1995 dalam www.ils.unc.edu/~march/isee book.pdf). Informasi diketahui
sebagai fakta sehingga dapat berubah setiap waktu, berbeda antar kebudayaan, dapat
diubah menurut penekanan dan tergantung pada interpretasi masing-masing. Informasi
saat ini sangat berlimpah jika ditinjau baik dari segi bentuk, jenis, dan isinya.
Perkembangan teknologi berperan penuh dalam penyebaran dan penciptaan informasi
yang mengakibatkan adanya pergeseran dari keberadaan masyarakat industri menjadi
masyarakat
informasi atau
masyarakat
pengetahuan,
yaitu
masyarakat
yang
memperlakukan informasi dan pengetahuan sebagai aset yang penting.
Informasi mengalir deras tiap detik melalui keran-keran sumber - sumber
informasi sebagai hasil dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan
keberadaan informasi yang berlimpah ini, diperlukan suatu perangkat keterampilan
dalam mencari, menyaring, mengelola, dan menemukan kembali informasi secara tepat
dan efektif. Keterampilan ini diperlukan tidak hanya dalam konteks dunia pendidikan.
Pada praktiknya bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia khususnya
dalam kegiatan merumuskan dan memecahkan masalah. Keterampilan ini dapat
diperoleh melalui pengajaran keterampilan literasi informasi.
Kata literasi dewasa ini tidak lagi diasosiasikan dengan "baca tulis" melainkan
dengan belajar sepanjang hayat. Berbagai definisi literasi informasi bermunculan.
7
Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan
saat informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang
diperlukan,
mengevaluasi
informasi
secara
kritis,
mengorganisasikan
dan
mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta
mengkomunikasikannya secara efektif, legal dan etis (UNESCO, 2005).
Definisi lainnya dari literasi informasi yaitu mengarahkan pengetahuan akan
kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang, dan kemampuan untuk mengidentifikasi,
menemukan,
mengevaluasi,
mengorganisasi
dan
secara
efektif
menciptakan,
menggunakan, mengkomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang
dihadapi. Literasi informasi juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat informasi, dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat
(Perpustakaan Nasional R.I., 2007).
Dengan
demikian, literasi informasi dapat dipahami
sebagai
sebuah
kemampuan untuk memahami betapa pentingnya informasi, bagaimana memperoleh
informasi melalui sumber-sumber informasi yang valid dan berguna untuk mencari
solusi dari suatu permasalahan dalam kehidupan. Literasi informasi membutuhkan
kemampuan analisis, kreatifitas dan daya kritis dari pengguna informasi. Setelah
memperoleh informasi pengguna dituntut untuk dapat mempergunakannya secara
efektif, efesien, dan beretika. Informasi yang diperoleh tersebut dapat dipergunakan
atau dikomunikasikan baik secara tertulis maupun lisan. Hal yang terpenting adalah
adanya transfer informasi dalam kehidupan nyata seseorang atau pengguna informasi
yang membentuk sebuah pengetahuan baru baginya.
Agar literasi informasi bisa berdaya guna, maka diperlukan pelbagai sumber
informasi, salah satunya adalah perpustakaan. Di Indonesia, pengelolaan perpustakaan
masih sangat tradisional untuk bisa disebut sebagai salah satu sarana literasi informasi.
Diperlukan manajemen yang baik
dalam pengelolaan
perpustakaan.
Tenaga
perpustakaan harus memiliki kemampuan mengajar, senantiasa memperbaharui
pengetahuan (willingness to learn) dan memiliki kemampuan praktis serta selalu
berupaya mengikuti perkembangan literasi informasi. Untuk itu, diperlukan sebuah
strategi
agar manajemen perpustakaan bisa
memenuhi
kebutuhan
pengguna
perpustakaan akan literasi informasi. Misalnya, tenaga perpustakaan harus bisa melatih
pendidik, peserta didik dan pengguna perpustakaan lainnya dalam literasi informasi.
Tenaga perpustakaan sekolah perlu melakukan pendekatan-pendekatan yang bisa
8
menarik empati para pengguna perpustakaan agar pengetahuan literasi informasi yang
disampaikan bisa merangsang pemikiran kritis pengguna perpustakaan.
Peningkatan
kemampuan
tenaga
perpustakaan
secara
terus
menerus,
diharapkan akan bisa mempercapat implementasi literasi informasi secara menyeluruh
di Indonesia. Dorongan dan pelatihan agar tenaga perpustakaan memahami literasi
informasi membutuhkan strategi dan metodelogi yang baik. Model-model pelatihan
yang diberikan harus dimodifikasi sesuai kebutuhan peserta, misalnya dengan
menggunakan metodologi pendidikan orang dewasa atau andragogi.
Selain peningkatan kemampuan (capacity building) untuk tenaga perpustakaan,
infrastruktur perpustakaan juga perlu ditingkatkan. Mulai dari koleksi perpustakaan,
aksesibiliti informasi, ruangan, perlengkapan dan alat-alat lainnya yang memudahkan
pengguna perpustakaan\untuk mendapatkan akses informasi dengan cepat dan mudah.
2.2.
Sejarah Singkat Perkembangan Literasi Informasi
Istilah literasi informasi muncul pertama kali di Amerika pada tahun 1974.
Paul Zurkowski menggunakan istilah information literacy untuk pertama kalinya dalam
makalah yang diajukannya kepada U.S. National Commission on Libraries and
Information Science (NCLIS). Zurkowski berpendapat bahwa seorang pekerja
memerlukan kemampuan khusus dalam menggunakan beraneka ragam sumber
informasi dalam melaksanakan tugasnya. Orang yang memiliki kemampuan inilah yang
disebut sebagai orang yang information literate atau melek informasi. Pendapat ini
dijadikan acuan akan sebuah awal dari kebangkitan kesadaran akan pentingnya literasi
informasi bagi kalangan masyarakat umum.
Program pendidikan literasi informasi mulai diterapkan di lingkungan
perguruan tinggi pada pertengahan tahun 1980an. Selama kurun waktu 1980an, konsep
literasi informasi mulai dikembangkan dan mulai memainkan peranan yang lebih besar
dalam dunia pendidikan, khususnya di perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi.
Pada tahun 1987, American Library Association (ALA) membentuk komisi literasi
informasi dengan tugas mengkaji peran informasi di dunia pendidikan, bisnis,
pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari. Komisi ini sampai pada sebuah kesimpulan
definisi akan literasi informasi.
Awal 1990an, definisi literasi informasi yang dibuat oleh American Library
Association (ALA) secara umum dapat diterima. Pada saat yang sama di Amerika,
forum nasional tentang literasi informasi dibentuk sebagai jawaban atas rekomendasi
9
dari komisi literasi informasi ALA. Beberapa kegiatan di bidang literasi informasi mulai
dilakukan melalui beberapa proyek baik di Amerika maupun negara lain. Salah satunya,
UNESCO dan forum nasional di Amerika mensponsori 2 konferensi internasional
tentang literasi informasi di Praha, Republik Cekoslovakia (2003) dan di Alexandria,
Mesir (2005).
Di Indonesia, literasi informasi mulai dikenalkan kepada para tenaga
perpustakaan pada awal tahun 2000. Perpustakaan Nasional R.I. sejak tahun 2005 mulai
mengenalkan literasi informasi kepada tenaga perpustakaan di perpustakaan sekolah,
perguruan tinggi dan umum melalui berbagai seminar dan lokakarya. UNESCO, pada
tahun 2006 bekeijasama dengan Perpustakaan Nasional R.I. dan Pusat Dokumentasi dan
Informasi
Ilmiah
LIPI
serta
Kementerian
Negara
Riset
dan
Teknologi
menyelenggarakan lokakarya tentang literasi informasi yang ditujukan kepada guru,
pustakawan sekolah dan kepala sekolah.
Asosiasi Pekeija Informasi Sekolah Indonesia (APISI) sebagai salah satu
organisasi profesi pekerja informasi profesional juga menyelenggarakan kegiatan
serupa. Selain itu juga diselenggarakan uji coba dan cara membangun kompetensi
tersebut pada tingkat sekolah menengah. APISI yang identik dengan penyebaran literasi
informasi karena acap kali mengadakan acara yang erat kaitannya dengan literasi
informasi dan gaungnya semakin terasa saat berhasil mengadakan acara Indonesia
Workshop for Information Literacy (I-WIL) yang dibiayai oleh International Fédération
of Library Association (IFLA).
Selain itu, ada juga Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) yang turut berpartisipasi
menyebarkan literasi informasi. IPI bahkan menjadikan literasi informasi sebagai tema
kongresnya yang ke-10 di Denpasar, Bali pada November 2006. Departemen
Pendidikan Nasional dalam menyusun standar kompetensi tenaga perpustakaan sekolah
melalui Badan Standar Nasional Pendidikan pada tahun 2007 menetapkan literasi
informasi sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga perpustakaan
sekolah.
2.3. Perpustakaan Sekolah dan Literasi Informasi
Perpustakaan sekolah didefinisikan sebagai perpustakaan yang berada pada
satuan pendidikan dasar dan menengah yang merupakan bagian integral dari kegiatan
sekolah yang bersangkutan, dan merupakan pusat sumber belajar untuk mendukung
tercapainya tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan (Perpustakaan Nasional RI,
10
2006). Sebagai bagian integral dari kegiatan sekolah, kehadiran perpustakaan sekolah
dimaksudkan sebagai pendukung dari kegiatan belajar mengajar. Fokusnya dititik
beratkan pada penyediaan layanan dan kegiatan yang bersifat menstimulasi kegiatan
belajar mengajar.
