persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEPSI GURU TERHADAP METODE PENGAJARAN
UNTUK ANAK HIPERAKTIF KELAS IV SD PELANGI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Dwi Marginingsih
NIM : 121134215
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
“No one has the ability to do something perfect. But each person is
given a lot of opportunity to do something right.”
“Tidak seorangpun punya kemampuan untuk melakukan sesuatu yang
sempurna. Namun, setiap orang diberi banyak kesempatan untuk
melakukan sesuatu yang benar.”
“Do the best you can do, then God will do the best you can't do.”
“Lakukan hal terbaik yang bisa kamu lakukan, setelah itu Tuhan akan
melakukan yang terbaik yang tidak bisa kamu lakukan.”
(Wilson Kanadi)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan yang pertama untuk Tuhan Yang Maha Esa yang
selalu menyertai dan menguatkan saya dalam menjalani kehidupan. Kedua, saya
persembahkan untuk orang tua, yaitu Bapak Bomin Kartono dan Ibu Asih Handayani
yang selalu memberikan yang terbaik, semangat, memenuhi segala kebutuhan saya,
serta doa demi kesuksesan dan masa depan saya. Ketiga, peneliti persembahkan untuk
Anik Parminingsih dan Aprilia Wahyu Ning Tyas yang selalu memberikan semangat
dan menyebut nama saya dalam setiap doanya. Keempat, skripsi ini dipersembahkan
untuk Ady Prasetyo yang selalu memotivasi saya untuk melakukan yang terbaik
dalam hidup.
Skripsi ini juga saya persembahkan untuk dosen-dosen saya yang selalu
memberikan bimbingan dan mendidik saya menjadi calon pendidik yang baik.
Teman-teman seperjuangan saya yang saling memberikan semangat dalam menjalani
hidup. Terakhir, saya persembahkan untuk Universitas Sanata Dharma yang telah
menuntun saya menjadi calon pendidik yang bermutu dan berkualitas.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
PERSEPSI GURU TERHADAP METODE PENGAJARAN
UNTUK ANAK HIPERAKTIF KELAS IV DI SD PELANGI
Dwi Marginingsih
NIM : 121134215
Perilaku yang ditunjukkan anak hiperaktif di kelas dapat menghambat proses
pembelajaran. Perilaku anak hiperaktif tersebut mengakibatkan munculnya berbagai
persepsi antarguru. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan mengenai (1) persepsi guru terkait dengan anak hiperaktif kelas IV
SD Pelangi, (2) persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas
IV SD Pelangi, dan (3) persepsi guru terhadap anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi
terkait dengan metode pengajaran.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen
penelitian yang digunakan peneliti adalah perekam, alat tulis, dan teks anecdot, dan
peneliti itu sendiri. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi data,
display data, dan menarik kesimpulan serta verifikasi.
Berdasarkan hasil penelitian dari observasi, wawancara, dan dokumentasi yang
telah peneliti lakukan menunjukkan adanya persamaan persepsi guru yang mengampu
di kelas IV SD Pelangi tentang anak hiperaktif dengan teori anak hiperaktif. Persepsi
guru terkait dengan kondisi siswa yang mengalami hiperaktif juga memiliki
kesamaan dengan teori anak hiperaktif. Begitu pula mengenai persepsi guru terhadap
metode pengajaran untuk anak hiperaktif, yaitu perpaduan berbagai metode
pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Metode pengajaran tersebut
adalah perpaduan antara metode pengajaran berpusat pada siswa dan metode
konvensional. Pedoman guru dalam pemilihan metode pengajaran adalah materi,
karakteristik anak, dan kemampuan anak. Tingkat keberhasilan penggunaan metode
pengajaran tersebut bergantung dengan suasana hati anak.
Kata Kunci: Persepsi Guru, Metode Pengajaran, Anak Hiperaktif
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
TEACHERS’ PERCEPTION TOWARD TEACHING METHOD
FOR HYPERACTIVE STUDENTS IN THE FORTH GRADE OF PELANGI
ELEMENTARY SCHOOL
Dwi Marginingsih
NIM: 121134215
The behavior presented by hyperactive children in the classroom might hinder
the learning process there. That behavior can result diverse perception among
teachers. Based on this background, the purposes of this study are to describe the (1)
the perception of teachers about hyperactive children in the fourth grade of Pelangi
Elementary School, (2) the perception of teachers on teaching method for hyperactive
children in the fourth grade of Pelangi Elementary School, (3) the perception of
teachers toward hyperactive children in the fourth grade of Pelangi Elementary
School about teaching method.
This research method is qualitative descriptive. Methods of data collection in
this study are by observation, interview, and documentation. The instrument used in
this study are recorders, stationery, text anecdot, and researcher itself. Data analysis
techniques used in research are by data reduction, data display, and finally draw
conclusions and verification.
The results from observations, interviews, and documentation which has been
done indicate a common perception between administer teacher in fourth grade of
Pelangi Elementary School toward hyperactive children with theory of hyperactive
child. Teachers' perceptions toward children with hyperactive conditions is similar to
theory of hyperactive children. Teacher's perception of the teaching method for
hyperactive children is a combination of various methods of teaching that are packed
in one learning intact. The teaching method is a combination of student-centered
teaching methods and conventional methods. Teachers' guidance in teaching method
is by considering material, characteristic and ability of each child. The success rate
of the use of teaching method depends also on the mood of the children.
Keywords: Teacher's Perception, Teaching Method, Hyperactive Children
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “Persepsi Guru Terhadap Metode Pengajaran
Untuk Anak Hiperaktif Kelas IV SD Pelangi” ini dengan baik. Penyusunan skripsi
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, serta dapat bermanfaat
bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas
dari berbagai hambatan, seperti keterbatasan waktu, pengetahuan, dan pengalaman.
Namun, berkat semangat dan dukungan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Sanata Dharma, yaitu
Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma, Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Apri Damai Sagita
Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Universitas Sanata Dharma, Eny Winarti, S.Pd., M.Hum., Ph.D., dan Brigitta
Erlita Tri Anggadewi, S. Psi., M. Psi. selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan petunjuk selama proses penelitian
dan penulisan skripsi hingga selesai.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ......................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT ......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 7
1.3 Pembatasan Masalah ................................................................................ 7
1.4 Rumusan Masalah .................................................................................... 7
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
1.7 Definisi Operasional ................................................................................. 9
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 10
2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................... 10
2.1.1 Deskripsi Partisipan yang Diteliti ................................................... 10
2.1.2 Persepsi............................................................................................. 12
2.1.3 Metode Pengajaran .......................................................................... 19
2.1.4 Hiperaktivitas .................................................................................. 25
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .................................................................. 30
2.3 Kerangka Teori ......................................................................................... 34
2.4 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 37
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 37
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 39
3.3 Partisipan Penelitian .................................................................................. 40
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ................................................ 43
3.5 Instrumen Penelitian .................................................................................. 46
3.6 Teknik Keabsahan Data ............................................................................. 48
3.7 Analisis Data ............................................................................................. 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 55
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 55
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.1.1 Deskripsi Partisipan Penelitian ........................................................ 55
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 75
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 91
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 91
5.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 92
5.2 Saran .......................................................................................................... 92
DAFTAR REFERENSI ..................................................................................... 94
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Persepsi menurut Walgito (2010) ....................... 16
Gambar 2.2 Skema Proses Terjadinya Persepsi menurut Walgito (2010) ........... 17
Gambar 2.3 Literatur Map Penelitian-penelitian Relevan ................................... 33
Gambar 3.3 Bagan Triangulasi Metode ............................................................... 50
Gambar 3.4 Bagan Triangulasi Sumber ............................................................... 51
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Waktu Penelitian .................................................................................. 40
Tabel 3.2 Alur Instrumen Penelitian .................................................................... 48
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Teks Anekdot .................................................................................... 97
Lampiran 2 Hasil Triangulasi Data ...................................................................... 101
Lampiran 3 Theoritical Cooding .......................................................................... 109
Lampiran 4 Catatan Memo ................................................................................... 111
Lampiran 5 Analisis Data ..................................................................................... 119
Lampiran 6 Riwayat Peneliti ................................................................................ 121
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan definsi operasional. Peneliti membahas ketujuh topik tersebut
secara berurutan.
1.1
Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan kodrat alami manusia, setiap individu terlahir dengan
kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Beberapa diantaranya adalah anak
yang memiliki kebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan
anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya,
yang membedakan mereka dari anak lainnya. Pada umumnya, anak memiliki
karakteristik khusus tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental,
emosi, atau fisik (Murtiningsih, 2013). Pernyataan tersebut sesuai dengan
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa “Anak yang memiliki kelainan fisik dan mental
tersebut disebut anak berkebutuhan khusus” (Wiyani, 2014).
Anak berkebutuhan khusus terdiri dari bermacam-macam, diantaranya
hiperaktif, autis, asperger disorder, retardasi mental, sindroma down, dyslexia,
diskalkulia, disgrafia, dan masih ada istilah-istilah lainnya (Murtiningsih,
2013). Salah satu anak yang berkebutuhan khusus adalah hiperaktif. Anak
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
hiperaktif merupakan anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian
dengan hiperaktivitas atau Attention Deficit and Hyperactivity Disorder
(ADHD) (Zaviera, 2014). Gangguan perilaku ini ditandai dengan adanya
gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan
yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya
(Wiyani, 2014). Mereka kurang mampu mengontrol dan melakukan koordinasi
dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat membedakan mana gerakan
penting dan gerakan tidak penting. Mereka melakukan gerakan tersebut secara
terus-menerus tanpa mengenal lelah. Hal ini menyebabkan mereka kesulitan
dalam memusatkan perhatiannya (Koasih, 2012). Setiap anak hiperaktif
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Anak hiperaktif terdiri dari tiga tipe,
yaitu tipe inatensi, tipe hiperaktif-implusif, dan tipe kombinasi.
Anak-anak berkebutuhan khusus, terutama anak hiperaktif, membutuhkan
pelayanan pendidikan sesuai kebutuhan mereka untuk mencapai potensi yang
maksimal. Pendidikan yang efektif sangat bergantung pada lingkungan tempat
anak tersebut belajar dan pemenuhan kebutuhan sosial, emosional, dan
pembelajaran mereka (Thompson, 2010). Hal ini sesuai dengan pasal 32 UUD
1945 ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran kerena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” Salah satu pelayanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
pendidikan khusus yang pemerintah berikan kepada anak berkebutuhan khusus
adalah sekolah inklusi.
Tujuan didirikan sekolah inklusi ini adalah membantu anak berkebutuhan
khusus dalam belajar agar dapat memahami materi dengan maksimal (Fitriani,
2012). Salah satu faktor yang harus dimiliki dan dioptimalkan dalam sekolah
inklusi adalah guru. Secara umum, peran guru dalam kegiatan belajar mengajar
adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi anak pada semua jenjang pendidikan. Guru juga memiliki peran
sebagai fasilitator, mengembangkan bahan ajar, meningkatkan kemampuan
peserta didik, serta menciptakan situasi dan kondisi belajar mengajar yang
menyenangkan (Sanjaya, 2006). Pernyataan tersebut didukung hasil penelitian
Haryantiningsih (2015) tentang usaha guru untuk memusatkan perhatian anak
hiperaktif. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa cara guru untuk
memusatkan perhatian anak dengan memberikan bimbingan klasikal melalui
pemberian hadiah, pujian, menciptakan suasana belajar menyenangkan dalam
bentuk permainan, memberikan perhatian khusus, menasihati, menempatkan
anak pada posisi duduk paling depan, dan komunikasi dengan kalimat efektif.
Dengan demikian, guru memiliki peranan penting dalam membantu anak yang
mengalami berbagai macam gangguan belajar, seperti membaca, menulis,
berhitung, dan berbicara. Salah satu langkah yang digunakan guru untuk
membantu anak tersebut dengan menggunakan berbagai metode pengajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Guru mempunyai pandangan yang berbeda terhadap setiap karakteristik
anak di kelas terutama kelas inklusi yang terdapat anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus tersebut dalam proses pembelajaran membutuhkan
pengajaran khusus, sehingga guru memiliki peran penting dalam penerapan
metode pengajaran. Kenyataan tersebut memunculkan persepsi guru terhadap
metode pengajaran untuk anak hiperaktif.
Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui
alat indera. Proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan. Proses
penginderaan ini akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima
stimulus melalui alat-alat indera (Walgito, 2010). Setiap stimulus yang diterima
oleh masing-masing individu berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan
faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti sikap, kebiasaan, dan
kemauan. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang
meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik (Sarwono, 2009). Dengan
demikian, setiap guru memiliki persepsi atau pandangan yang berbeda terhadap
metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif.
Peneliti melakukan studi pendahuluan di SD Pelangi terhadap anak
hiperaktif. Berdasarkan hasil observasi tersebut, peneliti menemukan bahwa di
kelas IV terdapat anak berkebutuhan khusus. Dari anak berkebutuhan khusus
tersebut, peneliti melihat perilaku Abi yang berbeda dari anak-anak lainnya.
Perilaku yang ditunjukkan Abi antara lain sulit berkonsentrasi, perhatiannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
mudah teralih, misalnya ketika mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba dia
menyanyi atau memainkan pensil dan menggerak-gerakkan tangannya. Abi
terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya. Abi sering
menyela pembicaraan orang lain, membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan
tugas, dan terkadang dia juga tidak menyelesaikannya.
Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan
guru kelas. Wawancara pertama dilakukan pada hari Sabtu tanggal 03 Oktober
2015. Wawancara antara peneliti dengan partisipan II ini berlangsung selama
satu jam dari pukul 08:00-09:00 WIB di ruang tamu sekolah. Berdasarkan hasil
wawancara guru kelas menceritakan bagaimana keseharian Abi saat di kelas,
diantaranya anak lebih aktif dibandingkan dengan teman-temannya, terkadang
Abi sering menyela pembicaraan orang lain terutama saat beliau menjelaskan
materi, dan berbicara berlebihan di luar materi yang sedang dipelajari. Abi
memiliki hobi bernyanyi, bahkan sering bernyanyi selama proses pembelajaran.
Peneliti tidak hanya melakukan wawancara dengan guru kelas, tetapi juga
melakukan wawancara dengan guru pendamping pribadi Abi dan guru
pendamping khusus. Hasil wawancara dengan guru pendamping pribadi dan
guru pendamping khusus dapat disimpulkan bahwa Abi suka mencari perhatian,
tingkah laku dan berbicara yang berlebihan, sering membantah atau menyela
pembicaraan orang lain, dan selalu menonjolkan diri bahwa dirinya sudah bisa,
meskipun pada kenyataannya dia belum bisa. Selain itu, Abi sering menyanyi
saat pembelajaran berlangsung. Abi memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
ini terlihat ketika Abi mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus
meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab.
Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan Abi, baik guru kelas, guru
pendamping pribadi, maupun guru pendamping khusus menjadikannya
pedoman untuk menyatakan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Guru kelas
menambahkan “Itu kan setiap tahunnya dari kelas 1 sampai kelas 4 ini,
kebetulan Abi assesmentnya adalah hiperaktif.” Pernyataan guru kelas ini
diperkuat dengan hasil assesment yang telah dilakukan oleh ketiga guru, yaitu
guru kelas, guru pendamping pribadi, dan guru pendamping khusus sekolah
yang menunjukkan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif.
Berdasarkan pengalaman yang peneliti alami tersebut, peneliti tertarik
untuk mengkaji tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak
hiperaktif. Peneliti akan menguraikan tentang bagaimana persepsi guru
terhadap anak hiperaktif dan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk
anak hiperaktif. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi
atau mengetahui gambaran bagaimana persepsi guru terhadap anak hiperaktif
dan persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Judul dari
penelitian ini adalah “Persepsi Guru Terhadap Metode Pengajaran untuk
Anak Hiperaktif Kelas IV SD Pelangi.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, peneliti dapat
mengidentifikasi permasalahan bahwa ada anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi
dan belum diketahui adanya persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk
anak hiperaktif.
1.3
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti akan membatasi masalah dalam
penelitian ini oleh persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak
hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
1.4
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah
tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:
1.4.1 Bagaimanakah persepsi guru terkait dengan anak hiperaktif kelas kelas IV
SD Pelangi?
1.4.2 Bagaimanakah persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak
hiperaktif kelas IV SD Pelangi?
1.4.3 Bagaimanakah persepsi guru terhadap anak hiperaktif kelas IV SD
Pelangi terkait dengan metode pengajaran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1.5
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.5.1 Penelitian ini untuk mengeksplorasi atau mengetahui gambaran tentang
persepsi guru terkait dengan anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
1.5.2 Penelitian ini untuk mengeksplorasi atau mengetahui gambaran persepsi
guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD
Pelangi.
1.5.3 Penelitian ini untuk mengeksplorasi atau mengetahui gambaran persepsi
guru terhadap anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi terkait dengan metode
pengajaran.
1.6
Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Guru
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi guru untuk menggunakan
metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif di kelas.
1.6.2 Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk
meningkatkan kualitas sekolah, khususnya sekolah inklusi tentang metode
pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif
1.6.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber untuk melakukan
studi tentang persepsi guru terhadap anak hiperaktif atau melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
penelitian yang sejenis sebagai pembanding dengan penelitian yang telah
dilakukan peneliti lain.
1.6.4 Peneliti
Proses dan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan peneliti tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran
untuk anak hiperaktif.
1.7
Definisi Operasional
Pada penelitian ini, peneliti memberikan pengertian-pengertian agar
memudahkan pembaca dan tidak menimbulkan kesalahpahaman pembaca,
maka pengertian-pengertian yang digunakan peneliti sebagai berikut:
1.7.1 Persepsi merupakan proses penginterpretasian stimulus dari lingkungan
sekitar melalui alat indera, sehingga mampu menafsirkan apa yang
diinderakan.
1.7.2 Metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan.
1.7.3 Hiperaktif merupakan gangguan pada perilaku tidak normal yang ditandai
dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas
kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan
anak pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab II, peneliti memaparkan empat topik yang mencakup kajian teori,
penelitian yang relevan, kerangka teori, dan pertanyaan penelitian. Pada kajian teori,
peneliti membahas tentang teori-teori yang berkaitan dengan persepsi guru terhadap
metode pengajaran untuk anak hiperaktif dan mendeskripsikan anak hiperaktif. Pada
penelitian yang relevan, peneliti memaparkan hasil penelitian orang lain yang relevan
dengan penelitian ini. Pada kerangka teori, peneliti memberikan gambaran kepada
pembaca untuk memahami penelitian yang dilakukan. Pertanyaan penelitian berkaitan
dengan rumusan masalah dalam penelitian ini.
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Deskripsi Partisipan yang diteliti
Partisipan pertama dalam penelitian ini bernama Abi. Abi adalah siswa
laki-laki yang berusia 10 tahun kelas IV SD Pelangi. Abi merupakan anak
pertama dari dua bersaudara, pasangan suami istri Joni dan Irin. Riwayat
pendidikan terakhir dari pasangan suami istri tersebut adalah S1 dan D3.
Pekerjaan bapak Joni adalah wiraswasta, sedangkan ibu Irin sebagai ibu
rumah tangga. Abi memiliki hobi bernyanyi dan bersepeda. Abi menyukai
hal-hal yang berkaitan dengan otomotif, bahkan dia rela menyisihkan uang
sakunya untuk membeli majalah otomotif. Abi juga mengikuti beberapa
ekstrakurikuler wajib dan tambahan di sekolah. Ekstrakurikuler tambahan
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
yang diikuti Abi adalah pencak silat, futsal, dan renang. Data tersebut
berdasarkan hasil observasi dan wawancara baik dengan Abi, guru kelas,
pendamping pribadi Abi, maupun guru pendamping khusus.
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat Abi secara fisik terlihat
seperti anak tidak memiliki kebutuhan khusus. Abi memiliki anggota tubuh
yang lengkap tanpa kekurangan satupun. Begitu pula dengan aspek afektif,
Abi mampu bersosialisasi dengan teman-temannya. Secara psikomotorik, Abi
masih memerlukan pendampingan terutama dalam hal menggunting,
menggaris atau membuat sebuah prakarya. Secara kogitif, Abi memiliki
kemampuan rata-rata. Abi menyukai mata pelajaran yang berkaitan dengan
pengetahuan dan menghafal, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia. Abi
kurang menyukai pelajaran yang berkaitan dengan angka, seperti Matematika.
Hal ini mempengaruhi nilai Matematika Abi lebih rendah jika dibandingkan
dengan nilai pelajaran lainnya. Saat ini, Abi masih kesulitan dalam pelajaran
Matematika. Nilai Abi hampir semua mata pelajaran di atas KKM, kecuali
Matematika. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil studi dokumen dan
wawancara dengan Abi, guru kelas, guru pendamping pribadi, dan guru
pendamping khusus.
Berdasarkan hasil observasi, perilaku yang ditunjukkan Abi selama
proses pembelajaran antara lain perhatiannya mudah teralih dengan hal-hal
yang menarik baginya, membutuhkan waktu lama dalam menyelesaikan tugas,
sering melakukan aktivitas yang berlebihan, dan sering meninggalkan tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
duduk. Abi terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya,
namun dia dapat merespon dengan baik. Abi sering menyela pembicaraan
orang lain, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai
diberikan, dan tanpa berpikir terlebih dahulu jawabannya. Selain itu, Abi
sering lupa tidak membawa buku atau mengerjakan PR dan sering kehilangan
barang milik pribadinya, seperti pensil atau penghapus.
2.1.2 Persepsi
2.1.2.1 Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat indera (Walgito, 2010). Proses persepsi tidak lepas dari proses
penginderaan. Proses pengideraan adalah proses pendahulu dari proses
persepsi. Proses penginderaan berlangsung pada waktu individu menerima
stimulus melalui alat-alat indera (Walgito, 2010). Alat-alat indera tersebut
terdiri dari mata sebagai alat pengideraan, telinga sebagai alat pendengaran,
hidung sebagai alat pembauan, lidah sebagai alat pengecapan, dan kulit
pada telapak tangan sebagai alat perabaan. Kelima alat indera tersebut
digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu. Hal ini sama seperti
yang diungkapkan Sarwono (2009) bahwa persepsi merupakan stimulan
dari luar yang dibawa masuk ke dalam syaraf melalui alat-alat indera
(Sarwono, 2009). Robbin (Danarjati, 2013) mendeskripsikan persepsi yang
berkaitan dengan lingkungan, proses individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan mereka agar memberi makna pada lingkungan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Stimulus pada persepsi berasal dari luar maupun dalam diri individu.
Namun, sebagian besar stimulus berasal dari luar. Persepsi dapat
diungkapkan karena perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman
individu yang tidak sama. Hal ini mempengaruhi seseorang dalam
mempersepsikan suatu stimulus yang berbeda antara individu satu dengan
lainnya (Jacobsen, 2009). Berdasarkan beberapa pengertian persepsi, maka
dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses penginterprestasian
stimulus dari lingkungan sekitar melalui alat indera, sehingga mampu
menafsirkan apa yang diinderakan.
2.1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sarlito (Danarjati, 2013) mengungkapkan beberapa faktor yang
mempengaruhi perbedaan persepsi antarindividu dan antarkelompok ialah
1. Perhatian; Setiap saat terdapat ratusan bahkan ribuan rangsangan
(stimulus) yang tertangkap oleh semua indera kita. Namun, kita tidak
mampu menyerap atau menangkap seluruh rangsangan (stimulus) yang
ada di sekitar kita. Adanya keterbatasan daya serap dari persepsi, maka
kita harus memusatkan perhatian kita pada satu atau dua objek saja.
