Dari Redaksi P embaca budiman, selamat bertemu kembali dengan Baca! edisi 09, Mei – Juni 2015. Tak lupa kami sampaikan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri 1436 H, mohon maaf lahir- komisi informasi pusat republik indonesia informasi publik batin. Pada edisi ini kami sajikan Laporan Utama yang berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam undang-undang tersebut banyak pasal yang mengatur tentang informasi, transparansi, dan keterbukaan informasi. Undang-undang tersebut juga menjadi landasan mengucurnya dana yang cukup besar dari pemerintah pusat dan menginisiasi terwujudnya “otonomi desa” di masa mendatang. Oleh karena itu desa yang menerima APBN (ataupun informasi publik APBD) adalah suatu Badan Publik. Jika dia Badan Publik maka terkena ketentuan Undang-Undang Nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam Mengawal si konteks itulah topik ini kita bahas. Sejak dari perencanaan an ar sp an Tr Desa hingga pelaksanaan pembangunan di desa dan pengguDana : naan anggarannya, harus melibatkan publik. Demikian juga dari sisi pengawasannya. Komisi Informasi di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, diharapkan perhatian dan intensitasnya dalam ikhwal ini. Hal lain yang penting dimuat di Buka! edisi ini adalah soal peringatan kelahiran UU KIP. Seperti kita ketahui, UU KIP dilahirkan pada 30 April 2008 dan mulai dilaksanakan dua tahun berikutnya atau 30 April 2010. Dalam rangka memperingati itu, KIP menggelar serangkaian acara yang dihadiri sejumlah pihak, termasuk para Komisioner KI Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada saat itu, ada dua hal bersejarah yakni mulai dikumandangkannya Mars KI dan pencanangan Hari Keterbukaan Informasi Nasional (KIN). Mengapa harus ada KIN? Dalam Fokus edisi kali ini kami paparkan. Selain Laporan Utama dan Fokus, seperti edisi-edisi sebelumnya, tetap kami sajikan berita-berita kronikal tentang kegiatan dan sidang-sidang, baik di pusat (KIP) maupun KI Daerah. Ini tak lain sebagai sebuah bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Dana dari APBN yang kami terima harus dipertanggungjawabkan dengan mengekspos apa yang kami lakukan. Dengan pengungkapan segala kegiatan, maka segala “gerak-ge­ rik” KIP, utamanya para komisionernya, juga dapat dipantau oleh publik. BUKA! Penerbit: Komisi Informasi Pusat (KIP) RI Penanggung Jawab: Ketua dan Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI www.komisiinformasi.go.id komisi informasi pusat republik indonesia si gakselera Fokus Menan inForMasi keTerbuka inDonesia 2017 kegiaTan kip: un Tah iCiC X Tuan ruMah opini: akan Menggelor ogi lagi Edisi 09/Juni-Juli 2015 Dewan Redaksi: Abdulhamid Dipopramono (Ketua), Dyah Aryani Prastyastuti, Evy Trisulo Dianasari, Henny S Widyaningsih, John Fresly, Rumadi Ahmad, Yhannu Setyawan, Bambang Hardi Winata Pemimpin Redaksi: Komisioner KIP Bidang ASE Manajer Umum: Sekretaris KIP Staf Redaksi: Feri Firdaus, Leny Sulistiani, Muhammad Salim (Karel), Reno Bima Yudha, Tya Tirtasari Fotografer: Abdul Rahman Proses Cetak dan Distribusi: Dedy Gunawan Staf Sekretariat: Alissa Riandini Aulia Redaksi menerima sumbangan tulisan dari masyarakat, khususnya artikel opini, terkait isu-isu keterbukaan Informasi Publik dan transparansi. Tulisan opini panjangnya 2.500 – 3.000 karakter dengan dilampiri identitas beserta foto headshot (bukan pasfoto). Artikel dikirim via email ke: [email protected]. Alamat Redaksi: Gedung PPI/ITC lantai 5, Jln. Abdul Muis No. 8 Jakarta Pusat 10160. Telepon 021 348 30741, fax 021 348 30757. Situs: www.komisiinformasi.go.id. Twiter: @KIPusat. Selamat membaca Buka! dengan wajah baru. Salam keterbukaan! Ketua Dewan Redaksi daftar isi informasi publik 1 2 8 12 18 22 26 31 dari redaksi laporan utama aspirasi fokus kegiatan KI Pusat Sidang KI PUSAT Kegiatan KI Provinsi Opini Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 1 l apo r a n uta m a l a w a Meng i s n a r a p s n a Tr DANA DESA 2 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 P Penyaluran dana desa sebesar Rp20,7 triliun kepada 74.093 desa yang tersebar di 434 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, segera digulirkan. Ini merupakan yang pertama dalam sejarah Indonesia: pemerintah mengalokasikan dana dalam jumlah cukup besar ke desa. Namun, di tengah kabar baik tersebut, banyak pihak mengkhawatirkan pengelolaan dana desa yang sangat rawan diselewengkan. Pemerintah diharapkan dapat membuat sistem pengawasan yang ketat agar dana desa tersebut benar-benar tepat sasaran dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. “Sebelum dana desa itu digulirkan, pemerintah haruslah lebih dulu memastikan kepala dan aparat desa mempunyai kapasitas untuk mengelola dana yang nilainya cukup besar itu. Baik terkait kapasitas perencanaan, implementasi, maupun pelaporan,” ujar Komisioner Komisi Informasi Pusat Rumadi Ahmad di Jakarta, Rabu (10/6). Menurutnya, tanpa itu semua, dana desa tidak akan punya banyak arti untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, lanjut Rumadi, aparat desa juga harus diberikan wawasan tentang keterbukaan Informasi Publik. Hal ini penting agar prinsipprinsip tata kelola pemerintahan yang baik bisa diterapkan. Utamanya menyangkut transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, dan keadilan. Di tempat lain, komitemen serius untuk mengawal dana desa yang akan mulai disalurkan ditunjukkan “Hak masyarakat terhadap Informasi Publik tidak hanya harus dipenuhi pada tingkat provinsi atau kabupaten/ kota saja, tapi juga harus menjangkau sampai dengan tingkat kelurahan/desa.” Syahyan Komisioner KI Sumut oleh Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (KI Sumut). Sebagai lembaga mandiri yang menjadi garda terdepan dalam mendorong keterbukaan Informasi Publik di daerahnya, KI Sumut berjanji akan melakukan pengawalan dan mendorong aparat desa agar transparan dan bertanggungjawab terhadap setiap anggaran yang dibelanjakannya. Sebab, masyarakat berhak untuk tahu sebagaimana yang telah dijamin oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Hak masyarakat terhadap Informasi Publik tidak hanya harus dipenuhi pada tingkat provinsi atau kabupaten/ kota saja, tapi juga harus menjangkau sampai dengan tingkat kelurahan/desa,” ujar Komisioner KI Sumut Syahyan. Menurutnya, dana desa yang begitu besar, harus diketahui pemanfaatannya oleh publik. Jika tidak, kata Syahyan, dana yang besar tersebut sangat rentan digunakan untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Kekhawatiran akan terjadinya penyelewengan dana desa juga diungkapkan oleh Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Sebagaimana beritakan oleh Cnnindonesia.com, Ma­ na­ ger Advokasi dan Investigasi Fitra Apung Widadi menilai, potensi adanya mafia dana desa cukup tinggi. Hal itu menurutnya dipicu adanya kebijakan dana desa yang tidak 100 persen turun ke desa. “Urutannya, dari pusat ke kabupaten. Lalu dari kabupaten diolah lagi dengan berbagai perumusan daerahnya. Biasanya oleh kabupaten digunakan untuk belanja pegawai dan sebagainya, akhirnya turun ke desa cuma sekitar 5060 persen dari anggaran yang ada,” kata Apung. Dana desa juga berpotensi diselewengkan karena bertepatan dengan Pilkada langsung. Menurut Apung, daerah saat ini kekurangan dana pelaksanaan Pilkada karena belum teralokasi di APBD. Selain itu, ujar Apung, dana desa Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 3 l apo r a n uta m a “Dengan besarnya tanggung jawab pengelolaan keuangan desa tersebut, maka diperlukan peningkatan kapasitas atau kemampuan para kepala desa dan perangkat desa lainnya tentang pengelolaan keuangan.” Marwan Jafar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi rawan dipolitisasi oleh calon petahana dalam bentuk distribusi alokasi ke desa yang tidak merata dan diarahkan pada desa basis pendukung calon. Menyadari besarnya kekhawatiran dari berbagai pihak perihal penyaluran dan pengelolaan dana desa, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar lalu mengingatkan kepala daerah hingga kepala desa bahwa besarnya pengalokasian dana desa bagi setiap desa harus dikelola secara benar, penuh tanggung jawab, dan bebas korupsi. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah menempatkan Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. “Dengan besarnya tanggung jawab pengelolaan keuangan desa tersebut, maka diperlukan peningkatan kapasitas atau kemampuan para kepala desa dan perangkat desa lainnya tentang pengelolaan keuangan,” ujar Marwan dalam Rapat Kerja Na- 4 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 sional (Rakornas) Percepatan Penyaluran Dana Desa Tahap Pertama 2015 di Jakarta sebagaimana dikutip dari Antaranews.com, Senin (25/5). UU Desa, imbuh Marwan, juga telah menempatkan masyarakat desa sebagai sasaran sekaligus pelaku pembangunan desa. Sedangkan, pemerintahan desa berperan sebagai penggerak pembangunan dan pemberdayaan desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Bagi para kepala desa dan aparat desa, lanjut dia, yang menjadi tantangan saat ini adalah kesiapan untuk menyusun perencanaan pembangunan dan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa secara tepat, terukur, dan transparan sesuai dengan potensi dan prioritas kebutuhan desa. “Juga kesiapan untuk mengelola keuangan desa secara berhati-hati, transparan, dan akuntabel guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di desa,” tambahnya. Agar penyaluran dana desa tahap awal tahun 2015 ini lancar, sambung dia, ada beberapa hal pokok yang diharapkan menjadi masukan bagi para gubernur serta bupati atau wali kota, serta melaksanakan sosialisasi dan pelatihan kepada aparat pemerintah daerah maupun aparat desa agar mempunyai pemahaman yang tepat dan kompetensi yang memadai dalam melaksanakan UndangUndang Desa. “Diharapkan semua aparat desa akan mempunyai pemahaman dan kompetensi yang baik dalam mengelola pemerintahan, pembangunan, dan keuangan Desa,” kata Marwan. Pendampingan Aparat Desa Marwan sepenuhnya memahami akan pentingnya melakukan pendampingan kepada aparat desa dalam menyusun perencanaan dan penganggaran desa, pelaksanaan teknis program atau kegiatan desa, penatausahaan dan akuntansi, serta penyusunan laporan keuangan dan pertanggungjawaban desa. Pihaknya juga akan melakukan proses merekrut, melatih, dan mendistribusikan tenaga pendamping baru ke desa-desa di seluruh Indonesia. “Direncanakan (tenaga pendamping, Red.) akan dimulai proses perekrutan dan seleksinya pada per- tengahan bulan Juni 2015,” cetusnya. Sehingga ditargetkan akan siap diterjunkan untuk menjadi pendamping desa mulai Juli hingga akhir Desember 2015, akan dilanjutkan dan diperluas cakupan wilayah kerjanya pada 2016. Senada dengan Marwan, sebagaimana diberitakan Antaranews.com, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy mengatakan telah jauh-jauh hari mengingatkan pemerintah agar penyaluran dan alokasi dana desa harus “dikawal” oleh tim pendamping guna menghindari potensi penyimpangan. “Saat ini sudah ada sekitar 35.000 tenaga pendamping alumni dari program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri,” kata Lukman. Menurutnya, jumlah 35.000 orang tenaga pendamping itu akan disebar ke setiap kecamatan di seluruh Indonesia dan masing-masing kecamatan akan ditempatkan dua pendamping. Berikutnya, kata dia, pemerintah melalui Kementerian Desa akan merekrut lagi sebanyak 50.000 tenaga pendamping untuk ditempatkan di desa-desa. Lukman menambahkan, ia juga sangat memberikan perhatian terhadap laporan pertanggungjawaban dana desa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang mengatur laporan dana desa disampaikan secara berjenjang dari pemerintahan desa ke pemerintahan kecamatan, ke pemerintahan kabupaten, hingga ke pemerintah pusat. Menurutnya, waktu pelaporan tersebut sangat lama dari tingkat desa sampai ke pemerintah pusat hingga melampaui tahun anggaran, sehingga sulit untuk melakukan pengawasan. Pada rapat kerja antara Komisi II dan Menteri Dalam Negeri serta Menteri Keuangan, kata Lukman, Komisi II DPR RI mengusulkan Pemerintah merevisi PP Nomor 60 Tahun 2014 sehingga pengawasannya dapat dilakukan setiap saat. Menurutnya, agar dana desa dapat diawasi setiap saat, maka salah satu solusinya kantor desa dilengkapi dengan perangkat teknologi informasi sehingga informasi yang di”input” langsung dapat diakses oleh seluruh pemerintah mekanisme penyaluran dana desa 1 2 KPA DJPK Menerbitkan SPM Pemerintah Pusat (Mekanisme Transfer APBN) Bank Operasional Melaksanakan Transfer DD ke Kab/Kota (dari RKUN ke RKUD) KPPN Jakarta II selakuKuasa BUN Menerbitkan SP2D 5 daerah maupun pemerintah pusat. Lukman juga mengusulkan format laporan pertanggungjawabannya dibuat sederhana karena paradigma orang desa adalah sederhana. Mantan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ini melihat kemampuan kepala desa dan perangkat desa masih berbeda-beda. Menteri Keuangan Bambang Bro­ djo­ negoro, sebagaimana dikabarkan Antaranews.com, mengamini apa yang disampaikan Menteri Marwan dan Komisi II DPR RI perihal pentingnya tata kelola dan pendampingan dalam pemanfaatan dana desa. Hal tersebut agar dana desa benar-benar digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai prioritas yang ditetapkan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. “Jangan lupa ini pertama kali pemerintah mencairkan dana desa, kita harap pengelolaan keuangan dana desa bisa dibantu. Jadi akan ada pendampingan, pelatihan sosialisasi ke penegak hukum, supaya semua sepaham, karena ini baru pertama kali dan semua bisa belajar dari pengelolaan dana desa,” ujarnya. Menurut Menkeu, pendampingan kepada aparat desa dalam menyusun perencanaan, penganggaran dan laporan pertanggungjawaban dana desa bisa disiapkan Kementerian Desa, PDT, dan 3 Pemerintah Kab/Kota (Mekanisme Transfer APBD) Rekening KAS DESA 4 Pemerintah Kab/Kota Melaksanakan Transfer DD ke Desa (dari RKUD ke RKUDes) Sumber: Kementerian Keuangan “Jangan lupa ini pertama kali pemerintah mencairkan dana desa, kita harap pengelolaan keuangan dana desa bisa dibantu...” Bambang Bro­djo­negoro Menteri Keuangan Transmigrasi, termasuk memberdayakan fasilitator eks PNPM. Secara keseluruhan, kekurangan syarat administrasi tersebut yang membuat realisasi penya- luran dana desa hingga 25 Mei 2015 baru mencapai Rp4,4 triliun atau 20 persen dari pagu APBNP sebesar Rp20,7 triliun. Situasi tersebut yang membuat penyaluran dana desa tahap pertama baru diberikan untuk 234 kabupaten kota yang telah memenuhi syarat atau sekitar 53 persen dari kewajiban penyaluran tahap pertama. Pemerintah telah memutuskan penyaluran dana desa senilai Rp20,7 triliun dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah kabupaten atau kota serta rekening desa untuk dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama sebanyak 40 persen dicairkan paling lambat minggu kedua April, setelah pemerintah daerah menyampaikan perda APBD dan peraturan bupati atau peraturan wali kota mengenai pembagian dana desa kepada setiap desa. Tahap kedua sebanyak 40 persen paling lambat minggu kedua Agustus 2015 dan tahap ketiga sebanyak 20 persen paling lambat minggu kedua Oktober 2015, yang sama-sama dicairkan setelah pemerintah daerah menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana desa semester I tahun berjalan. Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 5 l apo r a n uta m a Formulasi pengalokasian dana desa ke setiap desa sesuai amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 ditetapkan melalui alokasi dasar yang ditetapkan 90 persen dari pagu dana desa Rp20,7 triliun atau setara dengan Rp18,7 triliun. Dengan jumlah desa seluruh Indonesia mencapai 74.093 buah, maka alokasi dasar, yaitu alokasi minimal yang diterima setiap desa adalah sekitar Rp252 juta. Sisanya 10 persen berasal dari jumlah anggaran dana desa dialokasikan berdasarkan formula. Sistem Informasi Desa Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang telah diamanatkan UU KIP untuk menjamin pemenuhan hak masyarakat dalam mengakses Informasi Publik, memiliki tanggung jawab moral yang tinggi dalam mencegah terjadinya tindakan korupsi di desa sebagai bagian dari badan publik pemerintah. Masyarakat menaruh harapan besar kepada seluruh Komisi Informasi khususnya yang ada di daerah untuk melakukan tindakan-tindakan preventif sehingga penyaluran dan pengelolaan dana desa menjadi lebih transparan, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan. Selama ini, ada kesan hanya Badan Publik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota saja yang cenderung telah bersentuhan langsung dengan UU KIP maupun Komisi Informasi, sedang desa masih belum begitu tersentuh. Namun, hal berbeda ditunjukkan oleh Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah (KI Jateng). Komisioner KI Jateng Nur Fuad mengatakan, pihaknya telah berkonsolidasi dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ada di Jawa Tengah dalam penerapan UndangUndang Desa. Konsolidasi ini, jelas Fuad, bertujuan agar pemerintah desa dapat menyiapkan infrastruktur yang menjamin pengelolaan dana desa dapat berlangsung secara transparan. Sehingga, dalam hal penerapan UU Desa, kepala desa dan jajarannya sudah siap dari sisi transaparansi informasi dalam pengelolaan dana desa. “Kita sudah berkerja sama dengan pemerintah daerah untuk memberikan bimbingan teknis tentang pemahaman 6 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 Provinsi Kepulauan Riau Rp 79.199.724 Provinsi Jambi Rp 381.560.156 Provinsi Riau Rp 445.646.965 Provinsi Sumatera Utara Rp 1.461.156.834 Provinsi Aceh Rp 1.707.817.995 “Kita sudah berkerja sama dengan pemerintah daerah untuk memberikan bimbingan teknis tentang pemahaman terhadap UU KIP kepada kepala desa yang ada di Jateng.” Nur Fuad Komisioner KI Jateng Provinsi Sumatera Barat Rp 267.003.839 Provinsi Bengkulu Rp 362.962.239 Provinsi Sumatera Selatan Rp 775.043.818 Provinsi Lampung Rp 684.727.653 terhadap UU KIP kepada kepala desa yang ada di Jateng,” terang Fuad. Dirinya melihat bahwa pemerintah desa saat ini masih butuh pendampingan dalam hal keterbukaan informasi. Sebab, menurutnya masih banyak aparatur desa yang belum paham mengenai UU KIP. Selain itu, ia sepakat bahwa kapasitas pemerintah desa dalam mengelola dana desa dan melibatkan publik dalam pengawasannya perlu ditingkatkan. Hal tersebut agar dapat menutup celah korupsi baik yang terjadi karena disengaja maupun karena ketidakpahaman terhadap prosedur dan administrasi. Pemerintah desa, sambung Fuad, harus menyiapkan sistem informasi pemerintah desa, agar informasi yang memang menjadi hak masyarakat desa dapat terpenuhi. Tidak harus lewat website, namun lewat media yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat desa, seperti lewat papan pengumuman dan sebagainya. Pihaknya juga akan mendorong agar masyarakat desa dapat berpartisipasi aktif dalam memonitor program yang dijalankan Provinsi Banten Rp 352.516.368 Provinsi Jawa Barat Rp 1.589.711.596 “Mereka jadi tahu informasi apa saja yang wajib diumumkan dan disediakan untuk publik.” Ajeng Roslinda Komisioner KI NTB Provinsi Bangka Belitung Rp 91.927.560 Provinsi Kalimantan Barat Rp 537.066.678 Provinsi Kalimantan Tengah Rp 403.351.015 Rincian Dana Desa Menurut Provinsi Provinsi Kalimantan Selatan Rp 501.119.950 Provinsi Kalimantan Utara Rp 129.874.894 Provinsi Sulawesi Tengah Rp 500.301.180 Provinsi Gorontalo Rp 179.957.839 Provinsi Sulawesi Utara Rp 402.546.360 Provinsi Maluku Utara Rp 291.071.202 Provinsi Papua Barat Rp 449.326.962 Provinsi Kalimantan Timur Rp 240.542.413 Provinsi Papua Rp 1.433.226.742 Provinsi Sulawesi Barat Rp 162.019.634 Provinsi Jawa Tengah Rp 2.228.889.296 Provinsi Sulawesi Tenggara Rp 496.077.234 Provinsi Maluku Rp 334.004.517 Provinsi Bali Rp 185.428.984 Provinsi Jawa Timur Rp 2.214.014.855 Provinsi DI Yogyakarta Rp 128.076.618 Provinsi NTT Rp 812.875.565 Provinsi NTB Rp 301.797.520 Provinsi Sulawesi Selatan Rp 635.355.795 total dana Rp. 20.766.200.000 Sumber: Diolah dari data Kementerian Keuangan (27 Maret 2015) oleh pemerintah desa dengan memberikan sosialisai ke masyarakat desa. “Informasi mengenai pengelolaan dana desa harus dapat diakses masyarakat dengan cara yang mudah, biaya ringan, dan sederhana,” tandas Fuad. Berbeda dengan KI Jateng yang telah mulai melakukan konsolidasi dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengawal dana desa, Komisi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (KI NTB) memilih pendekatan lain. Untuk mendorong transparansi informasi di desa, Komisioner KI NTB Ajeng Roslinda meminta Komisi Informasi Pusat untuk segera mengeluarkan se- buah regulasi yang mengatur tentang standar layanan Informasi Publik di tingkat desa. Dari regulasi tersebut, kata Ajeng, perangkat desa diharapkan menjadi lebih paham dan tahu mengenai transparansi informasi sehingga mampu melaksanakannya. “Mereka jadi tahu informasi apa saja yang wajib diumumkan dan disediakan untuk publik,” jelasnya. Ajeng membandingkan pengelo­ la­ an dana desa dengan pengelolaan beras untuk orang miskin (raskin) oleh pemerintah desa yang selama ini cenderung dilakukan secara tertutup. Ia mencontoh­kan, informasi tentang siapa saja yang berhak mendapatkan raskin dan jumlah raskin yang didistribusikan oleh pemerintah desa, masih dinilainya dilakukan secara tertutup. Oleh karenanya, lanjut Ajeng, dengan dana besar yang dikeluarkan oleh pemerintah, dibutuhkan tanggung jawab yang besar pula dalam pengelolaannya. “Terutama mereka harus melibatkan peran serta publik agar pengelolaan dana desa bisa dilaksanakan secara transparan dan akuntabel,” tandas Ajeng. l Reporter: Feri Firdaus, Reno Bima Yudha Penulis: Feri Firdaus Editor: Abdulhamid Dipopramono Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 7 as p ir as i Menyoal Implementasi dan Pengawasan Dana Desa $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) akan dijalankan secara bertahap mulai tahun 2015. UU Desa menyebutkan bahwa desa akan mendapatkan tambahan dana khusus untuk meningkatkan pembangunannya. Bagaimana pandangan para Komisioner KI Provinsi? Berikut pandangan mereka. 8 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ Liza Dayani Komisioner KI Aceh S Yuli Zulaikha Komisioner KI Jawa Timur D i Jawa Timur masih banyak desa dikepalai oleh kepala desa, bukan lurah, terutama yang letaknya di wilayah pinggir. Desa-desa tersebut memiliki anggapan bahwa mereka bukan Badan Publik dengan alasan karena dipilih langsung oleh masyarakat dan memiliki pikiran kalau kepala desa tidak bertanggung jawab secara langsung kepada pemerintah. Hal ini mengkhawatirkan karena dengan persepsi seperti itu pengelolaan dana yang akan mereka dapatkan akan dilakukan atas kemauan mereka sendiri. Oleh karena itu saya menilai bahwa keterbukaan harus menjadi bagian penting yang diutamakan dalam proses pengelolaan dana desa. Masyarakat harus tahu berapa uang yang didapat, bagaimana penggunaannya, dan laporannya dapat diakses oleh masyarakat. Dengan mengedepankan keterbukaan dalam pengelolaan dana desa maka tindakan penyelewengan dapat diminimalisasi bahkan dihindari. Mengacu pada UU KIP dan UU Desa, kita perlu membuat petunjuk teknis bagaimana layanan informasi di perdesaan itu harus diberikan. Saya berharap pada masa mendatang KI Jatim menerima sengketa informasi terkait dengan penyaluran dana desa sehingga lurah-lurah semakin paham UU KIP. Untuk itulah KI Jatim terus melakukan melakukan sosialisasi soal ini. l Menyoal Implementasi dan Pengawasan Dana Desa $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $$ $ $ $ $ $$ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $$ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $$ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ ecara umum, para kepala desa sudah tahu sistem penyaluran dana desa yang akan mereka dapatkan sesuai Undang-undang Desa. Penyaluran dana desa di Aceh berdasarkan pada ABG (Alokasi Dana Gampong). Tapi akhir-akhir ini terdapat permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat Aceh, yakni ABG yang disusun berdasarkan rencana pembangunan yang ada di Gampong diminta untuk diulang untuk RPDG. Sementara kepala desa sudah menyusun rencana sejak tiga tahun lalu sehingga repot untuk mengakses informasi dana tersebut. Saya menilai secara umum masyarakat belum tahu tentang dan desa dan ini menandakan bahwa sistem belum terbuka. Beberapa kepala desa di Aceh pernah dikumpulkan oleh Bappeda untuk diminta menyusun dan mengajukan program kerja Gampong agar dana bisa diakses. Tapi itu menyebabkan mereka harus menyusun ulang sehingga memakan waktu. Dengan sistem seperti itu kecil kemungkinan publik bisa turut mengawasi. Secara keseluruhan warga Gampong pun tidak bisa melakukannya sendiri dan harus melalui perwakilan-perwakilan. Hal itu tidak mudah. Jangakan mengawasi dana desa, untuk merngawasi raskin saja tidak bisa. Oleh karena itu masyarakat perlu disiapkan untuk ikut berpartisipasi mengawasi pengelolaan dana desa. Saya berharap pemerintah dapat mengatur sistem pengelolan dana Gampong yang benar, bukan hanya diketahui oleh kepala desa dan camat saja. Harus ada pemaparan yang lebih jelas dengan sistem yang terbuka. Sebenarnya KI Aceh pernah terlibat dengan tim yang melakukan sosialisasi UU Desa dan memberikan pengarahan khusus tentang keterbukaan Informasi Publik. Sayangnya sosialisasi tersebut tidak masif dan hanya dilakukan di beberapa titik saja diakibatkan keterbatasan sumber daya anggaran. l Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 9 as p ir as i Andayani Syamsul Rani Komisioner KI NTB Komisioner KI Kalimantan Selatan S istem penyaluran dana desa di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih kecil realisasinya karena masih ada sharing dengan APBD. Sebenarnya penyaluran dana desa masih menimbulkan gejolak karena belum ada pemerataan. Realisasinya pun belum sesuai dengan sasaran yang dituju. KI NTB sudah menyuarakan untuk keterbukaan dana desa, yakni dengan melakukan sosialisasi. Kami memanfaatkan undangan dari pemerintah kabupaten yang dihadiri oleh para camat dan lurah untuk memberikan pencerahan mengenai keterbukaan informasi dalam pengelolaan dana desa. Dalam setiap kegiatan sosialisasi yang mengundang kepala desa di kabupaten, KI NTB terus menyuarakan transparansi. Karena pemerintahan Desa sebagai bagian dari pemerintah daerah merupakan Badan Publik yang terikat UU KIP. Desa punya kewajiban menyampaikan informasi setiap saat maupun berkala yang terkait dengan program, kegiatan, dan anggaran terkait dengan lembaganya. Apalagi regulasi turunan dari UU Desa sudah ada, yaitu PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN. Kemudian Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dengan adanya aturan-aturan tersebut pemerintahan desa wajib melaksanakan tata kelola keuangan secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Hal ini penting kami suarakan karena kondisi SDM di level pemerintahan desa masih rendah. Pemerintah Pusat perlu bersinergi agar penyaluran ADD, penggunaannya, tata kelola, pelaporan sampai pengawasannya bisa berjalan baik. Dengan demikian tujuan ADD benar-benar tepat sasaran sesuai regulasinya, yaitu pemberdayaan masyarakat desa, peningkatan derajat kesehatan, pendidikan, dan perbaikan infrastruktur. Untuk realisasi ADD di NTB tahap I yang dicairkan baru Rp301.797.520, berdasar data dari Badan Pemberda­ yaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Prov NTB, dari total dana Rp172.547.793.041 tahun 2015 berdasarkan penetapan Kementerian Keuangan. l 10 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 I Menyoal Implementasi dan Pengawasan Dana Desa $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $$ $ $ $ $ $$ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $$ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $$ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ dealnya sebelum dana desa dikucurkan, sosialisasi terhadap masyarakat baik aparat pemerintah desa, maupun masyarakat umum harus dilakukan. Aparat desa maupun masyarakat harus tahu dengan jelas peruntukkan dana tersebut dan bagaimana pengelolaannya. Setiap desa harus dibekali pedoman pengelolaannya agar penyelenggaraannya bisa efektif, efisien, dan sesuai sasaran. Karena tanpa pengetahuan dan pemahaman yang jelas dikhawatirkan justru membuat masyarakat terjerat masalah hukum. Harus ada juklak yang jelas, BPD dan kepala desa harus diberi pemahaman yang sama. Demikian pula aparat desanya dididik dengan benar. Selama ini desa tidak pernah diserahi tanggung jawab untuk mengelola uang sebesar yang dijanjikan pemerintah. Maka pelatihan harus clear dari A sampai Z ,baru kemudian dana dikucurkan. Demi kelancaran pengelolaan dana desa, KI Kalimantan Selatan berkomitmen untuk mensosialisasikan