BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Primigravida

advertisement
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1.
Primigravida
Primigravida adalah seorang wanita yang hamil pertama kali. Usia terbaik
untuk seorang wanita hamil antara usia 20 tahun hingga 35 tahun. Wanita yang
mulai hamil ketika kondisi gizinya buruk, berisiko melahirkan bayi berat badan
lahir rendah sebesar 2-3 kali lebih besar dibanding mereka yang berstatus gizi
baik, dan kemungkinan bayi mati sebesar 1,5 kali. Pada remaja yang berumur 1519 tahun menunjukan angka kematian 2 kali lebih besar. Angka kematian
maternal di Indonesia kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju
(SDKI, 2012).
Dari hasil penelitian yang dilakukan Paneru et al (2014) di India, sebanyak
21,7%
ibu hamil primigravida melahirkan bayi dengan BBLR dan secara
signifikan terdapat hubungan antara kehamilan primigravida dan kejadian BBLR
dengan OR = 1,37 dimana kejadian BBLR pada ibu hamil primigravida kurang
dari 19 th sebanyak 27,9% dan ibu hamil usia lebih dari 35 th sebanyak 28,8%.
Naz (2014) pada penelitiannya di Lahore, Pakistan yang membandingkan
antara primigravida remaja dan primigravida dewasa, didapatkan hasil bahwa
kasus BBLR 12 (dua belas) kali lebih banyak pada primigravida remaja, dan pada
kedua kelompok ibu hamil tersebut memiliki rata-rata kejadian anemia sebanyak
40%.
2. Status Gizi Ibu Hamil
a. Pengertian Status Gizi
Status gizi wanita merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan.
Rendahnya status gizi dapat mengakibatkan kualitas fisik yang rendah dan
berpengaruh pada efisiensi reproduksi. Semakin tinggi status gizi seseorang, maka
semakin
baik
pula
kondisi
fisiknya,
sehingga
mempengaruhi efisiensi reproduksi (Almatsier, 2011).
secara
tidak
langsung
6
Status gizi wanita, terutama pada usia subur, merupakan bagian pokok dari
kesehatan reproduksi sebelum dan selama hamil yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dikandungnya, yang pada akhirnya
berdampak terhadap masa dewasanya. Bila status gizi ibu normal sebelum dan
selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan
dengan berat badan normal bila kondisi fisik dan gizinya berada pada kondisi
yang baik, karena janin di dalam kandungan merupakan hasil interaksi antara
faktor genetik dan lingkungan (Arisman, 2009).
Pada umumnya, ibu hamil dengan kondisi kesehatan yang baik, dengan
sistem reproduksi yang normal, tidak sering menderita sakit dan tidak ada
gangguan pada masa pra-hamil maupun pada saat hamil, akan menghasilkan bayi
yang lebih besar dan sehat dari pada ibu yang kondisinya tidak seperti itu. Kurang
gizi kronis pada masa anak-anak dengan atau tanpa sakit yang berulang, akan
menyebabkan bentuk tubuh yang stunting atau pendek pada masa dewasa. Ibu
dengan kondisi seperti ini akan melahirkan bayi BBLR, vitalitas rendah dan
kematian tinggi, lebih lagi jika si ibu menderita anemia (Almatsier, 2011).
Perbaikan gizi dan kesehatan pada ibu-ibu dinegara maju terlihat dalam
pertambahan tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) orang dewasa dibandingkan
dengan negara berkembang. Keadaan ini mempengaruhi berat lahir bayi yang
berbeda secara bermakna (Soetjiningsih, 2014).
Salah satu teori yang menjelaskan tentang pengaruh status gizi ibu hamil
terhadap janin yang dikandungnya adalah teori yang dikenal dengan nama “Fetal
Programming”.
Menurut
teori
tersebut,
seorang
ibu
hamil
yang
mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi akan menyebabkan fetus yang
dikandungnya mendapat asupan makanan yang kurang terhadap pertumbuhannya
(Godfrey et al, 2001).
