produksi gas hasil biodegradasi minyak bumi

advertisement
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 111-116
111
PRODUKSI GAS HASIL BIODEGRADASI MINYAK BUMI:
KAJIAN AWAL APLIKASINYA DALAM MICROBIAL ENHANCED OIL
RECOVERY (MEOR)
Astri Nugroho
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan,
Universitas Trisakti, Jakarta Barat 11440, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengamati kemampuan produksi gas hasil degradasi minyak bumi oleh isolat-isolat
bakteri. Peranan gas dalam MEOR adalah meningkatkan tekanan dalam reservoar, menurunkan viskositas minyak
bumi, meningkatkan permeabilitas minyak bumi karena meningkatnya porositas dan viskositas, serta meningkatkan
volume minyak bumi karena banyaknya gas terlarut. Telah dilakukan analisis gas hasil degradasi minyak bumi oleh
isolat bakteri hidrokarbonoklastik, yaitu Bacillus badius (A), Bacillus circulans (B), Bacillus coagulans (C), Bacillus
firmus (D), Pasteurella avium (E) dan Streptobacillus moniliformis (F). Tahap perlakuan terdiri dari uji produksi gas,
analisis gas dan analisis hasil degradasi minyak bumi dengan menggunakan medium SMSS. Uji produksi gas dengan
menggunakan mikrorespirometer pada suhu 40°C memperlihatkan bahwa isolat bakteri B, C, D, dan E dapat
menghasilkan gas lebih banyak dibandingkan 2 isolat bakteri lainnya, yaitu A dan F. Selanjutnya dilakukan analisis gas
CO2, O2, CO, N2, CH4, dan H2 dengan menggunakan Kromatografi Gas (GC). Hasil analisis gas menunjukkan hanya 3
jenis gas yang terdeteksi, yaitu CO2 dan N2 dengan konsentrasi yang terus meningkat dan O2 dengan konsentrasi yang
terus menurun selama 8 hari. Kultur campuran menghasilkan gas CO2 sampai 4,05% pada hari ke-4, sedangkan kultur
murni C dan D, hanya 2,4534% dan 2,8729%. Hasil kromatografi menunjukkan terjadinya degradasi minyak bumi
dengan semakin bertambahnya jumlah hidrokarbon sederhana dengan konsentrasi 12,03% dan terbentuknya senyawa
hidrokarbon dengan rantai yang lebih panjang sebanyak 3,07%. Kultur campuran M3 dan M5 memiliki kemampuan
menghasilkan gas CO2 tertinggi dibandingkan isolat bakteri tunggal. Selain itu, kultur campuran C dan D mampu
menguraikan minyak bumi dan merupakan konsorsium yang saling menguntungkan (sinergisme).
Abstract
Gas Production Generated from Crude Oil Biodegradation: Preliminary Study on its Aplication in Microbial
Enhanced Oil Recovery (MEOR). The objective of this study is to observe the capacity of gas production generated
from crude oil degradation by the isolated bacteria. The gas in the MEOR could increase pressure in the reservoir,
decrease oil viscosity, increase oil permeability-due to the increase of the porosity and viscosity, and also increase oil
volume due to the amount of dissolved gas. A research on gas analysis of oil degradation by 6 isolated bacteria has been
conducted. The bacteria isolates including Bacillus badius (A), Bacillus circulans (B), Bacillus coagulans (C), Bacillus
firmus (D), Pasteurella avium (E) and Streptobacillus moniliformis (F). The trial on gas production, gas analysis and oil
degradation analysis, was carried out by using SMSS medium. The test of gas production was done by using
microrespirometer at 40°C. The result shows that B, C, D, E produce more gas than A and F. Gas of CO2, O2, CO, N2,
CH4, and H2 were analyzed by using GC. The results show that only three gases were detected by GC i.e. CO2, N2, and
O2. The concentration of CO2 and N2 gas increased while the concentration of O2 decreased over an 8th day of
observation. CO2 gas producted by mix culture was higher than by the pure culture. On the 8th day of incubation, the
production of CO2 gas by mix culture was 4,0452% while pure culture C and D only produced 2,4543% and 2,8729%.
