BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai cara tertentu yang
dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntunan dalam diri
maupun situasi eksternal yang dihadapinya (Agustiani, 2006). Penyesuaian
diri pada prinsipnya yaitu suatu proses yang mencangkup respon mental
dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk dapat berhasil
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,
konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya sehingga terwujud tingkat
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan
oleh lingkungan dimana individu tinggal (Desmita,2009).
Penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan individu dalam
menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dalam diri maupun dari lingkungan
sehingga dapat kesemimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan
tuntutan lingkungan, dan tercipta keselarasan antara individu dengan
realitas kehidupan (Ghufron & Risnawita, 2010). Pengertian luas
penyesuaian terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan
lingkungan sosialnya, yang di tuntut dari individu tidak hanya mengubah
kelakuanya dalam menghadapi kebutuhan – kebutuhan dirinya dari dalam
dan keadaan di luar, dalam lingkungan di mana seseorang hidup, akan
1414
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
15
tetapi juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adanya orang lain dan
macam – macam kegiatan mereka. Mustafa Fahmi (Desmita, 1977)
Kualitas penyesuaian yang penting adalah dinamisme atau potensi
untuk berubah. Penyesuaian terjadi kapan individu menghadapi kondisi –
kondisi lingkungan baru yang membutuhkan suatu respon. Penyesuaian
juga tampil dalam bentuk menyesuaikan kebutuhan psikologis seseorang
dengan norma – norma budaya (Hollander, 1981).
Penyesuaian mancangkup belajar untuk menghadapi keadaan baru
melalui perubahan dalam tindakan atau sikap. Sepanjang hidupnya
individu akan mengadakan perubahan periulaku, karena memang
seseorang dihadapkan pada kenyataan dirinya maupun lingkunganya yang
terus berubah. Derlega & Janda (Desmita, 1978)
Penyesuaian diri adalah konformitas yaitu menyesuaikan sesuatu
dengan prinsipnya (Sunarto H, 2008). Penyesuaian diri ialah kemampuan
individu
untuk
hidup
dan
bergaul
secara
wajar
terhadap
lingkungannya,sehingga individu merasa puas terhadap dirinya dan
terhadap lingkunganyannya (Willis, 2010).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
adalah kemampuan individu atau cara tertentu yang dilakukan oleh
individu untuk bereaksi terhadap tuntutan dalam diri maupun situasi
eksternal yang dihadapinya dalam usaha manusia untuk menguasai
perasaan yang tidak menyenangkan atau tekanan akibat dorongan
kebutuhan,usaha memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
16
dan tuntutan lingkungan dan usaha menyelaraskan hubungan individu
dengan realistis yang mencangkup respon-respon mental dan tingkah laku,
yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan,
ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami dalam dirinya.
2. Faktor-faktor Penyesuaian Diri
Menurut Sunarto (Agung Hartono, 2008) Faktor – faktor yang
mempengaruhi proses penyesuaian diri antara lain yaitu:
a. Kondisi-kondisi fisik (keturunan,konstitusi fisik, susunan saraf
kelenjar, system otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya.
b. Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan interlektual,
sosial, moral, dan emosional.
c. Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajar,
pengkondisian, penentuan diri (self-determination), frustasi dan
konflik.
d. Kondisi lingkungan khususnya keluarga dan lingkungan sosial.
e. Penentu cultural/budaya, termasuk agama.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor penyesuaian diri
yaitu: Kondisi-kondisi fisik (keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf
kelenjar, system otot, kesehatan,penyakit dan sebaagainya). Perkembangan
dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan
emosional, penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajar,
pengkondisian, penentuan diri (self-determination), frustasi dan konflik,
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
17
kondisi lingkungan khususnya keluarga dan lingkungan sosial, penentu
cultural/budaya, termasuk agama.
