makna imam menurut al-thabathaba`i dalam kitab al

advertisement
MAKNA IMAM MENURUT AL-THABATHABA’I
DALAM KITAB AL-MIZAN FI TAFSIR AL-QUR’AN
Fiddian Khairudin
Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di FIAI UNISI Tembilahan
Abstrak
Dalam dunia Islam, terdapat perbedaan pendapat yang
sangat mencolok antar mazhab-mazhab dalam Islam.
Perbedaan tersebut pada awalnya bertendensi politis.
Namun watak politik dalam Islam berhubungan erat
dengan agama, sehingga dalam orientasinya sering
dilakukan pembahasan terhadap masalah-masalah yang
berkaitan dengan pokok-pokok agama (usul al-din) sekitar
keimanan dan akidah. Permasalahan imam atau imamah
yang selalu diperdebatkan oleh mazhab-mazhab politik,
berusaha ditelaah dalam pembahasan ini. Kitab tafsir alMizan fi Tafsir al-Qur’an karya Muhammad Husain alTabataba’i menjadi sumber primernya. Penafsiran alTabataba’i memiliki orientasi penafsiran bi al-ra’yi sangat
mempengaruhi penafsiran-penafsiran makna imam di
dalam al-Qur’an. Dari aspek substansi penafsiran, alTabataba’i menafsirkan kata imam dan bentukannya yang
terdapat dalam al-Qur’an pada tujuh ayat. Dalam bentuk
mufrad maupun jama’ kata imam menurut al-Tabataba’i
memilki makna satu gelar bagi nabi-nabi dan penerus
risalah kenabian; pemimpin yang diikuti dalam kebaikan
atau keburukan; yang awal atau terdahulu; contoh dalam
kebaikan; jalan yang jelas; kitab pedoman suatu kaum; dan
al-lawh al-mahfudz.
Kata Kunci: Imam, Al-Tabataba’i, dan Kitab tafsir alMizan fi Tafsir al-Qur’an
2 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
A. Pendahuluan
Luasnya keanekaragaman karya-karya
tafsir tidak dapat
dipungkiri karena telah menjadi fakta bahwa para penafsir pada
umumnya mempunyai cara berfikir yang berbeda-beda, sesuai dengan
latar belakang pengetahuan dan orientasi mereka dalam menafsirkan alQur’an. Sejarah membuktikan, perbedaan-perbedaan yang terjadi tidak
hanya dalam masalah-masalah penafsiran tapi juga pada sisi-sisi lain
dari ilmu-ilmu keislaman.
Salah satu perbedaan pendapat itu berkisar pada masalah
kepemimpinan (al-imamah). Dinamakan dengan imamah karena
seorang pemimpin disebut imam yang wajib dipatuhi oleh rakyat di
belakangnya. Pemerintahan kenabian menuntut seorang imam untuk
berada di tengah-tengah kaum muslimin agar dapat memperhatikan
kemaslahatan mereka di dunia, memelihara agama mereka yang
diridhai serta menjamin kemerdekaan keyakinan, jiwa dan harta mereka
dalam ruang lingkup syariat Islam.1
Pembahasan ini mencoba mengangkat permasalahan imamah
yang selalu diperdebatkan oleh mazhab-mazhab politik. Penelitian
diarahkan pada penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan kata imam
dalam al-Qur’an dengan mengambil produk penafsiran karya
Muhammad Husayn al-Tabataba’i yang berjudul al-Mizan fi Tafsir alQur’an.2
1
Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah, terj. ‘Abd
Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, (Jakarta: Logos, 1996), h. 19.
2
Muhammad Husayn al-Tabataba’i, Islam Syi’ah Asal-Usul dan
Perkembangannya, terj. M. Wahyudin, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989), h. 19.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. | 3
Fiddian Khairuddin
Telah disepakati tentang kemestian adanya seorang imam untuk
menegakkan persatuan dan mengatur masyarakat, mengusahakan
berlakunya hukum atas kejahatan-kejahatan tertentu, mengumpulkan
zakat dari orang kaya dan mendistribusikannya kepada fakir dan
miskin,
mempertahankan
batas-batas
wilayah
kekuasaan,
menyelesaikan perkara dengan cara mengangkat para hakim,
menyatakan pendapat, serta melaksanakan hukum-hukum syariat
sehingga tercipta negara yang penuh keberkatan sebagaimana yang
diajarkan Islam.3
Adanya anggapan bahwa seorang imam ditunjuk berdasarkan nas
dari Nabi, seorang imam juga bebas dari dosa dan kesalahan karena dia
ma’sum seperti halnya para nabi, dan juga seorang imam adalah
pemimpin yang diumumkan Allah agar mereka menjadi saksi atas
segenap manusia, menjadi bumbu-bumbu perbedaan pendapat
tersebut.4 Demikian juga adanya pandangan bahwa al-Qur’an itu
memiliki sisi lahir dan batin. Jika sisi lahir al-Qur’an berkaitan dengan
masalah tauhid, kenabian dan risalah, maka sisi batin al-Qur’an
membahas tentang imamah, wilayah, dan lain sebagainya.5
Inilah yang coba dibahas dalam tulisan ini yakni seputar
bagaimana penafsiran al-Tabataba’i tentang kata imam dalam kitab alMizan fi Tafsir al-Qur’an. Dengan berusaha mengkaji, meneliti,
3
Abu Zahrah, Tarikh…, h. 87-88.
