KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, maka sifat dan kondisinya dipengaruhi oleh kedua samudera tersebut, khususnya samudera pasifik. Pengaruh ini terlihat antara lain pada sebaran massa air , arus, pasang surut dan kesuburan perairan. Selain pengaruh kedua kedua samudera tersebut, keadaan musim juga mempengaruhi sifat dan kondisi perairan disini, misalnya perairan Selat Makasar, Laut Banda, Laut Flores dan Laut Sulawesi (Wyrtki, 1961) Pergantian angin muson yang berubah secara beraturan ditandai dengan bertiupnya angin muson secara bergantian menimbulkan dampak langsung terhadap perubahan-perubahan sifat-sifat fisika air laut. Secara umum angin muson tidak hanya berpengaruh terhadap wilayah perairan Indonesia, melainkan juga di Asia Tenggara. Angin yang bertiup di atas Asia Tenggara ternyata mempunyai pengaruh yang besar terhadap pergerakan massa air di perairan Indonesia, khususnya di Selat Makasar bagian selatan, Laut Jawa dan Laut Flores. Karena angin muson berbalik arah dua kali dalam satu tahun, maka demikian juga keadaannya bagi edaran air laut di Indonesia, sedikitnya di lapisan bagian atas termoklin (Wyrtki, 1961) Menurut Illahude (1970), selama musim barat lapisan homogen dapat mencapai kedalaman 100 meter yang dimulai dari permukaan suhu berkisar antara 27-28oC, salinitas berkisar antara 32,5-33,5 ‰ dan sigma-t berkisar antara 21,0 – 22,0. Di bawah lapisan homogen akan dijumpai lapisan termoklin yang dimulai dari 100 meter sampai 260 meter dengan suhu berkisar antara 34,0 – 34,5 ‰ dan sigma-t berkisar 26,0 gram/cm3. Pada musim timur,lapisan homogen dapat mencapai lapisan yang tipis yakni sekitar 50 meter yang dimulai dari lapisan permukaan (0 meter). Suhu berkisar antara 26-27 oC, salinitas antara 34,0-34,5 ‰ dan sigma-t berkisar antara 22,0 – 23,00 gram/cm3. Di bawah lapisan homogen, diumpai lapisan termoklin yang dimulai dari kedalaman 50-400 m. Suhu berkisar antara 23,0 – 26,0 gram/cm3. Lapisan dalam dimulai dari kedalaman 400m terus ke bawah dengan suhu, salinitas dan sigma-t yang lebih kurang sama dengan waktu musim barat. Kandungan zat hara diperairan Asia Tenggara menunjukan dsitribusi yang sama dengan sifat perairan tropik. Pada lapisan permukaan miskin akan zat hara dengan kandungan fosfat kurang dari 0,2 µg-at. P/L Pada lapisan termoklin kandungan fosfat bertambah hingga mencapai 1,5 µg-at.P/L. Pada lapisan pertengahan dan lapisan dalam kandungan fosfat berkisar antara 2,5-3,0 µg-at.P/L (Wyrtki, 1961) Selat Makasar Angin Muson Angin yang berhembus di perairan Selat Makasar terutama adalah angin muson yang dalam setahun terjadi pembalikan arah dan dikenal sebagai muson barat dan angin muson timur. Perubahan arah dan pergerakan angin muson berhubungan erat dengan terjadinya perbedaan tekanan udara tinggi dan tekanan udara rendah di atas benua Asian dan Australia. Antara bulan Desember sampai Februari bertiup angin muson barat dan pada bulan Juni sampai Agusrus bertiup angin Muson Timur (Wyrtki, 1961) Sirkulasi kedua angin ini ternyata begitu mantap dan tetap di atas perairan Selat Makasar. Keadaan mantap ini sering dijumpai selama bulan Januari-Februari dab bulan JuliSeptember. Namun demikian, sifat angin muson sepanjang tahun tidaklah tetap sama, baik arah maupun keceapatannya. Oleh karena itu perubahan cuaca yang ditimbulkannya juga akan berlainan, misal ada tahun-tahun yang memiliki musim kemarau lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya (Wyrtki, 1961) Pergantian angin muson barat menjadi angin muson timur menimbuklan berbagai macam pengaruh terhadap sifat perairan Selat Makasar. Selama angin muson barat berhembus, maka curah hujan akan meningkat dan air sungai akan banyak yang masuk ke laut, sehingga mengakibatkan pengenceran terhadap air laut. Sebaliknya selama angin kuson timur, terjadi peningkatan salinitas akibat penguapan yang besar, ditambah dengan masuknya massa air yang mempunyai salinitas tinggi dari Samudera Pasifik melalui Laut Sulawesi dan masuk ke perairan Selat Makasar. Hembusan angin yang kuat menimbulkan suatu proses pengangkatan besar-besaran terhadap massa air laut sehingga bila disertai proses penaikan massa air dapat mengangkat unsur-unsur hara yang sangat diperlukan sebagai sumber makanan hayati ke permukaan (Wyrtki, 1961) ARUS DAN SIRKULASI AIR Sirkulasi air pada lapisanpermukaan sangat dipengeruhi oleh angin muson, sehingga pola sirkulasi