3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Aspek-aspek penyesuaian diri menurut Desmita (2009) antara lain:
a. Kematangan Emosional
1) Kemantapan suasana kehidupan emosional
2) Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain
3) Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelanya
4) Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri
sendiri
b. Kematangan Intelektual
1) Kemampuan mencapai wawaasan diri sendiri
2) Kemampuan memahami orang lain dan keragamanya
3) Kemampuan mengambil keputusan
4) Keterbukaan dalam mengenal lingkungan
c. Kematangan Sosial
1) Keterlibatan dalam partipasi sosial
2) Kesediaan kerja sama
3) Kemampuan kepemimpinan
4) Sikap toleransi
5) Keakraban dalam pergaulan
d. Tanggung Jawab
1) Sikap produktif dalam mengembangkan diri
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
18
2) Melakukan perencanaan dan melaksanakanya secara fleksibel
3) Sikap altrulisme,empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal
4) Kesadaran akan etika dan hidup jujur
5) Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar system nilai
6) Kemampuan bertindak independen
Aspek-aspek penyesuaian diri menurut Runyon dan Haber
(Desmita, 1984) yaitu:
a. Persiapan terhadap realitas
Individu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan
menginterpretasikanya, sehingga mampu menentukan tujuan yang
realistic sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali
konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang
sesuai.
b. Kemampuan mengatasi stress dan kecemasan
Individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam
hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami.
c. Gambaran diri yang positif
Individu mempunyai gambaran diri yang positif baik melalui
penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, sehingga
individu dapat merasakan kenyamanan psikologis.
d. Kemampuan mengekpresikan emosi dengan baik
Individu dapat mengekpresikan emosi dengan baik dan mampu
melakukan control emosi yang baik.
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
19
Schneiders (Desmita, 2006) mengungkapkan bahwa penyesuaian
diri yang baik meliputi enam aspek sebagai berikut:
a. Kontrol terhadap emosi yang berlebihan
Aspek pertama menekankan kepada adanya control dan ketenangan
emosi individu yang memngkinkannya untuk menghadapi permasalahan
secara inteligen dan dapat menentukan berbagai kemungkinan
pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada
emosi sama sekali,tetapi lebih kepada control emosi ketika menghadapi
situasi tertentu.
b. Mekanisme pertahanan diri yang minimal
Aspek kedua ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan
lebih mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian
masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri
yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu
dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami
dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu
dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu mengalami
kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk
di capai.
c. Frustasi personal yang minimal
Individu yang mengalami frustasi ditandai dengan perasaan tidak
berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
20
mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah
laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri
Individu
memiliki
kemampuan
berpikir
dan
melakukan
pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan
megorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan
masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukan penyesuaian yang
normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang lebih
baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika
berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.
e. Kemampuan untuk belajar dan memanfaatkna pengalaman masa lalu
Penyesuaian normal yang ditunjukan individu merupakan proses
belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil
dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stress. Individu dapat
melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan
mengganggu penyesuaianya.
f. Sikap realistic dan objektif
Sikap yang realistic dan objektif bersumber pada pemikiran yang
rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu
sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Daripendapat ahli diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa aspek-aspek penyesuaian diri terdiri dari kematangan emosional,
kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggung jawab.
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
21
B. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Lauster (2003) mengemukakan bahwa kepercayaan diri merupakan
salah satu ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan akan
kemampuan diri sendiri, sehingga individu tidak mudah terpengaruh oleh
orang lain. Kepercayaan diri menurut Walgito (dalam Supratiknya, dkk.,
2000) adalah kepercayaan seseorang kepada kemampuan yang ada dalam
kehidupannya. Penulis mencoba menyimpulkan kepercayaan diri sebagai
keyakinan akan kemampuan diri dalam kehidupan seseorang dalam
menerima kenyataan sehingga dapat mengembangkan kesadaran diri,
berpikir positif dan mandiri. Menurut Lauster (2003), kepercayaan diri
pada seseorang dapat dilihat pada aspek kemandirian, optimis, tidak
mementingkan diri sendiri dan toleran, yakin akan kemampuan diri
sendiri, memiliki ambisi yang wajar, dan tahan menghadapi cobaan.