Ibu yang kurang gizi pada umumnya mempunyai kapasitas fisik yang
kurang optimal yang akan berpengaruh terhadap kapasitasnya dalam memberikan
pelayanan secara optimal pada keluarga terutama janin yang dikandungnya. Hal
ini dapat menimbulkan penyakit yang kronis yang diderita si kecil pada masa
depan. Penyakit penyakit seperti jantung koroner, hipertensi, kolesterol, gangguan
toleransi glukosa dan diabetes biasa ditemui dari para bayi yang dilahirkan oleh
7
para ibu yang mengalami masalah malnutrisi pada masa kehamilan. Saat seorang
wanita menjalani kehamilan, akan terjadi perubahan fisiologis, berat badan dan
basal metabolisme tubuh akan meningkat. Bersamaan itu, akan terjadi mekanisme
adaptasi di dalam tubuh ibu (Arisman, 2009).
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah gizi masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang utama dan merupakan penyebab kematian ibu
dan anak secara tidak langsung. Angka kematian ibu dan bayi serta bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) yang tinggi pada hakekatnya juga ditentukan
oleh status gizi ibu hamil. Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami
KEK (kurang energi kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan
pada risiko kematian yang lebih besar dibanding dengan bayi yang dilahirkan oleh
ibu dengan berat badan yang normal (WHO, 2004). Selama ini cara yang
dipergunakan untuk mengukur status gizi ibu hamil atau merupakan indikator
status gizi ibu hamil adalah pertambahan berat badan selama kehamilan, yang
berkisar pada masa tubuh ibu sebelum hamil (Yongki et al., 2009).
Status gizi ibu sebelum hamil
dan kenaikan berat badan selama hamil
berhubungan dengan berat lahir bayi. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan
mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Berat lahir bayi merupakan
penentu penting kelangsungan hidup perinatal dan neonatal. Berat lahir bayi
digunakan sebagai salah satu indikator untuk memprediksi pertumbuhan dan
ketahanan hidup bayi di samping status gizi dan kesehatan bayi. Berat lahir bayi
yang tidak normal akan memberikan risiko pada ibu dan bayi (Ramakrishnan,
2004).
b. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan
energi
dan
zat
gizi
tersebut
diperlukan
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan
komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Pada dasarnya penambahan semua zat
gizi dibutuhkan oleh ibu hamil, namun yang sering kali menjadi kekurangan
8
adalah energi, protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium
(Almatsier et al, 2011).
Menurut AKG (angka kecukupan gizi) yang di anjurkan untuk rata-rata
orang Indonesia (2013) kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu
tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih
280 hari. Hal
ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari
selama hamil (Kemenkes, 2013).
Kebutuhan
energi
pada
trimester
I
meningkat
secara
minimal.
Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat
sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan
untuk
pemekaran jaringan
ibu
seperti
penambahan
volume
darah,
pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama
trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta
(Lubis, 2003).
Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein
juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang
harus tersedia selama akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang
tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta serta janin (Kemenkes, 2013).
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Di Indonesia (2013)
Kelompok
Umur
10-12 th
13-15 th
16-18 th
19-29 th
30-49 th
50-64 th
65-80 th
80+ th
Energi
(Kkal)
2000
2125
2125
2250
2150
1900
1550
1425
Protein
(g)
60
69
59
56
57
57
56
55
Asam folat
(µg)
400
400
400
400
400
400
400
400
Besi
(mg)
20
26
26
26
26
12
12
12
Vitamin C
(mg)
50
65
75
75
75
75
75
75
Hamil(+an)
Trimester 1
Trimester 2
Trimester 3
+180
+300
+350
+20
+20
+20
+200
+200
+200
+0
+9
+13
+10
+10
+10
Sumber : Permenkes RI Nomor 75, Tahun 2013
9
c. Risiko Kekurangan Gizi
Masa hamil adalah masa dimana seorang wanita memerlukan berbagai
unsur gizi yang jauh lebih banyak dari pada yang diperlukan dalam keadaan biasa.
Disamping untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya sendiri, berbagai zat gizi
itu juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada
dalam kandungan (Moehji, 2003). Apabila kebutuhan gizi itu tidak dipenuhi
maka akan terjadi berbagai gangguan baik pada ibunya sendiri maupun pada
janinnya.
