Dari reDaksi Daftar isi

advertisement
Dari Redaksi
P
embaca budiman, selamat bertemu kembali dengan Baca! edisi 09,
Mei – Juni 2015. Tak lupa kami sampaikan selamat menjalankan
ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri 1436 H, mohon maaf lahir-
komisi informasi pusat
republik indonesia
informasi publik
batin.
Pada edisi ini kami sajikan Laporan Utama yang berhubungan dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam undang-undang tersebut banyak pasal yang mengatur tentang informasi, transparansi, dan keterbukaan informasi. Undang-undang tersebut juga menjadi
landasan mengucurnya dana yang cukup besar dari pemerintah pusat dan
menginisiasi terwujudnya “otonomi desa” di masa mendatang.
Oleh karena itu desa yang menerima APBN (ataupun
informasi publik
APBD) adalah suatu Badan Publik. Jika dia Badan Publik maka terkena ketentuan Undang-Undang Nomor 14
tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam
Mengawal si
konteks itulah topik ini kita bahas. Sejak dari perencanaan
an
ar
sp
an
Tr
Desa
hingga pelaksanaan pembangunan di desa dan pengguDana
:
naan anggarannya, harus melibatkan publik. Demikian
juga dari sisi pengawasannya. Komisi Informasi di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, diharapkan
perhatian dan intensitasnya dalam ikhwal ini.
Hal lain yang penting dimuat di Buka! edisi ini adalah
soal peringatan kelahiran UU KIP. Seperti kita ketahui, UU KIP dilahirkan pada 30 April 2008 dan mulai dilaksanakan dua tahun berikutnya atau
30 April 2010. Dalam rangka memperingati itu, KIP menggelar serangkaian acara yang dihadiri sejumlah pihak, termasuk para Komisioner KI
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada saat itu, ada dua hal bersejarah yakni
mulai dikumandangkannya Mars KI dan pencanangan Hari Keterbukaan
Informasi Nasional (KIN). Mengapa harus ada KIN? Dalam Fokus edisi
kali ini kami paparkan.
Selain Laporan Utama dan Fokus, seperti edisi-edisi sebelumnya, tetap
kami sajikan berita-berita kronikal tentang kegiatan dan sidang-sidang,
baik di pusat (KIP) maupun KI Daerah. Ini tak lain sebagai sebuah bentuk
transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Dana dari APBN yang kami
terima harus dipertanggungjawabkan dengan mengekspos apa yang kami
lakukan. Dengan pengungkapan segala kegiatan, maka segala “gerak-ge­
rik” KIP, utamanya para komisionernya, juga dapat dipantau oleh publik.
BUKA!
Penerbit:
Komisi Informasi Pusat (KIP) RI
Penanggung Jawab:
Ketua dan Wakil Ketua Komisi
Informasi Pusat RI
www.komisiinformasi.go.id
komisi informasi pusat
republik indonesia
si
gakselera
Fokus Menan inForMasi
keTerbuka
inDonesia
2017
kegiaTan kip:
un
Tah
iCiC X
Tuan ruMah
opini:
akan
Menggelor
ogi
lagi
Edisi 09/Juni-Juli 2015
Dewan Redaksi:
Abdulhamid Dipopramono (Ketua),
Dyah Aryani Prastyastuti, Evy Trisulo
Dianasari, Henny S Widyaningsih,
John Fresly, Rumadi Ahmad, Yhannu
Setyawan, Bambang Hardi Winata
Pemimpin Redaksi:
Komisioner KIP Bidang ASE
Manajer Umum:
Sekretaris KIP
Staf Redaksi:
Feri Firdaus, Leny Sulistiani,
Muhammad Salim (Karel), Reno Bima
Yudha, Tya Tirtasari
Fotografer:
Abdul Rahman
Proses Cetak dan Distribusi:
Dedy Gunawan
Staf Sekretariat:
Alissa Riandini Aulia
Redaksi menerima sumbangan tulisan
dari masyarakat, khususnya artikel
opini, terkait isu-isu keterbukaan
Informasi Publik dan transparansi.
Tulisan opini panjangnya 2.500 –
3.000 karakter dengan dilampiri
identitas beserta foto headshot (bukan
pasfoto). Artikel dikirim via email ke:
[email protected].
Alamat Redaksi:
Gedung PPI/ITC lantai 5,
Jln. Abdul Muis No. 8 Jakarta Pusat
10160. Telepon 021 348 30741,
fax 021 348 30757.
Situs: www.komisiinformasi.go.id.
Twiter: @KIPusat.
Selamat membaca Buka! dengan wajah baru. Salam keterbukaan!
Ketua Dewan Redaksi
daftar isi
informasi publik
1
2
8
12
18
22
26
31
dari redaksi
laporan utama
aspirasi
fokus
kegiatan KI Pusat
Sidang KI PUSAT
Kegiatan KI Provinsi
Opini
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
1
l apo r a n uta m a
l
a
w
a
Meng
i
s
n
a
r
a
p
s
n
a
Tr
DANA
DESA
2
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
P
Penyaluran dana desa sebesar Rp20,7
triliun kepada 74.093 desa yang tersebar
di 434 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, segera digulirkan. Ini merupakan
yang pertama dalam sejarah Indonesia:
pemerintah mengalokasikan dana dalam
jumlah cukup besar ke desa. Namun, di
tengah kabar baik tersebut, banyak pihak mengkhawatirkan pengelolaan dana
desa yang sangat rawan diselewengkan.
Pemerintah diharapkan dapat membuat
sistem pengawasan yang ketat agar dana
desa tersebut benar-benar tepat sasaran
dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.
“Sebelum dana desa itu digulirkan,
pemerintah haruslah lebih dulu memastikan kepala dan aparat desa mempunyai
kapasitas untuk mengelola dana yang
nilainya cukup besar itu. Baik terkait
kapasitas perencanaan, implementasi,
maupun pelaporan,” ujar Komisioner
Komisi Informasi Pusat Rumadi Ahmad
di Jakarta, Rabu (10/6).
Menurutnya, tanpa itu semua, dana
desa tidak akan punya banyak arti untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, lanjut Rumadi,
aparat desa juga harus diberikan wawasan tentang keterbukaan Informasi
Publik. Hal ini penting agar prinsipprinsip tata kelola pemerintahan yang
baik bisa diterapkan. Utamanya menyangkut transparansi, akuntabilitas,
partisipasi publik, dan keadilan.
Di tempat lain, komitemen serius
untuk mengawal dana desa yang akan
mulai disalurkan ditunjukkan
“Hak masyarakat
terhadap Informasi
Publik tidak hanya
harus dipenuhi pada
tingkat provinsi
atau kabupaten/
kota saja, tapi juga
harus menjangkau
sampai dengan tingkat
kelurahan/desa.”
Syahyan
Komisioner KI Sumut
oleh Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara (KI Sumut). Sebagai lembaga
mandiri yang menjadi garda terdepan
dalam mendorong keterbukaan Informasi Publik di daerahnya, KI Sumut
berjanji akan melakukan pengawalan
dan mendorong aparat desa agar transparan dan bertanggungjawab terhadap
setiap anggaran yang dibelanjakannya.
Sebab, masyarakat berhak untuk tahu
sebagaimana yang telah dijamin oleh
UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Hak masyarakat terhadap Informasi Publik tidak hanya harus dipenuhi
pada tingkat provinsi atau kabupaten/
kota saja, tapi juga harus menjangkau
sampai dengan tingkat kelurahan/desa,”
ujar Komisioner KI Sumut Syahyan. Menurutnya, dana desa yang begitu besar,
harus diketahui pemanfaatannya oleh
publik. Jika tidak, kata Syahyan, dana
yang besar tersebut sangat rentan digunakan untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
Kekhawatiran akan terjadinya penyelewengan dana desa juga diungkapkan oleh Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Sebagaimana
beritakan oleh Cnnindonesia.com, Ma­
na­
ger Advokasi dan Investigasi Fitra
Apung Widadi menilai, potensi adanya
mafia dana desa cukup tinggi. Hal itu
menurutnya dipicu adanya kebijakan
dana desa yang tidak 100 persen turun
ke desa. “Urutannya, dari pusat ke kabupaten. Lalu dari kabupaten diolah lagi
dengan berbagai perumusan daerahnya.
Biasanya oleh kabupaten digunakan untuk belanja pegawai dan sebagainya,
akhirnya turun ke desa cuma sekitar 5060 persen dari anggaran yang ada,” kata
Apung. Dana desa juga berpotensi diselewengkan karena bertepatan dengan Pilkada langsung. Menurut Apung, daerah
saat ini kekurangan dana pelaksanaan
Pilkada karena belum teralokasi di
APBD. Selain itu, ujar Apung, dana desa
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
3
l apo r a n uta m a
“Dengan besarnya
tanggung jawab
pengelolaan keuangan
desa tersebut,
maka diperlukan
peningkatan kapasitas
atau kemampuan
para kepala desa dan
perangkat desa lainnya
tentang pengelolaan
keuangan.”
Marwan Jafar
Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi
rawan dipolitisasi oleh calon petahana
dalam bentuk distribusi alokasi ke desa
yang tidak merata dan diarahkan pada
desa basis pendukung calon.
Menyadari besarnya kekhawatiran
dari berbagai pihak perihal penyaluran
dan pengelolaan dana desa, Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi Marwan Jafar lalu
mengingatkan kepala daerah hingga
kepala desa bahwa besarnya pengalokasian dana desa bagi setiap desa harus
dikelola secara benar, penuh tanggung
jawab, dan bebas korupsi. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(UU Desa) telah menempatkan Kepala
Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. “Dengan besarnya tanggung jawab pengelolaan keuangan desa tersebut, maka diperlukan
peningkatan kapasitas atau kemampuan
para kepala desa dan perangkat desa
lainnya tentang pengelolaan keuangan,”
ujar Marwan dalam Rapat Kerja Na-
4
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
sional (Rakornas) Percepatan Penyaluran Dana Desa Tahap Pertama 2015
di Jakarta sebagaimana dikutip dari
Antaranews.com, Senin (25/5).
UU Desa, imbuh Marwan, juga telah
menempatkan masyarakat desa sebagai
sasaran sekaligus pelaku pembangunan
desa. Sedangkan, pemerintahan desa
berperan sebagai penggerak pembangunan dan pemberdayaan desa guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Bagi para kepala desa dan aparat
desa, lanjut dia, yang menjadi tantangan
saat ini adalah kesiapan untuk menyusun perencanaan pembangunan dan
penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa secara tepat, terukur, dan
transparan sesuai dengan potensi dan
prioritas kebutuhan desa. “Juga kesiapan
untuk mengelola keuangan desa secara
berhati-hati, transparan, dan akuntabel
guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di desa,” tambahnya.
Agar penyaluran dana desa tahap
awal tahun 2015 ini lancar, sambung
dia, ada beberapa hal pokok yang diharapkan menjadi masukan bagi para gubernur serta bupati atau wali kota, serta
melaksanakan sosialisasi dan pelatihan
kepada aparat pemerintah daerah maupun aparat desa agar mempunyai pemahaman yang tepat dan kompetensi yang
memadai dalam melaksanakan UndangUndang Desa. “Diharapkan semua aparat
desa akan mempunyai pemahaman dan
kompetensi yang baik dalam mengelola
pemerintahan, pembangunan, dan keuangan Desa,” kata Marwan.
Pendampingan Aparat Desa
Marwan sepenuhnya memahami akan
pentingnya melakukan pendampingan
kepada aparat desa dalam menyusun perencanaan dan penganggaran desa, pelaksanaan teknis program atau kegiatan
desa, penatausahaan dan akuntansi,
serta penyusunan laporan keuangan dan
pertanggungjawaban desa. Pihaknya
juga akan melakukan proses merekrut,
melatih, dan mendistribusikan tenaga
pendamping baru ke desa-desa di seluruh Indonesia. “Direncanakan (tenaga
pendamping, Red.) akan dimulai proses
perekrutan dan seleksinya pada per-
tengahan bulan Juni 2015,” cetusnya.
Sehingga ditargetkan akan siap diterjunkan untuk menjadi pendamping desa
mulai Juli hingga akhir Desember 2015,
akan dilanjutkan dan diperluas cakupan
wilayah kerjanya pada 2016.
Senada dengan Marwan, sebagaimana diberitakan Antaranews.com, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy
mengatakan telah jauh-jauh hari mengingatkan pemerintah agar penyaluran
dan alokasi dana desa harus “dikawal”
oleh tim pendamping guna menghindari potensi penyimpangan. “Saat ini
sudah ada sekitar 35.000 tenaga pendamping alumni dari program PNPM
(Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri,” kata Lukman. Menurutnya, jumlah 35.000 orang tenaga
pendamping itu akan disebar ke setiap
kecamatan di seluruh Indonesia dan
masing-masing kecamatan akan ditempatkan dua pendamping. Berikutnya,
kata dia, pemerintah melalui Kementerian Desa akan merekrut lagi sebanyak 50.000 tenaga pendamping untuk
ditempatkan di desa-desa.
Lukman menambahkan, ia juga sangat memberikan perhatian terhadap
laporan pertanggungjawaban dana
desa dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa yang mengatur laporan dana desa
disampaikan secara berjenjang dari pemerintahan desa ke pemerintahan kecamatan, ke pemerintahan kabupaten,
hingga ke pemerintah pusat. Menurutnya, waktu pelaporan tersebut sangat
lama dari tingkat desa sampai ke pemerintah pusat hingga melampaui tahun
anggaran, sehingga sulit untuk melakukan pengawasan. Pada rapat kerja
antara Komisi II dan Menteri Dalam
Negeri serta Menteri Keuangan, kata
Lukman, Komisi II DPR RI mengusulkan Pemerintah merevisi PP Nomor 60
Tahun 2014 sehingga pengawasannya
dapat dilakukan setiap saat.
Menurutnya, agar dana desa dapat
diawasi setiap saat, maka salah satu solusinya kantor desa dilengkapi dengan
perangkat teknologi informasi sehingga
informasi yang di”input” langsung dapat diakses oleh seluruh pemerintah
mekanisme penyaluran dana desa
1
2
KPA DJPK
Menerbitkan SPM
Pemerintah
Pusat
(Mekanisme
Transfer APBN)
Bank Operasional
Melaksanakan Transfer DD ke Kab/Kota
(dari RKUN ke RKUD)
KPPN Jakarta II selakuKuasa BUN
Menerbitkan SP2D
5
daerah maupun pemerintah pusat. Lukman juga mengusulkan format laporan
pertanggungjawabannya dibuat sederhana karena paradigma orang desa adalah sederhana. Mantan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
ini melihat kemampuan kepala desa dan
perangkat desa masih berbeda-beda.
Menteri Keuangan Bambang Bro­
djo­
negoro, sebagaimana dikabarkan
Antaranews.com, mengamini apa yang
disampaikan Menteri Marwan dan Komisi II DPR RI perihal pentingnya tata
kelola dan pendampingan dalam pemanfaatan dana desa. Hal tersebut agar
dana desa benar-benar digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa
dan pemberdayaan masyarakat desa
sesuai prioritas yang ditetapkan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi.
“Jangan lupa ini pertama kali pemerintah mencairkan dana desa, kita harap
pengelolaan keuangan dana desa bisa
dibantu. Jadi akan ada pendampingan,
pelatihan sosialisasi ke penegak hukum,
supaya semua sepaham, karena ini baru
pertama kali dan semua bisa belajar dari
pengelolaan dana desa,” ujarnya.
Menurut Menkeu, pendampingan
kepada aparat desa dalam menyusun perencanaan, penganggaran dan laporan
pertanggungjawaban dana desa bisa
disiapkan Kementerian Desa, PDT, dan
3
Pemerintah
Kab/Kota
(Mekanisme
Transfer APBD)
Rekening KAS DESA
4
Pemerintah Kab/Kota
Melaksanakan Transfer DD ke Desa
(dari RKUD ke RKUDes)
Sumber: Kementerian Keuangan
“Jangan lupa
ini pertama kali
pemerintah mencairkan
dana desa, kita harap
pengelolaan keuangan
dana desa bisa
dibantu...”
Bambang Bro­djo­negoro
Menteri Keuangan
Transmigrasi, termasuk memberdayakan fasilitator eks PNPM. Secara keseluruhan, kekurangan syarat administrasi
tersebut yang membuat realisasi penya-
luran dana desa hingga 25 Mei 2015 baru
mencapai Rp4,4 triliun atau 20 persen
dari pagu APBNP sebesar Rp20,7 triliun. Situasi tersebut yang membuat penyaluran dana desa tahap pertama baru
diberikan untuk 234 kabupaten kota
yang telah memenuhi syarat atau sekitar
53 persen dari kewajiban penyaluran tahap pertama.
