BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat laba merupakan salah satu faktor terpenting bagi perusahaan. Tingkat laba dapat disinyalir sebagai salah satu cerminan kinerja perusahaan. Perusahaan melakukan kegiatan operasinya antara lain bertujuan untuk membuat para pemangku kepentingan memperoleh kesejahteraan. Kesejahteraan tidak berarti hanya laba yang tinggi namun nilai perusahaan yang tinggi. Dengan nilai perusahaan yang tinggi maka perusahaan dapat menghasilkan laba yang tinggi pula dan dengan laba tersebut perusahaan dapat menghasilkan return yang tinggi. Pemangku kepentingan mengharapkan perusahaan untuk memperoleh laba yang besar, baik bertujuan untuk memperoleh return yang lebih tinggi maupun keputusan untuk menanamkan investasi pada perusahaan tersebut, oleh karena itu manajemen terkadang melakukan intervensi laba pada laporan keuangan untuk bisa memenuhi harapan dari para pemangku kepentingan. Menurut Wulandari dan Purwaningsih (2007) dalam Brantas (2011), manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam penyusunan laporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Menurut Fischer dan Rozenweig (1995), manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan dan penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang. Gunny (2005) 1 mengklasifikasikan manajemen laba dalam 3 kategori, yaitu: fraudulent accounting, manajemen akrual, dan manajemen riil. Ketiga kategori ini biasanya digunakan oleh manajemen dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan prinsip-prinsip akuntansi. Kategori pertama, yaitu fraudulent accounting, berhubungan dengan pemilihan akuntansi yang melanggar GAAP. Mirip dengan manajemen akrual, fraudulent accounting dilakukan dengan tidak mengubah kegiatan ekonomi yang mendasari suatu perusahaan namun melakukan pilihan terhadap metode akuntansi yang digunakan untuk mewakili kegiatan dasar ekonomi tersebut. Kategori kedua, yaitu manajemen akrual, dilakukan dengan cara mengubah prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Misalnya dengan melakukan penilaian persediaan perusahaan dapat memilih menggunakan prinsip FIFO, LIFO maupun Weighted Average atau penilaian terhadap bagaimana mendepresiasi aset, baik itu menggunakan Straight Line, Sum of the Year, Declining Balance maupun Activity Method. Sehingga aktivitas manajemen akrual tidak akan berdampak langsung pada aliran kas. Kategori ketiga, manajemen riil, dilakukan dengan cara melakukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan kebijakan manajemen dalam mencapai target laba. Roychowdhury (2006) menyatakan bahwa perusahaan menggunakan manajemen riil dengan cara mengadakan diskon atau kredit lunak untuk meningkatkan penjualan, mengurangi pengeluaran diskresioner seperti R&D, periklanan, pemeliharaan maupun penundaan suatu proyek baru. Karena hal ini, aktivitas manajemen riil berdampak langsung pada aliran kas. Graham et al (2005) menemukan bukti bahwa manajer lebih memilih untuk menggunakan aktivitas manajemen laba riil dibandingkan dengan manajemen laba 2 berbasis akrual. Hal ini dikarenakan aktivitas manajemen laba riil sulit untuk diteliti oleh auditor dan regulator dan mempunyai potensi kemungkinan besar untuk tidak bisa dideteksi. Namun dengan begitu, terdapat konsekuensi dari penggunaan aktivitas ini, yaitu perubahan yang signifikan secara ekonomis terhadap perusahaan. Siregar dan Utama (2008) dan Herawaty (2008) mengemukakan bahwa pada dasarnya manajemen laba terbagi dalam 2 tipe yaitu manajemen laba kontrak efisien dan manajemen laba oportunistik. Hal ini berdasarkan oleh penelitian sebelumnya, Burgstahler dan Dichev (1997) serta Balsam et al. (2002) menemukan bukti yang konsisten dengan perspektif oportunistik. Sedangkan Subramanyam (1996), Gul et al. (2000), dan Krishnan (2003) dalam Siregar dan Utama (2008) menemukan bukti yang konsisten dengan perspektif kontrak efisien. Tipe pertama, yaitu manajemen laba oportunistik, adalah kecenderungan manajemen untuk melaporkan laba secara oportunistik dengan memaksimalkan utilitasnya (Scott, 2012). Penelitian sebelumnya mengemukakan beberapa motivasi penggunaan manajemen laba oportunistik. Alasan pertama adalah skema kompensasi. Healy (1985) menyatakan manajemen memiliki informasi lebih dibandingkan pemangku kepentingan sehingga memiliki kesempatan untuk mengatur laba bersih perusahaan agar dapat memaksimalkan bonus mereka. Misalnya, manajer akan meningkatkan laba pada periode sekarang sehingga bonus yang akan diterima pada