HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN DIRI REMAJA DHUAFA DI PANTI ASUHAN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Psikologi Diajukan oleh: Mutiara Asa Happynda F100130119 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 i HALAMAN PERSETUJUAN HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN DIRI REM AJA DHUAFA DI PANTI PUBLIKASI ILMIAH Oleh: MUTIARA ASA HAPPYNDA F100130119 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh: Dosen Pembimbing SetiyoPurwanto, S. Psi, M. Si, P.Si NIP. 878/0625107401 i HALAMAN PENGESAHAN HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN DIRI REMAJA DHUAFA DI PANTI ASUHAN Yang diajukan oleh: MUTIARA ASA HAPPYNDA F100130119 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 27 April 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Penguji Utama Setiyo Purwanto, S.Psi, M.Si, Psi (.........................................) Penguji Pendamping I Drs. Mohammad Amir, M.Si, Psi (..........................................) Penguji Pendamping II Dra. Zahrotul Uyun, M.Si, Psi (..........................................) Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Psikologi Dekan Taufik Kasturi, M.Si, Ph. D NIP. 799/0629037401 ii SURAT PERNYATAAN Bismillahirrahmanirrahim Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : MUTIARA ASA HAPPYNDA NIM : F100130119 Fakultas / Jurusan : Psikologi / Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Judul : HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN DIRI REMAJA DHUAFA DI PANTI ASUHAN Dengan ini saya menyatakan bahwa naskah publikasi ini adalah hasil karya saya sendiri dan bukan skripsi dari jasa pembuatan skripsi. Apabila saya mengutip dari karya orang lain maka saya mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia menerima sanksi apabila melakukan plagiat dalam menyusun karya ini. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan segala kesungguhan. Surakarta, 18 April 2017 Yang menyatakan, Mutiara Asa Happynda F100130119 iii HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENERIMAAN DIRI REMAJA DHUAFA DI PANTI ASUHAN Abstrak Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh remaja yang tinggal di panti asuhan agar dapat menerima dirinya dengan baik. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan, untuk mengetahui bagaimana dukungan sosial remaja dhuafa di panti asuhan, dan untuk mengetahui bagaimana penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah remaja dhuafa di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta, Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah I, Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah II yang masih memiliki orang tua. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan studi populasi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala penerimaan diri dan skala dukungan sosial. Data di analisis menggunakan korelasi Product Moment Pearson. Berdasarkan hasil analisis product moment Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,309 ; p = 0,009 (p< 0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri remaja dhuafa di panti asuhan. Berdasarkan dari hasil analisis juga diketahui variabel dukungan sosial memiliki rerata empirik (RE) sebesar = 132,16 dan rerata hipotetik (RH) = 92,5 yang berarti bahwa dukungan sosial subjek tergolong sangat tinggi. Variabel penerimaan diri memiliki rerata empirik (RE) sebesar 126,40 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 90 yang menunjukkan bahwa penerimaan diri tergolong kategori sangat tinggi. Sumbangan Efektif (RE) sebesar 9,55%. Kata Kunci : Dukungan sosial, Penerimaan diri Abstract Social support is needed by adolescents who live in orphanage to accept themselfes well. This study used a quantitative method and this research aims to know the relationship between social support with self acceptance on dhuafa adolescent in orphanage, to know how is adolescents social support in orphanage, to know how is adolescents self acceptance in orphanage. The hipotesis that is submitted is that there is positive relationship between social support with self acceptance. Research subject in this study is adolescents in Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta Orphanage, Yatim Puteri Aisyiyah I Surakarta Orphanage, Yatim Puteri Aisyiyah II Surakarta Orphanagewho still have parents. The sampling method in this study using studi populasi. The method of collecting data using a scale of self acceptance and social support scale. data was analyzed 1 using product momet