i HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

advertisement
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN
DIRI REMAJA DHUAFA DI PANTI ASUHAN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Fakultas Psikologi
Diajukan oleh:
Mutiara Asa Happynda
F100130119
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN
DIRI REM AJA DHUAFA DI PANTI
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
MUTIARA ASA HAPPYNDA
F100130119
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
SetiyoPurwanto, S. Psi, M. Si, P.Si
NIP. 878/0625107401
i
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN
DIRI REMAJA DHUAFA DI PANTI ASUHAN
Yang diajukan oleh:
MUTIARA ASA HAPPYNDA
F100130119
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 27 April 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Penguji Utama
Setiyo Purwanto, S.Psi, M.Si, Psi
(.........................................)
Penguji Pendamping I
Drs. Mohammad Amir, M.Si, Psi
(..........................................)
Penguji Pendamping II
Dra. Zahrotul Uyun, M.Si, Psi
(..........................................)
Surakarta,
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fakultas Psikologi
Dekan
Taufik Kasturi, M.Si, Ph. D
NIP. 799/0629037401
ii
SURAT PERNYATAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
:
MUTIARA ASA HAPPYNDA
NIM
:
F100130119
Fakultas / Jurusan
:
Psikologi / Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Judul
:
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL
DENGAN
PENERIMAAN
DIRI
REMAJA
DHUAFA DI PANTI ASUHAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa naskah publikasi ini adalah hasil
karya saya sendiri dan bukan skripsi dari jasa pembuatan skripsi. Apabila saya
mengutip dari karya orang lain maka saya mencantumkan sumbernya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia menerima sanksi apabila
melakukan plagiat dalam menyusun karya ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan segala kesungguhan.
Surakarta, 18 April 2017
Yang menyatakan,
Mutiara Asa Happynda
F100130119
iii
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN
DIRI REMAJA DHUAFA DI PANTI ASUHAN
Abstrak
Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh remaja yang tinggal di panti asuhan agar
dapat menerima dirinya dengan baik. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial
dengan penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan, untuk mengetahui
bagaimana dukungan sosial remaja dhuafa di panti asuhan, dan untuk mengetahui
bagaimana penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan. Hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial
dengan penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan. Subjek penelitian dalam
penelitian ini adalah remaja dhuafa di Panti Asuhan Keluarga Yatim
Muhammadiyah Surakarta, Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah I, Panti Asuhan
Yatim Putri Aisyiyah II yang masih memiliki orang tua. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini dengan menggunakan studi populasi. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah skala penerimaan diri dan skala
dukungan sosial. Data di analisis menggunakan korelasi Product Moment
Pearson. Berdasarkan hasil analisis product moment Pearson diperoleh nilai
koefisien korelasi (r) sebesar 0,309 ; p = 0,009 (p< 0,01) artinya ada hubungan
positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri
remaja dhuafa di panti asuhan. Berdasarkan dari hasil analisis juga diketahui
variabel dukungan sosial memiliki rerata empirik (RE) sebesar = 132,16 dan
rerata hipotetik (RH) = 92,5 yang berarti bahwa dukungan sosial subjek tergolong
sangat tinggi. Variabel penerimaan diri memiliki rerata empirik (RE) sebesar
126,40 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 90 yang menunjukkan bahwa
penerimaan diri tergolong kategori sangat tinggi. Sumbangan Efektif (RE) sebesar
9,55%.
Kata Kunci : Dukungan sosial, Penerimaan diri
Abstract
Social support is needed by adolescents who live in orphanage to accept
themselfes well. This study used a quantitative method and this research aims to
know the relationship between social support with self acceptance on dhuafa
adolescent in orphanage, to know how is adolescents social support in orphanage,
to know how is adolescents self acceptance in orphanage. The hipotesis that is
submitted is that there is positive relationship between social support with self
acceptance. Research subject in this study is adolescents in Keluarga Yatim
Muhammadiyah Surakarta Orphanage, Yatim Puteri Aisyiyah I Surakarta
Orphanage, Yatim Puteri Aisyiyah II Surakarta Orphanagewho still have parents.