Menurut Lauster (1994), rendahnya kepercayaan diri akan
mengakibatkan seseorang cenderung menilai negatif kemampuan diri
sendiri, sehingga segala potensi yang ada pada dirinya menjadi tidak
teraktualisasikan. Individu yang mempunyai kepercayaan diri rendah
kurang mampu untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, yang
akan mengakibatkan kurangnya kemampuan untuk mengemukakan
perasaan, pendapat, ide secara lisan atau verbal kepada orang lain. Elis &
Harpa (Bierman dkk, 1987)
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
22
Budiono (1995) menyatakan bahwa rasa percaya diri sangat berguna
untuk mengatasi persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari
terutama dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus. Menurut Ghifari
(2003) kepercayaan diri merupakan modal utama untuk mencapai sukses
serta dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan kompetitif. Bloom
(1985) menyatakan bahwa individu dengan kepercayaan diri tinggi tidak
akan merasa ragu-ragu untuk mengekspresikan segala perasaan, pikiran,
pendapat dan idenya secara langsung, jujur dan terbuka terhadap orang
lain tanpa takut dinilai jelek atau salah. Hal senada diungkapkan oleh
Waterman (Kumara, 1988) bahwa orang yang mempunyai kepercayaan
diri tinggi selalu menilai positif dalam menghadapi segala hal. Menurut
Yacinta (1993) kepercayaan diri diperlukan agar seseorang bisa merasa
aman atau terbebas dari rasa takut terhadap situasi atau orang-orang di
sekitarnya. Brenneche dan Amich (1978) menyatakan bahwa kepercayaan
diri merupakan suatu perasaan yang cukup aman dan tahu apa yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehingga tidak perlu membandingkan dirinya
dengan individu lain dalam menentukan standar karena ia selalu dapat
menentukan standarnya sendiri.
Walgito (2000) menjelaskan bahwa kepercayaan diri berawal dari
tekad diri untuk melakukan sesuatu dalam hidup sesuai dengan batas-batas
keinginan dan kemampuan pribadi. Seseorang yang yakin dengan
kemampuan diri akan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri,
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
23
mengetahui apa yang dibutuhkan dalam hidup, dan mampu melakukan
sesuatu sesuai dengan yang diinginkan atau harapan-harapannya.
Angelis (2002) menambahkan jika yakin pada diri sendiri maka
tantangan hidup apapun akan dihadapi. Memiliki keyakinan berarti
percaya diri untuk menerjang segala kekhawatiran dan pantang menyerah.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
sebagai tekad diri yang terbina dari keyakinan dalam jiwa sebagai manusia
bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan kesediaan
melakukan untuk berbuat sesuatu dan pantang menyerah.
2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri
Lauster (2003), menjabarkan aspek-aspek kepercayaan diri sebagai
berikut:
a. Yakin akan kemampuan diri sendiri
Yakin akan kemampuan diri sendiri diartikan sebagai merasa tidak
perlu membandingkan diri dengan orang lain dan tidak mudah untuk
terpengaruh orang lain. Angelis (2002), menambahkan individu yang
percaya diri akan berani menghadapi tantangan dalam kehidupannya.
b. Optimis
Optimis, yaitu memiliki pandangan dan harapan positif tentang
dirinya. Sikap optimis dapat memacu kekuatan seseorang untuk
beraktivitas dalam tingkatan yang lebih baik, sehingga sikapnya
menjadi positif dan terbuka. Individu yang optimis mempunyai
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
24
kemauan untuk bekerja dan belajar agar tercapai tujuan yang
diharapkan.
c.
Mandiri
Mandiri yaitu tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan
tugas.
Sikap
mandiri
mendorong
seseorang
untuk
tidak
menggantungkan harapan kepada orang lain. Walgito (2000)
menjelaskan bahwa individu yang mandiri tidak suka meminta
bantuan orang lain dan tidak mengandalkan dukungan dari orang lain
dalam melakukan suatu kegiatan. Kemandirian didukung keyakinan
terhadap kemampuan diri, yaitu merasa tidak perlu membandingkan
dirinya dengan orang lain dan tidak mudah terpengaruh oleh orang
lain.
d. Tidak mementingkan diri sendiri dan toleran
Tidak mementingkan diri adalah sikap murni seseorang tanpa
tujuan untuk mendapatkan balasan sama sekali, sedangkan individu
yang mempunyai toleransi akan mengenali kemampuan dan
keterbatasan dirinya, kemampuan dan keterbatasan orang lain serta
perbedaan
potensi
pribadi
antar
individu.
Walgito
(2000)
menambahkan bahwa toleransi berarti memahami dan menerima
perbedaan orang lain dengan dirinya dan mengerti kekurangan yang
ada pada dirinya serta dapat menerima pandangan dari orang lain.
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
25
e. Memiliki ambisi yang wajar
Ambisi adalah dorongan untuk mencapai hasil yang diperlihatkan
dan dihargai oleh orang lain untuk mempertinggi rasa harga diri dan
memperkuat kesadaran atas diri sendiri. Angelis (2002) menjelaskan
bahwa keyakinan diri adalah kepercayaan terhadap potensi dalam diri
untuk menghadapi berbagai kekhawatiran dan terus berusaha untuk
maju.
f. Tahan menghadapi cobaan
Orang dalam kehidupannya selalu menghadapi banyak persoalan
atau cobaan yang tidak dapat dihindari. Tidak sabar, menilai rendah
kemampuan diri sendiri merupakan beberapa sikap yang tidak tepat
digunakan ketika seseorang di hadapkan pada berbagai tekanan
sehingga dapat menurunkan kepercayaan dirinya.
