Resume Bab 18 Applying Organizational Theories to Realize Adaptive IT Governance and Service Management Dosen : Ir. Kridanto Surendro, M.Sc, Ph.D. Disusun Oleh : Irfan Maliki 23508031 PROGRAM MAGISTER INFORMATIKA SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009 PENDAHULUAN Banyak organisasi mengadopsi standar dalam memperbaiki kualitas sistem informasi, namun standar ini harus dalam konteks organisasi. Dalam hal ini apa yang bekerja dengan baik dalam satu organisasi belum tentu baik untuk organisasi lainnya. Implementasi IT governance dan service management difokuskan pada fungsi TI dan dipicu oleh sebuah pendekatan konsolidasi rasionalis dan standarisasi sumber daya. Meskipun hal ini mungkin menjadi strategi yang masuk akal dalam situasi tertentu, fokus hanya pada konsolidasi dapat mengurangi efektifitas organisasi dalam menggunakan teknologi. Adopsi kerangka kerja proses IT governance dan service management dalam organisasi sering mengalami suatu pergeseran kearah sentralisasi dan mengurangi keselarasan antara bisnis dan TI (Dowse & Lewis, 2006). Literatur ilmu organisasi relevan dalam perencanaan manajemen TI yang tepat, dengan cara yang sama bahwa struktur organisasi dapat dimodifikasi agar sesuai dengan lingkungannya. Beberapa peneliti telah menerapkan pendekatan IT governance dalam menilai situasi di mana sentralisasi, federal atau desentralisasi dapat dipilih (Peterson, O'Callaghan & Ribbers, 2000; Peterson, Parker & Ribbers, 2002; Sambamurthy & zmud, 1999). THE RISE OF IT GOVERNANCE Tata kelola adalah berkaitan dengan efektif, efisien dan pemanfaatan sumberdaya organisasi. Tata kelola menyediakan cara mencapai tujuan dan pemantauan kinerja, yang telah ditentukan (OECD, 2004). Tiga unsur kunci tata kelola yaitu menetapkan tujuan dan harapan kinerja, menurunkan ekspektasi pada tingkatan yang lebih rendah serta menjamin bahwa hal tersebut dapat terpenuhi (Carver, 2006). Sedangkan tata kelola biasanya adalah berhubungan dengan puncak organisasi (yaitu, kegiatan dewan direksi/ pimpinan). Gambar 1. Model IT Governance (sumber AS 8015) Fokus istilah tata kelola telah bergeser pada masalah-masalah etika perusahaan, seperti yang dibuktikan dalam laporan Cadbury dan Sarbanes-Oxley di Inggris dan US. Interpretasi bersama mengenai tata kelola ini berkaitan dengan akuntabilitas dari eksekutif organisasi untuk pemiliknya atau pemegang saham. Menurut Standards Australia (2005), IT governance terkait dengan arah dan pengendalian dari penggunaan teknologi informasi saat ini dan dimasa yang akan datang. Hal ini terkait dengan akuntabilitas investasi teknologi informasi pada pemilik dan pemegang saham. Untuk beberapa hal, upaya untuk melaksanakan mekanisme IT governance gagal karena kerancuan definisi (Keyes-Pearce, 2002; Webb, Pollard & Ridley, 2006). Secara kritis, IT governance harus bertanggung jawab tidak hanya untuk pemilik dan pemegang saham, tetapi untuk fungsi bisnis dan pengguna dalam organisasi. Hanya dengan hal itu IT governance dapat memaksimalkan nilai bisnis melalui keselarasan teknologi dengan bisnis. Standar Australia untuk IT governance (AS 8015) mengidentifikasi enam prinsip yang mendasari kebutuhan untuk kepatuhan dan kinerja, serta sebagai tiga tugas utama direktur dalam menata kelola TI (untuk mengevaluasi, mengarahkan, dan memonitor), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Tugas keempat, tersirat dalam diagram ini, adalah kebutuhan dewan direksi untuk melibatkan stakeholder, termasuk unit bisnis untuk menentukan kebutuhan dan penekanan yang relevan dengan TI. Sedangkan model menyarankan proses siklus tunggal, akan masuk