Abu Na’im al-Asbahani, Kitab al-Imamah wa al-Radd ‘ala al-Rafidah,
(Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1415 H/1994 M), h. 25-26. Lihat juga
Ali Ahmad as-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syi’ah, terj. Bisri Abdussomad, dkk.,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), Jilid I, h. 29-33.
5
As-Salus, Ensiklopedi…, h. 483-484. Muhammad Husayn al-Zahabi, AlTafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1989), Jilid. III, h. 96.
4
4 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
menelaah dan memahami pemikiran al-Tabataba’i tentang imam
menggunakan metode deskriptif-analitis yang dirasakan lebih tepat
meliputi usaha klasifikasi data, analisa data dan interpretasi data yang
diperoleh sehingga dapat menghasilkan gambaran yang utuh dan
menyeluruh.6
B. AL-Tabataba’i dan Kitab Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur’an
1. Biografi al-Tabataba’i
Sayyid Muhammad Husayn al-Tabataba’i lahir di kota
Tabriz, 29 Zulhijjah 1321 H dalam keluarga ulama dan keturunan
Nabi Muhammad saw.
yang banyak melahirkan ulama-ulama
terkemuka. Yatim piatu pada umur sembilan tahun, al-Tabataba’i
memperoleh pendidikan pada sekolah resmi, kemudian belajar
melalui guru-guru privat sehingga menguasai bahasa Parsi dan
pelajaran lainnya. Mendalami al-Qur’an dan karya klasik seperti
sastra dan sejarah dari buku-buku Gulistan dan Bustan karya Sa’di.
Menginjak dewasa ia belajar di Universitas Syi’ah di Najaf, belajar
fiqh dan ushul fiqh kepada al-Na’ini dan al-Isfahani.7
Amat berpengaruh dalam bidang politik dan sosial, di bidang
lain al-Tabataba’i belajar matematika dari al-Khawansari, dan
filsafat Islam dengan buku asy-Syifa karya Ibn Sina, Tahzib alAkhlaq karya Ibn Miskawaih. Ia juga mempelajari gramatika,
6
h. 131.
7
Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung: Tarsito, 1978),
Al-Tabataba’i, Inilah Islam, Upaya Memahami Seluruh Konsep Islam Secara
Mudah, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992), h. 15. Lihat juga Al-Tabataba’i, Al-Mizan
fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lam li al-Matbu’at, 1411 H/1991 M),
Jilid. I, h. ii.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. | 5
Fiddian Khairuddin
sintaksis, retorika, mantiq (logika), theologi yang kebanyakan
melalui karya-karya sumber bacaan Islam tradisional Syi’ah.
Bersama Mirza ‘Ali al-Qadir, al-Tabataba’i juga berusaha mencapai
wahana praktek kezuhudan dan kerohanian.8
Tahun 1935, al-Tabataba’i kembali ke Tabriz, perang dunia
II tahun 1945 menjadi alasan al-Tabataba’i pindah ke Qum (pusat
keagamaan Persia) dan mengajarkan tafsir al-Qur’an kepada
ratusan mahasiswa dan melakukan pembaharuan di bidang
pemikiran. Usaha pembaharuannya terlihat dari keteguhannya
mengedepankan gagasan filosofis Islam dan menentang pemikiran
materialistik dengan penuh komitmen memegang nilai Islam. Ia
menggencarkan pemikiran filsafat dan spiritual Islam, serta
menyibukkan diri dalam pengajaran tafsir al-Qur’an untuk waktu
yang lama.9
Selain menulis, membimbing masyarakat, mengajarkan alQur’an dan filsafat dengan melakukan kunjungan di beberapa kota,
ia juga mengajarkan pengetahuan dan pemikiran keislaman kepada
tiga kelompok masyarakat yaitu: murid-murid tradisional yang
menyebar ke seluruh dan luar negeri Iran; kelompok mahasiswa
pilihan tentang ilmu ma’rifat dan tasawuf; dan orang-orang Iran
berpendidikan dan modern.10
Al-Tabataba’i
berkepribadian
luhur
dengan
ilmu,
perjuangan, kerja keras dan menulis, kemuliaan intelektualnya
8
Al-Tabataba’i, Islam…, h. 22-23.
Ibid..., h. 24.
10
Sayyid Husayn Nasr, Islam Tradisi, terj. Lukman Hakim, (Bandung:
Pustaka, 1994), h. 285.
