EFEKTIVITAS EKSTRAK LIDAH BUAYA Aloe vera UNTUK

advertisement
EFEKTIVITAS EKSTRAK LIDAH BUAYA Aloe vera
UNTUK PENGOBATAN INFEKSI Aeromonas hydrophila
PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. MELALUI PAKAN
IKBAL KAMALUDIN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
EFEKTIVITAS EKSTRAK LIDAH BUAYA Aloe vera
UNTUK PENGOBATAN INFEKSI Aeromonas hydrophila
PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. MELALUI PAKAN
IKBAL KAMALUDIN
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
:
Efektivitas ekstrak lidah buaya Aloe vera untuk
pengobatan infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan
lele dumbo Clarias sp. melalui pakan.
Nama Mahasiswa
:
Ikbal Kamaludin
Nomor Pokok
:
C.14062559
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Munti Yuhana
Dr. Sri Nuryati
NIP. 19691220 199403 2 002
NIP. 19720606 199512 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Odang Carman
NIP. 19591222 198601 1 001
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
EFEKTIVITAS EKSTRAK LIDAH BUAYA Aloe vera UNTUK
PENGOBATAN INFEKSI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE
DUMBO Clarias sp. MELALUI PAKAN
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
IKBAL KAMALUDIN
C.14062559
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Efektivitas ekstrak lidah buaya Aloe vera untuk pengobatan infeksi
Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. melalui pakan”.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
penyelesaian skripsi ini, diantaranya :
1.
Kedua orang tua penulis, Ir. Unang Supriadi dan Nina Tresnasari, serta adik
tersayang Yunita Puspitasari dan keluarga besar Enung Murba dan Achmad
Syafari, atas doa dan dukungan baik moril maupun materil yang sangat
besar artinya bagi perjalanan hidup penulis.
2.
Dr. Munti Yuhana dan Dr. Sri Nuryati selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan baik secara teknis
maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik, juga Dr. Nur Bambang Priyo Utomo selaku
dosen penguji pada saat ujian skripsi.
3.
Meika Purnamasyari, S.E atas segenap perhatian, dukungan dan
pengorbanan sehingga memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
dengan penuh semangat.
4.
Rekan-rekan LKI, Rekan-rekan satu angkatan (BDP 43), dan rekan-rekan
Wisma byru.
5.
Staf pengajar serta Tata Usaha Departemen Budidaya Perairan, yang telah
memberikan banyak ilmu serta membantu berjalannya proses seminar dan
siding
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
Ikbal Kamaludin
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Cianjur pada tanggal 6 Oktober 1987. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara, dengan ayah bernama Unang Supriadi dan ibu
bernama Nina Tresnasari.
Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis adalah SDN
Ciranjanggirang II pada tahun 2000, SLTPN 1 Bojongpicung pada tahun 2003,
dan SMAN 1 Ciranjang pada tahun 2006. Dalam tahun yang sama penulis
berhasil masuk Institut Pertanian Bogor pada program studi Teknologi dan
Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktek Lapang
di Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok, Sekotong, Nusa Tenggara Barat pada
tahun 2009. Penulis sempat beberapa kali menjadi asisten praktikum baik untuk
program Sarjana (S1) maupun Diploma (D3) IPB, yaitu pada mata kuliah
Fisiologi dan Reproduksi Organisme Akuatik (S1), Engineering Akuakultur (S1
dan D3), Akuabisnis (D3), Dasar-dasar mikrobiologi Akuatik (S1 dan D3), dan
Penyakit Organisme Akuatik (S1). Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai
Organisasi kemahasiswaan, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), sebagai staf Departemen Sosial dan
Lingkungan (SOSLING) periode 2007-2008, Staf Depertemen Pengembangan
Sumberdaya Manusia (PSDM) Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA)
periode 2007-2008, dan Ketua Komisi Negosiasi dan Advokasi Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) FPIK periode 2008-2009. Penulis beberapa kali
berhasil mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), yaitu pada tahun 2008
dengan judul “Komersialisasi Kecap Ikan Nila (Oreochromis niloticus) „KECAPIN‟ sebagai Diversifikasi Produk Ikan Air Tawar dengan Metode Pemasaran Place
MIX”, dan dua PKM pada tahun 2009 dengan judul “Pengembangan Usaha Ikan
Badut Amphiprion ocellaris pada Sistem Resirkulasi Berbasis In Land
Aquaculture”, dan “Komersialisasi Bubur Ikan Asap „Bubur Insap‟ Usaha
Mengembangkan Bubur Khas Indonesia Bernilai Gizi Tinggi“.
Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi
yang diberi judul “Efektivitas Ekstrak Lidah Buaya Aloe vera untuk
Pengobatan Infeksi Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.
Melalui Pakan”.
ABSTRAK
IKBAL KAMALUDIN. Efektivitas Ekstrak Lidah Buaya Aloe vera untuk
Pengobatan Infeksi Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.
Melalui Pakan. Dibimbing oleh MUNTI YUHANA dan SRI NURYATI.
Infeksi bakteri Aeromonas hydrophila merupakan salah satu penyebab Motile
Aeromonad Septicemia (MAS). Pada penelitian ini, pakan yang mengandung
ekstrak lidah buaya diaplikasikan sebagai imunostimulan untuk mengobati
penyakit MAS pada ikan lele dumbo Clarias sp. Dosis ekstrak lidah buaya yang
ditambahkan ke dalam pakan adalah 10, 20, dan 40 g/kg bobot kering. Ikan uji
diberikan pakan perlakuan selama 7 hari setelah uji tantang. Gejala klinis diamati
setiap hari pasca uji tantang, sedangkan uji hematologi diamati pada hari ke-3, 5,
dan 8 pasca uji tantang. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pakan yang
mengandung ekstrak lidah buaya sebanyak 10, 20, dan 40 g/kg dapat mengurangi
tingkat mortalitas dan gejala klinis jika dibandingkan dengan kontrol negatif dan
kontrol positif. Dosis 40 g/kg menunjukkan hasil terbaik dan berbeda nyata
dengan dosis yang lain. Gambaran darah menunjukkan kecenderungan yang tidak
spesifik antara dosis 10, 20, 40 g/kg yang diwakili oleh jumlah eritrosit, total
leukosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin.
Kata kunci: lidah buaya, imunostimulan, Motile Aeromonas Septicemia
ABSTRACT
IKBAL KAMALUDIN. Effectivity of Aloe vera Extract to Treat Aeromonas
hydrophila Infection in Catfish (Clarias sp.). Supervised by MUNTI YUHANA
and SRI NURYATI.
Aeromonas hydrophila infection is one of problem causes Motile Aeromonas
Septicemia (MAS). In this study, diets containing crude aloe vera extract as
immunostimulant was applied to treat MAS disease in Clarias sp. Dosages of
crude Aloe vera extract added in commercial diets were 10, 20, and 40 g/kg.
Experimental fish were fed daily for 7 days after challenge tests, whereas the
haemotological tests were observed at 3, 5, 8 days post infection. The results
showed that diets containing 10, 20, and 40 g/kg of aloe extract reduced the
mortality and clinical signs of wounds compared to those of control fish. Dosages
40 g/kg showed best effect and significantly different with another dosages. Fish
haemotology showed no specific trends at different dosages which represented by
values of eritrocyte, leucocyte, hematocryte, and haemoglobine.
Keywords : Aloe vera, immunostimulan, Motile Aeromonad Septicemia
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
II. BAHAN DAN METODE ......................................................................
3
2.1
Pengadaptasian Ikan Uji ..............................................................
3
2.2
Penyediaan Bakteri Uji................................................................
3
2.3
Pembuatan Sediaan Mengandung Ekstrak Lidah Buaya.............
4
2.4
Aplikasi Imunostimulan Ekstrak Lidah Buaya dalam Pakan
untuk Mengobati Penyakit MAS secara Uji tantang dan in vivo .
4
Parameter yang Diamati ..............................................................
5
2.5.1
2.5.2
2.5.3
2.5.4
2.5.5
2.5.6
2.5.7
Respons Makan ...............................................................
Kelangsungan Hidup Ikan ...............................................
Gejala Klinis ....................................................................
Perubahan Bobot .............................................................
Hematologi ......................................................................
Kualitas Air .....................................................................
Pengamatan Organ Dalam ...............................................
5
5
6
6
7
9
9
Rancangan Penelitian ..................................................................
9
2.5
2.6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 10
3.1
Penyediaan Bakteri Uji, Postulat Koch dan Identifikasi bakteri .. 10
3.2
Respons Makan dan Pertambahan Bobot Ikan ............................ 11
3.3
Gejala Klinis dan Survival rate (SR) Ikan .................................. 13
3.4
Hematologi Ikan .......................................................................... 21
3.5
Pengamatan Organ Dalam ........................................................... 24
3.6
Kualitas air .................................................................................. 26
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 28
4.1 Kesimpulan....................................................................................... 28
4.2 Saran ................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 29
LAMPIRAN .................................................................................................. 33
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila .....................................
10
2. Kriteria hasil uji identifikasi bakteri A. hydrophila secara biokimia. .......
10
3. Jumlah konsumsi pakan harian (gram) ikan lele dumbo Clarias sp.
pada perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, dan pemberian ekstrak
lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), dari H1 sampai H7 pasca uji
tantang. ....................................................................................................
11
4. Respons makan ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), dan pemberian ekstrak
lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt) selama masa percobaan. .................
11
5. Kualitas air media pemeliharaan ikan lele Clarias Sp. pada perlakuan
kontrol negatif (KN), Kontrol positif (KP), dan pemberian ekstrak
lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), selama masa percobaan. .................
27
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Perubahan bobot ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
ekstrak lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, dan KP pada awal
dan akhir percobaan .................................................................................
13
2. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele kontrol negatif ..........................
14
3. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele kontrol positif ...........................
15
4. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele perlakuan dosis ekstrak lidah
buaya 10 ppt .............................................................................................
16
5. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele perlakuan dosis ekstrak lidah
buaya 20 ppt .............................................................................................
17
6. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele perlakuan dosis ekstrak lidah
buaya 40 ppt .............................................................................................
18
7. Tingkat kelangsungan hidup perlakuan kontrol negatif, kontrol positif,
dan pemberian ekstrak lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), selama
masa perlakuan .........................................................................................
20
8. Jumlah eritrosit (A) ; Total leukosit (B) ; Kadar hemoglobin (C) ;
Kadar hematokrit (D) ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, dan 40 ppt, KN, KP)
pasca uji tantang .......................................................................................
22
9. Organ dalam ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP pada
akhir percobaan (keterangan : a = hati ; b = empedu ; c = ginjal ; d =
limpa)........................................................................................................
25
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Ikhtisar berbagai penelitian penanganan bakteri Aeromonas
hydrophila dengan menggunakan bahan-bahan fitofarmaka............
