ABSTRAK Latar belakang : Penggunaan kokain dan NAPZA merupakan masalah di banyak negara. Jumlah penyalahguna narkoba di dunia sebesar 200 juta orang (5% dari populasi dunia). Sebagian besar pengguna kokain adalah remaja. Dibutuhkan peranan semua komponen bangsa untuk mengatasi masalah ini, demikian pula peranan pemuka agama dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba ini. Presentasi kasus : Melakukan wawancara kepada pasien ketergantungan obat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Seorang remaja pria, 19 tahun, berkewarganegaraan Malaysia dengan riwayat pengkonsumsian kokain, ekstasi dan shabu Diskusi : Tingginya angka penyalahgunaan kokain membuat meningkatnya angka pasien ketergantungan obat. Banyak hal yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pengobatan salah satunya adalah pendampingan dan pengawasan secara agama. Simpulan dan Saran : Pengaruh kokain pada fisik dan perilaku akibat intoksikasi kokain memerlukan tindakan segera. Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organik yang terjadi beberapa menit sampai jam setelah menggunakan kokain. Pengobatan psikofarmaka pasien pengguna kokain tergantung dari gejala-gejala yang timbul, intoksikasi ataupun putus kokain, juga dibutuhkan pengobatan lain seperti terapi kelompok, terapi keluarga atau rujuk ke kelompok-kelompok bantuan yang mendukung upaya penyembuhan Kata kunci: ketergantungan kokain, peran agama PENDAHULUAN Penggunaan kokain dan NAPZA merupakan masalah di banyak negara. Jumlah penyalahguna narkoba di dunia sebesar 200 juta orang (5% dari populasi dunia) yang terdiri dari 160,9 juta orang penyalahguna ganja, 13,7 juta orang penyalahguna kokain, 15,9 juta orang penyalahguna opiat dan 10,6 juta orang penyalahguna heroin (UN Publication,2005). Penggunaan kokain juga masalah bagi Indonesia. Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia telah mencapai 0,06% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah kasus narkoba meningkat dari 3.478 kasus pada tahun 2000 menjadi 8.401 pada tahun 2004 atau meningkat rata-rata 28,9% per tahun. 1 Penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan lembaga penelitian dari salah satu perguruan tinggi negeri pada tahun 2006 hingga 2007 menyebutkan, dari 3,2 juta pengguna NAPZA di Indonesia, 1,1 juta di antaranya adalah mahasiswa. Dari data yang ada diketahui bahwa penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15 – 24 tahun, sementara generasi muda sendiri adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Dalam beberapa tahun ini pun, menurut kepolisian Tindak Pidana Narkoba, peredaran kokain jumlahnya merangkak naik di Indonesia. Hal ini sesuai dengan hasil jumlah kokain yang berhasil disita, sejak Januari hingga November tahun ini, naik dari 66,97 gram menjadi 5.878,44 gram (Mursyadad, 2009). Sebagian besar pengguna kokain adalah remaja, karena remaja merupakan kelompok rawan yang berisiko terhadap penyalahgunaan alkohol, rokok dan zat adiktif, karena sifatnya yang energik, dinamis dan ingin mencoba hal-hal yang baru, menyenangi petualangan, mudah tergoda oleh tekanan dan pengaruh dari kelompoknya, cepat putus asa mudah terjerumus ke dalam penyalahgunaan kokain. Hal ini di dukung oleh belum matangnya mental untuk lebih memperhitungkan akibat dari suatu perbuatan (Purwanti, 2004). Dibutuhkan peranan semua komponen bangsa untuk mengatasi masalah ini, demikian pula peranan pemuka agama dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba perlu ditingkatkan. Pendekatan melalui bahasa agama merupakan bagian yang integral/ tak terpisahkan dari usaha penanggulangan penyalahgunaan narkotika. Disamping penanggulangan melalui pendekatan jasmaniah bagi para korban penyalahgunaan narkoba. Pendekatan melalui bahasa agama dapat meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan generasi muda