ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA GALIH BAKERY, CILEDUG, TANGERANG, BANTEN Asep Heruhidayat PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M/1430 H BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu kekuatan pendorong bagi pembangunan perekonomian Indonesia. Sektor UKM memegang peranan yang sangat penting terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh UKM. UKM ini selain memiliki arti strategis bagi pembangunan, juga sebagai upaya untuk meratakan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai (Anoraga dan Sudantoko, 2002: 224). Hal ini karena UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Selain itu, UKM juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya. Eksistensi dan peran UKM yang pada tahun 2007 mencapai 49,84 juta unit usaha dan merupakan 99,9 persen dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, nilai ekspor nasional, dan investasi nasional (Kusumo, 2008: i) Perkembangan jumlah UKM periode 2006-2007 mengalami peningkatan sebesar 2,18 persen yaitu dari 48,7 juta unit pada tahun 2006 menjadi 49,8 juta pada tahun 2007. Kebanyakan usaha kecil ini terkonsentrasi pada sektor perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu, dan produk kayu, serta produk mineral non-logam (Kusumo, 2008: 4). Salah satu sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor industri pengolahan. Industri pengolahan memberikan nilai tambah (added value) pada produk primer, sehingga produk turunan yang dihasilkan mempunyai nilai tambah yang lebih dibandingkan dengan produk non-olahan. Begitu pula halnya dengan produk pertanian, apabila diolah lebih lanjut maka akan mempunyai nilai tambah yang lebih dibandingkan produk pertanian non-olahan. Salah satu produk turunan dari produk pertanian adalah roti. Roti merupakan salah satu diantara berbagai macam produk turunan dari gandum. Secara sederhana roti dapat diartikan sebagai makanan yang berbahan dasar utama tepung terigu dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga yang tidak menggunakan ragi. Namun kemajuan teknologi manusia membuat roti diolah dengan berbagai bahan seperti garam, minyak, mentega, ataupun telur untuk menambahkan kadar protein di dalamnya sehingga didapat tekstur dan rasa tertentu (Astawan, 2007: 1). Roti merupakan makanan yang sudah banyak dikonsumsi sebagai alternatif sumber kalori pengganti nasi maupun snack (kudapan) pengganjal perut ketika lapar. Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 1996 tingkat konsumsi rata-rata roti di Indonesia mencapai 628,3 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.979,6 juta potong roti manis. Walaupun terjadi penurunan menjadi 366,7 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.349,3 juta potong roti manis pada tahun 1999 karena terpaan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sehingga daya beli masyarakat berkurang, konsumsi rata-rata roti Indonesia kembali meningkat hingga mencapai angka 447,6 juta bungkus kecil roti tawar dan 2.920,6 juta potong roti manis pada tahun 2002. 2 Tabel 1. Konsumsi Roti Tawar dan Manis Per Kapita Per Tahun di Indonesia Tahun 1996, 1999, 2002 1996 Konsumsi Rata-Rata Roti Tawar (Juta Bungkus Kecil) 628,3 Konsumsi Rata-Rata Roti Manis (Juta Potong) 2.979,6 1999 366,7 2.349,3 2002 447,6 2.920,6 Tahun Sumber: BPS dalam Badria (2005: 2) Seiring dengan meningkatnya konsumsi roti, industri ini turut berkembang pesat. Berdasarkan Tabel 2, pada tahun 1997, jumlah industri roti di Indonesia berjumlah 331 unit, kemudian meningkat 48,04 persen menjadi 490 unit pada tahun 1998. Walaupun pada tahun-tahun berikutnya jumlah industri roti berfluktuasi pada kisaran 1 persen, tetapi hingga akhir tahun 2003, jumlah industri roti di Indonesia tercatat mencapai 506 unit atau meningkat 3,27 persen dibanding tahun 2002 yang mencapai 490 unit Tabel 2. Perkembangan Jumlah Industri Roti di Indonesia Tahun 1997-2003 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah Perusahaan 331 490 489 489 494 490 506 Perkembangan (%) 48,04 - 0,21 0 1,02 - 0,81 3,27 Sumber: BPS dalam Badria (2005: 4) Berdasarkan data di atas, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa persaingan diantara para pengusaha pun semakin ketat pula. Hal tersebut menyebabkan perusahaan harus meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan agar dapat 3 tetap bersaing dengan perusahaan lain. Salah satunya adalah dengan menghasilkan produk yang bermutu. Mutu mungkin merupakan cara yang paling baik untuk memastikan adanya kesetiaan pelanggan, pertahanan yang paling baik terhadap pesaing asing dan satu-satunya jalan untuk memantapkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan dalam keadaan pasar yang sulit (Faure dan Faure, 1996: 1-2). Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi pembayaran biaya garansi, mengurangi ketidakpuasan pelanggan, mengurangi inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar, meningkatkan hasil (yield) dan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa (Nasution, 2005: 12). Salah satu cara untuk menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan mutu adalah dengan menerapkan sistem Manajemen Mutu Terpadu. Menurut Feigenbaum (1992: 5-6) sistem Manajemen Mutu Terpadu memberikan arahan dan panduan bagi pelaksanaan kegiatan peningkatan dan pengendalian mutu. Kendali mutu merupakan salah satu kekuatan perusahaan yang utama untuk mencapai peningkatan produktivitas total secara tepat. Disamping itu, dengan pengendalian mutu diharapkan manajemen perusahaan mampu menyelenggarakan usaha dagang berdasarkan kekuatan dan keyakinan atas mutu produk atau jasa mereka, dan memungkinkan manajemen perusahaan bergerak maju dalam volume pasar dan perluasan bauran dengan derajat penerimaan pelanggan yang tinggi, stabilitas keuntungan dan pertumbuhan 4 perusahaan yang pesat. Hal tersebut juga berlaku pula dalam perusahaan roti, dimana roti sebagai bahan makanan yang akan dikonsumsi langsung oleh manusia tentunya harus memenuhi tingkat keamanan pangan (food safety) produk untuk konsumsi. Kualitas dari produk roti haruslah diperhatikan dan dijaga oleh pihak produsen agar selalu dalam keadaan baik serta aman untuk dikonsumsi. Selain itu, mutu atau kualitas produk juga berperan dalam memenangkan persaingan serta merebut hati konsumen. Galih Bakery merupakan salah satu dari ratusan perusahaan roti dan kue yang ada di Indonesia. Perusahaan roti yang berlokasi di Ciledug, Tangerang, Banten ini berhasil bertahan selama kurang lebih 20 tahun berdiri sejak tanggal 15 Juni 1986 dan telah mengalami pasang surut dalam menjalankan usahanya, selalu mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga mutu. Walaupun demikian, perusahaan roti ini mempunyai kendala dalam menjaga mutu rotinya yang terkadang berfluktuasi. Jika kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan Galih Bakery akan kehilangan konsumennya. Hal ini mengingat peta persaingan perusahaan roti di daerah Ciledug cukup ketat. Tedapat perusahaan-perusahaan sekelas Tan Ek Tjoan, Lauw, Swanish, maupun Sari Roti yang tentu saja kelasnya berada di atas Galih Bakery. Sedangkan perusahaan roti yang sekelas Galih seperti Duriana Bakery, Mariana Bakery, Agustini Bakery, dan Nathan Bakery. Tingkat kelemahan yang dimiliki banyak perusahaan kecil seperti Galih Bakery dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu menyebabkan pihak perusahaan kurang tanggap dalam mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan Manajemen Mutu sehingga tindakan yang diambil seringkali tidak sesuai 5 dengan permasalahan yang dihadapi dan hanya mengandalkan kegiatan rutin saja. Penyusun tertarik untuk mengangkat permasalahan pada Galih Bakery ini ke dalam sebuah penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery”. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana penerapan sistem Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery? b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan penerapan sistem Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. 6 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: a. Perusahaan, diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal penetapan kebijakan penerapan Manajemen Mutu Terpadu. b. Pembaca, sebagai bahan informasi, masukkan bagi penelitian selanjutnya, dan sebagai pelengkap literatur khususnya dalam bidang penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada industri kecil. c. Peneliti, selain untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sekaligus menerapkan apa yang sudah diajarkan selama di bangku kuliah, penelitian ini berguna untuk membandingkan teori yang dipelajari dalam perkuliahan dengan kenyataannya di lapangan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Galih Bakery yang merupakan industri kecil yang bergerak dalam bidang pembuatan roti. Penelitian ini meneliti tentang penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang didasarkan atas unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu itu sendiri. Unsur-unsur tersebut meliputi fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, kebebasan yang terkendali, kesatuan tim, serta adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Roti Roti diartikan sebagai makanan yang berbahan dasar utama tepung terigu dan air yang difermentasikan oleh ragi, tetapi ada juga yang tidak menggunakan ragi. Secara umum roti dibedakan atas roti tawar dan roti manis. Roti tawar dapat dibedakan lagi atas roti putih (white bread) dan roti gandum (whole wheat bread). Sedangkan roti manis sendiri dibedakan atas dasar bahan pengisinya, seperti roti isi pisang, nenas, kelapa, daging sapi, daging ayam, sosis, coklat, keju, dan lainlain. Dibandingkan dengan 100 gram nasi putih atau mie basah, maka 100 gram roti memberikan energi, karbohidrat, protein, fosfor dan besi yang lebih banyak (Astawan, 2007: 1). Secara rinci komposisi gizi roti tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Gizi Roti Dibanding Nasi dan Mi Basah per 100 gram Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Roti Putih 248 8,0 1,2 50,0 10 95 1,5 0 0,10 0 40 Nasi 178 2,1 0,1 40,6 5 22 0,5 0 0,02 0 57 Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI dalam Astawan (2007: 1) Mie Basah 86 0,6 3,3 14,0 14 13 0,8 0 0 0 80 Berdasarkan Tabel 3, 100 gram roti menghasilkan 248 kkal, sedangkan nasi 178 kkal, dan mie basah hanya menghasilkan 86 kkal. Roti juga menghasilkan lebih banyak protein yaitu sebesar 8 gram, lebih banyak dari nasi dan mie basah yang hanya menghasilkan protein sebesar 2,1 gram dan 0,6 gram. Roti merupakan produk yang paling pertama dikenal dan paling populer di dalam kelompok bakery hingga saat ini (Astawan, 2007: 1). Selanjutnya dikatakan bahwa komposisi roti tawar umumnya terdiri dari: 57 persen tepung terigu; 36 persen air; 1,6 persen gula; 1,6 persen shortening (mentega atau margarin); 1 persen tepung susu; 1 persen garam dapur; 0,8 persen ragi roti (yeast); 0,8 persen malt dan 0,2 persen garam mineral. Gula, walaupun dalam jumlah sedikit perlu ditambahkan ke dalam adonan roti. Hal ini karena gula berperan sebagai bagi pertumbuhan ragi roti (Saccharomyces cereviseae) untuk dapat menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah yang cukup untuk mengembangkan adonan secara optimal. 2.1.2. Mutu Banyak sekali definisi kualitas yang sebenarnya definisi kualitas yang satu hampir sama dengan definisi yang lain. Definisi kualitas menurut beberapa ahli antara lain: 1. Stevenson (2005: 381) ”quality refers to the ability of a product or service to consistently meet or exceed customer expectations” atau ”kualitas berarti kemampuan produk atau jasa untuk secara berkesinambungan menyesuaikan dengan harapan konsumen”. 9 2. Schroeder (2004: 169) “mutu didefinisikan sebagai kecocokan penggunaan. Ini berarti bahwa produk atau jasa memenuhi kebutuhan pelanggan” 3. Render and Heizer (2001: 92) “mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi” 4. Gaspersz (2005: 5) “kualitas diartikan sebagai sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus-menerus sehingga dikenal istilah Q-MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and Changes) Menurut Feigenbaum (1992: 7) mutu adalah keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapanharapan pelanggan. Feigenbaum (1992: 54-56) menambahkan terdapat sembilan dasar yang mempengaruhi mutu baik produk ataupun jasa, kesembilan bidang dasar tersebut, yaitu: 1. Market (pasar), keinginan dan kebutuhan konsumen pada masa sekarang ini memperoleh produk dengan mutu yang baik untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bahwasanya pasar memiliki ruang lingkup yang luas secara fungsional. 2. Money (uang), biaya-biaya mutu yang dikaitkan dengan perbaikan mutu telah mencapai ketinggian yang tak terduga, kenyataan ini menekankan bahwa biaya mutu sebagai salah satu “titik lunak” tempat biaya operasi dan kerugian yang dapat diturunkan untuk mendapatkannya. 10 3. Management (manajemen), adanya koordinasi antar divisi memungkinkan tidak terjadinya kesalahan operasi perencanaan produk yang dihasilkan sesuai dengan mutu yang diinginkan oleh konsumen. 4. Men (manusia), merupakan faktor terpenting yang harus dimiliki oleh perusahaan karena merupakan sumber daya dengan spesialisasi yang khusus. 5. Motivation (motivasi), para pekerja saat ini memerlukan sesuatu yang memperkuat rasa keberhasilan dalam pekerjaan mereka dan secara pribadi mereka memberikan sesuatu atas tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini membimbing ke arah yang tidak ada sebelumnya yaitu pendidikan mutu yang lebih ketat, maka spesifikasi bahan menjadi lebih baik. 6. Materials (bahan), dikarenakan persyaratan mutu yang lebih ketat, maka spesifikasi bahan menjadi lebih baik. 7. Machines and mechanization (mesin dan mekanisasi), mutu yang baik menjadi sebuah faktor yang kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar fasilitasnya dapat dimanfaatkan sepenuhnya. 8. Modern information methods (metode informasi modern), teknologi yang berkembang pada saat ini sangat cepat yang memungkinkan perusahaan dapat mengumpulkan, memanipulasi, serta mengendalikan proses selama produksi bahkan hingga mencapai pada konsumen. 