pengaruh orientasi politik pemilik media terhadap pemberitaan televisi

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH ORIENTASI POLITIK PEMILIK MEDIA TERHADAP
PEMBERITAAN TELEVISI
MAKALAH NON-SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Catrina
1106012760
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
JURNALISME
DEPOK
DESEMBER 2014
Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Abstrak
Jurnal ini bermaksud menunjukkan adanya pengaruh pemilik modal terhadap konten media,
khususnya televisi, selama masa pemilihan Presiden 2014 di Indonesia. Pengaruh pemilik
modal telah mengganggu independensi dan netralitas media. Media massa mengalami tekanan
ekonomi dan politik dalam penyusunan kebijakan editorialnya. Karena adanya afiliasi politik,
media kesulitan dalam memisahkan kepentingan politik dalam keputusan pemberitaan. Tidak
hanya membiaskan fungsi media massa, intervensi pemilik modal terhadap konten media
membawa dampak negatif dalam perkembangan independensi media dan membatasi gerak
media.
Kata kunci : televisi, konten media, tekanan politik, tekanan ekonomi, Surya Paloh, Aburizal
Bakrie, Hary Tanoesoedibjo, pemilik modal media, pemilu presiden, independensi media
Abstract
This paper intent to shows the capital ownership control on media content—especially
television-- during Indonesia’s presidential election 2014. The owner’s influences have
impeded the independence and neutrality of the media. Mass media experience economic and
political constraints on their editorial policy making. Heavily influenced by elite’s political
affiliation, media finds difficulty to isolate strictly political constraints on their ethical
decision at delivering the news. Not only biases the function of mass media, the owner’s
interference on media content direct a negative consequences for the development of media
on independencies and constrain their performance.
1 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Pengantar
Tekanan ekonomi dan politik terhadap kebebasan media massa masih menjadi hal yang tak
terhindarkan. Pengaruh ekonomi sulit untuk dipisahkan dari proses penentuan kebijakan
pemberitaan media dan peranya dalam masyarakat. Terlebih lagi di negara yang masih kental
dengan ideologi totaliter, atau yang sedang dalam masa transisi menuju kebebasan ekonomi
dan politik. Intervensi dari berbagai pihak, khususnya pemerintah terkait politik, ideologi,
sosial, historical dan budaya masih kental dan dapat membawa banyak dampak, baik positif
atau negatif, bagi independensi dan netralitas media.
Di negara komunis, media televisi cenderung lebih banyak dikontrol dibandingkan media
cetak. Pemerintah dengan mudah dapat membatasi frekuensi dan teknologi televisi dan
seringkali campur tangan dalam pengembangan media televisi. Karena itu, di Eropa Timur
dan Eropa Tengah industri penyiaran lebih lama berkembang dibanding media cetak (Pankin,
1997).
Pada tahun 1997, Rusia memiliki dua televisi swasta terbesar bernama QRT dan RTR.
Popularitas kedua media televisi ini begitu besar hingga mengalahkan televisi nasional Rusia.
Tak hanya dari segi kualitas pemberitaan, tetapi jangkauan siaran kedua televisi ini begitu
luas hingga ke negara-negara federasi bekas Uni Soviet lainnya. Stasiun televisi nasional
Rusia, bahkan stasiun televisi kecil di negara-negara federasi bekas Soviet lainnya akhirnya
kalah saing sampai mengurangi minat pengiklan pada mereka. Pemerintah pun akhirnya
mencoba membatasi popularitas kedua stasiun televisi tersebut dengan dugaan upaya
memperbesar dominasi Rusia. Di antara negara-negara pecahan Soviet lain, Rusia memang
paling luas berdasarkan wilayah dan mempunyai penduduk terbanyak. Di samping itu,
pemerintah Rusia juga menentang perkembangan kedua televisi tersebut karena dianggap
mengalahkan siaran televisi pemerintah (Pankin, 1997).
Tak jauh berbeda dengan di Amerika Serikat. Noam Chomsky dan Edward S. Herman
menggunakan konsep The Propaganda Model untuk menggambarkan bagaimana media arus
utama di AS bekerja. Mereka melihat media massa di AS cenderung bergantung pada sumber
informasi yang berasal dari para elit. Selain itu, muncul kecenderungan media turut
berpartisipasi daam kampanye propaganda yang mendukung kepentingan para elit (Herman,
1996).
2 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Berbicara tentang independensi media memang tak seindah kenyataannya. Media memang
dituntut untuk bebas dari segala pengaruh kecuali pengaruh dari masyarakat. Namun, itu
adalah gambaran idealnya. Hingga kini, belum ada media yang benar-benar bebas intervensi
dan ideal, bahkan di Amerika dan Eropa sekalipun. Begitu pula di Indonesia, tekanan
ekonomi dan politik pada media massa juga ada. Pada pemilihan umum 2014 lalu adalah
salah satu bentuk tekanan kepentingan politik pemilik media. Memasuki pesta demokrasi
terbesar pada tahun 2014, media massa di Indonesia semakin menunjukan adanya kekuatan
elit dalam mempengaruhi pemberitaan.
Masa kampanye Pemilihan Umum Presiden 2014, calon menggunakan media sebagai sarana
dalam promosi. Para calon wakil rakyat berlomba-lomba ‘menjual’ keunggulan dirinya
melalui setiap media yang ada. Mulai dari yang sederhana di batang-batang pohon, sampai
dengan media baru sosial media. Semua alternatif media dimanfaatkan untuk meningkatkan
popularitas dan elektabilitas.
