POKOK BAHASAN 8. BUNGA Struktur bunga serta

advertisement
POKOK BAHASAN 8. BUNGA
Struktur bunga serta bagian- bagian bunga
Bunga merupakan alat reproduksi seksual. Bunga dikatakan lengkap apabila
mempunyai daun kelopak, daun mahkota, benang sari, putik, dan daun buah. Bunga
terdiri atas bagian fertil, yaitu benang sari dan daun buah, serta bagian yang steril yaitu
daun kelopak dan daun mahkota.
8.1 DAUN MAHKOTA DAN DAUN KELOPAK
Secara anatomi daun mahkota dan daun kelopak mempunyai struktur yang
sama, terdiri atas sel-sel parenkimatis. Parenkim dasar terletak di antara epidermis
atas dan epidermis bawah. Jaringan ini juga disebut mesofil. Sistem pembuluh
terdapat pada jaringan dasar. Pada jaringan dasar mungkin terdapat sel-sel yang
mengandung kristal, idioblas atau saluran getah/ sel getah. Sel-sel tersebut
berhubungan dengan unsur pembuluh. Daun kelopak suku Geraniacea mempunyai
hipoderinis yang berdinding tebal, masing-masmg dengan kristal drusen. Daun kelopak
sel-selnya mengandung kloroplas. Epidermis daun kelopak dilapisi kutin pada bagian
luarnya, terdapat stomata dan trikomata, seperti pada daun. Struktur sistem pembuluh
seperti pada daun hanya kurang jelas strukturnya.
Daun mahkota mempunyai satu atau banyak pembuluh yang kecil-kecil.
Epidermis bentuknya khusus, merupakan tonjolan yang disebut papila, dilapisi oleh
kutikula. Adanya warna yang bermacam-macam pada daun mahkota disebabkan oleh
adanya kromoplas atau pigmen tambahan yang terdapat pada cairan sel. Zat tepung
sering dibentuk pada daun mahkota yang masih muda. Minyak volatil yang
karakteristik pada bunga umumnya terdapat pada sel-sel epidermis.
Gambar 8.1. Diagram struktur anatomi petala beberapa jenis tumbuhan
A. Amelanchia laevis; B. Lysimachia nummularia; C. Pinguicula vulgaris
t. trikoma kelenjar; u. ruang sekretoris
sek
(dikutip dari Eames & McDaniels,
McDa
1953)
8.2 BENANG SARI
Benang sari terdiri atas kepala sari
sa dan tangkai sari. Tangkai sari tersusun oleh
jaringan dasar, yaitu sel-sel
sel parenkimatis yang mempunyai vakuola, tanpa ruang antar
sel. Sel-sel ini sering mengandung pigmen. Epidermis dengan kutikula, trikoma atau
mungkin stomata. Kepala sari mempunyai struktur
struktur yang sangat kompleks, terdi
terdiri atas
dinding yang berlapis-lapis,
lapis, dan di bagian terdalam
terdalam terdapat loculus/ruang sa
sari
(mikrosporangium) yang berisi
isi butir-butir
butir
serbuk sari. Jumlah lapisan dinding kepala
sari untuk setiap jems tumbuhan bervariasi.
Struktur kepala sari (antera)
Pada umumnya suatu antera terdiri atas 4 mikrosporangia
krosporangia (4 lokuli). Pada
waktu masak 2 sporangia dan masing-masing
mas
sisi akan menyatukan diri menjadi teka,
sehingga ada 2 teka. Suatu keadaan yang berbeda, bahwa pada
pada antera terdapat
jaringan steril yang disebut septa, memisahkan
me
deretan lobus, misalnya
salnya pada
beberapa anggota suku Inimosace
mosacea. Jems lam seperti Viscum, masing-masing
masing polen
dikelilingi oleh jaringan pelindung,
dung, dan letaknya berderet-deret,
berderet deret, secara horis
horisontal dan
vertikal sehingga masing-masing
masing antera mempunyai 50 lokuli.
Gambar 8.2. Struktur kepala sari pada bunga Lilium sp.
A. Penampang lintang kepala sari muda
mud
Kepala sari terdiri atas 4 lobi (lokuli), tapetum menyelubungi jaringan
sporogen.
B. Penampang lintang kepala sari
sa dewasa (masak)
Antera masak dengan serbuk sari yang
yang banyak. Kedua lobi pada mas
masingmasing
sisi
mengadakan
persatuan,
disebut
teka.
Lamina
fibrosa
(endotesium) tampak lebih tebal, epidermis menipis.
en. Endotesium; ep. Epidermis;
Epidermis js. Jaringan sporogen (sel induk mikrospora
mikrospora); k.
konektivum; 1. lapisan tengah; ss. Serbuk sari (pollen); st. stoinium;
sto um; ts. Sisa
tapetum; t. tapetum.
(dikutip dan Foster
ter & Gifford, 1974; Maheswari, 1950)
Perkembangan kepala sari (antera)
Suatu antera yang muda terdiri atas suatu masa sel yang homogen yang
dikelilingi oleh lapisan epidermis.
epidermis. Selama perkembangan antera menghasilkan 4 lobi
dan setiap lobus beberapa sel hipodermal menjadi lebih menarik perhatian diband
dibanding
yang lain karena ukurannya yang besar, bentuk selnya memanjang ke arah radial dan
intinya jelas. Sel-sel ini adalah sel arkesponum. Sel-sel
sel arkesporium membelah
dengan dinding perikimal
ikimal (sejajar permukaan)
permukaa menghasilkan sel-sel
sel parietal primer di
sebelah luar dan sel-sel
sel sporogen primer di sebelah dalam. Sel-sel
Sel sel parietal primer
membelah lagi secara periklinal menghasilkan lapisan parietal sekunder. Lapisan
parietal sekunder
nder inilah yang nantinya
nant
akan menghasilkan dinding antera.
