BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Kabupaten Tapanuli Selatan Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padangsidimpuan. Dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 dan 38 Tahun 2007 dan disyahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara dan Padang Lawas (BPS Tapanuli Selatan, 2010) maka Kabupaten Tapanuli Selatan telah dimekarkan menjadi empat Kabupaten dan satu Kotamadya, sehingga luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan secara otomatis semakin berkurang. Kabupaten Tapanuli Selatan terletak pada garis 0058’35”- 2007’33” Lintang Utara dan 98042’50” – 99034’16” Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara, sedangkan sebelas Selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal dan juga Samudera Indonesia. Luas Kabupaten Tapanuli Selatan adalah 4.367.05 km2, sedangkan ketinggiannya berkisan antara 0 – 1.925.3 di atas permukaan laut. Curah hujan di Kabupaten Tapanuli Selatan cenderung tidak merata disepanjang tahunnya. Pada bulan Maret terjadi curah hujan tertinggi (1.508 mm). Sedangkan hari hujan terbanyak terjadi Bulan November yaitu 22 hari. Dari luasan daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tersebut tersebar pada penggunaan lahan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. 5 Universitas Sumatera Utara Menurut fungsinya hutan dibagi menjadi hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan area penggunaan lain (Apl). Luas Wilayah hutan Tapanuli Selatan mencapai 451.225 ha dimana persentase terbesar luas hutan adalah areal penggunaan lain yaitu 32.17 persen dari keseluruhan luas hutan. Setelah areal penggunaan lain, persentase kedua adalah hutan lindung dengan 28.99 persen, hutan produksi 19.71 persen, hutan produksi terbatas 16.11 persen dan hutan konservasi sebesar 3.0 persen. Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan angka agregat hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) sebesar 264.10 jiwa yang terdiri dari 131.43 jiwa penduduk laki-laki dan 132.67 jiwa penduduk perempuan, sedangkan jumlah rumah tangganya sebanyak 60.79 rumah tangga. Berdasarkan lapangan usaha utama dapat dilihat bahwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian menempati urutan teratas yaitu 78.28 persen, kemudian sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel yaitu 8.76 persen dan sektor jasa kemasyarakatan yaitu 5.27 persen (BPS Tapanuli Selatan, 2010). Areal produksi salak di Tapanuli Sealatan terdapat di Kecamatan Angkola Barat, Kecamatan Angkola Selatan dan Keecamatan Angkola Timur. Luas pertanaman salak 13.928 ha dengan produksi 236.793 ton/tahun. Areal pengembangan salak masih tersedia 15.000 ha. Demikian pula pertambahan luas tanam dan produksi masih positif yang berarti bahwa potensi dan kecendrungan terus meningkat (Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, 2011). B. Tanaman Salak dan Pengembangannya Tanaman Salak termasuk dalam suku Palmae (araceae) yang tumbuh berumpun. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang Universitas Sumatera Utara tersusun rapat dan berduri. Pada tanaman yang sudah tua, batangnya akan melata atau menjulur kesamping dan dapat bertunas. Pada umumnya tunas ini dibiarkan hidup menjadi pokok baru (Santosa et.al., 1996). Daun majemuk menyirip, helaian daunnya panjang, pelepah dan tangkainya berduri. Bentuk daun seperti pedang, pangkal daun menyempit, cembung, bersegmen banyak dan tidak sama. Panjang daun 4 – 7 m (Tjahjadi, 1988) Kebanyakan berumah dua (dioseus), karangan bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul diketiak daun, bertangkai, mula-mula tertutup oleh seludang, yang belakangan mengering dan mengurai menjadi serupa serabut. Tongkol bunga jantan 50 – 100 cm panjangnya, terdiri atas 4-12 bulir silindris yang masing-masing panjangnya antara 7-15 cm dengan banyak bunga kemerahan terletak diketiak sisik-sisik yang tersusun rapat. Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang terdiri atas 1-3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm (Purwantoro, 2005) Buah tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing dipangkalnya dan membulat diujungnya, panjangnya 2.5-10 cm terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning kecoklatan sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing sisik. Dinding buah tengah tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan, berasa manis, masam atau sepat. Biji 1-3 butir, coklat sampai kehitaman, keras, 2-3 cm panjangnya (Verheij dan Coronel, 1997). Tanaman salak sesuai bila ditanam didaerah berzona iklim Aa, bcd, Babc dan Cbc. A berarti jumlah bulan basah tinggi (11-12 bulan/tahun). B 8-10 Universitas Sumatera Utara bulan/tahun dan C 5-7 bulan/tahun. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah, serta membutuhkan tingkat kebasahan/kelembaban tinggi. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50%-70% karena itu diperlukan adanya tanaman peneduh. Suhu yang paling baik antara 20-300C. Salak membutuhkan kelembaban tinggi tetapi tidak tahan terhadap genangan air (BPP Iptek, 2010). Tanaman salak menyukai tanah yang subur, gembur dan lembab. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk budidaya salak adalah 4.5-7.5. Kebun salak tidak tahan terhadap genangan air. Untuk pertumbuhannya membutuhkan kelembaban tinggi. Tanaman salak tumbuh pada ketinggian tempat 100 – 500 m dpl (BPP Iptek, 2010). Buah salak dipanen pada saat umur buah mencapai 6 bulan sejak hari penyerbukan. Saat yang tepat untuk memanen adalah menjelang buah matang pohon, buah memiliki rasa enak dan aroma yang khas. Ciri-ciri visual buah salak yang layak dipanen pada stadium matang di pohon adalah warna kulit buah bersih dan mengkilat, bila dipegang atau dipijat terasa empuk dan dan kulitnya tidak kasar, serta beraroma khas, bahkan kadangkadang kelihatan retak. Disamping itu, bila sudah dikupas warna bijinya coklat kehitam-hitaman, daging buahnya kenyal atau empuk dan duri-duri kecil buah sudah tumpul, sisik kulit luarnya sudah melebar, dan bila dipetik mudah terlepas dari tangkai buah (Rahmat, 2003). Dalam budidaya tanaman salak, hasil yang dapat dicapai dalam satu musim tanam adalah 15 ton per hektar, sedang masa panennya terdapat empat musim : (1). Panen raya pada bulan November, Desember dan Januari (2) panen Universitas Sumatera Utara sedang pada bulan Mei, Juni dan Juli (3) panen kecil pada bulan Pebruari, Maret, dan April (4) masa kosong/istirahat pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober (BPP Iptek, 2010). Sebagai tanaman asli Indonesia, salak mempunyai masa depan yang cerah untuk dikembangkan baik untuk memenuhi pasaran lokal ataupun pasar luar negeri. Di Indonesia produksi buah ini mengalami peningkatan yang tajam dari tahun 1983-1987. Bila ditahun 1983 produksinya hanya 52.014 ton dan menurun sedikit ditahun 1984 menjadi 46.456, maka pada tahun-tahun berikutnya produksi buah salak melonjak dengan pesat. Produksi tahun 1987 tiga kali lipat lebih banyak dari produksi tahun 1983. Akan tetapi, produksi pada tahun 1988 dan 1989 mengalami penurunan (BPP Iptek, 2010). Areal produksi salak di Tapanuli Selatan terdapat di Kecamatan Angkola Barat, Kecamatan Angkola Selatan dan Kecamatan Angkola Timur. Luas pertanaman salak 13.928 Ha dengan produksi 236.793 ton/tahun. Areal pengembangan salak masih tersedia 15.000 ha. Demikian pula pertambahan luas tanam dan produksi masih positif yang berarti bahwa potensi dan kecendrungan terus meningkat (Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, 2011). C. Kemiringan Lereng dan Produksi Degradasi lahan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas sifat fisika tanah,kemudian sifat-sifat fisik tanah tercermin antara lain menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah dan berkurangnya kemantapan struktur tanah sehingga dapat menyebabkan terjadinya erosi (Arsyad, 2000). Berkaitan dengan hal tersebut, dua hal penting yang dapat mempengaruhi karakteristik sifat tanah yang Universitas Sumatera Utara berkaitan dengan proses erosi adalah jenis penggunaan lahan dan kemiringan lereng. Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30%-45%) memiliki pengaruh gaya berat (grafity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan lereng agak curam (15%-30%) dan landai (8%-15%). Hal ini disebabkan gaya berat semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan persyaratan mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan (transportation) dan pengendapan (sedimentation) (Wiradisastra, 1999). Kondisi lereng yang semakin curam mengakibatkan pengaruh gaya berat dalam memindahkan bahan – bahan yang terlepas meninggalkan lereng semakin besar pula.Jika proses tersebut terjadi pada kemiringan lereng lebih dari 8%, maka aliran permukaan akan semakin meningkat dalam jumlah dan kecepatan seiring dengan semakin curamnya lereng. Berdasarkan hal tersebut, diduga penurunan sifat fisik tanah akan akan lebih besar terjadi pada lereng 30%-45%. Hal ini disebabkan pada daerah yang berlereng curam (30%-45%) terjadi erosi terus menerus sehingga tanah-tanahnya bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah, tingkat kepadatan tanah yang tinggi, serta porositas tanah yang rendah dibandingkan dengan tanah-tanah didaerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan banyaknya air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi ditempat tersebut (Hardjowigeno, 1993). Universitas Sumatera Utara Vegetasi berperan penting dalam melindungi tanah dari erosi. Menurut Morgan (1979), keefektifan vegetasi dalam menekan aliran permukaan dan erosi di pengaruhi oleh tinggi tajuk, luas tajuk, kerapatan vegetasi dan kerapatan perakaran. Sedangkan menurut Arsyad (2000), faktor–faktor yang berpengaruh terhadap besarnya aliran permukaan maupun erosi adalah kondisi fisik lingkungan yang meliputi iklim, topografi, dan pola penggunaan lahan. Sifat –sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief tanah adalah tebal solum, tebal dan kandungan bahan organik horizon A, kandungan air tanah warna tanah, tingkat perkembangan horizon, pH tanah, kandungan garam mudah larut, jenis tingkat dan perkembangan padas, suhu dan sifat dari bahan induk tanah (Hardjowigeno, 1993). Pada daerah yang berlereng curam akan terjadi erosi yang terus menerus, sehingga tanah - tanah di tempat ini bersolum dangkal. Kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horizon lambat di bandingkan dengan tanah - tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. Sebagai akibat adanya keragaman sifat fisik dan kimia tanah tersebut maka terdapat perbedaan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman yang diperolehnya. D. Potensi Lahan Secara umum suatu keberhasilan pengembangan pertanaman ditentukan oleh status hara dan lingkungan dimana komoditas itu dikembangkan. Agro ekosiostem atau faktor biofisik seperti tanah dan iklim menjadi peluang atau kendala dalam pembangunan komoditas tersebut (Efendi, 2011). Kesuburan tanah sebagai status tanah yang menunjukkan kapasitas untuk memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi untuk pertumbuhan Universitas Sumatera Utara tanaman tanpa adanya konsentrasi meracun dari unsur manapun. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa tanah yang subur mempunyai kemampuan memasok unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang kepada tanaman, sehingga tanaman tumbuh dan berkembang dengan sehat dan berproduksi dengan potensinya (Munawar, 2011). 1. Nitrogen Nitrogen adalah unsur yang diperlukan untuk membentuk senyawa penting di dalam sel, termasuk protein, DNA dan RNA. Tanaman harus mengekstraksi kebutuhan nitrogennya dari dalam tanah. Sumber nitrogen yang terdapat dalam tanah, makin lama makin tidak mencukupi kebutuhan tanaman, sehingga perlu diberikan pupuk sintetik yang merupakan sumber nitrogen untuk mempertinggi produksi. Nitrogen (N) merupakan bagian dari semua sel hidup. Di dalam tanaman N berfungsi sebagai komponen utama protein, hormon. Klorofil, vitamin dan enzim-enzim esensial untuk kehidupan tanaman. Ia menyusun 40% - 50% bobot kering protoplasma, bahan sel hidup tanaman. Oleh karena itu, N diperlukan dalam jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan di dalam tanaman. Metabolisme N merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang dan daun. Tanaman yang mendapat pasokan N cukup, pertumbuhan vegetatifnya baik dengan ciri warna hijau tua, tetapi pasokan yang terlalu banyak dapat menunda pembungaan dan pembentukan buah. Sebaliknya, kekurangan pasokan N menyebabkan daun menguning, pertumbuhan kerdil dan gagal panen (Munawar, 2011). Universitas Sumatera Utara Keberadaan unsur nitrogen juga sangat penting terutama kaitannya dengan pembentukan klorofil. Klorofil dinilai sebagai “mesin” tumbuhan karena mampu mensistesis karbohidrat yang akan menunjang pertumbuhan tanaman. Keberadaan nitrogen dalam struktur tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama ketersediaan air, unsur hara dalam tanah terutama nitrogen. Intensitas cahaya berpengaruh terhadap aktivitas fotosintesis. Untuk membentuk klorofil, dibutuhkan ATP (energi) yang cukup tinggi dan untuk asimilasi CO 2 juga diperlukan enzim yang sebagian besar berupa protein (Suharno dkk, 2007). 