bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan disetiap daerah adalah bagian dari pelaksanaan
otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah adalah dalam rangka
perjuangan Negara Indonesia
untuk mencapai: Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang sepenuhnya merdeka, bebas dari segala bentuk penjajahan, dapat
melindungi
segenap
bangsa
dan
tumpah
darah
Indonesia,
memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa, menjadikan barang dan jasa yang
dihasilkan Indonesia dapat bersaing di pasar dunia dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
menempatkan manusia sebagai titik sentral, sehingga memiliki ciri–ciri dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yang bertujuan meningkatkan partisipasi
rakyat dalam proses pembangunan (BPS, 2007). Keberhasilan pembangunan
manusia dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui
tersedianya tenaga kerja yang berkualitas.
Pembangunan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan semua lapisan
masyarakat. Beberapa teori menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan salah
satunya dapat diukur dari pertumbuhan ekonominya. Menurut Todaro (2006)
bahwa ada 3 (tiga ) komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1)
1
2
Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk investasi baru dalam tanah,
peralatan fisik dan sumber daya manusia melalui perbaikan dibidang kesehatan,
pendidikan, dan keterampilan kerja; 2) Pertumbuhan jumlah penduduk yang pada
akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja dan yang ke 3) adalah
Kemajuan teknologi yang secara luas diterjemahkan sebagai cara baru untuk
menyelesaikan pekerjaan. Dinamika penanaman modal berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, juga mencerminkan naik turunnya
pembangunan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap
negara/daerah senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan
investasi.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
telah diperbaharui dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan kedua
Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Pemerintah
Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas Otonomi. Pemberian otonomi dilaksanakan melalui
desentralisasi, dekonsentrasi, penugasan dan pembantuan yang secara rinci diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2008 tentang pembagian urusan
pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota. Sesungguhnya pemberian otonomi kepada daerah adalah
sarana untuk memperlancar penyelenggaraan negara sebagai tugas Pemerintah
NKRI dengan tujuan yang jelas yaitu :1) meningkatkan dan memperlancar
pembangunan di Daerah, terutama dalam usaha meningkatkan kesejahteraan
masyarakat luas, baik dibidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan
3
maupun kesehatan; 2) memperlancar dan mempermudah pelayanan administrasi
pemerintahan; 3) meningkatkan kualitas pengelolaan wilayah baik pengelolaan
sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia; 4)
meningkatkan keikutsertaan masyarakat daerah dalam penentuan kebijakan publik
baik yang bersifat nasional maupun bersifat terbatas; 5) memperkuat persatuan
dan keatuan bangsa serta memperkuat ketahanan dan pertahanan nasional disemua
bidang (LAN, 2008).
Titik tolak desentralisasi di Indonesia adalah Daerah Tingkat II, dengan
dasar pertimbangan bahwa dari dimensi politik Dati II dianggap
kurang
mempunyai fanatisme kedaerahan, dari dimensi administratif penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dapat lebih efektif, Dati II adalah
ujung tombak pelaksanaan pembangunan sehingga dianggap lebih tahu kebutuhan
dan potensi daerahnya
serta yang terakhir dapat meningkatkan local
accountability Pemda terhadap rakyatnya (Kuncoro, 2004) .
Peranan penduduk dalam pembangunan sangat penting, sesuai dengan
asumsi klasik bahwa jumlah penduduk mampu mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Jumlah penduduk yang besar merupakan gambaran tersedianya pasar
yang luas dan jaminan tersedianya input faktor produksi. Pertambahan jumlah
penduduk yang besar mempunyai implikasi yang luas terhadap program
pembangunan, karena pertambahan penduduk yang besar dengan kualitas yang
rendah akan menjadi beban pembangunan (Arjoso, 2006).
Penduduk dapat merupakan faktor pendukung dan juga sebagai faktor
penghambat dalam pembangunan. Penduduk sebagai pendukung atau modal
4
pembangunan karena dengan jumlah penduduk besar dapat menyediakan tenaga
kerja yang besar
yang dapat bertindak sebagai produsen dan juga
sebagai
konsumen utama terhadap hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan
akan berkontribusi tinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penduduk dikatakan sebagai faktor penghambat apabila jumlah penduduk
yang besar dengan kualitas yang rendah akan menjadi beban pemerintah dalam
pembangunan (Suparmoko, 2002). Disisi lain penduduk selaku obyek dan sasaran
dalam pembangunan memiliki peranan penting bagi pemerintah daerah sebagai
dasar membuat perencanaan dan penyusunan kebijakan pembangunan yang
berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan dan pengalokasian anggaran belanja
khususnya melalui belanja langsung untuk dapat
meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah dan
pelaksanaan
pembangunan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
diperlukan sumber-sumber pembiayaan sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Beranjak dari ketentuan tersebut memberikan konsekuensi
terhadap kewenangan yang jelas dan luas serta bertanggung jawab secara
proporsional di bidang Pendapatan Daerah yang diwujudkan dengan pembagian
dan pemanfaatan potensi sumber daya, guna membiayai otonomi daerah sesuai
dengan tigkatan Daerah Otonom. Mengacu pada Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 bahwa Pembiayaan Otonomi Daerah bersumber dari Pendapatan
5
Daerah yang bersumber dari PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan
Daerah Yang Sah.
Dana perimbangan merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah
(PD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang
dialokasikan kepada daerah untuk mebiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (Kuncoro, 2004). Dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 33
Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah,dinyatakan bahwa Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar
Pemerintah Daerah yang pembagiannya telah diatur bedasarkan prosentase
tertentu bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kewenangan untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi sesuai
yang diamanatkan dalam UU No. 33 tahun 2004, maka pemberian otonomi
diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi
yang
berdampak terhadap terciptanya perluasan kesempatan kerja dan pada
akhirnya dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat.
Instrumen fiskal dari dana perimbangan juga dapat mendorong
pertumbuhan
ekonomi
melalui
belanja
pembangunan,
karena
belanja
pembangunan dapat menstimulus permintaan terhadap barang dan jasa, menarik
investor untuk berinvestasi di daerah yang dapat meningkatkan aktivitas ekonomi
daerah pada berbagai sektor, dan dapat memperluas lapangan usaha untuk
mengurangi pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sesuai
kajian (Bappenas, 2011), dinyatakan bahwa kebijakan investasi swasta dan
6
investasi pemerintah berdampak positif terhadap kinerja perekonomian wilayah,
menurunnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran, dengan kata lain bahwa
kebijakan investasi yang dilakukan baik oleh pihak swasta dan oleh pemerintah
berdampak positif terhadap kesejahteraan. Pendapat tersebut didukung dengan
hasil penelitian yang dilakukan (Yulian Rinawaty Taaha, Dkk. 2013) menunjukan
bahwa Dana Perimbangan yang terdiri dari: Dana Bagi Hasil (DBH), Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui Investasi swasta di Provinsi
Jawa Tengah.
Sama seperti sumber pendapatan daerah lainya PAD dan Lain-Lain
Pendapatan yang Sah), dana perimbangan dimaksud digunakan untuk membiayai
pembangunan daerah melalui belanja langsung dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi secara umum dan mewujudkan kesejahteraan seluruh
masyarakat. Pembangunan infrastruktur daerah dan Sumber Daya Manusia (SDM)
perlu dilakukan dengan pendekatan pembangunan di bidang ekonomi, pendidikan,
kesehatan, dan pendekatan bidang sosial kemasyarakatan. Untuk meningkatkan
SDM, harus ada keterlibatan secara berkelanjutan dari
pemerintah dalam
pendekatan pembangunan di berbagai bidang selain pendekatan politik yang
dilakukan selama ini, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan,
pengangguran, buta huruf, tingkat kematian ibu dan bayi, serta kesenjangan sosial
lainnya antar kabupaten/kota. Tujuan inti pembangunan dalam arti luas adalah
membangun manusia seutuhnya yang tidak saja mencakup aspek biologis, aspek
intelektualitas dan aspek kesejahteraan ekonomi semata, tetapi juga aspek iman
7
dan ketakwaan juga mendapat perhatian yang besar (Nehen, 2012). Pembangunan
manusia yang berhasil sebetulnya juga memberikan manfaat positif bagi
pertumbuhan ekonomi melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas. Dengan
kata lain terdapat hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan manusia (Ranis , 1998 dalam BPS, 2007).
Pengalaman pembangunan pada beberapa negara terdapat pembelajaran
bahwa untuk mempercepat pembangunan manusia beberapa hal dapat dilakukan
antara lain melalui distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik
yang memadai untuk pendidikan dan kesehatan. Untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antar
kelompok masyarakat, berbagai upaya dapat dilakukan pemerintah antara lain
dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik,
yaitu secara langsung berupa “pembayaran transfer” dan secara tidak lansgung
melalui penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan dan
sebagainya (Todaro,2006).
Menurut Arsyad (2005) bahwa kebijakan pemerintah yang mendukung
aspek pembangunan manusia dapat dilihat dari proporsi anggaran pemerintah
untuk pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Besarnya proporsi
anggaran
pemerintah
yang
dialokasikan
untuk
kedua
sektor
tersebut
mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat.
Belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah digunakan untuk pembangunan
dan perbaikan infrastruktur dalam sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi
8
sehingga masyarakat dapat menikmati langsung manfaat dari pembangunan
daerah yang berdampak terhadap kesejahteraan.
Informasi tentang perkembangan kesejahteraan masyarakat merupakan
suatu masukan yang penting dalam proses perencanaan pembangunan. Beberapa
indikator tingkat kesejahteraan telah dikembangkan sebagai dasar dalam
mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Saat ini
penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau (HDI) sebagai indikator
kesejahteraan memperoleh penerimaan secara luas di seluruh dunia, bahkan telah
memperoleh penerimaan pada tingkat daerah. Pembangunan manusia dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan bagi pemenuhan
kebutuhan dasar manusia dari sisi ekonomi
(daya beli), kesehatan maupun
pendidikan (Nehen, 2012). HDI merupakan manfaat yang sangat bermanfaat
untuk mengukur tingkat kesejahteraan antar negara maupun antar daerah
(Todaro, 2003). Salah satu keuntungan HDI adalah index, ini mengungkapkan
bahwa sebuah negara /daerah dapat berbuat jauh lebih baik
pada tingkat
pendapatan yang rendah , dan bahwa kenaikan pendapatan yang besar hanya
berperan relatif kecil dalam pembangunan manusia (Hadi Sasana, 2009).
Pemerintah daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pembangunan manusia yang tercermin dari IPM yang meningkat
yang terjadi di kabupaten/kota Provinsi Bali. Dalam penelitian ini digunakan
IPM sebagai acuan untuk menentukan tingkat kesejahteraan dalam bentuk
rangking kesejahteraan suatu daerah. Nilai IPM Provinsi Bali cenderung
mengalami peningkatan dari 70,53 pada tahun 2007 menjadi 72,62 pada tahun
9
2012, namun angka ini masih berada dibawah nilai IPM yang ditargetkan
Pemerintah Provinsi Bali sebesar 72,64 pada tahun 2012, tetapi secara nasional
IPM Provinsi Bali pada tahun 2012 menduduki peringkat 16 (Biro Ekbang
Provinsi Bali, 2012). Peningkatan ini juga terjadi pada empat kabupaten dan
kota yang nilainya secara rata-rata berada di atas IPM Provinsi Bali dan bahkan
diatas IPM Nasional. Namun masih terdapat empat IPM kabupaten hampir
setiap tahun berada dibawah rata-rata Provinsi Bali, dan empat IPM kabupaten
yang berada
dibawah IPM
Provinsi Bali
adalah Kabupaten Karangasem,
Klungkung, Bangli dan Buleleng .
Peningkatan kesejahteraan masyarakat
yang
terjadi
pada beberapa
kabupaten/kota di Provinsi Bali seperti Kota Denpasar dan Kabupaten Badung
dengan IPM sebesar 78,80 dan 75,69 pada tahun 2012 serta laju pertumbuhan
ekonomi sebesar 7,18 persen untuk Kota Denpasar dan 7,30 persen untuk
Kabupaten Badung pada tahun 2012 (BPS, 2013) tidak terlepas dari berbagai
kebijakan
pemerintah untuk mendorong terciptanya iklim investasi serta
pengelolaan keuangan daerah melalui pengalokasian belanja langsung dalam
proses pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan mempengaruhi besar kecilnya
pengeluaran konsumsi masyarakat (C) dan pengeluaran investasi swasta
(I),
selanjutnya berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah dan akhirnya dapat
berdampak terhadap
pengeluaran pemerintah (G) dalam
perekonomian.
Meningkatnya pengeluaran pemerintah tersebut akan mendorong naiknya
permintaan barang dan jasa dalam perekonomian sehingga produksi meningkat.
10
Peningkatan produksi diberbagai sektor tentu membutuhkan tambahan tenaga
kerja, disisi produksi adanya pertumbuhan ekonomi akan menaikkan tambahan
pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan teori
pertumbuhan (Harrod-Domar dalam Todaro, 2006) dinyatakan bahwa untuk
memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan
tambahan netto terhadap cadangan atau stok modal.
Beberapa hasil kajian berkaitan dengan
pernyataan tersebut
adalah
penelitian yang dilakukan oleh Muchamad Rizal Rachman (2010) dengan hasil
penelitian bahwa 1) dengan analisa IW di Kabupaten Gresik ternyata investasi
bermanfaat terhadap pendapatan perkapita tapi tidak bermanfaat bagi pertumbuhan
ekonomi, 2) Di Kabupaten Sidoarjo ternyata investasi bermanfaat terhadap
pendapatan per kapita tapi kurang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi,3) Di
Kabupaten Pasuruan ternyata investasi tidak bermanfaat terhadap kesejahteraan
masyarakat tapi mempunyai manfaat dengan pertumbuhan ekonomi.
Penelitian
Hadi Sasana : 2009 hasilnya menunjukkan bahwa,1) pertumbuhan ekonomi
berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi
Jawa Tengah, 2) tenaga kerja berpengaruh positif dan signfikan terhadap
kesejahteraan di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian Ihyaul
Ulum (2005) dinyatakan bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap
belanja daerah Provinsi di Indonesia. Demikian juga Penelitan yang telah
dilakukan oleh Lilis Setyowati (2012) hasilnya diperoleh bahwa DAU, DAK dan
PAD berpengaruh positif terhadap IPM melalui pengalokasian Belanja Modal,
dan Belanja Modal juga berpengaruh positif terhadap IPM sedangkan
11
Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap IPM melalui belanja
Modal.
Beberapa penelitian dilakukan berkaitan pelaksanaan desentralisasi dan
keberhasilan
otonomi
daerah
yang
bermuara
akhir
pada
terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Mengacu pada uraian diatas, analisis pengaruh jumlah
penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat
melalui belanja langsung penting dilakukan, agar dapat dijadikan sebagai
tambahan acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan berkaitan dengan
pelaksanaan pembangunan di kabupaten/kota di Provinsi Bali.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut .
1) Bagaimanakah pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi
terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten /kota Provinsi Bali pada
tahun 2007-2012 ?
2) Adakah pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi secara
tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung di
kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
12
1) Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan
investasi terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali
pada tahun 2007-2012 .
2) Untuk menganalisis
pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan
investasi secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui
belanja langsung di kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 .
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat akademik
Hasil penelitian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan
dapat digunakan sebagai wahana untuk mengimplementasikan konsep-konsep
teori yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan serta meningkatkan wawasan
ilmu pengetahuan melalui hasil penelitian tentang pengaruh jumlah penduduk,
dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat di
kabupaten/kota Provinsi Bali. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat
mendukung hasil penelitian sebelumnya.
1.4.2
Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam mengambil kebijakan
pembangunan khususnya berkaitan dengan perencanaan anggaran /pengalokasian
belanja langsung dan menciptakan iklim investasi dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep-Konsep dan Definisi
2.1.1 Otonomi daerah
Pemberian otonomi dilaksanakan melalui desentralisasi, dekonsentrasi,
penugasan dan pembantuan yang diatur dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah sebagian dengan
Undang-undang No.8 tahun 2005. Ketentuan pelaksanaan otonomi daerah diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota. Ada berbagai pengertian desentralisasi menurut Maddick
(1983) dalam Kuncoro (2004) mendefinisikan desentralisasi sebagai proses dan
devolusi. Devolusi adalah penyerahan kekuasaan untuk melaksanakan fungsifungsi tertentu kepada daerah, sedang dekonsentrasi merupakan pendelegasian
wewenang atas fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang tinggal
di luar kantor pusat.
Tipe pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah telah menjadi
kewenangan
pemerintah
setempat.
Suwandi
(2001)
menyatakan
bahwa
pelimpahan yang diberikan dititik beratkan pada pilihan desentralisasi/devolusi,
dekonsentrasi, delegasi ataupun privatisasi, hal ini ditentukan oleh para pengambil
keputusan politik pada negara bersangkutan. Dalam UU No. 5 Tahun 1974
14
Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah telah meletakkan dasar-dasar sistem
hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam 3 prinsip (Kuncoro,2004) yaitu :
1) Desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan pemerintah dari
pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah;
2) Dekonsentrasi yang berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala
wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di
daerah;
3) Tugas pembantuan (medebewind) yang berarti pengkoordinasian prinsip
desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala daerah, yang memiliki fungsi
ganda sebagai penguasa di daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah.
Titik tolak desentralisasi di Indonesia adalah Daerah Tingkat II, dengan
dasar pertimbangan adalah:
1) Dari dimensi politik Daerah tingakat II dipandang kurang memiliki panatisme
kedaerahan, sehingga resiko separatis dan peluang berkembangnya aspirasi
federalis relatif minim,
2) Dari dimensi administrasi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat dapat lebih efektif;
3) Daerah tingkat II adalah ujung tombak pelaksanaan pembangunan, sehingga
daerah tingkat II dianggap lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di
daerahnya;
4) Dapat meningkatkan local accountability pemerintah daerah terhadap
rakyatnya.
15
Tujuan kebijakan desentralisasi menurut Mardiasmo (2002) tujuan utama
penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik
dan memajukan perekonomian daerah. Terdapat tiga misi utama pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah 1) meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, 2) menciptakan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan 3) memberdayakan
dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan.
2.1.2 Desentralisasi fiskal
Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia berdasarkan
Undang-undang No. 33 tahun 2004 di bagi menjadi tiga, yaitu desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Konsekuensi dari pelimpahan sebagian
kewenangan pemerintahan dari pusat ke daerah otonom adalah merupakan
penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia (SDM) sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.
Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan
banyaknya kewenangan dibidang pemerintahan yang dilimpahkan. Menurut
(Kusaini: 2006 dalam Sasana: 2009 ) dinyatakan bahwa desentralisasi fiskal
merupakan pelimpahan kewenangan dibidang penerimaan anggaran atau
keuangan yang sebelumnya tersentralisasi baik secara administrasi maupun
pemanfaatannya diatur dan dilakukan oleh pemerintah pusat. Kebijakan
16
perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan
otonomi daerah, melalui pelimpahan sebagian wewenang pemerintahan pusat ke
daerah, sehingga semakin banyak wewenang yang dilimpahkan maka semakin
besar biaya yang dibutuhkan.
Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah daerah akan lebih efisien dalam
produksi dan penyediaan baranag-barang publik, dan pengambilan keputusan pada
level pemerintah lokal akan lebih didengarkan karena pemerintah lokal dianggap
lebih tahu kebutuhan masyarakatnya dan dan lebih berguna bagi efisiensi alokasi
(Oates dalam Sasana: 2009). Menurutnya juga dinyatakan bahwa pembelanjaan
infrastruktur dan sektor sosial pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan
ekonomi dari pada kebijakan pemerintah pusat, dinyatakan daerah memiliki
kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dan
memenuhi kebutuhan masyarakat karena pemerintah daerah dianggap lebih tahu
kondisi daerah dan kebutuhan masyarakatnya.
2.1.3 Definisi penduduk
BPS SP. 2010, mendefinisikan bahwa yang termasuk penduduk suatu
wilayah adalah ketika dilakukan pencacahan memiliki karakteristik : tinggal
diwilayah itu secara menetap atau sudah enam bulan atau lebih; tinggal di wilayah
kurang dari enam bulan tetapi bermaksud untuk menetap; sedang bepergian ke
wilayah lain kurang dari enam bulan dan tidak bermaksud menetap di wilayah
tujuan; serta mereka yang yang bertempat tinggal di wilayah itu dengan
mengontrak/kos/sewa untuk bekerja atau sekolah yang kemungkinan pindah lagi
17
karena berbagai alasan. Simanjuntak (2012) menyatakan penduduk adalah mereka
yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara.
Pengertian penduduk pada penelitian ini memakai konsep Badan Pusat Statistik.
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia
selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam
bulan tetapi bertujuan menetap. Berdasarkan penelitiannya, pertumbuhan
penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi.
a) Fertilitas ( Kelahiran)
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang
nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup.
b) Mortalitas (Kematian)
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu di antara tiga komponen
demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Informasi tentang
kematian, tidak saja bagi pemerintah melainkan juga bagi pihak swasta, yang
terutama berkecimpung dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Data kematian
sangat diperlukan untuk proyeksi penduduk guna perancangan pembangunan.
Misalnya, perencanaan fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan, dan jasa – jasa
lainnya untuk kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan evaluasi terhadap
program – program kebijakan penduduk.
c) Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari
suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara ataupun batas
18
administratif/batas bagian dalam suatu negara. Jadi migrasi sering diartikan
sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain.
Migrasi merupakan salah satu faktor dasar
yang mempengaruhi
pertumbuhan penduduk. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk
ditelaah secara khusus mengingat terjadinya kepadatan dan distribusi penduduk
yang tidak merata, adanya faktor – faktor pendorong dan penarik bagi orang –
orang untuk melakukan migrasi, seperti komunikasi dan transportasi yang
semakin lancar. Pada umumnya orang yang datang dan pergi antarnegara boleh
dikatakan berimbang saja jumlahnya. Peraturan – peraturan atau undang – undang
yang dibuat oleh banyak negara umumnya sangat sulit dan ketat bagi seseorang
untuk bisa menjadi warga negara atau menetap secara permanen di suatu negara
lain.
2.1.4 Konsep penduduk yang bekerja.
Definisi penduduk usia kerja ( BPS SP. 2010) adalah penduduk yang
berumur 15 tahun dan lebih. Dan penduduk yang temasuk angkatan kerja adalah
penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan
namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Bekerja yang dimaksudkan
disini adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling
sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut
termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu
usaha/kegiatan ekonomi.
19
2.1.5 Pengertian investasi
Secara umum investasi adalah meliputi pertambahan barang- barang dan
jasa dalam masyarakat, seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan
baru, pembukaan tanah baru dan sebagainya. Investasi juga di artikan sebagai
pengeluaran yang di lakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang-barang
modal dan membina industri-industri. Sukirno (1998), investasi diartikan sebagai
pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk
membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk
menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam
perekonomian.
Investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau
perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia
dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan
perekonomian untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang
akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan
barang-barang modal lama yang harus didepresiasikan (Sukirno, 2008).
Dalam model Keynesian dimana diasumsikan bahwa semua pendapatan
harus dikeluarkan untuk di konsumsi atau di tabung, dan jumlah prekonomian
dapat di bagi dua yaitu antara pengeluaran untuk barang-barang konsumsi dan
barang modal, dan posisi keseimbangan dalam perekonomian ditentukan pada saat
jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran sehingga investasi sama
nilainya dengan tabungan. Dalam kaitannya dengan perusahaan melakukan
20
investasi guna mendapatkan profit yang sebesar-besarnya, di mana dana investasi
tersebut salah satunya bersumber dari dana masyarakat yang ditabung pada
lembaga-lembaga keuangan, maka dapat di kemukakan bahwa : Investasi
merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup
pengeluaran untuk membeli bahan baku/material, mesin-mesin dan peralatan
pabrik serta semua modal lain yang di perlukan dalam proses produksi.
Menurut Arsyad (2010) dan Nehen (2010), bahwa Pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut :
a. Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika
ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan diinvestasikan
untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal
akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru dan meningkatkan
sumberdaya-sumberdaya yang ada.
b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang tergantung kepada
kemampuan
sistem
ekonomi
yang
berlaku
dalam
menyerap
dan
memperkerjakan tenaga kerja secara produktif.
c. Kemajuan teknologi menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan
faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang
paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan caracara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional.
