analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU
PADA GALIH BAKERY, CILEDUG, TANGERANG, BANTEN
Asep Heruhidayat
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M/1430 H
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu kekuatan
pendorong bagi pembangunan perekonomian Indonesia. Sektor UKM memegang
peranan yang sangat penting terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja
yang mampu diserap oleh UKM. UKM ini selain memiliki arti strategis bagi
pembangunan, juga sebagai upaya untuk meratakan hasil-hasil pembangunan yang
telah dicapai (Anoraga dan Sudantoko, 2002: 224). Hal ini karena UKM cukup
fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah
permintaan pasar. Selain itu, UKM juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih
cepat dibandingkan sektor usaha lainnya. Eksistensi dan peran UKM yang pada
tahun 2007 mencapai 49,84 juta unit usaha dan merupakan 99,9 persen dari
pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan
lagi dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan
Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, nilai ekspor nasional, dan investasi
nasional (Kusumo, 2008: i)
Perkembangan jumlah UKM periode 2006-2007 mengalami peningkatan
sebesar 2,18 persen yaitu dari 48,7 juta unit pada tahun 2006 menjadi 49,8 juta
pada tahun 2007. Kebanyakan usaha kecil ini terkonsentrasi pada sektor
perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu, dan produk kayu,
serta produk mineral non-logam (Kusumo, 2008: 4). Salah satu sektor ekonomi
UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor industri
pengolahan. Industri pengolahan memberikan nilai tambah (added value) pada
produk primer, sehingga produk turunan yang dihasilkan mempunyai nilai tambah
yang lebih dibandingkan dengan produk non-olahan. Begitu pula halnya dengan
produk pertanian, apabila diolah lebih lanjut maka akan mempunyai nilai tambah
yang lebih dibandingkan produk pertanian non-olahan. Salah satu produk turunan
dari produk pertanian adalah roti.
Roti merupakan salah satu diantara berbagai macam produk turunan dari
gandum. Secara sederhana roti dapat diartikan sebagai makanan yang berbahan
dasar utama tepung terigu dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga
yang tidak menggunakan ragi. Namun kemajuan teknologi manusia membuat roti
diolah dengan berbagai bahan seperti garam, minyak, mentega, ataupun telur
untuk menambahkan kadar protein di dalamnya sehingga didapat tekstur dan rasa
tertentu (Astawan, 2007: 1). Roti merupakan makanan yang sudah banyak
dikonsumsi sebagai alternatif sumber kalori pengganti nasi maupun snack
(kudapan) pengganjal perut ketika lapar.
Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 1996 tingkat konsumsi rata-rata roti di
Indonesia mencapai 628,3 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.979,6 juta potong
roti manis. Walaupun terjadi penurunan menjadi 366,7 juta bungkus kecil roti
tawar dan 2.349,3 juta potong roti manis pada tahun 1999 karena terpaan krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sehingga daya beli masyarakat berkurang,
konsumsi rata-rata roti Indonesia kembali meningkat hingga mencapai angka
447,6 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.920,6 juta potong roti manis pada tahun
2002.
2
Tabel 1. Konsumsi Roti Tawar dan Manis Per Kapita Per Tahun di Indonesia
Tahun 1996, 1999, 2002
1996
Konsumsi Rata-Rata Roti Tawar
(Juta Bungkus Kecil)
628,3
Konsumsi Rata-Rata Roti
Manis (Juta Potong)
2.979,6
1999
366,7
2.349,3
2002
447,6
2.920,6
Tahun
Sumber: BPS dalam Badria (2005: 2)
Seiring dengan meningkatnya konsumsi roti, industri ini turut berkembang
pesat. Berdasarkan Tabel 2, pada tahun 1997, jumlah industri roti di Indonesia
berjumlah 331 unit, kemudian meningkat 48,04 persen menjadi 490 unit pada
tahun 1998. Walaupun pada tahun-tahun berikutnya jumlah industri roti
berfluktuasi pada kisaran 1 persen, tetapi hingga akhir tahun 2003, jumlah industri
roti di Indonesia tercatat mencapai 506 unit atau meningkat 3,27 persen dibanding
tahun 2002 yang mencapai 490 unit
Tabel 2. Perkembangan Jumlah Industri Roti di Indonesia Tahun 1997-2003
Tahun
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Jumlah Perusahaan
331
490
489
489
494
490
506
Perkembangan (%)
48,04
- 0,21
0
1,02
- 0,81
3,27
Sumber: BPS dalam Badria (2005: 4)
Berdasarkan data di atas, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa persaingan
diantara para pengusaha pun semakin ketat pula. Hal tersebut menyebabkan
perusahaan harus meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan agar dapat
3
tetap bersaing dengan perusahaan lain. Salah satunya adalah dengan menghasilkan
produk yang bermutu.
Mutu mungkin merupakan cara yang paling baik untuk memastikan
adanya kesetiaan pelanggan, pertahanan yang paling baik terhadap pesaing asing
dan satu-satunya jalan untuk memantapkan pertumbuhan dan keuntungan yang
berkesinambungan dalam keadaan pasar yang sulit (Faure dan Faure, 1996: 1-2).
Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat
kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi
pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi
inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar,
meningkatkan hasil (yield) dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi serta
memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa (Nasution, 2005: 12). Salah
satu cara untuk menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan mutu adalah
dengan menerapkan sistem Manajemen Mutu Terpadu.
Menurut Feigenbaum (1992: 5-6) sistem Manajemen Mutu Terpadu
memberikan arahan dan panduan bagi pelaksanaan kegiatan peningkatan dan
pengendalian mutu. Kendali mutu merupakan salah satu kekuatan perusahaan
yang utama untuk mencapai peningkatan produktivitas total secara tepat.
Disamping itu, dengan pengendalian mutu diharapkan manajemen perusahaan
mampu menyelenggarakan usaha dagang berdasarkan kekuatan dan keyakinan
atas mutu produk atau jasa mereka, dan memungkinkan manajemen perusahaan
bergerak maju dalam volume pasar dan perluasan bauran dengan derajat
penerimaan pelanggan yang tinggi, stabilitas keuntungan dan pertumbuhan
4
perusahaan yang pesat. Hal tersebut juga berlaku pula dalam perusahaan roti,
dimana roti sebagai bahan makanan yang akan dikonsumsi langsung oleh manusia
tentunya harus memenuhi tingkat keamanan pangan (food safety) produk untuk
konsumsi. Kualitas dari produk roti haruslah diperhatikan dan dijaga oleh pihak
produsen agar selalu dalam keadaan baik serta aman untuk dikonsumsi. Selain itu,
mutu atau kualitas produk juga berperan dalam memenangkan persaingan serta
merebut hati konsumen.
Galih Bakery merupakan salah satu dari ratusan perusahaan roti dan kue
yang ada di Indonesia. Perusahaan roti yang berlokasi di Ciledug, Tangerang,
Banten ini berhasil bertahan selama kurang lebih 20 tahun berdiri sejak tanggal 15
Juni 1986 dan telah mengalami pasang surut dalam menjalankan usahanya, selalu
mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga mutu. Walaupun demikian,
perusahaan roti ini mempunyai kendala dalam menjaga mutu rotinya yang
terkadang berfluktuasi. Jika kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan Galih
Bakery akan kehilangan konsumennya. Hal ini mengingat peta persaingan
perusahaan roti di daerah Ciledug cukup ketat. Tedapat perusahaan-perusahaan
sekelas Tan Ek Tjoan, Lauw, Swanish, maupun Sari Roti yang tentu saja kelasnya
berada di atas Galih Bakery. Sedangkan perusahaan roti yang sekelas Galih
seperti Duriana Bakery, Mariana Bakery, Agustini Bakery, dan Nathan Bakery.
Tingkat kelemahan yang dimiliki banyak perusahaan kecil seperti Galih
Bakery dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu menyebabkan pihak
perusahaan kurang tanggap dalam mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan
dengan Manajemen Mutu sehingga tindakan yang diambil seringkali tidak sesuai
5
dengan permasalahan yang dihadapi dan hanya mengandalkan kegiatan rutin saja.
Penyusun tertarik untuk mengangkat permasalahan pada Galih Bakery ini ke
dalam
sebuah
penelitian
dengan
judul
“Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana penerapan sistem Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery?
b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu
pada Galih Bakery?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan penerapan sistem Manajemen Mutu Terpadu pada Galih
Bakery.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery.
6
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
a. Perusahaan, diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi
perusahaan dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal penetapan
kebijakan penerapan Manajemen Mutu Terpadu.
b. Pembaca, sebagai bahan informasi, masukkan bagi penelitian selanjutnya, dan
sebagai pelengkap literatur khususnya dalam bidang penerapan Manajemen
Mutu Terpadu pada industri kecil.
c. Peneliti, selain untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sekaligus
menerapkan apa yang sudah diajarkan selama di bangku kuliah, penelitian ini
berguna untuk membandingkan teori yang dipelajari dalam perkuliahan
dengan kenyataannya di lapangan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Galih Bakery yang merupakan industri kecil
yang bergerak dalam bidang pembuatan roti. Penelitian ini meneliti tentang
penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang didasarkan atas unsur-unsur
Manajemen Mutu Terpadu itu sendiri. Unsur-unsur tersebut meliputi fokus pada
pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka
panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan
dan pelatihan, kebebasan yang terkendali, kesatuan tim, serta adanya keterlibatan
dan pemberdayaan karyawan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Roti
Roti diartikan sebagai makanan yang berbahan dasar utama tepung terigu
dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga yang tidak menggunakan
ragi. Secara umum roti dibedakan atas roti tawar dan roti manis. Roti tawar dapat
dibedakan lagi atas roti putih (white bread) dan roti gandum (whole wheat bread).
Sedangkan roti manis sendiri dibedakan atas dasar bahan pengisinya, seperti roti
isi pisang, nenas, kelapa, daging sapi, daging ayam, sosis, coklat, keju, dan lainlain. Dibandingkan dengan 100 gram nasi putih atau mie basah, maka 100 gram
roti memberikan energi, karbohidrat, protein, fosfor dan besi yang lebih banyak
(Astawan, 2007: 1). Secara rinci komposisi gizi roti tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Gizi Roti Dibanding Nasi dan Mi Basah per 100 gram
Zat Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
Roti Putih
248
8,0
1,2
50,0
10
95
1,5
0
0,10
0
40
Nasi
178
2,1
0,1
40,6
5
22
0,5
0
0,02
0
57
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI dalam Astawan (2007: 1)
Mie Basah
86
0,6
3,3
14,0
14
13
0,8
0
0
0
80
Berdasarkan Tabel 3, 100 gram roti menghasilkan 248 kkal, sedangkan
nasi 178 kkal, dan mie basah hanya menghasilkan 86 kkal. Roti juga
menghasilkan lebih banyak protein yaitu sebesar 8 gram, lebih banyak dari nasi
dan mie basah yang hanya menghasilkan protein sebesar 2,1 gram dan 0,6 gram.
Roti merupakan produk yang paling pertama dikenal dan paling populer di dalam
kelompok bakery hingga saat ini (Astawan, 2007: 1).
Selanjutnya dikatakan bahwa komposisi roti tawar umumnya terdiri dari:
57 persen tepung terigu; 36 persen air; 1,6 persen gula; 1,6 persen shortening
(mentega atau margarin); 1 persen tepung susu; 1 persen garam dapur; 0,8 persen
ragi roti (yeast); 0,8 persen malt dan 0,2 persen garam mineral. Gula, walaupun
dalam jumlah sedikit perlu ditambahkan ke dalam adonan roti. Hal ini karena gula
berperan sebagai bagi pertumbuhan ragi roti (Saccharomyces cereviseae) untuk
dapat menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah yang cukup untuk
mengembangkan adonan secara optimal.
2.1.2. Mutu
Banyak sekali definisi kualitas yang sebenarnya definisi kualitas yang satu
hampir sama dengan definisi yang lain. Definisi kualitas menurut beberapa ahli
antara lain:
1. Stevenson (2005: 381) ”quality refers to the ability of a product or service to
consistently meet or exceed customer expectations” atau ”kualitas berarti
kemampuan produk atau jasa untuk secara berkesinambungan menyesuaikan
dengan harapan konsumen”.
9
2. Schroeder (2004: 169) “mutu didefinisikan sebagai kecocokan penggunaan. Ini
berarti bahwa produk atau jasa memenuhi kebutuhan pelanggan”
3. Render and Heizer (2001: 92) “mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik
barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi”
4. Gaspersz (2005: 5) “kualitas diartikan sebagai sesuatu yang menentukan
kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus-menerus
sehingga dikenal istilah Q-MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and
Changes)
Menurut Feigenbaum (1992: 7) mutu adalah keseluruhan gabungan
karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan
pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapanharapan pelanggan. Feigenbaum (1992: 54-56) menambahkan terdapat sembilan
dasar yang mempengaruhi mutu baik produk ataupun jasa, kesembilan bidang
dasar tersebut, yaitu:
1. Market (pasar), keinginan dan kebutuhan konsumen pada masa sekarang ini
memperoleh produk dengan mutu yang baik untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, bahwasanya pasar memiliki ruang lingkup yang luas secara
fungsional.
2. Money (uang), biaya-biaya mutu yang dikaitkan dengan perbaikan mutu telah
mencapai ketinggian yang tak terduga, kenyataan ini menekankan bahwa biaya
mutu sebagai salah satu “titik lunak” tempat biaya operasi dan kerugian yang
dapat diturunkan untuk mendapatkannya.
10
3. Management (manajemen), adanya koordinasi antar divisi memungkinkan
tidak terjadinya kesalahan operasi perencanaan produk yang dihasilkan sesuai
dengan mutu yang diinginkan oleh konsumen.
4. Men (manusia), merupakan faktor terpenting yang harus dimiliki oleh
perusahaan karena merupakan sumber daya dengan spesialisasi yang khusus.
5. Motivation (motivasi), para pekerja saat ini memerlukan sesuatu yang
memperkuat rasa keberhasilan dalam pekerjaan mereka dan secara pribadi
mereka memberikan sesuatu atas tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini
membimbing ke arah yang tidak ada sebelumnya yaitu pendidikan mutu yang
lebih ketat, maka spesifikasi bahan menjadi lebih baik.
6. Materials (bahan), dikarenakan persyaratan mutu yang lebih ketat, maka
spesifikasi bahan menjadi lebih baik.
7. Machines and mechanization (mesin dan mekanisasi), mutu yang baik menjadi
sebuah faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar
fasilitasnya dapat dimanfaatkan sepenuhnya.
8. Modern information methods (metode informasi modern), teknologi yang
berkembang pada saat ini sangat cepat yang memungkinkan perusahaan dapat
mengumpulkan, memanipulasi, serta mengendalikan proses selama produksi
bahkan hingga mencapai pada konsumen.
9. Mounting product requirements (persyaratan proses produksi), meningkatnya
kerumitan persyaratan-persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk telah
menekan pentingnya keamanan dan kehandalan produk.
11
Russel dalam Ariani (2002: 9) mengidentifikasikan tujuh peran kualitas,
yaitu: (1) meningkatkan reputasi perusahaan, (2) menurunkan biaya, (3)
meningkatkan
pangsa
pasar,
(4)
dampak
internasional,
(5)
adanya
pertanggungjawaban produk, (6) penampilan produk, (7) mewujudkan kualitas
yang dirasa penting.