Sel sporogen primer membelah-belah
membelah
lagi secara mitosis,
tosis, dan sel
sel-sel hasil
pembelahan mitosis menjadi sel induk mikrospora.. Sel sporogen primer dapat
langsung berfungsi sebagai sel induk mikrospora tanpa mitosis.. Setelah itu sel induk
mikrospora membelah secara meiosis menghasilkan tetrad mikrospora.. Selanjutnya
sel-sel dalam tetrad memisahkan
sahkan diri
di menjadi sel mikrospora yang soliter.
(Skema perkembangan antera lihat gambar!)
Gambar 8.3. Skema perkembangan kepala sari. Lapisan dinding kepala sari dan
mikrospora berasal dari jaringan arkesporium.
Gambar 8.4. Struktur dan perkembangan kepala sari pada tumbuhan Angiospermae
A1, B1 : Jaringan meristematis dikelilingi epidermis
Sel-selnya mempunyai intl yang jelas
C1 Sel-sel hipodermal terdiferensiasi menjadi sel-sel arkesporium
D1 Lapisan parietal primer dan sel spongen primer telah terbentuk.
E1 : Lapisan parietal primer mulal membelah
E:epidermis, m:lapisan tengah, sp:sel sporogen primer, t:sel induk
Tapetum
Gambar 8.5. Struktur antera pada
beberapa anggota Mimosacea
A.pada Parkia ada 2 deret pollinia.
B dan C. pollinia (kumpulan tetrad
mikrospora)
D. penampang bujur antera Pichrostachys
menunjukkan kumpulan pollinia yang berderet
deret. gl:glandula
(disadur dan Maheswari. 1950’)
Menurut Bhojwani dan Bhatnagar (1978, 1999) kepala sari mempunyai lapisan
dinding sebagai berikut.
Epidermis (eksotesium)
Merupakan lapisan terluar, terdiri dari satu lapis sel. Epidermis menjadi
memipih dan membentuk tonjolan (papila) pada kepala sari yang masak, dan berftingsi
sebagai pelindung epidermis. Disebut eksotesium apabila sel-selnya mengalami
penebalan berserabut.
Endotesium
Endotesium merupakan lapisan yang terletak di sebelah dalam epidermis. Pada
kepala sari yang masak endotesium mengadakan penebalan ke arah radial, tangensial
sebelah dalam atau antiklinal. Penebalan sel tersebut tidak teratur dan menunjukkan
struktur berserabut. Adanya struktur berserabut menyebabkan endotesium mempunyai
fungsi untuk membantu membukanya antera. Dengan adanya struktur yang berserabut
pada dindingnya maka endotesium sering disebut lamina fibrosa. Endotesium biasanya
hanya satu lapis sel, tetapi beberapa kepustakaan menyebutkan ada yang terdiri atas
beberapa lapis sel. Pada tumbuhan air biasanya tidak dijumpai adanya penebalan
berserabut pada endotesium. Pada tumbuhan kleistogam (bunga tidak pemah
membuka) serta beberapa jenis termasuk Hydrochanitaceae, endotesium gagal
mengadakan perkembangan, sehingga mikrospora (butir serbuk sari) keluar melalui
lubang di bagian apikal kepala sari.
Lapisan tengah
Lapisan tengah merupakan lapisan yang terletak disebelah dalam endotesium,
terdiri dan 2-3 lapis sel atau lebth, tergantung jenis tumbuhannya. Dengan
berkembangnya antera sel-selnya menjadi tertekan dan memipih, karena terdesak oleh
endotesium, sehingga sering pula disebut lapisan tertekan. Keadaan ini terjadi pada
waktu sel induk spora (sporosit) mengalami pembelahan meiosis. Pada tumbuhan
tertentu tidak dijumpai adanya lapisan tertekan.
Tapetum
Tapetum merupakan dinding terdalam dari antera dan berkembang mencapai
maksimum pada saat terbentuknya serbuk sari tetrad. Lapisan tapetum berfungsi
memberikan seluruh isi selnya selama perkembangan mikrospora. Tapetum umumnya
merupakan derivat lapisan parietal primer. Namun pada suatu spesies, misalnya pada
Alectra thomsoni sel-sel tapetum mempunyai 2 tipe berdasarkan atas sel
penyusunnya, yaitu:
1. Sel tapetum berukuran besar, merupakan derivat dan sel-sel konektivum;
2. Sel tapetum !ebih kecil dibanding tipe pertama, merupakan derivat dan lapisan
parietal primer.
Menurut Maheswari Devi (1963) tapetum pada Calotropis gigantea terdiri dari
beberapa lapis sel. Menurut Bhojwarn dan Bhatnagar (1999) ada 2 tipe tapetum, yaitu:
a. Tapetum ameboid (plasmodial)
Pada tipe ini tapetum mengeluarkan seluruh masa protoplasnya ke dalam
lokulus (ruang sari) dan dinding selnya mengalami lisis. Kemudian protoplas
tapetum ini menggabungkan diri dengan protoplas yang ada di da!am lokulus,
se!anjutnya protoplas tersebut bergerak menyelubungi sel induk spora.
Tapetum tipe ini biasanya dijumpai pada tumbuhan Monocotyledoneae dan
Dycotyledoneae tingkat rendah.
b. Tapetum sekresi (glandular)
Tapetum menge!uarkan isi selnya secara berkala, sedikit demi sedikit. Dinding
selnya tidak mengalami lisis, dan sisa selnya masih dapat dilihat selama
perkembangan mikrospora. Tipe ini dijumpai pada tumbuhan Angiospermae
yang telah maju tingkatannya.
6.3 MIKROSPOROGENESIS
Setiap jaringan sporogen kadang-kadang langsung berfungsi sebagai sel induk
mikrospora, atau mungkin mengalami beberapa kali pembelahan mitosis, sehingga
jumlah selnya bertambah banyak sebelum menga!aini meiosis. Se! induk mikrospora
(disebut pula sporosit) mengalami pembelahan meiosis, menghasilkan mikrospora
yang bersifat haploid.