Sebuah penelitian dengan responden ratusan sekolah yang berada di pulau
Jawa, Bali dan Lombok dilakukan dengan menanyakan tentang fasilitas perpustakaan
dan sumber bahan bahasa yang ada di perpustakaan sekolah. Penelitian tersebut
menemukan fakta bahwa:
1. Biasanya tidak ada siswa-siswi di dalam perpustakaan.
2. Perpustakaannya hanya buka pada jam kelas (paling tambah 15 menit).
3. Guru-guru tidak secara rutin menyuruh siswa-siswi dalam jam kelas ke
perpustakaan untuk tugas, mencari informasi atau solusi sendiri.
4. Jelas, guru-guru tidak dapat minta siswa-siswi mencari informasi di perpustakaan
di luar jam kelas karena perpustakaannya tidak buka.
5. Guru-guru sendiri jarang kunjungi perpustakaan, dan kurang tahu isinya.
6. Seringkah pengelola perpustakaan adalah guru yang juga jarang ada di
perpustakaan.
7. Pada umumnya, pengelola perpustakaan kelihatannya tidak mempromosikan
perpustakaannya (atau berjuang untuk meningkatkan minat baca) secara aktif dan
kreatif.
8. Lingkungan sekolah (termasuk rakyat) kurang aktif membangunkan perpustakaan.
(http://pendidikan.net/perpustakaan.html')
Fakta dari hasil penelitian ini memperlihatkan kepada kita, bahwa perpustakaan
saat ini hanya menjadi "gudang buku" di sebuah sekolah. Kondisi ini tentu saja tidak
terjadi pada semua sekolah yang ada di Indonesia. Namun, kondisi ini dialami oleh
banyak sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah unggulan atau swasta/internasional
mungkin saja perpustakaannya telah dikelola dengan baik, tapi tak jarang sekolahsekolah unggulan dan swasta kita juga menemukan kondisi perpustakaan yang miris
seperti hasil penelitian tersebut.
Idealnya, perpustakaan harusnya bisa berperan sebagai "jantung sekolah"
sebagai sumber infomrasi/pengetahuan. Peserta didik yang belajar di sekolah, selain
mendapatkan ilmu pengetahuan di kelas yang disampaikan dalam proses belajar
11
mengajar, juga bisa memperoleh pengetahuan yang mendukung ilmu pelajaran yang
disampaikan oleh pendidik di kelas. Banyak alasan kondisi perpustakaan di sekolah
mengalami kondisi miris seperti hasil penelitian tersebut. Selain belum adanya
pemahaman tentang pentingnya literasi informasi oleh pengambil kebijakan, baik
pemerintah maupun manajemen sekolah, faktor biaya, koleksi perpustakaan,
ruang/bangunan dan lainnya tentu perlu mendapat perhatian kita bersama.
Perpustakaan adalah salah satu sarana penunjang dalam proses belajar
mengajar di sekolah (Undang-undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2007
tentang perpustakaan). Perpustakaan sekolah dewasa ini bukan hanya merupakan unit
keija yang menyediakan bacaan guna menambah pengetahuan dan wawasan bagi
peserta didik, tapi juga merupakan bagian yang integral pembelajaran. Artinya,
penyelenggaraan perpustakaan sekolah harus sejalan dengan visi dan misi sekolah,
dengan mengadakan bahan bacaan bermutu yang sesuai kurikulum, menyelenggarakan
kegiatan yang berkaitan dengan bidang studi, dan kegiatan penunjang lain, misalnya
berkaitan dengan peristiwa penting yang diperingati di sekolah (Dady P. Rachmananta
Jakarta,
Desember
2006
Kepala
Perpustakaan
Nasional
RI,
http://archive.ifla.org/VII/sl 1/pubs/School libraryGuidelines-id.pdf).
Indonesia
telah
mengadopsi
standardisasi
yang
di
tetapkan
oleh
IFLA/UNESCO dalam pengembangan perpustakaan, termasuk perpustakaan sekolah.
Manifesto perpustakaan sekolah yang diterbitkan oleh IFLA/UNESCO menyatakan
bahwa perpustakaan sekolah dalam pendidikan dan pembelajaran untuk semua.
Manifesto ini memberikan kewajiban kepada Pemerintah melalui Kementerian yang
mengurus Pendidikan mengembangkan kebijakan, strategi dan perencanaan yang
berkaitan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran untuk semua.
Perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan ide yang merupakan fondasi
agar berfungsi secara baik di dalam masyarakat masa kini yang berbasis informasi dan
pengetahuan. Perpustakaan sekolah merupakan sarana bagi para siswa agar terampil
belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat
hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
Perpustakaan sekolah hendaknya dikelola dalam kerangka kerja kebijakan
yang tersusun secara jelas. Kebijakan perpustakaan sekolah disusun dengan
mempertimbangkan
berbagai kebijakan dan kebutuhan sekolah yang menyeluruh,
12
serta mencerminkan etos, tujuan dan sasaran maupun kenyataan sekolah. Kebijakan
tersebut menentukan kapan, di mana, untuk siapa dan oleh siapa potensi maksimal
akan dilaksanakan. Kebijakan perpustakaan akan dapat dilaksanakan bila komunitas
sekolah mendukung dan memberikan sumbangan pada maksud dan tujuan yang
ditetapkan di dalam kebijakan. Karena itu, kebijakan tersebut harus tertulis dengan
sebanyak mungkin keterlibatan yang beijalan secara dinamis, melalui banyak
konsultasi
yang dapat diterapkan,
serta hendaknya
disebarkan seluas mungkin
melalui media cetak.
Dengan demikian, filosofi, ide, konsep dan maksud untuk pelaksanaan dan
pengembangannya akan makin jelas serta dimengerti dan diterima, sehingga hal itu
dapat segera dikerjakan secara efektif dan penuh semangat. Kebijakan tersebut harus
komprehensif serta dapat dilaksanakan. Kebijakan perpustakaan sekolah tidak boleh
ditulis oleh tenaga perpustakaan sekolah sendirian, tetapi harus melibatkan para
pendidik dan manajemen senior. Konsep kebijakan harus dikonsultasikan secara luas
di sekolah dan
mendapat dukungan melalui diskusi terbuka yang mendalam.
Dokumen dan rencana kerja berikutnya akan
menjelaskan peranan perpustakaan
dalam hubungannya dengan berbagai aspek berikut:
• kurikulum sekolah
• metode pembelajaran di sekolah
• memenuhi standar dan kriteria nasional dan lokal
• kebutuhan pengembangan pribadi dan pembelajaran murid dan
• Kebutuhan tenaga pendidikan bagi staf dan meningkatkan aras keberhasilan.
(http://archive.ifla.org/VII/sll/pubs/SchoolLibraryGuidelines-id.pdf)
Badan Standarisasi Nasional Indonesia juga telah menerbitkan Standar
Perpustakaan sekolah. Standar Nasional Indonesia untuk perpustakaan sekolah
ditetapkan tanggal 23 Februari 2009 dengan kode SNI 7329:2009. Standar ini
bermaksud agar Perpustakaan Sekolah memiliki acuan manajemen perpustakaan yang
berlaku pada perpustakaan sekolah baik negeri maupun swasta yang meliputi
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
13
5. Bagaimana pustakawan sekolah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan literasi
informasi di sekolah? (Kuesioner NO 3.16: 3.17 dan Wawancara No 3.)
6. Bagaimana pustakawan melakukan pengawasan terhadap kegiatan literasi
informasi di sekolahnya ? (Wawancara No 4.)
Instrumen penelitian di atas secara lengkap dapat dilihat pada lampiran laporan ini.
. Analisis Data
Analisa
data adalah proses menyusun
data agar
dapat
ditafsirkan,
mengategorikan data, mencari tema atau pola dengan maksud untuk memahami
maknanya. Analisis data disajikan dengan memberikan penjelasan terhadap data yang
diperoleh.
19
BAB IV
Analisa Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Analisa Responden
Proses pemilihan responden untuk kajian ini diawali dari penyeleksian awal
melalui direktori APISI tahun 2011 yang memuat semua peserta yang pernah mengikuti
seminar dan pelatihan literasi informasi yang dilakukan dari kurun waktu 2006-2011.
Alasan penggunaan direktori APISI karena dalam kurun waktu tersebut, APISI
melakukan keija sama dengan berbagai instansi dan lembaga swasta maupun pemerintah,
termasuk Perpustakaan Nasional baik itu di Bali maupun Jakarta, yang dianggap cukup
mewakili kriteria pemilihan calon responden kajian ini.
4.1.1. Proses Seleksi
4.1.1.1. Seleksi Tahap 1
Penyeleksian dari empat ratus empat belas (414) nama yang tercatat pernah
mengikuti seminar dan pelatihan literasi informasi, dipersempit dengan memilih
nama-nama yang mengikuti pelatihan literasi informasi, dan bukan seminar literasi
informasi.
Proses pemilihan ini dianggap penting, karena peserta yang yang
mengikuti pelatihan dianggap mempunyai kesempatan untuk menyerap konsep
literasi informasi ini lebih dalam ketimbang mereka yang hanya mengikuti seminar.
Dari 414 nama, yang masuk dalam kriteria mereka yang pernah mengikuti pelatihan
literasi informasi adalah sebanyak 25 orang (sekitar 6%). Selain pernah mengikuti
pelatihan literasi informasi, ke-dua puluh lima orang ini juga merupakan orang-orang
yang mempunyai tingkat keaktifan dalam kurun lima tahun terakhir dalam mengikuti
beberapa kegiatan, mengambil bagian dalam diskusi-diskusi informasi dan aktif
dalam komunikasi di milist perpustakaan secara umum maupun komunitas
perpustakaan sekolah. Tingkat pemahaman literasi informasi mereka juga diamati
dengan cara dialog mereka dalam pertemuan-pertemuan, pertanyaan yang diajukan
maupun s haring pengalaman di tempat bekerja.