The mix culture increase simple hydrocarbon by 12.03% and the formation of a complex hydrocarbon by 3.07%. The
mix culture (C-D) generated the highest concentration of CO2 gas as well as a synergistic concortium that has ability to
degrade crude oil.
Keywords: degradation, mix culture, gas, crude oil, MEOR, crude oil biodegradation
111
112
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 111-116
1. Pendahuluan
Eksploitasi minyak bumi dari sumur-sumur minyak
bumi belum memanfaatkan keseluruhan kandungan
minyak bumi yang ada. Perolehan minyak bumi dengan
menggunakan metode konvensional hanya mampu
menghasilkan minyak sekitar 30-40% dari kandungan
minyak keseluruhan (Geffen, 1975 dalam [1]).
Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah suatu mekanisme
yang digunakan pada tahapan tertiary recovery untuk
meningkatkan produksi minyak setelah tahapan primary
dan secondary recovery. Salah satu teknik EOR yang
dikembangkan sakarang ini adalah dengan memanfaatkan mikroba yang dikenal dengan Microbial Enchanced
Oil Recovery (MEOR).
Prinsip dasar MEOR adalah pemanfaatan produk
metabolit sekunder mikroba untuk membantu
meningkatkan perolehan minyak yang tersisa atau masih
terperangkap di dalam reservoir [2,3]. Pertumbuhan dan
perkembangan mikro-organisme pada dasarnya adalah
hasil dari proses metabolisme tetapi tidak semua hasil
metabolisme habis terpakai untuk pertumbuhan dan
perkembangan sel organisme. Sisanya yang berupa
produk metabolit sekunder dikeluarkan dari dalam
tubuh ke lingkungan sekitarnya. Menurut [2,4,5],
produk metabolit sekunder yang diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan perolehan minyak
bumi adalah produksi asam, produksi pelarut, produksi
surfaktan, produksi polimer, dan produksi gas.
Aplikasi MEOR dilakukan dengan cara mikroba
diinjeksikan ke dalam reservoar dengan harapan dapat
menghasilkan senyawa-senyawa yang mempunyai
fungsi sama dengan senyawa kimia yang digunakan
pada teknik chemical flooding secara in situ yaitu
surfaktan, biopolimer, pelarut, asam, dan gas. Seperti
disebutkan, senyawa-senyawa inilah yang dapat
meningkatkan perolehan minyak bumi.
Mikroba yang digunakan dalam MEOR adalah mikroba
pengguna hidrokarbon (hidrokarbono-klastik), suatu
jenis mikroba yang mampu menggunakan minyak bumi
sebagai sumber karbonnya. Biodegradasi minyak bumi
akan berlangsung cepat bila bakteri yang digunakan
merupakan bakteri yang dapat memanfaatkan minyak
bumi sebagai sumber karbonnya. Ini berarti kemungkinan
untuk menghasilkan gas sebagai hasil degradasi minyak
bumi akan semakin besar [4].
Proses fermentasi karbohidrat oleh mikroba anaerob
akan menghasilkan gas-gas seperti CO2, hidrogen dan
metana. Di antara produk gas tersebut, gas CO2
merupakan produk yang penting dalam mekanisme
MEOR. Gas CO2 hasil produksi mikroba ini pada
dasarnya sama dengan gas CO2 yang digunakan dalam
proses injeksi, hanya produksi gas CO2 hasil fermentasi
ini dilakukan secara in situ sehingga diharapkan skala
pengaruhnya dapat lebih luas [6,7]. Menurut Zobell et
al. [8], adanya gas dalam reservoir selain dapat
mengembalikan tekanan dalam reservoir juga dapat
menurunkan viskositas minyak sehingga meningkatkan
mobilitasnya.