21
2.1.6 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan
suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika
perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif
terhadap peningkatan PAD, khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,
2003). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD memiliki beberapa
fungsi yaitu.
a)
Fungsi otorisasi yang mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;
b) Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa angggaran daerah, menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan;
c)
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
d) Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan
untuk
menciptakan
lapangan
kerja/mengurangi
pengangguran
dan
22
pemborosan
sumber
daya,
serta
meningkatkan
efisiensi,
efektifitas
perekonomian;
e)
Fungsi distribusi yang mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
f)
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah
menjadi
alat
untuk
memelihara
dan
mengupayakan
keseimbangan
fundamental perekonomian daerah.
Penyusunan APBD sebagai rencana keuangan daerah sangat penting dalam
rangka penyelenggaran fungsi daerah otonom. APBD sebagai alat/wadah untuk
menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan melalui berbagai
kegiatan dan program, dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar
dirasakan masyarakat umum. APBD harus memuat bagian pendapatan yang
digunakan untuk membiayai biaya administrasi umum, belanja operasi dan
pemeliharaan, dan belanja modal/investasi.
Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan ada
peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan upaya
intensifikasi dan eksestensifikasi dengan mengoptimalkan sumber-sumber
pendapatan yang telah ada ( PAD, Dana Peimbangan dan Pendapatan Lainnya
Yang Sah) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada maupun
menggali sumber-sumber baru.
Pada sisi belanja, kebijakan pengelolaan belanja daerah diarahkan untuk
meningkatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat, dengan mengupayakan
peningkatan porsi belanja pembangunan dan melakukan efisiensi pada belanja
23
aparatur. Dalam kaitannya dengan pembiayaan agar terus diupayakan peningkatan
penyertaan modal pada beberapa badan usaha milik daerah agar dapat
meningkatkan
PAD. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah disiplin dan
efisiensi anggaran secara konsisten dipertahankan dan dilaksanakan tanpa
mempengaruhi penurunan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Kebijakan pembiayaan defisit penanggulangannya diarahkan melalui pinjaman
daerah.
2.1.7
Pendapatan daerah
Yang dimaksud dengan pendapatan menurut Poerwadarminta (1986)
adalah : 1) Hasil pencarian (usaha dan sebagainya); 2) Suatuyang didapatkan
(dibuat dan sebagainya yang sedianya belum ada). Dari pengertian tersebut maka
yang dimaksud dengan pendapatan adalah hasil atau merupakan penerimaan yang
bermanfaat yang didapatkan dari suatu usaha yang dilakukan. Pendapatan Daerah
menurut Fauzi (1995) adalah komponen APBD untuk membiayai pembangunan
dan melancarkan roda pemerintahan. Karena itu tiap-tiap pendapatan daerah dapat
dipungut seintensif mungkin. Sumber pendapatan daerah tidak saja bersumber
dari PAD akan tetapi termasuk pula pendapatan daerah yang berasal dari
penerimaan pemerintah pusat yang dalam realisasinya dapat saja berbentuk bagi
hasil penerimaan pajak dari pusat atau lainnya yang berbentuk subsidi (sokongan)
untuk keperluan pembangunan daerah dan sebagainya.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
pasal 23, Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening
kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam
24
satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan
daerah dapat dikelompokan sebagai berikut.
1) PAD terdiri dari.
a) Pajak daerah;
b) Retribusi daerah;
c) Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan :
(1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/Badan Umum Milik Daerah (BUMD);
(2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/Badan Umum Milik Negara (BUMN);
(3) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok masyarakat;
d) Lain-lain PAD yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan
daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan .
2) Dana Perimbangan.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah dan
pelaksanaan
pembangunan daerah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, diperlukan
sumber-sumber pembiayaan sebagaimana diatur dalam UU No. 33 tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beranjak
dari ketentuan tersebut memberikan konsekuensi terhadap kewenangan yang jelas
dan luas serta bertanggung jawab secara proporsional di bidang Pendapatan
Daerah yang diwujudkan dengan pembagian dan pemanfaatan potensi sumber
25
daya, guna membiayai otonomi daerah sesuai dengan tingkatan Daerah Otonom.
Mengacu pada UU Nomor 33 Tahun 2004 bahwa Pembiayaan Otonomi Daerah
bersumber dari Pendapatan Daerah yang bersumber PAD, Dana Perimbangan dan
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Dana perimbangan merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah
(PD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (Kuncoro, 2004). Dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 33
Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, dinyatakan bahwa Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar
Pemerintah Daerah yang pembagiannya telah diatur bedasarkan prosentase
tertentu bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kewenangan untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi sesuai
yang diamanatkan dalam UU No. 33 tahun 2004, maka pemberian otonomi
diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi
yang berdampak terhadap terciptanya perluasan kesempatan kerja dan pada
akhirnya dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat.
Menurut UU No. 33 tahun 2004 pasal 10, dinyatakan, Dana Perimbangan terdiri
dari:
1) Dana Bagi Hasil
(a) Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari : a) Pajak bumi dan
bangunan (PBB); b) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
26
(BPHTB), c) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak
orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21;
(b) Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam terdiri dari: a)
kehutanan, b) pertambangan umum, c) perikanan, d) pertambangan
minyak bumi, e) pertambangan gas bumi dan f) pertambangan panas
bumi.
2) DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi
dasar, jumlah DAU keseluruhan sekurang-kurangnya 26 persen dari
pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN, jumlah tersebut
adalah untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota;
3) DAK, dialokasikan pada kepala Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan fungsi yang telah
ditetapkan APBN.
4) Lain-lain pendapatan daerah yang terdiri dari pendapatan hibah dan
pendapatan dana darurat.
2.1.8 Belanja daerah.
Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu
tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan adanya
perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
27
tentang perubahan kedua, belanja dikelompokkan menjadi dua yaitu belanja
langsung dan belanja tidak langsung .
1) Belanja Langsung.
Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan program dan kegiatan yang terdiri dari: belanja pegawai, belanja
barang dan jasa, dan belanja modal.
2) Belanja Tidak Langsung.
Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program/kegiatan, yang terdiri dari: belanja
pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial
dan belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa
2.1.9
Kesejahteraan masyarakat
Kesejahteraan adalah merupakan harapan dan tujuan utama pelaksanaan
pembangunan. UUD 1945 merupakan suatu landasan konstitusi NKRI yang telah
meletakkan dasar-dasar tata kelola dan kehidupan bernegara, berawal dari bentuk
negara sampai kepada kesejahteraan sosial, sesuai diatur dalam pasal 28 ayat (1)
UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh layanan kesehatan. Kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi
kehidupan yang baik, terpenuhi kebutuhan materi untuk hidup, kebutuhan
spiritual, kebutuhan sosial seperti terjadinya suatu tatanan yang teratur, dapat
mengelola konflik dalam kehidupan keseharian, terjamin dari segi keamanan, dan
28
setiap orang memiliki kedudukan yang sama didepan hukum ( keadilan terjamin)
terjaganya kesenjangan sosial ekonomi .
Tiga kategori tentang pencapaian kesejahteraan menurut (Midgley : 2005
dalam Suryaningsih : 2014) pertama adalah sejauh mana masalah sosial dapat
diatur, kedua adalah sejauh mana kebutuhan dapat dipenuhi dan yang ketiga
adalah sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat diperoleh.
Semuanya akan dapat tercipta dalam kehidupan bersama, baik pada tingkat
keluarga, komunitas maupun masyarakat secara luas. Untuk memudahkan
pencapaian meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah ditentukan indikator
kesejahteraan masyarakat. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur
kesejahteraan
masyarakat
seperti
pertumbuhan
ekonomi
karena
dapat
meningkatkan pendapatan perkapita dan dapat meningkatkan daya beli
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pemahaman terhadap konsep kesejahteraan menuntut
tidak hanya representasi intensitas agregat, tetapi juga representasi distribusi
kesejahteraan antar kelompok masyarakat atau antar daerah. Representasi
distribusi merupakan muara dari persoalan mendasar, yaitu keadilan ( BPS, 2011)
Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak saja dapat dilihat dari
pertumbuhannya
tetapi
harus
diikuti
dengan
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat. Tanpa menyertakan peningkatan kesejahteraan akan mengakibatkan
kesenjangan dan ketimpangan kehidupan masyarakat. IPM yang merupakan
indeks komposit dari indikator kesehatan, pendidikan, dan ekonomi juga
diharapkan dapat mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia yang
29
tercermin dari penduduk yang sehat dan berumur panjang, berpendidikan dan
berketrampilan serta mempunyai pendapatan yang memungkinkan untuk hidup
layak. Pengukuran kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan HDI telah
dilakukan di Indonesia sejak tahun 1993, yang disebut IPM (BPS, 2011).
Terdapat tiga nilai menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi
yaitu kecukupan, harga diri dan kebebasan yang merupakan tujuan pokok dan
harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan (Nehen :
2012). Program pembangunan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) united nations
development plant (UNDP) telah berusaha menyusun alat pengukuran holistik
atas tingkat kehidupan manusia yang disebut IPM. IPM mencoba memeringkat
semua negara dari skala nol (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah),
hingga satu (tingkat pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan tiga
tujuan atau produk akhir pembangunan : masa hidup, yang diukur dengan usua
harapan hidup, pengetahuan , yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang
dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata –rata tahun bersekolah
(sepertiga), serta standar kehidupan
yang diukur dengan pendapatan riil
perkapita, disesuaikan dengan paritas daya beli dari mata uang setiap negara
untuk mencerminkan biaya hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal
yang semakin menurun dari pendapatan.
IPM mengingatkan kita bahwa pembangunan yang kita maksudkan adalah
pembangunan dalam arti luas, bukan hanya dalam bentuk pendapatan yang lebih
tinggi. Kesehatan dan pendidikan bukan hanya input produksi dalam perannya
sebagai komponen sumber daya manusia, tetapi merupakan tujuan pembangunan
30
yang fundamental Nehen (2012) menyatakan bahwa kita tidak berpendapat bila
suatu negara yang mempunyai penduduk berpendapatan tinggi, tetapi tidak
berpendidikan, kesehatannya tidak terpelihara dengan baik sehingga harapan
hidupnya lebih singkat dari pada penduduk suatu negara yang lain di dunia telah
mencapai tingkatan pembangunan yang lebih tinggi dari pada negara yang
berpendapatan rendah tetapi usia harapan hidup dan kemampuan baca tulisnya
lebih tinggi.
Pendapat tersebut hampir sama yang dinyatakan Ranis dan Stewart (2001)
dalam Dedy Rustiono (2008) bahwa pembangunan manusia secara luas
didefinisikan sebagai orang-orang yang mengusahakan orang-orang untuk
menjalani hidup lebih lama, lebih sehat dan berkecukupan. Dinyatakan pula
bahwa pembangunan manusia yang berhasil dapat memberikan manfaat positif
bagi pertumbuhan melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas (terdidik) dan
memiliki kompetensi. Variabel yang diperlukan dalam perhitungan IPM sama
seperti yang dilakukan UNDP, yaitu angka harapan hidup untuk bidang kesehatan,
angka melek huruf, rata-rata lama sekolah untuk bidang pendidikan dan
pendapatan riil perkapita untuk bidang ekonomi.
2.2 Teori- teori yang Relevan.
2.2.1 Teori kependudukan.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian di dunia ini
menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa bagian di
dunia ini telah terjadi kemiskinan dan kekurangan pangan. Fenomena ini
menggelisahkan para ahli, dan masing – masing dari mereka berusaha mencari
31
faktor – faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Umumnya para ahli
dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari penganut
aliran Malthusian. Aliran Malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus,
dan aliran Neo Malthusian dipelopori oleh Garreth Hardin dan Paul Ehrlich.
Kelompok kedua terdiri dari penganut aliran Marxist yang dipelopori oleh Karl
Marx dan Friedrich Engels. Kelompok ketiga terdiri dari pakar-pakar teori
kependudukan mutakhir yang merupakan reformulasi teori – teori kependudukan
yang ada.
a) Aliran Malthusian
Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta
Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798
lewat karangannya yang berjudul: “Essai on Principle of Populations as it Affect
the Future Improvement of Society, with Remarks on the Specculations of Mr.
Godwin, M.Condorcet, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti
juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang
biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan
bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan
kelamin antar laki – laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu
Malthus berpendapat bahwa untuk hidup manusia memerlukan bahan makanan,
sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan
dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap
pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan
makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Untuk dapat
32
keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk
harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut dapat dilaksanakan dengan
dua cara yaitu Preventive Checks, dan Positive Checks. Preventive Checks adalah
pengurangan penduduk melalui kelahiran. Positive Checks adalah pengurangan
penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk
melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat
mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses
ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan
bahan pangan.
b) Aliran Neo-Malthusians
Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai
diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih
radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusianism. Menurut kelompok ini
(yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich), pada abad ke-20 (pada
tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah
mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah tidak mampu untuk menampung
jumlah penduduk yang selalu bertambah. Paul Ehrlich dalam bukunya “The
Population Bomb” pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan
yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu
banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan sangat terbatas; ketiga, karena
terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang tercemar dan
rusak.
c) Aliran Marxist
33
Aliran ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala
Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia
belasan tahun. Kedua – duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri – sendiri
hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris
maupun di Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan Malthus yang
menyatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan
penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan pangan.
Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu negara bukanlah
tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap
kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan
penduduk yang terlalu cepat, tetapi kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang
terdapat pada negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagaian
pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut.
Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin – mesin untuk
menggantikan pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk
yang melarat bukan disebabkan oleh kekurangan bahan pangan, tetapi karena
kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx
dan Engels sistem kapitalisasi yang menyebabkan kemelaratan tersebut. Untuk
mengatasi hal – hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistem
kapitalis ke sistem sosialis.
d) Teori John Stuart Mill
John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan
Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk
34
melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun
demikian
ia
berpendapat
bahwa
pada
situasi
tertentu
manusia
dapat
mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila
produktifitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil.
Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Tidaklah benar bahwa kemiskinan
tidak dapat dihindarkan atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis.
Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan,
maka keadaan ini hanya bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua
kemungkinan yaitu: mengimport bahan makanan, atau memindahkan sebagaian
penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.
Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh
manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan tingkat
golongan yang tidak mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka
secara rasional mereka mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah
anak sesuai dengan karir dan usaha yang ada. Di samping itu Mill berpendapat
bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan apabila
kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.
Model Pertumbuhan Solow menekankan interaksi antara pertumbuhan
populasi dan akumulasi modal, dinyatakan bahwa pertumbuhan yang tinggi
mengurangi output perpekerja, karena pertumbuhan jumlah pekerja yang sangat
cepat akan membuat persediaan modal dibagi lebih banyak, sehingga dalam
kondisi mapan setiap pekerja akan dilengkapi dengan modal sedikit (Mankiw,
2006). Sedangkan menurut Robert Malthus dalam bukunya (An Essay on the
35
Princile of Population as it 1834) dalam (Mankiw,2006) dinyatakan Malthus
kemampuan masyarakat untuk memperkirakan bahwa semakin meningkatnya
populasi akan secara terus menerus membebani kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri, dan menurut prediksinya manusia akan
selamanya hidup dalam kemiskinan. Sedangkan dalam model Kremerian
memberikan pendapat bahwa pertumbuhan populasi adalah kunci dalam
memajukan kesejahteraan ekonomi, karena menurut Kremerian semakin banyak
penduduk maka akan semakin banyak pula ilmuwan, penemu dan ahli mesin yang
akan
memberikan
kontribusi
pada
inovasi
dan
kemajuan
teknologi
(Mankiw,2006).
Pertumbuhan Penduduk dihubungkan dengan kenaikan angkatan kerja secara
tradisional dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi (Todaro, 2002). Karena dengan jumlah penduduk yang besar akan
meningkatkan persediaan angkatan kerja yang produktif, meningkatnya jumlah
penduduk akan meningkatkan ukuran pasar potensial. Kegiatan-kegiatan ekonomi
produktif berlangsung karena adanya orang yang mengkonsumsi output yang
dihasilkan. Pengkonsumsi tersebut menyebabkan terjadinya kemajuan industri dan
meningkatkan permintaan akan bahan dan mesin yang pada akhirnya
menyumbang pada produksi barang konsumsi. Dengan demikian permintaan
ekonomi ditentukan oleh permintaan yang timbul dari penduduk.
2.2.2 Teori investasi
Menurut teori pertumbuhan Harrod-Domar (Todaro, 2006) bahwa pada
setiap perekonomian harus mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari
36
pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang
modal (gedung, alat-alat dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Model
pertumbuhan Harrod – Domar dibangun berdasarkan pengalaman negara maju,
yang memberikan peranan kunci kepada investasi didalam proses pertumbuhan
ekonomi serta watak ganda yang dimiliki oleh investasi. Pertama ia menciptakan
pendapatan, kedua ia memperbesar kapasitas produksi pertanian dengan cara
menaikkan stok modal. Karena itu selama investasi netto tetap berjalan,
pendapatan nyata dan output akan senantiasa tambah besar.
Hampir sama yang dinyatakan (Arsyad, 2010) bahwa pembentukan modal
merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan
modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi tabungan.
Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu: 1) Perekonomian dalam
keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam
masyarakat digunakan secara penuh 2) Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu
sektor rumah tangga daan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan
luar negeri tidak ada dan yang ke 3) Besarnya tabungan masyarakat adalah
proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di
mulai dengan titik nol. 4) Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity
to Save = MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antara modal-output (Capital
Output Ratio=COR) (Arsyad, 2010).
Minsky adalah salah satu akademisi (1950-1960) dalam Prasetyantoko
(2010) memberi perhatian besar pada persoalan siklus ekonomi. Minsky
menekankan pentingnya peran pemerintah dalam perekonomian, struktur regulasi,
37
sistem hukum, peran institusi bisnis dan secara lebih spesifik peran institusi
keuangan. Karena dinamika perekonomian pada dasarnya adalah keterkaitan
antar faktor tersebut. Pemikiran Minsky adalah respon dominan dari pemikiran
Keynes, yang dipresentasikan dalam odel IS-LM, yaitu merupakan dinamikan
hubungan I (investasi), S (saving), L (liquidity) dan M ( Money suplply) sehingga
Minsky dapat dikatakan yang mengembangkan lebih jauh pemikiran Keynes atau
disebut “Post Keynesian”. Dikatakan secara sederhana Keynes menekankan
adanya keselarasan antara permintaan agregat, investasi dan peran pemerintah
dalam memberikan jaring pengaman dalam perekonomian.
Beberapa kritik terhadap Keynes dari Minsky. Pertama tidak mungkin
akan terjadi keselarasan antara peran negara lebih luas untuk mempengaruhi sisi
permintaan (welfare-state), karena dimana semua orang memiliki pekerjaan (full
employment) tidak akan pernah tercapai. Kedua terkait dengan prinsip bahwa
investasi akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang berimbas pada
kenaikan standar hidup mayarakat, dan akhirnya akan tercipta bibit-bibit
instabilitas seperti inflasi yang menyertai investasi dan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Dan ketiga dengan penigkatan kesejahteraan yang terjadi akan diikuti
resiko inflasi, dan akhirnya pengangguran pasti akan tercipta kembali.
Minsky menyumbangkan dua pemikiran penting yaitu “ teori Finansial
dan Investasi “ dan “teori Invesatasi “dari Siklus ekonomi. Merujuk pemikiran
Keynes dinyatakan bahwa nilai aset investasi sangat ditentukan oleh subjektivitas
para individu, karena tergantung pada konsep preferensi pada likuiditas yang
bersifat psikologis. Misalnya jika para individu memegang surat hutang berharga
38
yang akan jatuh tempo beberapa saat kedepan, dan jika terjadi gejolak dipasar
yang dapat mempengaruhi nilai investasinya maka respon antara individu yang
satu akan berbeda dengan individu yang lainnya.
Teori ekonomi memaknai investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran
untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan produksi yang bertujuan
untuk mengganti dan atau menambah barang-barang modal dalam perekonomian
yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa yang depan
(Sukirno, 1994). Dinyatakan juga bahwa secara garis besarnya investasi dapat
digolongkan menjadi dua yaitu :
1) Investasi otonom
Investasi otonom
(Outonomous invesment) yakni investasi yang tidak
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, artinya investasi yang di adakan bukan
karena pertambahan permintaan efektif, tetapi justru untuk menciptakan atau
menaikkan permintaan efektif. Besarnya investasi otonom tidak tergantung
kepada besar kecilnya pendapatan nasional atau daerah. Investasi otonom adalah
pembentukan modal yang tidak di pengaruhi oleh pendapatan naasional. Dengan
kata lain, tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah
investasi yang di lakukan oleh perusahaan-perusahaan (Sukirno, 2004). Misalnya
investasi pada rehabilitasi sarana prasarana jalan, jembatan, irigasi, rumah sakit
dan fasilitas umum lainnya. Walaupun investasi ini tidak mempunyai kaitan
dengan tingkat pendapatan secara langsung tetapi dengan sendirinya investasi
tersebut dilakukan untuk memperlancar roda perekonomian, memberikan fasilitas
pelayanan umum kepada masyarakat dalam bidang kesehatan, pendidikan dan
39
bidang sosial, dan investasi ini pada umumnya lebih banyak dilakukan oleh
pemerintah.
2) Investasi terpacu
Investasi terpacu (induced investment) yang mempunyai kaitan dengan
tingkat pendapatan, misalnya dengan adanya kenaikan pendaatan yang terjadi
dimasyarakat pada suatu wilayah atau negara tertentu akan menyebabkan
kenaikan kebutuhan terhadap barang tertentu. Kenaikan atau peningkatan
permintaan terhadap barang dan jasa akan mendorong untuk melakukan investasi.
Berdasarkan sumbernya investasi hanya di lihat melalui investasi oleh
masyarakat swasta nasional dan investasi oleh pihak asing, dimana investasi oleh
masyarakat lebih banyak dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan atau
motif bisnis, begitu juga dengan investasi asing atau penanaman modal luar negeri
dengan tujuan mendapatkan keuntungan atau motif bisnis di lain sisi kita
mendapatkan dampak positifnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi investasi
(Deliarnov, 1995) adalah :
1) Inovasi dan teknologi : adanya temuan-temuan baru menyebabkan cara-cara
berproduksi lama menjadi tidak efisien. Sehingga perusahaan-perusahaan
perlu menemukan investasi untuk membeli peralatan mesin-mesin dengan
teknologi tinggi.
2) Tingkat perekonomian : makin banyak aktivitas perekonomian suatu negara
maka semakin besar pendapatan nasional dan semakin besar pendapatan yang
ditabung, dan akhirnya akan diinvestasikan pada kegiatan usaha lainnya yang
menguntungkan.
40
3) Tingkat keuntungan perusahaan: semakin besar tingkat keuntungan suatu
perusahaan, maka makin besar bagian laba yang dapat yang ditahan dan akan
digunakan untuk tujuan investasi yang lain dengan harapan mendapat
keuntungan yang lebih besar.
4) Situasi politik : bila situasi politik dalam keadaan aman dan damai,
pemerintah banyak memberikan kemudahan bagi para pengusaha, maka para
investor akan terdorong untuk melakukan investasi. Investasi yang bersumber
dari sebagian pendapatan nasional yang disisihkan untuk tabungan, yang
kemudian disalurkan melalui kredit perbankan serta instrumen-instrumen
lainnya seperti saham, dan surat-surat berharga, serta dana dari luar negeri
yang bersifat pinjaman maupun yang bersifat investasi langsung dari luar
negeri.
Investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau
mempertahankan stok barang modal. Stock barang modal (capital stock) terdiri
dari pabrik, mesin, kantor dan tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi
lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan
jumlah dan harga” (Deliarnov, 1995 ).
2.2.3 Teori pendapatan
Sofyan Syafri Harahap (2001) mengemukakan bahwa “Pendapatan adalah
hasil penjualan barang dan jasa yang dibebankan kepada langganan/mereka yang
menerima”. Eldon Hendriksen mengemukakan definisi mengenai pendapatan
sebagai berikut: Konsep dasar pendapatan adalah pendapatan merupakan proses
arus, yaitu penciptaan barang dan jasa selama jarak waktu tertentu”. Definisi-
41
definisi diatas memperlihatkan bahwa ada dua konsep tentang pendapatan yaitu
sebagai berikut:
1. Konsep Pendapatan yang memusatkan pada arus masuk (inflow) aktiva sebagai
hasil dari kegiatan operasi perusahaan. Pendekatan ini menganggap pendapatan
sebagai inflow of net asset.