akal untuk menyarankan bahwa proses mengevaluasi – mengarahkan – memantau secara hierarki dapat dikerjakan, terutama sebagian besar, organisasi yang kompleks. Standards Australia mengakui hierarki ini dalam pengembangan standar dimaksudkan untuk tata kelola program bisnis yang melibatkan investasi IT dan untuk operasional IT, termasuk service management. Struktur hierarki tatakelola dan pengambilan keputusan manajerial adalah: Manajemen strategis: Pengembangan kebijakan dan rencana jangka panjang yang melibatkan seluruh perusahaan dan semua tujuannya, termasuk manajemen portofolio (Thorpe, 2003); Manajemen Taktis: Pengembangan proses dan kemampuan untuk memenuhi harapan untuk layanan TI, termasuk program manajemen; dan Operations management: Pengawasan penyediaan layanan dan yang terkait dengan dukungan. Penulis mengartikulasikan empat prinsip dasar untuk membimbing CIO dalam membangun Pengaturan IT governance : IT governance bukan panitia tunggal atau kegiatan tetapi kerangka mekanisme untuk mencapai tujuan untuk memenuhi kepatuhan dan kinerja sistem TI. Di banyak organisasi, tata kelola TI berkaitan dengan membentuk keseimbangan antara kebutuhan bersaing untuk spesialisasi dan kesamaan (misalnya antara kebutuhan untuk kemampuan informasi unik dan kebutuhan untuk umum, kemampuan dioperasikan). Persyaratan penting bagi pemerintahan IT adalah melakukan perencanaan dan pengendalian untuk memastikan TI memberikan nilai dengan menyediakan kebutuhan informasi dari organisasi. IT governance dan pengaturan pengelolaan layanan yang optimal ditentukan oleh konteks organisasi. ORGANISASI SEBAGAI SEBUAH SISTEM Menggunakan teori sistem yang menjelaskan bagaimana komponen organisasi berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungannya. Sebuah organisasi dapat dianggap sebagai "kumpulan komponen terorganisir untuk mencapai tujuan bersama”. Suatu perubahan dalam suatu komponen organisasi atau di lingkungan di mana ia beroperasi dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Interaksi antara organisasi dan lingkungannya, sebagaimana tingkat coupling dan cohesion dalam organisasi, menentukan perilaku tersebut sebagai sebuah sistem. Berbagai kemampuan dalam organisasi memungkinkan untuk menangani situasi yang tidak pasti, dinamika dan berbagai tugas sekelilingnya (Ashby, 1976; Weick, 1969; Yolles, 2000). Penelitian pengaturan IT governance di sektor organisasi publik Australia telah menunjukkan bahwa penggunaan pengaturan tata kelola mekanistik dalam berbagai organisasi telah berdampak pada tingkat kepuasan bisnis dalam IT dan, sampai batas tertentu, atas kinerja mereka organisasi (Dowse & Lewis, 2006). Weill dan Ross (2004) mengidentifikasi 15 mekanisme IT governance yang digunakan untuk pembuatan keputusan, keselarasan dan komunikasi. Termasuk penggunaan yang meliputi komite eksekutif manajemen, kebijakan informasi, arsitektur teknis dan investasi, serta penggunaan proses hubungan tim dan manajer untuk meningkatkan dinamika teknologi-bisnis.Keselarasan meliputi proses pelacakan proyek dan penggunaan sumber daya, perjanjian tingkat layanan (SLA), mekanisme pengaturan chargeback dan pengukuran kinerja, termasuk mengukur nilai / utilitas / kepuasan TI. Broadbent dan Kitzis (2005) mengemukakan bahwa walaupun pentingnya mekanisme tata kelola akan berbeda, dampak terbesar dalam berbagai situasi adalah penggunaan mekanisme komunikasi oleh manajer hubungan bisnis TI, dewan IT yang terdiri dari eksekutif bisnis dan IT, komite eksekutif (dengan orientasi bisnis) dan kelompok kepemimpinan TI (dengan orientasi teknologi). Unsur utama tata kelola TI adalah