Pemerintah telah memutuskan penyaluran dana desa senilai Rp20,7 triliun
dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah kabupaten atau
kota serta rekening desa untuk dilakukan
dalam tiga tahap. Tahap pertama sebanyak 40 persen dicairkan paling lambat
minggu kedua April, setelah pemerintah
daerah menyampaikan perda APBD dan
peraturan bupati atau peraturan wali
kota mengenai pembagian dana desa kepada setiap desa. Tahap kedua sebanyak
40 persen paling lambat minggu kedua
Agustus 2015 dan tahap ketiga sebanyak
20 persen paling lambat minggu kedua
Oktober 2015, yang sama-sama dicairkan
setelah pemerintah daerah menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana
desa semester I tahun berjalan.
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
5
l apo r a n uta m a
Formulasi pengalokasian dana desa
ke setiap desa sesuai amanat UU Nomor
6 Tahun 2014 ditetapkan melalui alokasi
dasar yang ditetapkan 90 persen dari
pagu dana desa Rp20,7 triliun atau setara
dengan Rp18,7 triliun. Dengan jumlah
desa seluruh Indonesia mencapai 74.093
buah, maka alokasi dasar, yaitu alokasi
minimal yang diterima setiap desa adalah sekitar Rp252 juta. Sisanya 10 persen
berasal dari jumlah anggaran dana desa
dialokasikan berdasarkan formula.
Sistem Informasi Desa
Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang telah diamanatkan UU KIP
untuk menjamin pemenuhan hak masyarakat dalam mengakses Informasi
Publik, memiliki tanggung jawab moral
yang tinggi dalam mencegah terjadinya
tindakan korupsi di desa sebagai bagian
dari badan publik pemerintah. Masyarakat menaruh harapan besar kepada
seluruh Komisi Informasi khususnya
yang ada di daerah untuk melakukan
tindakan-tindakan preventif sehingga
penyaluran dan pengelolaan dana desa
menjadi lebih transparan, akuntabel,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Selama ini, ada kesan hanya Badan Publik
di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota saja yang cenderung telah
bersentuhan langsung dengan UU KIP
maupun Komisi Informasi, sedang desa
masih belum begitu tersentuh.
Namun, hal berbeda ditunjukkan
oleh Komisi Informasi Provinsi Jawa
Tengah (KI Jateng). Komisioner KI
Jateng Nur Fuad mengatakan, pihaknya
telah berkonsolidasi dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ada di
Jawa Tengah dalam penerapan UndangUndang Desa. Konsolidasi ini, jelas
Fuad, bertujuan agar pemerintah desa
dapat menyiapkan infrastruktur yang
menjamin pengelolaan dana desa dapat berlangsung secara transparan. Sehingga, dalam hal penerapan UU Desa,
kepala desa dan jajarannya sudah siap
dari sisi transaparansi informasi dalam
pengelolaan dana desa.
“Kita sudah berkerja sama dengan
pemerintah daerah untuk memberikan
bimbingan teknis tentang pemahaman
6
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
Provinsi Kepulauan Riau
Rp 79.199.724
Provinsi Jambi
Rp 381.560.156
Provinsi Riau
Rp 445.646.965
Provinsi Sumatera Utara
Rp 1.461.156.834
Provinsi Aceh
Rp 1.707.817.995
“Kita sudah berkerja
sama dengan
pemerintah daerah
untuk memberikan
bimbingan teknis
tentang pemahaman
terhadap UU KIP
kepada kepala desa
yang ada di Jateng.”
Nur Fuad
Komisioner KI Jateng
Provinsi Sumatera Barat
Rp 267.003.839
Provinsi Bengkulu
Rp 362.962.239
Provinsi Sumatera Selatan
Rp 775.043.818
Provinsi Lampung
Rp 684.727.653
terhadap UU KIP kepada kepala desa
yang ada di Jateng,” terang Fuad. Dirinya melihat bahwa pemerintah desa saat
ini masih butuh pendampingan dalam
hal keterbukaan informasi. Sebab, menurutnya masih banyak aparatur desa
yang belum paham mengenai UU KIP.
Selain itu, ia sepakat bahwa kapasitas
pemerintah desa dalam mengelola dana
desa dan melibatkan publik dalam pengawasannya perlu ditingkatkan. Hal tersebut agar dapat menutup celah korupsi
baik yang terjadi karena disengaja maupun karena ketidakpahaman terhadap
prosedur dan administrasi.
Pemerintah desa, sambung Fuad,
harus menyiapkan sistem informasi
pemerintah desa, agar informasi yang
memang menjadi hak masyarakat desa
dapat terpenuhi. Tidak harus lewat website, namun lewat media yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
masyarakat desa, seperti lewat papan
pengumuman dan sebagainya. Pihaknya juga akan mendorong agar masyarakat desa dapat berpartisipasi aktif dalam
memonitor program yang dijalankan
Provinsi Banten
Rp 352.516.368
Provinsi Jawa Barat
Rp 1.589.711.596
“Mereka jadi tahu
informasi apa saja
yang wajib diumumkan
dan disediakan untuk
publik.”
Ajeng Roslinda
Komisioner KI NTB
Provinsi Bangka Belitung
Rp 91.927.560
Provinsi Kalimantan Barat
Rp 537.066.678
Provinsi Kalimantan Tengah
Rp 403.351.015
Rincian Dana Desa
Menurut Provinsi
Provinsi Kalimantan Selatan
Rp 501.119.950
Provinsi Kalimantan Utara
Rp 129.874.894
Provinsi Sulawesi Tengah
Rp 500.301.180
Provinsi Gorontalo
Rp 179.957.839
Provinsi Sulawesi Utara
Rp 402.546.360
Provinsi Maluku Utara
Rp 291.071.202
Provinsi Papua Barat
Rp 449.326.962
Provinsi
Kalimantan
Timur
Rp 240.542.413
Provinsi Papua
Rp 1.433.226.742
Provinsi
Sulawesi Barat
Rp 162.019.634
Provinsi Jawa Tengah
Rp 2.228.889.296
Provinsi Sulawesi Tenggara
Rp 496.077.234
Provinsi Maluku
Rp 334.004.517
Provinsi Bali
Rp 185.428.984
Provinsi Jawa Timur
Rp 2.214.014.855
Provinsi DI Yogyakarta
Rp 128.076.618
Provinsi NTT
Rp 812.875.565
Provinsi NTB
Rp 301.797.520
Provinsi Sulawesi Selatan
Rp 635.355.795
total dana
Rp. 20.766.200.000
Sumber: Diolah dari data Kementerian Keuangan (27 Maret 2015)
oleh pemerintah desa dengan memberikan sosialisai ke masyarakat desa.
“Informasi mengenai pengelolaan dana
desa harus dapat diakses masyarakat
dengan cara yang mudah, biaya ringan,
dan sederhana,” tandas Fuad.
Berbeda dengan KI Jateng yang telah mulai melakukan konsolidasi dengan Badan Permusyawaratan Desa
dalam mengawal dana desa, Komisi
Informasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (KI NTB) memilih pendekatan lain.
Untuk mendorong transparansi informasi di desa, Komisioner KI NTB Ajeng
Roslinda meminta Komisi Informasi
Pusat untuk segera mengeluarkan se-
buah regulasi yang mengatur tentang
standar layanan Informasi Publik di
tingkat desa. Dari regulasi tersebut,
kata Ajeng, perangkat desa diharapkan
menjadi lebih paham dan tahu mengenai transparansi informasi sehingga
mampu melaksanakannya. “Mereka
jadi tahu informasi apa saja yang wajib
diumumkan dan disediakan untuk publik,” jelasnya.
Ajeng membandingkan pengelo­
la­
an dana desa dengan pengelolaan beras untuk orang miskin (raskin) oleh
pemerintah desa yang selama ini cenderung dilakukan secara tertutup. Ia
mencontoh­kan, informasi tentang siapa
saja yang berhak mendapatkan raskin
dan jumlah raskin yang didistribusikan
oleh pemerintah desa, masih dinilainya
dilakukan secara tertutup. Oleh karenanya, lanjut Ajeng, dengan dana besar
yang dikeluarkan oleh pemerintah, dibutuhkan tanggung jawab yang besar
pula dalam pengelolaannya. “Terutama
mereka harus melibatkan peran serta
publik agar pengelolaan dana desa bisa
dilaksanakan secara transparan dan
akuntabel,” tandas Ajeng. l
Reporter: Feri Firdaus, Reno Bima Yudha
Penulis: Feri Firdaus
Editor: Abdulhamid Dipopramono
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
7
as p ir as i
Menyoal
Implementasi
dan
Pengawasan
Dana Desa
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (UU Desa) akan dijalankan
secara bertahap mulai tahun 2015. UU
Desa menyebutkan bahwa desa akan
mendapatkan tambahan dana khusus
untuk meningkatkan pembangunannya.
Bagaimana pandangan para Komisioner KI
Provinsi? Berikut pandangan mereka.
8
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
Liza Dayani
Komisioner KI Aceh
S
Yuli Zulaikha
Komisioner KI Jawa Timur
D
i Jawa Timur masih banyak desa dikepalai
oleh kepala desa, bukan lurah, terutama yang
letaknya di wilayah pinggir. Desa-desa tersebut memiliki anggapan bahwa mereka bukan Badan
Publik dengan alasan karena dipilih langsung oleh
masyarakat dan memiliki pikiran kalau kepala desa
tidak bertanggung jawab secara langsung kepada pemerintah. Hal ini mengkhawatirkan karena dengan
persepsi seperti itu pengelolaan dana yang akan mereka dapatkan akan dilakukan atas kemauan mereka
sendiri.
Oleh karena itu saya menilai bahwa keterbukaan
harus menjadi bagian penting yang diutamakan dalam proses pengelolaan dana desa. Masyarakat harus
tahu berapa uang yang didapat, bagaimana penggunaannya, dan laporannya dapat diakses oleh masyarakat. Dengan mengedepankan keterbukaan dalam pengelolaan dana desa maka tindakan penyelewengan
dapat diminimalisasi bahkan dihindari.
Mengacu pada UU KIP dan UU Desa, kita perlu
membuat petunjuk teknis bagaimana layanan informasi di perdesaan itu harus diberikan. Saya berharap
pada masa mendatang KI Jatim menerima sengketa
informasi terkait dengan penyaluran dana desa sehingga lurah-lurah semakin paham UU KIP. Untuk
itulah KI Jatim terus melakukan melakukan sosialisasi soal ini. l
Menyoal
Implementasi
dan Pengawasan
Dana Desa
$ $
$
$ $
$
$
$ $
$
$
$ $
$
$
$$
$
$
$
$$
$
$ $
$
$$
$
$$
$
$
$
$
$
$ $
$
$$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$ $
$$
$
$
$
$
$
$ $
$$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$$
$ $
$
$
$
$
$ $
$
$
$
$
$ $
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$
$$
$
$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
ecara umum, para kepala desa sudah tahu sistem penyaluran dana desa yang akan mereka
dapatkan sesuai Undang-undang Desa. Penyaluran dana desa di Aceh berdasarkan pada ABG (Alokasi Dana Gampong). Tapi akhir-akhir ini terdapat
permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat
Aceh, yakni ABG yang disusun berdasarkan rencana
pembangunan yang ada di Gampong diminta untuk
diulang untuk RPDG. Sementara kepala desa sudah
menyusun rencana sejak tiga tahun lalu sehingga repot untuk mengakses informasi dana tersebut.
Saya menilai secara umum masyarakat belum tahu
tentang dan desa dan ini menandakan bahwa sistem
belum terbuka. Beberapa kepala desa di Aceh pernah
dikumpulkan oleh Bappeda untuk diminta menyusun
dan mengajukan program kerja Gampong agar dana
bisa diakses. Tapi itu menyebabkan mereka harus menyusun ulang sehingga memakan waktu. Dengan sistem seperti itu kecil kemungkinan publik bisa turut
mengawasi. Secara keseluruhan warga Gampong pun
tidak bisa melakukannya sendiri dan harus melalui
perwakilan-perwakilan. Hal itu tidak mudah.
Jangakan mengawasi dana desa, untuk merngawasi raskin saja tidak bisa. Oleh karena itu masyarakat
perlu disiapkan untuk ikut berpartisipasi mengawasi
pengelolaan dana desa. Saya berharap pemerintah dapat mengatur sistem pengelolan dana Gampong yang
benar, bukan hanya diketahui oleh kepala desa dan
camat saja. Harus ada pemaparan yang lebih jelas dengan sistem yang terbuka.
Sebenarnya KI Aceh pernah terlibat dengan tim
yang melakukan sosialisasi UU Desa dan memberikan
pengarahan khusus tentang keterbukaan Informasi
Publik. Sayangnya sosialisasi tersebut tidak masif dan
hanya dilakukan di beberapa titik saja diakibatkan keterbatasan sumber daya anggaran. l
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
9
as p ir as i
Andayani
Syamsul Rani
Komisioner KI NTB
Komisioner KI Kalimantan Selatan
S
istem penyaluran dana desa di Nusa Tenggara
Barat (NTB) masih kecil realisasinya karena
masih ada sharing dengan APBD. Sebenarnya
penyaluran dana desa masih menimbulkan gejolak
karena belum ada pemerataan. Realisasinya pun belum sesuai dengan sasaran yang dituju.
KI NTB sudah menyuarakan untuk keterbukaan
dana desa, yakni dengan melakukan sosialisasi. Kami
memanfaatkan undangan dari pemerintah kabupaten
yang dihadiri oleh para camat dan lurah untuk memberikan pencerahan mengenai keterbukaan informasi
dalam pengelolaan dana desa. Dalam setiap kegiatan
sosialisasi yang mengundang kepala desa di kabupaten,
KI NTB terus menyuarakan transparansi. Karena pemerintahan Desa sebagai bagian dari pemerintah daerah merupakan Badan Publik yang terikat UU KIP.
Desa punya kewajiban menyampaikan informasi setiap saat maupun berkala yang terkait dengan program,
kegiatan, dan anggaran terkait dengan lembaganya.
Apalagi regulasi turunan dari UU Desa sudah ada, yaitu
PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN. Kemudian Permendagri Nomor 113
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Dengan adanya aturan-aturan tersebut pemerintahan desa wajib melaksanakan tata kelola keuangan
secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Hal ini penting kami
suarakan karena kondisi SDM di level pemerintahan
desa masih rendah. Pemerintah Pusat perlu bersinergi
agar penyaluran ADD, penggunaannya, tata kelola,
pelaporan sampai pengawasannya bisa berjalan baik.
Dengan demikian tujuan ADD benar-benar tepat sasaran sesuai regulasinya, yaitu pemberdayaan
masyarakat desa, peningkatan derajat kesehatan,
pendidikan, dan perbaikan infrastruktur. Untuk
realisasi ADD di NTB tahap I yang dicairkan baru
Rp301.797.520, berdasar data dari Badan Pemberda­
yaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Prov NTB,
dari total dana Rp172.547.793.041 tahun 2015 berdasarkan penetapan Kementerian Keuangan. l
10
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
I
Menyoal
Implementasi
dan Pengawasan
Dana Desa
$ $
$
$ $
$
$
$ $
$
$
$ $
$
$
$$
$
$
$
$$
$
$ $
$
$$
$
$$
$
$
$
$
$
$ $
$
$$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$ $
$$
$
$
$
$
$
$ $
$$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$$
$ $
$
$
$
$
$ $
$
$
$
$
$ $
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$
$$
$
$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
dealnya sebelum dana desa dikucurkan, sosialisasi terhadap masyarakat baik aparat pemerintah
desa, maupun masyarakat umum harus dilakukan.
Aparat desa maupun masyarakat harus tahu dengan
jelas peruntukkan dana tersebut dan bagaimana pengelolaannya. Setiap desa harus dibekali pedoman
pengelolaannya agar penyelenggaraannya bisa efektif, efisien, dan sesuai sasaran. Karena tanpa pengetahuan dan pemahaman yang jelas dikhawatirkan justru membuat masyarakat terjerat masalah hukum.
Harus ada juklak yang jelas, BPD dan kepala desa
harus diberi pemahaman yang sama. Demikian pula
aparat desanya dididik dengan benar. Selama ini desa
tidak pernah diserahi tanggung jawab untuk mengelola uang sebesar yang dijanjikan pemerintah. Maka
pelatihan harus clear dari A sampai Z ,baru kemudian
dana dikucurkan.