9. Mounting product requirements (persyaratan proses produksi), meningkatnya kerumitan persyaratan-persyaratan prestasi yang lebih tinggi bagi produk telah menekan pentingnya keamanan dan kehandalan produk. 11 Russel dalam Ariani (2002: 9) mengidentifikasikan tujuh peran kualitas, yaitu: (1) meningkatkan reputasi perusahaan, (2) menurunkan biaya, (3) meningkatkan pangsa pasar, (4) dampak internasional, (5) adanya pertanggungjawaban produk, (6) penampilan produk, (7) mewujudkan kualitas yang dirasa penting. 2.1.3. Pengendalian Mutu Pengendalian mutu adalah fungsi manajemen dimana kualitas material, proses, keahlian, dan produk dikontrol dengan tujuan mencegah rusaknya keluaran (Lockyer dkk, 1994: 93). Tujuan pengendalian mutu adalah untuk menjamin produk, alat maupun sumberdaya lainnya yang digunakan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan sehingga dapat menghasilkan produk yang memenuhi keinginan pelanggan atau pembeli atau yang disyaratkan. Tiga kondisi yang harus mendapat perlakuan tersebut adalah bahan yang masuk, selama proses, dan proses pengeluaran (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996: 82). 2.1.4. Manajemen Mutu Terpadu Menurut Nasution (2005: 22) Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya. Sedangkan menurut Brocka dan Brocka dalam Suwatno dan Rasto (2003: 174-175) Total Quality Management dapat didefinisikan sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kinerja secara 12 berkelanjutan pada setiap tingkat operasi, dalam setiap fungsi organisasi, dengan menggunakan seluruh sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Menurut Ariani (2002: 35) Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkatan tertentu dimana kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. Total Quality Management lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. Total Quality Management menghendaki komitmen total dari manajemen sebagai pemimpin organisasi dimana komitmen ini harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan pada semua level atau departemen dalam organisasi. Total Quality Management bukan merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus dibangun, dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada kualitas dan menjadikan kualitas sebagai the way of life. Prawirosentono (2004: 5) secara sistematis, Manajemen Mutu Terpadu meliputi: a. Merancang produk (product designing) b. Memproduksi secara baik sesuai dengan rencana c. Mengirimkan produk ke konsumen dalam kondisi baik (to deliver) d. Pelayanan yang baik kepada konsumen (good consumer service) Menurut Hensler dan Brunell dalam Nasution (2005: 30-31) ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu: 13 1. Kepuasan Pelanggan Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan. 2. Respek Terhadap Setiap Orang Setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumberdaya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan. 3. Manajemen Berdasarkan Fakta Setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, variasi atau variabilitas kinerja 14 manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. 4. Perbaikan Berkesinambungan Setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan agar dapat sukses. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan dan melakukan tindakan kreatif terhadap hasil yang diperoleh Sedangkan unsur-unsur Total Quality Management menurut Goetsch dan Davis dalam Nasution (2005: 22-24) antara lain: 1. Fokus Terhadap Pelanggan Pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver dalam TQM. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa. 2. Obsesi Terhadap Kualitas Pelanggan internal dan eksternal menentukan kualitas dalam organisasi yang menerapkan TQM. Pelanggan internal adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi (performance) pekerjaan (atau perusahaan) kita. Bagian-bagian pembelian, produksi, penjualan, 15 pembayaran gaji, rekrutmen, dan karyawan, merupakan contoh rari pelanggan internal. Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk itu, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer). Pelanggan eksternal merupakan orang yang membayar untuk menggunakan produk yang dihasilkan itu (Gaspersz, 2005: 34). Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan mereka. 3. Pendekatan Ilmiah Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmarking), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan. 4. Komitmen Jangka Panjang Komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses. 5. Kerjasama Tim Kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina dalam organisasi yang menerapkan TQM, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat sekitarnya. 6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan Setiap produk dan jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Sistem yang ada perlu 16 diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat makin meningkat. 7. Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor fundamental dalam organisasi yang menerapkan TQM. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya. 8. Kebebasan yang Terkendali Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam TQM. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu, unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik. 9. Kesatuan Tim Perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan agar TQM dapat diterapkan dengan baik. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. 17 10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama. Pertama, akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan, tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berarti. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses pekerjaannya dalam parameter yang ditetapkan dengan jelas. Menurut Oakland dalam Ariani (2002: 50) Manajemen Mutu Terpadu (TQM) akan dapat tercapai bila perusahaan atau organisasi dapat melaksanakan kegiatannya dengan berpedoman pada atribut efisiensi, yaitu: 1. Dukungan (commitment) Organisasi atau perusahaan harus mendukung pada penyediaan produk dan jasa untuk mengembangkan organisasi. Manajemen harus mendukung pada penyediaan produk dan jasa tersebut secara efisien dan menguntungkan. 18 2. Konsistensi (consistency) Produk dan jasa bukan merupakan jenis usaha yang semata-mata hanya dipengaruhi permintaan pelanggan dan menyesuaikan dengan karakteristik pelanggan. Produk dan jasa harus mempunyai konsistensi dalam kinerja, misalnya ketepatan waktu, kebersihan ruangan, kesabaran dan memberikan pelayanan, dan sebagainya. 3. Kemampuan (competence) Organisasi atau perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang ahli sebagai organisasi dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat dipengaruhi keahlian karyawan. 4. Hubungan (contact) Organisasi atau perusahaan yang mengutamakan kebutuhan dan harapan pelanggan dalam membuat produk atau jasanya, harus mengadakan hubungan atau kontak langsung dengan pelanggan. Masalah menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan perlu mendapatkan prioritas. 5. Komunikasi (communication) Spesifikasi produk atau jasa yang diinginkan pelanggan yang perlu dicapai untuk dapat mewujudkan kualitas produk atau jasa tersebut harus didukung dengan komunikasi yang baik antar pelanggan dengan pihak pemberi jasa. Hal ini disebabkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan juga sangat tergantung dari spesifikasi pelanggan tersebut 19 6. Kepercayaan (credibility) Organisasi atau perusahaan harus dapat dipercaya, dan antara pihak organisasi atau perusahaan dengan pelanggan juga harus ada rasa saling percaya. Hal ini akan memperlancar komunikasi dan menjalin hubungan baik yang akan memudahkan organisasi atau perusahaan merealisasikan keinginan atau harapan pelanggan tersebut. 7. Perasaan (compassion) Perasaan yang dimaksud di sini adalah perasaan simpati akan kebutuhan dan harapan pelanggan, selain juga perasaan dari pihak manajemen kepada karyawan organisasi yang memberikan produk atau jasa secara langsung pada pelanggan. 8. Kesopanan (courtesy) Hubungan langsung antar personil organisasi atau perusahaan dengan pelanggan tersebut menuntut adanya sikap sopan santun dari pihak organisasi atau perusahaan. Pelanggan akan lebih menyukai produsen yang memperhatikan sopan santun dalam memberikan pelayanan. 9. Kerjasama (co-operation) Kerjasama dengan pelanggan akan membantu organisasi atau perusahaan untuk dapat menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan pelanggan. Kerja sama ini juga perlu dibina secara terus menerus antar personil organisasi atau perusahaan dengan pelanggan dan antar para personil dalam organisasi atau perusahaan tersebut. 20 10. Kemampuan (capability) Capability disini diartikan bahwa organisasi atau perusahaan harus mempunyai kemampuan untuk mengambil tindakan atau keputusan yang berkaitan dengan produk atau jasa. 11. Kepercayaan (confidence) Kepercayaan disini berarti rasa percaya diri dari organisasi atau perusahaan bahwa organisasi atau perusahaan tersebut mampu memberikan jasa yang terbaik bagi pelanggan. 12. Kritikan (criticism) Kritikan dalam hal ini berarti bahwa organisasi atau perusahaan tidak boleh menghindari kritikan yang bersifat membangun, apalagi kritikan itu berasal dari pelanggan. 2.1.3.1. Hambatan dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Menurut Hessel dalam Nasution (2005: 366-367), ada beberapa hambatan dalam melaksanakan Total Quality Management, antara lain: 1. Kurangnya komitmen manajemen puncak Hal ini ditunjukkan dengan dukungan manajemen puncak hanya berpengaruh signifikan pada ”manajemen arus proses”. Hal ini menggambarkan manajemen belum menganggap proses produksi merupakan proses yang berhubungan dengan proses-proses lain yang mengakibatkan berbagai proses dalam perusahaan yang belum terpadu. 21 2. Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementasi TQM TQM bergerak pada lima dimensi infrastruktur, yaitu hubungan dengan pelanggan (customer chain), dukungan manajemen puncak, manajemen sumber daya manusia, hubungan dengan pemasok (supply chain) dengan sikap kerja karyawan. Kelima dimensi infrastruktur tersebut harus dibenahi dengan sebaik-baiknya. 3. Partial quality management Implementasi Manajemen Mutu Terpadu masih bersifat parsial yang berorientasi hanya pada little quality, yaitu hanya di bidang produksi saja. Hal ini menunjukkan implementasi Manajemen Mutu Terpadu baru terbatas pada bagian produksi saja dan tidak keseluruhan sistem organisasi yang ada. Manajemen Mutu Terpadu harus diintegrasikan ke dalam strategi yang lebih dalam. Organisasi bersifat lintas fungsional, melibatkan seluruh karyawan, serta pelanggan dan pemasok yang berorientasi pada big quality secara total. 4. Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM akan mempersulit karyawan untuk menerima dan menerapkan konsep TQM 5. Budaya organisasi kurang mendukung implementasi TQM Budaya organisasi yang belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan. Organisasi belum menganggap perlu untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan pemasok. Kemudian belum menerapkan budaya kualitas di dalam organisasi. 22 6. Ketidaksempurnaan implementasi TQM Ini disebabkan adanya kekhawatiran karyawan mengenai adanya kemungkinan diberentikan. Jika implementasi TQM karena karena adanya kekhawatiran pekerja kemungkinan adanya down-sizing, dimana pekerja yang tidak memiliki kompetensi akan diberentikan organisasi. 2.1.3.2. Tujuan dan Manfaat Manajemen Mutu Terpadu Suwatno dan Rasto (2003: 192) menyatakan bahwa Total Quality Management pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa dengan kualitas yang dirancang, dipadukan, dan dipertahankan pada tingkat biaya yang paling ekonomis sehingga memungkinkan tercapainya kepuasan konsumen. Implementasi Total Quality Management memusatkan perhatiannya pada usaha perbaikan dalam proses produksi barang atau jasa, yang berimplikasi pada kepuasan konsumen, produktivitas, dan keuntungan. Tujuan dari Total Quality Management yang lebih luas adalah untuk menjamin kepemimpinan dengan menempatkan proses dan sistem yang meningkatkan keberhasilan perusahaan, mencegah kesalahan dan pemborosan usaha, dan meyakinkan hubungan dengan kebutuhan konsumen. Hal ini pada akhirnya dapat menghasilkan kemampuan perusahaan untuk menyelenggarakan produksinya secara kompetitif, tepat waktu, efisien dan efektif yang menjadi tujuan perusahaan. Manfaat utama yang paling mendasar dari penerapan Total Quality Management menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan semangat kerja karyawan 23 2. Meningkatkan efisiensi proses kerja 3. Meningkatkan produktivitas 4. Mengurangi persaingan antar karyawan 5. Meningkatkan mutu barang atau jasa yang dihasilkan 6. Menurunkan harga 7. Meningkatkan kepuasan konsumen 8. Meningkatkan keuntungan perusahaan. 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian Nurlaela (2006), mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Pasar Ikan Higienis (PIH), Pejompongan menyebutkan bahwa hasil perhitungan tentang faktor-faktor permasalahan yang berkaitan dengan penerapan MMT berdasarkan metode Analisis Hirarki Proses (AHP) diperoleh hasil sebagai berikut: masalah mutu (0,59), biaya (0,29), dan waktu (0,12). Bahan baku merupakan prioritas utama dalam subfaktor masalah mutu dengan bobot 0,44, biaya penanganan menempati urutan pertama dalam subfaktor masalah biaya, dengan bobot 0,14. Sedangkan subfaktor masalah waktu merupakan prioritas utama adalah waktu pengadaan (0,06), faktor masalah dalam subfaktor masalah diatas dapat terjadi disebabkan oleh faktor sarana (0,52), sistem (0,28), dan keuangan (0,19). Pelaku yang mempunyai pengaruh penting agar penerapan MMT di PIH Pejompongan berjalan maksimal adalah pimpinan (0,43). 24 Sedangkan Nirang (1997) mengkaji mengenai Manajemen Mutu Terpadu pada Produk Sapi Perah di KPBS Pangalengan dengan metode Analisis Hirarki Proses (AHP) sebagai metode penelitian yang dipakai. Berdasarkan identifikasi permasalahan di KPBS tersebut, diketahui bahwa terdapat tiga masalah utama yang dihadapi KPBS, yaitu masalah mutu, biaya, dan jumlah. Mutu serta jumlah susu segar sangat dipengaruhi oleh manajemen peternakan yang dilakukan. Sedangkan berdasarkan hasil analisis kerjanya, diketahui bahwa bagian dari KPBS yang berkinerja paling buruk adalah di peternak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa KPBS Pangalengan belum menerapkan Manajemen Mutu Terpadu. 