BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penetapan Gula Pereduksi Gula pereduksi ditentukan pada sampel limbah nenas diantaranya adalah limbah daging nenas, empelur nenas, kulit nenas, total limbah nenas dan larutan teh. Total limbah nenas yang dimaksud adalah campuran empelur, kulit dan limbah daging nenas dengan perbandingan 1:1:1. Hasil penetapan gula pereduksi dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 7: Grafik kandungan gula pereduksi Data pada gambar menunjukkan bahwa sampel limbah daging dari limbah nenas memiliki kandungan gula pereduksi paling tinggi yaitu sebesar 76363,64 ppm yang kemudian diikuti oleh sampel limbah total nenas dengan kandungan 59427,05 ppm. Untuk analisis selanjutnya yang digunakan adalah limbah total nenas walaupun kandungan gula pereduksinya lebih kecil dari limbah daging nenas. Hal ini disebabkan karena limbah daging jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan total limbah nenas. Sampel limbah total (Limbah daging: Empelur : kulit) selanjutnya digunakan sebagai substrat fermentasi. 23 4.1.2. Penetapan kandungan substrat optimal Substrat difermentasi dengan berat Kombucha konstan (25 gram) selama 2 hari, selanjutnya kadar alkohol hasil fermentasi didestilasi terlebih dahulu dan diukur menggunakan alkoholmeter. Kadar alkohol optimal yang terukur ekivalen dengan kandungan substrat optimal. Hasil analisis yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 8. Gambar 8: Grafik kandungan alkohol hasil fermentasi pada variasi kandungan substrat Gambar 8 memperlihatkan adanya hubungan atara kandungan substrat yang digunakan dengan kadar alkohol yang dihasilkan. Terdapat nilai optimal pada kandungan substrat 50% dengan kadar alkohol yang dihasilkan sebesar 6%, yang selanjutnya teijadi penurunan kadar alkohol sebesar 3 % pada kandungan substrat 75%. Kandimgan substrat optimal ini digunakan imtuk analisis penetapan berat starter optimal melalui proses fermentasi Kombucha. 4.1.3. Penetapan berat starter (A<t>ifi£>iicAa) Penetapan berat starter optimal dilakukan dengan menggimakan beberapa variasi berat starter dan kandungan substrat konstan (50%). Media yang telah difermentasi selama 2 hari didestilasi dan diukur alkoholnya dengan alkoholmeter sehinga diperoleh data seperti yang terlihat pada gambar 9. Pada gambar terlihat hubungan antara berat starter dengan kandungan alkohol yang dihasilkan. Berat starter optimal yang didapat adalah 45 gram dengan kandungan alkohol 12%. Pada berat starter 55 gram kandungan alkohol turun menjadi 3%. Selanjutnya 24 berat starter optimal ini digunakan untuk penetapan waktu fermentasi optimal pembentukan asam asetat. Gambar 9: Grafik kandungan alkohol pada fermentasi substrat 50% dengan variasi berat starter 4.1.4. Penetapan Waktu Optimal Pembentukan Asam Asetat Waktu fermentasi optimal pembentukan asam asetat diukur menggunakan High Performance Liquid Cromatography (HPLC) dan secara titrasi. Hasil pengukuran ditunjukkan pada gambar berikut: 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu fermentasi (hari) Gambar 10: Grafik pengukuran asam asetat dengan metode HPLC 25 11 12 I Pada gambar 10 nilai optimal pembentukan asam asetat terjadi pada hari kelima sebesar 4,23%. Pada hari ke 6 sampai hari ke 9 mengalami penurunan kandungan asam asetat dan pada hari ke 10 kandungan asam asetat kembali meningkat meskipim tidak mencapai kondisi optimal yaitu sebesar 3,43%. Pengukuran asam secara titrasi nilai optimalnya tercapai pada hari ke 9 sebesar 4,25% sedangkan pada hari ke 5 sebesar 3,89% yang terlihat pada gambar 11. E to in IB C s> c 3 73 C 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1,5 