bab 1 new.cdr - WordPress.com

advertisement
8
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup disusun
berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, mengatur mengenai
sistem perencanaan nasional yang mencakup
rencana pembangunan jangka panjang, rencana
pembangunan jangka menengah dan rencana
pembangunan tahunan.
A. Kebijakan Perencanaan
1.
Rancangan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Tahun 2005 - 2020
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
ditetapkan dengan maksud memberikan arah
sekaligus acuan bagi seluruh komponen bangsa
(pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sehingga
seluruh upaya yang dilakukan oleh masing-masing
pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif
dan saling melengkapi satu dengan lainnya.
1
Visi pembangunan nasional tahun 2004 2009, yaitu
a) Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara yang aman, bersatu, rukun dan
damai;
b) Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan dan hak asasi manusia; serta
c) Terwujudnya perekonomian yang mampu
menyediakan kesempatan ker ja dan
penghidupan yang layak serta memberikan
pondasi yang kokoh bagi pembangunan
berkelanjutan.
Adapun sasaran RPJM Nasional Bidang
Lingkungan Hidup yang dilaksanakan oleh
berbagai pihak adalah “Membaiknya fungsi
lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya
alam yang mengarah pada pengarusutamaan
prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh
sektor dan bidang pembangunan.
3.
Rencana Strategis Kementerian Negara
Lingkungan Hidup Tahun 2005-2009
Pada saat ini telah disusun konsep rencana
pembangunan jangka panjang yang merupakan
penjabaran dari tujuan dibentuknya Negara
Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk visi,
misi dan arah pembangunan nasional untuk masa
dua puluh tahun ke depan.
2.
R e n c a n a P e m b a n g u n a n Ja n g k a
Menengah Tahun 2004 - 2009
Rencana pembangunan jangka menengah nasional
ditetapkan berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undangundang Nomor 25 Tahun 2004, merupakan
penjabaran visi, misi, dan program Presiden selama
lima tahun, ditempuh melalui Strategi Pokok yang
memuat sasaran-sasaran pokok yang akan dicapai,
a r a h ke b i j a k a n d a n p r o g r a m - p r o g r a m
pembangunan.
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Negara
Lingkungan Hidup (KLH) Tahun 2005-2009
disusun sebagai bahan acuan dalam menyusun
rencana kerja tahunan, rencana kinerja dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja KLH.
Renstra KLH disusun dengan memperhatikan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004,
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2004-2009, Kesepakatan Nasional
dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan,
dan Perjanjian-perjanjian internasional di bidang
lingkungan hidup. Renstra ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 04 Tahun 2005 tentang Rencana Strategis
Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 20052009.
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
9
Tujuan dan sasaran Renstra 2005-2009 adalah :
1) Mewujudkan perbaikan kualitas fungsi
lingkungan hidup dengan sasaran:
a) Pe n u r u n a n b e b a n p e n c e m a r a n
lingkungan meliputi air, udara, atmosfer,
laut, dan tanah
b) Penurunan laju kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi sumber daya air,
hutan dan lahan, keanekaragaman hayati,
energi, atmosfer, serta ekosistem pesisir
laut
c) Terintegrasinya dan diterapkannya
per timbang an pelestarian fungsi
lingkungan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan ser ta
pengawasan pemanfaatan ruang dan
lingkungan
c)
d)
2)
3)
Pe n i n g k a t a n k e p a t u h a n p e l a k u
pembangunan untuk menjaga kualitas
fungsi lingkungan hidup.
Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik di
bidang pengelolaan lingkungan hidup, dengan
sasaran terwujudnya pengarusutamaan
prinsip-prinsip tata kepemerintahan dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup di pusat dan daerah.
Meningkatkan kapasitas KLH yang handal dan
proaktif dalam pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup, dengan sasaran
terwujudnya peningkatan kapasitas KLH
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
b)
Strategi dan kebijakan di dalam Renstra 2005-2009
adalah :
1) Strategi pencapaian tujuan mewujudkan
perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup,
dengan sasaran:
a) Pe n u r u n a n b e b a n p e n c e m a r a n
lingkungan meliputi air, udara, atmosfer,
laut, dan tanah melalui kebijakan
peningkatan pengendalian pencemaran
lingkungan untuk mendorong sumber
pencemar memenuhi baku mutu,
d)
menggunakan bahan baku yang ramah
lingkungan dan meningkatkan kapasitas
daerah di bidang peng endalian
pencemaran.
Penurunan laju kerusakan lingkungan
(sumber daya air, hutan dan lahan,
keanekaragaman hayati, energi, atmosfer,
serta ekosistem pesisir dan laut), melalui
kebijakan peningkatan konser vasi
sumber daya alam dan pengendalian
kerusakan lingkungan, kebijakan insentif
dan disinsentif serta membangun income
generating masyarakat dalam menunjang
keberhasilan konservasi dan pemulihan
kerusakan lingkungan.
Terintegrasinya dan diterapkannya
per timbang an pelestarian fungsi
lingkungan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan ser ta
pengawasan pemanfaatan ruang dan
lingkungan melalui kebijakan pengaturan
wujud struktural dan pola pemanfaatan
lingkungan dengan pendekatan penataan
ruang, pengkajian dampak lingkungan
dan peningkatan kapasitas kelembagaan.
Pe n i n g k a t a n k e p a t u h a n p e l a k u
pembangunan untuk menjaga kualiltas
fungsi lingkungan, melalui kebijakan
penegakan hukum lingkungan terhadap
sumber pencemar dan per usak
lingkungan.
Untuk mencapai sasaran tersebut diatas KLH
melakukan berbagai kegiatan antara lain
adalah pengendalian pencemaran air (Proper),
pendekatan alternatif non-penegakan hukum
(Superkasih), evaluasi pengelolaan sampah,
r uang terbuka hijau, pengendalian
pencemaran air dan fasilitas publik di
perkotaan (Adipura), pemberdayaan dan
pelibatan masyarakat (Warga Madani dan
Bank Pohon) dan pengendalian pencemaran
udara (Langit Biru).
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005
10
2)
3)
Strategi pencapaian tujuan mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik di bidang
pengelolaan lingkungan hidup, dengan sasaran
terwujudnya pengarusutamaan prinsipprinsip tata ke pemerintahan dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup di pusat dan daerah, melalui kebijakan
penguatan kapasitas kelembagaan lingkungan
hidup, penguatan akses masyarakat terhadap
informasi lingkungan hidup, penguatan
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan.