34
2.
Tagging (penomoran) ikan lele dumbo Clarias sp. ............................
43
3.
Bahan-bahan larutan Hayem, Turk, PBS (Phospat Buffer Saline)
dan Anti Koagulan ..............................................................................
44
4.
Perhitungan jumlah sel darah .............................................................
45
5.
Persentase pakan terkonsumsi selama masa pemeliharaan pada
perlakuan kontrol positif (KP), kontrol negatif (KN), dan perlakuan
dosis (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt). ............................................................
46
Pertambahan bobot ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, dan KP
pada awal dan akhir percobaan ...........................................................
48
Mortalitas harian ikan lele dumbo Clarias sp. pada perlakuan
pemberian imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, dan 40 ppt),
KN, KP pasca uji tantang....................................................................
49
Eritrosit ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP pasca
uji tantang ............................................................................................
50
Leukosit ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP pasca
uji tantang ............................................................................................
52
Hematokrit ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP pasca
uji tantang ............................................................................................
53
Hemoglobin ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP pasca
uji tantang ............................................................................................
54
6.
7.
8.
9.
10.
11.
v
I. PENDAHULUAN
Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air
tawar yang bernilai ekonomis tinggi. Berdasarkan data dari KKP (2010),
permintaan lele ukuran konsumsi untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok,
Tanggerang, dan Bekasi (Jabodetabek) setiap harinya sekitar 150 ton, dan 65-70%
(± 100 ton per hari) diserap oleh warung tenda.
Saat ini sebagian besar kegiatan budidaya ikan lele dumbo dilakukan dengan
menggunakan sistem budidaya intensif. Sistem ini dilakukan untuk memperoleh
hasil produksi yang maksimal dengan luas lahan yang minimal. Sistem budidaya
intensif yang menerapkan padat penebaran tinggi menyebabkan ikan lebih rentan
terserang penyakit. Pemeliharaan ikan lele dumbo sebagai ikan komoditas
budidaya seringkali terkendala oleh penyakit Motile Aeromonad Septicemia
(MAS) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila.
Penanggulangan penyakit pada sistem budidaya umumya menggunakan
antibiotik. Akan tetapi, penggunaan antibiotik saat ini sudah dilarang karena dapat
menimbulkan efek resisten pada bakteri patogen serta mengakibatkan pencemaran
pada lingkungan. Penggunaan antibiotik pada ikan konsumsi dapat meninggalkan
residu pada tubuh inangnya, sehingga tidak aman apabila terkonsumsi oleh
manusia, karena dapat menyebabkan efek resistensi pada bakteri yang bersifat
infectious bagi manusia. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengobatan lain
yang lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek resisten terhadap
bakteri.
Pengobatan tradisional dengan fitofarmaka dan pemanfaatan bahan obat
alamiah lainnya mulai menjadi perhatian dunia sekarang. Hal ini disebabkan
karena obat kemoterapi serta obat kimia lainnya mempunyai efek samping yang
mengganggu keseimbangan kesehatan dan lingkungan (Simanungkalit, 2000).
Beberapa bahan fitofarmaka telah digunakan untuk menanggulangi penyakit
MAS, baik untuk pencegahan maupun pengobatan, diantaranya adalah paci-paci,
daun papaya, jeruk nipis, meniran, bawang putih, daun ketapang, mahkota dewa,
lidah buaya, daun jambu biji, sambilooto, dan daun sirih (Lampiran 1).
1
Daun lidah buaya telah dilaporkan mengandung beberapa bahan therapeutic
penting, termasuk untuk mempercepat peyembuhan luka, immunostimulan, anti
kanker, dan anti virus pada mamalia (Stuart et al., 1997). Penggunaan lidah buaya
sebagai immunostimulan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
telah dilakukan pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) oleh Faridah (2010) dengan
menggunakan dosis 5, 10, dan 20 ppt yang dicampur dengan pakan komersil.
Untuk itu perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui efektivitas ekstrak
lidah buaya dalam mengobati ikan lele yang diinfeksi bakteri Aeromonas
hydrophila. Pada penelitian ini digunakan beberapa dosis ekstrak lidah buaya
dengan metode pancampuran melalui pakan, untuk mengobati penyakit MAS
pada ikan lele dumbo. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis efektif
ekstrak lidah buaya yang diaplikasikan melalui pencampuran pada pakan, sebagai
upaya mengobati penyakit MAS pada ikan lele dumbo Clarias sp.
2
II. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pengadaptasian ikan
terhadap lingkungan uji, penyediaan bakteri uji, pembuatan sediaan pakan
mengandung ekstrak lidah buaya, aplikasi pengobatan penyakit MAS dengan
melakukan uji tantang dan uji in vivo skala laboratorium.
2.1 Pengadaptasian Ikan Uji
Ikan lele dumbo Clarias sp. yang digunakan berasal dari daerah Bogor
berukuran 11-13 cm dengan bobot rata-rata antara 13-15 gram per ekor. Sebelum
dimasukan ke dalam akuarium, ikan terlebih dahulu direndam dalam larutan
garam 30 ppt selama kurang lebih 2 menit untuk mereduksi patogen eksternal
yang melekat pada tubuh ikan. Setelah itu sebanyak masing-masing 7 ekor ikan
dimasukan ke dalam 15 akuarium yang telah didesinfeksi. Ikan dipelihara selama
2 minggu sampai kondisinya benar-benar stabil dengan nafsu makan yang tinggi
dan tidak terjadi kematian. Selama proses adaptasi, ikan diberi pakan komersil
sebanyak 2 kali sehari menggunakan metode at satiation.
2.2 Penyediaan Bakteri Uji
Bakteri A. hydrophila yang ditumbuhkan pada media Tripticase Soy Agar
(TSA) berasal dari koleksi Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sebelum digunakan, bakteri tersebut diidentifikasi terlebih dahulu dengan metode
pewarnaan Gram dan serangkaian uji Biokimia yang terdiri dari uji O/F, motilitas,
katalase, oksidase, dan gelatin. Selanjutnya virulensi bakteri ditingkatkan dengan
melakukan Postulat Koch sebanyak 4 kali, sampai bakteri benar-benar virulen.
Setelah itu bakteri disolasi dan dilakukan uji pewarnaan Gram serta uji biokimia
kembali, untuk memastikan bahwa bakteri hasil Postulat Koch merupakan bakteri
A. hydrophila.
3
2.3 Pembuatan Sediaan Mengandung Ekstrak Lidah Buaya
Ekstrak lidah buaya yang digunakan untuk perlakuan berupa serbuk dan
berasal dari Balai Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO), Cimanggu, Bogor.
Pembuatan campuran pakan dengan lidah buaya diawali dengan ditimbangnya
lidah buaya (bobot kering) sesuai dengan dosis yang diperlukan: 0 g/kg pakan
(kontrol), 10 g/kg (dosis 10 ppt), 20 g/kg (dosis 20 ppt), dan 40 g/kg (dosis 40
ppt).
Langkah selanjutnya adalah ekstrak lidah buaya yang telah ditimbang
dicampurkan dengan putih telur sebanyak 2% dari bobot pakan, dan diaduk
hingga merata pada sebuah mortar. Setelah itu sejumlah pakan yang sudah
ditimbang sesuai dengan kebutuhan untuk masing-masing perlakuan dimasukan
ke dalam mortar, lalu diaduk merata dengan menggunakan sendok makan. Pakan
yang telah tercampur merata dengan ekstrak lidah buaya selanjutnya
dikeringudarakan, dan dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -20oC. Pakan
tersebut telah siap digunakan.
2.4 Aplikasi Imunostimulan Ekstrak Lidah Buaya dalam Pakan untuk
Mengobati Penyakit MAS secara Uji tantang dan in vivo
Ikan yang telah melalui proses adaptasi kemudian diseleksi menjadi 5 ekor
per akuarium untuk perlakuan. Ikan selanjutnya diuji tantang dan ditagging. Pada
saat uji tantang, perlakuan kontrol negatif diinjeksi dengan Posphate Buffered
Saline (PBS) (Lampiran 3) sebanyak 0,1 ml, sedangkan untuk perlakuan kontrol
positif dan perlakuan dosis ekstrak lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, dan 40 ppt)
diinjeksi dengan bakteri A. hydrophila hasil Postulat Koch dengan dosis 108
cfu/ml sebanyak 0,1 ml yang mengacu pada hasil LD50 (Faridah, 2010). Tagging
dilakukan dengan cara melubangi sirip ikan menggunakan besi panas. Jumlah dan
letak lubang disesuaikan dengan penomoran ikan yang mengacu pada kurniawan
(2010) (Lampiran 2). Pemberian pakan perlakuan dimulai 1 hari setelah ikan diuji
tantang. Frekuensi pemberian pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada
pagi, siang, dan sore hari dengan metode at satiation. Jumlah pakan yang
dikonsumsi dicatat dengan cara menghitung selisih bobot pakan awal dengan sisa
4
pakan. Pemberian pakan perlakuan dilakukan sampai 7 hari pasca uji tantang, dan
diamati selama 7 hari pasca uji tantang.
2.5
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati meliputi respons makan, tingkat kelangsungan
hidup, gejala klinis, perubahan bobot, hematologi, kualitas air, serta pengamatan
organ dalam.
2.5.1
Respons Makan
Respons makan pada ikan diukur secara visual dan dianalisis secara
deskriptif setiap hari, yaitu 7 hari sebelum dan sesudah ikan diuji tantang.
Pengamatan respons makan dilakukan dengan pemberian skor sebagai berikut:
-
= Tidak ada respons makan (∑ pakan terkonsumsi 0-10%)
+
= Respons makan rendah (∑ pakan terkonsumsi 11-40%)
++
= Respons makan sedang (∑ pakan terkonsumsi 41-70%)
+++
= Respons makan tinggi (∑ pakan terkonsumsi 71-100%)
x
= Tidak diberi pakan.
2.5.2
Kelangsungan Hidup Ikan
Perhitungan jumlah ikan yang mati dilakukan setelah ikan lele diuji tantang
sampai hari ke-14 pasca uji tantang. Tingkat kelangsungan hidup ikan dihitung
dengan rumus :
Keterangan :
SR : Tingkat kelangsungan hidup %
Nt : Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)
No : Jumlah ikan yang hidup pada uji tantang (ekor)
5
2.5.3
Gejala Klinis
Gejala klinis diamati secara visual setiap hari setelah ikan diuji tantang
sampai akhir masa pemeliharaan selama kurun waktu 7 hari. Perkembangan dan
perubahan dari gejala klinis yang timbul diamati dengan melakukan skoring,
mengikuti sistem skoring seperti yang dilakukan Faridah (2010) yang merupakan
modifikasi dari Angka (2005), yaitu sebagai berikut :
Radang
Nilai skor = 1
Hemoragi
Nilai skor = 2
Radang dan hemoragi
Nilai skor = 3
Nekrosis
Nilai skor = 4
Radang dan Nekrosis
Nilai skor = 5
Hemoragi dan Nekrosis
Nilai skor = 6
Radang, Hemoragi, dan Nekrosis
Nilai skor = 7
Tukak
Nilai skor = 8
Mati
Nilai skor = 9
Sembuh atau Normal
Nilai skor = 0
Radang merupakan gejala yang timbul akibat adanya patogen yang masuk
ke dalam tubuh inang dan menyebabkan infeksi. Gejala yang nampak adalah
berupa pembengkakan pada permukaan tubuh dan adanya perubahan warna.
