IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup benih ikan Maskoki Mutiara yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 95,84-100% (Gambar 4). Nilai tertinggi dicapai pada kontrol dan perlakuan 4 menit sebesar 100±0% dan nilai terendah pada perlakuan 2 menit sebesar 95,84±4,81%. Dari hasil analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol (0 menit) dan perlakuan (2, 4, dan 6 menit) yang diberi paparan listrik 10 volt tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup benih ikan Maskoki Mutiara. 120 SR (%) 100 80 60 a a 95.84 100.00 97.92 2 menit 4 menit 6 menit a a 100.00 0 menit 40 20 0 Gambar 3. Histogram Tingkat Kelangsungan (%) Benih Ikan Maskoki Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) 4.1.2 Pertumbuhan Bobot Data pertumbuhan bobot diperoleh dari bobot ikan Maskoki Mutiara pada saat pengambilan sampel yang dilakukan setiap 10 hari sekali seperti tercantum dalam Lampiran 3. Pertumbuhan bobot benih ikan Maskoki Mutiara yang dipelihara selama 40 hari pada hari ke- 20 sampai hari ke- 30 sedikit mengalami penurunan akan tetapi kembali terjadi peningkatan sampai hari ke-40. Gambar 4. Grafik pertumbuhan Bobot (gram) Benih Ikan Maskoki Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan Gambar tersebut menunjukkan kenaikkan bobot rata-rata ikan pada setiap perlakukan selama penelitian. Dari hasil tersebut diperoleh nilai tertinggi dari perlakuan lama waktu pemaparan 4 menit sebesar 4,83±0,36 gram/ekor. Sedangkan nilai terendah diperoleh dari kontrol (tidak diberi paparan medan listrik) sebesar 3,75±0,2 gram/ekor. 4.1.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian (SGR) Laju pertumbuhan bobot harian benih ikan Maskoki Mutiara yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 0,82-1,3% (Gambar 5). Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan 4 menit sebesar 1,3±0,12% dan nilai terendah pada perlakuan 0 menit (kontrol) sebesar 0,73±0,14% dari hasil analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol dan perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian ikan Maskoki Mutiara. 1.6 1.4 SGR (%) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 a b a b 1.25 1.30 2 menit 4 menit a 1.13 0.73 0.2 0 0 menit 6 menit Gambar 5. Histogram Laju Pertumbuhan Bobot Harian (%) Benih Ikan Maskoki Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Dari hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 menit dengan perlakuan 4 menit, namun kontrol 0 menit dan perlakuan 4 menit tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 2 dan 6 menit. 4.1.4 Pertumbuhan Panjang Data pertumbuhan panjang mutlak diperoleh dari pengukuran panjang total tubuh ikan Maskoki Mutiara pada saat pengambilan sampel yang dilakukan 10 hari sekali seperti terantum pada Lampiran 4. Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Panjang (cm) Benih Ikan Maskoki Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan Pertumbuhan panjang ikan Maskoki Mutiara mengalami peningkatan. Panjang rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan 4 menit yaitu sebesar 5,46±0,09 cm, sedangkan nilai yang terendah diperoleh pada perlakuan 0 menit (kontrol) yaitu sebesar 4,83±0,18 cm. 4.1.5 Pertumbuhan Panjang Mutlak Laju pertumbuhan panjang mutlak benih ikan Maskoki Mutiara yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 0,82-1,3% (Gambar 6). Nilai tertinggi dicapai pada perlakuan 4 menit sebesar 1,3±0,10% dan nilai terendah pada perlakuan 0 menit (kontrol) sebesar 0,73±0,12% dari hasil analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol dan perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian ikan Maskoki Mutiara. Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) 1.6 1.4 1.2 b 1 0.8 0.6 0.4 ab a 1.04 0 menit 2 menit 1.30 ab 1.02 0.73 0.2 0 4 menit 6 menit Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Benih Ikan Maskoki Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Dari analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05) diketahui bahwa kontrol dan perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan panjang mutlak ikan maskoki mutiara. Dari hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 menit dengan perlakuan 4 menit, namun kontrol 0 menit dan perlakuan 4 menit tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 2 dan 6 menit. 4.1.6 Rasio Panjang Usus Terhadap Panjang Tubuh (PU/PT) Rasio panjang usus terhadap panjang total tubuh (PU/PT) benih ikan Maskoki Mutiara pada awal pemeliharaan sebesar 1,98. Setelah 40 hari pemeliharaan rasio PU/PT benih ikan Maskoki Mutiara menjadi 2,07 – 2,72 (Gambar 8). Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan 4 menit sebesar 2,72 ± 0,3 dan nilai yang terendah diperoleh pada kontrol 0 menit sebesar 2,07 ± 0,35. Dari hasil analisa data (ANOVA) diperoleh hasil bahwa kontrol (0 menit) dan perlakuan (2, 4, dan 6 menit) yang diberi paparan listrik 10 volt tidak berbeda nyata terhadap rasio PU/PT benih ikan Maskoki Mutiara. 3.5 Rasio PU/PT 3 2.5 2 1.5 1 a a 1.98 2.07 a 1.98 2.39 a Akhir 2.72 1.98 Awal 1.98 2.19 0.5 0 0 menit 2 menit 4 menit 6 menit Gambar 8. Histogram Rasio (PU/PT) Benih Ikan Maskoki Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Dari hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 menit dengan perlakuan 4 menit, namun kontrol 0 menit dan perlakuan 4 menit tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 2 dan 6 menit. 4.1.7 Efisiensi Pemberian Pakan Efisiensi pemberian pakan menunjukkan seberapa banyak pakan yang dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan. Efisiensi pakan ikan Maskoki Mutiara selama 40 hari pemeliharaan berkisar antara 26,13 – 37,90%. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan 4 menit sebesar 37,90%, sedangkan nilai terendah pada kontrol (0 menit) sebesar 26,13%. dari hasil analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol dan perlakuan berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan ikan Maskoki Mutiara 100 90 80 EPP (%) 70 60 50 40 30 20 10 ab b ab a 26.13 36.21 37.90 35.76 0 menit 2 menit 4 menit 6 menit 0 Gambar 9. Histogram Efisiensi Pemberian Pakan Benih Ikan Maskoki Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Dari hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 menit dengan perlakuan 4 menit, namun kontrol 0 menit dan perlakuan 4 menit tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 2 dan 6 menit. Parameter uji yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan bobot, laju pertumbuhan harian, laju pertumbuhan panjang mutlak, rasio PU/PT dan efisiensi pakan. Nilai dari parameter uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter Uji yang Diamati Pada Setiap Perlakuan Hingga Akhir pemeliharaan Ikan Maskoki Mutiara Carrasius auratus No. 1 2 3 4 5 6 7 Perlakuan Parameter Tingkat Kelangsungan Hidup (%) Pertumbuhan Bobot (gram) Laju Pertumbuhan Bobot Harian (%) Laju Pertumbuhan Harian (%) Laju Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Rasio PU/PT Efisiensi Pakan (%) 0 menit 2 menit 4 menit 6 menit 100±0a 3,75±0,2a 95,84±4,81a 4,83±0,36ab 100±0a 4,86±0,3b 97,92±4,17a 4,54±0,34ab 0,73±0,14a 0,82±0,17a 1,25±0,09ab 1,25±0,09ab 1,30±0,12b 1,30±0,12b 1,13±0,23ab 1,13±0,23ab 0,80±0,12a 2,07±0,35a 26,12±5,17a 1,04±0,27ab 2,4±0,38a 36,20±1,81ab 1,30±0,10b 2,72±0,3a 37,9±4,2b 1,02±0,09ab 2,19±0,45a 35,75±6,75ab 4.1.8 Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kimia yang dapat mempengaruhi lingkungan media pemeliharaan selama masa pemeliharaan dan tidak secara langsung mempengaruhi hasil dari perlakuan yang diberikan. Kisaran kualitas air pada media pemeliharaan ikan maskoki mutiara selama 40 hari dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kisaran Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan benih Ikan Maskoki Mutiara Carrasius auratus Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan Parameter Kisaran Nilai