transparansi di desa-desa. Kami siap untuk dilibatkan oleh pemerintah daerah untuk memberikan awarness kepada masyarakat tentang keterbukaan Informasi Publik. Meskipun tidak bicara mengenai juklak dan juknis pengelolaan anggaran, namun KI bisa mengambil bagian dalam mengajak masyarakat ikut mengawal dan mengawasi pengelolaan dana desa tersebut. Apa yang harus dipersiapkan agar publik dapat ikut mengawasi pengelolaan dana desa ini adalah transparansi sejak awal. Kapan dana dikucurkan, kepada siapa, peruntukannya apa, pengawasan oleh siapa, semuanya perlu dipublikasikan untuk kejelasan informasi tersebut. Caranya melalui media, karena saat ini penggunaan media papan pengumuman masih menjadi media penting di desa maka penggunaannya perlu dimaksimalkan. l Arfitriati Sarworo Soeprapto Komisioner KI Sumatera Barat Komisioner KI DIY D ari hasil pengamatan kami, di wilayah Sumatera Barat sedang ada training of trainer untuk pengelolaan dana desa, proses pengkucuran dana desa masih dalam tahap persiapan. Karena perlunya payung hukum dan dari sisi teknis mengacu pada aturan-aturan, sehingga upaya pendampingan yang merupakan rencana pemerintah diharapkan berjalan dengan baik. Undang-Undang Desa mewajibkan keterlibatan masyarakat harus tinggi. Oleh karenanya sosialisasi harus disiapkan. Publik wajib ikut mengawasi pembangunan desa mulai dari anggaran APBD. Salah satu pasal dalam UU Desa menyebutkan bahwa anggaran desa adalah hak masyarakat, dan pemerintah wajib memberikan informasi yang valid dan berkala. Dari mulai perencanaan masyarakat harus dilibatkan. Terkait dengan isu keterbukaan Informasi Publik, ada tanggung jawab dari Komisi Informasi untuk ikut serta mengawasi dana desa karena ada yang harus dipertanggungjawabkan. Pemerintah desa harus menyiapkan metode informasi yang harus dipastikan. Menggunakan papan informasi atau pertemuan-pertemuan yang merupakan medium komunikasi yang kerap digunakan di daerah sampai memanfaatkan website. UU Desa juga mewajibkan memperhatikan kearifan lokal untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Dengan memiliki mindset yang positif dalam proses pengelolaan dana desa maka hasilnya akan bagus, benturan dapat diminimalisasi. Namun jika mindset pemerintah desa tidak benar, walaupun dalam pengelolaan dana desa pengawasannya tinggi, hasilnya akan tidak baik pula. Jangan sampai dana desa dianggap sebagai bagi-bagi kue. Oleh karenanya perlu didampingi. l P Menyoal Implementasi dan Pengawasan Dana Desa $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $$ $ $ $ $ $$ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $$ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $$ $ $$ $ $ $$ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ enyaluran dana desa di wilayah DIY tidak berjalan dengan lancar karena terkendala regulasi. Belum semua kabupaten membuat Perda terkait, sebagai salah satu syarat disalurkannya dana desa. Sedangkan di kabupaten yang telah menyusun Perda, seperti Kabupaten Kulonprogo, kendala berikutnya berupa penyusunan RAPBDes yang belum bisa dilaksanakan oleh seluruh desa. Sedikit sekali pemerintah desa yang berhasil menyusun APBDes. Di Kabupaten Bantul, misalnya, saat ini baru tiga desa yang berhasil menyusun APBDes. Padahal sebelum tersusun Perda tentang penyaluran dana desa dan tersusunnya APBDes, dana desa belum bisa disalurkan. Konsep mengenai penggunaan dana desa, berdasarkan pengamatan empirik, masih didominasi oleh pemanfaatan untuk pembangunan fisik dan infrastruktur. Padahal pembangunan nonfisik, seperti pengembangan kualitas sumberdaya manusia di pedesaan dan pengembangan kewiraswastaan tidak kalah penting. Sistem penyaluran dana desa yang ada saat ini belum memungkinkan publik turut mengawasi. Masyarakat di perdesaan pada umumnya belum dilibatkan untuk mengawasi penyaluran dan pemanfaatan dana desa. Walaupun sudah ada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang memungkinkan publik di perdesaan untuk mengawasi penggunaan dana desa, Badan Publik di pedesaan belum secara terus terang menjelaskan kepada masyarakat bahwa publik, yakni warga masyarakat desa, diberi pintu untuk ikut mengawasi penggunaan dana desa. KI DIY pada tahun 2014 secara khusus telah melakukan sosialisasi UU Nomor 14 Th 2008 kepada pemerintah desa di seluruh kabupaten di DIY. Kepada kepala desa atau aparat pemerintah desa yang bertugas melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi, yakni Sekretaris Desa. l Reporter: Leny Sulistiani Penulis: Leny Sulistiani Editor: Abdulhamid Dipopramono Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 11 f o kus Mengakselerasi Keterbukaan Informasi 12 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 P Para pegiat keterbukaan informasi masih bertanya-tanya apakah pemerintah cukup serius dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)? Karena meski UU KIP telah diundangkan sejak tujuh tahun silam, namun masih ada tujuh provinsi yang belum membentuk Komisi Informasi (KI) padahal perintah UU KIP, dua tahun setelah UU dilaksanakan, yakni tahun 2010, maka seluruh provinsi telah membentuk KI. Keterlambatan provinsi untuk segera membentuk KI baru satu indikator dasar tidak tegasnya pemerintah dalam menjalankan UU KIP. Satu indikator dasar lagi adalah mengenai kelambanan pelaksanaan keterbukaan Informasi Publik oleh pemerintah. Dapat dilihat kurangnya greget pemerintah adalah dari pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lem- baga pemerintah yang baru terealisasi di kisaran 49,14 persen. Selengkapnya rekap progres penunjukan PPID hingga Februari 2015 dapat dilihat pada tabel. Melihat kondisi ini, Komisi Informasi Pusat (KIP) mengambil inisiatif agar akselerasi keterbukaan informasi semakin cepat, antara lain dengan cara mendeklaresaikan tanggal 30 April sebagai Hari Keterbukaan Informasi Nasional (KIN). Pemilihan tanggal 30 April sebagai Hari KIN karena tanggal tersebut, di tahun 2008, adalah tanggal disahkannya UU KIP. Undang-undang hasil inisiatif DPR atas dorongan kuat masyarakat sipil tersebut telah mengalami pembahasan dan pergulatan panjang dengan pemerintah (eksekutif), sehingga lalu terjadi kompromi-kompromi dan lahir tepat 30 April 2008. Dengan begitu hari KIN juga ingin memberi penghargaan dan dedikasi luhur kepada para pejuang keterbukaan informasi yang dengan gigih tanpa lelah mendorong agar UU KIP lahir. Masyarakat dengan berbagai komponenya yang terdiri aktivis prodemokrasi, jurnalis, akademisi, dan lainnya mendapat gayung sambutan dari para wakil rakyat di DPR, utamanya angota-anggota Komisi I. Mereka bergerak sejak awal era Reformasi dan mengemban amanah rakyat yang secara konstitusional dituangkan dalam Tap MPR tahun 1999. Kalangan eksekutif atau pemerintah pun kemudian mendukungnya. Lantas apa bedanya Hari KIN dengan Hari Hak untuk Tahu Internasional atau International Right to Know rekap progres penunjukan PPID hingga Februari 2015 Lembaga Jumlah Yang Sudah Menunjuk PPID Persentase (%) 1 Kementerian 34 34 100,00 2 Lembaga Negara/Lembaga Stingkat Menteri/LNS/LPP 129 43 33,33 3 Provinsi 34 30 88,24 4 Kabupaten 399 174 43,61 No 5 Kota Jumlah 98 60 61,22 694 341 49,14 Sumber: Kementerian Komifo Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 13 f o kus Day (RTKD) yang selama ini selalu diperingati setiap tanggal 27 Semptember? Keduanya saling mendukung dan komplementer. Memang selama ini para aktivis keterbukaan informasi sudah secara rutin merayakan RTKD berbarengan serempak dengan masyarakat dunia. Tapi itu gerakan internasional. Di Indonesia sendiri hari itu bukan sebagai hari perayaan nasional. KIP yang selama ini selalu merayakannya dengan para pegiat keterbukaan informasi tidak mengurangi komitmennya untuk merayakan dan memeriahkan RTKD. Namun Indonesia yang telah memiliki UU KIP (semacam Freedom of Information Act di negara demokrasi lain) pantas berbangga dan merayakannya dengan penuh percaya diri. Sebab di mata dunia, kelahiran UU KIP telah mengerek posisi Indonesia di level internasional sebagai negara yang pemerintahannya berkomitmen terbuka. Indonesia juga termasik pioner dalam pemerintahan terbuka dan memimpin OGP (Open Go­ vernment Partnership), yakni perkumpulan negara-negara terbuka dunia. Deklarasi Hari KIN digelar di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, pada 30 April 2015. Deklarasi tersebut merupakan salah satu rangkaian dari sekian acara yang digelar KIP. Kegiatan lain pada hari itu adalah Refleksi Lima Tahun Pemberlakuan UU KIP, launching Mars KI, pemberian penghargaan kepada Badan Publik dan partner strategis KIP yang termasuk pelopor dalam keterbukaan Informasi Publik, dan diskusi publik. Ada juga penampilan grup band Powerslave. Dekalarasi dilakukan oleh seluruh hadirin dengan diwakili di panggung depan oleh para Ketua KI Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, perwakilan PPID, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil (CSO), yang dipimpin langsung oleh Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono. Dari KIP yang ikut maju berdeklarasi adalah Komisioner Henny S Widyaningsih dan Rumadi Ahmad, serta beberapa Tenaga Ahli dan Asisten. Henny adalah koordinator rangkaian acara pada 30 April 2015 tersebut. Menteri Komunikasi dan 14 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 Dari kiri ke kanan: Sulastio (Direktur IPC/Foini), Abdulhamid Dipopramono (Ketua KIP), Gamari Soetrisno (Anggota Komisi I DPR RI), Dody Riadmadji (Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri), dan Yanuar Nugroho (Deputi Kepala Staf Kepresidenan). Informatika Rudiantara juga hadir dan memberi sambutan mewakili Prisiden Joko Widodo. Pada diskusi publik yang bertema “Diskusi Publik Lima Tahun Pemberlakuan UU KIP dan Deklarasi Hari Keterbukaan Informasi Nasional” tersebut bertindak selaku narasumber adalah Deputi Kepala Staf Presiden Yanuar Nugroho, Anggota Komisi I DPR Gamari Soetrisno, Kepala Puspen Kemendagri Dody Riatmadji, Direktur IPC/Foini Sulastio, Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono, dengan moderator Henny S Widyaningsih. Dalam diskusi publik tersebut Sulastio yang mewakili masyarakat sipil mengatakan bahwa diperlukan upaya akselerasi keterbukaan Informasi Publik di tanah air. Pasalnya, persoalan yang kita hadapi sekarang bukan hanya capaian pembentukan PPID yang rendah dan masih adanya KI yang belum terbentuk. Data yang menyebutkan 341 PPID yang baru terbentuk dari 694 lembaga pemerintah, atau belum 50 persen, itu baru mandat pembentukan PPID. “Belum termasuk mandat penyusunan SOP pengelolaan dan pelayanan informasi, penyusunan daftar informasi publik, laporan pelaksanaan UU KIP, dan sebagainya,” kata Tio. Dijelaskannya, jika keseluruhan mandat ini diakumulasikan, maka dapat dipastikan tingkat ketaatan Badan Publik (BP) dalam melaksanaan UU KIP akan jauh lebih rendah dari data resmi yang sekarang ada. Menurutnya, masih rendahnya persentase pembentukan PPID pada level kabupaten dan kota, cukup mengherankan karena sudah ada Permendagri Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman dan Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Kemdagri dan Pemda. “Dalam analisis kami, hal ini lebih dikarenakan komitmen dari kepala daerah yang masih rendah,” katanya. Untuk itu, ia mengatakan akselerasi impelementasi UU Keterbukaan Informasi Publik perlu terus dilakukan. Namun demikian, menurutnya, akselerasi tersebut tidak hanya menjadi kewajiban Komisi Informasi semata akan tetapi juga oleh seluruh elemen negara. “Akselerasi itu membutuhkan komitmen pimpinan seluruh Badan Publik,” tandas Tio. Sebagaimana fakta yang ada pada saat ini, Sulastio mengatakan kondisi KI dari sisi regulasi dan fakta belum “mandiri”. Hal ini seharusnya menjadi syarat mutlak apabila suatu lembaga memiliki tugas untuk menyelesaikan sengketa karena lembaga tersebut harus memutus dan menyelesaikan sengketa secara bebas dari tekanan pihak mana pun. Untuk itu kemandirian menjadi kata kunci yang harus terejawantahkan baik dalam regulasi yang mengaturnya maupun dalam mental para personelnya. Apalagi, saat ini KIP telah memasuki periode Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono menyerahkan plakat kepada Deputi Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho disaksikan anggota Komisi I DPR RI Gamari Soetrisno pada saat Deklarasi Hari KIN di Gedung Joang 45 Jakarta Pusat, 30 April 2015. kepengurusan kedua, yakni periode 2013 – 2017, periode yang idealnya ditargetkan menjadi tonggak atas perbaikan kinerja jika dibandingkan periode sebelumnya yang masih disibukkan dengan pembentukan KI Provinsi, penataan kelembagaan, penyusunan berbagai tata kerja, regulasi dan lainnya, yang akan menjadi dasar dan landasan bekerja. Tagih Janji Presiden Menurut Tio, penguatan KI tidak cukup tanpa dibarengi sinergi antara KIP dan gerakan masyarakat sipil. Oleh karenanya masukan dan program yang telah disusun masyarakat sipil jangan menjadi tumpukan kertas dan catatan kegiatan semata, melainkan harus dijadikan masukan bagi penguatan KIP dan analisis substansi UU KIP setelah lima tahun diterapkan. “Maka sudah saatnya UU KIP ini diperbaiki sehingga dapat optimal dalam mewujudkan keterbukaan Informasi Publik yang berkualitas,” tegas Tio. “Maka sudah saatnya UU KIP ini diperbaiki sehingga dapat optimal dalam mewujudkan keterbukaan Informasi Publik yang berkualitas.” Sulastio Direktur IPC/Foini Ini sekaligus momentum masyarakat sipil untuk menagih janji dan komitmen kampanye Presiden Jokowi yang tercantum dalam Nawacita yang diturunkan dalam 9 Program Priotitas Membangun Tata Kelola Pemerintahan. Agenda Strategis Jokowi-JK 2015 – 2019 dalam bagian tata kelola pemerintahan adalah peningkatan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan pemerintahan, mewajibkan instansi pemerintah membuat laporan kinerja dan membuka akses Informasi Publik sesuai UU KIP dan menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan. “Kurang lebih enam bulan Presiden Jokowi memerintah, maka kini saatnya pemerintah segera membuat program guna menjawab tantangan pelaksanaan keterbukaan informasi yang juga tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah pada sisi Badan Publik. “Faktanya saat ini komitmen Badan Publik dan sejumlah kepala daerah masih rendah, keterbukaan masih dianggap sebagai beban dan bukan modalitas, dan keterbatasan SDM bidang komunikasi dan informasi,” kata Tio. Untuk