2. Set; Set adalah kesiapan mental seseorang untuk menanggapi atau
menghadapi rangsangan yang timbul dengan cara tertentu. Perbedaan set
dapat menyebabkan perbedaan persepsi.
3. Kebutuhan; Setiap manusia pasti mempunyai kebutuhan hidup yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan persepsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
4. Sistem Nilai; Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh
terhadap persepsi.
5. Tipe Kepribadian; Tipe kepribadian mempengaruhi persepsi. Setiap
orang mempunyai tipe kepribadian yang berbeda, sehingga persepsi
orang terhadap suatu hal juga berbeda-beda.
6. Gangguan Kejiwaan; Dalam gejala normal, ilusi berbeda dari halusinasi
dan delusi yang merupakan kesalahan persepsi penderita gangguan jiwa.
Halusinasi adalah keyakinan melihat atau mendengar sesuatu sebagai
realita, sedangkan delusi merupakan keyakinan bahwa dirinya menjadi
sesuatu yang tidak sesuai dengan realita (fixed false belief).
Keenam faktor persepsi yang diungkapkan oleh Sarlito tersebut sama
seperti pendapat Robbin (Danarjati, 2013) yang mengatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi perbedaan persepsi adalah perilaku, objek yang
dipersepsikan, dan konteks dari situasi dimana persepsi itu diberlakukan.
Dari pendapat para ahli tersebut, Bimo (Walgito: 2010) menyederhanakan
menjadi tiga faktor yang mempengaruhi persepsi sebagai berikut:
1. Objek yang dipersepsi; Objek menimbulkan persepsi (stimulus yang
mengenai alat indera). Stimulus muncul baik dari luar individu yang
mempersepsi maupun dalam individu yang bersangkutan.
2. Alat indera, syaraf, dan pusat syaraf; Alat indera merupakan alat untuk
menerima stimulus. Selain alat indera, syaraf sensoris digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
meneruskan stimulus yang diterima kemudian diteruskan ke pusat
susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.
3. Perhatian; Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh
aktivitas individu kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
Thoha (Walgito, 2010) berpendapat bahwa persepsi terjadi karena
dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti sikap,
kebiasaan, dan kemauan. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal
dari luar individu, meliputi stimulus itu sendiri baik sosial maupun fisik.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor yang mempengaruhi persepsi adalah (1) objek atau stimulus yang
dipersepsi, (2) alat indera, syaraf-syaraf, dan pusat susunan syaraf, (3)
perhatian sebagai syarat psikologi, (4) kebutuhan, dan (5) sistem nilai.
2.1.2.3 Proses Terjadinya Persepsi
Alport
(Danarjati, 2013) menyatakan proses persepsi merupakan
suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan
pengetahuan individu. Pengalaman dan proses belajar akan memberikan
struktur bagi objek yang ditangkap pancaindera, sedangkan pengetahuan
dan cakrawala memberikan makna terhadap objek yang ditangkap individu.
Proses terakhir, individu berperan dalam menentukan tersedianya jawaban
yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Objek menimbulkan stimulus dan stimulus tersebut mengenai alat
indera. Proses stimulus tersebut merupakan proses kealaman atau proses
fisik (Walgito, 2010). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan
syaraf sensoris ke otak. Proses selanjutnya ke otak sebagai pusat kesadaran,
sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar, atau diraba. Proses
ini merupakan persepsi yang sebenarnya. Secara skematis proses tersebut
tergambar sebagai berikut:
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Persepsi menurut Walgito (2010)
Keterangan
St
: stimulus (faktor luar)
Fi
: faktor intern (faktor dalam, termasuk perhatian)
Sp : struktur pribadi individu
Skema tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima beragam
stimulus yang datang dari lingkungan. Namun, tidak semua stimulus akan
diperhatikan atau diberikan respon. Sebagai akibat dari stimulus yang
dipilih dan diterima, individu menyadari dan memberikan respon sebagai
reaksi terhadap stimulus tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Skema tersebut dapat dilanjutkan sebagai berikut:
L
S
R
L
Gambar 2.2 Skema Proses Terjadinya Persepsi menurut Walgito (2010)
Persepsi setiap individu selain bergantung pada stimulus dan
individunya, juga bergantung pada bermacam-macam faktor. Salah satu
faktor persepsi adalah perhatian. Perhatian individu merupakan aspek
penting psikologi individu dalam mengadakan persepsi (Walgito, 2010).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka proses persepsi dapat
disimpulkan melalui tiga tahap, yaitu (1) tahap penerimaan stimulus, baik
stimulus fisik maupun stimulus sosial, melalui alat indera manusia yang
mencakup pengenalan dan pengumpulan informasi, (2) tahap pengolahan
stimulus melalui proses seleksi dan pengorganisasian informasi, dan (3)
tahap perubahan stimulus dalam menanggapi lingkungan melalui proses
kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan.
2.1.2.4 Komponen-komponen Persepsi
Sikap adalah suatu interelasi dari berbagai komponen. Komponen
persepsi menurut Alport (Danarjati, 2013) ada tiga, yaitu (1) komponen
kognitif adalah komponen tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi
yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya, (2) komponen afektif
adalah komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
dan (3) komponen konatif adalah komponen yang berkaitan dengan
kesiapan seseorang untuk bertingkah laku.
Ketiga komponen tersebut sependapat dengan Rokeach (Walgito,
2010) bahwa persepsi terkandung komponen kognitif dan komponen
konatif. Komponen konatif adalah sikap predisposing untuk merespon atau
berperilaku. Sikap berkaitan dengan perilaku, sehingga sikap seseorang
berubah pada objek untuk memahami, merasakan, dan berperilaku. Kedua
pendapat dari para ahli tersebut diperjelas kembali oleh pendapat Baron
dan Byrne (Danarjati, 2013) persepsi mengandung tiga komponen, yaitu:
1) Komponen perseptual (kognitif), yaitu komponen yang berhubungan
dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan, serta bagaimana orang
mempersepsikan terhadap suatu objek.
2) Komponen emosional (afektif), yaitu komponen yang berhubungan
dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang
merupakan hal positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif.
3) Komponen perilaku atau action component (konatif), yaitu komponen
yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu
objek sikap. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Berdasarkan pendapat komponen persepsi tersebut, maka disimpulkan
bahwa komponen persepsi terdiri dari tiga, yaitu (1) komponen kognitif
(perseptual) berupa pengetahuan, pandangan, dan keyakinan, (2) komponen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
afektif (emosional) ditunjukkan dengan rasa senang atau tidak senang, dan
(3) komponen konatif (perilaku atau action component) menunjukkan besar
kecilnya kecenderungan bertindak terhadap objek sikap.
2.1.3 Metode Pengajaran
2.1.3.1 Pengertian Metode Pengajaran
Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Siregar, 2010). Hal ini juga diungkapkan
oleh Djamarah (Zain, 2010) bahwa metode adalah salah satu alat untuk
mencapai suatu tujuan. Penggunaan metode harus disesuaikan dengan
tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Metode memiliki hubungan yang penting dalam kegiatan belajar
mengajar. Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu proses dalam rangka
mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur
lingkungan belajar agar siswa bersemangat dalam belajar. Guru harus
berusaha mencari cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Salah satu usaha guru adalah menggunakan metode pengajaran
yang bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Metode pengajaran merupakan suatu cara yang digunakan dalam
menyampaikan materi untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Muslich,
2010; Raharjo, 2012). Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
diungkapkan oleh Bahri (Siregar, 2010), metode pengajaran sebagai cara
yang digunakan guru sebagai alat mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran akan tercapai secara maksimal apabila guru menggunakan
metode pengajaran dengan tepat (Raharjo, 2012).
Pengertian metode pengajaran tersebut serupa dengan pendapat yang
dikemukakan Bahri (Siregar, 2010) yang mengungkapkan bahwa metode
pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran. Strategi pengajaran
adalah cara sistematis yang dipilih seorang guru untuk menyampaikan
materi pelajaran, sehingga memudahkan guru maupun siswa mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian metode
pengajaran yang telah diungkapkan para ahli, maka dapat disimpulkan
bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pengajaran
Sebagai guru yang profesional, guru harus mengenal dan memahami
berbagai macam metode pengajaran. Guru harus selektif dalam memilih
metode pengajaran, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan
maksimal. Tujuan pengajaran akan tercapai apabila pemilihan dan
penentuan metode dilakukan dengan pengenalan terhadap karakteristik dari
masing-masing metode pengajaran.
Winarno (Zain, 2010) mengatakan bahwa pemilihan dan penentuan
metode pengajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
1) Siswa; Setiap siswa memiliki intelektualitas yang berbeda. Hal ini
terlihat dari cepat lambatnya siswa terhadap rangsangan yang diberikan
dalam kegiatan belajar mengajar. Secara psikologis, setiap siswa juga
memiliki perilaku yang berbeda, misalnya ada yang pendiam, kreatif,
suka bicara, tertutup (introver), terbuka (ekstrover), atau pemurung.
Perbedaan individual siswa pada aspek biologis, intelektual, dan
psikologis mempengaruhi guru dalam pemilihan dan penentuan metode
pengajaran demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
2) Tujuan; Tujuan pengajaran adalah sasaran yang ditujukan dari setiap
kegiatan belajar mengajar. Dalam penyeleksian metode pengajaran, guru
harus sejalan dengan taraf kemampuan setiap siswa.
3) Situasi; Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak
selamanya sama dari hari ke hari. Guru harus memilih metode mengajar
yang sesuai dengan kemampuan siswa dan tujuan yang ingin dicapai,
sehingga mempengaruhi guru dalam menentuan metode pengajaran.
4) Fasilitas; Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar siswa di
sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar mempengaruhi pemilihan
dan penentuan metode pengajaran.
5) Guru; Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Guru harus
menguasai berbagai metode pengajaran. Kurangnya penguasaan
terhadap berbagai metode pengajaran menjadi kendala dalam memilih
dan menentukan metode. Dengan demikian, kepribadian, latar belakang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru
yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Miller (Jacobsen, 2009) yang mengatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengajaran adalah (1)
karakteristik siswa, (2) situasi dan kondisi sekolah, (3) guru itu sendiri, (4)
fasilitas yang dimiliki kelas atau sekolah, dan (5) kondisi psikologis siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengajaran, yaitu siswa,
tujuan, situasi, fasilitas, dan guru.
2.1.3.3 Macam-Macam Metode Pengajaran
Joyce dan Weill (Huda, 2013) mendeskripsikan metode pengajaran
sebagai rencana yang digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain
materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas
atau di setting yang berbeda. Metode pengajaran menekankan bagaimana
membantu siswa belajar mengkonstruksikan pengetahuan dan cara belajar
yang mencakup belajar dari sumber-sumber, seperti belajar dari ceramah,
film, tugas membaca, dan sebagainya (Huda, 2013). Bahri (Zain, 2010)
menyatakan macam-macam metode pengajaran sebagai berikut:
1. Metode Eksperimen; Metode eksperimen adalah cara penyajian
pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Siswa diberi kesempatan
untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
mengamati objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan
sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu.
2. Metode Diskusi; Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran dimana
siswa dihadapkan suatu masalah berupa pernyataan atau pertanyaan
yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Proses belajar mengajar terjadi interaksi antara dua atau lebih individu
yang terlibat, bertukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah,
sehingga semua siswa aktif selama proses belajar mengajar.
3. Metode Sosiodrama; Metode sosiodrama atau role play adalah cara
penyajian pelajaran dimana siswa mendramasasikan tingkah laku
berkaitan dengan masalah sosial. Tujuan dari metode sosiodrama antara
lain (1) siswa dapat memahami materi dengan baik, (2) siswa belajar
bagaimana bertanggung jawab, (3) siswa belajar bagaimana mengambil
keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, (4) siswa dapat
menghayati dan menghargai orang lain dan (5) merangsang kelas untuk
berpikir dan memecahkan masalah.
4. Metode Demonstrasi; Metode demonstrasi adalah cara penyajian
pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu
proses, situasi, atau benda yang sedang dipelajari dengan penjelasan
lisan. Melalui metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap
pelajaran akan lebih berkesan, sehingga membentuk pengertian dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
baik. Selain itu, siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang
diperlihatkan selama proses belajar mengajar.
5. Metode Problem Solving; Metode Problem Solving merupakan suatu
metode berpikir, karena siswa memulai belajar dengan mencari data
hingga menarik kesimpulan. Metode ini dapat merangsang kemampuan
berpikir siswa secara kreatif, menyeluruh, dan menyoroti permasalahan
dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.
6. Metode Tanya Jawab; Metode tanya jawab adalah cara penyajian
pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari
guru kepada siswa atau sebaliknya. Metode tanya jawab dapat
memusatkan perhatian siswa, merangsang siswa untuk melatih dan
mengembangkan daya pikir, serta mengembangkan keberanian dan
keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
7. Metode Ceramah; Metode ceramah adalah metode tradisional yang
digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa
dalam proses belajar mengajar.
Segers (Jacobsen, 2009) menambahkan satu metode pengajaran,
yaitu berbasis masalah (problem-based intruction) dan kooperatif.
Pengajaran berbasis masalah didasarkan pada memanfaatan masalah
sebagai focal point, investigasi, dan penelitian siswa. Metode pengajaran
berbasis masalah terdiri dari penelitian (inquiry) dan pemecahan masalah
(problem-solving) (Jacobsen, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Penelitian (inquiry) merupakan sebuah proses dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan masalah-masalah berdasarkan
pada pengujian logis atas fakta dan observasi
Pemecahan
masalah
(problem-solving)
(Jacobsen, 2009).
merupakan
suatu
metode
pengajaran berbasis masalah dimana guru membantu siswa untuk belajar
memecahkan masalah melalui pengalaman selama proses belajar mengajar.
Pada pengajaran kooperatif dirancang untuk mendidik kerjasama kelompok
dan interaksi antarsiswa. Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk
mengajarkan tujuan-tujuan akademik, skill-skil dasar, dan keterampilanketerampilan berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa macam-macam metode pengajaran, yaitu (1) metode eksperimen,
(2) metode diskusi, (3) metode sosiodrama, (4) metode demonstrasi, (5)
metode problem solving, (6) metode tanya jawab, (7) metode ceramah, (8)
metode penelitian (inquiry), dan (9) metode kooperatif.
2.1.4 Hiperaktivitas
2.1.4.1 Pengertian Anak Hiperaktif
Anak hiperaktif merupakan anak yang mengalami gangguan
pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas atau Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder (Zaviera, 2014). Ciri atau gejala yang muncul pada
anak, yaitu kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam kegiatan hidup mereka (Kay, 2013). Hermawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
(Koasih, 2012) mengungkapkan bahwa hiperaktif merupakan gangguan
tingkah laku yang tidak normal disebabkan disfungsi neurologis dengan
gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian.
Porter (Kay, 2013) mendefinisikan anak hiperkatif adalah gangguan
perilaku yang ditandai dengan ketidakmampuan memperhatikan sesuatu
secara penuh. Gangguan ini terjadi karena kerusakan kecil pada syaraf
pusat dan otak, sehingga rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan
sulit dikendalikan (Zaviera, 2014). Gangguan perilaku ini ditandai dengan
pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang
berlebihan melebihi anak pada umumnya (Wiyani, 2014).
Anak hiperkatif kurang mampu mengontrol dan mengkoordinasi
dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat membedakan mana
gerakan penting dan gerakan tidak penting. Gerakan ini dilakukan secara
terus-menerus tanpa mengenal lelah. Hal ini menyebabkan kesulitan
memusatkan perhatiannya. Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut,
maka pengertian hiperaktif dapat disimpulkan menjadi kesatuan yang utuh.
Hiperaktif merupakan gangguan pada perilaku tidak normal yang ditandai
dengan adanya gangguan pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas
kontrol, serta gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan
anak pada umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2.1.4.2 Karakteristik Anak Hiperaktif
Setiap anak hiperaktif menunjukkan perilaku atau tingkah laku yang
berbeda-beda. Namun, secara umum karakteristik perilaku anak hiperkatif
menurut Sani (Zaviera, 2014) sebagai berikut:
1. Tidak fokus; anak dengan gangguan hiperaktif tidak bisa berkonsentrasi
lebih dari lima menit. Mereka tidak bisa tenang atau diam dalam waktu
lama karena perhatiannya mudah teralih dengan hal-hal yang menarik
baginya. Anak hiperkatif akan berperilaku impulsif, misalnya selalu
ingin memegang apa yang ada dihadapannya. Selain itu, anak berbicara
semaunya tanpa ada maksud jelas, sehingga kalimat yang diucapkan
sulit dipahami. Hal ini menjadi salah satu penyebab anak hiperaktif
cenderung tidak mampu melakukan sosialisasi dengan baik.
2. Menantang; Anak hiperaktif memiliki sikap penantang atau tidak
menerima nasihat, misalnya anak mudah marah jika dilarang melakukan
tindakan yang ingin dia lakukan.
3. Destruktif; Anak sering menunjukkan perilaku yang destruktif, seperti
merusak apapun disekitarnya.
4. Tidak kenal lelah; Anak hiperaktif tidak pernah menunjukkan sikap
lelah. Setiap hari anak selalu bergerak, lari, berguling, lompat, dan
sebagainya tanpa mengenal rasa lelah.
5. Tanpa tujuan; Pada anak hiperkatif, aktivitas yang dilakukan tanpa
tujuan yang jelas, misalnya anak naik turun kursi secara berulang-ulang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
6. Intelektualitas Rendah; Sebagian besar anak hiperaktif memiliki
intelektualitas di bawah rata-rata anak-anak lainnya. Secara psikologis,
mental anak sudah terganggu, sehingga anak kurang bisa menunjukkan
kemampuan baik kognitif maupun afektifnya.
Keenam karakteristik tersebut, Wiyani (2014) menambahkan secara
rinci karakteristik anak hiperaktif antara lain: (1) anak sering gelisah yang
terlihat pada tangan atau kaki mereka, (2) anak berbicara berlebihan atau
tidak bisa berhenti bicara, (3) anak mengalami kesulitan dalam bermain
atau terlibat dalam kegiatan secara tenang, (4) anak bergerak atau bertindak
seolah-olah dikendalikan mesin, dan (5) anak tidak bisa duduk tenang
dalam waktu lama (lebih dari lima menit). Zaviera (2014) menambahkan
karakteristik anak hiperaktif lainnya, seperti (1) anak sering melakukan
kecerobohan atau gagal menyimak dan sering membuat kesalahan karena
tidak cermat, (2) sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan
tugasnya, (3) tidak mendengarkan lawan bicaranya, (4) sering menghindar
atau tidak menyukai melakukan tugas yang membutuhkan pemikiran lama,
(5) sering kehilangan barang yang dimilikinya, (6) sering lupa mengerjakan
tugas sehari-hari, (7) perhatiannya mudah teralih oleh rangsangan dari luar.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa karakteristik perilaku anak hiperaktif adalah (1) sulit memusatkan
perhatian lebih dari lima menit, (2) perhatiannya mudah teralihkan oleh
rangsangan dari luar, (3) tidak berhenti berbicara dan cenderung tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
mendengarkan lawan bicaranya, (4) tidak bisa duduk tenang dalam waktu
yang lama, (5) selalu aktif bergerak tanpa mengenal rasa lelah, sehingga
anak membutuhkan banyak energi, (6) cenderung tidak sabar, terutama saat
menunggu giliran, (7) sering melakukan kecerobohan, mudah lupa, dan
kehilangan barang-barang yang dimilikinya, (8) sering tidak menyukai atau
menghindar dalam melakukan tugas yang membutuhkan pemikiran lama,
dan (9) sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas.
Berdasarkan karakteristik anak hiperaktif, ada tiga tipe kriteria anak
hiperaktif, yaitu tipe inatensi, tipe hiperaktif-implusif, dan tipe kombinasi
berlebihan dibanding anak-anak lain yang sebaya (Zaviera, 2014). DSMIV® - TR (2003) menjelaskan tiga tipe kriteria anak hiperaktif:
1. Tipe Inatensi; Perilaku yang muncul pada anak, diantaranya (1) anak s ulit
memberikan perhatian pada setiap detail pekerjaan, tugas sekolah, atau
aktivitas lain (ceroboh), (2) sulit berkonsentrasi saat mengerjakan tugas
atau bermain, (3) tampak tidak mendengarkan jika diajak berbicara, (4)
sering tidak mengikuti perintah dan gagal dalam menyelesaikan tugas,
(5) tidak teratur dalam mengerjakan tugas, (6) menghindari aktivitas
mental (berpikir), (7) sering kehilangan barang milik pribadi, seperti
buku, pensil, mainan, dan sebagainya, (8) perhatiannya mudah teralih,
dan (9) sering lupa.
2. Tipe Hiperaktif dan Impulsif; Perilaku yang muncul pada hiperaktif (1)
sering gelisah (selalu menggerakkan atau menggoyangkan badan), (2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
sering meninggalkan tempat duduk, (3) berlari dan memanjat secara
berlebihan dalam situasi yang tidak tepat, (4) sulit bermain dengan
tenang saat waktu luang, (5) melakukan aktivitas motorik secara
berlebihan, (6) sering berbicara berlebihan, dan perilaku yang muncul
pada impulsif (7) sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan
selesai diberikan, (8) sulit menunggu giliran, dan (9) sering menyela
pembicaraan orang lain.
3. Tipe kombinasi; Perilaku yang muncul pada anak dengan tipe kombinasi
mencakup kedua karakteristik anak hiperaktif dari tipe inatensi dan tipe
hiperaktif-implusif.
Beberapa kriteria tipe anak hiperaktif yang dikemukakan oleh DSMIV® - TR dijadikan pedoman secara umum untuk menentukan seseorang
mengalami hiperaktivitas. Seseorang dinyatakan mengalami hiperaktivitas
apabila memenuhi minimal 6 kriteria diagnosis selama tiga bulan terakhir.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Amelia pada tahun 2008 yang
berjudul “Persepsi Guru Terhadap Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku
Dalam Kegiatan Sekolah.” Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran
persepsi guru terhadap anak yang memiliki gangguan perilaku termasuk
interaksi sosial dengan perilaku guru, interaksi sosial dengan teman sebaya, dan
prestasi belajar anak-anak gangguan perilaku. Metodologi dalam penelitian ini
adalah pendekatan deskriptif kualititatif. Teknik pengumpulan data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
digunakan peneliti adalah angket skala likert dan skala Guttaman. Alternatif
jawaban skala likert, yaitu selalu, jarang, dan tidak pernah, sedangkan skala
Guttaman dengan alternatif jawaban iya dan tidak. Jumlah item keseluruhan
sebanyak 24 item yang berkenaan dengan bagaimana persepsi guru terhadap
anak yang mengalami gangguan perilaku dalam kegiatan sekolah di SMP
Negeri 24 Padang. Peneliti menganalisis data yang telah diperoleh dengan
menggunakan rumus statistik persentase.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar guru berpersepsi bahwa (1)
anak yang mengalami gangguan perilaku berinteraksi dengan guru baik ketika
di kelas atau luar kelas, (2) anak mengalami gangguan perilaku berinteraksi
dengan teman sebaya baik ketika di kelas ataupun saat istirahat, dan (3) anak
yang mengalami gangguan perilaku dalam bidang akademik anak hanya
mendapat peringkat 20 besar.
Penelitian kedua dilakukan oleh Rona Fitria (2012) yang berjudul “Proses
Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar.” Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui proses pembelajaran secara inklusi, dengan fokus penelitian
tentang bagaimana proses pembelajaran dalam setting inklusi, kendala-kendala
yang dihadapi serta usaha pihak sekolah dalam mengatasi kendala terkait
dengan proses pembelajaran. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang guru kelas
yang terdapat anak berkebutuhan khusus dan 2 orang guru pembimbing khusus.
Teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Hasil penelitian mengenai pembelajaran dalam setting inklusi di SDN 18
Koto Luar kecamatan Pauh, metode pengajaran yang digunakan guru dalam
proses pembelajaran belum bervariasi, pengaturan tempat duduk bervariasi,
penggunaan media disesuaikan dengan materi, materi diambil dari buku paket
dan guru pembimbing khusus melakukan penyerderhanaan materi, serta
penilaian yang dilakukan guru hanya penilaian secara lisan saja. Kendala yang
dihadapi guru antara lain banyaknya jumlah siswa di dalam kelas dan adanya
siswa hiperaktif, low vision, dan lamban belajar. Hal ini menyebabkan guru
terkendala dalam menggunakan metode pengajaran yang bervariasi. Selain itu,
kurangnya pemahaman guru tentang pembelajaran siswa berkebutuhan khusus.
Penelitian ketiga yang dilakukan dilakukan oleh Syaiful Amri pada tahun
2014 yang berjudul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat HiperaktifImpulsif Pada Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).”
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan proses terapi murottal yang
diberikan kepada anak ADHD dan mengetahui pengaruh terapi behaviourshiperaktif-impulsif dari anak ADHD. Jenis penelitian ini adalah eksperimen
dengan subjek tunggal atau Single Subject Reaearch (SSR). SSR merupakan
metode untuk memperoleh data dengan melihat hasil ada tidaknya pengaruh
suatu perlakukan (treatment) yang diberikan subjek secara berulang. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh terapi murottal terhadap
menurunnya gejala yang timbul dari subjek penelitian. Terapi murottal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
membantu menurunkan gejala hiperaktivitas dan impulsivitas pada anak
ADHD. Terapi ini membantu anak hiperaktif dan impulsif dalam pembelajaran
serta melatih artikulasi dari anak ADHD tersebut.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, peneliti membuat literatur map
yang memuat penelitian terdahulu sampai penelitian yang peneliti dilakukan.
Literatur map ini menunjukkan hubungan antara penelitian yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Literatur map dapat dilihat pada berikut:
Persepsi Guru
Yuda Pramita Amelia
(2008) yang berjudul
“Persepsi Guru
Terhadap Anak yang
Mengalami Gangguan
Perilaku Dalam
Kegiatan Sekolah”
Metode
pengajaran
Rona Fitria (2012)
yang berjudul “Proses
Pembelajaran dalam
Setting Inklusi di
Sekolah Dasar”
Anak Hiperaktif
Syaiful Amri (2014)
yang berjudul
“Pengaruh Terapi
Murottal Terhadap
Tingkat HiperaktifImpulsif Pada Anak
Attention Deficit
Hyperactive Disorder
(ADHD).”
Yang diteliti:
Persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak
hiperaktif kelas IV SD Pelangi
Gambar 2.3 Literatur Map Penelitian-penelitian Relevan
Relevansi ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini yang pertama
penelitian yang dilakukan Amelia (2008) berjudul “Persepsi Guru Terhadap
Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku Dalam Kegiatan Sekolah.” Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan,
yaitu meneliti tentang persepsi guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Kedua
penelitian Rona Fitria (2012) yang berjudul “Proses Pembelajaran dalam
Setting Inklusi di Sekolah Dasar.” Pada penelitian ini terdapat relevansi dengan
penelitian yang peneliti lakukan, yaitu bagaimana proses pembelajaran di
sekolah inklusi dalam penggunaan metode pengajaran untuk anak berkebutuhan
khusus. Penelitian ketiga adalah penelitian dari Syaiful Amri (2014) yang
berjudul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat Hiperaktif-Impulsif Pada
Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).” Relevansi dengan
penelitian tersebut adalah meneliti anak hiperaktif. Berdasarkan fakta-fakta
dalam penelitian tersebut, peneliti berupaya untuk mengetahui persepsi guru
terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
2.3
Kerangka Teori
SD Pelangi merupakan sekolah inklusi yang menerima anak-anak
berkebutuhan khusus, salah satunya anak hiperaktif. Hiperaktif merupakan
gangguan pada perilaku tidak normal yang ditandai dengan adanya gangguan
pemusatan perhatian, pembicaraan yang lepas kontrol, serta gerakan yang
berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan anak pada umumnya. Karakteristik
perilaku anak hiperaktif adalah (1) sulit memusatkan perhatian lebih dari lima
menit, (2) perhatian anak mudah teralihkan oleh rangsangan dari luar, (3) tidak
berhenti berbicara dan cenderung tidak mendengarkan lawan bicaranya, (4)
tidak bisa duduk tenang dalam waktu yang lama, (5) selalu aktif bergerak tanpa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
mengenal rasa lelah, sehingga anak membutuhkan energi yang banyak, (6)
cenderung tidak sabar, terutama saat menunggu giliran, (6) sering melakukan
kecerobohan, mudah lupa, dan kehilangan barang pribadi, (7) tidak menyukai
atau menghindar dari tugas yang membutuhkan pemikiran cukup lama, dan (8)
sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas (Zaviera, 2014).
Guru selama proses belajar mengajar terkadang mengalami berbagai
kendala dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan guru, khususnya pada
kelas inklusi. Faktanya, kelas IV SD Pelangi ada beberapa anak berkebutuhan
khusus, salah satunya anak hiperaktif. Dalam hal ini, guru memiliki peranan
penting untuk membantu anak hiperaktif agar tidak menghambatnya dalam
proses pembelajaran. Cara guru untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
menggunakan metode pengajaran. Penggunaan metode pengajaran disesuaikan
dengan tingkat kemampuan anak, karakteristik anak, situasi dan kondisi
sekolah, guru itu sendiri, fasilitas kelas atau sekolah, dan kondisi psikologis
anak. Dengan demikian, setiap guru mempunyai persepsi yang berbeda tentang
anak hiperaktif dan metode pengajaran yang tepat untuk anak hiperaktif.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan di SD
Pelangi terhadap perilaku salah satu anak hiperaktif, peneliti melihat bahwa
perhatian anak mudah teralih dengan sesuatu yang menarik baginya. Hal ini
seperti yang diungkapkan guru pendamping pribadi bahwa dalam mengerjakan
tugas atau mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba anak memainkan pensil dan
menggerak-gerakkan tangannya atau bernyanyi, sehingga anak membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
waktu lama dalam menyelesaikan tugasnya. Anak sering meninggalkan tempat
duduk, berbicara berlebihan, dan terlihat seperti tidak mendengarkan atau
menatap lawan bicaranya. Guru kelas mengatakan bahwa anak sering menyela
pembicaraan orang lain, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut
selesai diberikan, sering lupa tidak membawa buku atau mengerjakan PR.
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan guru tersebut, maka guru sekolah
mempunyai persepsi yang berbeda-berbeda terhadap perilaku anak hiperaktif.
Munculnya persepsi guru terhadap perilaku anak hiperaktif mempengaruhi
persepsi guru terhadap pemilihan dan penggunaan metode pengajaran yang
tepat untuk anak. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk
mengekplorasi bagaimana persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk
anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
2.4
Pertanyaan Penelitian
Pada pertanyaan penelitian, peneliti menyajikan beberapa pertanyaan
yang membantu dalam melakukan penelitian. Pertanyaan penelitian tersebut
antara lain:
2.4.1 Bagaimana persepsi guru terkait dengan hiperaktivitas anak kelas kelas
IV SD Pelangi?
2.4.2 Bagaimana persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak
hiperaktif kelas IV SD Pelangi?
2.4.3 Bagaimana persepsi guru terhadap hiperaktivitas anak kelas IV SD
Pelangi terkait dengan metode pengajaran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab III, peneliti menguraikan metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini. Pembahasan metode penelitian terdiri dari jenis penelitian, setting
penelitian, partisipan penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
keabsahan data, dan teknik analisis data. Peneliti akan membahas secara berurutan
3.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah suatu kegiatan yang sistematis untuk menemukan teori dari lapangan,
bukan untuk menguji teori atau hipotesis (Arikunto, 2003). Moleong (2007)
mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain) pada suatu konteks alamiah dengan
menggunakan berbagai metode ilmiah. Sugiyono (2011) mengungkapkan
bahwa dalam metode penelitian, peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat
induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan pada makna generalisasi.
Pada penelitian kualitatif, peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek
memperoleh makna dari lingkungan sekeliling dan bagaimana makna tersebut
mempengaruhi perilaku mereka. Penelitian kualitatif dilakukan dalam latar
(setting) yang alamiah (naturalistik), bukan hasil perlakuan (treatment) atau
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
manipulasi variabel yang dilibatkan (Gunawan, 2013). Sumber data penelitian
kualitatif antara lain catatan observasi, catatan wawancara, pengalaman
individu, dan sejarah. Data yang diperoleh berupa hasil observasi, hasil
wawancara, hasil dokumentasi, analisis dokumen, dan catatan lapangan.
Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang bertujuan memahami fenomena sosial secara
mendalam, menemukan pola, dan teori. Fenomena sosial dalam penelitian ini
adalah fenomena yang terjadi di SD Pelangi. Peneliti menarik kesimpulan dari
fenomena yang terjadi di SD Pelangi berdasarkan data yang diperoleh. Selain
itu, penelitian ini tidak menguji kebenaran suatu teori melainkan menarik
kesimpulan dari fenomena yang diteliti.
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk memilih
fenomena sosial yang terjadi pada masa sekarang (Prastowo, 2014). Pernyataan
tersebut diperkuat oleh pendapat Arikunto (2003) menyatakan bahwa penelitian
deskriptif bukan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya menggambarkan “apa
adanya” tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan. Data dalam penelitian
deskriptif adalah data yang ada di masa sekarang atau masih baru.
Pada penelitian ini, peneliti mendeskripsikan tentang situasi mengenai
partisipan yang diteliti, yaitu persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk
anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. Pengambilan data dalam penelitian ini
melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dari guru dan siswa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
revelan dengan judul penelitian ini. Peneliti mendeskripsikan persepsi yang
ditunjukkan guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Pelangi yang berada dipertengahan kota.
SD Pelangi terletak dalam satu area dengan TK dan SMP Pelangi. Halaman
SD Pelangi luas dan dikelilingi berbagai tanaman yang membuat suasana
sekolah ini menjadi rindang. Kondisi bangunan sekolah, terutama ruang kelas
masih layak dipakai. Fasilitas yang ada di SD Pelangi antara lain laboratorium
IPA, UKS, perpustakaan, ruang audio (ruang musik), dan ruangan khusus
untuk kegiatan karawitan. SD Pelangi memiliki 6 ruang kelas, mulai dari kelas
I hingga kelas VI. Peneliti memilih SD Pelangi karena sekolah ini merupakan
sekolah inklusi yang menjadi kriteria dalam penelitian ini.
Peneliti melakukan penelitian di SD Pelangi, tepatnya di kelas IV.
Ruang kelas IV terdapat 1 meja di sudut ruang depan untuk tempat minum, 2
meja di belakang untuk meletakkan hasil karya siswa, 14 meja untuk siswa, 1
meja untuk guru, 29 kursi untuk siswa dan guru, dan 1 rak untuk menyimpan
peralatan siswa serta satu almari besar untuk menyimpan buku dan berkas.
Dinding kelas terdapat berbagai macam hiasan dan tulisan visi misi sekolah
yang tertempel rapi, sehingga kelas menjadi menarik.
Kelas IV berjumlah 14 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 5
siswa perempuan. Dari 14 siswa laki-laki dan perempuan terdapat 3 siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu siswa tersebut bernama Abi. Abi
termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus, yaitu hiperaktif. Peneliti
mendapatkan informasi tersebut melalui observasi, dokumentasi, dan
wawancara baik dengan guru kelas, guru pendamping pribadi anak, maupun
guru pendamping khusus.
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari pertengahan bulan Juli sampai bulan
Desember 2015. Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Februari
Januari
Desember
November
Oktober
September
Jenis Kegiatan
Agustus
No
Juli
Waktu Kegiatan
1
2
Observasi keadaan lapangan
Pengumpulan data (observasi,
wawancara dan dokumen)
3
Menyusun proposal
4
Pengecekan data dan proposal
5
Pengolahan data
6
Penyusunan laporan
7
Ujian Skripsi
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
3.3
Partisipan Penelitian
Partisipan penelitian adalah sasaran yang digunakan dalam penelitian
(Moleong, 2007). Sasaran penelitian merupakan gambaran dalam rumusan
penelitian secara konkret. Penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi
karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
sosial tertentu (Ghory, 2014). Hasil penelitian tersebut dapat diterapkan pada
situasi sosial lain, apabila situasi sosial lain tersebut memiliki kemiripan atau
kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti.
Subjek dalam penelitian kualitatif dinamakan narasumber, partisipan
informan, atau teman dan guru dalam penelitian. Informan adalah subjek yang
memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku (orang) memahami objek
penelitian (Prastowo, 2014). Sasaran dalam penelitian ini adalah persepsi guru
dan metode pengajaran untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. Partisipan
dalam penelitian ini adalah salah satu anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi, guru
kelas IV, guru pendamping pribadi Abi, dan guru pendamping khusus.
Partisipan pertama dalam penelitian ini adalah Abi selaku anak hiperaktif
kelas IV SD Pelangi. Langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan
pengamatan langsung untuk pemilihan partisipan dalam penelitian. Selain itu,
pengamatan langsung digunakan untuk mengetahui bagaimana perilaku
partisipan selama proses pembelajaran, sehingga diketahui apakah partisipan
termasuk anak hiperaktif atau tidak. Partisipan kedua adalah guru kelas IV yang
sekaligus wali kelas Abi. Peneliti memilih guru kelas IV karena guru telah
mendampingi, mendidik, dan mengetahui bagaimana karakteristik perilaku Abi
dalam kesehariannya. Alasan lain peneliti memilih guru kelas IV adalah guru
memiliki banyak pengalaman dalam menangani berbagai anak berkebutuhan
khusus, salah satunya anak hiperaktif. Partisipan ketiga adalah guru
pendamping pribadi Abi. Peneliti memilih guru pendamping pribadi karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
guru setiap hari selalu mendampingi Abi baik di kelas maupun luar kelas.
Selain itu, guru pendamping pribadi ini mengetahui bagaimana perilaku dan
keseharian Abi. Partisipan keempat adalah guru pendamping khusus sekolah.
Peneliti memilih guru pendamping khusus karena guru yang memberikan kelas
fullout dan assesment anak, sehingga guru pendamping khusus tersebut
mengetahui bagaimana perilaku keseharian Abi.
Peneliti memulai wawancara dengan partisipan III. Peneliti melakukan
wawancara dengan partisipan III ini sebanyak dua kali. Wawancara pertama
peneliti lakukan pada tanggal 03 Oktober 2015. Wawancara tersebut dimulai
dari pukul 07:30–08:00 WIB. Wawancara kedua dengan partisipan III
dilaksanakan peneliti pada tanggal 16 November 2015 mulai dari pukul 10:0010:30 WIB. Peneliti melanjutkan wawancara dengan partisipan II, yaitu guru
kelas IV. Wawancara secara mendalam dengan partisipan II sebanyak dua kali.
Wawancara pertama peneliti lakukan pada tanggal 03 Oktober 2015, pukul
08:00 – 09:00 WIB di ruang tamu SD Pelangi. Wawancara kedua dengan
partisipan II, peneliti lakukan pada tanggal 24 November 2015 yang dimulai
dari pukul 08:40 – 09:30 WIB. Pada hari yang berbeda, peneliti melakukan
wawancara dengan partisipan IV, yaitu guru pendamping khusus SD Pelangi.
Wawancara dengan partisipan IV ini sebanyak dua kali yang dilakukan pada
tanggal 17 dan 26 November 2015 di ruang tamu sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Objek penelitian merupakan sarana yang digunakan untuk mendapatkan
data (Sugiyono, 2012). Objek dalam penelitian ini adalah persepsi guru di SD
Pelangi terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif.
3.4
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama dalam suatu
penelitian. Pengumpulan data dilakukan dalam berbagai setting, sumber, dan
cara. Pada penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan secara natural
setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan
data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi (Sugiyono, 2011).
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan data tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran
untuk anak hiperaktif adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
pengumpulan data pertama, yaitu observasi. Observasi adalah pengumpulan
data esensial dalam penelitian, terutama penelitian kualitatif. Sugiyono (2011)
mengungkapkan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data secara
alamiah yang pengisiannya didasarkan atas pengamatan langsung terhadap
sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh partisipan. Arikunto (2013)
menjelasakan observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengadakan penelitian secara teliti dan pencatatan secara sistematis.
Berdasarkan pengertian observasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka
dapat disimpulkan bahwa observasi adalah teknik pengumpulan data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap sikap atau perilaku yang
ditunjukkan oleh partisipan.
Jenis observasi dalam penelitian ini adalah observasi partisipan.
Observasi partisipan bertujuan membantu peneliti memahami lebih dalam
tentang fenomena (perilaku atau peristiwa) yang terjadi di lapangan (Ahmadi,
2014). Observasi partisipan yang dilakukan peneliti di SD Pelangi bertujuan
untuk memperoleh informasi mengenai peristiwa sebenarnya di lapangan yang
melibatkan orang-orang terkait dengan hal-hal yang diteliti. Orang yang terkait
dalam penelitian ini adalah Abi selaku anak hiperaktif, guru kelas IV, guru
pendamping pribadi anak, dan guru pendamping khusus. Alat yang digunakan
peneliti selama observasi adalah pencatatan anecdotal record. Pencatatan
anectodal record merupakan kumpulan catatan hasil observasi tentang metode
pengajaran untuk anak hiperaktif. Kesimpulan hasil catatan tersebut meliputi
bagaimana perilaku anak selama proses pembelajaran dan aktivitas guru dalam
mengajar baik dari segi positif maupun negatif.
Teknik pengumpulan data yang kedua adalah wawancara. Wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu
(Sugiyono, 2011). Moleong (2007) juga mengungkapkan bahwa wawancara
merupakan percakapan dengan tujuan tertentu. Percakapan tersebut dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan
dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
tersebut. Dengan demikian, wawancara adalah pertemuan antara pewawancara
dan terwawancara untuk bertukar informasi dalam topik tertentu.
Jenis wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur.
Sugiyono (2011) menjelaskan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara
bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman
wawancara yang digunakan berupa garis besar permasalahan yang ditanyakan.
Pada penelitian ini, garis besar permasalahan yang ditanyakan mengenai
persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Informan
kegiatan wawancara tidak terstruktur dalam penelitian ini adalah Abi selaku
anak hiperaktif, guru kelas IV, guru pendamping pribadi, dan guru pendamping
khusus. Alat yang digunakan peneliti dalam melakukan wawancara adalah
handphone dan alat tulis.
Teknik pengumpulan data ketiga adalah dokumentasi. Dokumentasi
adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu dalam bentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya dari seseorang. Sugiyono (2012) mengungkapkan bahwa hasil
observasi atau pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti akan lebih akurat
dan dipercaya apabila didukung dengan adanya dokumentasi (Sugiyono, 2012).
Dokumentasi yang digunakan peneliti adalah dokumen tertulis yang berkaitan
dengan perilaku Abi selama proses pembelajaran dan nilai hasil belajar. Tujuan
peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk memperkuat hasil data yang
diperoleh melalui observasi dan wawancara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
3.5
Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri
(Sugiyono, 2011). Sebagai instrumen penelitian, peneliti harus diuji terlebih
dahulu sebelum terjun ke lapangan, meliputi pemahaman metode penelitian
kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti
terjun memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun logistiknya.
Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus
penelitian, menilai kualitas informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2011).
Sebagai instumen penelitian, peneliti mendeskripsikan tentang diri peneliti.
Sebelum melewati proses penelitian ini, peneliti adalah seseorang yang
sangat tertutup, terutama kepada orang yang baru dikenal. Hal ini menyebabkan
peneliti kurang mampu berkomunikasi dengan seseorang. Peneliti mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hati dan pikiran peneliti
kepada orang lain. Bahkan ketika peneliti menghadapi suatu masalah peneliti
tidak punya keberanian untuk menceritakannya dengan orang lain. Selain itu,
peneliti membutuhkan waktu lama untuk menyesuaikan diri di lingkungan baru.
Seiring berjalannya waktu, saat ini peneliti mengeyam pendidikan di
Universitas Sanata Dharma, banyak pelajaran hidup dan pengalaman yang
peneliti dapatkan. Pelajaran hidup dan pengalaman tersebut sangat membantu
peneliti menjadi seseorang yang lebih terbuka dan mulai mampu berkomunikasi
baik dengan orang lain. Pelajaran hidup dan pengalaman tersebut peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dapatkan melalui presentasi atau sharing di depan umum, mengerjakan tugas
kelompok, program praktek di lapangan mulai dari semester 2 sampai semester
7. Program praktek di sekolah dasar yang terakhir peneliti lakukan adalah PPL.
Peneliti belajar banyak hal dari kegiatan PPL, diantaranya kedisiplinan,
keteladan, ketulusan hati, cinta dan kasih kepada semua orang. Hal terpenting
yang peneliti dapatkan adalah mengajar itu tidak hanya dengan pikiran, tetapi
dengan hati. Peneliti juga mengikuti kegiatan Universitas Sanata Dharma
menjadi panitia Dekan Cup sebagai koordinasi acara. Dari pengalaman tersebut,
peneliti belajar berkomunikasi, mulai membuka diri, dan menyesuaikan diri di
lingkungan baru. Hal ini sangat membantu peneliti dalam menyesuaikan diri
dan berkomunikasi baik dengan guru maupun siswa di SD Pelangi.
Kesulitan yang peneliti alami dalam pengumpulan data adalah wawancara
guru dan orang tua anak hiperaktif. Sebelum peneliti melakukan wawancara
dengan guru atau bertemu orang tua Abi, peneliti dipenuhi rasa ketakutan dan
kebingungan tentang bagaimana cara membuat guru ataupun orang tua Abi
menjadi teman sekaligus sahabat dan terbuka dengan peneliti. Peneliti tidak
menyerah begitu saja, peneliti membuang rasa takut dengan percaya kepada
Tuhan dan meyakinkan diri peneliti bahwa peneliti pasti bisa dengan berbekal
pengalaman yang telah peneliti dapat selama ini. Dari berbekal pengalaman,
peneliti mampu menjalin komunikasi yang baik dengan guru di SD Pelangi,
bahkan dengan guru kelas IV peneliti sudah dianggap seperti anak sendiri.
Selain terjalinnya komunikasi yang baik, peneliti juga mendapatkan informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
berupa data dalam penelitian ini. Namun sebaliknya, peneliti belum berhasil
melakukan wawancara secara resmi dengan orang tua Abi. Peneliti menjalin
komunikasi baik dengan orang tua Abi, tetapi orang tua Abi masih belum
berkenan untuk melakukan wawancara secara resmi dengan peneliti.
Berikut tabel alur instrumen penelitian yang digunakan peneliti.
No
Partisipan
Aspek yang
diteliti
1.
Anak hiperaktif
Proses
pembelajaran
2.
Guru kelas IV
Metode
pengajaran yang
digunakan
Teknik
pengumpulan
data
Wawancara
tidak terstruktur
observasi
Wawancara
tidak terstruktur
dan observasi
3.
Guru
Pendamping
Pribadi
Metode
pengajaran yang
digunakan
Wawancara
tidak terstruktur
dan observasi
Guru
Metode
Pendamping
pengajaran yang
Khusus
digunakan
Tabel 3.2 Alur Instrumen Penelitian
Wawancara
tidak terstruktur
dan observasi
4.