1). Pada ibu
Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil membutuhkan
makanan dengan
disesuaikan
kandungan
dengan
kondisi
zat-zat
tubuh
gizi
dan
yang
berbeda
perkembangan
dan
janin.
Tambahan makanan untuk ibu hamil dapat diberikan dengan cara
meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas makanan ibu hamil seharihari, bisa juga dengan memberikan tambahan formula khusus untuk ibu
hamil.
Apabila
makanan
selama
hamil
tidak
tercukupi
maka
dapat mengakibatkan kekurangan gizi sehingga ibu hamil mengalami
gangguan.
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi
pada ibu hamil, antara lain anemia, berat badan tidak bertambah
secara normal dan terkena infeksi. Pada saat persalinan gizi kurang dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya
(premature), perdarahan setelah persalinan, serta operasi persalinan.
2). Pada Janin dan Bayi
Untuk pertumbuhan janin yang baik diperlukan zat-zat makanan yang
adekuat, dimana peranan plasenta besar artinya dalam transfer zat-zat
makanan tersebut. Suplai zat-zat makanan kejanin yang sedang
tumbuh tergantung pada jumlah darah ibu yang mengalir melalui
plasenta dan zat-zat makanan yang diangkutnya. Gangguan suplai
makanan
dari
ibu
mempengaruhi
proses pertumbuhan janin dan
10
dapat menimbulkan keguguran (abortus), bayi lahir mati (kematian
neonatal), cacat bawaan, lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
3). Pada Persalinan
Pengaruh gizi kurang pada proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur),
perdarahan saat persalinan serta faktor penyulit lainnya (Lubis, 2003).
Hubungan antara variasi normal pada ukuran tubuh bayi saat lahir dan
kesehatan di sepanjang kehidupan telah mendorong untuk segera
dilakukan reevaluasi terhadap regulasi perkembangan janin. Tindakan
reevaluasi ini semakin dikuatkan oleh hasil-hasil penelitian terakhir yang
memperlihatkan bahwa diet atau pola makan dan komposisi tubuh ibu
pada saat hamil berhubungan dengan tingkat faktor resiko kardiovaskuler
dan prevalensi penyakit jantung koroner pada anak-anak saat usia dewasa
karena berat badan lahir rendah ada kaitannya dengan peningkatan angka
prevalensi penyakit jantung koroner dan kelainan yang berkaitan seperti
stroke, hipertensi dan diabetes tipe 2 (Godfrey et al, 2001).
d. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu
hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur
Lingkar Lengan Atas (LILA), dan mengukur kadar Hb (Saimin, 2006).
1). IMT (indeks massa tubuh)
Peningkatan status gizi ibu hamil yang optimal tidak hanya menjamin
perkembangan janin yang optimal, tetapi juga mengurangi risiko penyakit
kronik pada masa dewasa (Wuet al., 2004). Status gizi ibu hamil
merupakan faktor prenatal yang sangat menentukan status gizi bayi yang
baru dilahirkan (yang direfleksikan berdasarkan berat dan panjang lahir).
Berat badan ibu yang merupakan komponen status gizi ibu hamil
(berkorelasi
linier dengan
IMT)
memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan linier anak (pertambahan berat badan pada usia 0-12 bulan,
BB/U, BB/TB) (Scmidt et al., 2002)
11
Penambahan berat badan pada ibu hamil sesuai dengan hasil rekomendasi
dari Institute of Medicine (IOM, 2009) selama trimester II dan III
kehamilan berdasarkan kategori IMT sebelum kehamilan atau saat awal
kehamilan adalah sebagai berikut (CDC, 2011) :
Tabel 2.2. Rekomendasi Penambahan BB Ibu selama kehamilan
trimester II dan III
Kategori IMT
Penambahan BB
Penambahan BB
Total
Perminggu (kg)
Perbulan (kg)
Penambahan BB
(kg)
Underweight
0,44-0,58
1,9-2,5
12,5-18
0,35-0,50
1,5-2,1
11,5-16,0
0,23-0,33
1,0-1,4
7,0-11,5
0,17-0,27
0,75-1,2
5,0-9,0
(IMT <18,5)
Normal Weight
(IMT 18,5 - <25)
Overweight
(IMT 25, 0 - <30)
Obese
(IMT >30)
Sumber : CDC’s Pediatric and Nutitional Surveillance System, 2011
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bhattacaryaa et al (2007) di Aberden,
India diperoleh hasil bahwa ibu hamil dengan kategori IMT underweight
sebanyak 9,5% melahirkan bayi dengan BBLR
dan ibu hamil obese
melahirkan bayi dengan BBLR sebanyak 2,1%.