2. Fosfor Fosfor (P) adalah unsur hara esensial penyusun beberapa senyawa kunci dan sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting di dalam tanaman. Ia berperan dalam menangkap dan mengubah energi matahari menjadi senyawa-senyawa yang sangat berguna bagi tanaman. Itulah peran vital P di dalam nutrisi tanaman agar tanaman dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi dengan normal. Meskipun perannya begitu penting untuk tanaman, jumlah yang dapat dipasok oleh tanah pada umumnya terbatas. Kandungan P dalam tanah sendiri sangat beragam, yaitu antara 0.02% sampai 0.5%, dengan rata-rata 0.05%. Jumlah P pada tanah atasan rata-rata 1000 kg P/ha, tidak begitu besar dibandingkan dengan jumlah yang diangkut tanaman sejumlah 4 sampai 40 kg P/ha setiap tahun. Hal ini karena sebagian besar fraksi P di dalam berada dalam bentuk mineral atau senyawa yang tidak mudah dimanfaatkan oleh tanaman (Munawar, 2011). Di dalam tanah, fosfat dapat berbentuk organik dan anorganik yang merupakan sumber fosfat penting bagi tanaman. Fosfat organik berasal dari bahan Universitas Sumatera Utara organik, sedangkan fosfat anorganik berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat. Pelarutan senyawa fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologis, baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikroorganisme pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya. Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat dan fumarat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase dan enzim fitase. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawasenyawa organik menjadi bentuk yang tersedia. 3. Kalium Di dalam tanaman unsur hara K dan P ada saling ketergantungan. Unsur K berfungsi sebagai media transportasi yang membawa hara-hara dari akar termasuk hara P ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman. Kurangnya hara K dalam tanaman dapat menghambat proses Universitas Sumatera Utara transportasi dalam tanaman. Oleh karena itu, agar proses transportasi unsur hara maupun asimilat dalam tanaman dapat berlangsung optimal maka unsur K dalam tanaman harus optimal (Taufiq, 2002). Bersama-sama dengan unsur N dan P, Kalium (K) adalah unsur hara esensial primer bagi tanaman yang diserasp oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan unsur-unsur hara lainnya, kecuali N. Meskipun kandungan total K di dalam tanah biasanya beberapa kali lebih tinggi daripada yang diserap oleh tanaman selama musim tanam, seringkali hanya sebagian kecil K tanah yang tersedia bagi tanaman. Kandungan K di dalam tanah beragam, mulai dari 0,1% - 3%, dengan rata-rata 1% K. Tetapi, sebagian besar (sampai 98%) K tanah terikat dalam bentuk mineral, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Bahkan, banyak tanah yang mengandung sejumlah K total besar masih tanggap terhadap pemberian pupuk. Di dalam tanah, interaksi antara K dan mineral tanah sangat menentukan ketersediaan K bagi tanaman (Munawar, 2011). Bentuk kalium tersedia dalam tanah untuk diserap tanaman adalah K dapat ditukar (Kdd) dan K larutan (K+), serta sebagian kecil K tidak dapat ditukar. Tanaman menyerap K dari tanah dalam bentuk ion K+ (Silahooy, 2008). 4. Magnesium Hara makro Magnesium (Mg) merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman dalam pembentukan hijau daun (chlorofil) dan sebagai co-faktor hampir pada seluruh enzim dalam proses metabolisme seperti proses fotosintesa, pembentukan sel, pembentukan protein, pembentukan pati, transfer energi serta mengatur pembagian dan distribusi karbohidrat keseluruh jaringan tanaman. Universitas Sumatera Utara Menurut Munawar (2011), Magnesium tanah berasal dari komposisi batuan yang mengandung mineral biotir, dolimit, hornblende, serpentin, epsomit, dan olivin. Kandungan Mg di dalam tanah beragam, tergantung kepada jenis tanahnya. Pada umumnya kandungan Mg berkisar 0.05 % di tanah-tanah berpasir atau telah mengalami pelindian dan pelapukan lanjut, dan 0.5% pada tanah-tanah bertekstur liat pada daerah cekungan/depresi. Seperti halnya Ca, bentuk Mg di dalam tanah dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu Mg larut air, Mg dapat ditukar (K-tukar), dan Mg tidak dapat ditukar. Ketiga bentuk Mg tersebut saling berkeseimbangan. 