3.6
Sumber data
Anak dengan
hiperaktifitas
Guru kelas IV
anak
hiperaktif
Guru
pendamping
pribadi anak
hiperaktif
Guru
pendamping
Khusus
Teknik Keabsahan Data
3.6.1 Uji Kredibilitas
Dalam penelitian kualitatif, uji kredibilitas data atau kepercayaan
terhadap hasil penelitian, yaitu dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, analisis kasus negatif, dan member
check (Sugiyono, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
3.6.1.1 Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan dapat meningkatkan kredibilitas data
yang dikumpulkan. Perpanjangan pengamatan ini peneliti lakukan untuk
mengecek kembali data yang telah diberikan selama ini sudah benar atau
tidak. Perpanjangan pengamatan bertujuan menguji kredibilitas data
penelitian yang difokuskan pada pengujian terhadap data yang diperoleh.
Perpanjangan pengamatan yang dilakukan peneliti adalah observasi
selama proses belajar mengajar. Peneliti melakukan observasi sebanyak 4
kali dimana dalam satu kali observasi terdapat dua kali pertemuan. Pada
pertemuan pertama, guru dan siswa beradaptasi dengan keberadaan
peneliti. Pertemuan selanjutnya, peneliti melakukan observasi selama
pembelajaran untuk mendapatkan data yang lebih rinci mengenai perilaku
anak hiperaktif dan metode pengajaran untuk anak hiperaktif.
3.6.1.2 Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan hal yang lain (Ghory, 2014). Pada pengujian triangulasi
ini, hasil penelitian diperlukan pengecekan data dari berbagai sumber
data, metode, dan teori.
3.6.1.2.1 Triangulasi dengan Metode
Pada triangulasi metode, peneliti menggunakan strategi dalam
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dari
beberapa teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
dokumentasi). Dalam hal ini, peneliti melakukan pengecekan terhadap
penggunaan metode pengumpulan data, apakah informan yang didapat
dengan informasi yang diberikan melalui metode wawancara sama
dengan metode observasi dan apakah hasil observasi sesuai dengan
informasi yang diberikan saat wawancara. Triangulasi dengan metode
bertujuan untuk mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda
(Bungin: 2007). Berikut bagan triangulasi metode:
Observasi
Sumber Data
Wawancara
Dokumentasi
Gambar 3.3 Bagan Triangulasi Metode
3.6.1.2.2 Triangulasi dengan Sumber
Selain menggunakan triangulasi metode, dalam penelitian ini
peneliti juga menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber
merupakan pengumpulan data dengan menggunakan teknik yang sama,
tetapi sumbernya berbeda-beda (Sugiyono, 2015). Tujuan peneliti
menggunakan triangulasi sumber untuk pengecekan data yang telah
diperoleh baik dari guru kelas, guru pendamping pribadi Abi, dan guru
pendamping khusus tentang persepsi guru terhadap metode pengajaran
untuk anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Berikut bagan triangulasi sumber:
Sumber Data
Guru Kelas IV
Guru Pendamping
Pribadi
Guru Pendamping
Khusus
Gambar 3.4 Bagan Triangulasi Sumber
3.6.2 Pengujian Keteralihan (Transferability)
Transferability adalah validasi eksternal dalam penelitian kualitatif.
Validasi eksternal menunjukkan derajad ketepatan hasil penelitian
(Sugiyono, 2012). Pengujian keteralihan ini, peneliti melakukan tahap-tahap
analisis yang objektif dan terbuka. Tujuannya adalah hasil penelitian
menjadi daya transfer pembaca yang memberikan persepsi guru terhadap
metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Pembaca dapat memahami tentang
bagaimana metode pengajaran untuk anak hiperaktif ketika menemukan atau
melihat dan berinteraksi langsung dengan anak hiperaktif, terutama bagi
seorang guru. Dalam menuliskan laporan penelitian ini, peneliti akan
menguraikan dengan jelas, rinci, dan sistematis, serta dapat dipercaya,
sehingga laporan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi, baik bagi
peneliti maupun peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama.
3.6.3 Ketergantungan (Dependability)
Dalam penelitian kualitatif, pengujian ketergantungan (denpendability)
disebut reliabilitas. Pengujian (ketergantungan) adalah suatu kegiatan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
dilakukan dalam pengecekan bahwa peneliti benar-benar melakukan proses
penelitian di lapangan, sehingga data yang diperoleh reliabel (Sugiyono,
2011). Suatu penelitian akan reliabel apabila orang lain dapat mengulangi
atau mereplikasi proses penelitian tersebut. Langkah yang dilakukan peneliti
dalam pengujian ketergantungan adalah peneliti menentukan masalah/fokus,
memasuki lapangan, menentukan sumber data, dan membuat kesimpulan.
3.6.4 Ketegasan (Confirmability)
Pengujian comfirmability merupakan pengujian hasil penelitian yang
berkaitan dengan proses penelitian yang telah dilakukan (Sugiyono, 2012).
Pengujian confirmability hampir mirip dengan uji denpendability, sehingga
pengujian ini dapat dilakukan secara bersamaan. Pada penelitian ini, peneliti
melakukan pengujian kesesuaian antara hasil penelitian dengan proses
penelitian yang telah dilakukan.
3.7
Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian
karena dari analisis ini akan diperoleh suatu temuan, baik temuan subtantif
maupun formal. Analisis data adalah pengujian sistematik dari sesuatu untuk
menetapkan bagian-bagiannya, hubungan antarkajian, dan hubungan terhadap
keseluruhannya (Gunawan, 2013). Analisis data merupakan sebuah kegiatan
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan
mengkategorikannya, sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau
masalah yang ingin dijawab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah
deskriptif kualitatif. Peneliti memaparkan atau menguraikan hasil penelitian
yang telah dilakukan, yaitu persepsi guru terhadap metode pengajaran untuk
anak hiperaktif kelas IV SD Pelangi. Pada penelitian kualitatif, analisis data
bersifat induktif, artinya analisis data berdasarkan data yang diperoleh,
selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang telah
dirumuskan, peneliti mencari data secara berulang hingga dapat disimpulkan
apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak. Apabila hipotesis diterima,
maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori. Teknik analisis data yang
dilakukan peneliti mengacu konsep Miles dan Huberman (Moleong, 2007),
yaitu mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah berikut:
3.7.1 Reduksi Data
Reduksi data adalah proses berpikir yang memerlukan kecerdasan dan
keleluasaan serta kedalaman wawasan yang tinggi (Sugiyono:2011). Reduksi
data merupakan kegiatan merangkum catatan data di lapangan dengan
memilah hal-hal yang pokok permasalahan yang diteliti, kemudian disusun
secara sistematis agar memberikan gambaran yang lebih tajam serta
mempermudah pencarian. Hal ini bertujuan untuk sewaktu-waktu mencari
kembali data yang diperlukan. Dalam proses reduksi data ini, peneliti harus
mencari data yang benar-benar valid. Setelah data terkumpul, peneliti
menguji kevalidan data dengan mengecek ulang dengan pembanding
informan lain yang lebih memahami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
3.7.2 Display Data
Display data berguna untuk melihat gambaran keseluruhan dari hasil
penelitian, baik yang berbentuk matrik atau pengkodean, dari hasil reduksi
data dan display data itulah selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan
data memverifikasikan, sehingga menjadi kebermaknaan data. Peneliti
melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk memudahkan membaca dan
menarik kesimpulan. Pada proses ini peneliti mengelompokkan hal-hal yang
serupa menjadi kelompok berdasarkan dengan tema.
3.7.3 Menarik Kesimpulan dan Verifikasi
Dalam menarik kesimpulan, hasil awal penelitian masih bersifat
sementara dan dapat mengalami perubahan apabila tidak ditemukan buktibukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data. Setelah
menetapkan kesimpulan yang tidak bersifat sementara, maka peneliti
melakukan verifikasi selama peneliti berlangsung. Kegiatan yang dilakukan
peneliti dalam memverifikasi, yaitu memberi check dan triangulasi. Hal ini
dilakukan agar memperoleh hasil penelitian yang signifikan. Langkah
selanjutnya adalah mendeskripsikan hasil penelitian dimana data harus selalu
diuji kebenarannya dan kesesuainnya, sehingga peneliti memperoleh data
yang valid. Langkah terakhir, peneliti melaporkan hasil penelitian secara
lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini peneliti membahas hasil penelitian, pembahasan, dan temuan lain
dari hasil penelitian. Pada hasil penelitian, peneliti membahas tentang partisipan
penelitian dan deskripsi partisipan penelitian yang terdiri dari latar belakang informan
dan karakteristik anak hiperaktif. Pembahasan dalam penelitian ini, peneliti
menguraikan kesimpulan penelitian sesuai dengan hasil triangulasi data.
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Partisipan Penelitian
4.1.1.1 Partisipan I (Anak Hiperaktif)
Latar Belakang Partisipan I
Partisipan pertama dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki kelas
IV SD Pelangi yang bernama Abi. Abi saat ini berusia 10 tahun. Abi
merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, pasangan suami istri Joni dan
Irin. Riwayat pendidikan terakhir dari pasangan suami istri tersebut adalah
S1 dan D3. Pekerjaan bapak Joni adalah wiraswasta di Ambon, sedangkan
ibu Irin sebagai ibu rumah tangga. Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil
wawancara peneliti dengan Abi. Peneliti bertanya, “Papa kerja dimana,
Abi?”, Abi menjawab, “Papa di Ambon.” Kemudian peneliti bertanya, “Di
Ambon kerja apa, Abi?”, Abi menjawab, “Angkut-angkut solar, tapi
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
sekarang kan, besukkan hari natal itu dah pulang, soalnya takutnya
emasnya itu entek.”
Abi memiliki hobi bernyanyi dan bersepeda. Di rumah, Abi sering
bersepeda bersama teman-temannya. Informasi ini peneliti dapatkan ketika
peneliti melakukan wawancara dengan Abi yang mengatakan bahwa dia
sering bermain sepeda bersama teman-temannya di sekitar rumah. Salah
satu kebiasaan Abi setelah pulang sekolah adalah menonton televisi acara
kesukaannya, yaitu film kartun Jarwo. Ketika melakukan wawancara, Abi
tiba-tiba menunjukkan sebuah gambar kepada peneliti. Peneliti tidak
mengetahui apa arti dari gambar tersebut, sehingga peneliti mengajukan
pertanyaan, “Itu gambar apa, Abi?” Abi mendeskripsikan gambar tersebut
adalah seseorang yang menggunakan cadar. Abi menceritakan tentang
keseharian seseorang yang menggunakan cadar tersebut. Peneliti tidak
menyangka bahwa Abi dapat mendeskripsikan gambar tersebut sedemikian
rupa. Informasi tersebut peneliti dapat dari hasil wawancara dengan Abi.
Di sekolah, Abi juga mengikuti beberapa ekstrakurikuler wajib dan
tidak wajib. Ekstrakurikuler tidak wajib yang Abi ikuti adalah pencak silat,
futsal, dan renang. Dalam bidang akademik, Abi menyukai mata pelajaran
yang berkaitan dengan pengetahuan dan hafalan, seperti IPA, IPS, dan
Bahasa Indonesia. Abi tidak menyukai mata pelajaran Matematika, seperti
pernyataan Abi, “Matematika dapet 50, susah, aku dimarahi.” Data
tersebut peneliti dapatkan dan diperkuat dari hasil observasi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
wawancara baik dengan Abi, guru kelas, pendamping pribadi Abi, maupun
guru pendamping khusus.
Pada hari yang berbeda, peneliti kembali melakukan pendekatan
dengan Abi. Saat itu, peneliti melihat tali sepatu Abi lepas kemudian
peneliti menunjukkan kepada Abi bahwa tali sepatunya lepas. Abi meminta
tolong kepada peneliti untuk membantu menalikan sepatunya. Ketika
peneliti mengajari Abi untuk menalikan sepatu, peneliti sambil bertanya,
“Biasanya siapa yang naliin, Abi?”, Abi menjawab, “Punya pembantu di
rumah.” Setelah itu, peneliti menanyakan kepada Abi kenapa dia mendapat
denda dan hukuman dari guru kelasnya. Abi berkata, “Lupa ngerjain PR.”
Ketika peneliti mengajukan pertanyaan, Abi tampak tidak mendengarkan,
tetapi Abi dapat merespon beberapa pertanyaan peneliti dengan baik.
Problematika Anak Hiperaktif
Selama observasi perilaku yang ditunjukkan Abi saat pembelajaran,
peneliti menggunakan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders sebagai pedoman untuk menentukan bahwa Abi termasuk anak
hiperaktif atau tidak. Berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku Abi
menunjukkan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif.
Perilaku yang ditunjukkan Abi antara lain berbicara berlebihan,
sering meninggalkan tempat duduk, sering lupa membawa buku atau
mengerjakan PR, dan tidak bisa tenang dalam waktu kurang dari lima
menit. Perhatian Abi mudah teralih oleh hal-hal yang menarik baginya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
misalnya saat guru menjelaskan materi atau mengerjakan tugas, tiba-tiba
memainkan pensil atau menggerak-gerakkan tangannya, bahwa menyanyi.
Abi membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan tugas, terkadang dia
juga tidak menyelesaikannya. Abi terkadang menyela pembicaraan orang
lain. Hal ini terlihat ketika guru menjelaskan materi, Abi menyela dengan
memberikan komentar atau candaan. Abi akan tertawa keras apabila ada
sesuatu yang menurut dia lucu, meskipun tidak lucu bagi orang lain.
Abi memiliki rasa ingin tahu dan daya imajinasi tinggi. Hal ini
terlihat ketika guru menjelaskan materi, Abi sering mengajukan banyak
pertanyaan. Ketika Abi diberikan pertanyaan, dia menjawab pertanyaan
sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan dan terkadang menambahkan
jawaban di luar pertanyaan. Salah satu contohnya ketika peneliti bertanya,
“Di Ambon kerja apa, Abi?”, Abi menjawab, “Angkut-angkut solar, tapi
sekarang kan, besukkan hari natal itu dah pulang, soalnya takutnya
emasnya itu entek.” Abi juga sering lupa atau kehilangan barang milik
pribadinya, seperti pensil atau penghapus. Informasi ini peneliti dapatkan
ketika orang tua Abi mengatakan bahwa setiap hari pensil atau penghapus
Abi pasti baru. Selain itu, Abi sering bernyanyi saat proses pembelajaran,
bahkan ketika guru sedang menjelaskan rumus keliling pada bangun datar,
rumus tersebut dia nyanyikan. Data tersebut peneliti dapat dari hasil
observasi dan wawancara dengan guru kelas, guru pendamping pribadi
Abi, dan guru pendamping khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
4.1.1.2 Partisipan II (Guru Kelas IV)
Latar Belakang Partisipan II
Partisipan kedua dalam penelitian ini adalah Ibu Endah selaku guru
kelas Abi. Wawancara pertama peneliti lakukan pada tanggal 03 Oktober
2015, pukul 08:00–09:00 WIB di ruang tamu SD Pelangi. Wawancara
kedua peneliti lakukan pada tanggal 24 November 2015 dimulai dari pukul
08:40–09:30 WIB. Wawancara kedua ini dilakukan di ruang kerja bu
Endah, sebelah ruang tamu sekolah SD Pelangi.
Ibu Endah memulai kariernya menjadi seorang guru di SD Pelangi
kurang lebih 13 tahun, yaitu sejak tahun 2003 hingga sekarang. Ibu Endah
tertarik sekaligus bersyukur menjadi guru di SD Pelangi karena dapat
belajar tentang budaya Jawa, seperti tata krama, dolanan anak, dan
tembang Jawa. Ibu Endah menceritakan sedikit tentang visi dan misi SD
Pelangi. Visi dari SD Pelangi adalah mencerdaskan anak bangsa yang
berbasis budi pekerti dan budaya. Budi pekerti dan budaya merupakan ciri
khas dari sekolah ini. Ciri khas ini diambil dari ajaran seorang tokoh
pahlawan Indonesia. Ibu Endah juga menjelaskan misi SD Pelangi melatih
dan membimbing anak supaya unggul baik pribadi maupun pelajaran.
Ibu Endah menceritakan latar belakang SD Pelangi berubah menjadi
sekolah inklusi. Menurut Ibu Endah, pada tahun 2009 sekolah meluluskan
satu kelas dimana dalam satu kelas tersebut terdapat anak berkebutuhan
khusus. Semenjak itulah SD Pelangi berubah menjadi sekolah inklusi. Saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
ini, sebagian besar siswa SD Pelangi adalah anak-anak berkebutuhan
khusus dan beberapa dari mereka memiliki guru pendamping pribadi.
Selama mengajar di SD Pelangi, Ibu Endah memiliki banyak
pengalaman dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Ibu Endah
pernah mengajar anak tunagrahita, lamban belajar, gangguan konsentrasi,
gangguan emosi, dan hiperaktif. Saat ini, Ibu Endah menangani salah satu
anak hiperaktif yang bernama Abi.
Ibu Endah memiliki persepsi sendiri tentang anak hiperaktif sebagai
anak yang setiap saat anak melakukan aktivitas tertentu, berbicara
berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan terkadang menyela
atau memberikan komentar setiap pembicaraan orang lain. Namun, Ibu
Endah juga berpandangan bahwa sebenarnya anak hiperaktif itu merupakan
anak yang pandai dan banyak akal. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Ibu Endah, perilaku yang ditunjukkan Abi di kelas antara lain sering
menyela pembicaraan orang lain, berbicara berlebihan terkadang di luar
materi, sering bernyanyi kapan saja tanpa melihat tempat, tidak mau
mengakui kesalahannya, sering lupa mengerjakan PR, dan membutuhkan
waktu lama dalam mengerjakan tugas, serta tidak sabaran.
Ibu Endah juga mendeskripsikan Abi baik secara fisik, kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Secara fisik, Abi memiliki ciri fisik yang
sama seperti anak-anak lainnya. Abi memiliki anggota tubuh yang lengkap
tanpa kekurangan satupun. Dari aspek afektif, Abi mampu bersosialisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
baik dengan teman-temannya. Namun, jika dilihat dari segi psikomotorik
Abi masih kurang, terutama saat membuat prakarya Abi masih memerlukan
pendampingan. Secara kognitif Abi memiliki kemampuan rata-rata. Abi
memiliki kelebihan dalam menghafal, terutama pada mata pelajaran yang
berkaitan dengan pengetahuan. Mata pelajaran yang disukai Abi adalah
IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan pelajaran yang tidak disukai,
yaitu Matematika. Hal ini menjadi salah satu penyebab Abi kesulitan pada
mata pelajaran Matematika. Ibu Endah mengatakan bahwa dalam pelajaran
Matematika Abi masih membutuhkan pendampingan. Nilai akademik Abi
hampir semua mata pelajaran di atas KKM, kecuali Matematika. Abi juga
memiliki prestasi dalam bidang seni menyanyi.
Pandangan tentang anak hiperaktif tersebut, Ibu Endah jadikan
pedoman untuk menentukan apakah Abi termasuk anak hiperaktif atau
tidak. Ibu Endah berpedoman pada perilaku Abi dan hasil assesment
sebelumnya baik dari sekolah maupun orang tua. Hasil assesment tersebut
menyatakan bahwa Abi sejak kelas I termasuk anak hiperaktif. Ibu Endah
memahami bagaimana kondisi Abi. Ibu Endah berusaha memberikan
penanganan terbaik untuk Abi, meskipun beliau belum pernah dibekali
bagaimana penanganan yang tepat untuk anak hiperaktif. Ibu Endah belajar
secara autodidak untuk menangani Abi selama ini. Hal pertama yang
dilakukan Ibu Endah ketika Abi mulai melakukan aktivitas-aktivitas yang
dapat menghambat proses pembelajaran, beliau hanya memberikan nasihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
dan teguran, seperti yang beliau katakan, “Abi kalo tidak bisa diam nanti
pindah ke kantor.” Ibu Endah mempunyai pandangan bahwa menangani
anak hiperaktif itu harus tegas, keras, dan menggunakan kalimat sederhana
serta jelas. Berdasarkan perilaku Abi selama di kelas, dalam mengajar Ibu
Endah menggunakan berbagai metode pengajaran dengan tujuan semua
anak dapat mencapai tujuan pembelajaran, terutama untuk Abi.
Berdasarkan hasil wawancara, Ibu Endah memiliki persepsi tersendiri
tentang metode pengajaran. Ibu Endah mengatakan bahwa metode
pengajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi
kepada peserta didik. Beberapa metode pengajaran yang pernah beliau
terapkan dalam pembelajaran ialah kerja kelompok, Jigsaw, CTL, ceramah,
dan lain-lain. Guru kelas juga menggunakan berbagai media pembelajaran,
seperti benda-benda konkret, video, PPT, jembatan keledai, dan berbagai
alat peraga. Ibu Endah mencoba menggunakan berbagai metode pengajaran
tersebut dengan harapan anak, terutama Abi, mampu memahami materi
dengan maksimal. Menurut Ibu Endah metode pengajaran yang tepat untuk
anak hiperaktif adalah metode pengajaran dari hasil perpaduan berbagai
metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran. Alasan Ibu
Endah adalah jika hanya menggunakan satu metode pengajaran, anak cepat
bosan yang akan berpengaruh terhadap konsentrasi dan hasil belajar anak.
Tingkat keberhasilan Ibu Endah menggunakan metode pengajaran
tersebut, khususnya Abi dapat memahami materi sekitar 80%, tetapi itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
semua bergantung dengan suasana hati Abi. Apabila Abi sedang mood
belajar, maka nilai hasil evaluasinya 8. Namun sebaliknya, apabila Abi
sedang tidak mood belajar nilai hasil belajarnya di bawah 6. Kemudian cara
Ibu Endah mengembalikan suasana hati Abi dengan memberikan nasehat
dan motivasi, seperti pernyataan beliau, “Nah, kamu kalo seperti ini, kita
lihat nanti hasilnya seperti apa. Kalo kamu nanti hasilnya jelek, o... citacitanya tidak akan tercapai.” Ibu Endah akan mengatakan, “Apakah bisa
kalo masih seperti itu jadi orang sukses nggak?” Abi menjawab, “Nggak.”
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas, maka
peneliti menyimpulkan bahwa guru kelas cukup memahami bagaimana
kondisi Abi. Guru kelas melakukan penanganan untuk mengurangi perilaku
Abi yang dapat menghambat proses belajar mengajar. Salah satu tindakan
yang guru kelas lakukan adalah menggunakan berbagai metode pengajaran
yang dikemas dalam satu pembelajaran. Metode pengajaran tersebut antara
lain kerja kelompok, Jigsaw, CTL, ceramah, dan lain-lain. Selain itu, guru
kelas juga menggunakan berbagai media, seperti benda konkret, video,
PPT, dan jembatan keledai, serta berbagai alat peraga. Namun, tingkat
keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut tergantung dengan
suasana hati anak. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil
wawancara dengan guru kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Problematika Anak Hiperaktif
Selama proses belajar mengajar, Abi menunjukkan perilaku yang
berbeda dari anak-anak lainnya. Perilaku Abi tersebut dapat menghambat
proses belajar mengajar untuk dirinya sendiri maupun teman-temannya.
Berdasarkan hasil wawancara guru kelas, peneliti membuat kesimpulan
bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Perilaku yang ditunjukkan Abi,
diantaranya sering menyela pembicaraan orang lain, berbicara berlebihan,
perhatian mudah teralih, membutuhkan waktu lama dalam mengerjakan
tugas, sering mengerjakan PR atau membawa buku, dan sering menyanyi.
Beberapa perilaku Abi tersebut juga mempengaruhi nilai Abi. Hal ini
diperkuat dengan wawancara guru kelas tentang nilai hasil belajar Abi.