9
6 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
memberikan pengaruh mendalam di kalangan tradisional dan
modern. Ia melahirkan elite intelektual baru di antara kelompok
Islam modern pembawa perubahan dan kemajuan Iran semisal
Murtadha Muthahhari, Ayatullah Muntaziri, Muhammad Mufatih,
‘Ali Quddusi, Javadi Amuli, Nasr Makarim Syirazi, Ja’far Subhani
dan lain-lain dengan memberikan teladan kehalusan budi, serta
kerendahan hati dalam pencarian kebenaran.11
Sebagian dari sekian banyak karya al-Tabataba’i (sekitar 50
buah) antara lain: Risalah fi al-Burhan (penalaran); Risalah fi alMugalatah (sofistri); Risalah fi al-Tahlil (analisis); Risalah fi alTarkib (gramatika); Ushul al-Falsafah (dasar filsafat); dan AlMizan fi Tafsir al-Qur’an. Karya terakhir tersebut di atas
merupakan kitab tafsir yang terdiri dari 20 jilid, karya paling besar
dan monumental bagi al-Tabataba’i.12
Al-Tabataba’i wafat dan dimakamkan di kota Qum pada 15
November 1981, ratusan ribu orang termasuk ulama, pembesar, dan
tokoh pejuang keagamaan hadir dipemakamannya.13
2. Kitab Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur’an karya al-Tabataba’i
Masyarakat yang menjadi murid-murid meminta alTabataba’i untuk membuat semacam karya tulis di bidang tafsir
menjadi latar belakang penulisan kitab Al-mizan fi tafsir al-Qur’an
yang terdiri dari 20 jilid yang memakan waktu kurang lebih 17
tahun.
11
Al-Tabataba’i, Islam…, h. 19.
Ibid.
13
Al-Tabataba’i, Islam…, h. 19.
12
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. | 7
Fiddian Khairuddin
Al-Mizan adalah nama yang dipakai kitab tafsirnya,
dikarenakan memuat banyak pandangan-pandangan ahli antara lain
tafsir, hadis, ushul, fiqh, bahasa, filsafat dan lainnya. Selanjutnya
al-Tabataba’i menimbang dan memilih pendapat yang lebih kuat
serta menolak pandangan yang dianggap lemah. Tampak dari
uraian-uaraiannya bahwa kitab tafsir ini menggunakan metode
tahlili, dengan didasarkan pada bentuk penafsiran yang meliputi:
a. memasukkan aneka ragam rujukan baik dari kitab tafsir, hadis,
sejarah, tata bahasa, dan lainnya.
b. menggunakan tafsiran ayat atas ayat lainnya selama sesuai,
dengan mengkaji susunan kalimat ayat-ayat tersebut.
c. melengkapi dengan riwayat yang berasal dari Nabi saw. atau
para imam ahlu al-bait yang membahas ayat tersebut.
d. juga memperhatikan asbab al-nuzul, qira’at, munasabah, qaul
sahabat dan tabi’in sebagai pertimbangan.14
Menurut al-Tabataba’i, setiap ayat al-Qur’an dapat dipahami
dari dua sisi, yaitu tersurat atau makna literal dan yang tersirat atau
makna yang terdapat “di balik” teks. Ta’wil dipergunakan dalam
tafsirnya dengan maksud mengembalikan pada permulaan atau
asalnya. Ta’wil yang dimaksud adalah usaha memahami rahasia
batin teks al-Qur’an. Sebuah proses penemuan sesuatu dalam teks
sebagaimana nampaknya kepada pandangan esensi spiritual atau
rahasia batinnya melalui tindakan spiritual atau intuitif. Oleh
karenanya, ta’wil hanya bisa dilakukan orang yang mempunyai
14
‘Ali al-Awsi, "Muqaddimah" Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut:
Mu’assasah al-A’lami li al-Matbu’ah, 1393 H/1973 M).
8 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
otoritas dalam menerjemahkan agama yakni Nabi saw. dan para
imam ahlu al-bait.15
Dalam tafsirnya al-Tabataba’i juga membahas filsafat
semisal pandangan al-Farabi dan Ibn Sina, selama sesuai dengan
maksud ayat, dan hanya sebagai penjelasan tambahan. Lain halnya
dengan riwayat israiliyat, penolakannya terjadi terhadap kisah
israiliyat, sehingga ia jarang mengutip kisah israiliyat ketika
menafsirkan al-Qur’an. Analisa lainnya adalah aspek theologis
yang dijalaninya yakni syi’ah, al-Tabataba’i berusaha selalu
menyajikan penafsiran yang sejalan.16
C. Tinjauan Umum Kata “Imam”
Kata imam berasal dari amma-ya’ummu, ‫أم – يؤم‬, yang artinya
menumpu, meneladani, menyengaja, bermaksud kepada, dan menuju.
Juga ditemukan kata dari akar kata yang sama dengan beberapa makna
lain, diantaranya: kata ‫ األَم‬dengan makna pergi menuju; ‫ األُ م‬bermakna
ibu, dapat juga berarti asal, pangkal, sumber, induk, tempat tinggal atau
tempat kediaman; ُ‫ األ ُ َّمة‬mempunyai arti saat, waktu, umat, rakyat,
bangsa; ُ‫اإل َّمة‬
ِ berarti hal menjadi imam atau hal mengikuti imam; ‫األُ َم ِمي‬
berarti internasional; ‫ األُ ِّمي‬memiliki arti orang yang tidak dapat
membaca dan menulis; ‫ األمية‬bermakna keibuan; ُ‫ ا ِإل َما َمة‬memiliki arti
hal menjadi, sebagai imam; ‫اإل َما ُم‬
ِ yang berarti imam, pemimpin, setiap
orang yang diikuti oleh sebuah kelompok masyarakat baik dalam
15
Al-Tabataba’i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1415
H/1994 M), h. 47.