Parameter Kualitas Air Pada Wadah Perlakuan 0 menit 2 menit 4 menit 6 menit Suhu (°C) 27,2 - 28,4 27,2 - 28,4 27,2 - 28,4 27,2 - 28,4 DO (mg/l O2) 7,35 - 7,54 7,17 - 7,46 7,26 - 7,38 7,09 - 7,46 7,5 - 8 7,5 – 8 7,5 - 8 7,5 - 8 DHL (mS) Amonia (ppm) 6,35 - 7,53 0,007 - 0,022 6,38 - 7,35 0,007 - 0,022 6,37 - 7,27 0,006 - 0,022 6,36 - 7,38 0,006 - 0,026 Nitrit (ppm) Alkalinitas (ppm CaCO3) 0,012 - 0,024 0,015 - 0,022 0,01 - 0,024 0,014 - 0,026 22,66 - 45,31 22,66 - 45,31 22,66 - 45,31 22,66 - 45,31 Kesadahan (ppm) 598,29 - 699,3 606,06 - 660,45 551,67 - 637,14 435,12 - 652,68 pH 4.2 Pembahasan Data hasil penelitian pengaruh lama waktu paparan listrik sebsar 10 volt pada media bersalinitas 3 ppt yang dilakukan selama 40 hari pemeliharaan ikan Maskoki Mutiara terhadap pertumbuhan panjang, pertumbuhan bobot, dan efisiensi pakan menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada perlakuan 4 menit terhadap kontrol (0 menit). Namun tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada parameter kelangsungan hidup dan rasio panjang usus terhadap panjang total tubuh. Ikan dapat merespon arus listrik karena memiliki organ electroreceptor. Secara umum, electroreceptor merupakan pengembangan dan modifikasi gurat sisi atau Lateral line. Menurut Albert dan Crampton (2006), Electroreceptor merupakan sensor. Pada indera pendengaran, informasi dari elektrosensori diatur menggunakan waktu dan frekuensi isyarat. Pada indera penglihatan, informasi dari elektrosensori ditransmisikan hampir secara langsung. Pada indera penciuman, rasa, dan pendengaran intensitas yang dirasakan dari rangsangan elektrik meningkat dengan semakin dekatnya jarak dengan sumber rangsangan. Sedangkan pada indera peraba, input dari elektrosensori menyampaikan informasi tentang bentuk dan tekstur elektrik dari objek pada lingkungan sekitar. Menurut Fathony (2004), medan dan arus listrik pada frekuensi rendah apabila berinteraksi dengan jaringan biologik dapat menyebabkan efek fisiologik maupun psikologik. Menurut Nair (1989) dalam Rasmawan (2009), mekanisme interaksi medan listrik dengan benda hidup berupa induksi medan dan juga arus listrik pada jaringan biologi. Induksi pada benda hidup disebabkan adanya muatan-muatan listrik bebas yang terdapat pada ion kaya cairan seperti darah, getah bening, syaraf, dan otot yang dapat terpengaruh gaya yang dihasilkan oleh muatan-muatan dan aliran arus listrik. Jika tubuh menyerap intensitas medan listrik dan magnetik yang relatif cukup, maka hal ini akan merangsang sistem syaraf dan otot-otot dalam tubuh. Hal inilah yang menyebabkan kinerja dari sistem pertumbuhan ikan Maskoki dapat meningkat lebih cepat bila dibandingkan dengan pemeliharaan biasa. Namun, ikan juga dapat mengalami stress jika pengunaan arus listriknya berlebihan karena Fathony (2004) menyatakan arus listrik pada intensitas yang rendah pun, akan berpengaruh pada aktivitas modulasi di dalam otak maupun sifat syaraf. Laju pertumbuhan dapat dilihat dari dua parameter yaitu laju pertumbuhan harian dan panjang mutlak. Analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05) data laju pertumbuhan harian dan panjang mutlak memberikan hasil yang berbeda nyata. Uji Tuckey menunjukkan bahwa antara perlakuan 4 menit yang nilainya masing-masing sebesar 1,30±0,12 dan 1,30±0,10 memberikan hasil yang berbeda nyata pada kontrol (0 menit) yang nilainya masing-masing sebesar 0,73±0,14 dan 0,73±0,17. Namun, perlakuan 4 menit dan kontrol tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada perlakuan 2 menit dan perlakuan 6 menit. Nilai pada perlakuan 2 menit masing-masing sebesar 1,25±0,09 dan 1,04±0,27, pada perlakuan 6 menit masing-masing sebesar 1,13±0,23 dan 1,02±0,09. Berdasarkan penelitian Rasmawan (2009), media bersalinitas 3 ppt diduga merupakan media yang isoosmotik bagi ikan gurame yang merupakan ikan yang hidup di air tawar. Hal ini didukung dengan penelitian Arista (2001) yang menggunakan ikan uji