Strategi pencapaian tujuan meningkatkan
kapasitas KLH yang handal dan proaktif
dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup dengan sasaran terwujudnya
peningkatan kapasitas KLH dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
Beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan ini antara lain:
Meningkatkan layanan publik melalui
penataan dan pengembangan kapasitas
organisasi dan jaringan kelembagaan, sumber
daya manusia, budaya kerja;
Meningkatkan dan meng optimalkan
pemanfaatan sarana dan prasarana lingkungan
hidup;
Membangun kemampuan dalam pelaksanaan
koordinasi kebijakan dan perencanaan
pembangunan di bidang lingkungan hidup;
Mengembangkan instrumen kebijakan lainnya
di bidang pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup;
Memanfaatkan potensi kerjasama luar negeri
di bidang lingkungan hidup;
Meningkatkan kapasitas KLH dalam
pengelolaan lingkungan hidup regional;
Meningkatkan kemampuan penelitian dan
pengembangan dalam proses penyusunan
kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.
B. Kebijakan Pendanaan
1.
Dana Alokasi Khusus Bidang Lingkungan
Hidup
Untuk pertama kali pada tahun anggaran 2005,
KLH (bersama dengan Bappenas, Departemen
Keuangan, dan Departemen Dalam Negeri),
menganggarkan Dana Alokasi Khusus Bidang
Lingkungan Hidup (DAK LH) untuk pemerintah
daerah kabupaten/kota pada tahun 2006.
Kebijakan pengalokasian DAK LH bertujuan
mendorong daerah melakukan upaya nyata
memperbaiki kualitas lingkungan.
DAK LH tahun 2006 diharapkan dimanfaatkan
terutama untuk peningkatan kualitas air
permukaan, termasuk menjaga kelestarian sumber
daya air. Petunjuk teknis pemanfaatan DAK LH
tahun 2006 ditetapkan melalui Peraturan Menteri
Negara LH No 355 Tahun 2005 tentang Petunjuk
Teknis Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang
Lingkungan Hidup Tahun 2006.
DAK LH tahun 2006 akan dimanfaatkan untuk
bermacam pembelanjaan tergantung nilainya.
1. Pemanfaatan dana kurang atau senilai Rp 300
juta (ditambah dana pendamping minimal
10% yang bersumber dari APBD
kabupaten/kota)
a. Dana wajib dibelanjakan untuk
pengadaan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas air untuk (1)
perlindungan sumber daya air; (2)
pencegahan pencemaran; dan (3)
pemulihan kualitas air, terkait dengan
pengembangan basis data pemantauan
kualitas lingkungan daerah dan Status
Lingkungan Hidup Daerah (SLHD),
yaitu minimal terdiri dari pH meter, DO
meter, konduktometer, turbidimeter,
GPS, currentmeter dan spektrofotometer
portable dengan kit-nya.
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
11
b.
Jika dana itu masih tersisa, pemerintah
daerah wajib membelanjakan untuk
pengadaan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas air lainnya seperti
water sample (horinsontal dan vertikal), stop
watch , theodolit , ice box , salinometer ,
nansen/kunsen van dorn, niskin.
c.
Jika telah memiliki peralatan
laboratorium minimal sebagaimana
d i s y a r a t k a n d a l a m b u t i r b,
kabupaten/kota penerima DAK LH 2006
wajib membelanjakan dana itu untuk
pengadaan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas air lainnya seperti
refrigerator, lemari asam, BOD inkubator,
penangas air, furnace, magnetic stirer,
centrifuge, kyehdalh, blender/mixer/
flomogenizer, alat destruksi, oven, alat
makhluk hidup, baik pada waktu sekarang
maupun yang akan datang). Untuk hal
tersebut pemda dapat menetapkan tata
r u a n g w i l ay a h k a b u p a t e n / ko t a ,
membatasi aktivitas yang dapat
mengakibatkan penurunan kualitas dan
kuantitas sumber air dengan kegiatankegiatan yang diutamakan antara lain:
- Menanam pohon sesuai kontur di
daerah aliran sungai di luar kawasan
hutan dengan jenis tanaman
setempat;
- Membuat sumur resapan terutama
daerah di sepanjang bantaran sungai;
- Membuat papan nama mata air, bak
penampung tanaman pelindung/
destilasi, botol BOD, aerator dan alat
gelas, serta mobil laboratorium.
2.
Pemanfaatan sama atau lebih dari Rp 300 juta
(ditambah dana pendamping minimal 10%
yang bersumber dari APBD kabupaten/kota)
a. Dana ini wajib dibelanjakan untuk
pengadaan sarana dan prasarana
pemantauan kualitas air untuk
(1) perlindungan sumber daya air;
(2) pencegahan pencemaran; dan
(3) pemulihan kualitas air, terkait
dengan pengembangan basis data
pemantauan kualitas lingkungan
daerah dan SLHD, yaitu minimal
b.
terdiri dari pH meter, DO meter,
konduktometer, turbidimeter, GPS,
currentmeter dan spektrofotometer
portable dengan kit-nya.
Dana dimanfaatkan untuk perlindungan
sumber daya air (upaya memelihara
keberadaan serta keberlanjutan keadaan,
sifat dan fungsi sumber air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan
c.
pagar di sepanjang badan sungai
terutama daerah padat penduduk
untuk pemeliharaan mata air;
- Membuat terasering dan penurapan
di bantaran sungai.
Dana dimanfaatkan untuk mencegah
pencemaran air sungai (tindakan secara
manajemen/administratif dan secara
teknik yang dilakukan oleh penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan dalam
rangka mencegah masuknya atau
dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi
dan atau komponen lain ke dalam air)
deng an kegiatan-kegiatan yang
diutamakan antara lain:
- Membuat septik tank komunal;
- M e m b u a t I PA L ( i n s t a l a s i
pengolahan air limbah) terpadu bagi
industri rumah tangga;
- Membuat kompos;
- Memasang papan informasi menarik
yang berisi pendidikan lingkungan
dengan melibatkan masyarakat
setempat;
- Membuat taman atau tempat
rekreasi di bantaran sungai dengan
membangun sarana rekreasi seperti
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005
12
d.
bangku fasilitas taman bermain;
- Memagar bantaran DAS.
Dana dimanfaatkan untuk pemulihan
kualitas air sungai (tindakan secara
manajemen/administratif dan teknis
dalam rangka mengembalikan kualitas air
sesuai baku mutu air yang telah
ditetapkan) dengan kegiatan-kegiatan
yang diutamakan antara lain :
- Membuat alat purifikasi air
sederhana;
- Mengencerkan (penurunan tingkat
kekeruhan), rekayasa ekologis untuk
meningkatkan kapasitas daya
dukung sungai;
- Mengendalikan banjir terkait dengan
restorasi fungsi sungai untuk
-
mempertahankan debit sungai;
Memanfaatkan sumber daya air,
seperti pembuatan sumber energi
tepat guna (micro hydro power plant).