2.3. Kerangka Pemikiran Galih Bakery merupakan salah satu usaha kecil yang menghasilkan roti, baik roti manis maupun roti tawar sebagai produk utamanya. Perusahaan ini telah bertahan kurang lebih 20 tahun sejak didirikan pada tanggal 15 Juni 1986. Seiring dengan meningkatnya konsumsi roti, industri roti pun banyak bermunculan, baik industri kecil, menengah, maupun besar. Sehingga persaingan pun semakin ketat. Ditengah persaingan yang ketat tersebut, Galih Bakery mengalami masalah dengan pengendalian mutu karena mutu roti yang dihasilkan terkadang tidak sesuai dengan atribut mutu yang telah ditetapkan. Disisi lain, mutu produk perusahaan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan daya saing. Apabila kondisi ini berlangsung terus, dikhawatirkan Galih Bakery akan kehilangan konsumennya secara bertahap. Oleh karena itu, penerapan konsep Manajemen 25 Mutu Terpadu pada Galih Bakery perlu dianalisis, agar dapat dievaluasi sehingga penerapan Manajemen Mutu Terpadu dapat berjalan dengan baik yang dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan. Analisis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu, yaitu merupakan pendekatan yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia untuk mampu bertahan dan berkembang. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu berkaitan pada teknik pengendalian mutu serta unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery dengan Metode DELPHI. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery dengan Metode AHP. 26 Galih Bakery Memenangkan Persaingan Kualitas Penerapan Penerapan Manajemen Manajemen MutuMutu Terpadu Pengendalian Mutu: Unsur-Unsur Manajemen Mutu Terpadu: • Pengendalian Mutu Bahan Baku • Pengendalian Mutu Proses Pengolahan • Pengendalian Mutu Produk Akhir • • • • • • • • • • Fokus Pada Pelanggan Obsesi Terhadap Kualitas Pendekatan Ilmiah Komitmen Jangka Panjang Kerjasama Tim Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan Pendidikan dan Pelatihan Kebebasan yang Terkendali Kesatuan Tim Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan Deskriptif Kualitatif Optimal/ Belum Optimal DELPHI Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu AHP Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Gambar 1. Bagan Alur Pemikiran Penelitian 27 Mulai Langkah 4. Proses: • Pembuatan Kuesioner Langkah 1. Input data: • Responden Langkah 5. Proses: • Pengisian Kuesioner Langkah 2. Proses: • Wawancara Konsisten? Hasil. • Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery Ya Langkah 4. Proses: • Penghitungan dengan software Expert Choice Langkah 3. Proses: • Pembuatan Kerangka AHP Tidak Sesuai? Tidak Hasil. • Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery Ya Langkah 4. Proses: • Pembuatan Kuesioner Gambar 2. Bagan Alur Pemikiran Operasional 28 2.4. Definisi Operasional 1. Manajemen Mutu Terpadu adalah suatu konsep penciptaan, pemeliharaan, dan peningkatan kualitas dengan cara perbaikan berkesinambungan atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya dan menjadikan kualitas sebagai budaya seluruh anggota perusahaan (Nasution, 2005: 22). 2. Manajemen pelaksanaan, pemasaran dan merupakan pengendalian kegiatan analisis, program-program yang perencanaan, dibuat untuk membantu, membangun, dan memelihara, keuntungan dari pertukaran melalui sasaran pasar guna mencapai tujuan organisasi (perusahaan) dalam jangka panjang (Assauri, 2007: 12). 3. Lingkungan usaha atau industri lebih mengarah pada aspek persaingan dimana bisnis perusahaan berada. Aspek-aspek tersebut antara lain ancaman masuk pendatang baru, persaingan sesama perusahaan di dalam industrinya, ancaman dari produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli (buyers), kekuatan tawar-menawar pemasok (suppliers), dan pengaruh stakeholder lainnya (Umar, 2005: 268). 4. Manajemen produksi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya-sumberdaya (atau sering disebut faktor-faktor produksi) tenaga kerja, mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa (Handoko, 2000: 25). BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Galih Bakery yang berlokasi di Komplek Taman Asri Blok F1/1, Ciledug, Tangerang, Banten. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Galih Bakery merupakan salah satu usaha kecil yang mempunyai masalah dengan kualitas produk roti yang dihasilkannya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2008 – Mei 2009. 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif, sedangkan sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Sumber data diperoleh dari pihak perusahaan, literatur-literatur, dan berbagai situs internet. 3.3. Metode Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan melalui wawancara, kuesioner, dan observasi yang dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dalam topik penelitian ini. Wawancara dilakukan kepada pimpinan Galih Bakery dan 3 (tiga) orang pakar mutu. Wawancara kepada pimpinan Galih bakery dilakukan untuk mengetahui gambaran umum tentang kondisi perusahaan dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) pada Galih Bakery serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan wawancara kepada 3 (tiga) orang pakar mutu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada industri kecil. Sebelum melakukan wawancara, para pakar terlebih dahulu diberikan gambaran tentang Galih Bakery baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini dimaksudkan agar jawaban yang diperoleh dari para pakar dapat relevan atau sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Kuesioner diberikan kepada pimpinan dan manajer harian Galih Bakery serta 3 (tiga) orang pakar mutu (Tabel 4) yang berasal dari instansi pemerintah maupun swasta untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Sedangkan pengamatan langsung di lapangan (observasi) dilakukan untuk mengetahui kegiatan perusahaan dalam proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku sampai pemasaran. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur-literatur dan dari internet (website-website) yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Tabel 4. Daftar Responden No. Nama Pekerjaan 1. Suprapto, MPS* Ketua Sistem Penerapan Standar BSN 2. Chris Hardijaya* Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI) 3. Heru Laksana* Pimpinan Maison Weiner Cake Shop 4. Usman Pimpinan Galih Bakery 5. Jamil Manajer Harian Galih Bakery Keterangan: *Pakar 31 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tulisan, tabulasi data, serta gambar yang sesuai dengan konteks permasalahan yang dibahas. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery adalah dengan menggunakan Metode Delphi dan Metode Analisis Hirarki Proses (AHP). Metode Delphi digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Sedangkan Analisis Hirarki Proses (AHP), digunakan untuk menganalisis faktorfaktor tersebut. Metode Delphi digunakan u n t u k me mp e r o l e h k ons ens u s para pa kar berkenaan den ga n faktor-fa kt or ri sik o proyek yang dipertimbangkan. Metode ini bertujuan untuk menentukan sejumlah alternatif program, mengeksplorasi asumsi-asumsi atau fakta yang melandasi “judgments” tertentu dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu konsensus. Biasanya metode ini dimulai dengan melontarkan suatu masalah yang bersifat umum untuk diidentifikasi menjadi masalah yang lebih spesifik. Partisipan dalam metode ini biasanya orang yang dianggap ahli dalam disiplin ilmu tertentu. Tahapan Metode Delphi yang digunakan pada penelitian ini antara lain: 1. Menentukan masalah yang akan diidentifikasi. Masalah yang akan diidentifikasi pada penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. 32 2. Menentukan pakar yang akan dijadikan sebagai partisipan. Pakar yang digunakan yaitu Suprapto, MPS (Ketua Sistem Penerapan Standar BSN), Chris Hardijaya (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia), Heru Laksana (Pimpinan Maison Weiner Cake Shop), Usman (Pimpinan Galih Bakery). 3. Memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery dari para partisipan. 4. Membagi faktor yang diperoleh dari satu partisipan ke partisipan lain hingga terjadi kesepakatan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Tahap selanjutnya setelah selesai menggunakan Metode Delphi adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery dengan menggunakan Metode AHP. Pada dasarnya Metode AHP ini memecah-mecah suatu situasi atau masalah yang kompleks tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel, mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. AHP digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Analisis ini dimulai dengan pengumpulan data dan informasi yang digunakan untuk menyusun struktur hirarki yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh Galih Bakery. Hasil perolehan data diproses dan dianalisis serta disajikan dalam bentuk 33 uraian dan tabel. Metode pemecahan masalah dalam penelitian dengan metode AHP dapat dijelaskan pada langkah-langkah berikut (Saaty, 1991: 102-103): Tahap 1: mendefinisikan masalah dan menentukan secara spesifik solusi yang diinginkan. Fokus permasalahan dalam analisis ini adalah identifikasi permasalahan mutu roti pada Galih Bakery. Untuk mengetahuinya dilakukan wawancara dengan responden. Setelah fokus analisis ditentukan kemudian menentukan komponen-komponen pendukungnya. Tahap 2: membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Setelah komponen dari fokus analisis diketahui, kemudian dilakukan pembuatan struktur hirarki. Pembuatan hirarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Pada fokus identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan, seperti tingkat 2 (dua), adalah faktor masalah, tingkat 3 (tiga) subfaktor masalah, tingkat 4 (empat) faktor penyebab, tingkat 5 (lima) subfaktor penyebab, dan tingkat 6 (enam) pelaku. Tidak ada aturan khusus dalam menyusun struktur hirarki suatu sistem, jumlah tingkatan struktur keputusan yang terstratifikasi dan variabel pada setiap tingkat keputusan. Struktur hirarki pada penelitian ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan hirarki. Tingkat 1 (satu) adalah tujuan dari penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Tingkat 2 (dua) yaitu faktor masalah, tingkat 3 (tiga) pelaku, dan yang terakhir adalah tingkat 4 (empat) 34 yaitu penyebab. Tingkatan hirarki pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Tingkat 1: Fokus G F3 … Fn SC2 SC3 … SCn A2 A3 … An F1 F2 SC1 A1 Tingkat 2: Faktor masalah Tingkat 3: Pelaku Tingkat 4: Penyebab Gambar 3. Kerangka AHP Sederhana Sumber: Saaty, 1991: 84 Tahap 3: menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan adalah matriks yang memperbandingkan bobot unsur dalam suatu hirarki dengan unsur-unsur dalam hirarki, diantaranya matriks ini disusun sesuai dengan tujuan penelitian dan struktur hirarki analisis. Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus identifikasi permasalahan sebagai dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar variabel yang terkait yang ada di bawahnya. Tahap 4: melakukan perbandingan berpasangan antara setiap variabel pada baris ke-i yang berhubungan dengan fokus G atau identifikasi masalah. Pengisian nilai-nilai dalam matriks banding tersebut digunakan angkaangka tertentu, seperti pada Tabel 5. 35 Tabel 5. Skala Banding Secara Berpasangan Intensitas kepentingan 1 Definisi Penjelasan Pentingnya sama Dua elemen mempunyai kontribusi yang sama besar pada sifat itu 2 3 Lemah Pentingnya moderat (sedang) 4 5 Moderat plus Pentingnya kuat 6 7 Kuat plus Pentingnya sangat kuat 8 Kebalikan dari nilainilai di atas Sangat, sangat kuat Jika untuk aktivitas i mendapat suatu nilai di atas dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan dibandingkan i Rasio atau perbandingan, timbul dari skala Rasional Pengalaman dan penilaian sedikit lebih memihak pada satu elemen dibandingkan dengan pasangannya Pengalaman dan penilaian dengan kuat memihak pada satu elemen dibandingkan dengan pasangannya Satu elemen lebih disukai dengan sangat kuat dibandingkan pasangannya; dominasinya terlihat dalam praktek Asumsi yang beralasan Jika konsistensi diupayakan dengan cara mendapatkan nilai numerik untuk menjangkau seluruh matriks Sumber: Saaty (1991: 85-86) Tahap 5: memasukkan bilangan satu (1) sepanjang diagonal utama dalam matriks banding berpasangan dari kiri ke kanan bawah. Bagian di bawah diagonal tersebut diisi dengan nilai-nilai kebalikan dari nilainlai di atas diagonal. 36 Tahap 6: melakukan langkah 3, 4, dan 5 kembali untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Perbandingan dilakukan untuk semua variabel pada tingkat keputusan yang ada dalam hirarki. Ada 2 (dua) macam matriks pembanding yang digunakan dalam AHP, yaitu: a. Matriks Pendapat Individu (MPI). Variabelnya disimbolkan dengan Aij, artinya variabel matriks baris ke-i dan kolom ke-j Tabel 6. Matriks Pendapat Individu G A1 A2 A3 ... An A1 A11 A12 A13 ... A1n A2 A21 A22 A23 ... A2n A3 A31 A32 A33 ... A3n ... ... ... ... ... ... An An1 An2 An3 ... Ann Sumber: Saaty (1991: 87) b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG), merupakan matriks yang variabelnya berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu yang rasio konsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10%. Variabel pada matriks ini disimbolkan sebagai Gij. 37 Tabel 7. Matriks Pendapat Gabungan G G1 G2 G3 ... Gn G1 G11 G12 G13 ... G1n G2 G21 G22 G23 ... G2n G3 G31 G32 G33 ... G3n ... ... ... ... ... ... Gn Gn1 Gn2 Gn3 ... Gnn Sumber: Saaty (1991: 88) Rumus matematis untuk rata-rata geometrik adalah: m Gij = m Π a(ij)k k =1 Keterangan: G(ij) = variabel MPG baris ke-i kolom ke-j a(ij) = variabel baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-i k = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi syarat m = jumlah MPI yang memenuhi syarat. Tahap 7: mensintesis prioritas untuk pembobotan vektor-vektor prioritas. menggunakan komposisi secara hirarki. Untuk membobot vektorvektor prioritas dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya, demikian seterusnya. Ada dua tahap yang harus dilakukan dalam mengelola MPI dan MPG tersebut, yaitu: 38 1. pengolahan horizontal, meliputi penentuan vektor prioritas (vektor eigen), uji konsistensi dan revisi pendapat bila dibutuhkan 2. pengolahan vertikal, meliputi penyusunan prioritas pengaruh setiap variabel pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus Tahap 8: mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama pada setiap indeks inkonsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hirarki harus bernilai kurang dari atau sama dengan 10 persen. 