21
4.1.1.2. Seleksi Tahap 2
Peneliti mengirimkan kuesioner (lihat lampiran) melalui surat elektronik
kepada ke duapuluh lima orang ini dan sebanyak empat belas (14) orang (56%)
mengembalikan kuesioner yang dikirimkan.
Ada dua kuesionor yang kembali
namun sama sekali tidak berkaitan dengan jenis perpustakaan yang dikaji yaitu
responden dari perguruan tinggi. Mereka yang tidak mengembalikan mempunyai
beberapa alasan, seperti tidak menerima kuesioner yang dikirim lewat surat
elektronik, sudah tidak bekerja lagi di perpustakaan sekolah, atau sama sekali tidak
dapat di kontak. Dengan demikian dari kuesioner yang kembali ada dua belas (12)
responden (50%) yang memenuhi kriteria kajian.
Berikut ini adalah gambaran secara umum berdasarkan kuesioner yang kembali
dari ke dua belas responden tentang profil sekolah, profil perpustakaan serta input
mereka terhadap implementasi literasi informasi di tempat mereka bekerja:
A. Profil Sekolah
Rata-rata jumlah staf adalah 3 orang.
Rata-rata jumlah koleksi 10.000 - 25.000 eksemplar
Jam buka perpustakaan: 8 - 10 jam/hari
B. Jenis layanan berdasarkan urutan dari yang paling banyak diterapkan:
- Sirkulasi
- Layanan Referensi
- Layanan berbasis teknologi informasi
- Layanan Audio Visual
- Layanan fotokopi
- Literasi informasi dan Program Perpustakaan
Kepala sekolah mendukung perpustakaan dan kegiatan literasi informasi
Implementasi literasi informasi yaitu mengadakan program literasi informasi
C. Implementasi Literasi Informasi
D. Faktor Pendukung implementasi
- Dukungan dari pihak terkait (pendidik, kepala sekolah, peserta didik)
- Sarana dan prasarana
- Pengetahuan akan literasi informasi oleh SDM dab jenis sekolah yang
terintegrasi dengan literasi informasi
- Proses belajar mengajar
E. Faktor Penghambat implementasi
22
- Kurangnya pengetahuan literasi informasi
- Kurangnya keijasama dengan pendidik
- Kurangnya sarana dan prasarana
- Padatnya jam pembelajaran di sekolah
- Kurangnya SDM
- Kurang pengharagaan terhadap keberadaan perpustakaan
- Belum ada Standard dan kurikulum literasi informasi di tingkat nasional
- Kurangnya alokasi dana
F. Saran untuk perbaikan literasi informasi
- membuat desain kurikulum berbasis literasi informasi dengan dukungan
pemerintah
- sosialisasi literasi informasi ke seluruh komunitas sekolah dan meningkatkan
kualitas SDM di perpustakaan
- menambah jumlah pustakawan dan meningkatkan peran perpustakaan dan
tenaga perpustakaan dengna dukungan dari berbagai pihak; mengadakan
pelatihan literasi informasi untuk pendidik dan kepala sekolah
- meningkatkan sarana dan prasarana di perpustakaan
4.1.1.3. Seleksi Tahap 3
Untuk memenuhi kriteria cakupan perwakilan wilayah Indonesia, yaitu
Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur, dari proses seleksi tahap dua, responden
yang memenuhi kriteria cakupan wilayah ini adalah tujuh orang. Ketujuh orang ini
adalah dua orang dari daerah Medan, Sumatra Utara dan dua orang dari Surabaya,
Jawa Timur sebagai perwakilan Indonesia bagian Barat. Perwakilan dari wilayah
Indonesia Tengah adalah dua orang yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan
serta yang mewakili dari Indonesia bagian Timur adalah satu orang dari Denpasar,
Bali.
4.1.1.4. Seleksi Tahap 4
Peneliti melakukan kunjungan terhadap tujuh sekolah dari responden dari hasil
seleksi tahap 3 untuk melakukan verifikasi data, penilaian kriteria sekaligus
observasi langsung perpustakaan dan sekolah mereka.
Berikut ini adalah profil responden dan gambaran tentang perpustakaan sekolah
mereka:
23
A. Medan International School (MIS)
Sekilas Tentang Medan International School (MIS)
Medan International School berdiri sejak tahun 1969 dan mulai menjalankan
aktifitasnya di gedung yang sekarang sejak tahun 1980. MIS terbagi atas 2
jenjang, yaitu PYP (dari Pendidikan Pra Sekolah sampai Kelas 5), dan MYP dari
Kelas 6 sampai Kelas 10. Kepala sekolah dan koordinator MYP dan PYP
merupakan bagian dari Leadership Team. Guru-guru yang mengajar di MIS telah
memiliki spesialisasi masing-masing di bidang musik, seni visual, Bahasa
Indonesia, drama, teknologi dan pendidikan jasmani. Guru-guru di jenjang PYP
umumnya mengajarkan berbagai mata pelajaran, tetapi di jenjang MYP sudah ada
spesialisasi untuk
bidang yang mereka kuasai sesuai dengan latar belakang
pendidikan. Guru-guru di MIS merupakan guru yang memiliki kualifikasi yang
tinggi, berpengalaman, pernah mengajar di sekolah internasional dan menguasai
bahasa Inggris.
MIS menerima akreditasi dari EBO (International Baccalauratte Organization)
untuk program MYP pada tahun 2002 dan PYP pada tahun 2003. MIS sukses
dalam evaluasi 5 tahunan untuk program MYP pada tahun 2006 dan 2011. Untuk
jenjang PYP tercatat sukses melalui program evaluasi 5 tahunan pada tahun 2007
dan tahun 2012 ini akan kembali menemui evaluasi. Selain terakreditasi dari IBO,
MIS juga mendapatkan akreditasi dari The Western Association of Schools and
Colleges (WASC) yang merupakan process peninjauan eksternal yang berasal dari
USA. MIS terakreditasi WASC sampai tahun 2013. Selain itu, MIS juga tercatat
sebagai bagian dari East Asian Regional Council of Schools (EARCOS) yang
merupakan jaringan sekolah-sekolah, khususnya yang dioperasikan secara mandiri
dan terisolasi dari sekolah-sekolah lain.
MIS memiliki beragam fasilitas yang sangat menarik seperti auditorium besar,
gymnasium, kolam renang, ruang musik, laboratorium komputer dan science,
ruang kelas ber-AC dan luas, taman bermain yang luas, lapangan olahraga yang
besar dan juga perpustakaan yang luas dan memiliki koleksi yang selalu up-todate. Saat ini, MIS memiliki jumlah murid sebanyak 150 orang dengan jumlah
karyawan sebesar 50 orang.
24
Sekilas Tentang Perpustakaan Medan International School
Perpustakaan MIS menempati sebuah ruangan yang letaknya berhadaphadapan dengan ruang kepala sekolah. Dengan jumlah koleksinya yang sebanyak
lebih dari 10.000 eksemplar, perpustakaan MIS dikelola oleh seorang pustakawan.
Untuk layanan perpustakaan dibuka setiap hari Senin-Jumat dan dimulai dari jam
08.00-16.00. Jenis-jenis layanan yang tersedia di perpustakaan MIS diantaranya:
layanan sirkulasi, internet cafe, ruang audio-visual.
Profil Tenaga Perpustakaan Medan Internasional School
Perpustakaan Medan International School dikelola oleh seorang pustakawan
yang sudah berpengalaman dalam mengelola sebuah perpustakaan dan merupakan
lulusan program saijana dari Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera
Utara. Selain berpengalaman, pustakawan MIS juga merupakan pustakawan yang
aktif mengikuti pelbagai pelatihan dan seminar di dunia ilmu perpustakaan,
diantaranya pernah mengikuti pelatihan Indonesia Workshop on Information
Literacy (I-WIL) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah
Indonesia (APISI) di Bogor pada tanggal 7-11 Juli 2008.
B.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Sutomo 1 Medan
Sekilas tentang SMP dan SMA Sutomo Medan
Awalnya disebut dengan Sekolah Sutung (Sumatera Timur) yang didirikan
pada tahun 1926. Pada tanggal 25 Februari 1958, tiga tokoh masyarakat masingmasing Soo Lean Tooi, Oei Moh Toan dan Kho Peng Huat (Hadi Kusuma)
memprakarsai pembentukan suatu yayasan yang bergerak di bidang pendidikan.
Niat ini timbul karena menyadari bahwa masyarakat kota Medan pada saat itu
membutuhkan sebuah wadah yang dapat menyelenggarakan pendidikan sesuai
dengan sistem pendidika nasional yang berazaskan Pancasila dan UUD 1945.
Sejalan dengan pembentukan Yayasan Perguruan Sutomo, nama sekolah ini
berubah menjadi Sutomo. Awalnya Sutomo hanya menyediakan pendidikan pada
jenjang
SD
hingga
tahun 1964 sementara play
SMA.
Jenjang
group dimulai
pada
TK
diperkenalkan
tahun 1992.
pada
Perkembangan
selanjutnya, Perguruan Sutomo saat ini mencakup Sutomo 1 yang terdiri dari play
group, TK, SD, SMP, dan SMA, dan Sutomo 2 yang terdiri dari TK, SD, SMP,
25
dan SMA. Di antara keduanya, Sutomo 1 merupakan sekolah yang lebih dominan
dan dikenal luas. Dari segi fasilitas, SMP dan SMA Sutomo 1 Medan difasilitasi
dengan berbagai laboratorium dan ruang multimedia sebagai penunjang kegiatan
belajar mengajar. Diantaranya laboratorium bahasa, komputer, kimia, biologi,
fisika dan kimia. Sekolah ini juga memiliki beragam ekstra ko-kurikuler.
