KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. - Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. - Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman merumuskan di dalam Pasal 4 ayat (2): “Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan”. - Bahwa dalam negara hukum yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksana kekuasaan Kehakiman (judicial power) yang berperan: - Sebagai katup penekan (pressure valve/atas segala atas perjanjian hukum dan ketertiban masyarakat. - Oleh karena itu peradilan masih tetap relevan sebagai the last resort atau pelabuhan terakhir mencari kebenaran dan keadilan (to enforee the truth and justice). - Pengalaman membuktikan mempertontonkan system peradilan yang tidak efektif (ineffective/dan tidak tidak efisien(inefficient). Penyelesaian perkara memerlukan waktu lama. Proses bertele-tele yang dililit upaya hukum yang tidak berujung. Mulai dari banding, kasasi dan peninjauan kembali. Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, eksekusi dibenturkan lagi dengan upaya verzet dalam bentuk derden verzet. - Kerena itu dapat dibayangkan betapa lama dan menyangkut pula biaya yang harus dikeluarkannya untuk dapat memperoleh keadilan. - Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan. - Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman berbunyi: “Semua peradilan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia adalah peradilan Negara dan dihadapkan dengan undang-undang”. Penjelasan Pasal 3 ayat (1): “Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan menutup kemungkinan penyelesaian perkara di lingkungan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase. - Penyelesaian perkara di luar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase/tetap diperbolehkan). 2 - Pasal 1857/KUHPerdata menyatakan: “Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan sesuatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara persetujuan ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secra tertulis”. - Pasal 1855 “Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan yang termaksud di dalamnya, baik para pihak merusumkan maksud mereka dalam perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak satusatunya dan apa yang dituliskan”. - Pasal 1858 KUHPerdata “Segala perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan Hakim dalam tingkat yang penghabisan tidak dapatlah perdamaian itu dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan. manfaat putusan perdamaian: A. Putusan tersebut bersumber pada kesepakatan para pihak yang bersengketa (WIN-WIN SOLUTION) B. Putusan tersebut langsung berkekuatan hukum tetap karenanya jika ada pihak yang lalai atau tidak bersedia melaksanakan perjanjian tersebut, maka atas permohonan lainnya putusan tersebut dapat dieksekusi oleh pengadilan. C. Secara tidak langsung mengurangi perkara-perkara kasasi; MEDIASI DI LEMBAGA PERADILAN Proses mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternative dapat dilakukan di peradilan lain atau yang dikenal mediasi peradilan hal ini ….PERMA No. 1 Tahun 2008 salah satu pertimbangan Intro Dusirnya mediasi di pengadilan adalah karena mediasi merupakan salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan penumpukkan perkara di pengadilan sehingga proses penyelesaian sengketa akan lebih cepat dan mudah, serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi. Pada asasnya mediasi tidak bersifat terbuka untuk umum kecuali para pihak menghendaki lain. Pengecualiannya adalah untuk sengketa publik, yang prosesnta 3 terbuka untuk umum. Oleh karena pertemuan-pertemuan mediasi hanya dihadiri para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator atau pihak lain yang diizinkan oleh para pihak dinamika yang terjadi dala pertemuan tidak boleh disampaikan kepada publik, kecuali atas izin dari pada para pihak yang bersangkutan. Mediasi diartikan penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan di bantu oleh mediator, yaitu pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelsaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mediator sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, fungsinya hanya membantu para pihak untuk menentukan beberapa alternatif dalam rangka menyelesaikan sengketa. Dan perlu ditekankan bahwa mediator tidak berwenang untuk memberikan putusan terhadap sengketa yang terjadi. Karakteristik dari Negosiator yang efektif: - Persiapan dan kemampuan perencanaan; - Pengetahuan tentang materi yang di rundingkan. - Kemampuan untuk berfikir utuh, jernih dan cepat dalam kondisi dibawah tekanan (waktu) dan ketidak pastian (informasi terbatas). - Kemampuan dan keterampilan mendengar, cepat, tepat, menyederhanakan, reformulasi, rephrase, mensistimatisasikan. - Intelgensia umum dan keterampilan mengambil keputusan. - Integritas (tidak tercela). - Kemampuan mempengaruhi. - Umur maksimum 70 tahun. - Berkepribadian, menarik, sehat rohani dan jasmani. - Sabar. - Kemampuan mengundang respek dan kepercayaan dari bawah. TIPOLOGI MEDIATOR: Beberapa tipologi mediator, - Mediator Otoritatif. - Mediator Social Net Work. - Mediator Independent. 12. TAHAPAN-TAHAPAN PROSES MEDIASI (MOORE, 1999) Tahapan proses mediasi, menurut Moore 1999, yang perlu dicermati: 1. Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa. 4 2. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi. 3. Mengumpulkan dan mengenali informasi latar belakang sengketa. 4. Menyusun rencana mediasi. 5. Membangun kepercayaan dan kerja sama diantara para pihak. 6. Memulai sidang mediasi. 7. Merumuskan masalah-masalah dan menyusun agenda. 8. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. 9. Mengembangkan pilihan-pilihan penyelesaian sengketa. 10. Menganalisis pilihan-pilihan penyelesaian sengketa. 11. Proses tawar menawar. 12. Mencapai penyelesaian formal PERAN DAN FUNGSI MEDIATOR. Mediator yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa haruslah orang atau lembaga yang netral yang mampu menjembatani keinginan para pihak. Peran mediator sebagai garis rentang bagi yang terlemah dan yang kuat. Sisi peran terlemah apabila mediator menjalankan perannya sebagai berikut: 1. Penyelenggara pertemuan. 2. Pemimpin diskusi rapat. 3. Pemelihara atau penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara baik. 4. Pengendali emosi para pihak. 5. Pendorong pihak/perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pendapatnya. Sedangkan sisi peran yang kuat, mediator adalah apabila dalam perundingan mediator mengerjakan dan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan. 2. Merumuskan titik temu atau kesempatan dari para pihak. 3. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukanlah sebuah pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi sengketa tersebut diselesaikan. 4. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah. 5. Membantu para pihak menganalisa alternatif memecahkan masalah. 6. Membujuk para pihak untuk menerima usulan tertentu. harus 5 TANGGUNG JAWAB MEDIATOR: Umum: - Pasal 2, Pedoman Prilaku Mediator. Bertanggung jawab terhadap para pihak yang di bantu dan terhadap profesinya. - Pasal 3, Tanggung Jawab Terhadap para pihak: 1. Mediator wajib memelihara dan mempertahankan ketidak berpihakannya, baik dalam wujud kata, sikap dan tingkah laku terhadap para pihak yang terlibat sengketa. 2. Mediator dilarang mempengaruhi atau mengarahkan para pihak untuk menghasilkan syarat-syarat atau klausula-klausula penyelesaian sebuah sengketa yang dapat memberikan keuntungan pribadi bagi mediator. 