Demi kelancaran pengelolaan dana desa, KI Kalimantan Selatan berkomitmen untuk mensosialisasikan transparansi di desa-desa. Kami siap untuk dilibatkan oleh pemerintah daerah untuk memberikan
awarness kepada masyarakat tentang keterbukaan
Informasi Publik. Meskipun tidak bicara mengenai
juklak dan juknis pengelolaan anggaran, namun KI
bisa mengambil bagian dalam mengajak masyarakat
ikut mengawal dan mengawasi pengelolaan dana desa
tersebut.
Apa yang harus dipersiapkan agar publik dapat
ikut mengawasi pengelolaan dana desa ini adalah
transparansi sejak awal. Kapan dana dikucurkan,
kepada siapa, peruntukannya apa, pengawasan oleh
siapa, semuanya perlu dipublikasikan untuk kejelasan
informasi tersebut. Caranya melalui media, karena
saat ini penggunaan media papan pengumuman masih menjadi media penting di desa maka penggunaannya perlu dimaksimalkan. l
Arfitriati
Sarworo Soeprapto
Komisioner KI Sumatera Barat
Komisioner KI DIY
D
ari hasil pengamatan kami, di wilayah Sumatera Barat sedang ada training of trainer untuk
pengelolaan dana desa, proses pengkucuran
dana desa masih dalam tahap persiapan. Karena perlunya payung hukum dan dari sisi teknis mengacu
pada aturan-aturan, sehingga upaya pendampingan
yang merupakan rencana pemerintah diharapkan
berjalan dengan baik.
Undang-Undang Desa mewajibkan keterlibatan
masyarakat harus tinggi. Oleh karenanya sosialisasi harus disiapkan. Publik wajib ikut mengawasi
pembangunan desa mulai dari anggaran APBD. Salah satu pasal dalam UU Desa menyebutkan bahwa
anggaran desa adalah hak masyarakat, dan pemerintah wajib memberikan informasi yang valid dan
berkala. Dari mulai perencanaan masyarakat harus
dilibatkan.
Terkait dengan isu keterbukaan Informasi Publik,
ada tanggung jawab dari Komisi Informasi untuk
ikut serta mengawasi dana desa karena ada yang harus dipertanggungjawabkan. Pemerintah desa harus
menyiapkan metode informasi yang harus dipastikan.
Menggunakan papan informasi atau pertemuan-pertemuan yang merupakan medium komunikasi yang
kerap digunakan di daerah sampai memanfaatkan
website.
UU Desa juga mewajibkan memperhatikan kearifan lokal untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Dengan memiliki mindset yang positif dalam proses pengelolaan dana desa maka hasilnya akan bagus,
benturan dapat diminimalisasi. Namun jika mindset
pemerintah desa tidak benar, walaupun dalam pengelolaan dana desa pengawasannya tinggi, hasilnya
akan tidak baik pula. Jangan sampai dana desa dianggap sebagai bagi-bagi kue. Oleh karenanya perlu
didampingi. l
P
Menyoal
Implementasi
dan Pengawasan
Dana Desa
$ $
$
$ $
$
$
$ $
$
$
$ $
$
$
$$
$
$
$
$$
$
$ $
$
$$
$
$$
$
$
$
$
$
$ $
$
$$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$ $
$$
$
$
$
$
$
$ $
$$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$$
$ $
$
$
$
$
$ $
$
$
$
$
$ $
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$$
$
$$
$
$
$$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
$
enyaluran dana desa di wilayah DIY tidak berjalan dengan lancar karena terkendala regulasi. Belum semua kabupaten membuat Perda
terkait, sebagai salah satu syarat disalurkannya dana
desa. Sedangkan di kabupaten yang telah menyusun
Perda, seperti Kabupaten Kulonprogo, kendala berikutnya berupa penyusunan RAPBDes yang belum
bisa dilaksanakan oleh seluruh desa. Sedikit sekali
pemerintah desa yang berhasil menyusun APBDes.
Di Kabupaten Bantul, misalnya, saat ini baru tiga
desa yang berhasil menyusun APBDes. Padahal sebelum tersusun Perda tentang penyaluran dana desa dan
tersusunnya APBDes, dana desa belum bisa disalurkan.
Konsep mengenai penggunaan dana desa, berdasarkan
pengamatan empirik, masih didominasi oleh pemanfaatan untuk pembangunan fisik dan infrastruktur. Padahal pembangunan nonfisik, seperti pengembangan
kualitas sumberdaya manusia di pedesaan dan pengembangan kewiraswastaan tidak kalah penting.
Sistem penyaluran dana desa yang ada saat ini belum memungkinkan publik turut mengawasi. Masyarakat di perdesaan pada umumnya belum dilibatkan
untuk mengawasi penyaluran dan pemanfaatan dana
desa. Walaupun sudah ada UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang memungkinkan publik di perdesaan untuk mengawasi penggunaan dana desa, Badan Publik di pedesaan belum
secara terus terang menjelaskan kepada masyarakat
bahwa publik, yakni warga masyarakat desa, diberi
pintu untuk ikut mengawasi penggunaan dana desa.
KI DIY pada tahun 2014 secara khusus telah melakukan sosialisasi UU Nomor 14 Th 2008 kepada pemerintah desa di seluruh kabupaten di DIY. Kepada
kepala desa atau aparat pemerintah desa yang bertugas melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi,
yakni Sekretaris Desa. l
Reporter: Leny Sulistiani
Penulis: Leny Sulistiani
Editor: Abdulhamid Dipopramono
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
11
f o kus
Mengakselerasi
Keterbukaan
Informasi
12
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
P
Para pegiat keterbukaan informasi masih bertanya-tanya apakah pemerintah cukup serius dalam melaksanakan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik
(UU KIP)? Karena meski UU KIP telah
diundangkan sejak tujuh tahun silam,
namun masih ada tujuh provinsi yang
belum membentuk Komisi Informasi
(KI) padahal perintah UU KIP, dua tahun setelah UU dilaksanakan, yakni tahun 2010, maka seluruh provinsi telah
membentuk KI.
Keterlambatan provinsi untuk segera membentuk KI baru satu indikator
dasar tidak tegasnya pemerintah dalam
menjalankan UU KIP. Satu indikator
dasar lagi adalah mengenai kelambanan
pelaksanaan keterbukaan Informasi
Publik oleh pemerintah. Dapat dilihat
kurangnya greget pemerintah adalah
dari pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lem-
baga pemerintah yang baru terealisasi
di kisaran 49,14 persen. Selengkapnya
rekap progres penunjukan PPID hingga
Februari 2015 dapat dilihat pada tabel.
Melihat kondisi ini, Komisi Informasi Pusat (KIP) mengambil inisiatif
agar akselerasi keterbukaan informasi
semakin cepat, antara lain dengan cara
mendeklaresaikan tanggal 30 April sebagai Hari Keterbukaan Informasi Nasional (KIN). Pemilihan tanggal 30
April sebagai Hari KIN karena tanggal
tersebut, di tahun 2008, adalah tanggal
disahkannya UU KIP. Undang-undang
hasil inisiatif DPR atas dorongan kuat
masyarakat sipil tersebut telah mengalami pembahasan dan pergulatan panjang dengan pemerintah (eksekutif), sehingga lalu terjadi kompromi-kompromi
dan lahir tepat 30 April 2008.
Dengan begitu hari KIN juga ingin
memberi penghargaan dan dedikasi
luhur kepada para pejuang keterbukaan
informasi yang dengan gigih tanpa lelah mendorong agar UU KIP lahir. Masyarakat dengan berbagai komponenya
yang terdiri aktivis prodemokrasi, jurnalis, akademisi, dan lainnya mendapat
gayung sambutan dari para wakil rakyat di DPR, utamanya angota-anggota
Komisi I. Mereka bergerak sejak awal
era Reformasi dan mengemban amanah
rakyat yang secara konstitusional dituangkan dalam Tap MPR tahun 1999. Kalangan eksekutif atau pemerintah pun
kemudian mendukungnya.
Lantas apa bedanya Hari KIN dengan Hari Hak untuk Tahu Internasional atau International Right to Know
rekap progres penunjukan PPID hingga Februari 2015
Lembaga
Jumlah
Yang Sudah
Menunjuk
PPID
Persentase
(%)
1
Kementerian
34
34
100,00
2
Lembaga Negara/Lembaga
Stingkat Menteri/LNS/LPP
129
43
33,33
3
Provinsi
34
30
88,24
4
Kabupaten
399
174
43,61
No
5
Kota
Jumlah
98
60
61,22
694
341
49,14
Sumber: Kementerian Komifo
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
13
f o kus
Day (RTKD) yang selama ini selalu diperingati setiap tanggal 27 Semptember? Keduanya saling mendukung dan
komplementer. Memang selama ini
para aktivis keterbukaan informasi sudah secara rutin merayakan RTKD berbarengan serempak dengan masyarakat
dunia. Tapi itu gerakan internasional.
Di Indonesia sendiri hari itu bukan sebagai hari perayaan nasional. KIP yang
selama ini selalu merayakannya dengan
para pegiat keterbukaan informasi tidak
mengurangi komitmennya untuk merayakan dan memeriahkan RTKD.
Namun Indonesia yang telah memiliki UU KIP (semacam Freedom of Information Act di negara demokrasi lain)
pantas berbangga dan merayakannya dengan penuh percaya diri. Sebab di mata
dunia, kelahiran UU KIP telah mengerek
posisi Indonesia di level internasional
sebagai negara yang pemerintahannya
berkomitmen terbuka. Indonesia juga
termasik pioner dalam pemerintahan
terbuka dan memimpin OGP (Open Go­
vernment Partnership), yakni perkumpulan negara-negara terbuka dunia.
Deklarasi Hari KIN digelar di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Raya,
Jakarta Pusat, pada 30 April 2015. Deklarasi tersebut merupakan salah satu
rangkaian dari sekian acara yang digelar KIP. Kegiatan lain pada hari itu adalah Refleksi Lima Tahun Pemberlakuan
UU KIP, launching Mars KI, pemberian
penghargaan kepada Badan Publik dan
partner strategis KIP yang termasuk
pelopor dalam keterbukaan Informasi
Publik, dan diskusi publik. Ada juga penampilan grup band Powerslave.
Dekalarasi dilakukan oleh seluruh
hadirin dengan diwakili di panggung
depan oleh para Ketua KI Provinsi dan
Kabupaten/Kota seluruh Indonesia,
perwakilan PPID, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil (CSO), yang
dipimpin langsung oleh Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono. Dari KIP yang
ikut maju berdeklarasi adalah Komisioner Henny S Widyaningsih dan Rumadi Ahmad, serta beberapa Tenaga
Ahli dan Asisten. Henny adalah koordinator rangkaian acara pada 30 April
2015 tersebut. Menteri Komunikasi dan
14
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
Dari kiri ke kanan: Sulastio (Direktur IPC/Foini), Abdulhamid Dipopramono (Ketua KIP), Gamari
Soetrisno (Anggota Komisi I DPR RI), Dody Riadmadji (Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri), dan
Yanuar Nugroho (Deputi Kepala Staf Kepresidenan).
Informatika Rudiantara juga hadir dan
memberi sambutan mewakili Prisiden
Joko Widodo.
Pada diskusi publik yang bertema
“Diskusi Publik Lima Tahun Pemberlakuan UU KIP dan Deklarasi Hari Keterbukaan Informasi Nasional” tersebut
bertindak selaku narasumber adalah
Deputi Kepala Staf Presiden Yanuar Nugroho, Anggota Komisi I DPR Gamari
Soetrisno, Kepala Puspen Kemendagri
Dody Riatmadji, Direktur IPC/Foini
Sulastio, Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono, dengan moderator Henny S
Widyaningsih.
Dalam diskusi publik tersebut Sulastio
yang mewakili masyarakat sipil mengatakan bahwa diperlukan upaya akselerasi
keterbukaan Informasi Publik di tanah
air. Pasalnya, persoalan yang kita hadapi
sekarang bukan hanya capaian pembentukan PPID yang rendah dan masih adanya KI yang belum terbentuk. Data yang
menyebutkan 341 PPID yang baru terbentuk dari 694 lembaga pemerintah, atau belum 50 persen, itu baru mandat pembentukan PPID. “Belum termasuk mandat
penyusunan SOP pengelolaan dan pelayanan informasi, penyusunan daftar informasi publik, laporan pelaksanaan UU
KIP, dan sebagainya,” kata Tio.
Dijelaskannya, jika keseluruhan
mandat ini diakumulasikan, maka dapat dipastikan tingkat ketaatan Badan
Publik (BP) dalam melaksanaan UU KIP
akan jauh lebih rendah dari data resmi
yang sekarang ada. Menurutnya, masih
rendahnya persentase pembentukan
PPID pada level kabupaten dan kota,
cukup mengherankan karena sudah
ada Permendagri Nomor 35 Tahun 2010
tentang Pedoman dan Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi di
Lingkungan Kemdagri dan Pemda.
“Dalam analisis kami, hal ini lebih
dikarenakan komitmen dari kepala daerah yang masih rendah,” katanya. Untuk
itu, ia mengatakan akselerasi impelementasi UU Keterbukaan Informasi Publik perlu terus dilakukan. Namun demikian, menurutnya, akselerasi tersebut
tidak hanya menjadi kewajiban Komisi
Informasi semata akan tetapi juga oleh
seluruh elemen negara. “Akselerasi itu
membutuhkan komitmen pimpinan seluruh Badan Publik,” tandas Tio.
Sebagaimana fakta yang ada pada
saat ini, Sulastio mengatakan kondisi KI
dari sisi regulasi dan fakta belum “mandiri”. Hal ini seharusnya menjadi syarat
mutlak apabila suatu lembaga memiliki
tugas untuk menyelesaikan sengketa karena lembaga tersebut harus memutus
dan menyelesaikan sengketa secara bebas dari tekanan pihak mana pun.
Untuk itu kemandirian menjadi kata
kunci yang harus terejawantahkan baik
dalam regulasi yang mengaturnya maupun dalam mental para personelnya. Apalagi, saat ini KIP telah memasuki periode
Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono menyerahkan plakat kepada Deputi Kepala Staf Kepresidenan
Yanuar Nugroho disaksikan anggota Komisi I DPR RI Gamari Soetrisno pada saat Deklarasi Hari KIN di
Gedung Joang 45 Jakarta Pusat, 30 April 2015.
kepengurusan kedua, yakni periode 2013
– 2017, periode yang idealnya ditargetkan
menjadi tonggak atas perbaikan kinerja
jika dibandingkan periode sebelumnya
yang masih disibukkan dengan pembentukan KI Provinsi, penataan kelembagaan, penyusunan berbagai tata kerja,
regulasi dan lainnya, yang akan menjadi
dasar dan landasan bekerja.
Tagih Janji Presiden
Menurut Tio, penguatan KI tidak cukup
tanpa dibarengi sinergi antara KIP dan
gerakan masyarakat sipil. Oleh karenanya masukan dan program yang telah
disusun masyarakat sipil jangan menjadi
tumpukan kertas dan catatan kegiatan
semata, melainkan harus dijadikan masukan bagi penguatan KIP dan analisis
substansi UU KIP setelah lima tahun diterapkan. “Maka sudah saatnya UU KIP
ini diperbaiki sehingga dapat optimal dalam mewujudkan keterbukaan Informasi
Publik yang berkualitas,” tegas Tio.
“Maka sudah saatnya
UU KIP ini diperbaiki
sehingga dapat optimal
dalam mewujudkan
keterbukaan
Informasi Publik yang
berkualitas.”
Sulastio
Direktur IPC/Foini
Ini sekaligus momentum masyarakat
sipil untuk menagih janji dan komitmen
kampanye Presiden Jokowi yang tercantum dalam Nawacita yang diturunkan dalam 9 Program Priotitas Membangun Tata Kelola Pemerintahan. Agenda
Strategis Jokowi-JK 2015 – 2019 dalam
bagian tata kelola pemerintahan adalah
peningkatan pengelolaan dan pelayanan
informasi di lingkungan pemerintahan,
mewajibkan instansi pemerintah membuat laporan kinerja dan membuka
akses Informasi Publik sesuai UU KIP
dan menjamin hak warga negara untuk
mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik,
dan proses pengambilan keputusan.
“Kurang lebih enam bulan Presiden
Jokowi memerintah, maka kini saatnya
pemerintah segera membuat program
guna menjawab tantangan pelaksanaan
keterbukaan informasi yang juga tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah pada sisi Badan Publik. “Faktanya saat ini komitmen Badan
Publik dan sejumlah kepala daerah masih rendah, keterbukaan masih dianggap
sebagai beban dan bukan modalitas, dan
keterbatasan SDM bidang komunikasi
dan informasi,” kata Tio.