Sejak tahun pelajaran 1995/96, dibuka "kelas plus" (kelas unggulan) yang
bertujuan menampung siswa-siswi paling berprestasi, di mana penyajian materi
pelajaran lebih cepat dibandingkan dengan kelas umum. Pada tahun 2001, SMA
Sutomo 1 diberikan izin oleh Diijen Pendidikan Pusat untuk membuka Kelas
Akselerasi di mana pendidikan SMA dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2
tahun. Pada tahun 2005 dibuka Kelas Internasional yang masih dalam tahap
"rintisan" sebelum dioperasikan sepenuhnya pada tahun 2007/2008. Kelas
Internasional menggunakan materi pelajaran yang disajikan dalam bahasa Inggris.
Kurikulum yang dipergunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Lebih dari 15 ribu siswa bersekolah di Perguruan Sutomo. Mayoritas
siswanya adalah warga keturunan Tionghoa (sekitar 80%), sedangkan etnis
Tionghoa mewakili 40% komposisi guru. Kebanyakan guru di SD Sutomo 1
adalah masyarakat etnis Tionghoa, sedangkan kebanyakan guru di SMP/SMA
Sutomo 1 adalah masyarakat etnis Batak.
Sekilas Tentang Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan
Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan memiliki jumlah koleksi
sebanyak 12.000 judul dan kurang lebih 18.000 eksemplar. Menempati sebuah
ruangan yang luas yang berada di lantai 1, perpustakaannya dilengkapi dengan
sistem terkomputerisasi
Management
(menggunakan Senayan Library Information and
System (SLIMS)) baik itu dalam proses pencarian buku,
peminjaman dan pengembalian. Selain itu juga disediakan ruang baca, 4 buah
komputer yang bisa digunakan oleh siswa maupun guru untuk mengakses internet
dan tersedia jaringan WiFi. Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan
beroperasional dari hari Senin-Sabtu dari jam 08.00-16.35. Untuk jenis layanan
yang disediakan, selain layanan sirkulasi fotocopy, referensi dan audio-visual.
Saat ini, Kepala Sekolah SMA Sutomo I Medan memberikan dukungan
terhadap perpustakaan berupa penyediaan kebutuhan seperti komputer, barcode
scanner, barcode printer, printer, TV, in focus, audio system, scanner, pembelian
koleksi dan mendukung perwujudan perpustakaan menjadi perpustakaan digital
26
yang online. Setiap harinya, perpustakaan sangat ramai dikunjungi oleh siswa,
baik yang hanya membaca di perpustakaan, belajar maupun berdiskusi.
Profil Tenaga Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan
Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan dikelola oleh 3 orang staf yang
memiliki latar belakang pendidikan di bidang ilmu perpustakaan. Diantara ke-3
staf perpustakaan tersebut, 1 orang dipercaya sebagai koordinator perpustakaan.
Koordinator perpustakaannya merupakan sarjana ilmu perpustakaan lulusan dari
Universitas Sumatera Utara dan berpengalaman sebagai pustakawan. Selain aktif
mengikuti berbagai pelatihan di dunia ilmu perpustakaan, diantaranya pelatihan
Indonesia
Workshop
on
Information
Literacy
(IWIL),
koordinator
perpustakaannya juga aktif memberikan pelatihan dalam penggunaan SLIMS di
wilayah Medan dan sekitarnya.
C. Sekolah Ciputra Surabaya
Sekilas Tentang Sekolah Ciputra Surabaya
Sekolah Ciputra, berdiri pada tahun 1996 dan merupakan salah satu sekolah
yang tergabung dalam International Baccalaureate Organization (IBO) sejak tahun
2004. Sekolah Ciputra Surabaya diakui sebagai sekolah International Baccalaureate
(IB) yang menempati lahan yang paling luas di Indonesia. Sekolah Ciputra juga
dikenal sebagai satu-satunya sekolah IB di Surabaya dan Jawa Timur yang
menawarkan 3 program IB, dari mulai Kelompok Bermain hingga Kelas 12. Untuk
Primary Years Programme (PYP) mencakup pendidikan bagi siswa di kelompok
bermain, Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Untuk IB Middle Years
Programme mencakup pendidikan bagi siswa Kelas 7-10 dan untuk IB Diploma
Programme mencakup pendidikan bagi siswa kelas 11-12.
Saat ini, siswa yang naik ke kelas 11 dapat memilih pelajaran Ilmu Alam atau
Ilmu Sosial dalam 2 tahun program pendidikan nasional yang mengacu kepada
matrikulasi lokal. Semua program yang terdapat di sekolah ini diajarkan dengan
menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris oleh guru-guru asing yang
berpengalaman dan guru berkewarganegaraan Indonesia yang telah terlatih untuk
program IB. Sebagai sekolah yang bersifat plural, Sekolah Ciputra menyediakan
berbagai kelas agama seperti agama Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Islam.
27
Jumlah siswa Sekolah Ciputra untuk jenjang Kelompok Bermain hingga
sekolah dasar saat ini sebanyak 400 orang dengan kurang lebih 102 staf.
Terakreditasi A, fasilitas yang terdapat di Sekolah Ciputra sangat lengkap. Fasilitasfasilitas yang dapat digunakan oleh siswa tersebut antara lain akses ke lapangan
olahraga dan sepakbola, gymnasium, lapangan basket, ruang seni, musik dan drama,
laboratorium computer, ruang teknologi dan laboratorium ilmu alam. Tahun ini
adalah tahun ke-3 dari proyek 4 tahun Sekolah Ciputra dalam menyediakan teknologi
interaktif di setiap ruang belajar. Sebuah ruang pertunjukan drama dan musik yang
menyediakan kursi sebanyak 630 buah sudah selesai dibangun pada akhir tahun
kemarin.
Sekilas Tentang Perpustakaan Sekolah Ciputra Surabaya
Perpustakaan di Sekolah Ciputra Surabaya lebih dikenal sebagai Learning
Resource Centre. Di dalamnya terdapat 2 perpustakaan sesuai dengan jenjang
pendidikan yang dilayani, yaitu perpustakaan SD dan perpustakaan SMP/SMA.
Jumlah koleksi yang mereka miliki sebanyak 25. 257 eksemplar yang terdiri atas
koleksi buku, majalah, permainan edukasi, video dan CD dalam bahasa Inggris,
Mandarin dan bahasa Indonesia. Perpustakaan dibuka dari jam 07.30 sampai jam
15.00.
Dengan jenis layanan terbuka, perpustakaan Sekolah Ciputra Surabaya
memiliki beragam jenis layanan yang disesuaikan dengan jenjang siswa yang
dilayani. Perpustakaan sekolah dasar, selain diisi oleh ruang koleksi, juga dilengkapi
dengan ruang belajar mengajar dan beberapa computer untuk mengakses internet.
Untuk perpustakaan jenjang SMP/SMA di Sekolah Ciputra juga menyediakan
beberapa komputer dengan akses internet dan ruang audio visual. Di dalamnya juga
terdapat 3 studio rekaman digital dan sebuah radio transmission booth.
Pada bukan Juni 2009, perpustakaan sekolah dasarnya terpilih sebagai
perpustakaan sekolah dasar terbaik di Indonesia dalam hal penyediaan layanan yang
mendukung program-program sekolah. Untuk itu, perpustakaannya memperoleh
hadiah sebesar Rp. 30.000.000,- untuk pengembangan perpustakaan selanjutnya.
Petugas perpustakaan Sekolah Ciputra bekeija sama dengan guru kelas dari mulai
jenjang kelompok bermain hingga kelas 6 untuk mendukung Programmes of Inquiry,
pengembangan minat baca untuk perkembangan kemampuan umum dan juga
28
pengembangan literasi dalam bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Mandarin dan
bahasa asli ibu.
Profil Tenaga Perpustakaan Sekolah Ciputra Surabaya
Perpustakaan Sekolah Ciputra memiliki jumlah staf sebanyak 3 orang yang
salah satu diantaranya menjabat sebagai seorang guru perpustakaan. Dengan memiliki
latar belakang ilmu kesusastraan Inggris, ia sukses membawa perpustakaan sekolah
dasar Ciputra memenangi Lomba Perpustakaan Tingkat Sekolah Dasar pada tahun
2009. Awalnya dipercaya sebagai asisten guru, saat ini ia diberi wewenang untuk
mengembangkan sumber-sumber pembelajaran di Sekolah Ciputra. Selain aktif
mengikuti berbagai pelatihan dan seminar di dunia ilmu perpustakaan, ia juga aktif
memberikan berbagai pelatihan bagi sekolah-sekolah lokal di wilayah Jawa Timur.
D. Sekolah Menengah Atas (SMA) Santa Maria Surabaya
Sekilas Tentang Sekolah Menengah Atas (SMA) Santa Maria Surabaya
Sejarah SMA Santa Maria Surabaya dimulai dari kedatangan lima Suster
Ursulin ke Surabaya pada tanggal 14 Oktober 1863. Awalnya, suster-suster Ursulin
tersebut membangun sebuah komunitas di Kepanjen. Lalu, berpindah di kawasan Jl.
Raya Kupang yang sekarang dikenal dengan nama Jl. Raya Darmo. Atas permintaan
Pastor Van den Elsen, SJ., lima suster Ursulin tersebut datang dari Batavia ke
Kepanjen, Surabaya. Mereka datang untuk menangani karya pendidikan dan panti
asuhan.
Adapun sekolah yang didirikan di Kepanjen (Krembangan) waktu itu adalah Sekolah
Dasar (1863), Sekolah Keterampilan Putri (1874), Sekolah TK (Froobel 1877), dan
Sekolah Pendidikan Guru (Kwekschool 1877). Sekolah ini awalnya didirikan untuk
murid-murid berkebangsaan Belanda.