16
Ibid.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. | 9
Fiddian Khairuddin
kebenaran ataupun kesesatan, perumpaan atau contoh, penunjuk jalan
bagi binatang, jalan, arah kiblat, benang pelurus tukang batu, dan alQuran al-Karim; ‫ األَ َما ُم‬dengan di muka atau di depan; dan kata ‫االَ َمـ ُم‬
berarti dekat atau perkara yang jelas.17
Kata imam disebutkan sebanyak tujuh kali dalam al-Qur’an
dalam bentuk mufrad dan lima kali dalam bentuk jamak.18 Bentuk kata
tersebut memiliki beberapa makna sebagaimana disebutkan dalam alQur’an antara lain: imam sebagai jalan umum (QS. al-Hijr: 79); imam
sebagai kitab induk atau al-Lawh al-Mahfud (QS. Yasin: 12); imam
sebagai gelar bagi seorang Nabi (QS. al-Baqarah: 124 dan QS. alFurqan: 74); imam sebagai kitab pedoman yang dipegang (QS. Hud: 17
dan QS. al-Ahqaf: 12); imam sebagai pemimpin yang diikuti sebuah
kelompok masyarakat (QS. al-Isra’: 71, QS. al-Tawbah: 12, QS. alAnbiya’: 73, QS. al-Qasas: 5 dan 41, dan QS. al-Sajadah: 24).19
Sedangkan Al-‘Usaymin menjelaskan makna imam dimaksudkan
seorang pemimpin sebuah komunitas yang di dalamnya terdapat aturan
perundangan berdasarkan syariat Islam seperti dalam hadis Nabi Saw.
dengan jalur Abu Hurayrah yang artinya :
“Ada tujuh golongan yang kelak Allah akan melindungi dalam
naungan-Nya pada hari dimana tidak ada perlindungan kecuali
17
Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-‘Arabi, 1413
H/1993 M), Jilid. I, h. 212-223. Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir,
(Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984), h. 42-44. Al-Fayruz Abadi, AlQamus al-Muhith, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1407 H/1987 M), h. 1391-1392.
Ibrahim Anis, Al-Mu’jam al-Wasit, (Kairo: T.Pn., T.Th.), h. 27.
18
Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an
al-Karim, (Kairo: Dar al-Hadis, 1417 H/1996 M), h. 99.
19
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Madinah: Mujamma’
Khadim al-Haramayn al-Syarifayn al-Malik Fahd li Tiba’ah al-Mushaf al-Syarif,
1412 H).
10 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
dari-Nya, (yaitu): seorang pemimpin yang adil, dan pemuda yang
tumbuh dalam ketaatan kepada Allah, dan seseorang yang hatinya
selalu terpaut di masjid, dan dua orang yang saling mencintai
karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah
karena Allah, dan laki-laki yang dirayu oleh wanita yang
memiliki kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata:
‘Sesungguhnya saya takut kepada Allah’, dan seseorang yang
bersedekah lantas dia menyembunyikan sedekahnya tersebut
sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah
diberikan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat
Allah di kala sepi sampai meneteskan air mata.”20
Kata imam pada hadis dalam definisi secara terminologi, maka
pembahasannya sering dikaitkan dengan imamah (kepemimpinan
religius-politis) dalam masyarakat muslim. Al-Mawardi memaknai
imam atau imamah merupakan posisi pengganti kepemimpinan Nabi
yang mengemban tugas menjalankan kepemimpinan umum dan agama.
Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Najib al-Muti’i dan ibn
Khaldun, bahwa imamah sebagai usaha membawa masyarakat kembali
kepada tuntunan Islam untuk kebaikan dunia dan akherat, karena
masalah-masalah duniawi harus kembali kepada Allah, dan pada
hakekatnya imam adalah pembawa ajaran Islam demi keutuhan agama
dan mengelola urusan dunia.21 Senada dengan hal di atas, Al-Jurjani
20
Hadis riwayat al-Bukhari dalam Kitab al-Azan, no. hadis 660 dan Imam
Muslim dalam Kitab al-Zakat, no. hadis 1031. Lihat pada: Muhammad ibn Salih al‘Usaymin, Syarhu Riyad al-Salihin, (Riyad: Dar al-Watan, 1416 H), Jilid. VI, h. 363367.
21
‘Abdullah al-Dumayji, Al-Imamah al-‘Uzma, (Riyad: Dar Tayyibah, 1409
H), h. 28-29.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. |
11
Fiddian Khairuddin
juga memaknai imam sebagai orang yang menjalankan kepemimpinan
umum dalam urusan agama maupun politik.22
D. Penafsiran At-Tabataba’i Tentang Kata “Imam”
Bagi sebagian mazhab, imam atau imamah adalah pokok dari
ajarannya yang jika seseorang mengingkari hal ini maka yang
bersangkutan dianggap telah meninggalkan ke-Islaman-nya.23 Sebagai
salah seorang mufassir, al-Tabataba’i memiliki pandangan yang kental
dengan latar teologisnya. Dalam kitab tafsirnya, Al-Mizan fi Tafsir alQur’an, tema imam mendapat banyak porsi untuk dibahas.