keterlibatan antara fungsi TI dan fungsi bisnis organisasi. Pada level strategis, unit bisnis terlibat dalam mempersiapkan proposal kepada majelis. Stakeholder bisnis unit terlibat dalam tingkat taktis tata kelola TI dari perspektif ganda menjadi customer Dinamika antara entitas yang dewan, bisnis dan TI dapat dianggap sebagai sistem kontrol (Van Leeuwen, 2006). Kepuasan bisnis dengan IT harus proporsional ke nilai bisnis yang diberikan oleh fungsi IT (deLone & McLean, 2003). Kemudian asumsi lain bahwa pendekatan ekonomi murni untuk fungsi pengendalian akan menghasilkan suatu ketetapan melalui pengarahan tata kelola yang berbanding terbalik dengan tingkat kepuasan. Jika dewan mengambil pendekatan nilai, IT governance akan cenderung proporsional dengan kepuasan bisnis (Van Leeuwen, 2006). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3, dalam pendekatan ini, fungsi kontrol tata kelola TI memberikan kontribusi pada nilai bisnis cenderung dengan menyediakan lebih banyak cara dalam merealisasikan nilai lebih. fokus dewan pada efisiensi atau nilai bisnis tergantung pada strategi bisnis organisasi , apakah penggunaan TI sebagai utilitas atau sebagai sumber daya transformasi ? Gambar 2. IT Governance sebagai Kontrol Sistem (adapted from van Leeuwen) Pengelolaan layanan TI terdiri dari panduan interaksi antara bisnis dan fungsi TI pada manajemen tingkat taktis dan operasional. model pada Gambar 3, service management dapat dianggap menjadi sistem pengendalian, di mana unit bisnis organisasi menilai kecukupan layanan TI dan berusaha untuk menyesuaikan tingkat yang sesuai yang ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 3. Service Level Management sebagai sebuah Pengendalian Sistem Infrastruktur, Integrasi, dan Keselarasan Tiga tujuan dalam investasi Infrastruktur TI terkait dengan tiga faktor yang ada dalam teori organisasi yaitu ukuran, saling ketergantungan, dan ketidakpastian. Sentralisasi ekonomi terkait dengan ukuran organisasi: peningkatan potensi efisiensi yang diperoleh dari infrastruktur bersama tergantung pada besarnya sistem dari berbagai departemen. Pengurangan biaya oleh standarisasi dan sentralisasi sesuai dengan teori birokrasi dan mekanisme bentuk organisasi, dan tahap pertama dalam kematangan infrastruktur TI (Bakar, 1997). Alasan kedua, mewujudkan sinergi di seluruh unit bisnis, menjadi lebih signifikan dengan peningkatan saling ketergantungan di seluruh organisasi dengan upaya untuk meningkatkan konektivitas dan fungsi berbagi informasi (Broadbent et al., 1999). Ketiga, mencapai fleksibilitas yang lebih besar dan tanggap terhadap konteks strategis yang lebih relevan dalam lingkungan yang sangat dinamis yang meliputi ketidakpastian tugas. Interaksi ini adalah dasar dari sebuah kemampuan organisasi untuk mengakomodasi perubahan terusmenerus, dalam lingkungan yang dinamis (Sauer & Yetton, 1994). Broadbent dan Weill menjelaskan manfaat infrastruktur TI. Sebuah organisasi beragam teknologi mungkin melibatkan berbagai tingkat penyediaan TI (lokal, perusahaan dan publik) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 (dari Weill & Broadbent, 1998). Dalam mencapai tujuan, pengendalian teknologi organisasi telah dialihkan dari lokal menjadi perusahaan dan bahkan infrastruktur publik konsisten dengan konteks organisasi. Gambar 4. Infrasturktur TI (adapted from Weill & Broadbent) Pergeseran kontrol atas IT, memiliki risiko potensial untuk keselarasan antara bisnis dan TI. keselarasan adalah ukuran kesesuaian kemampuan organisasi, dengan tujuan strategis organisasi (Thorp, 2003). Keselarasan antara IT dan tujuan bisnis organisasi adalah