itu, guna mengakselerasi implementasi keterbukaan informasi Tio memberi lima catatan. Pertama, analisis substansi UU KIP terutama pada item yang berpotensi kontra produktif terhadap perwujudan keterbukaan informasi. Kedua, penguatan Komisi Informasi guna mewujudkan lembaga penyelesaian sengketa yang terpercaya. Ketiga, mempercepat pembentukan infrastruktur pelayanan informasi di Badan Publik (PPID, SOP dll). Keempat, mengkampanyekan penyampaian informasi secara proaktif guna menumbuhkan partisipasi publik. Dan kelima, kampanye publik untuk meningkatkan permintaan informasi oleh masyarakat. Fasilitasi PPID Sementara itu, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Dody Riadmadji mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya mendorong pembentukan PPID dan pembentukan KI Provinsi. Ia mengata- Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 15 f o kus pemerintahan kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. “Pemerintah terus berupaya mendorong pembentukan PPID dan pembentukan KI Provinsi.” Dody Riadmadji Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri kan Mendagri telah membuat regulasi yang cukup untuk pembentukan PPID, mulai dari PP Nomore 61 Tahun 2010 Pasal 21, ayat (1) , yang berbunyi “PPID harus sudah ditunjuk paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.” Juga Permendagri Nomor 35 Tahun 2010 Pasal 7, ayat (1) yang berbunyi: “Untuk mengelola pelayanan informasi dan dokumentasi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan pemerintahan daerah ditetapkan PPID”. “Termasuk mengharuskan kelengkapan PPID pemerintah daerah, Prosedur Operasional Stantadar pelayanan informasi, Daftar Informasi Publik (DIP), ruang pelayanan informasi, aplikasi PPID pada website pemerintah daerah, laporan pelayanan informasi, dan pendanaan,” kata Dody yang juga Juru Bicara Kemendagri. Dody mengatakan, Permendagri Nomor 35 Tahun 2010 pada Pasal 15 menyebutkan segala biaya yang diperlukan untuk pengelolaan pelayanan informasi dan dokumentasi di lingkungan pemerintahan provinsi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi. Dan segala biaya yang diperlukan untuk pengelolaan pelayanan informasi dan dokumentasi di lingkungan 16 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 DPR Terus Mendukung Anggota Komisi I DPR RI Gamari Soe­ trisno mengatakan, legislatif akan selalu mendukung apa saja yang dapat mempercepat pelaksanaan keterbukaan Informasi Publik di Indonesia. “Kami akan terus mendukung eksistensi Komisi Informasi, jika memerlukan anggaran lebih untuk memaksimalkan pelaksanaan keterbukaan informasi, maka DPR siap memperjuangkan,” tegas Gamari. “UU KIP merupkan produk reformasi yang harus terus-menerus dijaga dan dikembangkan sehingga rakyat Indonesia dapat lebih cerdas dan sejahtera,” lanjut Anggota DPR yang pernah menjabat Deputi Menko Polhukam tersebut. Menurut Gamari, manfaat UU KIP adalah untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas Badan Publik “UU KIP merupkan produk reformasi yang harus terusmenerus dijaga dan dikembangkan sehingga rakyat Indonesia dapat lebih cerdas dan sejahtera.” Gamari Soe­trisno Anggota Komisi I DPR RI sehingga tercipta tata kelola pemerintahan yang baik. “Keterbukaan informasi juga dapat mengakselerasi pemberantasan KKN dan mengoptimalisasi perlindungan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan public.” Namun menurut Gamari, masih ada beberapa kendala dalam pelaksanaan UU KIP, seperti BP belum siap membuka diri sesuai prinsip UU KIP karena BP belum didukung dengan database yang lengkap. “Di Indonesia juga belum terbentuk budaya untuk mendokumentasikan di lingkungan pemerintah,” kata dia. Selain itu, lanjutnya, sosialisasi keberadaan UU KIP baik di pusat maupun belum maksimal. “Dukungan anggaran juga belum memadai di tingkat pusat maupun daerah,” tegasnya. Gamari menjamin, dukungan DPR RI tidak akan pernah berhenti agar keterbukaan informasi benar-benar terlaksana dengan baik. Untuk itu, DPR selalu mendorong pemerintah dan semua pihak terkait untuk memiliki komitmen kuat guna menindaklanjuti UU KIP, sehingga transparansi dan akuntabilitas segera terwujud dan tata kelola pemerintahan yang baik tercipta. KIP Melobi Dunia Dalam kesempatan bicara di diskusi publik tersebut Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono mengatakan KIP terus berjuang bagi akselerasi keterbukaan informasi di tanah air. Berbagai cara telah dilakukan mulai dari melakukan kunjungan ke setiap daerah, terutama provinsi yang belum membentuk KI dan PPID lewat berbagai forum dan penyelesaian sengketa informasi, hingga melakukan lobi internasional. Hamid yang baru mendarat kembali dari Chile tanggal 29 April 2015 malam, mengatakan bahwa berkat lobi yang dilakukan saat mengikuti Konferensi Komisioner Komisi Informasi se-Dunia (ICIC) IX di Chile maka Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah konferensi berikutnya pada tahun 2017. Pelaksanaan ICIC X yang direncanakan digelar di Bali pada 2017 merupakan promosi yang bagus bagi Indonesia. “Ini “Ini juga sebuah sosialisasi yang dapat mempercepat pelaksanaan keterbukaan informasi di Indonesia karena akan menjadi topik dan pembahasan masyarakat luas.” masi publik.. Apalagi menurut Yanuar, sangat banyak manfaat dengan adanya open government, di antaranya dapat menekan angka korupsi, pemerintah lebih responsif, pelayanan meningkat, dan mendorong inovasi baru untuk meningkatkan efisiensi. “Open government telah mampu mendorong kemajuan dalam koordinasi dan pengambilan keputusan, kemajuan dalam kinerja pelayanan birokrasi, kemajuan dalam partisipasi publik dan rasa memiliki bersama, serta kemajuan dalam akuntabilitas dan pencegahan korupsi,” kata doktor lulusan Inggris ini. “Hal ini pada akhirnya akan menghasilkan pemerintahan dengan kinerja tinggi, program pembangunan yang efektif, dan kesejahteraan rakyat yang lebih baik,” sambungnya. Abdulhamid Dipopramono Ketua KIP juga sebuah sosialisasi yang dapat mempercepat pelaksanaan keterbukaan informasi di Indonesia karena akan menjadi topik dan pembahasan masyarakat luas,” kata Ketua KIP. Dijelaskan bahwa jika Indonesia mampu menyelenggarakan ICIC X tahun 2017 maka akan menjadi negara di benua Asia pertama yang jadi tuan rumah. “Dari ICIC pertama sampai kesembilan, tuan rumah selalu berputar antara Eropa dan Amerika dan terakhir di Chile yang termasuk Amerika Selatan,” kata Hamid. Dalam kesempatan tersebut Ketua KIP juga membagikan file rumusan atau resolusi ICIC yang dislenggarakan di Santiagi, Chle, yang baru saja diikutinya bersama Komisioner John Fresly dan Evy Trisulo. Dukungan Kastaf Kepresiden Dalam kesempatan sama, Deputi Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengatakan kuatnya komitmen Presiden Joko Widodo untuk keterbukaan infor- “Open government telah mampu mendorong kemajuan dalam koordinasi dan pengambilan keputusan, kemajuan dalam kinerja pelayanan birokrasi, kemajuan dalam partisipasi publik dan rasa memiliki bersama, serta kemajuan dalam akuntabilitas dan pencegahan korupsi.” Yanuar Nugroho Deputi Kepala Staf Kepresidenan Yanuar menyatakan tidak ada alasan untuk mengulur-ulur implementasi keterbukaan Informasi Publik karena ada enam ketentuan undang-undang dan peraturan yang mendorong dan menjaminnya. Mulai dari UU Nomor 14/2008, UU Nomor 37/2008 Ombudsman Republik Indonesia, UU Nomor 25/2009 Pelayanan Publik, PP Nomor 61/2010 tentang Pelaksanaan UU KIP, Perpres Nomor 26/2010 Industri Ekstraktif, dan Permendagri Nomor 35/2010 tentang Pelayanan di Daerah. Kastaf Kepresidenan berupaya terus mendorong keterbukaan Informasi Publik melalui website www.lapor.go.id. Sarana ini menurut Yanuar sangat aspirasif untuk pengaduan dan permintaan informasi berbasis media sosial yang berprinsip mudah, terpadu, dan tuntas untuk pengawasan program pembangunan dan pelayanan publik di Indonesia Mantan orang penting UKP4 ini menekankan perlunya koordinasi antara KIP dengan Kantor Staf Kepresidenan untuk keselarasan antara inisiatif data terbuka. UU KIP, dan kepentingan nasional. Juga koordinasi dengan K/L strategis untuk perumusan kebijakan keterbukaan data yang berkesinambungan. Koordinasi dengan KIP juga untuk meningkatkan kualitas dan penguasaan data dan informasi dalam BP; mekanisme uji konsekuensi dan kebutuhan kanal diseminasi terpadu; memperkuat komitmen keterbukaan dengan perluasan cakupan Informasi Publik dan proactive disclosure; serta perbaikan kualitas layanan Informasi Publik melalui kebijakan kepemilikan dan produksi data dan informasi publik. “Koodinasi dengan KIP juga untuk kerja sama dalam perumusan kerangka kerja atas aspek reusability/hak guna pakai dari data dan Informasi Publik; mendefinisikan secara eksplisit tanggung jawab dan batas kewenangan pemerintah atas penggunaan data dan Informasi Publik; serta pendalaman potensi data.go.id sebagai kanal diseminasi. l Penulis: Muhammad Salim (Karel) Editor: Abdulhamid Dipopramono Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 17 kegiatan ki pusat KIP Sarankan DPRPB Tanya Calon Komisioner ke Gubernur R ombongan DPRPB (Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat) melakukan audiensi ke Komisi Informasi Pusat (KIP), di Jakarta, Kamis (18/6). Rombongan yang terdiri Wakil Ketua DPRPB JA Jumame bersama Aggota Komisi A Ismail, Arifin, Xaverius Kameubun, dan Febry J Andjar, disertai staf Moses R Frimisela, Barnabas Mandakan, dan Yosias Sayori. Mereka ditemui oleh Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono dan Komisioner Evy Trisulo. Mereka melakukan konsultasi terkait keterbukaan Informasi Publik di Papua Barat pada umumnya dan perkembangan pembentukan Komisi Informasi (KI) Papua Barat. Rombongan DPRPB melaporkan bahwa 10 nama calon Komisioner KI Papua Barat sudah lolos panitia seleksi (Pansel) dan sekarang sudah berada di meja gubernur, namun belum diserahkan ke DPRPB untuk di- lakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Dalam konteks tersebut Ketua KIP menyarankan agar DPRPB menanyakan hal tersebut ke gubernur mengingat proses penjaringan sudah lebih dari setahun. “Kalau gubernur lamban, DPRPB harus inisiatif dan aktif menanyakan,” kata dia. Mereka juga menanyakan tentang pedoman seleksi dan kriteria calon yang layak diloloskan. KIP menyarankan agar pedoman dari KIP tahun 2010 dipergunakan, sedangkan untuk fit and proper test di DPRPB atau Ketua KIP Sampaikan Keynote Speech di Jambore Media dan PR Indonesia di Bali K etua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono menyampaikan pidato kunci (keynote speech) pada acara Jambore Media dan PR Indonesia yang diadakan Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) Pusat di Denpasar, Bali, Kamis (11/6). Tema yang disampaikan Ketua KIP berjudul “Keterbukaan Informasi untuk Kejayaan Bangsa”. Jambore digelar selama tiga hari, mulai 10 hingga 12 Juni 2015, dengan diikuti para profesional bidang kehumasan dari pemerintah, BUMN, maupun swasta; praktisi media/jurnalis; serta PPID pemerintah pusat dan daerah. Setelah acara keynote speech dari Ketua KIP, acara diisi dengan pemberian materi kelas yang antara lain diberikan oleh Pemred Majalah Tempo Arif Zulkifli, Pemred Koran Bisnis Indonesia Arief Budisusilo, Pemred situs warta merdeka. 18 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 legislatif memang tidak menutup kemungkinan adanya pertimbangan politik dari para anggota dewan. “Itu keniscayaan yang wajar saja dan harus dihormati,” kata Ketua KIP. Abdulhamid juga menyarankan agar DPRPB melakukan inisiatif pembuatan perda tentang keterbukaan informasi di Papua Barat yang hingga kini belum ada. Sedangkan Evy Trisulo mengingatkan perlunya dukungan DPRPB untuk sekretariat KI Papua Barat jika sudah terbentuk. Sebab, menurut Evy, jika komisioner ditunjuk tapi tanpa dukungan sekretariat maka lembaga juga tidak berjalan. “Kalau KI sudah dibentuk tapi tidak ada anggaran untuk sekretariat ya tidak akan jalan. Apalagi untuk penanganan sengketa informasi, harus ada sekretaris selaku panitera,” lanjut Evy. l com Didik Supriyanto, Pemred PR Indonesia Asmono Wikan, Ketua Dewan Pers Prof Bagir Manan, Komisioner KIP Henny S Widyaning­sih, serta para srikandi PR/ kehumasan ternama seperti Miranty Abidin, Magdalena Wenas, Prita K Gani, Inke Maris, dan Maria Wongsonagoro. Selain materi teori, para peserta juga melakukan diskusi dan praktik profesi. Dalam pidatonya, Abdulhamid selain memaparkan hal-hal bersifat makro terkait perkembangan peradaban dan platform pemerintahan, juga menguraikan tentang faktor-faktor yang bisa menjadikan kondisi terbuka pada suatu Badan Publik. Ia juga menguraikan tentang transformasi fungsi humas ke PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), peran media massa dalam menciptakan kondisi terbuka, peran keterbukaan informasi dalam membangun reputasi lembaga, serta layanan informasi dan dokumentasi berdasar UU Nomor 14 Tahun 2008 yang bisa mengisi kekurangan dari fungsi media massa. l Tim Inti OGI Bahas Sekretariat Bersama B eberapa kementerian dan lembaga (KL) yang tergabung dalam Tim Inti Open Government Indonesia (OGI) melakukan rapat koordinasi guna membahas model sekretariat bersama, bertempat di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Rabu (17/6), mulai pukul 08.00 WIB. Hadir dalam rapat tersebut perwakilan KL seperti dari Kantor Staf Presiden (KSP), Komisi Informasi Pusat (KIP), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN & RB, Kementerian Kominfo, dan Kementerian PPN/Bappenas sendiri selaku tuan rumah. Mereka yang hadir antara lain Deputi Kepala Staf Presiden (KSP) Yanuar Nugroho beserta staf, Deputi Kepala Bappenas Bidang Politik dan Keamanan Rizki Feriyanto didampingi Direktur Aparatur Negara Siliwanti, Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono didampingi Asisten Ahli Feri Firdaus dan Elbinsar Purba, Kapuspen Kementerian Dalam Negeri Doddy Riatmadji, Deputi Menteri PAN & RB, Direktur Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Tulus Subardjono dan tim, dan pejabat eselon dari Kementerian Luar Negeri. Sebagai salah satu penggagas gerakan inisiatif multilateral Kemitraan Pemerintahan Terbuka dunia atau Open Government Partnership (OGP), Indonesia telah terlibat secara intensif dalam mendorong transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut menjadi penting lantaran pemerintahan terbuka hingga kini dipercaya sebagai solusi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi, serta landasan sistem demokrasi. “Sekretariat OGI dirancang untuk membantu menjaga memori institusional, mengelola komunikasi, dan menjamin kelangsungan hubungan organisasi dalam tubuh Tim Inti OGI,” ujar Yanuar Nugroho saat memberi pengantar pertemuan tersebut. Sekretariat OGI, tambah Yanuar, nantinya akan berfungsi sebagai pihak yang netral antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, serta kemungkinan perguruan tinggi dan sektor swasta akan dilibatkan, guna memastikan keseimbangan yang produktif di antara unsur-unsur tersebut, terkait penciptaan pemerintahan terbuka di Indonesia. Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono dalam rapat tersebut mengatakan bahwa di dunia internasional, Indonesia dianggap sebagai motor dalam mendorong pemerintahan yang terbuka khususnya sejak UU KIP lahir. Hal tersebut setidaknya diakui oleh negara-negara yang hadir dalam pertemuan Komisioner Komisi Informasi Sedunia (ICIC) IX di Chile beberapa waktu lalu. Bahkan, tahun 2017 nanti Indonesia didau­ lat sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan pertemuan tingkat dunia tersebut. “Namun demikian, kondisi internal di Indonesia sendiri masih perlu banyak pembenahan,” kata dia. Secara kelembagaan, menurut Hamid, bisa saja OGI diformulakan seperti saat adanya UKP4 dengan dilakukan pengembangan atau perluasan. Tetapi dia mengingatkan untuk tidak melupakan substansi dan membuat ukuran-ukuran atau indikator jelas untuk mencapai pemerintahan terbuka. “Dan pencapaian pemerintahan terbuka tidak bisa hanya oleh pemerintah sendiri, perlu peran pihak lain seperti CSO, perguruan tinggi, sektor swasta, dan masyarakat. Tapi formula keterlibatan mereka harus ditata secara pas,” lanjutnya. Ia juga menginformasikan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Komisioner Komisi Informasi se-Dunia (ICIC) X pada tahun 2017. Untuk itu diperlukan dukungan dari kementerian lain dan Bappenas. ICIC X tahun 2017 di Indonesia, menurut Abdulhamid, bisa semakin mendorong pemerintahan terbuka di Indonesia dan mengo­kohkan peran Indonesia di dunia internasional. l Raker dengan DPR, KIP Sampaikan Serapan Anggaran dan Isu Strategis K ementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), beserta lembaga mandiri terkait, memenuhi undangan rapat kerja (Raker) Komisi I DPR RI di Senayan, Jakarta, pada Rabu (10/6). Dari Kominfo hadir Menteri Rudiantara, Sekjen Suprawoto, para dirjen dan kepala badan, serta para pejabat eselon II. Dari lembaga terkait hadir para Ketua KPI, KIP, Dewan Pers, dan Direktur Perum LKBN Antara. Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono hadir didampingi Komisioner KIP Henny S Widyaningsih, Sekretaris KIP Bambang Hardi Winata, dan Kabag Perencanaan Daulat Siregar. Setelah Menteri Kominfo mengawali presentasi, lantas presentasi dilanjutkan berturut-turut oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Judhariksawan, Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono, Ketua Dewan Pers Prof Bagir Manan, dan Direktur Perum LKBN Antara Endah Sri Wahyuni. Mereka diminta menjelaskan progres serapan anggaran hingga bulan Mei 2015, program kerja yang telah dilakukan, dan paparan isu-isu strategis hingga tahun 2016. Ketua KIP menyampaikan bahwa serapan anggaran di KIP hingga akhir Mei 2015 mencapai 26, 15 persen. Persentase Bersambung ke hal 25 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 19 kegiatan ki pusat MSI Presentasikan Rancangan Revisi Perki PSI dan SIMPSI presentasi terdiri Ketua Abdulhamid Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly, serta para Komisioner Rumadi Ahmad, Dyah Aryani, Henny S Widyaningsih, dan Yhannu Setyawan. Mereka didampingi Tenaga Ahli Agus Wijayanto, Fathul Ulum, Annie Londa, Aditya Nuriya, dan Tya Tirtasari. Bagi MSI bantuan program ini merupakan bagian dari SIAP-1, sedangkan bagi KIP program tersebut sangat bermanfaat. Sebab hingga usia yang ke-6 saat ini pengelolaan data dan manajemen PSI masih dilakukan secara manual. Dengan demikian tidak saja data-data tak terkonsolidasi dengan baik, tetapi alur proses manajemen PSI juga belum berbasis IT, masih manual dengan tingkat human error tinggi. Dengan SIMPSI nantinya seluruh peroses PSI, sejak dari registrasi perkara hingga putusan akan berbasis komputerisasi. Publik pun akan bisa memantau status sengketa informasi yang ditangani KIP. Program ini kelak juga akan diterapkan di KI daerah (provinsi, kabupaten/kota) dan di-link ke KIP. Sedangkan revisi Perki PSI (yang selama ini dikenal dengan Perki Nomor 1 Tahun 2013) harus dilakukan disebabkan selain usia Perki sudah dua tahun dan ada beberapa hal tidak sesuai semangat UU KIP, juga untuk kemudahan penanganan perkara. Revisi Perki juga dibutuhkan sebagai dasar desain SIMPSI. Alur dari SIMPSI akan didasarkan pada UU KIP dan Perki PSI yang diperbarui/ direvisi. Program kerja sama antara MSI-KIP ini dimulai sejak bulan Maret 2015 dengan penanggung jawab Komisioner KIP Rumadi Ahmad dibantu Aditya Nuriya. l di seluruh kementerian di bawah koordinasinya. “PPID Kemenko Perekonomian seharusnya bisa mengkoordinasi PPID kementerian teknis di bawah koordinasinya,” kata John Fresly. “Untuk best practices bisa PPID Kementerian Keuangan karena dua kali berturut-turut mendapat peringkat pertama dalam keterbukaan yang diadakan KIP,” kata Hamid. Sedang Henny menyarankan agar diadakan rapat koordinasi di antara mereka. “Agar di Kemenko Perekonomian memiliki standar sama,” kata dia. Untuk pelaksanaan ICIC X yang rencananya dilaksanakan di Bali pada tahun 2017, Sofyan Djalil menyarakan agar KIP bekerja sama dengan berbagai pihak. Selain kementerian terkait seperti Kominfo dan Luar Negeri, dia menyarankan untuk kerja sama dengan pihak swasta, misalnya dari sisi hotel untuk menginap para delegasi, transportasi, dan telekomunikasinya. “Saya sarankan juga pelaksanaannya jangan pada peak season kunjungan wisatawan ke Bali seperti waktu Summer, nanti tarif jadi mahal,” sambungnya. l T im dari Management System International (MSI) yang didukung USAID memperesentasikan rancangan revisi Peraturan Komisi Informasi (Perki) tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (PSI) dan Sistem Informasi Manajemen Sengketa Informasi Publik (SIMPSI) di depan Komisioner dan Tenaga Ahli Komisi Informasi Pusat (KIP) di Kantor KIP Jakarta, Senin (1/6). Kedua produk tersebut dipresentasikan karena sangat berkaitan erat, bahkan SIMPSI harus mendasarkan pada Perki PSI yang harus direvisi terlebih dahulu. Tim MSI hadir selain dari unsur manajemen yang terdiri Desi Viciana dan Angeline Hoseani juga dari tim konsultan yang terdiri Bani Pamungkas untuk aspek legal dan legal drafting, Indradhi Nugraha untuk analisis sistem dan asesmen teknologi informasi (IT), serta Syaifuddin untuk IT programming. Sedangkan dari KIP yang menerima KIP Dorong Koordinasi Keterbukaan Informasi di Kemenko Perekonomian T iga Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) yang terdiri Ketua Abdul­ hamid Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly, dan Henny S Widyaningsih bertemu Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil di kantornya, Jakarta, Senin (1/6). Mereka selain menyampaikan rencana Indonesia sebagai tuan rumah International Conference of Information Commisioners (ICIC) IX tahun 2017, juga mendorong Menko untuk mengkoordinasi keterbukaan informasi publik di kementerian-kementerian di bawah koordinasinya. KIP mendorong agar Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian agar mendorong keterbukaan informasi publik 20 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 Tiga Komisioner Petahana KI Jabar Terpilih Kembali T iga komisioner petahana (incumbent) terpilih kembali menjadi Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat (KI Jabar) Periode 2015 – 2019. Mereka adalah Dan Satriana, Anne Friday Safaria, dan Budi Yoga Permana. Dua komisioner terpilih lainnya merupakan wajah baru, masing-masing Muhammd Zen Al-Faqih dan Ijang Fai­ sal. Dan Satriana yang dikomfirmasi KI Online pada Kamis (28/5) lalu membenarkan ada tiga petahana yang kembali melanjutkan perjalanan KI Jabar setelah mereka lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPRD Jabar. Dan Satriana menjelaskan bahwa rencana pelantikan komisioner baru ini akan dilaksanakan sebelum memasuki bulan Ramadhan, yakni sekitar tanggal 17 Juni 2015. Ditanya mengenai berhasilnya tiga komisioner petahana lolos kembali, Dan mengatakan merupakan hal yang wajar saja. karena sejumlah pendekatan mereka lakukan, dalam arti positif, baik kepada pihak eksekutif maupun legislatif di Jawa Barat. Dijelaskannya bahwa pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan sejumlah dialog dan diskusi konstruktif, agar dalam pemilihan KI Jabar periode yang baru ada beberapa komisioner lama yang masuk kembali. “Pertimbangan kami sederhana, jika ada sejumlah komisioner lama yang masuk kembali maka akan menjadikan KI Jabar terus berproses sehingga tidak stagnan,” kata Dan. Pertimbangan itu, menurutnya mendapatkan tanggapan yang positf dari semua pihak, bukan hanya dari eksekutif dan legislatif tapi juga dari stakeholders lainnya. Secara logis, kata dia, jika ada komisioner lama yang masuk kembali ke KI Jabar maka kinerja dari program kerja sebelumnya dapat dilanjutkan dengan baik dan tidak memulainya lagi dari nol. Dari kutipan keputusan DPRD Jabar yang ditandatangani ketuanya Ineu Purwadewi Sundari menyebutkan, sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Keputusan Ketua KIP RI Nomor 01/KEP/ KIP/III/2010 tentang Perubahan atas Ke- putusan KIP Nomor 02/KEP/KIP/X/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetep­an Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Komisi Informasi Kabupaten/Kota, maka DPRD Provinsi Jabar telah melaksanakan uji kelayakan dan kepatuhan terhadap Calon Anggota Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Periode 2015-2019. Calon peringakat satu hingga lima akan ditetapkan menjadi calon terpilih Anggota Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Periode 2015-2019 dan calon peringkat enam hingga sepuluh sebagai cadangan. Selanjutnya DPRD Provinsi Jawa Barat akan menyampaikan hasil Uji Kelayakan dan Kepatutan dimaksud tersebut kepada Gubernur Jawa Barat untuk segera ditetapkan.Tiga komisioner petahana (incumbent) terpilih kembali menjadi Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat (KI Jabar) Periode 2015 – 2019. Mereka adalah Dan Satriana, Anne Friday Safaria, dan Budi Yoga Permana. Dua komisioner terpilih lainnya merupakan wajah baru, masing-masing Muhammd Zen Al-Faqih dan Ijang Faisal. Dan Satriana yang dikomfirmasi KI Online pada Kamis (28/5) lalu membenarkan ada tiga petahana yang kembali melanjutkan perjalanan KI Jabar setelah mereka lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPRD Jabar. Dan Satriana menjelaskan bahwa rencana pelantikan komisioner baru ini akan dilaksanakan sebelum memasuki bulan Ramadhan, yakni sekitar tanggal 17 Juni 2015. Ditanya mengenai berhasilnya tiga komisioner petahana lolos kembali, Dan mengatakan merupakan hal yang wajar saja. karena sejumlah pendekatan mereka lakukan, dalam arti positif, baik kepada pihak eksekutif maupun legislatif di Jawa Barat. Dijelaskannya bahwa pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan sejumlah dialog dan diskusi konstruktif, agar dalam pemilihan KI Jabar periode yang baru ada beberapa komisioner lama yang masuk kembali. “Pertimbangan kami sederhana, jika ada sejumlah komisioner lama yang masuk kembali maka akan menjadikan KI Jabar terus berproses sehingga tidak stagnan,” kata Dan. Pertimbangan itu, menurutnya mendapatkan tanggapan yang positf dari semua pihak, bukan hanya dari eksekutif dan legislatif tapi juga dari stakeholders lainnya. Secara logis, kata dia, jika ada komisioner lama yang masuk kembali ke KI Jabar maka kinerja dari program kerja sebelumnya dapat dilanjutkan dengan baik dan tidak memulainya lagi dari nol. Dari kutipan keputusan DPRD Jabar yang ditandatangani ketuanya Ineu Purwadewi Sundari menyebutkan, sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Keputusan Ketua KIP RI Nomor 01/KEP/KIP/III/2010 tentang Perubahan atas Keputusan KIP Nomor 02/KEP/ KIP/X/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetepan Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Komisi Informasi Kabupaten/Kota, maka DPRD Provinsi Jabar telah melaksanakan uji kelayakan dan kepatuhan terhadap Calon Anggota Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Periode 2015-2019. Calon peringakat satu hingga lima akan ditetapkan menjadi calon terpilih Anggota Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Periode 2015-2019 dan calon peringkat enam hingga sepuluh sebagai cadangan. Selanjutnya DPRD Provinsi Jawa Barat akan menyampaikan hasil Uji Kelayakan dan Kepatutan dimaksud tersebut kepada Gubernur Jawa Barat untuk segera ditetapkan. l Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 21 sidang ki pusat Saksi Setneg Tak Tahu Keberadaan Surat DKP TNI K etua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) Yhannu Setyawan beranggotakan Rumadi Ahmad dan John Fresly menghadirkan saksi Tri Wahyudi dari Sekretaris Militer Presiden/ Sekretariat Negara (Setneg) dalam persidangan di Ruang Rapat KIP Jakarta, Senin (8/6). MK sengaja menghadirkan saksi Tri guna mengorek informasi tentang keberadaan Surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berujung pada penerbitan Kepres 62/1998 tentang pemberhentian Letjen Prabowo Subianto pada 1998. Trio Permohon informasi dari Setara Institute, KontraS, dan Imparsial mengajukan sengketa informasi ke KIP karena Termohon TNI dianggap tidak memberikan informasi tentang Surat DKP kepada Pemohon. Kuasa trio Pemohon, Hilal Safary, yang hadir dalam persidangan itu mengatakan informasi tersebut sangat dibutuhkan guna memenuhi hak informasi 13 keluarga korban orang yang sampai sekarang ini belum mendapatkan kepastian tentang keberadaan keluarga mereka yang mengalami penghilangan. Dalam persidangan tersebut saksi Tri mengatakan pihak Setneg juga tidak mengetahui lagi keberadaan surat DKP TNI yang menjadi dasar dikeluarkannya Kepres 62/1998. Karena tidak ada informasi yang dapat dikorek dari saksi, maka MK memutuskan untuk menskors persidangan guna dilanjutkan pada puasa Ramadhan dengan langsung membacakan putusan dalam sidang