periode sekarang akan meningkat juga. Cornett et al. (2009), Jiang et al. (2010) juga menemukan bukti bahwa perubahan pada top level manajemen memotivasi manajer yang baru untuk terlibat melakukan penurunan laba manajemen laba dalam rangka 3 untuk memperoleh big bath, sehingga akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh bonus pada periode berikutnya. Alasan kedua adalah perjanjian hutang (Healy, 1985). Biasanya, kontrak hutang jangka panjang memiliki perjanjian yang melindungi debtholder. Apabila perusahaan melanggar perjanjian hutang, maka perusahaan akan menghadapi kos yang sangat besar. Sehingga, manajer lebih suka untuk mengatur laba untuk menghindari terjadinya pelanggaran perjanjian. Sweeney (1995) dalam Man dan Wong (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang mendekati bangkrut akan mengadopsi standard akuntansi yang baru untuk meningkatkan laba. Tipe kedua, yaitu manajemen laba kontrak efisien, adalah manajemen laba yang bertujuan untuk menginformasikan atau menyampaikan informasi tertentu kepada para pemangku kepentingan (Dutta dan Gigler, 2002). Penelitian sebelumnya mengemukakan beberapa motivasi untuk menggunakan manajemen laba kontrak efisien. Lambert (1984), Suh (1990), dan Stocken dan Verrechia (2004) dalam Man dan Wong (2013) menyatakan bahwa motivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba efisien adalah untuk mengurangi hambatan komunikasi dengan menunjukkan informasi yang terdapat di dalam perusahaan dan menyajikannya sebagai mekanisme sinyal. Misalnya, pasar akan bereaksi positif terhadap cadangan kerugian inkremental. Mc Vay et al. (2006) menemukan bahwa motivasi manajer melakukan manajemen laba adalah untuk memenuhi perkiraan analisis laba mereka sebelum menjual saham perusahaan. Hal ini dikarenakan, investor memberikan reaksi yang positif ketika manajer memenuhi perkiraan analisis laba. Selain itu, dengan perkiraan analisis laba, perusahaan dapat menetapkan harga saham yang lebih tinggi 4 sebelum melakukan listing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen laba kontrak efisien membantu manajer dalam menetapkan perkiraan analisis mereka. Penelitian sebelunya yang dilakukan Siregar dan Utama (2008) mengenai perilaku manajemen laba serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manajemen laba di Indonesia menemukan bukti bahwa manajemen laba di Indonesia lebih mengarah kepada perilaku manajemen laba kontrak efisien. Hal ini dikarenakan, akrual diskresioner memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap profitabilitas dimasa depan. Selain itu Siregar dan Utama (2008) menemukan bahwa faktor kepemilikan keluarga mempengaruhi perilaku manajemen laba kontrak efisien yang dilakukan. Corporate Governance dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk menekan manajemen yang bersifat oportunistik. Corporate Governance dapat mengurangi agency problem yang terjadi diantara penyedia modal dengan manajer dan dapat meningkatkan efisiensi dari kontrak yang terjalin ( Gompers et al., 2003). Cornet et al. (2009) mempelajari mekanisme corporate governance dan tingkat manajemen laba. Komisaris independen dapat mengurangi manajemen laba dikarenakan manajer tidak dapat mempengaruhi dewan komisaris seluruhnya, sebaliknya pembayaran atas kinerja dapat memotivasi manajer untuk memanipulasi laporan laba dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi yang lebih tinggi. Tangjitprom (2013) dalam hasil penelitiannya membuktikan bahwa corporate governance mengurangi manajemen laba yang membahayakan perusahaan dibandingkan manajemen laba yang menguntungkan. Perusahaan dengan corporate governance yang rendah lebih rentan untuk terjadinya manajerial yang oportunistik 5 dan berakibat terjadinya manajemen laba yang dapat merusak nilai perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang menerapakan corporate governance yang tinggi dapat mengurangi sifat oportunistik manajerial dan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba yang bersifat oportunistik atau dapat menyebabkan manajemen laba yang bersifat efisien. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar (listing) di BEI selama tahun 2009 – 2012. Pemilihan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian dikarenakan perusahaan manufaktur memiliki populasi terbesar pada kelompok industri non keuangan selain itu perusahaan manufaktur memilki tingkat volatility laba yang berubah-ubah. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya maka diperlukan penelitian tentang “Tipe Manajemen Laba dan Praktik Corporate Governance serta Pengaruh Struktur Kepemilikan (Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 – 2012)”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah perilaku manajemen dalam melakukan praktik manajemen laba di Indonesia merupakan oportunistik atau kontrak efisien? 2. Apakah praktik corporate governance mempengaruhi hubungan antara praktik manajemen laba terhadap profitabilitas di masa depan? 3. Apakah karakteristik perusahaan mempengaruhi hubungan antara praktik manajemen laba terhadap profitabilitas di masa depan? 6 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dijelaskan bahwa manajemen laba dapat digolongkan dalam 2 tipe, yaitu manajemen laba oportunistik dan manajemen laba kontrak efisien. Sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa kedua tipe manajemen laba ini memiliki hubungan dengan praktik corporate governance dan karakteristik perusahaan, maka penelitian ini bertujuan: 1. Meneliti tipe manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan publik sektor manufaktur di Indonesia, apakah manajemen laba tergolong dalam manajemen laba oportunistik ataukah manajemen laba kontrak efisien. 2. Meneliti apakah praktik corporate governance memiliki pengaruh terhadap tipe manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan publik sektor manufaktur di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diberikan dengan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Bagi investor dan calon investor Untuk mengetahui apakah suatu perusahaan menggunakan praktik manajemen laba atau tidak, kemudian untuk mengetahui tipe manajemen laba mana yang dipakai oleh perusahaan tersebut. Sehingga investor dan calon investor tidak melakukan kekeliruan dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan tersebut. 7 2. Bagi Kreditur dan Calon Kreditur Untuk mengetahui apakah perusahaan yang meminjam uang atau yang ingin meminjam uang menggunakan praktik manajemen laba oportunistik atau manajemen laba kontrak efisien sehingga kreditur dapat melakukan pengecekkan terlebih dahulu sebelum memberikan pinjaman pada perusahaan tersebut. 3. Bagi Regulator Untuk mengetahui apakah peraturan yang telah dibuat telah berjalan sesuai dengan yang ingin dicapai, kemudian untuk menjadikan sebagai bahan evaluasi mengenai praktik manajemen laba yang telah berkembang saat ini sehingga regulator dapat menyusun atau membuat peraturan yang sesuai dengan kondisi praktik saat ini. 4. Bagi akademisi penelitian Untuk mengetahui tipe manajemen laba di Indonesia serta untuk mengetahui apakah praktik corporate governance mempengaruhi tinggi rendahnya manajemen laba, serta tipe mana yang lebih besar dampaknya terhadap praktik ini. 1.5 Sistematika Penelitian Bagian utama skripsi ini terdiri atas lima bab, yaitu pendahuluan, rerangka teori dan pengembangan hipotesis, metode penelitian, analisis data, dan pembahasan serta penutup. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi gambaran singkat seluruh aspek dalam penelitian, yaitu latar belakang masalah yang diangkat pada penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan laporan penelitian. Penjelasan lebih lanjut 8 dikembangkan ke dalam bab-bab lain sesuai dengan bagian pembahasan masingmasing. BAB II RERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bab ini berisi landasan teori sebagai referensi penelitian, studi literatur, tinjauan pustaka, review penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis berdasarkan analisis teori dan penelitian sejenis yang dahulu pernah dilakukan. Pada bab ini, landasan dan konsep yang melatarbelakangi penelitian ini dijelaskan dan dirinci secara lebih detail dan menyeluruh. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan tentang metode penelitian yang terdiri atas data yang digunakan, definisi operasional variabel penelitian serta langkah-langkah pengujian yang akan dilakukan. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai pengujian hipotesis dan hasil pengujian data (penerimaan atau penolakan dari hipotesis yang diajukan) serta analisis terhadap hasil yang diperoleh. Paparan data empiris dihadirkan sebagai dasar untuk mengambil simpulan atau hipotesis yang telah dikembangkan pada bab sebelumnya. BAB V PENUTUP Bab ini menjelaskan kesimpulan akhir yang didapat dari penelitian, implikasi penelitian bagi pihak-pihak terkait, keterbatasan peneliti serta saran-saran bagi kemungkinan pengembangan penelitian selanjutnya di masa mendatang. 9