Maskoki jenis Tosa dan dengan media bersalinitas 3 ppt, menduga bahwa penambahan salinitas pada media pemeliharaan dapat mengurangi energi yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi, sehingga ikan dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu, penggunaan media bersalinitas 3 ppt pada ikan maskoki mutiara dan beranggapan bahwa media ini juga merupakan media yang isoosmotik bagi ikan Maskoki Mutiara, bisa dikatakan masih relevan. Pada keadaan non-isoosmotik, energi yang berasal dari makanan akan digunakan untuk proses osmoregulasi, setelah itu baru akan digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Sedangkan bila keadaannya isoosmotik, energi yang digunakan untuk osmoregulasi akan digunakan untuk pertumbuhan, karena kondisi konsentrasi cairan dan garam dalam tubuh seimbang dengan media. Hal ini berdampak pada pertumbuhan ikan maskoki yang cukup meningkat. Efisiensi pemberian pakan menunjukkan jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan. Nilai efisiensi pakan benih ikan maskoki mutiara yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 26,12±5,17-37,9±4,2%. Dari analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Dari hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0,05),dapat dilihat bahwa perlakuan 4 menit berbeda nyata dengan kontrol 0 menit, namun kontrol dan perlakuan 4 menit tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 2 dan 6 menit terhadap nilai efisiensi pemberian pakan benih ikan maskoki mutiara. Dari hasil penelitian menunjukkan, nilai efisiensi pemberian pakan tertinggi diperoleh dari perlakuan 4 menit sebesar 37,9±4,2% dan nilai terendah pada kontrol (0 menit) sebesar 26,12±5,17%. Nilai efisiensi pemberian pakan yang masih relatif rendah ini diduga bahwa pemberian arus listrik sebelum pemberian pakan dapat membuat usus berkontraksi dan memberikan efek untuk menambah nafsu makan sehingga ikan menjadi cepat lapar karena setelah diberi aliran listrik ikan menjadi agresif dan terus-menerus bergerak keatas sambil menghadapkan mulutnya kepermukaan air seakan-akan sedang meminta makanan. Namun, karena nafsu makannya bertambah, ikan malah terus-menerus makan dan berakibat ikan lebih cepat mengeluarkan kotoran. Diduga kotoran yang keluar ini sari-sari makanannya belum sempat terserap sempurna namun sudah terlanjur keluar karena banyaknya makanan yang masuk. Hal ini dikarenakan ikan maskoki tidak memiliki lambung seperti hewan lain, melainkan langsung melalui usus untuk menyerap gizi yang diperlukan, maka ditilik dengan teliti, dapat ditemukan bahwa ikan Maskoki sering makan sambil membuang kotoran juga (Anonim, 2007). Pemberian pakan dihentikan setelah ikan tenang dan kembali ke dasar akuarium. Analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05) data rasio PU/PT tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Dari hasil penelitian pada ikan maskoki mutiara yang bersifat omnivora diperoleh data rasio PU/PT yang berkisar antara 1,98-2,72 dimana angka 1,98 diperoleh dari sampling awal dan nilai rasio panjang usus terhadap terhadap panjang total tubuh (PU/PT) di akhir pemeliharaan pada perlakuan 4 menit cenderung lebih tinggi daripada PU/PT pada kontrol dan perlakuan 2 dan 6 menit yaitu sebesar 2,72±0,3. Pada perlakuan 2 menit besar rasionya adalah 2,4±0,38, pada perlakuan 6 menit rasionya sebesar 2,19±0,45 sedangkan yang terendah ada pada kontrol yaitu sebesar 2,07±0,35. Hal ini sesuai dengan pernyataan Opuszynki dan Shireman (1995) dalam Aini (2008) yang menyatakan, rasio panjang usus terhadap panjang tubuh (PU/PT ) ikan omnivora 1,3-4,2. Pemberian medan listrik memberikan pengaruh pada amplitude dan frekuensi kontraksi otot polos pada usus halus kelinci (Nurhandayani, 2005). Otot polos pada usus halus merupakan unit tunggal dimana sekelompok otot polos saling berhubungan melalui gap junction (Hill dan Wyse,1989 dalam Rasmawan, 2009) ketika sejumlah kecil otot polos terstimulasi secara