The sampling method in this study using studi populasi. The method of collecting
data using a scale of self acceptance and social support scale. data was analyzed
1
using product momet correlation.Results of data analysis obtained correlation
coefficient (r) is 0.309 with significance level is 0.009 (p < 0,01) means that is
there positive significant relationship between social support with self acceptance
dhuafa adolescents in orphanage. The result of data analysis obtained coefficient
correlation (r) is 0,309 with significant level is 0,009 (p < 0,01) menas that there is
positive significant between social support with self acceptance on dhuafa
adolescent in orphanage. Results of data analysis obtained is also known social
support variable have (RE) = 132,16 and (RH) = 92,5 is meant that subject social
support is very high. Self acceptance variable have (RE) = 126,40 and (RH) = 90
is meant that subject self acceptance is very high. (SE) = 9,55%.
Keywords : Social support, Self acceptance
1. PENDAHULUAN
Di negara berkembang seperti Indonesia, masih banyak penduduk yang
mengalami kesulitan ekonomi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2015 mencapai 11,22% dari total
seluruh penduduk, atau mencapai 28,59 juta jiwa. Angka ini mengalami kenaikan
310 ribu jiwa dari Maret 2014 yang jumlahnya mencapai 28,28 juta jiwa
(detik.com, 2015).
Panti asuhan memberi kesempatan untuk anak anak kurang mampu agar
dapat bersekolah. Seperti yang dipaparkan oleh Depsos RI (2004) pengertian panti
asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai
tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada anak
telantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak telantar,
memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi pengembangan kepribadianya
sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita- cita
bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan
nasional (Wikipedia, 2016).
Menurut wawancara peneliti terhadap Panti Asuhan Keluarga Yatim
Muhammadiyah surakarta, Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah I Surakarta, Panti
Asuhan Yatim Putri Aisyiyah II Surakarta, pada panti asuhan terdapat anak dari
berbagai latar belakang yang berbeda mulai dari anak yang tidak memiliki orang
2
tua, anak terlantar dan anak dhuafa. Anak dhuafa yang berada di panti asuhan
adalah anak yang masih mempunyai orang tua namun orang tua mereka memiliki
kondisi ekonomi yang kurang mampu, sehingga mereka memilih untuk
memasukkan anak mereka di panti asuhan agar dapat melanjutkan sekolah.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Triastuti, Mulyadi & Fauziah (2012) yang
menyatakan bahwa seseorang yang tinggal di panti asuhan juga berhak
mendapatkan perlindungan dalam bidang sandang, pangan, pendidikan,
pembinaan, dan kesehatan. Pengajaran di panti asuhan diharapkan akan
memperoleh pengetahuan, keterampilan serta perilaku yang baik. Keterampilan
ini akan dipergunakan untuk membantu dirinya sendiri serta dapat membantu
orang lain yang membutuhkan. Penelitian tentang Kualitas Pengasuhan di Panti
Asuhan Anak pada tahun 2007 menunjukkan bahwa prosentase anak dhuafa di
panti asuhan mencapai 56% dari seluruh anak yang tinggal di panti asuhan.
Jumlah panti asuhan di Indonesia berjumlah 8000 dengan jumlah anak 50.000
didalamnya (Republika.com, 2010).
Pada remaja dhuafa yang tinggal di panti asuhan memerlukan penyesuaian
diri dan penerimaan diri yang besar. Anak- anak yang tinggal di panti tidak betah
dengan aturan yang diterapkan di panti, salah satunya adalah hanya boleh keluar
panti pada hari minggu saja. Kondisi panti-panti asuhan sekarang berbeda dengan
kondisi panti asuhan di masa lalu di mana terdapat proses penyatuan dengan
lingkungan di sekitarnya. Dampak psikologisnya dalam arti positif lebih besar
untuk anak-anak yatim yang tempat tinggalnya sekaligus menjadi tempat bergaul
dengan anak-anak luar. Atau mereka sendiri bergaul dengan anak-anak di luar
panti. Sekarang panti-panti asuhan cenderung tertutup, anak-anak yatim tidak
boleh bergaul di luar atas nama disiplin (DennyjaWorld.com,2015). Peneliti juga
melakukan wawancara kepada dua orang anak yang berada di salah satu panti
asuhan bahwa mereka terkadang merasa minder dan tidak percaya diri karena
tinggal di panti asuhan dan merasa berbeda dengan orang lain.