2). LILA (Lingkar Lengan Atas)
Lingkar lengan atas (LILA) merupakan indikator status gizi yang
digunakan terutama untuk mendeteksi kurang energi protein pada anakanak dan merupakan alat yang baik untuk mendeteksi status gizi
wanita usia subur dan ibu hamil dengan risiko melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah. Hal ini sesuai dengan Depkes RI (1994) yang
dikutip oleh Supariasa, bahwa pengukuran LILA pada kelompok wanita
usia subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan
12
dapat
dilaksanakan
oleh
masyarakat
awam,
untuk
mengetahui
kelompok berisiko Kurang Energi Kronis (KEK) (Supariasa, 2001).
Menurut
Depkes
RI
(1995)
dalam
Program
Perbaikan
Gizi
Makro menyatakan bahwa KEK merupakan keadaan dimana ibu
menderita
kekurangan
makanan
yang
berlangsung
menahun
(kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu.
Kekurangan energi kronis
dapat terjadi pada wanita usia subur
(WUS) dan pada ibu hamil (bumil). Pada ibu hamil lingkar lengan
atas digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkan
memiliki berat badan lahir rendah. Ibu hamil diketahui menderita KEK
dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu
hamil) dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran
LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita
tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan
berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, gizi
kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak
(Depkes RI, 1995).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan
status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena
pengukurannya sangat mudah dan cepat. Hasil pengukuran LILA ada
dua kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm dan diatas atau sama
dengan 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran kurang dari 23,5 cm
berarti risiko KEK dan diatas atau sama dengan 23,5 cm berarti
tidak berisiko KEK (Depkes RI, 1995).
World Health Organization (WHO) dalam Food And Nutrition Technical
Assistance (FANTA, 2013) menggunakan LILA sebagai salah satu
indikator atau prediktor dari status gizi dan kesehatan yang berhubungan
dengan hasil keluarannya pada remaja dan dewasa termasuk ibu hamil dan
beberapa penelitian tentang memperlihatkan hubungan antara LILA dan
kejadian BBLR (Ojha et al., 2007, Janjua et al., 2009, dan Sen et al.,
2010), serta hubungan antara LILA dan anemia (Verhoeff et al., 1999 dan
Charles et al., 2010).
13
3). Kadar Haemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan
prevalensi
anemia.
Hemoglobin
merupakan
senyawa
pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat dapat diukur
secara kimia dan jumlah hemoglobin / 100 ml darah dapat digunakan
sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan
hemoglobin yang rendah dapat mengindikasikan anemia. Nilai yang paling
sering dinyatakan adalah 14-18 gram/100 ml untuk laki-laki dan 12-16
gram/100 ml untuk perempuan (gram/100 ml sering disingkat dengan gr%
atau gr/dl) (Supariasa, 2001).
Anemia adalah suatu keadaan tubuh manusia dengan kadar hemoglobin
dalam sel darah merah kurang dari normal. Anemia selama kehamilan
tidak hanya menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di negara
berkembang, tetapi juga merupakan masalah yang signifikan di negara
maju, dengan perkiraan bahwa 55-60% wanita hamil menderita anemia di
negara berkembang dan di negara maju sekitar 18% (WHO, 2010).