2.1.3. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu adalah fungsi manajemen dimana kualitas material,
proses, keahlian, dan produk dikontrol dengan tujuan mencegah rusaknya
keluaran (Lockyer dkk, 1994: 93). Tujuan pengendalian mutu adalah untuk
menjamin produk, alat maupun sumberdaya lainnya yang digunakan telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan sehingga dapat menghasilkan produk yang
memenuhi keinginan pelanggan atau pembeli atau yang disyaratkan. Tiga kondisi
yang harus mendapat perlakuan tersebut adalah bahan yang masuk, selama proses,
dan proses pengeluaran (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996: 82).
2.1.4. Manajemen Mutu Terpadu
Menurut Nasution (2005: 22) Total Quality Management merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan
daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga
kerja, proses, dan lingkungannya. Sedangkan menurut Brocka dan Brocka dalam
Suwatno dan Rasto (2003: 174-175) Total Quality Management dapat
didefinisikan
sebagai
sebuah
cara
untuk
meningkatkan
kinerja
secara
12
berkelanjutan pada setiap tingkat operasi, dalam setiap fungsi organisasi, dengan
menggunakan seluruh sumber daya manusia dan modal yang tersedia.
Menurut Ariani (2002: 35) Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality
Management) merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya
manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan
bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkatan tertentu dimana
kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. Total Quality
Management lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas
pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. Total Quality Management
menghendaki komitmen total dari manajemen sebagai pemimpin organisasi
dimana komitmen ini harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan pada
semua level atau departemen dalam organisasi. Total Quality Management bukan
merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus dibangun,
dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan
bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada kualitas dan menjadikan
kualitas sebagai the way of life. Prawirosentono (2004: 5) secara sistematis,
Manajemen Mutu Terpadu meliputi:
a. Merancang produk (product designing)
b. Memproduksi secara baik sesuai dengan rencana
c. Mengirimkan produk ke konsumen dalam kondisi baik (to deliver)
d. Pelayanan yang baik kepada konsumen (good consumer service)
Menurut Hensler dan Brunell dalam Nasution (2005: 30-31) ada empat
prinsip utama dalam TQM, yaitu:
13
1. Kepuasan Pelanggan
Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi
tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan pelanggan. Pelanggan itu sendiri
meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan
diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga,
keamanan, dan ketepatan waktu. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan
sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula
kepuasan pelanggan.
2. Respek Terhadap Setiap Orang
Setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan
kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumberdaya
organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi
diperlakukan dengan
baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan
(feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama,
prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat
dilakukan pada semua
aspek pada saat yang bersamaan, mengingat
keterbatasan sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan
data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya
pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, variasi atau variabilitas kinerja
14
manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas
yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan
demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan
tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan Berkesinambungan
Setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan
perbaikan secara berkesinambungan agar dapat sukses. Konsep yang berlaku di
sini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari
langkah-langkah perencanaan dan melakukan tindakan kreatif terhadap hasil
yang diperoleh
Sedangkan unsur-unsur Total Quality Management menurut Goetsch dan
Davis dalam Nasution (2005: 22-24) antara lain:
1. Fokus Terhadap Pelanggan
Pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver dalam TQM.
Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan
kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam
menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan
dengan produk atau jasa.
2. Obsesi Terhadap Kualitas
Pelanggan internal dan eksternal menentukan kualitas dalam organisasi yang
menerapkan TQM. Pelanggan internal adalah orang yang berada dalam
perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi (performance) pekerjaan
(atau perusahaan) kita. Bagian-bagian pembelian, produksi, penjualan,
15
pembayaran gaji, rekrutmen, dan karyawan, merupakan contoh rari pelanggan
internal. Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk itu,
yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Pelanggan
eksternal merupakan orang yang membayar untuk menggunakan produk yang
dihasilkan itu (Gaspersz, 2005: 34). Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut,
organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan
mereka.
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk
mendesain pekerjaan dan dalam
proses pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut.
Data
diperlukan
dan
dipergunakan
dalam
menyusun patok
duga
(benchmarking), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen Jangka Panjang
Komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan
budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerjasama Tim
Kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina dalam organisasi
yang menerapkan TQM, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan
pemasok, lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap produk dan jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses
tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Sistem yang ada perlu
16
diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin
meningkat.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor fundamental dalam organisasi
yang menerapkan TQM. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus
belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang
tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang
dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian
profesionalnya.
8. Kebebasan yang Terkendali
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam TQM. Hal
ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan rasa memiliki dan
tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu,
unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu
keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun
demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan
tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana
dengan baik.
9. Kesatuan Tim
Perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan agar TQM dapat diterapkan
dengan baik. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang
sama.
17
10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam
penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat
utama. Pertama, akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan
yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga
mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung
berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga
meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan
melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Pemberdayaan bukan
sekedar melibatkan karyawan, tetapi juga melibatkan mereka dengan
memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berarti. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para
karyawan
untuk
mengambil
keputusan
mengenai
perbaikan
proses
pekerjaannya dalam parameter yang ditetapkan dengan jelas.
Menurut Oakland dalam Ariani (2002: 50) Manajemen Mutu Terpadu
(TQM) akan dapat tercapai bila perusahaan atau organisasi dapat melaksanakan
kegiatannya dengan berpedoman pada atribut efisiensi, yaitu:
1. Dukungan (commitment)
Organisasi atau perusahaan harus mendukung pada penyediaan produk dan
jasa untuk mengembangkan organisasi. Manajemen harus mendukung pada
penyediaan produk dan jasa tersebut secara efisien dan menguntungkan.
18
2. Konsistensi (consistency)
Produk dan jasa bukan merupakan jenis usaha yang semata-mata hanya
dipengaruhi permintaan pelanggan dan menyesuaikan dengan karakteristik
pelanggan. Produk dan jasa harus mempunyai konsistensi dalam kinerja,
misalnya ketepatan waktu, kebersihan ruangan, kesabaran dan memberikan
pelayanan, dan sebagainya.
3. Kemampuan (competence)
Organisasi atau perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang ahli
sebagai organisasi dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat
dipengaruhi keahlian karyawan.
4. Hubungan (contact)
Organisasi atau perusahaan yang mengutamakan kebutuhan dan harapan
pelanggan dalam membuat produk atau jasanya, harus mengadakan hubungan
atau kontak langsung dengan pelanggan. Masalah menjaga hubungan yang
baik dengan pelanggan perlu mendapatkan prioritas.
5. Komunikasi (communication)
Spesifikasi produk atau jasa yang diinginkan pelanggan yang perlu dicapai
untuk dapat mewujudkan kualitas produk atau jasa tersebut harus didukung
dengan komunikasi yang baik antar pelanggan dengan pihak pemberi jasa. Hal
ini disebabkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan juga sangat
tergantung dari spesifikasi pelanggan tersebut
19
6. Kepercayaan (credibility)
Organisasi atau perusahaan harus dapat dipercaya, dan antara pihak organisasi
atau perusahaan dengan pelanggan juga harus ada rasa saling percaya. Hal ini
akan memperlancar komunikasi dan menjalin hubungan baik yang akan
memudahkan organisasi atau perusahaan merealisasikan keinginan atau
harapan pelanggan tersebut.
7. Perasaan (compassion)
Perasaan yang dimaksud di sini adalah perasaan simpati akan kebutuhan dan
harapan pelanggan, selain juga perasaan dari pihak manajemen kepada
karyawan organisasi yang memberikan produk atau jasa secara langsung pada
pelanggan.
8. Kesopanan (courtesy)
Hubungan langsung antar personil organisasi atau perusahaan dengan
pelanggan tersebut menuntut adanya sikap sopan santun dari pihak organisasi
atau
perusahaan.
Pelanggan
akan
lebih
menyukai
produsen
yang
memperhatikan sopan santun dalam memberikan pelayanan.
9. Kerjasama (co-operation)
Kerjasama dengan pelanggan akan membantu organisasi atau perusahaan
untuk dapat menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dan sesuai dengan
keinginan pelanggan. Kerja sama ini juga perlu dibina secara terus menerus
antar personil organisasi atau perusahaan dengan pelanggan dan antar para
personil dalam organisasi atau perusahaan tersebut.
20
10. Kemampuan (capability)
Capability disini
diartikan
bahwa organisasi
atau perusahaan
harus
mempunyai kemampuan untuk mengambil tindakan atau keputusan yang
berkaitan dengan produk atau jasa.
11. Kepercayaan (confidence)
Kepercayaan disini berarti rasa percaya diri dari organisasi atau perusahaan
bahwa organisasi atau perusahaan tersebut mampu memberikan jasa yang
terbaik bagi pelanggan.
12. Kritikan (criticism)
Kritikan dalam hal ini berarti bahwa organisasi atau perusahaan tidak boleh
menghindari kritikan yang bersifat membangun, apalagi kritikan itu berasal
dari pelanggan.
2.1.3.1. Hambatan dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
Menurut Hessel dalam Nasution (2005: 366-367), ada beberapa hambatan
dalam melaksanakan Total Quality Management, antara lain:
1. Kurangnya komitmen manajemen puncak
Hal ini ditunjukkan dengan dukungan manajemen puncak hanya berpengaruh
signifikan pada ”manajemen arus proses”. Hal ini menggambarkan manajemen
belum menganggap proses produksi merupakan proses yang berhubungan
dengan proses-proses lain yang mengakibatkan berbagai proses dalam
perusahaan yang belum terpadu.
21
2. Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementasi TQM
TQM bergerak pada lima dimensi infrastruktur, yaitu hubungan dengan
pelanggan (customer chain), dukungan manajemen puncak, manajemen
sumber daya manusia, hubungan dengan pemasok (supply chain) dengan sikap
kerja karyawan. Kelima dimensi infrastruktur tersebut harus dibenahi dengan
sebaik-baiknya.
3. Partial quality management
Implementasi Manajemen Mutu Terpadu masih bersifat parsial yang
berorientasi hanya pada little quality, yaitu hanya di bidang produksi saja. Hal
ini menunjukkan implementasi Manajemen Mutu Terpadu baru terbatas pada
bagian produksi saja dan tidak keseluruhan sistem organisasi yang ada.
Manajemen Mutu Terpadu harus diintegrasikan ke dalam strategi yang lebih
dalam. Organisasi bersifat lintas fungsional, melibatkan seluruh karyawan,
serta pelanggan dan pemasok yang berorientasi pada big quality secara total.
4. Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM
Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM akan mempersulit karyawan
untuk menerima dan menerapkan konsep TQM
5. Budaya organisasi kurang mendukung implementasi TQM
Budaya organisasi yang belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan.
Organisasi belum menganggap perlu untuk menjalin hubungan jangka panjang
dengan pelanggan dan pemasok. Kemudian belum menerapkan budaya kualitas
di dalam organisasi.
22
6. Ketidaksempurnaan implementasi TQM
Ini disebabkan adanya kekhawatiran karyawan mengenai adanya kemungkinan
diberentikan. Jika implementasi TQM karena karena adanya kekhawatiran
pekerja kemungkinan adanya down-sizing, dimana pekerja yang tidak memiliki
kompetensi akan diberentikan organisasi.
2.1.3.2. Tujuan dan Manfaat Manajemen Mutu Terpadu
Suwatno dan Rasto (2003: 192) menyatakan bahwa Total Quality
Management pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa
dengan kualitas yang dirancang, dipadukan, dan dipertahankan pada tingkat biaya
yang paling ekonomis sehingga memungkinkan tercapainya kepuasan konsumen.
Implementasi Total Quality Management memusatkan perhatiannya pada usaha
perbaikan dalam proses produksi barang atau jasa, yang berimplikasi pada
kepuasan konsumen, produktivitas, dan keuntungan.
Tujuan dari Total Quality Management yang lebih luas adalah untuk
menjamin kepemimpinan dengan menempatkan proses dan sistem yang
meningkatkan keberhasilan perusahaan, mencegah kesalahan dan pemborosan
usaha, dan meyakinkan hubungan dengan kebutuhan konsumen. Hal ini pada
akhirnya dapat menghasilkan kemampuan perusahaan untuk menyelenggarakan
produksinya secara kompetitif, tepat waktu, efisien dan efektif yang menjadi
tujuan perusahaan. Manfaat utama yang paling mendasar dari penerapan Total
Quality Management menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan semangat kerja karyawan
23
2. Meningkatkan efisiensi proses kerja
3. Meningkatkan produktivitas
4. Mengurangi persaingan antar karyawan
5. Meningkatkan mutu barang atau jasa yang dihasilkan
6. Menurunkan harga
7. Meningkatkan kepuasan konsumen
8. Meningkatkan keuntungan perusahaan.
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian Nurlaela (2006), mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Pasar Ikan Higienis
(PIH), Pejompongan menyebutkan bahwa hasil perhitungan tentang faktor-faktor
permasalahan yang berkaitan dengan penerapan MMT berdasarkan metode
Analisis Hirarki Proses (AHP) diperoleh hasil sebagai berikut: masalah mutu
(0,59), biaya (0,29), dan waktu (0,12). Bahan baku merupakan prioritas utama
dalam subfaktor masalah mutu dengan bobot 0,44, biaya penanganan menempati
urutan pertama dalam subfaktor masalah biaya, dengan bobot 0,14. Sedangkan
subfaktor masalah waktu merupakan prioritas utama adalah waktu pengadaan
(0,06), faktor masalah dalam subfaktor masalah diatas dapat terjadi disebabkan
oleh faktor sarana (0,52), sistem (0,28), dan keuangan (0,19). Pelaku yang
mempunyai pengaruh penting agar penerapan MMT di PIH Pejompongan berjalan
maksimal adalah pimpinan (0,43).
24
Sedangkan Nirang (1997) mengkaji mengenai Manajemen Mutu Terpadu
pada Produk Sapi Perah di KPBS Pangalengan dengan metode Analisis Hirarki
Proses (AHP) sebagai metode penelitian yang dipakai. Berdasarkan identifikasi
permasalahan di KPBS tersebut, diketahui bahwa terdapat tiga masalah utama
yang dihadapi KPBS, yaitu masalah mutu, biaya, dan jumlah. Mutu serta jumlah
susu segar sangat dipengaruhi
oleh manajemen peternakan yang dilakukan.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis kerjanya, diketahui bahwa bagian dari
KPBS yang berkinerja paling buruk adalah di peternak. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut disimpulkan bahwa KPBS Pangalengan belum menerapkan
Manajemen Mutu Terpadu.
2.3. Kerangka Pemikiran
Galih Bakery merupakan salah satu usaha kecil yang menghasilkan roti,
baik roti manis maupun roti tawar sebagai produk utamanya. Perusahaan ini telah
bertahan kurang lebih 20 tahun sejak didirikan pada tanggal 15 Juni 1986. Seiring
dengan meningkatnya konsumsi roti, industri roti pun banyak bermunculan, baik
industri kecil, menengah, maupun besar. Sehingga persaingan pun semakin ketat.
Ditengah persaingan yang ketat tersebut, Galih Bakery mengalami
masalah dengan pengendalian mutu karena mutu roti yang dihasilkan terkadang
tidak sesuai dengan atribut mutu yang telah ditetapkan. Disisi lain, mutu produk
perusahaan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan daya saing. Apabila
kondisi ini berlangsung terus, dikhawatirkan Galih Bakery akan kehilangan
konsumennya secara bertahap. Oleh karena itu, penerapan konsep Manajemen
25
Mutu Terpadu pada Galih Bakery perlu dianalisis, agar dapat dievaluasi sehingga
penerapan Manajemen Mutu Terpadu dapat berjalan dengan baik yang dapat
memberikan dampak positif bagi perusahaan.