3. Faktor-faktor Kepercayaan Diri
Walgito (2000) menyatakan bahwa kepercayaan diri dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Konsep diri
Konsep diri adalah gambaran seseorang tentang keadaan dirinya
sendiri (Buss dalam Supratiknya, 2000). Konsep diri akan terbentuk
dengan adanya interaksi dengan lingkungan, khususnya lingkungan
sosialnya. Orang yang mempunyai konsep diri positif akan lebih
percaya diri dan menghargai dirinya serta dapat melihat hal-hal yang
positif demi keberhasilannya di masa depan.
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
26
b. Harga diri
Dalam bermasyarakat orang akan selalu berhubungan dengan
individu lain sebagai makhluk sosial. Dalam berinteraksi dengan orang
lain akan terbina saling menghargai antara individu satu dengan
lainnya di samping juga menghargai diri sendiri. Dengan menghargai
diri sendiri dan orang lain secara positif dan cukup baik akan terbentuk
kepercayaan diri yang positif juga.
c. Sikap
Dalam berinteraksi seseorang akan menimbulkan sikap saling
mempengaruhi dan saling memberikan stimulus dan respon terhadap
yang lain, sehingga akan terbentuk gambaran-gambaran tertentu
mengenai seseorang atau orang lain. Dengan gambaran-gambaran
tersebut maka akan terbentuk sikap-sikap tertentu. Apabila sikap
penerimaan yang diterima positif maka akan membantu membentuk
kepercayaan diri yang baik bagi orang tersebut.
d. Lingkungan
Terbentuknya kepercayaan diri adalah melalui perkembangan
kepribadian, yaitu dalam berintertaksi dengan lingkungan. Sikap
lingkungan terhadap diri seseorang akan membentuk kepercayaan diri
seseorang. Jadi hubungan individu dengan orang-orang yang ada di
sekitarnya merupakan hal yang penting dalam membentuk kepercayaan
dirinya.
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
27
Menurut Lauster (2003) kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa
faktor di antaranya adalah:
a. Kondisi fisik
Kondisi fisik seseorang dapat menimbulkan perasaan percaya
diri berkembang lebih kuat namun ada juga yang kurang kuat
berkembang. Apabila rasa percaya dirinya kurang berkembang, hal
lain ini tergantung seorang dalam mengatasi kelemahanya.
b. Cita-cita
Seseorang yang bercita-cita normal akan memiliki kepercayaan
diri karena tidak ada perlunya untuk menutupi kekurangpercayaan
pada diri sendiri dengan cita-cita yang berlebihan.
c. Sikap hati-hati
Seseorang yang percaya diri tidaklah bersikap hati-hati secara
berlebihan.
d. Pengalaman
Pengalaman seseorang dalam kehidupan dapat membentuk rasa
percaya diri sehingga mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu
tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa factorfaktor yang mempengaruhi kepercayaan diri pada seseorang yaitu
konsep diri, harga diri, sikap, lingkungan, kondisi fisik, cita-cita, sikap
hati-hati, dan pengalaman. Penulis akan menggunakan faktor
kepercayaan diri
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
28
C. Tunagrahita
1. Pengertian Tunagrahita
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa indonesia
dikenal dengan nama: lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan
tunagrahita. Dalam bahasa inggris dikenal dengan nama “Mentaly
Handicaped, Mentally Retardid”. Anak unagrahita adalah
bagian dari
anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan,
keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi fisik, intelektual,
sosial, emosi dan gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka
membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan
potensinya secara optimal.
Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya jauh di bawah rata-rata dan
ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi
sosial. Anak tunagrahita juga disebut dengan istilah terbelakang mental
karena keterbatasan kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk
mengikuti pendidikan secara klasikal, oleh karen itu anak keterbelakangan
mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan
dengan kemampuan anak tersebut. Seseorang dikategorikan berkelainan
mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan
yang sedemikian rendahnya ( di bawah normal ), sehingga untuk meneliti
tugas perkembanganya memerlukan bantuan atau layanan secara sepesifik,
termasuk dalam program pendidikanya ( Bratanata, 1979).