Media massa menjadi sarana yang unggul dalam menyambangi rakyat di ruang publik.
Menjelang pesta demokrasi, media berada dalam tegangan kekuatan-kekuatan politik yang
ada. Jurnal ini akan berfokus pada salah satu media yang berada pada arus politik yang kuat,
yaitu televisi. Media televisi, sebagai salah satu media elektronik, mampu menyentuh
khalayak dari semua kalangan secara luas (Arifianto, 2013: 1). Peran televisi sentral dalam
mengenalkan figur ataupun partai politik kepada publik.
Nuansa kompetisi para tokoh politik mulai tercermin di berbagai pemberitaan media televisi.
Peneliti Komunikasi dan Budaya Media S. Arifianto mengatakan pertarungan wacana politik
di berbagai media televisi pada masa kampanye merupakan fenomena “arena pertarungan
politik pencitraan politisi” di media televisi (Arifianto, 1013). Pemilik media yang merangkap
posisi sebagai pebisnis media sekaligus politisi membangun imaji dan impresi yang
diinginkan melalui medianya. Tak jarang para pemilik media menyajikan informasi yang
tidak berimbang. Pemilik media menggenggam erat dan membawa medianya ke mana mereka
inginkan.
Pada saat masa pemilihan umum berlangsung di Indonesia pada tahun 2014, independensi dan
netralisme media banyak dipertanyakan. Ini disebabkan adanya intervensi pemilik media
dalam kegiatan politik atau bersatunya tokoh-tokoh utama partai politik politik dengan
pemilik grup perusahaan media (beritasatu.com, 2011). Sebut saja Aburizal Bakrie, pemilik
3 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
saham ANTV dan TV One, adalah Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), sekaligus
kandidat calon presiden 2014. Kemudian ada juga Metro TV media yang didirikan oleh Surya
Paloh, sekaligus pendiri Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Hary Tanoesoedibjo sang
penguasa MNC TV, RCTI, dan Global TV adalah kandidat wakil presiden 2014 dari Partai
Hari Nurani Rakyat (Hanura). Situasi seperti ini memunculkan kecenderungan para pemilik
media tersebut menggunakan public domain atau ruang publik untuk memperjuangkan
kepentingan politiknya.
Kebebasan Media di Indonesia
Media massa di Indonesia kini sudah tak lagi terbelenggu oleh kekuatan penguasa negara dan
tengah menikmati kebebasannya. Tapi, bukan berarti media massa bebas dari kontrol pihak
tertentu. Ibarat keluar dari mulut singa masuk ke mulut singa, media massa kini terbatas
geraknya karena kekuatan sang pemilik. Media massa tidak pernah lepas dari intervensi sang
pemilik modal yang dikuasai oleh sekelompok orang dengan beragam kepentingan ekonomi,
politik, dan ideologi tertentu.
Dalam sebuah berita online, anggota Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Eko Maryadi
mengatakan :
“tantangan yang paling mengancam kebebasan pers Indonesia dewasa ini adalah intervensi
pemilik media ke dalam ruang redaksi. Pola kepemilikan media yang terpusat pada segelintir
penguasa, pengusaha, atau kombinasi dari keduanya, yang kini marak berkembang di
Indonesia, membuat media tidak lagi bebas, tetapi dikontrol oleh kepentingan tertentu. Bukan
rahasia lagi jika sebagian pemilik media sering menyusupkan misi politik dan bisnisnya ke
dalam pemberitaan pers.” (berita2.com, 2010).
Intervensi terutama banyak bermain dalam penyajian konten media. Media hanya akan
menyorot aspek yang dianggapnya penting dan mendukung kebijakan editorial media.
Intervensi pada akhirnya membendung aliran informasi yang seharusnya diketahui oleh
publik. Pemilik media punya agenda khusus yang ingin dia salurkan melalui redaksi media
yang dia kuasai sehingga informasi yang dianggap menyimpang akan dihalangi.
Dalam Teori Hierarki Pengaruh atau (Theories of Influences on Mass Media), Pamela J.
Shoemaker dan Stephen D. Reese mengungkapkan terdapat lima level pengaruh terhadap
4 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
konten media, yaitu pengaruh dari individu pekerja media, rutinitas media, organisasi media,
institusional atau dari luar media, dan pengaruh ideologi. Level ini berkembang dari tingkat
yang paling mikro (individual) ke yang makro. Pengaruh dari dalam media biasanya tak jauh
dari kepentingan pemilik media, wartawan sebagai individu pekerja media, dan rutinitas
organisasi media. Sementara pengaruh dari luar berhubungan dengan para pengiklan,
pemerintah, masyarakat, dan lainnya (Shoemaker dan Reese, 1996).
Pengaruh organisasi media adalah level yang paling besar pengaruhnya dibandingkan dengan
level individu dan rutinitas media. Level organisasi media ini berkaitan dengan kekuatan
pengaruh dari manajemen organisasi media, serta kebijakan dan tujuan media. Hal ini tak
terlepas dari pemegang kebijakan media terbesar yaitu sang pemilik atau pemegang modal
media. Apapun yang menjadi keputusan pemilik media, pekerja media dan segala rutinitas
media akan bergerak mengikuti kemauan sang pengambill keputusan (Shoemaker dan Reese,
1996).