1 0.5 0 1 ''5 3.89 Jt 4.07 4,25 —•^.sg 4,25 2.83 4 5 6 7 8 10 11 12 Lama fermentasi (liari) Gambar 11: Grafik Pengukuran Asam asetat dengan Metode Titrimetri 4.2. Pembahasan 4.2.1. Penetapan Gula Pereduksi Sampel limbah buah nenas yang digunakan dalam peneltian ini terdiri dari kulit nenas, limbah daging nenas dan empelur nenas, karena diduga dari bagian limbah nenas ini memilki kandungan gula pereduksi yang berbeda pada setiap bagiaannya. Hasil analisis gula pereduksi menggunakan metode Nelson Somogyi didapatkan jumlah gula pereduksi tertinggi pada limbah daging nenas yaitu sebesar 76363,64 ppm, nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan larutan teh sebesar 33333,33 ppm yang biasanya digunakan untuk substrat tumbuhnya Kombucha. Data hasil penelitian dapat diguneikan sebagai informasi bam, dimana limbah nenas dapat digunakan sebagai media altematif untuk pertumbuhan Kombucaha. Dalam penelitian ini sampel total limbah nenas (limbah daging: kulit: empulur dengan perbandingan 1:1:1) menghasilkan gula pereduksi sebesar 59427,05 ppm. Gula pereduksi dalam proses fermentasi digimakan sebagai sumber karbon oleh mikroorganisme untuk proses pembelahan sel. Pertumbuhan Kombucha di dalam limbah nenas diharapkan bisa mengoksidasi gula pereduksi pada limbah nenas menjadi alkohol. Menurut Gusrina (2009) hasil proses fermentasi gula berguna untuk pertumbuhan sel dan pembentukan etanol. Dengan kata lain semakin banyak kandungan gula dalam suatu substrat atau medium fermentasi, maka konsumsi gula oleh mikroorganisme untuk pembelahan sel akan semakin banyak dan semakin banyak pula enzim yang dihasilkan untuk pembentukan etanol. Selama proses fermentasi teijadi, kandungan gula pereduksi limbah nenas akan terus berkurang karena dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan Kombucha. Hal ini dubuktikan oleh Suhartatik dan linda pada penelitiannya tahun 2008 temyata selama proses fermentasi menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa yang membuktikan bahwa teijadinya penggimaan glukosa sebagai substrat dalam fermentasi. Kadar alkohol yang dihasilkan selama fermentasi akan mempengaruhi jumlah asam asetat yang akan dihasilkan, karena menurut Tammali (2003) asam asetat dihasilkan dari oksidasi etanol (alkohol) dengan kata lain semakin besar konsentrasi alkohol yang terbentuk maka akan semakin besar pula kandungan asam asetat yang dihasilkan. 4.2.2. Penetapan Kandungan Substrat Optimal Kandungan substrat optimal ditentukan berdasarkan pengukuran kandungan alkohol yang dihasilkan dari didestilasi substrat yang telah difermentasi dengan starter. Peningkatan kadar alkohol terjadi dari kandungan substrat 25% sampai kandungan substrat 50%. Kandungan substrat 50% menghasilkan alkohol sebesar 6%. Kecepatan tumbuh dari mikroorganisme akan semakin besar dengan semakin bertambahnya ketersediaan sumber energi, namun pada penelitian kandungan substart 75% alkoholnya mengalami penurunan sampai 3%. Hal ini dikarenakan Kombucha merupakan mikroorganisme yang dapat menghasilkan beberapa jenis enzim, diduga pada konsentrasi 75% dengan waktu fermentasi yang sama dengan kandungan substrat 50% Kombucha telah 27 menghasilkan enzim selain enzim alkohol dehidrogenase yang menyebabkan kandungan alkohol menurun. Menurut Elivri dan putra (2006) Konsentrasi substrat yang terlalu tinggi mengurangi jumlah oksigen terlarut. Walaupun dalam jumlah yang sedikit, oksigen tetap dibutuhkan dalam fermentasi oleh 5". Cerevisiae untuk menjaga kehidupan. Oksigen dibutuhkan untuk memproduksi ATP dalam glikolisis dan dalam fosforilasi oksidatif. Proses yang terakhir merupakan