Hemoragi merupakan suatu proses keluarnya darah dari sistem pembuluh darah
sebagai akibat adanya luka. Nekrosis adalah kematian sel yang diakibatkan
kerusakan sel secara akut, ditandai dengan adanya jaringan otot mati yang masih
menempel pada permukaan tubuh ikan. Tukak adalah luka terbuka akibat lepasnya
jaringan otot yang sudah mati pada permukaan tubuh.
2.5.4
Perubahan Bobot
Perubahan bobot diamati dengan cara menimbang bobot ikan saat uji
tantang dan pada akhir masa pengamatan. Nilai perubahan bobot diketahui dengan
cara menghitung selisih bobot ikan pada akhir masa pengamatan dengan bobot
ikan pada saat uji tantang.
6
2.5.5
Hematologi
Pengamatan gambaran darah ikan selama penelitian meliputi jumlah
eritrosit, total leukosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin. Pasca uji tantang,
darah ikan diambil dari vena caudal dengan menggunakan syringe. Syringe dan
eppendorf yang akan digunakan dibilas terlebih dahulu dengan anti koagulan
(Lampiran 3). Ikan disuntik dari belakang anal kearah tulang sampai menyentuh
tulang vertebrae. Darah dihisap perlahan kemudian dimasukkan ke dalam
eppendorf (Svobodova et al., 1991). Pengamatan gambaran darah dilakukan pada
H-1 sebelum uji tantang, dan H3, H5, H8 pasca uji tantang.
2.5.5.1 Penghitungan Jumlah Eritrosit (Svobodova et al., 1991)
Penghitungan jumlah eritrosit yaitu darah sampel dihisap dengan pipet yang
berisi bulir pengaduk warna merah sampai skala 0,5, selanjutnya ditambah
Larutan Hayem (Lampiran 3) sampai skala 101. Darah dalam pipet diaduk dengan
cara menggoyangkan pipet membentuk angka delapan selama 3-5 menit sehingga
darah tercampur rata. Dua tetes pertama larutan darah dalam pipet tersebut
dibuang, selanjutnya larutan darah tersebut diteteskan di atas haemocytometer
yang telah diletakkan gelas penutup di atasnya. Jumlah sel darah merah dapat
dihitung dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 400x. Perhitungan
dilakukan pada 5 kotak besar haemocytometer dan jumlahnya dihitung dengan
rumus (Nabib dan Pasaribu, 1989) (Lampiran 4) :
2.5.5.2 Penghitungan Total leukosit (Svobodova et al., 1991)
Penghitungan jumlah leukosit yaitu darah sampel dihisap dengan pipet yang
berisi bulir pengaduk warna putih sampai skala 0,5 kemudian ditambahkan
Larutan Turk‟s (Lampiran 3) sampai skala 11. Darah dalam pipet diaduk dengan
cara menggoyangkan pipet membentuk angka delapan selama 3-5 menit sehingga
darah tercampur rata. Dua tetes pertama larutan darah dalam pipet tersebut
dibuang, selanjutnya larutan darah tersebut diteteskan di atas haemocytometer
7
yang telah diletakkan gelas penutup di atasnya. Jumlah sel darah merah dapat
dihitung dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 400x. Perhitungan
dilakukan pada 5 kotak besar haemocytometer dan jumlahnya dihitung dengan
rumus (Nabib dan Pasaribu, 1989) (Lampiran 4):
2.5.5.3 Pengukuran Nilai Hematokrit (Chinabut et al., 1991)
Pengukuran
kadar
hematokrit
yaitu
dengan
cara
ujung
tabung
mikrohematokrit dicelupkan ke dalam tabung yang berisi darah. Darah diambil
sebanyak ¾ bagian tabung. Ujung tabung yang telah berisi darah ditutup dengan
crytoceal dengan cara menancapkan ujung tabung ke dalam crytoceal kira-kira
sedalam 1 mm sehingga terbentuk sumbat crytoceal. Tabung mikrohematokrit
tersebut disentrifuge selama 5 menit pada 5000 rpm dengan posisi tabung yang
bervolume sama berhadapan agar putaran sentrifuse seimbang.
Panjang bagian darah yang mengendap dan panjang total volume darah yang
terdapat di dalam tabung diukur dengan menggunakan penggaris. Kadar
hematokrit merupakan banyaknya sel darah (digambarkan dengan padatan atau
endapan) dalam cairan darah. Kadar hematokrit darah dapat dihitung dengan
rumus :
2.5.5.4 Pengukuran Kadar Hemoglobin
Pengukuran kadar hemoglobin yaitu dengan cara darah sampel dihisap
dengan pipet sahli sampai skala 20 mm3 atau pada skala 0,2 ml. Lalu ujung pipet
dibersihkan dengan kertas tisu. Darah dalam pipet dipindahkan ke dalam tabung
Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (merah). Darah tersebut lalu
diaduk dengan batang pengaduk selama 3-5 menit. Akuades ditambahkan ke
dalam tabung sampai warna darah tersebut seperti warna larutan standar yang ada
8
dalam Hb-meter tersebut. Skala hemoglobin dapat dilihat pada skala jalur gr %
(kuning) yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah.
2.5.6
Kualitas Air
Kualitas air diamati pada awal dan akhir percobaan terdiri dari pH, suhu,
DO (Dissolve Oxygen), dan TAN (Total Amonia Nitrogen).
2.5.7
Pengamatan Organ Dalam
Organ dalam yang diamati meliputi organ hati, empedu, limpa dan ginjal.
Pengamatan organ dalam dilakukan secara visual pada akhir masa pengamatan
dengan cara membedah ikan perlakuan. Kelainan yang diamati berupa perubahan
warna dan ukuran organ dalam.
2.6 Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan desain rancangan acak lengkap (RAL), yang dibagi
kedalam 5 kelompok perlakuan dan masing-masing terdiri dari 3 ulangan. Adapun
kelompok perlakuannya adalah sebagai berikut :
A : 0 g ekstrak lidah buaya per kg pakan (KN) + diinjeksi PBS
B : 0 g ekstrak lidah buaya per kg pakan (KP) + diinjeksi A. hydophila
C : 10 g ekstrak lidah buaya per kg pakan (10 ppt) + diinjeksi A. hydophila
D : 20 g ekstrak lidah buaya per kg pakan (20 ppt) + diinjeksi A. hydophila
E : 40 g ekstrak lidah buaya per kg pakan (40 ppt) + diinjeksi A. hydophila
Tabulasi dan analisis data dilakukan dengan mengunakan program
Ms.Office Excel 2010 dan SPSS 16 dengan selang kepercayaan 95%.
9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Penyediaan Bakteri Uji, Postulat Koch dan Identifikasi Bakteri
Berdasarkan hasil pengujian terhadap bakteri A. hydrophila menunjukkan
bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri yang virulen, dan semakin meningkat
virulensinya setelah dilakukan isolasi ulang bakteri dari ikan lele yang diinfeksi A.
hydrophila (Postulat Koch). Hal tersebut ditandai dengan munculnya tukak pada
tubuh ikan lele pasca uji tantang pada saat uji virulensi.
Setelah dilakukan uji pewarnaan Gram dan uji biokimia pada isolat A
(bakteri dari LKI) dan isolat B (bakteri hasil Postulat Koch), menunjukkan bahwa
kedua bakteri tersebut adalah bakteri A. hydrophila. Hasil uji ditunjukkan pada
Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila sebelum (A) dan setelah
uji Postulat Koch (B).
Isolat
A
B
Morfologi Koloni
Warna
Elevasi
Krem
Krem
Cembung
Cembung
Uji Biokimia
Tepian Gram Motilitas O/F Oksidase Katalase Gelatinase
Halus
Halus
-
+
+
F
F
+
+
+
+
+
+
Berdasarkan hasil tersebut dapat dipastikan bahwa bakteri yang digunakan
untuk uji tantang merupakan bakteri A. hydrophila. Hasil ini sesuai dengan BSNI
(2009), yang menyatakan bahwa bakteri dinyatakan A. hydrophila apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut (Tabel 2).
Tabel 2. Kriteria hasil uji identifikasi bakteri A. hydrophila secara biokimia
(BSNI, 2009).
No.
1
2
3
4
Test
Pewarnaan Gram
Uji motilitas
Uji oksidasi
Uji oksidatif-fermentatif
Hasil reaksi
Gram negatif, bentuk batang pendek
Motil
Positif oksidatif
Positif O/F
10
3.2 Respons Makan dan Pertambahan Bobot Ikan
Respons makan dan banyaknya pakan yang dikonsumsi (Tabel 3) oleh ikan
selama masa percobaan (Lampiran 5), akan mempengaruhi efektivitas
pengobatan. Semakin banyak pakan perlakuan yang dimakan, maka semakin
efektif pula proses pengobatan, karena akan semakin banyak ekstrak lidah buaya
yang dikonsumsi oleh ikan.
Tabel 3. Jumlah konsumsi pakan harian (gram) ikan lele dumbo Clarias sp. pada
perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, dan pemberian ekstrak lidah
buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), dari H1 sampai H7 pasca uji tantang.
Perlakuan
KN
KP
10 ppt
20 ppt
40 ppt
1
4,30
0,25
0,50
0,58
1,00
2
6,00
1,43
1,63
1,68
2,74
Jumlah konsumsi pakan harian pada hari ke
3
4
5
6
6,00
4,11
3,90
2,06
0,67
0,79
0,67
0,66
2,19
2,23
2,30
2,31
2,02
2,33
2,59
2,48
3,98
3,21
3,44
4,18
7
2,76
0,68
2,59
2,43
3,40
Selama dilakukan percobaan, terjadi fluktuasi respons makan pada ikan
terhadap pakan yang diberikan. Berikut ini adalah respons makan pada ikan lele
terhadap pakan perlakuan, yang teramati selama dilakukan percobaan (Tabel 4).
Tabel 4. Respons makan ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian kontrol
negatif (KN), kontrol positif (KP), dan pemberian ekstrak lidah buaya
(10 ppt, 20 ppt, 40 ppt) selama masa percobaan.