2.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun 2005
Mengacu pada Undang-Undang No 1 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 36
Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun 2005, besarnya anggaran
yang dikelompokkan dalam anggaran “fungsi
lingkungan hidup” adalah Rp 3.104.667.741.000.
Alokasi rinci penggunaan anggaran lingkungan
berdasarkan fungsinya disajikan dalam Tabel 1.1.
Anggaran lingkungan seperti disajikan dalam
Tabel 1.1 adalah anggaran pembangunan yang
dimanfaatkan oleh beberapa kementerian/
departemen/lembaga pemerintah nondepartemen. Anggaran kegiatan untuk KLH dalam
APBN adalah Rp 178.500.000.000 (5,75% dari
ang garan lingkungan), ada kenaikan Rp
50.000.000.000 dibandingkan tahun anggaran
sebelumnya.
Tabel 1.1 Anggaran Belanja Pemerintah BerdasarkanFungsi Lingkungan Hidup Tahun 2005
Kode
Fungsi/sub-fungsi/program
05
05.01
05.01.01
LINGKUNGAN HIDUP
Manajemen Limbah
Program Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan dan
Drainase
05.02
05.03
05.03.01
Manajemen Air Limbah
Penanggulangan Polusi
Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
05.04
05.04.01
05.04.02
Konservasi Sumber Daya Alam
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam
Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya
Alam
05.04.03
Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup
05.04.04
Program Pengendalian Bencana Banjir dan Pengamanan Pantai
05.05
05.05.01
05.05.02
05.06
05.07
05.07.01
Tata Ruang dan Pertanahan
Program Penataan Ruang
Program Pengelolaan Pertanahan
Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup Lainnya
Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup
APBN 2005
(Rupiah murni)
3.104.667.741.000
335.898.624.000
335.898.624.000
142.807.308.000
142.807.308.000
2.188.170.251.000
438.063.890.000
294.049.580.000
123.954.040.000
1.332.102.741.000
398.797.106.000
112.209.033.000
286.588.073.000
38.994.452.000
38.994.452.000
Sumber: Lampiran Undang-Undang No 1 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 36 Tahun 2004
tentang Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
13
Di samping itu KLH memanfaatkan anggaran rutin
sebesar Rp 29.253.496.000, pinjaman luar negeri
sebesar Rp 59.756.000.000, dan hibah luar negeri
sebesar Rp 55.723.000.000 sehingga total anggaran
yang dimanfaatkan KLH sebesar
Rp 273.232.496.000 untuk berbagai program
seperti disajikan dalam Tabel 1.2.
lima puluh satu juta sembilan ratus ribu rupiah)
yang bersumber dari pinjaman dan hibah luar
negeri.
Pemanfaatan anggaran tersebut tersebar pada
berbagai instansi pemerintah seperti ditampilkan
pada Gambar 1.1. Instansi pemanfaat anggaran
sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup
paling besar adalah Departemen Kehutanan
sebesar Rp. 3,065,163,100,000,- (tiga triliun enam
puluh lima miliar seratus enam puluh tiga juta
seratus ribu rupiah) atau 38 % persen dari total
anggaran pengelolaan lingkungan hidup, diikuti
Departemen PU/Kimpraswil di urutan kedua
sebesar 18%, dan KLH di urutan ketiga sebesar
16%.
Pemanfaatan APBN Sektor Lingkungan
Hidup Periode 1979 - 2004
Selama periode 1979-2004, pemerintah telah
mengalokasi anggaran untuk sektor sumber daya
alam dan lingkungan hidup sebesar
Rp 7.979.624.545.000,- (tujuh triliun sembilan ratus
tujuh puluh sembilan miliar enam ratus dua puluh
empat juta lima ratus empat puluh lima ribu
Tabel 1.2 Alokasi Anggaran KLH Per Program Tahun 2005
rupiah). Anggaran tersebut terdiri dari
No Program
Anggaran (rupiah)
Rp 5.101.072.645.000,- (lima triliun seratus
1 Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan
10.195.744.000
satu miliar tujuh puluh dua juta enam ratus
2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara
4.000.000.000
empat puluh lima ribu rupiah) yang
3 Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
143.465.802.000
bersumber dari APBN dan sebesar
4 Program Perlindungan dan Konservasi SDA dan LH
18.374.000.000
Rp 2.878.551.900.000,- (dua triliun delapan
5 Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan
133.185.000.000
ratus tujuh puluh delapan miliar lima ratus
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
6 Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi SDA dan LH
7 Program Pendidikan dan Kedinasan
1.211.950.000
Gambar 1.1 Pemanfaatan anggaran sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup periode 1979-2004
Anggaran Sektor 10 & 18 Per-instansi (rupiah Murni+bln) Tahun 1979-2004
Total Anggaran : Rp. 7,979,624,545
dalam ribu
3,500,000,000
3,065,163,100
3,000,000,000
Sumber: KLH 2005
Rincian kegiatan-kegiatan direncanakan dalam Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) Tahun 2005
sebesar Rp 50 miliar diuraikan dalam Tabel 1.4.
1 ,6 7 5 ,0 0 0
2 ,1 0 0 ,0 0 0
BK
PM
4 4 ,7 0 0 ,0 0 0
BA
TA
N
1 2 ,5 0 0 ,0 0 0
RI
DA
G
2 ,0 0 0 ,0 0 0
D
PE
D
EP
8 2 ,6 7 0 ,0 0 0
5 7 ,5 9 5 ,4 0 0
D
EP
HU
BA
B
PP
EN
AS
KE
LA
UT
AN
BA
PE
TE
N
7 8 ,2 1 2 ,0 0 0
1 ,0 3 8 ,6 6 1 ,4 0 0
1 5 2 ,5 1 8 ,4 1 0
N
BP
6 2 ,5 4 8 ,3 0 0
BA
KO
S
R
IS
TE
K
2 1 1 ,8 5 7 ,8 8 0
3 6 6 ,8 1 2 ,0 0 0
PT
BP
LI
PI
1 1 ,5 5 0 ,0 0 0
KL
H
BA
PE
D
AL
D
EP
HU
T
D
EP
TA
N
P
LA
U
/K
P
IM
A
PR N
AS
D
W
EP
IL
ER
IN
D
AG
0
4 3 ,2 9 2 ,7 0 0
500,000,000
7 9 3 ,6 1 0 ,0 0 0
1,000,000,000
4 9 7 ,3 4 2 ,2 3 2
1,500,000,000
8 ,4 4 0 ,3 0 0
1 ,4 4 6 ,3 7 5 ,8 2 3
2,500,000,000
2,000,000,000
12.800.000.000
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005
14
Tabel 1.3 Rincian Kegiatan Berdasarkan APBN-P 2005
Kode
Program dan kegiatan
05.03.01
Program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan
1
a.