elektrik, kontraksi menyebar ke sel-sel tetangga melalui gap junction, memungkinkan sel yang berbatasan untuk berkomunikasi dan mengkoordinasi aktivitasnya (Schmidt dan Nielsen, 1997 dalam Rasmawan, 2009). Salah satu perubahan fisis selama terjadi kontraksi pada usus adalah perubahan tegangan dan panjang (Goenarso, 2003 dalam Suarga, 2006). Tingkat kelangsungan hidup benih ikan Maskoki Mutiara yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 95,84±4,81-100±0%. Dari analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol (0 menit) dan perlakuan (2, 4, dan 6 menit) tidak berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup benih ikan Maskoki Mutiara. Dari histogram tingkat kelangsungan hidup ikan maskoki mutiara, nilai tertinggi diperoleh kontrol (0 menit) dan perlakuan 4 menit sebesar 100±0%. Hal ini diduga selain dari media yang isotonik arus listrik yang diberikan tidak terlalu meningkatkan keagresifan dari ikan maskoki dalam penyerangan terhadap ikan lain namun hanya pada nafsu makannya saja. Ikan Maskoki Mutiara merupakan ikan yang bersifat lebih senang mengumpul dalam kawanannya (Schooling) dan tingkat keagresifannya tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu, walaupun arus listrik dapat meningkatkan keagresifan ikan namun hal ini tidak terlalu mempengaruhi terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan Maskoki Mutiara yang memang bersifat schooling. Selain itu, salinitas juga meningkatkan status kesehatan ikan dan meningkatkan daya tahan ikan terhadap penyakit maupun stres akibat kondisi lingkungan (Wedemeyer, 1996). Hal ini didukung oleh Parjito (1998) yang menunjukkan bahwa peningkatan salinitas sebesar 3 ppt dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan Nilem Osteochillus hasselti. Salinitas juga dapat digunakan sebagai kontrol penyakit saat toleransi ikan yang dibudidayakan lebih tinggi daripada parasit (Watanabe, 2000). Misalnya pada budidaya ikan channel catfish yang diberi garam 2 ppt dapat menurunkan parasit Ichthyophthirius multifilis (Johnson, 1976 dalam Arista, 2001). Hal ini, dapat dilihat dari ikan hasil penelitian sama sekali tidak menunjukkan gejala sakit yang disebabkan oleh parasit. Berbeda dengan budidaya tradisional yang rawan parasit. Parasit yang ditemukkan pada saat pengematan adalah argulus. Dari hasil pengukuran kualitas air pada pemeliharaan ikan Maskoki Mutiara selama penelitian (Tabel 3). Suhu pada media pemeliharaan sebesar 27,2 - 28,4oC. Kisaran suhu ini dapat dikatakan optimal bagi ikan Maskoki Mutiara. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lesmana (2001), Ikan yang bersifat omnivora ini hidup baik pada suhu 19-28oC dengan suhu optimal 24-28oC. Sedangkan nilai pH pada media pemeliharan berkisar antara 7,5-8, nilai pH 8 ini hanya diperoleh pada awal pemeliharaan setelah itu nilai ini menurun dan tetap pada angka 7,5. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lesmana (2001), kisaran pH yang diinginkan untuk ikan maskoki antara 7,0-7,5. Dari hasil pengukuran NH3 pada media pemeliharan berkisar antara 0,0060,026 ppm. Nilai suhu dan pH mempengaruhi kosentrasi amonia tidak terionisasi. Nilai ini masih dapat ditoleransi oleh ikan karena menurut Sawyer dan Mc Carty (1978) dalam Effendi (2000) kadar NH3 diperairan tawar sebaiknya tidak melebihi 0,02 mg/L. Kadar oksigen terlarut (DO) pada media pemeliharaan berkisar antara 7,09-7,54 mg/l O2. Konsentrasi oksigen yang dapat mendukung kehidupan organisme akuatik adalah mendekati atau diatas 3 ppm (Pescod, 1973 dalam Sitio, 2008). Berdasarkan literatur diatas nilai kisaran DO ini masih sangat layak sehingga tingkat kelangsungan hidup ikan masih dapat terjaga. Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa diperairan, kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l. Hasil pengukuran nitrit pada media pemeliharaan berkisar 0,012-0,026 ppm. Kadar ini masih sangat rendah sehingga tidak membahayakan ikan yang dipelihara selama penelitian. Daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran kemampuan air dalam menghantarkan listrik (Effendi, 2003). Kemampuan air dipengaruhi oleh ion-ion terlarut yang terkandung didalam suatu perairan. Menurut Boyd (1982), nilai daya hantar listrik mengindikasikan derajat relatif dari salinitas. Air tawar lebih bervariasi dalam hal proporsi ion-ion utamanya, sehingga nilai konduktivitas biasanya tidak berbanding lurus dengan nilai salinitasnya. Nilai konduktivitas digunakan untuk mengestimasi nilai kadar salinitas pada air tawar (Swingel, 1969 dalam Boyd, 1982). Faktor yang mempengaruhi daya hantar listrk air tawar adalah suhu, partikel-partikel tersuspensi dan terlarut (Sternin et al., 1972 dalam Sitio, 2008). Perairan laut memiliki nilai DHL yang sangat tinggi karena banyaknya garam-garam terlarut didalamnya. (APHA, 1976 dalam Effendi, 2003). APHA (1976); Mackereth et al. (1989) dalam Effendi (2003), menyebutkan bahwa reaktivitas, bilangan valensi, dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai DHL. Asam, basa, dan garam merupakan penghantar listrik atau konduktor yang baik. Oleh karena itu, nilai-nilai konduktivitas yang terukur merefleksikan konsentrasi ion yang terlarut dalam air. Menurut Wedemeyer (1996) alkalinitas adalah jumlah total dari konsentrasi bahan yang bersifat alkali (basa) yang larut dalam air. Menurut Stickney (1979), alkalinitas perairan dalam budidaya diupayakan berada pada kisaran 30-200 mg/l walaupun pada perairan dengan alkalinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah masih sering digunakan untuk budidaya. Dari hasil pengukuran alkalinitas pada media pemeliharaan berkisar antara 22,66-45,31 ppm CaCO3. Nilai tersebut masih ada yang dibawah 30 ppm CaCO3. Namun, menurut Stickney (1979), walaupun pada perairan dengan alkalinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah masih sering digunakan untuk budidaya. Oleh karena itu, nilai alkalinitas yang demikian masih dapat digunakan untuk budidaya. Kesadahan total adalah konsentrasi logam berion divalen dalam air (Boyd, 1982). Kesadahan yang baik untuk perikanan adalah lebih besar dari 20 mg/L CaCO3 (Boyd, 1982), dan Stickney (1979) memberikan kisaran antara 20-150 mg/L CaCO3, sedangkan untuk keperluan budidaya intensif sebaiknya kesadahan ada pada kisaran 50-200 mg/L CaCO3 (Wedemeyer, 1996). Dari hasil pengukuran kesadahan pada media pemeliharaan berkisar antara 435,12-699,3 ppm CaCO3. Nilai ini >300 mg/l CaCO3 termasuk dalam kategori yang sangat sadah. Pada penelitian ini, ikan dipelihara dari ukuran S (2-4 cm) hingga mencapai ukuran M (5-7 cm). Berdasarkan ukuran pasar, ikan yang dipanen terdiri dari dua ukuran. Ukuran S (2-4 cm) dengan harga Rp. 1000,-/ekor dan ukuran M (5-7) dengan harga Rp. 2000,-/ekor. Berdasarkan hasil analisis penerimaan (Lampiran 8), menunjukkan nilai penerimaan yang lebih banyak pada perlakuan 4 menit yaitu sebesar Rp. 88.000,- dan yang paling sedikit adalah kontrol (0 menit) yaitu sebesar Rp. 69.000,-. Harga ikan yang dijual merupakan harga yang terendah yang ditawarkan oleh pasar, hal ini dikarenakan warna dari ikan Maskoki hasil penelitian ini terlihat lebih pudar bila dibandingkan dengan ikan Maskoki yang dibudidayakan dengan cara tradisional (Lampiran 9). Perbandingan ini dilakukan karena antara kontrol dan perlakuan tidak memiliki perbedaan dalam hal warna sehingga untuk mengetahui apakah ikan hasil penelitian memiliki kualitas warna yang baik atau tidak, maka dilakukan perbandingan dengan ikan hasil budidaya tradisional. Penurunan kualitas warna ini disebabkan oleh kurangnya intensitas cahaya pada tempat penelitian. Tempat penelitian berada diruang tertutup yang minim cahaya, lampu yang ada hanya digunakan pada saat memberi makan dan perlakuan, dan selebihnya dimatikan. Sedangkan menurut hasil wawancara pribadi, ikan Maskoki ini sangat membutuhkan cahaya untuk membentuk pigmentasi warna yang baik.