2. Konsep Pendapatan yang memusatkan perhatian kepada penciptaan barang dan
jasa serta penyaluran konsumen atau produsen lainnya, jadi pendekatan ini
menganggap pendapatan sebagai outflow of good and services.
2.2.4 Teori perkembangan pengeluaran pemerintah (Teori makro).
Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator
besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin
besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah
yang bersangkutan. Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari
tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut (Boediono,1985) :
(1) Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.
(2) Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai. Perubahan gaji pegawai mempunyai
pengaruh terhadap proses makro ekonomi, di mana perubahan gaji pegawai akan
mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.
(3)Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment bukan
pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar barang melainkan mencatat
pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya
pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan
masyarakat,
pembayaran
pensiun,
pembayaran
bunga
untuk
pinjaman
42
pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai
status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara
administrasi keduanya berbeda.
a) Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang
diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave. Menurut
Mugrave dalam Prasetya (2012) dinyatakan bahwa perkembangan pengeluaran
pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi dapat dibedakan antara
tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya
perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi
besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti
pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya
pembangunan
ekonomi,
investasi
pemerintah
masih
diperlukan
untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin meningkat, tetapi pada
tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar. Pada tahap tingkat
ekonomi selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih
dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial
seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan dan pendidikan.
b) Teori Adolf Wagner
Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan
pemerintah semakin lama semakin meningkat. Tendensi ini oleh Wagner disebut
dengan hukum selalu meningkatnya peranan pemerintah. Teori perkembangan
pengeluaran pemerintah Wagner dalam Dumairy, 1997, dikemukakan bahwa
perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam prosentase
43
terhadap PDB. Wagner mengemukakan pendapatnya bahwa dalam suatu
perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif
pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.
Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State
Expenditure”. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negaranegara maju (Amerika Serikat, Jerman, Jepang). Dalam hal ini Wagner
menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama
disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam
masyarakat. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak
didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner
mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis
mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah
sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.
Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab
semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi
pertahanan keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan,
meningkatnya fungsi perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan.
c) Teori Peacock dan Wiseman
Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu analisis penerimaan
pengeluaran
pemerintah.
Pemerintah
selalu
berusaha
memperbesar
pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak,
padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang besar untuk
membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Meningkatnya
44
penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.
Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa
masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana
masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari
bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah
sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar
pajak.
Dalam
teori
Peacock
dan
Wiseman
terdapat
efek
penggantian
(displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas
swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak hanya
cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam
dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang
dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan
hanya karena GNP bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut.
Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula
meskipun gangguan telah berakhir. Jika pada saat terjadi gangguan sosial dalam
perekonomian timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir maka
timbul pula sebuah efek lain yang disebut efek inspeksi (inspection effect).
Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan
ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta.
45
2.2.5 Teori kesejahteraan
Di negara-negara yang menerapkan kebijakan sosial (social policy) atau
Kebijakan kesejahteraan (welfare policy) yang menjamin warganya dengan
berbagai pelayanan dan skema jaminan sosial yang merata, dikarenakan manfaat
pajak sering tidak sampai kepada masyarakat. Pada konsep negara kesejahteraan
ini, negara dituntut untuk memperluas tanggung jawabnya pada masalah-masalah
sosial ekonomi yang dihadapi rakyat. Negara harus melakukan investasi dalam
berbagai masalah sosial dan ekonomi untuk menjamin terciptanya kesejahteraan
bersama dalam masyarakat. Di samping itu timbulnya konsep kesejahteraan
(Welfare State) yang memandang manusia tidak hanya sebagai individu, akan
tetapi juga sebagai anggota atau warga dari kolektiva dan bahwa manusia
bukanlah semata-mata merupakan alat kepentingan kolektiva akan tetapi juga
untuk kepentingan dirinya sendiri.
Konsep atau teori mengenai negara kesejahteraan dikemukakan oleh R.
Kranenburg dalam Jejen Hendar (2013)
bahwa negara harus secara aktif
mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh
masyarakat secara merata dan seimbang, bukan mensejahterakan golongan
tertentu tapi seluruh rakyat. Ciri pokok dari Welfare State adalah sebagai berikut:
a) Pemisahan kekuasaan berdasarkan trias politika dipandang tidak prinsipil lagi.
Pertimbangan-pertimbangan
efisiensi
kerja
lebih
penting
dari
pada
pertimbangan-pertimbangan dari sudut politik, sehingga peranan eksekutif
lebih penting dari sudut politis.
46
b) Peran negara tidak terbatas pada menjaga pada menjaga keamanan dan
ketertiban saja, akan tetapi negara secara aktif berperan dalam penyelenggaraan
kepentingan rakyat di bidang sosial, ekonomi dan budaya sehingga
perencanaan merupakan alat penting dalam Welfare State.
c) Welfare State merupakan negara hukum materiil yang mementingkan keadilan
sosial dan bukan persamaan formil.
d) Pada Welfare State, hak memiliki tidak lagi dianggat sebagi hak yang mutlak,
tetapi dipandang mempunyai fungsi sosial yang berarti adanya batasan-batasan
dalam kebebasan penggunaannya.
e) Adanya kecenderungan bahwa peranan hukum publik semakin penting dan
semakin mendesak peranan hukum perdata. Hal ini disebabkan semakin
luasnya peranan negara dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya.
2.2.6 Hubungan jumlah penduduk dengan belanja langsung
Penduduk selain merupakan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi juga
dapat dikatakan sebagai subjek dan objek pembangunan. Dalam pelaksanaan
pembangunan pemerintah perlu mengetahui perkembangan jumlah penduduknya,
baik menurut angkatan kerja, menurut lapangan kerja, berdasarkan kelompok
umur serta berdasarkan pendidikan, berdasarkan kabupaten/kota dan lainnya agar
dapat dijadikan referensi dalam membuat suatu kebijakan untuk perncanaan
pembangunan, sehingga tujuan pembangunan untuk dapat mensejahterakan
masyarakat dapat terwujud sesuai rencana. Kebijakan yang dimaksudkan disini
adalah berkaitan dengan perencanaan pengeluaran pemerintah yang merupakan
keonsekuensi utama dari pembangunan itu sendiri.
47
Adam Smith: menyatakan prinsip pokok dalam pengeluaran pemerintah
yang disebut dengan Canon or Government Expenditure, terdiri dari:
1) Asas moralita, yaitu pengeluaran pemerintah harus sesuai dengan nilai-nilai
Yang dijunjung tinggi oleh suatu bangsa yaitu agama.
2) Asas nasionalita, dimana pengeluaran pemerintah harus memperhatikan
kepentingan rakyat banyak dan bersifat nasional.
3) Asas kerakyatan, yaitu pengeluaran pemerintah harus memperhatikan
kepentingan rakyat banyak dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
4) Asas fungsionalita, yaitu pengeluaran pemerintah harus berdasarkan pada
fungsi yang telah ditentukan.
5) Asas rasionalita, yaitu pengeluaran pemerintah harus bersifat rasional dengan
memperhatikan efisiensi dan efektifitas pengeluaran.
6) Asas perkembangan dimana pengeluaran pemerintah harus sesuai dengan
perkembangan negara dan dunia.
7) Asas keseimbangan dan keadilan, yaitu harus ada keseimbangan antara
pengeluaran pemerintah antara kegiatan fisik dengan non fisik agar tercipta
keselarasan dan keserasian.
Peran alokatif pemerintah dalam pembangunan menurut Dumairy (1999)
adalah
sangat besar, dinyatakan bahwa dalam kehidupan ekonomi setiap
orang/individu memiliki preferensi tertentu terhadap barang dan jasa yang ingin
dikonsumsi dan hendak diproduksi . Barang dan jasa dalam peruntukannya dapat
dibedakan menjadi barang pribadi dan barang sosial. Untuk barang pribadi dapat
diperoleh melalui proses transaksi jual beli, tetapi untuk barang sosial atau barang
48
publik seperti jalan umum, jembatan, pertahanan dan keamanan tidak tertarik bagi
kalangan swasta untuk memproduksinya karena tidak dapat diperjual belikan
secara pribadi dan memerlukan investasi yang sangat besar. Untuk barang sosial
pemerintah harus turun tangan untuk dapat menyediakan dan memulainya yang
dalam proses pelaksanaan teknisnya sudah tentu akan melibatkan masyarakat
pribadi dan swasta dari yang berpendidikan tinggi sampai pada yang
berpendidikan terendah misalnya sebagai tenaga kerja dalam pelaksanaan proyek
padat karya.
2.2.7 Hubungan jumlah penduduk dengan kesejahteraan
Tujuan pembangunan adalah
untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan semua lapisan masyarakat. Haror-Domar dalam Todaro (2006)
menyatakan bahwa ada 3 (tiga ) komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi
yaitu: 1) Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk investasi baru dalam
tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia melalui perbaikan dibidang
kesehatan, pendidikan, dan keterampilan kerja; 2) Pertumbuhan jumlah penduduk
yang akhirnya menyebabkan petumbuhan angkatan kerja dan yang ke 3) adalah
Kemajuan teknologi yang secara luas diterjemahkan sebagai cara baru untuk
menyelesaikan pekerjaan. Jumlah penduduk memiliki hubungan yang kuat dengan
kesejahteraan, karena penduduk adalah merupakan subjek dan objek dari
pembangunan. Penduduk selaku input dalam proses produksi dan sekaligus
merupakan
tujuan
pembangunan
itu
sendiri
yaitu
untuk
ditingkatkan
kesejehteraannya. Semakin bertambahnya penduduk maka semakin banyak orangorang yang terlibat dalam pembangunan. Terutama yang memiliki jiwa inovatif
49
dan kompetensi pada berbagai bidang serta diiringi dengan penguasaan teknologi
akan dapat lebih meningkatkan produtivitas dalam perekonomian dan akhirnya
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Artinya kalau dipandang dari segi
positifnya, bahwa dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang berkualitas
dapat memperlancar memajukan pembangunan.
2.2.8 Hubungan dana perimbangan dengan belanja langsung
Implementasi pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat ditinjau dari alokasi
realisasi alokasi dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota. Dana perimbangan (Dana Bagi Hasil, DAU
dan DAK) erat kaitannya dengan besarnya pengeluaran pemerintah terlebih bagi
daerah kabupaten/kota yang memiliki sumber pendapatan asli daerah yang rendah
dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan publik. Fransisca
Roossiana Kurniawati (2010) juga menyatakan DAU dan PAD berpengaruh
positif terhadap belanja pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten di
Indonesia.
2.2.9 Hubungan dana perimbangan dengan kesejahteraan
Salah satu sasaran pokok dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk
mendekatkan pemerintah dengan masyarakat dalam rangka memberikan
pelayanan publik. Konskuensi dari desentralisasi tersebut berdasarkan titik tolak
desentralisasi di Indonesia adalah Daerah Tingkat II, salah satu dasar
pertimbangannya bahwa Dati II adalah ujung tombak pelaksanaan pembangunan
sehingga dianggap lebih tahu kebutuhan dan potensi daerahnya (Kuncoro: 2004).
Konsekuensinya, pemerintah pusat berkewajiban memberikan alokasi belanja
50
pembangunan sektor publik yang lebih besar untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang nantinya berdampak terhadap kesejahteraan. Penelitian hubungan
antara DAU, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia sudah pernah
dilakukan oleh Christy dan Adi (2009) dalam Sulistiyowati (2012) hasilnya
menunjukkan bahwa DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal dan terhadap
Indek Pembangunan Manusia. Desentralisasi fiskal mampu meningkatkan
efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
2.2.10 Hubungan investasi dengan belanja langsung
Dengan majunya teknologi maka peranan faktor produksi “modal”
menjadi penting. Karena untuk produksi modern diperlukan pabrik, mesin-mesin,
dan alat-alat modern yang disebut barang modal. Sebagian pengeluaran rumah
tangga perusahaan untuk membeli barang-barang yang dihasilkan rumah tangga
keluarga dan untuk membeli barang hang hasil produksi disebut barang investasi.
Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi investasi penting
dilakukan (Gilarso, 2006), karena tidak hanya dipakai untuk mengganti alat
produksi yang sudah rusak (penyusutan) tetapi untuk memperbesar kapasitas
produksi. Dalam melakukan investasi perlu biaya, sumber pembiayaan sebagian
diambil dari penerimaan rumah tangga perusaha yang disisihkan melalui
penyusutan dan cadangan laba yang didak dibagikan, sebagian lagi diambil dari
tabungan masyarakat yang disalurkan kerumah tangga perusahaan melalui kredit
perbankan, pasar modal, dari anggaran pemerintah dan dari penanaman modal
asing.
51
Adanya hubungan positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan
ekonomi sesuai pernyataan Wagner dalam Dumairy (1997), bila dalam
perekonomian suatu negara terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat
adanya investasi maka akan diikuti dengan pengeluaran pemerintah yang relatif
besar pula, sebagai akibat dari campur tangan pemerintah dalam mengatur
dampak kegiatan ekonomi itu sendiri yang muncul dalam bentuk eksternalitas
negatif.
2.2.11 Hubungan investasi dengan kesejahteraan
Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod-Domar
Todaro (2006) dinyatakan bahwa adanya hubungan
Dalam
positip antara tingkat
investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya Investasi disuatu
wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat
perkapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi
yang produktif. Investasi adalah motor suatu perekonomian, banyak investasi
yang direalisasikan di dalam suatu negara akan menunjukkan lajunya
pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan, sedangkan sedikitnya investasi
yang direalisasikan akan menunjukkan lambannya laju pertumbuhan (Rosyidi
dalam Suwarno, 2008).
Investasi
merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat.
Kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan
nasional. Peningkatan yang terjadi sudah tentu selalu dibarengi oleh penanaman
modal dan peningkatan produktivitas serta pendapatan per kapita yang pada
akhirnya akan meningkatkan PDRB dan kesejahteraan (Sukirno,2000). Hasil
52
penelitian Deddy Rustiono (2008) juga menunjukkan bahwa angkatan kerja,
investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi
dampak positif terhadap perkembangan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Jurnal
kajian ekonomi yang berjudul ketimpangan ekonomi antar provinsi di Sumatera
Utara oleh Yeniwati (2013) dengan menggunakan metode analisis indeks
ketimpangan Williamson, regresi OLS hasilnya menunjukkan bahwa dari 10
provinsi yang ada di Sumatera memiliki indeks ketimpangan yang lebih besar dari
rata-rata Sumatera ada lima provinsi, dan terdapat pengaruh yang signifikan
antara investasi dengan ketimpangan ekonomi di wilayah Sumatera.
2.2.12 Hubungan belanja langsung dengan kesejahteraan
Dampak pengeluaran pemerintah dalam jangka panjang terhadap kinerja
agregat ekonomi tergantung pada kinerja pemerintah. Dalam jangka pendek
belanja pemerintah akan memperluas permintaan agregat tetapi peningkatan
belanja pemerintah atas biaya dana pinjaman, akan menyempitkan beberapa
investasi swasta dan menghambat pertumbuhan permintaan agregat. Pengeluaran
pemerintah dapat menstimulus perimtaan dan penaearan terhadap barang dan jasa
sehingga akan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dan meningkatkan
investasi baik swasta, pemerintah maupun penanam modal asing. Aktivitas
ekonomi yang meningkat sebagai dampak dari investasi dapat menciptakan
kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.
Pernyataan tersebut diatas didukung oleh hasil penelitian Dedy Rustiono
(2008) dengan hasil penlitian bahwa temuan dari penelitian ini menunjukkan
53
bahwa angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja
pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB
Propinsi Jawa Tengah. Steven A.Y.Lin (1994) juga mengatakan bahwa
pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan laju
yang semakin mengecil.
Sasana : 2009 juga menyatakan bahwa pembelanjaan infrastruktur dan
sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih dapat memacu pertumbuhan ekonomi
dari pada kebijakan pemerintah pusat, karena daerah dianggap lebih tahu
kebutuhan masyarakatnya sehingga akan terwujud efisiensi ekonomi dan memacu
pertumbuhan ekonomi. Nazar Dahmardeh (2008) dalam jurnalnya yang berjudul
(Government Expenditures and its Impact on Poverty Reduction ( Empirical From
Sistan and Baluchestan Province of Iran) bertujuan untuk menemukan hubungan
antar pengeluaran pemerintah dan tingkat kemiskinan di Provinsi Sistan dan
Baluchestan Irandengan memeriksa efek dari pengeluaran anggaran pada tahun
1978-2008 terhadap pengurangan kemiskinan. Selanjutnya penelitian ini memiliki
distribusi pendapatan 420 rumah tangga di Sistan Baluchestan dan daerah pada
tahun 2010 dan diperkirakan dampak pengeluaran pemerintah dalam pengentasan
kemiskinan dengan menggunakan teknik Autoregressive DistributededLag (ARD).
Seperti terlihat pada hasil, pengeluaran konstruktif memiliki efek positif pada
pengurangan kemiskinan.
Studi yang menunjukkan hubungan positif antara pengeluaran pemerintah
dan pertumbuhan diantaranya: Ram (1986) menemukan hubungan positif antara
pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Diamond (1989) dalam
54
Sodik ( 2007) menyatakan bahwa pengeluaran sosial mempunyai hubungan
positif yang signifikan pertumbuhan ekonomi.
Dalam penelitian Arthur Goldsmith (2008) dalam Syeh Assery (2009),
menyatakan bahwa peningkatan belanja pemerintah dapat memperluas permintaan
agregat dalam jangka pendek tetapi juga dapat meningkatkan tingkat suku bunga
sehingga akan menurunkan investasi swasta dalam jangka panjang. Belanja
pemerintah dibagi menjadi dua komponen yaitu konsumsi masyarakat dan
investasi publik. Efek jangka pendek dari peningkatan belanja pemerintah adalah
sama untuk kedua komponen tetapi berbeda untuk efek jangka panjang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.3 Keaslian Penelitian
Beberapa
penelitian
terdahulu
penulis
gunakan
sebagai
bahan
perbandingan, demi mencegah adanya plagiarisme dalam penelitian ini adalah :
Suindyah D (2009) menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja dan pengeluaran
pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur, dinyatakan
bahwa dengan semakin meningkatnya investasi yang masuk ke Jawa Timur
khususnya investasi asing akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
jumlah tenaga kerja yang bekerja memupunyai pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan pertumbuhan ekonomi, serta pengeluaran pemerintah
akan
memberikan dukungan terhadap pelaksanaan pembangunan khususnya di Jawa
Timur,
karena
dengan
semakin
bertambahnya
menyebabkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
pengeluaran
pemerintah
55
Jurnal Ali Sulieman Al-Shatti (2014) menguji dampak dari pengeluaran
publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Yordania selama jangka waktu (19932013), dengan menentukan kontribusi pengeluaran saat ini dan modal Pendidikan,
Kesehatan, Perekonomian, dan Perumahan dan masyarakat Utilitas sebagai persen
dari total pengeluaran publik, dan kemudian memeriksa dampak dari masingmasing dari pada pertumbuhan ekonomi di Yordania. Dua model matematika
telah dirancang untuk mengukur dampak ini, yang pertama mengukur dampak
pengeluaran fungsional saat ini, dan model kedua mengukur dampak pengeluaran
fungsional modal terhadap pertumbuhan ekonomi di Yordania. Hasil empiris
menunjukkan bahwa dampak dari pengeluaran saat ini dan modal pada pendidikan
telah gagal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan itu adalah karena
tingginya biaya pendidikan, terutama pendidikan tinggi di sektor swasta di
Yordania, serta tingkat pengangguran yang semakin meningkat, dan pengeluaran
untuk urusan kesehatan dan ekonomi harus didorong karena berdampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kajian pengaruh Dana Perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Sulawesi Tengah telah dilakukan oleh Yulian Rinawati Tahaa,DKK
(2010) dengan hasil yang diperoleh bahwa DBH, DAU, DAK, berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kesejahteraan melalui investasi swasta. Karena
dana perimbangan tersebut dialokasikan pada pembiayaan infrastruktur ekonomi
yang pada akhirnya menunjang kegiatan investasi swasta. Ketertarikan investor
untuk melakukan investasi di daerah adalah karena tersedianya sarana dan
prasarana yang menunjang kegiatan produksi barang dan jasa. Hal ini
56
mengindikasikan bila sebuah daerah ingin menumbuhkan investasi swasta, maka
dana perimbangan yang terdiridari DBH, DAU, DAK tersebut seyogyanya juga
tumbuh secara positif. DBH, DAU dan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dana perimbangan dialokasikan
pada pembangunan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini
mengindikasikan bahwa pembangunan infrastruktur ekonomi berdasarkan
kebutuhan dapat mendorong kegiatan produksi barang atau jasa sehingga ekonomi
daerah akan tumbuh.
DBH, DAU dan DAK
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui investasi swasta. Besar dan kecilnya dana
perimbangan yang dialokasikan pada pembangunan sarana dan prasarana
penunjang kegiatan ekonomi akan berpengaruh pada investasi swasta. Dengan
adanya kegiatan investasi swasta akan menciptakan kesempatan kerja, dan
menciptakan multiple effect sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Artinya dana perimbangan tersebut dialokasikan pada pembiayaan
infrastruktur ekonomi yang pada akhirnya menunjang kegiatan investasi swasta.
Ketertarikan investor untuk melakukan investasi di daerah
adalah karena
tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan produksi barang dan
jasa.
Hasil penelitian Andaiyani (2012) dengan menggunakan analisis regresi
berganda diperoleh hasil bahwa IPM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
belanja modal, sedangkan pertumbuhan ekonomi dan belanja operasional tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi belanja modal. Pengaruh
57
Pengeluaran Pemerintah Bidang Ekonomi, Kesehatan, dan Pendapatan Perkapita
Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Bali adalah penelitian yang
dilakukan oleh Pramana (2008) dengan menggunakan data panel yang diolah
dengan teknik analisis regresi linier berganda hasilnya menunjukkan pengeluaran
pemerintah (bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan) berpengaruh secara
signifikan berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat provinsi bali.
Penelitian Kami Artana (2009) hasilnya menunjukkan bahwa investasi
dan tenaga kerja baik secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, dan secara parsial dengan menggunakan metode linier dan
log linier ternyata investasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
tetapi tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan pada
periode 1990-2007.Sinta Regina Trisnu (2014) dengan menggunakan data time
series 1990-2012 yang dianalisis dengan regresi liner berganda diperoleh hasil
bahwa penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri secara
simultan dan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap produk
domestik bruto.
Fransisca Roosiana Kurniawati (2010) dengan menggunakan sampel
penelitian laporan keuangan dari 28 provinsi yang telah diaudit oleh BPK RI
dengan pendapat wajar dan wajar tanpa pengecualian, diperoleh hasil bahwa DAU
berpengaruh positif secara signifikan terhadap belanja daerah. Hasilnya juga
menyatakan bahwa pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih besar daripada
pengaruh PAD terhadap belanja daerah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak
58
daerah masih tergantung dengan dana yang dikucurkan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah belum dapat sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat di dalam
mengatur rumah tangga daerah. Dinyatakan bahwa selama kurang lebih sembilan
tahun pelaksanaan otonomi daerah, ternyata belum ada perkembangan yang
signifikan atas usaha pemerintah daerah untuk membangun kemandirian keuangan
daerah. Porsi PAD yang merupakan salah satu komponen kemandirian daerah
ternyata belum mampu ditingkatkan oleh pemerintah daerah, apalagi untuk
menutup pembelanjaan pemerintah daerah. Hasil penelitian Muhamad Rizal Mubaroq
(2013) dinyatakan bahwa investasi pemerintah, jumlah tenaga kerja dan desentralisasi
fiskal kabupaten kota di Indonesia pada tahun 2007-1010 memiliki pengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Sama dengan Bambang Prakosa (2004) menyatakan
bahwa secara empiris besarnya belanja daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang
diterima dari pemerintah pusat.