Isu lingkungan hidup aktual
Koordinasi pengelolaan LH dengan sektor dan daerah dalam kerangka otonomi daerah,
antara lain:
-
Penanggulangan banjir di DKI (melibatkan Jabodetabek)
Penanganan isi lingkungan hidup aktual di Sumut (Medan, Nias), Jawa Tengah (Semarang), Riau
(Pekanbaru), Kalimantan Selatan (Banjarmasin)
b.
Penanggulangan kekeringan di NTT, NTB, Jawa Tengah
Penanggulangan illegal logging di Papua, Riau, Sumut, Jambi, Kalimantan
Jajak pendapat tentang pengelolaan lingkungan hidup
a.
b.
c.
Pembangunan kampung berwawasan lingkungan (eco village ) di NAD
Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan
Penyusunan RUU Persampahan
Penyusunan RUU tentang Pengelolaaan Sumber Daya Alam
Penyusunan RUU tentang Revisi UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
2
3
4
a.
b.
c.
5
a.
b.
c.
6
a.
b.
7
a.
Adipura
Sosialisasi Adipura
Pemantauan kota
Pengadaan mesin pencacah sampah
Peningkatan pelaksanaan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper)
Peningkatan jumlah peserta Proper pada tahun 2005
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di tingkat provinsi/kabupaten/kota
Terlaksananya pemantauan perusahaan peserta Proper oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
Penegakan hukum
Peningkatan jumlah PPNS dan pejabat pengawasan LH di seluruh Indonesia
Penyelesaian kasus-kasus lingkungan
Pengelolaan lingkungan hidup spesifik di daerah
Dieng :
Pengendalian Kerusakan Lingkungan di Dataran Tinggi Dieng
b.
Cimahi :
Pembangunan Pusat Daur Ulang Sampah
c.
Siak :
Pengendalian Kerusakan Lingkungan di daerah Aliran Sungai (DAS) Siak Bagian Hilir
d.
Pemalang :
- Penanggulangan pencemaran industri skala kecil (Pemalang)
- Penanaman mangrove pada wilayah pesisir Kabupaten Pemalang
Pekalongan :
- Penanggulangan pencemaran industri skala kecil (Pekalongan)
- Penanaman mangrove pada wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan
Batang :
Penanaman mangrove pada wilayah pesisir Kabupaten Batang
e.
f.
g.
h.
Magelang :
Pemanfaatan zona penyanggah Taman Nasional Merapi untuk peningkatkan kesejahteraan
masyaralat
Danau Tempe :
Pelestarian dan pengendalian kerusakan Danau Tempe
i.
Danau Maninjau :
Pelestarian dan pengendalian kerusakan Dana Maninjau
j.
Danau Limboto :
Pelestarian dan pengendalian kerusakan Danau Limboto
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
15
Lanjutan Tabel 1.3
k.
Bangka :
Rencana pengelolaan lingkungan daerah bekas tambang timah di Pulau Bangka
l.
Jambi :
Pengelolaan hutan kota dalam meningkatkan ruang terbuka hijau Kota Jambi
m.
Karang Anyar :
Pemulihan lingkungan pada areal persawahan di Kabupaten Karanganyar dengan teknologi
bioremediasi
n.
Bandung :
Pengendalian pencemaran industri tekstil dan revisi baku mutu limbah cair serta baku mutu
emisi udara
8
9
Klasifikasi mutu air Sungai Citarum dan Citanduy
Program Menuju Indonesia Hijau (Penyediaan foto satelit)
10
05.04.01
Peningkatan kapasitas bandwidth Internet KLH
Program perlindungan dan konservasi sumber daya alam
1
2
05.04.03
Kampanye Adipura (Publikasi Program Adipura)
Kampanye lingkungan
Program pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
1
2
Diklat pengelolaan lingkungan hidup (DN/LN)
Kelembagaan lingkungan
Penggantian peralatan laboratorium Sarpedal
Pemindahan Air Quality Monitoring Systems/AQMS (Main Center) dari Kantor KLH Jakarta ke
Pusarpedal Serpong
a.
b.
c.
Pengembangan sarana dan prasarana kelembagaan (Pusat dan Pusreg Jawa, Kalimantan)
d.
Peningkatan pengelolaan sumber aaya alam dan lingkungan hidup di Provinsi NTT, NTB, Bali,
Papua, Sulteng, Gorontalo, Sultra
Sumber: KLH 2005
Selain prog ram-prog ram tersebut, KLH
melaksanakan komitmen untuk mendorong
pelaksanaan Inpres No 6 Tahun 2003 tentang
Percepatan Pemulihan Provinsi Maluku dan
Provinsi Maluku Utara Pasca Konflik. Di Maluku
Utara dibangun laboratorium lingkungan di Sofifi
dengan biaya sebesar Rp 2,5 miliar. Di Provinsi
Maluku dilaksanakan kegiatan pemulihan dan
penaatan lembaga sosial budaya sasi sebesar Rp 1
miliar. Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama
dengan Bapedalda Provinsi Maluku dan Provinsi
Maluku Utara.
3.
Pendapatan Negara Bukan Pajak
KLH menghasilkan penerimaan dalam negeri
berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
antara lain dari :
1.
Pusat Sarana Peng edalian Dampak
Lingkungan sebesar Rp 685.100.000.
Penerimaan ini sekitar 87%dapat digunakan
kembali dan sekitar 13% dikembalikan kepada
negara. PNBP ini berasal dari penjualan jasa
laboratorium, jasa bimbingan teknis, dan jasa
fasilitas.
2.
PNBP Pusat Pendidikan dan Pelatihan sebesar
Rp 300.000.000 dari kegiatan jasa pendidikan
dan latihan, jasa sarana pendidikan dan latihan.
3.
PNBP dari gugatan ganti kerugian pemulihan
kualitas lingkungan hidup yang tercemar
atau rusak oleh kegiatan usaha sebesar
Rp 8.922.000.000.
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005
16
4.
Bank dan Lingkungan
Lembaga keuangan berfungsi menyalurkan dana
dan menentukan jenis usaha yang akan dibiayai.
Undang-Undang Perbankan baru mengenal Amdal
sebagai instrumen lingkungan yang dapat dijadikan
pertimbangan dalam persetujuan pemberian dana
kepada pihak ke tiga. Lembaga keuangan baru pada
tahap mengetahui ada atau tidaknya dokumen
Amdal bagi calon nasabahnya dan belum pada
tahap memahami pelaksanaan dokumen Amdal.
Hal lain, banyak kegiatan yang sebenarnya tidak
harus dilengkapi dengan studi Amdal. Keadaan ini
akan menjauhkan lembaga keuangan untuk turut
mewujudkan pengawasan dalam mencegah
investasi yang berpotensi menimbulkan
pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Namun, pada bulan Januari 2005 Bank Indonesia
telah menerbitkan Peraturan BI No 7/2/2005 yang
mencantumkan aspek lingkungan sebagai salah
satu penilaian kualitas aktiva. Peraturan ini
membawa pengaruh yang nyata bagi lingkungan
karena perbankan hanya memberikan kreditnya
kepada pelaku kegiatan yang memelihara
lingkungan.