Selain dalam pemilihan sponsor, hal yang dapat mempengaruhi konten media adalah afiliasi
politik atau terlibat sebagai pemimpin sebuah partai politik. Isi atau konten sebuah media
tidak akan bertentangan dengan kebijakan politik sebuah organisasi—atau dalam hal ini partai
politik yang berafiliasi dengan pemilik media. Para pemilik media memang tidak terlalu
sering mengintervensi sebuah berita secara spesifik, namun jika sudah melibatkan pihak lain
di luar medianya seperti institusi lain, partai politik, atau pemerintah, sang pemilik akan turun
langsung mempengaruhi pemberitaan. Meski, pada akhirnya akan mengubah rutunitas sebuah
media (Shoemaker dan Reese, 1996).
Di Indonesia, ada hubungan khusus yang terjalin antara pebisnis media degan penguasa. Pers
menjadi lebih rentan terhadap berbagai intervensi politik kekuasaan (beritasatu.com, 2011).
Terutama menjelang pemilu 2014. Kedekatan hubungan tersebut diperlukan untuk
memperlancar bisnisnya. Pemilik media yang merangkap sebagai tokoh politik berambisi
memperoleh jabatan negara tertentu. Media yang dimilikinya dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan-tujuan politiknya. Jika sudah mendapat kekuasaan politik, dia pun semakin berambisi
untuk mengembangkan bisnisnya. Jadi, secara sederhana kekuasaan politik dan penguasaan
media saling membutuhkan satu sama lain.
5 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Politik Ekonomi Media
Dalam pengelolaan media, isi media banyak dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi dan politk di
luar redaksi. Faktor seperti pemilik media, modal, dan pendapatan media turut menentukan
konten media yang dibahas dalam proses perencanaan kebijakan editorial. Pengaruh dari tiga
faktor ini akhirnya menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa masuk
pemberitaan. Kecenderungannya adalah pemberitaan mengarah ke suatu tujuan tertentu sesuai
keinginan media (Sudibyo, 2001:2).
Media yang berpegang pada sistem ekonomi kapitalis, tentu berkiblat pada tujuan
mendapatkan profit dalam menentukan struktur dan kebijakan organisasi. Shoemaker dan
Reese mengatakan nilai kepercayaan mendasar pada sistem ekonomi kapitalis adalah
kepemilikan individu yang mengejar kepentingan pengusaha dan pasar bebas untuk
mendapatkan keuntungan (Shoemaker dan Reese, 1996). Kecenderungan inilah yang
menyebabkan media seringkali tidak mengkritisi faktor pengaruh dari luar seperti pengiklan
atau kelompok kepentingan tertentu yang dapat memberikan keuntungan pada media.
Dalam 16 tahun terakhir, industri media di Indonesia menunjukan pertumbuhan pesat karena
dorongan kepentingan modal yang mengarah pada oligopoli dan pemusatan kepemilikan
(konglomerasi). Sebagai contoh, sebelum tahun 1998 hanya ada 279 perusahaan media cetak
dan hanya ada lima stasiun televisi swasta. Kurang dari satu dekade berikutnya, jumlah
televisi swasta bertambah dua kali ipat dan media cetak meningkat tiga kali lipatnya
(Nugroho, dkk, 2012 : 13).
Kemudian, hingga tahun 2012 terdapat dua belas kelompok media besar yang mengendalikan
hampir semua kanal media di Indonesia, termasuk penyiaran, media cetak, dan media online.
Kelompok media tersebut adalah MNC (Media Nusantara Citra) Group, Kelompok Kompas
Media, Elang Mahkota Teknologi, Visi Media Asia, Grup Jawa Pos, Mahaka Media, Chairul
Tanjung Group, BeritaSatu Media Holdings, Grup Media, MRA (Mugi Rekso Abadi) Media,
Femina Group dan Tempo Inti Media (Nugroho, dkk 2012: 40).
Konglomerasi adalah sejumlah pelaku konglomerat yang menanamkan sahamnya pada
tumbuhnya kelompok (group) perusahaan dalam satu kepemilikan tangan, sedemikian rupa
sehinga praktis seluruh kebijakan manajemen yang pokok ditentukan oleh satu pusat
(Assegaff, 1994: 263). Kerap kali media yang tergabung dalam satu kelompok media
6 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
mempunyai satu sumber berita yang serupa sehingga menyebabkan adanya keseragaman
konten di jaringan medianya. Ini menjadi salah satu dampak negatif konglomerasi media
karena menyebabkan penurunan kualitas dalam jurnalistik.
Pemusatan kepemilikan media di Indonesia pada tahun 2011 ditandai dengan diakuisisinya
detik.com oleh Trans Corp, yang memiliki dua stasiun televisi, yaitu Trans TV dan Trans 7.
Selain itu, Kompas Gramedia Group juga meluncurkan Kompas TV yang tersiar di beberapa
stasiun televisi di daerah. (Beritasatu.com, 2011).
Televisi sebagai bagian dari komunikasi massa memegang peran penting dalam masyarakat.
Tak hanya sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga sebagai sebuah industri
informasi. Sebagai industri, televisi menjanjikan keuntungan cukup besar bagi pemiliknya.
