Dari uraian diatas kembali dapat kita tarik kesimpulan bahwa profesi adalah sejumlah fungsi kemasyarakatan yang paling penting yang berjalan dalam suatu kerangka institusional, termasuk pengembangan serta pengajaran ilmu dan humaniora dan penerapan praktikalnya dalam bidang-bidang pelayanan rohani, teknologi, kedokteran, hukum, informasi, dan pendidikan. Bidang-bidang ini berkaitan langsung dengan nilainilai yang fundamental bagi perwujudan martabat manusia dalam keadaan riil. Dalam perwujudannya, sebagai konsekuensi dari keyakinan pada pentingnya fungsi-fungsi itu tidaklah selalu berlangsung dengan sendirinya melainkan sangat dipengaruhi oleh berinteraksinya berbagai kekuatan kemasyarakatan. Ini berarti perwujudannya secara nyata memerlukan upaya tersendiri dari perpaduan berbagai kekuatan yang memerluan usaha secara sadar dengan dukungan kemauan yang kuat untuk menegakkan etika dan kode etik profesi. Untuk itu perlu diusahakan agar profesi-profesi mampu mempertahankan ekonominya melalui organisasi profesi yang diakui dan dihormati kemandiriannya oleh penguasa politik, didukung oleh kurikulum, proses dan metode pendidikan yang juga memuat usaha untuk menumbuhkan sikap etis secara sistematis dan sesuai untuk peserta didikannya. Adokat. Pada dasarnya ada dua tugas pokok advokat, yakni memberikan nasihat hukum untuk menjauhkan klien dari konflik dan mengajukan atau membela kepentingan klien di pengadilan. Peran utama seorang advokat pada saat berperkara di pengadilan adalah mengajukan berbagai fakta dan pertimbangan yang relevan dari sudut pihak kliennya sehingga memungkinkan bagi hakim untuk menetapkan keputusan yang adil. Profesi advokat pada dasarnya dapat berperan pada semua bidang karya hukum, sehingga pada dasarnya etika profesi hakim juga berlaku bagi para advokat. Uraian di atas merupakan gambaran profesi dan profesi hukum dalam bentuk ideal. Dalam kenyataan konkret, hampir tidak ada sesuatu yang dapat adil dan ideal seutuhnya, karenanya seringkali kita menemukan penyimpangan-penyimpangan atau pengkhususan-pengkhususan. Namun jika kita menemukan kasus penyimpangan yang cukup jauh serta mencakup banyak aspek dan meluas sekali, maka mungkin kita dapat berperkara tentang krisis atau perubahan fundamental dengan segala akibat kemasyarakatan. Orang pada umumnya akan merasakan kepuasan jika berhasil menjalankan polapola prilaku yang dianggap benar oleh masyarakat, sebaliknya merasa malu jika tidak berhasil menjalankannya. Mekanisme perilaku yang mengintegrasikan kepuasan individual dan ekspektasi kemasyarakatan akan berfungsi secara mulus jika terjadi keselarasan antara hasil karya objektif dan landasan serta lambang-lambang rekognisi. Jika keselarasan ini mengalami gangguan orang akan merasa kehilangan rasa aman dan berada dalam situasi konflik. Seorang yang berpegang teguh pada hasil karya objektif yang seharusnya tidak akan mengorbankan hasil karya objektif untuk memperoleh lambang-lambang rekognisi. Phillipe Nonet dan Jeroma E. Carlin mengemukakan dalam “LEGAL PROFFESION”, yang dimuat dalam INTERNATIONAL ENCYCLOPEDIA OF THE SOCIAL SCIENCES (Vol. 9, 1972) bahwa kualitas profesi hukum akan merosot jika: penguasa politik menguasai profesi dalam rangka menetralkan sumber kritik potensial, para pengemban profesi hukum terperangkap oleh kepentingan klien karena takut kehilangan klien, pengemban profesi hukum terlalu jauh terlibat dalam kepentingan klien secara subjektif, dan kualitas lembaga peradilan sangat rendah. Crombag dalam makalahnya yang berjudul: “notities over de juridische opleiding” yang mengklasifikasikan peran kemasyarakatan profesi hukum itu ke dalam empat bidang karya hukum, yakni: penyelesaian konflik secara formal, pencegahan konflik, penyelesaian konflik secara informal, dan penerapan hukum di luar konflik. Hakim. Untuk menyelesaikan konflik kepentingan yang sering terjadi dalam masyarakat dengan baik secara teratur demi terpeliharanya ketertiban yang berkedamaian di dalam masyarakat, diperlukan adanya suatu institusi khusus yang tidak memihak (imparsial) dengan berlandaskan patokan-patokan yang berlaku secara objektif. Tugas hakim pada dasarnya adalah memberi keputusan dalam setiap