C. Peningkatan Kapasitas
1.
Peningkatan Kapasitas Pusat Pengelolaan
Lingkungan Hidup Regional
Dalam upaya mempercepat peningkatan kapasitas
pengelolaan lingkungan hidup di daerah, KLH
membentuk dua Kantor Pusat Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH) Regional baru yaitu
PPLH Regional Kalimantan berkedudukan di
B a l i k p a p a n d a n P P L H Re g i o n a l Jawa
berkedudukan di Yogyakarta. Sehingga sampai saat
ini telah dibentuk lima Kantor PPLH Regional
yaitu Regional Sumatra, Sulawesi Maluku dan
Papua, Bali Nusa Tenggara, Kalimantan dan Jawa.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, PPLH Regional adalah unsur
pelaksana sebagian tugas dan fungsi KLH dan
bertanggung jawab langsung kepada Menteri
Negara Lingkungan Hidup. Peran Kantor PPLH
Regional sebagai perwakilan KLH di daerah
diharapkan dapat memfasilitasi upaya pengelolaan
lingkungan bersama pemerintah daerah di wilayah
masing-masing. PPLH Regional bertugas
melaksanakan koordinasi pelaksanaan kebijakan
dan bimbingan teknis serta melaksanakan
pengawasan dan pengendalian bidang lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, PPLH Regional
menyelenggarakan fungsi:
a. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang
peng elolaan lingkung an hidup dan
pengendalian dampak lingkungan di masingmasing regional;
b. Pelaksanaan bimbingan teknis di bidang
peng elolaan lingkung an hidup dan
pengendalian dampak lingkungan di lingkup
masing-masing regional;
c. Pengawasan dan pengendalian di bidang
peng elolaan lingkung an hidup dan
pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
d. Pemantauan, analisis dan evaluasi serta
pelaporan di bidang pengelolaan lingkungan
hidup dan pengendalian dampak lingkungan
di lingkup masing-masing.
2.
Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah
Dalam rangka meningkatkan status kelembagaan
lingkungan di daerah, telah disusun Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah. Rancangan
Peraturan Pemerintah tersebut mengatur antara
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
17
lain kedudukan, tugas dan fungsi perangkat daerah
provinsi, kabupaten/kota, kriteria besaran
organisasi perangkat daerah, susunan organisasi,
eselon perangkat daerah dan pengendalian
organisasi.
[Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2000], dan
kebijakan koordinasi penataan ruang yang
berimplikasi pada pembentukan Badan Koordinasi
Tata Ruang Nasional (BKTRN) [Keputusan
Presiden No 62 Tahun 2000].
Di samping itu, untuk menunjang pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah terhadap masyarakat,
maka telah disusun Peraturan Pemerintah No 65
Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Pedoman
tersebut merupakan acuan dalam penyusunan
standar pelayanan minimal oleh menteri/pimpinan
lembaga pemerintah non departemen dan dalam
penerapannya oleh pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota.
Namun demikian, serangkaian kebijakan
operasional yang telah ditetapkan tersebut masih
belum memadai dalam menghadapi dinamika
perubahan sosial ekonomi dan sosial budaya
masyarakat akibat pesatnya pembangunan di paruh
pertama dekade 1990-an dan krisis multidimensi
dan demokratisasi selepas 1997. Berbagai kasus
penyimpangan dan konflik pemanfaatan ruang
serta meningkatnya laju kerusakan dan pencemaran
lingkungan yang terjadi dalam kurun dua dekade
belakang an memberi petunjuk bahwa
operasionalisasi kebijakan penataan ruang masih
belum efektif mewujudkan tujuan penataan ruang
yang digariskan. Menghadapi situasi tersebut,
BKTRN berinisiatif meninjau kembali dan
menyempurnakan kebijakan penataan ruang.
D. Kebijakan Pembangunan
1.
Kebijakan Nasional Tata Ruang
Kebijakan nasional penataan ruang yang
terintegrasi secara multidimensi, lintas sektor dan
lintas wilayah baru memperoleh landasan hukum
sejak 1992, dengan diundangkannya UndangUndang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang. Undang-undang tersebut baru memuat
kebijakan umum, berupa kaidah, norma dan
mekanisme ter masuk proses penataan,
kelembagaan, dan peran masyarakat. Untuk
operasionalisasinya, masih dibutuhkan serangkaian
kebijakan pelengkap baik untuk sektoral maupun
daerah.
Sejumlah kebijakan operasional telah ditetapkan,
antara lain kebijakan yang mengatur peran serta
masyarakat dalam penataan ruang [Peraturan
Pemerintah No. 69 Tahun 1996], kebijakan tentang
rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang
nasional/Rencana Tata Ruang Nasional [Peraturan
Pemerintah N. 47 Tahun 1997], kebijakan tentang
tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang
2.
Kebijakan Pengendalian Pencemaran
Masalah lingkungan hidup yang disebabkan oleh
berbagai macam pencemaran dari tahun ke tahun
semakin kompleks dan cenderung meningkat.
Kondisi tersebut tidak hanya menyebabkan
menurunnya fungsi dan kualitas lingkungan tetapi
juga memberikan dampak yang serius pada
kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pencemaran lingkungan yang menonjol beberapa
tahun terakhir ini diantaranya: (1) pencemaran air
yang disebabkan oleh pembuangan limbah
domestik, limbah B3 (bahan berbahaya dan
beracun), limbah industri dan pertambangan,
(2) pencemaran pesisir dan laut, (3) pencemaran
udara seperti: penurunan kualitas udara ambien di
lokasi-lokasi tertentu di kota besar yang disebabkan
oleh sektor transportasi, industri, kebakaran hutan
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005
18
dan aktifitas rumah tangga; dan (4) pencemaran
sumber limbah domestik seperti: permasalahan
sampah akibat rendahnya jumlah sampah yang
terangkut, kurangnya peran masyarakat dalam
pengelolaan sampah, kurangnya sarana dan
prasarana, sistem pengelolaan TPA yang kurang
tepat, serta belum diterapkannya konsep reduce,
reuse, recycle (3R).
3.
Peraturan Perundangundangan
Dalam upaya menaggulangi menurunnya kualitas
lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk hidup
lainnya akibat pencemaran lingkungan yang
semakin kompleks dan cenderung meningkat,
selama tahun 2005, KLH telah menyiapkan
beberapa kebijakan teknis, antara lain berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Hidup No 45 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
(RPL).
Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2005
tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik.