Mosayeb Pahlavani (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Government
Revenue And Government Expenditure Nexus In Asian Countries:Panel
Cointegration And Causality Mohsen Mehrara Faculty of Economics, ditemukan
hubungan kointegrasi antara pendapatan pemerintah dan pengeluaran pemerintah
dengan menerapkan uji panel kointegrasi. Implikasi kebijakan dari hasil
menunjukkan bahwa ada saling ketergantungan antara pengeluaran pemerintah
dan pendapatan. Pemerintah membuat keputusan pengeluaran dan pendapatan
secara bersamaan. Dalam skenario ini otoritas fiskal negara-negara ini dengan
defisit anggaran harus meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran
secara bersamaan dalam rangka untuk mengendalikan anggaran defisit mereka.
59
Ranis (2004) dalam artikelnya yang berjudul Human Development And
Economic Growth, digambarkan bahwa tujuan akhir dari proses pembangunan,
dengan pertumbuhan ekonomi, yang digambarkan sebagai proxy yang tidak
sempurna lebih kesejahteraan umum, atau sebagai sarana menuju pembangunan
manusia ditingkatkan. Perdebatan ini telah memperluas definisi dan tujuan
pembangunan, tetapi masih perlu untuk menentukan keterkaitan penting antara
pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Sampai-sampai yang lebih
besar kebebasan dan kemampuan meningkatkan kinerja ekonomi, pembangunan
manusia akan memiliki dampak penting pada pertumbuhan. Demikian pula,
sejauh bahwa peningkatan pendapatan akan meningkatkan berbagai pilihan dan
kemampuan dinikmati oleh rumah tangga dan pemerintah , pertumbuhan ekonomi
akan meningkatkan pembangunan manusia.
Terdapat beberapa persamaan penelitian ini bila dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya terdapat beberapa kemiripan antara lain : permasalahan,
variabel, metodeloginya dan beberapa alat analisis yang digunakan, tetapi yang
membedakan adalah pada lokasi, periode waktu penelitian, dan objek penelitian.
60
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kesejahteraan dan keadilan merupakan cita-cita Bangsa Indonesia sesuai
yang tersirat dalam Pancasila dan UUD 1945, dinyatakan bahwa setiap orang
berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, terpenuhi kebutuhan rohaninya,
kebebasan berkeyakinan, memperoleh pendidikan atau psikologinya. Dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat bagi seluruh rakyat Indonesia
dapat diwujudkan melalui pelaksanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat
maupun pelaksanaan pembangunan daerah.
Pelaksanaan pembangunan daerah adalah bagian dari pelaksanaan otonomi
daerah berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan
telah
menempatkan manusia sebagai titik sentral yaitu bertujuan meningkatkan
partisipasi rakyat dalam proses pembangunan serta meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan semua lapisan masyarakat (BPS,2007).
Salah satu konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya sumber
keuangan
daerah
yang
memadai
guna
membiayai
penyelenggaraan
pemerintahannya, sesuai ketentuan yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
dinyatakan bahwa sumber pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran
61
daerah terdiri dari : PAD, dana perinbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang
sah.
Keberhasilan pembangunan secara umum dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonominya dan capaian IPM dalam suatu daerah. IPM merupakan salah satu
indikator tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah yang menggambarkan
kombinasi antara tingkat kesehatan, tingkat pendidikan dan standar hidup layak
(dengan ukuran ketimpangan antar wilayah), seperti yang terjadi pada
kabupaten/kota di Provinsi Bali tampak terjadi ketimpangan terutama pada empat
kabupaten pada periode 2007-2012 yaitu pada Kabupaten (Karangasem,
Klungkung, Bangli dan Buleleng).
Jumlah penduduk dan investasi merupakan komponen utama yang
mendorong pertumbuhan ekonomi (Harror-Dommar dalam Todaro, 2006). Watak
ganda yang dimiliki oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi menurut
Arsyad (2010) adalah pertama ia menciptakan pendapatan, kedua ia memperbesar
kapasitas produksi pertanian dengan cara menaikkan stok modal. Karena itu
selama investasi netto tetap berjalan, pendapatan nyata dan output akan senantiasa
tambah besar. Dengan majunya teknologi maka peranan faktor produksi “modal”
melalui investasi menjadi penting dalam pembangunan guna menciptakan
kesempatan
kerja
yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi
guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Seiring dengan terciptanya kesempatan kerja yang diakibatkan oleh
investasi akan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi, yang selanjutnya dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan
62
pengeluaran pemerintah khususnya belanja langsung. Berkaitan dengan hukum
Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin meningkatnya pengeluaran
pemerintah karena meningkatnya aktivitas ekonomi dapat menimbulkan
eksternalitas negatif sehingga memerlukan intervensi pemerintah.
Dapat
dikatakan
bahwa
untuk
dapat
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat, diperlukan anggaran belanja yang disebut belanja langsung oleh
pemerintah yang salah satunya bersumber dari dana perimbangan, adanya
peningkatan investsi baik oleh masyarakat, swasta dan maupun pemerintah yang
bersumber dari penanam modal dalam negeri (PMDN) dan luar negeri serta
keterlibatan sumber daya manusia (penduduk) baik selaku subyek dan obyek
pembangunan. Untuk memperjelas gambaran kerangka berpikir dapat dilihat pada
Gambar 3.1
63
Cita-cita Bangsa Indonesia Berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 untuk Mewujudkan Kesejahteraan dan
Keadilan Sosial Bagi Seluh Rakyat Indonesia
Pemerataan Pembangunan Dapat terwujud melalui
Penyelenggaraan Otonomi Daerah Berdasarkan :
1) UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
2) UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Keberhasilan Pembangunan Daerah
Tingkat Kesejahteraan (IPM )
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (IPM)
pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Kurang Merata
( Belanja Langsung)
Jumlah Penduduk
Dana Perimbangan
Investasi
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir :Penelitian Pengaruh Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan
dan Investasi Terhadap kesejahteraan Melalui Belanja Langsung
Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
3.2 Kerangka Konsep
Kesejahteraan adalah merupakan harapan setiap individu dan tujuan utama
pembangunan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD
64
1945 sebagai suatu landasan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang telah meletakkan dasar-dasar tata kelola dan kehidupan bernegara, berawal
dari bentuk negara sampai kepada kesejahteraan sosial. Setiap orang berhak untuk
hidup sejahtera, lahir batin, memperoleh layanan kesehatan, pendidikan atau
psikologinya. Landasan itulah yang seharusnya dijadikan pedoman bagi
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan.
Pemberian otonomi melalui asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan sesuai UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah
memberikan kesempatan dan peluang bagi seluruh pemerintah daerah khususnya
pemerintah kabupaten/kota untuk menggali dan memanfaatkan segala potensi
yang ada dalam pembangunan, guna meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan. Selanjutnya
mengacu pada UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dinyatakan salah satu sumber
penyelenggaran pembangunan daerah adalah melalui dana perimbangan.
Penduduk memiliki
peranan
sangat
penting dalam pembangunan,
sesuai dengan asumsi klasik bahwa jumlah penduduk mampu mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. John Stuart Mill dapat menerima pendapat Malthus
mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan
makanan sebagai suatu aksioma, namun pada
situasi tertentu manusia dapat
mempengaruhi perilaku demografinya, tidak benar bahwa kemiskinan tidak dapat
dihindarkan atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis. Kalau pada
65
suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan
ini hanya bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu:
mengimport bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah
tersebut ke wilayah lain. Hal ini dapat diatasi
dengan meningkatkan tingkat
golongan yang tidak mampu melalui peningkatan pendidikan, kesehatan sehingga
mereka mampu berpikir secara rasional untuk mempertimbangkan perlu tidaknya
menambah jumlah anak sesuai dengan karir dan usaha yang ada.
Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk adalah indikator kependudukan
yang menjadi isu penting dalam pembangunan ekonomi. Tingginya laju
pertumbuhan penduduk akan berimplikasi terhadap perencanaan pembangunan
yang berkaitan dengan pemenuhan kebutahan dasar, pendidikan dan kesehatan
yang berdampak terhadap besarnya pengeluaran pemerintah (belanja langsung)
untuk membiayai pembangunan guna dapat meningkatkan kesejahteraan
penduduk. Pertumbuhan penduduk dihubungkan dengan kenaikan angkatan kerja
secara tradisional dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi (Todaro, 2002).
Dalam jurnalnya Suyekti Suindyah D (2009) dinyatakan bahwa semakin
meningkatnya investasi yang masuk ke Jawa Timur khususnya investasi asing
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, jumlah tenaga kerja yang bekerja
memupunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan
ekonomi, serta pengeluaran pemerintah akan memberikan dukungan terhadap
pelaksanaan pembangunan khususnya di Jawa Timur, karena dengan semakin
bertambahnya pengeluaran pemerintah menyebabkan meningkatnya pertumbuhan
66
ekonomi. Hasil penelitian Deddy Rustiono (2008) juga menunjukkan bahwa
angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah
daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB di Propinsi Jawa
Tengah.
Adanya hubungan positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan
ekonomi (Wagner dalam Dumairy, 1997), bila dalam perekonomian suatu negara
terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat adanya investasi maka akan
diikuti dengan pengeluaran pmerintah yang relatif besar pula, sebagai akibat dari
campur tangan pemerintah dalam mengatur dampak kegiatan ekonomi itu sendiri
yang muncul dalam bentuk eksternalitas
negatif. Seiring dengan pernyataan
tersebut bahwa dalam pelaksanaan pembangunan daerah guna mewujudkan
kesejahteraan masayarakat, diperlukan sumber-sumber pembiayaan sebagaimana
diatur dalam Undang-undang No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dinyatakan bahwa Pembiayaan Otonomi
Daerah bersumber dari Pendapatan Daerah yang bersumber dari PAD, Dana
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Jurnal berjudul Official development assistance (ODA), public spending and
economic growth in Ethiopia oleh Tofik Siraj (2012) dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk investasi fisik dan
pengembangan sumber daya manusia memiliki kontribusi positif terhadap
pertumbuhan ekonomi sementara belanja konsumsi mempengaruhi pertumbuhan
negatif. Selain itu, dibandingkan dengan mereka yang berpendapat bahwa ODA
merugikan pertumbuhan negara penerima, studi ini menemukan kontribusi positif
67
dalam pertumbuhan Ethiopia, terutama selama delapan tahun terakhir ketika
negara mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Namun, negara sangat
tergantung pada bantuan dan pinjaman, yang membuatnya rentan terhadap
perubahan aliran bantuan.
Pentingnya peranan dana perimbangan terhadap keberhasilan pelaksanaan
otonomi daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat didukung hasil kajian Yulian Rinawati Tahaa,DKK (2010), bahwa
DBH, DAU dan DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan
melalui investasi swasta. Artinya dana perimbangan tersebut dialokasikan pada
pembiayaan infrastruktur ekonomi yang pada akhirnya menunjang kegiatan
investasi swasta. Ketertarikan investor untuk melakukan investasi di daerah
adalah karena tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan
produksi barang dan jasa. Hal ini mengindikasikan bila sebuah daerah ingin
menumbuhkan investasi swasta, maka dana perimbangan yang terdiri dari DBH,
DAU, DAK tersebut seharusnya juga tumbuh secara positif. DBH, DAU
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Chude (2012)
dalam jurnalnya yang berjudul Impact Of Government
ExpenditureOn Economic Growth In Nigeria, hasil penelitian menunjukkan
bahwa total Pengeluaran Pendidikan sangat dan signifikan secara statistik dan
memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria dalam
jangka panjang. Hasilnya memiliki implikasi penting dalam hal kebijakan dan
pelaksanaan anggaran di Nigeria.
68
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan pada Gambar 3.1 dan
beberapa teori serta kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, maka
dapat digambarkan kerangka konsep seperti Gambar. 3.2
Jumlah
Penduduk
(X1)
Dana
Perimbangan
(x2)
e1
e1
Belanja Langsung
(Y1)
Kesejahteraan
Masyarakat
(Y2)
Investasi
(X3)
Gambar 3.2.
Kerangka Konsep: Pengaruh Jumlah Penduduk,Dana Perimbangan Dan Investasi
Terhadap Kesejahteraan Masyarakat melalui Belanja Langsung Pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan pernyataan ilmiah yang dilandasi oleh kajian teoritik
dan empiris yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang
dihadapi untuk diuji kebenarannya berdasarkan data empiris yang akan
dikumpulkan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
69
1. Jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan di kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun
2007-2012.
2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan jumlah penduduk, dana
perimbangan dan investasi secara
tidak langsung terhadap kesejahteraan
masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten /kota Provinsi Bali pada
tahun 2007-2012.
70
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah dan tujuan penelitian ini metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif yang merupakan analisis angka-angka sehingga dapat dihitung dan
menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan hasil penelitian. Rancangan
penelitian ini menggunakan metode analisis jalur (path analisys) dengan
menggunakan tiga variabel bebas yaitu jumlah penduduk, dana perimbangan dan
investasi, satu variabel terikat yaitu kesejahteraan masyarakat dan
variabel
belanja langsung sebagai variabel mediator. Menurut Baron dan Keny (1986)
dalam Ghozali :2012 dinyatakan suatu variabel disebut mediator jika variabel
tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel predictor (independen) dan
variabel dependen.
4.2 Lokasi , Ruang Lingkup dan Waktu Penelitan
Lokasi penelitian ini dilakukan pada kabupaten/kota di Provinsi Bali,
karena tampak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap nilai IPM pada empat
kabupaten (Karangasem, Klungkung, Bangli dan Buleleng) dibandingkan dengan
empat kabupaten (Badung, Badung, Tabanan, Gianyar, Jembrana) dan Kota
Denpasar.
Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas bahwa ruang lingkup
penelitian ini adalah variabel Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Jumlah
Investasi
pemerintah
melalui
belanja
modal,
Belanja
Langsung,
serta
71
kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali dengan data yang
digunakan dalam penelitian ini dari tahun 2007-2012.
4.3 Identifikasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel yaitu variabel exogeneous,
variabel endogenous dan variabel intervening. Ketiga variabel tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
(a) Variabel jumlah penduduk (X1), dana perimbangan (X2) dan investasi (X3)
merupakan variabel exogenieu atau disebut pula sebagai variabel
independen.
(b) Variabel belanja langsung (Y1) merupakan variabel intervening
mempengaruhi
hubungan
variabel
jumlah
perimbangan (X2), investasi (X3) terhadap
penduduk
(X1),
yang
dana
variabel kesejahteraan
masyarakat (Y2)
(c) Variabel kesejahteraan masyarakat
adalah variabel endogenieus atau
disebut pula sebagai variabel dependen.
4.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian
1) Variabel jumlah penduduk dalam penelitian ini adalah penduduk Bali
berumur 15 tahun keatas yang bekerja di wilayah kabupaten/kota di
Provinsi Bali periode tahun 2007-2012 yang dinyatakan dalam satuan
orang.
2) Variabel dana perimbangan adalah jumlah realisasi dana perimbangan
(DBH, DAU dan DAK) pada kabupaten/kota di Provinsi Bali periode
tahun 2007-2012 yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah (Rp).
72
3) Variabel Investasi dalam penelitian ini adalah realisasi investasi yang
dilakukan pemerintah yaitu jumlah belanja modal pada kabupaten/kota di
Provinsi Bali yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah (Rp.)
4) Variabel belanja langsung dalam penelitian ini adalah jumlah belanja
daerah yang terealisasi yang terkait secara langsung dengan program dan
kegiatan, yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta
belanja
modal
yang
terealisasi
periode
tahun
2007-2012
pada
kabupaten/kota di Bali yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah (Rp.)
5) Variabel kesejahteraan masyarakat dalam penelitian ini adalah nilai IPM
pada kabupaten/kota di Provinsi Bali dari Tahun 2007 – 2012 yang
dinyatakan dalam satuan point.
4.5 Jenis dan Sumber Data
4.5.1 Jenis data
1) Data kuantitatif adalah data yang mempunyai satuan hitung (Sugiyono,
2010:13), Contohnya: data jumlah penduduk, data dana perimbangan,
data investasi, data belanja langsung dan data kesejahteraan
di
kabupaten/kota Provinsi Bali.
2) Data kualitatif adalah data-data yang berupa keterangan-keterangan yang
tidak mempunyai satuan hitung, yang digunakan untuk memberikan
penjelasan yang mendukung penelitian (Sugiyono, 2010:14). Contohnya
gambaran umum kabupaten/kota di Provinsi Bali.
4.5.2 Sumber Data
1)
Data primer adalah data yang secara langsung dikumpulkan oleh peneliti
dan dipublikasikan oleh peneliti yang bersangkutan. Data tersebut
73
meliputi informasi atau keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara
dengan para pejabat yang menangani data investasi, di Badan Penanaman
Modal dan Perijinan (BPMP) Provinsi Bali dan Pejabat Perpustakaan di
Badan Statistik Provinsi Bali..
2)
Data sekunder adalah data yang sudah dikumpulkan dan telah
dipublikasikan oleh pihak-pihak lain: seperti data jumlah penduduk di
kabupaten/kota Provinsi Bali, data dana perimbangan di kabupaten/kota
Provinsi Bali, data investasi di kabupaten/kota Provinsi Bali, data jumlah
belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali dan data kesejahteraan
masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012.
4.6 Metode Pengumpulan Data
Seluruh data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan
metode observasi nonpartisipan dan melalui wawancara.
1) Metode observasi nonpartisipan dilakukan dengan mengamati secara langsung
dokumen yang dikeluarkan oleh instansi berwenang, yaitu: BPMP Provinsi
Bali, Biro Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi Bali dan Badan Pusat
Statistik Provinsi Bali.
2) Wawancara mendalam dilakukan dengan Kepala Bagian Anggaran Setda
Provinsi Bali dan Pejabat/staf perpustakaan di Badan Pusat Statistik ( BPS)
Provinsi Bali.
4.7
Teknik Analisis Data
4.7.1 Analisis deskriptif
74
Penerapan analisis deskriptif dalam studi ini dengan menerapkan statistik
deskriptif untuk menghitung rata-rata, tabel-tabel, gambar-gambar dan sebagainya
yang dibuat atau dihitung dengan program SPSS dan excel.
4.7.2 Analisisjalur ( Path analysis)
Analisis jalur (Path analysis) merupakan perluasan dari analisis regresi
berganda untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model causal), jika
variabel eksogenous
mempengaruhi variabel endogenous tidak hanya secara
langsung tetapi juga secara tidak langsung. Dalam path analysis terdapat suatu
variabel yang memiliki peran ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu
hubungan namun menjadi variabel dependen pada suatu hubungan yang lain
(Ghozali, 2012). Dan dengan menggunakan analisis jalur memungkinkan untuk
mengakses perluasan sejauh mana data yang berhasil dikumpulkan konsisten
dengan hypothezed caucal structure (J. Supranto, 2004).
Koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi (Gozali:2012).
Standarisasi merupakan suatu upaya untuk meletakan semua variabel pada basis
yang sama, agar dapat membandingkan kontribusi masing-masing variabel bebas
untuk menerangkan variabel terikat (Nachrowi, 2006). Dinyatakan pula bahwa
jika koefisien beta suatu variabel bebas lebih besar dibanding yang lain, maka
dapat dikatakan bahwa kontribusi variabel bebas tersebut untuk menerangkan
variabel terikat, lebih besar dibanding variabel bebas lainnya.
Langkah-langkah Analisis Jalur dapat dilihat pada uraian berikut (Suyana
Utama, 2007), yaitu sebagai berikut:
75
Langkah pertama dalam analisis jalur adalah merancang model
berdasarkan konsep dan teori. Model tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan sehingga membentuk sistem persamaan struktural, karena model
tersebut dikembangkan untuk menjawab permasalahan penelitian yang berbasis
teori dan konsep, maka dinamakan model hipotetik.
Langkah kedua dari analisis jalur adalah pemeriksaan terhadap asumsi
yang melandasi. Menurut Sarwono (2007) prinsip-prinsip dasar yang sebaiknya
dipenuhi dalam analisis jalur diantaranya adalah.
1) Dalam model analisis jalur, hubungan antar variabel adalah linier dan aditif.
2) Hanya model rekrusif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran kausal
ke satu arah, sedangkan pada model yang mengandung kausal resiprokal tidak
dapat dilakukan analisis jalur.
3) Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval.
4) Pengamatan diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan
reliabel).
5) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar
berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan.
6) Uji linieritas menggunakan curve fit dan menerapkan prinsip parsiomony,
yaitu bilamana seluruh model nonsignifikan berarti dapat dikatakan model
berbentuk linier.
Langkah ketiga di dalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau
koefisien path. Perhitungan koefisien pada gambar diagram jalur pada uraian
sebelumnya dijelaskan.
76
(1)Untuk anak panah bolak-balik ←→ koefisennya adalah koefisien korelasi, r
(2)Untuk anak panah satu arah → digunakan perhitungan regresi variabel yang
distandarkan, secara parsial pada tiap-tiap persamaan. Metode yang digunakan
adalah Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode kuadrat terkecil biasa. Hal
ini dapat dilakukan mengingat modelnya rekrusif (satu arah). Dari perhitungan
ini diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung.
(3)Didalam analisis jalur disamping ada pengaruh langsung juga terdapat
pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Koefisien beta dinamakan
koefisien jalur merupakan pengaruh langsung, sedangkan pengaruh tidak
langsung dilakukan dengan mengalikan koefisien beta dari variabel yang
dilalalui. Pengaruh total dihitung dengan menjumlahkan pengaruh langsung
dan pengaruh tak langsung (Gozhali, 2012).
Langkah keempat di dalam analisis jalur adalah pemeriksaan validitas atau
kesahihan model. Sahih tidaknya suatu hasil analisis tergantung dari terpenuhi
atau tidaknya asumsi yang melandasinya. Terdapat dua indikator validitas model
di dalam analisis jalur, yaitu koefisien determinasi total dan theory trimming.
(a) Koefisien determinasi total
Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan :
Rm2 = 1 – P2eiP2e2 …P2ep ….……………………………………
(4.1)
Dalam hal ini interprestasi terhadap Rm sama dengan interprestasi koefisien
determinasi (R2) pada analisis regresi. Pei yang merupakan standar error of
estimate dari model regresi dihitung dengan rumus :
Pei = √1 – R2
..
……………………………………………......
(4.2)
77
(b). Theory Trimming
Uji validasi koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung
adalah sama dengan pada analisis regresi, menggunakan nilai p (p-value) dari uji t
yaitu pengujian koefisien regresi variabel yang dibakukan secara parsial.
Berdasarkan theory trimming, maka jalur yang non signifikan dibuang sehingga
diperoleh model yang didukung oleh data empiris kecuali model tertentu yang
didukung oleh teori atau penelitian sebelumnya (bukti empiris).
Langkah kelima dalam analisis jalur adalah melakukan interprestasi hasil
analisis,
yaitu
mengidentifikasi
menentukan
jalur
yang
jalur-ljalur
pengaruh
pengaruhnya
lebih
yang
kuat,
signifikan
yaitu
dan
dengan
membandingkan besarnya koefisien jalur yang terstandar.
Langkah keenam adalah menghitung penngaruh tidak langsung jumlah
penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat
(IPM) melalui belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali. Baron dan
Kenny dalam Ghozali ( 2012) dinyatakan bahwa suatu variabel disebut variabel
intervening jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel
independen dngan variabel dependen.
Karakteristik analisis jalur adalah metode analisis data multivariate
dependensi yang digunakan untuk menguji hipotesis hubungan asimetris yang
dibangun atas dasar kajian teori tertentu, dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel penyebab terhadap
variabel akibat ( Kusnendi:2008 dalam Pande Ariasih: 2013). Kerlinger (2002)
78
menyebutkan bahwa dengan menggunakan analisis jalur akan dapat dihitung
pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel.
Pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap
kesejahteraan melalui belanja langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali
tahun 2007-2012 diilustrasikan seperti pada Gambar 4.1, dengan penjelasan
bahwa jumlah penduduk (X1) dapat berpengaruh langsung terhadap belanja
langsung (Y1) dan dapat juga berpengaruh tidak langsung terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1). Dana perimbangan (X2) dapat
berpengaruh langsung terhadap belanja langsung (Y1) dan dapat juga berpengaruh
tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung
(X1). Serta Investasi (X3) dapat berpengaruh langsung terhadap belanja langsung
(Y1) dan
dapat juga berpengaruh tidak langsung terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1).