perkara (konflik) yang dihadapkan kepadanya, menetapkan hal-hal seperti hubungan hukum, nilai hukum daripada prilaku, serta kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara yang dihadapkan kepadanya. Untuk dapat menyelesaikan konflik secara imparsial berdasarkan berdasarkan hukum yang berlaku, para hakim harus selalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun termasuk pemerintah sekalipun dalam mengambil keputusan. Para hakim hanya terikat pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah hukum yang menjadi atau dijadikan landasan yurudis keputusannya. Seperti dikatakan Mochtar Kusumaatmadja (1974:17) hakim memilih kekuasaan yang besar terhadap para pihak berkenaan dengan masalah atau konflik-konflik yang dihadapkan kepadanya. Berdasarkan uraian tadi, dapat kita tarik kesimpulan bahwa sikap etis atau etika profesi hakim harus berintikan : Taqwa kepada Tuhan YME, jujur, adil, bijaksana, imparsial, sopan, sabar, memegang teguh rahasia jabatan, dan solidaritas sejati. Kesemuanya itu harus tercermin dalam prilaku sehari-hari, karena hanya dengan bersikap etis sedemikian para hakim akan mampu memelihara martabat dan kewibawaanya. Sekarang di Indonesia etika profesi telah dijabarkan ke dalam Kode Kehormatan Kehakiman yang ditetapkan oleh Rapat Kerja pada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibawah pimpinan Mahkamah Agung pada tahun 1966 yang kemudian diteguhkan dan dimantapkan dalam musyawarah nasional Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) ke IX pada tanggal 23 Maret 1988. Kaedah-kaedah pokok dari etika profesi menurut Kieser (1986: 170-171) adalah sebagai berikut: 1. profesi harus dihayati sebagai suatu pelayanan tanpa pamrih (dis intrestedness) yaitu pertimbangan yang diambil adalah kepentingan klien dan kepentingan umum. Bukan kepentingan pribadi dari pengemban profesi, jika hal ini diabaikan maka pelaksanaan profesi akan mengarah kepada kemanfaatan yang menjurus kepada penyalahgunaan profesi sehingga akhirnya merugikan kliennya. 2. pelayanan profesi dengan mendahulukan kepentingan klien, yang mengacu pada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai manusia yang membatasi sikap dan tindakan. 3. pengemban profesi harus berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan. 4. pengemban profesi harus mengembangkan semangat solidaritas sesama rekan seprofesi. PROFESI HUKUM. Profesi hukum berkaitan dengan masalah mewujudkan dan memelihara ketertiban yang berkeadilan di dalam kehidupan bermasyarakat. Penghormatan terhadap martabat manusia merupakan titik tolak atau landasan bertumpunya atau tujuan akhir dari hukum. Untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum merupakan sarana yang mewujud dalam berbagai kaidah perilaku kemasyarakatan yang disebut kaidah hukum. Keseluruhan kaidah hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tersusun dalam suatu sistem yang disebut tata hukum. Ada dan berfungsinya tata hukum dengan kaidahkaidah hukumnya serta penegakannya merupakan produk dari perjuangan manusia dalam upaya mengatasi masalah-masalah kehidupan. Dalam dinamika kesejahteraan manusia, hukum dan tata hukumnya tercatat sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pengadaban dan penghalusan dari budi manusia. Salah satu fungsi kemasyarakatan agar kehidupan manusia tetap bermartabat adalah dengan menyelenggarakan dan menegakkan ketertiban yang berkeadilan dalam kehidupan bersama sebagai suatu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan sehari-hari pada tingkat peradaban yang telah majemuk, fungsi kemasyarakatan penyelenggaraan dan penegakan ketertiban yang berkeadilan ini diwujudkan dalam profesi hakim. H.E.M. Profesi-profesi yang berkaitan dengan kewenangan kehakiman itu dilakukan oleh oang yang profesional dibidangnya. Dalam pelaksanaan tugas pengemban profesinya harus memperhatikan etika, moral. Untuk itu profesi hukum itu harus memiliki keadilan dan intelektual, khususnya dalam bidangnya, harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan bantuan atau pelayanan dari profesinya. Dalam pengemban profesi hukum itu harus melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan etika sebagai