Peraturan Presiden RI No 33 Tahun 2005
tentang Pengesahan Beijing Amendment To
The Montreal Protocol On Substances That
Deplete The Ozone Layer (Amendemen
Beijing Atas Protokol Montreal tentang
Bahan-Bahan yang Merusak Lapisan Ozon).
Peraturan Presiden RI No 46 Tahun 2005
tentang Pengesahan Montreal Amendment To
The Montreal Protocol On Substances That
Deplete The Ozone Layer (Amendemen
Montreal Atas Protokol Montreal tentang
Bahan-Bahan yang Merusak Lapisan Ozon).
Peraturan Presiden RI No 47 Tahun 2005
tentang Pengesahan Amendment To The
Basel Convention On The Control Of
Transboundary Movements Of Hazardous
Wastes and Their Disposal (Amendemen Atas
Konvensi Basel tentang Pengawasan
Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya
dan Pembuangannya).
Peraturan Presiden RI No 60 Tahun 2005
tentang Pengesahan Framework Agreeement
Between The Government Of The Republic
Of Indonesia and The Secretariat Of The
Basel Convention On The Control Of
Transboundary Movements Of Hazardous
Wastes and Their Disposal On The
Establishment Of A Basel Convention
Regional Centre For Training and Technology
Transfer For Southeast Asia (Persetujuan
Kerangka Kerja Antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Sekretariat Konvensi Basel
Mengenai Pengawasan Perpindahan Lintas
Batas Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Serta Pembuangannya tentang Pembentukan
Pusat Regional Konvensi Basel Untuk
Pelatihan dan Alih Teknologi Bagi Asia
Tenggara).
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Adapun peraturan perundang-undangan yang
sedang dalam proses penyelesaian antara lain:
a. RUU tentang Perubahan Atas UU No 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
b. RUU tentang Pengelolaan Sampah.
c. RUU tentang Pemanfaatan dan Pelestarian
Sumber Daya Genetik (PPSDG).
d. RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam
(PSDA)
e.
f.
RU U t e n t a n g Pe n g e s a h a n A S E A N
Agreement On Transboundary Haze
Pollution (Persetujuan ASEAN tentang
Pencemaran Asap Lintas Batas)
RUU tentang Pengesahan Konvensi
Rotterdam tentang Prosedur Persetujuan yang
Diinformasikan Dini untuk Bahan Kimia dan
Pestisida Berbahaya Tertentu dalam
Perdagangan Internasional (PIC).
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
19
g.
RUU tentang Konvensi Stockholm tentang
Bahan-bahan Pencemar Organik yang
Persisten (POPs).
h. Rancangan Perpres tentang Penanggulangan
Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut
(NCP).
i. Rancangan Perpres tentang Pengelolaan
Kawasan Karst.
j. Rancangan Perpres tentang Penetapan Kelas
Air Sungai Ciliwung.
k. Rancang an Perpres tentang Komisi
Keamanan Hayati (KKH).
l. Baku Mutu Usaha dan atau Kegiatan
Penambangan Bijih Nikel.
m. Baku Mutu Usaha dan atau Kegiatan
Penambangan Bijih Timah.
n. Rancangan Pedoman tentang Tata Cara dan
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
Persyaratan Pembuangan Air Terproduksi
dengan Teknik Sumur Injeksi pada Kegiatan
Usaha Hulu Minyak, Gas dan Panas Bumi.
Rancangan Baku Mutu Air Limbah Rumah
Potong Hewan. Rancangan Baku Mutu Air
Limbah RPH ini selain mengatur parameter
yang harus dipenuhi oleh RPH juga mengatur
kewajiban-kewajiban dari penanggung jawab
RPH.
Review Keputusan Menteri Negara No
Kep.51/MenLH/10/1995 tentang Baku
Mutu Air Limbah Industri.
Rancangan Keputusan Menteri tentang Baku
Mutu Air Limbah Industri bagi Kegiatan
Industri Petrokimia.
Rancangan Revisi Keputusan Menteri Negara
No 35 Tahun 1993 tentang Ambang Batas
Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
Rancangan Pedoman Teknis Rekomendasi
Perizinan Limbah Non-B3.
Pengajuan Inpres tentang Pemanfaatan BBG
ke Presiden RI untuk Mendukung
Penggunaan Bahan Bakar yang Lebih Bersih.
Pedoman Pengelolaan Lingkungan Industri
Petrokimia.
Amdal Rekonstruksi dan Rehabilitasi di NAD
dan Nias
Tahun 2005, KLH mengeluarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No 308 Tahun
2005 tentang Amdal Khusus untuk Kegiatan
Rekonstruksi dan Rehabilitasi NAD dan Nias.
Keputusan tersebut mengatur mekanisme khusus
yakni mempercepat proses Amdal karena kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa dan
bencana tsunami memerlukan perencanaan yang
cepat tanpa mengurangi kualitas kajian Amdal.
Di samping itu, KLH telah menyiapkan bantuan
tenaga ahli untuk setiap saat dapat dimobilisasi ke
kedua provinsi tersebut guna membantu proses
penyusunan dan penilaian Amdal. Dengan
mekanisme Amdal khusus ini, proses dipersingkat
setengah dari waktu yang diperlukan untuk
memproses Amdal secara konvensional (12 hingga
18 bulan). Walaupun membutuhkan waktu yang
lebih singkat, mekanisme Amdal khusus ini tidak
akan mengurangi kualitas kajian Amdal yang
dihasilkan. Bahkan hasil kajian Amdal dapat
menjadi lebih baik dengan adanya bantuan para ahli
lingkungan yang memiliki kompetensi tinggi dan
berpengalaman.
Di masa mendatang, hasil penerapan Amdal
khusus ini akan dievaluasi dan sangat mungkin
untuk diterapkan secara nasional. Dengan
demikian, pelaksanaan revitalisasi Amdal ini
diharapkan dapat lebih memudahkan investor
untuk melakukan kegiatan usahanya di Indonesia
dan sekaligus mendukung kebijakan pelestarian
lingkungan hidup di Indonesia.
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005
20
4.
Pembebasan Bea Masuk Peralatan
yang tidak terpisahkan dari unit pengolah limbah,
Lingkungan
belum diproduksi dalam negeri, dan bukan
peralatan bekas.
Dalam rangka mendorong upaya pegendalian
pencemaran dan penaatan hukum lingkungan,
KLH bekerja sama dengan Departemen Keuangan
Pemberian rekomendasi teknis pembebasan bea
masuk terus berkembang dan tidak hanya untuk
cq. Ditjen Bea dan Cukai memberikan insentif
peralatan pengendalian pencemaran air tetapi juga
berupa pembebasan atau pengurangan bea masuk
dan cukai atas impor peralatan dan bahan yang
untuk pengendalian pencemaran udara serta
digunakan langsung oleh industri dalam negeri.