terbuka. l 22 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 KIP Tolak Permohonan Informasi ke BPN Kebumen K etua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) Dyah Aryani beranggotakan Yhannu Setyawan dan Evy Trisulo menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dalam sidang putusan di Ruang Sidang KIP Jakarta pada Kamis (28/5). MK menolak permohonan informasi Pemohon individu Hardjendro terhadap Termohon Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kebumen karena informasi yang diminta merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan UU KIP. Dalam pembacaan amar putusan MK dinyatakan bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon adalah informasi yang dikecualikan. Informasi yang dikecualikan itu, yakni berupa Salinan Akta Jual Beli antara Marsiyah dengan Siti Kunariyah, di Desa Kembangsawit, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan Akta Jual Beli Nomor 24/JB/HM/1984 tanggal 10 Juli 1984, Luas 400 m2 , pemecahan SHM Nomor 64 atas nama Marsiyah tahun 1987 menjadi SHM Nomor 567 atas nama Marsiyah, SHM Nomor 568 atas nama Siti Kunariyah, dan informasi asal-usul tanah riwayat tanah warkah No. 1/P/II/1983. Setelah melalui proses persidanganpersidangan sebelumnya dan melakukan musyawarah, maka MK berpendapat bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon merupakan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h angka 3 UU KIP, sehingga permo- honan tidak dapat dipenuhi.Ketua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) Dyah Aryani beranggotakan Yhannu Setyawan dan Evy Trisulo menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dalam sidang putusan di Ruang Sidang KIP Jakarta pada Kamis (28/5). MK menolak permohonan informasi Pemohon individu Hardjendro terhadap Termohon Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kebumen karena informasi yang diminta merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan UU KIP. Dalam pembacaan amar putusan MK dinyatakan bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon adalah informasi yang dikecualikan. Informasi yang dikecualikan itu, yakni berupa Salinan Akta Jual Beli antara Marsiyah dengan Siti Kunariyah, di Desa Kembangsawit, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan Akta Jual Beli Nomor 24/JB/ HM/1984 tanggal 10 Juli 1984, Luas 400 m2 , pemecahan SHM Nomor 64 atas nama Marsiyah tahun 1987 menjadi SHM Nomor 567 atas nama Marsiyah, SHM Nomor 568 atas nama Siti Kunariyah, dan informasi asal-usul tanah riwayat tanah warkah No. 1/P/II/1983. Setelah melalui proses persidanganpersidangan sebelumnya dan melakukan musyawarah, maka MK berpendapat bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon merupakan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h angka 3 UU KIP, sehingga permohonan tidak dapat dipenuhi. l KIP Tolak Pemohon Tak Beritikad Baik sidangan, merupakan tindakan yang melanggar Pasal 4 tadi. Sepanjang tahun 2013 hingga 2015 ini sudah puluhan sengketa informasi yang diajukan Pemohon tersebut ke KIP. Selain jumlah sengketanya sangat banyak, MK juga menilai belum ada relevansi antara permohonan dengan hasil putusan. Untuk itu, MK mensyaratkan jika ingin melanjutkan permohonan sengkata informasi di KIP maka Pemohon harus dapat menunjukkan terlebih dahulu hasil riset dari informasi yang telah diterima Pemohon sejak tahun 2013. “Kami meminta Pemohon dapat menunjukkan hasil riset tentang pemenfaatan dari informasi yang telah Pemohon terima,” anggota MK Evy Trisulo. MK juga mempermasalahkan biaya negara yang sangat besar hanya untuk memenuhi hak konstitusional seorang Pemohon yang kurang serius. “Kami harus mengeluarkan biaya besar hanya untuk membuat sidang seorang Antoni, padahal Pemohon juga tidak menghadiri sejumlah persidangan di daerah,” katanya. Pada hari yang sama juga digelar sidang sengketa informasi dengan formasi MK yang sama, menghadirkan Pemohon individu Hardjendro terhadap Termohon BPN Kabupaten Kebumen. Dalam persidangan itu, Pemohon meminta informasi pemecahan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 64 menjadi SHM 567 dan SHM 568. Pada sidang pemeriksaan awal tersebut baik Pemohon maupun kuasa Termohon hadir. l tidak pernah melihat atau mengetahui secara langsung apakah pada saat tahun 1999 itu telah dibentuk DKP untuk keperluan pemeriksaan Prabowo yang berujung pemberhentian yang bersangkutan. Informasi DKP hanya didengarkan dan dibaca di media massa dan tidak diketahui langsung. Agus mengatakan, pembentukan DKP dalam organ TNI hanya dilakukan jika untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian secara tidak hormat terhadap seorang perwira TNI. Namun dalam kasus pemberhentian Letjen Prabowo bukan dalam kapasitas pemberhentian secara tidak hormat karena hak pensiunnya tetap diperoleh. Untuk itu, ia mengatakan, yang perlu ditelaah adalah munculnya Instruksi Presiden (Inpres) yang menyatakan bahwa Letjen Prabowo diberhentikan. “Harus diketahui dasar hukumnya, apakah dasar hukum adalah dari rekomendasi DKP atau tidak,” kata Agus. MK akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kembali persidangan sengketa informasi soal dokumen DKP tentang pemberhentian Prabowo dan soal kerusuhan massa tahun 1998-1999 tersebut pada sidang berikutnya. Persidangan akan dilanjutkan pada 28 Mei 2015. l K etua Majelis Komisionor (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) Dyah Aryani beranggotakan Yhannu Setyawan dan Evy Trisulo bersikap tegas dalam menerapkan prinsip itikad baik dari Pemohon informasi dalam persidangan sengketa informasi. MK menerapkan prinsip tersebut sebagaimana tercantum pada Pasal 4 Perki I/2013. Pada persidangan antara Pemohon individu Antoni Fernando terhadap Termohon Kementerian Pendidikan Nasional, Jumat (22/5) di Ruang Sidang KIP Jakarta, Pemohon dinilai kurang memiliki itikad baik. MK menilai bahwa dari banyaknya sengketa informasi yang dilakukan Pemohon kemudia Pemohon tidak menghadiri per- Ahli Tak Tahu Adanya DKP TNI terkait Pemecatan Letjen Prabowo Subianto T rio Pemohon informasi yang terdiri KontraS, Imparsial, dan Setara Institute, menghadirkan seorang Ahli pada persidangan lanjutan sengketa informasi antara Pemohon dengan Termohon Mabes Tentara Nasional Indonesia (TNI). Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat Yhannu Setyawan beranggotakan Rumadi dan John Fresly, di Ruang Sidang KIP Jakarta, pada Senin (18/5), itu mendengarkan keterangan ahli Dr Fadillah Agus, SH, MH, seorang pakar Hukum Humaniter dari Universitas Pertahanan (Unhan), Sentul, Jawa Barat. Dalam keterangannya, Agus menjelaskan bahwa jika TNI membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada saat Letjen TNI (Pur) Prabowo Subianto selaku Panglima Komando Angkatan Darat (Pangkostrad) diperiksa, maka wewenangnya berada di tangan Panglima TNI. Namun ia mengatakan Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 23 sidang ki pusat Termohon BPN Syaratkan Surat Kuasa dari Para Pemohon T ermohon Badan Publik (BP) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, meminta persyaratan dari Pemohon untuk dapat memperoleh informasi yang diminta melalui sengketa yang telah memasuki babak mediasi. Hal itu disampaikan oleh Tim Kuasa Termohon dalam mediasi kedua dengan mediator Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) John Fresly, pada Rabu (1/4), di Ruang Mediasi lantai 5 kantor KIP Jakarta. Madiasi sengketa informasi dengan Nomor Register 301/XII/KIP-PS/2012 antara Pemohon individu Hardjendro terhadap Termohon BPN Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, itu sudah pernah dilaksanakan pada 23 Maret 2015 yang didahului dengan sidang pemeriksaan pendahuluan. Pada sidang pemeriksaan kala itu, dipimpin Ketua Majelis Komisioner (MK) Dyah Aryani beranggotakan Evy Trisulo dan Yhannu Setyawan. Namun pada mediasi kedua tanggal 1 A­pril ini belum ada kesepakatan dari para pihak karena ternyata Pemohon informasi bukan yang bersangkutan yang benar-benar berkepentingan terhadap Warkah tanah. Sebagaiman diketahui, Pemohon melakukan sengketa informasi ke KIP karena Termohon tidak memberikan informasi Warkah atas nama Pemohon bersama sejumlah saudaranya, di ataranya Warkah atas nama Marsyiah dan Siti Komariyah. Dengan adanya permohonan beberapa informasi dokumen Warkah ke BPN Kebumen oleh Pemohon, maka Pemohon bukan atas nama individu lagi tapi sudah menjadi Pemohon kelompok orang sebagaimana diatur dalam UU KIP. Untuk itu, mediator memutuskan memenuhi permintaan Termohon agar Pemohon membawa surat kuasa dari Pemohon lainnya pada saat mediasi yang akan dilanjutkan 24 April 2015 mendatang. l FWI Berhak Tahu Dokumen Kementerian LHK yang Dimohonnya K etua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) Yhannu Setyawan beranggotakan Henny S Widyaningsih dan Dyah Aryani memutuskan tidak menerima penetapan data dan informasi yang dikecualikan berdasarkan uji konsekuensi yang dilakukan Termohon Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK). Dalam amar putusan yang dibacakan bergantian di Ruang Sidang KIP Jakarta, Jumat (8/5), yang dihadiri para pihak, dinyatakan Pemohon dari Forest Watch Indonesia (FWI) berhak atas lima jenis dokumen yang dimohonnya. Dalam pembacaan putusan tersebut, MK memutuskan dokumen RKUPHHK-HA bersifat terbuka, kecuali pada bagian yang memuat informasi Sistem Silvikultur, Penggunaan dan Penjualan, Analisis Finansial. Juga dokumen RKUPHHK-HT bersifat terbuka, kecuali pada Bab III bagian Sistem Silvikultur, Aspek Prasyarat, Kelestarian Fung- 24 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 si Produksi, dan Bab IV bagian Perhitungan Biaya Pembangunan Hutan Tanaman pada IUPHHK-HT. Dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada Hutan Tanaman (HT) seluruh Indonesia Tahun 2014 adalah bersifat terbuka. Termasuk dokumen Lengkap Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) di atas 6000 M³ seluruh Indonesia yang masih berlaku sampai tahun 2014 juga bersifat terbuka. Serta dokumen Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) seluruh Indonesia Tahun 2012, 2013, dan 2014 adalah terbuka. Berdasakan putusan tersebut, MK memerintahkan kepada Termohon untuk memberikan informasi tersebut kepada Pemohon. Untuk bagian yang dikecualikan, MK meminta kepada Termohon agar dihitamkan terlebih dahulu sebelum dokumen diserahkan kepada Pemohon. l Penulis: Muhammad Salim (Karel) Editor: Abdulhamid Dipopramono Sambungan dari hal 19 KIP Menangkan Kemendikbud dalam Sengketa Soal-Kunci Jawaban UN M ajelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) memenangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kwemendikbud) RI dalam sengketa dengan Pemohon perorangan Roby Tutuarima. Dalam amar putusannya yang dibacakan secara bergantian di Ruang Sidang lantai 5 Kantor KIP Jakarta, Kamis (2/4), MK menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan menguatkan keputusan Kemendikbud untuk mengecualikan atau menutup informasi berupa Soal dan Kunci Jawaban Ujian Nasional (UN) SMP dan SMA. Dalam sengketa bernomor Register 331/IX/KIP-PS/203 tersebut Roby meminta informasi ke Kemendikbud berupa salinan/ copy soal-soal UN dan kunci jawabannya untuk tingkat SMP dan SMA Negeri Tahun Ajaran 2012/2013. Sidang putusan ini merupakan sidang ke tujuh. Sebelumnya sudah dilakukan sidang pendahuluan untuk pemeriksaan awal, menawarkan mediasi tapi tidak disepakati, sidang tertutup, pemeriksaan setempat, dan sidang-sidang pembuktian. Pada sidang pemeriksaan setempat, di Kemendikbud, telah terbukti bahwa kunci jawaban dari soal UN adalah sebuah sistem IT yang tidak boleh dibuka kepada siapa pun. Demikian juga saat didengar keterangan Ahli di persidangan di KIP sebelumnya, Ahli Psikometri dengan gamblang dan terstruktur telah menjelaskan tentang status soal dan kunci jawaban ujian, mulai dari filosofi pembuatan dan fungsinya sampai dengan dampaknya jika diketahui publik. Pada hari yang sama juga dilakukan pemeriksaan setempat yang dilakukan tim MK Yhannu Setyawan beranggotakan John Fresly dan Rumadi di Markas Besar Tentara Nasional Indonsia (Mabes TNI) Cilangkap, Jakarta Timur. Dalam pemeriksaan setempat itu, MK diterima tim kuasa hukum dari Termohon TNI dengan agenda utama melakukan penelusuran surat-surat Mabes TNI pada tahun 1998. Sebagaimana diketahui, Pemohon trio KontraS, Imparsial, dan Setara Institute melakukan sengketa informasi kepada Termohon Mabes TNI karena permohonan informasi tentang dokumen pemberhentian Letjen Pur. Prabowo Subianto oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tidak diberikan oleh Termohon. Selain dokumen informasi tersebut, Pemohon juga meminta informasi mengenai peristiwa kerusuhan massal tahun 1998, menjelang lengsernya Presiden Soeharto. l Penulis: Muhammad Salim (Karel) Editor: Abdulhamid Dipopramono serapan KIP merupakan yang tertinggi di seluruh Satker di Kementerian Kominfo. Seperti diketahui bahwa hingga saat ini anggaran KIP masih menempel di kesekjenan Kementerian Kominfo, seperti halnya KPI dan lembaga mandiri lainnya, dalam mata anggaran Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya. Tingkat penyerapan total untuk seluruh Kementerian Kominfo saat ini baru mencapai 11 persen. Dalam penjelasannya tentang isu-isu strategis, Ketua KIP menyampaikan bahwa pada 30 April 2015 KIP telah mendeklarasikan Hari Keterbukaan Informasi Nasional (KIN) yang merupakan amanah Rakornas KI se-Indonesia 2014. Ketika itu Menteri Kominfo juga hadir. Dari Komisi I DPR pun hadir dan memberi dorongan agar secara legal formal segera diurus ke Presiden. Hamid juga memaparkan bahwa pada Agustus tahun ini, revisi Perki tentang PSI akan selesai. Demikian juga telah dibangun Sistem Informasi Manajemen Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (SIMPSI) yang akan selesai Agustus. Disampaikannya juga bahwa KIP ikut menghadiri International Conference of Information Commissioners (ICIC) IX di Santiago, Chile, pada akhir April 2015. Salah satu rumusan dan hasil kesepakatan ICIC IX adalah menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan ICIC X tahun 2017. Dalam konteks tersebut, Kutua KIP mengharap dukungan dari DPR dan Kominfo agar gelaran acara internasional tersebut sukses. Dukungan yang diharapakan adalah berupa koordinasi antarlembaga dan dukungan anggaran mulai TA 2016. “Sebab tahun 2016 nanti sudah harus ada kegiatan-kegiatan pendahuluan,” kata dia. Hamid