Sementara, Biara Ursulin Kepanjen sendiri mendirikan filialnya di Jl. Kupang
(sekarang Jl. Raya Darmo). Misi mereka terus berlanjut hingga pada tanggal 26 Juni
1922 di Jalan Kupang (sekarang jalan Raya Darmo) didirikan sebuah sekolah dengan
nama "Santa Maria". Pada tanggal 1 Juli 1922, sekolah Santa Maria mulai menerima
siswa baru dengan jumlah : TK 40 Siswa, SD 96 Siswa, H.B.S. 59 siswa, dan sekolah
Pendidikan Guru (SPG Catharina) 33 Siswa. H.B.S. kemudian berkembang menjadi
SMA Santa Maria dan secara administratif lahir tahun 1951.
29
Seperti halnya sekolah Ursulin lainnya, SMA Santa Maria Surabaya yang
berlokasi di Jalan Raya Darmo 49 Surabaya,ini juga memiliki
semboyan
"SERVIAM" yang berarti "Saya Mengabdi". Pada permulaan tahun pelajaran baru di
bulan Agustus 1951, Santa Maria mulai menerima murid SMA untuk kelas 1 bagian
B. Semua murid yang diterima adalah putri dan 23 siswinya tinggal di asrama. Di
tahun pelajaran baru, itu pula SMA mendapatkan 4 kelas dan kelas-kelas semuanya
penuh. SMA Santa Maria Surabaya saat ini memiliki siswa sebanyak 587 orang dan
jumlah staf yang ada sebanyak 54 orang. Untuk kurikulum yang diterapkan, SMA
Santa Maria menggunakan KTSP dan terakreditasi A.
Dalam usaha mendukung kegiatan belajar mengajar, SMA Santa Maria
menyediakan berbagai fasilitas yang lengkap, memadai, dan representatif, seperti:
Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia, Laboratorium Biologi, Laboratorium
Bahasa, Laboratorium IPS, dan Laboratorium Multimedia. SMA Santa Maria pun
telah dilengkapi fasilitas online Internet 24 jam dan bebrapa pendukung fasilitas lain
seperti: Ruang kelas yang semuanya telah ber-^C, Ruang radio, Ruang karawitan,
Ruang agama, Ruang serba guna, Ruang tari, Ruang band, Ruang Unit Kesehatan
Sekolah, Gerai jurnalistik, Bangsal olahraga indoor, Lapangan olahraga outdoor,
Sanggar seni, Bengkel seni dan aula.
Sekilas Tentang Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya
Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya memiliki jumlah koleksi sebanyak
6.710 judul dan 16. 210 eksemplar. Untuk jam buka perpustakaan dimulai dari jam
07.00-15.00 dari hari Senin hingga Sabtu. Jenis layanan yang disediakan di
perpustakaannya adalah layanan sirkulasi, layanan internet dengan menyediakan
mesin printer, fotocopy dan juga dilengkapi dengan fasilitas TV berlangganan yang
penggunaannya harus melalui pendampingan oleh guru bidang studi. Perpustakaan
SMA Santa Maria Surabaya telah menerapkan sistem otomasi dan saat ini
menggunakan software yang dikembangkan sendiri yang terintegrasi dengan sekolah.
Profil Tenaga Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya
Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya dikelola oleh 3 orang staf yang salah
satunya memiliki latar belakang ilmu perpustakaan. Sedangkan staf lainnya di
perpustakaan
memiliki
latar
belakang
ilmu
administrasi.
Adapun
tenaga
perpustakaannya pernah mengikuti seminar tetapi belum pernah mengikuti pelatihan
di bidang literasi informasi.
30
E. Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar
Sekilas Tentang Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar
Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar dibangun oleh Yayasan Pelita
Harapan pada tahun 2003 diatas lahan seluas 27. 500 m2. Sebagai sekolah nasional
plus yang memiliki sarana pendidikan bertaraf internasional, pada setiap proses
belajar mengajarnya menggunakan 2 bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar. Di SDH Makassar terdapat tingkatan pendidikan
mulai dari TK, SD, SMP dan SMU dimana untuk pelajaran di tingkat TK diantarkan
dalam Bahasa Inggris sedangkan untuk jenjang SD penggunaan Bahasa Inggris
terutama pada mata pelajaran Bahasa Inggris, ilmu sosial, IPA dan Matematika dan
selebihnya menggunakan Bahasa Indonesia. Untuk pelajaran Bahasa Inggris dan
Matematika diberlakukan sistem tingkatan dengan tujuan agar para siswa dapat
ditangani dengan lebih baik.
Untuk siswa/i SMP dan SMU dalam kegiatan belajar mengajarnya
menggunakan buku dan pendekatan pembelajaran seperti yang digunakan di
Amerika dengan tujuan menambah keterampilan membaca, menulis, berbicara dan
mendengar dalam Bahasa Inggris. Saat ini, jumlah siswa yang terdapat di SDH
Makassar sebanyak kurang lebih 900 siswa. Jumlah staf yang bekerja di SDH
Makassar sebanyak kurang lebih 100 orang. Kurikulum yang digunakan di sekolah
ini mengadopsi kurikulum nasional (terakreditasi A) dan luar negeri.
Berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, seni musik, seni rupa, seni
tari, teater, English Club, Math Club, Science Club, Computer Club, tata boga hingga
jurnalistik tersedia di sekolah ini dengan tujuan mencari dan mengasah minat dan
bakat siswa/i. Fasilitas yang terdapat di SDH Makassar diantaranya ruangan kelas
ber AC, laboratorium sains, laboratorium komputer dengan fasilitas internet, sarana
olahraga, ruang kesenian dan kreatifitas, perpustakaan, unit kesehatan sekolah, ruang
serba guna, ruang audio visual, tempat bermain indoor dan outdoor, toko buku dan
kantin.
Sekilas Tentang Perpustakaan Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar
Perpustakaan Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar menempati sebuah
ruangan yang luas yang melayani seluruh staf dan siswa/i dari jenjang TK hingga
SMU. Dengan jumlah koleksi sebanyak kurang lebih 18. 200 judul yang terdiri dari
beragam jenis koleksi seperti buku, majalah, poster, koran, koleksi audio visual, dan
31
lain-lain. Perpustakaan SDH Makassar buka dari hari Senin-Jumat dari jam 07.0015.30. Jenis layanan yang disediakan yaitu layanan sirkulasi, referensi, teacher
resource, dan alat peraga. Untuk mendukung pencarin informasi, perpustakaan
menyediakan beberapa computer yang dapat mengakses ke internet. Saat ini
perpustakaan SDH Makassar sudah menerapkan system otomasi di perpustakaan
dengan menggunakan library system yang bernama Winnebago.
Profil Tenaga Perpustakaan Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar
Perpustakaan SDH Makassar dikelola oleh 3 orang staf yang satupun tidak
memiliki latar belakang bidang ilmu perpustakaan. Salah satu dari staf senior di SDH
Makassar pernah mengikuti seminar mengenai literasi informasi. 2 orang staf
perpustakaan yang lain tercatat sebagai guru perpustakaan yang memiliki latar
belakang keguruan dalam ilmu sosial.
F. Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) 17 Makassar
Sekilas Tentang Sekolah Menengah Atas (SMAN) 17 Makassar
SMA Negeri 17 Makassar mulai beroperasi pada bulan Januari 1992 atas
prakarsa para tokoh pendidikan di Daerah Sulawesi Selatan, Kanwil Depdikbud yang
mendapat dukungan sepenuhnya dari Pemda Tingkat I Sulawesi Selatan kerjasama
dengan Pengurus Yayasan Latimojong berupaya untuk mendirikan sebuah sekolah
unggulan di setiap daerah propinsi di seluruh Indonesia. Sekolah ini menempati areal
yang luasnya kurang lebih 3 Hektar dengan fasilitas gedung-gedung peninggalan
Fakultas Teknik UNHAS di Jalan Sunu Nomor 11 Makassar. Pada tanggal 23
Agustus 1993, SMA Negeri 17 Makassar secara resmi disahkan keberadaannya oleh
pemerintah dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 0313/0/1993
Tahun Ajaran 1992/1993 dan mulai beroperasi sejak 2 Januari 1993.
Tenaga pengajar merupakan guru - guru pilihan dari SMA Negeri dan
Universitas Negeri di Makassar dan sekitarnya. Sekolah ini mendapat predikat SMA
Unggulan sejak mulai beroperasi dan terakreditasi A Plus. Sebagai salah satu SMA
Unggulan di Sulawesi Selatan, SMA Negeri 17 Makassar memiliki sarana dan
prasarana pendidikan yang cukup memadai. Fasilitas pendidikan yang tersedia
diantaranya : ruang belajar 18 ruang, ruang perpustakaan 1 buah, laboratorium
multimedia 1 buah, laboratorium IPA 3 buah, laboratorium komputer, laboratorium
Bahasa 1 buah. SMA Negeri 17 Makassar disamping menyediakan fasilitas
32
pendidikan yang memadai, juga menyediakan berbagai fasilitas olah raga seperti:
Lapangan Volly, Lapangan Basket, dan Lapangan Tennis.
Di samping itu juga tersedia berbagai fasilitas tambahan yang diharapkan dapat
menjunjang kegiatan belajar mengajar siswa, sarana tersebut terintegrasi di dalam
kampus SMA Negeri 17 Makassar, diantaranya: Aula 1 buah, Asrama Siswa dengan
kapasitas 96 orang 1 buah, Kantin siswa; yang dikenal dengan 'Kafe 17', Masjid yang
cukup megah dan besar yang menjadi pusat kegiatan pendidikan Agama Islam,
Lapangan Upacara, dilengkapi dengan CCTV Di setiap Ruang Kelas, Suasana
Lingkungan Sekolah dengan Konsep Green School. Kurikulum yang digunakan di
SMAN 17 Makassar merupakan kurikulum KTSP 2006 dan sebagai Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sekolah ini menggunakan kurikulum dari
Cambridge. Jumlah siswa/i di SMAN 17 Makassar sebanyak 600 orang.