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
29
Edgar Doll berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika : (1)
secara sosial tidak cakap, (2) secara mental di bawah normal, (3)
kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4)
kematanganya terhambat ( Kirk, 1970).
Menurut The American Association on Mental Deficiency
(AAMD), seseorang dikategorikan tunagrahita apabila kecerdasanya
secara umum di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian
sosial dalam setiap fase perkembanganya (Hallanhan dan Kauffman, 1986)
2. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengelompokan
pada
umumnya
didasarkan
pada
taraf
inteligensinya, yang terdiri dari keterbelakangan mental ringan, sedang,
berat. Pengelompokan seperti ini sebenarnya bersifat artifical karena
kegiatanya tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Gradasi dari
suatu level ke level berikutnya bersifat kontinum. Kemampuan inteligensi
anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala
Weschler ( WISC ).
a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini
memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet,sedangkan menurut Skala
Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar
membaca, menulisn dan berhitung sederhana.
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut dengan imbesil. Kelompok ini
memiliki IQ 51-40 pada skala Binet, dan 54-40 menurut SkalaWeschler
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
30
(WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan
Mental Age (MA) sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik
mengurus sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti
kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan
sebagainya.
c. Tunagrahita Berat
Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok
ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat.
Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala
Binet dan antara 39-25 menurut skala weschler (WISC). Tunagrahita
sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut skala binet
dan IQ di bawah 24 menurut skala weschler (WISC). Kemampuan
mental atau mental age (MA) maksimal yang dapat dicapai kurang dari
tiga tahun.
Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasar Derajat Keterbelakanganya
( sumber : Blake, 1976 )
Tabel 1
IQ
Level keterbelakangan
Stanford Binet
Skala Weschler
Ringan
68-52
Sedang
51-36
Berat
32-20
Sangat Berat
>19
3. Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita
69-55
54-40
39-25
>24
Suppes (1974) menjelaskan bahwa kognisi merupakan bidang
yang luas yang meliputi semua ketrampilan akademik yang berhubungan
dengan wilayah persepsi. Messen, Conger, dan Kagan ( 1947 )
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
31
menjelaskan bahwa kognisi paling sedikit terdiri dari lima proses yaitu :
(1) Persepsi, (2) Memori, (3) Pemunculan ide – ide, (4) evaluasi, (5)
penalaran. Proses-proses itu meliputi sejumlah unit yaitu sekema,
gambaran, simbol, konsep, dan kaidah-kaidah.
Zaenal Alimin (1993) melaporkan hasil penelitian mengenai
kecepatan merespon anak tunagrahita terhadap gambar yang tidak
lengkap. Pada umumnya anak tunagrahita yang memiliki mental age
(MA) kurang lebih 6,5 tahun memiliki performance yang hampir sama
dengan anak normal berumur 6 tahun, dalam mengenali gambar yang
tidak lengkap.Perbedaanya terletak pada kecepatan menjawab soal, anak
terkadang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan anak
normal. Disamping itu anak tunagrahita tidak mampu memanfaatkan
informasi ( isyarat ) yang ada untuk menjawab soal-soal dan tidak
memiliki strategi dalam menyelesaikan tugas itu.
D. Ibu Yang Memiliki Anak Tunagrahita
Pengertian Ibu
Ibu adalah seseorang yang
mencintai anaknya di dunia ini.
Pengorbananya untuk anak sungguh luar biasa. Bahkan sebesar apapun
pengorbananya yang anak lakukan untuk ibu, itu tidak ada bandingnya
dengan pengorbanan seorang ibu. Ibu adalah tempat bersandar anak di saat
anak sedang terpuruk dalam menjalani hidup ini.
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
32
Orang tua adalah pengertian umum dari seseorang yang melahirkan
anak, orang tua biologis. Orang tua yang telah mengasihi anak,
memelihara anaknya sedari kecil.
Menurut Thamrin Nasution orang tua merupakan setiap orang yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang
dalam kehidupan sehari – hari di sebut sebagai ibu dan bapak .
Menurut Harlock orang tua merupakan orang dewasa yang
membawa anak ke dewasa,terutama dalam masa perkembanganya.
E. Hubungan Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Diri Ibu Yang
Memiliki Anak Tunagrahita sedang
Ibu adalah seseorang yang paling mencintai anak di dunia ini.
Pengorbananya untuk anak sungguh luar biasa. Bahkan sebesar apapun
pengorbananya yang anak lakukan untuk beliau, itu tidak ada bandingnya
dengan pengorbanan seorang ibu. Ibu adalah tempat bersandar anak di saat
anak sedang terpuruk dalam menjalani hidup ini.
Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa
yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal.
Sedemikian rupa dari segi fisik, intelektual, sosial, emosi dan gabungan dari
hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus
untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Anak tunagrahita sedang disebut dengan imbesil. Kelompok ini memiliki
IQ 51-40 pada skala Binet, dan 54-40 menurut SkalaWeschler (WISC). Anak
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
33
terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan Mental Age (MA)
sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus sendiri,
melindungi diri sendiri dari bahaya seperti kebakaran, berjalan di jalan raya,
berlindung dari hujan, dan sebagainya.
Ibu yang memiliki anak tunagrahita mereka merasakan kecewa, terpukul,
tidak percaya diri dan bahkan mereka tidak bisa untuk melakukan
penyesuaian diri dengan lingkungan disekitarnya. Ibu yang memiliki anak
tunagrahita takut jika anaknya kelak akan di sepelekan bahkan akan
dikucilkan di lingkungan sekitarnya. Itulah yang membuat ibu anak
tunagrahita masih menutup diri.
Menurut Lauster (2003) Kepercayaan Diri adalah merupakan salah satu
ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan akan kemampuan diri
sendiri, sehingga individu tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Hambly (
1987) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai keyakinan individu untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginanya dan didasarkan pada cara
pandang individu terhadap dirinya, bagaimana individu mengetahui
kamampuan dan kelemahanya, bagaimana individu menerima kekurangan
dan
kelebihanya,
bagaimana
individu
menyesuaikan
diri
dengan
lingkunganya serta cara individu menyelesaikan permasalahan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.
Ibu yang memiliki anak tunagrahita kehilangan kepercayaan diri karena
mereka takut jika anaknya tidak di terima di masyarakat sekitar. Ibu yang
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
34
memiliki anak tunagrahita cenderung menutup diri dengan orang – orang di
lingkungan sekitarnya. Sehingga mempengaruhi kepercayaan dirinya.
Penyesuaian diri dapat dikatakan sebagai cara tertentu yang dilakukan
oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntunan dalam diri maupun situasi
eksternal yang dihadapinya (Agustiani, 2006). Penyesuaian diri pada
prinsipnya yaitu suatu proses yang mencangkup respon mental dan tingkah
laku, dengan mana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi
kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik
dan frustasi yang dialaminya sehingga terwujud tingkat keselarasan antara
tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana
individu tinggal.
Ibu yang memiliki anak tunagrahita juga penyesuaian dirinya dengan
lingkungan sekitar terganggu karena takut dengan keadaan anaknya yang
tidak normal dan tidak bertumbuh seperti anak normal pada umumnya. Ibu
yang memilik anak tunagrahita lebih menutup diri kepada lingkungan
sekitarnya.
Ibu anak tunagrahita tentu saja memiliki kepercayaan diri, jika rasa
kepercayaan diri dari ibu anak tunagrahita rendah maka akann mempengaruhi
penyesuaian dirinya di lingkungan sekitarnya dan kehidupan sehari – harinya.
Dan jika ibu yang memiliki anak tunagrahita memiliki kepercayaan diri yang
tinggi maka dalam penyesuaian dirinya terhadap lingkungan dan kehidupan
sehari – harinya tidak ada permasalahan. Jadi disini kepercayaan diri itu
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
35
mempengaruhi penyesuaian terhadap lingkungan sekitar dan kehidupan sehari
– hari.
F. Kerangka Berfikir
IBU ANAK TUNAGRAHITA
PENYESUAIAN DIRI
KEPERCAYAAN DIRI
Yakin akan kemampuan
diri sendiri
Optimis
1. Kematangan emosional
2. Kematangan intelektual
3. Kematangan sosial
Mandiri
Tidak mementingkan diri
sendiri dan toleran
Memiliki
wajar
ambisi
4. Tanggung jawab
yang
Tahan menghadapi cobaan
Gambar 1 Kerangka Berfikir
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
36
G. Hipotesis
Berdasarkan teori – teori yang telah dikemukakan, penelitian
mengajukan hipotesis : ada hubungan antara kepercayaan diri dengan
penyesuaian diri ibu yang memiliki anak tunagrahita sedang di SLB ABCD
Kuncup Mas di Kecamatan Banyumas
Hubungan Antara Kepercayaan Diri…, Rizka Dwi Rahayu, Fakultas Psikologi UMP, 2016
Download