menjelaskan, jika tahun 2017 Indonesia mampu melaksanakan konferensi internasional tersebut maka akan menjadi negara Asia pertama yang menyelenggarakannya. “Dari konferensi pertama sampai ke sembilan, belum pernah diadakan di negara di Asia, selalu hanya berputar-putar di Eropa dan Amerika, dan terakhir di Amerika Selatan” kata Ketua KIP. Ia juga menjelaskan bahwa Indonesia memiliki kewajiban menggairahkan keterbukaan informasi di kawasan Asia karena dianggap paling maju dalam keterbukaan Informasi Publik di kawasan. l Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 25 kegiatan ki provinsi KI Bengkulu Monev PPID Kabupaten/Kota S KI Bengkulu Hadirkan Gubernur Interaktif di TV G ubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, menyatakan komitmennya terhadap keterbukaan Informasi Publik di jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu. Pernyataan tersebut disampaikan Junaidi saat menjadi narasumber Dialog Interaktif di salah televisi swasta lokal Bengkulu. Dialog interaktif di media elektronik televisi dan radio ini merupakan salah satu program kerja KI Bengkulu sejak dibentuk dua tahun lalu. Menurut Gubernur, keterbukaan informasi merupakan salah satu cirri negara demokratis karena menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Tanpa adanya keterbukaan informasi maka mustahil terwujud partisipasi publik. “Keterbukaan informasi terhadap publik juga bisa menjamin terselenggaranya pemerintahan yang transparan, bersih, dan akuntabel karena terbukanya ruang kontrol publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu,” ungkap Junaidi. Sebagai wujud mendukung komitmen tersebut, Pemerintah Provinsi Bengkulu telah mengeluarkan regulasi berupa Keputusan maupun Peraturan Gubernur tentang Penetapan Organisasi Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), Standar Operasional Prosedur (SOP) Layanan Informasi Publik, dan Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi di Provinsi Bengkulu. Regulasi ini juga didukung dengan peningkatan kapasitas PPID dan sarana pendukung yang secara teknis menjadi bagian program kerja Dishubkominfo. Junaidi mengimbau kepada seluruh pelaku birokrasi terutama PPID di setiap SKPD untuk sebaik mungkin melakukan pendokumentasian dan pelayanan informasi kepada publik. Informasi ini harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat melalui media yang mudah diakses. Pemerintah Provinsi Bengkulu beberapa waktu lalu meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Bengkulu untuk yang keempat kalinya secara berturut-turut. “Prestasi ini merupakan hasil kerja sama semua pihak. Dan yang tidak kalah penting adalah terbukanya Informasi Publik yang baik sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang trasparan,” kata Junaidi. l 26 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 ebagai aplikasi program kerja Bidang Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi, Komisi Informasi (KI) Bengkulu telah menyelesaikan monitoring dan evaluasi (Monev) kinerja PPID di sepuluh kabupaten dan kota se Provinsi Bengkulu. Kegiatan ini dilakukan sejak awal bulan lalu dengan melakukan kunjungan kerja kepada Sekretaris Daerah tiap kabupaten dan kota sebagai atasan PPID. Ketua KI Bengkulu Emex Verzoni mengatakan, Monev kinerja PPID ini dimaksudkan sebagai upaya advokasi maupun optimalisasi peran dan tugas PPID karena pemahaman terhadap peran dan tugas PPID tidak semata sebagai perwujudan amanat peraturan perundang-undangan. Yang tak kalah penting adalah komitmen seluruh pelaku birokrasi untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka agar terwujud partisipasi publik. “Hasil monitoring dan evaluasi PPID ini umumnya sudah berjalan baik, namun masih dibutuhkan optimalisasi di beberapa kabupaten seperti peningkatan kapasitas PPID maupun dukungan anggaran,” kata Emex. Menurut Emex, hasil monitoring dan evaluasi PPID ini juga menjadi bahan evaluasi bagi KI Bengkulu guna meminimalisasi sengketa Informasi Publik. Sengketa Informasi Publik terjadi karena banyaknya faktor terutama belum optimalnya peran dan tugas PPID. Oleh karena itu, Emex berharap pemerintah maupun DPRD tiap kabupaten dan kota untuk memberikan dukungan maksimal kepada kelembagaan PPID agar berjalan baik. Pada semester pertama tahun ini, KI Bengkulu sudah menerima 17 permohonan penyelesaian sengketa informasi publik. Dari jumlah tersebut, 12 perkara sudah selesai dan 5 perkara masih dalam proses sidang ajudikasi nonlitigasi. Dari jumlah tersebut, tidak lebih dari 10 perkara adalah Badan Publik kabupaten dan kota sebagai Termohon. “Jika PPID sudah berjalan optimal, maka sengketa Informasi Publik bisa ditekan karena tidak adanya lagi kebuntuan atas informasi publik,” kata Emex. l KI DIY Sosialisasi UU KIP ke Perguruan Tinggi S ebanyak 150 Humas Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta dan penyelenggara pemilu di DIY mendapatkan sosialisasi UU KIP dari Komisi Informasi (KI) DIY yang terbagi dalam dua kegiatan. Pelaksanaan sosialisasi pertama bertempat di Universitas Atmajaya yang dibuka oleh Rektor Sri Nurhartanto. Sebagai narasumber adalah Ketua KI DIY Dewi Amanatun Suryani dan Komisioner Sarworo Soeprapto. Sedangkan kegiatan kedua bertempat di Universitas Islam Negeri Yogyakarta yang dibuka oleh Purek III Ruhaini Dzuhayatin dengan nara sumber Komisioner Istiatun dan Siti Roswati Handayani. Salah satu contoh terobosan yang sudah diterapkan di Universitas Atmajaya adalah kemudahan akses informasi bagi orang tua mahasiswa melalui media online untuk mengetahui nilai ujian, termasuk pembayaran uang pendidikan. Dengan demikian aktivitas mahasiswa dari luar daerah dapat terpantau secara langsung. Demikian juga implementasi UU KIP di UGM sebagaimana disampaikan oleh Humas UGM adalah KI Jatim Gelar Monev 2015 K omisi Informasi Provinsi Jawa Timur (KI Jatim) menggelar kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) PPID untuk SKPD Provinsi, Kabupaten, dan Kota se-Jatim, bertempat di Aula Dinas Kominfo Prov Jatim (25/05). Ketty Tri Setyorini, Ketua KI Jatim, menyampaikan bahwa Monev merupakan rangkaian awal untuk melalukan penilaian dan pemeringkatan Badan Publik (BP) dalam hal layanan informasi. Oleh sebab itu, menurut Ketty, dalam kesempatan sosial- isasi Monev tersebut, KI Jatim ingin mendapat masukan untuk menyempurnakan Monev hingga pemeringkatan BP tahun 2015. Pada 2014, KI Jatim telah melakukan Monev dan pemeringkatan PPID BP yang meliputi 38 Kabupaten/Kota dan 59 SKPD Provinsi Jatim. Hasilnya telah diumumkan dalam “PPID Award” yang memberikan berbagai kategori penghargaan di antaranya PPID Terbaik Kota, Kabupaten, SKPD Provinsi, Pelopor TIK, Favorit, Percepatan mengklarifikasi pemohon informasi dan mewajibkan bagi pemohon untuk mengisi form permohonan untuk mencegah Pemohon yang tidak bersungguh-sungguh. Website UGM juga memiliki menu PPID yang memuat klasifikasi informasi. Sedangkan UIN melakukan inovasi dalam pelayanan informasi melalui penerbitan hasil penelitian yang dapat diakses melalui website. Banyak tanggapan yang muncul dari peserta terkait kewajiban untuk membentuk PPID serta tugas dan fungsi PPID. Hal itu disebabkan UU KIP bagi sebagian besar peserta merupakan hal baru. Sosialisasi ini dirasakan bermanfaat bagi Perguruan Tinggi dan penyelenggara pemilu dalam mengklasifikasikan informasi dan menyediakan maupun mengumumkan informasi melalui website di lembaga masing-masing. l Layanan Informasi, Transparansi Anggaran, dan PPID Terinovatif. Dalam Monev kali ini yang bertema “Mewujudkan Keterbukaan Informasi di Semua Lini Badan Publik di Jawa Timur”, tampil sebagai narasumber Ketty Tri Setyorini didampingi Anggota Komisioner Zulaikha, Isrowi Farida, dan Wahyu Kuncoro, serta moderator Mahbub Junaidi. Materi Monev menyangkut tiga hal yaitu pertama, review Monev 2014 menyangkut tahapan Monev, penilaian visitasi, penilaian website, hingga hasil Monev 2014 yang diumumkan dalam PPID Award 2014 lalu. Kedua, menggali permasalahan dan solusi dalam melakukan Monev baik yang dihadapi KI Jatim maupun yang dihadapi oleh Badan Publik sendiri. Ketiga, menginvetarisir permasalan PPID serta mencari masukan dari atau antar Badan Publik sebagai peserta. Beberapa permasalahan yang muncul antara lain kurangnya perhatian kepala daerah terhadap PPID, anggaran PPID tidak ada, apa yang bisa dijadikan dasar PPID untuk mendorong kepala daerah? KI Jatim juga berupaya mengundang Atasan PPID yang dalam hal ini adalah Kepala Dinas untuk SKPD dan Sekda untuk Kabupaten/Kota, guna mendorong percepatan keterbukaan informasi. Namun demikian, yang hadir mayoritas adalah perwakilan atau PPID-nya. l Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 27 kegiatan ki provinsi KI Kepri Selenggarakan Lomba Jurnalistik Transparansi 2015 K KI Kalbar Sosialisasi SLIP K omisi Informasi Kalimantan Barat (KI Kalbar) menggelar sosialisasi Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar pada Kamis (4/6). Acara sosialisasi itu dihadiri Komisioner KIP Rumadi Ahmad sebagai narasumber bersama Komisioner KI Kalbar. Rumadi mengatakan, banyaknya sengketa Informasi Publik dikarenakan permintaan informasi yang oleh Badan Publik (BP) ditolak berdasarkan alasan pengecualian, tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana diatur dalam UU KIP, tidak ditanggapinya permintaan informasi, permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta, tidak dipenuhinya permintaan informasi, dikenakan biaya yang tidak wajar, dan penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). “Salah satu tugas Komisi Informasi adalah menyelesaikan sengketa informasi melalui mediasi atau sidang ajudikasi nonlitigasi,” ujar Rumadi. Adapun strategi untuk mencegah terjadinya sengketa Informasi Publik sekaligus menjamin pemenuhan hak warga negara untuk memperoleh akses In- 28 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 formasi Publik adalah BP dalam hal ini PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) yang sudah dibentuk di pemerintah kabupaten/kota di Kalbar diwajibkan menyusun SLIP, sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2010. Sementara dalam paparan berikutnya, Abang ‘Abeng’ Amirullah, Komisioner KI Kalbar, memandang penggunaan website sebagai media pelayanan informasi patut dipandang strategis karena banyaknya pengguna internet khususnya di Kalbar dalam mencari informasi. Memaksimalkan penggunaan website resmi BP layaknya papan informasi yang mempermudah petugas informasi dalam melayani permohonan Informasi Publik. Selanjutnya, masinh menurut Abang, penyusunan Daftar Informasi Publik (DIP) diperlukan untuk membantu penyusunan database Informasi Publik dan mengetahui Informasi Publik apa saja yang dikuasai oleh BP, serta keberadaaan Informasi Publik tersebut berada di unit mana. “Karena sering kali masing-masing unit atau satuan kerja di dalam Badan Publik tidak mengetahui informasi apa yang berada di unit atau satuan kerja lain,” ungkap Abeng. l omisi Informasi Kepulauan Riau (KI Kepri) mengadakan Lomba Karya Jurnalistik Transparansi 2015, dalam rangka memperingati Hari Hak untuk Tahu (Right To Know Day) yang diperingati setiap tanggal 28 September. Lomba karya jurnalis­ tik yang bertemakan transparansi Badan Publik ini terdiri dari tiga kategori; yaitu kategori opini, kategori berita, dan kategori fotografi. Untuk kategori opini, dapat diikuti oleh seluruh masyarakat Provinsi Kepri dengan mengirimkan opini atau artikelnya yang sudah pernah terbit di media cetak atau media online sejak Januari 2015. Untuk kategori berita diperuntukkan bagi insan pers terkait tulisan hasil peliputan transparansi Badan Publik. Bisa dalam bentuk berita investigasi yang mendalami terkait ketransparanan Badan Publik. Sedangkan untuk kategori fotografi meliputi hasil jepretan fotografi terkait kegiatan transparansi Badan Publik yang ada di Provinsi Kepri. Syarat utama untuk semua kategori adalah semua hasil karya yang diperlombakan sudah pernah terbit di media cetak atau media online sejak awal Januari 2015. Karya jurnalistik yang akan diperlombakan, dikirimkan paling lambat tanggal 30 September 2015, ke kantor KI Kepri yang beralamat di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 62 Tanjungpinang. l GubernuR Sumbar Teken MoU dengan Bupati dan Walikota tentang Keterbukaan Informasi Publik U ntuk percepatan transparansi Informasi Publik di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Gubernur Irwan Prayitno menandatangani kesepakatan bersama (MoU) dengan seluruh bupati dan walikota se-Sumbar, bertempat di Kantor Walikota Sawahlunto, Sumbar, Minggu (24/5) malam. Penandatanganan dilakukan oleh gubernur dengan Bupati Tanah Datar Shadiq Pasadique dan Walikota Sawah­ lunto Ali Yusuf, disaksikan Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono, Ketua KI Provinsi Sumbar Syamsuridjal, dan Ketua Komisi I DPRD Sumbar, Marlis. Acara teken MoU tersebut merupakan satu dari rangkaian acara memperingati Tujuh Tahun Kelahiran Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di Sumbar. Setelah te­ ken MoU lalu dilanjutkan peluncuran (launching) tabloid Transparansi yang diterbitkan KI Sumbar. Pada hari kedua, yakni pada Senin (25/5), diadakan diskusi publik dan rapat koordinasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) se-Sumbar. KI Sumbar Luncurkan Tabloid Transparansi M engambil bagian pada Peringatan Tujuh Tahun UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Komisi Informasi Sumatera Barat (KI Sumbar) meluncurkan media Transparansi, yang berbentuk tabloid setebal 16 halaman. Media ber-tagline “Terbuka tanpa Prasangka” itu diluncurkan ditandai penandatanganan ha- Acara yang digelar KI Sumbar bekerja sama dengan Pemprov Sumbar dan Pemkot Sawahlunto tersebut dihadiri selain oleh perwakilan Komisi Informasi Provinsi seluruh Indonesia juga diikuti PPID seSumbar, unsur pimpinan daerah seperti dari kejaksaan, kepolisian, TNI, dan lainnya. Juga dari perguruan tinggi, Bawaslu, KPID, media massa, dan unsur masyarakat setempat. Dalam kata samputannya, Ketua KIP Abdulhamid mengatakan bahwa MoU oleh gubernur di Sumbar ini merupakan yang kedua setelah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). “Baru NTB dan Sumbar yang gubernurnya sudah tanda tangan dengan para bupati dan walikota untuk mendorong implementasi UU KIP dan keterbukaan informasi di wilayahnya. Diharapkan provinsi lain segera menyusul,” kata dia. Ketua KIP mengatakan bahwa tradisi terbuka masyarakat Sumbar sudah dimulai sejak sebelum kemerdekaan. Mereka sudah berjuang lewat sastra dan tulisan untuk memberikan informasi dan mencerdaskan rakyat, dengan tokoh-tokohnya seperti Hamka, Sutan Takdir, Marah Rusli, dan lainnya. “Bahkan istilah Hak Asasi Manusia atau HAM sudah didorong oleh Bung Hatta, yang berasal dari Sumatera Barat, sejak awal kemerdekaan agar masuk UUD kita, tapi tokoh lain belum bisa menerimanya. Baru pada UUD 45 hasil amandemen 2002 istilah HAM masuk konstitusi, termasuk HAM dalam informasi dan berkomunikasi,” kata Ketua KIP. Sementara Ketua KI Sumbar Syamsuri­ zal menyatakan, keterbukaan Informasi Publik merupakan keharusan karena UU 14 Tahun 2008 usianya sudah tujuh tahun. “Harusnya tidak ada lagi Badan Publik di Sumbar maupun di Indonesia bersembunyi dari informasi yang dikecualikan atau dirahasiakan. Hak memperoleh informasi publik adalah hak setiap warga negara sesuai Pasal 28 F UUD 1945 dan UUKIP,” ujarnya. Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menegaskan bahwa transparansi informasi adalah keniscayaan yang tidak boleh tidak Sumbar dan seluruh kota dan kabupaten di provinsi ini harus mengaplikasikannya. “UU KIP sudah ada bahkan efektifnya sejak 2010, kalau Badan Publik mau aman dari jeratan korupsi maka keterbukaan Informasi Publik sesuai ketentuan harus diaplikasikan,”ujar Irwan Prayitno. Sedangkan Walikota Sawahlunto Ali Yusuf menyatakan, kota yang dipimpinnya merupakan kota terbuka untuk siapa saja. “Dari ikon sebagai kota tambang beradat dan menjadi destinasi pariwisata di Sumbar, maka keterbukaan Informasi Publik penting untuk mewujudkan partisipatif masyarakat kota ini,”ujarnya. “Setiap kantor kelurahan dan desa di sini pasti punya petugas informasi dan dokumentasi untuk menyambung partisipatif publik menjadikan Sawahlunto kota terbuka untuk dikunjungi,” katanya lagi. l laman muka oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, Ketua KI Pusat Abdulhamid Dipopramono, Ketua Komisi I DPRD Sumbar Marlis, Walikota Sawahlunto Ali Yusuf, dan Bupati Tanah Datar Shadiq Pasadique. “Media dengan 16 halaman ini merupakan swadaya murni KI Sumbar dicetak untuk dibagi-bagikan cuma-cuma dalam rangka sosialisasi KI Sumbar dan UU Keterbukaan, terbit sekali sebulan,” ujar Wakil Ketua Bidang Edukasi Sosialisasi dan Advokasi KI Sumbar Yurnaldi, pada Minggu (24/5) malam di saat peringatan tujuh rahun UU KIP. Ketua KI Pusat Hamid Dipopramono mengapresiasi KI Sumbar yang mampu menciptakan media meski usia belum setahun. “Saya yakin adanya media ini menjadikan sosialisasi keterbukaan Informasi Publik akan semakin masif dilakukan KI Sumbar,” ujar Hamid. Media Transparansi, menurut Yurnaldi, nantinya akan menyajikan keterbukaan Informasi Publik kegiatan KI Sumbar dan PPID di Badan Publik. “Media ini merima segala bentuk tulisan mapun bantuan berbagai pihak untuk kelangsungannya tanpa menggerus idenpendensi, kemandirian, dan profesionalitas lembaga KI Sumbar,” ujar Yurnaldi. l (Laporan: Adrian Tuswandi). (Laporan: Adrian Tuswandi). Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 29 kegiatan ki provinsi KI Sumbar Refleksikan UU KIP K omisi Informasi (KI) Sumatera Barat (Sumbar) menggelar diskusi publik bertema “Refleksi Tujuh Tahun UU KIP: Mengawal Transparansi Informasi Publik untuk Indonesia yang Lebih Baik”. Diskusi menghadirkan narasumber Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono, Ketua KI DKI Jakarta Farhan Yunus Basyarahil, dan Ketua KI Bengkulu Emex Virzoni, dengan moderator Komisio­ ner KI Sumbar Arfitriati. Diskusi berlangsung pada Senin (25/5) pagi hingga siang bertempat di Gedung Pusat Kebudayaan Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Acara tersebut dihadiri para Ketua dan Komisioner KI Provinsi se-Indonesia, pejabat Pemprov, Pemkab, dan Pemkot di Sumbar, serta para Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) se-Sumbar. Di luar arena diskusi publik juga digelar pameran berbagai kerajinan oleh masyarakat setempat, termasuk kerjainan batu yang sekarang sedang naik daun di Indonesia. Ketua KIP mengungkapan data-data mutakhir tentang kondisi keterbukaan Informasi Publik di Indonesia; seperti perkembangan jumlah PPID, jumlah KI Provinsi, jumlah sengketa informasi, jenis informasi yang banyak disengketakan, instansi yang banyak disengketakan, perkembangan JR dan rencana revisi UU KIP, proses revisi Perki Nomor 1/2013, posisi keterbukaan informasi Indonesia di kawasan dan internasional, serta update tentang Konferensi Komisioner Komisi Informasi se-Dunia (ICIC) IX di Chile KI Sumut Gandeng Radio Sosialisasi UU KIP K eterbukaan informasi merupakan satu keniscayaan dalam negara demokrasi dan mendapatkan informasi merupakan hak asasi setiap warga negara. Karenanya, Badan Publik wajib membuka akses informasi kepada publik. Demikian penegasan Ketua Komisi Informasi (KI) Sumatera Utara (Sumut) Zaki Abdullah saat membuka Forum Diskusi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang digelar KI Sumut bekerja sama dengan Radio Kardopa Medan di Graha Kardopa Binjai, Senin (6/4). “Kedua undang-undang ini memberi jaminan kepada wartawan dan masyarakat untuk mendapatkan akses informasi. Kondisi itu sulit didapatkan di era Orde Baru,” papar Zaki. Sementara itu Direktur Utama PT Radio Kardopa Tiorida Simanjuntak yang juga memberi sambutan pada acara tersebut, menyam- 30 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 but baik digelarnya Diskusi Keterbukaan Informasi Publik. Menurutnya, untuk membangun pemerintahan dan lembaga yang bersih memang dibutuhkan keterbukaan dan kejujuran. “Mesti ada kejujuran, keterbukan, dan informasi yang akurat,” tegasnya. Dalam diskusi yang dipandu moderator Komisioner Ramdeswati Pohan, pembicara dari KI Sumut, Mayjen Simanungkalit selain memaparkan tentang makna Undang-Undang KIP, juga mengupas tentang sengketa informasi. Menurut Mayjen, yang juga Wakil Ketua KI Sumut ini, sengketa informasi terjadi karena adanya perbedaan dalam memahami informasi terbuka dan dikecualikan. Atau bisa juga disebabkan karena tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dalam proses keberatan tidak memuaskan Pemohon informasi. “Pengenaan biaya tak wajar dan penyam- pada 21 – 23 April lalu. Ia juga menjelaskan tentang peran strategis PPID yang merupakan transformasi dari Humas. Sedangkan Farhan Yunus dari DKI lebih menekankan tentang perlunya peningkatan sosialisasi keterbukaan informasi kepada publik. “Selama ini kita hanya berkonsentrasi kepada Badan Publik, saatnya mengalihkan perhatian yang cukup ke publik atau masyarakat,” kata Farhan. Dia menjelaskan bahwa Badan Publik sudah cukup pemahamannya tetapi publik belum. “Sehingga fenomena minimnya sengketa bisa diketahui, itu merupakan fenomena apa,” lanjut Farhan. Emex Virzoni dari Bengkulu bercerita, meskipun KI Bengkulu baru berusia satu tahun lebih sedikit tetapi sudah menangani 41 sengketa. Diceritakan juga dukungan dari Pemprov Bengkulu cukup baik sehingga fasilitas sekretariat sudah memadai dan kegiatan persidangan menjadi lancar. Dia menilai bahwa KI harus lebih serius melakukan upaya agar keterbukaan informasi di Indonesia semakin membaik. l paian informasi melebihi waktu juga bisa menyebabkan sengketa informasi terjadi,” jelas Mayjen. Mayjen menyarankan ke para peserta diskusi merupakan perwakilan jurnalis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Binjai dan Langkat agar benar-benar memahami UU KIP dan prosedur permohonan dan penyelesaian sengketa informasi. Hal itu dimaksudkan agar tidak salah dalam berperkara di Komisi Informasi. Di tahun 2013 kata Mayjen, dari 164 kasus sengketa informasi yang masuk ke KI Sumut, sebanyak 93 kasus ditolak karena tidak sesuai prosedur. Berikutnya di 2014, dari 106 kasus, sebanyak 43 kasus ditolak dan berkasnya dikembalikan. Sementara Syahyan, Ketua Divisi Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi (ASE) KI Sumut menambahkan, salah satu tujuan digelarnya diskusi khusus bagi jurnalis dan LSM di Binjai dan Langkat adalah agar peserta memahami UU KIP, prosedur mengajukan permohonan informasi dan prosedur penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi. “Kita tak ingin, berkas mereka ditolak hanya gara-gara salah prosedur,” tandas Syahyan. l Kompilator: Tya Tirtasari Editor: Abdulhamid Dipopramono op i n i Oleh : Zayanti Mandasari (UII Yogyakarta) Partisipasi Publik Kunci Akuntabilitas Dana Desa U ndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) membawa harapan bagi keberlangsungan pemerintahan desa karena besarnya alokasi dana desa yang diberikan. Besarnya kewenangan pemerintahan desa melalui alokasi dana desa, dapat menjadi “bumerang” bagi pemerintahan desa. Seperti fenomena korupsi di daerah, hingga Kemendagri merilis ada 330 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, atau sekitar 86,22 persen (Juli 2014). Sebagai upaya pencegahan terjadinya korupsi di desa dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan desa, dibutuhkan pengawalan dari masyarakat dalam bentuk partisipasi dalam mengakses Informasi Publik dalam pemerintahan desa. UU Desa membuka lebar akses masyarakat mendapatkan informasi mengenai pemerintahan desa, seperti disebut dalam Pasal 68 Ayat (1), yakni: Meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; memperoleh pelayanan yang sama dan adil; dan menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. UU Desa juga mengamanatkan keterbukaan informasi bagi masyarakat desa yang sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP): Memperoleh Informasi Publik adalah hak setiap individu yang dijamin oleh negara (Pasal 4 Ayat (1)). Adanya keterbukaan informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintahan Desa, seperti dalam Pasal 27 yang mewajibkan Kepala Desa untuk pertama, menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/ Walikota. Kedua, menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota; ketiga, memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan keempat, memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran. Hal ini senada dengan amanat UU KIP, Pemerintah Desa sebagai Badan Publik memiliki kewajiban menyediakan Informasi Publik (Pasal 11 ayat (1) huruf a). Keterbukaan Informasi Publik merupakan poin penting bagi terwujudnya akuntabilitas penyelenggaran Pemerintahan Desa. Tidak ada lagi sekat penghalang antara masyarakat dan pemerintah. Bahkan tak main-main, dalam Pasal 52 disebutkan bagi Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/ atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, dapat dikenakan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Keterbukaan informasi bagi masyarakat merupakan suatu langkah efektif mewujudkan Pemerintahan Desa yang bebas korupsi dan akuntabel. Serta dibutuhkan komitmen Pemerintahan Desa untuk memberikan informasi seluas-luasnya dan sebenar-benarnya kepada masyarakat agar perwujudan Pemerintahan Desa yang akuntabel tidak bertepuk sebelah tangan. l Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 31 o p i ni Oleh : Abdulhamid Dipopramono Ketua KIP RI Menggelorakan Lagi OGI U KP4 yang dikenal intensif menggelorakan pemerintahan terbuka Indonesia (OGI, Open Government Indonesia), bubar demi hukum sejak 8 Desember 2014. Pasalnya, perpres yang dikeluarkan Presiden SBY tentang pembentukan lembaga setingkat menteri negara tersebut, hanya berlaku lima tahun meskipun ada pasal dalam perpres yang menyebutkan bisa diperpanjang jika diperlukan. Presiden Jokowi yang baru dilantik 20 Oktober 2014 dan masih menata nomenklatur kabinet, sudah pasti pada saat awal belum bisa memastikan apakah UKP4 akan dilanjutkan atau tidak. UKP4 merupakan perangkat presiden yang tidak diatur di dalam UU Kementerian. Oleh karenanya jika presiden baru tak menghendakinya atau ingin mengubah nama itu, bukan suatu kesalahan. Meski tidak secara spesifik mengurusi ihwal pemerintahan terbuka, dalam perpres disebutkan bahwa tugas UKP4 adalah membantu presiden dalam pengawasan dan pengendalian pembangunan. Juga untuk peningkatan efektivitas dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi dan perbaikan pelayanan umum, serta perbaikan iklim usaha dan investasi. Dari sederet tugas tersebut maka penciptaan pemerintahan terbuka menjadi niscaya. Ketika sudah tidak ada UKP4, orang menduga-duga bahwa komitmen menciptakan pemerintahan terbuka tidak ada pada Presiden Jokowi. Pegiat keterbukaan informasi pun sempat resah dan merasa gerakan yang sudah dimulai sejak awal reformasi tersebut mengalami kemuduran. Tim Inti yang dibentuk saat Presiden SBY yang terdiri kementerian/ lembaga dan organisasi masyarakat sipil (OMS), menyurut koordinasi­nya. 32 Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015 Namun suasana berubah pada bulan Juni lalu. Situasi tanpa kepastian selama hampir enam bulan berubah sejak Bappenas dan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) memprakarsai pembentukan Tim Inti OGI lagi, meski masih terbatas pada kementerian dan lembaga (K/L). Terbentuklah Tim Inti yang terdiri tujuh K/L yakni Bappenas, Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Kementerian PAN-RB, Dalam Negeri, Kominfo, Luar Negeri, dan Komisi Informasi Pusat (KIP). Pada pertemuan awal dibahas soal format pengorganisasian, isu-isu dan program, serta kemungkinan melibatkan pihak lain seperti OMS, perguruan tinggi, dan sektor swasta. Lalu dilakukan pertemuan-pertemuan intensif, baik dengan peserta terbatas anggota Tim Inti maupun pembahasan dengan pihak lain. OGI pun seperti digelorakan lagi. Memang ada sedikit pihak atau individu yang sinis terhadap OGI. Dibilang agenda internasional, kurang fokus, menambah pekerjaan, dan celoteh lainnya. Namun OGI adalah komitmen negara yang memilih jalan demokrasi seperti Indonesia. Indonesia juga menjadi pemrakarsa pada saat organisasi pemerintahan terbuka dunia (OGP, Open Government Partnership) dibentuk pada 2011. Tak kalah pentingnya adalah komitmen Presiden Jokowi yang tinggi terhadap pemerintahan terbuka. Dalam visi, misi, dan program aksi saat berkampanye sudah dengan tegas Jokowi-JK ingin menerapkan UU KIP, ingin adanya ketebukaan Informasi Publik untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik; yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel, serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus kita dorong bersama. Saatnya OGI digelorakan lagi! l