correlation.Results of data analysis obtained correlation coefficient (r) is 0.309 with significance level is 0.009 (p < 0,01) means that is there positive significant relationship between social support with self acceptance dhuafa adolescents in orphanage. The result of data analysis obtained coefficient correlation (r) is 0,309 with significant level is 0,009 (p < 0,01) menas that there is positive significant between social support with self acceptance on dhuafa adolescent in orphanage. Results of data analysis obtained is also known social support variable have (RE) = 132,16 and (RH) = 92,5 is meant that subject social support is very high. Self acceptance variable have (RE) = 126,40 and (RH) = 90 is meant that subject self acceptance is very high. (SE) = 9,55%. Keywords : Social support, Self acceptance 1. PENDAHULUAN Di negara berkembang seperti Indonesia, masih banyak penduduk yang mengalami kesulitan ekonomi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2015 mencapai 11,22% dari total seluruh penduduk, atau mencapai 28,59 juta jiwa. Angka ini mengalami kenaikan 310 ribu jiwa dari Maret 2014 yang jumlahnya mencapai 28,28 juta jiwa (detik.com, 2015). Panti asuhan memberi kesempatan untuk anak anak kurang mampu agar dapat bersekolah. Seperti yang dipaparkan oleh Depsos RI (2004) pengertian panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada anak telantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak telantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi pengembangan kepribadianya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita- cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan nasional (Wikipedia, 2016). Menurut wawancara peneliti terhadap Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah surakarta, Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah I Surakarta, Panti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah II Surakarta, pada panti asuhan terdapat anak dari berbagai latar belakang yang berbeda mulai dari anak yang tidak memiliki orang 2 tua, anak terlantar dan anak dhuafa. Anak dhuafa yang berada di panti asuhan adalah anak yang masih mempunyai orang tua namun orang tua mereka memiliki kondisi ekonomi yang kurang mampu, sehingga mereka memilih untuk memasukkan anak mereka di panti asuhan agar dapat melanjutkan sekolah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Triastuti, Mulyadi & Fauziah (2012) yang menyatakan bahwa seseorang yang tinggal di panti asuhan juga berhak mendapatkan perlindungan dalam bidang sandang, pangan, pendidikan, pembinaan, dan kesehatan. Pengajaran di panti asuhan diharapkan akan memperoleh pengetahuan, keterampilan serta perilaku yang baik. Keterampilan ini akan dipergunakan untuk membantu dirinya sendiri serta dapat membantu orang lain yang membutuhkan. Penelitian tentang Kualitas Pengasuhan di Panti Asuhan Anak pada tahun 2007 menunjukkan bahwa prosentase anak dhuafa di panti asuhan mencapai 56% dari seluruh anak yang tinggal di panti asuhan. Jumlah panti asuhan di Indonesia berjumlah 8000 dengan jumlah anak 50.000 didalamnya (Republika.com, 2010). Pada remaja dhuafa yang tinggal di panti asuhan memerlukan penyesuaian diri dan penerimaan diri yang besar. Anak- anak yang tinggal di panti tidak betah dengan aturan yang diterapkan di panti, salah satunya adalah hanya boleh keluar panti pada hari minggu saja. Kondisi panti-panti asuhan sekarang berbeda dengan kondisi panti asuhan di masa lalu di mana terdapat proses penyatuan dengan lingkungan di sekitarnya. Dampak psikologisnya dalam arti positif lebih besar untuk anak-anak yatim yang tempat tinggalnya sekaligus menjadi tempat bergaul dengan anak-anak luar. Atau mereka sendiri bergaul dengan anak-anak di luar panti. Sekarang panti-panti asuhan cenderung tertutup, anak-anak yatim tidak boleh bergaul di luar atas nama disiplin (DennyjaWorld.com,2015). Peneliti juga melakukan wawancara kepada dua orang anak yang berada di salah satu panti asuhan bahwa mereka terkadang merasa minder dan tidak percaya diri karena tinggal di panti asuhan dan merasa berbeda dengan orang lain. Menurut Kurniawan (dalam Marni & Yuniawati, 2015), kemampuan penerimaan diri seseorang berbeda-beda tingkatannya. Kemampuan penerimaan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, latar belakang 3 pendidikan, pola asuh orang tua, dan dukungan sosial. Menurut Sarafino dukungan sosial dapat berasal dari orang lain atau kelompok- kelompok lain (dalam Smet 1994). Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman maupun lingkungan panti asuhan. Mereka mengalami perubahan lingkungan sosial dari lingkungan keluarga ke lingkungan panti asuhan. Hal tersebut bukanlah hal yang mudah bagi mereka, namun jika mereka mendapat dukungan sosial yang baik, maka mereka akan bisa menerima dirinya. Seperti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari & Reza (2013) menyatakan terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri remaja penderita HIV di Surabaya, artinya semakin tinggi dukungan sosial yang didapat maka semakin baik pula penerimaan diri remaja penderita HIV di Surabaya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial maka semakin buruk pula penerimaan diri remaja penderita HIV di Surabaya. Penerimaan diri menurut Hurlock (1979) adalah kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka seseorang akan mampu berpikir logis tentang baik atau buruknya suatu masalah yang terjadi tanpa menimbulkan permusuhan, perasaan rendah diri, malu, dan rasa tidak aman. Menurut Maslow (dalam Hjelle & Ziegler, 1992) penerimaan diri adalah sikap yang positif terhadap diri sendiri, seseorang yang dapat menerima diri tentu dapat menerima keadaan dirinya secara tenang dengan segala kelebihan maupun kekurangan yang dimilikinya. Jersild (1978) mengemukakan beberapa aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut : a. Self awareness Individu yang memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki penerimaan diri. Individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik dalam batas- batas yang memungkinkan individu tersebut memiliki ambisi yang 4 besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam jangka waktu yang lama dan menghabiskan energinya. b. Perception of self Individu yang memiliki penerimaan diri berfikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain. Individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebelumnya. Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritik, namun demikian individu mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritik tersebut. c. Chance and situation Dalam proses menuju penerimaan diri seseorang harus dihadapkan pada sebuah situasi. Situasi tersebut memberikan kesempatan luas bagi seseorang untuk mencoba dan bersikap. Situasi tersebut juga memberikan kesempatan bagi seseorang untuk mendapatkan penilaian atasa sikap yang ditunjukkan sehingga seseorang mampu untuk menyadari bahwa individu tersebut merasa berbuat salah maupun berbuat benar. Faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan diri menurut Sari & Nuryoto (2002) : a. Pendidikan Tingkat kesadaran yang lebih tinggi akan dimiliki oleh individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi pula, sehingga individu melihat kearah luas dalam memandang dan memahami keadaan dirinya untuk mencapai penerimaan diri yang baik. b. Dukungan sosial Seseorang yang memperoleh dukungan dari lingkungan, akan memperoleh perlakuan baik dari orang-orang sekitar, sehingga menimbulkan perasaan memiliki kepercayaan dan rasa aman didalam diri individu. Menurut Rook (dalam Smet, 1994) mengartikan dukungan sosial sebagai satu diantara fungsi ikatan atau pertalian sosial. Baron & Byrne (2005) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan kenyamanan seseorang secara fisik atau psikologis yang diberikan oleh teman maupun anggota keluarga. 5 Wills (dalam Kusuma, 2013) membagi aspek dukungan sosial menjadi: a. Emotional Support Merupakan dukungan yang berupa empati, kepedulian, perasaan, cinta, kepercayaan, penerimaan, kedekatan, dorongan, atau perhatian. Dukungan ini merupakan kehangatan dan pengasuhan yang disediakan oleh sumber- sumber dukungan sosial. Dengan menyediakan emotional support, individu dapat merasa bahwa dirinya berharga. b. Instrumental support Merupakan bentuk dukungan yang berupa pemberian bantuan finansial yang berwujud kebendaan, maupun pelayanan. Dukungan ini meliputi bagaimana orang- orang saling membantu secara langsung dalam bentuk konkrit. c. Informational support Informational support merupakan penyediaan nasihat, arahan, saran, dan informasi yang berguna bagi seseorang. Dukungan ini sangat berguna untuk membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah. d. Companionship support Merupakan bentuk dukungan yang memberikan pengertian pada seseorang mengenai kepemilikan sosial. Bentuk dukungan ini dapat terlihat dari kesediaan untuk menemani maupun keikutsertaan pada aktivitas sosial bersama. Sarafino (1990) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu mendapatkan dukungan sosial dari orang lain, yaitu: a. Penerima dukungan (recipent) Individu tidak akan memperoleh dukungan jika individu tersebut tidak ramah, tidak mau menolong individu lain, dan tidak membiarkan individu lain mengetahui bahwa mereka membutuhkan pertolongan. Beberapa individu terkadang kurang asertif untuk memahami bahwa sebenarnya ia membutuhkan pertolongan orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak ingin mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan. 6 b. Penyedia dukungan (provider) Individu tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia tidak memiliki sumber- sumber yang dibutuhkan oleh individu. Selain itu, ketika penyedia tengah menghadapi stress, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa ada orang lain yang sedang membutuhkan dukungan darinya. c. Komposisi dan struktur jaringan sosial Hubungan ini bervariasi dalam hal ukuran, yaitu jumlah orang yang biasa dihubungi, frekuensi hubungan, yaitu seberapa sering individu bertemu dengan orang tersebut, komposisi, yaitu apakah orang tersebut adalah keluarga, teman, rekan kerja, atau lainnya, serta keintiman yang merupakan kedekatan hubungan individu dan adanya keinginan untuk saling mempercayai. Pendidikan termasuk kebutuhan dasar manusia termasuk bagi kaum dhuafa untuk menanggulangi keterbelakangan pendidikan mereka (Muhsin, 2004). Pada saat remaja tinggal di panti asuhan tentunya berbeda dengan saat mereka tinggal bersama keluarga. Lingkungan panti asuhan dan lingkungan keluarga yang berbeda tentunya menyebabkan mereka sulit menyesuaikan diri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rifai (2015) yang menyatakan bahwa pada awalnya remaja panti asuhan mengalami perasaan takut dan cemas ketika pertama kali berada di dalam panti asuhan akan tetapi remaja panti asuhan mengatasi hal tersebut dengan mengikuti segala bentuk aktivitas dan kegiatan yang berlangsung secara bersama-sama lalu pada akhirnya remaja panti asuhan dapat menyesuaikan diri dengan baik serta menerima keadaanya yang sekarang. Perasaan terkekang dan pikiran negatif yang berlebihan pada akhirnya akan menyebabkan penolakan diri dengan kondisi remaja dhuafa saat ini. Namun apabila remaja dhuafa dapat mengatasi perasaan terkekang dan pikiran negatif yang muncul, maka mereka akan dapat menerima diri dengan kondisi yang dialaminya. Menurut Maslow (dalam Hjelle & Ziegler, 1992) jika memiliki penerimaan diri seseorang akan dapat memiliki sifat positif terhadap dirinya, sehingga mampu menerima keadaan dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Penerimaan diri menurut 7 Hurlock (1979) adalah kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka seseorang akan mampu berpikir logis tentang baik atau buruknya suatu masalah yang terjadi tanpa menimbulkan permusuhan, perasaan rendah diri, malu, dan rasa tidak aman. Penerimaan diri seseorang tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan diri menurut Sari & Nuryoto (2002) adalah dukungan sosial. Menurut Sarason & Pierce (dalam Baron & Byrne, 2005) dukungan sosial merupakan kenyamanan seseorang secara fisik atau psikologis yang diberikan oleh orang lain. Dengan adanya dukungan sosial, seseorang merasa bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain (Kumalasari & Ahyani, 2012). Seperti yang dijelaskan oleh Rogers (dalam Sari & Reza, 2013) jika individu diterima secara positif oleh orang lain, individu itu akan cenderung untuk mengembangkan sikap positif terhadap diri sendiri dan lebih menerima diri sendiri. 2. METODE Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Variabel bebas dukungan sosial, variabel tergantung penerimaan diri. Subjek penelitian adalah remaja dhuafa di PAKYM Surakarta yang berjumlah 33 orang, PAYPA I Surakarta yang berjumlah 9 orang, dan PAYPA II Surakarta yang berjumlah 16 orang. Populasi dan sampel berjumlah 58 orang dengan usia 12-21 tahun, berjenis kelamin lakilaki dan perempuan, dan masih memiliki orang tua. Pengumpulan data menggunakan skala penerimaan diri berdasar aspek dari Jersild (1978) yaitu self awareness, perception of self, dan chance and situation dan skala dukungan social berdasar aspek Wills (dalam Kusuma, 2013) yaitu emotional support, instrumental support, informational support, dan companionship support. Uji validitas dilakukan oleh expert judgement dan diuji menggunakan teknik korelasi product moment. Uji reliabilitas dilakukan menggunakan teknik 8 cronbach alpha. Hasil analisis akan diuji menggunakan teknik korelasi product moment. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa hilai korelasi antara dukungan sosial dengan penerimaan diri sebesar 0,309 dengan signifikansi sebesar 0,009 (p<0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri. Temuan penelitian juga dilakukan oleh Marni & Yuniawati (2015) dalam penelitiannya tentang Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Penerimaan Diri Pada Lansia Di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada lansia dipanti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi pula penerimaan diri pada lansia. Sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial maka tingkat penerimaan diri pada lansia akan semakin rendah. Sari & Nuryoto (2002) juga memaparkan bahwa salah satu faktor dari penerimaan diri adalah adanya dukungan sosial. Rerata empirik pada variabel dukungan sosial sebesar 132,16 dan rerata hipotetik sebesar 92,5. Jadi rerata empirik > rerata hipotetik yang berarti pada umumnya remaja dhuafa di PAYPA I, PAYPA II, dan PAKYM memiliki tingkat dukungan sosial yang sangat tinggi. Rerata empirik pada variabel penerimaan diri sebesar 126,40 dan rerata hipotetik sebesar 90. Jadi rerata empirik > rerata hipotetik yang berarti pada umumnya remaja dhuafa di PAYPA I, PAYPA II, dan PAKYM memiliki tingkat penerimaan diri yang sangat tinggi. Penerimaan diri remaja dhuafa dipengaruhi oleh adanya dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan subjek. Menurut Wills (dalam Kusuma, 2014) terdapat empat aspek dukungan sosial yaitu emotional support, instrumental support, informational support, dan companionship support. Emotional support berupa kualitas interaksi dengan orang lain yang menyangkut emosi dan perasaan, dapat berupa empati, kepedulian dan perhatian. Dengan diberikannya perhatian dari pengasuh panti, orang tua maupun teman – 9 teman, remaja dhuafamemiliki perasaan bahwa dia merasa dicintai, diterima, dan diperhatikan meskipun mereka harus tinggal di panti asuhan atau tinggal terpisah dari keluarga mereka sehingga mereka dapat menerima keadaan dirinya dengan baik. Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Phillip (dalam Handayani, dkk, 1998) yang menyatakan bahwa salah satu aspek penerimaan diri adalah tidak merasa ditolak orang lain, tidak pemalu, serta menganggap dirinya berbeda dari orang lain. Aspek kedua adalah instrumental support yaitu dukungan dalam bentuk kebendaan yang dapat berupa bantuan secara langsung. Pemberian instrumental support berupa pemberian dana dan fasilitas dari pihak panti asuhan yang berupa asrama, alat belajar dan kesempatan untuk bersekolah. Dengan menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi, remaja dhuafa dapat meningkatkan taraf hidupnya dan dapat meningkatkan penerimaan dirinya. Seperti yang dipaparkan oleh Sari & Nuryoto (2002) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan diri seseorang yaitu pendidikan. Aspek ketiga adalah informational support yang berupa pemberian saran, informasi, nasehat, dan petunjuk. Pemberian informasi atau saran didalam panti asuhan melalui kegiatan ceramah keagamaan yang dilakukan secara rutin setiap hari.Hal tersebut sesuai dengan yang dipaparkan oleh Sikula (dalam Mangkunegara, 2013) menyatakan bahwa ada beberapa metode untuk meningkatkan penerimaan diri seseorang yaitu metode ceramah, role play, studi kasus, simulasi dan permainan, serta pemutaran video. Aspek keempat adalah companionship support yaitu kegiatan yang bersifat menyenangkan. Panti asuhan mengadakan kegiatan outbond, kegiatan memasak, menjahit, pelatihan tapak suci, dsb yang memiliki tujuan agar diantara anak – anak panti asuhan dapat bersosialisasi dengan baik. Seperti yang dipaparkan oleh Fitri (2015) bahwa remaja yang dapat menerima dirinya akan cenderung baik hubungan sosialnya dikarenakan mampu menerima lingkungan teman sebayanya dengan baik pula. Penerimaan diri membantu seseorang untuk mampu mengembangkan dirinya secara optimal, begitu pula sebaliknya, kurangnya 10 penerimaan diri pada remaja menyebabkan mereka tidak bisa mengembangkan dirinya dan mengalami kesulitan untuk mengembangkan dirinya. Dukungan sosial mempengaruhi penerimaan diri sebesar 9,55 %. Terdapat 90,45% faktor lain yang mempengaruhi tingkat penerimaan diri seseorang. 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu : 1. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri. 2. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dukungan sosial pada subjek penelitian tergolong sangat tinggi. 3. Berdasarkan hasil penelitian diketahui penerimaan diri pada subjek penelitian tergolong sangat tinggi. 