landasan moral dalam melakukan tugas profesioalnya. Mereka harus menjaga kepercayaan yang diberikan oleh klien atau pasiennya dan tidak menyalahgunakan kewenangannya serta menjaga martabat dari profesi yang diembannya. Untuk itu para pengemban profesi dibidang hukum perlu ada suatu aturan etika atau moral positif yang merupakan standar normatif dalam suatu aturan konkrit yang disebut sebagai etika profesi atau kode etik profesi. Hukum mengatur tingkah laku manusia agar sesuai dengan hukum dan mendasarkan pertanggungjawaban dengan alat pemaksa atau sanksi, agar orang tidak berbuat prilaku yang bertentangan dengan hukum sedangkan etis dinilai pertanggungjawabannya terletak pada kesukarelaan seseorang untuk berprilaku sesuai dengan ketentuan “etika”. Jadi hanya berdasarkan tuntutan bathin seseorang untuk mentaati norma-norma etika itu. Namun demikian aturan etika itu menyempurnakan aturan hukum. Untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum merupakan barang untuk mewujudkan dalam berbagai kaedah prilaku masyarakat yang disebut kaedah hukum. Berupa hukum positif yang berlaku dalam masyarakat yang tersusun dalam suatu sistem yang disebut sebagai tata hukum. Dalam kehidupan sehari-hari penegakan ketertiban yang berkeadilan diwujudkan dalam Profesi Hakim. H. F. M. Crombag, mengklafikasikan peran kemasyarakatan profesi hukum itu ke dalam empat bidan karya hukum, yakni : 1. Penyelesaian konfik secara formal (melalui peradilan) 2. Pencegahan konflik (legal drafting, legal adries) 3. Penyelesaian konflik secara informal 4. Penerapan hukum di luar konflik Profesi hukum yang bergerak dalam hal tersebut adalah Hakim, Advokat, dan Notaris sekarang ini mewujudkan bidang karya hukum secara khas. Untuk menyelesaikan konflik kepentingan yang sering terjadi dalam masyarakat diperlukan adanya suatu institusi khusus yang mampu menyelesaikan masalah secara tidak memihak (impersial) dengan patokan-patokan yang berlaku secara objektif. Penyelesaian konflik ini dilakukan dalam proses formal yang dalam negara modern dikenal dengan “pengadilan” dengan aturan-aturan yang presidensial, dengan profesiprofesi Hakim, Advokat dan Jaksa dengan kewenangan pokok yang disebut Kewenangan Kehakiman. pedoman objektif lebih konkrit bagi prilaku profesionalnya yang diwujudkan dalam seperangkat kaedah atau norma prilaku yang berlaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi oleh para pengemban profesi yang disebut sebagai kode etik profesi, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Kode etik profesi adalah merupakan kaedah etika, atau aturan moral positif yang bertujuan untuk menjaga martabat profesi yang bersangkutan dan dilain pihak bertujuan untuk melindungi klien atau pasien (warga masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan otoritas dari pengemban profesi tersebut. PROFESI HUKUM. Profesi hukum sangat berkaitan dengan masalah untuk mewujudkan dan memelihara ketertiban yang berkeadilan di dalam kehidupan masyarakat. Penghormatan terhadap martabat manusia merupakan titik tolak atau landasan tujuan akhir dari hukum. Untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum adalah merupakan sarana yang mewujudkan dari berbagai kaedah prilaku masyarakat yang disebut sebagai kaedah hukum. Suatu kaedah hukum harus dibedakan dengan kaedah etika atau moral, karena etika adalah merupakan suatu pengetahuan tentang kebaikan yang tertinggi. Kaedahnya harus diikuti karena kaedahnya adalah merupakan sesuatu yang baik. Sedangkan kaedah hukum adalah suatu kaedah yang menentukan apa yang layak untuk waktu dan tempat tertentu. Hukum lebih memperhatikan hubungan sosial manusia daripada kebaikan dan watak individu dan memperhatikan kesesuaian perbuatan manusia dengan ukuran-ukuran tertentu dan jarang memperhatikan motif manusia. Tetapi terlalu sempit untuk mengatakan bahwa etika hanya mempelajari individu atau etika hanya memperhatikan “bathin” dan hukum yang memperhatikan yang “lahir” saja, karena etika juga dalam memperhatikan perbuatan harus memandang akibat-akibat yang timbul dari perbuatan itu. Tidaklah mungkin kita menganalisa kewajiban-kewajiban etis manusia tanpa memperhatikan kewjibannya terhadap sesamanya