Untuk itu, guna mengakselerasi implementasi keterbukaan informasi Tio
memberi lima catatan. Pertama, analisis
substansi UU KIP terutama pada item
yang berpotensi kontra produktif terhadap perwujudan keterbukaan informasi.
Kedua, penguatan Komisi Informasi
guna mewujudkan lembaga penyelesaian sengketa yang terpercaya. Ketiga,
mempercepat pembentukan infrastruktur pelayanan informasi di Badan Publik
(PPID, SOP dll). Keempat, mengkampanyekan penyampaian informasi secara
proaktif guna menumbuhkan partisipasi publik. Dan kelima, kampanye publik
untuk meningkatkan permintaan informasi oleh masyarakat.
Fasilitasi PPID
Sementara itu, juru bicara Kementerian
Dalam Negeri Dody Riadmadji mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya
mendorong pembentukan PPID dan
pembentukan KI Provinsi. Ia mengata-
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
15
f o kus
pemerintahan kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
“Pemerintah terus
berupaya mendorong
pembentukan PPID
dan pembentukan KI
Provinsi.”
Dody Riadmadji
Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri
kan Mendagri telah membuat regulasi
yang cukup untuk pembentukan PPID,
mulai dari PP Nomore 61 Tahun 2010
Pasal 21, ayat (1) , yang berbunyi “PPID
harus sudah ditunjuk paling lama 1 (satu)
tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.”
Juga Permendagri Nomor 35 Tahun
2010 Pasal 7, ayat (1) yang berbunyi: “Untuk mengelola pelayanan informasi dan
dokumentasi di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dan pemerintahan daerah
ditetapkan PPID”. “Termasuk mengharuskan kelengkapan PPID pemerintah
daerah, Prosedur Operasional Stantadar
pelayanan informasi, Daftar Informasi
Publik (DIP), ruang pelayanan informasi, aplikasi PPID pada website pemerintah daerah, laporan pelayanan informasi, dan pendanaan,” kata Dody yang
juga Juru Bicara Kemendagri.
Dody mengatakan, Permendagri
Nomor 35 Tahun 2010 pada Pasal 15 menyebutkan segala biaya yang diperlukan
untuk pengelolaan pelayanan informasi
dan dokumentasi di lingkungan pemerintahan provinsi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi. Dan segala biaya yang diperlukan untuk pengelolaan pelayanan informasi dan dokumentasi di lingkungan
16
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
DPR Terus Mendukung
Anggota Komisi I DPR RI Gamari Soe­
trisno mengatakan, legislatif akan selalu mendukung apa saja yang dapat
mempercepat pelaksanaan keterbukaan
Informasi Publik di Indonesia. “Kami
akan terus mendukung eksistensi Komisi Informasi, jika memerlukan anggaran lebih untuk memaksimalkan
pelaksanaan keterbukaan informasi,
maka DPR siap memperjuangkan,” tegas Gamari.
“UU KIP merupkan produk reformasi yang harus terus-menerus dijaga
dan dikembangkan sehingga rakyat
Indonesia dapat lebih cerdas dan sejahtera,” lanjut Anggota DPR yang pernah menjabat Deputi Menko Polhukam
tersebut. Menurut Gamari, manfaat UU
KIP adalah untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas Badan Publik
“UU KIP merupkan
produk reformasi
yang harus terusmenerus dijaga
dan dikembangkan
sehingga rakyat
Indonesia dapat lebih
cerdas dan sejahtera.”
Gamari Soe­trisno
Anggota Komisi I DPR RI
sehingga tercipta tata kelola pemerintahan yang baik.
“Keterbukaan informasi juga dapat
mengakselerasi pemberantasan KKN
dan mengoptimalisasi perlindungan
hak-hak masyarakat terhadap pelayanan public.” Namun menurut Gamari,
masih ada beberapa kendala dalam pelaksanaan UU KIP, seperti BP belum
siap membuka diri sesuai prinsip UU
KIP karena BP belum didukung dengan
database yang lengkap.
“Di Indonesia juga belum terbentuk budaya untuk mendokumentasikan
di lingkungan pemerintah,” kata dia.
Selain itu, lanjutnya, sosialisasi keberadaan UU KIP baik di pusat maupun
belum maksimal. “Dukungan anggaran
juga belum memadai di tingkat pusat
maupun daerah,” tegasnya.
Gamari menjamin, dukungan DPR
RI tidak akan pernah berhenti agar keterbukaan informasi benar-benar terlaksana dengan baik. Untuk itu, DPR selalu mendorong pemerintah dan semua
pihak terkait untuk memiliki komitmen
kuat guna menindaklanjuti UU KIP, sehingga transparansi dan akuntabilitas
segera terwujud dan tata kelola pemerintahan yang baik tercipta.
KIP Melobi Dunia
Dalam kesempatan bicara di diskusi publik tersebut Ketua KIP Abdulhamid
Dipopramono mengatakan KIP terus
berjuang bagi akselerasi keterbukaan
informasi di tanah air. Berbagai cara
telah dilakukan mulai dari melakukan
kunjungan ke setiap daerah, terutama
provinsi yang belum membentuk KI dan
PPID lewat berbagai forum dan penyelesaian sengketa informasi, hingga melakukan lobi internasional.
Hamid yang baru mendarat kembali dari Chile tanggal 29 April 2015
malam, mengatakan bahwa berkat lobi
yang dilakukan saat mengikuti Konferensi Komisioner Komisi Informasi
se-Dunia (ICIC) IX di Chile maka Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah
konferensi berikutnya pada tahun 2017.
Pelaksanaan ICIC X yang direncanakan digelar di Bali pada 2017 merupakan
promosi yang bagus bagi Indonesia. “Ini
“Ini juga sebuah
sosialisasi yang
dapat mempercepat
pelaksanaan
keterbukaan informasi
di Indonesia karena
akan menjadi topik
dan pembahasan
masyarakat luas.”
masi publik.. Apalagi menurut Yanuar,
sangat banyak manfaat dengan adanya
open government, di antaranya dapat
menekan angka korupsi, pemerintah lebih responsif, pelayanan meningkat, dan
mendorong inovasi baru untuk meningkatkan efisiensi.
“Open government telah mampu
mendorong kemajuan dalam koordinasi
dan pengambilan keputusan, kemajuan
dalam kinerja pelayanan birokrasi, kemajuan dalam partisipasi publik dan
rasa memiliki bersama, serta kemajuan
dalam akuntabilitas dan pencegahan
korupsi,” kata doktor lulusan Inggris
ini. “Hal ini pada akhirnya akan menghasilkan pemerintahan dengan kinerja
tinggi, program pembangunan yang
efektif, dan kesejahteraan rakyat yang
lebih baik,” sambungnya.
Abdulhamid Dipopramono
Ketua KIP
juga sebuah sosialisasi yang dapat mempercepat pelaksanaan keterbukaan informasi di Indonesia karena akan menjadi topik dan pembahasan masyarakat
luas,” kata Ketua KIP.
Dijelaskan bahwa jika Indonesia
mampu menyelenggarakan ICIC X tahun 2017 maka akan menjadi negara di
benua Asia pertama yang jadi tuan rumah. “Dari ICIC pertama sampai kesembilan, tuan rumah selalu berputar
antara Eropa dan Amerika dan terakhir
di Chile yang termasuk Amerika Selatan,” kata Hamid. Dalam kesempatan
tersebut Ketua KIP juga membagikan
file rumusan atau resolusi ICIC yang
dislenggarakan di Santiagi, Chle, yang
baru saja diikutinya bersama Komisioner John Fresly dan Evy Trisulo.
Dukungan Kastaf Kepresiden
Dalam kesempatan sama, Deputi Kantor
Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengatakan kuatnya komitmen Presiden
Joko Widodo untuk keterbukaan infor-
“Open government
telah mampu
mendorong kemajuan
dalam koordinasi
dan pengambilan
keputusan, kemajuan
dalam kinerja
pelayanan birokrasi,
kemajuan dalam
partisipasi publik dan
rasa memiliki bersama,
serta kemajuan dalam
akuntabilitas dan
pencegahan korupsi.”
Yanuar Nugroho
Deputi Kepala Staf Kepresidenan
Yanuar menyatakan tidak ada alasan
untuk mengulur-ulur implementasi keterbukaan Informasi Publik karena ada
enam ketentuan undang-undang dan
peraturan yang mendorong dan menjaminnya. Mulai dari UU Nomor 14/2008,
UU Nomor 37/2008 Ombudsman Republik Indonesia, UU Nomor 25/2009
Pelayanan Publik, PP Nomor 61/2010
tentang Pelaksanaan UU KIP, Perpres
Nomor 26/2010 Industri Ekstraktif, dan
Permendagri Nomor 35/2010 tentang
Pelayanan di Daerah.
Kastaf Kepresidenan berupaya terus
mendorong keterbukaan Informasi Publik melalui website www.lapor.go.id. Sarana ini menurut Yanuar sangat aspirasif
untuk pengaduan dan permintaan informasi berbasis media sosial yang berprinsip mudah, terpadu, dan tuntas untuk
pengawasan program pembangunan dan
pelayanan publik di Indonesia
Mantan orang penting UKP4 ini menekankan perlunya koordinasi antara
KIP dengan Kantor Staf Kepresidenan
untuk keselarasan antara inisiatif data
terbuka. UU KIP, dan kepentingan nasional. Juga koordinasi dengan K/L strategis untuk perumusan kebijakan keterbukaan data yang berkesinambungan.
Koordinasi dengan KIP juga untuk
meningkatkan kualitas dan penguasaan
data dan informasi dalam BP; mekanisme uji konsekuensi dan kebutuhan
kanal diseminasi terpadu; memperkuat
komitmen keterbukaan dengan perluasan cakupan Informasi Publik dan
proactive disclosure; serta perbaikan
kualitas layanan Informasi Publik melalui kebijakan kepemilikan dan produksi
data dan informasi publik.
“Koodinasi dengan KIP juga untuk
kerja sama dalam perumusan kerangka
kerja atas aspek reusability/hak guna
pakai dari data dan Informasi Publik;
mendefinisikan secara eksplisit tanggung jawab dan batas kewenangan pemerintah atas penggunaan data dan Informasi Publik; serta pendalaman potensi
data.go.id sebagai kanal diseminasi. l
Penulis: Muhammad Salim (Karel)
Editor: Abdulhamid Dipopramono
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
17
kegiatan ki pusat
KIP Sarankan
DPRPB Tanya
Calon Komisioner
ke Gubernur
R
ombongan DPRPB (Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat) melakukan audiensi ke Komisi Informasi
Pusat (KIP), di Jakarta, Kamis (18/6). Rombongan yang terdiri Wakil Ketua DPRPB JA
Jumame bersama Aggota Komisi A Ismail,
Arifin, Xaverius Kameubun, dan Febry J
Andjar, disertai staf Moses R Frimisela,
Barnabas Mandakan, dan Yosias Sayori. Mereka ditemui oleh Ketua KIP Abdulhamid
Dipopramono dan Komisioner Evy Trisulo.
Mereka melakukan konsultasi terkait keterbukaan Informasi Publik di Papua Barat pada
umumnya dan perkembangan pembentukan
Komisi Informasi (KI) Papua Barat.
Rombongan DPRPB melaporkan bahwa
10 nama calon Komisioner KI Papua Barat
sudah lolos panitia seleksi (Pansel) dan sekarang sudah berada di meja gubernur, namun belum diserahkan ke DPRPB untuk di-
lakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and
proper test). Dalam konteks tersebut Ketua
KIP menyarankan agar DPRPB menanyakan
hal tersebut ke gubernur mengingat proses
penjaringan sudah lebih dari setahun. “Kalau gubernur lamban, DPRPB harus inisiatif
dan aktif menanyakan,” kata dia.
Mereka juga menanyakan tentang pedoman seleksi dan kriteria calon yang layak
diloloskan. KIP menyarankan agar pedoman
dari KIP tahun 2010 dipergunakan, sedangkan untuk fit and proper test di DPRPB atau
Ketua KIP Sampaikan Keynote Speech di
Jambore Media dan PR Indonesia di Bali
K
etua Komisi Informasi Pusat (KIP)
Abdulhamid Dipopramono menyampaikan pidato kunci (keynote
speech) pada acara Jambore Media dan PR
Indonesia yang diadakan Serikat Penerbit
Surat Kabar (SPS) Pusat di Denpasar, Bali,
Kamis (11/6). Tema yang disampaikan Ketua
KIP berjudul “Keterbukaan Informasi untuk
Kejayaan Bangsa”. Jambore digelar selama
tiga hari, mulai 10 hingga 12 Juni 2015, dengan diikuti para profesional bidang kehumasan dari pemerintah, BUMN, maupun
swasta; praktisi media/jurnalis; serta PPID
pemerintah pusat dan daerah.
Setelah acara keynote speech dari
Ketua KIP, acara diisi dengan pemberian
materi kelas yang antara lain diberikan
oleh Pemred Majalah Tempo Arif Zulkifli, Pemred Koran Bisnis Indonesia Arief
Budisusilo, Pemred situs warta merdeka.
18
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
legislatif memang
tidak menutup kemungkinan adanya pertimbangan
politik dari para
anggota dewan.
“Itu keniscayaan
yang wajar saja
dan harus dihormati,” kata Ketua
KIP. Abdulhamid
juga menyarankan
agar DPRPB melakukan
inisiatif
pembuatan perda
tentang keterbukaan informasi di Papua Barat yang hingga kini belum ada.
Sedangkan Evy Trisulo mengingatkan
perlunya dukungan DPRPB untuk sekretariat KI Papua Barat jika sudah terbentuk.
Sebab, menurut Evy, jika komisioner ditunjuk tapi tanpa dukungan sekretariat maka
lembaga juga tidak berjalan. “Kalau KI sudah dibentuk tapi tidak ada anggaran untuk
sekretariat ya tidak akan jalan. Apalagi untuk penanganan sengketa informasi, harus
ada sekretaris selaku panitera,” lanjut Evy. l
com Didik Supriyanto, Pemred PR Indonesia Asmono Wikan, Ketua Dewan Pers
Prof Bagir Manan, Komisioner KIP Henny
S Widyaning­sih, serta para srikandi PR/
kehumasan ternama seperti Miranty Abidin, Magdalena Wenas, Prita K Gani, Inke
Maris, dan Maria Wongsonagoro. Selain
materi teori, para peserta juga melakukan
diskusi dan praktik profesi.
Dalam pidatonya, Abdulhamid selain
memaparkan hal-hal bersifat makro terkait
perkembangan peradaban dan platform
pemerintahan, juga menguraikan tentang
faktor-faktor yang bisa menjadikan kondisi
terbuka pada suatu Badan Publik. Ia juga
menguraikan tentang transformasi fungsi
humas ke PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), peran media massa
dalam menciptakan kondisi terbuka, peran
keterbukaan informasi dalam membangun
reputasi lembaga, serta layanan informasi
dan dokumentasi berdasar UU Nomor 14
Tahun 2008 yang bisa mengisi kekurangan
dari fungsi media massa. l
Tim Inti OGI Bahas
Sekretariat
Bersama
B
eberapa kementerian dan lembaga
(KL) yang tergabung dalam Tim Inti
Open Government Indonesia (OGI)
melakukan rapat koordinasi guna membahas
model sekretariat bersama, bertempat di
Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Rabu
(17/6), mulai pukul 08.00 WIB. Hadir dalam
rapat tersebut perwakilan KL seperti dari
Kantor Staf Presiden (KSP), Komisi Informasi
Pusat (KIP), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN &
RB, Kementerian Kominfo, dan Kementerian
PPN/Bappenas sendiri selaku tuan rumah.
Mereka yang hadir antara lain Deputi
Kepala Staf Presiden (KSP) Yanuar Nugroho
beserta staf, Deputi Kepala Bappenas Bidang
Politik dan Keamanan Rizki Feriyanto didampingi Direktur Aparatur Negara Siliwanti,
Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono didampingi Asisten Ahli Feri Firdaus dan Elbinsar
Purba, Kapuspen Kementerian Dalam Negeri Doddy Riatmadji, Deputi Menteri PAN &
RB, Direktur Komunikasi Publik Kementerian
Kominfo Tulus Subardjono dan tim, dan pejabat eselon dari Kementerian Luar Negeri.