Pengaruh langsung jumlah penduduk (X1) terhadap belanja langsung (Y1)
ditunjukkan koefisien jalur β1 dan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2)
ditunjukan oleh koefisien β4. Pengaruh langsung dana Perimbangan (X2) belanja
langsung (X1) ditunjukkan oleh koefisien jalur β2 dan terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) ditunjukkan oleh koefisien jalur β5. Dan pengaruh langsung
investasi (X3) terhadap belanja langsung (Y1) ditunjukkan koefisien jalur β3 dan
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) ditunjukan oleh koefisien
β6. Serta
pengaruh langsung belanja langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2)
ditunjukkan oleh koefisien β7. Total pengaruh jumlah penduduk (X1) terhadap
belanja langsung (Y1) dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh
79
tidak langsung. Total pengaruh dana Perimbangan (X2) terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung. Total pengaruh invesatsi (X3) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2)
dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung.
Asumsi analisis jalur.
1) Variabel jumlah penduduk berpengaruh terhadap belanja langsung (β1)
2) Variabel jumlah penduduk berpengaruh terhadap kesekahteraan masyarakat
(β4)
3) Variabel dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja langsung (β2)
4) Variabel dana perimbangan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat
(β5)
5) Variabel investasi berpengaruh terhadap belanja langsung (β3)
6) Variabel investasi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat (β6)
7) Variabel belanja langsung berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat (β7)
Model tersebut dikembangkan untuk menjawab permasalahan penelitian
serta berbasis teori dan konsep, yang dapat diilustrasikan seperti Gambar (4.1)
Pengaruh Jumlah Penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap
kesejahteraan melalui belanja langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali.
80
Β5
Jumlah
Penduduk (X1)
β4
e2
e1
β1
Dana
Perimbangan
(X2)
β2
Belanja
langsung (Y1)
β7
Kesejahteraan
Masyarakat
(Y2)
β3
Investasi
(X3)
Β6
Gambar 4.1
Diagram Jalur Variabel Penelitian
Pada Gambar 4.1 tampak pada setiap variabel endogenous terdapat anak panah
yang menuju variabel tersebut yang berfungsi menjelaskan jumlah varian yang
tidak dapat dijelaskan. Jadi anak panah e1 ke variabel belanja langsung (Y1)
menunjukkan jumlah varian variabel belanja langsung (Y1) yang tidak dijelaskan
jumlah penduduk (X1), variabel dana perimbangan (X2)dan variabel investasi (X3).
Anak panah e2 menuju ke variabel kesejahteraan masyarakat (Y2) menunjukkan
jumlah varian variabel kesejahteraan masyarakat (Y2) yang tidak dapat dijelaskan
variabel jumlah penduduk (X1), variabel dana perimbangan (X2) dan variabel
investasi (X3) dan variabel belanja langsung (Y1).
Nilai kekeliruan taksiran standar ( standard error of estimate), yaitu:
ei = √1 – R2
..
……………………………………………......
(4.3)
81
Koefisien jalur adalah koefisien regresi standar atau disebut “beta” yang
menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel
terikat dalam suatu model jalur tertentu. Bila suatu model memiliki 2 atau
lebih variabel penyebab, maka koefisien-koefisien jalurnya merupakan
koefisen regresi
parsial yang mengukur besarnya pengaruh satu variabel
terhadap variabel lain dalam satu model jalur teretentu yang mengontrol dua
atau lebih variabel lain sebelumnya dengan menggunakan data yang sudah
distandarkan atau matriks korelasi sebagai masukan ( Kusnendi :2008 dalam
Pande Ariasih :2013).
Dari uraian diatas koefisien jalur dihitung dengan membuat dua persamaan
struktural yaitu persamaan regresi yang menujukkan hubungan yang
dihipotesiskan, dengan dua persamaan adalah:
Y1= β1 X1 + β2 X2+ β3 X3 +ε1 ………………………………………….……………… (4.4)
Y2= β4X1 + β6 X2 + β5 X3+ β7Y1+ ε2 ….…………………………………….………. (4.5)
Keterangan:
Y1
= Belanja Langsung
Y2
= Kesejahteraan masyarakat
X1
X2
X3
e1 e2
X3
= Jumlah Penduduk
= Dana Perimbangan
= Investasi
= variabel penggangu
= Investasi
β1,β2, β3 β4,β5, β6 β7 = Koefisien dari masing-masing variabel
Uji validitas koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung
adalah sama dengan analisis regresi, menggunakan nilai p. value dari uji t, yaitu
82
pengujian koefesien regresi variabel yang dilakukan secara parsial. Berdasarkan
theory triming, maka jalur – jalur yang non signifiikan dibuang sehingga
diperoleh model yang didukung oleh data emperis, kecuali untuk model yang
didukung oleh konsep dan teori.
Langkah terakhir di dalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi
hasil
analisis
yaitu
menentukan
jalur
pengaruh
yang
signifikan
dan
mengidentifikasi jalur yang pengaruhnya lebih kuat yaitu dengan membandingkan
besarnya koefisien jalur yang terstandar.
83
BAB V
DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Provinsi Bali terdiri dari satu pulau utama, yaitu Pulau Bali dan beberapa
pulau kecil lainnya, seperti Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa
Lembongan, Pulau Serangan dan Pulau Menjangan. Secara administrasi, Provinsi
Bali terbagi menjadi 8 kabupaten, 1 kota, 57 kecamatan, 716 desa/kelurahan,
1.480 desa pakraman (desa adat), dan 1.604 subak sawah serta 1.107 subak abian.
Provinsi Bali berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur di sebelah barat, Laut Bali
di sebelah utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat di sebelah timur dan Samudera
Indonesia di sebelah selatan.Secara rinci luas wilayah, jumlah kecamatan dan
jumlah desa pekraman masing-masing kabupaten/kota tampak seperti Tabel 5.1.
Luas wilayah Provinsi Bali secara keseluruhan adalah 5.636,66 km2pada
tahun 2012
dengan jumlah penduduk 4.007.200 Orang dan kalau dirinci
perkabupaten adalah: .Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar yaitu 1.365,88
km2 jumlah penduduknya 634.300 orang lebih rendah dari jumlah penduduk Kota
Denpasar,diikuti Kabupaten Jembrana 841,80 km2 jumlah penduduknya 266.200
0rang, Kabupaten Karangasem 839,54 km2 julah penduduknya 402.200 Orang,
Tabanan 839,33 km2 jumlah penduduknya 427.800 orang , Bangli 520,81 km2
jumlah penduduknya 218.700 orang, Badung 418,52 km2 jumlah penduduknya
575,000 orang, Gianyar 368,00 km2dengan penduduk 481,200 orang , Klungkung
315,00 km2 penduduknya terendah yaitu sejumlah 172,900orang dan terkecil
84
adalah Kota Denpasar dengan luas wilayah terkecil yaitu seluas 127,78 km2
dengan jumlah penduduknya tertinggi yaitu sejumlah 828,900 orang.
Tabel 5.1
Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah
DesaPakramanMenurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2012
No
Kabupaten/Kota
Luas
Wilayah
(km2)
Jumlah
Kecamatan
Jumlah Desa/
Kelurahan
Jumlah
Desa
Pakraman
1
Jembrana
841,80
5
51
64
2
Tabanan
839,33
10
133
346
3
Badung
418,52
6
62
122
4
Gianyar
368,00
7
70
272
5
Klungkung
315,00
4
59
113
6
Bangli
520,81
4
72
168
7
Karangasem
839,54
8
78
190
8
Buleleng
1.365,88
9
148
170
9
Denpasar
127,78
4
43
35
5.636,66
57
716
1.480
Jumlah
Sumber: BPS Provinsi Bali Tahun 2014.
Provinsi Bali merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia yang
memiliki luas wilayah hanya 0,29% dari luas wilayah Indonesia.
Secara
geografis, Provinsi Bali terletak pada posisi 08o-03’ 40” - 08o 50’ 48” Lintang
Selatandan 114o 25’23” – 115o 42’ 40” Bujur Timur. Batas-batas wilayah Provinsi
Bali adalah
85
sebelah utara Laut Bali, sebelah timur Selat Lombok, sebelah selatan Samudera
P. M enjangan
T
L A U
8°10'
1 15°30'
1 15°10'
1 14°50'
1 14°30'
Indonesia dan sebelah barat Selat Bali seperti (Gambar 5.1).
I
B A L
T
LA
SE
KABUPAT EN BULELENG
S E L A T L OM B OK
L I
B A
KABUPAT EN
BAN GLI
KABUPAT EN JEMBRANA
KABUPAT EN KARANGASEM
KABUPAT EN T ABANAN
KABUPAT EN
G IANYAR
8°30'
KABUPAT EN
BADUN G
KABUPAT EN KLUNG KUNG
A T
S EL
KO TA
DENPASAR
UNG
BA D
P. Lem bongan
P. C eningan
P. S erangan
S A M U D E R A
P. N usa P enida
I N D O N E S I A
8°50'
N
W
BAL I
E
S
10
0
10
KM
Sumber : Bappeda Provinsi Bali, 2014
Gambar 5.1
Peta Letak Geografis Provinsi Bali
5.2. Deskripsi Data Hasil Penelitian
5.2.1 Penduduk.
Bila dilihat per kabupaten/kota seperti disajikan pada Tabel 5.2 laju
pertumbuhan penduduk (2000-2010)
tampak tertinggi di Kabupaten Badung
sebesar 4,62 persen dan Kota Denpasar 4,02 persen sedangkan di kabupaten lain
hanya sekitar 1-1,5 persen pertahun. Bila laju pertumbuhan penduduk per
kabupaten/kota di Bali masih tetap sama dengan laju pertumbuhan penduduk
tahun 2000-2010 maka perkiraan jumlah penduduk Bali pada tahun 2020 akan
86
mencapai 4.727.270 jiwa, dimana penduduk Kota Denpasar akan melampaui
jumlah 1 juta jiwa (Tabel 5.2 ).
Tabel 5.2
Perkiraan Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 2020, Provinsi Bali (orang)
Jumlah
Penduduk
Tahun
2012
Perkiraan Jumlah
Penduduk Tahun 2020
Bila Pertumbuhan
Penduduk Tahun 20102020
Sama Dengan Thn
2000-2010
Pertumbuhan
Penduduk thn
1990-2000
Pertumbuhan
Penduduk
Tahun 20002010
Jembrana
0,64
1,22
266.200
293.558
Tabanan
0,73
1,14
427.800
468.897
Badung
2,33
4,64
575.000
795.438
Denpasar
3,20
4,02
828.900
1.105.602
Gianyar
1,56
1,80
481.200
554.337
Klungkung
0,31
0,95
172.900
186.745
Bangli
0,94
1,07
218.700
238.396
Karangasem
0,49
0,96
402.200
434.550
Buleleng
0,34
1,13
634.300
694.651
Provinsi
Bali
1,26
2,15
4.007.200
4.727.270
Kabupaten/
kota
Sumber: Hasil SP 1990, 2000, dan 2010
Pada Tabel 5.2
tampak jumlah pada tahun 2012 tertinggi di Kota
Denpasar sejumlah 828.900 orang dan terendah di Kabupaten Klungkung
sejumlah 172.900 orang. Dan data perkembangan jumlah penduduk Provinsi
Bali berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama
tahun 2007-2012 tampak pada Tabel 5.3.
87
Tabel.5.3
Jumlah Penduduk Bali Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,
Tahun 2007-2012. (orang)
Lapang
an
Kerja
Utama
TAHUN
2007
2008
2009
1
100.476
726,287
704,282
2
13.901
12,180
3
126.260
4
2010
Rata-rata
2011
2012
672,204
556,615
572,685
657,694
8,156
7,042
12,635
7,637
56,126
263,331
293,853
303,589
290,132
311,225
320,775
324.317
7,760
6,838
3,952
6,859
6,347
46,122
5
136.024
140,102
142,370
144,041
185,705
185,764
178,237
6
709.155
481,818
488,976
571,274
596,527
625,302
460,650
7
129.875
92,742
85,991
95,202
81,744
85,711
73,565
8
61.670
45,454
46,185
58,832
83,281
83,876
52,938
9
367.522
260,058
279,035
321,222
391,376
390,161
273,642
10
-
-
1,432
-
-
Jml
1,982,134
2,029,730
2,057,118
2,177,358
2,204,874
239
2,268,708
2,119,987
Sumber : BPS. Provinsi Bali Tahun 2014
1
2
3
4
5
6
7
8
catatan :
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan perikanan /Agrisculture , Forest, Hunting and
Fishery
Pertabangan dan penggalian /Mining and Quarrying
Industri Pengolahan /manufacturing Industry
Listrik, Gas dan Air Minum /Electricity, Gas dan Water
Kunstruksi/Construction
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi / Trade, Retaurants, Acomudation Cervices
Trasportasi, perdagudangan /trasportation , Storage Service and Communication.
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha persewaan dan Jasa Perusahaan /Financing, Real Estate,
Rental Service and Business Services.
9 Jasa kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan/Community, Social and Personal Services.
10 Lainnya /Others
Berdasarkan Tabel 5.3 tampak jumlah penduduk Provinsi Bali menurut
angkatan kerja berdasarkan lapangan pekerjaan utama dari tahun 2007 – 2012,
secara rata-rata
tiga urutan terbesar
Perkebunan, Kehutanan,
bekerja pada sektor Pertanian,
Perburuan dan perikanan /Agrisculture , Forest,
88
Hunting and Fishery (no.1), selanjutnya pada sektor Perdagangan, Rumah
makan dan Jasa Akomodasi / Trade, Restaurants, Acomudation Cervices
(no.6)
dan yang ketiga pada sektor Industri Pengolahan /manufacturing
Industry (no.3).
Pada Tabel 5.4 tampak jumlah penduduk Bali yang bekerja berdasarkan
lapangan kerja utama pada tahun 2012 secara rata-rata dominan bekerja pada
sektor sektor
perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi / Trade,
Retaurants, Acomudation Cervices (no.6), yang tertinggi terjadi di Kota
Denpasar sebanyak 163.262 orang, di Kabupaten Badung sebanyak 94.520
orang dan di Kabupaten Gianyar sebanyak
90.118 orang. Dan jumlah
penduduk yang berkerja pada sektor pertanian (no.1) tertinggi terdapat di
Kabupaten
Buleleng sebanyak 123.753 orang, di Kabupaten Karangasem
sebanyak 116.100 orang dan di Kabupaten Tabanan sebanyak 106.349 Orang.
Berdasarkan data pada Tabel 5.3 dan 5.4 tampak tejadi pergeseran yang
signifikan dari lapangan kerja utama yaitu sektor Pertanian, Perkebunan,
Kehutanan,
Perburuan dan perikanan /Agrisculture, Forest, Hunting and
Fishery (no.1), ke lapangan kerja utama yaitu sektor perdagangan, Rumah
Makan dan Jasa Akomodasi / Trade, Retaurants, Acomudation Cervices (no.6).
Berikut pada Tabel 5.4 disajikan data jumlah penduduk yang bekerja menurut
kabupaten/kota dan lapangan pekerjaan utama pada Tahun 2012 .
89
Tabel 5.4.
Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Kabupaten/Kota
dan Lapangan Pekerjaan Utama, Tahun 2012 (Orang)
Kabupaten/
Kota
Jembrana
Tabanan
Badung
Gianyar
Klungkung
Bangli
Karangase
m
Buleleng
Denpasar
Prov Bali
Lapangan Kerja Utama
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
50,408
419
25,971
240
9,891
37,491
2,712
4,934
22,419
-
154,979
106,349
191
22,057
527
30,783
55,167
3,404
7,307
41,834
-
267,428
41,485
919
55,276
782
32,122
94,520
10,656
15,907
60,533
-
313,338
39,451
149
53,918
552
21,487
90,118
12,058
10,383
41,880
-
269,947
25,702
1,626
14,484
232
8,637
24,615
3,355
2,747
17,668
-
98,834
66,627
2.132
33,128
150
10,395
21,125
2,029
1,731
7,560
-
144,827
116,100
859
20,090
103
23,028
49,641
2,258
4,049
29,745
-
245,770
123,753
914
30,880
398
25,722
89,363
11,299
9,932
63,399
-
354,746
2,810
428
55,421
3,363
23,699
163,262
37,940
26,886
105.123
-
418,839
625,302
85,711
83,876
390,161
572,685
7,637
311,225
6,347
185,764
-
Sumber : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014.
1
2
3
4
5
6
7
8
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan perikanan /Agrisculture , Forest, Hunting and Fishery
Pertabangan dan penggalian /Mining and Quarrying
Industri Pengolahan /manufacturing Industry
Listrik, Gas dan Air Minum /Electricity, Gas dan Water
Kunstruksi/Construction
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi / Trade, Retaurants, Acomudation Cervices
Trasportasi, perdagudangan /trasportation , Storage Service and Communication.
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha persewaan dan Jasa Perusahaan /Financing, Real Estate, Rental
Service and Business Services.
9 Jasa kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan/Community, Social and Personal Services.
10 Lainnya /Others
5.2.2 Dana perimbangan
Dana perimbangan adalah merupakan salah satu sumber PD selain PAD
dan pendapatan Lain-lain
Yang Sah, yang bersumber dari
APBN
yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (Kuncoro,2004). Dana perimbangan merupakan salah
2,268,708
90
satu penerimaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri dari dana bagi
DBH, DAU dan DAK dan oleh pemerintah kabupaten/kota dialokasikan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah untuk melaksanakan program dan kegiatan
sesuai dengan urusan pemerintahan. Pada Tabel 5.4 disajikan realisasi dana
perimbangan di kabupaten/kota Provinsi Bali pada Tahun 2007-2012. Tampak
dana perimbangan yang diterima pemerintah kabupaten/kota Provinsi Bali cukup
bervariasi .
Dana perimbangan tertinggi diterima oleh Kabupaten Buleleng pada
tahun 2012 sejumlah Rp. 793.542.000.000,- yang terdiri dari DBH
Rp. 43.255.000.000,-,
DAU sejumlah Rp. 687.698.000.000,- dan DAK
sebesar Rp. 62.589.000.000,- serta nilai terendah diterima Kabupaten Badung
pada tahun 2011 sejumlah Rp. 280.706.000.000,- dengan rincian sejumlah Rp.
123.435.000,- untuk DBH, sejumlah Rp. 157.052.000.000,- DAU dan DAK
sebesar Rp. 218.000.000,-. Secara rata-rata dana perimbangan yang diterima
pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali
pada periode tahun 2007-2012
porsi tertinggi adalah DAU kedua adalah dana DAK dan yang ketiga adalah
DBH dan yang terendah adalah dana Infrastruktur sarana dan prasarana yang
diterima oleh dua kabupaten yaitu Kabupaten Jembrana pada tahun 2008, 2010,
2011 dan Kabupaten Klungkung pada tahun 2008 seperti tampak pada Tabel
5.5 berikut.
91
Tabel 5.5
Realisasi Dana Perimbangan di Kabupaten/Kota Provisni Bali
Tahun 2007-2012 (000.000)
Thn.
Dana
Perimbang
an
BHP/BHPB
Kabupaten/Kota
Jembrana
19.148
Tabanan
Badung
Gianyar Klungkung
Bangli
22.847
100.379
23.990
31.128
18.042
Karang
asem
22.074
247.320
39.172
-
233.791
36.465
-
313.076
46.776
-
468.732
49.861
-
331.448
7.857
-
317.620
17.340
276.183
47.704
1.987
288.299
20.875
262.885
42.595
-
381.886
24.739
349.815
55.832
-
548.592
31.781
504.734
59.691
-
421.045
101.907
342.073
14.251
-
343.214
17.297
278.553
51.216
-
326.356
20.817
276.000
45.611
-
430.385
25.131
356.682
56.708
-
596.205
35.614
506.293
50.231
-
458.231
127.567
360.011
34.918
-
347.066
19.309
282.662
29.499
-
342.429
23.796
292.695
29.437
-
438.521
29.540
374.537
56.335
-
592.138
44.660
512.748
65.768
-
522.496
148.634
336.126
14.436
-
334.470
16.879
319.611
22.410
-
345.930
21.634
321.381
29.345
-
460.441
26.743
409.813
41.729
-
623.176
37.735
568.132
54.719
-
499.195
106.085
381.372
3.557
-
358.900
19.971
387.340
24.821
-
372.360
24.222
396.943
38.259
-
478.285
28.662
503.029
46.765
-
660.586
43.255
687.698
62.589
-
491.014
134.193
512.666
8.489
-
432.132
459.414
578.456
793.542
655.349
DAU
278.583 371.722 263.808 347.800
DAK
42.697
46.229
35.795
43.147
2007
Dana infr,
Sarpras
Jml
340.429 440.798 399.982 414.937
2008
BHP/BHPB
23.768
28.334 124.475
26.630
DAU
304.078 416.172 265.917 385.188
DAK
50.121
55.364
35.795
50.927
Dana infr,
4.429
Sarpras
Jml
382.398 499.870 426.187 462.745
2009
BHP/BHPB
26.594
32.361 135.219
28.590
DAU
306.362 424.281 280.988 405.118
DAK
51.898
56.388
41.648
59.614
Dana infr,
Sarpras
Jml
384.854 513.030 457.855 493.322
2010
BHP/BHPB
28.610
36.121 186.560
37.010
DAU
308.567 429.919 131.920 387.493
DAK
34.721
47.643
3.616
43.762
Dana infr,
28.413
Sarpras
Jml
400.311 154.334 322.096 468.266
2011
BHP/BHPB
21.668
29.815 123.435
29.202
DAU
339.502 463.074 157.052 434.900
DAK
35.448
41.517
218
41.070
Dana infr,
29.914
Sarpras
Jml
426.572 531.471 280.705 505.172
2012
BHP/BHPB
27.392
34.788 160.748
35.585
DAU
396.762 574.346 353.068 532.883
DAK
40.170
47.366
1.838
35.930
Dana infr,
Sarpras
Jml
464.325 656.500 515.654 604.398
Sumber data : Biro Keuangan Setda Provinsi Bali, 2014 (data diolah)
Bule Denpasar
leng
29.999
81.740
92
5.2.3 Investasi
Jumlah investasi yang terealisasi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali
pada tahun 2007-2012 yang bersumber dari PMDN maupun dari PMA secara
umum tampak kurang merata dan tampak berfluktuasi seperti pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Jumlah Investasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Bersumber dari PMDN dan PMA Tahun 2007 - 2012 (Rp. 000.000)
Tahun
Kabupaten/
Kota
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jembrana
12.605
1.820
22.092
67.183
250.819
105.491
Tabanan
5.733
-
36.400
906.873
1.166.902
788.758
244.004
653.813
1.996.757
2.629.196
3.173.815
4.391.811
Gianyar
Klung kung
20.202
19.476
184,836
-
28.392
1.365
46.012
260.037
1.161,030
179.343
330.942
55.341
Bangli
Karangsem
4.550
1,011
2.275
6.734
33.375
1.299.505
28.151
635.54
31.619
124.699
Buleleng
2.048
-
70.000
283.735
2.168.484
1.301.404
Denpasar
199.796
87.112
81.376
1.335.609
2,937.362
3,342.304
Badung
Sumber : BPMD Provinsi Bali, Th. 2013
Pada Tabel 5.6 investasi yang terealisasi
di Kabupaten Gianyar,
Karangasem dan Jembrana tampak berfluktuasi selama tahun 2007-2012, dan
investasi terendah terjadi di Kabupaten Bangli bahkan tampak cukup ekstrim
tidak ada realisasi investasi pada tahun 2007 dan 2008, demikian juga di
Kabupaten Tabanan, Klungkung dan Kabupaten Buleleng pada tahun 2008 juga
tidak ada realisasi investasi. Namun realisasi terbesar dan secara konsisten
93
mengalami peningkatan dari tahun 2008-2012 terjadi di Kabupaten Badung
dan Kodya Denpasar. Kondisi ini dapat diindikasikan sebagai salah satu sebab
terjadinya pergeseran jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tertentu dan
sebagai penyebab pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Kabupaten
Badung dan Kota Denpasar.
5.2.4
Belanja langsung.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pemerintah kabupaten /kota di Provinsi Bali
melaksanakan pembangunan melalui pengeluaran pemerintah. Pengeluaran
pemerintah dilakukan dalam bentuk belanja aparatur dan belanja langsung.
