BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra adalah ekspressi perasaan, pikiran dan pergumulan manusia yang
terus menerus mengenai takdirnya di atas bumi yang kemudian dapat dinikmati
manusia itu sendiri. Salah satu sifat atau karakteristik sastra adalah sifat universal yang
mempunyai hakikat dan fungsi. Salah satu hakikat sastra adalah bahwa sastra dapat
menyadarkan manusia itu akan keberadaannya sendiri, memampukan manusia untuk
mengerti tujuan dan konsep serta pandangan hidupnya.
Menurut Junus (1987:75), karya sastra merupakan bentuk kreasi yang bersifat
imajinatif dan estetis. Karya sastra dapat menyatu ke dalam kehidupan manusia, karena
sifatnya yang imajinatif tersebut, karya sastra dapat membawa manusia ke dalam suatu
dunia yang bebas yaitu sebuah dunia yang sudah dikenal manusia namun merupakan
dunia yang asing baginya. Sifat-sifat sastra yang universal, imajinatif dan estetis itu
mampu memperkaya batin manusia yang dan kemudian mampu memperluas
pandangannya atas dunia dan keberadaannya di dunia dan kemudian digunakan untuk
menyampaikan kesadaran yang dimilikinya. Hal ini menjadikan sastra dapat berfungsi
sebagai sumber ilmu pengetahuan dan menjadi sumber nilai suatu komunitas bahkan
suatu bangsa yang selanjutnya akan memperkaya budaya bangsa tersebut.
Dalam
perjalanan sejarah kesastraan Indonesia, ada masa di mana cerita
rakyat mengalami alienasi atau keterpinggiran dan digolongkan sebagai bacaan anakanak. Pada tahun 1950-an cerita rakyat terbit dalam bentuk buku tipis dengan penuh
gambar dan huruf-huruf besar. Di dalam daftar buku IKAPI tahun 1978 cerita rakyat
Universitas Sumatera Utara
digolongkan pada bacaan anak-anak (Junus, 1989:78). Di dalam daftar pustaka Balai
Pustaka cerita rakyat diletakkan di bawah judul ‘Bacaan Anak-Anak’. Salah satunya
dilakukan oleh Farizal Nasution yang mengubah cerita Tunggal Panaluan menjadi
cerita anak-anak yang jalan ceritanya jauh berbeda dari cerita asli (Bina Perintis, 2004).
Menurut Junus (1989:79) kesalahan ini tidak bisa ditimpakan kepada sistem secara
keseluruhan karena mungkin saja hal ini terjadi karena cerita rakyat mengandung
pendidikan. Namun, anggapan ini akan mengakibatkan persoalan yang serius, karena
dunia cerita rakyat Indonesia akan kehilangan nilai-nilai yang berharga yang terdapat
pada cerita rakyat tersebut, seperti nilai-nilai filosofis yang diciptakan nenek moyang
bangsa Indonesia di zaman dulu. Banyak nilai filosofis akan hilang, dan kemungkinan
yang akan tertinggal
hanyalah nilai moral yang hanya mungkin diartikan sesuai
dengan nilai moral yang diberikan kepadanya, dan penafsiran yang lain sama sekali
ditiadakan atau ditutup-tutupi. Sering
tidak disadari bahwa banyak hal yang bisa
diinterpretasikan dari cerita rakyat, namun karena tidak pernah dicoba menganalisis
hal-hal tersebut, sehingga muncul anggapan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan.
Hal ini juga dinyatakan Sitor Situmorang dalam bukunya Mitos dari Lembah
Kekal (2009:37), dalam menanggapi sikap masyarakat terhadap cerita yang diturunkan
dari zaman dahulu, ”Kelihatan betul pikiran pikiran yang ingin menggantikan apa
yang dahulu dilahirkan untuk kita sebagai cerita”.
Kehidupan manusia dan hubungan antar manusia dalam suatu komunitas
dikuasai mitos sehingga dapat dikatakan bahwa sikap manusia terhadap sesuatu hal
sering ditentukan oleh mitos yang ada dalam dirinya.