Menurut Kurniawan (dalam Marni & Yuniawati, 2015), kemampuan
penerimaan diri seseorang berbeda-beda tingkatannya. Kemampuan penerimaan
diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, latar belakang
3
pendidikan, pola asuh orang tua, dan dukungan sosial. Menurut Sarafino
dukungan sosial dapat berasal dari orang lain atau kelompok- kelompok lain
(dalam Smet 1994). Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman maupun
lingkungan panti asuhan. Mereka mengalami perubahan lingkungan sosial dari
lingkungan keluarga ke lingkungan panti asuhan. Hal tersebut bukanlah hal yang
mudah bagi mereka, namun jika mereka mendapat dukungan sosial yang baik,
maka mereka akan bisa menerima dirinya. Seperti pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sari & Reza (2013) menyatakan terdapat hubungan positif yang
signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri remaja penderita HIV
di Surabaya, artinya semakin tinggi dukungan sosial yang didapat maka semakin
baik pula penerimaan diri remaja penderita HIV di Surabaya. Begitu juga
sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial maka semakin buruk pula
penerimaan diri remaja penderita HIV di Surabaya.
Penerimaan diri menurut Hurlock (1979) adalah kemampuan menerima segala
hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki,
sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka seseorang
akan mampu berpikir logis tentang baik atau buruknya suatu masalah yang terjadi
tanpa menimbulkan permusuhan, perasaan rendah diri, malu, dan rasa tidak aman.
Menurut Maslow (dalam Hjelle & Ziegler, 1992) penerimaan diri adalah sikap
yang positif terhadap diri sendiri, seseorang yang dapat menerima diri tentu dapat
menerima keadaan dirinya secara tenang dengan segala kelebihan maupun
kekurangan yang dimilikinya.
Jersild (1978) mengemukakan beberapa aspek-aspek penerimaan diri
sebagai berikut :
a. Self awareness
Individu yang memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan
kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki
penerimaan diri. Individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang
mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik dalam
batas- batas yang memungkinkan individu tersebut memiliki ambisi yang
4
besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam jangka
waktu yang lama dan menghabiskan energinya.
b. Perception of self
Individu yang memiliki penerimaan diri berfikir lebih realistik tentang
penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain.
Individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik
mengenai dirinya yang sebelumnya. Individu yang memiliki penerimaan diri
tidak menyukai kritik, namun demikian individu mempunyai kemampuan
untuk menerima kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritik tersebut.
c. Chance and situation
Dalam proses menuju penerimaan diri seseorang harus dihadapkan
pada sebuah situasi. Situasi tersebut memberikan kesempatan luas bagi
seseorang untuk mencoba dan bersikap. Situasi tersebut juga memberikan
kesempatan bagi seseorang untuk mendapatkan penilaian atasa sikap yang
ditunjukkan sehingga seseorang mampu untuk menyadari bahwa individu
tersebut merasa berbuat salah maupun berbuat benar.
Faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan diri menurut Sari & Nuryoto
(2002) :
a. Pendidikan
Tingkat kesadaran yang lebih tinggi akan dimiliki oleh individu yang
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi pula, sehingga individu melihat
kearah luas dalam memandang dan memahami keadaan dirinya untuk
mencapai penerimaan diri yang baik.
b. Dukungan sosial
Seseorang yang memperoleh dukungan dari lingkungan, akan memperoleh
perlakuan baik dari orang-orang sekitar, sehingga menimbulkan perasaan
memiliki kepercayaan dan rasa aman didalam diri individu.
Menurut Rook (dalam Smet, 1994) mengartikan dukungan sosial sebagai satu
diantara fungsi ikatan atau pertalian sosial. Baron & Byrne (2005) mengatakan
bahwa dukungan sosial merupakan kenyamanan seseorang secara fisik atau
psikologis yang diberikan oleh teman maupun anggota keluarga.