Misalnya, dari data AGB Nielsen Media Research, pada kwartal 3 tahun 2006 Group Media
Nusantara Citra (MNC) meraup keuntungan hingga Rp 4,8 triliun (32% dari total belanja
iklan TV). Kemudian Trans TV dan Trans 7 mendapat keuntungan sebesar Rp 3,4 triliun
(23,2%). (Arifianto, 2013: 1). Hasil tersebut mengakibatkan industri televisi jadi lebih banyak
beroerientasi pada keuntungan.
Tak hanya untuk kepentingan ekonomi dan bisnis, konglomerasi media kini juga melibatkan
kekuasaan politik. Konsentrasi kepemilikan media memiliki potensi kekuasaan yang absolut,
melebihi kekuasaan pemerintah. Mereka punya kekuatan untuk membentuk opini publik
sampai membalik fakta dan peristiwa realitas di masyarakat. Curran dan Woollacott (1982)
mengatakan, media berfungsi untuk melegitimasi kekuasaan dan menanamkan kesadaran
palsu bagi masyarakat sebagai khalayak media (Arifianto, 2013: 1).
Iklim Media di Indonesia
Pemilik media yang mempunyai afiliasi dengan partai politik mampu mempengaruhi
kebijakan media sampai kepada isi atau konten medianya. Intervensi akan sampai sejauh
memasukkan agenda politik mereka ke dalam produk berita. Situasi ini pun tercermin di
Indonesia pada masa pemilihan umum 2014.
Hasil penelitian Masyarakat Peduli Media menunjukkan terjadi keberpihakan media terhadap
pemiliknya. Dua contoh media televisi yang berkiblat pada kepentingan pemilik, yakni TV
One milik Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Metro TV milik Ketua Umum
Partai Nasdem Surya Paloh. TV One terlihat banyak menyiarkan Partai Golkar dan Aburizal
7 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Bakrie dibandingkan partai dan capres lainnya. Demikian pula Metro TV yang banyak
menampilkan Surya Paloh dan narasumber dari Partai Nasdem.
Misalnya, ketika Metro TV mencoba memperkenalkan sosok Surya Paloh dengan partai politk
barunya Nasional Demokrat. Partai ini dideklarasikan pada hari Senin, 1 Februari 2010 sekitar
pukul 15.00 WIB di Istora Senayan Jakarta. Adapun dari Partai ini akan berkiprah mulai
pemilihan umum 2014. Metro TV menayangkan deklarasi tersebut secara live. Lalu pada
malam harinya Metro TV kembali menayangkan ulang acara deklarasi tersebut. Padahal tak
ada stasiun televisi lain yang menayangkan detil acara deklarasi tersebut. Semenjak itu pun
kegiatan Partai Nasdem selalui diliput dan ditayangkan sebagai berita di Metro TV.
Berdasarkan catatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), pada saat Harry Tanoe masih
tergabung di Partai Nasdem, yaitu antara bulan Oktober sampai dengan November 2012,
stasiun televisi RCTI menayangkan iklan partai sebanyak 127 kali. Kemudian saat Harry
Tanoe berpindah ke Partai Hanura, dalam periode 2 -15 April 2013, KPI mencatat ada 11
berita tentang Hanura muncul di RCTI dan seluruh grup MNC (MNC TV dan Global TV).
Ketika Aburizal Bakrie mencalonkan diri sebagai presiden RI pun KPI mencatat ada 10
pemberitaan dan 143 kali tayangan iklan politik tentang sang pemilik sepanjang April 2013
(Rumah Pemilu, 2014).
Dewan Pers melakukan penelitian selama dua minggu untuk memotret independensi 3 (tiga)
stasiun televisi swasta yang pemiliknya terlibat dalam pertarungan pemilihan umum 2014.
Adapun tiga stasiun televisi tersebut masin-masing mewakili tiga grup media nasional di
Indonesia, yaitu Metro TV dari Media Group milik Surya Paloh, TV One dari Vivanews
Group milik Aburizal Bakrie, dan Trans TV dari CT Corp milik Chairal Tanjung. Penelitian
berfokus pada berita politik dan iklan politik, khususnya yang berkaitan dengan pemilu 2014
(Dewan Pers, 2014).
a. TV One adalah satu dari tiga media massa yang tergabung dalam VIVA News Group
milik Aburizal Bakrie. Dua media lainnya adalah ANTV yang dipimpin oleh Anindya
Bakrie, salah satu keluarga Bakrie, dan Vivanews di laman viva.co.id. TV One
mengedepankan program-program berita (70 persen), Olahraga, dan hiburan.
Aburizal Bakrie (ARB) merupakan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar)
sejak 9 Oktober 2009. Pada tahun 2014, Ia ditetapkan sebagai capres dari Partai
Golkar untuk pemilu presiden 2014. Sejak itu, semua media yang dimilikinya menjadi
8 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
corong bagi ARB untuk mensukseskan ambisinya menjadi orang nomor satu negeri.
Khususnya, media televisi TV One.
Dewan pers menganalisis TV One selama satu minggu yaitu 4 – 10 November 2013.
Dari hasil analisis isi berita, mereka menemukan setidaknya rata-rata dalam sehari ada
lebih dari 6 berita tentang pemilu, baik tentang kinerja KPU, DPT, pencalonan
capres/cawapres, hingga caleg dan aktivitas partai. Berita pemilu paling sering tayang
pada 4 Novemver 2013, yaitu sebanyak 16 berita. Disusul pada tanggal 8, 7, dan 6
November 2013. Masing-masing memuat 13 berita (18/11), 11 berita (7/11), dan 8
berita (6/11). Berita pemilu paling banyak bicara dalam dimensi politik (53 kali) dan
berskala nasional (43 kali).