Peningkatan volume darah pada kehamilan akan menyebabkan tambahan
zat besi. Besi dapat diperoleh dari suplemen besi dan asupan gizi.Apabila
ibu hamil tidak memenuhi kebutuhan besi didalam tubuh maka tubuhnya
mengalami penurunan besi (deplesi iron). Zat besi didalam tubuh ibu tidak
hanya digunakan untuk pembentukan sel darah merah sebagai pengikat
oksigen oleh ibu tetapi sebagian lagi juga dibutuhkan untuk janin dan
plasenta sebagai metabolisme normal dan persiapan kelahiran. Apabila
cadangan besi pada ibu menurun maka akan mengakibatkan kematian
janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi
yang dilahirkan (Sulistyoningsih, 2011).
Badan Kesehatan Dunia menetapkan cut off point anemia untuk keperluan
penelitian lapangan seperti berikut.
14
Tabel 2.3. Kriteria anemia menurut WHO dikutip dari Adriani et al
( 2012)
Kelompok
Kriteria Anemia (Hb)
Laki – laki dewasa
< 13 g/ dl
Wanita dewasa tidak hamil
< 12 g/dl
Wanita hamil
< 11 g/ dl
Sumber : WHO, 2004
‘
Kategori anemia pada ibu hamil adalah bila kadar Hb <11 gr% pada saat
trimester I dan III, atau kadar Hb <10,5 gr% pada saat trimester II, hal ini
terjadi karena ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil yaitu
karena adanya hemodilusi terutama pada trimester II (Adriani, 2014).
Tanda dan gejala seseorang menderita anemia menurut Manuaba (2001)
adalah cepat lelah, mata berkunang-kunang, sering pusing, nafsu makan
kurang, lemah, mengantuk, mual dan muntah, dan keluhan hamil
bertambah. Menurut Depkes RI (2009) tanda-tanda anemia adalah 5 L
(Letih, Lalai, Lesu, Lemah, dan Lunglai), pucat pada wajah, kelopak mata
dan telapak tangan, pusing, dan penglihatan berkunang-kunang.
Anemia kurang besi merupakan penyebab penting yang melatar belakangi
kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil
dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi
kehamilan.
Sekitar
20%
kematian
maternal
negara
berkembang
penyebabnya adalah berkaitan langsung dengan anemia kurang besi.
Selain pengaruhnya terhadap kematian, anemia pada saat hamil akan
mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan
peningkatan kematian perinatal (Rasmaliah, 2004).
3. Umur Ibu Hamil
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur
reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan diusia
kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun dapat menyebabkan anemia, karena
15
pada kehamilan kurang 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya
cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami
keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan
kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya, salah satunya adalah kebutuhan zat
besi yang tidak terpenuhi (Arisman, 2009).
Pada kehamilan usia muda terjadi kompetisi makanan antar janin dan
ibunya yang masih dalam pertumbuhan dan adanya pertumbuhan hormonal yang
terjadi selama kehamilan. Sedangkan ibu hamil diatas 35 tahun cenderung
mengalami anemia, hal ini disebabkan karena pengaruh turunnya cadangan zat
besi dalam tubuh akibat masa fertilisasi (Sulistyoningsih, 2011).
Kehamilan pada usia yang terlalu muda atau tua termasuk dalam kriteria
kehamilan risiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan kesakitan dan
kematian pada ibu dan janin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Awad Shehadeh
di Amman - Yordania (2002), pada primigravida berusia lebih dari atau sama
dengan 35 tahun didapatkan kejadian komplikasi pada ibu dan bayi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan primigravida usia 20-25 tahun (Shehadeh, 2002),
sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Minoo et al (2010), ibu
hamil dengan usia kurang dari atau sama dengan 18 tahun komplikasi kehamilan
yang ditemui adalah kelahiran preterm, placenta previa dan BBLR.
4. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
Berat Badan Lahir Rendah di definisikan WHO sebagai bayi yang lahir
dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan.
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLR
merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal
dan neonatal. Ini berdasarkan observasi epidemiologi bahwa bayi dengan berat
badan kurang dari 2500 gram beresiko meninggal dunia 20 kali lebih besar dari
bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal. BBLR sejak lama digunakan
oleh WHO sebagai indikator kesehatan masyarakat yang penting (WHO, 2004).
BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan
kematian bayi khususnya perinatal. Bayi berat lahir rendah dapat mengalami
16
gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya, sehingga
membutuhkan biaya perawatan yang tinggi (Arisman, 2009).
BBLR merupakan manifestasi dari ibu hamil yang menderita energi kronis
dan mempunyai status gizi buruk selama kehamilannya. BBLR berkaitan dengan
tingginya angka kematian bayi dan balita, juga berdampak serius pada kualitas
generasi mendatang, yaitu memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak
serta berpengaruh pada kecerdasan (Depkes RI, 2005).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) / kurang dari 2500 gr menyumbang 42,5%56% kematian perinatal. Risiko kematian BBLR 20 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan dengan bayi dengan berat lahir normal (WHO, 2004). Bayi berat lahir
rendah juga akan mengalami peningkatan risiko terkena penyakit metabolik ketika
dewasa seperti hipertensi dan diabetes melitus tipe 2 (Line et al., 2007).
Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 di seluruh
Indonesia diperoleh angka kejadian BBLR sebesar 11,1% (Kemenkes, 2010) dan
10,2% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Hasil ini sedikit lebih rendah dari
hasil Riskesdas tahun 2007 yaitu sebesar 11,5%, tetapi masih jauh dari target
BBLR yang diharapkan. Beberapa faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
BBLR antara lain faktor berat badan ibu, tinggi badan ibu, umur ibu, paritas, ras,
pendapatan perkapita dan tekanan darah ibu sewaktu hamil (Yadav, 2012).
5. Hasil Penelitian Yang Relevan
5.1 Yongki et al. Tahun 2009. Judul penelitian : Status Gizi Awal Kehamilan dan
Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Kaitannya Dengan BBLR, desain
penelitian : kohort prospektif study. Hasil : Status Gizi awal kehamilan
mempengaruhi hasil kelahiran,
berdasarkan BBLR, dimana status gizi
kurang dan normal diawal kehamilan berisiko melahirkan bayi BBLR. Hasil
uji regresi linier terhadap faktor yang berpengaruh terhadap BBLR adalah
usia kehamilan ibu dan pertambahan BB ibu. Penelitian dilakukan di Jakarta
dan Bekasi.
5.2 Khousabi et al. Tahun 2010. Judul Penelitian : Association Between Maternal
Nutrition Status and Birth Weight of Neonates in Selected Hospitals in
Mysore City, India. Desain Penelitian : kohort prospectif. Hasil : Status gizi
17
ibu berpengaruh terhadap berat lahir neonatus. Kebutuhan zat gizi terutama
energi, protein dan kalsium peenting untuk hasil kehamilan. Berat ibu, tinggi
fundus, asupan energi dan protein dari ibu hamil merupakan prediktor faktor
bagi berat lahir bayi
5.3 Fikawati et al. Tahun 2011. Judul Penelitian : Status Gizi Ibu Hamil dan
Berat Badan Lahir Bayi pada Ibu Vegetarian di DKI Jakarta, desain
penelitian : Cross Sectional, hasilnya : Secara keseluruhan yang berpengaruh
terhadap Berat Lahir Bayi adalah IMT Ibu sebelum hamil, Asupan Fe, Zink
dan Vit B12 dari asupan makanan yang dikonsumsi ibu. Penelitian dilakukan
di Jakarta pada ibu hamil yang vegetarian
5.4 Livinec et al. Tahun 2011. Judul Penelitian : Maternal Anemia in Benin :
Prevalence, Risk Factors and Association with Low Birth Weigth. Hasil : Ibu
hamil dengan Anemia memiliki risiko lebih besar untuk melahirkan BBLR.
Penelitian dilakukan di Benin, Afrika
5.5 Yadav et al. Tahun 2012. Judul Penelitian : Maternal factors in Predicting
Low Birth Weight Babies. Desain Penelitian : Cross sectional study. Hasil :
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap BBLR adalah : IMT ibu sebelum
hamil, usia kehamilan diats 35 tahun, paritas, ras, pendapatan perkapita dan
tekanan darah ibu. Penelitian dilakukan di Seremban General Hospital,
Negeri Sembilan Malaysia.