4. Berdasarkan hasil penelitian diketahui sumbangan efektif dari dukungan sosial terhadap penerimaan diri sebesar 9,55%. 4.2. Saran Berdasarkan hasil analisis data pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya saran dari penelitian ini yaitu : 1. Bagi anak panti asuhan, diharapkan dapat terus meningkatkan penerimaan dirinya, misalnya dengan cara mengikuti kegiatan ceramah atau yang diadakan di panti asuhan ataupun dengan mengikuti kegiatan di dalam maupun di sekolah. 2. Bagi orang tua diharapkan sering berkunjung ke panti untuk memberi semangat atau mendengarkan curhatan dari anak mereka sehingga dapat menambah penerimaan dirinya. 3. Bagi pengurus panti asuhandiharapkan lebih memperhatikan anak panti dengan cara mendengarkan curhatan dan memberi dorongan agar anak panti mengikuti 11 kegiatan yang dilaksanakan oleh panti agar dapat meningkatkan penerimaan dirinya. 4. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama, diharapkan meneliti variabel – variabel lain yang belum diungkap selain dukungan sosial seperti penyesuaian diri, konsep diri yang stabil, dsb. Daftar Pustaka Ahmad, Gaus. (2015, Mei 25). Penjara Bernama Panti Asuhan. Diunduh dari http://dennyja-world.com/account/karyamu-kolommu-polemikmu/penjarabernama-panti-asuhan/ Baron, R. A., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Fitri, Lany. (2015).Efektivitas Teknik Permainan Untuk Meningkatkan Penerimaan Diri (Self-Acceptance) Siswa (Tesis, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung). Diunduh dari http://repository.upi.edu/18519/5/T_BP_1201369_Chapter1.pdf Handayani, M. M., Ratnawati, S., & Helmi, A. F. (1998). Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri Dan Harga Diri. Jurnal Psikologi, (2), 47-55, ISSN : 0215 – 8884. Hjelle, L. A., & Ziegler, D. J. (1992). Personality Theories Basic Assumptions, Research, and Application. Singapore: Mc Graw Hill. Hurlock, E. B. (1979). Personality Development. New Delhi: Mc Graw-Hill. Jefriando, M. (2015, September 15). Jumlah Orang Miskin di RI Capai 28,59 Juta, Naik 1%. Detik.com. Diunduh dari http://finance.detik.com/ekonomibisnis/3019189/jumlah-orang-miskin-di-ri-capai-2859-juta-naik-1 Jersild, A. T., Brook, J. S., & Brook, D. W. (1978). The Psychology of Adolescence. New York: Macmillan Publishing Kumalasari, F., & Ahyani, L. N. (2012). Hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Jurnal Psikologi Pitutur, 1(1), 21-31. 12 Kusuma, A.W. (2013). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Penerimaan Diri dengan Resiliensi pada Remaja Penyandang Tuna Rungu di SLB-B Kabupaten Wonosobo . (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosadyakarya. Marni, A., Yuniawati, R. (2015). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Penerimaan Diri Pada Lansia Di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Empathy, Jurnal Fakultas Psikologi. 3(1), 2. Diunduh dari http://www.journal.uad.ac.id/index.php/EMPATHY/article/view/3008 Muhsin, M.K. (2004). Menyayangi Dhuafa. Jakarta: Gema Insani. Muhammad, J. (2010, Desember 16). Waduh, Mayoritas Anak Panti Asuhan Punya Orang Tua. Republika.co.id. Diunduh dari http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/nasional/10/12/16/152513-waduh-mayoritas-anak-di-panti-asuhanpunya-orang-tua Panti Asuhan. (2016, Juni 12). Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Panti_asuhan Diunduh dari Rifai, N. (2015). Penyesuaian Diri Pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan (Study Kasus Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah Klaten). (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Sarafino, E.P (1990). Health Psychology: Biopsychososial Interactions (ed.3). New York: John Wiley & Sons Inc. Sari, D.J., Reza, M. (2013). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Penerimaan Diri Pada Remaja Penderita Hiv Di Surabaya. Character: Jurnal penelitian psikologi. 1(3), 1-3. Diunduh dari http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/2716 Sari, E. P., Nuryoto, S. (2002). Penerimaan Diri pada Lanjut Usia Ditinjau dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi. Universitas Gajah Mada. No. 2. 7388. doi: http://dx.doi.org/10.22146/jpsi.7017. Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Grasindo. 13 Triastuti, S., Mulyadi, Fauziah, P. (2012). Peranan Panti Asuhan Dalam Pemberdayaan Anak Melalui Keterampilan Sablon. Diklus, 16(2), 120133. Diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=282892&val=456&tit le=PERANAN%20PANTI%20ASUHAN%20DALAM%20%20PEMBER DAYAAN%20ANAK%20MELALUI%20KETERAMPILAN%20SABLO N 14