Menurut Umar Junus (1981:73) mitos terbentuk
melalui
anggapan
yang
didasarkan pada observasi yang tidak teliti atau rinci, yang dalam tahapan selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
digeneralisasikan. Akhirnya dapat dilihat bahwa mitos berkembang dalam suatu
komunitas dalam bentuk gunjingan. Perkembangan selanjutnya adalah adanya usaha
membuktikan dalam tindakan nyata atau dikonkritkan melalui karya sastra. Dari sini
dapat dilihat bahwa karya sastra dapat bertugas atau berfungsi membentuk mitos.
Mitos-mitos ini akan mentradisi, namun akan selalu muncul mitos baru.
Suatu karya sastra, terutama dalam hal ini cerita, adalah suatu mitos. Namun
menurut Umar Junus, (1981:85) ,”Sedominan apapun suatu mitos ia akan selalu
didampingi oleh mitos lain di dalam satu komunitas yang sudah terbuka. Mitos
menjadi sangat mutlak di dalam satu masyarakat yang benar-benar tertutup”.
Secara umum karya sastra dari masa lampau diberi citra yang negatif karena
tidak masuk akal. Hal ini terjadi karena karya sastra dari masa lampau sering
dipertentangkan dengan karya sastra dari masa sekarang yang dianggap modern dan
masuk akal karena rasional dan faktual.
Karya dari masa lampau sering tidak dipercayai dan disepelekan karena penuh
dengan hal-hal yang tidak masuk diakal. Lebih dari itu karena tidak mempunyai
korelasi lagi dengan hal yang rasional dari pengertian masa sekarang.
Hal ini dapat dilihat pada istilah yang diberi untuk menamai karya sastra dari
masa lampau seperti mitologi, legenda atau secara lebih luas lagi yakni mitos. Secara
luas mitos berarti sesuatu yang tidak benar. Namun satu hal harus diingat yaitu
boleh jadi sastra dari masa lampau menjadi sesuatu yang tidak diyakini atau
dipercaya namun dia tetap merupakan awal atau asal dari sastra yang dikenal pada
masa sekarang.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai mitos dalam cerita rakyat Batak Toba, Sitor Situmorang (2009:38)
memberi pengertian yaitu: ”....yang didukung oleh suatu kelompok masyarakat bangsa
Batak”.
Sastra lama boleh jadi diabaikan, tidak dipedulikan atau dipercaya lagi oleh
masyarakat masa kini. Hal ini bukan berarti sastra lama tersebut merupakan sesuatu
yang tidak dipercayai masyarakat masa lalu di mana cerita itu lahir. Lebih dari itu bagi
masyarakat lama hal itu menjadi sesuatu yang nyata dan diyakini seperti dikatakan oleh
Harmon (1999:334) : “Myth in its traditional sense is an anonymous, nonliterary,
essentially religious formulation of the cosmic view of the people who approach its
formulation not as representation of truth but as truth itself “ (Mitos dalam pengertian
tradisional adalah suatu formulasi keyakinan akan pemahaman kosmis yang sangat
penting dan tidak bersifat sastra dari masyarakat yang memaknai formulasi itu bukan
sebagai representasi kebenaran, tetapi adalah kebenaran itu sendiri).
Dalam bukunya yang berjudul Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya
Sastra
(2012:77), Ahimsa Putra mengatakan bahwa: “ ....mitos dalam konteks
strukturalisme Levi-Strauss adalah dongeng” (2012:77). .
Masyarakat
Batak Toba memiliki banyak cerita rakyat yang disampaikan
secara turun-temurun. Yang menarik perhatian adalah, hubungan terlarang atau
perkawinan sumbang menjadi topik utama dalam banyak cerita rakyat Batak Toba
yang perlu diteliti lebih lanjut ( Sangti,1977:382). Menurut Ahimsa Putra (2012:79 )
setiap dongeng adalah produk imajinasi manusia,
produk nalar manusia, maka
kemiripan yang terdapat pada berbagai macam dongeng itu merupakan hasil dari
mekanisme yang ada dalam pemikiran manusia itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam
beberapa
cerita rakyat
seperti legenda Tangkuban Perahu,
perkawinan sumbang yang terjadi adalah antara ibu dan anak laki-lakinya. Demikian
juga dalam drama Yunani klasik Oedipus Rex. Sejauh yang dapat diamati di dalam
cerita Batak, perkawinan sumbang yang terjadi adalah antara anak perempuan dan
saudara laki-lakinya . Hal ini sangat menarik perhatian untuk diteliti lebih jauh lagi.