atau kedudukannya dalam masyarakat. Hubungan antar pengemban profesi dengan klien atau pasiennya. Hubungan antara pengemban profesi dengan klien atau pasiennya adalah hubungan yang bersifat personal. Yaitu hubungan antar subjek pendukung nilai, karena itu secara peribadi pengemban profesi bertanggungjawab terhadap mutu dan pelayanan dan jasanya yang dijalankan olehnya. Secara formal yuridis kedudukan pengemban profesi dan klien atau pasiennya adalah sejajar atau sama dan seimbang. Namun secara sosio psikologis dalam hubungan itu terdapat ketidakseimbangan disebabkan oleh ketidakmampuan klien atau pasiennya untuk dapat menilai secara objektif pelaksanaan kompetensi tekorika / pengemban profesi yang dimintai pelayanan profesionalnya jadi hubungan horizontal antara pengemban profesi dan kliennya sesungguhnya adlah merupakan hubungan atas dasar “kepercayaan” oleh karena itu para pengemban progesi dalam majikan profesinya dituntut untuk menjiwai dengna sikap etis tertentu. Sikap etis tertentu inilah yang disebut dengan etika profesi. Disamping hubungan secara horizontal antara pengemban profesi dan kliennya seorang pengemban profesi dan kliennya. Seorang pengemban profesi juga harus memperhatikan profesi juga harus memperhatikan hubungan vertical antara manusia dengan Tuhannya. Hubungan antara manusia dengan Tuhannya adalah merupakan hubungan personal vertical yang berlandasankan kepada kepercayaan kepada Tuhan YME yang mengharuskan adanya cinta kasih sesama manusia. Hubungan vertical ini merupakan akar dari hubungan personal horizontal sesama manusia yang bersifat kepercayaan kepada Tuhan YME. Sehingga seseorang akan termotivasi untuk menghayati profesi sebagai fungsi kemasyarakatan dan memotivasi untuk mewujudkan etika profesi sebagai sikap hidup dalam melaksanakan tugas profesinya. Etika profesi adalah sebagai sikap etis, sebagai bahagian integeral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Kepatuhan pada etika profesi adalah tergantung pada ahlak pengemban profesi yang bersangkutan. Karena orang awam tidak dapat menilai apa yang dilakukan oleh pengemban profesi dalam menjalankan profesinya, maka pengemban profesi itu sendiri membutuhkan adanya ETIKA, PROFESI KODE ETIK DAN LANDASAN HUKUMNYA. Seorang pengemban profesi harus dapat memutuskan apa yang harus dilakukannya dalam melaksanakan tindakan profesinya. Untuk kepentingan orang yang membutuhkan bantuan dari profesinya dan pengemban profesi itu harus bertanggungjawab atas tindakan dan mutu dari profesi yang dilakukannya. Dan kliennya harus memberikan jasa atau imbalan tertentu atas jasa atau pelayanan yang diberikan oleh pengemban profesi. Menurut Dietrich Rueschemeyer profesi adalah pekerjaan pelayanan yang menerapkan seperangkat pengetahuan sistematika ilmu, pada maslah-masalah yang sangat relevan bagi nilai-nilai utama masyarakat. Masyarakat awam tidak mampu menilai karya professional. Oleh karena itu dibutuhkan pengendalian diri secara individual bagi para pengemban profesi untuk tetap berpegang kuat pada nilai-nilai dan norma-norma yang menjiwai tugas para pengemban profesi. Nilai-nilai dan norma ini kemudian di institusionalisasikan dalam struktur dan kultur dari profesi yang bersangkutan sehingga pengendalian secara individual diperkuat oleh pengawan formal dan informal oleh komunitas sejawat sebagai imbalan masyarakat memberikan keistimewaan (privilege) dan melindungi otonomi profesi terhadap pengawasan dan campur tangan awam. Dari uraian tersebut diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa rumusan pengertian progesi adalah : Pelaksanaannya dijalankan dengan menerapkan pengetahuan ilmiah dalam bidang tertentu, di hayati sebagai suatu panggilan hidup, serta terikat pada etika umum dan etika khusus (etika profesi) yang bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesame manusia. Profesi dapat juga dikatakan sebagai suatu fungsi kemasyarakatan tertentu yang perwujudannya memasyarakatkan disiplin ilmu-ilmu tertentu. Dari pengertian ini ada lima system okupasi yang dapat di kwalifikasi sebagai suatu profesi yakni: 1. Ketuhanan, Ulama 2. Kedokteran 3. Hukum 4. Jurnalistik 5. Pendidikan Kelima system okupasi tersebut adalah berkaitan langsung dengan martabat manusiawi, dalam keutuhannya berupa relasi dengan yang transcendent, kepastian hukum, yang berkeadilan, informasi yang relevan dan solidaritas yang dinamis dan kreatif. 