terhadap bahaya penyalahgunaan narkotika (Abdul,2006). DESKRIPSI KASUS Seorang remaja pria, 19 tahun di bawa ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta oleh keluarganya satu bulan tiga hari yang lalu karena diketahui mengkonsumsi obat terlarang. “Tempat rehab disana sudah meksimum (red: penuh) untuk menampung orang lagi”,tutur remaja yang berasal dari Malaysia tersebut. Remaja ini mengaku bahwa dia mengkonsumsi narkotika jenis kokain, shabu dan ekstasi. Ia mulai mencoba-coba mengkonumsi 2 obat tersebut dengan alasan diajak teman-teman sebayanya saat dia berumur 15 tahun, yaitu saat sedang menduduki bangku sekolah menengah atas (SMA). Menurut ceritanya, ia tidak merasakan perubahan yang signifikan setelah mengkonsumsi obat-obatan terlarang itu. Hanya saja, beban pikiran yang ia pendam selama ini seakan-akan hilang begitu saja. Remaja ini mengaku melakukan pengkonsumsian kokain dengan cara pompa atau bisa disebut juga dengan bong. Saat melakukannya, ia tidak sendirian, melainkan bersama temannya. Saat diwawancarai, remaja ini juga mengaku pernah melakukan bong dirumahnya sendiri, setelah diwawancarai lebih lanjut, ternyata di Malaysia ia tinggal sendiri, tidak dalam satu rumah dan tidak bersama dengan keluarganya, sehingga ia dengan leluasa bisa mengkonsumsi kokain dirumah. Saat pertama kali masuk ke rehabilitasi di RSKO Jakarta, remaja ini mengaku bahwa keadaan tubuhnya sangat memprihatinkan. Berat badan yang kurang dari rata-rata sehingga tubuhnya dapat dikatakan kurus. Setelah satu bulan di RSKO Jakarta, ia mengaku lebih teratur dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Banyak perubahan yang terlihat, salah satunya kenaikan berat badan. Di RSKO Jakarta juga mengajarkan aspek agama, sehingga remaja ini mengaku bahwa sekarang solatnya menjadi lebih teratur dan memahmi konsep Ketuhanan secara lebih dalam Selain itu, ia banyak mendapat pelajaran dan hal baru selama satu bulan di rehabilitasi dan ini membuat ia jera dan mengaku tidak akan mengkonsumsi obat-obatan terlarang itu lagi. DISKUSI Kokain adalah alkaloida yang berasal dari tanaman Erythroxylon coca yang tumbuh di Bolivia dan Peru pada lereng-lereng pegunungan Andes di Amerika Selatan. Kedua negara tersebut dianggap penghasil kokain dalam bentuk pasta mentah terbesar di seluruh dunia, sedangkan Negara Kolombia memproses pasta ini menjadi serbuk kokain murni. Dalam peredaran gelap kokain diberi nama cake, snow, gold dust, dan lady serta dijual dalam bentuk serbuk yang bervariasi kemurniannya (Joewana,1989). Pertama sekali, kokain digunakan sebagai anastesi lokal pada pengobatan mata dan gigi. Berbeda dengan opium, morfin, dan heroin yang memiliki sifat menenangkan terhadap jasmani dan rohani, kokain merupakan suatu obat perangsang sama seperti psikostimulan golongan 3 amfetamin tetapi lebih kuat. Zat-zat ini memacu jantung, meningkatkan tekanan darah dan suhu badan, juga menghambat perasaan lapar serta menurunkan perasaan letih dan kebutuhan tidur. Dalam larutan kadar rendah, kokain menghambat penyaluran impuls dari Sistem Saraf Pusat (SSP) di otak sehingga digunakan untuk anastesi lokal, sedangkan dalm konsentrasi tinggi kokain merangsang penyaluran impuls-impuls listrik. Sifat kokain yang didambakan oleh pecandu adalah kemampuannya untuk meningkatkan suasana jiwa (euphoria) dan kewaspadaan yang tinggi serta perasaan percaya diri akan kapasitas mental dan fisik. Dalam dosis kecil kokain yang dihisap melalui hidung menimbulkan euphoria tetapi disusul segera oleh depresi berat yang menimbulkan keinginan untuk menggunakannya lagi dalam dosis yang semakin besar dan menyebabkan ketergantungan psikis yang kuat dan toleransi untuk efek sentral. Pada keadaan kelebihan dosis, timbul rasa eksitasi berlebihan , kesadaran yang berkabut, pernafasan yang tidak teratur, tremor, pupil melebar, nadi