Sitokinesis
Pembentukan dinding setelah pembelahan meiosis sel induk mikrospora dapat
terjadi secara susesifatau secara simultan.
Secara susesif
Setelah pembelahan meiosis, terbentuk dinding yang memisahkan dua inti,
sehingga stadium 2 sel (diad). Pembentukan dinding secara sentrifugal (dari bagian
tengah ke tepi). Pada stadium meiosis II, dinding pemisah dibentuk dengan cara yang
sama, sehingga terbentuk serbuk sari tetrad yang bertipe isobilateral. Misalnya pada
Zea mays.
Secara simultan
Pada pembelahan meiosis I tidak diikuti pembentukan dinding, sehingga
terdapat stadium 2 inti (binuldeat). Jadi disini tidak terdapat stadium 2 sel. Selanjutnya
2 inti tersebut mengadakan pembelahan, terbentuk serbuk sari tetrad yang bertipe
tetrahidris.Contoh: Dryinis winteri
Gambar 8.6 Pembentukan dinding pollen secara susesif menghasilkan tipe tetrad
isobilateral.
A. sel induk mikrospora
B. pembelahan meiosis I
C. awal pembelahan meiosis II
D. fase anafase pembelahan meiosis II
E. akhir pembelahan meiosis II, dthasilkan 4 sel (tetraci) mikrospora.
Gambar 8.7 pembentukan dinding pollen setelah pembelahan sel induk mikrospora
tipe simultan
A - D. pembelahan meiosis I tanpa dinding sekat.
E - I. Pembelahan meiosis II. E, F:diantara inti terdapat vakuola kecil, terjadi
ikatan longgar (lihat daerah yang berwarna putth), G-I. Mulai terbentuk
dinding pemisah dari bagian tepi ke tengah.
Tetrad Mikrospora
Pada umumnya susunan mukrospora pada tetrad adalah tetrahidris atau
isobilateral. Tetapi pada jenis yang lain susunan tetrad mikrospora adalah: dekusata,
linier, bentuk huruf T.
Gambar 8.8. Tipe tetrad mikrospora pada Angioispermae
1. tetrahedral; 2. isobilateral; 3. dekusata; 4. bentuk T ; 5. linier.
Perkembangan Gametofit jantan
Mikrospora merupakan awal dari generasi gametofit jantan. Mikrospora dewasa
yang telah lepas dari tetrad, dikenal sebagai butir pollen (serbuk sari).
Serbuk sari I pollen pada uintimnya mempunyai 2 lapisan dinding yaitu eksin
merupakan lapisan terluar dari inti lapisan dalam. Eksin tersusun dari sporopolenrn,
sedang inti tersusun dan polisakarida. Serbuk sari yang baru terbentuk mempunyai
sitoplasma yang padat, dengan inti di bagian tengahnya. Setelah antera masak pollen
keluar melalui lubang yang disebut stomium. Epidermis yang letaknya berdekatan
dengan stomium dinding mengalami penebalan membentuk struktur yang khusus.
Perkembangan pollen (Inikrogametogenesis)
Pollen yang baru dibentuk umumnya mempunyai sitoplasma yang padat.
Selnya secara cepat bertambah volumenya, diikuti oleh vakuolisasi dan perpindahan
inti dari bagian tengah menuju ke bagian yang berdekatan dengan dinding sel. Pada
tanaman tropis, biasanya inti segera membelah tetapi pada tanaman yang hidup di
daerah dingin terdapat fase istirahat beberapa han sampai beberapa ininggu. Pada
Tradescantia reflexa fase istirahat 4 hari atau kurang dari 4 hari, sedang pada
Himantoglossum hircinum 2 sampai 3 ininggu.
Pembentukan sel vegetatif dan sel generatif
Pada awal gametogenesis inti serbuk sari membelah menjadi dua sel, yaitu sel
vegetatif dan sel generatif. Kedua sel tersebut ukurannya tidak sama. Sel Vegetatif
lebih besar dibanding sel generatif Selanjutnya Sel generatif membelah secara mitosis
menghasilkan 2 sel sperma.
Gambar 8.9. Perkembangan gametofit jantan
A. Serbuk sari yang barn terbentuk dengan 1 inti.
B. Serbuk sari membesar, inti pmdah ke bagian tepi, dan di bagian tengah terbentuk
vakuola.
C. Inti serbuk sari mengadakan pembelahan.
D. Stadium 2 inti pada serbuk sari. Inti sel vegetatif lebih besar ukurannya dan
terletak di bagian tengah. Sel-sel generatif letaknya dekat dengan dinding sel.
E. Inti sel generatif mulai kehilangan kontak dengan dinding sel, dan bentuknya
berubah menjadi bulat.
F. Inti sel generatif terdapat bebas pada sitoplasma.
G-H. Inti sel generatif mulai mengadakan pembelahan dan dan hasil pembelahan
terbentuk 2 sel sperma.
I-J. Inti sel generatif membelah di dalam buluh serbuk sari.
Dinding pollen
Dinding pollen berlapis-lapis. Dinding terluar disebut eksin dan dinding dalam
disebut inti. Eksin terdiri atas ekteksin dan endeksin. Ekteksin tersusun oleh:
1. tektum di bagian luar;
2. bagian dalam adalah lapisan kaki (foot layer) berbatasan dengan endeksin;
3. bakulum lapisan yang terdapat antara tektum dan lapisan kaki.
Eksin tersusun atas sporopolenin, merupakan derivat dan karotenoid yang mengalami
polimerisasi oksidatif. Sporopoleurn sangat resisten terhadap faktor fisik dan
dekomposisi biologik. Lapisan intin terdiri atas pekto-sellulose. Struktur selulose terdiri
atas inikrofiblir yang tersusun paralel terhadap permukaan dinding.