Sekilas
Tentang Perpustakaan
Sekolah Menengah
Atas
(SMAN) 17
Makassar
Perpustakaan SMAN 17 Makassar dikelola oleh seorang kepala perpustakaan
yang tidak memiliki latar belakang ilmu perpustakaan dan 1 orang tenaga
administrasi. Setiap hari Senin-Sabtu, perpustakaan beroperasi dari jam 07.00-14.00.
Jumlah koleksi yang dimiliki sebanyak 1201 judul dan 5535 eksemplar yang
kebanyakan diantaranya merupakan koleksi buku teks. Jenis koleksi yang dimiliki
adalah buku, majalah dan koran. Perpustakaan dilengkapi dengan beberapa perangkat
komputer dan laptop, sebuah mesin printer dan scanner juga seperangkat TV dan
audio visual. Jenis layanan yang disediakan adalah layanan sirkulasi, referensi,
internet, dan audio visual. Perpustakaan SMAN 17 Makassar telah terotomasi dengan
menggunakan Senayan Library and Information Management System (SL1MS).
Profil Tenaga Perpustakaan Sekolah Menengah Atas (SMAN) 17 Makassar
Tenaga perpustakaan SMAN 17 Makassar dikenal sebagai sosok yang aktif
dalam mengembangkan dunia kepustakawanan di Makassar. Pernah mengikuti
pelatihan mengenai literasi informasi, ia pun aktif dalam menggerakkan organisasi
kepustakawanan sekolah dan mengadakan berbagai pelatihan. Prestasi yang pernah
diraih oleh kepala perpustakaan SMAN 17 Makassar ini adalah sebagai pustakawan
teladan di tingkat nasional.
33
4.1.1.5. Seleksi Tahap 5 (akhir)
Hasil dari kunjungan, verifikasi dan penilaian kriteria pada Seleksi Tahap 4,
maka diputuskan dua responden yang lolos seleksi dan dianggap memenuhi seluruh
kriteria dalam kajian ini untuk dibahas dan dikaji lebih dalam lagi. Kedua responden
tersebut adalah R (inisial dari nama panggilan sebenarnya) dari Medan International
School, Sumatra Utara dan E (inisial dari nama panggilan sebenarnya) dari Sekolah
Ciputra, Surabaya, Jawa Timur.
Profil TPS
oOa
Pustakawan
Jabatan
Lama
memangku
jabatan
Latar
belakang
pendidikan
Pelatihan
literasi
informasi
yang pernah
diikuti
IVIIO
Guru Pustakawan
2 tahun
nggris
on Information
Literacy (l-WIL/APISI)
S1 Ilmu
Perpustakaan
Indonesia Workshop
on Information
Literacy (IWIL/APISI) - 2008
UPH-APISI 2007
Profil Sekolah
International School
PYP - IBO
120 orang
400 orang
International School
IBO-WASC
50 orang
150 orang
WASC
(International)
A (Nasional)
Profil Perpustaka.in
•a
i
Jenis sekolah
Kurikulum
Jumlah staff
Jumlah murid
Akreditasi
sekolah
Jumlah
koleksi
I
Jam buka
perpustakaan
Jenis
layanan
perpustakaan
2525_
> 10.000 items
07.30-15.00
08.00 -16.00
Sirkulasi, Fiksi, Non
Fiksi, Internet café,
Ruang Audio visual
Tabel 1. Profil Responden
4.2. Peran Tenaga Perpustakaan Sekolah dalam Implementasi Literasi Informasi
4.2.1. R dari Medan International School (MIS)
R adalah tenaga perpustakaan sekolah dengan jabatan Guru Pustakawan di Medan
International School dan telah menjabat sebagai pustakawan di sana selama 2 tahun. R
34
mempunyai latar belakang pendidikan Ilmu Perpustakaan Strata 1 yang diperolehnya
dari Universitas Sumatra Utara.
Perencanaan Kegiatan Literasi Informasi
Kegiatan literasi informasi telah dilakukan oleh R sejak lama, bahkan sebelum
ia mengikuti pelatihan literasi informasi pertamanya di tahun 2008. Kegiatan literasi
informasi ini diterapkan bukan saja oleh tenaga perpustakaan sekolah, melainkan oleh
pendidik baik secara mandiri maupun secara kolaborasi dengan tenaga perpustakaan
sekolah. Kepala sekolah MIS, yang tadinya adalah Kepala Perpustakaan, menjelaskan
bahwa MIS menerapkan konsep library is the heart of the school (Perpustakaan adalah
jantung sekolah).
Kepala sekolah mengajarkan critical thinking kepada semua pendidik sebagai
bagian dari kegiatan professional
development yang wajib diikuti oleh semua
pendidik, asisten pendidik dan tenaga perpustakaan sekolah.
Critical thinking
merupakan satu bagian dari unsur kurikulum yang diterapkan oleh MIS.
Secara
bersamaan dan kaitannya dengan kurikulum PYP International Baccalaureate,
ketermapilan literasi informasi diberikan melalui pengajaran Information Procès s,
sebuah modul literasi informasi yang banyak digunakan di Australia.
Information
Pro cess terdiri dari:
1. Keterampilan mendefinisikan kebutuhan informasi
2. Keterampilan menemukan informasi
3. Keterampilan memilih informasi
4. Ketermpilan mengorganisasi informasi
5. Keterampilan menciptakan dan membagi informasi
6. Keterampilan mengevaluasi proses dan produk
(http://www.asla.org.au/pubs/ws/accommat2.htm, diakses tanggal 8
Februari 2012)
Dengan demikian, jelas sudah bahwa keterampilan literasi informasi di MIS
sudah dikuasai oleh pendidik untuk kemudian diintegrasikan dalam pembelajaran
mereka di kelas-kelas. Laporan para guru langsung dikomunikasikan kepada Kepala
Sekolah sebagai pengawas kegiatan belajar mengajar secara keseluruhan di sekolah.
R sebagai tenaga perpustakaan sekolah berperan sebagai pendukung kegiatan
belajar mengajar di sekolah khususnya pada bagian pemanfaatan perpustakaan . R
mengambil peran mengajarkan library skills kepada peserta didik melalui kerja sama
dengan para pendidik.
35
Pelaksanaan Kegiatan Literasi Informasi
Pada proses kegiatan belajar mengajar, pendidik sudah memasukkan unsurunsur literasi informasi dalam kegiatan pelajaran di kelas. R memberi dukungan
terhadap kegiatan literasi informasi di kelas dengan membekali para peserta didik,
library skills yaitu cara menggunakan perpustakaan dan sumber-sumber informasi di
dalamnya.
Selain itu, R juga mempunyai kegiatan ekstra kurikuler kepada peserta didik
yang kemudian disebut dengan student librarian. Kegiatan ini adalah salah satu
pilihan ekstra kurikuler sekolah bagi peserta didik yang gemar perpustakaan. Mereka
diberi [engajaran tentang library skills, penomerna DDC, shelving, mengetik,
pembagian buku Fiksi dan Non Fiksi, library manner. Hal yang didapat dari kegiatan
ini adalah tenaga perpustakan akan terbantu jika perpustakaan sedang ramai
dikunjungi oleh para pesrta didik dan pendidik. Selain itu, dengan mengetahui cara
shelving buku-buku di rak, mereka mengerti penempatan buku-buku di perpustakaan
dan mereka mengetahui letak buku-buku tertentu yang mereka sukai.
Student
Librarian juga mempunyai tingkatan pembelajaran seperti kegiatan pembuatna poster,
review buku-buku serta promosi perpustakaan.
Hasil pekerjaan mereka, akan
dipresentasikan dalam acara sekolah yaitu assembly. Saat assembly dilakukan, temanteman mereka, para pendidik bahkan orang tua hadir untuk mendengarkan hasil
kegiatan mereka dalam memproduksi suatu hal yang berkaitan dengan program
student librarian. Pendidik dan para orang tua dapat memberi penilaian terhadap hasil
presentasi mereka.
Penilaian ini akan didiskusikan saat pertemuan orang tua dan
pendidik dalam waktu yang telah ditentukan.
Pelaksanaan kegiatan literasi informasi di MIS sangat terbantu dengan jenis
kurikulum yang diimplementasikan yaitu PYP IB dan WASC. Kedua kurikulum ini
memberi peluang besar kepada pendidik untuk memberikan research project bagi para
peserta didik dalam proses belajar mereka. Dampak langsung terhadap perpustakaan
adalah, kegunaan sumber-sumber koleksi mereka yang meningkat pemanfaatannya
saat para peserta didik menyelesaikan research project mereka.
Hasil dari kegiatan ini, mereka bukan saja mendapat nilai dari pendidik,
melainkan usaha mereka juga diketahui oleh teman-teman mereka maupun pendidik
lainnya dan para orang tua saat mereka harus mempresentasikan hasil kerja mereka
pada school assembly yang diadakan secara rutin. Tentu saja, kegiatan ini akan
36
mempertajam kemampuan presentasi mereka di depan orang banyak sebagai salah satu
keterampilan literasi informasi yang mereka kuasai.
Dampak
terhadap
layanan perpustakaan juga
meningkat.
Untungnya,
perpustakaan MIS mempunyai sebuah program yang bernama trust library. Trust
library adalah sebuah program yang berlandaskan kepercayaan kepada komunitas
sekolah
dalam
proses
pinjam kembali
koleksi
perpustakaan.
MIS
juga
mengimplementasikan MYP sebagai salah satu program International Baccalaureatenya. Para peserta didik di level MP Y sudah diajarkan untuk mandiri khususnya dalam
program trust library tadi. Selain itu murid MYP juga sudah memahami penggunaan
perpustakaan karena sejak mereka PYP, ketermapilan penggunaan perpustakaan
sekolah sudah diajarkan.Dengan demikian, peningkatan pemakaian perpustakaan
sekolah, tidak terlalu berdampak langsung terhadap kerepotan R, karena adanya
program trust library ini.