Hari
Ke
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
KP
Ulangan
1
2
3
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
x
x
x
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Respons makan pada perlakuan
KN
10 ppt
20 ppt
Ulangan
Ulangan
Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
x
x
x
x
x
x
x
x
x
++ +++ ++
+++ +++ +++
+
+
+
+
+
+
+++ +++ +++ ++
++
+
+
++
+
+++ +++ ++
++
++
++
++ +++ ++
+++ +++ ++
++ +++ ++ +++ +++ ++
++ +++ ++
++ +++ ++ +++ +++ ++
++ +++ ++ +++ +++ ++ +++ +++ ++
40 ppt
Ulangan
1
2
3
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++
x
x
x
+
+
++
+
++
++
+
++ +++ ++
+++ +++ ++
+++ +++ +++
+++ +++ ++
11
Keterangan : x
+
++
+++
= Tidak diberi pakan
= Respons makan tidak ada
= Respons makan rendah
= Respons makan sedang
= Respons makan tinggi
Respons makan setiap ikan uji sebelum dilakukan penyutikan, baik dengan
PBS maupun bakteri A. hydrophila memiliki respons yang tinggi. Perubahan
respons makan ikan uji pada setiap perlakuan terjadi setelah ikan disuntik untuk
diuji tantang. Respons makan ikan uji setelah uji tantang memiliki kecenderungan
menurun. Hal ini dikarenakan ikan mengalami stress ketika dilakukan
penyuntikan, sehingga nafsu makannya berkurang bahkan tidak mau makan.
Kondisi ini berlangsung selama 1 hari, hingga pada hari kedua pasca uji tantang
kondisinya mulai stabil dan respons makan kembali meningkat. Ikan uji pada
perlakuan kontrol negatif memiliki respons makan sedang, sedangkan pada
perlakuan 10 ppt, 20 ppt, dan 40 ppt menunjukan respons makan rendah dan
sedang. Respons makan pada kontrol negatif dan perlakuan ekstrak lidah buaya
lebih cepat kembali normal bila dibandingkan dengan kontrol positif. Terlihat
bahwa pada ikan uji kontrol positif memiliki respons makan rendah sampai akhir
masa perlakuan, sedangkan pada perlakuan kontrol negatif dan ekstrak lidah
buaya menunjukkan respons makan sedang dan tinggi mulai hari keempat.
Tinggi rendahnya respons makan pada ikan uji berkaitan erat dengan
pertambahan bobot (Gambar 1). Berdasarkan hasil pengamatan bobot ikan uji,
diketahui bahwa perubahan bobot antar pelakuan tidak berbeda nyata (Lampiran
6). Hal ini karena respons makan ikan uji pada setiap perlakuan relatif sama
sampai akhir perlakuan.
12
Keterangan, data (rerata bobot ± SD) pada waktu pengamatan yang sama dengan huruf berbeda
menunjukkan perbedaan hasil yang nyata (p<0,05)
Gambar 1. Perubahan bobot ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
ekstrak lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, dan KP pada awal
( ) dan akhir percobaan ( ).
3.3 Gejala Klinis dan Survival rate (SR) Ikan
Gejala klinis yang teramati pada setiap perlakuan secara umum
menunjukkan gejala yang serupa pada waktu pengamatan yang sama (Gambar 2,
3, 4, 5, dan 6). Skoring diberikan sesuai dengan tingkat kerusakan klinis yang
terjadi pada permukaan tubuh ikan. Semakin parah kerusakan klinis, maka
skornya akan semakin tinggi. Gejala klinis yang muncul pada perlakuan dosis dan
kontrol positif berupa hemoragi, radang, nekrosis, dan tukak dengan panjang
yang berbeda-beda pada setiap ikan. Pada ikan kontrol negatif tidak terjadi
kelainan gejala klinis. Hal ini dikarenakan ikan lele kontrol negatif diinjeksi
dengan cairan PBS.
13
Kontrol Negatif
H1 pasca uji tantang
(Normal)
H3 pasca uji tantang
(Normal)
H5 pasca uji tantang
(Normal)
H7 pasca uji tantang
(Normal)
Gambar 2. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele kontrol negatif.
14
Kontrol Positif
H1 pasca uji tantang
(Radang dan hemoragi)
H2 pasca uji tantang
(Hemoragi dan nekrosis)
H3 pasca uji tantang
(Tukak)
H4 pasca uji tantang
(Ikan mengalami kematian)
Gambar 3. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele kontrol positif.
15
Perlakuan 10 ppt
H1 pasca uji tantang
(Radang dan Hemoragi)
H3 pasca uji tantang
(Tukak)
H5 pasca uji tantang
(Tukak mengecil)
H7 pasca uji tantang
(Tukak semakin mengecil)
Gambar 4. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele perlakuan dosis ekstrak lidah
buaya 10 ppt.
16
Perlakuan 20 ppt
H1 pasca uji tantang
(Hemoragi dan Nekrosis)
H3 pasca uji tantang
(Tukak)
H5 pasca uji tantang
(Tukak mengecil)
H7 pasca uji tantang
(Sembuh)
Gambar 5. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele perlakuan dosis ekstrak lidah
buaya 20 ppt.
17
Perlakuan 40 ppt
H1 pasca uji tantang
(Hemoragi dan nekrosis)
H3 pasca uji tantang
(Tukak)
H5 pasca uji tantang
(Tukak mengecil)
H7 pasca uji tantang
(Sembuh)
Gambar 6. Pengamatan gejala klinis pada ikan lele perlakuan dosis ekstrak lidah
buaya 40 ppt.
18
Enzim-enzim ekotoksin dari A. hydrophila seperti protease dan elastase
diduga menyebabkan kerusakan pada permukaan tubuh yang terinfeksi, karena
pada jaringan otot dan saluran pembuluh darah terdapat banyak kandungan
protein. Ketika terjadi kerusakan pada pembuluh darah akibat eksotoksin, maka
darah akan keluar dari pembuluh darah dan terjadilah hemoragi pada permukaan
tubuh. Efek eksotoksin yang berkelanjutan akan menyebabkan semakin banyak
sel-sel pada jaringan otot mati, sehingga akan nampak gejala klinis berupa
nekrosis pada permukaan tubuh.
Rendahnya jumlah kematian ikan (Gambar 7) dan terjadinya penyembuhan
luka pada perlakuan pemberian dosis ekstrak lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, dan 40
ppt) menunjukan bahwa lidah buaya memiliki kemampuan untuk meningkatkan
imunitas pada ikan dan mempercepat penyembuhan luka. Menurut Morsy (1991),
kadar protein dalam lidah buaya secara kualitatif kaya akan asam amino esensial.
Seperti diketahui, bahwa protein dalam tubuh berperan untuk pembentukan
jaringan baru dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Rostita (2008)
menegaskan bahwa lidah buaya dapat berfungsi sebagai anti inflamasi, anti jamur,
anti bakteri dan mampu menstimulasi kekebalan tubuh. Kemampuan ekstrak lidah
buaya sebagai anti bakteri dan sebagai immunostimulan akan mampu menurunkan
aktifitas bakteri A. hydrophila, sehingga daya infeksinya semakin rendah. Kondisi
seperti ini akan membantu mempercepat proses pemulihan pada bagian tubuh
yang mengalami kelainan klinis, sehingga terjadi penyembuhan luka.
19
Gambar 7. Tingkat kelangsungan hidup perlakuan kontrol negatif, kontrol positif,
dan pemberian ekstrak lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), selama
masa perlakuan.
Kematian ikan uji perlakuan 40 ppt lebih rendah dibandingkan dengan
perlakuan lainnya, dan berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol positif dan
perlakuan dosis 10 ppt dan 20 ppt, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan
kontrol negatif. Perlakuan 10 ppt dan 20 ppt menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata (P>0,05) satu sama lain (Lampiran 7).
Tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan uji yang diberikan dosis perlakuan
10 ppt, 20 ppt, dan 40 ppt berturut-turut adalah 60,00 ± 0,00%, 60,00 ± 0,00%,
dan 90,00 ± 14.14%. Pada perlakuan kontrol positif tingkat kelangsungan hidup
hanya sebesar 40,00 ± 0,00%, sedangkan pada kontrol negatif tingkat
kelangsungan hidup mencapai 80,00% ± 0,00%. Perlakuan kontrol positif
memilki tingkat kelangsungan hidup terendah dibandingkan dengan perlakuan
lainnya, sedangkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi adalah pada perlakuan
dosis 40 ppt. Tingginya tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan dosis 40 ppt
menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya efektif dalam mengobati infeksi dan
menekan angka mortalitas ikan yang diakibatkan oleh serangan bakteri A.
hydrophila.
20
Rendahnya tingkat kelangsungan hidup ikan pada kontrol positif diduga
karena pakan yang diberikan tidak ditambahkan dengan ekstrak lidah buaya,
sehingga manfaat ekstrak lidah buaya yang dapat meningkatkan sistem imun tidak
terjadi pada ikan kontrol positif. Hal ini mengakibatkan ikan kontrol positif
menjadi lebih rentan terhadap penyakit MAS dan laju penyembuhan lukanya
lambat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ekstrak lidah buaya mampu
meningkatkan sistem imun ikan, seperti yang terjadi pada ikan yang diberikan
pakan dengan campuran ekstrak lidah buaya.
3.4 Hematologi Ikan
Sistem peredaran darah melayani banyak fungsi, namun secara umum
adalah sebagai sistem transportasi, antara lain untuk transportasi oksigen,
karbondioksida, sari-sari makanan, maupun hasil metabolisme. Darah membawa
substansi dari tempatnya dibentuk ke semua bagian tubuh dan menjaga tubuh
dapat melakukan fungsinya dengan baik (Fujaya, 2002). Pengetahuan tentang
sistem peredaran darah dapat membantu dalam memahami efek dari beberapa
masalah kesehatan ikan, baik yang disebabkan penyakit menular maupun tidak
menular (Wedemeyer, 1990). Penyimpangan fisiologis ikan akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada gambaran darah, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Parameter darah yang dapat memperlihatkan adanya gangguan adalah
nilai hematokrit, konsentrasi haemoglobin, jumlah eritrosit (sel darah merah), dan
jumlah leukosit (sel darah putih) (Lagler et al., 1977).
21
A
B
C
D
Keterangan, data (rerata hematologi) pada waktu pengamatan yang sama dengan huruf berbeda
menunjukkan perbedaan hasil yang nyata (p<0,05)
Gambar 8. Jumlah eritrosit (A) ; Total leukosit (B) ; Kadar hemoglobin (C) ;
Kadar hematokrit (D) ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt ( ), 20 ppt ( ), dan 40 ppt ( ),
KN ( ), KP ( ) pasca uji tantang.