Analisis tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu, yaitu merupakan pendekatan yang
digunakan oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia untuk mampu bertahan dan
berkembang. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu berkaitan pada teknik
pengendalian mutu serta unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen
Mutu Terpadu pada Galih Bakery dengan Metode DELPHI.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery dengan Metode AHP.
26
Galih Bakery
Memenangkan Persaingan
Kualitas
Penerapan
Penerapan
Manajemen
Manajemen
MutuMutu
Terpadu
Pengendalian Mutu:
Unsur-Unsur Manajemen Mutu Terpadu:
• Pengendalian Mutu Bahan
Baku
• Pengendalian Mutu Proses
Pengolahan
• Pengendalian Mutu Produk
Akhir
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Fokus Pada Pelanggan
Obsesi Terhadap Kualitas
Pendekatan Ilmiah
Komitmen Jangka Panjang
Kerjasama Tim
Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Pendidikan dan Pelatihan
Kebebasan yang Terkendali
Kesatuan Tim
Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Deskriptif Kualitatif
Optimal/ Belum Optimal
DELPHI
Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
AHP
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Manajemen Mutu Terpadu
Gambar 1. Bagan Alur Pemikiran Penelitian
27
Mulai
Langkah 4.
Proses:
• Pembuatan
Kuesioner
Langkah 1.
Input data:
• Responden
Langkah 5.
Proses:
• Pengisian
Kuesioner
Langkah 2.
Proses:
• Wawancara
Konsisten?
Hasil.
• Faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan
Manajemen Mutu Terpadu
pada Galih Bakery
Ya
Langkah 4.
Proses:
• Penghitungan
dengan
software
Expert Choice
Langkah 3.
Proses:
• Pembuatan
Kerangka
AHP
Tidak
Sesuai?
Tidak
Hasil.
• Faktor-faktor dominan
yang mempengaruhi
penerapan Manajemen
Mutu Terpadu pada Galih
Bakery
Ya
Langkah 4.
Proses:
• Pembuatan
Kuesioner
Gambar 2. Bagan Alur Pemikiran Operasional
28
2.4. Definisi Operasional
1. Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu konsep penciptaan, pemeliharaan, dan
peningkatan kualitas dengan cara perbaikan berkesinambungan atas produk,
jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya dan menjadikan kualitas sebagai
budaya seluruh anggota perusahaan (Nasution, 2005: 22).
2. Manajemen
pelaksanaan,
pemasaran
dan
merupakan
pengendalian
kegiatan
analisis,
program-program yang
perencanaan,
dibuat
untuk
membantu, membangun, dan memelihara, keuntungan dari pertukaran melalui
sasaran pasar guna mencapai tujuan organisasi (perusahaan) dalam jangka
panjang (Assauri, 2007: 12).
3. Lingkungan usaha atau industri lebih mengarah pada aspek persaingan dimana
bisnis perusahaan berada. Aspek-aspek tersebut antara lain ancaman masuk
pendatang baru, persaingan sesama perusahaan di dalam industrinya, ancaman
dari produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli (buyers), kekuatan
tawar-menawar pemasok (suppliers), dan pengaruh stakeholder lainnya (Umar,
2005: 268).
4. Manajemen produksi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal
penggunaan sumberdaya-sumberdaya
(atau sering
disebut faktor-faktor
produksi) tenaga kerja, mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya dalam
proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk
atau jasa (Handoko, 2000: 25).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Galih Bakery yang berlokasi di Komplek
Taman Asri Blok F1/1, Ciledug, Tangerang, Banten. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Galih Bakery merupakan salah
satu usaha kecil yang mempunyai masalah dengan kualitas produk roti yang
dihasilkannya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2008 – Mei
2009.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan
kuantitatif, sedangkan sumber data berasal dari data primer dan data sekunder.
Sumber data diperoleh dari pihak perusahaan, literatur-literatur, dan berbagai situs
internet.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan melalui wawancara, kuesioner, dan observasi
yang dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dalam topik penelitian ini.
Wawancara dilakukan kepada pimpinan Galih Bakery dan 3 (tiga) orang pakar
mutu. Wawancara kepada pimpinan Galih bakery dilakukan untuk mengetahui
gambaran umum tentang kondisi perusahaan dan informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) pada Galih Bakery
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan wawancara kepada 3 (tiga)
orang pakar mutu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada industri kecil. Sebelum melakukan
wawancara, para pakar terlebih dahulu diberikan gambaran tentang Galih Bakery
baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini dimaksudkan agar jawaban yang
diperoleh dari para pakar dapat relevan atau sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.
Kuesioner diberikan kepada pimpinan dan manajer harian Galih Bakery
serta 3 (tiga) orang pakar mutu (Tabel 4) yang berasal dari instansi pemerintah
maupun swasta untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan dalam
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Sedangkan pengamatan
langsung di lapangan
(observasi)
dilakukan untuk mengetahui kegiatan
perusahaan dalam proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku sampai
pemasaran. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur-literatur dan dari
internet (website-website) yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
Tabel 4. Daftar Responden
No.
Nama
Pekerjaan
1.
Suprapto, MPS*
Ketua Sistem Penerapan Standar BSN
2.
Chris Hardijaya*
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia
(APEBI)
3.
Heru Laksana*
Pimpinan Maison Weiner Cake Shop
4.
Usman
Pimpinan Galih Bakery
5.
Jamil
Manajer Harian Galih Bakery
Keterangan:
*Pakar
31
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh kemudian diolah dan disajikan dalam
bentuk tulisan, tabulasi data, serta gambar yang sesuai dengan konteks
permasalahan yang dibahas. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih
Bakery adalah dengan menggunakan Metode Delphi dan Metode Analisis Hirarki
Proses (AHP). Metode Delphi digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.
Sedangkan Analisis Hirarki Proses (AHP), digunakan untuk menganalisis faktorfaktor tersebut.
Metode Delphi digunakan u n t u k me mp e r o l e h k ons ens u s para pa kar
berkenaan den ga n faktor-fa kt or ri sik o proyek yang dipertimbangkan.
Metode
ini
bertujuan
untuk
menentukan
sejumlah
alternatif
program,
mengeksplorasi asumsi-asumsi atau fakta yang melandasi “judgments” tertentu
dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu konsensus.
Biasanya metode ini dimulai dengan melontarkan suatu masalah yang
bersifat umum untuk diidentifikasi menjadi masalah yang lebih spesifik.
Partisipan dalam metode ini biasanya orang yang dianggap ahli dalam disiplin
ilmu tertentu.
Tahapan Metode Delphi yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
1. Menentukan masalah
yang
akan
diidentifikasi.
Masalah yang
akan
diidentifikasi pada penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.
32
2. Menentukan pakar yang akan dijadikan sebagai partisipan. Pakar yang
digunakan yaitu Suprapto, MPS (Ketua Sistem Penerapan Standar BSN),
Chris Hardijaya (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia), Heru
Laksana (Pimpinan Maison Weiner Cake Shop), Usman (Pimpinan Galih
Bakery).
3. Memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery dari para partisipan.
4. Membagi faktor yang diperoleh dari satu partisipan ke partisipan lain hingga
terjadi kesepakatan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.
Tahap selanjutnya setelah selesai menggunakan Metode Delphi adalah
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery dengan menggunakan Metode AHP. Pada dasarnya
Metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi atau masalah yang kompleks tidak
terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini
dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif
tentang relatif pentingnya setiap variabel, mensintesis berbagai pertimbangan ini
untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
AHP digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Analisis ini dimulai
dengan pengumpulan data dan informasi yang digunakan untuk menyusun
struktur hirarki yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh Galih
Bakery. Hasil perolehan data diproses dan dianalisis serta disajikan dalam bentuk
33
uraian dan tabel. Metode pemecahan masalah dalam penelitian dengan metode
AHP dapat dijelaskan pada langkah-langkah berikut (Saaty, 1991: 102-103):
Tahap 1:
mendefinisikan masalah dan menentukan secara spesifik solusi yang
diinginkan. Fokus permasalahan dalam analisis ini adalah identifikasi
permasalahan mutu roti pada Galih Bakery. Untuk mengetahuinya
dilakukan wawancara dengan responden. Setelah fokus analisis
ditentukan
kemudian
menentukan
komponen-komponen
pendukungnya.
Tahap 2: membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara
menyeluruh. Setelah
komponen
dari fokus analisis diketahui,
kemudian dilakukan pembuatan struktur hirarki. Pembuatan hirarki
bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Pada fokus
identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan, seperti tingkat
2 (dua), adalah faktor masalah, tingkat 3 (tiga) subfaktor masalah,
tingkat 4 (empat) faktor penyebab, tingkat 5 (lima) subfaktor
penyebab, dan tingkat 6 (enam) pelaku. Tidak ada aturan khusus dalam
menyusun struktur hirarki suatu sistem, jumlah tingkatan struktur
keputusan yang terstratifikasi dan variabel pada setiap tingkat
keputusan. Struktur hirarki pada penelitian ini terdiri dari 4 (empat)
tingkatan hirarki. Tingkat 1 (satu) adalah tujuan dari penelitian ini
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery. Tingkat 2 (dua) yaitu faktor masalah,
tingkat 3 (tiga) pelaku, dan yang terakhir adalah tingkat 4 (empat)
34
yaitu penyebab. Tingkatan hirarki pada penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
Tingkat 1: Fokus
G
F3
…
Fn
SC2
SC3
…
SCn
A2
A3
…
An
F1
F2
SC1
A1
Tingkat 2: Faktor masalah
Tingkat 3: Pelaku
Tingkat 4: Penyebab
Gambar 3. Kerangka AHP Sederhana
Sumber: Saaty, 1991: 84
Tahap 3:
menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan
adalah matriks yang memperbandingkan bobot unsur dalam suatu
hirarki dengan unsur-unsur dalam hirarki, diantaranya matriks ini
disusun sesuai dengan tujuan penelitian dan struktur hirarki analisis.
Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus identifikasi
permasalahan
sebagai
dasar
untuk
melakukan
perbandingan
berpasangan antar variabel yang terkait yang ada di bawahnya.
Tahap 4:
melakukan perbandingan berpasangan antara setiap variabel pada baris
ke-i yang berhubungan dengan fokus G atau identifikasi masalah.
Pengisian nilai-nilai dalam matriks banding tersebut digunakan angkaangka tertentu, seperti pada Tabel 5.
35
Tabel 5. Skala Banding Secara Berpasangan
Intensitas
kepentingan
1
Definisi
Penjelasan
Pentingnya sama
Dua elemen mempunyai
kontribusi yang sama besar pada
sifat itu
2
3
Lemah
Pentingnya moderat
(sedang)
4
5
Moderat plus
Pentingnya kuat
6
7
Kuat plus
Pentingnya sangat kuat
8
Kebalikan
dari nilainilai di atas
Sangat, sangat kuat
Jika untuk aktivitas i
mendapat suatu nilai di atas
dibandingkan dengan
aktivitas j, maka j
mempunyai nilai kebalikan
dibandingkan i
Rasio atau perbandingan,
timbul dari skala
Rasional
Pengalaman dan penilaian
sedikit lebih memihak pada satu
elemen dibandingkan dengan
pasangannya
Pengalaman dan penilaian
dengan kuat memihak pada satu
elemen dibandingkan dengan
pasangannya
Satu elemen lebih disukai
dengan sangat kuat
dibandingkan pasangannya;
dominasinya terlihat dalam
praktek
Asumsi yang beralasan
Jika konsistensi diupayakan
dengan cara mendapatkan nilai
numerik untuk menjangkau
seluruh matriks
Sumber: Saaty (1991: 85-86)
Tahap 5:
memasukkan bilangan satu (1) sepanjang diagonal utama dalam
matriks banding berpasangan dari kiri ke kanan bawah. Bagian di
bawah diagonal tersebut diisi dengan nilai-nilai kebalikan dari nilainlai di atas diagonal.
36
Tahap 6: melakukan langkah 3, 4, dan 5 kembali untuk semua tingkat dan
gugusan dalam hirarki tersebut. Perbandingan dilakukan untuk semua
variabel pada tingkat keputusan yang ada dalam hirarki.
Ada 2 (dua) macam matriks pembanding yang digunakan dalam AHP, yaitu:
a. Matriks Pendapat Individu (MPI). Variabelnya disimbolkan dengan Aij,
artinya variabel matriks baris ke-i dan kolom ke-j
Tabel 6. Matriks Pendapat Individu
G
A1
A2
A3
...
An
A1
A11
A12
A13
...
A1n
A2
A21
A22
A23
...
A2n
A3
A31
A32
A33
...
A3n
...
...
...
...
...
...
An
An1
An2
An3
...
Ann
Sumber: Saaty (1991: 87)
b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG), merupakan matriks yang variabelnya
berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu yang rasio konsistensinya
lebih kecil atau sama dengan 10%. Variabel pada matriks ini disimbolkan
sebagai Gij.
37
Tabel 7. Matriks Pendapat Gabungan
G
G1
G2
G3
...
Gn
G1
G11
G12
G13
...
G1n
G2
G21
G22
G23
...
G2n
G3
G31
G32
G33
...
G3n
...
...
...
...
...
...
Gn
Gn1
Gn2
Gn3
...
Gnn
Sumber: Saaty (1991: 88)
Rumus matematis untuk rata-rata geometrik adalah:
m
Gij
=
m
Π a(ij)k
k =1
Keterangan:
G(ij) = variabel MPG baris ke-i kolom ke-j
a(ij) = variabel baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-i
k
= indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi syarat
m
= jumlah MPI yang memenuhi syarat.
Tahap 7:
mensintesis prioritas untuk pembobotan vektor-vektor prioritas.
menggunakan komposisi secara hirarki. Untuk membobot vektorvektor prioritas dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan
semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas
dari tingkat bawah berikutnya, demikian seterusnya. Ada dua tahap
yang harus dilakukan dalam mengelola MPI dan MPG tersebut, yaitu:
38
1. pengolahan horizontal, meliputi penentuan vektor prioritas (vektor
eigen), uji konsistensi dan revisi pendapat bila dibutuhkan
2. pengolahan vertikal, meliputi penyusunan prioritas pengaruh setiap
variabel pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran
utama atau fokus
Tahap 8: mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan
setiap indeks konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang
bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan
pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang
sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang
sama pada setiap indeks inkonsistensi acak juga dibobot berdasarkan
prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Untuk
memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hirarki harus bernilai
kurang dari atau sama dengan 10 persen.
39
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1. Sejarah Perusahaan
Galih Bakery pertama kali didirikan oleh H. Usman pada tanggal 15 Juni
1986 dengan modal awal sebesar Rp. 5 juta. Galih Bakery berlokasi di komp.
Taman Asri, Blok F1/1, Ciledug, Tangerang, Banten. Galih Bakery menempati
areal seluas lebih kurang 100 m2 yang sebelumnya digunakan sebagai garasi
mobil.
Pertama kali berproduksi, Galih Bakery hanya mempunyai 4 (empat)
orang karyawan, yaitu 2 (dua) orang karyawan produksi dan 2 (dua) orang
karyawan penjualan. Selain itu, Galih Bakery juga belum mempunyai mesin
produksi sehingga proses pencampuran bahan baku menjadi adonan roti dilakukan
menggunakan tangan dengan cara ditonjok (dipukul) hingga adonan menjadi
kalis. Oleh karena itu, roti yang dihasilkan disebut dengan nama roti tonjok.