Selanjutnya, hasil penelitian [3] membuktikan bahwa
produksi gas yang dibarengi dengan suasana asam dapat
pula membantu melarutkan matriks bantuan.
Peningkatan gas hasil metabolisme mikroba, seperti gas
CO2 dan adanya perubahan porositas batuan
berkandungan minyak bumi akan membantu mendorong
minyak bumi dalam pori-pori batuan, untuk keluar dan
dipompakan ke atas sebagai hasil pengeboran minyak
bumi. Beberapa mikroba genus Clostridium, Bacillus,
Desulfovibrio dan Methanobacterium omerlanskii
mampu memproduksi gas hasil reaksi dalam suasana
anaerob untuk membantu mengembalikan tekanan
reservoir [2].
Gas-gas yang dapat dihasilkan dari biodegradasi minyak
bumi adalah CO2, CO, CH4, C2H6, C3H8, C4H10, H2S,
N2, dan H2. Gas yang diteliti hanya CO2, CO, CH4, H2S,
N2, dan H2. Gas CO2 dan CH4 merupakan indikator
terjadinya biodegradasi. CH4 merupakan hasil degradasi
minyak bumi dalam kondisi anaerob. Gas H2S perlu
diteliti karena memiliki sifat korosif yang dapat
merusak peralatan pertambangan dari logam [3,6].
Gas hasil degradasi minyak bumi oleh mikroba
memiliki peranan yang penting untuk diaplikasikan
dalam MEOR. Secara umum peranan gas dalam MEOR
adalah meningkatkan tekanan dalam reservoar,
menurunkan viskositas minyak bumi, meningkatkan
permeabilitas minyak bumi karena meningkatnya
porositas dan viskositas, serta meningkatkan volume
minyak karena banyaknya gas terlarut [4,5]. Aplikasi
MEOR lebih ekonomis dan aman dibandingkan cara
konvensial dengan menggunakan zat-zat kimia yang
seringkali membutuhkan biaya lebih tinggi serta
berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan [9].
Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah
mengamati kemampuan produksi gas hasil degradasi
minyak bumi oleh isolat-isolat bakteri. Hipotesis
penelitian ini ádalah degradasi minyak bumi oleh isolat
bakteri akan menghasilkan berbagai senyawa sederhana
dan bermacam-macam gas.
2. Metode Penelitian
Bahan. Dalam penelitian ini digunakan 2 macam media
pertumbuhan bakteri, yaitu NA (Nutrien Agar/agar
nutrisi), dan SMSS (Salt Mineral Stone Solution) yang
diperkaya dengan ekstrak ragi 0,01% dan 1% minyak
mentah yang berasal dari Babelan, Bekasi.
Isolat Bakteri. Isolat bakteri yang digunakan pada
penelitian ini terdiri dari 6 isolat yaitu: Bacillus badius
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 111-116
(A), Bacillus circulans (B), Bacillus coagulans (C),
Bacillus firmus (D), Pasteurella avium (E) dan
Streptobacillus moniliformis (F).
Seleksi Produksi Gas. Alat yang digunakan untuk
seleksi produksi gas adalah mikrorespirometer
sederhana. Prinsip kerja alat ini adalah perubahan
tekanan di dalam tabung mikrorespirometer. Bila
tekanan berkurang maka larutan Brodie akan bergeser
ke arah tabung perlakuan sedangkan bila tekanan
bertambah, maka larutan Brodie akan bergeser menjauhi
tabung perlakuan. Sebelum pengamatan, pipa U
dikalibrasi terlebih dahulu untuk mengetahui volume
pipa.
Analisis Minyak Bumi dan Gas. Analisis minyak bumi
dilakukan hanya pada kultur campuran dari isolat
terpilih dengan lama inkubasi 0 dan 8 hari dengan
menggunakan KG/MS (Kromatografi Gas/Spektrometer
Massa). Analisis gas dilakukan terhadap bakteri hasil
seleksi untuk kultur murni atau pun kultur campuran.