5
Wills (dalam Kusuma, 2013) membagi aspek dukungan sosial menjadi:
a. Emotional Support
Merupakan dukungan yang berupa empati, kepedulian, perasaan, cinta,
kepercayaan, penerimaan, kedekatan, dorongan, atau perhatian. Dukungan ini
merupakan kehangatan dan pengasuhan yang disediakan oleh sumber- sumber
dukungan sosial. Dengan menyediakan emotional support, individu dapat
merasa bahwa dirinya berharga.
b. Instrumental support
Merupakan bentuk dukungan yang berupa pemberian bantuan finansial
yang berwujud kebendaan, maupun pelayanan. Dukungan ini meliputi
bagaimana orang- orang saling membantu secara langsung dalam bentuk
konkrit.
c.
Informational support
Informational support merupakan penyediaan nasihat, arahan, saran,
dan informasi yang berguna bagi seseorang. Dukungan ini sangat berguna
untuk membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah.
d.
Companionship support
Merupakan bentuk dukungan yang memberikan pengertian pada
seseorang mengenai kepemilikan sosial. Bentuk dukungan ini dapat terlihat
dari kesediaan untuk menemani maupun keikutsertaan pada aktivitas sosial
bersama.
Sarafino (1990) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
individu mendapatkan dukungan sosial dari orang lain, yaitu:
a. Penerima dukungan (recipent)
Individu tidak akan memperoleh dukungan jika individu tersebut tidak
ramah, tidak mau menolong individu lain, dan tidak membiarkan individu lain
mengetahui bahwa mereka membutuhkan pertolongan. Beberapa individu
terkadang kurang asertif untuk memahami bahwa sebenarnya ia membutuhkan
pertolongan orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak
ingin mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain
menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.
6
b. Penyedia dukungan (provider)
Individu tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia tidak memiliki
sumber- sumber yang dibutuhkan oleh individu. Selain itu, ketika penyedia
tengah menghadapi stress, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang
sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa ada orang lain
yang sedang membutuhkan dukungan darinya.
c. Komposisi dan struktur jaringan sosial
Hubungan ini bervariasi dalam hal ukuran, yaitu jumlah orang yang biasa
dihubungi, frekuensi hubungan, yaitu seberapa sering individu bertemu
dengan orang tersebut, komposisi, yaitu apakah orang tersebut adalah
keluarga, teman, rekan kerja, atau lainnya, serta keintiman yang merupakan
kedekatan
hubungan
individu
dan
adanya
keinginan
untuk
saling
mempercayai.
Pendidikan termasuk kebutuhan dasar manusia termasuk bagi kaum
dhuafa untuk menanggulangi keterbelakangan pendidikan mereka (Muhsin,
2004). Pada saat remaja tinggal di panti asuhan tentunya berbeda dengan saat
mereka tinggal bersama keluarga. Lingkungan panti asuhan dan lingkungan
keluarga yang berbeda tentunya menyebabkan mereka sulit menyesuaikan diri.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rifai (2015) yang menyatakan bahwa pada
awalnya remaja panti asuhan mengalami perasaan takut dan cemas ketika pertama
kali berada di dalam panti asuhan akan tetapi remaja panti asuhan mengatasi hal
tersebut dengan mengikuti segala bentuk aktivitas dan kegiatan yang berlangsung
secara bersama-sama lalu pada akhirnya remaja panti asuhan dapat menyesuaikan
diri dengan baik serta menerima keadaanya yang sekarang. Perasaan terkekang
dan pikiran negatif yang berlebihan pada akhirnya akan menyebabkan penolakan
diri dengan kondisi remaja dhuafa saat ini. Namun apabila remaja dhuafa dapat
mengatasi perasaan terkekang dan pikiran negatif yang muncul, maka mereka
akan dapat menerima diri dengan kondisi yang dialaminya. Menurut Maslow
(dalam Hjelle & Ziegler, 1992) jika memiliki penerimaan diri seseorang akan
dapat memiliki sifat positif terhadap dirinya, sehingga mampu menerima keadaan
dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Penerimaan diri menurut
7
Hurlock (1979) adalah kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri
sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi
peristiwa yang kurang menyenangkan maka seseorang akan mampu berpikir logis
tentang baik atau buruknya suatu masalah yang terjadi tanpa menimbulkan
permusuhan, perasaan rendah diri, malu, dan rasa tidak aman.