Gambar 8. 1 0. Struktur sel pollen pada Angiospermae
A. sel pollen dilindungi oleh dinding yang tebal, dengan 2 inti yang jelas, yaitu inti
vegetatif(besar) dan inti generatif(kecil)
B. Perbesaran dan DP.
b: bakulum; ek: eksin; in : intin; en : endeksin; t tektum; k: lapisan kaki.
Perkembangan abnormal dan pollen
Perkembangan abnormal dari polen dijumpai pada tubuh monokotil maupun
dikotil.
8.4 PISTILUM
Megasporangium dan Megasporogenesis
Tumbuhan Angiospermae pada umumnya mempunyai megasporofil (daun
buah) yang berkembang ke dalam suatu pistilum. Pistilum (putik) biasanya mengalami
diferensiasi menjadi 3 bagian yaitu:
1. bagian basal yang menggelembung disebut ovarium (bakal buah).
2. bagian yang memanjang disebut stilus (tangkai putik)
3. bagian ujung stilus disebut stigma (kepala putik)
Di dalam ovarium terdapat dua atau lebth dan dua ovulum (bakal biji). Ovulum
berkembang (berasal) dan plasenta. Suatu ovulum terdiri atas:
1. megasporangium (kandung lembaga embiyo sac) suatu badan sentral,
2. merupakan hasil perkembangan lebih lanjut dan megaspora yang berfiingsi.
3. nuselus, yakni jaringan yang menyelubungi badan sentral. Nuselus diselubungi
oleh sath atau dim integumen.
4. integumen, suatujaringan yang menyelubungi nuselus.
5. funikulus, tangkai yang mendukung bakal biji, dimana bakal biji itu melekat
pada plasenta.
Ukuran nuselus, jumlah integumen dan bentuk ovulum sangat pentmg untuk
membedakan ciri khas suatu ovulum pada kelompok tumbuhan berbunga. Ovulum
digolongkan ke dalam 5 tipe, tergantung aksis ovulum tersebut, apakah tegak atau
melengkung terhadap Mikropil dan funikulus.
Tipe ovulum tersebut adalah:
1. orthotropus
: Mikropil menghadap ke atas terletak segaris dengan
hilus.
2. Anatropus
: Mikropil dan hilus letalmya sangat berdekatan.
3. Kampilotropus
: ovulum berbentuk kurva.
4. Heinianatropus
: apabila nuselus dan intigumen terletak kurang lebih di
sudut funikulus.
5. amfitropus: ovulum berbentuk seperti sepatu kuda.
Integumen
Suatu ovulum kebanyakan mempunyal satu atau dua integumen. Ovulum
dengan satu intigumen disebut unitegmik, dan yang mempunyai dua intigumen
tersebut bitegmik. Pada tumbuhan Sympetalae umumnya menunjukkan keadaan
unitegmik, sedang pada Polypetalae dan monokotil adalah bitegmik. Pada beberapa
anggota Olacaceae menurut Davis (1966). ovulum tidak berintegumen dan disebut
ateginik. Ovulum pada umumnya berasal dari jaringan plasenta di dalam ovarium,
sedang integumen berasal dari bagian basal primordium ovulum.
Keadaan unitegmik mungkin disebabkan karena hilangnya salah satu
intigumen, seperti pada Cyilnus perkembangannya sehingga hanya mempunyai satu
intigumen. Pada beberapa dijumpai adanya integumen ketiga atau arilus, Pada Ulmus
dilaporkan, bahwa integumen ketiga berasal dari pembelahan integumen luar, tetapi
struktur tersebut dapat pula berasal dari pangkal ovulum.
Pada anggota Euphorbiaceae dikenal adanya karunkula yang berasal dari
poliferasi sel-sel integumen di daerah mikrofil. Kadang-kadang poliferasi ini sangat kuat
dan karunkula ini masih dapat dilihat sampai biji masak. Misalnya pada biji Ricinus
Communis
Mikropil
Mikropil dapat dibentuk oleh integumen luar dan atau integumen dalam.
Mikropil yang dibentuk oleh integumen dalam seperti pada Centrospermales dan
Plumbagmales, oleh integumen luar dan dalam, seperti pada suku Pontederiaceae.
Jarang
sekali
Mikropil
dibentuk
oleh
integumen
luar
misalnya
pada
suku
Podostemaceae. Rhamnaceae, dan Euphorbiaceae. Lubang Mikropil yang dibentuk
oleh integumen luar disebut eksostoma, sedang yang dibentuk oleh intigumen dalam
disebut endostoma.
Tapetum integumen (endotelium)
Pada beberapa tumbuhan nuselus segera mengalami disorganisasi dan
kantong embrio langsung mengadakan kontak dengan lapisan integumen yang semula
berbatasan dengan nuselus. Lapisan yang semula berbatasan dengan nuselus itu
terdiferensiasi menjadi lapisan yang khusus, baik bentuk maupun kandungan selnya.
Sel-selnya memanjang ke arah radial, kadang-kadang menjadi binuldeat
(mengandung dua inti). Sel-sel ini mempunyai persamaan dengan sel-sel tapetum
pada antera, oleh karena itu disebut tapetum integumen (endotelium). Endotelium
berfungsi nutritif, membantu transport bahan makanan dan integumen menuju ke
kantong embrio. Pada waktu embrio dewasa permukaan dalam dan lapisan endotelium
mengalami kutinisasi dan lapisan tersebut berubah menjadi lapisan pelindung.
Endotelium merupakan lapisan tunggal, dijumpai pada beberapa taksa yang
mempunyai tipe intigumen unitegmik, seperti Compositae, Lentibulariaceae dan
Orobanchaceae. Pada Compositae endotelium lebih dari satu lapis sel yaitu 2-10
lapisan seperti pada bunga matahari.
Hipostase dan Epistase
Hipostase adalah sekelompok sel yang terdapat di bawah kantong embrio di
bagian khalaza, berhadapan dengan jaringan pengangkut yang ada di funikulus.