Harahap dan Siahaan (1987:62) dalam buku Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak
mengatakan tentang dongeng : ”.... salah satu cara yang biasa di dalam membenarkan
keyakinan mereka (masyarakat tradisional) terletak di dalam cerita-cerita tentang
bagaimana terbinanya aliran-aliran itu, penentuan pola ....”.
Endarswara ( 2009:239) dalam bukunya Metode Penelitian Folklore
mengatakan:”.... bahwa lewat mitos manusia membentuk ilusi untuk dirinya bahwa
segala sesuatu itu logis dan mitos merupakan sebuah dongeng yang di dalamnya apa
saja boleh terjadi”.
Cremers (dalam Endaswara 2009:119) mengatakan bahwa mitos adalah cerita
berbentuk simbolik yang berkisah tentang peristiwa nyata dan imajiner mengenai asal
usul, perubahan-perubahan alam raya, manusia dan masyarakat Lebih jauh Endarswara
(2009:121) mengatakan sesuai dengan teori Levi-Strauss bahwa dalam mitos
terkandung berbagai macam pesan,
yang baru dapat dipahami jika kita telah
mengetahui struktur dan makna berbagai elemen yang ada di dalam mitos tersebut.
Dundes dalam bukunya The Study of Folklor (1965;33)
mengatakan bahwa myth atau
mitos adalah cerita rakyat.
Pengertian perkawinan sumbang di kalangan masyarakat Batak lebih luas
daripada sekadar hubungan intim antara pribadi yang sedarah. Dua saudara, abang
adik yang mengawini dua perempuan kakak beradik dianggap sumbang dan tidak
Universitas Sumatera Utara
dikehendaki secara umum. Perkawinan seperti ini disebut ‘dua saparihotan’ (Razali
Kasim, 2000:37). Demikian juga perkawinan laki-laki perempuan dari marga yang
sama dianggap perkawinan sumbang juga (Vergowen 1964:162-165).
Dalam satu dekade terakhir,
muncul kerancuan dalam tatanan masyarakat
Batak. Perkembangan teknologi, modernisasi, pengaruh kebudayaan dari luar yang
demikian bebas membawa pengaruh yang memunculkan pendapat kontroversial
mengenai tatanan masyarakat yang sudah dipegang masyarakat Batak selama berabadabad, yaitu apakah masih perlu mengikuti adat istiadat yang sudah lama menjadi
pedoman masyarakat dalam kehidupan sosial yang salah satunya adalah kekerabatan.
Apakah hubungan-hubungan yang di atas yang dianggap perkawinan sumbang, seperti
perkawinan yang disebut dua saparihotan demikian juga perkawinan semarga harus
tetap dianggap perkawinan sumbang.
Apa yang terjadi sekarang bukan lagi hanya mempertanyakan, tetapi sudah
terjadi, yang mengakibatkan timbulnya persoalan di dalam kehidupan bermasyarakat
orang Batak. Perkawinan sumbang tidak hanya mengakibatkan konflik sosial, tetapi
menciptakan juga konflik psikologis dari pihak yang melakukannya, sehingga mereka
berusaha menyembunyikan identitasnya.
Perkawinan sumbang merupakan sesuatu yag sangat tidak lazim dalam
masyarakat Batak. Dalam suatu perkenalan, hal yang pertama ditanyakan adalah hal
di sekitar keturunan atau kekerabatan, seperti marga yang bersangkutan, marga istri,
siapa orang tua, keturunan keberapa dari nenek moyang, dan sebagainya. Sebagai
akibatnya mereka yang terlibat perkawinan sumbang bukan hanya menyembunyikan
identitas
atau
menciptakan
kebohongan,
tetapi hal yang lebih jauh adalah
menjauhkan atau memisahkan diri dari masyarakat Batak karena kuatir akan
Universitas Sumatera Utara
mengalami penolakan.
Hal yang lebih tragis adalah
pengingkaran, dimana yang
bersangkutan tidak mengakui dirinya sebagai orang Batak.
Jika mitos merupakan pesan dan mitos adalah kebenaran itu sendiri, sudah
dapat dipastikan bahwa mitos akan dapat menjawab persoalan-persoalan yang muncul
sebagai akibat
ketika nilai-nilai tradisional di hadapkan dengan pemikiran yang
merupakan hasil perkembangan pemikiran modern yang merupakan perkembangan
yang sangat cepat dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adat istiadat masyarakat Batak Toba yang dilandasi Dalihan Natolu bukan
hanya mewarnai, tetapi menjadi dasar relasi-relasi dalam masyarakat Batak Toba.