isu kunci bagi manajer sistem informasi (Palvia & Palvia, 2003). Dalam berkembangnya strategi model penyelarasan, Venkatraman (1991) menyatakan bahwa keselarasan membutuhkan integrasi strategis (antara strategi dan kemampuan) dan integrasi fungsional (antara bisnis dan TI). keselarasan juga memerlukan kedua strategi perusahaan dan teknologi berada dalam keseimbangan dengan aspek-aspek lain seperti struktur, proses dan individu (Scott Morton, 1991). Banyaknya variasi model Venkatraman telah dikembangkan dalam literatur, termasuk Earl's Organisasi Fit Framework (1996, 489-500), yang memperkenalkan domain manajemen informasi untuk mencerminkan utilitas bisnis informasi; dan Weill dan Broadbent's (1998) penyelarasan model, keterpaduan untuk menyederhanakan siklus antara konteks strategis, strategi TI dan kemampuan TI. Sauer dan Burn (1997) mendefiniskan keselarasan sebagai kompromi antara bisnis – integrasi IT dan outsourcing. Salah satu pandangan dari keselarasan adalah bahwa IT harus melakukan penyesuaian agar sesuai dengan bisnis. Sebuah pandangan kontras adalah bahwa bisnis - TI hubungan yang lebih simetris dan memerlukan bisnis untuk membuat penyesuaian untuk TI (Burn, 1997). Ketiga jenis hubungan yang dicirikan sebagai usaha dominan, simetris dan dominan TI, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 5. Hubungan Bisnis dan TI Keterlibatan unit bisnis dalam mekanisme IT governance dan penetapan hubungan bisnis dan proses manajemen tingkat layanan dalam pengelolaan layanan TI semua memungkinkan diferensiasi yang diperlukan untuk mendukung beragam bisnis. Dalam model kematangan pengelolaan TI, di mana organisasi biasanya mencari efisiensi sebelum mereka mengalihkan perhatian untuk memberikan nilai pada bisnis. seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Efek proses kematangan dalam keselarasan The Value Viewpoint Transisi ke sistem yang lebih matang akan dllakukan hanya ketika fungsi TI dipandang sebagai fungsi persediaan (supply) yang memberikan nilai tambah pada bisnis organisasi. Porter (2004) mengembangkan konsep rantai nilai, yang menggambarkan hubungan antara kegiatan yang berkontribusi terhadap organisasi produk dan jasa. Porter menyampaikan nilai sistem terdiri dari kegiatan utama (yang memberikan proses berurutan end-to-end untuk menciptakan produk dari inbound logistik untuk penyediaan layanan) dan kegiatan pendukung (berbagai fungsi perusahaan seperti infrastruktur, pembangunan, pengadaan dan sumber daya manusia). Esensi dari pendekatan rantai nilai adalah bahwa hubungan antara bagian-bagian dari organisasi (eksternal supplier) terlihat dalam term supply dan demand, yang memberikan kontribusi nilai tambah pada keseluruhan proses. Tiap aktivitas merupakan gabungan dari input, informasi, sumber daya dan teknologi untuk menjalankan fungsinya, dan dapat dianggap dalam bentuk nilai layanan dan terkait batasan (valuess collective cost; Porter, 2004). Jika organisasi menyediakan beragam jasa atau produk, maka fungsi TI dapat perlu untuk mendukung beberapa rantai nilai, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, dan dengan demikian itu sendiri perlu dibedakan sepadan dengan dukungan yang diperlukan oleh unit bisnis. Pembedaan ini mungkin dicapai pada efisiensi biaya perolehan (dan mungkin juga potensi sinergi) yang lebih pendekatan yang homogen. Dengan demikian, menghadapi pilihan eksekutif organisasi ada di simplistically standar sebuah kontinum antara infrastruktur yang mengurangi biaya, tetapi mungkin dapat mengurangi nilai layanan dan arsitektur yang berbeda mempertahankan nilai jasa, tetapi tidak mencapai potensi