Dalam satu minggu, program khusus TV One Kabar Petang paling banyak
menurunkan berita pemilu sebanyak 40 berita (67,8 persen), disusul program reguler
Kabar Pagi dan Kabar Petang. Yang menarik dari hasil temuan ini adalah tokoh
capres yang dimuat TV One dalam pemberitaannya hanya Aburizal Bakrie. Sementara
capres/cawapres lain tidak pernah disebut dalam tayangan seminggu ini. Setidaknya
Aburizal Bakrie muncul sebanyak 12 kali (20,3 persen). Kemudian, tercatat Partai
Golkar paling sering muncul dalam liputannya (sebanyak 14 kali/ 23,7 persen). Partai
lain hanya disebut bila bersamaan dengan penyebutan partai politik lainnya. Aburizal
Bakrie dan Nurul Arifin, keduanya berasal dari partai Golkar, paling sering menjadi
narasumber yang dikutip TV One.
Dari total berita pemilu itu, banyak yang menggunakan teknik liputan satu sisi (51
berita/86,4 persen). Sedangkan berita dengan teknik liputan dua sisi jumlah lebih
sedikit sekitar 10,2 persen. Hanya ada satu berita yang menggunakan teknik liputan
banyak sisi. Secara berurutanm pemberitaan pemilu dan partau paling banyak
cenderung positif (35,6 persen), disusul berita netral 31 kali dan berita negatif 11,9
persen.
b. Metro TV didirikan oleh Surya Paloh pada 1999 di bawah PT. Media Televisi
Indonesia. Surya Paloh adalah Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
yang pada pemilu presiden 2014 positif ikut dalam pemilu. Adapun Nasdem
mengangkat Surya Paloh sebagai capres. Semenjak itu, Metro TV menjadi garda
terdepan dalam membela kepentingan pencapresan Surya Paloh.
9 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Dari hasil temuan Dewan Pers, rata-rata dalam sehari Metro TV memunculkan
minimal tiga berita pemilu terutama tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT). Bahkan,
pada 4 November 2013, Metro TV menurunkan 19 kali berita pemilu yang merata dari
jam tayang pagi hingga petang. Berita lain yang tayang paling banyak di minggu
tersebut adalah berita aktivitas partai politik (parpol) dan aktivitas capres/cawapres
yaitu hampir tiap hari dan kira-kira 2 sampai 3 berita per harinya.
Metro TV mempunyai program khusus pemilu 2014, yaitu Indonesia Memilih untuk
mengabarkan informasi seputar capres/cawapres, parpol, caleg, maupun tentang
persiapan pemilu. Dalam satu minggu, tercatat ada 35 berita pemilu. Selain itu ada
juga program Headline News yang turut menyumbang banyak berita pemilu meski
bukan program khusus pemilu (24 berita seminggu). Tayangan capres/cawapres yang
paling sering adalah Surya Paloh sebagai capres. Disusul oleh Rhoma Irama dan
Aburizal Bakrie (Partai Golkar). Sementara pemberitaan parpol yang paling sering
disebut adalah partai Nasdem sebanyak 22 kali dalam seminggu. Bahkan hampir di
tiap liputan tentang parpol manapun ada penyebutan Partai Nasdem. Di bawahnya ada
Partai Golkar yang disebut hampir mendekati setengah kali pemberitaan Nasdem,
disusul Demokrat, PKS, dan PDIP.
Dari sekian banyak berita yang ada, jumlah berita yang menggunakan teknik liputan
satu sisi sebanyak 60 persen berita pemilu. Hanya 12 persen berita yang menggunkan
teknik liputan banyak sisi atau meng-cover banyak pihak. Kemudian, sebanyak 51
persen dari total berita pemilu cenderung positif dan hanya 12 persen berita yang
negatif.
Surya Paloh adalah narasumber yang paling sering dikutip (10,4 persen), disusul
narasumber KPU (4 persen) dan Bawaslu (4 persen). Dari total berita yang diteliti dari
Metro TV selama seminggu, 79,2 persen adalah berita dengan dimensi politik. Dengan
prioritas pada berita-berita berskala nasional (63 persen).
c. PT Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV) adalah stasiun televis swasta di
bawah TRANS Corp dan tergabung dalam CT Corp. Pemiliknya adalah Chairul
Tanjung, yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Indonesia menggantikan Hatta Rajasa sejak 19 Mei 104 hingga 27 Oktober 2014.
10 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Temuan Dewan Pers selama masa pemilihan umum periode 4 – 10 November 2013
adalah Trans TV tidak memiliki tayangan berita politik. Program berita yang dimiliki
hanya satu yaitu Reportase pada pukul 05.00 WIB dan 16.30 WIB dengan jenis berita
kecelakaan, kriminal, kinerja pemerintah, kuliner, penggusuran, traveling, dan lainlain. Namun ada catatan bahwa stasiun televisi milik Chairul Tanjung ini
menayangkan berita launching buku oleh istrinya Anita Chairul Tanjung hingga 2
kali.