5. C_ Organik Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, dalam Simanungkalit 2 (pupuk organik dan pembenah tanah), dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan c-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai c-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila c-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral (Simanungkalit dkk, 2006). Universitas Sumatera Utara Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman mengandung bermacammacam unsur hara yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman jika telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Sisa tanaman ini memiliki kandungan unsur hara yang berbeda kualitasnya tergantung pada tingkat kemudahan dekomposisi serta mineralisasinya. Unsur hara yang terkandung dalam sisa bahan tanaman baru bisa dimanfaatkan kembali oleh tanaman apabila telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. 6. pH pH di definisikan sebagai kemasaman atau kebasaan relatif suatu bahan. Skala pH mencakup dari nilai nol (0) hingga 14. Nilai pH 7 dikatakan netral. Di bawah pH 7 dikatakan asam, sedangkan di atas 7 dikatakan basa. Asam menurut teori adalah suatu bahan yang cenderung untuk memberi proton (H+) ke beberapa senyawa lain, demikian sebaliknya apabila basa adalah suatu bahan yang cenderung menerimanya. Pengaruh utama pH di dalam tanah adalah pada ketersediaan dan sifat meracun unsur seperti Fe (besi), Al (Alumunium), Mn (Mangan), B (Boron), Cu (seng). Di dalam tanah pH sangat penting dalam menentukan aktifitas dan dominasi mikroorganisme, dalam hubungannya dengan peoses proses yang sangat erat hubungannya dengan mikroorganisme seperti siklus hara (nitrifikasi, denitrifikasi), penyakit tanaman, dekomposisi dan sintesis senyawa kimia organik dan transport gas ke atmosfer. Di bidang pertanian pengukuran pH tanah juga digunakan untuk memonitor pengaruh praktek pengolahan pertanian terhadap efisiensi penggunaan N dan hubungannya dengan dampak lingkungan. Universitas Sumatera Utara pH Tanah menunjukkan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara konsentrasi H+ dan OH- dalam larutan tanah, dimana dapat dijabarkan sebagai berikut : - Apabila konsentrasi H+ dalam larutan tanah lebih banyak dari OH- maka suasana larutan tanah menjadi asam - Apabila konsentrasi OH- lebih banyak dari pada konsentrasi H+ maka suasana tanah menjadi basa. pH tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman, pH tanah yang optimal bagi pertumbuhan tanaman adalah antara 5.6-6.0. Jika pH tanah lebih rendah dari 5.6 pada umumnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting seperti posfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4.0 pada umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga pertumbuhan tanaman menjadia terhambat. Menurut Munawar (2011), banyak unsur didalam tanah mengalami perubahan bentuk akibat perubahan reaksi di dalam tanah. Hal ini terkait dengan perubahan tingkat kelarutan senyawa dari unsur-unsur tersebut di dalam tanah dengan pH lingkungan di dalam tanah. Oleh karena itu, pH tanah bertanggungjawab terhadap ketersediaan hari bagi tanaman. Menurut Hardjowigeno (19950 kriteria sifat kimia tanah secara umum dapat di lihat pada (Tabel 1 ). Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Kriteria Sifat Kimia Tanah Secara Umum Sifat Tanah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi C-organik (%) < 0,1 1,0 – 2,0 2,1 – 3,0 3,1 – 5,0 >5,0 Nitrogen (%) <0,1 0,21 0,50 0,21-0,5 0,5 0,75 >0,75 C/N <5 5 – 10 11-15 16 -25 >25 P 2 O 5 HCl (me/100g) <10 10 -20 21 – 40 41 - 60 >60 P 2 O 5 Bray II ( ppm) <10 10 – 15 16 – 25 26 - 35 >35 P 2 O 5 Olsen (ppm) <10 10 – 25 26 – 45 46 - 60 >60 K 2 O HCl 25% (me/100g) <10 10 – 20 21 – 40 41 - 60 >60 KTK (me/100 g) <5 5 - 16 17 – 24 25 - 40 >40 K-tukar (me/100 g) <0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 >10 Na (me/100 g) <0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,7 0,8 – 1,0 >1,0 Mg (me/100 g) <0,4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 >8,0 Ca (me/100 g) <0,2 2-5 6 – 10 11 - 20 >20 Kejenuhan Basa (%) <20 20 - 35 36 – 50 51 -70 >70 Aluminium (%) <10 10 -20 21 – 30 31 -60 >60 Sangat masam Masam Agak masam Netral Agak Alkalis Alkalis <4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5 6,6 – 7,5 7,6 – 8,5 >8,5 pH H 2 O Sumber: Hardjowigeno, 1995 Universitas Sumatera Utara