Medium SMSS yang telah ditambah inokulum sebanyak
10% v/v (106 sel/mL) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
250 mL yang tutupnya telah dimodifikasi untuk
mengisolasi gas (Gambar 1) dan sampling gas dilakukan
melalui silikon yang terdapat pada bagian atas. Kultur
campuran untuk inokulum dimasukan sebanyak 10%
v/v (106 sel/mL) dengan perbandingan 1:1. Pada bagian
bawah tutup diberi kertas saring yang dibasahi timbal
asetat untuk menangkap gas H2S. Inkubasi dilakukan
pada suhu 40°C dan agitasi 90 rpm.
Setelah gas cukup terisolasi, gas disampling dengan
menggunakan suntikan kedap gas 10 mL melalui silikon
dan disuntikan ke injektor KG untuk dianalisis secara
kuantitatif dan kualitatif. Gas yang dianalisis adalah
CO2, H2, O2, N2, CH4, dan CO. Sebelum dan sesudah
perlakuan, pH medium diukur dengan menggunakan
kertas pH.
113
3. Hasil dan Pembahasan
Uji Produksi Gas dengan Mikrorespirometer.
Penghitungan jumlah produksi gas tidak dihitung seperti
menghitung konsumsi oksigen, tetapi perhitungan
disederhanakan untuk melihat jumlah gas yang
dihasilkan oleh proses biodegradasi. Satuan yang
digunakan adalah mL/menit. Jenis gas belum dapat
diidentifikasi dan gas yang dihasilkan merupakan
jumlah gas total.
Gambar 2 terlihat bahwa hampir semua isolat bakteri
kecuali A dan F, mampu menghasilkan gas. Isolat
bakteri D memiliki kemampuan menghasilkan gas yang
terbesar, yaitu 0,005 mL per menit dan terendah adalah
isolat bakteri B, yaitu 0,001 mL per menit. Rendahnya
produksi gas tersebut sebagai akibat tidak adanya agitasi
selama masa inkubasi. Umumnya isolat bakteri uji
membutuhkan O2, ditandai dengan menurunnya tekanan
dalam tabung perlakuan dan setelah beberapa waktu
tekanan tabung kembali meningkat dikarenakan
dihasilkannya gas. Gas yang dihasilkan kemungkinan
adalah hasil degradasi minyak bumi oleh bakteri. Gas
yang mungkin dihasilkan adalah karbondioksida (CO2),
metana (CH4), etana (C2H6), propana (C3H8), butana
(C4H10), hidrogen sulflda (H2S), nitrogen (N2) dan
hidrogen (H2), dan karbonmonoksida (CO) karena pada
suhu 40°C senyawa-senyawa tersebut berwujud gas
[10,11].
Isolat bakteri A dan F tidak mampu memproduksi gas
dan hanya membutuhkan oksigen untuk memotongmotong rantai hidrokarbon minyak bumi menjadi
potongan yang masih panjang dan tidak dapat menguap
pada suhu 40oC. Kemungkinan lainnya adalah isolat
bakteri nembentuk senyawa-senyawa hidrokarbon yang
lebih panjang.
Biodegradasi hidrokarbon alifatik biasanya terjadi pada
kondisi aerob. Tahap awal degradasi hidrokarbon secara
aerob adalah memasukkan molekul oksigen ke dalam
Silikon
Tutup pengisolasi gas
Medium SMSS
Gambar 1. Erlenmeyer dengan Tutup Pengisolasi Gas
Gambar 2. Kurva Uji Produksi Gas Oleh Isolat Bakteri
Menggunakan Mikrorespirometer
114
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 111-116
hidrokarbon oleh enzim oksigenase. Menurut [12], Jalur
degradasi alkana yang paling umum adalah oksidasi
rantai terminal (Gambar 3). Alkana dioksidasi menjadi
alkohol dan selanjutnya menjadi asam lemak [13].