Intervensi pemilik media dalam masa pemilihan umum paling banyak terlihat dalam
iklan politik yang beriklan di Trans TV pada periode 4-10 November 2013. Hanya ada
iklan politik Prabow Subianto dengan dua versi yaitu “Prabowo Perubahan” dan
“Prabowo Pancasila”. Iklan Prabowo muncul 4 kali masing-masing satu dalam sehari.
Lembaga peneliti Remotivi pun melakukan studi terhadap stasiun televisi Indonesia untuk
mengukur independensi stasiun televisi selama Pemilu 2014. Penelitian ini dilakukan pada 17 Mei 2014, ketika lima tokoh capres dideklarasikan oleh partainya masing-masing, yakni
Aburizal Bakrie (Capres Golkar), Prabowo Subianto (Capres Gerindra), Joko Widodo (Capres
PDIP), Wiranto (Capres Hanura), dan Hary Tanoesoedibjo (Cawapres Hanura). Hasil riset
menunjukan stasiun televisi yang berafiliasi dengan partai politik terindikasi menggunakan
medianya bagi kepentingan golongan (Remotivi, 2014).
Di Metro TV misalnya, Jokowi diberikan frekuensi kemunculan yang tinggi, yaitu 74,4% dan
durasi 73,9% dengan nada positif (31,3%). Berbeda dengan lawannya, Prabowo, yang hanya
mendapat 12% frekuensi dan 12,2% durasi dengan 16,7% berita bernada negatif. Metro TV
menayangkan footage Prabowo yang sedang berjoged, sementara Jokowi diliput saat sedang
bekerja dan blusukan. Temuan lain juga menunjukkan bahwa hanya Jokowi yang boleh
beriklan di Metro TV dengan porsi 100% (31 spot) iklan. Lalu, Aburizal Bakrie yang
mendukung pencapresan Prabowo paling banyak diberitakan secara negatif (53,8%)
(Remotivi, 2014).
Sebaliknya, Prabowo mendapat ruang dua kali lipat lebih banyak dari Jokowi di TV One
(frekuensi 38,4% dengan durasi 38,2%). Demikian halnya Aburizal Bakrie selaku pemilik
media yang mendapat 39% frekuensi dan 37,7% durasi. (Remotivi, 2014).
Data tersebut menunjukan peta koalisi politik sangat berpengaruh pada arah pemberitaan
masing-masing televisi. Menjelang pemilu presiden, persaingan antara Jokowi dan Prabowo
11 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
semakin tinggi. Mereka berkolaborasi dengan pengusaha media yang sekaligus merangkap
pimpinan partai politik. Untuk diketahui, pendiri Partai Nasdem Surya Paloh merupakan
partai pengusung pasangan Jokowi-JK. Maka tak heran jika pemberitaan dan program berita
dan non-berita Metro TV lebih banyak berpihak ke citra positif pasangan Jokowi-JK.
Begitu pula lawan politiknya, Prabowo-Hatta Rajasa yang didukung oleh televisi milik
Aburizal Bakrie, yakni TV One dan ANTV. Pemberitaan dua stasiun tv ini pun cenderung
menguntungkan pasangan capres/cawapres Prabowo-Hatta. Bahkan, Harry Tanoesoedibjo
turut memberikan dukungan dengan memanfaatkan televisi yang ada dalam MNC Grup
seperti RCTI, MNC TV, dan Global TV.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun sempat melayangkan teguran tertulis kepada TV One
dan Metro TV karena melakukan pelanggaran atas netralitas isi program siaran jurnalistik
terkait penayangan pemberitaan pasangan capres/cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla dan
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Hukumonline.com, 2014).
Keberpihakan yang ditunjukan oleh media-media televisi di atas menyebabkan terjadinya bias
dalam dunia pertelevsiain. Pemberitaan politik di media lebih mementingkan kepentingan
politik elit ketimbang mengakomodasi perspektif publik (Remotivi, 2014). Hal ini dapat
mengganggu independensi dan netralitas media dalam menghasilkan produk berita yang
menyangkut hajat hidup orang banyak.
Independensi dan Netralitas Media dalam Jurnalistik
Pertanyaan yang banyak muncul selama masa pemilihan umum 2014 adalah mengenai
independensi dan netralitas media. Apakah kebebasan media massa di Indonesia yang mereka
miliki untuk kepentingan politik? Apakah independensi dan netralitas media televisi
komersial masih terjamin? Apakah khalayak mendapat informasi yang sebener-benarnya dari
pencitraan tokoh politik di media? Kemudian, apa jaminan bagi khalayak mendapatkan
kebenaran ketika televisi digunakan sebagai ajang pertarungan politik untuk meraih
kekuasaan?
Jurnalisme adalah paham tentang kegiatan jurnalistik yang meliputi : mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolahm dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
media. Dalam jurnalisme terkandung idealisme, yaitu usaha memberikan informasi untuk
pemberdayaan masyarakat. Terdapat prinsip independensi dan netralitas yang harus
12 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
ditegakkan dalam kegiatan jurnalistik (Siregar, Kompas, 21 Juli 2013).
Denis McQuail (2013), Bill Kovach dan Rosentiel (2001), serta Undang-Undang Pers pun
berpendapat sama bahwa idealisme jurnalisme dan media adalah menyajikan informasi yang
mencerdaskan dan memberdayakan publik agar mereka bisa mengatur diri sendiri.