Penerimaan diri seseorang tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu
faktor yang mempengaruhi penerimaan diri menurut Sari & Nuryoto (2002)
adalah dukungan sosial. Menurut Sarason & Pierce (dalam Baron & Byrne, 2005)
dukungan sosial merupakan kenyamanan seseorang secara fisik atau psikologis
yang diberikan oleh orang lain. Dengan adanya dukungan sosial, seseorang
merasa bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain
(Kumalasari & Ahyani, 2012).
Seperti yang dijelaskan oleh Rogers (dalam Sari & Reza, 2013) jika individu
diterima secara positif oleh orang lain, individu itu akan cenderung untuk
mengembangkan sikap positif terhadap diri sendiri dan lebih menerima diri
sendiri.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Variabel bebas dukungan
sosial, variabel tergantung penerimaan diri. Subjek penelitian adalah remaja
dhuafa di PAKYM Surakarta yang berjumlah 33 orang, PAYPA I Surakarta yang
berjumlah 9 orang, dan PAYPA II Surakarta yang berjumlah 16 orang. Populasi
dan sampel berjumlah 58 orang dengan usia 12-21 tahun, berjenis kelamin lakilaki dan perempuan, dan masih memiliki orang tua.
Pengumpulan data menggunakan skala penerimaan diri berdasar aspek dari
Jersild (1978) yaitu self awareness, perception of self, dan chance and situation
dan skala dukungan social berdasar aspek Wills (dalam Kusuma, 2013) yaitu
emotional
support,
instrumental
support,
informational
support,
dan
companionship support.
Uji validitas dilakukan oleh expert judgement dan diuji menggunakan
teknik korelasi product moment. Uji reliabilitas dilakukan menggunakan teknik
8
cronbach alpha. Hasil analisis akan diuji menggunakan teknik korelasi product
moment.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa hilai korelasi antara dukungan
sosial dengan penerimaan diri sebesar 0,309 dengan signifikansi sebesar 0,009
(p<0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri. Temuan penelitian juga
dilakukan oleh Marni & Yuniawati (2015) dalam penelitiannya tentang Hubungan
Antara Dukungan Sosial Dengan Penerimaan Diri Pada Lansia Di Panti Wredha
Budhi Dharma Yogyakarta bahwa terdapat hubungan positif yang sangat
signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada lansia dipanti
Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
dukungan sosial maka semakin tinggi pula penerimaan diri pada lansia.
Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial maka tingkat penerimaan diri pada
lansia akan semakin rendah. Sari & Nuryoto (2002) juga memaparkan bahwa
salah satu faktor dari penerimaan diri adalah adanya dukungan sosial.
Rerata empirik pada variabel dukungan sosial sebesar 132,16 dan rerata
hipotetik sebesar 92,5. Jadi rerata empirik > rerata hipotetik yang berarti pada
umumnya remaja dhuafa di PAYPA I, PAYPA II, dan PAKYM memiliki tingkat
dukungan sosial yang sangat tinggi. Rerata empirik pada variabel penerimaan diri
sebesar 126,40 dan rerata hipotetik sebesar 90. Jadi rerata empirik > rerata
hipotetik yang berarti pada umumnya remaja dhuafa di PAYPA I, PAYPA II, dan
PAKYM memiliki tingkat penerimaan diri yang sangat tinggi.
Penerimaan diri remaja dhuafa dipengaruhi oleh adanya dukungan sosial yang
diberikan oleh lingkungan subjek. Menurut Wills (dalam Kusuma, 2014) terdapat
empat aspek dukungan sosial yaitu emotional support, instrumental support,
informational support, dan companionship support.
Emotional support berupa kualitas interaksi dengan orang lain yang
menyangkut emosi dan perasaan, dapat berupa empati, kepedulian dan perhatian.