Menurutnya, struktur kenegaraan sebuah negeri untuk mengatur
persoalan keagamaan dan kemasyarakatan tidak dapat berjalan jika
tidak ada pihak yang mampu. Kepemimpinan dalam keagamaan dan
masyarakat dikenal sebagai imamah, imam adalah pelaku utamanya.24
Al-Tabataba’i mengemukakan bahwa imam yang dimaksud
merupakan pengganti Nabi saw. dalam mengemban tugas menegakkan
budaya dan hukum agama. Penafsiran al-Tabataba’i terhadap kata imam
dalam al-Qur’an diklasifikasikan dengan beberapa pemaknaan:
1. Gelar Imam Bagi Nabi-Nabi dan Penerus Risalah Kenabian
a. QS. al-Baqarah: 124
Allah Swt. menjelaskan tentang ujian-ujian kepada Nabi
Ibrahim as, disebutkan dengan menggunakan redaksi:
22
Syarif al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1416
H/1995 M), h. 35.
23
Irfan Zidny, Bunga Rampai Ajaran Syi’ah dalam kumpulan makalah
“Seminar Sehari tentang Syi’ah”, (Jakarta: LPPI, 2000), h. 30-31.
24
Al-Tabataba’i, Inilah Islam…, h. 115.
12 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
َ َ َ َٰ َ َ
ُّ َ َ َ ۡ ‫۞ِإَوذِ ۡٱب َت َ ى‬
‫ت فأت َّمه َّن‬
ٖ ‫ل إِبر َٰ ِهۧم ربهۥ بِكلِم‬
Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan).
Menurut al-Tabataba’i, ayat ini menjadi tanda tentang
anugerah Allah swt. kepada Nabi Ibrahim berupa pemberian status
imam. Gelar ini diperoleh Ibrahim pada masa akhir dari
kehidupannya, yaitu setelah kelahiran Isma’il as dan Ishaq as.
ِ َ َ
َ
َّ ِ
َ َ َ ٗ َ ِ ‫ك ل َِّلن‬
‫قال إ ِ ِّن َجاعِل‬
‫اس إِماما قال ومِن ذرِي ِتي‬
Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi manusia.
Ibrahim berkata: (Dan Saya mohon juga) dari keturunanku.
Kata " ‫ " إماما‬sebagai gelar bagi nabi karena dijadikan teladan
dan manusia mengikuti dan malaksanakan ajaran-ajaran yang
disampaikan Nabi Ibrahim.25
Dalam bahasan imam ini, al-Tabataba’i merumuskan
beberapa hal penting yang menjadi background theologisnya: gelar
imam merupakan pemberian dari Allah; seorang imam wajib
bersifat ma’sum; selama manusia berada di muka bumi, keberadaan
seorang imam merupakan sebuah keniscayaan; seorang imam
ditentukan oleh Allah; seorang imam dapat mengetahui perbuatanperbuatan manusia; imam perlu mengetahui segala sesuatu yang
berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk kebahagiaan
mereka di dunia dan akhirat; dan seorang imam harus melebihi
manusia biasa dalam keutamaan moral.
25
Al-Tabataba’i, Al-Mizan…, I: 262-270.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. |
13
Fiddian Khairuddin
Uraian di atas menegaskan bahwa maqam tertinggi dari
seorang manusia adalah ketika dia menjadi seorang imam.26
b. QS. al-Anbiya’: 73
Kata " ‫ " أئمة‬dalam ayat ini, merupakan bentuk pernyataan
Allah bahwa Dia akan mengangkat nabi-nabi sebagai "imam" yang
diikuti dan dijadikan teladan, khususnya adalah nabi Ibrahim.27
ۡ
ٗ َ
َ َ َ
‫َو َج َعل َنَٰه ۡم أئ ِ َّمة َي ۡهدون بِأ ۡم ِرنا‬
Dan Kami menjadikan mereka (Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub)
sebagai imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah
Kami.
Redaksi ayat " ‫ " يهدون بأمرنا‬yang disebutkan setelah " ‫" أئمة‬
menjelaskan keberadaan imam-imam yang ditunjuk Allah, ketika
melakukan aktivitas kebaikan memperoleh hidayah langsung dari
Allah, sehingga seorang imam pasti bersifat ma’sum dari kesesatan
dan dosa-dosa maksiat.28
2. Pemimpin yang Diikuti dalam Kebaikan dan Keburukan
Dalam kitab tafsirnya, al-Tabataba’i menafsirkan kata imam
dengan makna pemimpin yang diikuti apakah dalam kebaikan
ataupun keburukan, pada tiga ayat yang berbeda, yaitu:
a. QS. al-Isra’: 71
َّ ْ ۡ َ َ ۡ َ
َ َ َ
َ َ
ۡ ‫ُك أنَاِۢس بإ َم َٰ ِمه ۡم َف َم‬
‫وِت كِتَٰبَهۥ ب ِ َي ِمينِهِۦ فأ ْو ىلئِك‬
‫أ‬
‫ن‬
‫يوم ندعوا‬
ِ
ِ
ِ
ِ
ٗ َ َ َ ۡ َ
ۡ
َ َ
٧١ ‫َيق َرءون كِتَٰ َبه ۡم َوَل يظلمون فتِيٗل‬
26
Ibid…, h. 272. Lihat juga: Al-Tabataba’i, Inilah…, h. 120.
Al-Tabataba’i, Al-Mizan…, Jilid. XIV, h. 304.
28
Ibid…, Jilid. I, h. 269.
27
14 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap
umat dengan pemimpin mereka, dan barangsiapa yang
diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka
ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya
sedikitpun.