Jalur metabolisme asam lemak selanjutnya dapat
melalui jalur lipid seluler, β-oksidasi, dan α-oksidasi.
Melalui jalur β-oksidasi asam lemak akan diubah
menjadi asetil ko-A dan masuk ke dalam siklus TCA,
diubah menjadi CO2 dan energi. Bila melalui jalur αoksidasi asam lemak akan diubah langsung menjadi
CO2 dan turunan lemak [14].
Selain oksidasi terminal, mikroba juga dapat
mengoksidasi hidrokarbon alifatik melalui oksidasi
subterminal (Gambar 4). Pada jalur ini molekul oksigen
dimasukan ke dalam rantai karbon membentuk alkohol
sekunder yamg selanjutnya dioksidasi menjadi keton
dan akhirnya ester. Kemudian ikatan ester dipecah
membentuk alkohol primer dan asam lemak.
Selanjutnya alkohol dioksidasi melalui aldehid
membentuk asam lemak dan kedua fragmen asam lemak
akan dimetabolisme lebih lanjut melalui β-oksidasi [12].
Degradasi alisiklik biasanya melalui oksidasi unit
terminal menghasilkan alkohol primer. Biasanya
mikroorganisme yang bisa mendegradasi komponen
Gambar 5. Oksidasi Metana Menjadi Karbondioksida [15]
alifatik dapat juga mendegradasi komponen alisiklik.
Dalam degradasi komponen hidrokarbon minyak bumi,
hidroksilasi sangat penting untuk menginisiasi degradasi
sikloalkana [13].
Variasi komposisi minyak bumi menyebabkan kemampuan biodegradasi oleh mikroba berbeda pula. Faktor
lingkungan sangat menentukan karena mikroba membutuhkan kondisi optimum agar biodegradabilitasnya
tinggi.
Produksi CH4 dapat melalui dua jalur yaitu reduksi CO2
dengan menggunakan H2 dan fermentasi komponen
minyak bumi. CH4 dihasilkan dari dekomposisi minyak
bumi secara anaerob. Gas metana dapat diubah menjadi
karbondioksida melalui serangkaian reaksi enzimatis
oleh sistem enzim metana mono-oksigenase (Gambar 5)
menjadi senyawa lebih sederhana. Pada lingkungan
mikroba yang aktif, produksi hidrogen selama
fermentasi akan digunakan sebagai sumber energi dalam
respirasi anaerob untuk reduksi nitrat dan sulfat,
metanogenesis atau asetogenesis.
Gas nitrogen dihasilkan dari degradasi minyak bumi
yang bergugus atom nitrogen pada kondisi anaerob [4].
Minyak bumi yang mengandung rantai pendek dan
hidrokarbon aromatik akan menghasilkan CH4 yang
sedikit sekali. Etana, propana, dan butana diproduksi
secara mikrobiologis dalam fermentasi minyak bumi
dan dapat diubah menjadi senyawa lebih sederhana [11].
Gambar 3. Oksidasi n-alkana melalui Jalur Terminal:
a. Monooksigenase; b. Alkoholdehidrogenase;
c. Aldehid dehidrogenase
Gambar 4. Oksidasi n-alkana Melalui Jalur Sub Terminal
[12]
Sedikitnya produksi gas disebabkan tidak adanya agitasi
selama masa inkubasi sehingga kontak antara bakteri
dengan komponen medium sangat kecil dan minyak
bumi berada di bagian permukaan menutupi aliran gas
dari bagian bawah medium dan gas yang dihasilkan
larut dalam minyak. Karena isolat bakteri C dan D
mampu memproduksi gas lebih banyak dari isolat
lainnya, maka selanjutnya dilakukan analisis degradasi
minyak bumi dan analisis produksi gas oleh kultur
campuran isolat C dan D, maupun kultur murni untuk
masing-masing isolat C maupun isolat D.