Berdirinya perusahaan ini tidak terlepas dari beberapa hal yang
melatarbelakanginya, selain sebagai usaha tambahan, perusahaan ini diharapkan
dapat membantu mengurangi angka pengangguran dengan cara penyerapan tenaga
kerja disamping prospek usaha ini yang cukup cerah karena roti telah menjadi
makanan pokok pengganti nasi.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, Galih Bakery
digolongkan ke dalam perusahaan kecil dengan jumlah tenaga kerja 18 (delapan
belas) orang. Kedelapanbelas orang tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bidang, yaitu
produksi dan penjualan. Karyawan produksi terdiri atas 5 (lima) orang, sedangkan
bagian penjualan terdiri atas 13 (tiga belas) orang.
Perusahaan memproduksi berbagai varian produk roti yang dibedakan atas
keragaan bentuk, bahan tambahan dan proses pembuatan, yaitu mulai dari roti
tawar, roti manis, donat, dan roti burger. Hingga saat ini Galih belum memiliki
visi, misi, dan tujuan yang tertulis secara jelas.
4.2. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
4.2.1. Struktur Organisasi
Galih Bakery mempunyai struktur organisasi yang sederhana. Struktur
organisasi Galih Bakery terdiri dari pemilik, manajer, dan karyawan yang terbagi
menjadi karyawan produksi dan karyawan penjualan. Struktur organisasi Galih
Bakery terdapat pada Gambar 3.
Pimpinan
Manajer Operasional
Karyawan Produksi
Karyawan Penjualan
Gambar 4. Struktur Organisasi Galih Bakery
Struktur organisasi perusahaan dikendalikan oleh pemilik selaku pimpinan
Galih Bakery. Karyawan Galih Bakery terbagi ke dalam bidang kerja tertentu
41
dalam perusahaan, diantaranya adalah manajer operasional, karyawan produksi,
dan karyawan penjualan. Setiap bidang kerja memiliki fungsi atau tugasnya
masing-masing. Fungsi dari beberapa bidang yang ada di Galih Bakery adalah
sebagai berikut:
1. Manajer operasional: manajer operasional Galih Bakery membawahi karyawan
produksi maupun karyawan penjualan. Tugas manajer operasional dalam
lingkup bagian penjualan antara lain menerima dan mencatat pesanan roti serta
menerima pembayaran atas pesanan roti dari karyawan penjualan. Tugas
manajer opersional dalam lingkup karyawan produksi merangkap sebagai
kepala juru masak yang bertugas untuk menentukan kuantitas komposisi bahan
baku yang akan digunakan dan pekerjaan-pekerjaan lain layaknya karyawan
produksi yang bertujuan untuk menghasilkan roti.
2. Karyawan produksi: karyawan produksi terdiri dari 5 (lima) orang yang
bertugas untuk memproduksi roti yang telah dipesan oleh karyawan penjualan.
Kelima orang karyawan ini memiliki tugas berbeda-beda. Kepala koki bertugas
untuk menentukan komposisi bahan baku, mengawasi proses pencampuran
adonan, dan membagi adonan roti sesuai dengan peruntukkannya, yaitu roti
tawar dan roti manis. Sedangkan karyawan lainnya bertugas untuk mencampur
adonan awal, membulatkan, menggulung, memipihkan, menaruh ke dalam
loyang cetakkan, memanggang, termasuk membersihkan peralatan dan mesin
setelah selesai berproduksi. Khusus untuk proses pemanggangan, karyawan
yang bertanggung jawab hanya berjumlah 1 (satu) orang. Karyawan ini
42
bertugas untuk memanaskan oven, memasukkan dan menyusun adonan roti di
dalam oven, serta mengeluarkan roti yang telah matang dari oven.
3. Karyawan penjualan: karyawan penjualan terdiri dari 13 (tiga belas) orang.
Karyawan penjualan ini bertugas menjual berbagai varian produk roti Galih
Bakery yaitu roti tawar, roti manis, dan donat ke daerah penjualan masingmasing.
4.2.2. Ketenagakerjaan
Hingga kini tenaga kerja yang dimiliki Galih Bakery berjumlah 18 orang
yang terdiri dari 5 orang bagian produksi dan 13 orang bagian penjualan (sales).
Perusahaan lebih mementingkan karyawan yang mempunyai komitmen usaha,
sehingga rata-rata pendidikan tenaga kerjanya berasal dari latar belakang
pendidikan setingkat sekolah dasar (SD).
Karyawan yang dipekerjakan Galih Bakery berasal dari Purwakarta untuk
karyawan produksi dan Bogor untuk karyawan penjualan. Pemilihan daerah asal
yang sama bertujuan untuk mempermudah pimpinan Galih Bakery untuk
mengontrol karyawannya. Apabila ada karyawannya yang pulang kampung dan
tidak kembali dalam jangka waktu tertentu, pimpinan mudah untuk mencari tahu
penyebabnya dan mencari penggantinya dari daerah yang sama.
Karyawan produksi mendapatkan upah harian yang besarannya berkisar
antara Rp 15.000,00–Rp 33.000,00 disesuaikan dengan keahlian yang dimiliki.
Karyawan produksi juga mendapatkan fasilitas berupa ruang mess dan uang
43
makan harian sebesar Rp 12.000,00-Rp 15.000,00. Selain itu, karyawan juga
memperoleh tunjangan kesehatan maupun tunjangan hari raya.
Khusus untuk karyawan penjualan, perusahaan memberikan fasilitas
berupa mess, gerobak sepeda, dan peralatan pendukung penjualan roti. Karyawan
penjualan tidak mendapatkan upah harian, sehingga mereka mendapatkan
keuntungan dari selisih (margin) harga antara harga pabrik dengan harga jual yang
mereka tentukan sendiri. Selain itu, pedagang juga diberi kompensasi tambahan
yang akan diberikan apabila pedagang (sales) berjualan yaitu berupa uang sebesar
Rp 6.000,00 yang pembayarannya ditangguhkan sebagai tabungan yang dapat
diambil sewaktu-waktu dibutuhkan. Pedagang juga tidak menanggung biaya
apabila terjadi kerusakan pada gerobak sepeda karena semua itu ditanggung oleh
Galih Bakery.
4.3. Kegiatan Perusahaan
4.3.1. Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku utama dalam pembuatan roti adalah tepung terigu, garam,
ragi, dan air. Tepung terigu yang digunakan oleh Galih Bakery adalah tepung
terigu Cakra Kembar yang diproduksi oleh Bogasari. Tepung terigu Bogasari
dipilih karena selain mudah didapat, roti yang dihasilkannya pun baik. Galih
Bakery hanya melakukan kerjasama dengan CV. Lautan Aroma sebagai pemasok
utama untuk pasta makanan yaitu pasta pandan dan moka. Sedangkan untuk bahan
baku pembantu dan bahan baku tambahan lainnya seperti margarin, pengempuk,
44
gula, telur, susu, pengawet, dan bahan isian Galih Bakery membelinya dengan
sistem putus dari pemasok yang berada tidak jauh dari lokasi perusahaan.
Galih Bakery tidak mempunyai gudang penyimpanan, sehingga Galih
Bakery hanya membeli dalam jumlah banyak untuk bahan-bahan baku yang
ukuran kemasannya kecil, itupun disimpan di sudut ruangan, laci, maupun di
bawah meja produksi tanpa perlakuan khusus. Bahan-bahan baku tersebut hanya
disimpan sesuai dengan jenisnya, seperti bahan baku dan bahan isian. Sedangkan
bahan baku utama seperti tepung terigu dibeli sesaat sebelum proses produksi
dimulai.
4.3.2. Kegiatan produksi
Galih Bakery memulai kegiatan produksinya pada pukul 08.00-14.00
WIB, sedangkan pada saat bulan Ramadhan, kegiatan produksi dimulai setelah
menunaikan shalat Tarawih yaitu sekitar pukul 21.00 WIB. Galih Bakery
memproduksi berbagai macam varian roti tawar dan roti manis, walaupun
terkadang perusahaan menerima pesanan roti burger dan roti hotdog. Rata-rata
Galih Bakery menghasilkan 300 roti tawar dan 250 roti manis per hari. Varian roti
tawar dan roti manis antara lain roti tawar besar, roti tawar kotak, roti tawar kotak
pandan, dan roti tawar tabung. Sedangkan varian roti manis Galih Bakery antara
lain roti manis isi coklat, coklat keju, coklat susu, coklat kacang, susu, kelapa,
nanas, pisang coklat, moka dan donat. Perbedaan mendasar yang membedakan
antara roti tawar dengan roti manis adalah penambahan isian pada roti manis,
sedangkan proses pembuatannya hampir sama.
45
Proses pembuatan roti dimulai dengan mencampur bahan-bahan kering
seperti tepung terigu, margarin, garam, ragi, pengawet, dan gula dengan air ke
dalam wadah pencampur. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan tersebut
dimasukkan ke dalam mesin pencampur (mixer) hingga kalis. Kemudian adonan
dibentuk menjadi bulatan-bulatan dan didiamkan hingga mengembang. Tahap
selanjutnya adalah menggulung adonan dengan mesin penggulung adonan (dough
moulder) hingga adonan tersebut menjadi lebih panjang, yang kemudian
dimasukkan ke dalam cetakan dan ditunggu hingga mengembang optimal dan siap
untuk dipanggang.
Perbedaannya, untuk roti manis, setelah dibulatkan adonan langsung
dimasukkan adonan isian yang telah disiapkan sebelumnya, baru kemudian
ditunggu hingga mengembang dan kemudian dipanggang. Sedangkan untuk roti
manis isi coklat kacang dan coklat susu, adonan roti dipipihkan terlebih dahulu
dengan mesin pemipih adonan (dough sheeter) setelah dibulatkan baru kemudian
dimasukkan isian kedalamnya, didiamkan sejenak hingga mengembang baru
dipanggang.
Berbeda dengan roti tawar dan roti manis, roti donat tidak melalui tahap
pemanggangan, tetapi setelah dibulatkan, adonan langsung dibentuk donat,
didiamkan sejenak hingga mengembang baru kemudian digoreng. Setelah matang
roti didiamkan beberapa saat hingga dingin baru kemudian dikemas dan siap
untuk dipasarkan. Khusus untuk proses pengirisan (roti tawar) dan pengemasan
roti menjadi tanggung jawab sales. Secara sederhana, proses pembuatan roti pada
Galih Bakery tersaji pada Lampiran 1.
46
Galih Bakery mempunyai beberapa alat dan mesin yang digunakan untuk
mendukung kegiatan produksi roti mereka. Alat dan mesin tersebut antara lain
mesin pencampur (mixer), mesin penggulung (roti tawar), mesin press (roti
manis), dan oven. Alat dan mesin yang dimiliki oleh Galih Bakery telah tersaji
pada Tabel 8.
Tabel 8. Alat dan Mesin Produksi Roti pada Galih Bakery
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Keterangan
Mesin pencampur (mixer) besar
Mesin pencampur (mixer) kecil
Mesin penggiling adonan (dough moulder)
Mesin pemipih adonan (dough sheeter)
Meja make-up
Oven gas
Kompor
Timbangan
Wajan
Cetakan (tawar besar)
Cetakan (tawar kotak)
Cetakan (tawar bundar)
Loyang besar
Loyang sedang
Loyang kecil
Ember
Pisau pipih
Jumlah (Buah/ Set)
1
1
1
1
2
2
1
1
3
165
86
24
8
30
22
2
2
4.3.3. Penjualan
Galih Bakery menjual roti yang diproduksinya melalui sales yang
berjumlah 13 orang. Sales tersebut menjual roti disekitar wilayah Ciledug dengan
menggunakan gerobak sepeda. Wilayah penjualan Galih Bakery antara lain Kreo,
Taman Asri, Inpres, Cipadu, Deplu, Petukangan, Mencong, Gaga, dan Taman
Safari. Secara rinci, wilayah penjualan roti Galih Bakery tersaji pada Tabel 9.
47
Tabel 9. Wilayah Penjualan Roti Galih Bakery
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Nama Pedagang
Fakih
Iwan
Umar
Asep
Karyat
Acang
Uding
Among
Pipih
Hanim
Ukat
Jepri
Sanan
Wilayah Penjualan
Kreo
Taman Asri
Inpres
Cipadu
Deplu
Petukangan
Mencong
Deplu
Ciledug
Ciledug
Gaga
Taman Safari
Petukangan
Sistem penjualan yang dilakukan oleh Galih Bakery adalah sistem putus,
artinya sales mendapatkan roti untuk dijual dengan cara membeli. Apabila
roti tidak habis dijual, resiko tersebut ditanggung oleh pihak sales. Selain
dijual keliling, Galih Bakery juga menerima pesanan roti baik dari perusahaan
maupun dari perorangan, salah satunya dari RS. Pelni, Petamburan, Tanah
Abang, Jakarta Pusat. Galih Bakery mengirim ke RS. Pelni sebanyak 90
buah roti setiap seminggu sekali dan 1160 buah setiap sebulan sekali.
Galih
dengan
Bakery
tempat
pernah membuka toko roti yang lokasinya berdekatan
produksi,
penjualan yang kurang bagus.
tetapi tidak berlangsung lama karena tingkat
48
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery
5.1.1. Pengendalian Mutu
Galih Bakery telah menetapkan atribut mutu roti mereka walaupun atribut
mutu yang diterapkan belum sesuai dengan syarat mutu roti sesuai dengan Standar
Industri Indonesia (SII). Standar Industri Indonesia (SII) mensyaratkan mutu roti
dalam 8 (delapan) parameter, mulai dari kadar air, kadar abu, hingga kandungan
bahan pengawet yang terdapat pada roti. Secara rinci syarat mutu roti berdasarkan
SII tersaji pada Lampiran 6.
Galih Bakery menerapkan atribut mutu roti mereka berdasarkan 3 (tiga)
aspek yaitu rasa, aroma, dan penampilan. Roti yang diproduksi Galih Bakery
harus memiliki rasa yang enak, empuk dengan aroma yang wangi serta dilengkapi
dengan penampilan yang menarik, misalnya warna roti harus coklat keemasan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu pengendalian mutu agar atribut mutu yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat terpenuhi.
Pengendalian mutu produksi merupakan suatu hal yang sangat penting
demi menjaga keberhasilan pencapaian mutu sesuai standar perencanaannya,
mencegah serta memperkecil kerusakan produk. Proses pengendalian mutu pada
Galih Bakery terdiri dari tiga tahap. Tahap yang pertama yaitu pengendalian mutu
bahan baku, tahap yang kedua yaitu pengendalian mutu proses, dan tahap yang
terakhir adalah pengendalian mutu produk akhir.
5.1.1.1. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Kualitas roti secara umum disebabkan karena variasi dalam penggunaan
bahan baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang digunakan
mempunyai kualitas yang baik dan proses pembuatannya benar maka roti yang
dihasilkan akan mempunyai kualitas yang baik pula. Jenis dan mutu produk bakeri
sangat bervariasi tergantung jenis bahan-bahan dan formulasi yang digunakan
dalam pembuatannya. Variasi produk ini diperlukan untuk memenuhi adanya
variasi selera dan daya beli konsumen (Wahyudi, 2003: 1).