Yang dimaksud kata “ ‫“ إمام‬, dalam ayat ini adalah pemimpin.
Pada hari kiamat, Allah swt. akan memanggil setiap manusia
bersama orang-orang yang mereka jadikan pemimpin. Ada dua tipe
pemimpin yang dijadikan panutan, yaitu pemimpin dalam kebaikan
dan pemimpin dalam kesesatan. Al-Tabataba’i menolak pendapat
yang menafsirkan kata imam pada ayat ini dengan makna nabi yang
menjadi pemimpin umat, karena seseorang yang dijadikan panutan
bukan hanya dalam kebenaran tapi juga bisa dalam kesesatan.29
Ada beberapa versi penafsiran dalam memahami kata imam
dalam ayat ini, antara lain: kitab suci yang dijadikan pedoman,
seperti Taurat, Injil dan al-Qur’an; nabi atau syaitan, jika nabi
mengajak di jalan yang benar, maka syaitan mengajak pada
kesesatan; buku catatan amal perbuatan manusia; ibu-ibu mereka,
karena kata ‫ إمام‬dengan kata ‫( األم‬ibu), memiliki akar kata sama; dan
segala sesuatu yang diikuti baik dalam kebenaran maupun
kesesatan. Makna terakhir bersifat umum, karena apa saja yang
diikuti maka dialah yang akan menjadi imam, seperti: nabi, wali,
syaitan, agama, buku yang dijadikan pedoman ataupun pola hidup
yang dijalani.
29
Ibid…, Jilid. XIII, h. 163-165.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. |
15
Fiddian Khairuddin
Uraian di atas menggambarkan keluasan pemahaman alTabataba’i tentang penafsiran yang berbeda pada sebuah ayat.
Namun demikian, al-Tabataba’i cenderung memahami makna
imam dalam ayat ini dengan makna pemimpin yang diikuti.
Panggilan Allah pada hari kiamat tidak hanya memanggil namanama pemimpin mereka saja, namun juga menghadirkan pemimpinpemimpin tersebut.
b. QS. al-Qashash: 5
َۡ ْ
َ َ ۡ َ َ ٗ َّ َ ۡ َ َ ۡ َ َ
ۡ ۡ َ َّ َ َ َّ َّ َ
‫ۡرض وَنعلهم أئِمة وَنعلهم‬
ِ ‫َون ِريد أن نمن لَع ٱَّلِين ٱستضعِفوا ِِف ٱۡل‬
َ ‫ۡٱل َوَٰرث‬
٥ ‫ِي‬
ِ
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang
tertindas (Bani Isa’'il) di bumi itu dan Kami hendak menjadikan
mereka pemimpin dan menjadikan mereka prang-orang yang
mewarisi (bumi).
Menurut al-Tabataba’i, kata " ‫ " أئمة‬pada ayat ini untuk
menunjuk pemimpin-pemimpin yang dipilih Allah swt. bagi orangorang yang tertindas mendapat karunia berupa kenikmatan dan
keselamatan dari penindasan atau kedzaliman.30 Al-Tabataba’i
menambahkan penafsirannya bahwa terdapat imam-imam yang
mendapatkan penindasan namun mereka dipilih Allah untuk
menjadi pemimpin-pemimpin yang diikuti.
c. QS. al-Sajdah: 24
Senada dengan bahasan pada QS. al-Qashash: 5, dalam ayat
ini, al-Tabataba'i mengemukakan tentang pengangkatan pemimpin
30
Ibid…, Jilid. XVI, h. 8-10.
16 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
yang mengajak kaumnya kepada kebaikan. Allah akan menjadikan
pemimpin-pemimpin yang berasal dari kalangan mereka sendiri,
yaitu pemimpin-pemimpin yang memiliki sifat sabar dan
memegang keyakinannya dengan petunjuk Allah swt.
ۡ
َ َ َ َ
ٗ َ
َ
َ ْ َ ْ
٢٤ ‫َو َج َعل َنا م ِۡنه ۡم أئ ِ َّمة َي ۡهدون بِأ ۡم ِرنا ل َّما َص ََبوا َوَكنوا أَ‍ِبيَٰت ِ َنا يوق ِنون‬
Dan Kami jadikan pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini
ayat-ayat Kami.
3. Yang Awal atau Dahulu
a. QS. al-Tawbah: 12
Orang-orang yang awal atau lebih dahulu dalam bersikap
kafir dengan redaksi kata " ‫ " أئمة‬pada ayat.
ْ َ َ َ ۡ ۡ َ ۡ َ ِ َ َ ۡ َ ْ ٓ َ َّ
َ َّ َ ْ ٓ َٰ َ َ ۡ
‫ِإَون نكثوا أيمَٰنهم ِم ۢن بع ِد عه ِدهِم وطعنوا ِِف دِينِكم فقتِلوا أئِمة‬
َ َ َ ۡ َّ َ َ ۡ َ َ َٰ َ ۡ َ ٓ َ ۡ َّ ۡ ۡ
١٢ ‫ٱلكف ِر إِنهم َل أيمن لهم لعلهم ينتهون‬
Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji,
dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah orang-orang
yang paling awal pada kekafiran, karena sesungguhnya mereka itu
adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar
supaya mereka berhenti.