Insentif berupa pembebasan atau pengurangan bea
masuk ini dapat dimanfaatkan oleh badan usaha
pengolahan limbah B3 dan limbah domestik. Halhal yang berkaitan dengan pembebasan bea masuk
diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan No
milik negara/swasta nasional yang melakukan
136/KMK.05/1997 tertanggal 31 Maret 1997
tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk
investasi lingkungan berupa peralatan untuk
menurunkan beban pencemaran, peralatan ukur
atau komponen peralatan yang merupakan bagian
dan Cukai Atas Impor Peralatan dan Bahan yang
Digunakan untuk Mencegah Pencemaran
Lingkungan.
Gambar 1.2 Perbandingan proses Amdal konvensional dan Amdal khusus Aceh dan Nias
Proposal kegiatan dari
pemrakarsa
Proses penapisan melalui daftar
kegiatan wajib AMDAL
Komisi Penilai AMDAL
AMDAL disyaratkan
Proses penapisan melalui daftar
kegiatan wajib AMDAL
AMDAL disyaratkan
Penyusunan Kerangka Acuan
(KA ANDAL) oleh
pemrakrasa
Penilaian KA ANDAL
Proposal kegiatan dari pemrakrasa dan
pengumuman
AMDAL tidak
diperlukan
± 6 bulan
Penyusunan dokumen
Upaya Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan
(UKL-UPL)
Penyusunan dokumen
ANDAL, RKL dan RPL oleh
pemrakarsa
Penilaian dokumen
ANDAL, RKL dan RPL
± 6 bulan
Persetujuan oleh
Menteri LH atau
Gubernur
PenyusunanKerangka Acuan (KAANDAL) oleh Tim Teknis dan
Pembahasan KA-ANDAL oleh
Komisi & Pemrakarsa
± 2 minggu
Penilaian dokumen
ANDAL, RKL dan RPL
Persetujuan oleh
Gubernur
± 6 bulan
Perijinan
Perijinan
AMDAL Konvensional
Sumber: KLH 2005
Penyusunan dokumen
Upaya Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan
(UKL-UPL)
Penyusunan dokumen
ANDAL, RKL dan RPL oleh
pemrakarsa
Penolakan
Penolakan
AMDAL tidak
diperlukan
AMDAL Khusus Aceh & Nias
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
21
E. Penegakan Hukum Lingkungan
Hasil verifikasi lapangan ditindaklanjuti dengan
Jumlah pengaduan untuk kasus pencemaran dan
pemberian rekomendasi untuk menyelesaikan
kasus pencemaran dan perusakan lingkungan.
perusakan lingkungan yang diterima KLH adalah
Berdasarkan verifikasi pengaduan yang telah selesai
152 pengaduan, dengan rincian :
- kasus lingkungan 76,
dilaksanakan, dikeluarkan rekomendasi tindak
lanjut penanganan kasus. Adapun jenis dan jumlah
-
tidak diverifikasi 35,
rekomendasi tindak lanjut penanganan kasus dan
-
masih dalam proses verifikasi 7, dan
pemantauan pelaksanaan rekomendasi dapat
-
telah selesai diverifikasi 34.
dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Jenis dan Jumlah Rekomendasi Penanganan Kasus Lingkungan
Rekomendasi
Pembi
naan
teknis
16
Sanksi
adminis trasi
4
Pelaksanaan rekomendasi
Penyelesaian
sengketa LH
di luar
pengadilan
8
Penyidikan
6
Pembinaan teknis
Sanksi administrasi
Penyelesaian
sengketa LH di
luar pengadilan
Penyidikan
Dalam proses
pemantauan
(sebagian telah
dilaksanakan)
-1 dilaksanakan,
-3 belum
dilaksanakan
-3 selesai,
-5 dlm proses,
-1 sidang,
-1penyusunan
berkas,
-4 dalam proses
pemberkasan
Sumber: KLH 2005
Gambar 1.3 Bagan proses tata laksana penyelesaian pengaduan kasus
pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup di KLH
Sumber: KLH 2005
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005
22
F.
Kebijakan Pola Produksi dan Konsumsi
Panduan Teknis untuk industri dan evaluator LSE,
sebagai insentif awal bagi penerapan program
1.
ekolabel tipe I di Indoensia. Panduan yang sudah
Program Ekolabel Indonesia
disusun oleh kelompok kerja yang ditetapkan oleh
Ekolabel merupakan salah satu perangkat
pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat
proaktif sukarela. Sebagai langkah awal
penerapannya, KLH dan Badan Standardisasi
Nasional telah mengumumkan logo dan skema
ekolabel Indonesia (untuk produk manufaktur)
kepada masyarakat pada tanggal 5 Juni 2004 di
Jakarta. Selain itu telah dikembangkan pula
berbagai infrastruktur untuk mendukung
pelaksanaan program tersebut.
KLH dan dan disepakati bersama oleh para
pemangku kepentingan adalah:
2.
SML ISO 14001
Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001
adalah salah satu instrumen yang berinteraksi
dengan ekolabel dalam penerapan pola produksi
dan konsumsi berkelanjutan. Penerapan SML ISO
Tabel 1.5 Kriteria Ekolabel
No.
Kategori produk
Status
1.
Serbuk deterjen pencuci sintetik untuk rumah tangga
Pedoman KAN 811-2004
2.
Tekstil dan produk tekstil
Pedoman KAN 812-2004
3.
Kertas cetak tanpa salut
Pedoman KAN 813-2004
4.
Kulit
Pedoman KAN
5.
Sepatu kasual dari kulit
Pedoman KAN
6.
Kertas kemas
Draft (RSNI 4)
7.
Kertas tisu untuk kebersihan
Draft (RSNI 4)
Sumber: KLH 2005
Tabel 1.6 Pedoman Pendukung Program Ekolabel
No.
Pedoman
Status
1.
Pedoman umum akreditasi dan sertifikasi ekolabel
Pedoman KAN 800-2004
2.
Persyaratan umum lembaga sertifikasi ekolabel
Pedoman KAN 801-2004
3.
Auditor akreditasi lembaga sertifikasi ekolabel
Pedoman KAN 802-2004
4.
Pedoman penggunaan tanda ekolabel
Pedoman KAN 803-2004
5.