efisiensi. Dilema perusahaan antara nilai dengan biaya dalam penyediaan layanan TI ini diperburuk oleh tiga faktor. Pertama, penciptaan terpadu infrastruktur teknologi tidak hanya menghasilkan efisiensi tetapi juga memungkinkan nilai melalui sinergi yang telah dibahas sebelumnya. Kedua, organisasi yang beragam dan ketika berhadapan dengan intangible, sulit untuk menentukan implikasi biaya dari differensiasi unit bisnis atau untuk membandingkan dengan nilai yang memberikan diferensiasi. Ketiga, hal itu dapat menjadi sulit untuk membedakan antara "kebutuhan" dan "keinginan" unit bisnis. Pendekatan rantai nilai pada Gambar 8 juga menunjukkan bahwa prasyarat untuk menentukan keselarasan kebutuhan adalah memahami sifat nilai yang berasal dari bisnis yang didukung oleh IT. Sementara ada beberapa usaha penelitian untuk lebih memahami nilai bisnis IT melalui konsep-konsep seperti berbasis sumber daya (Melville, Kraemer & Gurbaxani, 2004) Gambar 7. The IS value Chain view (adapted from OGC, 2004) Mengukur layanan informasi yaitu dengan cara pendekatan top down dalam urutan tugas yang menghasilkan informasi. Pendekatan lain untuk mengukur nilai yang digunakan di banyak organisasi adalah agregasi kepuasan pengguna individu untuk kualitas layanan informasi. Akhirnya, nilai dapat diukur dengan spesifikasi tingkat layanan tertentu dari sebuah perspektif teknologi, seperti persentase ketersediaan sistem atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. berkaitan dengan tingkat layanan seperti itu dalam bisnis organisasi, seperti melalui hirarkis bisnis berjenjang dan IT Scorecard (Van Grembergen, 2000), akan memberikan tingkat akuntabilitas dan pengukuran dari nilai yang diberikan oleh pelayanan informasi. Untuk benar-benar mengukur nilai TI, pengukuran ini tidak hanya mengukur kinerja termasuk tetapi beberapa konsep atribusi biaya. A Contingency Model Pendekatan ilmu pengetahuan umum adalah bahwa efek dari satu variabel lain tergantung pada variabel ketiga. Ada yang menyatakan hubungan antara dua variabel pertama tanpa pertimbangan ketiga, variabel moderat (Donaldson, 2001). Dalam kontingensi teori organisasi, hubungan antara karakteristik organisasi (sering struktur organisasi) dan kinerja organisasi, yang dikelola oleh beberapa konteks. Kinerja yang biasanya disebut sebagai efektivitas tetapi bisa juga berhubungan dengan efisiensi atau penerimaan. Konteks yang moderat ini terdiri dari faktor-faktor kontingensi. kesesuaian antara faktor kontingensi dan organisasi menentukan struktur kinerja. Hal itu untuk membedakan faktor kontingensi yang dominan. Dalam lingkungan yang dinamis, organisasi harus menggunakan kontrol untuk memantau orang terkait dengan lingkungannya, serta performa, dan kemudian menyesuaikan strategi dan memodifikasi struktur yang sesuai. Burns dan Stalker (1961) mengidentifikasi bahwa kondisi stabil sesuai dengan mekanisme bentuk atau struktur organisasi, yang menampilkan hirarki tradisional, aturan formal, komunikasi vertikal sesuai dengan garis kewenangan dan pengambilan keputusan terstruktur. Sebaliknya, dewan memutuskan bahwa kondisi lebih dinamis (yang mengarah ke tugas ketidakpastian) membuat bentuk organisasi yang lebih unik, dengan sedikit kekakuan, komunikasi informal, lebih partisipasi dan inovasi. Faktor-faktor kontingensi yang digunakan dalam riset pengelolaan TI bervariasi dari studi untuk belajar dan mencakup satu atau kombinasi dari strategi, struktur, ukuran, lingkungan, teknologi, tugas dan individu (Weill & Olson, 1989). Swanson (1987) ditinjau teori organisasi dan literatur IT untuk menentukan bahwa karakteristik lingkungan