Belanja langsung yang dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota Provinsi Bali
pada tahun 2007-2012 terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang /jasa dan
belanja pegawai. Pada Tabel 5.7 disajikan realisasi belanja langsung di
kabupaten/kota Provinsi Bali
pada tahun 2007-2012. Tampak proporsi
jumlah belanja langsung terhadap total belanja daerah di kabupaten/kota
Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 rata-rata sebesar 36 persen dan sisanya
64 persen untuk belanja tidak langsung.
Sedangkan
proporsi belanja
pegawai dan belanja barang /jasa terhadap belanja langsung rata-rata sebesar
58 persen dan sisanya proporsi belanja modal terhadap belanja langsung
rata-rata hanya sebesar 42 persen, dan proporsi belanja modal terhadap
belanja daerah di kabupaten/kota Provinsi Bali secara rata-rata pada tahun
2007-2012 hanya sebesar 15 persen, seperti tampak pada Tabel 5.7 berikut.
94
Tabel 5.7
Realisasi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Kabupaten/Kota
di Provinsi Bali Tahun 2007-2012 (000.000)
Belanja Daerah
Kabupaten/Kota
Thn.
Jembrana
Belanja Tdk Langsung
Tabanan
Badung
215.186
357.570
435.208
12.284
5.465
25.034
90.059
81.878
189.627
268.785
Gianyar
Klungkung
Bangli
Karangasem Buleleng
Denpasar
338.148
172.176
185.637
270.407
388.930
288.317
64.716
151.887
42.138
89.993
18.447
89.876
27.701
88.183
36.702
79.477
33.764
147.840
44.686
161.478
57.983
173.076
458.075
209.542
426.145
80.331
188.654
2.555.836
86.270
202.154
245.421
95.295
211.574
338.938
85.635
267.239
460.870
73.353
279.517
595.616
89.843
221.974
393.974
8.630
76.342
16.903
105.448
60.899
159.766
41.886
95.841
11.490
73.530
23.603
85.904
33.598
70.025
24.142
144.957
41.111
163.669
91.514
176.486
443.795
6.349
64.751
187.102
506.736
16.766
258.402
479.067
769.329
35.695
98.584
236.311
455.417
27.734
63.514
148.534
272.520
9.166
80.327
189.834
313.041
21.160
160.442
264.065
405.371
20.303
85.198
254.297
524.673
21.310
66.106
270.886
470.567
29.637
74.648
99.919
179.370
66.400
85.070
77.366
91.185
124.999
201.150
92.897
77.335
445.015
158.564
82.507
52.095
141.783
102.442
88.378
2007
Blj.Pegawai
Blj.
Barang/Jasa
Blj. Modal
Jumlah
Belanja Tdk Langsung
Belanja
Langsung
2008
2009
2010
2011
2013
Blj.Pegawai
Blj.
Barang/Jasa
Blj. Modal
Jumlah
Belanja Tdk Langsung
Belanja
Blj.Pegawai
Langsung
Blj.
Belanja
Langsung
Barang/Jasa
Blj. Modal
388.379
Jumlah
173.894
194.020
660.080
252.698
176.743
150.621
253.271
248.751
319.65
Belanja Tdk Langsung
347.243
585.610
903.208
535.792
324.360
334.731
504.260
641.017
605.616
Blj.Pegawai
4.285
12.302
36.538
24.905
6.885
15.306
7.075
19.385
26.507
Blj.
Barang/Jasa
Blj. Modal
86.616
101.150
203.008
83.419
68.199
52.055
69.086
129.932
240.646
58.164
74.639
176.304
109.959
42.555
68.608
77.508
47.207
65.757
Jumlah
149.065
188.091
415.850
218.283
117.639
135.969
153.669
196.524
332.910
Belanja Tdk Langsung
Belanja
Langsung
358.144
639.160
983.995
578.569
360.838
385.015
552.894
736.067
680.575
Blj Pegawai
7.688
12.058
54.989
28.061
10.992
19.691
14.993
21.050
35.505
Blj
Barang/Jasa
Blj Modal
113.521
160.798
206.507
127.133
73.812
75.512
129.598
157.337
295.276
67.494
70.443
199.716
104.131
49.010
94.687
103.836
123.598
88.773
Jumlah
188.703
243.299
461.212
259.325
133.814
189.890
248.427
301.985
419.554
Belanja Tdk Langsung
394.837
728.164
1.268.529
697.912
406.736
395.736
599.322
830.820
700.414
107.264
185.317
374.396
158.158
100.317
94.598
157.132
193.664
352.967
134.615
138.723
627.706
120.628
81.224
82.341
171.631
79.435
206.143
269.885
337.372
1.065.550
308.588
192.162
196.495
343.564
292.690
609.115
Belanja
Langsung
Belanja
Langsung
Blj
Barang/Jasa
Belanja
Modal
Jumlah
Sumber data : Biro Keuangan Setda Provinsi Bali, 2014 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.7 belanja langsung yang terealisasi di kabupaten/kota
Provinsi Bali terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja
modal. Belanja modal yang dilakukan pemerintah di kabupaten/kota Provinsi
Bali merupakan pengeluaran pemerintah yang dapat dikatagorikan pengeluaran
95
untuk investasi karena output dari kegiatan tersebut memiliki nilai guna lebih dari
satu tahun anggaran dan selanjutnya memerlukan biaya pemliharaan.
5.2.5 Kesejahteraan masyarakat
Keberhasilan pembangunan secara umum dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonominya, pertumbuhan ekonomi adalah suatu sebagai proses perubahan
kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan untuk menuju
keadaan lebih baik. Dalam dasa warsa terakhir pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Bali cenderung mengalami kemajuan yang cukup
berarti walaupun tampak relatif berpluktuasi seperti tampak pada Tabel 5.8
Tabel 5.8
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2007-2012 (%)
Kabupaten
Kota
2007
Jembrana
Tabanan
Badung
Gianyar
Klungkung
Bangli
Karangasem
Buleleng
Denpasar
Provinsi Bali
5,11
5,76
6,85
5,89
5,54
4,48
5,20
5,82
6,60
5,92
2008
Tahun
2009
2010
2011
2012
Ratarata
5,05
5,22
6,91
5,90
5,07
4,02
5,07
5,84
6,83
5,97
4,82
5,44
6,39
5,93
4,92
5,71
5,01
6,10
6,53
5,33
5,61
5,82
6,69
6,76
5,81
5,84
5,19
6,11
6,77
6,49
5,90
5,91
7,30
6,79
6,03
5,99
5,73
6,52
7,18
6,65
5,18
5,64
6,78
6,24
5,48
5,17
5,22
6,04
6,75
6,03
4,57
5,68
6,48
6,04
5,43
4,97
5,09
5,85
6,57
5,83
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2012.
Pada Tabel 5.8 tampak bahwa secara rata-rata pertumbuhan ekonomi
periode 2007-2012 terendah terjadi di Kabupaten Bangli sebesar 5,17 persen,
Jembrana sebesar 5,18 persendan Kabupetan Karangasem sebesar 5,22 persen
sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi tampak di Kabupaten Badung sebesar
6,78 persen, Kodya Denpasar sebasar 6,75 persen, dan
Kabupaten Gianyar
96
sebesar 6,24 persen dan ini lebih besar dari rata pertumbuhan ekonomi Provinsi
Bali. Pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2012
juga tampak bahwa Kabupaten Badung sebesar 7,30 persen, Kodya Denpasar
sebesar 7,18 persen dan Kabupaten Gianyar sebesar 6,79 persen dan angka ini
juga berada diatas laju pertumbuhan Provinsi Bali.
5.2.6
Indek pembangunan manusia
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi seiring dengan nilai
IPM yang juga meningkat setiap tahun tampak dari 70,53 point pada tahun 2007
meningkat menjadi 73,49 point pada tahun 2012, angka ini berada diatas IPM
tingkat nasional yaitu sebesar 73,29 point pada tahun yang sama, yang tersaji
pada Tabel 5.9
Tabel 5.9
IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2007-2012 (point)
Kabupaten
Kota
Provinsi
IPM
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jembrana
71,40
72,02
72,45
72,69
73,18
73,62
Tabanan
73,11
73,73
74,26
74,57
75,24
75,55
Badung
73,64
74,12
74,49
75,02
75,35
75,69
Gianyar
71,66
72,00
72,43
72,73
73,43
74,49
Klungkung
69,01
69,66
70,19
70,54
71,02
71,76
Bangli
69,46
69,72
70,21
70,71
71,42
71,80
Karangasem
65,11
65,46
66,06
66,42
67,07
67,83
Buleleng
69,15
69,67
70,26
70,69
71,12
71,93
Denpasar
76,59
77,18
77,56
77,94
78,31
78,80
Provinsi Bali
70,53
70,92
71,52
72,28
72,84
73,49
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014.
97
Pada tabel 5.9 tampak terdapat 5 (lima) kabupaten/kota yang nilai
IPM-nya diatas nilai Provinsi Bali. Namun
masih
terdapat empat kabupaten
/kota hampir setiap tahun nilai IPM-nya berada dibawah rata-rata Provinsi Bali,
dan yang paling rendah adalah Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli dan
Buleleng.
Dari data dan uraian tersebut tampak suatu pola yang jelas bahwa daerah
yang kondisi sosial-ekonominya relatif maju dibanding daerah lainnya
mempunyai nilai IPM relatif lebih tinggi (BPS:2011). Kota Denpasar sebagai
pusat ibukota Provinsi Bali juga merupakan sentra ekonomi yang memiliki
peranan penting, peran strategis tersebut tentunya didukung dengan berbagai
infrastruktur yang relatif lebih maju yang mampu mendukung kinerja
pembangunan manusia secara lebih baik, sehingga bisa dipahami bahwa nilai
IPM-nya menempati renking tertinggi.
5.2.7
Pendidikan masyarakat
Indek pembangunan manusia memberikan gambaran operasional suatu
daerah yang kadang relatif sulit untuk diukur, sedangkan untuk mendapatkan
deskripsi
lebih
dalam
perlu
diketahui
komponen-komponen
IPM
dan
keterkaitannya dengan sosial ekonomi suatu daerah misalnya dari aspek
pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonominya. Pada Tabel 5.10 disajikan
rata-rata lama sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012.
Tampak bahwa
rata-rata lama sekolah masyarakat di kabupaten/kota
Provinsi Bali selama tahun 2007-2012 cenderung mengalami peningkatan dari
7,4 tahun pada tahun 2007 menjadi 7,9 tahun pada tahun 2012. Namun angka ini
98
menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan masih kurang dari lama Sekolah
Menengah Pertama (SMP) selama 9 tahun. Rata-rata lama sekolah yang tertinggi
10,41 tahun terdapat di Kota Denpasar dan rata-rata 5,5 tahun atau terendah
terdapat di Kabupaten Karangasem, itu artinya masih banyak terdapat masyarakat
yang tidak tamat sekolah dasar (SD)
Tabel 5.10
Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2007-2012 (Tahun)
Kabupaten
Kota
Provinsi
Rata-rata Lama Sekolah
2007
2008
Rata
-rata
2009
2010
2011
2012
Jembrana
7,50
7,48
7,60
7,65
7,80
7,81
7.64
Tabanan
7,40
7,49
7,78
7,84
8,00
8,37
7.81
Badung
8,70
9,11
9,11
9,18
9,98
9,45
9.26
Gianyar
7,90
7,94
7,94
8,03
8,07
8,37
8.04
Klungkung
6,90
6,90
7,02
7,03
7,11
7,35
7.05
Bangli
6,50
6,50
6,50
6,52
6,63
6,66
6.55
Karangasem
5,40
5,37
5,37
5,41
5,81
5,82
5.53
Buleleng
6,60
6,73
6,89
7,09
7,29
7,36
6.99
Denpasar
9,90
10,25
10,47
10,49
10,65
10,70
10.41
Rata-rata
7,42
7,53
7,63
7,69
7,93
7,99
7.70
Provinsi Bali
7,55
7,60
7,81
7,83
8,21
8,35
8.89
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014.
Melalui pendidikan manusia akan memiliki pengetahuan, selanjutnya
melalui pengetahuan manusia dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Pendidikan
yang memadai akan berdampak terhadap peningkatan kemampuan dasar manusia
untuk memiliki dan mengasah ketrampilan
agar dapat digunakan untuk
99
mempertinggi
partisipasi
dalam
kegiatan
pembangunansehingga
mampu
meningkatkan kualitas hidupnya.
Pendidikan merupakan pondasi yang seharusnya dimiliki oleh setiap
manusia
sehingga
dapat
mengoptimalkan
kecerdasannya
agar
dapat
memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan hidupnya. Kesejahteraan
masyarakat dibidang pendidikan dalam penelitian ini dilihat dari rata-rata lama
sekolah, yang mencerminkan jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk usia 15
tahun untuk menempuh pendidikan formal. Hal ini mencerminkan bahwa masih
banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat
oleh pemerintah kabupaten/kota khususnya dikabupaten karangasem, Bangli dan
kabupaten Buleleng.
5.2.8 Angka harapan hidup
Untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah
dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan secara khusus
digunakan angka harapan hidup (AHH), harapan hidup adalah perkiraan jumlah
tahun yang ditempuh seseorang selama hidup (secara rata-rata), yang
menunjukkan tingkat pencapaian derajat kesehatan pada suatu wilayah.Semakin
tinggi derajat kesehatan tersebut, hasil akhirnya adalah angka harapan hidup
yang lebih tinggi. Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada bidang kesehatan.
Secara umum angka harapan hidup kabupaten/kota di Provinsi Bali dari tahun
2007-2012 cenderung mengalami peningkatan seperti tampak pada Tabel. 5.11.
100
Tabel 5.11
Angka Harapan Hidup Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2007-2012 (Tahun)
Kabupaten
Kota
Provinsi
Angka harapan Hidup
Rata
-rata
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jembrana
71.60
71.65
71.73
71.81
71.88
71.95
71.77
Tabanan
74.30
74.27
74.38
74.44
74.49
74.55
74.41
Badung
71.60
71.70
71.75
71.80
71.85
71.91
71.77
Gianyar
72.00
72.01
72.06
72.12
72.17
72.22
72.10
Klungkung
69.00
69.00
69.05
69.10
69.15
69.20
69.08
Bangli
71.40
71.47
71.56
71.65
71.73
71.81
71.60
Karangasem
67.80
67.80
67.85
67.90
67.95
68.00
67.88
Buleleng
68.70
68.78
68.96
69.15
69.34
69.53
69.08
Denpasar
72.90
72.91
72.96
73.01
73.06
73.12
72.99
Rata-rata
71.03
71.07
71.14
71.22
71.29
71.37
71.10
Provinsi Bali
70.60
70.61
70.67
70.72
70.78
70.84
70.45
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014
.Pada Tabel 5.11 tampak
angka harapan hidup masyarakat
kabupaten/kota di Provinsi Bali rata-rata 71 tahun
selama tahun 2007-2012,
tampak pula angka harapan hidup tertinggi secara rata-rata terjadi di Kabupaten
Tabanan yaitu 74 tahun dan yang paling rendah adalah Kabupaten Karangasem
yaitu 68 tahun, kabupaten Buleleng sama dengan Kabupaten
Klungkung yaitu
69 tahun.
5.2.9 Tingkat konsumsi masyarakat
Pengeluaran konsumsi masyarakat secara makro berbanding lurus dengan
pendapatannya, dimana semakin besar pendapatannya maka semakin bertambah
101
pengeleluaran untuk dikonsumsi. Pengeluaran masyarakat akan mendorong sktor
riil tumbuh dan berkembang, dengan adanya permintaan maka akan ada niat
untuk memproduksi barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat.Berikut pada Tabel
5.12 disajikan data
rata-rata konsumsi perkapita
masyarakat menurut
kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007-2012
Tabel 5.12
Rata-rata Konsumsi Perkapita Masyarakat Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012 (Rupiah)
Kabupaten
Kota
Provinsi
Rata-rata Konsumsi Perkapita (Rp)
Rata-rata
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jembrana
334.540
364.256
505.509
486.098
492.839
649.306
472,091
Tabanan
380.683
396.274
467.420
488.864
532.721
755.181
503,521
Badung
426.897
444.374
654.851
706.732
810.416
1.016.723
676,666
Gianyar
405.700
356.290
475.109
515.897.
487.873
645.168
481,006
Klungkung
306.255
330.998
441.177
479.552
438.858
669.522
444,394
Bangli
296.826
326.686
333.898
414.497
408.101
462.073
373,680
Karangasem
270.646
296.313
340.396
362.805
378.149
457.908
351,036
Buleleng
282.687
326.537
407.855
481.535
469.135
553.456
420,201
Denpasar
626.597
671.529
849.953
868.609
899.599
1.109.439
837,621
370.092
390.362
497.352
533.843
546.410
702.086
506,691
389.330
410.631
524.518
562.743
601.222
760.456
441,380
Rata-rata
Provinsi Bali
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014.
102
Dari Tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa rata –rata pengeluaran
konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007-2012 Rp.
506.323 ,- per kapita per bulan, dan tampak meninhkat setiap tahun dari tahun
2007-2012.
Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka beragam
jenis dan
kebutuhan yang ingin dipenuhi sehingga pihak penyedia barang dan jasa juga
harus mampu meningbanginya sesuai perkembangan kebutuhannya. Beberapa
faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi masrakata aantara lain tingkat
pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarganya, tingkat pendidikan,
status pekerjaan.
Berikut pada Tabel 5.12 disajikan rata–rata konsumsi
perkapita masyarakat kabupaten kota di Provinsi Bali disajikan pada pada
tahun 2007-2012.
5.3 Hasil Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mengetahui
pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi
terhadap
kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung pada tahun 2007-2012. Dari
hasil
perhitungan regresi dengan metode regresi sederhana (ordinary Least
Square) dengan menggunakan program SPSS versi 21 terhadap model
perasamaan struktural 4.4 dan 4.5 yang disajikan pada teknik analisis data.
5.3.1 Analisis jalur
1) Evaluasi terhadap terpenuhinya asumsi analisis jalur
Perlu dilakukan koreksi terhadap asumsi yang melandasi analisis jalur
agar hasilnya memuaskan, adalah sebagai berikut :
103
(1) Hubungan antar variabel pada analisis jalur adalah linier dan aditif, setelah
dilakukan uji linieritas dengan curve fit yang menggunakan prinsip
parsimony, yaitu bilamana seluruh model signifikan atau non signifikan,
berarti model dapat dikatakan berbentuk liner. Setelah dilakukan analisis
yang tersaji
pada Tabel 5.13 diketahui bahwa terdapat hubungan linier.
Oleh karena itu, model analisis jalur layak untuk diterapkan.
Tabel 5.13
Ringkasan Model Liner
Hubungan
X1
Y1
X2
Y1
X3
Y1
X1
Y2
X2
Y2
X3
Y2
Y1
Y2
R2
0,251
0,287
0,225
0,302
0,358
0,251
0,883
F Hitung Df1
17.416
1
20.888
1
15.094
1
22.549
1
28.935
1
17.416
1
393.869
1
Df2
52
52
52
52
52
52
52
P.value
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
Keterangan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Sumber : Lampiran 2 s/d 8
Keterangan :
X1
= Jumlah penduduk yang bekerja
X2
= Dana perimbangan
X3
= Investasi
Y1
= Belanja langsung
Y2
= Kesejahteraan masyarakat
(2) Hanya model rekusif dapat dipertimbangkan, bahwa model yang dibuat hanya
sistem aliran kausal ke satu arah, tidak bolak balik sehingga analisis jalur
layak diterapkan dalam penelitian ini.
(3) Variabel endogen minimal dalam skala ukuran interval, dalam penelitian ini
variabel jumlah penduduk, dana perimbangan, investasi, belanja langsung dan
kesejahteraan masyarakat
berskala rasio. Sehingga analisis jalur layak
digunakan dalam penelitian ini.
104
(4) Observed variabel tidak menggunakan instrumen berupa angket/daftar
pertanyaan sehingga tidak perlu dilakukan pengujian valitidas dan reabilitas
instrumen penelitian .
2) Pendugaan Parameter
(1) Evaluasi terhadap validitas model
Koefisien jalur dalam penelitian ini diperoleh dari hasil perhitungan
regresi sederhana dengan menggunakan program spss versi 21 model persamaan
struktural mengenai pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan, dan investasi
terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung
adalah sebagai
berikut:
1) Model 1: Pengaruh Variabel Jumlah Penduduk (X1), Dana Perimbangan (X2)
dan
Investasi (X3) terhadap Belanja Langsung ( Y1)
2) Model 2: Pengaruh Variabel Jumlah Penduduk (X1), Dana Perimbangan (X2)
dan Investasi (X3) terhadap Kesejahteraan Masyarakat ( Y2) melalui
Belanja Langsung (Y1).
Kedua model tersebut , klasifikasi variabel
dan persamaan model
disajikan pada Tabel 5.14 berikut.
Tabel 5.14
Klasifikasi Variabel dan Persamaan Model Jalur
Model
Variabel Indevenden
1
a.Jumlah Penduduk
b.Dana Perimbangan
c.Investasi
Variabel Devenden
Belanja Langsung
Persamaan
Y1= β1X1 + β2 X2+ β3 X3 +ε1
2
Kesejahteraan
Masyarakat
Y2= β4X1 + β6 X2 + β5 X3+ β7Y1+ ε2
a.Jumlah Penduduk
b.Dana Perimbangan
c.Investasi
d. Belanja Langsung
Sumber : Gambar 4.1
105
Berdasarkan persamaann-persamaan pada model tersebut selanjutnya
dilakukan penaksiran
parameter
regresi.
Pengujian validitas model regresi
dilakukan dengan memperhatikan analisa varians.
5.3.2 Pengaruh jumlah penduduk,dana perimbangan dan investasi
terhadap belanja langsung.
Berdasarkan hasil olahan data pada Lampiran 10 tentang pengaruh jumlah
penduduk, dana perimbangan, dan investasi, terhadap belanja langsung dapat
diringkas seperti tampak padaTabel 5.15
Tabel 5.15
Persamaan Regresi Linear Model 1: Pengaruh Jumlah penduduk, Dana
Perimbangan dan Investasi terhadap Belanja Langsung
Model
Constant
Jumlah penduduk
yang bekerja
Dana Perimbangan
Investasi
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std.Error
Beta
t
-2,264
20,654
-.110
0,159
0,057
0,349
2,804
0,123
0,196
0,057
0,043
0,269
0, 441
2,151
4,538
Sig
0.913
0, 007
0,036
0,000
a. Dependent Variable: Belanja Langsung
Sumber : Lampiran 9
Pada Tabel 5.15 dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk berpengaruh
positif dan signifikan terhadap belanja langsung dengan koefisien sebesar 0,349
dengan p value
berpengaruh
0,007 < 0,05 persen, ini artinya bahwa jumlah penduduk
terhadap
belanja langsung.Selanjutnya tampak investasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung dengan koefisien
0,269 dan p value sebesar 0,036<0,05persen. Dana perimbangan juga berpengaruh
positif dan signifikan terhadap belanja langsung sebesar 0,441 dan p value
0,000 < 0,05 ini berarti bahwa dana perimbangan berpengaruh positif dan
106
signifikan terhadap belanja langsung, maka dapat disusun
persamaan regresi
sebagai berikut:
Y1=0,349 X1 + 0,269 X2 + 0,441 X3..........................................................(5.1)
Keterangan :
X1 = Jumlah Penduduk
X2 = Dana Perimbangan
X3 = Investasi
Y1 = Belanja Langsung
5.3.3
Pengujian hipotesis 1 : jumlah penduduk, dana perimbangan dan
investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan
masyarakat di kabupaten /kota Provinsi Bali pada ahun 2007-2012.
.
Berdasarkan olahan data pada Lampiran 11
dapat diringkas seperti
tampak pada Tabel 5.16 hasil olahan data pengaruh jumlah penduduk, dana
perimbangan, investasi dan belanja langsung terhadap kesejahteraan masyarakat
sebagai berikut.