Selain itu, progam student librarian, yang sudah menyiapkan para peserta
didik yang mengambil bagian dalam kegiatan ektra kurikuler ini juga dapat diandalkan
sebagai 'asisten' R khususnya saat ada pendidik atau peserta didik baru, karena
mereka yang dapat mengambil peran untuk menjadi tour leader yang memperkenalkan
perpustakaan dan layanannya bahkan juga tour sekolah.
Pengevaluasian Kegiatan Literasi Informasi
Kegiatan
evaluasi dilakukan
oleh Kepala
Sekolah terhadap
kegiatan
pembelajaran secara menyeluruh, karena literasi informasi sudah masuk dalam
kebijakan sekolah meskipun tidak tertulis. Setelah sekian lama diimplementasikan
kegiatan literasi informasi ini, evaluasi tidak mengubah pola kegiatan implementasi
secara significant, karena apa yang sudah diterapkan dianggap sudah merupakan
kegiatan yang tepat dalam kaitan penempatan perpustakaan sekolah sebagai jantung
sekolah.
.2. E dari Sekolah Ciputra Surabaya
E yang berlatar belakang sastra Inggris ini semula adalah guru di sekolah
Ciputra Surabaya. Ketika ada posisi kosong dalam formasi perpustakaan sebagai guru
perpustakaan, E dipromosikan untuk menempati posisi tersebut sejak tahun 2004
hingga kini.
37
Pengembangan dan Perencanaan Program Literasi Informasi
E mengembangkan program literasi informasi untuk tingkat sekolah dasar,
mulai dari kelas 1 hingga kelas 6. Pengemasan program literasi informasi yang dibuat
E tidak seperti implementasi literasi informasi pada umumnya yang mengacu pada
suatu modul literasi informasi yang sudah ada. E mengembangkan program literasi
informasi ini dengan memasukkan tiga unsur penting yang tidak lepas satu dan
lainnya. Ke - tiga unsur itu adalah:
a. Library skills
b. Reading skills
c. Research skills
Hal yang dilakukan dalam mengembangkan suatu unit pembelajaran dari salah
satu topik yang ingin disampaikan adalah dengan menggunakan metode observasi
peserta didik, observasi pendidik dalam menyampaikan pelajaran di kelas dan rapatrapat yang diadakan berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Observasi
pada peserta didik dilakukannya saat waktu istirahat siang, saat peserta didik masuk ke
perpustakaan. E mengamati apa yang mereka keijakan di perpustakaan misalnya ia
mengamati permainan apa yang mereka mainkan. Setiba di rumah, hasil observasi ini
diolah kembali.
Observasi pada pendidik, dilakukan saat ia mendapat ijin untuk
masuk ke kelas rekan pendidik yang mempunyai hubungan baik dengan dirinya dan
yang memberinya ijin untuk mengobservasi proses pelajaran di kelasnya.
Ia juga
menawarkan diri jika pendidik tersebut membutuhkan bantuannya. Dari observasi di
kelas ini, E juga sering mendapat ide-ide untuk mengembangkan program
pembelajarannya.
Ide-ide pembelajaran ini muncul berdasarkan pengalaman sehari-hari. Lebih
jauh, dari observasi ini ia dapat mengindetifikasi kebutuhan dari peserta didik untuk
kemudian dijadikan masukan untuk pelajaran yang diberikannya. Menurut E, inti dari
literasi informasi adalah daily life. Mengapa hasil akhir literasi informasi ini adalah
pembentukkan pembelajar seumur hidup, karena konteks pembelajaran mereka adalah
kontekstual. Dengan demikian, E mengaku bahwa unit pelajarannya tidak ia buat
baru, melainkan ia hanya menyusun dari apa yang sudah dialami berdasarkan
obesrvasi itu.
E sudah menerapkan kegiatan berbasis ke-tiga keterampilan di atas sejak 7-8
tahun yang lalu. Ia berangkat dari research skills yang kemudian dibreakdown menjadi
beberapa keterampilan. Misalnya, research itu bisa dikembangkan dalam bentuk
38
bacaan atau dalam bentuk eksperimen. Contoh lain adalah, untuk untuk keterampilan
finding
(note: menemukan informasi), maka perlu keterampilan membaca atau
keterampilan mencari informasi di internet. Ke-dua hal tadi perlu diajarkan, karena
tidak semua orang tahu bagaimana mencari informasi lewat internet.
Contoh lain
adalah record (note: pencatatan) maka keterampilan yang perlu di ajarkan adalah
notetaking, typing dan paraphrasing.
Perencanaan jangka panjang secara terstruktur memang tidak ada, namun E
mempunyai target bahwa di kelas 6, peserta didik di kelas ini sudah tahu bagaimana
caranya membuat sitasi, menulis referensi, mencari perbandingan lewat buku,
melakukan interview. Perencanaan jangka pendek dibuat sendiri oleh E tanpa campur
tangan orang lain. Jika perencanaan ini sudah matang, maka akan disosialisasikan
dengan rekan-rekan pendidik lainnya. Dari pihak sekolah penjadwalan untuk kelas
perpustakaan adalah seminggu sekali. Sedangkan di luar itu, jadwal E lebih fleksibel,
tergantung dari permintaan pendidik.
Pelaksanaan Program Literasi Informasi
Pada awalnya, E berusaha meyakinkan kepala sekolah tentang pentingnya
penerapan literasi informasi.
Ia mengatakan bahwa komunitas sekolah perlu
menyadari bahwa hal ini penting. Untuk itu perlu ditanamkan aspek-aspek literasi
informasi ini dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya peserta didik perlu diajarkan
keterampilan tertentu dan harus jelas hasil apa yang harus kelihatan dari proses
pembelajaran itu.
Akhirnya kepala sekolah bisa menerima argumentasi E dan
akhirnya menyetujui jadwal rutin tiap minggu selama satu jam dan jadwal tidak tetap
yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Sesuai dengan kesepakatan itu maka pelaksanaan program kegiatan literasi
informasi ini masuk dalam dua jenis kegiatan pelaksanaan. Pertama dalam jadwal
tetap seminggu sekali yang sudah ditentukan pihak sekolah, dan kedua adalah jadwal
tidak tetap yang diberikan sesuai kebutuhan pendidik di kelas. Meskipun kegiatan
literasi informasi ini tidak mengacu pada suatu model tertentu, namun E mempunyai
target - target pembelajaran literasi infomrasi yang melebihi dari apa yang diangkat
dari modul literasi yang sudah ada.
Hal penting dari kegiatan yang dilakukan oleh E adalah pengembangan
kegiatan pembelajaran berdasarkan kebutuhan dan pengenalannya terhadap peserta
didik yang diasuhnya. Contohnya adalah saat ada satu anak yang mempunyai sebuah
kebiasaan 'aneh' di luar kebiasaan teman-teman sekelasnya, yaitu menghafal angka39
angka yang dilihatnya. Tidak jarang ia memperhatikan papan kerja yang ada di ruang
kerja E. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi E, karena pada suatu ketika, catatan
nomor telepon yang biasanya ada di papan kerja di ruangannya hilang. Hal yang
dilakukannya adalah ia memanggil anak yang berkebiasaan 'aneh' tadi dan
menanyakan nomor-nomor yang dilihatnya di papan kerja tersebut.
Salah satu program yang dikembangkan berdasarkan hasil observasi dan
kebutuhan dari peserta didik adalah membuat mereka untuk bertanya. E mendapati
bahwa kelompok peserta didik dalam salah satu kelas yang harus diajarkan cenderung
diam dan tidak suka bertanya. E menyadari bajwa topik yang disukai mereka adalah
mencari barang atau murder.
Ide yang tercetus untuk unit pelajaran yang
dikembangkannya adalah dengan permainan Treasure Hunt. Game ini mengharuskan
mereka memecahkan suatu persoalan, dengan aturan main, semakin baik pertanyaan
yang dilontarkan maka semakin banyak petunjuk yang mereka peroleh. Sebaliknya,
jika mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang jelek, maka waktu mereka akan
semakin panjang untuk memecahkan misteri itu.
ditujukan kepada E.
Pertanyaan - pertanyaan itu
Dengan demikian, mereka berlomba-lomba untuk bertanya.
Kegiatan ini berlangsung lebih dari satu kali pertemuan. Meskipun membuat ektra
pekerjaan bagi E, namun E justru belajar dalam mengembangkan games ini di tiap
minggunya untuk terus mempertahankan minat peserta didik dalam proses
pembelajaran pemecahan masalah ini. Ketika di akhir pelajaran, terlontar pertanyaan
dari mereka, mengapa sampai ia dibunuh (dalam kasus game ini). Menurut E, refleksi
ini lah yang merupakan bagian yang penting. Pembahasan langkah-langkah awal saat
mereka mulai memecahkan misteri permainan ini dibahas. E mengaku ia berlajar
metode cara berpikir mereka, dan lebih mudah baginya untuk memasukkan pelajaran
yang ingin disampaikan melalui hal-hal yang menjadi minat mereka.
Itu sebabnya, E tidak mengembangkan suatu pakem terstruktur dalam metode
pembelajaran ini. Dari kegiatan permainan diatas, jelas sekali proses yang tercantum
dalam keterampilan literasi informasi itu, seperti: merumuskan masalah (memecahkan
misteri pembunuhan); mencari informasi (dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada E). Proses pencarian informasi ini kemudian mendongkrak cara berpikir kritis
mereka melalui pertanyaan bagus yang harus mereka buat sesuai aturan main yang
dibuat. Kemudian mereka menyusun informasi yang diperoleh dengan mencoba
memecahkan misteri itu. Meskipun pada pelajaran ini tidak ada secara nyata
keterampilan presentasi, namun E menekankan bahwa dalam pembelajaran ini
40
penekanan ditekankan pada evaluasi atau refleksi yang dilakukan secara bersamasama. Dengan demikian mereka belajar dari proses pemecahan masalah dan proses
saat mereka mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah tersebut.