Dengan diberikannya perhatian dari pengasuh panti, orang tua maupun teman –
9
teman, remaja dhuafamemiliki perasaan bahwa dia merasa dicintai, diterima, dan
diperhatikan meskipun mereka harus tinggal di panti asuhan atau tinggal terpisah
dari keluarga mereka sehingga mereka dapat menerima keadaan dirinya dengan
baik. Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Phillip (dalam Handayani, dkk,
1998) yang menyatakan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah tidak
merasa ditolak orang lain, tidak pemalu, serta menganggap dirinya berbeda dari
orang lain.
Aspek kedua adalah instrumental support yaitu dukungan dalam bentuk
kebendaan yang dapat berupa bantuan secara langsung. Pemberian instrumental
support berupa pemberian dana dan fasilitas dari pihak panti asuhan yang berupa
asrama, alat belajar dan kesempatan untuk bersekolah. Dengan menempuh
pendidikan sampai perguruan tinggi, remaja dhuafa dapat meningkatkan taraf
hidupnya dan dapat meningkatkan penerimaan dirinya. Seperti yang dipaparkan
oleh Sari & Nuryoto (2002) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
penerimaan
diri seseorang yaitu pendidikan.
Aspek ketiga adalah informational support yang berupa pemberian saran,
informasi, nasehat, dan petunjuk. Pemberian informasi atau saran didalam panti
asuhan melalui kegiatan ceramah keagamaan yang dilakukan secara rutin setiap
hari.Hal tersebut sesuai dengan yang dipaparkan oleh Sikula (dalam
Mangkunegara, 2013) menyatakan bahwa ada beberapa metode untuk
meningkatkan penerimaan diri seseorang yaitu metode ceramah, role play, studi
kasus, simulasi dan permainan, serta pemutaran video.
Aspek keempat adalah companionship support yaitu kegiatan yang bersifat
menyenangkan. Panti asuhan mengadakan kegiatan outbond, kegiatan memasak,
menjahit, pelatihan tapak suci, dsb yang memiliki tujuan agar diantara anak –
anak panti asuhan dapat bersosialisasi dengan baik. Seperti yang dipaparkan oleh
Fitri (2015) bahwa remaja yang dapat menerima dirinya akan cenderung baik
hubungan sosialnya dikarenakan mampu menerima lingkungan teman sebayanya
dengan baik pula. Penerimaan diri membantu seseorang untuk mampu
mengembangkan dirinya secara optimal, begitu pula sebaliknya, kurangnya
10
penerimaan diri pada remaja menyebabkan mereka tidak bisa mengembangkan
dirinya dan mengalami kesulitan untuk mengembangkan dirinya.
Dukungan sosial mempengaruhi penerimaan diri sebesar 9,55 %. Terdapat
90,45% faktor lain yang mempengaruhi tingkat penerimaan diri seseorang.
4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu :
1. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan
penerimaan diri.
2. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dukungan sosial pada subjek penelitian
tergolong sangat tinggi.
3. Berdasarkan hasil penelitian diketahui penerimaan diri pada subjek penelitian
tergolong sangat tinggi.
4. Berdasarkan hasil penelitian diketahui sumbangan efektif dari dukungan sosial
terhadap penerimaan diri sebesar 9,55%.
4.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis data pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya saran dari penelitian ini yaitu :
1. Bagi anak panti asuhan, diharapkan dapat terus meningkatkan penerimaan
dirinya, misalnya dengan cara mengikuti kegiatan ceramah atau yang diadakan
di panti asuhan ataupun dengan mengikuti kegiatan di dalam maupun di
sekolah.
2. Bagi orang tua diharapkan sering berkunjung ke panti untuk memberi semangat
atau mendengarkan curhatan dari anak mereka sehingga dapat menambah
penerimaan dirinya.
3. Bagi pengurus panti asuhandiharapkan lebih memperhatikan anak panti dengan
cara mendengarkan curhatan dan memberi dorongan agar anak panti mengikuti
11
kegiatan yang dilaksanakan oleh panti agar dapat meningkatkan penerimaan
dirinya.
4. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan
tema yang sama, diharapkan meneliti variabel – variabel lain yang belum
diungkap selain dukungan sosial seperti penyesuaian diri, konsep diri yang
stabil, dsb.