Sebagai salah satu penggagas gerakan
inisiatif multilateral Kemitraan Pemerintahan Terbuka dunia atau Open Government
Partnership (OGP), Indonesia telah terlibat
secara intensif dalam mendorong transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas baik di
dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut menjadi penting lantaran pemerintahan terbuka hingga kini dipercaya sebagai
solusi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi,
serta landasan sistem demokrasi.
“Sekretariat OGI dirancang untuk membantu menjaga memori institusional, mengelola komunikasi, dan menjamin kelangsungan hubungan organisasi dalam tubuh
Tim Inti OGI,” ujar Yanuar Nugroho saat
memberi pengantar pertemuan tersebut.
Sekretariat OGI, tambah Yanuar, nantinya
akan berfungsi sebagai pihak yang netral
antara pemerintah, organisasi masyarakat
sipil, serta kemungkinan perguruan tinggi
dan sektor swasta akan dilibatkan, guna
memastikan keseimbangan yang produktif
di antara unsur-unsur tersebut, terkait penciptaan pemerintahan terbuka di Indonesia.
Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono
dalam rapat tersebut mengatakan bahwa
di dunia internasional, Indonesia dianggap sebagai motor dalam mendorong pemerintahan yang terbuka khususnya sejak
UU KIP lahir. Hal tersebut setidaknya diakui
oleh negara-negara yang hadir dalam pertemuan Komisioner Komisi Informasi Sedunia (ICIC) IX di Chile beberapa waktu lalu.
Bahkan, tahun 2017 nanti Indonesia didau­
lat sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan pertemuan tingkat dunia tersebut.
“Namun demikian, kondisi internal di Indonesia sendiri masih perlu banyak pembenahan,” kata dia.
Secara kelembagaan, menurut Hamid,
bisa saja OGI diformulakan seperti saat adanya UKP4 dengan dilakukan pengembangan
atau perluasan. Tetapi dia mengingatkan untuk tidak melupakan substansi dan membuat
ukuran-ukuran atau indikator jelas untuk mencapai pemerintahan terbuka. “Dan pencapaian pemerintahan terbuka tidak bisa hanya
oleh pemerintah sendiri, perlu peran pihak lain
seperti CSO, perguruan tinggi, sektor swasta,
dan masyarakat. Tapi formula keterlibatan
mereka harus ditata secara pas,” lanjutnya.
Ia juga menginformasikan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Komisioner Komisi Informasi se-Dunia
(ICIC) X pada tahun 2017. Untuk itu diperlukan dukungan dari kementerian lain dan
Bappenas. ICIC X tahun 2017 di Indonesia,
menurut Abdulhamid, bisa semakin mendorong pemerintahan terbuka di Indonesia
dan mengo­kohkan peran Indonesia di dunia
internasional. l
Raker dengan DPR, KIP Sampaikan
Serapan Anggaran dan Isu Strategis
K
ementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), beserta lembaga mandiri terkait, memenuhi undangan rapat kerja (Raker) Komisi I DPR RI di Senayan,
Jakarta, pada Rabu (10/6). Dari Kominfo hadir Menteri Rudiantara, Sekjen Suprawoto,
para dirjen dan kepala badan, serta para
pejabat eselon II. Dari lembaga terkait hadir
para Ketua KPI, KIP, Dewan Pers, dan Direktur
Perum LKBN Antara. Ketua KIP Abdulhamid
Dipopramono hadir didampingi Komisioner
KIP Henny S Widyaningsih, Sekretaris KIP
Bambang Hardi Winata, dan Kabag Perencanaan Daulat Siregar.
Setelah Menteri Kominfo mengawali
presentasi, lantas presentasi dilanjutkan
berturut-turut oleh Ketua Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Judhariksawan, Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono, Ketua Dewan Pers Prof Bagir
Manan, dan Direktur Perum LKBN Antara
Endah Sri Wahyuni. Mereka diminta menjelaskan progres serapan anggaran hingga
bulan Mei 2015, program kerja yang telah
dilakukan, dan paparan isu-isu strategis
hingga tahun 2016.
Ketua KIP menyampaikan bahwa
serapan anggaran di KIP hingga akhir Mei
2015 mencapai 26, 15 persen. Persentase
Bersambung ke hal 25
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
19
kegiatan ki pusat
MSI Presentasikan Rancangan
Revisi Perki PSI dan SIMPSI
presentasi terdiri Ketua Abdulhamid Dipopramono, Wakil Ketua John Fresly, serta
para Komisioner Rumadi Ahmad, Dyah
Aryani, Henny S Widyaningsih, dan Yhannu
Setyawan. Mereka didampingi Tenaga Ahli
Agus Wijayanto, Fathul Ulum, Annie Londa,
Aditya Nuriya, dan Tya Tirtasari.
Bagi MSI bantuan program ini merupakan bagian dari SIAP-1, sedangkan bagi
KIP program tersebut sangat bermanfaat.
Sebab hingga usia yang ke-6 saat ini pengelolaan data dan manajemen PSI masih
dilakukan secara manual. Dengan demikian
tidak saja data-data tak terkonsolidasi dengan baik, tetapi alur proses manajemen
PSI juga belum berbasis IT, masih manual
dengan tingkat human error tinggi. Dengan
SIMPSI nantinya seluruh peroses PSI, sejak dari registrasi perkara hingga putusan
akan berbasis komputerisasi. Publik pun
akan bisa memantau status sengketa informasi yang ditangani KIP. Program ini kelak
juga akan diterapkan di KI daerah (provinsi,
kabupaten/kota) dan di-link ke KIP.
Sedangkan revisi Perki PSI (yang selama ini dikenal dengan Perki Nomor 1 Tahun
2013) harus dilakukan disebabkan selain usia
Perki sudah dua tahun dan ada beberapa
hal tidak sesuai semangat UU KIP, juga untuk kemudahan penanganan perkara. Revisi
Perki juga dibutuhkan sebagai dasar desain
SIMPSI. Alur dari SIMPSI akan didasarkan
pada UU KIP dan Perki PSI yang diperbarui/
direvisi. Program kerja sama antara MSI-KIP
ini dimulai sejak bulan Maret 2015 dengan
penanggung jawab Komisioner KIP Rumadi
Ahmad dibantu Aditya Nuriya. l
di seluruh kementerian di bawah koordinasinya. “PPID Kemenko Perekonomian
seharusnya bisa mengkoordinasi PPID kementerian teknis di bawah koordinasinya,”
kata John Fresly. “Untuk best practices bisa
PPID Kementerian Keuangan karena dua kali
berturut-turut mendapat peringkat pertama
dalam keterbukaan yang diadakan KIP,” kata
Hamid. Sedang Henny menyarankan agar
diadakan rapat koordinasi di antara mereka.
“Agar di Kemenko Perekonomian memiliki
standar sama,” kata dia.
Untuk pelaksanaan ICIC X yang rencananya dilaksanakan di Bali pada tahun 2017, Sofyan Djalil menyarakan agar KIP bekerja sama
dengan berbagai pihak. Selain kementerian
terkait seperti Kominfo dan Luar Negeri, dia
menyarankan untuk kerja sama dengan pihak
swasta, misalnya dari sisi hotel untuk menginap para delegasi, transportasi, dan telekomunikasinya. “Saya sarankan juga pelaksanaannya jangan pada peak season kunjungan
wisatawan ke Bali seperti waktu Summer,
nanti tarif jadi mahal,” sambungnya. l
T
im dari Management System International (MSI) yang didukung USAID
memperesentasikan rancangan revisi
Peraturan Komisi Informasi (Perki) tentang
Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi
Publik (PSI) dan Sistem Informasi Manajemen Sengketa Informasi Publik (SIMPSI) di
depan Komisioner dan Tenaga Ahli Komisi
Informasi Pusat (KIP) di Kantor KIP Jakarta,
Senin (1/6). Kedua produk tersebut dipresentasikan karena sangat berkaitan erat, bahkan SIMPSI harus mendasarkan pada Perki
PSI yang harus direvisi terlebih dahulu.
Tim MSI hadir selain dari unsur manajemen yang terdiri Desi Viciana dan Angeline
Hoseani juga dari tim konsultan yang terdiri
Bani Pamungkas untuk aspek legal dan legal drafting, Indradhi Nugraha untuk analisis sistem dan asesmen teknologi informasi
(IT), serta Syaifuddin untuk IT programming. Sedangkan dari KIP yang menerima
KIP Dorong
Koordinasi
Keterbukaan
Informasi
di Kemenko
Perekonomian
T
iga Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) yang terdiri Ketua Abdul­
hamid Dipopramono, Wakil Ketua
John Fresly, dan Henny S Widyaningsih bertemu Menteri Koordinator Perekonomian
Sofyan Djalil di kantornya, Jakarta, Senin
(1/6). Mereka selain menyampaikan rencana
Indonesia sebagai tuan rumah International
Conference of Information Commisioners
(ICIC) IX tahun 2017, juga mendorong Menko untuk mengkoordinasi keterbukaan informasi publik di kementerian-kementerian
di bawah koordinasinya.
KIP mendorong agar Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian agar
mendorong keterbukaan informasi publik
20
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
Tiga Komisioner
Petahana KI Jabar
Terpilih Kembali
T
iga komisioner petahana (incumbent)
terpilih kembali menjadi Komisioner
Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat
(KI Jabar) Periode 2015 – 2019. Mereka adalah Dan Satriana, Anne Friday Safaria, dan
Budi Yoga Permana. Dua komisioner terpilih
lainnya merupakan wajah baru, masing-masing Muhammd Zen Al-Faqih dan Ijang Fai­
sal. Dan Satriana yang dikomfirmasi KI Online pada Kamis (28/5) lalu membenarkan
ada tiga petahana yang kembali melanjutkan perjalanan KI Jabar setelah mereka lolos
uji kelayakan dan kepatutan di DPRD Jabar.
Dan Satriana menjelaskan bahwa rencana pelantikan komisioner baru ini akan
dilaksanakan sebelum memasuki bulan Ramadhan, yakni sekitar tanggal 17 Juni 2015.
Ditanya mengenai berhasilnya tiga komisioner petahana lolos kembali, Dan mengatakan merupakan hal yang wajar saja.
karena sejumlah pendekatan mereka lakukan, dalam arti positif, baik kepada pihak
eksekutif maupun legislatif di Jawa Barat.
Dijelaskannya bahwa pendekatan yang
dilakukan adalah dengan melakukan sejumlah dialog dan diskusi konstruktif, agar dalam
pemilihan KI Jabar periode yang baru ada
beberapa komisioner lama yang masuk kembali. “Pertimbangan kami sederhana, jika ada
sejumlah komisioner lama yang masuk kembali maka akan menjadikan KI Jabar terus berproses sehingga tidak stagnan,” kata Dan.
Pertimbangan itu, menurutnya mendapatkan tanggapan yang positf dari semua pihak, bukan hanya dari eksekutif dan
legislatif tapi juga dari stakeholders lainnya.
Secara logis, kata dia, jika ada komisioner
lama yang masuk kembali ke KI Jabar maka
kinerja dari program kerja sebelumnya dapat dilanjutkan dengan baik dan tidak memulainya lagi dari nol.
Dari kutipan keputusan DPRD Jabar
yang ditandatangani ketuanya Ineu Purwadewi Sundari menyebutkan, sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik dan
Keputusan Ketua KIP RI Nomor 01/KEP/
KIP/III/2010 tentang Perubahan atas Ke-
putusan KIP Nomor 02/KEP/KIP/X/2009
tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan
Penetep­an Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Komisi Informasi Kabupaten/Kota,
maka DPRD Provinsi Jabar telah melaksanakan uji kelayakan dan kepatuhan terhadap
Calon Anggota Komisi Informasi Provinsi
Jawa Barat Periode 2015-2019.
Calon peringakat satu hingga lima akan
ditetapkan menjadi calon terpilih Anggota
Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Periode
2015-2019 dan calon peringkat enam hingga
sepuluh sebagai cadangan. Selanjutnya DPRD
Provinsi Jawa Barat akan menyampaikan hasil Uji Kelayakan dan Kepatutan dimaksud
tersebut kepada Gubernur Jawa Barat untuk
segera ditetapkan.Tiga komisioner petahana
(incumbent) terpilih kembali menjadi Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat
(KI Jabar) Periode 2015 – 2019. Mereka adalah Dan Satriana, Anne Friday Safaria, dan
Budi Yoga Permana. Dua komisioner terpilih
lainnya merupakan wajah baru, masing-masing Muhammd Zen Al-Faqih dan Ijang Faisal.
Dan Satriana yang dikomfirmasi KI Online
pada Kamis (28/5) lalu membenarkan ada
tiga petahana yang kembali melanjutkan
perjalanan KI Jabar setelah mereka lolos uji
kelayakan dan kepatutan di DPRD Jabar.
Dan Satriana menjelaskan bahwa rencana pelantikan komisioner baru ini akan
dilaksanakan sebelum memasuki bulan Ramadhan, yakni sekitar tanggal 17 Juni 2015.
Ditanya mengenai berhasilnya tiga komisioner petahana lolos kembali, Dan mengatakan merupakan hal yang wajar saja.
karena sejumlah pendekatan mereka lakukan, dalam arti positif, baik kepada pihak
eksekutif maupun legislatif di Jawa Barat.
Dijelaskannya bahwa pendekatan yang
dilakukan adalah dengan melakukan sejumlah dialog dan diskusi konstruktif, agar dalam
pemilihan KI Jabar periode yang baru ada
beberapa komisioner lama yang masuk kembali. “Pertimbangan kami sederhana, jika ada
sejumlah komisioner lama yang masuk kembali maka akan menjadikan KI Jabar terus berproses sehingga tidak stagnan,” kata Dan.
Pertimbangan itu, menurutnya mendapatkan tanggapan yang positf dari semua pihak, bukan hanya dari eksekutif dan
legislatif tapi juga dari stakeholders lainnya.
Secara logis, kata dia, jika ada komisioner
lama yang masuk kembali ke KI Jabar maka
kinerja dari program kerja sebelumnya dapat dilanjutkan dengan baik dan tidak memulainya lagi dari nol.
Dari kutipan keputusan DPRD Jabar yang
ditandatangani ketuanya Ineu Purwadewi
Sundari menyebutkan, sesuai dengan amanat
UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Keputusan Ketua
KIP RI Nomor 01/KEP/KIP/III/2010 tentang Perubahan atas Keputusan KIP Nomor 02/KEP/
KIP/X/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Seleksi dan Penetepan Anggota Komisi Informasi Provinsi dan Komisi Informasi Kabupaten/Kota, maka DPRD Provinsi Jabar telah
melaksanakan uji kelayakan dan kepatuhan
terhadap Calon Anggota Komisi Informasi
Provinsi Jawa Barat Periode 2015-2019.
Calon peringakat satu hingga lima akan
ditetapkan menjadi calon terpilih Anggota
Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat Periode 2015-2019 dan calon peringkat enam
hingga sepuluh sebagai cadangan. Selanjutnya DPRD Provinsi Jawa Barat akan menyampaikan hasil Uji Kelayakan dan Kepatutan dimaksud tersebut kepada Gubernur
Jawa Barat untuk segera ditetapkan. l
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
21
sidang ki pusat
Saksi Setneg Tak
Tahu Keberadaan
Surat DKP TNI
K
etua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) Yhannu
Setyawan beranggotakan Rumadi
Ahmad dan John Fresly menghadirkan saksi
Tri Wahyudi dari Sekretaris Militer Presiden/
Sekretariat Negara (Setneg) dalam persidangan di Ruang Rapat KIP Jakarta, Senin
(8/6). MK sengaja menghadirkan saksi Tri
guna mengorek informasi tentang keberadaan Surat Dewan Kehormatan Perwira
(DKP) Tentara Nasional Indonesia (TNI)
yang berujung pada penerbitan Kepres
62/1998 tentang pemberhentian Letjen
Prabowo Subianto pada 1998.
Trio Permohon informasi dari Setara Institute, KontraS, dan Imparsial mengajukan
sengketa informasi ke KIP karena Termohon
TNI dianggap tidak memberikan informasi
tentang Surat DKP kepada Pemohon. Kuasa
trio Pemohon, Hilal Safary, yang hadir dalam persidangan itu mengatakan informasi
tersebut sangat dibutuhkan guna memenuhi hak informasi 13 keluarga korban orang
yang sampai sekarang ini belum mendapatkan kepastian tentang keberadaan keluarga
mereka yang mengalami penghilangan.