organisasi (heterogenitas, ketidakstabilan, asumsi), melakukan tugas itu (ketidakpastian, varietas, kompleksitas, equivocality) dan organisasi sendiri (teknologi inti, ukuran dan tujuan) adalah semua penentu dari utilitas dan manajemen TI. penulis menetapkan bahwa hanya karakteristik struktural organisasi mempengaruhi manajemen TI konfigurasi yang akan memaksimalkan kinerja; yaitu, pengaturan manajemen TI harus selaras dengan karakteristik-karakteristik kunci dari organisasi (Earl, 1996). Selain karya Peterson, tiga lain penentu untuk IT governance yang didukung oleh penelitian baru-baru ini kinerja organisasi mempekerjakan IT berbeda pemerintahan pengaturan: diferensiasi, saling ketergantungan dan inersia (Dowse & Lewis, 2006). Organisasi Organisasi dengan keanekaragaman bisnis (dan konsekuensinya diferensiasi kebutuhan IT) lebih cocok untuk federal atau pendekatan terdesentralisasi, untuk memfasilitasi pengaruh yang lebih besar oleh unit bisnis. Mereka yang diferensiasi rendah dapat mencapai strategis penyelarasan melalui pendekatan yang lebih terpusat. Organisasi dengan lebih saling ketergantungan antara unit bisnis potensial hadir meningkat untuk sinergi dan standardisasi, sehingga cocok untuk pendekatan yang lebih terpusat. Historis organisasi memiliki yang fungsi TI terpusat sedikit kesulitan dalam mengimplementasikan sebuah infrastruktur pendekatan manajemen TI dan cenderung membutuhkan mekanisme penyelarasan transisi dibandingkan dari struktur desentralisasi. Menurut Dowse (2007) pengaturan manajemen TI dari tata kelola kedalam hal tujuh bagian, yaitu : Keterlibatan level strategis antara IT dan bisnis • Tingkat standardisasi dari arsitektur; • Pengaturan pendanaan untuk penyediaan dan perhitungan kemampuan IT; • Penggunaan pengelolaan tingkat layanan dan proses hubungan bisnis sehingga TI menambahkan nilai bisnis; • Mekanisme manajemen kinerja untuk mengukur kualitas IT dan melayani pengawasan fungsi tata kelola TI; • Penggunaan komunikasi pengguna; dan • Kematangan proses pengelolaan layanan TI. dalam operasional antara fungsi TI dan Biasanya, faktor-faktor kontingen yang cenderung mendukung desentralisasi akan memerlukan keterlibatan yang lebih besar antara IT dan bisnis, didistribusikan IT pengambilan keputusan, kurang standardisasi dari arsitektur, pengaturan pendanaan lebih terdesentralisasi, lebih terdiferensiasi tingkat pelayanan, lebih menekankan pada manajemen kinerja (terutama yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis), peningkatan penggunaan komunikasi dan kematangan yang lebih besar proses pengelolaan layanan. Yaitu, keterlibatan ini erat pasangan IT dan bisnis. Hubungan kemungkinan ini ditampilkan pada Gambar 9, di mana karakteristik organisasi nilai moderat yang berasal dari pengaturan manajemen TI. Gambar 8. Contingency model of IT management Future Trends Kecenderungan saat ini untuk tata kelola dan pengelolaan pelayanan IT adalah salah satu topik sentralisasi, standarisasi dan konsolidasi. Ini menjadi langkah yag diperlukan organisasi di mana teknologi sebelumnya berkembang di dalam "stovepipes" dan demikian potensi sinergi dan ekonomi dapat sadari. Organisasi akan semakin mendapat nilai tambah dalam bisnis dengan dukungan TI. Mekanisme IT governance di tingkat strategis harus menetapkan arah yang sama tapi memastikan adanya fleksibilitas yang memadai untuk penyesuaian lokal dalam memenuhi kebutuhan bisnis dinamis. Fleksibilitas dan kemampuan untuk membedakan Layanan TI (sementara masih mencapai sinergi keseluruhan dan ekonomi) adalah jantung bisnis, pelaksanaan yang konsisten merupakan kunci tren masa depan.