Contoh di atas adalah salah satu kegiatan literasi informasi yang terjadwal.
Kegiatan kolaborasi terjadi saat ada pendidik yang sudah mempunyai bahan pelajaran
dan perlu bantuan E untuk mengajari suatu keterampilan tertentu.
Dalam bentuk
kerjasama seperti ini tidak jarang E memberikan kisi-kisi pembelajaran yang
diinginkan pendidik tersebut untuk disampaikan oleh yang bersangkutan.
Masalah akan muncul jika E berhalangan hadir di sekolah. Staf perpustakaan
ataupun pendidik lainnya tidak dapat menggantikan posisinya meskipun ia sudah
menyiapkan bahan pelajaran yang perlu disampaikan dan hanya perlu dibacakan di
depan kelas. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai keterampilan
mengajar seperti yang dimiliki oleh E. Pada kenyataannya, justru staf perpustakaan ini
adalah
mereka yang seringkah menjadi 'kelinci percobaan' untuk metode
pembelajaran baru yang dikembangkan di perpustakaan.
Ketika ia memberikan
pelajaran di perpustakaan tidak jarang staf perpustakaan juga tertarik untuk
mendengarkan bahkan terlibat dalam proses tanya jawab, yang tentu saja
mengherankan peserta didik yang sedang belajar saat itu. Hal itu merupakan masukan
buat E bahwa metode pembelajarannya berhasil.
Kadang E juga mendapat respon negatif dari usaha-usaha yang dilakukannya.
Bentuk respon negatif adalah saat para pendidik sudah lebih dulu berkata mereka bisa
melakukan tahapan literasi informasi ini misalnya mencari data lewat internet. Pada
kenyataannya mereka tidak menyadari bahwa mereka tidak memahami tehnik
penelusuran yang dapat membantu mereka untuk mendapatkan informasi yang lebih
baik. Meskipun demikian E tidak merasa terganggu dengan respon-respon demikian,
ia tetap pada prinsipnya untuk terus menjalankan program-program yang dianggapnya
baik bagi peserta didiknya.
Pengevaluasian Kegiatan Literasi Informasi
Kegiatan evaluasi dilakukan baik mandiri di setiap saat dirasa perlu. Hal ini
dinyatakan oleh E, bahwa dengan fleksibilitas program yang dbuatnya akan memberi
kefleksibilitasan baginya juga untuk berhenti saat ia melihat peserta didik mulai bosan
dan meneruskan pembelajaran saat peserta didik menemukan minat pada suatu
kegiatan pembelajaran yang mereka nikmati, seperti permainan Treasure Hunts tadi.
41
Lebih jauh lagi, evaluasi program secara keseluruhan dilakukan tiap tahun.
Menurut E, karen faktor - faktor kemampuan peserta didik yang berbeda, teknologi
yang berkembang dengan cepat merupakan faktor perubahan program pembelajaran di
kelas tertentu, turun ke kelas sebelumnya.
Hal ini pernah terjadi saat program
pembelajaran kelas 4 akhirnya diajarkan pada kelas 2 di tahun selanjutnya. Hal ini
membuatnya harus terus kreatif menciptakan program baru seperti untuk kelas 4 yang
bahannya turun ke kelas 2 ini.
Tambahan Profil E
Dari hasil pengumpulan data, maka peneliti merasa perlu untuk memberikan
tambahan informasi tentang E.
E merasa bahwa ia harus terus belajar
mengembangkan dirinya dalam konteks pembelajaran literasi informasi ini. Proses
pembelajaran
ini
dianggap
penting
karena
ia juga
harus
terus
menerus
mengembangkan pelajaran yang selalu berubah tiap tahunnya. E merasa tidak perlu
mengembangkan
pakem
program
pembelajaran
karena
menurutnya
metode
pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.
Bagi E, menjadi pendidik adalah panggilan hidupnya. Ada kepuasan yang tak
terbayarkan dan perasaan senang luar biasa jika ia dapat memformulasikan suatu
program dan bukan saja peserta didik yang menikmati kegiatan pembelajaran tersebut,
namun juga staf perpustakaan yang ikut masuk dalam kegiatan pembelajaran di
perpustakaan itu.
E pernah ditawarkan dan duduk dalam posisi sebagai Team Leader yang
dilakoninya selama tiga tahun. Namun ia mengakui bahwa itu adalah pekerjaan
terpaksa. E tidak menikmati peran sebagai pemimpin, namun ia mendapatkan
kedamaian saat ia menjadi seorang pendidik. Baginya, posisi tidak menentukan
prestasi tapi panggilan hiduplah yang membuatnya menikmati pekerjaannya sebagai
pendidik.
42
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
1. Tenaga perpustakaan sekolah dapat berperan mengimplementasikan literasi informasi
dengan kondisi:
a. Perpustakaan Sekolah
Sudah memenuhi standar koleksi, layanan dan kualifikasi SDM
b. Peran Kepala Sekolah dan Guru
Memberikan dukungan penuh berupa anggaran, sarana (pengadaan buku),
fasilitas dan pengembangan profesi
c. Kebijakan Sekolah
Mendukung penuh dengan menempatkan perpustakaan sekolah sebagai sumber
belajar, dengan berkolaborasi dengan guru dalam kegiatan belajar mengajar
2. Perencanaan program literasi informasi diposisikan dalam Perencanaan kegiatan
belajar mengajar di sekolah secara global
3. Pengorganisasian program literasi informasi merupakana instruksi dari kepala sekolah
untuk diterapkan secara kolaborasi antara pendidik dan tenaga perpustakaan sekolah
4. Jenis sekolah dan kurikulum yang diimplementasikan mempengaruhi kesuksesan
implementasi kegiatan literasi informasi suatu sekolah
5. Jenis kurikulum yang berorientasi pada research project, memberi keleluasan bagi
implementasi literasi informasi karena keterampilan ini menjadi suatu kebutuhan
dalam proses pembelajaran peserta didik
6. Faktor - faktor yang mendukung implementasi literasi informasi adalalah yang
berkaitan dengan kebijakan dan dukungan dari pihak management sekolah; dukungan
sarana dan prasarana serta SDM yang siap dengan pengetahuan dan keterampilan
mengajar
7. Faktor - faktor penghambat implementasi literasi informasi adalah kurangnya
dukungan dari pihak manajemen sekolah dan kerjasama dengan pendidik; padatnya
jam pembelajaran; sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standard; kurangnya
pengetahuan literasi informasi baik dari pihak komunitas sekolah termasuk
manajemen sekolah dan peserta didik serta belum adanya standard dan kurikulum
literasi informasi di tingkat nasional
43
5.2 Saran
1. Pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional dan Budaya
perlu menempatkan kegiatan literasi informasi dalam konteks pembelajaran di
sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA
2. Kementerian Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional perlu memberi
pendidikan tentang pentingnya literasi informasi kepada Kepala Sekolah dan para
pendidik serta tenaga perpustakaan secara terus menerus agar implementasi literasi
informasi ini dapat dilakukan secara kolabroasi dna menjadi bagian yang integral
dalam kegiatan pembelajaran di sekolah
3. Perpustakaan Nasional RI terus menerus melakukan kampanye perbaikan sarana
dan prasarana perpustakaan sekolah agar implementasi literasi informasi dapat
semakin berkembang
4. Perlu dilakukan kajian tentang bagaimana strategi penerapan literasi informasi pada
sekolah - sekolah nasional yang menerapkan kurikulum nasional, seperti KTSP.
44
DAFTAR PUSTAKA
APISI (Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia). 2008.'Aplikasi Literasi Informasi
Dalam Kurikulum Nasional (KTSP): Contoh Penerapan Untuk Tingkat SD, SMP dan S MA'.
Hasil Pelatihan
Indonesian Workshop on Information Literacy (Indonesian — WIL), 7-
11 Juli. APISI.
Arwendria. "Manajemen Perpustakaan Sekolah « Arwendria." Web log post. Arwendria. 16
Dec. 2010. Web. 04 Feb. 2012. <http://arwendria.wordpress.com/2010/12/16/manajemenperpustakaan-sekolah/>.
Badan Standardisas! Nasional.
Sekolah. Jakarta: BSN.
2008. Standar
Nasional
Indonesia:
Perpustakaan
Buckland, M. 1991. Information and information systems. New York: Praeger.
Chartered Institute of Library and Information Professionals. 2004. The CILIP Guidelines for
Secondary School Libraries. 2nd ed. London: Facet Publishing
Darmono. 2001. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Grasindo
Diao, Ai Lien. 2005. Current State of Information Literacy Awareness and Practices in
Indonesia Primary and Secondary Public Schools. Jakarta: UNDCA Atma Jaya.
Eisenberg, M.B. dan R.E. Berkowitz. 1990. Information Problem Solving: Big Six Skills
Approach to Library and Information Skills Instruction. New Jersey: Ablex Publishing.
IFLA. 2006. Pedoman perpustakaan sekolah. Roma: Unesco.
Kuhlthau, Carol C. 1993. Seeking Meaning: A Process Approach to Library and Information
Services. Norwood, N.J.: Ablex Publishing Corp.
Pedoman
Perpustakaan
Sekolah
http://archive.ifla.org/VII/sll/pubs/SchoolLibraryGuidelines-id.pdf
November 2011)
IFLA/UNESCO
(tanggal akses 20
Perpustakaan Nasional R. I. 2007. Literasi Informasi (information literacy): Pengantar untuk
Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Perpustakaan Nasional R. I.
Perpustakaan Sekolah dan Lingkungan http://pendidikan.net/perpustakaan.html (tanggal
akses 20 November 2011)
Poerwandari, Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku manusia. Jakarta:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Terry, George. R. 1960. The Principles of Management. Homewood, Illinois: Richard Irwin.
45
Download