Dalam persidangan tersebut saksi Tri
mengatakan pihak Setneg juga tidak mengetahui lagi keberadaan surat DKP TNI
yang menjadi dasar dikeluarkannya Kepres
62/1998. Karena tidak ada informasi yang
dapat dikorek dari saksi, maka MK memutuskan untuk menskors persidangan
guna dilanjutkan pada puasa Ramadhan dengan langsung membacakan putusan dalam
sidang terbuka. l
22
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
KIP Tolak Permohonan Informasi
ke BPN Kebumen
K
etua Majelis Komisioner (MK) Komisi
Informasi Pusat (KIP) Dyah Aryani
beranggotakan Yhannu Setyawan
dan Evy Trisulo menolak permohonan
Pemohon untuk seluruhnya dalam sidang
putusan di Ruang Sidang KIP Jakarta pada
Kamis (28/5). MK menolak permohonan informasi Pemohon individu Hardjendro terhadap Termohon Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kebumen karena informasi yang
diminta merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan UU KIP.
Dalam pembacaan amar putusan MK
dinyatakan bahwa informasi yang dimohon
oleh Pemohon adalah informasi yang dikecualikan. Informasi yang dikecualikan itu,
yakni berupa Salinan Akta Jual Beli antara
Marsiyah dengan Siti Kunariyah, di Desa
Kembangsawit, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan Akta
Jual Beli Nomor 24/JB/HM/1984 tanggal 10
Juli 1984, Luas 400 m2 , pemecahan SHM
Nomor 64 atas nama Marsiyah tahun 1987
menjadi SHM Nomor 567 atas nama Marsiyah, SHM Nomor 568 atas nama Siti Kunariyah, dan informasi asal-usul tanah riwayat
tanah warkah No. 1/P/II/1983.
Setelah melalui proses persidanganpersidangan sebelumnya dan melakukan
musyawarah, maka MK berpendapat bahwa
informasi yang dimohon oleh Pemohon merupakan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf g dan
huruf h angka 3 UU KIP, sehingga permo-
honan tidak dapat dipenuhi.Ketua Majelis
Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat
(KIP) Dyah Aryani beranggotakan Yhannu
Setyawan dan Evy Trisulo menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dalam sidang putusan di Ruang Sidang KIP
Jakarta pada Kamis (28/5). MK menolak
permohonan informasi Pemohon individu
Hardjendro terhadap Termohon Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kebumen karena informasi yang diminta merupakan informasi
yang dikecualikan berdasarkan UU KIP.
Dalam pembacaan amar putusan MK dinyatakan bahwa informasi yang dimohon oleh
Pemohon adalah informasi yang dikecualikan.
Informasi yang dikecualikan itu, yakni berupa
Salinan Akta Jual Beli antara Marsiyah dengan
Siti Kunariyah, di Desa Kembangsawit, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah dan Akta Jual Beli Nomor 24/JB/
HM/1984 tanggal 10 Juli 1984, Luas 400 m2 ,
pemecahan SHM Nomor 64 atas nama Marsiyah tahun 1987 menjadi SHM Nomor 567 atas
nama Marsiyah, SHM Nomor 568 atas nama
Siti Kunariyah, dan informasi asal-usul tanah
riwayat tanah warkah No. 1/P/II/1983.
Setelah melalui proses persidanganpersidangan sebelumnya dan melakukan
musyawarah, maka MK berpendapat bahwa
informasi yang dimohon oleh Pemohon merupakan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf g dan
huruf h angka 3 UU KIP, sehingga permohonan tidak dapat dipenuhi. l
KIP Tolak
Pemohon Tak
Beritikad Baik
sidangan, merupakan tindakan yang melanggar Pasal 4 tadi. Sepanjang tahun 2013
hingga 2015 ini sudah puluhan sengketa informasi yang diajukan Pemohon tersebut ke
KIP. Selain jumlah sengketanya sangat banyak, MK juga menilai belum ada relevansi
antara permohonan dengan hasil putusan.
Untuk itu, MK mensyaratkan jika ingin
melanjutkan permohonan sengkata informasi di KIP maka Pemohon harus dapat menunjukkan terlebih dahulu hasil riset dari informasi yang telah diterima Pemohon sejak
tahun 2013. “Kami meminta Pemohon dapat
menunjukkan hasil riset tentang pemenfaatan dari informasi yang telah Pemohon
terima,” anggota MK Evy Trisulo.
MK juga mempermasalahkan biaya negara yang sangat besar hanya untuk memenuhi hak konstitusional seorang Pemohon
yang kurang serius. “Kami harus mengeluarkan biaya besar hanya untuk membuat
sidang seorang Antoni, padahal Pemohon
juga tidak menghadiri sejumlah persidangan
di daerah,” katanya.
Pada hari yang sama juga digelar sidang
sengketa informasi dengan formasi MK yang
sama, menghadirkan Pemohon individu
Hardjendro terhadap Termohon BPN Kabupaten Kebumen. Dalam persidangan itu,
Pemohon meminta informasi pemecahan
Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 64 menjadi SHM 567 dan SHM 568. Pada sidang
pemeriksaan awal tersebut baik Pemohon
maupun kuasa Termohon hadir. l
tidak pernah melihat atau mengetahui secara langsung apakah pada saat tahun 1999
itu telah dibentuk DKP untuk keperluan pemeriksaan Prabowo yang berujung pemberhentian yang bersangkutan. Informasi DKP
hanya didengarkan dan dibaca di media
massa dan tidak diketahui langsung.
Agus mengatakan, pembentukan DKP
dalam organ TNI hanya dilakukan jika untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian
secara tidak hormat terhadap seorang perwira TNI. Namun dalam kasus pemberhentian Letjen Prabowo bukan dalam kapasitas
pemberhentian secara tidak hormat karena
hak pensiunnya tetap diperoleh. Untuk itu,
ia mengatakan, yang perlu ditelaah adalah
munculnya Instruksi Presiden (Inpres) yang
menyatakan bahwa Letjen Prabowo diberhentikan. “Harus diketahui dasar hukumnya,
apakah dasar hukum adalah dari rekomendasi DKP atau tidak,” kata Agus.
MK akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kembali persidangan sengketa informasi soal dokumen DKP tentang pemberhentian Prabowo dan soal kerusuhan massa
tahun 1998-1999 tersebut pada sidang berikutnya. Persidangan akan dilanjutkan pada
28 Mei 2015. l
K
etua Majelis Komisionor (MK) Komisi
Informasi Pusat (KIP) Dyah Aryani
beranggotakan Yhannu Setyawan
dan Evy Trisulo bersikap tegas dalam menerapkan prinsip itikad baik dari Pemohon
informasi dalam persidangan sengketa informasi. MK menerapkan prinsip tersebut
sebagaimana tercantum pada Pasal 4 Perki
I/2013. Pada persidangan antara Pemohon
individu Antoni Fernando terhadap Termohon Kementerian Pendidikan Nasional,
Jumat (22/5) di Ruang Sidang KIP Jakarta,
Pemohon dinilai kurang memiliki itikad baik.
MK menilai bahwa dari banyaknya sengketa informasi yang dilakukan Pemohon
kemudia Pemohon tidak menghadiri per-
Ahli Tak Tahu
Adanya DKP TNI
terkait Pemecatan
Letjen Prabowo
Subianto
T
rio Pemohon informasi yang terdiri
KontraS, Imparsial, dan Setara Institute, menghadirkan seorang Ahli pada
persidangan lanjutan sengketa informasi
antara Pemohon dengan Termohon Mabes
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat Yhannu
Setyawan beranggotakan Rumadi dan John
Fresly, di Ruang Sidang KIP Jakarta, pada Senin (18/5), itu mendengarkan keterangan ahli
Dr Fadillah Agus, SH, MH, seorang pakar Hukum Humaniter dari Universitas Pertahanan
(Unhan), Sentul, Jawa Barat.
Dalam keterangannya, Agus menjelaskan bahwa jika TNI membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada saat Letjen
TNI (Pur) Prabowo Subianto selaku Panglima
Komando Angkatan Darat (Pangkostrad)
diperiksa, maka wewenangnya berada di tangan Panglima TNI. Namun ia mengatakan
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
23
sidang ki pusat
Termohon BPN
Syaratkan Surat
Kuasa dari Para
Pemohon
T
ermohon Badan Publik (BP) Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, meminta persyaratan dari Pemohon untuk
dapat memperoleh informasi yang diminta
melalui sengketa yang telah memasuki babak mediasi. Hal itu disampaikan oleh Tim
Kuasa Termohon dalam mediasi kedua dengan mediator Komisioner Komisi Informasi
Pusat (KIP) John Fresly, pada Rabu (1/4), di
Ruang Mediasi lantai 5 kantor KIP Jakarta.
Madiasi sengketa informasi dengan Nomor Register 301/XII/KIP-PS/2012 antara
Pemohon individu Hardjendro terhadap
Termohon BPN Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah, itu sudah pernah dilaksanakan pada
23 Maret 2015 yang didahului dengan sidang
pemeriksaan pendahuluan. Pada sidang pemeriksaan kala itu, dipimpin Ketua Majelis
Komisioner (MK) Dyah Aryani beranggotakan Evy Trisulo dan Yhannu Setyawan.
Namun pada mediasi kedua tanggal 1
A­pril ini belum ada kesepakatan dari para
pihak karena ternyata Pemohon informasi
bukan yang bersangkutan yang
benar-benar
berkepentingan
terhadap Warkah tanah. Sebagaiman diketahui, Pemohon
melakukan sengketa informasi ke KIP karena Termohon
tidak memberikan informasi
Warkah atas nama Pemohon
bersama sejumlah saudaranya,
di ataranya Warkah atas nama
Marsyiah dan Siti Komariyah.
Dengan adanya permohonan beberapa informasi dokumen Warkah ke BPN Kebumen oleh Pemohon,
maka Pemohon bukan atas nama individu lagi
tapi sudah menjadi Pemohon kelompok orang
sebagaimana diatur dalam UU KIP. Untuk itu,
mediator memutuskan memenuhi permintaan Termohon agar Pemohon membawa
surat kuasa dari Pemohon lainnya pada saat
mediasi yang akan dilanjutkan 24 April 2015
mendatang. l
FWI Berhak
Tahu Dokumen
Kementerian LHK
yang Dimohonnya
K
etua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) Yhannu
Setyawan beranggotakan Henny S
Widyaningsih dan Dyah Aryani memutuskan tidak menerima penetapan data dan
informasi yang dikecualikan berdasarkan
uji konsekuensi yang dilakukan Termohon
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK). Dalam amar putusan yang dibacakan bergantian di Ruang
Sidang KIP Jakarta, Jumat (8/5), yang dihadiri para pihak, dinyatakan Pemohon dari
Forest Watch Indonesia (FWI) berhak atas
lima jenis dokumen yang dimohonnya.
Dalam pembacaan putusan tersebut,
MK memutuskan dokumen RKUPHHK-HA
bersifat terbuka, kecuali pada bagian yang
memuat informasi Sistem Silvikultur, Penggunaan dan Penjualan, Analisis Finansial.
Juga dokumen RKUPHHK-HT bersifat terbuka, kecuali pada Bab III bagian Sistem Silvikultur, Aspek Prasyarat, Kelestarian Fung-
24
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
si Produksi, dan Bab IV bagian Perhitungan
Biaya Pembangunan Hutan Tanaman pada
IUPHHK-HT. Dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT)
pada Hutan Tanaman (HT) seluruh Indonesia Tahun 2014 adalah bersifat terbuka.
Termasuk dokumen Lengkap Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) di
atas 6000 M³ seluruh Indonesia yang masih berlaku sampai tahun 2014 juga bersifat
terbuka. Serta dokumen Izin Pemanfaatan
Kayu (IPK) seluruh Indonesia Tahun 2012,
2013, dan 2014 adalah terbuka.
Berdasakan putusan tersebut, MK memerintahkan kepada Termohon untuk
memberikan informasi tersebut kepada
Pemohon. Untuk bagian yang dikecualikan,
MK meminta kepada Termohon agar dihitamkan terlebih dahulu sebelum dokumen
diserahkan kepada Pemohon. l
Penulis: Muhammad Salim (Karel)
Editor: Abdulhamid Dipopramono
Sambungan dari hal 19
KIP Menangkan Kemendikbud dalam
Sengketa Soal-Kunci Jawaban UN
M
ajelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) memenangkan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kwemendikbud) RI dalam sengketa
dengan Pemohon perorangan Roby Tutuarima. Dalam amar putusannya yang dibacakan
secara bergantian di Ruang Sidang lantai 5
Kantor KIP Jakarta, Kamis (2/4), MK menolak
permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan
menguatkan keputusan Kemendikbud untuk
mengecualikan atau menutup informasi berupa Soal dan Kunci Jawaban Ujian Nasional
(UN) SMP dan SMA.
Dalam sengketa bernomor Register
331/IX/KIP-PS/203 tersebut Roby meminta
informasi ke Kemendikbud berupa salinan/
copy soal-soal UN dan kunci jawabannya
untuk tingkat SMP dan SMA Negeri Tahun
Ajaran 2012/2013. Sidang putusan ini merupakan sidang ke tujuh. Sebelumnya sudah
dilakukan sidang pendahuluan untuk pemeriksaan awal, menawarkan mediasi tapi tidak
disepakati, sidang tertutup, pemeriksaan
setempat, dan sidang-sidang pembuktian.
Pada sidang pemeriksaan setempat, di
Kemendikbud, telah terbukti bahwa kunci jawaban dari soal UN adalah sebuah sistem IT
yang tidak boleh dibuka kepada siapa pun.
Demikian juga saat didengar keterangan
Ahli di persidangan di KIP sebelumnya, Ahli
Psikometri dengan gamblang dan terstruktur telah menjelaskan tentang status soal
dan kunci jawaban ujian, mulai dari filosofi
pembuatan dan fungsinya sampai dengan
dampaknya jika diketahui publik.
Pada hari yang sama juga dilakukan pemeriksaan setempat yang dilakukan tim MK
Yhannu Setyawan beranggotakan John Fresly
dan Rumadi di Markas Besar Tentara Nasional Indonsia (Mabes TNI) Cilangkap, Jakarta
Timur. Dalam pemeriksaan setempat itu, MK
diterima tim kuasa hukum dari Termohon TNI
dengan agenda utama melakukan penelusuran surat-surat Mabes TNI pada tahun 1998.
Sebagaimana diketahui, Pemohon trio
KontraS, Imparsial, dan Setara Institute
melakukan sengketa informasi kepada Termohon Mabes TNI karena permohonan informasi tentang dokumen pemberhentian
Letjen Pur. Prabowo Subianto oleh Dewan
Kehormatan Perwira (DKP) tidak diberikan
oleh Termohon. Selain dokumen informasi
tersebut, Pemohon juga meminta informasi
mengenai peristiwa kerusuhan massal tahun 1998, menjelang lengsernya Presiden
Soeharto. l
Penulis: Muhammad Salim (Karel)
Editor: Abdulhamid Dipopramono
serapan KIP merupakan yang tertinggi di
seluruh Satker di Kementerian Kominfo. Seperti diketahui bahwa hingga saat ini anggaran KIP masih menempel di kesekjenan
Kementerian Kominfo, seperti halnya KPI
dan lembaga mandiri lainnya, dalam mata
anggaran Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya. Tingkat penyerapan
total untuk seluruh Kementerian Kominfo
saat ini baru mencapai 11 persen.
Dalam penjelasannya tentang isu-isu
strategis, Ketua KIP menyampaikan bahwa
pada 30 April 2015 KIP telah mendeklarasikan Hari Keterbukaan Informasi Nasional
(KIN) yang merupakan amanah Rakornas KI
se-Indonesia 2014. Ketika itu Menteri Kominfo juga hadir. Dari Komisi I DPR pun hadir dan
memberi dorongan agar secara legal formal
segera diurus ke Presiden. Hamid juga memaparkan bahwa pada Agustus tahun ini, revisi Perki tentang PSI akan selesai. Demikian
juga telah dibangun Sistem Informasi Manajemen Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (SIMPSI) yang akan selesai Agustus.
Disampaikannya juga bahwa KIP ikut
menghadiri International Conference of Information Commissioners (ICIC) IX di Santiago, Chile, pada akhir April 2015. Salah
satu rumusan dan hasil kesepakatan ICIC
IX adalah menunjuk Indonesia sebagai tuan
rumah penyelenggaraan ICIC X tahun 2017.
Dalam konteks tersebut, Kutua KIP mengharap dukungan dari DPR dan Kominfo agar
gelaran acara internasional tersebut sukses.
Dukungan yang diharapakan adalah berupa
koordinasi antarlembaga dan dukungan
anggaran mulai TA 2016. “Sebab tahun 2016
nanti sudah harus ada kegiatan-kegiatan
pendahuluan,” kata dia.
