OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN LINAMARASE Fitri Ramsela1, Dewi Indriyani Roslim 2, Herman2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2 Dosen Genetika Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia [email protected] ABSTRACT The difference between bitter and not bitter cassava based on the linamarase gene is scientifically unknown. In order to know this difference, the scientific information is necessary and can be conducted by isolation of total DNA and DNA amplification. DNA amplification was done using two primer pairs (LK and LP) with different annealing temperature (Ta). The average melting temperature (Tm) of LK and LP primers were 52,3oC and 53,1oC, respectively. Ta values was determined by reducing 3°C or 5°C of Tm value. This study aimed to determine the annealing temperature of the linamarase primer used in PCR. In this study, annealing temperature optimization was carried out at 49,3oC and 47,3oC for LK primers and 50,1oC and 48,1oC for LP primers. The template DNA used was total DNA from cassava (Manihot esculenta Crantz.) genotype menggalo. The annealing temperature optimization of LK primer produced a thick band with smear at both temperature (49,3oC and 47,3oC), while for LP primer produced thick band without smear at 50,1oC, and with smear at 48,1oC. Therefore, the primer used for amplification of linamarase gene was LP primer with the annealing temperature was 50,1oC. Keywords: annealing temperature, cassava, linamarase primary, PCR optimation ABSTRAK Perbedaan ubi kayu pahit dan tidak pahit berdasarkan gen linamarase pada ubi kayu secara ilmiah belum diketahui. Untuk mengetahui perbedaan tersebut maka diperlukan informasi ilmiah secara genetik, dengan dilakukan isolasi DNA total dan amplifikasi DNA. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan dua pasang primer (LK dan LP) dengan suhu annealing (Ta) yang berbeda. Primer LK dan LP memiliki nilai rata-rata melting temperature (Tm) 52,3oC dan 53,1oC secara berturutturut. Nilai Ta ditentukan dengan menurunkan nilai Tm sebesar 3 oC atau 5oC. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu annealing dari primer linamarase yang akan digunakan dalam PCR. Pada penelitian ini, optimasi suhu annealing Repository FMIPA 1 dilakukan pada suhu 49,3oC dan 47,3oC untuk pasangan primer LK dan 50,1oC dan 48,1oC untuk pasangan primer LP. DNA cetakan yang digunakan adalah DNA total dari ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) genotipe menggalo. Optimasi suhu annealing menghasilkan pita yang tebal dan smear untuk primer LK sedangkan untuk primer LP menghasilkan pita yang tebal dan tidak smear pada suhu annealing 50,1oC. Oleh karena itu, primer yang digunakan untuk amplifikasi gen linamarase adalah primer LP dengan suhu annealing 50,1oC. Kata kunci: optimasi PCR, primer linamarase, suhu annealing, ubi kayu PENDAHULUAN Karakterisasi ubi kayu umunya berdasarkan morfologi dan biokimia yaitu rasa pahit dan tidak pahit pada umbi. Ubi kayu memiliki kandungan glukosida sianogenik yang berbeda antar genotipe (Bokanga 2001) Perbedaan ubi kayu pahit dan tidak pahit ini diduga berasal dari perbedaan sekuen DNA yang berkonstribusi dalam pembentukan asam sianida. Enzim linamarase terlibat dalam hidrolisis senyawa glukosida sianogenik seperti linamarin dan enzim linamarase disandikan oleh gen lin (Santana et al. 2002 ). Pada tanaman ubi kayu, enzim linamarase terletak di dinding sel tanaman. Untuk mendapatkan data yang akurat tentang perbedaan kandungan glukosida sianogenik maka dilakukan penelitian secara genetik. Langkah awal yang telah dilakukan adalah isolasi DNA gen linamarase pada ubi kayu, kemudian dilanjutkan dengan amplifikasi DNA gen linamarase sehingga dapat digunakan untuk langkah berikutnya. Untuk mendapatkan pita PCR yang tebal maka perlu dilakukan optimasi suhu Repository FMIPA annealing pada primer yang akan digunakan. Primer didesain dari sekuen DNA gen linamarase pada ubi kayu yang terdapat di geenbank (EC.3.2.1.21), yang mengamplifikasi daerah promotor dan sinyal peptida. Suhu annealing (Ta) adalah suhu untuk penempelan primer pada DNA cetakan. Primer yang didesain terdiri dari 2 pasang yaitu LK dan LP dengan nilai melting temperature (Tm) yang berbeda-beda. Pasangan primer LK memiliki sekuen sebagai berikut (F) 5'-CAT TGG GATACTCCT CAA GC-3 dan (R) 5'-GGAGAGAGGTTC AAA CCA A-3' dengan Tm sebesar 52,3oC. Primer LP memiliki sekuen sebagai berikut (F) 5'-CAT TGC ACG ATG AAG CAT TG-3' dan (R) 5'-CCC AAA CAC TAG CTCCTC TA-3' dengan Tm 53,1o C. Melting temperature (Tm) akan menjadi dasar dalam menentukan suhu annealing. Suhu annealing yang terlalu tinggi akan menyebabkan terlepasnya primer yang sudah menempel pada DNA cetakan sehingga produk PCR tidak akan terbentuk, sebaliknya suhu annealing yang terlalu rendah akan menyebabkan terjadinya penempelan primer yang tidak spesifik pada DNA 21 cetakan. Besarnya suhu annealing dapat ditentukan berdasarkan nilai Tm dari primer yang akan digunakan (Asy’ari et al. 2005). Optimasi PCR pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan primer linamarase yang akan digunakan untuk amplifikasi gen linamarase dengan suhu annealing yang sesuai. METODE PENELITIAN a. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian adalah tisu, tabung mikro 0,2 ml, 1,5 ml, rak tabung mikro, pipet mikro berbagai ukuran, tip mikro untuk pipet mikro, microfilm, vortek, mesin PCR, perangkat elektroforesis, dan UV transilluminator. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah DNA total ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) genotipe menggalo, pasangan primer LK dan LP, dan campuran PCR (komposisi: 1x buffer PCR; 0,1 mM dNTP, 0,2 µM Primer F, 0,2 µM Primer R, 1 unit Taq DNA polymerase, dan dH2O). Bahan untuk elektroforesis adalah 1 x TBE, etidium bromida, loading dye, 1,2 % gel agarose, 1 kb DNA ladder (ThermoScientific), dan akuabidestilata steril (dH2O). b. Prosedur Kerja Optimasi suhu annealing (Ta) dilakukan dengan PCR menggunakan dua pasang primer pada dua Ta (Tabel 1). Repository FMIPA Tabel 1. Suhu annealing (Ta) Primer LK Tm 52,3 oC LP 53,1oC Ta 49,3 oC 47,3 oC 50,1 oC 48,1 oC Keterangan: Tm: rata-rata suhu primer, Ta: suhu annealing. Suhu annealing primer LK dan LP dihitung dengan dua gradien yaitu 3oC dan 5oC dibawah Tm. Suhu annealing berdasarkan melting Tm dapat dilihat pada tabel 1. Komponen PCR terdiri dari buffer PCR, dNTP, primer forward dan reverse, dH2O, dan Taq polymerase. Program PCR meliputi pra-PCR pada suhu 94oC selama 5 menit, diikuti 35 siklus dengan tiga tahapan yaitu denaturasi dengan suhu 94oC selama 1 menit, annealing selama 1 menit (Tabel 1), elongasi selama 1 menit 30 detik, dengan suhu 72oC, dan pasca PCR pada suhu 72oC selama 10 menit. Hasil PCR dielektroforesis untuk menentukan keberhasilan proses optimasi PCR. c. Elektroforesis Hasil PCR Molekul DNA hasil PCR dimigrasikan pada gel agarose 1,2% dalam larutan 1x TBE dengan menggunakan mesin Fison Mode FEC 306, Large Horizontal Gel System. Setelah itu diwarnai dengan 4 µl etidium bromida, lalu divisualisasikan dengan bantuan UV Transilluminator (λ= 300 nm). 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pita DNA hasil optimasi suhu annealing untuk primer LK dan LP dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Hasil Keterangan: (L) 1 kb primer LK 47,3oC, 49,3oC, (3) primer primer LP 50,1 oC. optimasi PCR. DNA ladder, (1) (2) primer LK LP 48,1oC, (4) Ampifikasi menggunakan primer LK mendapatkan pita yang tebal dan smear pada kedua suhu annealing 47,3 oC dan 49,3oC. Primer LP menghasilkan pita yang tebal, utuh, dan tidak smear pada kedua suhu annealing yang digunakan. Namun suhu annealing 50,1oC pada primer LP menghasilkan pita yang tebal dan tidak smear dibandingkan suhu annealing 48,1oC. Hal ini sesuai dengan penelitian optimasi PCR yang pernah dilakukan pada primer gen lain bahwa suhu annealing yang digunakan biasanya 5oC lebih rendah dari nilai Tm (Asy’ari et al. 2005). Oleh karena untuk amplifikasi DNA gen linamarase sebaiknya menggunakan primer LP pada suhu annaealing 50,1oC. Repository FMIPA Suhu annealing (Ta) yang optimum sangat menentukan keberhasilan PCR. Ta dengan suhu yang tinggi dapat menghambat hibidisasi template sehingga produk PCR yang dihasilkan lebih sedikit (Astriani et al. 2014). Hal ini sesuai dengan hasil optimasi PCR primer LP yang menunjukkan bahwa pita PCR pada suhu 50,1oC tebal dan tidak smear dibandingkan 48,1°C. Apabila suhu annealing terlalu rendah dari pada suhu optimum maka menyebabkan terjadinya false primining dan apabila suhu annealing terlalu tinggi maka primer tidak dapat menempel pada DNA cetakan sehingga proses PCR tidak berhasil. Keberhasilan PCR dipengaruhi oleh penggunaan pasangan primer yang sesuai dan suhu annealing yang mendukung. Oleh karena itu optimasi suhu annealing merupakan salah satu kriteria penting untuk menetukan keberhasilan PCR. KESIMPULAN Amplifikasi DNA gen linamarase sebaiknya menggunakan primer LP pada suhu annealing 50,1oC. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Fundamental tahun kedua 2015 atas nama Dr. Dewi Indriyani Roslim, M.Si. 4 DAFTAR PUSTAKA Asy’ari M, Noer AS. 2005. Optimasi konsentrasi MgCl2 dan suhu annealing pada proses amplifikasi multifragmens mtDNA dengan metode PCR. JKSA VIII(1):24-28. Bokanga, M. 2001. Cassava: Postharvest bio deterioration [bibliografi]. Nigeria: International Institut of Tropical Agriculture (IITA), Ibadan. Santana MA, Vasquez V, Matehus J, Aldao RR. 2002. Linamarase expression in cassava cultivars with roots of low-and high cyanide content. Plant Physiol 129: 1686-1694. Astriani PL, Ratnayani K, Yowani SC. 2014. Optimasi Suhu Annealing dan Amplifikasi 0,3 Kb Gen RpoBdi Hulu dari RRDR Pada Isolat P16 Mycobacterium Tuberculosis Multidrug Resistant di Bali Dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Cakra Kimia 2:2. Repository FMIPA 5