Kepentingan publik adalah pegangan dasar dari jurnalisme. Maka, independensi dan netralitas
menjadi elemen penting dalam menjalankan kegiatan jurnalistik.
Independen dalam arti merdeka melaksanakan ideologi jurnalisme, sedangkan netral artinya
berimbang, akurat, tak memihak kecuali demi kepentingan publik. Dalam Kode Etik
Jurnalistik yang disahkan Dewan Pers pun dikatakan : “Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”.
Berita adalah satu dari tiga elemen institusi media yang perlu diperhatikan secara khusus dan
hati-hati. Dua elemen media lain adalah hiburan dan iklan. Penerapan independensi dan
netralitas media banyak diwujudkan dalam isi berita. Namun, bukan berarti media dapat
memproduksi isi hiburan dan iklan secara bebas.
Pada dasarnya, independensi dan netralitas media adalah dua konsep yang tak dapat
dipisahkan, namun masing-masing dapat didefinisikan berbeda. Independensi media berarti
dalam memproduksi isi media tidak ada tekanan dari pihak lain dan ada kemerdekaan dalam
ruang redaksi dalam menghasilkan berita. Sementara netralistas menunjukan media tidak
berpihak dalam menyampaikan berita, terutama menyangkut berita konflik.
Penegasan netralitas dan independensi lembaga penyiaran telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Pada pasal 6 berbunyi :
“Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi tepat, akurat dan benar, melakukan
pengawasan, kritik dan saran terhadap hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta
memperjuangan keadilan dan kebenaran.” Begitu pula dalam UU No 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran yang melarang adanya oligopoli dan UU No 32 tahun 2000 pasal 36 tentan media
harus bersifat netral dalam pemberitaan (Arifianto, 2014).
Peneliti Komunikasi dan Budaya Media, Arifianto mengatakan media akan berbahaya jika
dikuasai kepentingan politik karena dijadikan sebagai alat untuk mencapai dan
mempertahankan kekuasaan. Relasi kepemilikan media dengan kekuasaan di tingkat elit
13 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
menjadikan media rentan untuk dipolitisasi (Arifianto, 2013). Media berada dalam posisi
yang sulit dan seringkali berujung pada keberpihakan dan melanggar netralitas pemberitaan.
Karena itu, banyaknya intervensi pemilik media televisi pada pemberitaan menganggu
pengembangan media dalam independensi dan netralitas jurnalisitik.
Kesimpulan
Media massa kerap mengalami tekanan ekonomi dan politik dalam penyusunan kebijakan
editorialnya. Fenomena ini bukanlah hal baru karena sudah terjadi di negara-negara lain sejak
dulu, bahkan di negara demokrasi liberal seperti Amerika Serikat sekalipun. Indonesia pun
termasuk salah satu negara yang media massanya mengalami tekanan politik dan ekonomi,
baik dari dalam maupun luar organisasi media. Fenomena ini paling jelas terlihat ketika masa
pemilihan umum 2014.
Para petarung politik memanfaatkan media massa sebagai alat promosi dan pembentukan citra
ke khalayak. Khususnya dalam jurnal ini adalah pemanfaatan media televisi. Salah satu media
komunikasi massa ini dianggap lebih unggul karena dapat menjangkau khalayak kalangan
manapun secara cepat. Namun pada kasus tertentu, seperti masa pemilu, televisi menjadi
arena pertarungan pihak-pihak yang ingin berkuasa dalam memperebutkan perhatian
khalayak.
Maka, sudah tak asing lagi mendengar tokoh-tokoh politik yang merapat ke grup media untuk
meningkatkan popularitas. Bahkan, sejumlah calon presiden yang ikut dalam pemilu presiden
2014 adalah pemilik dari suatu grup media. Contohnya, Aburizal Bakrie dengan grup Viva,
Surya Paloh dan PT. Media Indonesia, dan Hari Tanoesoedibjo dengan MNC Grup. Karena
adanya afiliasi politik, media kesulitan dalam memisahkan kepentingan politik dalam
keputusan pemberitaan.
Dengan demikian, jelas terdapat pengaruh kuat pemilik modal terhadap konten media selama
masa pemilihan umum 2014. Tidak hanya membiaskan fungsi media massa, intervensi
pemilik modal terhadap konten media membawa dampak negatif dalam perkembangan
independensi media dan membatasi gerak media.
14 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Assegaff, Djafar H. 1994. Konglomerasi, Taipan, dan Koneksi Bisnis.Jakarta: Warta
Ekonomi.
Bill Kovach & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme, New York : Crown Publisher,
2001.
Dewan Pers. 2014. Jurnal Dewan Pers : Mengungkap Independensi Media. Dewan Pers :
Jakarta.
Mc Quail, Dennis. 2000. Mc Quail’s Communication Theory (4th edition). London : Sage
Publications.
Nugroho, Y., DA. Putri, dan S. Laksmi. 2012. Mapping the landscape of the media industry
in contemporary Indonesia. Report Series. Engaging Media, Empowering Society:
Assessing media policy and governance in Indonesia through the lens of citizens’
rights. Research collaboration of Centre for Innovation Policy and Governance and
HIVOS Regional Office Southeast Asia, funded by Ford Foundatiom. Jakarta: CIPG
dan HIVOS.
Shoemaker, Pamela J. dan Stephen D. Reese. 1996. Mediating The Message. Longman
Publisher : New York.