Hamid menjelaskan, jika tahun 2017 Indonesia mampu melaksanakan konferensi
internasional tersebut maka akan menjadi
negara Asia pertama yang menyelenggarakannya. “Dari konferensi pertama sampai
ke sembilan, belum pernah diadakan di negara di Asia, selalu hanya berputar-putar di
Eropa dan Amerika, dan terakhir di Amerika
Selatan” kata Ketua KIP. Ia juga menjelaskan
bahwa Indonesia memiliki kewajiban menggairahkan keterbukaan informasi di kawasan
Asia karena dianggap paling maju dalam keterbukaan Informasi Publik di kawasan. l
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
25
kegiatan ki provinsi
KI Bengkulu
Monev PPID
Kabupaten/Kota
S
KI Bengkulu Hadirkan
Gubernur Interaktif di TV
G
ubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, menyatakan komitmennya terhadap keterbukaan Informasi Publik di jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu. Pernyataan
tersebut disampaikan Junaidi saat menjadi narasumber Dialog Interaktif di salah televisi swasta lokal Bengkulu. Dialog interaktif di media elektronik televisi dan radio
ini merupakan salah satu program kerja KI Bengkulu sejak dibentuk dua tahun lalu.
Menurut Gubernur, keterbukaan informasi merupakan salah satu cirri negara
demokratis karena menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Tanpa adanya keterbukaan
informasi maka mustahil terwujud partisipasi publik.
“Keterbukaan informasi terhadap publik juga bisa menjamin terselenggaranya pemerintahan yang transparan, bersih, dan akuntabel karena terbukanya ruang kontrol
publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di jajaran Pemerintah Provinsi Bengkulu,” ungkap Junaidi.
Sebagai wujud mendukung komitmen tersebut, Pemerintah Provinsi Bengkulu telah mengeluarkan regulasi berupa Keputusan maupun Peraturan Gubernur tentang Penetapan Organisasi Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), Standar Operasional
Prosedur (SOP) Layanan Informasi Publik, dan Pedoman Pengelolaan Informasi dan
Dokumentasi di Provinsi Bengkulu. Regulasi ini juga didukung dengan peningkatan kapasitas PPID dan sarana pendukung yang secara teknis menjadi bagian program kerja
Dishubkominfo.
Junaidi mengimbau kepada seluruh pelaku birokrasi terutama PPID di setiap SKPD
untuk sebaik mungkin melakukan pendokumentasian dan pelayanan informasi kepada
publik. Informasi ini harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat melalui media yang mudah diakses.
Pemerintah Provinsi Bengkulu beberapa waktu lalu meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Bengkulu
untuk yang keempat kalinya secara berturut-turut. “Prestasi ini merupakan hasil kerja
sama semua pihak. Dan yang tidak kalah penting adalah terbukanya Informasi Publik
yang baik sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang trasparan,” kata Junaidi. l
26
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
ebagai aplikasi program kerja Bidang
Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi,
Komisi Informasi (KI) Bengkulu telah menyelesaikan monitoring dan evaluasi
(Monev) kinerja PPID di sepuluh kabupaten
dan kota se Provinsi Bengkulu. Kegiatan ini
dilakukan sejak awal bulan lalu dengan melakukan kunjungan kerja kepada Sekretaris
Daerah tiap kabupaten dan kota sebagai
atasan PPID.
Ketua KI Bengkulu Emex Verzoni mengatakan, Monev kinerja PPID ini dimaksudkan sebagai upaya advokasi maupun
optimalisasi peran dan tugas PPID karena
pemahaman terhadap peran dan tugas PPID
tidak semata sebagai perwujudan amanat
peraturan perundang-undangan. Yang tak
kalah penting adalah komitmen seluruh
pelaku birokrasi untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka
agar terwujud partisipasi publik.
“Hasil monitoring dan evaluasi PPID ini
umumnya sudah berjalan baik, namun masih
dibutuhkan optimalisasi di beberapa kabupaten seperti peningkatan kapasitas PPID
maupun dukungan anggaran,” kata Emex.
Menurut Emex, hasil monitoring dan
evaluasi PPID ini juga menjadi bahan evaluasi bagi KI Bengkulu guna meminimalisasi
sengketa Informasi Publik. Sengketa Informasi Publik terjadi karena banyaknya faktor terutama belum optimalnya peran dan
tugas PPID. Oleh karena itu, Emex berharap
pemerintah maupun DPRD tiap kabupaten
dan kota untuk memberikan dukungan maksimal kepada kelembagaan PPID agar berjalan baik.
Pada semester pertama tahun ini, KI
Bengkulu sudah menerima 17 permohonan
penyelesaian sengketa informasi publik.
Dari jumlah tersebut, 12 perkara sudah selesai dan 5 perkara masih dalam proses
sidang ajudikasi nonlitigasi. Dari jumlah
tersebut, tidak lebih dari 10 perkara adalah
Badan Publik kabupaten dan kota sebagai
Termohon. “Jika PPID sudah berjalan optimal, maka sengketa Informasi Publik bisa
ditekan karena tidak adanya lagi kebuntuan
atas informasi publik,” kata Emex. l
KI DIY Sosialisasi
UU KIP ke
Perguruan Tinggi
S
ebanyak 150 Humas Perguruan
Tinggi Negeri dan Swasta dan penyelenggara pemilu di DIY mendapatkan
sosialisasi UU KIP dari Komisi Informasi (KI)
DIY yang terbagi dalam dua kegiatan. Pelaksanaan sosialisasi pertama bertempat di
Universitas Atmajaya yang dibuka oleh Rektor Sri Nurhartanto.
Sebagai narasumber adalah Ketua KI DIY
Dewi Amanatun Suryani dan Komisioner Sarworo Soeprapto. Sedangkan kegiatan kedua
bertempat di Universitas Islam Negeri Yogyakarta yang dibuka oleh Purek III Ruhaini
Dzuhayatin dengan nara sumber Komisioner
Istiatun dan Siti Roswati Handayani.
Salah satu contoh terobosan yang sudah diterapkan di Universitas Atmajaya adalah kemudahan akses informasi bagi orang
tua mahasiswa melalui media online untuk
mengetahui nilai ujian, termasuk pembayaran uang pendidikan. Dengan demikian
aktivitas mahasiswa dari luar daerah dapat terpantau secara langsung. Demikian
juga implementasi UU KIP di UGM sebagaimana disampaikan oleh Humas UGM adalah
KI Jatim Gelar Monev 2015
K
omisi Informasi Provinsi Jawa Timur
(KI Jatim) menggelar kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) PPID
untuk SKPD Provinsi, Kabupaten, dan Kota
se-Jatim, bertempat di Aula Dinas Kominfo
Prov Jatim (25/05).
Ketty Tri Setyorini, Ketua KI Jatim,
menyampaikan bahwa Monev merupakan
rangkaian awal untuk melalukan penilaian
dan pemeringkatan Badan Publik (BP) dalam hal layanan informasi. Oleh sebab itu,
menurut Ketty, dalam kesempatan sosial-
isasi Monev tersebut, KI Jatim ingin mendapat masukan untuk menyempurnakan
Monev hingga pemeringkatan BP tahun
2015.
Pada 2014, KI Jatim telah melakukan
Monev dan pemeringkatan PPID BP yang
meliputi 38 Kabupaten/Kota dan 59 SKPD
Provinsi Jatim. Hasilnya telah diumumkan
dalam “PPID Award” yang memberikan
berbagai kategori penghargaan di antaranya PPID Terbaik Kota, Kabupaten, SKPD
Provinsi, Pelopor TIK, Favorit, Percepatan
mengklarifikasi pemohon informasi dan mewajibkan bagi pemohon untuk mengisi form
permohonan untuk mencegah Pemohon
yang tidak bersungguh-sungguh.
Website UGM juga memiliki menu PPID
yang memuat klasifikasi informasi. Sedangkan UIN melakukan inovasi dalam pelayanan
informasi melalui penerbitan hasil penelitian
yang dapat diakses melalui website. Banyak
tanggapan yang muncul dari peserta terkait
kewajiban untuk membentuk PPID serta tugas dan fungsi PPID. Hal itu disebabkan UU
KIP bagi sebagian besar peserta merupakan
hal baru.
Sosialisasi ini dirasakan bermanfaat
bagi Perguruan Tinggi dan penyelenggara
pemilu dalam mengklasifikasikan informasi
dan menyediakan maupun mengumumkan
informasi melalui website di lembaga masing-masing. l
Layanan Informasi, Transparansi Anggaran,
dan PPID Terinovatif.
Dalam Monev kali ini yang bertema “Mewujudkan Keterbukaan Informasi di Semua
Lini Badan Publik di Jawa Timur”, tampil
sebagai narasumber Ketty Tri Setyorini didampingi Anggota Komisioner Zulaikha,
Isrowi Farida, dan Wahyu Kuncoro, serta
moderator Mahbub Junaidi. Materi Monev menyangkut tiga hal yaitu
pertama, review Monev 2014 menyangkut
tahapan Monev, penilaian visitasi, penilaian
website, hingga hasil Monev 2014 yang diumumkan dalam PPID Award 2014 lalu. Kedua, menggali permasalahan dan solusi dalam melakukan Monev baik yang dihadapi
KI Jatim maupun yang dihadapi oleh Badan
Publik sendiri. Ketiga, menginvetarisir permasalan PPID serta mencari masukan dari
atau antar Badan Publik sebagai peserta.
Beberapa permasalahan yang muncul antara lain kurangnya perhatian kepala
daerah terhadap PPID, anggaran PPID tidak
ada, apa yang bisa dijadikan dasar PPID untuk mendorong kepala daerah?
KI Jatim juga berupaya mengundang
Atasan PPID yang dalam hal ini adalah Kepala Dinas untuk SKPD dan Sekda untuk
Kabupaten/Kota, guna mendorong percepatan keterbukaan informasi. Namun
demikian, yang hadir mayoritas adalah perwakilan atau PPID-nya. l
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
27
kegiatan ki provinsi
KI Kepri
Selenggarakan
Lomba Jurnalistik
Transparansi 2015
K
KI Kalbar Sosialisasi SLIP
K
omisi Informasi Kalimantan Barat
(KI Kalbar) menggelar sosialisasi
Standar Layanan Informasi Publik
(SLIP) di Balai Petitih Kantor Gubernur
Kalbar pada Kamis (4/6). Acara sosialisasi
itu dihadiri Komisioner KIP Rumadi Ahmad
sebagai narasumber bersama Komisioner
KI Kalbar.
Rumadi mengatakan, banyaknya sengketa Informasi Publik dikarenakan permintaan informasi yang oleh Badan Publik (BP)
ditolak berdasarkan alasan pengecualian,
tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana diatur dalam UU KIP, tidak ditanggapinya permintaan informasi, permintaan
informasi ditanggapi tidak sebagaimana
yang diminta, tidak dipenuhinya permintaan
informasi, dikenakan biaya yang tidak wajar,
dan penyampaian informasi yang melebihi
waktu yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP). “Salah satu tugas Komisi Informasi
adalah menyelesaikan sengketa informasi
melalui mediasi atau sidang ajudikasi nonlitigasi,” ujar Rumadi. Adapun strategi untuk
mencegah terjadinya sengketa Informasi
Publik sekaligus menjamin pemenuhan hak
warga negara untuk memperoleh akses In-
28
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
formasi Publik adalah BP dalam hal ini PPID
(Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) yang sudah dibentuk di pemerintah kabupaten/kota di Kalbar diwajibkan
menyusun SLIP, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1
Tahun 2010.
Sementara dalam paparan berikutnya,
Abang ‘Abeng’ Amirullah, Komisioner KI
Kalbar, memandang penggunaan website
sebagai media pelayanan informasi patut
dipandang strategis karena banyaknya
pengguna internet khususnya di Kalbar
dalam mencari informasi. Memaksimalkan
penggunaan website resmi BP layaknya papan informasi yang mempermudah petugas
informasi dalam melayani permohonan Informasi Publik.
Selanjutnya, masinh menurut Abang,
penyusunan Daftar Informasi Publik (DIP)
diperlukan untuk membantu penyusunan
database Informasi Publik dan mengetahui
Informasi Publik apa saja yang dikuasai oleh
BP, serta keberadaaan Informasi Publik tersebut berada di unit mana. “Karena sering
kali masing-masing unit atau satuan kerja
di dalam Badan Publik tidak mengetahui informasi apa yang berada di unit atau satuan
kerja lain,” ungkap Abeng. l
omisi Informasi Kepulauan Riau (KI
Kepri) mengadakan Lomba Karya
Jurnalistik Transparansi 2015, dalam
rangka memperingati Hari Hak untuk Tahu
(Right To Know Day) yang diperingati setiap tanggal 28 September. Lomba karya
jurnalis­
tik yang bertemakan transparansi
Badan Publik ini terdiri dari tiga kategori;
yaitu kategori opini, kategori berita, dan kategori fotografi.
Untuk kategori opini, dapat diikuti oleh
seluruh masyarakat Provinsi Kepri dengan
mengirimkan opini atau artikelnya yang sudah pernah terbit di media cetak atau media
online sejak Januari 2015. Untuk kategori
berita diperuntukkan bagi insan pers terkait
tulisan hasil peliputan transparansi Badan
Publik. Bisa dalam bentuk berita investigasi
yang mendalami terkait ketransparanan
Badan Publik. Sedangkan untuk kategori
fotografi meliputi hasil jepretan fotografi
terkait kegiatan transparansi Badan Publik
yang ada di Provinsi Kepri.
Syarat utama untuk semua kategori
adalah semua hasil karya yang diperlombakan sudah pernah terbit di media cetak
atau media online sejak awal Januari 2015.
Karya jurnalistik yang akan diperlombakan,
dikirimkan paling lambat tanggal 30 September 2015, ke kantor KI Kepri yang beralamat di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 62
Tanjungpinang. l
GubernuR Sumbar
Teken MoU dengan
Bupati dan
Walikota tentang
Keterbukaan
Informasi Publik
U
ntuk percepatan transparansi Informasi Publik di Provinsi Sumatera
Barat (Sumbar), Gubernur Irwan
Prayitno menandatangani kesepakatan
bersama (MoU) dengan seluruh bupati dan
walikota se-Sumbar, bertempat di Kantor Walikota Sawahlunto, Sumbar, Minggu
(24/5) malam. Penandatanganan dilakukan
oleh gubernur dengan Bupati Tanah Datar
Shadiq Pasadique dan Walikota Sawah­
lunto Ali Yusuf, disaksikan Ketua Komisi
Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono, Ketua KI Provinsi Sumbar Syamsuridjal, dan Ketua Komisi I DPRD Sumbar,
Marlis.
Acara teken MoU tersebut merupakan
satu dari rangkaian acara memperingati Tujuh Tahun Kelahiran Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) di Sumbar. Setelah te­
ken MoU lalu dilanjutkan peluncuran (launching) tabloid Transparansi yang diterbitkan KI
Sumbar. Pada hari kedua, yakni pada Senin
(25/5), diadakan diskusi publik dan rapat
koordinasi Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) se-Sumbar.
KI Sumbar
Luncurkan
Tabloid
Transparansi
M
engambil bagian pada Peringatan
Tujuh Tahun UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Komisi
Informasi Sumatera Barat (KI Sumbar) meluncurkan media Transparansi, yang berbentuk tabloid setebal 16 halaman. Media
ber-tagline “Terbuka tanpa Prasangka” itu
diluncurkan ditandai penandatanganan ha-
Acara yang digelar KI Sumbar bekerja
sama dengan Pemprov Sumbar dan Pemkot Sawahlunto tersebut dihadiri selain
oleh perwakilan Komisi Informasi Provinsi
seluruh Indonesia juga diikuti PPID seSumbar, unsur pimpinan daerah seperti
dari kejaksaan, kepolisian, TNI, dan lainnya. Juga dari perguruan tinggi, Bawaslu,
KPID, media massa, dan unsur masyarakat
setempat.
Dalam kata samputannya, Ketua KIP
Abdulhamid mengatakan bahwa MoU oleh
gubernur di Sumbar ini merupakan yang kedua setelah Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB). “Baru NTB dan Sumbar yang gubernurnya sudah tanda tangan dengan para
bupati dan walikota untuk mendorong implementasi UU KIP dan keterbukaan informasi di wilayahnya. Diharapkan provinsi lain
segera menyusul,” kata dia.