Analisis Minyak Bumi Hasil Degradasi. Analisis
minyak bumi hanya dilakukan pada kultur campuran
dari isolat bakteri C dan D dengan menggunakan
KG/MS. Pada suhu kolom 40°C selama 5 menit sampel
minyak bumi yang mengalami perubahan wujud ke gas
adalah senyawa hidrokarbon dengan jumlah atom C
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 111-116
115
Gambar 6. Waktu
Tambat
Puncak-Puncak
Hasil
Kromatografi dan Konsentrasi Senyawa
kurang dari 5 seperti iso-pentana dengan titik didih
28°C, dan n-pentana dengan titik didih 36oC.
Selanjutnya suhu kolom ditingkatkan hingga menjadi
290°C selama 10 menit yang akan mengubah wujud
senyawa menjadi gas untuk senyawa hidrokarbon yang
memiliki titik didih di bawah suhu kolom tersebut.
Senyawa-senyawa yang berwujud gas selanjutnya
dibawa oleh gas pembawa helium dan akan dihasilkan
kromatogram.
Gambar 6 menunjukkan perbedaan antara minyak bumi
saat t ke-0 dan t ke-8. Semakin lama waktu tambat
menunjukkan semakin besarnya berat molekul senyawa
(BM) atau dalam hal ini rantai atom C yang semakin
panjang. Selain itu, terjadinya perubahan komposisi dan
konsentrasi senyawa penyusun minyak bumi menunjukkan telah terjadi degradasi. Pada kromatogram tampak
bahwa pada t ke-0 terbentuk 16 puncak, yang berarti
terdeteksi 16 senyawa sedangkan pada t ke-8 terbentuk
18 senyawa. Selain itu, tampak pula bahwa setelah masa
inkubasi 8 hari, konsentrasi hidrokarbon minyak bumi
mengalami penurunan serta terbentuk senyawa-senyawa
sederhana.
Analisis Gas. Gas yang terdeteksi dilihat dari hasil
kromatografi (Gambar 7) seluruh kultur hanya tiga
jenis, yaitu CO2, N2, dan O2 sedangkan gas yang
sebenarnya hendak dideteksi terdiri dari CO2, N2, O2,
H2, CH4, dan CO. Keenam jenis gas tersebut pada suhu
kolom 40°C berada pada fase gas. Tidak terdeteksinya
gas-gas lain diduga karena kurangnya panjang kolom,
yaitu hanya 3 m atau detektor yang kurang sensitif.
Gas CO2 dan N2 mengalami peningkatan dan gas O2
mengalami penurunan. Konsentrasi CO2 yang paling
tinggi dihasilkan oleh kultur campuran untuk setiap
waktu yang sama dibandingkan kultur C dan D. Pada
saat t = 8 hari, konsentrasi gas CO2 yang dihasilkan oleh
kultur campuran adalah 4,0452% sedangkan pada saat
yang sama kultur murni isolat C dan isolat D masingmasing menghasilkan gas CO2 dengan konsentrasi
2,4543% dan 2,8729%.
Gambar 7. Jenis dan Konsentrasi Gas Hasil Degradasi
Minyak Bumi Hasil Analisis dengan
Menggunakan Kromatografi Gas pada
Kultur Campuran pada Suhu 40°C dan
Agitasi 90 rpm
Ket: NAR: Nitrate reductase, NIR: Nitrite reductase, NOR: Nitric
oxide reductase, dan NOS: nitrous oxide reductase.