bertambah cepat, suhu badan naik, rasa cemas, dan ketakutan, serta kematian biasanya disebabkan pernafasan berhenti (Sasangka,2003). Mekanisme kerja kokain adalah dengan cara menghambat pengembalian norepinefrin, serotonin, dan dopamin kembali ke terminal presinapsis, tempat transmitter tersebut dilepaskan. Penghambatan ini memperkuat dan memperpanjang kerja katekolamin pada SSP dan susunan saraf perifer. Pendapat lain mengatakan, perpanjangan efek dopamin paling banyak terjadi pada sistem yang membawa kenikmatan dalam otak (sistem limbik), yang menghasilkan rasa gembira yang berlebihan akibat pengaruh kokain. Penggunaan kronik akan menghabiskan dopamin. Kekosongan ini akan menimbulkan siklus visius, ingin mendapatkan kokain yang akan menghilangkan depresi berat untuk sementara. Efek kokain pada tingkah laku merupakan akibat dari rangsangan kuat pada korteks dan sambungan otak. Kokain digunakan sendiri dengan mengunyah, mengendus dengan hidung, merokok dan suntikan intravena. Efek puncak terjadi setelah 15 – 20 menit sehabis mengendus tepung kokain dan menurun setelah 1 - 1,5 jam. Efek yang cepat tetapi berjangka waktu pendek diperoleh setelah suntikan intravena kokain atau merokok bentuk basa bebas (“crack”). Karena terjadinya efek sangat cepat, kemungkinan intoksikasi dan ketergantungan paling besar dengan suntukan intravena dan mengisap crack. Absorpsi dilakukan dari segala tempat termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral, kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami 4 hidrolisis. Sebagian besar mengalami detoksikasi di hati dan sebagian kecil diekskresi bersama urin dalam bentuk utuh. Diperkirakan hati dapat melakukan detoksikasi kokain sebanyak 1 dosis letal minimal dalam waktu satu jam. Detoksikasi kokain tidak secepat detoksikasi zat anestesi local sintetik. Intoksikasi kokain adalah sindrom mental (organic mental disoder) yang terjadi beberapa menit sampai satu jam setelah menggunakan kokain. Sindrom tersebut dapat menyebabkan gangguan fisik dan perilaku. Lamanya kerja kokaiin dalam tubuh sangat singkat, eliminasi waktu paruh kokain hanya satu jam,kecuali pada kasus-kasus overdosis, sebagian besar kokain sudah hilang dari tubuh pada saat pasien masuk ke ruang gawat darurat dan kamar praktek dokter. Pengaruh kokain pada fisik dan perilaku akibat intoksikasi memerlukan tindakan segera. Tanda – tanda klinis: nadi cepat/ takikardi, pelebaran pupil/ midriasis, meningkatnya tekanan darah, berkeringat, panas dingin, tremor, mual, muntah, meningkatnya suhu badan, nadi tidak teratur/ aritmia, halusinasi visual atau taktil, pingsan/ syncope, nyeri dada & bila overdosis maka dapat terjadi kejang, tertekannya pernapasan, koma dan meninggal (Kay, 2000). Gejala – gejala klinis intoksikasi kokain meliputi: Euforia, disforia Agitasi psikomotor Agresif dan menantang berkelahi Waham paranoid Halusinasi Delirium Eksitasi Penilaian realita yang kurang wajar (poor judgement), gangguan fungsi sosial dan okupasional Meningkatnya kewaspadaan dan aktivitas bergerak terus menerus, memaksakan keinginan, banyak berbicara Mulut kering Meningkatnya kepercayaan diri Selera makan kurang Grandiositas Perilaku repetitif dan stereotipik (Holstage,2005) 5 Umumnya tidak ada tanda-tanda klinis keadaan putus kokain yang tepat untuk menggambarkan perubahan fisiologis yang terjadi setelah penghentian penggunaan berat kokain. Gejala-gejala klinis keadaan putus kokain ditandai dengan adanya perasaan disforik yang menetap selama lebih dari 24 jam setelah menurunnya konsumsi kokain dan diikuti gejala-gejala berikut: Keletihan (fatigue) Insomnia atau hipersomnia Agitasi psikomotor Ide-ide bunuh diri dan paranoid Mudah tersinggung atau iritabel Perasaan depresif (Depkes,2000) Keadaan putus kokain adalah satu-satunya indikasi yang menunjukkan adanya ketergantungan kokain. Gejala