39 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1. Sejarah Perusahaan Galih Bakery pertama kali didirikan oleh H. Usman pada tanggal 15 Juni 1986 dengan modal awal sebesar Rp. 5 juta. Galih Bakery berlokasi di komp. Taman Asri, Blok F1/1, Ciledug, Tangerang, Banten. Galih Bakery menempati areal seluas lebih kurang 100 m2 yang sebelumnya digunakan sebagai garasi mobil. Pertama kali berproduksi, Galih Bakery hanya mempunyai 4 (empat) orang karyawan, yaitu 2 (dua) orang karyawan produksi dan 2 (dua) orang karyawan penjualan. Selain itu, Galih Bakery juga belum mempunyai mesin produksi sehingga proses pencampuran bahan baku menjadi adonan roti dilakukan menggunakan tangan dengan cara ditonjok (dipukul) hingga adonan menjadi kalis. Oleh karena itu, roti yang dihasilkan disebut dengan nama roti tonjok. Berdirinya perusahaan ini tidak terlepas dari beberapa hal yang melatarbelakanginya, selain sebagai usaha tambahan, perusahaan ini diharapkan dapat membantu mengurangi angka pengangguran dengan cara penyerapan tenaga kerja disamping prospek usaha ini yang cukup cerah karena roti telah menjadi makanan pokok pengganti nasi. Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, Galih Bakery digolongkan ke dalam perusahaan kecil dengan jumlah tenaga kerja 18 (delapan belas) orang. Kedelapanbelas orang tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bidang, yaitu produksi dan penjualan. Karyawan produksi terdiri atas 5 (lima) orang, sedangkan bagian penjualan terdiri atas 13 (tiga belas) orang. Perusahaan memproduksi berbagai varian produk roti yang dibedakan atas keragaan bentuk, bahan tambahan dan proses pembuatan, yaitu mulai dari roti tawar, roti manis, donat, dan roti burger. Hingga saat ini Galih belum memiliki visi, misi, dan tujuan yang tertulis secara jelas. 4.2. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 4.2.1. Struktur Organisasi Galih Bakery mempunyai struktur organisasi yang sederhana. Struktur organisasi Galih Bakery terdiri dari pemilik, manajer, dan karyawan yang terbagi menjadi karyawan produksi dan karyawan penjualan. Struktur organisasi Galih Bakery terdapat pada Gambar 3. Pimpinan Manajer Operasional Karyawan Produksi Karyawan Penjualan Gambar 4. Struktur Organisasi Galih Bakery Struktur organisasi perusahaan dikendalikan oleh pemilik selaku pimpinan Galih Bakery. Karyawan Galih Bakery terbagi ke dalam bidang kerja tertentu 41 dalam perusahaan, diantaranya adalah manajer operasional, karyawan produksi, dan karyawan penjualan. Setiap bidang kerja memiliki fungsi atau tugasnya masing-masing. Fungsi dari beberapa bidang yang ada di Galih Bakery adalah sebagai berikut: 1. Manajer operasional: manajer operasional Galih Bakery membawahi karyawan produksi maupun karyawan penjualan. Tugas manajer operasional dalam lingkup bagian penjualan antara lain menerima dan mencatat pesanan roti serta menerima pembayaran atas pesanan roti dari karyawan penjualan. Tugas manajer opersional dalam lingkup karyawan produksi merangkap sebagai kepala juru masak yang bertugas untuk menentukan kuantitas komposisi bahan baku yang akan digunakan dan pekerjaan-pekerjaan lain layaknya karyawan produksi yang bertujuan untuk menghasilkan roti. 2. Karyawan produksi: karyawan produksi terdiri dari 5 (lima) orang yang bertugas untuk memproduksi roti yang telah dipesan oleh karyawan penjualan. Kelima orang karyawan ini memiliki tugas berbeda-beda. Kepala koki bertugas untuk menentukan komposisi bahan baku, mengawasi proses pencampuran adonan, dan membagi adonan roti sesuai dengan peruntukkannya, yaitu roti tawar dan roti manis. Sedangkan karyawan lainnya bertugas untuk mencampur adonan awal, membulatkan, menggulung, memipihkan, menaruh ke dalam loyang cetakkan, memanggang, termasuk membersihkan peralatan dan mesin setelah selesai berproduksi. Khusus untuk proses pemanggangan, karyawan yang bertanggung jawab hanya berjumlah 1 (satu) orang. Karyawan ini 42 bertugas untuk memanaskan oven, memasukkan dan menyusun adonan roti di dalam oven, serta mengeluarkan roti yang telah matang dari oven. 3. Karyawan penjualan: karyawan penjualan terdiri dari 13 (tiga belas) orang. Karyawan penjualan ini bertugas menjual berbagai varian produk roti Galih Bakery yaitu roti tawar, roti manis, dan donat ke daerah penjualan masingmasing. 4.2.2. Ketenagakerjaan Hingga kini tenaga kerja yang dimiliki Galih Bakery berjumlah 18 orang yang terdiri dari 5 orang bagian produksi dan 13 orang bagian penjualan (sales). Perusahaan lebih mementingkan karyawan yang mempunyai komitmen usaha, sehingga rata-rata pendidikan tenaga kerjanya berasal dari latar belakang pendidikan setingkat sekolah dasar (SD). Karyawan yang dipekerjakan Galih Bakery berasal dari Purwakarta untuk karyawan produksi dan Bogor untuk karyawan penjualan. Pemilihan daerah asal yang sama bertujuan untuk mempermudah pimpinan Galih Bakery untuk mengontrol karyawannya. Apabila ada karyawannya yang pulang kampung dan tidak kembali dalam jangka waktu tertentu, pimpinan mudah untuk mencari tahu penyebabnya dan mencari penggantinya dari daerah yang sama. Karyawan produksi mendapatkan upah harian yang besarannya berkisar antara Rp 15.000,00–Rp 33.000,00 disesuaikan dengan keahlian yang dimiliki. Karyawan produksi juga mendapatkan fasilitas berupa ruang mess dan uang 43 makan harian sebesar Rp 12.000,00-Rp 15.000,00. Selain itu, karyawan juga memperoleh tunjangan kesehatan maupun tunjangan hari raya. Khusus untuk karyawan penjualan, perusahaan memberikan fasilitas berupa mess, gerobak sepeda, dan peralatan pendukung penjualan roti. Karyawan penjualan tidak mendapatkan upah harian, sehingga mereka mendapatkan keuntungan dari selisih (margin) harga antara harga pabrik dengan harga jual yang mereka tentukan sendiri. Selain itu, pedagang juga diberi kompensasi tambahan yang akan diberikan apabila pedagang (sales) berjualan yaitu berupa uang sebesar Rp 6.000,00 yang pembayarannya ditangguhkan sebagai tabungan yang dapat diambil sewaktu-waktu dibutuhkan. Pedagang juga tidak menanggung biaya apabila terjadi kerusakan pada gerobak sepeda karena semua itu ditanggung oleh Galih Bakery. 4.3. Kegiatan Perusahaan 4.3.1. Pengadaan Bahan Baku Bahan baku utama dalam pembuatan roti adalah tepung terigu, garam, ragi, dan air. Tepung terigu yang digunakan oleh Galih Bakery adalah tepung terigu Cakra Kembar yang diproduksi oleh Bogasari. Tepung terigu Bogasari dipilih karena selain mudah didapat, roti yang dihasilkannya pun baik. Galih Bakery hanya melakukan kerjasama dengan CV. Lautan Aroma sebagai pemasok utama untuk pasta makanan yaitu pasta pandan dan moka. Sedangkan untuk bahan baku pembantu dan bahan baku tambahan lainnya seperti margarin, pengempuk, 44 gula, telur, susu, pengawet, dan bahan isian Galih Bakery membelinya dengan sistem putus dari pemasok yang berada tidak jauh dari lokasi perusahaan. Galih Bakery tidak mempunyai gudang penyimpanan, sehingga Galih Bakery hanya membeli dalam jumlah banyak untuk bahan-bahan baku yang ukuran kemasannya kecil, itupun disimpan di sudut ruangan, laci, maupun di bawah meja produksi tanpa perlakuan khusus. Bahan-bahan baku tersebut hanya disimpan sesuai dengan jenisnya, seperti bahan baku dan bahan isian. Sedangkan bahan baku utama seperti tepung terigu dibeli sesaat sebelum proses produksi dimulai. 4.3.2. Kegiatan produksi Galih Bakery memulai kegiatan produksinya pada pukul 08.00-14.00 WIB, sedangkan pada saat bulan Ramadhan, kegiatan produksi dimulai setelah menunaikan shalat Tarawih yaitu sekitar pukul 21.00 WIB. Galih Bakery memproduksi berbagai macam varian roti tawar dan roti manis, walaupun terkadang perusahaan menerima pesanan roti burger dan roti hotdog. Rata-rata Galih Bakery menghasilkan 300 roti tawar dan 250 roti manis per hari. Varian roti tawar dan roti manis antara lain roti tawar besar, roti tawar kotak, roti tawar kotak pandan, dan roti tawar tabung. Sedangkan varian roti manis Galih Bakery antara lain roti manis isi coklat, coklat keju, coklat susu, coklat kacang, susu, kelapa, nanas, pisang coklat, moka dan donat. Perbedaan mendasar yang membedakan antara roti tawar dengan roti manis adalah penambahan isian pada roti manis, sedangkan proses pembuatannya hampir sama. 45 Proses pembuatan roti dimulai dengan mencampur bahan-bahan kering seperti tepung terigu, margarin, garam, ragi, pengawet, dan gula dengan air ke dalam wadah pencampur. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan tersebut dimasukkan ke dalam mesin pencampur (mixer) hingga kalis. Kemudian adonan dibentuk menjadi bulatan-bulatan dan didiamkan hingga mengembang. Tahap selanjutnya adalah menggulung adonan dengan mesin penggulung adonan (dough moulder) hingga adonan tersebut menjadi lebih panjang, yang kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan ditunggu hingga mengembang optimal dan siap untuk dipanggang. Perbedaannya, untuk roti manis, setelah dibulatkan adonan langsung dimasukkan adonan isian yang telah disiapkan sebelumnya, baru kemudian ditunggu hingga mengembang dan kemudian dipanggang. Sedangkan untuk roti manis isi coklat kacang dan coklat susu, adonan roti dipipihkan terlebih dahulu dengan mesin pemipih adonan (dough sheeter) setelah dibulatkan baru kemudian dimasukkan isian kedalamnya, didiamkan sejenak hingga mengembang baru dipanggang. Berbeda dengan roti tawar dan roti manis, roti donat tidak melalui tahap pemanggangan, tetapi setelah dibulatkan, adonan langsung dibentuk donat, didiamkan sejenak hingga mengembang baru kemudian digoreng. Setelah matang roti didiamkan beberapa saat hingga dingin baru kemudian dikemas dan siap untuk dipasarkan. Khusus untuk proses pengirisan (roti tawar) dan pengemasan roti menjadi tanggung jawab sales. Secara sederhana, proses pembuatan roti pada Galih Bakery tersaji pada Lampiran 1. 46 Galih Bakery mempunyai beberapa alat dan mesin yang digunakan untuk mendukung kegiatan produksi roti mereka. Alat dan mesin tersebut antara lain mesin pencampur (mixer), mesin penggulung (roti tawar), mesin press (roti manis), dan oven. Alat dan mesin yang dimiliki oleh Galih Bakery telah tersaji pada Tabel 8. Tabel 8. Alat dan Mesin Produksi Roti pada Galih Bakery No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Keterangan Mesin pencampur (mixer) besar Mesin pencampur (mixer) kecil Mesin penggiling adonan (dough moulder) Mesin pemipih adonan (dough sheeter) Meja make-up Oven gas Kompor Timbangan Wajan Cetakan (tawar besar) Cetakan (tawar kotak) Cetakan (tawar bundar) Loyang besar Loyang sedang Loyang kecil Ember Pisau pipih Jumlah (Buah/ Set) 1 1 1 1 2 2 1 1 3 165 86 24 8 30 22 2 2 4.3.3. Penjualan Galih Bakery menjual roti yang diproduksinya melalui sales yang berjumlah 13 orang. Sales tersebut menjual roti disekitar wilayah Ciledug dengan menggunakan gerobak sepeda. Wilayah penjualan Galih Bakery antara lain Kreo, Taman Asri, Inpres, Cipadu, Deplu, Petukangan, Mencong, Gaga, dan Taman Safari. Secara rinci, wilayah penjualan roti Galih Bakery tersaji pada Tabel 9. 47 Tabel 9. Wilayah Penjualan Roti Galih Bakery No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Nama Pedagang Fakih Iwan Umar Asep Karyat Acang Uding Among Pipih Hanim Ukat Jepri Sanan Wilayah Penjualan Kreo Taman Asri Inpres Cipadu Deplu Petukangan Mencong Deplu Ciledug Ciledug Gaga Taman Safari Petukangan Sistem penjualan yang dilakukan oleh Galih Bakery adalah sistem putus, artinya sales mendapatkan roti untuk dijual dengan cara membeli. Apabila roti tidak habis dijual, resiko tersebut ditanggung oleh pihak sales. Selain dijual keliling, Galih Bakery juga menerima pesanan roti baik dari perusahaan maupun dari perorangan, salah satunya dari RS. Pelni, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Galih Bakery mengirim ke RS. Pelni sebanyak 90 buah roti setiap seminggu sekali dan 1160 buah setiap sebulan sekali. Galih dengan Bakery tempat pernah membuka toko roti yang lokasinya berdekatan produksi, penjualan yang kurang bagus. tetapi tidak berlangsung lama karena tingkat 48 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery 5.1.1. Pengendalian Mutu Galih Bakery telah menetapkan atribut mutu roti mereka walaupun atribut mutu yang diterapkan belum sesuai dengan syarat mutu roti sesuai dengan Standar Industri Indonesia (SII). Standar Industri Indonesia (SII) mensyaratkan mutu roti dalam 8 (delapan) parameter, mulai dari kadar air, kadar abu, hingga kandungan bahan pengawet yang terdapat pada roti. Secara rinci syarat mutu roti berdasarkan SII tersaji pada Lampiran 6. Galih Bakery menerapkan atribut mutu roti mereka berdasarkan 3 (tiga) aspek yaitu rasa, aroma, dan penampilan. Roti yang diproduksi Galih Bakery harus memiliki rasa yang enak, empuk dengan aroma yang wangi serta dilengkapi dengan penampilan yang menarik, misalnya warna roti harus coklat keemasan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengendalian mutu agar atribut mutu yang telah ditetapkan sebelumnya dapat terpenuhi. Pengendalian mutu produksi merupakan suatu hal yang sangat penting demi menjaga keberhasilan pencapaian mutu sesuai standar perencanaannya, mencegah serta memperkecil kerusakan produk. Proses pengendalian mutu pada Galih Bakery terdiri dari tiga tahap. Tahap yang pertama yaitu pengendalian mutu bahan baku, tahap yang kedua yaitu pengendalian mutu proses, dan tahap yang terakhir adalah pengendalian mutu produk akhir. 