Bahan baku yang digunakan Galih Bakery untuk membuat roti terbagi
menjadi 3 (tiga) yaitu, bahan baku utama, bahan baku pembantu, dan bahan baku
tambahan. Bahan baku utama yaitu tepung terigu, ragi, garam, dan air. Bahan
baku pembantu yaitu mentega, gula, susu, telur. Sedangkan bahan baku tambahan
yaitu, pengempuk, benzoat, dan bahan isian seperti meises, susu, nanas, kelapa,
keju, pisang, dan pasta moka. Sebagian besar bahan baku kecuali pasta dan air
diperoleh dari toko kelontong yang terletak di dekat lokasi usaha. Jarak lokasi
usaha dengan toko kelontong lebih kurang 1 (satu) km.
Berbeda dengan bahan baku lainnya, pasta diperoleh dari pemasok yaitu
CV. Lautan Aroma yang dikirimkan sebulan sekali (pasta pandan) dan seminggu
sekali (pasta moka). Sedangkan air, berasal dari sumur pompa milik Galih Bakery.
Biasanya bahan baku disiapkan satu hari sebelum atau pada hari proses produksi
akan dimulai. Bahan baku yang digunakan oleh Galih Bakery telah tersaji pada
Tabel 13.
50
Tabel 10. Bahan Baku Roti Galih Bakery
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Bahan Baku
Tepung terigu
Margarin
Ragi
Garam
Gula
Telur
Pengempuk
Benzoat
Susu
Meises coklat
Pasta pandan
Pasta moka
Butter
Spong
Coklat bubuk
Pisang
Jumlah Pembelian
5 karung @ 25 kg/hari
15 kg/hari
1 kg/2 minggu
20 pak/2 minggu
20 kg/hari
1,5 kg/hari
5 kg/bulan
1 kg/2 minggu
2 kg/ hari
2 kg/ hari
5 kg/ bulan
2 kg/ minggu
0,5 kg/2 hari
0,5 kg/2 hari
1 kg/ minggu
1 sisir/2 hari
Tidak ada perlakuan khusus yang diberlakukan terhadap bahan baku
tersebut karena jumlah bahan baku yang digunakan disesuaikan dengan jumlah
permintaan roti yang dipesan oleh pedagang. Bahan baku utama seperti tepung
terigu habis dalam sekali proses produksi. Bahan baku yang tidak habis, seperti
margarin, telur, ragi, garam, gula, pengempuk, susu, benzoat, dan bahan isian
seperti meises, susu, nanas, kelapa, keju, pisang, dan pasta, disimpan untuk proses
produksi selanjutnya.
Pengendalian mutu bahan baku hanya dilakukan pada saat pembelian,
yaitu hanya menggunakan bahan baku yang sudah diketahui baik kualitasnya,
seperti tepung terigu cap Cakra Kembar dan margarin merk Simas. Tepung terigu
cap Cakra Kembar merupakan tepung kuat yang dibuat dari gandum keras, dan
sering digunakan dalam pembuatan roti (Wahyudi, 2003: 14). Tepung terigu ini
51
diproduksi oleh PT. ISM Bogasari Flour Mills. Penyimpanan bahan baku yang
tidak habis terpakai hanya disimpan di sudut ruangan, laci, maupun di bawah meja
produksi. Penyimpanannya dilakukan secara berkelompok berdasarkan jenisnya
yang sebelumnya telah dikemas menggunakan plastik.
Konsistensi dari penggunaan bahan baku yang sudah diketahui
kualitasnya (bermerk), merupakan hal yang sangat mempengaruhi optimalnya
pengendalian mutu bahan baku pada Galih Bakery. Oleh karena itu, Galih Bakery
harus tetap mempergunakan bahan baku yang berkualitas seperti tepung terigu cap
Cakra Kembar, margarin merk Simas, dan keju merk Kraft untuk menjaga kualitas
roti yang dihasilkan karena kualitas bahan baku sangat mempengaruhi kualitas
roti yang dihasilkan.
5.1.1.2. Pengendalian Mutu Selama Proses Produksi
Proses produksi roti yang dilakukan di Galih Bakery sebagian besar
dilakukan oleh manusia (hand made) sehingga kebersihan tenaga kerjanya harus
sangat diperhatikan. Proses produksi yang dilakukan dengan menggunakan tangan
yaitu pencampuran awal, pembentukan (make up), pengirisan, pemolesan, dan
pengemasan. Penggunaan mesin hanya dilakukan saat pencampuran bahan,
penggulungan, pemipihan dan pemanggangan.
Galih Bakery belum mempunyai Standard Operational Procedure (SOP)
maupun standar komposisi bahan baku yang digunakan untuk memproduksi roti.
Oleh karena itu, pembagian tugas dan besaran komposisi bahan baku menjadi
tanggung jawab manajer operasional yang juga merangkap sebagai kepala koki.
52
Pengendalian mutu pada proses produksi dimulai pada saat penentuan
besaran komposisi bahan baku roti yang dilakukan dengan timbangan manual.
Penentuan besaran komposisi bahan baku hanya dilakukan oleh 1 (satu) orang
yaitu kepala juru masak, apabila juru masak berhalangan kerja, penentuan bahan
baku digantikan oleh karyawan lainnya. Tujuan penentuan besaran bahan baku
untuk mencegah perubahan rasa dari roti yang dihasilkan. Pengendalian mutu
yang dilakukan oleh juru masak juga terjadi pada saat pencampuran dengan
menggunakan mixer. Juru masak menjaga adonan agar teraduk dengan kecepatan
yang tetap dengan waktu yang tepat agar adonan menjadi kalis dengan sempurna.
Pengendalian mutu selanjutnya dilakukan pada saat pembagian adonan
untuk dimake-up. Pengendalian mutu pada tahap ini juga dilakukan oleh juru
masak. Juru masak membagi adonan roti sesuai dengan peruntukkannya yaitu
untuk roti tawar dan roti manis. Juru masak membagi adonan dengan
menggunakan timbangan. Pembagian adonan dimaksudkan agar adonan dapat
terbagi dengan berat yang tepat untuk menghasilkan bentuk yang sesuai dengan
harapan perusahaan. Berat adonan roti tawar kecuali jenis roti tawar kotak yaitu
500 g, sedangkan roti tawar kotak 300 g. Berat adonan roti manis untuk semua
jenis kecuali roti coklat yaitu sebesar 67 g, sedangkan roti coklat sebesar 70 g.
Tahap selanjutnya adalah pengendalian mutu pada saat fermentasi akhir.
Adonan roti diletakkan pada rak susun dan dibiarkan beberapa saat (kurang lebih
1 jam) hingga adonan roti mengembang optimal. Apabila adonan roti terlalu
mengembang maka bentuk roti yang dihasilkan kurang menarik.
53
Pengendalian mutu yang terakhir adalah pada saat pemanggangan adonan
roti. Pemanggangan adonan roti dilakukan oleh karyawan bagian pemanggangan.
Pemanggangan adonan roti dilakukan dengan cara menentukan suhu dan waktu
yang tepat. Suhu yang digunakan untuk pemanggangan roti yaitu 340 0C dengan
waktu pemanggangan 30 menit untuk roti tawar dan 15 menit untuk roti manis.
Selain itu, untuk menunjang pengendalian mutu pada proses produksi,
kebersihan ruangan maupun alat produksi selalu dijaga dengan baik karena selalu
dibersihkan setelah proses produksi selesai. Alat dan mesin yang telah selesai
dipakai seperti mesin pencampur (mixer), mesin pemipih adonan (dough sheeter),
mesin penggulung adonan (dough moulder), meja make-up, pisau, cetakan, dan
loyang segera dibersihkan. Sedangkan lantai ruangan produksi dibersihkan dengan
cara disapu dan dipel. Selain itu, selama proses produksi berlangsung, karyawan
dilarang untuk merokok karena selain dapat mengotori tempat produksi, juga
dapat mencemari adonan roti. Karyawan juga dilengkapi dengan celemek dan
sarung tangan (karyawan pemanggangan) untuk membantu proses produksi.
Titik kritis yang mempengaruhi pengendalian mutu pada proses produksi
yaitu pada saat penentuan besaran komposisi bahan baku, pembagian adonan,
waktu fermentasi akhir, dan waktu pemanggangan. Oleh karena itu, diperlukan
konsistensi baik dari besaran komposisi bahan baku maupun adonan dan
konsistensi waktu pada saat fermentasi akhir dan pemanggangan. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan oleh Galih Bakery adalah dengan cara melakukan
pendokumentasian terhadap standar yang telah ditetapkan pada masing-masing
proses tersebut pada selembar kertas yang kemudian diletakkan ditempat yang
54
mudah dilihat oleh seluruh karyawan Galih Bakery. Hal tersebut dilakukan untuk
mencegah inkonsistensi terhadap standar yang telah ditetapkan pada masingmasing proses.
5.1.1.3. Pengendalian Mutu Produk Akhir
Roti yang telah selesai dipanggang kemudian dikeluarkan dari cetakan roti
yang selanjutnya dipoles dengan margarin (untuk roti tawar), susu (untuk roti
manis), dan coklat (untuk roti coklat). Roti didiamkan beberapa saat agar dingin
dengan merata karena jika langsung dikemas, dapat beresiko merusak bentuk roti.
Setelah roti dingin dengan merata, roti siap untuk dibawa oleh pedagang.
Biasanya sebelum dibawa, roti tawar disortir terlebih dahulu oleh pedagang
sebelum di jual. Roti tawar yang layak jual memiliki beberapa kriteria,
diantaranya warna roti tawar yang coklat keemasan (roti tawar besar), putih bersih
(roti tawar kotak), hijau yang tidak terlalu menyolok (roti tawar pandan), dan
dengan bentuk yang utuh atau tidak rusak.
Biasanya pedagang mengambil roti tawar terlebih dahulu kemudian dibawa
ke mess untuk diiris dan dikemas dengan menggunakan plastik. Jarak mess
dengan pabrik sekitar 1 (satu) km. Pengirisan dan pengemasan roti tawar
dilakukan di mess karena apabila dilakukan di pabrik, akan menghambat kerja
karyawan produksi untuk membuat roti manis mengingat luas pabrik sangat
terbatas. Setelah roti tawarnya siap, pedagang kembali lagi ke pabrik untuk
mengambil roti manis.
55
Berbeda dengan roti tawar, roti manis tidak mengalami proses penyortiran,
sehingga terkadang roti yang tidak layak jual seperti roti coklat tetapi coklat yang
menjadi isian roti tidak meleleh, malah menggumpal sampai juga ke konsumen.
Padahal, hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan konsumen yang dapat
berujung pada berpalingnya konsumen pada produsen roti lain.
Roti manis yang telah dipesan, dipisah-pisah terlebih dahulu oleh karyawan
produksi sesuai dengan pesanan masing-masing pedagang. Roti kemudian
dikemas oleh karyawan penjualan dengan menggunakan plastik transparan tanpa
merk perusahaan sesuai dengan ukuran roti. Roti yang telah dikemas kemudian
dirapatkan dengan menggunakan selotip. Roti-roti tersebut kemudian disusun di
dalam gerobak sepeda. Susunan rotinya dikelompokkan sesuai dengan jenis
rotinya, yaitu roti tawar dan roti manis. Setelah semua persiapan selesai
dikerjakan, tahap selanjutnya adalah memasarkan roti sesuai dengan daerah
penjualan masing-masing.
Tidak adanya pemeriksaan terhadap produk akhir menjadi permasalahan
dalam proses pengendalian mutu pada produk akhir karena dapat menyebabkan
roti yang tidak sesuai standar yang telah ditetapkan Galih Bakery sampai ke
konsumen. Oleh karena itu diperlukan kerjasama baik dari karyawan produksi
maupun karyawan penjualan untuk melakukan penyortiran terlebih dahulu
terhadap roti yang akan dijual. Selain itu perlu juga dilakukan pengambilan
sampel roti yang akan dijual untuk memeriksa apakah cita rasa roti yang akan
dijual telah sesuai standar Galih Bakery atau belum, sehingga roti yang tidak
sesuai standar tidak akan sampai ke tangan konsumen.
56
5.1.2. Manajemen Mutu Terpadu
5.1.2.1. Fokus Pada Pelanggan
Galih Bakery selalu berusaha untuk memproduksi roti yang sesuai dengan
keinginan konsumen mereka. Oleh karena itu, mereka sangat merespon positif
apabila ada keluhan maupun saran dari konsumen. Contohnya pada saat roti tawar
pandan yang mereka jual tidak beraroma pandan, Galih Bakery segera melakukan
konfirmasi ke perusahaan pemasok pasta pandan, tetapi karena tidak ada
tanggapan positif dari pemasok, maka Galih Bakery memutuskan untuk memasok
pasta pandan dari pemasok lain.
Begitu juga pada saat Galih Bakery salah menggunakan mesin pemipih
adonan yang seharusnya hanya digunakan untuk roti manis tetapi digunakan juga
untuk roti tawar sehingga roti tawar yang dihasilkan terlalu rapuh (seratnya terlalu
halus) dan tidak disukai konsumen karena roti mudah hancur pada saat roti tawar
dinikmati bersama kopi. Sama halnya pada saat konsumen memberikan saran agar
Galih Bakery mengganti perekat kemasan roti agar tidak lagi menggunakan
staples karena sulit untuk dibuka, maka Galih Bakery meresponnya dengan cara
mengganti perekat kemasan roti dari staples menjadi isolasi (perekat dari plastik).
Survei dilakukan terhadap 10 orang konsumen roti Galih yang berada di
sekitar Kreo, Ciledug, Tangerang, Banten, untuk mengetahui tingkat kepuasan
konsumen terhadap atribut kualitas roti Galih Bakery yang terdiri dari rasa, aroma,
dan penampilan. Berdasarkan hasil survei tersebut, diperoleh hasil bahwa
kepuasan konsumen terhadap kualitas roti Galih Bakery dari sisi rasa
menunjukkan persentase sebesar 72,73 persen menyatakan rasa roti Galih Bakery
57
baik dan 27,27 persen menyatakan cukup baik, sisanya untuk pernyataan tidak
baik hingga sangat tidak baik tidak ada responden yang memilih. Hal tersebut
membuktikan bahwa rasa Galih Bakery baik dan bisa diterima dengan baik oleh
konsumen. Sedangkan kualitas roti Galih Bakery dari sisi aroma, sebanyak 54,55
persen menyatakan aroma roti Galih Bakery baik, 45,45 persen menyatakan cukup
baik, sisanya untuk pernyataan tidak baik hingga sangat tidak baik tidak ada
responden yang memilih.
Sama halnya dengan tanggapan konsumen terhadap rasa dan aroma,
kualitas roti Galih Bakery dari sisi penampilan ditunjukkan dengan persentase
sebesar 36,36 persen menyatakan baik, 63,64 persen responden menyatakan
penampilan roti Galih Bakery cukup baik, sisanya untuk pernyataan tidak baik
hingga sangat tidak baik tidak ada responden yang memilih. Hal ini menunjukkan
bahwa penampilan roti Galih Bakery dapat diterima dan cukup memuaskan
keinginan konsumennya. Tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas roti Galih
Bakery Tabel 11.
Tabel 11. Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas Roti Galih Bakery
Tingkat Kepentingan
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Tidak Baik
Sangat Tidak Baik
Total
Rasa
72.73%
27.27%
100%
Aroma
54.55%
45.45%
100 %
Penampilan
27.27%
72.73%
100%
Sumber: Data (diolah) dari Lampiran 6
58
Sayangnya upaya-upaya yang telah dilakukan Galih Bakery untuk fokus
kepada pelanggan tersebut masih bersifat reaktif atau menunggu adanya keluhan
dari konsumen. Seharusnya, Galih Bakery lebih aktif lagi untuk mencari tahu apa
yang diinginkan konsumen dari roti yang dihasilkannya. Upaya yang bisa Galih
Bakery lakukan adalah menciptakan hubungan (contact) dengan pelanggan agar
tercipta komunikasi (communication) yang baik antara Galih Bakery dengan
konsumennya, sehingga
Galih Bakery dapat mewujudkan kualitas yang
diharapkan oleh konsumennya.