Perbedaan antara beberapa penelitian di atas dengan penelitian ini adalah :
penelitian ini menjadikan ibu hamil primigravida sebagai sampel, dinilai status
gizi berdasar IMT saat awal kehamilan, LILA saat trimester 1 dan 3, penambahan
berat badan selama kehamilan dan kadar Hb, diikuti sampai kelahiran dan dilihat
berat badan bayi yang dilahirkan termasuk katagori BBLR atau tidak. Metode
yang digunakan adalah kohort prospektif, dengan pengambilan data secara
retrospektif berupa riwayat kehamilan pada trimester 1 dan 2 dari Buku KIA, data
prospektif berupa data ibu hamil pada trimester 3 dan data berat badan bayi saat
lahir.
18
B. Kerangka Pikir
Status Gizi ibu hamil mempengaruhi kesehatan/status gizi janin yang akan
dilahirkan. Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (Kurang
Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko
kematian yang lebih besar dibanding dengan bayi yang dilahirkan ibu dengan
berat badan yang normal (Ferial, 2011).
Umur ibu saat pertama kali hamil berkaitan dengan status gizi, dimana
menurut Riskesdas 2013 saat ini terjadi kecenderungan umur ibu saat pertama
hamil kurang dari 19 tahun, selain itu menurut beberapa penelitian kejadian
BBLR lebih sering terjadi pada ibu hamil primigravida yang berusia kurang dari
atau sama dengan 19 dan lebih dari 35 tahun ( Paneru et al, 2014 dan Naz, 2014)
Faktor internal dan eksternal pada ibu hamil akan berpengaruh terhadap
asupan gizi ibu selama hamil, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi
status gizi ibu yang pada akhirnya berkorelasi terhadap berat badan bayi yang
dilahirkan.
Ekonomi Keluarga
Faktor Internal Ibu Hamil :
Faktor Eksternal Ibu Hamil :
Asupan Gizi Ibu Hamil< AKG
-
Pendidikan
-
Pendapatan
-
Pekerjaan
-
Riwayat Kehamilan
-
Selera Makan
(ngidam)
Status Gizi Ibu Hamil Trimester III
1. IMT Sebelum Hamil :
- Kurus (<18,5)
- Normal (18,5-24,9)
- Overweight (>25)
2. LILA :
Umur Ibu Hamil Primigravida :
- Risiko tinggi (<20 dan >35 th)
- Tidak Risiko Tinggi ( 20 – 34 th)
- KEK (<23,5)
- Tidak KEK (>23,5)
-
Budaya Makan
-
Dukungan
Suami/Keluarga
-
Psikososial Keluarga
-
Stress
-
Program KB
-
Ketersediaan Bahan
Makanan di Pasar
3. Kadar Hb : - Anemia (<11 gr%)
- Tidak Anemia (> 11 gr%)
4. Penambahan Berat Badan :
- Kurang dari Standar IOM (< 80%)
- Sesuai Standar IOM (80-100%)
- Lebih dari Standar IOM (>100%)
BBLR
Gambar 2. Kerangka Pikir Hubungan Status Gizi dan Umur Ibu hamil
Primigravida dengan Kejadian BBLR
19
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis Mayor : Ada hubungan status gizi dan umur ibu hamil
primigravida dengan kejadian BBLR di Kab. Boyolali
2. Hipotesis Minor :
a) Ada hubungan IMT Ibu sebelum hamil atau pada saat awal
kehamilan dengan kejadian BBLR di Kabupaten Boyolali
b) Ada hubungan hasil pengukuran LILA Ibu hamil primigravida
pada trimester 1 dan trimester 3
dengan kejadian BBLR di
Kabupaten Boyolali
c) Ada hubungan penambahan berat badan selama kehamilan pada
ibu hamil primigravida dengan kejadian BBLR di Kabupaten
Boyolali
d) Ada hubungan status anemia berdasarkan kadar Hb Ibu hamil
primigravida dengan kejadian BBLR di Kabupaten Boyolali
e) Ada hubungan umur ibu hamil primigravida dengan kejadian
BBLR di Kabupaten Boyolali
Download