Kriteria kompetensi evaluator sertifikasi ekolabel
Pedoman KAN 804-2004
Sumber: KLH 2005
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
23
Gambar 1.4 Pertumbuhan Sertifikasi SML ISO 14001 di Indonesia
1996/1997. Jumlah industri yang telah menerapkan
50
45
dan mendapatkan sertifikasi ISO 14001 dari tahun
40
ke tahun semakin meningkat. Sejak ditetapkannya
15
10
5
antisipasi industri menghadapi persyaratan dagang
dan industri oleh pembeli agar menerapkan ISO
04
05
20
02
01
00
99
03
20
20
20
20
20
19
98
0
19
14001. Faktor pendorongnya antara lain adalah
20
97
industri yang sudah mendapat sertifikat SML ISO
25
19
ini tercatat dalam pusat data di KLH sebanyak 372
30
96
diadopsi menjadi SNI 19-14001-2005 sampai saat
Pertumbuhan
ISO 14001 menjadi standar internasional dan
35
19
14001 di Indonesia telah dimulai sejak tahun
Tahun Sertifikasi
Sumber: KLH 2005
14001.
Gambar 1.5 Kegiatan Warga Madani
Sumber: KLH, 2005
G. Peran Masyarakat
Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup,
Memperhatikan permasalahan lingkungan yang
pemerintah berkewajiban
mewujudkan,
dihadapi, yang tidak mungkin hanya ditangani oleh
menumbuhkan, mengembangkan dan
pemerintah dengan jajaran birokratnya, dilakukan
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab
upaya untuk lebih mengedepankan peran
masyarakat dan para pengambil keputusan dalam
masyarakat secara luas dalam pelestarian
pengelolaan lingkungan hidup.
lingkungan.
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005
24
1.
Program Warga Madani
untuk Pembangunan Berkelanjutan (APPB), dan
dengan organisasi sosial keagamaan seperti
Dalam upaya meningkatkan posisi tawar
Muslimat Nahdlatul 'Ulama (NU), Persekutuan
masyarakat dalam mempengaruhi pengambilan
Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pengurus Besar
keputusan di bidang pelestarian lingkungan hidup,
Muhammadiyah, dan akan diteruskan dengan
KLH melaksanakan Program Warga Madani yang
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Wali
bertujuan agar masyarakat mampu dan bergerak
Umat Budha Indonesia (Walubi), Hindu Dharma
melakukan pembelaan terhadap lingkungan,
dan lainnya.
melakukan tuntutan (demand) secara aktif untuk
mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta
4.
Environmental Parliament Watch
melakukan inisiatif lokal dalam menghadapi
masalah lingkungan hidup di sekitarnya.
Di samping a liansi deng a n o rg anisasi
kemasyarakatan, perwujudan peran masyarakat
2.
Aliansi Strategis Advokasi Komunikasi
dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui
proses demokrasi dimunculkan dalam gerakan
Konstituen utama Aliansi Strategis Advokasi
Environmental Parliament Watch (EPW). Hingga
Komunikasi adalah komunitas media cetak dan
tahun 2005 telah terbentuk 269 EPW di 269
elektronik, komunitas kesenian tradisional, dan
kabupaten/kota, yang terbagi ke dalam 14 kluster.
komunitas edukasi. Melalui kerja sama dengan
Hal ini ditumbuhkan untuk menciptakan check and
Radio Republik Indonesia dengan 58 stasiun di
balances antara lembaga legislatif dan eksekutif,
daerah, aliansi ini merupakan suatu potensi besar
dengan keharusan memperhatikan lingkungan
untuk mendistribusikan informasi pelestarian
hidup dalam pengambilan kebijakan.
lingkungan kepada masyarakat..
Dalam era reformasi, peran DPRD
3.
Aliansi Strategis Masyarakat Peduli
provinsi/kabupaten/kota dalam pengambilan
Lingkungan
keputusan oleh gubernur atau bupati/walikota
sangat menonjol, ter masuk di dalamnya
Aliansi Strategis Masyarakat Peduli Lingkungan
pengambilan keputusan dalam kebijakan
mempunyai konstituen yang dibangun melalui jalur
lingkungan hidup ataupun dalam penyusunan
organisasi. Aliansi ini dilakukan mengingat potensi
suatu peraturan daerah. Mengingat hal tersebut,
organisasi mempunyai anggota yang besar dan
KLH memprakarsai dibentuknya Kaukus
tersebar di berbagai wilayah/provinsi sehingga
Lingkungan di lembaga legislatif DPRD
mempunyai potensi besar untuk dapat diajak
provinsi/kabupaten/kota yang beranggotakan
bekerja sama dalam upaya pelestarian lingkungan.
anggota-anggota DPRD secara lintas fraksi dan
KLH telah bekerja sama dengan Pimpinan Umum
lintas komisi.
Nasional Karang Taruna, Himpunan Kerukunan
Tani Indonesia (HKTI), Himpunan Nelayan
Seluruh Indonesia (HNSI), Aliansi Perempuan
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
25
Sampai saat ini telah terbentuk 27 Kaukus
Lingkungan Individu berjumlah 2.293 orang dan
Lingkungan di DPRD Kota Tarakan (Kalimantan
160 K ader Kelompok, untuk K ader
Timur); DPRD Kabupaten Lombok Barat,
Nelayan/Masyarakat Pesisir telah terbentuk 1.826
Lombok Tengah dan Kota Mataram (Provinsi
orang kader dan 64 Kader Kelompok, sedangkan
Nusa Tenggara Timur); DPRD Provinsi Maluku
dari Masyarakat Tradisional dan Adat telah
Utara, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan,
terbentuk 4.021 Orang Kader dan 330 Kader
Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera
Kelompok. Untuk kawasan publik dan non-publik
Barat, Halmahera Timur, Halmahera Tengah dan
telah terbentuk 6.255 Kader Lingkungan
Kabupaten Sula Kepulauan (Provinsi Maluku
Perorangan dan 168 Kader Lingkungan Kelompok
Utara); DPRD Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten
di daerah perkotaan. Secara total, telah terbentuk
Bantul, Kulon Progo, Sleman, Gunung Kidul
Kader Lingkungan 14.395 orang secara individu
(Provinsi DI Yogyakarta); DPRD Provinsi Jawa
dan 722 kelompok yang tersebar di 21 provinsi,
Barat, (Provinsi Jawa Barat); Kota Surakarta,
yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Kabupaten Boyolali, Wonogiri, Karanganyar,
Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu,
Sragen, Sukoharjo, Klaten, Purworejo (Provinsi
Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa tengah) dan Kabupaten Gianyar di Provinsi
DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah,
Bali.
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Gorontalo, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan
Selain dengan aliansi strategis melalui jalur
Nusa Tenggara Timur.
organisasi, KLH juga membangun aliansi startegis
melalui jalur non-organisasi dalam bentuk Kader
Lingkungan Individu maupun Kelompok. Hingga
tahun 2005, telah terbentuk Kader Petani Peduli
Sambutan Gubernur Propinsi Maluku
Utara pada acara Deklarasi Kaukus
Pembacaan naskah Deklarasi Kaukus
Lingkungan DPRD Maluku Utara
Download