utama keadaan putus kokain adalah menagih kokain (“craving”). Beratnya kondisi keadaan putus kokain berkaitan dengan jumlah, lama dan cara penggunaan kokain. Snorting menyebabkan ketergantungan dan keadaan putus kokain ringan, penggunaan intravena dan merokok crack freebase menyebabkan ketergantungan dan keadaan putus kokain berat (Kaplan, 1990). Gejala-gejala putus kokain mencapai puncaknya setelah beberapa hari, dan berakhir setelah beberapa minggu. Bila gejala-gejala tetap ada setelah lebih beberapa minggu, maka ini menunjukkan adanya indikasi depresi sekunder. Gangguan psikiatris lainnya yang sering menyertai ketergantungan kokain adalah : Gangguan kepribadian, ketergantungan alkohol dan ketergantungan sedativa-hipnotika (Kay, 2000). Perasaan disforia dan depresi berat merupakan dua gejala yang sering terdapat pada keadaan putus kokain. Dengan ditemukannya dua gejala tersebut perlu dipertimbangkan pula adanya gangguan psikiatris lainnya sebagai diagnosis banding. Pasien sering menderita gangguan kepribadian yang mendasarinya (gangguan kepribadian ambang atau antisosial), sehingga berperilaku manipulatif. Akibatnya pasien sering mengobati keadaan putus kokain pada 6 dirinya sendiri dengan menggunakan kembali kokain. Angka relaps tetap tinggi meskipun ia telah dirawat berkali-kali (Kaplan, 1990). PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : Elektrolit : akut bisa memberikan gambaran hipokalemi sedangkan pada intoksikasi kokain yang berat memberikan gambaran hiperkalemi. Glukosa darah : pada pemeriksaan gula darah memberikan gambaran hipoglikemi Fungsi ginjal : gagal ginjal berhubungan dengan rhabdomyolisis dan trombosis arteri ginjal pernah dilaporkan pada penyalahgunaan kokain. Urinalisis untuk skrining kokain atau zat adiktif lain yang digunakan bersama-sama, Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya dilkukan tes kehamilan Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai tambahan, pasien yang menggunakan kokain beresiko untuk terinfeksi hepatitis, yang pada akirnya bias menyebabkan perubahan mental. Jumlah sel darah : anemia, lekositosis, dan leucopenia Toksikologi : Urine drug screens : Benzoylecogonine (bentuk metabolic kokain) bisa ditemukan pada urin 60 jam setelah menggunakan kokain. Pada pengguna kokain yang berat bisa ditemukan sampai 22 hari. Enzim jantung : pada pengguna kokain terdapat angka prevalensi yang tinggi untuk terjadinyamyocardial infection, pasien yang dating dengan nyeri dada dan riwayat penggunaan kokain bisa dipikirkan untuk melakukan pemeriksaan enzim jantung. 2. Gambaran Radiologi : Chest x-Ray : pneumomediastinum, pneumothorax, pneumonia, emboli paru, atelektasis. CT-Scan. : perdarahan intrkranial dan emboli serta trombosis strok. 3. Tes lain : dapat menggunakan analisa gas darah, ECG (Holstege,2003) 7 PENATALAKSANAAN Intoksikasi Kokain Yakinkan dan tenangkan pasien bahwa gejala-gejala hanya terjadi dalam beberapa waktu yang terbatas sebagai akibat masuknya kokain ke dalam tubuh, dan segera setelah itu ia akan menjadi tenang kembali seperti semula. Tempatkan pasien pada suasana yang tenang. Sementara itu, lakukan wawancara tentang frekuensi, jumlah kokain dan rute penggunaan kokain. Ikuti dan kendalikan semua gerakan/aktivitas pasien dan lakukan pengendalian secara tepat. Hati-hati dalam pendekatan pasien-pasien dengan waham paranoid. Jika memungkinkan, minta bantuan keluarga untuk bekerjasama menenangkan pasien. Bila sudah memungkinkan, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien. Bila terjadi demam, lakukan tindakan secepat mungkin untuk mengatasinya, kompres dan/atau beri antipiretika. Pantaulah tekanan darah dan denyut nadi pasien sesering mungkin. Pastikan apakah pasien juga menggunakan zat adiktif lainnya seperti opioida (misalnya heroin yang digunakan bersama-sama dengan kokain secara