Merupakan derivat sel-sel nuselus di bawah kantong embrio. Hipostase mempunyai
dinding yang tebal dan dingin, sedikit sitoplasma. Jaringan inti terdapat pada beberapa
suku, antara lain Crossosomataceae clan Umbelliferae. Kadang-kadang hipostase
terbentuk setelah pembuahan. Epistase merupakan jaringan yang letaknya di daerah
mikropil, dan dibentuk oleh sel-sel epidermis nuselus. Strukturnya seperti kaliptra pada
akar, oleh karena itu sering disebut tudung nuselus (operkulum), misalnya pada
Castalia dan Costus.
Obturator
Obturator adalah jaringan yang merupakan poliferasi sel-sel funikulus atau
plasenta.
Yang
berasal
dari
funikulus
misalnya
pada
famili
Acanthaceae,
Anacardiaceae, Labiatae dan Magnoliaceae. Jaringan ini berfungsi untuk membantu
pembuahan yaitu memandu buluh pollen menuju mikropil. Sel-selnya mengalami
degenerasi setelah terjadinya pembuahan. Pada Tetragonia tetragonioides obturator
mempunyai struktur seperti trikomata (rambut-rambut) berasal dan epidermis kedua
sisi funikulus yang letaknya berhadapan dengan mikropil. Obturator yang berasal dari
sel-sel plasenta misalnya pada suku Euphorbiaceae dan Cuscutaceae.
Gambar 8. 14. Struktur tambahan pada Ovulum I. Obturator pada Tetragonia
tetragonloider
Perhatikan perkembangan obturator pada tangkai funikulus yang sebelah luar lebih
baik di banding dengan yang berdekatan dengan Mikropil (A,B). II. Endotelium pada
Asteraceae:
D. Volutacella ramose ; E. Glossocardia bosvallia.
III. Integumen ketiga pada Trianthema monogyna.
Nuselus
Nuselus
merupakan
dinding
megasporangium.
Setiap
ovulum
hanya
mempunyai satu nuselus. Yang mempunyai dua nuselus antara lain adalah Aegle
marmelos dan Hydrocleis nymphoides. Pada awal terbentuknya calon ovulum, nuselus
terbentuk lebih dulu, terdiri atas sel-sel yang homogen diselubungi oleh epidermis.
Dibawah lapisan epidermis nuselus terdapat sekelompok sel-sel arkesporium.
Pada Sympetalae sel-sel arkesponum berfungsi langsung sebagai sel induk
megaspora (sel sporogen), sehingga sel sporogen adalah sel hipodermal (hipo =
bawah; dermal = epidermis). Berdasarkan asal sel-sel sporogen (sel induk megaspora)
maka nuselus dibedakan menjadi dua tipe yaitu:
1. tenumuselat
Sel sporogen (sel induk megaspora) adalah sel hipodermal, sehingga sel
sporogen berbatasan langsung dengan epidermis nuselus.
2. krasmuselat
Antara sel-sel sporogen dengan epidermis nuselus dipisahkan oleh lapisan sel
parietal primer.
Gambar 8.15. Perkembangan ovulum tipe tenuinuselat dan tipe krassinuselat.
I. Megasporogenesis pada ovulum Elytraria acaulis tipe tenumuselat.
II. Megasporogenesis pada ovulum Myriophyllum intermedium tipe
krassinuselat.
Sel induk megaspora membelah meiosis menghasilkan tetrad linier
(Gambar I dan II: C-D). ini. sel induk megaspora (sel sporogen) ; sp.
sel parietal, en:epidermis nuselus.
Megasporogenesis
Pada ontogeni ovulum, nuselus terbentuk lebih dulu, merupakan masa sel yang
diselubungi oleh epidermis, berasal dari proliferasi sel-sel plasenta.
Suatu sel hipodermal pada nuselus mempunyai ukuran yang besar, sitoplasma
padat dan ini besar berfungsi sebagai sel arkesporium. Sel ini membelah secara
perildinal atau langsung berfungsi sebagai sel induk megaspora.
Kalau membelah secara periklinal sel arkesporial tersebut ke arah dalam
menghasilkan sel sporogen primer dan ke arah luar menghasilkan sel parietal primer.
Sel sporogen berfungsi langsung sebagai sel induk megaspora.
Sel induk megaspora (megasporosit) membelah secara meiosis membentuk 4
megaspora yang haploid dan umumnya bertipe linier, tetapi ada yang berbentuk huruf
T, antara lain pada Orchic maculata dan Driniys winteri. Sedang pada beberapa suku
Crassulaceae, Hydrochaitaceae dan Musaceae dilaporkan mempunyai tipe berturut
turut isobilateral, tetrahidris dan bentuk T.
Dari 4 inti megaspora hasil meiosis yang tersusun linier tersebut hanya satu inti
megaspora yang berfungsi yaitu yang letaknya paling bawah dari tetrad, tiga lainnya
mengalami degenerasi.
Perkembangan gametofit betina (Megagametogenesis)
Gametofit betina (kantong embrio) yang dewasa terdiri atas 7 sel, yaitu sel
sentral yang besar dengan 2 inti kutub, di bagian mikrofil 2 sel sinergid dan 1 sel telur
serta di bagian khalaza 3 sel antipoda.
Perkembangan kantong embrio dimulai dengan memanjangnya inti megaspora
yang berfungsi.
Tergantung jumlah inti megaspora yang berperan dalam pembentukannya,
gametofit betina (kantong embrio) mungkin bertipe monosporik, bisporik atau
tetrasponik. Masing-masing kelompok tersebut mempunyai lebih dari satu tipe. (Lihat
diagram).
Tipe tersebut adalah sebagai berikut:
1. Monosporik
Pada tipe ini inti megaspora yang berperan selama perkembangan gametofit
jumlahnya satu. Tipe ini merupakan tipe normal (tipe Polygonium) Tipe kedua yaitu
Oenothera*, pada tipe ini hanya terjadi 2 kali pembelahan inti megaspora, sehingga
hanya ada 4 inti di bagian mikrofil.