Gambar 8. Proses Denitrifikasi
Gas CO2 yang meningkat menunjukkan terjadinya
proses degradasi oleh isolat bakteri C, D, maupun kultur
campuran. Tingginya konsentrasi CO2 yang dihasilkan
oleh kultur campuran dibandingkan kultur murni
menunjukkan terjadinya sinergisme antara isolat bakteri
C dan D. Gas CO2 yang diproduksi merupakan hasil
akhir degradasi komponen minyak bumi seperti alkana
melalui jalur α-oksidasi atau β-oksidasi baik secara
oksidasi terminal maupun sub terminal. Minyak bumi
yang tergolong hidrokarbon alisiklik pun akhirnya dapat
menghasilkan CO2 melalui jalur β-oksidasi sedangkan
hidrokarbon aromatik membutuhkan 2 atom oksigen
untuk dapat didegradasi oleh bakteri sehingga
menghasilkan senyawa antara.
Oksigen semakin berkurang hingga t ke-8 karena
penggunaan oksigen oleh bakteri sebagai akseptor
elektron dengan menggunakan enzim oksigenase yang
akan memasukkan molekul oksigen ke hidrokarbon
minyak bumi. Terbukti dari hasil analisis minyak bumi,
terbentuk senyawa hidrokarbon yang mengandung
gugus atom oksigen. Degradasi alkana dapat terjadi bila
kondisi aerob dan komponen alisiklik didegradasi
dengan cara oksidasi metil terminal untuk menghasilkan
alkohol primer yang selanjutnya dioksidasi menjadi
asam lemak yang akan masuk jalur β-oksidasi [16].
116
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 111-116
Tidak dihasilkannya metana, diduga karena bakteri uji
bukan termasuk golongan metanogenik atau dapat saja
metana yang dihasilkan langsung diubah menjadi asam
atau CO2 melalui sistem enzim oksigenase oleh bakteri
karena bakteri uji termasuk golongan metanotrof
(Gambar 5). Peningkatan konsentrasi N2 menunjukkan
terjadinya proses denitrifikasi yang dilakukan oleh isolat
bakteri uji dikarenakan di dalam larutan medium
mengandung ion nitrat meskipun tampaknya sampel
minyak bumi yang digunakan tidak mengandung atom
nitrogen. Proses denitrifikasi dapat dilihat pada Gambar
8. Menurunnya konsentrasi O2 dari ketiga kultur dapat
menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya proses
denitrifikasi sebab denitrifikasi terjadi bila oksigen
terdapat dalam jumlah kurang atau anaerob [15].
H2S selama tahap ini tidak dihasilkan, karena kertas
saring yang mengandung timbal asetat dan ditempatkan
di bawah tutup pengisolasi gas tidak menghasilkan titik
hitam. Ini didukung pula hasil analisis minyak bumi
sebelumnya, yaitu sampel minyak bumi tidak
mengandung senyawa bergugus atom sulfur. Minyak
bumi Indonesia mengandung sulfur yang sangat rendah,
demikian pula dengan nitrogen dan oksigen [9].
Nilai pH medium SMSS selama masa inkubasi (0-8
hari) mengalami perubahan dengan kisaran sebesar 6,57,5. Kisaran pH ini tidak jauh berbeda dengan pH
optimum pertumbuhan bakteri pada umumnya.
Pergeseran pH yang tidak terlalu besar karena adanya
larutan penyangga berupa KH2PO4 dalam medium
SMSS yang diperkaya. Penurunan harga pH disebabkan
oleh aktivitas metabolisme bakteri dalam proses
biodegradasi minyak bumi yang menghasilkan asam
lemak sebagai produk akhirnya.