5.1.2.2. Obsesi Terhadap Kualitas
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Galih Bakery untuk mencapai
obsesinya dalam menciptakan produk yang berkualitas, bahkan menginginkan
kualitas roti mereka setara dengan kualitas roti perusahaan lain yang kelasnya
berada di atas mereka. Salah satunya dengan cara membandingkan roti mereka
dengan perusahaan lain. Proses pembandingan ini dilakukan langsung oleh
pimpinan Galih Bakery. Usaha pembandingan yang dilakukan pimpinan Galih
Bakery menghasilkan perubahan pada bahan baku baik dari jumlah takarannya
maupun komposisinya.
Begitu juga pada saat ada masukkan penggunaan bahan tambahan untuk
mengempukkan roti. Galih Bakery langsung merespon masukkan tersebut dengan
segera menggunakan bahan pengempuk yang dimaksud, walaupun bahan
pengempuk tersebut hanya dijual di toko-toko bahan makanan tertentu.
59
Selain dari sisi rasa, Galih juga berusaha untuk memodifikasi bentuk roti
mereka. Galih Bakery mendatangkan salah satu juru masak dari sebuah
perusahaan roti terkemuka yaitu Holland
Bakery. Juru masak
tersebut
memberikan pelatihan selama 1 (satu) hari kepada karyawan Galih Bakery dalam
hal variasi bentuk roti.
Galih Bakery juga menggunakan mesin-mesin yang sesuai untuk produksi
rotinya. Mesin-mesin tersebut seperti mesin pemipih adonan untuk roti manis,
mesin penggulung adonan untuk roti tawar dan yang paling terbaru adalah
penggunaan gas sebagai bahan bakar pengganti solar untuk memanggang adonan
roti sehingga tingkat kerusakan roti akibat hangus dapat diminimalisir.
Walaupun demikian, obsesi terhadap kualitas belum dimiliki oleh seluruh
organ dalam Galih Bakery. Obsesi terhadap kualitas tersebut baru dimiliki oleh
pimpinan Galih Bakery. Seharusnya, dalam organisasi yang menerapkan
Manajemen Mutu Terpadu, obsesi terhadap kualitas harus dimiliki oleh seluruh
organ perusahaan, baik itu pimpinan maupun karyawan dan menjadikan kualitas
sebagai pegangan dalam menciptakan produk ataupun jasa.
5.1.2.3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah yang dimaksud adalah pendokumentasian data atau
tertib administrasi. Selama ini, Galih Bakery hanya melakukan pendokumentasian
dalam
hal
jumlah
roti
yang
dihasilkan
itu
pun
hanya
sementara.
Pendokumentasian dilakukan berupa catatan harian pesanan roti dari pedagang
yang dikumpulkan oleh manajer operasional. Dokumentasi tersebut berupa
60
lembaran kertas sehingga apabila lembaran kertas mulai menumpuk, kertas-kertas
tersebut langsung dibuang atau dipergunakan untuk keperluan lain.
Galih Bakery juga belum mendokumentasikan Standard Operational
Procedure (SOP) untuk karyawannya maupun standar komposisi bahan baku
yang digunakan untuk memproduksi roti. Oleh karena itu, pembagian tugas dan
besaran komposisi bahan baku menjadi tanggung jawab manajer operasional yang
juga merangkap sebagai kepala koki. Oleh karena itu, proses pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan hanya
dilakukan dengan mengandalkan kegiatan-kegiatan rutin saja.
Padahal, pendekatan ilmiah
sangat berpengaruh
dalam
penerapan
Manajemen Mutu Terpadu terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan
yang didesain tersebut. Selain itu, data juga diperlukan dan dipergunakan dalam
menyusun patok duga (benchmarking), memantau prestasi, dan melaksanakan
perbaikan.
5.1.2.4. Komitmen Jangka Panjang
Komitmen jangka panjang Galih Bakery adalah mengutamakan kualitas
roti yang dihasilkan sebagai keunggulan mereka. Komitmen itu ditunjukan dengan
usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki mutunya.
Usaha-usaha tersebut seperti menggunakan kemasan plastik untuk semua jenis roti
yang diproduksi, melengkapi dengan mesin-mesin produksi yang memadai
walaupun dilakukan secara bertahap, merespon dengan baik kritik maupun saran
61
dari konsumen seperti mengganti staples dengan isolasi untuk merapatkan
kemasan, pergantian pemasok untuk pasta makanan karena aroma roti yang
dihasilkan tidak wangi, dan mengganti bahan bakar oven yang pada awalnya
menggunakan minyak tanah dan solar diganti menjadi gas. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi jumlah roti yang hangus.
Galih Bakery juga mengevaluasi komposisi bahan baku roti yang
digunakan. Evaluasi tersebut dilakukan dengan cara melakukan perbandingan
dengan roti lain. Selain itu, Galih Bakery melengkapi usahanya dengan surat izin
usaha dari pemerintah daerah setempat dengan nomor 0055/10-04/PK/I/1995
untuk melegalkan usahanya.
Sama seperti obsesi terhadap kualitas, komitmen jangka panjang pada
Galih Bakery juga hanya dipegang oleh pimpinan Galih Bakery. Hal inilah yang
menjadi hambatan Galih Bakery dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu.
Karena, dalam organisasi yang menerapkan Manajemen Mutu Terpadu, komitmen
jangka panjang ini harus dimiliki oleh pimpinan dan disebarluaskan kepada para
karyawannya guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan Manajemen
Mutu Terpadu dapat berjalan sukses.
5.1.2.5. Kerjasama dan Kesatuan Tim
Kualitas roti yang dihasilkan Galih Bakery tidak terlepas dari kerjasama
semua pihak baik pemasok, konsumen, maupun kerjasama antar karyawan
perusahaan itu sendiri. Galih Bakery telah melakukan kerjasama walaupun hanya
dengan pemasok pasta makanan yaitu CV. Lautan Aroma.
62
CV. Lautan Aroma mengirimkan pasta pandan dan moka. Sedangkan
untuk bahan baku utama seperti tepung terigu, margarin, telur, dan garam, Galih
Bakery tidak melakukan kerjasama dengan pemasok, selain karena Galih Bakery
tidak mempunyai gudang penyimpanan sehingga Galih Bakery tidak bisa
membeli bahan baku dalam jumlah banyak, juga karena bahan baku tersebut
mudah didapat di pasaran.
Sama halnya kerjasama yang dilakukan Galih Bakery dengan pemasok,
kerjasama Galih Bakery dengan konsumennya telah terjalin walaupun belum
optimal. Kerjasama tersebut belum optimal karena hanya bersifat sementara atau
tidak rutin. Kerjasama yang dilakukan berupa pemberian kritik maupun saran dari
konsumen terhadap roti yang Galih Bakery produksi. Biasanya kritik dan saran
tersebut disampaikan ke pedagang yang kemudian ditindaklanjuti oleh karyawan
produksi. Saran dan kritik juga terkadang disampaikan langsung ke pemilik Galih
Bakery.
Begitu pula kerjasama antar karyawan Galih Bakery. Kerjasama antar
karyawan pun terjalin dengan baik, walaupun tidak ada pembagian tugas secara
tertulis, tetapi masing-masing personil telah mengetahui tugas masing-masing,
sehingga kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik dan pesanan para
pedagang pun dapat terpenuhi.
Berbeda dengan kerjasama, kesatuan tim belum ada antara pimpinan
dengan karyawannya. Walaupun pimpinan telah berusaha untuk menyatukan
tujuan dengan cara mensosialisasikan pentingnya kualitas untuk eksistensi
perusahaan. Tetap saja, upaya yang telah dilakukan tersebut tidak membuahkan
63
hasil yang menggembirakan. Hal ini menyebabkan tidak adanya tujuan yang sama
antara pimpinan dengan karyawannya.
Pimpinan menginginkan roti yang dihasilkan sesuai dengan harapan
pimpinan, seperti empuk, aroma yang wangi, rasa yang enak, dan dengan
penampilan
yang
menarik.
Sedangkan
tujuan
karyawan
hanya sebatas
memproduksi roti tanpa mempertimbangkan harapan-harapan dari pimpinannya.
Belum optimalnya jalinan kerjasama dan kesatuan tim pada Galih Bakery
menjadi salah satu masalah yang menyebabkan terhambatnya penerapan
Manajemen Mutu Terpadu, karena masalah ini mengakibatkan unsur-unsur
Manajemen Mutu Terpadu seperti obsesi terhadap kualitas, fokus pada pelanggan
maupun komitmen jangka panjang tidak dapat berjalan optimal. Karena dalam
organisasi yang menerapkan Manajemen Mutu Terpadu, kerjasama baik dengan
pelanggan, pemasok, dan antar personil dalam perusahaan akan membantu
perusahaan tersebut untuk dapat menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas
dan sesuai dengan keinginan pelanggan.
5.1.2.6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Galih Bakery selalu memperbaiki sistem mutunya (pemasok, produksi,
dan pelanggan) agar kualitas roti yang dihasilkan sesuai dengan harapan
perusahaan walaupun hanya dengan kegiatan rutin saja. Perbaikan yang telah
dilakukan oleh Galih Bakery antara lain secara bertahap melengkapi produksinya
dengan mesin-mesin yang memadai, mengganti pemasok pasta karena kualitas
pastanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, memberikan pelatihan dalam hal
64
variasi bentuk roti kepada, penggunaan pembungkus plastik untuk semua roti
yang dihasilkan yang semula hanya untuk roti tawar, mengganti staples dengan
isolasi untuk merekatkan pembungkus roti, dan mengganti bahan bakar oven yang
semula menggunakan minyak tanah dan solar dengan gas agar kualitas roti yang
dihasilkan sesuai dengan harapan perusahaan.
Belum berkesinambungannya perbaikan sistem yang dilakukan Galih
Bakery terjadi karena Galih Bakery belum melakukan pendokumentasian terhadap
segala aktivitas yang telah dilakukan (pendekatan ilmiah), sehingga sulit bagi
Galih Bakery untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang
didesain tersebut.
5.1.2.7. Pendidikan dan Pelatihan
Sebagian besar karyawan Galih Bakery memiliki latar
belakang
pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD). Latar belakang pendidikan tersebut
menyebabkan Galih Bakery kesulitan untuk merubah pola pikir karyawan dalam
membuat roti. Mereka hanya berpikir proses pembuatan roti hanya proses yang
diawali dengan mencampur bahan-bahan menjadi adonan, mencetaknya, dan
diakhiri dengan proses pemanggangan, tanpa memikirkan apakah kualitas roti
yang mereka hasilkan sesuai dengan harapan pelanggan atau tidak.
Walaupun demikian Galih Bakery tetap berusaha untuk merubah pola pikir
tersebut. Salah satunya, Galih Bakery pernah mengadakan pelatihan yang
bertujuan untuk mempercantik tampilan roti yang mereka hasilkan dengan cara
65
menyewa baker dari Holland Bakery, tetapi pelatihan itu tidak berlangsung lama
karena roti yang dihasilkan tidak disukai pedagang. Pedagang khawatir roti
tersebut tidak disukai konsumen. Sehingga selama ini pelatihan yang dilakukan
hanya bersifat informal, yaitu pelatihan yang diberikan oleh karyawan senior
kepada karyawan junior.
Kurangnya pengetahuan dan pelatihan yang dimiliki oleh karyawan Galih
Bakery menyebabkan keahlian karyawan pun menjadi terbatas. Hal ini berakibat
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery belum berjalan optimal.
Karena organisasi atau perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang
ahli sebagai organisasi dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat
dipengaruhi keahlian karyawan.
5.1.2.8. Kebebasan yang Terkendali dan Adanya Keterlibatan Serta
Pemberdayaan Karyawan
Karyawan produksi Galih Bakery tidak diberikan kebebasan untuk
merubah sistem dalam proses produksi yang telah diberlakukan oleh pimpinan.
Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran dari pimpinan apabila sistem tersebut
dirubah, maka akan merubah kualitas roti yang dihasilkan. Salah satu contohnya
adalah dalam hal penentuan komposisi bahan baku maupun pemanggangan roti
yang hanya dipegang oleh kepala juru masak dan 1 (satu) orang karyawan lain
yang telah lama bekerja di perusahaan tersebut. Berbeda dengan karyawan
produksi, karyawan penjualan diberikan kebebasan untuk menentukan jumlah roti
yang mereka pesan.
66
Galih
Bakery
belum
memanfaatkan
secara
optimal
peran serta
karyawannya dalam hal pengambilan keputusan untuk perbaikan perusahaan.
Karyawan produksi hanya dilibatkan dalam hal penentuan bahan isian roti saja,
walaupun tetap saja keputusan berada di tangan pimpinan. Sedangkan karyawan
penjualan hanya dilibatkan dalam hal jumlah produksi roti, karena jumlah
produksi roti ditentukan oleh banyaknya pesanan roti dari pedagang.
Tidak
berjalannya
kebebasan yang
terkendali, keterlibatan,
dan
pemberdayaan karyawan, mengakibatkan tidak ada rasa memiliki dan tanggung
jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Hal inilah yang
mengakibatkan penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery belum
optimal. Karena dalam perusahaan yang menerapkan Manajemen Mutu Terpadu,
kebebasan yang terkendali, keterlibatan, dan pemberdayaan karyawan merupakan
unsur yang sangat penting. Selain untuk meningkatkan rasa memiliki dan
tanggung jawab terhadap keputusan yang telah dibuat, unsur ini juga dapat
memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil,
karena pihak yang terlibat lebih banyak
sehingga
akan
meningkatkan
dihasilkannnya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang
lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak
yang langsung berhubungan dengan situasi kerja.
5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu
Terpadu Pada Galih Bakery
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, secara umum terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada UKM yang
67
bergerak dalam industri roti seperti Galih Bakery. Faktor-Faktor
yang
mempengaruhi tersebut dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu berdasarkan
masalah, pelaku, dan penyebab.
Faktor-faktor tersebut diperoleh melalui wawancara maupun dengan
mengirimkan form isian langsung dengan pimpinan Galih Bakery dan para pakar.
Wawancara langsung dilakukan dengan Usman (Pimpinan Galih Bakery), Chris
Hardijaya (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia/ APEBI), dan
Heru Laksana (Pimpinan Maison Weiner Cake Shop), sedangkan form isian
diberikan kepada Suprapto MPS (Ketua Sistem Penerapan Standar BSN). Form
isian diberikan karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh Suprapto.
Faktor-faktor yang telah diperoleh bersifat umum maupun khusus yang
kemudian dikelompokkan oleh peneliti. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery tersaji pada Lampiran 2.
Setelah dikelompokkan, peneliti membagikan pengelompokkan faktor-faktor
tersebut kepada para pakar hingga tersusun kerangka AHP yang lengkap.
Kerangka AHP tersebut mengelompokkan faktor-faktor yang diperoleh dari para
pakar menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu masalah, pelaku, dan penyebab. Secara
ringkas kerangka AHP tersaji pada Lampiran 3.