Darah akan mengalami perubahan yang serius khususnya apabila terkena
penyakit infeksi (Amlacher, 1970). Berdasarkan gambar 8A, 8B, 8C, dan 8D
dapat diketahui bahwa secara kualitatif pemberian ekstrak lidah buaya
memberikan pengaruh terhadap jumlah eritrosit, total leukosit, kadar hemoglobin
dan hematokrit. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kecenderungan nilai kontrol
positif yang selalu lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, mulai H3
sampai H8.
Hasil gambaran darah pada H3 pasca uji tantang, menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak lidah buaya terlihat memberikan pengaruh nyata (P<0,05)
terhadap jumlah eritrosit (Gambar 8A), kadar hemoglobin (Gambar 8C), dan nilai
hematokrit (Gambar 8D). Jumlah eritrosit pada perlakuan kontrol negatif dan
perlakuan dosis 10 ppt berbeda nyata dengan kontrol positif, tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan dosis 20 ppt dan 40 ppt (Lampiran 8). Nilai hematokrit
kontrol negatif berbeda nyata dengan perlakuan dosis 10 ppt dan kontrol positif,
22
tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis 20 ppt, dan 40 ppt (Lampiran
10). Kadar hemoglobin perlakuan kontrol positif memiliki nilai paling rendah dan
berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya (Lampiran 11).
Hasil gambaran darah pada H5 pasca uji tantang, menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak lidah buaya tampak tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata (P>0,05) terhadap total leukosit (Gambar 8B), kadar hemoglobin (Gambar
8C) dan nilai hematokrit (Gambar 8D). Pemberian ekstrak lidah buaya hanya
tampak memberikan pengaruh nyata tarhadap nilai eritrosit (Gambar 8A). Nilai
eritrosit kontrol positif menunjukkan nilai yang paling rendah dan berbeda nyata
(P<0,05) dengan perlakuan lainnya (Lampiran 8).
Hasil gambaran darah pada H8 pasca uji tantang, menujukkan bahwa
pemberian ekstrak lidah buaya terlihat tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05)
pada jumlah eritrosit (Gambar 8A), total leukosit (Gambar 8B), kadar hemoglobin
(Gambar 8C), dan nilai hematokrit (Gambar 8D).
Jumlah eritrosit pasca uji tantang (Gambar 8A) khusunya pada H3,
menunjukkan kecenderungan semakin menurun. Hal ini dikarenakan enzim
hemolisin yang merupakan salah satu eksotoksin dari A. hydrophila memiliki
kemampuan untuk melisis sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah pada
pembuluh darah berkurang. Terjadinya peningkatan sel darah merah pada H5 pada
perlakuan dosis, menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak lidah buaya mampu
meredam infeksi akibat serangan bakteri A. hydrophila, sehingga produksi
hemolisin berkurang, dan jumlah sel darah merah dapat kembali meningkat.
Gambar 8B menunjukkan bahwa total leukosit setelah infeksi pada semua
perlakuan (KP, 10 ppt, 20 ppt, dan 40 ppt) mengalami penurunan. Penurunan
leukosit ini menunjukkan bahwa ikan mengalami infeksi, sehingga leukosit yang
berfungsi sebagai pertahanan non spesifik digunakan untuk melokalisasi dan
mengeliminir patogen melalui fagositosis. Anderson (1993), menyatakan leukosit
merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan non
spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui fagositosis.
Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel darah dan plasma
darah. Hasil yang relatif tidak berbeda dengan kontrol menunjukkan bahwa
23
ekstrak lidah buaya sebagai immunogenic tidak berdampak negatif pada kondisi
ikan. Menurut Kwang (1996) sejauh ini pemberian immunostimulan tidak
mempunyai efek samping. Gambar 8D menunjukkan bahwa nilai hematokrit
setelah infeksi mengalami penurunan pada perlakuan kontrol positif dan perlakuan
dosis 10 ppt. Penurunan nilai hematokrit ini mengindikasikan bahwa tingkat
infeksi pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya
yang diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila. Sesuai pendapat Wedemeyer dan
Yasutake (1977), menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk
mengenai
rendahnya
kandungan
protein,
defisiensi
vitamin
atau
ikan
mendapatkan infeksi. Secara kualitatif, kadar hematokrit pada ikan kontrol positif
selalu lebih rendah dibanding dengan perlakuan uji lainnya mulai dari awal
sampai dengan akhir perlakuan. Akan tetapi hanya berbeda nyata pada
pengamatan kadar hematokrit H3. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan
ekstrak lidah buaya pada pakan mampu mempercepat proses penyembuhan infeksi
yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila, dibanding ikan yang tidak diberikan
tambahan ekstrak lidah buaya pada pakan (kontrol positif).
Menurut Angka (2001), jumlah eritrosit ikan lele normal adalah 3,18 x 106
sel/ml. Leukosit merupakan jenis sel yang aktif di dalam sistem pertahanan tubuh.
Leukosit memiliki ciri-ciri tidak berwarna dan jumlah leukosit ikan lele sehat
berkisar antara (20-150) x 103 sel/mm3 (Alamanda, 2006).
3.5 Pengamatan Organ Dalam
Hasil pengamatan organ dalam ikan lele pada akhir percobaan diketahui
adanya perbedaan antara ikan perlakuan kontrol positif, kontrol negatif, perlakuan
dosis 10 ppt, 20 ppt, dan 40 ppt (Gambar 9). Organ dalam yang diamati meliputi
organ hati, limpa, empedu, dan ginjal. Pada organ limpa, tidak nampak perbedaan
yang mencolok. Perbedaan yang signifikan nampak pada organ hati, empedu, dan
ginjal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa organ dalam pada perlakuan 10 ppt,
20 ppt, dan 40 ppt memiliki kondisi yang sama atau mendekati perlakuan kontrol
negatif (normal), yaitu hati berwarna merah kecoklatan dan empedu berwarna hijau
tua. Kelainan organ dalam dapat terlihat pada perlakuan kontrol positif, yaitu pada
24
organ hati dan empedu yang berwarna pucat kekuningan. Selain itu organ ginjal
pada kontrol positif dan perlakuan dosis 10 ppt, tampak berwarna lebih pucat dan
membengkak. Menurut Angka (2001), A. hydrophila mampu mengeluarkan
eksotoksin yang menyebabkan kerusakan pada organ target, yaitu hati dan ginjal
serta akan menimbulkan perubahan histopatologi pada organ tersebut. Kordi (2004)
menambahkan bahwa serangan A. hydrophila dapat mengakibatkan pembengkakan
limpa dan ginjal.
KP
KN
10 ppt
20 ppt
40 ppt
Gambar 9. Organ dalam ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP pada
akhir percobaan (keterangan : a = hati ; b = empedu ; c = ginjal ; d =
limpa).
Aeromonas hydrophila yang patogen, diduga memproduksi faktor-faktor
eksotoksin dan endotoksin, yang sangat berpengaruh pada patogenitas bakteri ini.
Menurut Angka (2001) toksin yag dihasilkan oleh A. hydrophila adalah
eksotoksin serta struktur dinding sel berupa fosfolipid dan karbohidrat
(lipopolysacharida) yang dikenal sebagai endotoksin. Endotoksin dapat
menyebabkan radang, demam dan rejatan (shock) pada hewan inang. Endotoksin
dilepaskan hanya bila sel dari bakteri tersebut hancur karena lisis. Karena itu,
umunya endotoksin hanya memegang peranan membantu dalam menyebarkan
25
penyakit. Eksotoksin yang diproduksi oleh Aeromonas hydrophila meliputi
hemolisin, protease, elastase, lipase, sitotoksin, enterotoksin, gelatinase,
kaseinase, lecithinase dan leucocidin. Hemolisin merupakan enzim yang mampu
melisiskan sel-sel darah merah dan membebaskan hemoglobinnya. Protease
adalah enzim proteolitik yang berfungsi untuk melawan pertahanan tubuh inang
untuk berkembangnya penyakit dan mengambil persediaan nutrient inang untuk
berkembangbiak.
Perubahan warna hati dan empedu adalah karena pada masa infeksi, kerja
hati untuk menimbun zat-zat metabolik dan serta menetralkannya kembali
menjadi meningkat. Karena kinerja hati yang meningkat itulah, pigmen warna
pada empedu juga mengalami peningkatan. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri A.
hydrophila sebagai produk ekstraseluler merupakan racun bagi ikan yang dapat
menyebabkan perubahan warna dan struktur organ dalam organisme yang
terinfeksi (Lallier & Daigneault, 1984). Perubahan warna cairan empedu
disebabkan karena adanya gangguan pada organ hati sehingga menghambat
pembongkaran hemoglobin eritrosit menjadi hemin, Fe dan globin sehingga
produksi hemin sebagai zat asal warna empedu menurun (Hafsah, 1994).
3.6 Kualitas air
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit pada ikan, karena penyakit muncul dari interaksi antara inang, patogen,
dan lingkungan. Kualitas air yang berada di luar kisaran optimum kebutuhan
hidup ikan akan menyebabkan ikan mengalami stress, sehingga akibatnya ikan
lebih mudah terserang penyakit. Oleh karena itu kondisi kualitas air selama
perlakuan harus diperhatikan, agar tetap berada pada kisaran normal.
26
Tabel 5. Kualitas air media pemeliharaan ikan lele Clarias Sp. pada perlakuan
kontrol negatif (KN), Kontrol positif (KP), dan pemberian ekstrak lidah
buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), selama masa percobaan.
Parameter
Perlakuan
o
Suhu ( C)
DO (mg/l)
pH
TAN (mg/l)
Kontrol Negatif
27-29
5.61-5.80
6.63-6.68
0.125-0.342
Kontrol Positif
28-29
5.02-5.71
6.82-6.83
0.289-0.363
10 ppt
27-29
5.68-5.80
6.80-6.88
0.178-0.359
20 ppt
27-29
5.11-5.91
6.94-6.98
0.249-0.384
40 ppt
28-29
5.68-5.94
6.88-6.91
0.278-0.363
Menurut BSNI (2000), kisaran suhu optimal untuk kegiatan pendederan
ikan lele adalah
berada pada kisaran 25 - 30 oC, dan pH antara 6,5 - 8,6.
Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa suhu dan pH setiap perlakuan selama masa
percobaan masih berada dalam kisaran optimum kebutuhan hidup ikan lele dumbo
Clarias sp. Suhu media selama percobaan berkisar antara 27-29 oC dan pH
berkisar antara 6.63-6.91.
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi pada
media pemeliharaan ikan. Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa kisaran oksigen
terlarut media pemeliharaan ikan lele dumbo selama percobaan berada pada
kisaran 5,02-5,94 mg/l, sehingga kondisi media mampu menunjang pertumbuhan
ikan secara normal. Menurut Boyd (1982) kandungan oksigen terlarut kurang dari
1 mg/l akan mematikan ikan, pada kandungan 1-5 mg/l cukup mendukung
kehidupan ikan tetapi pertumbuhan ikan lambat, dan pada kandungan oksigen
lebih dari 5 mg/l pertumbuhan ikan akan berjalan normal.