5.1.1.1. Pengendalian Mutu Bahan Baku Kualitas roti secara umum disebabkan karena variasi dalam penggunaan bahan baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang digunakan mempunyai kualitas yang baik dan proses pembuatannya benar maka roti yang dihasilkan akan mempunyai kualitas yang baik pula. Jenis dan mutu produk bakeri sangat bervariasi tergantung jenis bahan-bahan dan formulasi yang digunakan dalam pembuatannya. Variasi produk ini diperlukan untuk memenuhi adanya variasi selera dan daya beli konsumen (Wahyudi, 2003: 1). Bahan baku yang digunakan Galih Bakery untuk membuat roti terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu, bahan baku utama, bahan baku pembantu, dan bahan baku tambahan. Bahan baku utama yaitu tepung terigu, ragi, garam, dan air. Bahan baku pembantu yaitu mentega, gula, susu, telur. Sedangkan bahan baku tambahan yaitu, pengempuk, benzoat, dan bahan isian seperti meises, susu, nanas, kelapa, keju, pisang, dan pasta moka. Sebagian besar bahan baku kecuali pasta dan air diperoleh dari toko kelontong yang terletak di dekat lokasi usaha. Jarak lokasi usaha dengan toko kelontong lebih kurang 1 (satu) km. Berbeda dengan bahan baku lainnya, pasta diperoleh dari pemasok yaitu CV. Lautan Aroma yang dikirimkan sebulan sekali (pasta pandan) dan seminggu sekali (pasta moka). Sedangkan air, berasal dari sumur pompa milik Galih Bakery. Biasanya bahan baku disiapkan satu hari sebelum atau pada hari proses produksi akan dimulai. Bahan baku yang digunakan oleh Galih Bakery telah tersaji pada Tabel 13. 50 Tabel 10. Bahan Baku Roti Galih Bakery No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Bahan Baku Tepung terigu Margarin Ragi Garam Gula Telur Pengempuk Benzoat Susu Meises coklat Pasta pandan Pasta moka Butter Spong Coklat bubuk Pisang Jumlah Pembelian 5 karung @ 25 kg/hari 15 kg/hari 1 kg/2 minggu 20 pak/2 minggu 20 kg/hari 1,5 kg/hari 5 kg/bulan 1 kg/2 minggu 2 kg/ hari 2 kg/ hari 5 kg/ bulan 2 kg/ minggu 0,5 kg/2 hari 0,5 kg/2 hari 1 kg/ minggu 1 sisir/2 hari Tidak ada perlakuan khusus yang diberlakukan terhadap bahan baku tersebut karena jumlah bahan baku yang digunakan disesuaikan dengan jumlah permintaan roti yang dipesan oleh pedagang. Bahan baku utama seperti tepung terigu habis dalam sekali proses produksi. Bahan baku yang tidak habis, seperti margarin, telur, ragi, garam, gula, pengempuk, susu, benzoat, dan bahan isian seperti meises, susu, nanas, kelapa, keju, pisang, dan pasta, disimpan untuk proses produksi selanjutnya. Pengendalian mutu bahan baku hanya dilakukan pada saat pembelian, yaitu hanya menggunakan bahan baku yang sudah diketahui baik kualitasnya, seperti tepung terigu cap Cakra Kembar dan margarin merk Simas. Tepung terigu cap Cakra Kembar merupakan tepung kuat yang dibuat dari gandum keras, dan sering digunakan dalam pembuatan roti (Wahyudi, 2003: 14). Tepung terigu ini 51 diproduksi oleh PT. ISM Bogasari Flour Mills. Penyimpanan bahan baku yang tidak habis terpakai hanya disimpan di sudut ruangan, laci, maupun di bawah meja produksi. Penyimpanannya dilakukan secara berkelompok berdasarkan jenisnya yang sebelumnya telah dikemas menggunakan plastik. Konsistensi dari penggunaan bahan baku yang sudah diketahui kualitasnya (bermerk), merupakan hal yang sangat mempengaruhi optimalnya pengendalian mutu bahan baku pada Galih Bakery. Oleh karena itu, Galih Bakery harus tetap mempergunakan bahan baku yang berkualitas seperti tepung terigu cap Cakra Kembar, margarin merk Simas, dan keju merk Kraft untuk menjaga kualitas roti yang dihasilkan karena kualitas bahan baku sangat mempengaruhi kualitas roti yang dihasilkan. 5.1.1.2. Pengendalian Mutu Selama Proses Produksi Proses produksi roti yang dilakukan di Galih Bakery sebagian besar dilakukan oleh manusia (hand made) sehingga kebersihan tenaga kerjanya harus sangat diperhatikan. Proses produksi yang dilakukan dengan menggunakan tangan yaitu pencampuran awal, pembentukan (make up), pengirisan, pemolesan, dan pengemasan. Penggunaan mesin hanya dilakukan saat pencampuran bahan, penggulungan, pemipihan dan pemanggangan. Galih Bakery belum mempunyai Standard Operational Procedure (SOP) maupun standar komposisi bahan baku yang digunakan untuk memproduksi roti. Oleh karena itu, pembagian tugas dan besaran komposisi bahan baku menjadi tanggung jawab manajer operasional yang juga merangkap sebagai kepala koki. 52 Pengendalian mutu pada proses produksi dimulai pada saat penentuan besaran komposisi bahan baku roti yang dilakukan dengan timbangan manual. Penentuan besaran komposisi bahan baku hanya dilakukan oleh 1 (satu) orang yaitu kepala juru masak, apabila juru masak berhalangan kerja, penentuan bahan baku digantikan oleh karyawan lainnya. Tujuan penentuan besaran bahan baku untuk mencegah perubahan rasa dari roti yang dihasilkan. Pengendalian mutu yang dilakukan oleh juru masak juga terjadi pada saat pencampuran dengan menggunakan mixer. Juru masak menjaga adonan agar teraduk dengan kecepatan yang tetap dengan waktu yang tepat agar adonan menjadi kalis dengan sempurna. Pengendalian mutu selanjutnya dilakukan pada saat pembagian adonan untuk dimake-up. Pengendalian mutu pada tahap ini juga dilakukan oleh juru masak. Juru masak membagi adonan roti sesuai dengan peruntukkannya yaitu untuk roti tawar dan roti manis. Juru masak membagi adonan dengan menggunakan timbangan. Pembagian adonan dimaksudkan agar adonan dapat terbagi dengan berat yang tepat untuk menghasilkan bentuk yang sesuai dengan harapan perusahaan. Berat adonan roti tawar kecuali jenis roti tawar kotak yaitu 500 g, sedangkan roti tawar kotak 300 g. Berat adonan roti manis untuk semua jenis kecuali roti coklat yaitu sebesar 67 g, sedangkan roti coklat sebesar 70 g. Tahap selanjutnya adalah pengendalian mutu pada saat fermentasi akhir. Adonan roti diletakkan pada rak susun dan dibiarkan beberapa saat (kurang lebih 1 jam) hingga adonan roti mengembang optimal. Apabila adonan roti terlalu mengembang maka bentuk roti yang dihasilkan kurang menarik. 53 Pengendalian mutu yang terakhir adalah pada saat pemanggangan adonan roti. Pemanggangan adonan roti dilakukan oleh karyawan bagian pemanggangan. Pemanggangan adonan roti dilakukan dengan cara menentukan suhu dan waktu yang tepat. Suhu yang digunakan untuk pemanggangan roti yaitu 340 0C dengan waktu pemanggangan 30 menit untuk roti tawar dan 15 menit untuk roti manis. Selain itu, untuk menunjang pengendalian mutu pada proses produksi, kebersihan ruangan maupun alat produksi selalu dijaga dengan baik karena selalu dibersihkan setelah proses produksi selesai. Alat dan mesin yang telah selesai dipakai seperti mesin pencampur (mixer), mesin pemipih adonan (dough sheeter), mesin penggulung adonan (dough moulder), meja make-up, pisau, cetakan, dan loyang segera dibersihkan. Sedangkan lantai ruangan produksi dibersihkan dengan cara disapu dan dipel. Selain itu, selama proses produksi berlangsung, karyawan dilarang untuk merokok karena selain dapat mengotori tempat produksi, juga dapat mencemari adonan roti. Karyawan juga dilengkapi dengan celemek dan sarung tangan (karyawan pemanggangan) untuk membantu proses produksi. Titik kritis yang mempengaruhi pengendalian mutu pada proses produksi yaitu pada saat penentuan besaran komposisi bahan baku, pembagian adonan, waktu fermentasi akhir, dan waktu pemanggangan. Oleh karena itu, diperlukan konsistensi baik dari besaran komposisi bahan baku maupun adonan dan konsistensi waktu pada saat fermentasi akhir dan pemanggangan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Galih Bakery adalah dengan cara melakukan pendokumentasian terhadap standar yang telah ditetapkan pada masing-masing proses tersebut pada selembar kertas yang kemudian diletakkan ditempat yang 54 mudah dilihat oleh seluruh karyawan Galih Bakery. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah inkonsistensi terhadap standar yang telah ditetapkan pada masingmasing proses. 5.1.1.3. Pengendalian Mutu Produk Akhir Roti yang telah selesai dipanggang kemudian dikeluarkan dari cetakan roti yang selanjutnya dipoles dengan margarin (untuk roti tawar), susu (untuk roti manis), dan coklat (untuk roti coklat). Roti didiamkan beberapa saat agar dingin dengan merata karena jika langsung dikemas, dapat beresiko merusak bentuk roti. Setelah roti dingin dengan merata, roti siap untuk dibawa oleh pedagang. Biasanya sebelum dibawa, roti tawar disortir terlebih dahulu oleh pedagang sebelum di jual. Roti tawar yang layak jual memiliki beberapa kriteria, diantaranya warna roti tawar yang coklat keemasan (roti tawar besar), putih bersih (roti tawar kotak), hijau yang tidak terlalu menyolok (roti tawar pandan), dan dengan bentuk yang utuh atau tidak rusak. Biasanya pedagang mengambil roti tawar terlebih dahulu kemudian dibawa ke mess untuk diiris dan dikemas dengan menggunakan plastik. Jarak mess dengan pabrik sekitar 1 (satu) km. Pengirisan dan pengemasan roti tawar dilakukan di mess karena apabila dilakukan di pabrik, akan menghambat kerja karyawan produksi untuk membuat roti manis mengingat luas pabrik sangat terbatas. Setelah roti tawarnya siap, pedagang kembali lagi ke pabrik untuk mengambil roti manis. 55 Berbeda dengan roti tawar, roti manis tidak mengalami proses penyortiran, sehingga terkadang roti yang tidak layak jual seperti roti coklat tetapi coklat yang menjadi isian roti tidak meleleh, malah menggumpal sampai juga ke konsumen. Padahal, hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan konsumen yang dapat berujung pada berpalingnya konsumen pada produsen roti lain. Roti manis yang telah dipesan, dipisah-pisah terlebih dahulu oleh karyawan produksi sesuai dengan pesanan masing-masing pedagang. Roti kemudian dikemas oleh karyawan penjualan dengan menggunakan plastik transparan tanpa merk perusahaan sesuai dengan ukuran roti. Roti yang telah dikemas kemudian dirapatkan dengan menggunakan selotip. Roti-roti tersebut kemudian disusun di dalam gerobak sepeda. Susunan rotinya dikelompokkan sesuai dengan jenis rotinya, yaitu roti tawar dan roti manis. Setelah semua persiapan selesai dikerjakan, tahap selanjutnya adalah memasarkan roti sesuai dengan daerah penjualan masing-masing. Tidak adanya pemeriksaan terhadap produk akhir menjadi permasalahan dalam proses pengendalian mutu pada produk akhir karena dapat menyebabkan roti yang tidak sesuai standar yang telah ditetapkan Galih Bakery sampai ke konsumen. Oleh karena itu diperlukan kerjasama baik dari karyawan produksi maupun karyawan penjualan untuk melakukan penyortiran terlebih dahulu terhadap roti yang akan dijual. Selain itu perlu juga dilakukan pengambilan sampel roti yang akan dijual untuk memeriksa apakah cita rasa roti yang akan dijual telah sesuai standar Galih Bakery atau belum, sehingga roti yang tidak sesuai standar tidak akan sampai ke tangan konsumen. 56 5.1.2. Manajemen Mutu Terpadu 5.1.2.1. Fokus Pada Pelanggan Galih Bakery selalu berusaha untuk memproduksi roti yang sesuai dengan keinginan konsumen mereka. Oleh karena itu, mereka sangat merespon positif apabila ada keluhan maupun saran dari konsumen. Contohnya pada saat roti tawar pandan yang mereka jual tidak beraroma pandan, Galih Bakery segera melakukan konfirmasi ke perusahaan pemasok pasta pandan, tetapi karena tidak ada tanggapan positif dari pemasok, maka Galih Bakery memutuskan untuk memasok pasta pandan dari pemasok lain. Begitu juga pada saat Galih Bakery salah menggunakan mesin pemipih adonan yang seharusnya hanya digunakan untuk roti manis tetapi digunakan juga untuk roti tawar sehingga roti tawar yang dihasilkan terlalu rapuh (seratnya terlalu halus) dan tidak disukai konsumen karena roti mudah hancur pada saat roti tawar dinikmati bersama kopi. Sama halnya pada saat konsumen memberikan saran agar Galih Bakery mengganti perekat kemasan roti agar tidak lagi menggunakan staples karena sulit untuk dibuka, maka Galih Bakery meresponnya dengan cara mengganti perekat kemasan roti dari staples menjadi isolasi (perekat dari plastik). Survei dilakukan terhadap 10 orang konsumen roti Galih yang berada di sekitar Kreo, Ciledug, Tangerang, Banten, untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut kualitas roti Galih Bakery yang terdiri dari rasa, aroma, dan penampilan. Berdasarkan hasil survei tersebut, diperoleh hasil bahwa kepuasan konsumen terhadap kualitas roti Galih Bakery dari sisi rasa menunjukkan persentase sebesar 72,73 persen menyatakan rasa roti Galih Bakery 57 baik dan 27,27 persen menyatakan cukup baik, sisanya untuk pernyataan tidak baik hingga sangat tidak baik tidak ada responden yang memilih. Hal tersebut membuktikan bahwa rasa Galih Bakery baik dan bisa diterima dengan baik oleh konsumen. Sedangkan kualitas roti Galih Bakery dari sisi aroma, sebanyak 54,55 persen menyatakan aroma roti Galih Bakery baik, 45,45 persen menyatakan cukup baik, sisanya untuk pernyataan tidak baik hingga sangat tidak baik tidak ada responden yang memilih. Sama halnya dengan tanggapan konsumen terhadap rasa dan aroma, kualitas roti Galih Bakery dari sisi penampilan ditunjukkan dengan persentase sebesar 36,36 persen menyatakan baik, 63,64 persen responden menyatakan penampilan roti Galih Bakery cukup baik, sisanya untuk pernyataan tidak baik hingga sangat tidak baik tidak ada responden yang memilih. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan roti Galih Bakery dapat diterima dan cukup memuaskan keinginan konsumennya. Tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas roti Galih Bakery Tabel 11. Tabel 11. Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas Roti Galih Bakery Tingkat Kepentingan Sangat Baik Baik Cukup Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Total Rasa 72.73% 27.27% 100% Aroma 54.55% 45.45% 100 % Penampilan 27.27% 72.73% 100% Sumber: Data (diolah) dari Lampiran 6 58 Sayangnya upaya-upaya yang telah dilakukan Galih Bakery untuk fokus kepada pelanggan tersebut masih bersifat reaktif atau menunggu adanya keluhan dari konsumen. Seharusnya, Galih Bakery lebih aktif lagi untuk mencari tahu apa yang diinginkan konsumen dari roti yang dihasilkannya. Upaya yang bisa Galih Bakery lakukan adalah menciptakan hubungan (contact) dengan pelanggan agar tercipta komunikasi (communication) yang baik antara Galih Bakery dengan konsumennya, sehingga Galih Bakery dapat mewujudkan kualitas yang diharapkan oleh konsumennya. 