3. untuk menjamin bahwa kompetensi dari suatu okupasi (pekerjaan) akan digunakan cara-cara yang secara sosial bertanggung jawab, maka dari itu harus mempunyai institusional, berupa organisasi profesi, etika dan kode etik profesi dengan prosedur penegakannya, serta cara rekrutasi pengemban profesi. Ketiga criteria tersebut adalah merupakan criteria inti untuk mengkategorikan suatu pekerjaan (okupasi) sebagai suatu profesi. Dari kriteria-kriteria tersebut dapat dikatakan bahwa profesi meliputi kompleks okupasional atau meliputi berbagai bentuk pekerjaan yang memiliki disiplin-disiplin intelektual tertentu yaitu dapat meliputi : Humaniora, Ilmu alam, dan ilmu-ilmu sosial, terorganisasi serta system-sistem cultural (nilai-nilai) yang di olah dari kompleks okupasi tersebut. (Telcot Person 1972:536) Ciri-ciri khusus profesi sebagai suatu system okupasional menurut Parsons adalah: 1. profesi tidak berorientasi pada dis instrestendness (tanpa pamrih). Masyarakat memandang para pengemban profesi sebagai seorang yang mewujudkan pelayanan daripada orang-orang mencari keuntungan bagi diri sendiri. Sikap ini merupakan nilai dari standart normative bagi para pengemban profesi dalam mengemban profesinya. 2. adalah Rasionalitas dalam arti melawan tradisionalisme, kebenaran objektif dijadikan standart normati tertentu, termasuk ke dalam ruang lingkup suatu penelitian ilmiah. Rasionalitas berusaha untuk mencapai pertimbangan ilmiah. 3. spesifik fungsional yang bertumpu pada kompetensi teknikal yang superior, para pengemban profesi memiliki dan menjalankan kewibawaan (otoritas) dalam masyarakat otoritas progesional ditandai oleh spesifik fungsi yang merupakan unsur essensil pada pola professional, seorang professional dianggap memiliki otoritas pada bidangnya. 4. universalisme dalam mengambil suatu putusan pada landasan pertimbangan profesional yang didasarkan pada permasalahannya, dalam arti pertimbangan itu dilakukan bukan pada siapa atau pada keuntungan yang diperoleh universalisme, menjunjung tinggi objektivitas sebagai lawan dari subjektivitas. Pelaksanaan suatu profesi harus dikaitkan dengan etika dank ode etik profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu perlu bagi kita tentang kejelasan arti dan kata profesi tersebut. PENGERTIAN. Kata profesi dan professional dalam perkataan sehari-hari diartikan sebagai suatu bentuk “pekerjaan tetap” yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh nafkah baik secara legal maupun tidak. Jadi kata profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan (okupasi) untuk memperoleh uang. Profesi adalam arti yang lebih teknis diartikan sebagai suatu kegiatan tertentu. Untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan berdasarkan suatu keahlian, yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi. Keahlian dalam profesi dapat diperoleh, lewat pengalaman, melalui proses belajar di lembaga pendidikan tertentu, latihan-latihan secara intensif atau perpaduan dari ketiganya. Dari pengertian ini dapat diartikan okupasi atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang melalui proses tersebut dapat dikatakan sebagai orang yang professional, sedangkan orang yang melakukan pekerjaan (okopasi) tanpa didasari oleh pengalaman dan proses pendidikan serta latihan-latihan secara intensif. Hanya dapat dikatakan sebagai amatir atau sebagai suatu pekerjaan yang dilakukan secara sambilan. Menurut Parsons, professional itu harus memenuhi kriteria-kriteria : 1. Profesi mensyarakatkan suatu pekerjaan itu harus didasarkan pada suatu pendidikan teknis yang formal yhang dilengkapi dengan cara pengujian yang terinstitusionalisasikan pendidikannya, dan kompetensi orang-orang dari hasil dididikannya. Pengujian para calon pengemban profesi sangat mengutamakan evaluasi rationalitas kognitif yhang diterapkan pada bidang khusus tertentu. Oleh karenanya sangat menekankan pada unsur intelektual. 