27
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak
lidah buaya yang dicampur dengan pakan berpengaruh positif terhadap
peningkatan derajat kelangsungan hidup dan penyembuhan luka pada ikan lele
dumbo yang terinfeksi bakteri A. hydrophila. Dosis 40 ppt merupakan dosis yang
efektif digunakan untuk mengobati ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang terinfeksi
bakteri A. hydrophila.
4.2 Saran
Sebaiknya diteliti lebih lanjut mengenai pencegahan dan pengobatan
penyakit MAS pada ikan lele dumbo, menggunakan ekstrak lidah buaya yang
dicampurkan langsung ke dalam formulasi pakan dengan tetap memperhatikan
proses pembuatan pakan, agar zat-zat aktif yang terkandung dalam ekstrak lidah
buaya tetap terjaga.
28
DAFTAR PUSTAKA
[BSNI] Badan Standarisasi Nasiaonal Indonesia, 2000. Produksi benih ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar (SNI 01- 6484.4 2000). wordpress.com. [20 November 2010].
[BSNI] Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2009. Metode Identifikasi bakteri
Aeromonas hydrophila secara biokimia (SNI 7303:2009). wordpress.com.
[19 November 2010].
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010. Yogyakarta konsumen lele
tertinggi. www.wpi.dkp.go.id. [10 Agustus 2010].
Alamanda, 2006. Penggunaan Metode Hematologi dan Pengamatan
Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dumbo Clarias
gariepinus di
Kolam
Budidaya
Desa
Mangkubumen
Boyolali.Biodiversitas 8 (1) : 34-38.
Amlacher, E., 1970. Textbook of Fish Disease. DA Conroy, RL Herman
(Penerjemah). TFH Publ. Neptune. New York. 302 hal.
Anderson, D.P., Siwicki, A.K., 1993. Basic haematology and serology for fish
health programs. Paper Presented in Second Symposium on Disease in
Asian Aquaculture “Aquatic Animal Health and the Environment”. Phuket,
Thailand: 25-29.
Angka, S.L., 2001. Studi karakterisasi dan patologi Aeromonas hydrophila pada
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Makalah Falsafah Sains. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Angka, S.L., 2005. Kajian penyakit Motile Aeromonad Septicemia (MAS) pada
ikan lele dumbo (Clarias sp.): patologi, pencegahan dan pengobatannya
dengan fitofarmaka. [Disertasi]. Program pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Ashry, N., 2007. Pemanfaatan ekstrak daun ketapang Terminalia cattapu untuk
pencegahan dan pengobatan ikan patin Pangasianodon hypophthalmus yang
terinfeksi Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ayuningtyas, A.K., 2008. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan
bawang putih Allium sativum untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas
hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp.. [Skripsi]. Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
29
Boyd, C.E., 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Auburn
University. 4th Printing. Internasional Centre for Aquaculture Experiment
Station, Auburn.
Chinabut, S., Limsuwan, C., Kitsawat, P., 1991. Histology of The Walking
Catfish Clarias batrachus. Departement of Fisheries Thailand. Thailand,
96p.
Faridah, N., 2010. Efektivitas ekstrak lidah buaya Aloe vera dalam pakan sebagai
imunostimulan untuk mencegah infeksi Aeromonas hydophila pada ikan lele
dumbo Clarias Sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fujaya, Y., 2002. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan.
Penerbit Tineka Cipta, Jakarta.
Hafsah, S., 1994. Pengaruh penyuntikan Freud’s Complete Adjuvant dan bakteri
Aeromonas hydrophila galur virulen L38 terhadap ikan lele dumbo (Clarias
sp.) dewasa. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kordi, 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta : PT Rineka Cipta
dan PT Bina Adiaksara.
Kurniawan, D., 2010. Efektivitas campuran bubuk meniran Phyllantus niruri dan
bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri
Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kwang, L.C., 1996. Immune Enhancer in The Control of Diseae in Aquaculture.
Encap Technology Pte Ltd, Singapore 99-128.
Lagler, K.F., Bardach, J.E., Miller, R.R., Passiono, D.R., 1977. Ichtyology. John
Wiley and Sons Inc, New York-London.Lentera. 2002. Pembesaran Ikan
Mas di Kolam Air Deras. PT. Argomedia Pustaka, Depok.
Lallier, R., Daigneault, P., 1984. Antigenic differentiation of phili from non
virulent and fish pathogenic strain of Aeromonas hydophila. Fish Diseases
7, 509-512.
Lesmanawati, W., 2006. Potensi mahkota dewa Phaleria macrocarpa sebagai
antibakteri dan imunostimulan pada ikan patin Pangasianodon
hypophthalmus yang diinfeksi dengan Aeromonas hydophila. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
30
Maharani, D., 2010. Potensi jeruk nipis Citrus aurantifolin untuk pencegahan dan
pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo
Clarias sp.. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Morsy, E.M., 1991. The Final Technical Report of Aloe vera: Stabilization and
Processing for The Cosmetics Beveage and Food Industries. Aloe Industry
and Technologi Institute. Phoenix. USA.
Nabib, R., Pasaribu, F.H., 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar
Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Normalina, I., 2007. Pemanfaatan ekstrak bawang putih Allium sativum untuk
pencegahan dan pengobatan pada ikan patin Pangasianodon hypophthalmus
yang diinfeksi Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Puspasari, N., 2010. Efektivitas ekstrak rumput laut Gracillaria verrucosa sebagai
imunostimulan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
pada ikan lele dumbo Clarias sp.. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahman, M.F., 2008. Potensi antibakteri ekstrak daun papaya pada ikan gurami
yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rostita, 2008. Sehat,Cantik, dan Penuh Vitalitas Berkat Lidah Buaya. Bandung :
Penerbit Qanita.
Satryadi, J., 2007. Efektivitas bawang putih Allium sativum sebagai pencegahan
dan oengobatan pada ikan patin Pangasianodon hypophthalmus yang
diinfeksi Aeromonas hydrophila . [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Setiaji, A., 2009. Efektivitas ekstrak daun papaya Carica papaya L. untuk
pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo Clarias sp. yang diinfeksi
bakteri Aeromonas hydrohila. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Simanungkalit, S., 16 Jan 2000. Thailand dan masa depan fitofarmaka. Kompas.
31
Solikhah, E.H., 2009. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan
bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengendalian bakteri
Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp.. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Stuart, R.W., Lefkowitz, D.L., Lincoln, J.A., Howard, K., Gelderman, M.P.,
Lefkowitz, S.S., 1997. Upregulation of phagocytosis and candidicidal
activity of macrophages exposed to the immunostimulant acemannan. Int. J.
Immunopharmacol. 19, 75-82
Sutama, I.K.J., 2002. Efektivitas ekstrak daun jambu biji Psidium guajava L.,
sambiloto Andrographis paniculata, dan daun sirih Piper betle L. terhadap
infeksi bakteri Aeromonas hydrophila L31 pada ikan lele dumbo Clarias
sp.. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Svobodova, Z., Vykusova, B., 1991. Diagnostic Prevention and Therapy of Fish
Diseases and Intoxication. Reseacrh Intitute of Fish Culture and
Hydrobiology Vodnany, Czechoslovakia. Available at http://www.fao.org.
[18 September 2010]
Utami, P.U., 2010. Efektivitas ekstrak paci-paci Leucas lavandulaefolia yang
diberikan lewat pakan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit MAS
Motile Aeromonas Septicemia pada ikan lele dumbo Clarias Sp. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wedemeyer, G.A.,Yasutake, W.T., 1977. Clinical methods for the assesment of
the effect environmental stress on fish health. Technical Papers of the U.S.
Fish and Wildlife Service. US. Department of the Interior 89: 1-18.
Wedemeyer, G.A., 1990. Physiology of Fish in Intensive Culture System. New
York: Chapman and Hall.
Yulita, I., 2002. Efektivitas daun jambu biji Psidium guajava L., daun sirih Piper
betle L., dan daun sambiloto Andrographis paniculata untuk pencegahan
dan pengobatan pada ikan lele dumbo Clarias sp. yang diinfeksi bakteri
Aeromonas hydrophila [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1.
Autor
(Tahun)
Utami
(2009)
Ikhtisar berbagai penelitian penanganan bakteri Aeromonas
hydrophila dengan menggunakan bahan-bahan fitofarmaka
Tujuan
Uji Inang
Pencegahan
dan
Pengobatan
Ikan
Lele
Dumbo (Clarias
sp.)
Bahan
Fitofarmaka
Ekstrak Pacipaci
(Leukas
lavandulaefolia)
Dosis
Aplikasi
Pencegahan
= 4 g/100
ml
-Ekstrak pacipaci
ditambahkan
pada
pakan
dengan
metode
penyemprotan
(1 ml untuk
10
gram
pakan)
-Pemberian
pakan 2 kali
sehari (pagi
dan sore hari)
selama 7 hari
Pengobatan
= 8 g/100
ml
Setiaji
(2009)
Pencegahan
dan
pengobatan
Ikan
Lele
Dumbo (Clarias
sp.)
Ekstrak
daun
papaya (Carica
papaya L.)
Pencegahan
= 20 mg/ml
Pengobatan
=
40 mg/ml
-pencegahan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
ekstrak daun
pepaya
sebanyak 0,1
ml/ekor 7 hari
sebelum uji
tantang.
-pengobatan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
ekstrak daun
pepaya
sebanyak 0,1
ml/ekor
setelah
terlihat
adanya gejala
klinis berupa
radang pada
bagian tubuh
yang diinjeksi
A.hydrophila
34
Lampiran 1. Lanjutan
Autor
(Tahun)
Maharani
(2009)
Tujuan
Uji Inang
Pencegahan
dan
Pengobatan
Ikan
Lele
Dumbo (Clarias
sp.)
Bahan
Fitofarmaka
Jeruk
Nipis
(Citrus
aurantifolia)
Dosis
Aplikasi
Pencegahan
= 5% sari
jeruk
-pencegahan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
sari
jeruk
nipis
sebanyak 0,1
ml/ekor 7 hari
sebelum uji
tantang.
-pengobatan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
sari
jeruk
nipis
sebanyak 0,1
ml/ekor 2 hari
setelah
uji
tantang.
Pengobatan
=
10%
sari
jeruk
Ayuningtyas
(2008)
Pencegahan
dan
Pengobatan
Ikan
lele
Dumbo (Clarias
sp.)
Campuran
meniran
(Phyllanthus
niruri)
dan
bawang putih
(Allium
sativum)
Pencegahan
=
Meniran 5
ppt
+
bawang
putih
20
ppt
Pengobatan
=
Meniran 10
ppt
+
bawang
putih
40
ppt
-pencegahan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
campuran
ekstrak
meniran dan
bawang putih
sebanyak 0,1
ml/ekor 7 hari
sebelum uji
tantang.