3. Dalam menjalankan fungsinya, mediator harus beritikad tidak berpihak dan tidak mempunyai kepentingan pribadi serta tidak mengorbankan kepentingan para pihak. - Pasal 4. Kewajiban Mediator: 1. Mediatoor wajib menyelenggarakan proses mediasi sesuai dengan prinsip penentuan diri sendiri oleh para pihak; 2. Mediator wajib memberitahukan para pihak pada pertemuan lengkap pertama bahwa semua bentuk penyelesaian atau keputusan yang diambil dalam proses mediasi memerlukan persetujuan para pihak; 3. Mediator wajib menjelaskan kepada para pihak pada pertemuan lengkap pertama tentang pengertian dan prosedur mediasi, pengertian kaukus dalam proses mediasi serta peran mediator; 4. Mediator wajib menghormati hak para pihak, antara lain hak untuk untuk konsultasi dengan penasehat hukumnya atau para ahli dan hak untuk keluar dari proses mediasi; 5. Mediator wajib menghindari ancaman, tekanan atau intimidasi dan paksaan terhadap salah satu atau kedua belah pihak untuk membuat suatu keputusan; 6. Mediator wajib menjaga kerahasiaan informasi yang terungkap dalam proses mediasi; 7. Mediator wajib memusnahkan catatan-catatan dalam proses mediasi setelah berakhirnya proses mediasi. Pasal 5 PPAL 6 Menjaga Kerahasiaan Proses Mediator wajib memelihara kerahasiaan, baik dalam bentuk perkataan maupun catatan, yang terungkap dalam proses mediasi. Pasal 6 PPAL Larangannya: 1. Seseorang di harap untuk menjadi mediator dalam sebuah kasus sengketa yang diketahui bahwa keterlibatannya menimbulkan benturan kepentingan. 2. Dalam hal mediator mengetahui adanya benturan kepentingan, atau potensi benturan kepentingan, ia wajib menyatakan mundur sebagai mediator dalam sengketa yang akan atau sedang dalam proses mediasi. 3. Seorang mediator yang berprofesi sebagai advokat dan rekan pada firma hukum yang sama dilarang menjadi penasehat hukum salah satu pihak dalam sengketa yang sedang ditanggani baik selama maupun sesudah proses mediasi. Pasal 7 PPAL 1. Mediator wajib menyelenggarakan proses mediasi sesuai dengan jadwal yang telah disepakati kedua belah pihak. 2. Mediator wajib menyelenggarakan proses mediasi secara berimbang terhadap para pihak. 3. Mediator wajib menunda atau segera mengakhiri proses mediasi bila perilaku salah satu atau para pihak telah menyalahgunakan proses mediasi atau tidak beritikad baik dalam proses mediasi. Pasal 9 PPAL 1. Mediator yang berhak memperoleh honorarium mediasi dari para pihak sebagaimana disebut dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008, wajib untuk lebih dahulu membuat kesepakatan tertulis dengan para pihak tentang honorarium dimaksud sebelum menjalankan fungsinya; 2. Mediator diharap menerima honorarium berdasarkan hasil akhir proses mediasi. 3. Mediator dilarang menerima hadiah atau pemberian dalam bentuk apapun dari salah satu atau para pihak selama proses mediasi berlangsung selain honorarium yang telah disepakati. Pengawasan dan Sanksi Ketua Pengadilan tingkat pertama berwenang untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja mediator. 7 Pasal 13 Penjatuhan sanksi tanpa teguran lisan dijatuhkan apabila seorang mediator terbukti melanggar Pedoman Perilaku Mediator. Kesimpulan 1. Tugas mediator dapat dirinci menjadi 4 hal yaitu: a. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. b. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi. c. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus. d. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka serta mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. 2. Jenis perkara yang dapat diselesaikan melalui mediasi tercantum dalam Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2008 menegaskan bahwa kecuali perkara yang diselesaikan peradilan Niaga, pengadilan hubungannya industrial, kekuatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaiannya melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Dengan demikian ketentuan mengenai mediasi yang ada dalam PERMA berlaku bagi perkara perdata yang digunakan ke Pengadilan tingkat pertama , karena ruang lingkup perkara adalah perkara perdata maka PERMA ini menurut hemat penulis, berlaku bagi lingkungan peradilan umum dan peradilan Agama. Hal ini diperkuat dengan ketentuan lain-lain yaitu Pasal 16 yang menyatakan bahwa apabila dipandang perlu, ketentuan-ketentuan dalam PERMA ini selain dipergunakan dalam lingkungan peradilan umum dapat juga diterapkan untuk lingkungan badan peradilan lainnya. Dengan kata lain, dapat ditegaskan bahwa mekanisme mediasi di peradilan dapat pula diterapkan di lingkungan peradilan agama dan peradilan tata usaha negara.