intravena yang dikenal dengan istilah speed ball), sedativa-hipnotika dan alkohol. Isolasi dan fiksasi adalah tindakan terakhir yang kadang-kadang perlu dilakukan. Gejala-gejala psikosis seringkali menghilang setelah satu episode akut penggunaan kokain, tapi dapat juga menetap pada penyalahgunaan berat kokain dan menimbulkan gangguan yang disebut dengan gangguan waham akibat penggunaan kokain (cocaine delusional disorders), terutama pada orang-orang yang sensitif. Pertimbangkan rawat-inap agar dapat dilakukan detoksifikasi. Seorang pasien yang datang ke unit gawat darurat merupakan peluang yang baik untuk melakukan terapi induksi agar pasien bersedia ikut program rehabilitasi. Persiapkan pasien tentang akan terjadinya keadaan putus kokain dan latih pasien untuk menghadapinya. Terapi psikofarmaka: - Bila agitasi, galak, membahayakan lingkungan atau delusi dapat diberikan derivat benzodiazepin ringan oksazepam 10-30 mg per oral atau lorazepam 1-2 mg per oral, dan dapat diulang setelah satu jam. 8 - Bila agitasi masih tetap bertahan setelah beberapa dosis benzodiazepin atau timbul gejala toksisitas benzodiazepin (ataksia, disartria, nistagmus), maka dapat diberikan obat antipsikotik berkekuatan tinggi seperti haloperidol atau flufenazin masing-masing 2-5 mg per oral atau i.m. sebagian klinisi kurang menyukai penggunaan antipsikotika karena mengurangi nilai ambang kejang dan mengubah atau menyamarkan gejala-gejala intoksikasi kokain dengan gejala-gejala efek samping antipsikotika. - Bila terjadi takhikardia dan hipertensi, dapat diberikan beta-bloker (propanolol) atau klonidin. - Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, kejang, gangguan respirasi dan gejala-gejala overdosis lain merupakan indikasi untuk merawat pasien di unit rawat intensif (ICU). Keadaan Putus Kokain Pastikan apakah ada risiko bunuh diri. Meskipun gejala-gejala akan hilang dalam beberapa hari, namun pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus di rawat-inap di rumah sakit. Ketika pasien datang beri ketenangan (reassurance) dan terangkan kepadanya bahwa gejala-gejala keadaan putus kokain tersebut akan hilang dalam satu atau dua minggu. Wawancarai bagaimana kokain tersebut masuk ke dalam tubuh, frekuensi dan jumlahnya serta kapan penggunaan kokain terakhir. Tanyakan juga apakah pasien menggunakan zat adiktif lain. Motivasi pasien agar bersedia mengikuti program detoksifikasi atau rehabilitasi. Rujuk pasien agar mengikuti terapi kelompok, terapi keluarga atau rujuk ke kelompokkelompok bantuan yang mendukung upaya penyembuhan (seperti Narcotic Anonymous, Narcotic Anonymous Family). Evaluasi apakah pasien menderita gangguan psikotik atau menggunakan zat adiktif lain. Terapi psikofarmaka: -Agitasi berat sampai perilaku maladaptif dapat dikendalikan dengan pemberian derivat benzodiazepin ringan estazolam 0,5 sampai 1 mg per oral, oksazepam 10-30 mr per oral atau lorazepam 1-2 mg per oral. -Antidepresiva dapat diberikan pada pasien-pasien dengan gejala depresif menetap yang umumnya terjadi setelah dua minggu penggunaan kokain dihentikan. 9 -Ketergantungan kokain dapat diberikan despiramin (200-250 mg/hari), doksepin atau antidepresiva lain (amitriptilin, imipramin). Kadang-kadang juga diberikan bromokriptin untuk mengendalikan emosinya. (Ahuja,2006) PERAN KELUARGA Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan individu. Sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini, peranan keluarga menjadi sentral dan besar pengaruhnya terhadap penyebab seseorang menjadi ketergantungan kokain dan besar pula pengaruhnya terhadap penyembuhan pecandu kokain. Faktor-faktor keluarga yang menyebabkan anak menjadi pecandu narkoba: 1. Keadaan dan kondisi keluarga. Keharmonisan keluarga ikut menentukan mudahnya seseorang terkena narkoba atau tidak. Keluarga yang kurang harmonis, baik antara suamiistri, orang tua-anak, serta anggota keluarga yang lain, sangat memudahkan anggotanya terpikat oleh narkoba. Untuk pencegahan, ciptakan kehidupan keluarga yang harmonis. 