Nilai Abi mata pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan dan hafalan,
seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia di atas KKM, tetapi mata pelajaran
Matematika sering di bawah KKM. Informasi ini peneliti dari hasil
wawancara dengan guru kelas dan berdasarkan dokumen nilai hasil belajar.
Langkah guru kelas menghadapi permasalahan tersebut dengan
menggunakan metode pengajaran. Penggunaan metode pengajaran tersebut
guru lakukan untuk membantu Abi memahami materi secara maksimal,
terutama pada pelajaran Matematika. Guru kelas mengungkapkan bahwa
metode pengajaran yang tepat untuk Abi adalah hasil perpaduan berbagai
metode pengajaran dalam satu pembelajaran. Berbagai metode pengajaran
tersebut antara lain kerja kelompok, Jigsaw, CTL, ceramah, dan berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
media pendukung. Tingkat keberhasilan penggunaan berbagai metode
pengajaran tersebut tergantung suasana hati Abi. Apabila Abi sedang mood
belajar, maka materi dapat diterima Abi sekitar 80%. Namun sebaliknya,
apabila Abi sedang tidak mood belajar, maka materi yang dapat diterima
Abi hanya sekitar 50%-60%. Informasi tersebut peneliti dapat berdasarkan
hasil wawancara dengan guru kelas.
4.1.1.3 Partisipan III (Guru Pendamping Pribadi)
Latar Belakang Partisipan III
Partisipan ketiga dalam penelitian ini adalah Ibu Ine. Ibu Ine
merupakan guru pendamping pribadi Abi baik selama pembelajaran di
kelas maupun luar kelas. Peneliti melakukan wawancara dengan guru
pendamping pribadi Abi sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 03 Oktober
2015 dan 16 Oktober 2015. Wawancara pertama dimulai dari pukul 07:30 –
08:00 WIB di teras SD Pelangi, sedangkan wawancara kedua dilakukan
pada pukul 10:00 – 10:30 WIB di teras depan kelas II.
Ibu Ine memulai kariernya sebagai guru pendamping di SD Pelangi
sejak satu tahun yang lalu, lebih tepatnya pada tahun 2014. Ibu Ine sudah
mendampingi Abi selama satu tahun mulai dari Abi kelas 3 hingga
sekarang. Setiap hari, Ibu Ine mendampingi Abi baik selama proses belajar
di kelas maupun luar kelas. Ibu Ine memberikan les tambahan di rumahnya.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Ine, beliau
memiliki pandangan tentang anak hiperaktif. Ibu Ine dalam menentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Abi termasuk anak hiperaktif atau tidak, beliau berpedoman pada perilaku
keseharian Abi. Keseharian Abi tersebut, diantaranya Abi suka mencaricari perhatian, berbicara berlebihan, sering membantah, sering menyela
pembicaraan orang lain, dan selalu ingin menonjolkan diri bahwa dirinya
bisa, meskipun pada kenyataannya dia belum bisa. Selain itu, Abi sering
sekali menyanyi saat pembelajaran. Namun, Ibu Ine selalu mengingatkan
Abi, “Ini pelajaran apa?” karena jika tidak diingatkan akan mengganggu
teman-temannya. Perilaku yang Abi tunjukkan ketika marah, yaitu merusak
benda disekitarnya, tetapi tidak pernah melukai diri sendiri atau teman.
Ibu Ine juga menceritakan Abi baik segi fisik, afektif, psikomotorik,
maupun kognitif. Ibu Ine mengungkapkan Abi secara fisik seperti anak
tidak berkebutuhan khusus. Secara afektif, Abi mengalami perubahan yang
sangat pesat. Abi di kelas 3 hanya memiliki satu sahabat, tetapi sekarang
Abi memiliki banyak sahabat baik dengan teman sekelas maupun luar
kelas. Menurut Ibu Ine, kemampuan Abi secara psikomotorik masih kurang
dan perlu pendampingan, terutama dalam hal menggunting, menggaris,
atau membuat suatu prakarya. Namun secara kognitif, Abi memiliki tingkat
pengetahuan yang lebih jika dibandingkan dengan teman-temannya. Abi
menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hafalan.
Menurut Ibu Ine, mata pelajaran yang paling disukai Abi adalah IPA,
sedangkan mata pelajaran yang tidak disukai ialah Matematika. Berikut
pernyataan Ibu Ine saat melakukan wawancara: “Dia kan paling takut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
dengan angka, dia takut dengan Matematika, dia sudah shock dulu, nanti
ujung-ujungnya dia ngamuk begitu.” Ibu Ine mengatakan bahwa ketika
mengikuti pelajaran Matematika, Abi sering marah. Hal ini mempengaruhi
nilai Matematika Abi lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya.
Abi memiliki prestasi dibidang seni, yaitu menyanyi. Abi memiliki
suara bagus, seperti yang diungkapkan Ibu Ine berikut ini, “Dia menyanyi
suaranya bagus banget.” Ibu Ine mengungkapkan perubahan-perubahan
positif yang dialami Abi dari kelas 3 hingga sekarang kelas 4 sangat pesat.
Perubahan tersebut adalah dahulu ketika Abi ganti baju harus di dalam
mobil, tetapi sekarang Abi sudah mulai bisa ganti baju di dalam ruangan.
Dahulu Abi takut dengan angka, tetapi sekarang Abi mulai terbiasa dengan
angka. Selain itu, ketika di kelas 3 Abi tidak pernah mengikuti olahraga,
dia selalu bilang, “Aku itu capek, aku itu kakinya sakit, aku pusing,”
banyak sekali alasannya.” Namun saat ini, Abi selalu mengikuti pelajaran
olahraga, bahkan dia juga mengikuti ekstrakurikuler pencak silat dan futsal.
Semua data tersebut peneliti dapatkan dari hasil wawancara antara peneliti
dengan guru pendamping pribadi Abi.
Problematika Anak Hiperaktif
Selama kurang lebih satu tahun menjadi guru pendamping pribadi
Abi, Ibu Ine mempunyai persepsi tersendiri terhadap anak hiperaktif. Ibu
Ine berpedoman pada perilaku yang ditunjukkan Abi, beliau menganggap
karakteristik anak hiperaktif pada diri Abi adalah suka mencari perhatian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
tingkah laku dan berbicara yang berlebihan, sering membantah, sering
menyela pembicaraan orang lain, dan selalu ingin menonjolkan diri bahwa
dirinya bisa, seperti yang diungkapkan beliau, “Banyak ngomong, tingkah
lakunya berlebihan, kalo dikasih tau itu selalu membantah, terus yang
terakhir itu dia selalu ingin menonjolkan kalo dia itu bisa.” Selain itu, Abi
sering menyanyi saat pembelajaran berlangsung.
Perilaku Abi tersebut menghambatnya untuk memahami materi,
terutama pelajaran Matematika. Hingga saat ini, nilai Matematika Abi lebih
rendah dibanding mata pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan dan
hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia. Nilai Abi pada mata
pelajaran tersebut di atas KKM. Menurut Ibu Ine, strategi penanganan
untuk Abi adalah mencari kelemahan yang dimiliki anak. Ibu Ine mencoba
untuk tidak mempedulikan Abi atau istilahnya “didiemin”, membuat
kesepakatan, dan memberikan nasehat.
Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan Abi, Ibu Ine mencoba
berbagai cara agar Abi dapat memahami materi dengan maksimal. Cara Ibu
Ine gunakan saat mengajar dengan menggunakan metode pengajaran. Ibu
Ine memiliki pandangan tentang metode pengajaran. Ibu Ine mengatakan
bahwa metode pengajaran merupakan cara untuk menyampaikan suatu
mata pelajaran. Contoh metode pengajaran yang pernah Ibu Ine terapkan,
diantaranya metode bermain, tanya jawab, dan metode bersahabat. Dari
beberapa metode pengajaran tersebut, menurut Ibu Ine metode bermain dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
bersahabat adalah metode yang tepat untuk Abi. Meskipun demikian, Ibu
Ine tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan metode pengajaran
lainnya, seperti metode bernyanyi pada pelajaran Matematika.
Berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan III, maka dapat
disimpulkan bahwa guru menggunakan berbagai cara untuk menangani Abi
baik di kelas maupun luar kelas. Cara pertama Ibu Ine adalah mencari
kelemahan anak dengan membuat kesepakatan. Kedua, ketika memberikan
les tambahan untuk Abi, Ibu Ine juga menggunakan berbagai metode
pengajaran. Pedoman Ibu Ine dalam menentukan metode pengajaran
tersebut dengan menyesuaikan materi dan karakteristik anak, seperti yang
diungkapkan beliau berikut: “Disesuaikan dengan materi karena takutnya
Abi juga ketinggalan kan to mbak kayak gitu dan Abi juga.” Ibu Ine
mengungkapkan bahwa tidak semua anak akan berhasil menggunakan
metode pengajaran yang sama. Tingkah keberhasilan Ibu Ine menggunakan
berbagai metode pengajaran pada mata pelajaran yang berkaitan dengan
hafalan, yaitu 70% - 80%, tetapi khusus pelajaran Matematika 30% - 40%.
Namun sama seperti partisipan lainnya, keberhasilan tersebut tergantung
dengan suasana hati Abi saat itu juga. Informasi tersebut peneliti dapatkan
dari hasil wawancara dengan guru pendamping pribadi Abi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
4.1.1.4 Partisipan IV (Guru Pendamping Khusus)
Latar Belakang Partisipan IV
Partisipan IV dalam penelitian ini adalah Ibu Risti sebagai guru
pendamping khusus SD Pelangi. Peneliti melakukan wawancara dengan
guru pendamping khusus ini sebanyak dua kali. Wawancara pertama
peneliti lakukan pada tanggal 17 Oktober 2015. Wawancara ini dilakukan
mulai pukul 09:00 – 09:30 WIB di ruang tamu sekolah. Wawancara kedua
peneliti lakukan pada tanggal 26 November 2015, mulai dari pukul 12:00 –
12:30 WIB di ruang kerja Ibu Risti.
Ibu Risti sama seperti partisipan lain yang mengawali kariernya
sebagai guru pendamping khusus di SD Pelangi. Saat wawancara, Ibu Risti
menjelaskan sedikit tentang tugasnya sebagai guru pendamping khusus.
Tugas beliau adalah mendampingi ABK yang tidak memiliki pendamping
pribadi, memberikan kelas fullout (kelas tambahan bagi ABK yang kurang
mampu mengikuti pembelajaran), dan melakukan assesment kepada anakanak berkebutuhan khusus. Ibu Risti juga menjelaskan bagaimana langkahlangkah melakukan assesment. Langkah pertama adalah mengumpulkan
data anak baik dari guru kelas, pendamping pribadi jika ada, dan guru lain
yang berkaitan. Setelah itu, dilakukan evaluasi untuk mengetahui kesulitan
belajar anak. Ibu Risti juga menyebarkan kuisioner kepada orang tua anak
yang bersangkutan. Langkah terakhir adalah melakukan assesment dengan
menggunakan pedoman yang sudah ada, data terkumpul, dan perilaku anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Ibu Risti mempunyai pandangan sendiri tentang karakteristik anak
hiperaktif berdasarkan pengamatan terhadap perilaku anak. Ibu Risti
mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang mempunyai kelebihan
gerak maupun verbal, misalnya dalam waktu tertentu anak lain bergerak 23, tetapi anak hiperaktif bisa lebih, bicara berlebihan, dan tidak bisa duduk
tenang. Ibu Risti juga menambahkan bahwa Abi sulit berkonsentrasi dan
dia pandai dalam mencari alasan, seperti yang beliau ungkapkan, “Kalo
misalnya dia lagi marah atau dia lagi nggak mau ngerjain PR, dia sudah
pintar mencari alasan-alasan gitu, pura-pura pusing atau apa kayak gitu.”
Ibu Risti juga mengatakan bahwa rasa ingin tahu anak tinggi. Hal ini
terlihat Abi sering menyela pembicaraan orang lain dengan mengajukan
pertanyaan, meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab.
Ibu Risti juga mendeskripsikan Abi baik dari aspek fisik, afektif,
psikomotorik, maupun kognitif. Secara fisik maupun psikomotorik, Ibu
Risti mengatakan bahwa Abi terlihat seperti anak tidak memiliki kebutuhan
khusus. Begitu pula aspek afektif, Abi mampu bersosialisasi dengan temantemannya, seperti pernyataan Ibu Ine berikut, “Kalo anaknya bergaul
dengan temen-temennya sudah bisa, bagus.” Secara kognitif pandangan
Ibu Risti tentang Abi sama seperti partisipan lainnya, yaitu pandai dalam
menghafal materi-materi yang berkaitan dengan pengetahuan. Namun, Abi
mengalami kesulitan dalam pelajaran Matematika. Hal ini menyebabkan
nilai Matematika Abi lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Ibu Risti juga menceritakan sedikit tentang bagaimana melakukan
penanganan untuk mengurangi perilaku Abi yang dapat menghambat
proses belajarnya. Ketika Abi marah, dia akan mengatakan, “Uh, kesel,
pusing aku itu, gini-gini.” Kalimat tersebut akan Abi katakan secara terusmenerus. Tindakan yang Ibu Risti lakukan adalah membiarkan Abi dengan
tidak memperhatikan dan pada akhirnya dia akan diam sendiri. Namun, jika
marahnya Abi mengganggu teman-temannya, Ibu Risti mengatakan, “Abi
nggak boleh seperti itu.”. Ibu Risti berpandangan bahwa penanganan anak
hiperaktif disesuaikan dengan anaknya. Hal ini juga berpengaruh pada
pemilihan metode pengajaran yang digunakan Ibu Risti mengajar di kelas.
Ibu Risti mengungkapkan “Metode pengajaran itu cara untuk memberikan
pembelajaran
agar
anaknya
itu
lebih
paham,
lebih
mengusai
pembelajarannya kayak gitu. Jadi ya kita sebagai guru harus tau anaknya
itu kayak gimana dan kita harus tau metode apa yang tepat untuk
anaknya.” Ibu Risti memandang bahwa metode pengajaran adalah cara
untuk menyampaikan materi agar anak dapat memahami dan menguasai
materi yang dipelajari dengan maksimal.
Ibu Risti mengungkapkan bahwa metode pengajaran paling tepat
untuk Abi adalah metode yang dapat menyalurkan aktivitasnya yang
berlebihan ke hal positif, misalnya metode TSTS, snowball throwing,
menggunakan video. Menurut Ibu Risti, dalam satu pembelajaran tidak
hanya menggunakan satu metode pengajaran, tetapi mengkombinasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh.
Pedoman Ibu Risti dalam memilih metode pengajaran sama seperti
partisipan lainnya, yaitu materi dan karateristik anak (Abi). Ibu Risti
mengakumulasikan keberhasilan dengan mengkombinasikan beberapa
metode pengajaran dalam satu pembelajaran untuk Abi sekitar 60% - 80%.
Peneliti mendapatkan informasi tersebut dari hasil wawancara antara
peneliti dengan guru pendamping khusus.
Problematika Anak Hiperaktif
Ibu Risti mempunyai cara pandang tersendiri tentang anak hiperaktif
dari hasil pengamatannya selama menjadi guru pendamping khusus. Hasil
pengamatan Ibu Risti terhadap perilaku Abi antara lain anak mengajukan
banyak pertanyaan secara terus-menerus meskipun pertanyaan sebelumnya
belum selesai dijawab, sulit berkonsentrasi, ketika marah anak tidak mau
mengerjakan tugas, tidak mau mengakui kesalahan, berbicara berlebihan,
pandai dalam mencari alasan, dan tidak bisa duduk tenang.
Selama menjadi pendamping khusus, Ibu Risti melakukan beberapa
penanganan untuk mengurangi perilaku Abi yang dapat menghambatnya
dalam belajar. Salah satunya saat Ibu Risti mengajar, beliau menggunakan
berbagai metode pengajaran yang dikombinasikan, terutama pada pelajaran
Matematika. Ibu Risti mengungkapkan bahwa Abi masih kesulitan dalam
pelajaran Matematika, tetapi pada pelajaran yang berkaitan dengan hafalan
Abi dapat menguasai materi dengan baik. Pernyataan Ibu Risti diperkuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
dengan nilai hasil belajar Matematika Abi lebih rendah dibandingkan mata
pelajaran lainnya.
Ibu Risti menceritakan salah satu hasil kombinasi metode pengajaran
yang pernah diterapkan adalah kombinasi metode ceramah dan snowball
throwing, sepertinya pernyataan berikut “Nah, kalo itu saya melakukannya
di combine mbak. Jadi pertama kali ceramah dulu, jelasin materinya dulu.
Setelah itu, baru di combine dengan metode lain, misalnya sama snowball
throwing. Kan sudah dijelasin, misalnya materinya IPA, jelasin materi IPA
kayak gimana terus nanti dari itu kan kita pakai snowball throwing, terus
nanti jadi anaknya kan disuruh menulis soal, terus nanti kita lembarlembar, kita jawab sama-sama. Nah, itu lebih efektif sih kalo kemarin.
Jadi, dia juga lebih tau kan belajar itu juga dari anak yang lain, nah
seperti itu jadi nggak melulu dari gurunya seperti itu.” Keberhasilan Ibu
Risti menggunakan metode pengajaran tersebut sekitar 60%- 80%. Namun,
pada pelajaran Matematika Abi masih mengalami kesulitan.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan guru
pendamping khusus, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Abi temasuk
anak hiperaktif. Guru pendamping khusus menyebutkan beberapa perilaku
Abi yang menunjukkan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Perilakuperilaku tersebut antara lain berbicara berlebihan, mengajukan banyak
pertanyaan meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab, sulit
berkonsentrasi, saat marah tidak mau mengerjakan tugas, tidak mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
mengakui kesalahan, berbicara berlebihan, pandai dalam mencari alasan,
dan tidak bisa duduk tenang. Perilaku yang ditunjukkan Abi tersebut
berpengaruh terhadap nilai hasil belajarnya.
Strategi beliau untuk meningkatkan hasil belajar Abi, terutama pada
pelajaran Matematika, dengan menggunakan berbagai metode pengajaran
dalam satu pembelajaran. Langkah ini guru lakukan agar Abi memahami
materi dengan maksimal dan tidak cepat bosan. Tingkat keberhasilan
penggunaan metode pengajaran tersebut dalam pelajaran IPA bagi anak
sekitar 60%-80%, tetapi untuk pelajaran matematika anak masih rendah.
Hal ini sama seperti yang diungkapkan partisipan lain bahwa keberhasilan
penggunaan metode pengajaran tersebut bergantung dengan suasana hati
Abi juga. Informasi tersebut peneliti dapatkan dari hasil wawancara antara
peneliti dengan guru pendamping khusus.
4.2
Pembahasan
Abi merupakan seorang siswa kelas IV SD pelangi yang berusia 10 tahun.
Abi memiliki hobi bernyanyi dan bersepeda. Mata pelajaran yang Abi sukai
adalah IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, sedangkan mata pelajaran yang tidak
sukai adalah Matematika. Abi mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler,
diantaranya futsal, renang, dan pencak silat. Informasi ini peneliti dapatkan dari
hasil observasi dan wawancara baik dengan Abi, guru kelas IV, pendamping
pribadi Abi, maupun guru pendamping khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, (1) perhatian Abi
mudah teralih dengan sesuatu yang menarik baginya. Salah satu contohnya
ketika mengerjakan soal atau mendengarkan penjelasan guru, tiba-tiba
memainkan pensil atau menggerak-gerakkan tangan dan kakinya, (2) sering
melakukan aktivitas yang berlebihan dan sering meninggalkan tempat duduk,
(3) terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, (4)
menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan dan tanpa
berpikir terlebih dahulu jawabannya, (5) berbicara berlebihan, (6) sering
menyela pembicaraan orang lain, (7) sering bernyanyi saat pembelajaran,
bahkan ketika guru menjelaskan rumus keliling bangun datar, rumus tersebut
dinyanyikan, (6) membutuhkan waktu lama untuk mengerjakan tugas,
terkadang juga tidak menyelesaikannya, (7) sering lupa membawa buku atau
mengerjakan PR. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil assesment
partisipan II, partisipan III, dan partisipan IV yang menggunakan pedoman dari
Diagnostic and StatisticalManual of Mental Disorders IV ®-TR. Hasil assesment
tersebut menyatakan bahwa Abi termasuk anak hiperaktif serta hasil wawancara
dengan partisipan II yang mengatakan, “Itu kan setiap tahunnya dari kelas 1
sampai kelas 4 ini, kebetulan Abi assesmentnya adalah hiperaktif.”
Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumen, secara fisik Abi terlihat
seperti anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Secara afektif, peneliti
melihat Abi dapat mengekspresikan perasaannya, namun terkadang belum bisa
mengendalikan diri dalam keadaan senang atau marah. Hal ini terlihat ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
guru kelas mengatakan, “Tapi saya kan seneng Bu, saya mendapatkan nilai
seratus” Ah itu dia sering sekali saya ingatkan, Abi jangan terlalu seneng
meluap-luap bahagianya, tapi kan saya seneng Bu, saya mendapatkan nilai
seratus kan sudah bahagia, saya kan kalo bahagia nyanyi, seperti itu. Iya saya
ingatkan bahagianya cukup bahagianya, temannya juga dapet seratus, saya
contohkan temannya, temannya dapet seratus biasa saja tidak sampai meluapluap, tidak sampai menyanyi seperti itu. Saya ingatkan, ini pelajaran apa?
Kalo menyanyi boleh menyanyi, mau nyanyi apa saja tidak apa-apa.”
Abi mampu bersosialisasi baik dengan teman-temannya. Abi mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, terutama dengan orang-orang baru.
Peneliti mengatakan demikian karena pertama kali peneliti bertemu, Abi sangat
welcome. Namun aspek psikomotoriknya, anak masih perlu pendampingan.
Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil wawancara guru yang mengungkapkan
bahwa psikomotorik anak masih kurang, misalnya menggunting, menggaris,
atau membuat suatu prakarya anak masih memerlukan pendampingan.
Berdasarkan aspek kognitifnya, anak memiliki kemampuan rata-rata.
Anak memiliki daya menghafal yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap mata
pelajaran yang disukai dan nilai hasil belajar anak. Mata pelajaran yang anak
sukai berkaitan dengan pengetahuan dan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa
Indonesia, sedangkan pelajaran yang tidak disukai adalah Matematika. Nilai
hasil belajar anak hampir semua di atas KKM, kecuali Matematika. Informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
tersebut peneliti dapatkan dari hasil studi dokumen dan wawancara, baik guru
kelas, guru pendamping pribadi, maupun guru pendamping khusus.
Melihat karakteristik Abi, maka peneliti membuat kesimpulan bahwa
perilaku Abi sesuai dengan teori karakteristik anak hiperaktif yang diungkapkan
Zaviera (2014) dan Wiyani (2014). Beberapa karakteristik anak hiperaktif
menurut Zaviera (2014), yaitu (1) sering tidak mengikuti instruksi dan gagal
menyelesaikan tugasnya, (2) tidak mendengarkan lawan bicaranya, (3) sering
menghindar atau tidak menyukai melakukan tugas yang membutuhkan
pemikiran lama, (4) sering kehilangan barang yang dimilikinya, (5) sering lupa
mengerjakan tugas sehari-hari, (6) perhatiannya mudah teralih oleh rangsangan
dari luar. Wiyani (2014) menambahkan karakteristik anak hiperaktif antara lain:
(1) berbicara berlebihan atau tidak bisa berhenti bicara, (2) mengalami kesulitan
dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan secara tenang, dan (3) tidak bisa
duduk tenang dalam waktu lama (lebih dari lima menit).