mengalami perubahan sesuai dengan pola angin. Selama muson barat arus permukaan di Indonesia bergerak dengan arah utama dari barat ke timur dan pada musim timur terjadi sebaliknya (Wyrtki, 1961) Posisi geografis juga mempengaruhi pergerakan arus permukaan di perairan Selat Makasar. Pada daerah pertemuan antara massa air Laut Jawa, laut Flores dan Selat Makasar bagian selatan terjadi perubahan arus permukaan yang sesuai dengan pergerakan angin muson (Wyrtki, 1961) Dari pola arus yang berhasil dipetakan terlihat bahwa Samudera Pasifik menyumbang lebih banyak massa air ke perairan Selat Makasar dibanding Samudera Hindia. Di Selat Makasar arus mengalir secara tetap sepanjang tahun menuju ke selatan dan dengan kecepatan yang cukup. Kecepatan terendah terjadi pada bulan Desember , Januari dan Mei. Sedangkan kecepatan tertinggi terjadi pada bulan Februari, Maret dan dari Juli sampai September (Wyrtki, 1961). Selama muson timur massa air dari Laut Flores bertemu dengan massa air yang keluar dari Selat Makasar dan mengalir bersama ke Laut Jawa. Dalam kondisi demikian, banyak massa air pada lapisan paras akan terangkat dan bergerak ke barat. Akibatnya timbul ruang kosong di permukaan yang memungkinkan massa air lapisan bawah muncul untuk mengisinya. Namun demikian karena kecepatan menegaknya relatif kecil yaitu 5 x 10-4 sm/detik, maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa penaikan massa air (Up wlling) di daerah ini tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem sirkulasi air (Illahude, 1970) SUHU DAN KERAPATAN Seperti keadaan laut pada umumnya, suhu permukaan Selat Makasar juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca antara lain curah hujan , penguapan, kelembaban udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari. Oleh karena itu keadaan suhu selalu berpola musiman. Pada musim barat posisi matahari terhadap bumi menyebabkan proses penyinaran dan pemanasan lebih banyak berada di belahan bumi selatan, sehingga suhu permukaan berkisar antara 29-37oC dan di bagian utara khatulistiwa suhu berkisar antara 27-28oC. Sebaliknya pada musim timur terjadi pergeseran wilayah pemanasan yang berlebihan ke arah utara sehingga suhu perairan Indonesia bagian utara akan naik menjadi 28-30oC dan suhu permukaan di perairan Indonesia sebelah selatan akan turun menjadi 27-28oC (Wyrtki, 1961) Berdasarkan posisinya, perairan Indonesia, khususnya perairan Selat Makasar menunjukkan suhu yang cukup tinggi terutama pada lapisam permukaan. Karena pengaruh angin, maka lapisan teratas sampai kedalaman tertentu, yakni kedalaman 50 – 100 meter terjadi pengadukan dan pencampuran, sehingga suhu pada lapisan 0-100 meter menjadi homogen. Dengan adanya pergerakan massa air danpergantian angin musim, maka lapisan homogen ini dapat bervariasi kedalamannya antara 0-100 meter pada musim barat dan 0-50 meter pada musim timur (Wyrtki, 1961) SALINITAS Berbeda dengan keadaan sebaran suhu yang relatif kecil variasinya, asalinitas air laut dapat berbeda secara geografis akibat pengaruh curah hujan lokal, banyaknya air sungai yang masuk ke laut, penguapan dan edaran massa air. Di Indonesianilai rata-rata yang terendah sering dijumpai di perairan Indonesia nilai rata-rata yang terendah sering dijimpai di perairan Indonesia barat dan semakin ke timur nilairata-rata tahunannya semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena masuknya massa air yang mempunyai salinitas lebih tinggi dari Samudera Pasifik sepanjang tahun. Berdasarkan pada pola sebaran permukaan yang telah dipetakan oleh Wyrtki (1961) dapat dilihat bahwa massa air dari Samudera Pasifik bergerak terus mencapai Laut Sulu, Laut Sulawesi dan melewati Selat Makasar sampai jauh ke selatan.Namun massa air Samudera Hindia tamkpaknya tidak banyak mempengaruhi perairan Selat Makasar, karena massa air di sebelah selatan Jawa, Bali-Lombok-Sumbawa diangkut oleh arus Khatulistiwa Selatan ke arah barat. Di Selat Lombok dan di selat-selat lainnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), arah arus sebagian besar menuju ke Samudera Hindia. Sebagai akibat dari keadaan ini, maka salinitas rata-rata Laut Jawa adalah 32,5 ‰, Laut Flores 33,5‰, Selat Makasar 34,0 ‰, Laut Banda dan Laut Sulawesi 34 ‰ (Nontji, 1987) Sebaran salinitas diperairan Selat Makasar dipengaruhi oleh edaran angin muson. Pada saat musim timur, massa air dari Laut Flores akan memasuki perairan ini sehingga