SITUS WEB
Arifianto, S. 2013. Kekuasaan dan Inkonsistensi Pemberitaan Media Televisi Komersial.
Diakses pada 8 Desember 2014 pukul 14.00 dari
http://balitbang.kominfo.go.id/balitbang/aptika-ikp/files/2013/02/Kekuasaan-dan-InKonsistensi-Pemberitaan-Media-Televisi-Komersial.pdf
Berita2.com. 9 Desember 2010. Intervensi Pemilik Media Ancam Kebebasan Pers. Diakses
pada 10 Desember 2014 pukul 19.00 dari
http://www.berita2.com/nasional/umum/8058-intervensi-pemilik-media-ancamkebebasan-pers.html
Beritasatu.com. 29 Desember 2011. Konsentrasi Kepemilikan Media Ancam Kebebasan Pers.
Diakses pada 8 Desember 2014 pukul 14.30 dari
http://www.beritasatu.com/nasional/23535-konsentrasi-kepemilikan-media-ancamkebebasan-pers.html
Harahap, Primora. 2014. Media Berpolitik : Mempengaruhi atau Dipengaruhi?. Diakses pada
22 November pukul 19.30 dari
http://politik.kompasiana.com/2014/04/09/media-berpolitik-mempengaruhi-ataudipengaruhi--645769.html
Halim, Syaiful. 2014. Akuntabilitas Politik di Layar Kaca. Diakses pada 22 November pukul
19.00 dari
http://www.academia.edu/1400479/Akuntabilitas_Politik_di_Layar_Kaca
15 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Heychael, Muhamad. 2014. Independensi Televisi Menjelang Pemilu Presiden 2014 : Ketika
Media Jadi Corong Kepentingan Politik Pemilik (Bagian 2). Remotivi : Jakarta.
Diakses pada 27 November pukul 19.00 dari
http://pemilubersih.org/medias/3198Independensi%20Televisi%20Menjelang%20Pem
ilu%20Presiden%202014%20(bag.%202)_REMOTIVI.pdf
Hukum Online. 2014. KPI Tegur Metro TV dan TV One Soal Netralitas Tayangan Capres.
Diakses pada 27 November pukul 19.00 dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53983caa8449b/kpi-tegur-metro-tv-dantvone-soal-netralitas-tayangan-capres
Idris, Umar. 2014. Siaran Pers : Stop Penyalahgunaan Frekuensi Publik Oleh Pemilik Media
dalam Pilpres. Diakses pada 27 November pukul 15.00 dari
http://www.ajijakarta.org/2014/05/25/siaran-pers-stop-penyalahgunaan-frekuensipublik-oleh-pemilik-media-dalam-pilpres/
Pankin, Alexei. 1997. Economics Contraints on Media Independence and Pluralism in
Eastern and Central Europe. Diakses pada 4 Desember 2014 pukul 18.00 dari
http://unesdoc.unesco.org/images/0011/001117/111757eo.pdf
Putri, Indha Novita. 2013. Spasialisasi dan Konglomerasi Media (Analisis Deskriptif
Ekonomi Politik Media Pada Kelompok Kompas Gramedia. Diakses pada 8 Desember
2014 pukul 14.15 dari
http://www.academia.edu/4134627/JURNAL_INDHA_NOVITA_0811223106
Reese, Stephen D. 2007. Journalism Research and The Hierarchy of Influences Model.
Diakses pada 21 November pukul 19.00 dari
http://www.google.com/url?q=http://sbpjor.org.br/ojs/include/getdoc.php%3Fid%3D4
17%26article%3D134%26mode%3Dpdf&sa=U&ei=uuJ2VIeTCMGxuQTp8YC4DQ
&ved=0CBQQFjAA&sig2=pu_saueOfN4DrQKtR3WuYA&usg=AFQjCNGyh3nR51
S5IEwRwe3s4XM0GnH-1g
Republika Online. 17 Januari 2014. Jaga Independensi Media di Pemilu 2014. Diakses pada
24 November pukul 19.00 dari
http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/14/01/17/mzjhxh-jagaindependensi-media-di-pemilu-2014
Rumah Pemilu. 2014. KPI Rekam Keberpihakan Media Penyiaran Melalui Berita dan Iklan.
Diakses pada 27 November pukul 17.00 dari
http://www.rumahpemilu.org/in/read/5940/KPI-Rekam-Keberpihakan-MediaPenyiaran-Melalui-Berita-dan-Iklan
Siregar, Amir Effendi. 2014. Menakar Independensi Media. Diakses pada 27 November
pukul 15.00 dari
http://www.matamassa.org/blog/2014/05/28/menakar-independensimedia.html#.VHca4457QS1
Soares, Singgih. 2014. Dewan Pers Minta Bos Media Hormati Kode Etik. Diakses pada 27
November pukul 19.00 dari
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565564/Dewan-Pers-Minta-BosMedia-Hormati-Kode-Etik
16 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Soares, Singgih. 2014. 7 Media Ini Dituding Berpihak dan Tendesius. Diakses pada 27
November pukul 15.00 dari
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-DitudingBerpihak-dan-Tendensius
Diakses pada 20 November pukul 19.00 dari
http://eprints.undip.ac.id/38472/2/Bab_1.pdf
Diakses pada 20 November pukul 19.00 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26233/4/Chapter%20I.pdf
17 Pengaruh Orientasi..., Catrina, FISIP UI, 2014
Download