-pengobatan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
campuran
ekstrak
meniran dan
bawang putih
sebanyak 0,1
ml/ekor 2 hari
setelah
uji
tantang
35
Lampiran 1. Lanjutan
Autor
(Tahun)
Normalina
(2007)
Tujuan
Uji Inang
Pencegahan
dan
Pengobatan
Ikan
Patin
(Pangasionodon
hypophthalmus)
Bahan
Fitofarmaka
Ekstrak bawang
putih
(Allium
sativum)
Dosis
Aplikasi
Pencegahan
= 25 mg/l
-pencegahan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
ekstrak
bawang putih
sebanyak 0,1
ml/ekor 7 hari
sebelum uji
tantang.
-pengobatan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
ekstrak
bawang putih
sebanyak 0,1
ml/ekor 2 hari
setelah
uji
tantang
Pengobatn
= 50 mg/l
Pencegahan
dan
pengobatan
Ikan
Patin
(Pangasianodon
hypophthalmus)
Bawang
(Allium
sativum)
putih
Pencegahan
=
2,5
mg/ekor
Pengobatan
=
5
mg/ekor
-pencegahan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
ekstrak
bawang putih
sebanyak 0,1
ml/ekor 7 hari
sebelum uji
tantang.
-pengobatan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
ekstrak
bawang putih
sebanyak 0,1
ml/ekor 2 hari
setelah
uji
tantang.
36
Lampiran 1. Lanjutan
Autor
(Tahun)
Ashry
(2007)
Tujuan
Uji Inang
Pencegahan
dan
Pengobatan
Ikan
Patin
(Pangasianodon
hypophthalmus)
Bahan
Fitofarmaka
Ekstrak
daun
ketapang
(Terminalia
cattapu)
Dosis
Aplikasi
Pencegahan
= 60 g/l
-pencegahan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
ekstrak daun
ketapang
sebanyak 0,1
ml/ekor 7 hari
sebelum uji
tantang.
-pengobatan
dilakukan
dengan
metode
injeksi
ekstrak daun
ketapang
sebanyak 0,1
ml/ekor
setelah
terlihat gejala
klinis.
Pengobatan
= 120 g/l
Lesmanawati
(2006)
Pencegahan
Ikan
Patin
(Pangasianodon
hypophthalmus)
Mahkota dewa
(Phaleria
macrocarpa)
12 g/l
-Ekstrak
mahkota
dewa
ditambahkan
pada
pakan
dengan
metode
penyemprotan
(1 ml)
-Pemberian
pakan 2 kali
sehari (pagi
dan sore hari)
selama 8 hari
Rahman
(2008)
Pengobatan
Ikan
Gurami
(Osphronemus
gourami Lac.)
Ekstrak
daun
papaya (Carica
papaya Linn,)
2% (hasil
dari proses
maserasi)
Pengobatan
dilakukan
dengan
metode
perendaman
pada
akuarium
yang berisi 5
liter air yang
telah
diberikan
konsentrasi
37
Lampiran 1. Lanjutan
Autor
(Tahun)
Tujuan
Uji Inang
Bahan
Fitofarmaka
Dosis
Aplikasi
daun papaya
selama 1 jam.
Faridah
(2010)
Pencegahan
Ikan lele dumbo
(Clarias sp.)
Ekstrak
buaya
vera)
Lidah
(Aloe
Kurniawan
(2010)
Pencegahan
Ikan lele dumbo
(Clarias sp.)
Campuran
tepung meniran
(phillanthus
niruri)
dan
Bawang putih
(Alium sativum)
5 ppt
-Pencegahan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
ekstrak lidah
buaya selama
7
hari
sebelum uji
tantang.
-Pakan
diberikan
3
kali
sehari
dengan
FR
3%.
-Pelekatan
ekstrak lidah
buaya
pada
pakan dengan
menggunakan
binder putih
telur
sebanyak 2%.
Meniran =
0,70%
-Pencegahan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
campuran
tepung
meniran dan
bawang putih
selama
14
hari sebelum
uji tantang.
-Pakan
diberikan
2
kali
sehari
(pagi
dan
sore) dengan
FR 3%.
-Pakan
Bawang
putih
=
1,40%
38
Lampiran 1. Lanjutan
Autor
(Tahun)
Tujuan
Uji Inang
Bahan
Fitofarmaka
Dosis
Aplikasi
mengandung
meniran dan
bawang putih
dibuat melalui
proses
repelleting.
Angka
(2005)
Pencegahan
dan
Pengobatan
Ikan lele dumbo
(Clarias sp.)
Daun jambu biji
(Psidium
guajava),
sambiloto
(Andrographis
paniculata) dan
daun
sirih
(Piper betle)
Daun sirih
= 0,1 g/60
ml
Daun
jambu biji
= 1 g/60 ml
Sambiloto
= 1 g/60 ml
Dosis
pencegahan
= 2 kali
dosis/ 100
g pakan
Dosis
pengobatan
= 4 kali
dosis/ 100
g pakan.
Sutama
(2002)
Pencegahan
dan
pengobatan
Ikan lele dumbo
(Clarias sp.)
Daun jambu biji
(Psidium
guajava
L.),
sambiloto
(Andrographis
paniculata
Nees) dan daun
sirih
(Piper
betle L.)
Daun sirih
= 0,2 g/60
ml
Daun
jambu biji
= 2 g/60 ml
Sambiloto
= 2 g/60 ml
-Pencegahan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
bahan
fitofarmaka
selama 7 hari
sebelum uji
tantang.
-Pengobatan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
bahan
fitofarmaka
selama
12
hari,
mulai
hari
ketiga
setelah ikan
diuji tantang.
-Pakan
diberikan
2
kali
sehari
secara
ad
satiation
-Pencegahan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
bahan
fitofarmaka
selama 7 hari
sebelum dan
sesudah uji
39
Lampiran 1. Lanjutan
Autor
(Tahun)
Tujuan
Uji Inang
Bahan
Fitofarmaka
Dosis
Aplikasi
Dosis
pencegahan
= 1 kali
dosis/ 100
g pakan
tantang.
-Pengobatan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
bahan
fitofarmaka
selama
14
hari,
mulai
hari
ketiga
setelah ikan
diuji tantang.
-Pakan
diberikan
2
kali
sehari
secara
ad
libitum
Dosis
pengobatan
= 2 kali
dosis/ 100
g pakan.
Yulita
(2002)
Pencegahan
dan
Pengobatan
Ikan lele dumbo
(Clarias sp.)
Daun jambu biji
(Psidium
guajava
L.),
sambiloto, daun
sirih
(Piper
betle L.), dan
(Andrographis
paniculata
Nees)
Daun sirih
= 0,2 g/60
ml
Daun
jambu biji
= 2 g/60 ml
Sambiloto
= 2 g/60 ml
Dosis
pencegahan
= 1 kali
dosis/ 100
g pakan
Dosis
pengobatan
= 2 kali
dosis/ 100
g pakan.
-Pencegahan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
bahan
fitofarmaka
selama
14
hari sebelum
uji
tantang
dan 21 hari
setelah
uji
tantang.
-Pengobatan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
bahan
fitofarmaka
selama
14
hari,
mulai
hari
ketiga
setelah ikan
diuji tantang.
40
Lampiran 1. Lanjutan
Autor
(Tahun)
Sholikhah
(2009)
Tujuan
Uji Inang
Pencegahan
dan
pengobatan
Ikan lele dumbo
(Clarias sp.)
Bahan
Fitofarmaka
Campuran
meniran
(Phyllanthus
niruri)
dan
bawang putih
(Alium sativum)
Dosis
Aplikasi
Pencegahan
= 5 ppt
meniran +
20
ppt
bawang
putih
-Pencegahan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
campuran
meniran dan
bawang putih
selama 7 hari
sebelum uji
tantang.
-Pengaobatan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
campuran
meniran dan
bawang putih
3 hari setelah
uji
tantang
selama 7 hari.
-Junlah
ekstrak daun
meniran dan
bawang putih
yang
dicampur
kepakan
adalah
0,1
ml/g pakan,
dengan
menggunakan
binder berupa
putih telur.
Pengobatan
= 10 ppt
meniran +
40
ppt
bawang
putih
41
Lampiran 1. Lanjutan
Autor
(Tahun)
Puspasari
(2010)
Tujuan
Uji Inang
Pencegahan
Ikan lele dumbo
(Clarias sp.)
Bahan
Fitofarmaka
Ekstrak rumput
laut (Gracilaria
verrucosa)
Dosis
Aplikasi
1,0
g/kg
pakan
-Pencegahan
dilakukan
dengan
pemberian
pakan yang
sudah
ditambahkan
ekstrak
rumput laut
selama
21
hari.
-pakan
diberikan
3
kali/hari
(08.00, 12.00,
dan
17.00
WIB) dengan
FR 3%.
42
Lampiran 2. Tagging (penomoran) ikan lele dumbo Clarias sp.