5.1.2.2. Obsesi Terhadap Kualitas Berbagai upaya telah dilakukan oleh Galih Bakery untuk mencapai obsesinya dalam menciptakan produk yang berkualitas, bahkan menginginkan kualitas roti mereka setara dengan kualitas roti perusahaan lain yang kelasnya berada di atas mereka. Salah satunya dengan cara membandingkan roti mereka dengan perusahaan lain. Proses pembandingan ini dilakukan langsung oleh pimpinan Galih Bakery. Usaha pembandingan yang dilakukan pimpinan Galih Bakery menghasilkan perubahan pada bahan baku baik dari jumlah takarannya maupun komposisinya. Begitu juga pada saat ada masukkan penggunaan bahan tambahan untuk mengempukkan roti. Galih Bakery langsung merespon masukkan tersebut dengan segera menggunakan bahan pengempuk yang dimaksud, walaupun bahan pengempuk tersebut hanya dijual di toko-toko bahan makanan tertentu. 59 Selain dari sisi rasa, Galih juga berusaha untuk memodifikasi bentuk roti mereka. Galih Bakery mendatangkan salah satu juru masak dari sebuah perusahaan roti terkemuka yaitu Holland Bakery. Juru masak tersebut memberikan pelatihan selama 1 (satu) hari kepada karyawan Galih Bakery dalam hal variasi bentuk roti. Galih Bakery juga menggunakan mesin-mesin yang sesuai untuk produksi rotinya. Mesin-mesin tersebut seperti mesin pemipih adonan untuk roti manis, mesin penggulung adonan untuk roti tawar dan yang paling terbaru adalah penggunaan gas sebagai bahan bakar pengganti solar untuk memanggang adonan roti sehingga tingkat kerusakan roti akibat hangus dapat diminimalisir. Walaupun demikian, obsesi terhadap kualitas belum dimiliki oleh seluruh organ dalam Galih Bakery. Obsesi terhadap kualitas tersebut baru dimiliki oleh pimpinan Galih Bakery. Seharusnya, dalam organisasi yang menerapkan Manajemen Mutu Terpadu, obsesi terhadap kualitas harus dimiliki oleh seluruh organ perusahaan, baik itu pimpinan maupun karyawan dan menjadikan kualitas sebagai pegangan dalam menciptakan produk ataupun jasa. 5.1.2.3. Pendekatan Ilmiah Pendekatan ilmiah yang dimaksud adalah pendokumentasian data atau tertib administrasi. Selama ini, Galih Bakery hanya melakukan pendokumentasian dalam hal jumlah roti yang dihasilkan itu pun hanya sementara. Pendokumentasian dilakukan berupa catatan harian pesanan roti dari pedagang yang dikumpulkan oleh manajer operasional. Dokumentasi tersebut berupa 60 lembaran kertas sehingga apabila lembaran kertas mulai menumpuk, kertas-kertas tersebut langsung dibuang atau dipergunakan untuk keperluan lain. Galih Bakery juga belum mendokumentasikan Standard Operational Procedure (SOP) untuk karyawannya maupun standar komposisi bahan baku yang digunakan untuk memproduksi roti. Oleh karena itu, pembagian tugas dan besaran komposisi bahan baku menjadi tanggung jawab manajer operasional yang juga merangkap sebagai kepala koki. Oleh karena itu, proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan hanya dilakukan dengan mengandalkan kegiatan-kegiatan rutin saja. Padahal, pendekatan ilmiah sangat berpengaruh dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Selain itu, data juga diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmarking), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan. 5.1.2.4. Komitmen Jangka Panjang Komitmen jangka panjang Galih Bakery adalah mengutamakan kualitas roti yang dihasilkan sebagai keunggulan mereka. Komitmen itu ditunjukan dengan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki mutunya. Usaha-usaha tersebut seperti menggunakan kemasan plastik untuk semua jenis roti yang diproduksi, melengkapi dengan mesin-mesin produksi yang memadai walaupun dilakukan secara bertahap, merespon dengan baik kritik maupun saran 61 dari konsumen seperti mengganti staples dengan isolasi untuk merapatkan kemasan, pergantian pemasok untuk pasta makanan karena aroma roti yang dihasilkan tidak wangi, dan mengganti bahan bakar oven yang pada awalnya menggunakan minyak tanah dan solar diganti menjadi gas. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi jumlah roti yang hangus. Galih Bakery juga mengevaluasi komposisi bahan baku roti yang digunakan. Evaluasi tersebut dilakukan dengan cara melakukan perbandingan dengan roti lain. Selain itu, Galih Bakery melengkapi usahanya dengan surat izin usaha dari pemerintah daerah setempat dengan nomor 0055/10-04/PK/I/1995 untuk melegalkan usahanya. Sama seperti obsesi terhadap kualitas, komitmen jangka panjang pada Galih Bakery juga hanya dipegang oleh pimpinan Galih Bakery. Hal inilah yang menjadi hambatan Galih Bakery dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu. Karena, dalam organisasi yang menerapkan Manajemen Mutu Terpadu, komitmen jangka panjang ini harus dimiliki oleh pimpinan dan disebarluaskan kepada para karyawannya guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan Manajemen Mutu Terpadu dapat berjalan sukses. 5.1.2.5. Kerjasama dan Kesatuan Tim Kualitas roti yang dihasilkan Galih Bakery tidak terlepas dari kerjasama semua pihak baik pemasok, konsumen, maupun kerjasama antar karyawan perusahaan itu sendiri. Galih Bakery telah melakukan kerjasama walaupun hanya dengan pemasok pasta makanan yaitu CV. Lautan Aroma. 62 CV. Lautan Aroma mengirimkan pasta pandan dan moka. Sedangkan untuk bahan baku utama seperti tepung terigu, margarin, telur, dan garam, Galih Bakery tidak melakukan kerjasama dengan pemasok, selain karena Galih Bakery tidak mempunyai gudang penyimpanan sehingga Galih Bakery tidak bisa membeli bahan baku dalam jumlah banyak, juga karena bahan baku tersebut mudah didapat di pasaran. Sama halnya kerjasama yang dilakukan Galih Bakery dengan pemasok, kerjasama Galih Bakery dengan konsumennya telah terjalin walaupun belum optimal. Kerjasama tersebut belum optimal karena hanya bersifat sementara atau tidak rutin. Kerjasama yang dilakukan berupa pemberian kritik maupun saran dari konsumen terhadap roti yang Galih Bakery produksi. Biasanya kritik dan saran tersebut disampaikan ke pedagang yang kemudian ditindaklanjuti oleh karyawan produksi. Saran dan kritik juga terkadang disampaikan langsung ke pemilik Galih Bakery. Begitu pula kerjasama antar karyawan Galih Bakery. Kerjasama antar karyawan pun terjalin dengan baik, walaupun tidak ada pembagian tugas secara tertulis, tetapi masing-masing personil telah mengetahui tugas masing-masing, sehingga kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik dan pesanan para pedagang pun dapat terpenuhi. Berbeda dengan kerjasama, kesatuan tim belum ada antara pimpinan dengan karyawannya. Walaupun pimpinan telah berusaha untuk menyatukan tujuan dengan cara mensosialisasikan pentingnya kualitas untuk eksistensi perusahaan. Tetap saja, upaya yang telah dilakukan tersebut tidak membuahkan 63 hasil yang menggembirakan. Hal ini menyebabkan tidak adanya tujuan yang sama antara pimpinan dengan karyawannya. Pimpinan menginginkan roti yang dihasilkan sesuai dengan harapan pimpinan, seperti empuk, aroma yang wangi, rasa yang enak, dan dengan penampilan yang menarik. Sedangkan tujuan karyawan hanya sebatas memproduksi roti tanpa mempertimbangkan harapan-harapan dari pimpinannya. Belum optimalnya jalinan kerjasama dan kesatuan tim pada Galih Bakery menjadi salah satu masalah yang menyebabkan terhambatnya penerapan Manajemen Mutu Terpadu, karena masalah ini mengakibatkan unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu seperti obsesi terhadap kualitas, fokus pada pelanggan maupun komitmen jangka panjang tidak dapat berjalan optimal. Karena dalam organisasi yang menerapkan Manajemen Mutu Terpadu, kerjasama baik dengan pelanggan, pemasok, dan antar personil dalam perusahaan akan membantu perusahaan tersebut untuk dapat menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan pelanggan. 5.1.2.6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan Galih Bakery selalu memperbaiki sistem mutunya (pemasok, produksi, dan pelanggan) agar kualitas roti yang dihasilkan sesuai dengan harapan perusahaan walaupun hanya dengan kegiatan rutin saja. Perbaikan yang telah dilakukan oleh Galih Bakery antara lain secara bertahap melengkapi produksinya dengan mesin-mesin yang memadai, mengganti pemasok pasta karena kualitas pastanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, memberikan pelatihan dalam hal 64 variasi bentuk roti kepada, penggunaan pembungkus plastik untuk semua roti yang dihasilkan yang semula hanya untuk roti tawar, mengganti staples dengan isolasi untuk merekatkan pembungkus roti, dan mengganti bahan bakar oven yang semula menggunakan minyak tanah dan solar dengan gas agar kualitas roti yang dihasilkan sesuai dengan harapan perusahaan. Belum berkesinambungannya perbaikan sistem yang dilakukan Galih Bakery terjadi karena Galih Bakery belum melakukan pendokumentasian terhadap segala aktivitas yang telah dilakukan (pendekatan ilmiah), sehingga sulit bagi Galih Bakery untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. 5.1.2.7. Pendidikan dan Pelatihan Sebagian besar karyawan Galih Bakery memiliki latar belakang pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD). Latar belakang pendidikan tersebut menyebabkan Galih Bakery kesulitan untuk merubah pola pikir karyawan dalam membuat roti. Mereka hanya berpikir proses pembuatan roti hanya proses yang diawali dengan mencampur bahan-bahan menjadi adonan, mencetaknya, dan diakhiri dengan proses pemanggangan, tanpa memikirkan apakah kualitas roti yang mereka hasilkan sesuai dengan harapan pelanggan atau tidak. Walaupun demikian Galih Bakery tetap berusaha untuk merubah pola pikir tersebut. Salah satunya, Galih Bakery pernah mengadakan pelatihan yang bertujuan untuk mempercantik tampilan roti yang mereka hasilkan dengan cara 65 menyewa baker dari Holland Bakery, tetapi pelatihan itu tidak berlangsung lama karena roti yang dihasilkan tidak disukai pedagang. Pedagang khawatir roti tersebut tidak disukai konsumen. Sehingga selama ini pelatihan yang dilakukan hanya bersifat informal, yaitu pelatihan yang diberikan oleh karyawan senior kepada karyawan junior. Kurangnya pengetahuan dan pelatihan yang dimiliki oleh karyawan Galih Bakery menyebabkan keahlian karyawan pun menjadi terbatas. Hal ini berakibat penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery belum berjalan optimal. Karena organisasi atau perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang ahli sebagai organisasi dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat dipengaruhi keahlian karyawan. 5.1.2.8. Kebebasan yang Terkendali dan Adanya Keterlibatan Serta Pemberdayaan Karyawan Karyawan produksi Galih Bakery tidak diberikan kebebasan untuk merubah sistem dalam proses produksi yang telah diberlakukan oleh pimpinan. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran dari pimpinan apabila sistem tersebut dirubah, maka akan merubah kualitas roti yang dihasilkan. Salah satu contohnya adalah dalam hal penentuan komposisi bahan baku maupun pemanggangan roti yang hanya dipegang oleh kepala juru masak dan 1 (satu) orang karyawan lain yang telah lama bekerja di perusahaan tersebut. Berbeda dengan karyawan produksi, karyawan penjualan diberikan kebebasan untuk menentukan jumlah roti yang mereka pesan. 66 Galih Bakery belum memanfaatkan secara optimal peran serta karyawannya dalam hal pengambilan keputusan untuk perbaikan perusahaan. Karyawan produksi hanya dilibatkan dalam hal penentuan bahan isian roti saja, walaupun tetap saja keputusan berada di tangan pimpinan. Sedangkan karyawan penjualan hanya dilibatkan dalam hal jumlah produksi roti, karena jumlah produksi roti ditentukan oleh banyaknya pesanan roti dari pedagang. Tidak berjalannya kebebasan yang terkendali, keterlibatan, dan pemberdayaan karyawan, mengakibatkan tidak ada rasa memiliki dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Hal inilah yang mengakibatkan penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery belum optimal. Karena dalam perusahaan yang menerapkan Manajemen Mutu Terpadu, kebebasan yang terkendali, keterlibatan, dan pemberdayaan karyawan merupakan unsur yang sangat penting. Selain untuk meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap keputusan yang telah dibuat, unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak sehingga akan meningkatkan dihasilkannnya keputusan yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif, karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. 5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada UKM yang 67 bergerak dalam industri roti seperti Galih Bakery. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tersebut dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu berdasarkan masalah, pelaku, dan penyebab. Faktor-faktor tersebut diperoleh melalui wawancara maupun dengan mengirimkan form isian langsung dengan pimpinan Galih Bakery dan para pakar. Wawancara langsung dilakukan dengan Usman (Pimpinan Galih Bakery), Chris Hardijaya (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia/ APEBI), dan Heru Laksana (Pimpinan Maison Weiner Cake Shop), sedangkan form isian diberikan kepada Suprapto MPS (Ketua Sistem Penerapan Standar BSN). Form isian diberikan karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh Suprapto. Faktor-faktor yang telah diperoleh bersifat umum maupun khusus yang kemudian dikelompokkan oleh peneliti. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery tersaji pada Lampiran 2. Setelah dikelompokkan, peneliti membagikan pengelompokkan faktor-faktor tersebut kepada para pakar hingga tersusun kerangka AHP yang lengkap. Kerangka AHP tersebut mengelompokkan faktor-faktor yang diperoleh dari para pakar menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu masalah, pelaku, dan penyebab. Secara ringkas kerangka AHP tersaji pada Lampiran 3. 