2. Kurang perhatian. Perhatian tidak cukup hanya dalam bentuk materi saja, tetapi perlu empati. Untuk pencegahan, bina perhatian dan kepedulian antar anggota keluarga. 3. Kurangnya komunikasi antar keluarga. Hal ini menyebabkan anggota keluarga mencari orang lain (bukan keluarga) untuk melepaskan segala permasalahan yang dialaminya. Untuk pencegahan, perbaiki komunikasi dalam keluarga! 4. Kurang kesatuan. Kurangnya kesatuan dalam keluarga membuat ikatan keluarga menjadi longgar. Dengan demikian, masing-masing anggota keluarga akan mencari pelampiasan di tempat lain. Untuk pencegahan, ajak setiap anggota keluarga untuk lebih mendekatkan diri pada agama dan tuhan 5. Orang tua yang otoriter. Orang tua yang selalu mengatur dan memaksakan kehendak, baik dalam menentukan pendidikan atau hal-hal lain, membuat anggota keluarga (anak) merasa tidak bebas. Anggota keluarga akan mencari pelampiasan kepada hal/orang lain. Untuk pencegahan, ciptakan suasana keluarga yang terbuka, demokratis, dan ajarkan 10 kepada anak, agar berani mengemukakan pendapat dan berani mengatakan TIDAK untuk hal/benda-benda asing/negatif (Say No to Drugs). 6. Terlalu menuntut prestasi anak. Orang tua yang terlalu menuntut, bisa memicu timbulnya kejengkelan bagi anggota keluarga. Apabila mereka yang dituntut tidak sanggup memenuhi tuntutan tersebut, maka mereka bisa merasa depresi dan lari ke narkoba. Untuk pencegahan, berikan kebebasan anggota keluarga mengemukakan pendapat dan hargai pendapat mereka! 7. Terlalu memanjakan anggota keluarga. Kebiasaan menuruti semua kemauan anak tidak baik. Untuk pencegahan, jangan memanjakan siapa pun dalam keluarga dan hindarkan kebebasan yang tidak bertanggung jawab! 8. Kurang pengawasan. Salah satu anggota keluarga yang menjadi pecandu narkoba bisa "menulari" anggota keluarga yang lain. Waspadalah! Untuk pencegahan, segera obati penderita kecanduan dan kirim ke tempat rehabilitasi! 9. Peran Keluarga dalam Penanggulangan Narkoba. Peran keluarga sangat penting bagi setiap anggota keluarga yang menghadapi suatu masalah. Dukungan keluarga terhadap anggotanya yang terjerat narkoba sangat besar pengaruhnya dalam penyembuhan. Biasanya, para pecandu narkoba suka mencari sensasi, hiperaktif, mudah kecewa, cenderung agresif, dan destruktif. Selain itu, ia juga kurang berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah (cenderung antisosial), kurang cerdas, suka memberontak terhadap peraturan, dan suka berbohong. Kalau anggota keluarga sudah terkena narkoba, jangan jauhi dia, dengar keluhannya dengan sabar namun tetap waspada. Ajak dia berkonsultasi ke dokter untuk memulihkan kesehatannya, apalagi dalam keadaan sakaw. Jangan biarkan dia bergaul dengan teman-teman yang menjadi pemakai. Lakukan rehabilitasi psikologis, baik di keluarga maupun dengan bantuan psikolog, untuk memulihkan konsep diri dan mengembalikan kepercayaan dirinya sebagai anak yang baik, berguna, dan diterima keluarga. Lakukan rehabilitasi sosial, dengan didampingi keluarga, untuk belajar keterampilan, latihan kerja, melakukan rekreasi,dan kegiatan positif lainnya agar dia merasa diterima sebagai keluarga 11 dan anggota masyarakat. Keluarga harus terus mendampingi dan mengawasi perubahan yang terjadi. Jaga pergaulannya agar tidak kambuh lagi. PANDANGAN ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN KOKAIN Dalam ajaran islam, penggunaan narkoba sangat diharamkan. Karena narkoba memiliki mudharat (daya rusak) yang jauh lebih besar daripada manfaat yang didapatkannya. Adapun yang bisa mengambil manfaat dari narkoba adalah pihak kalangan medis, yaitu menunjang upaya pengobatan pasien. Untuk kepentingan tersebut, islam