bentuk reaksi yang paling menonjol untuk memproduksi ATP. Bila tidak ada oksigen (anaerob), NADH dalam mitokondria tidak dapat dioksidasi kembali, maka pembentukan ATP, daur asam sitrat serta pemecahan nutrisi lain juga terhenti. Sebagai substrat energi tetap hanya glukosa yang pemecahannya menjadi pimvat melalui glikolisis menghasilkan dua molekul ATP. 4.2.2. Penetapan Berat Starter Optimal Penetapan kandungan starter optimal juga berdasarkan kandungan alkohol dari hasil fermentasi substrat. Pada gambar 9 terlihat berat starter optimal untuk menghasilkan alkohol adalah 45 gram dan pada berat 55 gram menghasilkan kandimgan alkohol lebih rendah yaitu sebesar 3%. Penurunan kandungan alkohol pada berat starter 55 gram dikarenakan, pada percobaan yang dilakukan kandungan substrat konstan sementara jumlah starter meningkat. Semakin banyak starter yang dipergunakan diprediksikan jumlah mikroorganisme semakin banyak pula, sehingga jumlah glukosa sebagai sumber karbon banyak digunakan untuk pembelahan. Pembelahan mikroorganisme akan menghasilkan enzim alkohol dehidrogenase yang nantinya akan digunakan untuk merubah glukosa tersisa menjadi alkohol. Semakin sedikit glukosa tersisa maka akan semakin sedikit pula alkohol yang dihasilkan dari fermentasi substrat. 4.2.3. Penetapan Waktu Optimal Pembentukan Asam Asetat Alkohol akan dioksidasi oleh enzim aldehid dehidrogenase dari Kombucha menjadi asam asetat. Untuk melihat waktu fermentasi optimum dari pembentukan asam asetat digunakan kandimgan substrat 50% dan berat starter 45 gram dan 28 dianalisis dengan metode HPLC dan titrasi. Dari analisis didapatkan kandungan asam asetatnya 4,22% dengan metode HPLC dan 3,89% dengan metode titrasi. Pada dasamya pengukuran secara titrasi yang terukur adalah asam total, sementara HPLC spesik untuk asam asetat yang diketahui berdasarkan waktu retensi pemisahaimya. Jika dibandingkan dengan nilai optimal secara HPLC pada hari yang sama yaitu hari ke 5, kandungan asam total 3,89% lebih rendah dibandingkan dengan kandungan asam asetat 4,23%. Kecilnya kandungan asam total dibandingkan kandungan asam asetat dimvmgkinkan karena asam asetat merupakan asam organik yang volatil dan labil berkemungkinan selama proses titrasi mengalami penguapan. Selain itu kandungan asam asetat mengalami penurunan, mungkin disebabkan karena asam asetat akan teroksidasi atau terombakkan oleh oksigen dari udara menjadi CO2 dan H2O (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Gambar 10 merupakan grafik pengukuran asam asetat dengan metode HPLC. Dari gambar 10 menimjukkan waktu optimal untuk fermentasi asam asetat teijadi pada hari ke 5. Kandungan asam asetat mengalami penurunan pada hari ke 6 sampai hari ke 9 yang kemudian pada hari ke 10 kembali naik namun tidak mencapai nilai optimal. Tercapainya nilai optimal pada hari ke 5 dikarenakan pada hari ini terjadi fasa pertumbuhan. Pada fase ini jumlah mikroba banyak dan jumlah enzim yang dihasilkan juga banyak, sehingga kandungan asam asetat yang dihasilkan juga tinggi. Pada hari ke 6 sampai 9 teijadi fase stasioser dimana teijadi penurunan jumlah sel. Kondisi ini kurang menguntungkan karena bersifat toksik namun sel tetap melakukan adaptasi dengan menghasilkan senyawa yang diinginkan manusia misalnya antibiotik dan antioksidan (Purwoko, 2009) Setelah fase stasioner ini mikroorganisme akan mengalami fase kematian, namun ada beberapa bakteri yang masih mampu bertahan sehingga masih menghasilkan enzim yang dapat mengubah substratnya kembali menjadi asam asetat. Oleh sebab itu pada hari ke 10 pada gambar 10 bentuk grafik kembali naik namun tidak mencapai nilai optimal. 29