5.2.1. Faktor Masalah Terdapat 5 (lima) masalah dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Kelima faktor masalah tersebut adalah: 68 1. Sarana dan Prasarana Teknologi merupakan penjelmaan secara fisik dari pengetahuan. Oleh karena itu, di dalam lingkungan kompetitif, dimana pengetahuan menduduki peranan vital, teknologi yang dirancang dengan baik guna memperluas kemampuan manusia dapat meningkatkan daya saing organisasi (Tjiptono dan Diana, 2001: 72). Galih Bakery mulai melengkapi sarana dan prasarana yang dimiliki secara bertahap semenjak perusahaan ini didirikan. Dimulai dengan mesin pemipih adonan roti manis yang merupakan mesin pertama yang dimiliki oleh Galih Bakery, kemudian dilanjutkan dengan mesin pencampur adonan (mixer) ukuran kecil dan yang paling terbaru adalah mesin pemanggang roti (oven) yang berbahan bakar gas. Walaupun demikian, sarana dan prasarana yang dimiliki Galih Bakery tergolong masih belum memadai. Salah satu contohnya adalah timbangan yang digunakan masih timbangan manual belum elektrik, padahal takaran resep sangat mempengaruhi kualitas roti yang akan dihasilkan. 2. Evaluasi dan Monitoring Evaluasi dan monitoring mendukung dalam menjaga konsistensi kualitas produk yang dihasilkan. Produk yang baik salah satunya dihasilkan dari proses evaluasi dan monitoring yang baik pula. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi antara pimpinan dengan karyawan untuk mencegah terjadinya kesalahan operasi yang dapat menyebabkan kerusakan atas produk yang dihasilkan. 69 Evaluasi yang dilakukan oleh Galih Bakery masih menerapkan sistem reaktif yaitu evaluasi hanya dilakukan apabila roti yang dihasilkan mengalami kerusakan atau tidak sesuai dengan harapan konsumen. Misalnya saat konsumen memberikan kritikan karena roti tawar pandan yang dijual tidak beraroma pandan, maka Galih Bakery mengevaluasi proses produksi yang ternyata bersumber dari pasta pandan yang digunakan. Akhirnya Galih Bakery segera mengganti pemasok pasta pandan tersebut karena tidak adanya respon positif dari pemasok untuk memperbaiki kualitas pasta pandannya. Sistem manajemen kualitas berlandaskan pada pencegahan kesalahan sehingga bersifat proaktif, bukan pada deteksi kesalahan yang bersifat reaktif. Patut diakui pula banyak sistem manajemen kualitas tidak akan efektif 100 persen pada pencegahan semata, sehingga manajemen kualitas juga harus berlandaskan pada tindakan korektif terhadap masalah yang ditemukan (Gaspersz, 2002: 10-11). 3. Manajemen Produksi Manajemen produksi Galih Bakery belum teritegrasi dengan proses lain. Manajemen produksi Galih Bakery dimulai dengan merencanakan jumlah penggunaan bahan baku yang disesuaikan dengan pesanan pedagang, pembagian tugas masing-masing personil, dan diakhiri dengan proses pembuatan roti. Galih Bakery hanya menganggap kualitas hanya berasal dari proses produksi yang baik tanpa pengaruh dari aspek-aspek lain, seperti konsumen dan supplier. Padahal konsumen dan supplier memegang peranan penting dan merupakan bagian dari sistem yang sangat mempengaruhi kualitas roti yang mereka hasilkan. 70 Hal ini sesuai dengan pernyataan Hessel dalam Nasution (2005, 366-367), bahwa salah satu faktor yang menjadi penghambat penerapan Manajemen Mutu Terpadu adalah implementasi Manajemen Mutu Terpadu masih bersifat parsial yang berorientasi hanya pada little quality, yaitu hanya di bidang produksi saja. Hal ini menunjukkan implementasi Manajemen Mutu Terpadu baru terbatas pada bagian produksi saja dan tidak keseluruhan sistem organisasi yang ada. Manajemen Mutu Terpadu harus diintegrasikan ke dalam strategi yang lebih dalam. Organisasi bersifat lintas fungsional, melibatkan seluruh karyawan, serta pelanggan dan pemasok yang berorientasi pada big quality secara total (Nasution, 2005: 367). 4. Manajemen Pemasaran Bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dipecah atas 4 (empat) kebijakan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran (marketing-mix) (Umar, 2005: 70). Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan untuk tujuan pemasarannya. Mc Carthy dalam Kotler dan Keller (2007: 23) mengklasifikasikan alat-alat ini menjadi empat kelompok besar, yang disebut empat P tentang pemasaran: produk (product), harga (price), distribusi (place) dan promosi (promotion). Pengembangan sebuah produk mengharuskan perusahaan menetapkan manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk itu. Manfaat-manfaat ini dikomunikasikan dan hendaknya dipenuhi oleh atribut produk, salah satunya mutu. Mutu pada umumnya telah didefinisikan sebagai kecocokan penggunaan. 71 Ini berarti bahwa produk atau jasa harus memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, sebelum menciptakan produk, perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu siapa konsumennya. Hal ini dilakukan agar mutu produk, harga, distribusi, dan promosi dapat disesuaikan dengan konsumennya. Galih Bakery tidak menetapkan secara jelas pasar bagi produk rotinya. Penentuan pasar dilakukan oleh pedagang tanpa adanya campur tangan dari Galih Bakery. Sehingga Galih Bakery belum dapat mengetahui apakah mutu yang telah dihasilkan sesuai dengan keinginan pelanggan atau tidak dan apakah harga yang ditetapkan oleh Galih Bakery sesuai dengan mutu yang diberikan atau tidak. 5. Lingkungan Usaha Persaingan antar perusahaan roti di Ciledug sangat ketat karena banyaknya perusahaan yang bermain dalam bidang yang sama. Kondisi ini menyebabkan Galih sulit untuk mengembangkan kualitas rotinya. Apabila Galih Bakery meningkatkan kualitas rotinya, tentu saja hal tersebut akan mempengaruhi pada kenaikan harga jual yang akan ditetapkan. Galih Bakery tidak bisa begitu saja menaikan harga jual, hal itu terlalu bersiko karena Galih Bakery dapat kehilangan konsumennya mengingat banyaknya pesaing lain yang membuat konsumen tidak terikat dengan 1 (satu) perusahaan roti saja. 5.2.2. Faktor Pelaku Manajemen Mutu Terpadu merupakan sebuah pendekatan dalam upaya menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas yang tentu saja dalam 72 pelaksanaannya membutuhkan orang atau pelaku sebagai subjeknya atau yang menggerakkannya. Berjalan atau tidaknya Manajemen Mutu Terpadu ditentukan oleh kinerja dari pelaku yang menggerakannya dalam suatu organisasi seperti di Galih Bakery. Pelaku yang menentukan berjalan atau tidaknya konsep Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery terdiri dari 2 (dua) yaitu pimpinan selaku pemegang keputusan tertinggi dan karyawan, baik karyawan produksi maupun penjualan. Pimpinan menetapkan keputusan yang dalam pelaksanaannya diwujudkan melalui tindakan yang dilakukan oleh karyawan. Berjalan atau tidaknya Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery sangat ditentukan oleh kinerja dari kedua pihak ini baik pimpinan maupun karyawan. 5.2.3. Faktor Penyebab Faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu terdiri dari 7 (tujuh) faktor, yaitu: 1. Modal/ Dana Implementasi Manajemen Mutu Terpadu tidaklah harus mahal. Meskipun demikian, segala sesuatunya membutuhkan biaya. Biaya yang dibutuhkan sebagian besar digunakan untuk pelatihan. Dana yang dibutuhkan ini harus selalu tersedia. Sayangnya, sulit sekali memperkirakan tingkat dan waktu pengembaliannya (Tjiptono dan Diana, 2001: 332-333). Masalah modal juga menjadi masalah yang dihadapi Galih Bakery. Galih Bakery membiayai 73 keberlangsungan usahanya menggunakan dana pribadi yang berasal dari dana pensiun pemilik tanpa pernah menggunakan dana pinjaman dari pihak lain. Galih Bakery tidak pernah melakukan pinjaman kepada pihak lain seperti Bank dikarenakan proses pengajuan kredit yang terlalu lama dan bunga kredit yang tinggi. Keterbatasan dana ini merupakan salah satu penyebab munculnya masalah yang menghambat penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Belum optimalnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Galih Bakery, kurangnya pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada karyawan dalam hal meningkatkan kualitas roti yang dihasilkan, serta tidak adanya riset untuk mengetahui harapan konsumen terhadap roti Galih Bakery merupakan beberapa contoh masalah yang timbul akibat terbatasnya dana yang dimiliki Galih Bakery. 2. Kompensasi Galih Bakery memberikan kompensasi berupa gaji pokok untuk karyawan produksi sebesar Rp 15.000,00–Rp 33.000,00 per hari dan tambahan uang makan Rp 12.000,00–Rp 15.000,00 per hari. Penetapan gaji tersebut didasarkan atas kemampuan yang dimiliki oleh karyawannya. Berbeda dengan karyawan produksi, karyawan penjualan tidak menerima gaji pokok, mereka hanya menerima insentif tambahan yang berupa uang sebesar Rp 6.000,00 apabila mereka berjualan. Uang tersebut dikumpulkan dan dijadikan sebagi dana talangan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pedagang. Selain itu, sama seperti perusahaan-perusahaan lain, Galih Bakery juga memberikan 74 tunjangan-tunjangan lain seperti tunjangan hari raya maupun tunjangan kesehatan bagi para karyawannya. Selama ini, kompensasi yang diberikan Galih Bakery masih menggunakan pendekatan penghargaan dalam bentuk materi (uang). Padahal kompensasi dengan pendekatan pengakuan tidak kalah pentingnya. Pengakuan terhadap kinerja karyawan dapat meningkatkan munculnya keyakinan karyawan terhadap kontribusi mereka dalam menciptakan kualitas sesuai dengan pernyataan Tjiptono dan Diana (2001: 140-141) yang menyatakan di dalam model Manajemen Mutu Terpadu, peranan penghargaan dan pengakuan prestasi tidak akan menghasilkan total quality. Akan tetapi apabila kedua hal tersebut tidak ada, maka akan mengakibatkan hilangnya keyakinan karyawan terhadap nilai riil kualitas dan kontribusi mereka untuk memperbaiki kualitas. Perusahaan yang akan menerapkan Manajemen Mutu Terpadu harus melakukan pendekatan penghargaan dan pengakuan apabila ingin sukses dalam menerapkan sistem tersebut. 3. Komitmen Hal utama yang harus ada agar penerapan Manajemen Mutu Terpadu dapat menjadi cara perusahaan menjalankan bisnis adalah komitmen utuh dari manajemen puncak. Komitmen yang dibutuhkan tidak hanya mencakup sumberdaya yang diperlukan, tetapi juga waktu yang dicurahkan. Perlunya keterlibatan langsung dari manajemen puncak bertujuan untuk memimpin dan menunjukkan bahwa Manajemen Mutu Terpadu sangat penting bagi perusahaan (Tjiptono dan Diana, 2001: 332). 75 Pimpinan Galih Bakery menunjukkan komitmennya melalui upaya-upaya yang telah dilakukan untuk perbaikan kualitas. Upaya tersebut seperti menggunakan kemasan plastik untuk semua jenis roti yang diproduksi, melengkapi dengan mesin-mesin produksi yang memadai walaupun dilakukan secara bertahap, merespon dengan baik kritik maupun saran dari konsumen seperti mengganti staples dengan isolasi untuk merapatkan kemasan, pergantian pemasok untuk pasta makanan karena aroma roti yang dihasilkan tidak wangi, dan mengganti bahan bakar oven yang pada awalnya menggunakan minyak tanah dan solar diganti menjadi gas. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi jumlah roti yang hangus, tetapi pimpinan Galih Bakery kurang terlibat langsung dalam upaya perwujudan komitmen tersebut. Pimpinan Galih Bakery lebih memilih untuk mendelegasikannya kepada manajer operasional. Padahal menurut Gaspersz (2005: 14) dalam sistem kualitas modern, manajemen puncak harus menunjukkan komitmen melalui kata dan tindakan bahwa kualitas adalah teramat penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Hessel dalam Nasution (2005: 366) juga menyatakan hal yang sama, yaitu salah satu hambatan dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu adalah kurangnya komitmen manajemen puncak. Hal ini ditunjukkan dengan dukungan manajemen puncak hanya berpengaruh signifikan pada “manajemen arus proses”. 4. Informasi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu tidak terlepas dari informasi yang diperoleh dari pelanggan. Informasi dari pelanggan dapat dikelompokan menjadi 76 2 (dua) kategori, yaitu umpan balik dan masukan. Umpan balik biasanya diperoleh setelah fakta terjadi sedangkan masukkan diperoleh sebelum fakta terjadi (Tjiptono dan Diana, 2001: 118-119). Galih Bakery mengumpulkan informasi secara tidak sengaja, yaitu informasi yang diperoleh organisasi tanpa mencari atau memintanya. Informasi ini berasal dari beberapa orang konsumen yang bersedia menyumbang saran dan juga berasal dari sesama pengusaha roti. Keterbatasan dalam mendapatkan informasi ini menjadi salah satu penyebab belum optimalnya penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Hal ini terjadi karena Galih Bakery belum menerapkan 2 (dua) atribut efisiensi, yaitu hubungan (contact) dan komunikasi (communication) baik kepada pelanggan atau konsumen maupun pada pemasok sehingga arus informasi menjadi terhambat. 5. Pengetahuan Pengetahuan yang memadai sangat menentukan baik tidaknya penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada suatu perusahaan karena akan mempersulit karyawan untuk menerima dan menerapkan konsep Manajemen Mutu Terpadu (Nasution, 2005: 367). Sama halnya dengan informasi, pengetahuan yang dimiliki SDM pada Galih Bakery kurang mumpuni. Pimpinan telah berusaha untuk menambah pengetahuan para SDM yang dimilikinya, seperti dengan cara mengadakan pelatihan yang bertujuan untuk mempercantik tampilan roti. Tetapi 77 karena sulit untuk merubah kebiasaan dari SDMnya, maka usaha yang telah dilakukan pun tiada berarti banyak. Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan ini menjadi salah satu penyebab terhambatnya penerapan Manajemen Mutu Terpadu, karena perusahaan memang sangat membutuhkan karyawan yang ahli sebagai organisasi dimana kualitas produk atau jasa yang ditawarkan sangat dipengaruhi keahlian karyawan. Keterbatasan mengakibatkan pengetahuan kurangnya pada pengetahuan personil tentang, Galih Bakery ini manajemen produksi, manajemen pemasaran, evaluasi dan monitoring, lingkungan usaha, dan pengetahuan tentang sarana dan prasarana. 