Peneliti membuat kesimpulan bahwa Abi menunjukkan perilaku yang
hampir sama atau sama dengan teori karakteristik anak hiperaktif yang telah
dijelaskan tersebut. Pedoman dasar yang peneliti gunakan adalah hampir semua
karakteristik perilaku Abi dan karakteristik anak hiperaktif menurut teori
Zaviera (2014) dan Wiyani (2014). Persamaan karakteristik Abi dengan teori
anak hiperaktif tersebut, yaitu perhatian anak mudah teralih oleh hal-hal yang
menarik baginya, terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan
bicaranya, sering meninggalkan tempat duduk, melakukan aktivitas motorik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
secara berlebihan, berbicara berlebihan, sering menjawab pertanyaan sebelum
pertanyaan tersebut selesai diberikan, sering lupa membawa buku atau
mengerjakan tugas, dan sering menyela pembicaraan orang lain.
Setiap guru mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap perilaku
anak yang menunjukkan karakteristik anak hiperaktif. Faktanya, beberapa
kriteria pada hasil assesment dari setiap guru partisipan terhadap perilaku Abi
terdapat perbedaan. Persepsi merupakan proses diterimanya stimulus oleh
individu melalui proses penginderaan. Proses penginderaan akan berlangsung
setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat-alat indera
(Walgito, 2010). Faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan persepsi, yaitu
perilaku persepsi, objek yang dipersepsikan, dan konteks dari situasi dimana
persepsi itu diberlakukan (Danarjati, 2013). Persepsi berasal dari luar (eksternal
perception) dan dalam diri individu (self-perception). Persepsi dapat
diungkapkan karena perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman individu
berbeda. Hal ini mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan suatu
stimulus antara individu satu dengan individu lain berbeda (Jacobsen, 2009).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis persepsi yang berasal dari
luar (eksternal perception). Persepsi guru muncul ketika mereka melakukan
pengamatan tentang bagaimana perilaku yang ditunjukkan Abi, baik selama
pembelajaran di kelas atau luar kelas. Kemudian barulah guru mempersepsikan
tentang anak hiperaktif. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru partisipan
menunjukkan bahwa ketiga partisipan tersebut mempersepsikan tentang anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
hiperaktif berbeda-beda. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan guru kelas
yang mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang setiap saat anak
melakukan aktivitas tertentu, berbicara berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu
tertentu, dan sering menyela pembicaraan orang lain. Namun, berbeda dengan
guru pendamping pribadi yang mempersepsikan anak hiperaktif adalah anak
yang suka mencari perhatian, berbicara berlebihan, sering membantah, dan
selalu ingin menonjolkan diri bahwa dirinya bisa.
Persepsi terdapat tiga komponen seperti yang dijelaskan pada bab II.
Ketiga komponen persepsi tersebut menurut Alport (Danarjati, 2010),
diantaranya komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.
Berdasarkan teori tersebut, peneliti membuat kesimpulan bahwa komponen
persepsi yang muncul pada semua guru partisipan adalah komponen kognitif.
Alasannya adalah hasil wawancara dengan semua guru partisipan menunjukkan
bahwa munculnya persepsi mereka tentang anak hiperaktif yang ada pada diri
anak berdasarkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang
objek sikapnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru partisipan
yang menggunakan pengetahuan atau informasi untuk mendeskripsikan
bagaimana perilaku keseharian Abi.
Guru kelas memiliki pandangaan sendiri terhadap perilaku Abi yang
berbeda dengan anak-anak lainnya. Berdasarkan perilaku yang ditunjukkan Abi,
guru kelas menganggap bahwa Abi termasuk anak hiperaktif. Dengan
pernyataan tersebut, peneliti mengajukan pertanyaan kepada guru kelas tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
persepsi terhadap anak hiperaktif. Guru kelas mempersepsikan anak hiperaktif,
seperti berikut: “Anak hiperaktif itu anak yang e... setiap saat e... apa yaa
melakukan tindakan entah itu berbicara, entah itu aktivitas apa, entah jalanjalan itu dan untuk diam beberapa dalam beberapa saat susah, susah sekali.
Walaupun untuk Abi itu tidak ada terapi, tapi dibanding anak-anak yang lain,
Abi itu termasuk anak yang lebih aktif daripada anak lainnya. Sebelum, belum
diajak, gurunya baru menerangkan saja, dia sudah ngomong-ngomong,
nyambung apa-apa, terkadang ngomong e.. di luar apa materi, kadang iya
seperti itu. Ya, anak yang pintar sebenarnya mbak kemudian dia banyak akal,
banyak bergerak karna dia kan banyak akal sebenarnya dia ada saja yang dia
lakukan, kemudian ya di kelas e... intensitas untuk diamnya itu lebih sedikit
dibandingkan dengan geraknya aktif, lebih banyak aktivitas seperti itu.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, guru kelas mempersepsikan anak hiperaktif
sebagai anak yang setiap saat melakukan aktivitas tertentu, berbicara
berlebihan, tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan terkadang menyela atau
memberikan komentar setiap pembicaraan orang lain. Guru kelas juga
berpandangan bahwa sebenarnya anak hiperaktif adalah anak yang pandai dan
memiliki banyak akal. Guru kelas menceritakan bagaimana perilaku Abi yang
lain, yaitu terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap lawan bicaranya,
sering menyanyi saat pembelajaran berlangsung, sering lupa membawa buku
atau mengerjakan PR, membutuhkan waktu lama dalam mengerjakan tugas, dan
tidak sabaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Berdasarkan persepsi guru kelas terhadap perilaku anak hiperaktif
tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku yang muncul pada diri Abi
termasuk anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif. Beberapa perilaku yang
ditunjukkan Abi mencakup indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif
yang sesuai dengan teori karakteristik anak hiperaktif oleh DSM-IV® - TR.
Perilaku Abi yang sesuai dengan teori anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif
menurut DSM-IV® - TR adalah (1) sering melakukan aktivitas motorik secara
berlebihan, (2) berbicara secara berlebihan, (3) sering menjawab tanpa berpikir
sebelum pertanyaan selesai diberikan, (4) sulit menunggu giliran, (5) sering
menyela pembicaraan orang lain, dan (6) sering lupa.
Persepsi guru kelas terhadap anak hiperaktif tersebut berbeda dengan
persepsi guru pendamping pribadi. Menurut Ibu Ine, anak hiperaktif itu anak
yang selalu mencari perhatian, berbicara dan tingkah lakunya berlebihan, selalu
membantah atau menyela pembicaraan orang lain, dan selalu ingin
menonjolkan diri dan merasa bahwa dirinya bisa. Berdasarkan pernyataan
tersebut, peneliti menyimpulkan, perilaku yang ditunjukkan Abi mencakup
indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif menurut DSM-IV®-TR.
Perbedaan persepsi antara guru kelas dan guru pendamping pribadi juga
terdapat perbedaan dengan persepsi guru pendamping khusus. Ibu Risti
mempersepsikan anak hiperaktif sebagai anak yang mempunyai kelebihan
gerak maupun verbal, misalnya dalam rentang waktu tertentu anak lain
bergerak 2-3, tetapi anak hiperaktif bisa lebih, bicara berlebihan, dan tidak bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
duduk tenang. Ibu Risti menambahkan perilaku lain yang ditunjukkan Abi,
diantaranya sulit berkonsentrasi, sering menyela pembicaraan orang lain dengan
mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus, meskipun pertanyaan
sebelumnya belum selesai dijawab, ketika marah anak tidak mau mengerjakan
tugas, dan pandai dalam mencari alasan dan selalu menyalahkan orang lain.
Dari pernyataan guru tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku Abi
menunjukkan indikasi anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif yang sesuai
dengan teori DSM-IV®-TR tentang karakteristik anak hiperaktif. Beberapa
perilaku Abi yang sesuai dengan teori anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif
menurut DSM-IV®-TR adalah (1) sulit berkonsentrasi saat mengerjakan tugas,
(2) tidak teratur dalam mengerjakan tugas, (3) sering meninggalkan tempat
duduk, (3) sering melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, (4) berbicara
berlebihan, (5) sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai
diberikan, dan (6) sering menyela pembicaraan orang lain.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti melihat perilaku Abi
menunjukkan anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif. Peneliti menyimpulkan
demikian karena perilaku yang ditunjukkan Abi sesuai dengan teori DSM-IV®TR tentang anak hiperaktif tipe hiperaktif-impulsif, diantaranya (1) sering
meninggalkan tempat duduk, (2) melakukan aktivitas motorik secara
berlebihan, (3) berbicara secara berlebihan, (4) sering menjawab tanpa berpikir
sebelum pertanyaan selesai diberikan, (5) tidak teratur dalam mengerjakan
tugas, dan (6) sering menyela pembicaraan orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Hasil wawancara dengan guru partisipan, peneliti melihat bahwa guru
mengetahui dan memahami Abi sebagai anak hiperaktif. Guru mengetahui
bagaimana perilaku anak baik di kelas maupun luar kelas. Dalam proses
pembelajaran, guru melakukan penanganan terhadap perilaku Abi agar tujuan
pengajaran dapat tercapai dengan maksimal. Hal inilah yang memunculkan
persepsi guru terhadap penanganan anak hiperaktif.
Guru kelas dalam melakukan penanganan ketika Abi mulai berbicara atau
tertawa berlebihan guru hanya mengingatkan, memberikan nasehat, dan
membuat kesepakatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan guru kelas “Iya, saya
ingatkan, Apakah ada hal yang lucu? Ok kalo lucu Ibu Endah kasih waktu
untuk tertawa di luar karena kalo tertawa terlalu lama di kelas nanti
mengganggu konsentrasi teman-temannya.” Penanganan tersebut sama seperti
yang dilakukan guru partisipan lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
pendamping, penanganan yang dilakukan guru saat Abi mulai berbicara atau
tertawa berlebihan adalah memberikan nasehat dan membuat kesepakatan.
Penanganan ketika anak berbicara berlebihan berbeda dengan penanganan
ketika anak marah. Penanganan guru pendamping pribadi ketika anak marah
dengan memberikan waktu kepada anak untuk sendiri. Penanganan tersebut
sama seperti yang dilakukan guru pendamping khusus. Guru membiarkan anak
atau istilahnya “didiemin”, meskipun pada awalnya anak akan mengeluh terusmenerus. Guru menambahkan ketika anak tidak diperhatikan atau dipedulikan,
anak akan diam dengan sendirinya. Selain itu, guru juga membuat kesepakatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dengan anak, seperti pernyataan berikut ini: “Jadinya nanti kita diemin kalo
nggak apa namanya Abi kadang-kadang mudah kalo itu nanti Bu Ine berhenti.
Ada ancaman-ancamannya sendiri sih yang membuat dia nanti terus kadangkadang nurut seperti itu.” Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman guru, cara
tersebut adalah penanganan yang tepat untuk Abi. Tindakan tersebut dipilih
guru karena guru kurang mengetahui cara menangani anak hiperaktif. Hal ini
sesuai dengan hasil wawancara dengan guru yang mengatakan bahwa guru
belum dibekali tentang bagaimana menangani anak hiperaktif yang tepat.
Peneliti melihat dengan karakteristik Abi tersebut, Abi membutuhkan
pendampingan khusus selama proses pembelajaran, terutama pada pelajaran
Matematika. Peneliti mengatakan demikian karena peneliti mendapatkan
informasi bahwa nilai Matematika Abi lebih rendah dibanding mata pelajaran
lain. Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil wawancara dan studi dokumen
nilai hasil belajar anak. Berdasarkan permasalahan tersebut, guru mencari cara
untuk meningkatkan hasil belajar Abi, terutama pada pelajaran Matematika.
Cara guru untuk menghadapi permasalahan tersebut dengan menggunakan
metode pengajaran. Hal ini memunculkan persepsi guru terhadap metode
pengajaran untuk anak hiperaktif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru partisipan, setiap guru
memiliki persepsi yang hampir sama tentang definisi metode pengajaran. Guru
kelas memiliki persepsi tentang metode pengajaran, seperti yang diungkapkan
berikut “Metode ya e... cara yang digunakan guru untuk e... memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
materi kepada peserta didik.” Dari pernyataan tersebut, guru kelas
mendefinisikan metode pengajaran sebagai cara yang digunakan guru untuk
memberikan materi kepada peserta didik. Pernyataan tentang definisi metode
pengajaran dari guru kelas, hampir sama seperti pernyataan yang diungkapkan
guru pendamping pribadi dan guru pendamping khusus. Menurut pendamping
pribadi, metode pengajaran adalah cara penyampaian suatu pelajaran di kelas.
Begitu pula dengan guru pendamping khusus yang berkata, “Metode
pengajaran itu kan caranya, cara untuk memberikan pembelajaran agar
anaknya itu lebih paham, lebih mengusai pembelajarannya kayak gitu. Guru
harus tau anaknya itu kayak gimana dan kita harus tau metode apa yang tepat
untuk anaknya.” Dari pernyataan tersebut, guru pendamping khusus
mendefinisikan metode pengajaran sebagai cara untuk memberikan pelajaran
agar anak memahami dan menguasai materi yang diajarkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru tentang definisi metode
pengajaran, persepsi dari ketiga guru partisipan sesuai dengan teori Muslich
(2010) dan Raharjo (2012) yang mengungkapkan bahwa metode pengajaran
adalah cara yang digunakan dalam menyampaikan materi untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Bahri (Siregar, 2010) menjelaskan metode pengajaran
merupakan bagian dari strategi pengajaran. Strategi pengajaran adalah cara
sistematis dipilih guru untuk menyampaikan materi, sehingga memudahkan
guru maupun siswa mencapai tujuan pembelajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Setiap guru partisipan memiliki pengalaman yang berbeda-beda saat
mengajar atau berinteraksi langsung dengan Abi. Hal ini mempengaruhi guru
dalam mempersepsikan metode pengajaran untuk anak hiperaktif. Dari hasil
wawancara dengan guru kelas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa guru
kelas cukup memahami bagaimana karakteristik Abi. Guru kelas memiliki
pandangan bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah hasil
perpaduan berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran.
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan guru kelas yang berkata, “Iya, itu
campur mbak. Semua campur karena kalo apa kita menerangkan terus anaknya
juga nanti apa namanya ngomong. Nah, nanti terus ada kegiatan apa yang
mereka lakukan, campur-campur.” Metode pengajaran yang pernah guru kelas
gunakan adalah kerja kelompok, Jigsaw, CTL, dan ceramah. Guru kelas juga
menggunakan berbagai media, seperti benda konkret, video, PPT, jembatan
keledai, dan alat peraga. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas,
keberhasilan dalam menggunakan metode pengajaran tersebut, khususnya Abi
bisa menerima materi sekitar 80%. Namun, tingkat keberhasilan tersebut
tergantung mood belajar Abi saat itu juga. Informasi ini peneliti dapatkan dari
wawancara dengan guru kelas dan studi dokumen hasil belajar anak.
Persepsi guru kelas terhadap metode pengajaran anak hiperaktif tersebut,
sedikit berbeda dengan persepsi guru pendamping pribadi. Pendamping pribadi
mengungkapkan bahwa metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah
metode pengajaran bermain dan bersahabat. Apabila menggunakan metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
ceramah, Ibu Ine menganggap tidak efektif karena anak akan cepat bosan.
Namun, metode ceramah menjadi efektif apabila dikombinasikan dengan
metode pengajaran lain. Guru pendamping pribadi mengatakan bahwa Abi
mengalami kesulitan pada pelajaran Matematika. Hal ini menyebabkan nilai
Matematika anak lebih rendah dibanding mata pelajaran lainnya. Contoh
metode pengajaran yang digunakan dalam pelajaran Matematika adalah
bernyanyi, seperti pernyataan Ibu Ine, “Contohnya gini aja Matematika
perkalian ulang sulit banget dan Abi benci sekali dengan angka, saya kadangkadang sambil nyanyi. Satu kali satu (Ibu Ine menyanyikannya) kayak gitu
terus, nanti kalo sudah hari berikutnya saya nggak ngasih pelajaran itu, tapi
pulangnya saja tes, “Ayo kak nyanyi lagi kak satu kali satu.” Nah, nanti kalo
dia sudah hafal perkalian satu sampai angka lima, walaupun nanti sampai
enam ke bawah itu mikir lagi, tapi itu sudah bagus.” Ibu Ine mencoba
mengkombinasikan materi dengan hobi anak, yaitu bernyanyi sebagai metode
pengajaran agar anak memahami materi. Ibu Ine mengakumulasikan tingkat
keberhasilannya dalam penggunaan metode pengajaran tersebut juga hampir
sama dengan guru partisipan lain sekitar 70%-80%. Ibu Ine menambahkan
bahwa tingkat keberhasilan tersebut tergantung pada mood anak saat itu juga.
Sama seperti persepsi dari guru kelas dan guru pendamping pribadi, guru
pendamping khusus memiliki persepsi terhadap metode pengajaran untuk anak
hiperaktif. Menurut guru pendamping khusus, jika seorang guru tidak
mengembangkan dan menggunakan metode pengajaran, anak akan kesulitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
dalam memahami materi. Ibu Risti mengungkapkan bahwa metode pengajaran
untuk anak hiperaktif adalah metode pengajaran yang berpusat pada siswa,
bukan berpusat pada guru, misalnya cooperative learning.
Ibu Risti menambahkan, dalam satu pembelajaran beliau tidak hanya
menggunakan satu metode pengajaran, tetapi memadukan berbagai metode
pengajaran. Ibu Risti memberikan contoh, misalnya pada 5 menit pertama,
beliau menggunakan metode ceramah, kemudian dilanjutnya dengan metode
TSTS atau snowball throwing. Tingkat keberhasilan Ibu Risti menggunakan
berbagai metode pengajaran dalam satu pembelajaran untuk Abi memahami
materi 60%-80%. Namun, sama seperti guru partisipan lain bahwa tingkat
keberhasilan tersebut tergantung dengan kondisi anak saat itu juga. Apabila saat
itu anak mood belajar, maka keberhasilannya bisa maksimal. Begitu pula
sebaliknya, apabila anak tidak mood belajar maka dengan metode pengajaran
apapun hasilnya tidak bisa maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga guru partisipan terhadap
metode pengajaran sesuai dengan teori Bahri (Zain, 2010) yang menyatakan
bahwa metode pengajaran yang dapat menjadikan siswa lebih aktif dan
memahami materi antara lain metode eksperimen, metode diskusi, metode
sosiodrama role play, metode demonstrasi, metode problem solving, metode
tanya jawab, dan metode ceramah. Segers (Jacobsen, 2009) menambahkan satu
metode pengajaran, yaitu metode pengajaran kooperatif. Jerolimek dan Parker
(Isjoni, 2013) mengungkapkan kelebihan dari metode kooperatif, diantaranya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
adanya ketergantungan positif antaranggota kelompok, belajar mengemukakan
dan menghargai pendapat orang lain, terlibat dalam perencanaan dan
pengelolaan kelas, memiliki banyak kesempatan mengekspresikan pengalaman
mereka, dan hubungan antarsiswa maupun guru dan siswa menjadi lebih akrab.
Huda (2013) menambahkan kelebihan metode kooperatif adalah mendorong
kemandirian belajar siswa, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menimba
berbagai informasi, dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik.
Berdasarkan hasil wawancara dan teori tentang metode pengajaran,
peneliti membuat kesimpulan bahwa metode pengajaran yang tepat untuk anak
hiperaktif adalah metode menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran dan
mengalihkan atau mengurangi perilaku-perilaku anak hiperaktif ke hal-hal yang
positif. Dengan demikian, anak hiperaktif dapat memahami materi dengan
maksimal. Metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah hasil perpaduan
berbagai metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran. Metode
pengajaran tersebut adalah perpaduan antara metode pengajaran konvensional
dan metode pengajaran yang berpusat pada anak. Salah satu contohnya
perpaduan metode ceramah dan metode kooperatif (cooperative learning). Dari
hasil wawancara dengan ketiga guru partisipan menyatakan bahwa tingkat
keberhasilan penggunaan metode pengajaran tersebut tergantung dengan
suasana hati anak. Secara keseluruhan pernyataan tersebut peneliti membuat
kesimpulan demikian berlandaskan hasil wawancara dan teori yang digunakan
dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Bab V ini berisi tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian, dan
saran. Pada kesimpulan berisi tentang rangkuman hasil penelitian yang telah
dilakukan peneliti. Keterbatasan penelitian berisi tentang keterbatasan yang dihadapi
peneliti dalam penelitian ini, sedangkan saran berisi tentang masukan bagi peneliti
selanjutnya, guru, ataupun orang tua yang memiliki anak hiperaktif.
5.1
Kesimpulan
Perilaku-perilaku yang ditunjukkan anak hiperaktif selama proses
pembelajaran antara lain perhatian anak mudah teralih dengan hal-hal yang
menarik baginya, berbicara dan tertawa berlebihan, terlihat seperti tidak
mendengarkan atau menatap lawan bicaranya, sering menyela pembicaraan
orang lain, sering menjawab sebelum pertanyaan tersebut selesai diberikan,
tidak teratur dalam mengerjakan tugas, melakukan aktivitas motorik secara
berlebihan, dan sering meninggalkan tempat duduk. Secara kognitif, anak
hiperaktif memiliki kemampuan yang rata-rata. Hal ini terlihat dari hampir
semua nilai anak di atas KKM, kecuali Matematika. Anak menyukai mata
pelajaran yang berkaitan dengan hafalan, seperti IPA, IPS, dan Bahasa
Indonesia, sedangkan pelajaran yang tidak disukai adalah Matematika.
Berdasarkan hasil penelitian tentang persepsi guru terhadap anak
hiperaktif, peneliti memperoleh data bahwa setiap guru yang mengampu di
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
kelas IV SD Pelangi memiliki kesamaan dengan teori anak hiperaktif. Terkait
dengan perilaku yang ditunjukkan Abi, maka metode pengajaran yang tepat
untuk anak hiperaktif adalah perpaduan dari berbagai metode pengajaran yang
dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Metode pengajaran tersebut adalah
perpaduan antara metode pengajaran yang berpusat pada siswa dan metode
konvensional. Salah satu contohnya perpaduan metode ceramah dan metode
kooperatif (cooperative learning). Dalam pemilihan metode pengajaran, guru
menyesuaikan dengan materi, karakteristik anak, dan kemampuan anak.
Tingkat keberhasilan penggunaan berbagai metode pengajaran dalam satu
pembelajaran tersebut tergantung dengan suasana hati anak saat itu.
5.2
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti mengalami kesulitan
untuk melakukan wawancara dengan orang tua anak. Orang tua mengijinkan
peneliti melakukan penelitian ini, tetapi orang tua tidak bersedia melakukan
wawancara secara resmi sehingga informasi mengenai anak kurang optimal.
5.3
Saran
Dalam penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan sesuatu
yang berguna bagi semua pihak yang terkait dengan penelitian ini. Adapun
saran-saran yang peneliti berikan setelah peneliti meneliti permasalahan ini
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
5.3.1 Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini disarankan sebagai bahan
acuan untuk melakukan penelitian tentang anak hiperaktif. Selain itu,
peneliti selanjutnya dapat melakukan reduksi penelitian ini dengan objek
yang berbeda tentang metode pengajaran untuk anak hiperaktif.
5.3.2 Guru
Guru hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan anak
hiperaktif. Guru disarankan untuk mengikuti berbagai seminar atau
pelatihan untuk menambah pengetahuan tentang anak hiperaktif. Selain
itu, guru hendaknya membangun relasi antara guru dengan orang tua,
sehingga guru dapat memahami kondisi anak hiperaktif yang sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR REFERENSI
Ahmadi, R. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.
Allen, dkk. (2003). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder fourth
Edition. Washington DC: The American Pshychiatric Associantion.