Gambar
8.17.
Megasporogenesis
dan
perkembangan
(megagametofit) tipe Normal (polygonum) pada Angiosperm.
kandung
lembaga
2. Bisporik
Inti megaspora yang berfungsi pada perkembangan gametofit betina ada 2.
Setelah meiosis pertama pada proses megasporogeilesis terbentuk 2 set, dan 2 sel
tersebut hariya satu, sel yang melanjutkan meiosis II, sedang yang lain mengalami
degenerasi. Pada pembelahan meiosis II tidak terjadi pembentukan dinding sekat, dan
kedua inti megaspora berperan dalam pembentukan kandung lembaga. Dua inti ini
kemudian membelah mitosis 3 kali, menghasilkan 8 inti. Akhirnya orgamsasi kandung
lembaga seperti pada tipe normal (Polygonum). Tipe bisporik dibedakan menjadi 2
yaitu:
a. tipe Allium
Pada tipe ini megaspora yang berfungsi adalah yang berada di bagian khalaza,
sedang yang ada di bagian mikrofil mengalami degenerasi setelah meiosis 1.
b. tipe Endyinion
Megaspora yang berfungsi pada tipe ini adalah yang ada di bagian mikrofil. Inti
megaspora yang ada di bagian khalaza mengalami degenerasi.
3. Tetrasporik
Pada tipe ini pembelahan meiosis dari sel induk megaspora selama
megasporogenesis tidak diikuti oleh pembentukan dinding sekat, sehingga pada akhir
meiosis 4 inti haploid tetap di dalam sitoplasma sel yang sama (terjadi pembelahan inti
bebas).
Pola organisasi kandung lembaga tetrasponik ini sangat bervariasi. Susunan
kandung lembaga sebelum mengalami mitosis adalah sebagai berikut:
a. Terdiri 4 inti yang tersusun 1+1+1+1, masing-masing ada di bagian mikrofil,
khalaza dan di bagian lateral kandung lembaga. Misalnya pada tipe Peperoinia,
Penae dan Plumbago.
b. Terdini dari 4 inti tersusun 1+3. Satu ini bagian mikrofil 3 di bagian khalaza.
Pada tipe ini 3 inti di khalaza ada yang mengadakan fusi seperti tipe Fritillaria
dan Plumbagela, sedang pada tipe Drusa tidak tenjadi fusi.
c. Terdiri dari 4 inti dengan susunan 2+2, dua inti di bagian mikrofil, dua inti di
bagian khalaza. Inisainya tipe Adoxa.
1. Suatu tipe perkembangan kandung lembaga tetrasporik yang spesifik di jumpai
pada Chrysanthemum cinerariaefolium. Perkembangan tipe ini setelah stadium 4
inti, pada akhir meiosis, dengan susunan 1+2+1. Sam inti tenletak di bagian
khalaza dan mikrofil, sedang 2 inti terletak di bagian tengah.
Gambar 8.19 Diagram berbagai tipe perkembangan kandung lembaga pada
Angiospermae.
8.5. POLINASI DAN PEMBUAHAN
8.5.1. Polinasi
Polinasi adalah jatuhnya butir pollen pada kepala putik. Pada Gymnospermae
karena tidak mempunyai putik, butir pollen langsung jatuh pada nuselus. Perpindahari
pollen pada Angiospermae ada 2 cara yaitu:
1. Pollen yang jatuh pada kepala putik berasal dari satu bunga yang sama. Ini
disebut penyerbukan sendiri (autogaini selfpollinaiion).
2. Pollen berasal dari bunga lain, ini disebut penyerbukan silang (cross pollination).
Pada tipe ini dibedakan menjadi 2:
2.1. pollen berasal dari bunga yang berbeda, tetapi sam tanaman. Penyerbukan
semacam ini disebut geitonogaini
2.2. pollen berasal dari bunga 2 tanaman yang berbeda. Tipe demikian disebut
xenogami.
Setelah berada pada kepala putik, pollen akan berkecambah. Lama waktu yang
dibutuhkan oleh pollen untuk berkecambah sangat bervariasi untuk setiap jenis
tumbuhan.
Langkah pertama dari perkecambahan adalah bertambahnya ukuran pollen,
karena mengabsorpsi cairan yang ada pada permukaan kepala putik (Stigma), dan
desakan intin melalui lubang perkecambahari. Suatu buluh kecil tumbuh memanjang,
menembus jaringan stigma dan stilus (tangkai putik). Pada umumnya buluh pollen
bertipe monosifonus. (Sam buluh), tetapi ada yang mempunyai buluh banyak, seperti
pada Malvaceae, Cucurbitaceae dan Campanulaceae. Keadaan ini disebut polisifonus.
Pada Althaea rosea mempunyai 10 buluh pollen, sedang pada Malva neglecta 14
buluh. Stigma merupakan bagian yang berperanan penting dalam perkecambahan
pollen.
Setelah buluh muncul dari butir pollen, buluh tersebut mencari jalan pada
permukaan papila stigma, misalnya pada Gossypium atau melalui lapisan dinding
stigma yang sel-selnya terdiri atas pektoselulosa misalnya pada Lilium, ke dalam
jaringan stilus. Dinding buluh pollen terdiri atas 3 lapisan yaitu terluar terdiri atas pektin,
lapisan tengah dan pektoselulosa, dengan struktur fibliler yang kaya akan - 1,4 linked
glucan. Sitoplasma pada buluh kaya akan mitokondria dan badan Golgi,
Retikulum endosplasma halus dan kasar, vesikel , amiloplas dan badan lipid. Vesikel
kaya akan polisakanda atau RNA.
Berdasarkan keadaan morfologi ada 3 tipe stilus:
1. tertutup ; banyak dijumpai terutama pada tumbuhan dikotil.