2. adanya suatu penguasaan tradisi cultural dalam mengamalkan suatu keahlian tertentu. Dalam lingkungan suatu progesi berlaku suatu system nilai yang berfunsi sebagai suatu standart normative yang menjadi kerangka orentasi dalam mengemban suatu profesi yang bersangkutan. b. Etis : mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan hubungannya yang terhadap orang lain dalam kehidupan sehari-hari. c. Moral : adalah mengatur hubungan seseorang dengan orang lain, tetapi tidak menyangkut kehormatan tiap pribadi. d. Estetika : rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadilan dirinya, serta lingkungannya agar lebih indah menuju kesempurnaan (Abdulah Solim, 1985:12) Aklak adalah merupakan suatu ilmu yhang mengajarkan tentang sesuatu ide perbuatan baik yang harsu di pedomani dan di kerjakan dan menghindari perbuatan jahat dalam hubungannya dengan Allah SWT, manusia, alam dan kehidupan sehari-hari. Dalam bertingkah laku, manusia dalam kehidupan bersama, harus mempehatikan ide atau cita etika dalam dari manusia tersebut yang didasari oleh suatu kebajikan yang tinggi “yang bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri, yaitu dengan memperhatikan kepentingan orang lain dalam hubungan yang sebagai makluk sosial (zoon politicon). Sebagai makluk sosial manusia itu tidak dapat hidup tanpa bantuan dari manusia lainnya. Manusia itu tidak akan pernah bias memenuhi segala kebutuhan hidupnya tanpa bantuan manusia yang lain. Oleh karena itu manusia selalu mempadukan kontak dengan manusia yang lain. Agar tidak bias terjadi kekacauan dalam kehidupan bermasyrakat, maka segala tindakan atau hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya, harus dilandasi dengan etikda dan secara konkrit harus diatur oleh norma-norma hukum tertentu. Dalam kehidupan masyarakat banyak aspek-aspek terpenting dari masyarakat, sebahagian besar bergantung pada berfungsinya profesi-profesi yhang baik. Kegiatan pengembangan dan penerapan ilmu dilaksanakan dalam suatu konteks professional. Profesi-profesi dalam system sosial, okopasi (pekerjaan) menempati kedudukan yang sangat strategis. Terhadap profesi-profesi yang terdapat dalam masyarakat dapat terjadi kemerosotan-kemerosotan dalam kegiatan dari para pengemban profesi itu, sebagai akibat dari dilanggarnya etika dank kode etik profesi oleh sebahagian para pengemban profesi itu. ETIKA PROFESI HUKUM ETIKA Etika berasal dari kata-kata “ethos”. Ethos dapat diartikan sebagai kesusilaan perasaan bathin atau kecenderungan hari seseorang untuk berbuat kebaikan. Dengan kata lain etika adalah suatu pengetahuan tentang kebaikan yang tertinggi (supreme good) dan suatu usaha untuk menemukan norma-norma yang harus diikuti karena norma-norma itu mengandung suatu kebaikan. Etika juga mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam mengambil suatu keputusan “moral” dengan mengarahkan mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menemukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah individu terhadap individu lain. Etika lebih memusatkan perhatiannya pada individu daripada masyarakat, etika lebih memandang motif alami suatu perbuatan, merupakan suatu hal yang terpenting. Dengan perkataan bahwa etika mengatur suatu kehidupan manusia secara batiniah tau menuntun motivasi-motivasi manusia kearah yang “baik atau buruk”. Etika juga sebagai suatu filsafat moral, yaitu yang bukan melihat fakta-fakta tetapi terfocus pada nilai-nilai dan ide-ide tentang kebaikan di keburukan dan bukan terhadap tindakan manusia. Tuntutan dari etika tidak hanya pada suatu kebenaran sebagaimana adanya tetapi juga menuntut suatu kebenaran “sebagaimana seharusnya” dengan berdasarkan manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia. Perkataan etika di Indonesia sering diarikan sebagai “susila” atau “kesusilaan” yaitu perbuatan yang baik atau perbuatan yang beradap sebagai ahlak manusia. Berdasarkan kaedah Islam, etika adalah bahagian dari ahlak manusia karena ahlak bukanlah sekedar menyangku prilaku yang bersifat lahiriah saja tetapi mencakup hal-hal yang lebih komplek yaitu bidang akidah, ibadah dan syariah. Karena itu ahlak Islami adlah menyangkut etika, moral dan estetika. Karenanya : a. Ethos : menyangkut hubungan seseorang dengan khaliknya.