Tabel 5.16
Persamaan Regresi Linear Model 2: Pengaruh Jumlah penduduk, Dana Perimbangan,
Investasi dan Belanja Langsung terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Model
Coefficients
Unstandardized
Coefficients
B
Std.Error
7.679
4.027
0,011
0,012
Constant
Jumlah penduduk
yang bekerja
Dana perimbangan
0,025
0,012
Investasi
0,021
0,010
Belanja Langsung
0,337
0,028
Dependent Variable: Kesejahteraan Masyarakat
Sumber : Lampiran 10
Pada Tabel 5.16 tampak bahwa
Standardized
Coefficients
Beta
t
1.907
0,055
0,896
0,129
0,112
0,789
2,163
2,125
12,212
Sig
.0.062
0,374
0,035
0,039
0,000
koefisien jalur jumlah penduduk
terhadap kesejahteraan masyarakat sebesar 0,055 dan p value 0,374 ˃ 0,05 ini
107
artinya jumlah penduduk berpengaruh tidak signifikan terhadap kesejahteraan
masyarakat. Selanjutnya tampak
koefisien jalur dana perimbangan
terhadap
kesejahteraan masyarakat sebesar 0,129 dengan p value 0,035 < 0,05 ini berarti
dana perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan
masyarakat, koefisien jalur investasi
sebesar 0,112 dengan
terhadap
kesejahteraan
masyarakat
p value 0,039 < 0,05 ini berarti investasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dan Koefisien jalur
belanja langsung terhadap kesejahteraan masyarakat sebesar 0,789 dan p value
0,000 < 0,05 ini berarti belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat.
Dari Tabel 5.16 diperoleh persamaan sebagai berikut:
Y2=0,055(X1) + 0,129(X2) + 0,112 (X3) + 0,789(Y1) …………………........(5.2)
Keterangan :
X1 = Jumlah Penduduk
X2 = Dana Perimbangan
X3 = Investasi
Y1 = Belanja Langsung
Y2 = Kesejahteraan Masyarakat
5.3.4 Koefisien Jalur.
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien regresi yang disajikan pada Tabel
5.15 dan 5.16 maka dapat dibuat ringkasan koefisien jalur seperti yang disajikan
pada Tabel 5. 17 .
108
Tabel 5.17
Ringkasan Koefisien Jalur
Regresi
X1
X2
Y1
Y1
X3
X1
Y1
Y2
X2
X3
Y2
Y2
Y1
Y2
Koef
Koef
Standar t hitung P.value
Reg.
Unstandardi Error
Standar
zed
0,349
0,159
0,057
2,804
0, 007
0,269
0,123
0,057
2,151
0,036
0,441
0,196
0,043
4,538
0,000
0,.055
0,011
0,012
0,896
0,374
0,129
0,112
0,789
0,025
0,021
0,337
0,012
0,010
0,028
2,163
2,125
12,212
Keterangan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
0,035 Signifikan
0,039 Signifikan
0,000 Signifikan
Sumber : Lampiran 9 dan 10
Keterangan :
Y2 = Kesejahteraan Masyarakat ( IPM)
Y1 = Belanja Langsung
X1 = Jumlah Penduduk
X2 = Dana Perimbangan
X3 = Investasi
Berdasarkan Tabel
5.17
dengan menggunakan koefisien regresi
terstandar dapat dibuat ringkasan koefisien jalur seperti disajikan pada Gambar
5.2 berikut:
0,129 (S)
0,308
Jumlah
Penduduk
(X1)
Dana
Perimbangan
(X2)
Investasi
(X )
0,169 3(NS)
e1
0,349 (S)
e2
0,682
0,055 (TS)
Belanja
Langsung
(Y1)
0,269 (S)
0,789(S)
Kesekahteraan
Masyarakat
(Y2)
0,112 (S)
0,112 (S)
Gambar : 5.2
Pengaruh Jumlah Penduduk (X1), Dana Perimbangan (X2), Investasi (X3
dan Belanja Langsung (Y1) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Y2)
pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012.
)
109
Keterangan :
(S)
= Signifikan
(TS) = Tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 5.16 dan Gambar 5.2 dapat dijelaskan bahwa jumlah
penduduk (X1) berpengaruh tidak signifikan secara langsung terhadap
kesejahteraan masyarakat (Y2), tetapi berpengaruh positif dan signifikan secara
tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung
(X1).
5.3.5 Evaluasi terhadap model
(1) Koefisien determinasi total
Berpedoman pada rumus
4.1 dan rumus 4.2 koefisien total dari
persamaan struktural pada model penelitian sesuai dengan perhitungan SPSS
maka diperoleh nilai R2m = 0,955. Koefisien determinasi total sebesar 0,955
memiliki arti bahwa sebesar 95,5 % informasi yang terkandung dapat dijelaskan
oleh model yang terbentuk, sedangkan sisanya sebesar 4,5 % dijelaskan oleh
variabel lain diluar model.
(2) Theory trimming.
Berdasarkan pengaruh langsung dan tidak langsung yang tampak pada
Tabel 5.17 dan Gambar 5.2,
maka sesuai dengan theory trimming,
pengaruh
yang tidak signifikan dihilangkan atau dibuang sehingga mendapatkan model
jalur yang lebih fit, sehingga diperoleh Gambar seperti disajikan pada Gambar
5.3
110
0,129 (S)
Jumlah
Penduduk (X1)
Dana
Perimbangan
(X2)
0,682
e2
e1
0,308
0,349 (S)
0,269 (S)
Belanja
Langsung
(Y1)
Kesekahteraan
Masyarakat
(Y2)
0,789(S)
0,112 (S)
Investasi
0,169
(X (NS)
)
0,112 (S)
3
Gambar : 5.3
Diagram Hasil Penelitian.
Keterangan :
(S) = Signifikan
Berdasarkan Tabel 5.17 dan Gambar 5.3 dapat dijelaskan bahwa jumlah
penduduk
tidak
berpengaruh
secara
langsung
terhadap
kesejahteraan
masyarakat(Y2), tetapi berpengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1). Dana
perimbangan (X2) berpengaruh positif dan signfikan secara langsung dan secara
tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung
(X1). Selanjutnya investasi (X3) juga berpengaruh posistif dan signifikan secara
langsung dan secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2)
melalui belanja langsung (Y1) pada kabupaten/kota di Provinsi Bali pada tahun
2007-2012.
5.3.6 Pengujian hipotesis 2 : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan
jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi secara tidak langsung
terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten
/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012.
Analisis pengaruh langsung,tidak langsung maupun pengaruh total
dapat menjelaskan hubungan antar variabel penelitian yaitu:pengaruh jumlah
111
penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap belanja langsung dan
terhadap kesejahteraan masyarakat ditunjukan oleh koefisien semua anak panah
dengan satu ujung, dan pengaruh tidak langsung terjadi melalui peran variabel
antara, serta pengaruh total merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan
pengaruh tak langsung.
Berdasarkan Tabel 5.17 dan
Gambar 5.3 dapat diketahui pengaruh
langsung dan pengaruh tidak langsung serta pengaruh total antar variabel seperti
pada tabel 5.18 berikut.
Tabel 5. 18
Perhitungan Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Pengaruh Total
X1
Varia
bel
Y1
PL
PTL
0,349
Y2
0,275
X2
X3
PT
PL
PTL
PT
PL
0,349
0,269
-
0,269
0,441
0,275
0,129
0,212
0,341
0,112
PTL
0,348
Y1
PT
PL
PT
L
PT
0,441
-
-
-
0,460
0,789
-
0,789
Sumber Lampiran : 9,10 dan 12
Keterangan :
X1
= Jumlah penduduk
X2
= Dana perimbangan
X3
= Investasi
Y1
= Belanja langsung
Y2
= Kesejahteraan masyarakat
Berdasarkan Tabel 5.17 dan Gambar 5.3
dapat dijelaskan
bahwa
Jumlah penduduk (X1) tidak berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) tetapi berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesejahteraan
(Y2) melalui belanja langsung (Y1) dengan koefisien jalur sebesar 0,349 x 0,789
= 0,275.
Pengaruh langsung dana perimbangan (X2) terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) adalah sebesar 0,129, dan pengaruh secara tidak langsung dana
perimbangan (X2) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja
112
langsung (X1) adalah sebesar 0,269 x 0,789 = 0,212. Sehingga pengaruh total dana
perimbangan (X2)
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja
langsung (X1) adalah sebesar 0,129 + (0,269 x 0,789) = 0,341. Selanjutnya
pengaruh
langsung investasi (X3) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2)
sebesar 0,112 dan pengaruh secara tidak langsung investasi (X3) terhadap
kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1) adalah sebesar 0,441
x 0,789 = 0,348, sehingga pengaruh total investasi (X3) terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1) adalah sebesar 0,112 + (0,441 x
0,789) = 0,460.
5.3.7
Pengujian terhadap variabel mediasi.
a) Berdasarkan hasil olahan data yang disajikan pada Lampiran 10 dan
Lampiran 11, tampak
jumlah penduduk berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan dengan
koefisien sebesar
0,330
dengan p valuae 0,005, namun setelah memasukkan varaibel mediasi
yaitu belanja langsung, tampak
pengaruh jumlah penduduk terhadap
kesejahteraan masyarakat menurun menjadi tidak signifikan dengan
koefisien regresi sebesar 0,055 dengan p value 0,374, maka variabel
belanja langsung diakatakan merupakan variabel mediasi sempurna
atau perfect mediator.
b) Berdasarkan hasil olahan data yang disajikan pada Lampiran 10 dan
Lampiran 11,
tampak dana perimbangan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan dengan
koefisien sebesar
0,341
dengan p valuae 0,004, dan setelah memasukkan variabel mediasi yaitu
113
belanja langsung, tampak
pengaruh dana perimbangan
terhadap
kesejahteraan masyarakat menurun menjadi 0,129 dengan p value
0,035 tetapi tetap signifikan
maka variabel belanja langsung
merupakan variabel mediasi parsial atau partial mediator.
c) Selanjutnya hasil olahan data yang disajikan pada Lampiran 10 dan
Lampiran 11, tampak investasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan dengan koefisien sebesar 0,460 dengan p
valuae 0,000, dan setelah memasukkan variabel mediasi yaitu belanja
langsung, tampak
pengaruh investai
terhadap kesejahteraan
masyarakat menurun menjadi 0,112 dengan p value 0,039 tetapi tetap
signifikan maka variabel belanja langsung diakatakan sebagai variabel
mediasi parsial atau partial mediator.
5.4 Pembahasan
5.4.1 Pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap
kesejahteraan masyarakat pada Kabupaten /Kota Di Provinsi Bali.
Peranan penduduk dalam pembangunan memiliki peran nyata dan sangat
penting baik bagi pelaku ekonomi maupun bagi pemerintah, sesuai asumsi klasik
dinyatakan jumlah penduduk dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Pentingnya jumlah penduduk bagi pelaku ekonomi karena dapat memberikan
informasi pasar yang luas dan tersedianya factor produksi dalam kegiatan
perekonomian. Bagi pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan perlu
mengetahui perkembangan jumlah penduduknya agar dapat dijadikan referensi
dalam membuat
suatu kebijakan untuk perencanaan pembangunan melalui
pengalokasian pengeluaran pemerintah melalui belanja langsung. Kegiatan-
114
kegiatan ekonomi produktif meningkat
karena bertambahnya penduduk
melakukan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang dihasilkan,
dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan analisis diperoleh hasil bahwa
jumlah penduduk secara
langsung berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja langsung, tetapi terdapat
pengaruh secara tidak langsung
terhadap kesejahteraan masyarakat melalui
belanja langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Hal ini memdukung
pernyataan Arjoso: 2006, bahwa jumlah penduduk yang besar berimplikasi yang
luas terhadap program pembangunan melalui jumlah belanja langsung yang
dialokasikan untuk melaksanakan program dan kegiatan. penelitian ini sejalan
dengan penelitian Suyekti Suindyah D (2009) dinyatakan bahwa jumlah tenaga
kerja yang bekerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
pertumbuhan ekonomi melalui pengeluaran pemerintah memberikan dukungan
terhadap pelaksanaan pembangunan khususnya di Jawa Timur. Penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian Sasana : 2009 yang menyatakan bahwa,1) pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
positif
terhadap
kesejahteraan
masyarakat
di
kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah, 2) tenaga kerja berpengaruh positif dan
signfikan terhadap kesejahteraan di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.
Manusia sebagai modal pembangunan dan juga merupakan tujuan pembangunan
adalah untuk meningkatkan kesejaheraan masyarkat yang dapat dinilai dari aspek
ekonomi dan aspek sosial. Melalui pembangunan dapat meningkatkan kegiatan
ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja serta
menyerap angkatan kerja
115
sehingga dapat menurunkan pengangguran dan mengurangi angka kemiskinan
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Mengingat titik tolak desentralisasi di Indonesia adalah Daerah Tingkat II,
dengan dasar pertimbangan bahwa dari dimensi politik Dati II dianggap kurang
mempunyai fanatisme kedaerahan, dari dimensi administratif penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dapat lebih efektif, Dati II adalah
ujung tombak pelaksanaan pembangunan sehingga dianggap lebih tahu kebutuhan
dan potensi daerahnya
serta yang terakhir dapat meningkatkan local
accountability pemerintah terhadap rakyatnya (Kuncoro, 2004). Implementasi
pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat ditinjau dari realisasi dana perimbangan
yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.
Dana perimbangan
erat kaitannya dengan besarnya pengeluaran pemerintah
terlebih bagi daerah kabupaten/kota yang memiliki sumber pendapatan asli daerah
yang rendah dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan publik.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa dana perimbangan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian Yulian Rinawati Tahaa,DKK (2010) yang menyatakan bahwa
DBH, DAU, DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan
melalui
investasi swasta. Karena dana perimbangan yang dialokasikan pada
pembiayaan infrastruktur ekonomi dapat menunjang kegiatan investasi swasta.
Bila daerah ingin menumbuhkan investasi swasta, maka dana perimbangan yang
terdiri dari DBH, DAU, DAK tersebut seyogyanya juga tumbuh secara positif.
DBH, DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
116
Oleh karena itu, dana perimbangan dialokasikan pada pembangunan infrastruktur
ekonomi berdasarkan kebutuhan dapat mendorong kegiatan produksi barang atau
jasa sehingga ekonomi daerah akan tumbuh.
Penelitian ini sejalan dengan Ihyaul Ulum (2005) dinyatakan bahwa dana
perimbangan
berpengaruh
positif
terhadap
belanja
daerah
Provinsi
di
Indonesia.demikian juga dengan penelitian Lilis Setyowati (2012) hasilnya
diperoleh
bahwa DAU, DAK dan
PAD berpengaruh positif terhadap IPM
melalui pengalokasian Belanja Modal, dan Belanja Modal juga berpengaruh
positif terhadap IPM sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dinyatakan tidak
berpengaruh positif terhadap IPM melalui belanja Modal.
Penelitian ini
mendukung pernyataan Kuncoro :2006, bahwa dana
perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ternyata terbukti bahwa dana perimbangan berpengaruh
positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Demikian juga Lilis Setyowati (2012
menyatakan
bahwa DAU, DAK dan PAD berpengaruh positif terhadap IPM
melalui pengalokasian Belanja Modal, dan Belanja Modal juga berpengaruh
positif terhadap IPM sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh positif
terhadap IPM melalui belanja Modal. Mengacu pada penelitian sebelumnya dan
hasil analisis penelitian ini dapat dijelaskan bahwa dana perimbangan yang
diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, pemanfaatannya dalam
pembangunan di kabupaten/kota Provinsi Bali telah dapat meningkatkan
117
kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung yang digunakan untuk
membiayai program dan kegiatan.
Dalam model pertumbuhan Harrod – Domar dibangun berdasarkan
pengalaman negara maju, yang
memberikan peranan kunci kepada investasi
didalam proses pertumbuhan ekonomi serta watak ganda yang dimiliki oleh
investasi. Pertama ia menciptakan pendapatan kedua ia memperbesar kapasitas
produksi pertanian dengan cara menaikkan stok modal. Minsky adalah salah satu
akademisi (1950-1960) dalam Prasetyantoko
(2010) memberi perhatian besar
pada persoalan siklus ekonomi. Minsky menekankan pentingnya peran pemerintah
dalam perekonomian, struktur regulasi, sistem hukum, peran institusi bisnis dan
secara lebih spesifik peran institusi keuangan. Karena dinamika perekonomian
pada dasarnya adalah keterkaitan antar faktor tersebut. Pemikiran Minsky adalah
respon dominan dari pemikiran Keynes, dikatakan secara sederhana Keynes
menekankan adanya keselarasan antara permintaan agregat, investasi dan peran
pemerintah dalam memberikan jaring pengaman dalam perekonomian.
Hasil analisis penelitian ini diperoleh
positif dan signifikan
bahwa investasi berpengaruh
terhadap kesejahteraan. Penelitian ini membuktikan
pernyataan Wagner dalam Dumairy (1997), bila dalam perekonomian suatu
negara terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat investasi maka akan
diikuti dengan pengeluaran pmerintah yang relative besar pula, sebagai akibat dari
campur tangan pemerintah dalam mengatur dampak kegiatan ekonomi itu sendiri
yang muncul dalam bentuk eksternalitas
ekternalitas negative.
positif maupun dalam bentuk
118
Hasil penelitian ini juga mendukung model pembangunan tentang
perkembangan pengeluaran pemerintah yang diperkenalkan dan dikembangkan
oleh Rostow dan Musgrave dalam Prasetya (2012) dinyatakan bahwa
perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan
ekonomi dapat dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.
Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi
pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan
fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian
pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah
masih diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin
meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar.
Pada tahap tingkat ekonomi selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas
pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk
aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan dan
pendidikan.
Mengacu pada konsep teori kesejahteraan (welfare state), dinyatakan
bahwa negara dituntut untuk memperluas tanggung jawabnya pada masalahmasalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat. Negara harus melakukan investasi
dalam berbagai masalah sosial dan ekonomi untuk menjamin terciptanya
kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Di samping itu timbulnya konsep
kesejahteraan
yang memandang manusia tidak hanya sebagai individu, akan
tetapi juga sebagai anggota atau warga dari kolektiva dan bahwa manusia
bukanlah semata-mata merupakan alat kepentingan kolektiva akan tetapi juga
119
untuk
kepentingan dirinya
sendiri.Konsep
atau teori
mengenai
negara
kesejahteraan dikemukakan oleh R. Kranenburg dalam Jejen Hendar (2013)
bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang
dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan
mensejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat.
Penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Suyekti Suindyah D
(2009) dinyatakan semakin meningkatnya investasi yang masuk ke Jawa Timur
khususnya investasi asing dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, jumlah
tenaga kerja yang bekerja memupunyai pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan pertumbuhan ekonomi, serta pengeluaran pemerintah
akan
memberikan dukukungan terhadap pelaksanaan pembangunan khususnya di Jawa
Timur,
karena
dengan
semakin
bertambahnya
pengeluaran
pemerintah
menyebabkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun investasi yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah investasi pemerintah yaitu realisasi
belanja modal melalui belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali
sedangkan investasi dalam penelitian Suyekti Suindyah D (2009) adalah investasi
asing yang masuk ke Jawa Timur .
5.4.2 Pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi secara tidak
langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung di
kabupaten /kota Provinsi Bali
Mengacu teori (Haror-Domar dalam Todaro (2006), bahwa tujuan
pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Ada 3 (tiga ) komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:
1) Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk investasi baru, 2) Pertumbuhan
120
jumlah penduduk yang akhirnya menyebabkan petumbuhan angkatan kerja dan ke
3) adalah Kemajuan teknologi yang secara luas diterjemahkan sebagai cara baru
untuk menyelesaikan pekerjaan. Jumlah penduduk memiliki hubungan yang kuat
dengan kesejahteraan karena penduduk adalah merupakan subjek dan objek dari
pembangunan. Penduduk selaku input dalam proses produksi
dan sekaligus
merupakan tujuan pembangunan itu sendiri adalah untuk ditingkatkan
kesejehteraannya. Semakin bertambahnya penduduk maka
semakin banyak
orang-orang yang terlibat dalam pembangunan. Dengan pertumbuhan penduduk
yang tinggi dan berkualitas dapat memperlancar proses pembangunan. Pendirian
usaha baru akan menambah peluang bagi angkatan kerja, sehingga pendapatan
perkapita
masyarakat
akan
cenderung
meningkat
dan
kesejahteraan
masyarakatpun meningkat.
Berdasarkan Gambar 5.3 diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan secara tidak langsung jumlah penduduk terhadap
kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung pada kabupaten/kota di
Provinsi Bali. Hasil penelitian ini telah membuktikan pernyataan Harror Domar
dalam Todaro (2006) bahwa penduduk adalah salah satu komponen pertumbuhan
ekonomi yang nantinya diharapkan
berpengaruh
pada meningkatnya
kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini juga mendukung oleh hasil penelitian
Deddy Rustiono (2008)
yang menyatakan bahwa penduduk angkatan kerja,
investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi
dampak positif terhadap perkembangan PDRB di Propinsi Jawa Tengah, dan
hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan
Sasana (2009) bahwa tenaga
121
kerja yang bekerja berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat di
Provinsi Jawa tengah. Penduduk erat kaitannya dengan kesejahteraan, mengingat
penduduk merupakan input dalam proses produksi dan sekaligus merupakan
tujuan pembangunan itu sendiri adalah untuk ditingkatkan kesejehteraannya.
Dapat diuraikan bahwa dengan penduduk yang bekerja dengan kualitas
yang dapat memperlancar proses pembangunan, dapat memberikan gambaran
pasar yang luas bagi pelaku ekonomi, dan bagi pemerintah dapat dijadikan dasar
dalam menyusun kebijakan berkaitan dengan perencanaan pembangunan melalui
pengeluaran daerah (belanja langsung). Pembangunan daerah merupakan bagian
dari pembangunan nasional yang menempatkan manusia sebagai titik sentral,
diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui
tersedianya tenaga kerja yang berkualitas,
kompetensi pada berbagai bidangserta
memiliki
jiwa inovatif dan
diiringi dengan penguasaan teknologi
informasi, maka akan mampu bersaing di pasar kerja, meningkat pendapatannya
dan meningkat pula kesejahteraannya.
Indek pembangunan manusia (IPM) mengingatkan kita pada pembangunan
yang kita maksudkan adalah pembangunan dalam arti luas, bukan hanya dalam
bentuk pendapatan yang lebih tinggi. Kesehatan dan pendidikan bukan hanya
input produksi dalam perannya sebagai komponen sumber daya manusia tetapi
merupakan tujuan pembangunan yang fundamental. Mengacu pendapat Nehen
(2012) dinyatakan bahwa kita tidak sependapat bila suatu negara yang mempunyai
penduduk berpendapatan tinggi, tetapi tidak berpendidikan, kesehatannya tidak
122
terpelihara dengan baik sehingga harapan hidupnya lebih singkat dari pada
penduduk suatu negara yang lain di dunia telah mencapai tingkatan pembangunan
yang lebih tinggi dari pada negara yang berpendapatan rendah tetapi usia harapan
hidup dan kemampuan baca tulisnya lebih tinggi.
Penelitian ini mendukung penelitian Ranis (2004) dalam artikelnya yang
berjudul Human Development And Economic Growth, digambarkan bahwa tujuan
akhir dari proses pembangunan, dengan pertumbuhan ekonomi yang digambarkan
adalah proxy yang tidak sempurna untuk mewujudkan kesejahteraan umum, atau
sebagai sarana menuju pembangunan manusia ditingkatkan. Perdebatan ini telah
memperluas definisi dan tujuan pembangunan, tetapi masih perlu untuk
menentukan keterkaitan penting antara pembangunan manusia ( HD ) dan
pertumbuhan ekonomi (EG). Sampai-sampai yang lebih besar kebebasan dan
kemampuan meningkatkan kinerja ekonomi, pembangunan manusia akan
memiliki dampak penting pada pertumbuhan. Demikian pula, sejauh bahwa
peningkatan pendapatan akan meningkatkan berbagai pilihan dan kemampuan
dinikmati oleh rumah tangga dan pemerintah, pertumbuhan ekonomi akan
meningkatkan pembangunan manusia.
Salah satu sasaran pokok dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk
mendekatkan pemerintah dengan masyarakat dalam rangka memberikan
pelayanan publik. Konsekuensi dari desentralisasi tersebut berdasarkan titik
tolak
desentralisasi
di
Indonesia
yaitu
Daerah
Tingkat
II,
dengan
pertimbangannya bahwa Daerah Tingkat II adalah ujung tombak pelaksanaan
pembangunan sehingga dianggap lebih tahu kebutuhan dan potensi daerahnya
123
(Kuncoro: 2004). Konsekuensinya pemerintah pusat berkewajiban memberikan
alokasi belanja pembangunan sektor publik yang lebih besar untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi sehingga dapat berdampak terhadap kesejahteraan.