5.2.1. Faktor Masalah
Terdapat 5 (lima) masalah dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu
pada Galih Bakery. Kelima faktor masalah tersebut adalah:
68
1. Sarana dan Prasarana
Teknologi merupakan penjelmaan secara fisik dari pengetahuan. Oleh
karena itu, di dalam lingkungan kompetitif, dimana pengetahuan menduduki
peranan vital, teknologi yang dirancang dengan baik guna memperluas
kemampuan manusia dapat meningkatkan daya saing organisasi (Tjiptono dan
Diana, 2001: 72).
Galih Bakery mulai melengkapi sarana dan prasarana yang dimiliki secara
bertahap semenjak perusahaan ini didirikan. Dimulai dengan mesin pemipih
adonan roti manis yang merupakan mesin pertama yang dimiliki oleh Galih
Bakery, kemudian dilanjutkan dengan mesin pencampur adonan (mixer) ukuran
kecil dan yang paling terbaru adalah mesin pemanggang roti (oven) yang
berbahan bakar gas. Walaupun demikian, sarana dan prasarana yang dimiliki
Galih Bakery tergolong masih belum memadai. Salah satu contohnya adalah
timbangan yang digunakan masih timbangan manual belum elektrik, padahal
takaran resep sangat mempengaruhi kualitas roti yang akan dihasilkan.
2. Evaluasi dan Monitoring
Evaluasi dan monitoring mendukung dalam menjaga konsistensi kualitas
produk yang dihasilkan. Produk yang baik salah satunya dihasilkan dari proses
evaluasi dan monitoring yang baik pula. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi
antara pimpinan dengan karyawan untuk mencegah terjadinya kesalahan operasi
yang dapat menyebabkan kerusakan atas produk yang dihasilkan.
69
Evaluasi yang dilakukan oleh Galih Bakery masih menerapkan sistem
reaktif yaitu evaluasi hanya dilakukan apabila roti yang dihasilkan mengalami
kerusakan atau tidak sesuai dengan harapan konsumen. Misalnya saat konsumen
memberikan kritikan karena roti tawar pandan yang dijual tidak beraroma pandan,
maka Galih Bakery mengevaluasi proses produksi yang ternyata bersumber dari
pasta pandan yang digunakan. Akhirnya Galih Bakery segera mengganti pemasok
pasta pandan tersebut karena tidak adanya respon positif dari pemasok untuk
memperbaiki kualitas pasta pandannya.
Sistem manajemen kualitas berlandaskan pada pencegahan kesalahan
sehingga bersifat proaktif, bukan pada deteksi kesalahan yang bersifat reaktif.
Patut diakui pula banyak sistem manajemen kualitas tidak akan efektif 100 persen
pada pencegahan semata, sehingga manajemen kualitas juga harus berlandaskan
pada tindakan korektif terhadap masalah yang ditemukan (Gaspersz, 2002: 10-11).
3. Manajemen Produksi
Manajemen produksi Galih Bakery belum teritegrasi dengan proses lain.
Manajemen produksi Galih Bakery dimulai dengan merencanakan jumlah
penggunaan bahan baku yang disesuaikan dengan pesanan pedagang, pembagian
tugas masing-masing personil, dan diakhiri dengan proses pembuatan roti. Galih
Bakery hanya menganggap kualitas hanya berasal dari proses produksi yang baik
tanpa pengaruh dari aspek-aspek lain, seperti konsumen dan supplier. Padahal
konsumen dan supplier memegang peranan penting dan merupakan bagian dari
sistem yang sangat mempengaruhi kualitas roti yang mereka hasilkan.
70
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hessel dalam Nasution (2005, 366-367),
bahwa salah satu faktor yang menjadi penghambat penerapan Manajemen Mutu
Terpadu adalah implementasi Manajemen Mutu Terpadu masih bersifat parsial
yang berorientasi hanya pada little quality, yaitu hanya di bidang produksi saja.
Hal ini menunjukkan implementasi Manajemen Mutu Terpadu baru terbatas pada
bagian produksi saja dan tidak keseluruhan sistem organisasi yang ada.
Manajemen Mutu Terpadu harus diintegrasikan ke dalam strategi yang lebih
dalam. Organisasi bersifat lintas fungsional, melibatkan seluruh karyawan, serta
pelanggan dan pemasok yang berorientasi pada big quality secara total (Nasution,
2005: 367).
4. Manajemen Pemasaran
Bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dipecah atas
4 (empat) kebijakan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran
(marketing-mix) (Umar, 2005: 70). Bauran pemasaran adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan untuk tujuan pemasarannya. Mc Carthy dalam Kotler
dan Keller (2007: 23) mengklasifikasikan alat-alat ini menjadi empat kelompok
besar, yang disebut empat P tentang pemasaran: produk (product), harga (price),
distribusi (place) dan promosi (promotion).
Pengembangan sebuah produk mengharuskan perusahaan menetapkan
manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk itu. Manfaat-manfaat ini
dikomunikasikan dan hendaknya dipenuhi oleh atribut produk, salah satunya
mutu. Mutu pada umumnya telah didefinisikan sebagai kecocokan penggunaan.
71
Ini berarti bahwa produk atau jasa harus memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh
karena itu, sebelum menciptakan produk, perusahaan harus mengetahui terlebih
dahulu siapa konsumennya. Hal ini dilakukan agar mutu produk, harga, distribusi,
dan promosi dapat disesuaikan dengan konsumennya.
Galih Bakery tidak menetapkan secara jelas pasar bagi produk rotinya.
Penentuan pasar dilakukan oleh pedagang tanpa adanya campur tangan dari Galih
Bakery. Sehingga Galih Bakery belum dapat mengetahui apakah mutu yang telah
dihasilkan sesuai dengan keinginan pelanggan atau tidak dan apakah harga yang
ditetapkan oleh Galih Bakery sesuai dengan mutu yang diberikan atau tidak.
5. Lingkungan Usaha
Persaingan antar perusahaan roti di Ciledug sangat ketat karena banyaknya
perusahaan yang bermain dalam bidang yang sama. Kondisi ini menyebabkan
Galih sulit untuk mengembangkan kualitas rotinya. Apabila Galih Bakery
meningkatkan kualitas rotinya, tentu saja hal tersebut akan mempengaruhi pada
kenaikan harga jual yang akan ditetapkan. Galih Bakery tidak bisa begitu saja
menaikan harga jual, hal itu terlalu bersiko karena Galih Bakery dapat kehilangan
konsumennya mengingat banyaknya pesaing lain yang membuat konsumen tidak
terikat dengan 1 (satu) perusahaan roti saja.
5.2.2. Faktor Pelaku
Manajemen Mutu Terpadu merupakan sebuah pendekatan dalam upaya
menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas yang tentu saja dalam
72
pelaksanaannya membutuhkan orang atau pelaku sebagai subjeknya atau yang
menggerakkannya. Berjalan atau tidaknya Manajemen Mutu Terpadu ditentukan
oleh kinerja dari pelaku yang menggerakannya dalam suatu organisasi seperti di
Galih Bakery.
Pelaku yang menentukan berjalan atau tidaknya konsep Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery terdiri dari 2 (dua) yaitu pimpinan selaku pemegang
keputusan tertinggi dan karyawan, baik karyawan produksi maupun penjualan.
Pimpinan menetapkan keputusan yang dalam pelaksanaannya diwujudkan melalui
tindakan yang dilakukan oleh karyawan. Berjalan atau tidaknya Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery sangat ditentukan oleh kinerja dari kedua pihak ini
baik pimpinan maupun karyawan.
5.2.3. Faktor Penyebab
Faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu
Terpadu terdiri dari 7 (tujuh) faktor, yaitu:
1. Modal/ Dana
Implementasi Manajemen Mutu Terpadu tidaklah harus mahal. Meskipun
demikian, segala sesuatunya membutuhkan biaya. Biaya yang dibutuhkan
sebagian besar digunakan untuk pelatihan. Dana yang dibutuhkan ini harus selalu
tersedia.
Sayangnya,
sulit
sekali
memperkirakan
tingkat
dan
waktu
pengembaliannya (Tjiptono dan Diana, 2001: 332-333). Masalah modal juga
menjadi masalah yang dihadapi Galih Bakery. Galih Bakery membiayai
73
keberlangsungan usahanya menggunakan dana pribadi yang berasal dari dana
pensiun pemilik tanpa pernah menggunakan dana pinjaman dari pihak lain. Galih
Bakery tidak pernah melakukan pinjaman kepada pihak lain seperti Bank
dikarenakan proses pengajuan kredit yang terlalu lama dan bunga kredit yang
tinggi.
Keterbatasan dana ini merupakan salah satu penyebab munculnya masalah
yang menghambat penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.
Belum optimalnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Galih Bakery,
kurangnya pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada karyawan dalam hal
meningkatkan kualitas roti yang dihasilkan, serta tidak adanya riset untuk
mengetahui harapan konsumen terhadap roti Galih Bakery merupakan beberapa
contoh masalah yang timbul akibat terbatasnya dana yang dimiliki Galih Bakery.
2. Kompensasi
Galih Bakery memberikan kompensasi berupa gaji pokok untuk karyawan
produksi sebesar Rp 15.000,00–Rp 33.000,00 per hari dan tambahan uang makan
Rp 12.000,00–Rp 15.000,00 per hari. Penetapan gaji tersebut didasarkan atas
kemampuan yang dimiliki oleh karyawannya.
Berbeda dengan karyawan produksi, karyawan penjualan tidak menerima
gaji pokok, mereka hanya menerima insentif tambahan yang berupa uang sebesar
Rp 6.000,00 apabila mereka berjualan. Uang tersebut dikumpulkan dan dijadikan
sebagi dana talangan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pedagang. Selain
itu, sama seperti perusahaan-perusahaan lain, Galih Bakery juga memberikan
74
tunjangan-tunjangan lain seperti tunjangan hari raya maupun tunjangan kesehatan
bagi para karyawannya.
Selama ini, kompensasi yang diberikan Galih Bakery masih menggunakan
pendekatan penghargaan dalam bentuk materi (uang). Padahal kompensasi dengan
pendekatan pengakuan tidak kalah pentingnya. Pengakuan terhadap kinerja
karyawan dapat meningkatkan
munculnya
keyakinan karyawan terhadap
kontribusi mereka dalam menciptakan kualitas sesuai dengan pernyataan Tjiptono
dan Diana (2001: 140-141) yang menyatakan di dalam model Manajemen Mutu
Terpadu, peranan penghargaan dan pengakuan prestasi tidak akan menghasilkan
total quality. Akan tetapi apabila kedua hal tersebut tidak ada, maka akan
mengakibatkan hilangnya keyakinan karyawan terhadap nilai riil kualitas dan
kontribusi
mereka
untuk memperbaiki
kualitas.
Perusahaan
yang
akan
menerapkan Manajemen Mutu Terpadu harus melakukan pendekatan penghargaan
dan pengakuan apabila ingin sukses dalam menerapkan sistem tersebut.
3. Komitmen
Hal utama yang harus ada agar penerapan Manajemen Mutu Terpadu
dapat menjadi cara perusahaan menjalankan bisnis adalah komitmen utuh dari
manajemen puncak. Komitmen yang dibutuhkan tidak hanya
mencakup
sumberdaya yang diperlukan, tetapi juga waktu yang dicurahkan. Perlunya
keterlibatan langsung dari manajemen puncak bertujuan untuk memimpin dan
menunjukkan bahwa Manajemen Mutu Terpadu sangat penting bagi perusahaan
(Tjiptono dan Diana, 2001: 332).
75
Pimpinan Galih Bakery menunjukkan komitmennya melalui upaya-upaya
yang telah dilakukan untuk perbaikan
kualitas. Upaya tersebut seperti
menggunakan kemasan plastik untuk semua jenis roti yang diproduksi,
melengkapi dengan mesin-mesin produksi yang memadai walaupun dilakukan
secara bertahap, merespon dengan baik kritik maupun saran dari konsumen seperti
mengganti staples dengan isolasi untuk merapatkan kemasan, pergantian pemasok
untuk pasta makanan karena aroma roti yang dihasilkan tidak wangi, dan
mengganti bahan bakar oven yang pada awalnya menggunakan minyak tanah dan
solar diganti menjadi gas. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi jumlah
roti yang hangus, tetapi pimpinan Galih Bakery kurang terlibat langsung dalam
upaya perwujudan komitmen tersebut. Pimpinan Galih Bakery lebih memilih
untuk mendelegasikannya kepada manajer operasional. Padahal menurut Gaspersz
(2005: 14) dalam sistem kualitas modern, manajemen puncak harus menunjukkan
komitmen melalui kata dan tindakan bahwa kualitas adalah teramat penting untuk
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
Hessel dalam Nasution (2005: 366) juga menyatakan hal yang sama, yaitu
salah satu hambatan dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu adalah
kurangnya komitmen manajemen puncak. Hal ini ditunjukkan dengan dukungan
manajemen puncak hanya berpengaruh signifikan pada “manajemen arus proses”.
4. Informasi
Penerapan Manajemen Mutu Terpadu tidak terlepas dari informasi yang
diperoleh dari pelanggan. Informasi dari pelanggan dapat dikelompokan menjadi
76
2 (dua) kategori, yaitu umpan balik dan masukan. Umpan balik biasanya diperoleh
setelah fakta terjadi sedangkan masukkan diperoleh sebelum fakta terjadi
(Tjiptono dan Diana, 2001: 118-119).
Galih Bakery mengumpulkan informasi secara tidak sengaja, yaitu
informasi yang diperoleh organisasi tanpa mencari atau memintanya. Informasi ini
berasal dari beberapa orang konsumen yang bersedia menyumbang saran dan juga
berasal dari sesama pengusaha roti.
Keterbatasan dalam mendapatkan informasi ini menjadi salah satu
penyebab belum optimalnya penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih
Bakery. Hal ini terjadi karena Galih Bakery belum menerapkan 2 (dua) atribut
efisiensi, yaitu hubungan (contact) dan komunikasi (communication) baik kepada
pelanggan atau konsumen maupun pada pemasok sehingga arus informasi menjadi
terhambat.
5. Pengetahuan
Pengetahuan yang memadai sangat menentukan baik tidaknya penerapan
Manajemen Mutu Terpadu pada suatu perusahaan karena akan mempersulit
karyawan untuk menerima dan menerapkan konsep Manajemen Mutu Terpadu
(Nasution, 2005: 367). Sama halnya dengan informasi, pengetahuan yang dimiliki
SDM pada Galih Bakery kurang mumpuni. Pimpinan telah berusaha untuk
menambah pengetahuan para SDM yang dimilikinya, seperti dengan cara
mengadakan pelatihan yang bertujuan untuk mempercantik tampilan roti. Tetapi
77
karena sulit untuk merubah kebiasaan dari SDMnya, maka usaha yang telah
dilakukan pun tiada berarti banyak.
Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan ini menjadi salah
satu penyebab terhambatnya penerapan Manajemen Mutu Terpadu, karena
perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang ahli sebagai organisasi
dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat dipengaruhi keahlian
karyawan.
Keterbatasan
mengakibatkan
pengetahuan
kurangnya
pada
pengetahuan
personil
tentang,
Galih
Bakery
ini
manajemen produksi,
manajemen pemasaran, evaluasi dan monitoring, lingkungan usaha, dan
pengetahuan tentang sarana dan prasarana.