Amelia, Y. (2013). Persepsi Guru Terhadap Anak yang Mengalami Gangguan
Perilaku Dalam Kegiatan Sekolah. YP Amelia - E-JUPEKhu. Diunduh pada
tanggal 14 November 2015
di ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/view/949
Amir, S. (2014). Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat Hiperaktif-Impulsif
Pada Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). S. Amir-PelitaJurnal Penelitian. DIunduh tanggal 14 November 2015 di
journal.uny.ac.id/index.php/pelita/article/download/4017/3473
Buitelaar, A. P. (2010). ADHD (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas).
Jakarta: Prenada Media Group.
Danarjati, D. P. (2013). Pengantar Psikologi Umum. Bogor: Graha Ilmu.
Fitria, R. (2012). Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus. Diunduh pada tanggal 14 November 2015 di
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu
Fitriani. (2012). Menggali Potensi Di Sekolah Inklusif. Lentera Insan.
Ghory, D. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Gunawan. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Haryantiningsih, R. (2015). Studi Kasus Anak Hiperaktif dan Usaha Guru Dalam
Memusatkan Perhatian Belajar Siswa di MI Muhammadiyah Ceporan
Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/2015 diunduh pada tanggal 12
Februari di http://eprints.ums.ac.id/32593/
Huda, M. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Jacobsen. (2009). Methods for Teaching Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan
Belajar Siswa TK-SMA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kay, J. (2013). Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kanisius.
Koasih, E. (2012). Cara Bijak Memahami anak Berkebutuhan Khusus . Bandung :
Yrama Widya.
Moleong.(2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Murtiningsih. (2013). Kiat Sukses Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Muslich, M. (2010). Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Prastowo, A. (2014). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.
Raharjo, M. (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada.
Sarwono, S. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT Raja Grafind Persada.
Siregar, E. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung: AlfaBeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfa Beta.
Thompson, J. (2010). Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Erlangga.
Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Wiyani. (2014). Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: AR-RUZZ Media.
Zain, A. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Zaviera, F. (2014). Anak Hiperaktif. Yogyakarta: Kata Hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
LAMPIRAN 1
TEKS ANEKDOT ANAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Lampiran 1.1
Teks Anekdot Anak
Nama
: Abi
Umur
: 10 tahun
Lokasi
: SD Pelangi
Observer
: Dwi Marginingsih
Aspek yang diamati
: Fisik, Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Peneliti melaksanakan observasi langsung tentang bagaimana perilaku yang
ditunjukkan Abi di sekolah, baik pembelajaran di kelas maupun di luar kelas
sebanyak empat kali dengan waktu yang berbeda. Peneliti akan mendeskripsikan hasil
observasi yang telah peneliti lakukan di SD Pelangi. Abi merupakan siswa laki-laki
yang saat ini duduk di kelas IV SD. Pada observasi pertama, peneliti mengamati
kegiatan pembelajaran di luar kelas, yaitu mata pelajaran olahraga. Pada saat itu, guru
olahraga mengisi jam pelajaran tersebut untuk latihan upacara pada hari Senin. Pada
latihan upacara tersebut Abi tertugas sebagai anggota paduan suara. Perilaku yang
ditunjukkan Abi saat latihan upacara tersebut antara lain Abi tidak mengikuti
instruksi yang diberikan dan sering kali mengajak berbicara teman yang ada di
sebelahnya.
Observasi kedua peneliti lakukan pada hari Sabtu tanggal 03 Oktober 2015.
Peneliti melakukan observasi pada saat pembelajaran berlangsung. Perilaku-perilaku
yang ditunjukkan Abi saat di kelas antara lain Abi mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi baik saat guru menjelaskan, mencatat materi, maupun mengerjakan
tugas. Abi terlihat seperti tidak mendengarkan atau menatap mata lawan bicaranya,
tetapi dia dapat merespon pembicaraan tersebut dengan baik. Pernyataan tersebut
diperkuat oleh guru kelas yang mengatakan bahwa Abi ketika diajak berbicara tidak
menatap lawan bicaranya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Pada Observasi ketiga, peneliti lakukan pada hari Sabtu 16 November 2015.
Peneliti melakukan observasi saat pembelajaran berlangsung mulai dari pukul 07:30 –
10:00 WIB. Jadwal pelajaran saat itu adalah mata pelajaran IPS, lebih tepatnya materi
tentang sejarah. Abi duduk di baris paling utara dan paling belakang bersama
pendamping pribadinya. Pada awal pembelajaran, guru kelas menanyakan PR dan
meminta anak-anak untuk mengumpulkan PR tersebut. Pada saat itu, Abi lupa tidak
mengerjakan PR. Guru kelas menanyakan kepada Abi kenapa dia tidak mengerjakan
PR. Lalu Abi mencari alasan-alasan dan marah serta menyalahkan pendampingnya
karena tidak mengerjakan PR. Kemudian Abi mendapat hukuman yang telah
ditetapkan di kelas, yaitu membayar denda dan mengerjakan dua kali. Kemarahan
Abi tersebut berlangsung hingga jam istirahat. Pada saat itu, guru kelas dan
pendamping mencoba menenangkan dan memberikan pengertian kepada Abi. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan baik guru kelas maupun pendamping pribadi Abi yang
menyatakan bahwa Abi sering lupa membawa buku paket dan tidak mengerjakan PR.
Ketika pembelajaran berlangsung, guru kelas belum selesai menjelaskan materi,
terkadang Abi menyelanya dengan mengajukan beberapa pertanyaan atau
menanggapi dengan candaan. Dia akan tertawa sangat keras apabila ada hal-hal yang
menurut dia lucu, meskipun hal tersebut tidak lucu bagi orang lain. Dia sering sekali
memberikan komentar atau sanggahan kepada orang lain, misalnya dia selalu
memberikan komentar apa yang dikatakan guru kelas maupun guru pendamping
pribadinya. Apabila diberikan pertanyaan, dia sering menjawab sebelum pertanyaan
itu selesai diberikan dan menjawabnya secara langsung tanpa dipikir terlebih dahulu.
Abi memiliki daya imajinasi yang tinggi. Hal ini terlihat pada saat jam istirahat, Abi
menunjukkan sebuah gambar pada peneliti. Ketika Abi menunjukkan gambar, peneliti
tidak bisa menebak apa maksud dari gambar tersebut. Kemudian peneliti bertanya
kepada Abi, “Ini gambar apa, Abi?” Abi pun mendeskripsikan bahwa gambar itu
adalah seseorang yang menggunakan sebuah cadar. Abi juga menceritakan tentang
keseharian seseorang yang menggunakan cadar tersebut. Peneliti tidak menyangka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
bahwa Abi mendeskripsikan gambar tersebut sedemikian rupa. Dari situlah peneliti
membuat pernyataan bahwa Abi memiliki daya imajinasi yang tinggi.
Observasi keempat peneliti lakukan pada tanggal 23 November 2015. Peneliti
kembali melakukan observasi saat pembelajaran berlangsung. Pelajaran saat itu
adalah Matematika dengan materi keliling bangun datar. Selama melakukan
observasi, perilaku yang ditunjukkan Abi antara lain Abi terkadang menyela
pembicaraan guru saat menjelaskan materi. Terkadang Abi menyelanya dengan
candaan. Perhatian Abi juga mudah teralih dengan sesuatu yang menarik baginya.
Salah satu contohnya ketika mengerjakan soal atau mendengarkan penjelasan guru,
tiba-tiba dia menyanyi atau memainkan pensil dan menggerak-gerakkan tangannya.
Abi juga membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakan tugas atau mencatat
materi, terkadang dia juga tidak menyelesaikannya. Dia kurang bisa tenang atau diam
dalam waktu kurang dari lima menit. Dia seringkali meninggalkan tempat duduk dan
melakukan aktivitas motorik yang berlebihan. Abi memiliki hobi menyanyi dan dia
juga memiliki suara yang bagus. Hal ini terlihat saat pembelajaran berlangsung, Abi
sering menyanyi, bahkan ketika guru sedang menjelaskan rumus keliling pada
bangun datar, rumus tersebut dia nyanyikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
LAMPIRAN 2
HASIL TRIANGULASI DATA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 2.1
Hasil Triangulasi Data
TEMATIK
UMUM
Persepsi Anak
Hiperaktif
TEMATIK
KHUSUS
Definisi Anak
Hiperaktif
Karakteristik
Umum Anak
Hiperaktif
Karakteristik
Umum pada
Anak
Hiperaktif
PARTISIPAN II
PARTISIPAN III
PARTISIPAN III
Anak hiperaktif itu anak yang
e.. setiap saat e... apa yaa
melakukan tindakan entah itu
berbicara, entah itu aktivitas
apa, entah jalan-jalan itu dan
untuk diam beberapa dalam
beberapa saat susah, susah
sekali. Walaupun untuk Abi itu
tidak ada terapi, tapi dibanding
anak-anak yang lain, Abi itu
termasuk anak yang lebih aktif
daripada anak lainnya. Sebelum,
belum diajak, gurunya baru
menerangkan saja, dia sudah
ngomong-ngomong, nyambung
apa-apa, terkadang ngomong e..
di luar apa materi.
Ya, anak yang pintar
sebenarnya mbak kemudian dia
banyak akal, banyak bergerak
karna dia kan banyak akal
sebenarnya dia ada saja yang
dia lakukan, kemudian ya di
kelas e... intensitas untuk
diamnya itu lebih sedikit
Anak hiperaktif itu
sebenernya menurut saya dia
itu nyari-nyari perhatian, dia
hanya ingin mencari
perhatian kalo kita sudah
perhatiin dia bakal, “Oh, aku
sudah diperhatiin, ini aku
lho,” cuma pengen dipuji,
ditinggi-tinggiin, disanjung,
jangan pernah merendahkan
ato ngotot dengan anak, nanti
ujung-ujungnya nggak baik.
Anak hiperaktif itu anak yang
mempunyai kelebihan gerak
maupun verbal kayak gitu.
Kalo kelebihan gerak itu
misalnya kalo anak-anak yang
lain itu e... dalam rentang
waktu tertentu anak normal
itu bergerak 2 sampai 3, nah
kalo anak hiperaktif itu bisa
lebih dari itu seperti itu sama
verbal juga seperti itu, tapi
kalo anak hiperaktif karena
dia tidak tau salah, jadi e...
ngomong-ngomong terus,
nggak bisa duduk, mondarmandir kayak gitu.
Ngomong terus orangnya,
ngomong. Mungkin yang
paling menonjol itu sih
ngomong dan selalu mencari
perhatian.
kalo dia nangis, dia nanti
kalo ditanya nanti malah
tambah-tambah, jadi saya
Kalo Abi harusnya itu
bagaimana kayak gitu. Kalo
misalnya dia lagi marah atau
dia lagi nggak mau ngerjain
PR, biasanya kalo nggak
ngerjain tugas kayak gitu, tapi
dia sudah pintar mencari
alasan-alasan gitu, pura-pura
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
dibandingkan dengan geraknya
yang aktif, lebih banyak
aktivitas seperti itu.
Karakteristik
Anak
Hiperaktif
Karakteristik
Anak secara
Fisik
Kalo ciri fisiknya ya biasa, ya
dia gerak e... apa tidak stabil
juga kan Abi itu geraknya tidak
bisa, berdiri diam itu tidak bisa,
harus gerak apa kaki ini ini itu
(Ibu Endah sambil
memperagakan gerak kaki Abi
saat berdiri) tidak bisa diem
seperti itu, pasti geser-geser
seperti itu.
Karakteristik
Anak secara
Kognitif
Kalo kognitif pengetahuan
tertentu mbak. Ada bagianbagian dia yang mampu
mungkin pada saat dia mood
atau pada saat dia tidak
kecapekan, karena anak
hiperaktif itu kan membutuhkan
harus taklukin anaknya, saya
diemin. Tapi kalo sudah saya
ancam saya akan pulang,
saya harus keluar dulu
sampai dia merasa bersalah
dan menemui saya, saya baru
naik.
Banyak ngomong, tingkah
lakunya berlebihan, kalo
dikasih tau itu selalu
membantah, terus yang
terakhir itu dia selalu ingin
menonjolkan kalo dia bisa.
Normallah dia.
Normalnya gini tanda kutip
dia tidak ada yang kurang,
contohnya tangannya
lengkap, nek jalannya belum
bisa normal ya masih kaku,
dia punya kaki dua, punya
telinga, punya mata, dia itu
fisiknya ada semuanya
seperti anak biasanya. Jadi,
sekilas kalo dilihat dia tidak
kelihatan anak hiper.
Pengetahuannya dia lebih
daripada, maksudnya dia bisa
melebihi dari anak normal
lainnya.
Pokoknya berkaitan dengan
alam, seperti IPA,
pengetahuan-pengatahuan
pusing atau apa kayak gitu.
Dia itu nanya terus, kita
belum selesai ngasih tau, dia
itu nanya terus kayak
nambah-nambahin gitu lho
(Ibu Risti sambil tersenyum).
Terus misalnya kalo berbicara
di dalam kelas itu nggak bisa
distop, nah itu kalo bermain
dengan temennya itu
mukulnya beneran atau apa
dia berbuat salah, tapi dia
nggak mau disalahin.
Kalo secara fisik tidak
kelihatan, dia seperti anak
normal lainnya. Tapi ya itu
dilihatnya itu ketika kita
melihat terus anaknya kalo
secara fisik nggak kelihatan,
mbak.
Kognitifnya, kalo Abi itu
punya kekurangannya itu pas
dirumus-rumus pada
Matematika, pokoknya yang
berkaitan dengan rumus. Tapi
kalo yang berkaitan dengan
kayak apa namanya hafalan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
tenaga yang, tenaga yang besar
ya mbak ya. Mungkin pada
awal-awal gini dia mood atau
bisa mengikuti pelajaran e...
pelajaran tertentu untuk hafalan,
dia termasuk lumayan ya. mau
menghafal, hafalnya cepet juga,
tapi kalo untuk matematika ya
e... dia perlu benar-benar
pendampingan, tapi untuk
hafalan e.. apa matematika, IPS,
e... Bahasa itu lumayan tidak
terlalu di bawah KKM.
Karakteristik
Anak secara
Psikomotorik
Iya, motoriknyakan jelek berarti
untuk prakarya kurang bagus,
tapi dia tetep PD mbak, tetep
PD bisa, saya bisa. Jadi, dia ada
mata pelajaran apapun
bersemangat.
Karakteristik
Anak secara
Afektif
E... ya afektifnya lumayan, tapi
kadang kalo dia sudah benci
dengan temannya, itu terus yang
diincing itu terus, tapi walaupun
tidak dengan fisik cuman
dengan kata-kata itu, tapi
dengan teman-teman yang
lainnya bagus dia sama temantemannya, e.. sosialisasinya
yang menghafal. Dia pandai
banget menghafal.
Kalo yang paling dia suka
kan ada IPA, Bahasa
Indonesia, kemudian IPS,
sama sekarang Bahasa Jawa
dia seneng. Aksara jowo itu
walaupun kadang-kadang ya
nulis roko itu jadi apa, ya
namanya juga belajar.
Pelajaran yang paling tidak
disuka Matematika.
Iya, lebih rendahlah, jelas
(Ibu Ine sambil tertawa)
Kalo psikomotornya kurang
ya mbak ya e...Dia itu pakai
penggaris tidak bisa,
menggunting, terus apa lagi
ya kalo masukin benang itu
jelas tidak bisa, kayak buat
prakarya kayak melilitkan itu
harus saya dulu yang ngasih
lem nanti baru dia.
Kalo sosialisasinya juga bisa
mengikuti, bisa mengikuti.
Kalo Abi itu seperti kayak
umumnya itu. Dia itu bisa
bersosial, main sama temen,
ikutin apa yang temen-temen
lakukan seperti itu. Normal
sebenernya.
dia bisa.
Kalo psikomotriknya udah
bagus, kayak anak lain
pokoknya
Kalo anaknya bergaul dengan
temen-temennya sudah bisa,
bagus. kalo bermain, nah itu
kalo Abi itu nggak bisa diajak
buat bermain intinya. Jadi
kalo misalnya anak yang lain
itu mukulnya kayak pelan,
nah Abi itu mukulnya
beneran (Ibu Risti sambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
cukup bagus.
Persepsi
Metode
Pengajaran
Definisi
Metode
Pengajaran
Metode ya e... cara yang
digunakan guru untuk e...
memberikan materi kepada
peserta didik.
Cara penyampaian suatu
pelajaran di kelas.
Cara untuk menyampaikan
sesuatu, suatu pelajaran.
Macam-macam
Metode
Pengajaran
E... kerja kelompok, diskusi ya
mbak ya, e... kemudian Jigsaw
juga pernah, kemudian apa ya
CTL, ya macem-macem mbak
campur-campur.
Iya, ceramah. Ajeg itu mbak,
hehehe (Ibu Endah sambil
tertawa).
E... seperti kayak bermain,
terus dengan tanya jawab,
bermain itu tadi, bermain dan
menjadi sahabat. Itu lebih
kena daripada kita capekcapek marah-marah.
Walaupun sebenernya saya
suka marah-marah, tapi
dengan cara saya bersahabat
dengan Abi itu lebih bisa
Metode
Pengajaran
untuk
Matematika
Iya, pelajaran Matematika iya
lambat, hehehe (Ibu Endah
sambil tertawa). E... apa ya
untuk kan kalo dia cuma tiga
kali empat itu dia hafal memang
mbak. Tapi kalo untuk langkahlangkah memang harus
didampingi seperti FPB dan
KPK itu harus gimana. Misal
kelipatan tiga, tiga, enam, itu
cepat mengaktifkannya. Tapi
kan setelah itu naiknya harus
bagaimana harus ada
Seperti kayak di kelas, biasa.
Jadi, misalnya di kelas ada
PR lalu mengerjakan dulu
PRnya, baru setelah itu kalo
jamnya masih Abi membaca
nanti kan Abi gampang
mengingat kan? Nanti tak
suruh membaca buku
pengetahuan-pengetahuan
lalu saya berikan pertanyaanpertanyaan. Lalu kalo untuk
matematika, saya juga ikut
membantu menghafal. Jadi,
tertawa) tapi dia nggak mau
disalahin.
Metode pengajaran itu kan
caranya, cara untuk
memberikan pembelajaran
agar anaknya itu lebih paham,
lebih mengusai
pembelajarannya kayak gitu.
Banyak sih mbak kalo metode
pengajarannya kan ada apa
TsTS, ada yang snowball
throwing itu kan juga
anaknya yang aktif. Terus
metode-metode yang lebih ke
guru kan kayak metode
ceramah, e... misal metode
apa namanya nonton film
bareng-bareng, menceritakan
kembali.
Tergantung dari materi
pelajarannya sama e Abinya
saat itu juga sih mbak.
Misalnya Metode pelajaraan
untuk matematika atau apa
kayak itu iya tetep. Jadi
nggak bisa hanya satu metode
yang dilakukan, tetapi tetep
ada combine. Jadi, antara
metode konvensional sama
yang aktif yang buat anak
aktif tadi itu.
Metodenya ya itu, ya itu tadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
pendampingan. Kalo dilepaskan
sendiri, nggak nggak tau
maksudnya apa?
E... kalo apa ya kebanyakan
Matematika ya mbak kalo itu,
IPA, IPS cuma hafalan. Kalo
saya apa ya Matematika itu ratarata kalo saya mengajar itu tidak
mengejar materi tapi untuk
pemahaman anak mbak. Jadi, ya
seperti untuk mengajar tentang
porogapit pembagian, saya itu
harus menggunakan lambanglambang seperti kotak, bunder,
nah seperti itu lho mbak. Jadi,
harapan saya kan kotak itu diisi
apa, bunder diisi apa, seperti
misalkan kalo porogapitkan ada
hasil ini, misalkan dua ratus
dibagi lima. Nah, nantikan
atasnyakan untuk hasil itu saya
kasih bunder seperti itu.
Kemudian untuk apa lagi ya
mbak, banyak mbak saya
sampai (Ibu Endah sambil
tertawa). Oh... misalkan e... apa
jenenge jembatan opo jenenge
sing disingkat? E... Nah,
jembatan keledai kilometer,
hektometer seperti itukan pakai
Kyai Haji Damis seperti itu
supaya mereka hafal.
satu kali satu, seperti itu (Ibu
Ine sambil bernyanyi dengan
lirik tersebut). Jadi, nanti dia
juga ikut menghafal terus
seperti itu.
membuat pelajaran yang bisa
dibuat bermain juga kayak
gitu. Jadi, misalnya kayak
snowball throwing metode
bermain terus kayak TSTS
kita bisa tebak-tebak kayak
gitu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Metode
Pengajaran
untuk Anak
Hiperaktif
Iya, itu campur mbak. Semua
campur karena kalo apa kita
menerangkan terus anaknya
juga nanti apa namanya
ngomong. Nah, nanti terus ada
kegiatan apa yang mereka
lakukan, campur-campur.
Lha iya, kalo kita satu kelas saja
berbeda-beda mbak, kalo kita
pakai lisan terus ada anak yang
tidak suka, kalo kita suruh baca
terus kan ada anak yang tidak
masuk, nah seperti itu. Kalo kita
hanya menuruti anak yang
hiperaktif saja nanti juga
kasihan anak yang lainnya
mbak, jadi ya dicampur ada
diskusi, apa dengan alat peraga,
iya dengan video pembelajaran,
semuanya dipakai. Karena
semua anak-anak itu yang satu
dengan anak yang lainnya itu
berbeda. Selama saya mampu,
selama saya bisa saya berusaha.
Karna kalo jigsaw itu kan untuk
anak hiperaktif ketika dia
menjadi sumber untuk
kelompok yang lain kan tidak
bisa. Karna dia kan tertawa
terus apa kalo mendiktekan juga
tidak bisa sabar. Kalo Jigsaw itu
kan satu kelompok terus nanti
Kalo hal-hal seperti itu, kita
metodenya itu ada
bercandanya jadinya nggak
monoton, jadi misalnya bahas
apa nanti diplesetin apa tapi
jangan keterlaluan
mlesetinnya, misalnya kayak
gitu mbak nanti dia bakalan
dipikir terus, kayak misalnya
sekarang lagi musim film
ojek pengkolan, nanti
manggil pada lari-lari nanti
dia, “Hai, tukang ojek” (Ibu
Ine sambil menyanyikannya)
tapi kalo “Udah ayo duduk”
kita harus ada variasinyalah
kayak gitu.
Saran lainnya ya itu tadi
kayak ceramah itu juga bisa
tapi kita nggak monoton
dengan ceramah sih,
pokoknya pinter-pinter
gurunya aja sih tergantung
pelajarannya, kadangkadangkan kita nggak tau
jadi misalnya mau pakai cara
ini nanti gurunya nyisipin
cara yang lainnya seperti itu.
Metode yang berpusat pada
siswanya, jadi siswa yang
aktif, bukan gurunya yang
aktif. Kalo saya hanya
memberikan arahanya dan
mendampingi anak saat
belajar.
Nah, kalo itu saya
melakukannya di combine
mbak. Jadi pertama kali
ceramah dulu, jelasin
materinya dulu. Setelah itu,
baru di combine dengan
metode lain, misalnya sama
snowball throwing. Kan
sudah dijelasin, misalnya
materinya IPA, jelasin materi
IPA kayak gimana terus nanti
dari itu kan kita pakai
snowball throwing, terus
nanti jadi anaknya kan
disuruh menulis soal, terus
nanti kita lembar-lembar, kita
jawab sama-sama. Nah, itu
lebih efektif sih kalo kemarin.