2. terbuka ; dijumpai adanya saluran stilus yang lebar (tidak ada jaringan
transinisi), epidennis berfungsi nutritif. Sel-sel saluran stilus diselubungi oleh
zona sekretoris.
3. setengah tertutup; saluran stilus tidak lebar dikelilingi oleh jaringan transinisi
yang rudinienter terdiri atas 2-3 lapisan sel kelenjar (sekresi).
Gambar 8.20. Tipe- tipe stilus pada Angiospermae
A. Potongan bujur pistihini
B. Potongan bujur bagian atas dan stigma
C. Potongan bujur stilus tipe terbuka
D. Potongan lmtang stilus tipe tertutup.
E. Serbuk sari yang telah berkecambah.
Waktu yang dibutuhkan buluh pollen untuk mencapai kandung lembaga setelah
polinasi sampai terjadmya pembuahari untuk setiap jenis tumbuhan bervariasi.
Quercus
membutuhkan waktu 12-14 bulan
Alnus glutinosa & Corylus avellana
3-4 bulan
Paphiopedium mandiae
19-20 ininggu
Orchis maculata
14 hari
Carica papaya
10 hari
Carya illinoensis
4-7 hari
Oryza sativa, Coffea arabica
12-14 jam
Crepis capillaris
60 menit
Taraxacum kok-saghys
15-45 menit
8.5.2. Pembuahari
Setelah berkecambah, buluh menembus jaringan stilus (pada tipe tertutup) atau
membuat jalan pada permukaan epidermis yang membatasi saluran stilus (pada tipe
terbuka) yang kemudian masuk ke dalam janingan stilus. Akhirnya buluh sampai di
dalam ovarium, dan segera menuju ovulum. Masuknya buluh pollen ke dalam ovulum
kemungkinan secara:
1. poligami, ini merupakan cara yang umum, yaitu buluh melalui mikrofil.
2. khalazogaimi, buluh melalui ujung khalaza, misalnya pada Casuarina.
3. misogami, buluh masuk melalui funikulus misalnya Pistacia, atau melalui
integumen seperti pada Cucurbita.
Gambar 8.21. Skema Pola masuknya buluh pollen ke dalam ovulum (keterangan: baca
teks)
Buluh pollen yang membawa sperma, setelah sampai di mikrofil masuk ke
dalam kandung lembaga dengan 3 cara yaitu:
1. buluh pollen masuk di antara dmding sel telur dan dinding sinergid.
2. antara dinding kandung lembaga dan sam sel sinergid.
3. langsung masuk ke dalam salah satu sel sinergid.
Kalau langsung masuk ke dalam sel sinergid, buluh menembus aparatus fihiforinis,
kemudian ujung buluh pecah, isi sel buluh (sitopasma, inti vegetatif dan sel sperma)
keluar, bergabung dengan sitoplasma sel sinergid. Dua sel sperma berubah bentuk,
kemudian keluar dari sel sinergid. Satu sel sperma menuju sel telur, dan yang lain
mendekati sel sentral (sel kutub) sel sinergid kemudian mengalami degenerasi.
Telah dilakukan penelitian, dengan pengecatan khusus ada 2 badan yang
berwarna gelap didalam sel sinergid dan badan tersebut dinamakan badan x. Menurut
Jensen (1972) telah ditetapkan bahwa satu diantaranya adalah sisa inti sinergid dan
yang lain sisa inti vegetatif, karena mengandung DNA.
Badan x setelah sperma masuk ke dalam sel telur terjadilah fusi antara inti sel
telur dengan inti sperma. Ini disebut singami. Sperma yang lain berfusi dengan sel
sentral. Peristiwa ini disebut fusi tripel (tripel fusion). Dengan adanya dua macam
pembuahari tersebut pada Angiospermae dikenal dengan pembuahan ganda (double
fertilization).
Suatu keadaan yang menyimpang, dimana banyak buluh pollen yang masuk
masing-masing membawa 2 sperma, atau lebih dan sperma dalam satu buluh pollen
masuk ke dalam kandung lembaga. Hal ini akan menyebabkan terjadinya polispermi.
Polispermi adalah suatu keadaan dimana satu sel telur dibuahi lebih dan satu gamet
Hasil peleburan (fusi) sel gamet jantan dengan sel telur adalah zigot, dan sel
gamet jantan dengan inti kutub adalah endosperm. Endosperm pada umumnya
berkembang lebih dahulu dari pada zigot. Fungsi endosperm memberi makan embrio.
Ploidi endosperm pada Angiospermae adalah 3n sedang pada Gymnospennae n
(haploid).
Gambar 8.24. Pembuahan ganda pada Lilium martagon
A. Kandung lembaga yang masak;
B. Buluh serbuk sari (bs) masuk ke dalam kantong embrio yang masak; salah satu
sperma mendekati inti telur, dan yang lain mengadakan kontak dengan inti
kutub. Salah satu inti sinergid mengalami degenerasi (d);
C. Inti sperma mengadakan kontak dengan inti telur dan sel sentral;
D. Perkembangan lebih lanjut dan pembuahari;
E-H. Fusi antara inti telur dengan sperma;
I-N. (fusi antara inti sperma dengan kedua inti kutub (tripel fusion).
8.6 Endosperm
Pada umumnya endosperm merupakan hasil pembelahan sel endosperm
primer secara mitosis berkali-kali, dan berfungsi memberi makan embrio yang sedang
berkembang. Tidak semua golongan tumbuhan mempunyai endosperm. Tumbuhan
yang tidak mempunyai endosperm adalah suku Orchidaceae, Podostemaceae dan
Trapaceae.
Derajat ploidi (jumlah kromosom) endosperm bervariasi tergantung pada jumlah
inti megaspora yang berfungsi pada pembentukan gametofit betina. Endosperm pada
kebanyakan tumbuhan mempunyai derajat ploidi 3 (tripolid). Ploidi pada endosperm
haustonum pada Thesium alpinum lebih dari 384 n. Yang mempunyai ploidi sangat
tinggi adalah endosperm Arum maculatum, yaitu 24576 n. Terjadinya poliploidisasi
pada endosperm disebabkan karena penistiwa endomitosis dan fusi inti di dalam selsel endosperm (Kapoor, dalam Bhojwarn dan Bhatnagar, 1978).