Perkawinan, kekerabatan dan lain-lain dijalin berdasarkan pada sistem Dalihan Na
Tolu.
Di dalam Buku Praktis Bahasa Indonesia jilid 2 yang diterbitkan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(2011:128) dikatakan bahwa mitos, “ ....tidak hanya mengenang peristiwa masa lalu,
tetapi juga mengajak kita untuk menghargai dan menyikapi keadaan masa kini dan
masa yang akan datang”
Mengenai mitos Sultan Takdi Alisyabana (1982:18) dalam bukunya Sejarah
Kebudayaan Indonesia Dilihat Dari Segi Nilai-Nilai mengatakan,” Sering pengetahuan
itu tersimpul dalam mitos kejadian bumi, di dalam riwayat nenek moyang....”
Pandangan-pandangan ini melatarbelakangi pembahasan struktur, makna dan
fungsi dari mitos sumbang dalam cerita rakyat Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah
Dongeng yang merupakan bahagian dari cerita rakyat merupakan hasil
imaginasi manusia yang memperoleh kebebasan berpikir dan berhayal. Dongeng
merupakan gambaran proses pemikiran manusia dan produk nalar manusia. Sering
sekali dongeng tidak masuk akal manusia namun tidak dapat dipungkiri, unsur-unsur
dongeng selalu berasal dari kehidupan sehari-hari.
Sering sekali terdapat kemiripan dongeng satu dengan yang lain. Seperti
diterangkan diatas dalam cerita rakyat Batak Toba, jumlah dongeng yang berkisah
tentang perkawinan sumbang sangat menonjol. Sehingga masalah dalam penelitian ini
dibatasi pada wacana mitos perkawinan sumbang (perkawinan sedarah) dalam cerita
rakyat Batak Toba,
yakni mekanisme pemikiran apa yang terdapat dalam mitos
perkawinan sumbang pada cerita rakyat Batak Toba yang dapat ditelusuri dengan
menemukan struktur, makna dan fungsi
mitos perkawinan sumbang.
Formulasi permasalahan adalah :
1. Bagaimanakah struktur mitos perkawinan sumbang dalam cerita Batak Toba.
2. Bagaimanakah makna dan fungsi mitos perkawinan sumbang dalam cerita
rakyat Batak Toba
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan dan secara eksploratif mengungkap
hubungan mitos sumbang dalam cerita Batak Toba dengan
mekanisme nalar,
keyakinan dan adat istiadat masyarakat tersebut dengan:
1. Mendeskripsikan
struktur mitos perkawinan sumbang dalam cerita Batak Toba
Universitas Sumatera Utara
2. Secara eksploratif mengungkapkan makna dan fungsi
mitos perkawinan
sumbang dalam cerita rakyat Batak Toba dengan mekanisme nalar, keyakinan
dan adat istiadat masyarakat Batak Toba
1.4 Manfaat Penelitian
Ada dua jenis manfaat penelitian, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini dapat memperluas wawasan kajian sastra yaitu
studi mitos, bagaimana mitos dapat dihubungkan dengan fakta sosial yang ada. Selain
memperluas wawasan kajian sastra, penelitian ini juga diharapkan memperluas
wawasan penelitian interdisiplin karena kajian ini menjangkau hal tersebut secara
teoretis.
Penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
mengembangkan penelitian cerita rakyat dari berbagai etnik di seluruh Indonesia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis
hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai alat untuk
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra lama Indonesia. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa penelitian ini didasarkan pada hal-hal yang faktual.
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan pencerahan kepada m asyarakat pembaca
sastra mengenai hubungan sastra dan keyakinan masyarakat sehingga karya
sastra lama tidak dianggap lagi sebagai karya sastra yang tidak masuk diakal.
Universitas Sumatera Utara
2. Memberi pengetahuan kepada pembaca cara memahami mitos khususnya mitos
sumbang dalam cerita rakyat Batak Toba.
3. Penelitian ini akan membuka dimensi baru dalam pemahaman budaya secara
umum dan secara khusus pemahaman budaya Batak Toba terutama sistem
kekerabatan
Universitas Sumatera Utara
Download