43
Lampiran 3. Bahan-bahan larutan Hayem, Turk, PBS (Phospat Buffer Saline)
dan Anti Koagulan
* Larutan Hayem = HgCl 25 gram
NaCl 5 gram
Na2SO4 2,5 gram
Akuades 1000 ml
* Larutan Turk = Acetil Acid Glacial 2 ml
Gentian Violet 1 ml
Akuades 100 ml
* PBS = NaCl 8 gram
KH2PO4 0,2 gram
NaH2PO4 1,5 gram
KCl 0,2 gram
Akuades 1000 ml
*Anti Koagulan = Tri-Natriumcitrat 2-hydrat 3.8 gram
Akuades 100 ml
44
Lampiran 4. Perhitungan jumlah sel darah
Keterangan : K = sel darah merah
M = sel darah putih
Contoh perhitungan leukosit
∑leukosit 64 kotak besar = 8600 sel
Pengenceran leukosit 1 : 20
Volume 1 kotak besar (0,25 x 0,25 x 0,1) mm3
= 4,3 x 105 sel/mm3
45
Lampiran 5. Persentase pakan terkonsumsi selama masa pemeliharaan pada
perlakuan kontrol positif (KP), kontrol negatif (KN), dan perlakuan
dosis (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt)
5.1 KP
Hari ke
Biomassa (g)
Σ pakan harian (g)
Σ pakan terkonsumsi
(g)
% Pakan
terkonsumsi
1
186.67
5.60
0.25
4.46
2
133.33
4.00
1.43
35.75
3
93.33
2.80
0.67
23.93
4
66.67
2.00
0.79
39.50
5
66.67
2.00
0.67
33.50
6
66.67
2.00
0.66
33.00
7
66.67
2.00
0.68
34.00
5.2 KN
Hari ke
Biomassa (g)
Σ pakan (g)
Σ pakan terkonsumsi
(g)
% Pakan
terkonsumsi
1
200.00
6.00
4.30
71.67
2
200.00
6.00
6.00
100.00
3
200.00
6.00
6.00
100.00
4
186.67
5.60
4.11
73.39
5
160.00
4.80
3.90
81.25
6
160.00
4.80
2.06
42.92
7
160.00
4.80
2.76
57.50
5.3 Dosis 10 ppt
Hari ke
Biomassa (g)
Σ pakan (g)
Σ pakan terkonsumsi
(g)
% Pakan
terkonsumsi
1
200.00
6.00
0.50
8.33
2
146.67
4.40
1.63
37.11
3
146.67
4.40
2.19
49.77
4
146.67
4.40
2.23
50.68
5
106.67
3.20
2.30
71.88
6
106.67
3.20
2.31
72.19
7
106.67
3.20
2.59
80.94
46
5.4 Dosis 20 ppt
Hari ke
Biomassa (g)
Σ pakan (g)
Σ pakan terkonsumsi
(g)
% Pakan
terkonsumsi
1
200.00
6.00
0.58
9.67
2
133.33
4.00
0.68
17.00
3
120.00
3.60
2.02
56.11
4
106.67
3.20
2.33
72.81
5
93.33
2.80
2.59
92.50
6
93.33
2.80
2.48
88.57
7
93.33
2.80
2.43
86.79
5.5 Dosis 40 ppt
Hari ke
Biomassa (g)
Σ pakan (g)
Σ pakan terkonsumsi
(g)
% Pakan
terkonsumsi
1
200.00
6.00
1.00
16.67
2
200.00
6.00
2.74
45.67
3
173.33
5.20
3.98
76.54
4
160.00
4.80
3.21
66.88
5
146.67
4.40
3.44
78.18
6
146.67
4.40
4.18
95.00
7
146.67
4.40
3.40
77.27
47
Lampiran 6. Pertambahan bobot ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, dan KP
pada awal dan akhir percobaan
6.1 Bobot rata-rata awal (g)
Ulangan
Perlakuan
KP
KN
10 ppt
20 ppt
40 ppt
1
15,5
15,2
14,2
15,5
15,3
2
16,2
14,1
14,2
13,7
15,2
Rata-rata
15,9
14,6
14,2
14,6
15,3
stdev
0,51
0,77
0,05
1,31
0,08
6.2 Bobot rata-rata akhir (g)
Ulangan
Perlakuan
KP
KN
10 ppt
20 ppt
40 ppt
1
16,25
19,02
14,79
13,82
14,73
2
13,25
14,00
11,88
12,53
13,13
Rata-rata
14,75
16,51
13,34
13,18
13,93
stdev
2,12
3,55
2,06
0,91
1,13
6.3 Perubahan bobot (g)
Ulangan
Perlakuan
KP
KN
10 ppt
20 ppt
40 ppt
1
-1,33
3,74
-0,37
-2,62
-0,90
2
-3,00
0,53
-3,71
-1,47
-2,06
Rata-rata
-2,17
2,13
-2,04
-2,05
-1,48
Stdev
1,18
2,27
2,36
0,81
0,82
Uji ANOVA
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
27,037
4
6,759
Dalam Kelompok
13,458
5
2,692
Total
40,496
9
F hit
P
2,511
0,170
48
Lampiran 7. Mortalitas harian ikan lele dumbo Clarias sp. pada perlakuan
pemberian imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, dan 40 ppt),
KN, KP pasca uji tantang
Hari ke
1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14
SR ulangan (%)
SR perlakuan (%)
KP
Ulangan
1
2
0
0
0
3
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
40
40
40
KN
Ulangan
1
2
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80
80
80
10 ppt
Ulangan
1
2
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
60
60
60
20 ppt
Ulangan
1
2
0
0
1
2
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
60
60
60
40 ppt
Ulangan
1
2
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80
100
90
Uji ANOVA
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
3040,000
4
760,000
Dalam Kelompok
200,000
5
40,000
3240,000
9
Total
F hit
P
19,000
0,003
Duncan
Perlakuan
N
Pasangan untuk α = 0,05 *)
1
2
3
KP
2
10 ppt
2
60,000
20 ppt
2
60,000
KN
2
2
40 ppt
sig
40,000
80,000
90,000
1,000
1,000
1,75
Keterangan : *) = Kelompok yang homogeny terdapat dalam kolom yang sama
49
Lampiran 8. Eritrosit ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP
pasca uji tantang
Data eritrosit selama penelitian ( x 106 sel/mm3)
Perlakuan
KN
KP
10 ppt
20 ppt
40 ppt
H3
3,32
0,88
3,61
1,87
1,79
Nilai rataan
H5
5,71
1,86
3,98
5,31
5,10
Stdev
H5
1,07
0,43
0,91
0,10
0,09
H8
2,70
3,23
2,55
2,99
4,17
H3
0,61
0,26
1,52
0,49
0,09
df
Kuadrat tengah
H8
0,11
1,87
0,14
0,02
1,55
Uji ANOVA
Sidik ragam eritrosit (H3)
Jumlah Kuadrat
Antar Kelompok
12,603
4
3,151
Dalam Kelompok
3,500
5
0,700
16,103
9
Total
F hit
P
4,501
0,065
F hit
P
9,156
0,016
F hit
P
1,266
0,393
Sidik ragam eritrosit (H5)
Jumlah Kuadrat
Antar Kelompok
Dalam Kelompok
Total
df
Kuadrat tengah
19,332
4
4,833
2,639
5
0,528
21,971
9
Sidik ragam eritrosit (H8)
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
3,247
4
0,812
Dalam Kelompok
3,207
5
0,641
Total
6,453
9
Duncan (H3)
Perlakuan
N
Pasangan untuk α = 0,05 *)
1
2
KP
2
0,535
40 ppt
2
1,795
1,795
20 ppt
2
1,865
1,865
KN
2
2
10 ppt
sig
3,320
3,615
0,183
0.091
50
Duncan (H5)
Perlakuan
N
Pasangan untuk α = 0,05 *)
1
2
KP
2
10 ppt
2
3,975
40 ppt
2
5,100
20 ppt
2
2
5,310
KN
sig
1,8600
5,710
1,000
0.071
Keterangan : *) = kelompok yang homogen terdapat dalam kolom yang sama
51
Lampiran 9. Leukosit ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP
pasca uji tantang
Data leukosit selama penelitian ( x 105 sel/mm3)
Perlakuan
KN
KP
10 ppt
20 ppt
40 ppt
H3
13,63
13,04
11,52
8,52
6,89
Nilai rataan
H5
14,22
11,14
13,73
12,00
10,90
Stdev
H5
1,50
4,11
1,59
1,06
2,26
H8
15,72
14,88
13,82
18,92
17,51
H3
2,39
2,75
5,16
0,63
0,06
df
Kuadrat tengah
H8
2,11
1,63
3,05
0,40
1,94
Sidik ragam leukosit (H3)
Jumlah Kuadrat
Antar Kelompok
68,103
4
17,026
Dalam Kelompok
40,226
5
8,045
108,329
9
Total
F hit
P
2,116
0,216
F hit
P
0,812
0,568
F hit
P
2,064
0,223
Sidik ragam leukosit (H5)
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
18,158
4
4,539
Dalam Kelompok
27,937
5
5,587
Total
46,095
9
Sidik ragam leukosit (H8)
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
33,601
4
8,400
Dalam Kelompok
20,348
5
4,070
Total
53,949
9
52
Lampiran 10.
Hematokrit ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP
pasca uji tantang
Data hematokrit selama penelitian (%)
Perlakuan
KN
KP
10 ppt
20 ppt
40 ppt
H3
25,3
13,1
13,8
23,2
21,1
Nilai rataan
H5
25,4
15,0
20,6
21,1
16,9
H8
26,4
17,4
27,8
25,3
30,4
H3
1,13
2,13
2,51
3,40
3,29
Stdev
H5
12,32
5,01
4,37
7,63
4,32
H8
3,13
3,61
13,66
0,38
1,21
Sidik ragam hematokrit (H3)
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
246,280
4
61,570
Dalam Kelompok
34,360
5
6,872
280,640
9
Total
F hit
P
8,960
0,017
F hit
P
0,599
0,680
F hit
P
1,126
0,438
Sidik ragam hematokrit (H5)
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
130,670
4
32,668
Dalam Kelompok
272,730
5
54,546
Total
403,400
9
Sidik ragam hematokrit (H8)
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
190,224
4
47,556
Dalam Kelompok
211,120
5
42,224
Total
401,344
9
Duncan (H3)
Perlakuan
N
Pasangan untuk α = 0,05 *)
1
2
KP
2
13,100
10 ppt
2
13,800
40 ppt
2
21,1000
20 ppt
2
2
23,2000
KN
sig
25,3000
0,800
0.180
Keterangan : *) = kelompok yang homogen terdapat dalam kolom yang sama
53
Lampiran 11.
Hemoglobin ikan lele Clarias sp. pada perlakuan pemberian
imunostimulan lidah buaya (10 ppt, 20 ppt, 40 ppt), KN, KP
pasca uji tantang
Data hemoglobin selama penelitian (%)
Perlakuan
KN
KP
10 ppt
20 ppt
40 ppt
H3
8,3
5,0
6,9
8,8
8,2
Nilai rataan
H5
8,8
4,4
8,1
8,0
7,0
Stdev
H5
1,91
1,70
1,84
2,55
3,68
H8
8,5
6,1
6,9
9,0
10,6
H3
0,42
0,00
0,42
0,57
0,49
df
Kuadrat tengah
H8
0,71
3,54
0,71
1,41
1,98
Sidik ragam hemoglobin (H3)
Jumlah Kuadrat
Antar Kelompok
18,676
4
4,669
Dalam Kelompok
0,925
5
0,185
19,601
9
Total
F hit
P
25,238
0,002
Sidik ragam hemoglobin (H5)
Jumlah Kuadrat
Df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
23,440
4
5,860
Dalam Kelompok
29,905
5
5,981
Total
53,345
9
F hit
P
0,980
0,494
F hit
P
1,620
0,302
Sidik ragam hemoglobin (H8)
Jumlah Kuadrat
df
Kuadrat tengah
Antar Kelompok
25,176
4
6,294
Dalam Kelompok
19,420
5
3,884
Total
44,596
9
Duncan (H3)
Perlakuan
N
Pasangan untuk α = 0,05 *)
1
2
3
KP
2
10 ppt
2
40 ppt
2
8.150
KN
2
2
8,300
20 ppt
sig
5,000
6,900
8,800
1,000
1,000
0,201
Keterangan : *) = kelompok yang homogen terdapat dalam kolom yang sama
54
Download