Dalam ayat ini, Allah menggunakan kata " ‫ " أئمة الكفر‬bagi
orang-orang yang paling awal atau terdahulu dalam ke-kufur-an
kepada ayat-ayat Allah, sehingga orang-orang mengikuti jejak
mereka dalam kekafiran. Perintah untuk membunuh mereka
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengehentikan perilaku buruk
mereka berupa melanggar janji dan kesepakatan yang telah dibuat.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. |
17
Fiddian Khairuddin
b. QS. al-Qashash: 41
َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َّ َ َ ۡ َ ٗ َّ َ ۡ َ ۡ َ َ َ
َ َ
٤١ ‫وجعلنَٰهم أئِمة يدعون إَِل ٱنلارِي ويوم ٱلقِيَٰمةِ َل ينَصون‬
Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru
(manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan
ditolong.
Menurut al-Tabataba’i, makna kata " ‫ " أئمة‬pada ayat ini
adalah orang-orang yang paling awal dan terdahulu dalam kesesatan
dan diikuti oleh orang-orang setelahnya dalam perilaku kafir serta
berbuat maksiat kepada Allah.31
4. Contoh dalam Kebaikan
Pada QS. al-Furqan: 74.
َّ َ َ َ
َّ َ َ
ً
َ
َّ َ
َّ ‫ِإَوذا َرأَ ۡو َك إن َي‬
٤١ ‫خذونك إَِل هز ًوا أهَٰذا ٱَّلِي َب َعث ٱّلل َرسوَل‬
‫ت‬
ِ
ِ
Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Al-Tabataba’i menerjemahkan kata imam dengan makna
contoh atau misal. Tema ayat ini mengisahkan sifat orang-orang
yang mendapat kemuliaan, mereka memohon agar Allah
menjadikan mereka sebagai contoh bagi orang-orang bertakwa
dalam hal mencari kebaikan dan rahmat Allah sehingga orangorang bertakwa tersebut mau mengikuti mereka.32
5. Jalan yang Jelas
Menurut al-Tabataba’i, kata " ‫ " إمام‬yang terdapat pada QS.
al-Hijr: 79 berarti jalan yang jelas.
ُّ َ َ َ َّ ۡ ۡ َ ۡ َ َ َ
٧٩ ‫ي‬
ٖ ِ ‫فٱنتقمنا مِنهم ِإَونهما َلِإِما ٖم مب‬
31
32
Ibid…, Jilid. XV, h. 38-40.
Ibid…, h. 243-244.
18 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
Maka Kami membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota
(kota kaum Luth dan Aykah) itu benar-benar terletak di jalan yang
jelas.
Allah menjelaskan perilaku buruk dan kedzaliman yang
dilakukan penduduk kota Ashab al-Aykah, sebutan bagi kaum Nabi
Syu’ayb as dan kaum Nabi Luth as,lalu Allah membinasakan
mereka semua. Al-Tabataba’i mengemukakan bahwa letak kedua
kota tersebut berada di sepanjang jalan antara kota Madinah dan
negeri Syam.33
6. Kitab Pedoman bagi Sebuah Kaum
Di dalam al-Qur’an ada dua ayat yang memiliki susunan
redaksi sama menyebut kata " ‫ " إماما‬dengan makna kitab pedoman
bagi suatu kaum, sebagaimana disebutkan pada QS. Hud: 17 dan
QS. al-Ahqaf: 12
ًََۡ َ ٗ َ ‫َ ى‬
َ
َ
‫ۡحة‬
‫َومِن ق ۡبلِهِۦ كِتَٰب موَس إِماما ور‬
Dan sebelum al-Qur’an itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk
dan rahmat.
Kata " ‫ " إماما‬pada potongan ayat di atas, berkedudukan
sebagai hal untuk menjelaskan posisi Kitab Taurat yang diturunkan
kepada Nabi Musa as dan dijadikan pedoman dan petunjuk setiap
amal perbuatan kaum Bani Isra’il.34
7. Al-Lawh Al-Mahfudz
Di dalam QS. Yasin: 12
33
34
Ibid…, Jilid. XII, h. 185.
Ibid…, Jilid. X, h. 177-178 dan Jilid. XVIII, h. 200.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. |
19
Fiddian Khairuddin
َ َّ
َ ‫َشء أَ ۡح َص ۡي‬
ُّ ‫ِف إ َمام‬
ٓ
َٰ
١٢ ‫ي‬
‫ب‬
‫م‬
‫ه‬
‫ن‬
ٍ ۡ ‫َوُك‬
ٖ ِ ٖ ِ ِ
Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata
(Lauh Mahfuzh).