Daftar Pustaka
Ahmad, Gaus. (2015, Mei 25). Penjara Bernama Panti Asuhan. Diunduh dari
http://dennyja-world.com/account/karyamu-kolommu-polemikmu/penjarabernama-panti-asuhan/
Baron, R. A., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Fitri,
Lany. (2015).Efektivitas Teknik Permainan Untuk Meningkatkan
Penerimaan Diri (Self-Acceptance) Siswa (Tesis, Universitas Pendidikan
Indonesia,
Bandung).
Diunduh
dari
http://repository.upi.edu/18519/5/T_BP_1201369_Chapter1.pdf
Handayani, M. M., Ratnawati, S., & Helmi, A. F. (1998). Efektifitas Pelatihan
Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri Dan Harga Diri.
Jurnal Psikologi, (2), 47-55, ISSN : 0215 – 8884.
Hjelle, L. A., & Ziegler, D. J. (1992). Personality Theories Basic Assumptions,
Research, and Application. Singapore: Mc Graw Hill.
Hurlock, E. B. (1979). Personality Development. New Delhi: Mc Graw-Hill.
Jefriando, M. (2015, September 15). Jumlah Orang Miskin di RI Capai 28,59 Juta,
Naik 1%. Detik.com. Diunduh dari http://finance.detik.com/ekonomibisnis/3019189/jumlah-orang-miskin-di-ri-capai-2859-juta-naik-1
Jersild, A. T., Brook, J. S., & Brook, D. W. (1978). The Psychology of
Adolescence. New York: Macmillan Publishing
Kumalasari, F., & Ahyani, L. N. (2012). Hubungan antara dukungan sosial
dengan penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Jurnal Psikologi Pitutur,
1(1), 21-31.
12
Kusuma, A.W. (2013). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Penerimaan Diri
dengan Resiliensi pada Remaja Penyandang Tuna Rungu di SLB-B
Kabupaten Wonosobo . (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: Remaja Rosadyakarya.
Marni, A., Yuniawati, R. (2015). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Penerimaan Diri Pada Lansia Di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta.
Empathy, Jurnal Fakultas Psikologi. 3(1), 2. Diunduh dari
http://www.journal.uad.ac.id/index.php/EMPATHY/article/view/3008
Muhsin, M.K. (2004). Menyayangi Dhuafa. Jakarta: Gema Insani.
Muhammad, J. (2010, Desember 16). Waduh, Mayoritas Anak Panti Asuhan
Punya
Orang
Tua.
Republika.co.id.
Diunduh
dari
http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/nasional/10/12/16/152513-waduh-mayoritas-anak-di-panti-asuhanpunya-orang-tua
Panti
Asuhan.
(2016,
Juni
12).
Wikipedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Panti_asuhan
Diunduh
dari
Rifai, N. (2015). Penyesuaian Diri Pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan
(Study Kasus Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan Yatim Piatu
Muhammadiyah Klaten). (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
Sarafino, E.P (1990). Health Psychology: Biopsychososial Interactions (ed.3).
New York: John Wiley & Sons Inc.
Sari, D.J., Reza, M. (2013). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Penerimaan Diri Pada Remaja Penderita Hiv Di Surabaya. Character:
Jurnal
penelitian
psikologi.
1(3),
1-3.
Diunduh
dari
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/2716
Sari, E. P., Nuryoto, S. (2002). Penerimaan Diri pada Lanjut Usia Ditinjau dari
Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi. Universitas Gajah Mada. No. 2. 7388. doi: http://dx.doi.org/10.22146/jpsi.7017.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Grasindo.
13
Triastuti, S., Mulyadi, Fauziah, P. (2012). Peranan Panti Asuhan Dalam
Pemberdayaan Anak Melalui Keterampilan Sablon. Diklus, 16(2), 120133.
Diunduh
dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=282892&val=456&tit
le=PERANAN%20PANTI%20ASUHAN%20DALAM%20%20PEMBER
DAYAAN%20ANAK%20MELALUI%20KETERAMPILAN%20SABLO
N
14
Download