Berdasarkan hasil Tabel 5.18
dan
Gambar 5.3,
tampak
terdapat
pengaruh secara tidak langsung dana perimbangan terhadap kesejahteraan
mayarakat melalui belanja langsung. Hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian Lilis Setyowati, dkk (2012) diperoleh hasil bahwa dana alokasi umum
(DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) terbukti berpengaruh posistif terhadap
indek pembangunan manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal (PABM) pada Pemerintah kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah, Lilis
Setyowati menempatkan belanja modal sebagai varaibel intervening mengacu
pada PP No. 71 tahun 2010, bahwa belanja modal merupakan belanja
pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran
dan akan
menambah asset atau kekayaan daerah, karena aset tetap merupakan prasyarat
utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Dinyatakan
pula bahwa alokasi belanja modal yang direalisasikan untuk pembangunan
infrastruktur dan pengadaan sarana dan prsarana
akan berdampak positif
terhadap kesejahteraan masyarakat.
Hasil penelitian ini juga sejalan hasil penelitian Yulian Rinawati Tahaa,
dkk (2010) diperoleh hasil bahwa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan melalui investasi swasta, dijelaskan karena
dana perimbangan yang larut dalam belanja daerah melalui belanja langsung
124
alokasinya diprioritaskan pada pembiayaan infrastruktur ekonomi, penyediaan
sarana dan prasarana yang dapat menarik investor untuk melakukan investasi di
daerah sehingga dapat memperlancar kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
masyarakat.
Mengacu pada teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar dalam
Todaro (2006) dinyatakan bahwa adanya hubungan
positif antara tingkat
investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya investasi disuatu
wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat
perkapita di wilayah tersebut juga rendah karena tidak ada kegiatan ekonomi dan
sebaliknya seperti yang dinyatakan (Rosyidi dalam Suwarno, 2008) bahwa
semakin banyak investasi yang direalisasikan di dalam suatu negara akan
mendorong laju pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Investasi
merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat. Kenaikan investasi
akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan
yang terjadi
sudah tentu selalu dibarengi oleh penanaman modal dan
peningkatan produktivitas serta pendapatan per kapita yang pada akhirnya akan
meningkatkan PDRB dan kesejahteraan ( Sukirno,2000). Konsep atau teori
mengenai negara kesejahteraan (Walfare State) dikemukakan oleh R.
Kranenburg dalam Jejen Hendar (2013) bahwa negara harus secara aktif
mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh
masyarakat secara merata.
Negara harus melakukan investasi dalam berbagai masalah sosial dan
ekonomi
untuk menjamin terciptanya kesejahteraan sosial masyarakat. Di
125
negara-negara yang menerapkan kebijakan sosial (social policy) atau kebijakan
kesejahteraan (welfare policy) yang menjamin warganya dengan berbagai
pelayanan dan skema jaminan sosial yang merata, dikarenakan manfaat pajak
sering tidak sampai kepada masyarakat. Di samping itu timbulnya konsep
Welfare State yang memandang manusia tidak hanya sebagai individu, akan
tetapi juga sebagai anggota atau warga yang tidak semata-mata merupakan alat
kepentingan kolektiva akan tetapi juga untuk kepentingan dirinya sendiri.
Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 5.18 dan Gambar 5.3 tampak
terdapat pengaruh secara tidak langsung investasi terhadap kesejahteraan
masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun
2007-2012. Hal ini menandakan investasi yang dilakukan pemerintah melalui
prngalokasian belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Bali pada tahun
2007-2012 telah memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat
di kabupaten/kota Provinsi Bali Bali pada tahun 2007-2012.
Penelitian ini mendukung
penelitian Kami Artana (2009) hasilnya
dinyatakan bahwa investasi dan tenaga kerja baik secara simultan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun secara parsial
dengan menggunakan metode linier dan log linier ternyata investasi tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi tenaga kerja berpengaruh
posisif dan signifikan terhadap kemiskinan pada periode 1990-2007.
Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang
diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave dalam Prasetya
(2012) dinyatakan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-
126
tahap pembangunan ekonomi dapat dibedakan antara tahap awal, tahap menengah,
dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase
investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus
menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi.
Pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah
masih diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar semakin
meningkat, dan pada tahap ini peran investasi swasta juga semakin besar. Pada
tingkat ekonomi selanjutnya, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan
prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan
hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat.
5.5 Keterbatasan penelitian
Hasil penelitian ini telah dapat menjelaskan atau mengkonfirmasi
beberapa teori
dan beberapa kajian sebelumnya tentang pengaruh jumlah
penduduk, dana perimbangan dan investasi baik secara langsung maupun secara
tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali
pada Tanun 2007-2012,
namun masih banyak
terdapat keterbatasan dalam
penelitian ini terutama berkaitan dengan jangka waktu penelitian yang masih
relatif pendek yaitu periode enam tahun pada tahun 2007-2012 dan variabel
penelitian.
Bagi peneliti selanjutnya kedepan diharapkan jangka waktunya dapat
diperpanjang agar data pengamatannya lebih banyak sehingga hasilnya lebih
mendekati kebenaran atau mewakili keadaan sesungguhnya. Sedangkan variabel
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 varaibel bebas yaitu jumlah
penduduk (X1), dana perimbangan (X2) dan investasi (X3) dan belanja langsung
127
(Y1) sebagai variabel mediasi serta satu variabel terikat yaitu kesejahetaraan
masyarakat (Y2), diperoleh hasilnya bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh
secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, bagi peneliti selanjutnya
diharapkan dapat mengganti variabel mediasi dengan variabel lain yang berkaitan
dengan variabel kesejahteraan atau menambah variabel sebagai variabel
intervening yang berkaitan dengan kesejahteraan.
128
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat disusun beberapa simpulan, yaitu:
1) Jumlah penduduk berpengaruh tidak signifikan terhadap kesejahteraan
masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012, namun
dana perimbangan dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali pada Tahun 20072012. Hal ini menandakan bahwa pemanfaatan dana perimbangan yang
diterima dari pemerintah pusat oleh kabupaten/kota di Provinsi Bali
dialokasikan pada belanja langsung
telah berdampak positif terhadap
kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali, dan Investasi yang
dilakukan pemerintah dengan pengalokasian belanja modal melalui belanja
langsung telah dapat meningkatkan kegiatan ekonomi yang dapat menyerap
tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
kabupaten/kota Provinsi Bali.
2) Teradapat pengaruh yang
positif dan signifikan jumlah penduduk, dana
perimbangan dan investasi secara tidak langsung
terhadap kesejahteraan
masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali pada
tahun 2007-2012. Artinya
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
yang menempatkan manusia sebagai modal dan sasaran pembangunan harus
didukung
dengan
alokasi
belanja
langsung
untuk
membiayai
129
program/kegiatan sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Manfaat dana perimbangan yang diterima oleh pemerintah kabupaten/kota
Provinsi Bali telah berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan melalui
pengalokasian belanja langsung yang digunakan untuk melaksanakan
program dan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. investasi yang
dilakukan pemerintah kabupaten/kota yang digunakan untuk membiayai
belanja modal melalui belanja langsung telah dapat mendorong kegiatan
perekonomian, dan berdampak kesejahteraan masyarakat.
3) Variabel belanja langsung merupakan variabel mediasi sempurna atau perfect
mediator terhadap kesejahteraan masyarakat, dan variabel belanja langsung
merupakan variabel mediasi parsial atau partial mediator terhadap variabel
dana perimbangan dan variabel investasi.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan beberapa saran dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1) Berkaitan dengan pengalokasian belanja daerah, kepada pemerintah
kabupaten/kota Provinsi Bali diharapkan dapat melakukan efisiensi pada
belanja aparatur, agar proporsi belanja langsung lebih ditingkatkan, termasuk
pada alokasi belanja langsung kedepan lebih meningkatkan proporsi belanja
modal
dengan melaksanakan pembangunan infrastruktur dan pengadaan
sarana prasana dibidang pendidikan, kesehatan dan sosial ekonomi sehingga
lebih berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat secara langsung.
130
2) Dalam upaya peningkatan
investasi,
kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota di Provinsi Bali diharapkan dapat meningkatkan investasi
pemerintah
untuk pembangunan infrastruktur dan pengadaan sarana dan
prasarana, agar dapat memperlacar aktifitas perekonomian sampai ke tingkat
pedesaan, dan dengan tersedianya infrastruktur yang memadai maka dapat
menarik para investor swasta untuk melalukan investasi, dan akhirnya tercipta
kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat, disatu sisi
pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali diharapkan dapat menciptakan
iklim investasi yang kondusip, mendorong para investor untuk melakukan
investasi yang bersifat padat karya sehingga dapat menciptakan lapangan
kerja dan akhirnya berdampak terhadap kesejahteraan. Bagi para investor
baik investor dalam negeri maupun investor asing dalam berinvestasi agar
dapat disesuaikan dengan
potensi daerahnya, sehingga dengan adanya
kegiatan ekonomi masyarakat akan menurun minatnya untuk melalukan
urbanisasi
ke kota
khususnya ke Kota Denpasar dan Badung, dan
kemacetan dapat dikurangi.
3)
Bagi pemerintah kabupaten yang memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM
Provinsi Bali, dalam pengalokasian belanja daerah melaui belanja langsung
diharapkan dapat ditingkatkan melalui program dan kegiatan yang dapat
menyentuh langsung kepentingan masyarakat khususnya pada bidang
pendidikan dan kesehatan.
131
DAFTAR PUSTAKA
Andaiyani, 2012.Pengaruh Indek Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi,
Dan Belanja Operasional Terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal pada
Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Barat Tahun
2007-2010.(Tesis) (Online) tesedia di http://ojs.ac.id/index.php/
Ali Sulaiman Al-Shatti, 2014. The Impact of Public Expenditures on Economic
Growth in
Jordan. (Jurnal) tersediadi E-mail: Alialshati2008@
gmail.com oi:10.5539
/ijef. v6n10p157
URL:
http:
//dx.doi.org/10.5539 /ijef.v6n 10p157
Arjoso,S.2006. Pemakaian Alat Kontrasepsi Non
http:www.suara pembaharuan. com/news/kesra
Hormonal
Rendah,
Ariasih, Pande. & Suyana Utama, I Made. 2012. Pengaruh Jumlah Penduduk dan
PDRB Perkapita terhadap Penerimaan PKB dan BBNKB Serta
Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Bali Tahun 1991-2010. (Online)
tesedia dihttp://ojs.unud.ac.id/index.php/
Ari Yuniarti, 2009. Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Perkapita , Tingkat
Investasi dan Tingkat Industrialisasi Terhadap Kemanidirian Daerah , di
Kabupaten dan Kota Wilayah
Soloraya.(Tesis). Surakarta
:UniversitasSebelasMaret.
Tersediahttp://eprints.uns.ac.id/8135/1/72160707200903071.pdf
Azhari A Samudra, 1995. Perpajakan di Indonesia :Keuangan, Pajak dan Retribusi
Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arsyad.Lincolin 1999.Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE.
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: UPP STIE YKPN,
Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Pendapatan Domestik Regional Domestik
Regional Bruto Provinsi Bali. Denpasar Padan Pusat Statistik.
Barro, Robert J 1990. Government Spending in a Simple Model of Enogeneus
Growth. The Jurnal Of Political Economy, ( Online) tersedia di
http://www1.worldbank.org/ publicsector / pe/pfma 06 /BarroEndog
Growth JPE88.pdf
Barro, Robert J and Xavier Sala-i-Martin, 1992.Conergence in the Neoclassical
Growth Model, Journal of Political Economy (Online) 100 (2)223251,tersedia di http://dash. harvard.edu/bitstream/hndle/1/3451299/Barro
Convergence.
132
Biro Ekbang, 2012.LAKIP Pemerintah Provinsi Bali Tahun 2012.
Boediono,1985,Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta.BPFE.
Brotodiharjo, (1995).Pengantar Ilmu Hukum Pajak.Bandung PT. Eresco.
Chude, 2012.Impact Of Government Expenditure On Economic Growth In
Nigeria, (Jurnal).Tersedia di http://www.eajournals.org/wpcontent/uploads/Impact-of-Government-Expenditure-on-EconomicGrowth-in-Nigeria..pdf
David G. Davies, United States Taxes and Tax Policy, Cambridge University
Press.
Davey, K.J. 1988. PembiayaanPemerintah Daerah. Jakarta: UI Press.
DeddyRustiono (2008). Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi
Jawa Tengah. (Tesis). Semarang: Universitas Diponogoro.Tersedia di
eprints. undip.ac.id/16937/1/Deddy_Rustiono .pdf
Deliarnov.1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi.Jakarta:Rajawali Press.
Departemen Dalam Negeri. 2000. Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999,
Tentang Pemerintah Daerah.
________.2000.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Devarajan Santayanan and Vinaya Swaroop, 1993.The Composition of Public
Expenditure and Economic Grohth.Jurnal of Economics 37 (1996)
(Online)
tersedia
di
http://www1.
worldbank.
org/public
sector/pe/pfma06/ Shanta Vinay Hengfu.pdf
Dinas Pendapatan Provinsi Bali. 2012. Data Pendapatan Daerah Provinsi Bali.
Dumairy, 1999.Perekonomian Indonesia, Jakarta:Erlangga.
Fauzi.1995, Kamus Akuntansi Praktis. Malang: Indah Surabaya
Fransisca Roossiana Kurniawati, 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)
Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah
Daerah Provinsi, Kota, Dan Kabupaten Di Indonesia.Jurnal.
Gerardo,1991.Economics.Tersedia
di
http://books.google.co.id/books?id=j
1A_OvW__p4C&sitesec = buy&hl=id &source=gbs_buy_r
Ghozali Imam,2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS,
Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
133
GilarsoSJ., 2006. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Yogyakarta: Kanisius
Gregory, Mankiw . 2006:Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta Salemba Empat.
Halim Abdul, 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yokyakarta : UPP-YKPN
IhyaulUlum, 2005.Analisis Atas Dana Perimbangan dan Pengaruhnya Terhadap
Belanja Daerah Provinsi di Indonesia
J.F.J. Toye , 2007. Public Expenditure and India Development Policy 1960-70,
Canbridge University Press.Lessons from the Niger Delta. (Online)
http://books.google.co.id/books?id=Axz3t8GmWPwC&pg=PA130&dq=
ML+Jhingan+2004&hl=id&sa=X&ei=9J7bU4WEYKWuAT88oLgBw&ved=0CCkQ6wEwAg#v=onepage&q=ML%20J
hingan%202004&f=false
J. Supranto, 2004. Analasis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta: PT.
RinekaCipta.
JejenHendar, 2013, Pelaksanaan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan PT. Sari
Husada Cabang Yogyakarta Terhadap Lingkungan Sosial.
Kami Artana, I Nyoman.2009.” Dampak Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Provinsi Bali” (Tesis). Denpasar : Universitas Udayana
Kartomo (2012). Pengertian Penduduk. Dalam Pengertian dan Definisi Penduduk
Tersedia
di
http://carapedia.com/pengertian_definisi_penduduk_info2150.html (diunduh
:tanggal 14 Oktober 2014)
Kesit Bambang Prakosa, 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah
(Study Emperik di Wlayah Jawa Tengah dan DIY) (Jurnal).
Kerlinger, Fred. N. 2002. Asas-asas Penelitian Beharioral. Edisi Ketiga
(Penerjemah: Landung R. Simatupang). Yogyakarta: GadjahMada
University Press.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomidan Pembangunan Daerah, Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Airlangga
LAN- RI, 2008. (online) Jakarta: Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan
Tingkat III, tersedia di http…. JSQe5GnRWQ.
Landau,1983.Government Expenditure and Economic Growth. Tersedia di
www.cenet.org.cn/.../Xiangjie%20Wu-Governme.
134
Lilis Setyowati, 2012.Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD
terhadap Indek Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Belanja
Modal sebagai Variabel Intervening. Jurnal
Mardiasmo, 2009.Perpajakan. Yogyakarta, CV. AndiOfset.
Muchamad Rizal Rachman, 2010. Analisis Investasi Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Gresik,
Sidoarjo Dan Pasuruan.
Mundiharno,1998.Pengertian, RuangLingkup Dan Bentuk-Bentuk Analisis
Ekonomi
Kependudukan.
Artikel
Tersedia
di
andriwijanarko.files.wordpress.com/.../pengertian-ruang-lingkup-danbe.
Mosayeb Pahlavani, YosefElyasi, 2011. Government Revenue and Government
Expenditure. (Jurnal) tersedia di
http://www.ijbssnet.com/journals/Vol._2_No._7%3B_Special_Issue
Nachrowi D Nachrowi, 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonomitrika
untuk Analaisi Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Nazar Dahmardeh, 2008. Government Expenditures and its Impact on Poverty
Reduction ( Empirical From Sistan and Baluchestan Province of Iran ).
Artikel tersedia di www.hrmars.com/admin/pics/1574.pdf
Nehen,I.K2010. Perekonomian Indonesia. Denpasar
Universitas Udayana.
: Fakultas Ekonomi
Nurcholis, Hanif (2007) Teori dan Praktik Pemerintahan dan OTDA : Jakarta: PT.
Gramedia
Widiasana
Indonesia
tersedia
di
http://books.
google.co.id/books?id
=nrhktUy_3jgC&pg=PR3&dq=teori+dan+praktik+pemerintahan+otono
mi+daerah+Nurcholis+2007&hl=id&sa=X&ei=t2jbU52TNsafugSsx4Cg
Aw&ved=0CCEQ6wEwAQ#v=onepage&q=teori%20dan%20praktik%2
0pemerintahan%20otonomi%20daerah%20Nurcholis%202007&f=false
Parmana, Dewa Gede.2008. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Ekonomi,
Kesehatan, dan Pendidikan Perkapita Terhadap Tingkat Kesejahteraan
Masyarakat Provinsi Bali” (Tesis) Denpasar: Universitas Udayana.
Prasetyantoko, 2010.Ponzi Ekonomi: Prospek Indonesia di tengah instabilitas
global. (Online) Jakarta : BukuKompas. Tersedia di
http://
books.google.
co.id/books?id=LSfTJEIfXwg
C&printsec
=frontcover&dq =Prasetyantoko+2010&hl= d&sa=X&ei= OYnbU8Lg
135
MY6OuAT5j YHQBw&ved =0CBsQ6wEwAA#v=onepage&q
Prasetyantoko %202010&f=false
=
Poerwadarminta, 1986, Kesejahteraan Dan Kemakmuran Kelima, Bina Aksara,
Jakarta.
Pusat Pengkajian Perpajakan dan Keuangan, 1996. Dampak Pungutan terhadap
Ekonomi Biaya Tinggi. Jakarta Indonesia, Pusat pengkajian Fiskal Dan
Moneter
.Tersedia
di
http://books.google.co.id/books?id=23YWAQAAMAAJ&q=Dampak+p
ungutan+terhadap+biaya+tinggi&dq=Dampak+pungutan+terhadap+biay
a+tinggi&hl=id&sa=X&ei=OKXbU47NoS2uAT1yoDACA&ved=0CB4Q6wEwAA
Ram (1986) dan Grossman (1988)
Ranis, 2004.Human Development And Economic Growth. (Artikel) tersedia di
http://www.econ.yale.edu/growth_pdf/cdp887.pdf
Rahardjo, Dawam, 1996, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa:
Risalah Cendekiawan Muslim, Bandung: Mizan, 1996 .
Republik Indonesia.Undang-Undang No 28 Tahun 2009, Tentang Pajak dan
Retribusi Daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang No 12 Tahun 2008, Tentang Perubahan
Kedua atas Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006.Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah
Republik Indonesia.Undang-Undang No 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang No 38 Tahun 2008, Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Rinawaty Taaha, Yulian, Dkk, 2013. Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sulawesi Tengah.
Rizal Mubaroq, 2013. Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja, dan
Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Di
Indonesia Tahun 2007 – 2010. Jurnal tersedia di http:// pustaka.
unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/Jurnal-M-Rizal-M-METNPAD.pdf
Sajkumar Tulsidharan,2006. . Government Expenditure and Economic Growth in
India (1960-2000). The Quarterky, Jurnal of Indian Institute of
Finance.Tersediadiwww.econbiz, de/smiliar/result.mlf
136
Samuelson, Paul A dan William D.Nordhaus.2001.Makro Ekonomi (terjemahan).,
Jakarta: Erlangga
Saragih.2003, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis. Yogyakarta :Andi
Sasana Hadi.2009, Analisis Dampak Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan Antar
Daerah dan Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan di
Kapupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Dalam Era Globalisasi.
Simanjuntak.2012.Pengertian Penduduk. Dalam Pengertian dan Definisi
Penduduk
Tersedia di http://carapedia. com/pengertian_ definisi_
penduduk_info2150. html (diunduh :tanggal 14 Oktober 2014)
Sinta Regina Trisnu, Cok & Purbadharmaja IB, 2014 .Pengaruh PMDN dan PMA
Terhadap PBRB di Provinsi Bali, (Online) E-Jurnal EP Unud, 3 [3] : 88 95 ISSN: 2303-0178, : Denpasar: Ekonomi Pembanguan Universitas
Udayana tersedia di ojs. unud. ac.id/index. Php / eep / article / download/
8137/6266
Suwarno, 2008.Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal
Asing Pada Industri Modal Asing di Jawa Timur. (Online) E Jurnal Riset
Ekonomi dan Bisnis Tersedia di
http://eprints.upnjatim.ac.id/104/1/812008-5-7.pdf
Suparmoko,M.2002.8. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Edisi
Keempat, Yogyakarta. BPFE UGM.
Suwandi, Made. 2001, Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta : IIP.
Sugiyono, 2012.Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Sukirno, Sadono 1998. PengantarTeoriMakroEkonomi ,EdisiKeDua, Yogyakarta.
PT. Raja GrafindoPersada
_______ 2001.PengantarTeoriMakroEkonomi,Jakarta RajaGrafindoPersada
_______2006.Ekonomi Pembangunan. Jakarta :Kencana Group
_______2008.Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
_______2010.Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan.
Bima Grafika, Jakarta.
Lilis Sulistiyowati, Dkk. 2012.Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi
Empirispada Pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa Tengah).(Jurnal).
137
Suyana Utama, Made. 2008. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Buku Ajar,
SastraUtama, Denpasar.
Suyekti Suindyah D.2009. Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja Dan Pengeluaran
Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Timur.
Jurnal tersedia di dyahsyam @yahoo.co.id.
Sodik, Jamzani. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi
Regional .Jurnal Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPN “Veteran”
Tersedia
di
http://journal.
uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/516/428
Sofyan, Syafri Harahap.2001.Analisa Kritis Atasan Keuangan. Universitas
Michighan. Raja Grafindo Persada.tersedia di http:// books. google.co.id/
books?id=VosWAQAAMAAJ&q=analisis+kritis+atas+laporan+keuanga
n+sofyan+syafri+harahap&dq=analisis+kritis+atas+laporan+keuangan+s
ofyan+syafri+harahap&hl=id&sa=X&ei=D4zbU9CKIYKHuATJlYGoA
w&ved=0CBsQ6wEwAA
Srinadi,2008.“Pengaruh Tarif dan PDRB Perkapita Terhadap Jumlah Kendaraan
Bermotor Serta Pengaruhnya Terhadap Penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor di Provinsi Bali” (Tesis) Denpasar: UniversitasUdayana.
Syeh
Assery,2009.
Global
Management
Tentang
Pengeluaran
Pemerintah.(Online)
tersedia
di
http://global
management.wordpress.com/2009/02/21/beberapa-penelitian-tentangpengeluaran-pemerintah
Tarigan, Robinson. 2004 ,Ekonomi Reginonal Teori dan Aplikasi.EdisiRevisi,
Jakarta Bumi Aksara.
Todaro, 2006.Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
TofikSiraj, 2012.Official development assistance (ODA), public spending and
economic growth in Ethiopia .(Jurnal). Tersedia di
http://www.academicjournals.org/article/article1380789821_Siraj.pdf
Yeniwati, 2013. Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi di Sumatera
138
Download