membolehkannya dengan alasan tidak menimbulkan kemudharatan (merusak, berbahaya, atau berdampak negative) bagi pasien yang diobati dan bisa membantu mempercepat proses penyembuhan (Abdul,2006). Mengkonsumsi narkoba dalam dosis tertentu dapat menimbulkan dampak yang sangat merusak bagi pemakainya, seperti ketagihan dan merusak akal pikiran. Khamar dan narkoba merupakan dua jenis yang berbeda, tapi mempunyai kesamaan dalam akibat yang ditimbulkannya. Pada zaman Rasulullah SAW, Nabi Muhammad, zat berbahaya yang paling populer memang hanya minuman keras (khamar). Dalam perkembangan dunia Islam, khamar kemudian berganti, bermetamorfosa dan beranakpinak dalam bentuk yang makin canggih, yang kemudian lazim disebut narkotika atau lebih luas lagi narkoba. Untuk itu, dalam analoginya, larangan mengonsumsi minuman keras dan hal-hal yang memabukkan, adalah sama dengan larangan mengonsumsi narkoba. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS Al-Maidah : 90) Ayat yang kedua: 12 “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (QS Al-Maidah : 91) Dalam surat QS. An-Nisa ayat 29 “Dan janganlah kamu membunuh dirimu: Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” Begitupun terdapat dalam hadits, “Jauhilah olehmu minuman keras (narkoba), karena ia awal dari segala bentuk kejahatan.” (HR. Hakim) “ Seorang hamba Allah tetap dalam suatu kelapangan karena agamanya, selama ia tidak minum-minuman keras. Akan tetapi bila ia minum-minuman keras, maka Allah akan menggoyahkan tabirnya, sehingga syetan menjadi kawannya, jadi pendengarnya, jadi penglihatannya, jadi kakinya. Kemudia ia dibawa syetan kepada setiap kejahatan dan ia dipalingkan diri dari setiap kebaikan”. ( HR. Thabrani ). “Nabi melarang mengkonsumsi setiap hal yang memabukkan dan yang menyebabkan seseorang lemah dan malas.” (HR. Ahmad dan Abu Daud) Hadits diatas menyerukan umat islam untuk menjauhi narkoba, meminum-minuman keras dan segala macam bentuk barang haram. Hal ini disebabkan dapat menimbulkan bahaya bagi yang melanggarnya. Selain itu ia juga dapat menyeret kepada kejahatan yang lainnya, seperti zina, 13 mencuri, membunuh dan sebagainya, karena dalam keadaan seperti itu orang tidak dapat mengontrol dirinya. Jika orang sudah kecanduan narkoba maka lambat laun akan dikendalikan oleh syaitan dan hawa nafsu yang cenderung akan diturutinya. Keseharusan umat islam untuk peduli terhadap sesamanya ini disinggung dalam ayat berikut: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan manusia, menuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka dalah orang-orang yang fasik (QS. Al-Imron 104) “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk “ (QS. An-Nahl 125) Ayat diatas tidak dikhususkan kepada kalangan islam tertentu saja melainkan kepada siapapun seluruh umat islam yang telah membaca ayat ini, maka kepadanya sudah dipikul tanggung jawab untuk turut menjaga keselamatan sesamanya, termasuk turut mencegah dari bahaya narkoba. Keseharusan untuk berdakwah mengenai ancaman bahaya narkoba harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jika kita mampu untuk mencegah teman-teman kita saja, maka itulah yang harus kita lakukan Mengingat betapa dahsyatnya bahaya yang akan ditimbulkan oleh narkoba dan betapa cepatnya tertular para generasi muda untuk mengkonsumsi narkoba, maka diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah : 1. Meningkatkan iman dan taqwa melalui pendidikan agama dan keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat. 14 2. Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap pembinaan diri seseorang. Hasil penelitia menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken home). 