4. Simpulan
Isolat Bakteri B, C, D, E, F, dan G mampu
memproduksi gas lebih baik dibandingkan isolat bakteri
A dan H pada medium SMSS yan diperkaya, dengan
suhu inkubasi 40°C. Produksi gas tertinggi terjadi pada
isolat bakteri D, yaitu 0,0050 mL/menit, dengan suhu
inkubasi 40°C dan waktu dihasilkannya gas pada jam
ke-86. Hidrokarbon minyak bumi yang terdegradasi
oleh kultur campuran antara C dan D menghasilkan
senyawa hidrokarbon lebih banyak dengan rantai C
lebih panjang serta senyawa hidrokarbon yang
mengandung gugus atom O. Hasil kromatografi gas
menunjukkan bahwa gas yang dihasilkan oleh kultur
campuran dan kultur murni pada medium SMSS yang
diperkaya dengan suhu inkubasi 40°C dan agitasi 90
rpm, yaitu CO2 dan N2, dengan konsentrasi yang terus
meningkat, dan O2 dengan konsentrasi yang terus
menurun sebanding dengan waktu. Isolat bakteri kultur
campuran C dan D mampu mendegradasi minyak bumi
dan menghasilkan gas 89,7216%. Hasil ini lebih tinggi
dibandingkan gas yang diproduksi oleh kultur murni C
(75,884%) dan D (76,7436%). Hal ini menunjukkan
bahwa antara isolat bakteri C dan D terjadi sinergisme.
Perlu dilakukan analisis gas dengan menggunakan alat
yang lebih teliti, agar seluruh gas yang diproduksi
dalam jumlah yang sangat sedikit tetap dapat terdeteksi.
Daftar Acuan
[1] A.D. Forbes, Microorganism in Oil Recovery In:
Harrison et al. (Ed.), Hydrocarbon In
Biotechnology; Heyden & Son LTD. The Institute
of Petroleum, London, 1980, p.169-180.
[2] V. Moses & D.G. Springham, Bacteria and The
Enhancement of Oil Recovery. Applied Science
Publ. Ltd., London, 2002, p.383-399.
[3] R.S. Tarner, et al. Geomicrobiology Journal 19
(2001) 169-195.
[4] K.L. Sublette, Shourt Course On: Microbial
Enhanced Oil Recovery. Organized by PT Sakindo
Mulia, Jakarta, 1993, p.8-13.
[5] J.E. Zajic, et al. Microbial Enhanced Oil
Recorvery. Penwell Publ. Co., Tulsa, Oklahoma,
2003, p.175-193.
[6] J.C. Shaw, Apllied and Environment Microbiology
49/3 (2005) p.693-701.
[7] R.M. Atlas, Microbial Reviews 45/1 (1981) 180209.
[8] C.E. Zobell, et al. World Oil Journal 1126/13
(2005) 36-47.
[9] M. Udiharto, Diskusi Ilmiah Vll Hasil Penelitian
Lemigas. PPTMgB Lemigas, Jakarta, 1999. Tidak
dipublikasikan.
[10] E.G. Donaldson, G.V. Chilingarin, T.F. Yen,
Microbial Enhanced Oil Recovery. Development in
Petroleum Science, No. 22, Elsevier Science
Publisher, Amsterdam, 1989, p.1-12, 85-87, 181185.
[11] R. Watkinson. Interaction of Microorganism with
Hydrocarbon, In: Hydrocarbon in Biotechnology, Ed.
Harrison, D.E.F., Higgins, U. Watkinson, R. Heyden
& Son Ltd., London, 1980, p.11-24.
[12] R.M. Atlas, and R. Bartha, Microhial Ecology:
Fundamentals and Applications, Third Ed. The
Benjamin/Cumming Pub. Co., Inc. Redwood City,
California, 1992, p.11-13.
[13] J.T. Cookson Jr., Bioremediation Engineering:
Design and Application. Mc Graw Hill, Inc. New
York USA, 1995, p.95-135.
[14] M. Buchler and J. Schindler, Aliphatic
Hydrocarbon, In: Biotechnology Biotransformasi,
Vol. 6a. Verlag. Chemic. Basel, 1984, p.329-375.
[15] H.
Dalton, Transformation
by
Methane
Monooxygenase,
In:
Hydrocarbon
in
Biotechnology. Heyden & Son LTD. The Institute
of Petroleum London, London, 1980, p.235-236
[16] A. Horowitz, D. Gutnick, and E. Rosenberg,
Applied Microbiology 3O (1975) 10-19.
Download