6. Budaya Budaya organisasi adalah perwujudan sehari-hari dari nilai-nilai dan tradisi yang mendasari organisasi tersebut. Hal ini terlihat pada bagaimana karyawan berperilaku, harapan karyawan terhadap organisasi dan sebaliknya, serta apa yang dianggap wajar dalam hal bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya (Tjiptono dan Diana, 2001: 75). Budaya organisasi pada Galih Bakery tergolong baik karena didasari atas nilai-nilai kekeluargaan, salah satu contohnya adalah tidak adanya persaingan antar karyawan. Karyawan Galih Bakery berasal dari daerah yang sama yaitu Jawa Barat. Karyawan produksi berasal dari daerah Purwakarta, sedangkan karyawan penjualan berasal dari Bogor. Hal ini berdampak positif karena komunikasi antar karyawan dapat terjalin dengan baik. Walaupun secara umum 78 budaya organisasi Galih Bakery tergolong baik, tetapi belum cukup untuk mendukung terwujudnya budaya kualitas. Menurut Goetsch and Davis dalam Tjiptono dan Diana (2001: 75) budaya kualitas adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas secara terus-menerus. Karyawan Galih Bakery, baik karyawan produksi maupun penjualan masih memiliki kebiasaan-kebisaan kerja yang kurang mendukung terwujudnya budaya kualitas. Karyawan produksi dan karyawan penjualan masih kurang memperhatikan kualitas roti yang mereka hasilkan. Salah satu kebiasaan kerja itu adalah karyawan produksi kurang menjaga kebersihan diri saat akan memulai bersentuhan dengan adonan roti. Sedangkan karyawan penjualan kurang menjaga kebersihan diri terutama tangan pada saat bersentuhan dengan roti. Padahal, hal ini dapat menurunkan kualitas dari roti yang telah mereka hasilkan. Perubahan budaya merupakan salah satu hal yang penting agar penerapan Manajemen Mutu Terpadu dapat berjalan optimal. Belum terjadinya perubahan budaya pada Galih Bakery terjadi berkaitan dengan belum optimalnya pelaksanaan salah satu unsur Manajemen Mutu Terpadu yaitu komitmen jangka panjang. Dimana komitmen jangka panjang yang dimiliki oleh pimpinan Galih Bakery untuk tetap mengutamakan kualitas sebagai daya saing usahanya belum tersosialisasikan menyeluruh dan menjadi pegangan karyawan Galih Bakery dalam menghasilkan roti. Hal ini juga sesuai dengan salah satu pernyataan Hessel dalam Nasution (2005: 367) yang menyatakan salah satu penyebab yang 79 menghambat penerapan Manajemen Mutu Terpadu adalah budaya organisasi yang kurang mendukung implementasi TQM. Dimana budaya organisasi yang belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan. 7. Awareness (Kesadaran) Kesadaran seluruh organ penggerak perusahaan mengenai pentingnya menciptakan dan menjaga kualitas turut mendukung pencapaian penerapan Manajemen Mutu Terpadu. Kesadaran para karyawan akan pentingnya kualitas masih sangat kurang baik karyawan produksi maupun karyawan penjualan. Hal tersebut terlihat dari kegiatan karyawan sehari-hari yang hanya terkesan untuk menggugurkan kewajiban mereka saja, yaitu untuk membuat roti maupun untuk menjualnya. Karyawan produksi kurang menjaga kebersihan diri terutama kebersihan tangan saat akan memulai bersentuhan dengan bahan baku maupun saat bersentuhan dengan adonan roti. Begitu juga karyawan penjualan juga kurang menjaga kebersihan diri terutama kebersihan tangan saat bersentuhan dengan roti yang akan mereka pasarkan. Kebersihan diri terutama kebersihan tangan merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga higienitas roti yang dihasilkan, terlebih untuk perusahaan seperti Galih Bakery yang sebagian besar proses produksinya masih menggunakan tangan (hand made). 80 5.2.4. Faktor-Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Galih Bakery Berdasarkan hasil kalkulasi matematis (Lampiran 5) maupun dengan menggunakan software Expert Choice diperoleh faktor yang paling dominan atau paling berpengaruh di setiap tingkatannya pada penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Faktor-faktor yang paling dominan tersebut yaitu: 1. Masalah Faktor lingkungan usaha menjadi faktor utama atau dominan yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery di tingkat masalah dengan nilai vektor prioritas sebesar 0.253. Evaluasi dan monitoring menyusul di urutan kedua dengan nilai 0.228 serta manajemen produksi yang menduduki urutan ketiga dengan nilai vektor prioritas 0.212. Urutan prioritas pada tingkat masalah disajikan pada Tabel 14. Tabel 12. Prioritas Pada Tingkat Masalah No. 1. 2. 3. 4. 5. Faktor Masalah Sarana dan Prasarana (Teknologi) Evaluasi dan Monitoring Manajemen Produksi Manajemen Pemasaran Lingkungan Usaha Vektor Prioritas 0.153 0.228 0.212 0.155 0.253 Rating 5 2 3 4 1 Sumber: Data (diolah) dari Lampiran 4 Lingkungan usaha mendapatkan prioritas utama yang menjadi faktor penghambat penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Hal ini terjadi karena lingkungan usaha dimana Galih Bakery berlokasi yaitu di Ciledug 81 sangat kompetitif. Banyak perusahaan yang berlokasi di daerah ini maupun perusahaan yang hanya menjadikan Ciledug sebagai daerah pemasarannya. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Duriana Bakery, Mariana Bakery, Agustini Bakery, Nathan Bakery, Tan Ek Tjoan, Lauw, Swanish, dan Sari Roti. Banyaknya perusahaan sejenis yang menjadi pesaing menyebabkan persaingan menjadi sangat kompetitif. Hal ini menyebabkan konsumen memiliki banyak pilihan untuk menentukan roti perusahaan mana yang sesuai dengan keinginan mereka. Akibatnya, Galih Bakery sulit untuk meningkatkan mutu roti mereka. Apabila Galih Bakery ingin meningkatkan mutu mereka yang terdiri dari 3 (tiga) atribut mutu yaitu rasa, aroma, dan penampilan, mengharuskan mereka untuk menggunakan bahan baku tambahan lain yang lebih baik dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan bahan tambahan yang selama ini digunakan. Ditambah dengan belum optimalnya pemasaran roti Galih Bakery yang selama ini hanya dipasarkan di wilayah sekitar Ciledug, secara otomatis hal ini akan mempengaruhi harga jual roti mereka. Menaikkan harga roti sepihak dapat beresiko kehilangan konsumen yang berujung pada eksistensi perusahaan mengingat konsumen mempunyai daya tawar yang tinggi di tengah banyaknya perusahaan roti di Ciledug. 2. Pelaku Pimpinan menjadi faktor dominan atau faktor utama yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery pada tingkat pelaku 82 dengan nilai vektor prioritas 0.750 sedangkan karyawan berada di urutan kedua dengan nilai vektor prioritas sebesar 0.250. Selengkapnya, urutan prioritas pada tingkat pelaku telah disajikan pada Tabel 15. Tabel 13. Prioritas Pada Tingkat Pelaku No. 1. 2. Faktor Pelaku Pimpinan Karyawan Vektor Prioritas 0.750 0.250 Rating 1 2 Sumber: Data (diolah) dari Lampiran 4 Pimpinan tentu saja menjadi pelaku utama yang paling mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Hal ini terjadi karena di dalam struktur organisasi Galih Bakery, pimpinan mempunyai kekuasaan mutlak atas keberlangsungan perusahaan. Pimpinan yang menentukan setiap keputusan yang akan dijalankan oleh perusahaan, termasuk komimen dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penyebab Komitmen menempati posisi pertama dengan nilai vektor prioritas 0.276 yang berarti komitmen adalah faktor utama pada tingkat penyebab yang paling mempengaruhi dalam penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery. Awareness dan pengetahuan menempati urutan kedua dan ketiga sebagai faktor yang mempengaruhi penerapan Manajmen Mutu Terpadu pada Galih Bakery dengan nilai vekor prioritas masing-masing sebesar 0.183 dan 0.166. Faktorfaktor lainnya seperti modal/dana, informasi dan budaya, masing-masing 83 menempati urutan keempat, kelima, dan keenam dalam skala prioritas dengan nilai masing-masing 0.155, 0.122, dan 0.098. Urutan prioritas pada tingkat penyebab dapat dilihat secara rinci pada Tabel 16. Tabel 14. Prioritas Pada Tingkat Penyebab No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Faktor Penyebab Modal/ Dana Komitmen Informasi Pengetahuan Budaya Awareness Vektor Prioritas 0.155 0.276 0.122 0.166 0.098 0.183 Rating 4 1 5 3 6 2 Sumber: Data (diolah) dari Lampiran 4 Pimpinan Galih Bakery telah menunjukkan komitmennya terhadap mutu melalui upaya-upaya yang telah dilakukan perusahaan untuk perbaikan mutu. Upaya tersebut dimulai dengan melengkapi sarana dan prasarana produksi, merespon positif kritik dan saran dari konsumen, pelatihan bagi karyawan, hingga mengganti supplier pasta makanan karena kualitas pasta tidak sesuai dengan harapan perusahaan. Tetapi, upaya yang telah dilakukan selama ini masih kurang maksimal karena pimpinan Galih Bakery masih kurang melibatkan dirinya secara langsung dalam perbaikan kualitas tersebut. Banyak pekerja ingin melakukan pekerjaan dengan baik, ingin hasilkan produk yang berkualitas, ingin memberikan pelayanan yang berkualitas, dan ingin menjadi bangga terhadap apa yang mereka kerjakan, tetapi “irama” harus ditentukan oleh pimpinan dalam perusahaan itu (Gaspersz, 2005: 13). 84 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab hasil dan pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan yaitu: 1. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery yang didasarkan atas unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu itu sendiri, yang terdiri dari fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan sistem secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan, kebebasan yang terkendali, keatuan tim, serta keterlibatan dan pemberdayaan karyawan masih belum sempurna. Hal ini dikarenakan unsur-unsur Manajemen Mutu Terpadu tersebut belum dilaksanakan secara optimal oleh Galih Bakery. 2a. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery ada 14 (empat belas) faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi 3 (tiga) tingkatan atau kelompok, yaitu: tingkat masalah, tingkat pelaku, dan tingkat penyebab. Tingkat masalah terdiri dari manajemen pemasaran, lingkungan usaha, manajemen produksi, evaluasi dan monitoring, serta sarana dan prasarana (teknologi). Tingkat pelaku terdiri dari pimpinan dan karyawan Galih Bakery, dan yang terakhir adalah tingkat penyebab yang terdiri dari modal/ dana, kompensasi, komitmen, informasi, pengetahuan, budaya, dan awareness (kesadaran). 2b. Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan software Expert Choice, diperoleh bahwa lingkungan usaha menjadi faktor yang paling dominan pada kelompok masalah dengan nilai vektor prioritas sebesar 0.253, pimpinan menjadi faktor yang paling dominan pada kelompok pelaku dengan nilai vektor prioritas 0.750, dan komitmen yang menjadi faktor paling dominan yang mempengaruhi penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada Galih Bakery dengan nilai vektor prioritas sebesar 0.276. 2. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diutarakan sebelumnya, penulis memberikan saran yaitu: a. Manajemen Mutu Terpadu dapat diterapkan oleh Galih Bakery secara optimal apabila Galih Bakery mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Sumberdaya tersebut seperti karyawan, sarana dan prasarana, budaya organisasi. b. Galih Bakery harus menentukan terlebih dahulu konsumen untuk produk rotinya. Hal tersebut dilakukan agar Galih Bakery dapat menentukan mutu yang sesuai bagi konsumennya sehingga Galih Bakery dapat menetapkan harga jual yang sesuai dengan mutu yang ditawarkan. Pimpinan Galih Bakery juga harus lebih berperan aktif untuk menunjukkan komitmennya dalam hal mengutamakan kualitas sebagai daya saing usaha. Peran aktif tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan cara melibatkan diri dalam setiap upaya penciptaan, pengendalian, dan peningkatan kualitas. 86 DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P. & Djoko Sudantoko. Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002). Ariani, D.W. Manajemen Kualitas: Pendekatan Sisi Kualitatif (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002). Assauri, S. Manajemen Pemasaran (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007). Astawan, M. Keunggulan Gizi Roti Dibanding Beras. 9 April, 2007: 1 hlm. http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00809.html, 16 Juli 2008, pk. 11.50 WIB. Badria, L. Optimalisasi Produksi Roti di Ajimas Bakery, Jakarta [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian; 2005. Faure, L.M. & Malcolm Munro Faure. Implementing Total Quality Management, Menerapkan Manajemen Mutu Terpadu (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 1996). Feigenbaum, A.V. Kendali Mutu Terpadu (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992). Gaspersz, V. ISO 9001: 2000 and Continual Quality Improvement (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002). . Total Quality Management (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005). Hadiwiardjo, B.H. dan Sulistijarningsih Wibisono. ISO 9000, Sistem Manajemen Mutu (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996). Handoko, T.H. Dasar-Dasar Manajemen Produksi&Operasi (Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 2000). Kusumo, G. Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2006-2007 (Jakarta: Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, 2008). Kotler, P. & Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran, Edisi 12, Jilid 1 (Jakarta: Indeks, 2007). Lockyer, K., dkk. Seri Pedoman Manajemen, Manajemen Produksi dan Operasi (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 1994). Nasution, N. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005). Nirang, Sylvia. Kajian Manajemen Mutu Susu Sapi Perah Pada Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Dati II Kab. Bandung, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian; 1997. Nur Laela, Siti. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu Pada Pasar Ikan Higienis, Pejompongan [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis; 2006. Prawirosentono, S. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu, Total Quality Management Abad 21, Studi Kasus & Analisis (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004). Render, B. & Jay Heizer. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi (Jakarta: Salemba Empat, 2001). Saaty, T.L. Teknik Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1991). Schroeder, R.G. Manajemen Operasi, Pengambilan Keputusan dalam Fungsi Operasi, Edisi Ketiga, Jilid 2 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004). Suwatno & Rasto. Manajemen Perusahaan, Suatu Pendekatan Operatif dan Sistem Informasi (Jakarta: Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi, 2003). Stevenson, W.J. Operations Management, 8th ed. (New York: McGraw-Hill/Irwin, 2005). Tjiptono F. dan Anastasia Diana. Total Quality Management (TQM)-Edisi Revisi (Yogyakarta: Andi, 2001). Umar, H. Studi Kelayakan Bisnis, Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005). Wahyudi. Memproduksi Roti (Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, 2003).