3. Penanaman nilai sejak dini bahwa Narkoba adalah haram sebagaimana haramnya Babi dan berbuat zina. 4. Meningkatkan peran orang tua dalam mencegah Narkoba, di Rumah oleh Ayah dan Ibu, di Sekolah oleh Guru/Dosen dan di masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat penegak hukum. KESIMPULAN DAN SARAN Kokain adalah zat adiktif yang tergolong zat stimulan terhadap susunan saraf pusat (SSP) di samping amfetamin, kafein dan efedrin. Potensi ketergantungan dan intoksikasi terbesar ditimbulkan, bila dilakukan dengan cara suntikan atau merokok dalam bentuk murni ( crank freebase ). Pengaruh kokain pada fisik dan perilaku akibat intoksikasi kokain memerlukan tindakan segera. Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organik yang terjadi beberapa menit sampai jam setelah menggunakan kokain. Pengobatan psikofarmaka pasien pengguna kokain tergantung dari gejala-gejala yang timbul, intoksikasi ataupun putus kokain, juga dibutuhkan pengobatan lain seperti terapi kelompok, terapi keluarga atau rujuk ke kelompok-kelompok bantuan yang mendukung upaya penyembuhan. Terlebih dari itu semua, factor agama memiliki peranan yang penting dalam pengobatan ketergantungan kokain, oleh sebab itu perlu adanya penanaman nilai-nilai agama yang baik sejak dini dan dukungan, hubungan dan komunikasi yang baik antar anggota keluarga supaya tercipta lingkungan keluarga yang nyaman bagi pasien baik sejara rohani dan jasmani. Agama dapat menjadi pegangan pasien korban intoksikasi kokain agar tidak terjerumus kembali dalam pengkonsumsian obat ini. UCAPAN TERIMAKASIH Pertama sekali penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya dan kedua Orang tua yang selalu memberikan dukungan moral maupun spritualnya. Kepada RS Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur ,yang telah memberikan kesempatan untuk 15 berkunjung dan memperoleh data yang diperlukan untuk penyelesaian laporan kasus ini. Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada pembimbing kelompok 2 kepeminatan drug abuse dr. Hj. Fatimah Eliana, Sp. PD KEMD atas bimbingan dan dukungannya. Kepada dr. Hj. Susilowati, M. Kes dan Dr. Drh. Hj. Titiek Djannatun selaku koordinator blok elektif. Kepada dr. Nasruddin Noor, Sp. KJ yang telah memberikan ilmu pengetahuan tentang gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat. Kemudian terakhir kepada rekan-rekan sejawat di Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 2011 terutama untuk kelompok 2 kepeminatan drug abuse atas berbagai kontribusi dan kerjasamanya. DAFTAR PUSTAKA 1. Abdul Rozak, Wahdi Sayuti. 2006. Remaja dan Bahay Narkoba Untuk Umum. Jakarta:Prenanda. 2. Ahuja Niraj. Psychoactive substance use disorders. A short text book of psychiatry. 4th edition.p 45-6.2006 3. Badan Pemerintah Daerah DIY. PengukuhanSatgas Anti Napza Candibinangun, 2008.Available at:URL:http://www.slemankab.go.id/ 4. H., Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju. 5. Holstege, Christopher P, MD. Cocain-Related Psychiatric Disorders. http://www.emedicine.com. 2005 6. Kaplan Harold MD et al, Gangguan berhubungan dengan kokain. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7 jilid satu 7. Kaplan Harold MD, Benjamin J. Sadock MD. Pocket handbook of clinical psychiatry. Williams & Wilkins. 1990.p 42-4 8. Kay Jerald MD, Tasman Allan MD. Cocaine use disorders in Psychiatry : behavioral science and clinical essentials. WB Saunders company. Philadelphia.2000 p 248-57 9. Mursadad A, Rahajeng E. Peranan Konsep Diridan Masalah Kejiwaan Remaja TerhadapTerjadinya Penyalahgunaan Narkotika. MajalahKesehatan Perkotaan 2002;9 10. Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya. DEPKES RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2000. Penerbit Bakti Husada. 16 11. S., Joewana, 1989, Gangguan Penggunaan Zat Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lain, Jakarta: Gramedia 12. Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto. 13. UN Publication. World Drug Report, 2005.Available at: URL:http://www.bnn.go.id/file 17