6. Budaya
Budaya organisasi adalah perwujudan sehari-hari dari nilai-nilai dan
tradisi yang mendasari organisasi tersebut. Hal ini terlihat pada bagaimana
karyawan berperilaku, harapan karyawan terhadap organisasi dan sebaliknya,
serta apa yang dianggap wajar dalam hal bagaimana karyawan melaksanakan
pekerjaannya (Tjiptono dan Diana, 2001: 75).
Budaya organisasi pada Galih Bakery tergolong baik karena didasari atas
nilai-nilai kekeluargaan, salah satu contohnya adalah tidak adanya persaingan
antar karyawan. Karyawan Galih Bakery berasal dari daerah yang sama yaitu
Jawa Barat. Karyawan produksi berasal dari daerah Purwakarta, sedangkan
karyawan penjualan berasal dari Bogor. Hal ini berdampak positif karena
komunikasi antar karyawan dapat terjalin dengan baik. Walaupun secara umum
78
budaya organisasi Galih Bakery tergolong baik, tetapi belum cukup untuk
mendukung terwujudnya budaya kualitas.
Menurut Goetsch and Davis dalam Tjiptono dan Diana (2001: 75) budaya
kualitas adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang
kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas secara terus-menerus.
Karyawan Galih Bakery, baik karyawan produksi maupun penjualan masih
memiliki kebiasaan-kebisaan kerja yang kurang mendukung terwujudnya budaya
kualitas.
Karyawan produksi dan karyawan penjualan masih kurang memperhatikan
kualitas roti yang mereka hasilkan. Salah satu kebiasaan kerja itu adalah karyawan
produksi kurang menjaga kebersihan diri saat akan memulai bersentuhan dengan
adonan roti. Sedangkan karyawan penjualan kurang menjaga kebersihan diri
terutama tangan pada saat bersentuhan dengan roti. Padahal, hal ini dapat
menurunkan kualitas dari roti yang telah mereka hasilkan.
Perubahan budaya merupakan salah satu hal yang penting agar penerapan
Manajemen Mutu Terpadu dapat berjalan optimal. Belum terjadinya perubahan
budaya pada Galih Bakery terjadi berkaitan dengan belum optimalnya
pelaksanaan salah satu unsur Manajemen Mutu Terpadu yaitu komitmen jangka
panjang. Dimana komitmen jangka panjang yang dimiliki oleh pimpinan Galih
Bakery untuk tetap mengutamakan kualitas sebagai daya saing usahanya belum
tersosialisasikan menyeluruh dan menjadi pegangan karyawan Galih Bakery
dalam menghasilkan roti. Hal ini juga sesuai dengan salah satu pernyataan Hessel
dalam Nasution (2005: 367) yang menyatakan salah satu penyebab yang
79
menghambat penerapan Manajemen Mutu Terpadu adalah budaya organisasi yang
kurang mendukung implementasi TQM. Dimana budaya organisasi yang belum
sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan.
7. Awareness (Kesadaran)
Kesadaran seluruh organ penggerak perusahaan mengenai pentingnya
menciptakan dan menjaga kualitas turut mendukung pencapaian penerapan
Manajemen Mutu Terpadu. Kesadaran para karyawan akan pentingnya kualitas
masih sangat kurang baik karyawan produksi maupun karyawan penjualan. Hal
tersebut terlihat dari kegiatan karyawan sehari-hari yang hanya terkesan untuk
menggugurkan kewajiban mereka saja, yaitu untuk membuat roti maupun untuk
menjualnya.
Karyawan produksi kurang menjaga kebersihan diri terutama kebersihan
tangan saat akan memulai bersentuhan dengan bahan baku maupun saat
bersentuhan dengan adonan roti. Begitu juga karyawan penjualan juga kurang
menjaga kebersihan diri terutama kebersihan tangan saat bersentuhan dengan roti
yang akan mereka pasarkan. Kebersihan diri terutama kebersihan tangan
merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga higienitas roti yang dihasilkan,
terlebih untuk perusahaan seperti Galih Bakery yang sebagian besar proses
produksinya masih menggunakan tangan (hand made).
80
5.2.4. Faktor-Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Penerapan
Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery
Berdasarkan hasil kalkulasi matematis (Lampiran 5) maupun dengan
menggunakan software Expert Choice diperoleh faktor yang paling dominan atau
paling berpengaruh di setiap tingkatannya pada penerapan Manajemen Mutu
Terpadu pada Galih Bakery. Faktor-faktor yang paling dominan tersebut yaitu:
1. Masalah
Faktor lingkungan usaha menjadi faktor utama atau dominan yang
mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery di
tingkat masalah dengan nilai vektor prioritas sebesar 0.253. Evaluasi dan
monitoring menyusul di urutan kedua dengan nilai 0.228 serta manajemen
produksi yang menduduki urutan ketiga dengan nilai vektor prioritas 0.212.
Urutan prioritas pada tingkat masalah disajikan pada Tabel 14.
Tabel 12. Prioritas Pada Tingkat Masalah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Faktor Masalah
Sarana dan Prasarana (Teknologi)
Evaluasi dan Monitoring
Manajemen Produksi
Manajemen Pemasaran
Lingkungan Usaha
Vektor
Prioritas
0.153
0.228
0.212
0.155
0.253
Rating
5
2
3
4
1
Sumber: Data (diolah) dari Lampiran 4
Lingkungan usaha mendapatkan prioritas utama yang menjadi faktor
penghambat penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Hal ini
terjadi karena lingkungan usaha dimana Galih Bakery berlokasi yaitu di Ciledug
81
sangat kompetitif. Banyak perusahaan yang berlokasi di daerah ini maupun
perusahaan yang hanya menjadikan Ciledug sebagai daerah pemasarannya.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Duriana Bakery, Mariana
Bakery, Agustini Bakery, Nathan Bakery, Tan Ek Tjoan, Lauw, Swanish, dan Sari
Roti. Banyaknya perusahaan sejenis yang menjadi pesaing menyebabkan
persaingan menjadi sangat kompetitif. Hal ini menyebabkan konsumen memiliki
banyak pilihan untuk menentukan roti perusahaan mana yang sesuai dengan
keinginan mereka.
Akibatnya, Galih Bakery sulit untuk meningkatkan mutu roti mereka.
Apabila Galih Bakery ingin meningkatkan mutu mereka yang terdiri dari 3 (tiga)
atribut mutu yaitu rasa, aroma, dan penampilan, mengharuskan mereka untuk
menggunakan bahan baku tambahan lain yang lebih baik dengan harga yang lebih
tinggi dibandingkan bahan tambahan yang selama ini digunakan. Ditambah
dengan belum optimalnya pemasaran roti Galih Bakery yang selama ini hanya
dipasarkan di wilayah sekitar Ciledug, secara otomatis hal ini akan mempengaruhi
harga jual roti mereka. Menaikkan harga roti sepihak dapat beresiko kehilangan
konsumen yang berujung pada eksistensi perusahaan mengingat konsumen
mempunyai daya tawar yang tinggi di tengah banyaknya perusahaan roti di
Ciledug.
2. Pelaku
Pimpinan menjadi faktor dominan atau faktor utama yang mempengaruhi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery pada tingkat pelaku
82
dengan nilai vektor prioritas 0.750 sedangkan karyawan berada di urutan kedua
dengan nilai vektor prioritas sebesar 0.250. Selengkapnya, urutan prioritas pada
tingkat pelaku telah disajikan pada Tabel 15.
Tabel 13. Prioritas Pada Tingkat Pelaku
No.
1.
2.
Faktor Pelaku
Pimpinan
Karyawan
Vektor
Prioritas
0.750
0.250
Rating
1
2
Sumber: Data (diolah) dari Lampiran 4
Pimpinan tentu saja menjadi pelaku utama yang paling mempengaruhi
penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Hal ini terjadi karena di
dalam struktur organisasi Galih Bakery, pimpinan mempunyai kekuasaan mutlak
atas keberlangsungan perusahaan. Pimpinan yang menentukan setiap keputusan
yang akan dijalankan oleh perusahaan, termasuk komimen dalam penerapan
Manajemen Mutu Terpadu.
3. Penyebab
Komitmen menempati posisi pertama dengan nilai vektor prioritas 0.276
yang berarti komitmen adalah faktor utama pada tingkat penyebab yang paling
mempengaruhi dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery.
Awareness dan pengetahuan menempati urutan kedua dan ketiga sebagai faktor
yang mempengaruhi penerapan Manajmen Mutu Terpadu pada Galih Bakery
dengan nilai vekor prioritas masing-masing sebesar 0.183 dan 0.166. Faktorfaktor lainnya seperti modal/dana, informasi dan budaya, masing-masing
83
menempati urutan keempat, kelima, dan keenam dalam skala prioritas dengan
nilai masing-masing 0.155, 0.122, dan 0.098.
Urutan prioritas pada tingkat
penyebab dapat dilihat secara rinci pada Tabel 16.
Tabel 14. Prioritas Pada Tingkat Penyebab
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Faktor Penyebab
Modal/ Dana
Komitmen
Informasi
Pengetahuan
Budaya
Awareness
Vektor
Prioritas
0.155
0.276
0.122
0.166
0.098
0.183
Rating
4
1
5
3
6
2
Sumber: Data (diolah) dari Lampiran 4
Pimpinan Galih Bakery telah menunjukkan komitmennya terhadap mutu
melalui upaya-upaya yang telah dilakukan perusahaan untuk perbaikan mutu.
Upaya tersebut dimulai dengan melengkapi sarana dan prasarana produksi,
merespon positif kritik dan saran dari konsumen, pelatihan bagi karyawan, hingga
mengganti supplier pasta makanan karena kualitas pasta tidak sesuai dengan
harapan perusahaan. Tetapi, upaya yang telah dilakukan selama ini masih kurang
maksimal karena pimpinan Galih Bakery masih kurang melibatkan dirinya secara
langsung dalam perbaikan kualitas tersebut.
Banyak pekerja ingin melakukan pekerjaan dengan baik, ingin hasilkan
produk yang berkualitas, ingin memberikan pelayanan yang berkualitas, dan ingin
menjadi bangga terhadap apa yang mereka kerjakan, tetapi “irama” harus
ditentukan oleh pimpinan dalam perusahaan itu (Gaspersz, 2005: 13).
84
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab hasil dan pembahasan, maka penulis
dapat menarik kesimpulan yaitu:
1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery yang didasarkan
atas unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu itu sendiri, yang terdiri dari
fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah,
komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara
berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, kebebasan yang terkendali,
keatuan tim, serta keterlibatan dan pemberdayaan karyawan masih belum
sempurna. Hal ini dikarenakan unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu
tersebut belum dilaksanakan secara optimal oleh Galih Bakery.
2a. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu
pada Galih Bakery ada 14 (empat belas) faktor. Faktor-faktor tersebut
terbagi menjadi 3 (tiga) tingkatan atau kelompok, yaitu: tingkat masalah,
tingkat pelaku, dan tingkat penyebab. Tingkat masalah terdiri dari
manajemen pemasaran, lingkungan usaha, manajemen produksi, evaluasi
dan monitoring, serta sarana dan prasarana (teknologi). Tingkat pelaku
terdiri dari pimpinan dan karyawan Galih Bakery, dan yang terakhir adalah
tingkat penyebab yang terdiri dari modal/ dana, kompensasi, komitmen,
informasi, pengetahuan, budaya, dan awareness (kesadaran).
2b. Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan software Expert Choice,
diperoleh bahwa lingkungan usaha menjadi faktor yang paling dominan
pada kelompok masalah dengan nilai vektor prioritas sebesar 0.253,
pimpinan menjadi faktor yang paling dominan pada kelompok pelaku
dengan nilai vektor prioritas 0.750, dan komitmen yang menjadi faktor
paling dominan yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu
pada Galih Bakery dengan nilai vektor prioritas sebesar 0.276.
2. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diutarakan sebelumnya, penulis
memberikan saran yaitu:
a. Manajemen Mutu Terpadu dapat diterapkan oleh Galih Bakery secara
optimal apabila Galih Bakery mengoptimalkan sumberdaya yang ada.
Sumberdaya tersebut seperti karyawan, sarana dan prasarana, budaya
organisasi.
b. Galih Bakery harus menentukan terlebih dahulu konsumen untuk produk
rotinya. Hal tersebut dilakukan agar Galih Bakery dapat menentukan mutu
yang sesuai bagi konsumennya sehingga Galih Bakery dapat menetapkan
harga jual yang sesuai dengan mutu yang ditawarkan. Pimpinan Galih
Bakery juga harus lebih berperan aktif untuk menunjukkan komitmennya
dalam hal mengutamakan kualitas sebagai daya saing usaha. Peran aktif
tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan cara melibatkan diri
dalam setiap upaya penciptaan, pengendalian, dan peningkatan kualitas.
86
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, P. & Djoko Sudantoko. Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002).
Ariani, D.W. Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002).
Assauri, S. Manajemen Pemasaran (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007).
Astawan, M. Keunggulan Gizi Roti Dibanding Beras. 9 April, 2007: 1 hlm.
http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00809.html, 16 Juli 2008, pk. 11.50
WIB.
Badria, L. Optimalisasi Produksi Roti di Ajimas Bakery, Jakarta [Skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian; 2005.
Faure, L.M. & Malcolm Munro Faure. Implementing Total Quality Management,
Menerapkan Manajemen Mutu Terpadu (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 1996).
Feigenbaum, A.V. Kendali Mutu Terpadu (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992).
Gaspersz, V. ISO 9001: 2000 and Continual Quality Improvement (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2002).
. Total Quality Management (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2005).
Hadiwiardjo, B.H. dan Sulistijarningsih Wibisono. ISO 9000, Sistem Manajemen
Mutu (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996).
Handoko, T.H. Dasar-Dasar Manajemen Produksi&Operasi (Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 2000).
Kusumo, G. Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2006-2007 (Jakarta:
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, 2008).
Kotler, P. & Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran, Edisi 12, Jilid 1
(Jakarta: Indeks, 2007).
Lockyer, K., dkk. Seri Pedoman Manajemen, Manajemen Produksi dan Operasi
(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 1994).
Nasution, N. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2005).
Nirang, Sylvia. Kajian Manajemen Mutu Susu Sapi Perah Pada Koperasi
Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Dati II Kab.
Bandung, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Pertanian, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian; 1997.
Nur Laela, Siti. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Manajemen Mutu Terpadu Pada Pasar Ikan Higienis, Pejompongan
[Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas
Sains
dan
Teknologi,
Jurusan
Sosial
Ekonomi
Pertanian/Agribisnis; 2006.
Prawirosentono, S. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu, Total
Quality Management Abad 21, Studi Kasus & Analisis (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2004).
Render, B. & Jay Heizer. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi (Jakarta: Salemba
Empat, 2001).
Saaty, T.L. Teknik Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (Jakarta:
Pustaka Binaman Pressindo, 1991).
Schroeder, R.G. Manajemen Operasi, Pengambilan Keputusan dalam Fungsi
Operasi, Edisi Ketiga, Jilid 2 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004).
Suwatno & Rasto. Manajemen Perusahaan, Suatu Pendekatan Operatif
dan Sistem
Informasi (Jakarta:
Direktorat Pembinaan
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal
Perguruan Tinggi, 2003).
Stevenson, W.J. Operations Management, 8th ed. (New York: McGraw-Hill/Irwin,
2005).
Tjiptono F. dan Anastasia Diana. Total Quality Management (TQM)-Edisi Revisi
(Yogyakarta: Andi, 2001).
Umar, H. Studi Kelayakan Bisnis, Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis
Secara Komprehensif (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005).
Wahyudi. Memproduksi Roti (Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
Download