Disebutkan kata " ‫ " إمام‬yang ditafsirkan dengan makna allawh al-mahfudz, yang merupakan sebuah kitab berisi ketetapan
Allah bagi makhluk-Nya dan segala hal yang ada di alam semesta
ini. Menurut al-Tabataba’i, kitab ini juga memiliki beberapa nama
lain seperti: Ummu al-Kitab, al-Kitab al-Mubin, atau al-Imam alMubin. Namun al-Tabataba'i menolak pendapat bahwa kata " ‫" إمام‬
dengan makna "catatan amal perbuatan manusia" atau pendapat
yang menyatakan bahwa " ‫ " اإلمام المبين‬adalah pengetahuan Allah
yang terdahulu, karena dua pandangan ini tidak sesuai dengan sifat
al-lawh al-mahfudz.35
Dari uraian di atas al-Tabataba’i menafsirkan makna kata "
‫ " إمام‬baik dalam bentuk tunggal maupun jamak, yang terdapat di
dalam al-Qur’an dapat dikelompokkan ke dalam beberapa makna,
yaitu: gelar imam bagi nabi-nabi dan penerus risalah kenabian;
pemimpin yang diikuti dalam kebaikan atau keburukan; yang awal
atau terdahulu; contoh dalam kebaikan; jalan yang jelas; kitab
pedoman suatu kaum; dan al-lawh al-mahfudz. Al-Tabataba’i
tampaknya
memiliki
pandangan
tentang
penggunaan
dan
pemaknaan kata " ‫" إمام‬. Kata " ‫" إمام‬, dalam bentuk mufrad memiliki
konotasi positif, sedangkan kata " ‫" أئمة‬, dalam bentuk jamak, dapat
berkonotasi positif juga negatif tergantung pada kata lain yang
35
Ibid…, Jilid. XVII, h. 67-68.
20 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
mengikuti kata tersebut, baik ketika dalam bentuk idafah ataupun
hanya sekedar menjelaskan sifat kata tersebut. Adanya corak atau
warna penafsiran al-Tabataba’i seperti tergambar dilatarbelakangi
oleh spesialisasi keilmuannya, dan latar belakang theologis yang
dianut, serta kondisi sosial budaya yang dihadapi.
E. Kesimpulan
Dari semua bahasan tentang penafsiran makna kata " ‫ " إمام‬yang
terdapat dalam kitab tafsir Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an karya
Muhammad Husayn al-Tabataba’i, baik dalam bentuk tunggal maupun
jamak dikelompokkan ke dalam beberapa macam makna, yaitu: gelar
imam bagi nabi-nabi dan penerus risalah kenabian; pemimpin yang
diikuti dalam kebaikan atau keburukan; yang awal atau terdahulu;
contoh dalam kebaikan; jalan yang jelas; kitab pedoman suatu kaum;
dan al-lawh al-mahfudz. Dalam penafsiran al-Tabataba’i terhadap kata
" ‫ " إمام‬dalam bentuk mufrad berkonotasi positif, sedangkan kata " ‫أئمة‬
", dalam bentuk jamak berkonotasi positif juga dapat berkonotasi
negatif. Allah a’lam bi al-Shawab.
Makna Imam Menurut ath-Thabathaba’i dalam Kitab al-Mizan …. |
21
Fiddian Khairuddin
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Al-Fayruz. Al-Qamus al-Muhith. Beirut: Muassasah al-Risalah.
1407 H/1987 M.
Abu Zahrah, Muhammad. Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah. terj. ‘Abd
Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib. Jakarta: Logos. 1996.
Al-Asbahani, Abu Na’im. Kitab al-Imamah wa al-Radd ‘ala alRafidah. Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam. 1415
H/1994 M.
Al-Baqi, Muhammad Fuad ‘Abd. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz alQur’an al-Karim. Kairo: Dar al-Hadis. 1417 H/1996 M.
Al-Dumayji, ‘Abdullah. Al-Imamah al-‘Uzma. Riyad: Dar Tayyibah.
1409 H.
Al-Jurjani, Syarif. Kitab al-Ta’rifat. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
1416 H/1995 M.
Al-Salus, Ali Ahmad. Ensiklopedi Sunnah-Syi’ah. terj. Bisri
Abdussomad, dkk. Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2001.
Al-Tabataba’i, Muhammad Husayn. Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an.
Beirut: Muassasah al-A’lam li al-Matbu’at. 1411 H/1991 M.
_______, Inilah Islam, Upaya Memahami Seluruh Konsep Islam
Secara Mudah. Jakarta: Pustaka Hidayah. 1992.
_______, Islam Syi’ah Asal-Usul dan Perkembangannya. terj. M.
Wahyudin. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1989.
_______, Mengungkap Rahasia al-Qur’an. Bandung: Mizan. 1415
H/1994 M.
Al-‘Usaymin, Muhammad ibn Salih. Syarhu Riyad al-Salihin. Riyad:
Dar al-Watan. 1416 H.
22 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 1, April 2016
Al-Zahabi, Muhammad Husayn. Al-Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo:
Maktabah Wahbah. 1989.
Anis, Ibrahim. Al-Mu’jam al-Wasith. Kairo: T.Pn., T.Th.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Madinah:
Mujamma’ Khadim al-Haramayn al-Syarifayn al-Malik Fahd
li Tiba’ah al-Mushaf al-Syarif. 1412 H.
Ibn Manzur. Lisan al-‘Arab. Beirut: Dar Ihya al-Turas al-‘Arabi. 1413
H/1993 M.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir. Yogyakarta:
Pondok Pesantren al-Munawwir. 1984.
Nasr, Sayyid Husayn. Islam Tradisi, terj. Lukman Hakim. Bandung:
Pustaka. 1994.
Surakhmad, Winarno. Dasar dan Teknik Research. Bandung: Tarsito.
1978.
Zidny, Irfan. Bunga Rampai Ajaran Syi’ah dalam kumpulan makalah
“Seminar Sehari tentang Syi’ah”. Jakarta: LPPI. 2000.
Download