dapat meningkatkan nilai salinitas di perairan ini. Di samping itu terdapat kantong-kantong air dengan salinitas tinggi pada pantai Selat Makasar yang hanya dapat dijelaskan dengan proses penaikan massa air karena pada daerah yang berdekatan justru bersalinitas rendah. Selama proses penaikan air berlangsung pada musim timur, salinitas dapat mencapai nilai 34,0 – 34,5 ‰. Sebaliknya pada musim barat, massa air dari Laut Jawa yang bersalinitas rendah akan memasuki perairan Selat Makasar, sehingga dapat menurunkan salinitas permukaan ini. Ditambah lagi dengan curah hujan yang tinggi dan banyaknya air sungai yang masuk sehingga menimbulkan lapisan campuran yang bersalinitas rendah (Illahude, 1970). LAPISAN HOMOGEN DAN PEGAT Lapisan homogen merupakan lapisan air laut mulai dari permukaan sampai pada kedalaman tertentui, masih mendapat pengaruh langsung dan nyata dari perubahanperubahan yang terjadi di permukaan. Apabila massa air pada lapisan atas teraduk secara baik oleh angin, arus dan pasang surut sehingga variasi sifat-sifat fisika secara vertikal, khususnya suhu, sangat kecil atau tidak sama sekali, maka komdisi ini dikenal sebagai lapisan homogen dan sering kali mencapai kedalaman 100 meter. Segala kejadian di permukaan akan memberikan pengaruh terhadap beberapa parameter oseanografi pada seluruh kolom lapisan homogen, seperti suhu dan salinitas yang akan diikuti oleh perubahan sigma-t sebagai fungsi suhu dan salinitas. Pada umumnya suhu permukaan laut Indonesia cukup tinggi sesuai dengan letaknya di daerah tropis. Dengan curah hujan yang relatif tinggi, maka salinitas rendah sering dijumpai dan diikuti denga penurunan nilai sigma-t pada lapisan ini. Pada daerah yang sering terjadi penaikan air, ketebalan lapisan homogen selalu berubah. Biasanya pada awal penaikan, tebal lapisan homogen selalu berubah. Biasanya pada awal penaikan, tebal lapisan homogen lebih besar jika dibandingkan denga akhir penaikan air. Sebagai contoh di Laut Banda dan Laut Arafusu, kedalaman lapisan homogen sekitar 100 meter pada awal penaikan dan berkurang menjadi 30 – 50 meter pada akhir penaikan (Illahude, 1978) Kedalaman lapisan homogen selalu erat kaitannya dengan sistem arus yang terjadi di perairan tertentu. Pada perairan dalam, lapisan homogen mampu mencapai lapisan yang lebih dalam lagi, yakni lebih dari 1000 meter. Sedangkan pada perairan dangkal seringkali mencapai dasar permukaan. Lapisan massa air yang dengan laju kenaikan sigma-t tertinggi dikenal dengan lapisan pegat (discontinuity layer). Letak dan kedalaman lapisan ini dapat dilihat pada sebaran kurva menegak suhu dari batas bawah dari lapisan homogen sampai kedalaman sekitar 400 meter. Secara umum lapisan di perairan Indonesia dan sekitarnya mempunyai suhu 12-25 oC dengan masing-masing sebagai suhu batas atas dan batas bawah lapisan. Biasanya tebal lapisan pegat untuk perairan Indonesia relatif seragam yakni 300-400 meter. Sebenarnya tebal lapisan pegat sangat diopengaruhi oleh proses-proses dinamika. Proses dinamika yang tinggi sering dijumpai pada daerah arus arus atau sirkulasi massa air dan olakan. Di daerah – daerah demikian massa air permukaan yang panas dapat menyerap ke bawah sehingga menyebabkan batas bawah lapisan homogen menjadi tebal dan letak lapisan pegat menjadi lebih dalam dan tipis. Secara umum perairan Selat Makasar bagian selatan merupakan daerah yang ideal bagi proses terjadinya penaikan air, karena daerah ini merupakan daerah pertemuan arus, yaitu arus Laut Jawa, arus Laut Flores dan arus Selat Makasar. Pada musim timur, arah tekanan angin berlawanan dengan arah arus permukaan Selat Makasar sehingga akan menimbulkan efek stagnansi pada massa air lapisan atas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa massa air lapisan tengah relatif lebih aktif dibandingkan dengan lapisan massa air di atasnya. Dalam kondisi demikian akan muncul penaikan massa air sebagai usaha mencapai suatu keadaan yang setimbang, yakni kesetimbangan hidrostatis. Sebaliknya pada musim barat arah tekanan angin sejajr dengan arah arus permukaan Selat Makasar sehingga pergerakan di lapisan atas bertambah cepat. Dengan demikian keadaan stagnansi akan dijumpai pada lapisan tengah. Dalam kondisi ini penenggelaman massa air (down welling) akan terjadi sebagai usaha mencapai keadaan kesetimbangan hodrostatik, keadaan ini berlangsung bergantian sepanjang tahun dan terjadi secara teratur.