Ketua KIP mengatakan bahwa tradisi
terbuka masyarakat Sumbar sudah dimulai
sejak sebelum kemerdekaan. Mereka sudah
berjuang lewat sastra dan tulisan untuk
memberikan informasi dan mencerdaskan
rakyat, dengan tokoh-tokohnya seperti
Hamka, Sutan Takdir, Marah Rusli, dan lainnya. “Bahkan istilah Hak Asasi Manusia
atau HAM sudah didorong oleh Bung Hatta, yang berasal dari Sumatera Barat, sejak
awal kemerdekaan agar masuk UUD kita,
tapi tokoh lain belum bisa menerimanya.
Baru pada UUD 45 hasil amandemen 2002
istilah HAM masuk konstitusi, termasuk
HAM dalam informasi dan berkomunikasi,”
kata Ketua KIP.
Sementara Ketua KI Sumbar Syamsuri­
zal menyatakan, keterbukaan Informasi
Publik merupakan keharusan karena UU
14 Tahun 2008 usianya sudah tujuh tahun.
“Harusnya tidak ada lagi Badan Publik di
Sumbar maupun di Indonesia bersembunyi dari informasi yang dikecualikan atau
dirahasiakan. Hak memperoleh informasi
publik adalah hak setiap warga negara
sesuai Pasal 28 F UUD 1945 dan UUKIP,”
ujarnya.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menegaskan bahwa transparansi informasi
adalah keniscayaan yang tidak boleh tidak
Sumbar dan seluruh kota dan kabupaten di
provinsi ini harus mengaplikasikannya. “UU
KIP sudah ada bahkan efektifnya sejak 2010,
kalau Badan Publik mau aman dari jeratan
korupsi maka keterbukaan Informasi Publik
sesuai ketentuan harus diaplikasikan,”ujar
Irwan Prayitno.
Sedangkan Walikota Sawahlunto Ali
Yusuf menyatakan, kota yang dipimpinnya
merupakan kota terbuka untuk siapa saja.
“Dari ikon sebagai kota tambang beradat
dan menjadi destinasi pariwisata di Sumbar,
maka keterbukaan Informasi Publik penting
untuk mewujudkan partisipatif masyarakat
kota ini,”ujarnya.
“Setiap kantor kelurahan dan desa di
sini pasti punya petugas informasi dan dokumentasi untuk menyambung partisipatif
publik menjadikan Sawahlunto kota terbuka
untuk dikunjungi,” katanya lagi. l
laman muka oleh Gubernur Sumbar Irwan
Prayitno, Ketua KI Pusat Abdulhamid Dipopramono, Ketua Komisi I DPRD Sumbar
Marlis, Walikota Sawahlunto Ali Yusuf, dan
Bupati Tanah Datar Shadiq Pasadique.
“Media dengan 16 halaman ini merupakan swadaya murni KI Sumbar dicetak
untuk dibagi-bagikan cuma-cuma dalam
rangka sosialisasi KI Sumbar dan UU Keterbukaan, terbit sekali sebulan,” ujar Wakil
Ketua Bidang Edukasi Sosialisasi dan Advokasi KI Sumbar Yurnaldi, pada Minggu
(24/5) malam di saat peringatan tujuh rahun UU KIP.
Ketua KI Pusat Hamid Dipopramono
mengapresiasi KI Sumbar yang mampu
menciptakan media meski usia belum setahun. “Saya yakin adanya media ini menjadikan sosialisasi keterbukaan Informasi Publik
akan semakin masif dilakukan KI Sumbar,”
ujar Hamid.
Media Transparansi, menurut Yurnaldi,
nantinya akan menyajikan keterbukaan Informasi Publik kegiatan KI Sumbar dan
PPID di Badan Publik. “Media ini merima
segala bentuk tulisan mapun bantuan berbagai pihak untuk kelangsungannya tanpa
menggerus idenpendensi, kemandirian, dan
profesionalitas lembaga KI Sumbar,” ujar
Yurnaldi. l (Laporan: Adrian Tuswandi).
(Laporan: Adrian Tuswandi).
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
29
kegiatan ki provinsi
KI Sumbar
Refleksikan UU KIP
K
omisi Informasi (KI) Sumatera Barat
(Sumbar) menggelar diskusi publik bertema “Refleksi Tujuh Tahun
UU KIP: Mengawal Transparansi Informasi
Publik untuk Indonesia yang Lebih Baik”.
Diskusi menghadirkan narasumber Ketua
Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid
Dipopramono, Ketua KI DKI Jakarta Farhan
Yunus Basyarahil, dan Ketua KI Bengkulu
Emex Virzoni, dengan moderator Komisio­
ner KI Sumbar Arfitriati. Diskusi berlangsung pada Senin (25/5) pagi hingga siang
bertempat di Gedung Pusat Kebudayaan
Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Acara tersebut dihadiri para Ketua dan
Komisioner KI Provinsi se-Indonesia, pejabat Pemprov, Pemkab, dan Pemkot di Sumbar, serta para Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi (PPID) se-Sumbar. Di luar
arena diskusi publik juga digelar pameran
berbagai kerajinan oleh masyarakat setempat, termasuk kerjainan batu yang sekarang
sedang naik daun di Indonesia.
Ketua KIP mengungkapan data-data
mutakhir tentang kondisi keterbukaan Informasi Publik di Indonesia; seperti perkembangan jumlah PPID, jumlah KI Provinsi,
jumlah sengketa informasi, jenis informasi
yang banyak disengketakan, instansi yang
banyak disengketakan, perkembangan JR
dan rencana revisi UU KIP, proses revisi Perki
Nomor 1/2013, posisi keterbukaan informasi
Indonesia di kawasan dan internasional,
serta update tentang Konferensi Komisioner
Komisi Informasi se-Dunia (ICIC) IX di Chile
KI Sumut Gandeng
Radio Sosialisasi
UU KIP
K
eterbukaan informasi merupakan
satu keniscayaan dalam negara
demokrasi dan mendapatkan informasi merupakan hak asasi setiap warga negara. Karenanya, Badan Publik wajib membuka akses informasi kepada publik.
Demikian penegasan Ketua Komisi Informasi (KI) Sumatera Utara (Sumut) Zaki
Abdullah saat membuka Forum Diskusi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang
digelar KI Sumut bekerja sama dengan Radio
Kardopa Medan di Graha Kardopa Binjai, Senin (6/4). “Kedua undang-undang ini memberi jaminan kepada wartawan dan masyarakat untuk mendapatkan akses informasi.
Kondisi itu sulit didapatkan di era Orde Baru,”
papar Zaki.
Sementara itu Direktur Utama PT Radio
Kardopa Tiorida Simanjuntak yang juga memberi sambutan pada acara tersebut, menyam-
30
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
but baik digelarnya Diskusi Keterbukaan Informasi Publik. Menurutnya, untuk membangun
pemerintahan dan lembaga yang bersih memang dibutuhkan keterbukaan dan kejujuran.
“Mesti ada kejujuran, keterbukan, dan informasi yang akurat,” tegasnya.
Dalam diskusi yang dipandu moderator
Komisioner Ramdeswati Pohan, pembicara
dari KI Sumut, Mayjen Simanungkalit selain
memaparkan tentang makna Undang-Undang KIP, juga mengupas tentang sengketa
informasi. Menurut Mayjen, yang juga Wakil
Ketua KI Sumut ini, sengketa informasi terjadi karena adanya perbedaan dalam memahami informasi terbuka dan dikecualikan.
Atau bisa juga disebabkan karena tanggapan
atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dalam proses keberatan
tidak memuaskan Pemohon informasi.
“Pengenaan biaya tak wajar dan penyam-
pada 21 – 23 April lalu. Ia juga menjelaskan
tentang peran strategis PPID yang merupakan transformasi dari Humas.
Sedangkan Farhan Yunus dari DKI lebih
menekankan tentang perlunya peningkatan
sosialisasi keterbukaan informasi kepada publik. “Selama ini kita hanya berkonsentrasi
kepada Badan Publik, saatnya mengalihkan
perhatian yang cukup ke publik atau masyarakat,” kata Farhan. Dia menjelaskan bahwa
Badan Publik sudah cukup pemahamannya
tetapi publik belum. “Sehingga fenomena
minimnya sengketa bisa diketahui, itu merupakan fenomena apa,” lanjut Farhan.
Emex Virzoni dari Bengkulu bercerita,
meskipun KI Bengkulu baru berusia satu tahun lebih sedikit tetapi sudah menangani 41
sengketa. Diceritakan juga dukungan dari
Pemprov Bengkulu cukup baik sehingga
fasilitas sekretariat sudah memadai dan kegiatan persidangan menjadi lancar. Dia menilai bahwa KI harus lebih serius melakukan
upaya agar keterbukaan informasi di Indonesia semakin membaik. l
paian informasi melebihi waktu juga bisa menyebabkan sengketa informasi terjadi,” jelas
Mayjen. Mayjen menyarankan ke para peserta
diskusi merupakan perwakilan jurnalis dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
ada di Binjai dan Langkat agar benar-benar
memahami UU KIP dan prosedur permohonan
dan penyelesaian sengketa informasi.
Hal itu dimaksudkan agar tidak salah dalam berperkara di Komisi Informasi. Di tahun
2013 kata Mayjen, dari 164 kasus sengketa informasi yang masuk ke KI Sumut, sebanyak
93 kasus ditolak karena tidak sesuai prosedur.
Berikutnya di 2014, dari 106 kasus, sebanyak
43 kasus ditolak dan berkasnya dikembalikan.
Sementara Syahyan, Ketua Divisi Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi (ASE) KI Sumut
menambahkan, salah satu tujuan digelarnya
diskusi khusus bagi jurnalis dan LSM di Binjai
dan Langkat adalah agar peserta memahami
UU KIP, prosedur mengajukan permohonan
informasi dan prosedur penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi. “Kita tak
ingin, berkas mereka ditolak hanya gara-gara
salah prosedur,” tandas Syahyan. l
Kompilator: Tya Tirtasari
Editor: Abdulhamid Dipopramono
op i n i
Oleh :
Zayanti Mandasari
(UII Yogyakarta)
Partisipasi Publik Kunci
Akuntabilitas Dana Desa
U
ndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (UU Desa) membawa harapan bagi
keberlangsungan pemerintahan desa karena
besarnya alokasi dana desa yang diberikan. Besarnya
kewenangan pemerintahan desa melalui alokasi dana
desa, dapat menjadi “bumerang” bagi pemerintahan
desa. Seperti fenomena korupsi di daerah, hingga
Kemendagri merilis ada 330 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, atau sekitar 86,22 persen (Juli
2014). Sebagai upaya pencegahan terjadinya korupsi
di desa dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan desa, dibutuhkan pengawalan dari masyarakat
dalam bentuk partisipasi dalam mengakses Informasi Publik dalam pemerintahan desa.
UU Desa membuka lebar akses masyarakat mendapatkan informasi mengenai pemerintahan desa, seperti disebut dalam Pasal 68 Ayat (1), yakni: Meminta
dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa
serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa; memperoleh pelayanan
yang sama dan adil; dan menyampaikan
aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau
tertulis secara bertanggung jawab
tentang kegiatan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
UU Desa juga mengamanatkan keterbukaan informasi bagi masyarakat desa
yang sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP): Memperoleh Informasi
Publik adalah hak setiap individu yang
dijamin oleh negara (Pasal 4 Ayat (1)).
Adanya keterbukaan informasi sebagai
bentuk pertanggungjawaban Pemerintahan Desa, seperti dalam Pasal 27
yang mewajibkan Kepala Desa untuk pertama, menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/
Walikota.
Kedua, menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada
Bupati/Walikota; ketiga, memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir
tahun anggaran; dan keempat, memberikan dan/atau
menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap
akhir tahun anggaran. Hal ini senada dengan amanat
UU KIP, Pemerintah Desa sebagai Badan Publik
memiliki kewajiban menyediakan Informasi Publik
(Pasal 11 ayat (1) huruf a).
Keterbukaan Informasi Publik merupakan poin
penting bagi terwujudnya akuntabilitas penyelenggaran Pemerintahan Desa. Tidak ada lagi sekat
penghalang antara masyarakat dan pemerintah.
Bahkan tak main-main, dalam Pasal 52 disebutkan
bagi Badan Publik yang dengan sengaja tidak
menyediakan, tidak memberikan, dan/
atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara
berkala, Informasi Publik yang wajib
diumumkan secara serta-merta, dapat
dikenakan pidana kurungan paling
lama 1 tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
Keterbukaan informasi bagi masyarakat
merupakan suatu langkah efektif mewujudkan Pemerintahan Desa yang bebas korupsi
dan akuntabel. Serta dibutuhkan komitmen
Pemerintahan Desa untuk memberikan informasi seluas-luasnya dan sebenar-benarnya kepada masyarakat agar perwujudan Pemerintahan Desa yang akuntabel
tidak bertepuk sebelah tangan. l
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
31
o p i ni
Oleh :
Abdulhamid
Dipopramono
Ketua KIP RI
Menggelorakan Lagi OGI
U
KP4 yang dikenal intensif menggelorakan
pemerintahan terbuka Indonesia (OGI, Open
Government Indonesia), bubar demi hukum
sejak 8 Desember 2014. Pasalnya, perpres yang dikeluarkan Presiden SBY tentang pembentukan lembaga
setingkat menteri negara tersebut, hanya berlaku lima
tahun meskipun ada pasal dalam perpres yang menyebutkan bisa diperpanjang jika diperlukan.
Presiden Jokowi yang baru dilantik 20 Oktober
2014 dan masih menata nomenklatur kabinet, sudah
pasti pada saat awal belum bisa memastikan apakah
UKP4 akan dilanjutkan atau tidak. UKP4 merupakan
perangkat presiden yang tidak diatur di dalam UU
Kementerian. Oleh karenanya jika presiden baru tak
menghendakinya atau ingin mengubah nama itu, bukan suatu kesalahan.
Meski tidak secara spesifik mengurusi ihwal pemerintahan terbuka, dalam
perpres disebutkan bahwa tugas UKP4
adalah membantu presiden dalam pengawasan dan pengendalian pembangunan.
Juga untuk peningkatan efektivitas dan
percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi
dan perbaikan pelayanan umum, serta
perbaikan iklim usaha dan investasi. Dari
sederet tugas tersebut maka penciptaan
pemerintahan terbuka menjadi niscaya.
Ketika sudah tidak ada UKP4, orang
menduga-duga bahwa komitmen menciptakan pemerintahan terbuka tidak ada
pada Presiden Jokowi. Pegiat keterbukaan informasi pun sempat resah dan
merasa gerakan yang sudah dimulai
sejak awal reformasi tersebut mengalami kemuduran. Tim Inti yang dibentuk saat Presiden SBY yang terdiri
kementerian/ lembaga dan organisasi
masyarakat sipil (OMS), menyurut
koordinasi­nya.
32
Buka! Edisi 09 | Mei - Juni 2015
Namun suasana berubah pada bulan Juni lalu. Situasi tanpa kepastian selama hampir enam bulan berubah sejak Bappenas dan Kantor Staf Kepresidenan
(KSP) memprakarsai pembentukan Tim Inti OGI lagi,
meski masih terbatas pada kementerian dan lembaga
(K/L). Terbentuklah Tim Inti yang terdiri tujuh K/L
yakni Bappenas, Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Kementerian PAN-RB, Dalam Negeri, Kominfo, Luar
Negeri, dan Komisi Informasi Pusat (KIP).
Pada pertemuan awal dibahas soal format pengorganisasian, isu-isu dan program, serta kemungkinan
melibatkan pihak lain seperti OMS, perguruan tinggi,
dan sektor swasta. Lalu dilakukan pertemuan-pertemuan intensif, baik dengan peserta terbatas anggota
Tim Inti maupun pembahasan dengan pihak lain. OGI
pun seperti digelorakan lagi.
Memang ada sedikit pihak atau individu yang sinis terhadap OGI. Dibilang
agenda internasional, kurang fokus, menambah pekerjaan, dan celoteh lainnya.
Namun OGI adalah komitmen negara
yang memilih jalan demokrasi seperti
Indonesia. Indonesia juga menjadi pemrakarsa
pada saat organisasi pemerintahan terbuka dunia (OGP, Open Government Partnership) dibentuk pada 2011.
Tak kalah pentingnya adalah komitmen
Presiden Jokowi yang tinggi terhadap pemerintahan terbuka. Dalam visi, misi, dan program aksi saat berkampanye sudah dengan tegas Jokowi-JK ingin menerapkan UU KIP,
ingin adanya ketebukaan Informasi
Publik untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;
yaitu yang transparan, efektif dan
efisien, akuntabel, serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus kita dorong bersama. Saatnya
OGI digelorakan lagi! l
Download