Jadi, dia juga lebih tau kan
belajar itu juga dari anak yang
lain, nah seperti itu jadi nggak
melulu dari gurunya seperti
itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Pedoman
Pemilihan
Metode
Pengajaran
Tingkat
Keberhasilan
Penggunaan
Metode
Pengajaran
disebar, menginformasikan ke
kelompok lain
E... materinya mbak,
berpedoman dengan materi dan
kira-kira e... untuk kemampuan
anak untuk materi ini tuh
cocoknya yang mana. Jadi,
materi, kemampuan anak,
e...kemudian apa ya e... alat
peraga yang ada, daya
dukungnya itu ya seperti itu.
Ya berapa persen, ya 80%,
tergantung mood kok dia itu
mbak. Tapi kalo moodnya
bagus ulangan lumayan, bisa
dapet 8 iya to, kalo lagi nggak
belajar suruh belajar susah
sekali, dia akan dapet 6 dapet 5
gitu. Nah, dia kan kalo sudah
mengerjakan sendiri dapet 8 kan
terus sombong mbak, “Aku bisa
sendiri, nggak perlu
pendamping.” Nah, seperti itu
padahal itu nggak mesti,
tergantung mood dia. Iya kita
sebisanya memberikan evaluasi
seperti itu, kadang dia bisa ya
nggak pa-pa, tapi kalo mood dia
nggak ya nggak
Disesuaikan dengan materi
itu karena kan takutnya Abi
juga ketinggalan kan to mbak
kayak gitu dan Abi juga.
Kalo dia merasa nyaman, dia
bisa masuk semua materinya,
ho’o. Maksudnya bisa mau
ikut, tapi kalo diasudah
merasa jenuh atau seumpama
dia baru seneng dengan
pelajaran tertentu, tapi saya
tidak memberikan itu, dah
dia adanya cuma males terus
ngamuk kayak gitu.
Kalo untuk yang
pengetahuan itu bisa 70
sampai 80 bisa masuk. Tapi
kalo untuk kayak Matematika
itu sulit, mungkin 40 30, 40an nggak sampai 50%.
Tergantung dari materi
pelajarannya sama e Abinya
saat itu juga sih mbak.
Misalnya metode pelajaraan
untuk matematika atau apa
kayak itu iya tetep. Jadi
nggak bisa hanya satu metode
yang dilakukan, tetapi tetep
ada combine. Jadi, antara
metode konvensional sama
yang aktif yang buat anak
aktif tadi itu.
Berapa ya, lebih dari 60 80,
mbak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
LAMPIRAN 3
THEORITICAL COODING
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
LAMPIRAN 3.1
THEORITICAL COODING
Persepsi Guru Terhadap Metode Pengajaran
Untuk Anak Hiperaktif
Persepsi Guru
Persepsi Terhadap Metode Pengajaran Untuk
Anak Hiperaktif
Anak Hiperaktif
Definisi Anak
Hiperaktif
Ciri-ciri Anak
Hiperaktif
Definisi Metode
Pengajaran
Persepsi Terhadap Anak Hiperaktif
Persepsi Guru Terhadap Penanganan Terhadap
Anak Hiperaktif
Macam-Macam
Metode
Pengajaran
Tingkat
Keberhasilan
Metode
Pengajaran
Metode Pengajaran Anak
Hiperaktif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
LAMPIRAN 4
CATATAN MEMO
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Lampiran 4.1
Catatan Memo Partisipan II (Guru Kelas IV)
Guru kelas IV memiliki persepsi sendiri tentang anak hiperaktif. Beliau
mengatakan:
“Anak hiperaktif itu anak yang e... setiap saat e... apa yaa
melakukan tindakan entah itu berbicara, entah itu aktivitas apa, entah
jalan-jalan itu dan untuk diam beberapa dalam beberapa saat susah,
susah sekali. Walaupun untuk Abi itu tidak ada terapi, tapi dibanding
anak-anak yang lain, Abi itu termasuk anak yang lebih aktif daripada
anak lainnya. Sebelum, belum diajak, gurunya baru menerangkan saja,
dia sudah ngomong-ngomong, nyambung apa-apa, terkadang ngomong
e.. di luar apa materi, kadang iya seperti itu. Ya, anak yang pintar
sebenarnya mbak kemudian dia banyak akal, banyak bergerak karna dia
kan banyak akal sebenarnya dia ada saja yang dia lakukan, kemudian ya
di kelas e... intensitas untuk diamnya itu lebih sedikit dibandingkan
dengan geraknya yang aktif, lebih banyak aktivitas seperti itu.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, guru kelas mempersepsikan anak hiperaktif
sebagai anak yang setiap saat melakukan aktivitas tertentu, berbicara berlebihan,
tidak bisa diam dalam waktu tertentu, dan terkadang menyela pembicaraan orang
lain dengan memberikan komentar atau sanggahan. Guru kelas juga berpandangan
bahwa anak hiperaktif itu sebenarnya adalah anak yang pandai dan memiliki
banyak akal. Dalam menentukan apakah Abi termasuk anak hiperaktif atau tidak,
guru berpedoman perilaku yang ditunjukkan Abi, pemahaman tentang hiperaktif,
dan assesment- assesment sebelumnya baik dari sekolah maupun orang tua.
Guru kelas menceritakan bagaimana perilaku Abi selama pembelajaran,
diantaranya sering menyela pembicaraan orang lain, berbicara berlebihan di luar
materi, sering bernyanyi kapan saja tanpa melihat tempat, membutuhkan waktu
lama dalam mengerjakan tugas, sering lupa membawa buku atau mengerjakan PR,
dan tidak sabaran. Guru kelas memahami bahwa setiap anak memiliki kebutuhan
khusus yang berbeda-beda. Setiap anak juga memiliki karakteristik yang berbedabeda seperti yang diungkapkan guru kelas:
“Anak yang e... membutuhkan perilaku yang lain dibanding anak
yang lain. Anak yang memerlukan kebutuhan yang lebih khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
dibandingkan anak yang pada umumnya dan itu memerlukan kebutuhan
khusus itu anak satu dengan anak yang lain berbeda-beda.”
Ibu Endah mendeskripsikan Abi baik secara fisik, kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Secara fisik, beliau mengungkapkan bahwa anak memiliki ciri fisik
yang sama seperti anak-anak lainnya. Abi memiliki anggota tubuh yang lengkap
tanpa kekurangan satupun. Begitu pula secara kognitif, Abi memiliki kemampuan
dalam menghafal yang bagus, terutama pada mata pelajaran yang berkaitan
dengan pengetahuan, seperti yang diungkapan Ibu Endah berikut:
Kalo kognitif pengetahuan tertentu mbak. Ada bagian-bagian dia
yang mampu mungkin pada saat dia mood atau pada saat dia tidak
kecapekan, karena anak hiperaktif itu kan membutuhkan tenaga yang,
tenaga yang besar ya mbak ya. Mungkin pada awal-awal gini dia mood
atau bisa mengikuti pelajaran e... pelajaran tertentu untuk hafalan, dia
termasuk lumayan ya. mau menghafal, hafalnya cepet juga, tapi kalo
untuk matematika ya e... dia perlu benar-benar pendampingan, tapi
untuk hafalan e.. apa matematika, IPS, e... Bahasa itu lumayan tidak
terlalu di bawah KKM.
Berdasarkan pernyataan tersebut, guru kelas mengatakan bahwa kemampuan anak
rata-rata. Namun, pada pelajaran Matematika Abi mengalami kesulitan, sehingga
Abi masih membutuhkan pendampingan. Nilai akademik Abi hampir semua mata
pelajaran di atas KKM, kecuali Matematika. Abi juga memiliki prestasi dalam
bidang seni, yaitu menyanyi. Abi pernah mengikuti lomba tingkat Kabupaten
untuk anak-anak bekebutuhan khusus. Secara afektif pun, Abi memiliki sosialisasi
yang baik dengan teman-temannya. Namun, jika dilihat dari segi psikomotorik
Abi masih kurang, terutama saat membuat prakarya. Meskipun demikian, Abi
selalu semangat dalam mengikuti semua pelajaran di sekolah. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan Ibu Endah berikut:
“Iya, motoriknyakan jelek berarti untuk prakarya kurang bagus,
tapi dia tetep PD mbak, tetep PD bisa, saya bisa. Jadi, dia ada mata
pelajaran apapun bersemangat.”
Ibu Endah memahami bagaimana kondisi Abi, sehingga beliau berusaha
memberikan penanganan terhadap perilaku-perilaku yang ditunjukkan anak
selama proses pembelajaran. Pertama, Ibu Endah melakukan pendekatan personal
dengan selalu berkomunikasi, seperti menyapa setiap pagi atau menanyakan PR.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Kedua, ketika Abi mulai tidak fokus pada mata pelajaran, Ibu Endah memberikan
motivasi, nasehat, dan selalu mengingatkan apa yang dia cita-cita selama ini.
Salah satu kebiasaan Abi di kelas, yaitu Abi sering sekali menyanyi. Lagu-lagu
yang sering Abi nyanyikan adalah lagu sekolah minggu atau Sarpo Jarwo. Berikut
pernyataan Ibu Endah saat melakukan wawancara:
“Lagu apapun yang baru saja dia dapatkan. Contonhnya misalnya
sekarang hari senin ya mbak, pastilah nanti lagunya lagu sekolah
minggu karena dia kan agamanya bukan Islam. Lagu sekolah minggu
mbak itu dinyanyekke “Tuhan Yesus” (Ibu Endah memperagakan Abi
ketika menyanyi di kelas) pokoknya nyanyinya seperti itu, “Abi ini bukan
pelajaran Agama.” Kalo nggak dia suka nyanyi Sarpo Jarwo “Limme,
engkau idaman hatiku” (Ibu Endah memperagakan Abi ketika menyanyi
di kelas) sukanya nyanyi itu. Delime kan anaknya Babacang yang terus
dinyanyikan. Terus mbak ngikutin e... logat bahasanya orang Malaysia
seperti itu.”
Penanganan yang Ibu Endah lakukan ketika Abi menyanyi di kelas adalah sama
seperti penanganan-penanganan sebelumnya dengan memberikan nasehat,
meskipun itu hanya berlaku sebentar dan selang beberapa menit kembali seperti
itu lagi. Ibu Endah juga menceritakan bagaimana cara menangani Abi dan anakanak lainnya dengan mengucapakan kata dengan keras, jelas, dan bersikap tegas.
Perilaku-perilaku yang ditunjukkan Abi tersebut dapat menghambat proses
pembelajaran baik untuk Abi maupun anak-anak lainnya. Dalam mengatasi
permasalahan tersebut, Ibu Endah menggunakan metode pengajaran. Ibu Endah
memiliki pandangan tentang metode pengajaran, seperti yang diungkapkan beliau
sebagai berikut:
“Metode ya e... cara yang digunakan guru untuk e... memberikan
materi kepada peserta didik.”
Beliau mengungkapkan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan
guru untuk memberikan materi kepada peserta didik. Beberapa metode pengajaran
yang pernah beliau terapkan di kelas, diantaranya kerja kelompok, Jigsaw, CTL,
ceramah, dan lain-lain. Selain itu, Ibu Endah juga menggunakan berbagai media
pembelajaran, seperti benda-benda konkrit, video, PPT, jembatan keledai, dan alat
peraga. Ibu Endah mencoba menggunakan berbagai metode pengajaran tersebut
dengan harapan anak, terutama Abi, mampu menerima materi yang diajarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
dengan maksimal. Menurut Ibu Endah, metode pengajaran yang tepat untuk anak
hiperaktif adalah perpaduan berbagai metode pelajaran yang dikemas dalam satu
pembelajaran utuh, seperti pernyataan beliau berikut:
“Iya, itu campur mbak. Semua campur karena kalo apa kita
menerangkan terus anaknya juga nanti apa namanya ngomong. Nah,
nanti terus ada kegiatan apa yang mereka lakukan, campur-campur.”
Ibu Endah mengungkapkan bahwa Abi pada pelajaran Matematika, pendamping
lebih berperan, terutama pada materi yang membutuhkan langkah-langkah untuk
mengetahui hasil jawabannya. Salah satu contonhnya pada materi KPK dan FPB,
Abi harus didampingi. Kemudian untuk mengetahui tingkat pemahaman Abi, Ibu
Endah memberikan soal evaluasi diakhir pembelajaran tanpa ada pendampingan.
Pedoman Ibu Endah dalam memilih metode pengajaran berdasarkan materi,
kemampuan anak, dan alat peraga yang mendukung. Ibu Endah mengungkapkan
bahwa jika pemilihan metode pengajaran tepat, maka tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan maksimal. Tingkat keberhasilan penggunaan berbagai metode
pengajaran dalam satu pembelajaran tergantung pada mood belajar Abi saat itu
juga. Apabila Abi mood belajar, maka materi yang dapat diterima sekitar 80%,
tetapi sebaliknya ketika Abi tidak mood belajar, maka materi yang diterima hanya
sekitar 50% - 60%. Secara keseluruhan informasi tersebut peneliti dapatkan dari
hasil wawancara dengan guru kelas IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Lampiran 4.2
Catatan Memo Partisipan IV (Guru Pendamping Khusus)
Partisipan IV merupakan guru pendamping khusus di SD Pelangi yang
bernama Ibu Risti. Salah satu tugas Ibu Risti sebagai guru pendamping khusus
adalah memberikan assesment pada semua anak berkebutuhan khusus, termasuk
Abi. Sebelum melakukan assesment anak hiperaktif, Ibu Risti memiliki
pandangan tentang karakteristik anak hiperaktif. Persepsi Ibu Risti tentang anak
hiperaktif yang diungkapkan saat melakukan wawancara sebagai berikut ini:
“Anak hiperaktif itu anak yang mempunyai kelebihan gerak
maupun verbal kayak gitu. Kalo kelebihan gerak itu misalnya kalo anakanak yang lain itu e... dalam rentang waktu tertentu anak normal itu
anak normal Cuma bergerak 2 sampai 3, nah kalo anak hiperaktif itu
bisa lebih dari itu seperti itu sama verbal juga seperti itu dan tidak bisa
menempatkan gitu, kalo misalkan verbal kan kalo di kelas anak seharus
duduk atau diam atau sebagainya, tapi kalo anak hiperaktif karena dia
tidak tau salah, jadi e... ngomong-ngomong terus, nggak bisa duduk,
mondar-mandir kayak gitu.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, Ibu Risti mempersepsikan anak hiperaktif
sebagai anak yang mempunyai kelebihan gerak maupun verbal, misalnya dalam
waktu tertentu anak lain bergerak 2-3, tetapi anak hiperaktif bisa lebih, bicara
berlebihan, dan tidak bisa duduk tenang. Menurut Ibu Risti, karakteristik anak
hiperaktif yang nampak pada anak ini, diantaranya anak sulit berkonsentrasi saat
pembelajaran berlangsung, mengajukan banyak pertanyaan secara terus-menerus
meskipun pertanyaan sebelumnya belum selesai dijawab, ketika marah anak tidak
mau mengerjakan tugas, dia pandai dalam mencari alasan dan selalu menyalahkan
orang lain, seperti pernyataan beliau berikut ini:
“Anak hiperaktif itu suka pengen taunya tapi pengen taunya itu
suka kelewat dari anak yang lain. Itu apa, Bu? itu sudah, tapi kalo anak
hiperaktif itu nanya “Ini apa, itu apa?” Nah terus setelah udah dijelasin
kayak gitu kita ngasih tau, dia itu kayak pura-pura ngasih tau ke orang
lain, nah kayak gitu lho (Ibu Risti sambil sedikit tertawa). Jadi modelnya
membeo, membeo tapi e... ke orang lain ngasih taunya, kayak gitu.”
Ibu Risti juga mendeskripsikan Abi baik secara fisik, kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Secara fisik, Ibu Risti mengungkapkan bahwa Abi terlihat seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
anak lainnya yang memiliki fisik lengkap. Abi secara kognitif memiliki kelebihan
dalam menghafal, khususnya pelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan.
Namun, dalam mata pelajaran yang berkaitan dengan hitungan, yaitu Matematika,
Abi mengalami kesulitan. Hal ini menyebabkan nilai Abi pada mata pelajaran
Matematika lebih rendah dibanding nilai mata pelajaran lainnya. Dari segi afektif
pun, Abi mampu bersosialisasi baik dengan teman-temannya. Begitu pula dari
aspek psikomotorik pada diri anak ini sudah baik, seperti anak-anak lainnya.
Berdasarkan perilaku-perilaku yang ditunjukkan Abi selama pembelajaran,
Ibu Risti melakukan berbagai penanganan dengan tujuan mengurangi perilaku
hiperaktif pada anak. Beliau berpandangan bahwa penanganan untuk Abi dengan
memberikan pengertian-pengertian atau nasehat yang lebih ke psikologis. Contoh
penanganan yang telah beliau lakukan saat anak sudah berbicara yang berlebihan
dengan memberikan pengertian-pengertian dan membuat kesepakatan, seperti
pernyataan beliau berikut:
“Abi, ini waktunya Ibu yang berbicara, kalo Abi mau berbicara
silakan tapi nanti pas pelajaran ini atau pas istirahat.” Kita kasih tau
kalo misalnya anaknya nggak nggak bisa karna emang Abi kan
pemahamannya sudah bagus ya, jadi kan cuman dikasih tau aja kayak
gitu. Kalo misalnya nggak ada kita bikin kesepakatan lagi, “Jadi,
gimana Abi kalo mau ngomong Ibu diam kalo Ibu yang ngomong Abinya
yang diam.” Kalo misalnya anaknya nggak mau ya udah kalo gitu,
“Sekarang Ibu mau bicara dulu, Abi silakan tunggu di luar.”
Selain memberikan pengertian, nasehat, atau membuat kesepakatan dengan
anak, Ibu Risti juga menggunakan beberapa metode pengajaran ketika mengajar
memberikan kelas fullout. Ibu Risti mempunyai pandangan tersendiri tentang
metode pengajaran, seperti berikut:
“Metode pengajaran itu kan
pembelajaran agar anaknya itu
pembelajarannya kayak gitu. Jadi
anaknya itu kayak gimana dan kita
untuk anaknya.”
caranya, cara untuk memberikan
lebih paham, lebih mengusai
ya kita sebagai guru harus tau
harus tau metode apa yang tepat
Berdasarkan pernyataan tersebut, Ibu Risti mendefinisikan metode pengajaran
sebagai cara untuk memberikan pelajaran agar anak dapat memahami dan
menguasai materi yang diajarkan. Beberapa metode pengajaran yang pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
beliau terapkan di kelas antara lain adalah TSTS, snowball throwing, ceramah,
menggunakan video. Ibu Risti beranggapan jika guru tidak mengembangkan dan
menggunakan metode pengajaran, anak-anak akan kesulitan dalam memahami
materi. Dalam satu pembelajaran Ibu Risti tidak hanya menggunakan satu metode
pengajaran, tetapi mengkombinasikan berbagai metode pengajaran yang dikemas
dalam satu pembelajaran utuh, seperti yang beliau ungkapkan berikut ini:
“Tergantung dari materi pelajarannya sama e Abinya saat itu juga
sih mbak. Misalnya Metode pelajaraan untuk matematika atau apa kayak
itu iya tetep. Jadi nggak bisa hanya satu metode yang dilakukan, tetapi
tetep ada combine. Jadi, antara metode konvensional sama yang aktif
yang buat anak aktif tadi itu.”
Ibu Risti memberikan contoh pada lima menit pertama pembelajaran, beliau
menggunakan metode ceramah, kemudian dilanjutnya dengan metode snowball
throwing. Tingkat keberhasilan Ibu Risti menggunakan metode pengajaran
tersebut, terutama bagi Abi sekitar 60% - 80%. Namun, Ibu Risti menambahkan
tingkat keberhasilan tersebut bergantung dengan suasana hati Abi saat itu juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
LAMPIRAN 5
BAGAN ANALISIS DATA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Lampiran 5.1
Bagan Analisis Data
Reduksi Data
Catatan Lapangan
Peneliti mengadakan penelitian ini dengan teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Berdasarkan teknik pengumpulan data
tersebut peneliti menemukan adanya anak hiperaktif di
kelas IV SD Pelangi
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti, baik dari hasil observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Peneliti
mentemakan atau mengkategorikan yang menjadi
temuan peneliti dari hasil pengumpulan data.
Peneliti menemukan adanya persepsi guru tentang
metode pengajaran untuk anak hiperaktif.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa guru memahami
bagaimana kondisi Abi. Hal ini menimbulkan persepsi guru terhadap anak hiperaktif.
Setiap guru memiliki persepsi yang berbeda terhadap anak hiperaktif. Namun,
persepsi dari setiap guru yang mengampu di kelas IV SD Pelangi terhadap anak
hiperaktif memiliki kesamaan dengan teori anak hiperaktif. Terkait dengan perilaku
yang ditunjukkan Abi, hal yang dilakukan guru untuk mengurangi perilaku Abi yang
dapat menghambatnya dalam memahami materi dengan menggunakan metode
pengajaran. Hal ini juga mengakibatkan munculnya persepsi guru terhadap metode
pengajaran untuk anak hiperaktif. Berdasarkan hasil penelitian, persepsi guru
terhadap metode pengajaran untuk anak hiperaktif adalah perpaduan dari berbagai
metode pengajaran yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Metode pengajaran
tersebut adalah perpaduan antara metode pengajaran yang berpusat pada siswa dan
metode konvensional. Pedoman guru dalam pemilihan metode pengajaran adalah
materi, karakteristik anak, kemampuan anak, dan media yang mendukung. Tingkat
keberhasilan menggunakan metode pengajaran tersebut bergantung dengan suasana
hati anak saat itu.
Display Data
Hasil dari penelitian ini adalah munculnya persepsi guru
terhadap anak hiperaktif yang sesuai dengan teori anak
hiperaktif dan persepsi guru terhadap metode
pengajaran untuk anak hiperaktif. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa guru memahami problematika
anak hiperaktif. Guru mempunyai persepsi bahwa
metode pengajaran untuk anak hiperaktif, khususnya
Abi adalah perpaduan dari berbagai metode pengajaran
yang dikemas dalam satu pembelajaran utuh. Guru
berpandangan demikian karena guru sebelumnya tidak
dibekali tentang anak hiperaktif dan metode
pengajarannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
LAMPIRAN 6
RIWAYAT PENELITI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Lampiran 6.1
RIWAYAT PENELITI
Dwi Marginingsih adalah seorang wanita yang
lahir pada tanggal 19 Juni 1992 di kota Klaten Jawa
Tengah Indonesia. Peneliti merupakan putri kedua dari
pasangan suami istri Bomin Kartono dan Asih
Handayani. Peneliti mulai menempuh pendidikan dari
usia 5 tahun, yaitu sejak tahun 1997-1998 di TK
Pertiwi Guyangan Tugu Cawas. Peneliti melanjutkan
pendidikan ke jenjang sekolah dasar di SDN Tugu II pada tahun 1998-2004. Pada
tahun 2004-2007, peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah
pertama di SMP Pangudi Luhur Cawas. Setelah lulus SMP, peneliti melanjutkan
pendidikan ke jenjang sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cawas dari tahun
2007-2010. Pada tahun 2010-2012 peneliti tidak melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Dua tahun kemudian tepatnya pada tahun 2012 peneliti
memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di
Universitas Sanata Dharma. Peneliti terdaftar sebagai mahasiswi S1-PGSD
dengan NIM 121134215. Selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata
Dharma, peneliti pernah mengikuti kegiatan yang diadakan setiap tahun oleh
falkultas, yaitu Dekan Cup. Pada saat itu, peneliti sebagai menjadi panitia sebagai
CO acara. Selain itu, peneliti juga mengikuti kegiatan kepanitiaan di luar
Universitas, yaitu sebagai panitia open house yang diadakan di SD Pangudi Luhur
Yogyakarta.
Download