Sel-sel endosperm biasanya berbentuk isodiametris, di dalamnya terdapat
butir-butir amilum, lemak, protein, atau butir-butir aleuron. Pada serealia, beberapa
lapisan endosperm yang terluar menjadi terspesialisasi baik secara morfologi maupun
fisiologi, dan menyusun suatu jaringan aleuron. Pada gandum jaringan aleuron terdiri
atas 3-4 lapis sel. Pada waktu biji masak, lapisan aleuron masih tetap hidup, dan
bagian sel yang mengandung amilum (endosperm) dikelilingi oleh lapisan aleuron. Selsel aleuron mempunyai dinding tebal, inti besar dan sitoplasma tidak bervakuola.
Pada dikotil aleuron tidak merupakan lapisan, tetapi merupakan butir-butir yang
terdapat di dalam sel endosperm. Misalnya pada Ricinus communis, Vicciafaba dan
lain-lain.
Apabila di dalam biji tidak dijumpai adanya endosperm, fungsi nutritif bagi
embrio yang sedang berkembang diambil alih oleh jaringan yang ada di dalam ovulum.
Pada suku tertentu, antara lain Amaranthaceae, Cannaceae, Piperaceae dan
Cappatidaceae, jaringan nuselus dapat berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
Jaringan nuselus ini disebut perisperm. Pada Piper nigrum jaringan nuselus di bawah
kantong embrio membelah, dan aktivitas pembelahannya terus bertambah. Sel-sel
tersebut adalah perisperm. Perisperm dan epiderinis nuselus banyak mengandung
amilum, sedang endospermnya sendiri yang terdapat di sekitar embrio sangat
mereduksi bila dibanding perisperm. Jumlah amilum terus bertambah mulai dan
khalaza sampai ke bagian mikrofil, sehingga 90% bagian dan biji Piper nigrum ini
ditempati oleh perisperm. Pada biji Myristica fragans (pala) endosperm dan perisperm
berkembang sama kuat.
Pada Cyanastrum endosperm dan sebagian besar nuselus tidak kelihatan
selama perkembangan biji. Tetapi sel-sel nuselus yang ada di bagian khalaza, tepat di
atas janingan vaskular aktif mengadakan pembelahan membentuk jaringan yang
disebut khalasosperm. Sel-sel jaringan ini penuh dengan lemak dan amilum, berfungsi
sebagai pengganti endosperm.
Berdasarkan perkembangannya, endosperm dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:
1. nuklear.
Pada tipe ini pembelahan inti endosperm primer (secara mitosis) yang pertama
serta pembelahan selanjutnya tidak diikuti oleh pembentukan dinding sekat,
sehingga terjadi inti bebas.
2. seluler.
Pembelahan pertama dan pembelahan selanjutnya inti endosperm primer
diikuti oleh pembentukan dinding sekat. Di sini kantong embrio terbagi dalam
ruangan-ruangan, walaupun di antaranya ada yang mengandung lebih dari satu
inti. Misalnya pada Peperomia.
3. helobial.
Tipe ini intermediar antara tipe pertama dan tipe kedua. Misalnya pada
Helobiae, Zea mays atau Oryza sativa.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Davis (1966) 288 famili dalam
Angiospennae: 161 famili tipe endosperm nuklear, 72 famili tipe seluler, harinya 17
famili bertipe helobial. Seluler merupakan tipe umum yang di jumpai pada tumbuhan
dikotil, pada monokotil hariya pada famili Araceae dan Lemnaceae. Dan 17 famili yang
bertipe helobial, 14 famili adalah monokotil. Pada beberapa famili endosperm di bagian
khalaza sering mengalami perubahari menjadi haustorium.
Gambar 8.25. Endosperm tipe helobial pada Asphodelus temafolius
A-B. 2 sel endosperm, 1 sel yang besar adalah ruang mikrofil, yang kecil ruang
khalaza.
C-D. Pada ruang mikrofil terdapat banyak inti, sedang di bagian khalaza terdapat 4
inti, zigot belum membelah; pembelahan inti tidak diikuti oleh
pembentukan dinding.
E. Terjadi selulerisasi di bagian penfer niang mikrofil, sedang di ruang khalaza
tetap terjadi periode inti bebas.
F. Perbesaran gambar E di bagian khalaza.
Gambar 8.26. Endosperm tipe nuklear pada Acalypha indica
A. Kantong embno setelah pembuahari, inti primer dan zigot belum membelah.
B-C. Pembelahan inti endosperm, menunjukkan periode inti bebas (tanpa dinding
sekat).
D. Inti endosperm telah pindah ke bagian tepi kantong embno.
E. Terjadi selulerisasi pada akhir perkembangan. Pembentukan dinding sekat
biasanya terjadi secara sentnpetal (dan bagian tepi ke bagian tengah).
A. Endosperm mengalami selulerisasi secara sempuma, dan embno berkembang
menjadi stadium jantung.
Perkembangan endosperm pada Loranthaceae adalah unik. Tumbuhan ini
ovulumnya tidak mempunyai integumen (ateginik), sehingga kandung lembaga
terdapat di dalam ovarium, dan hubungan antara ovulum satu dengan lainnya adalah
parenkim penghubung. Pada perkembangannya endosperm di dalam kandung
lembaga mengadakan fusi, membentuk endosperm majemuk.
Gambar 8.27. Endosperm majemuk pada Tolypanthus involucratus
A. penampang lintang ovarium dengan 4 kelompok endospenn.
B. Endosperm masing —masing kelompok berfusi, menjadi satu membentuk
struktur majemuk.
Pada
endosperm
yang
telah
dewasa
kadang
terjadi
keadaan
yang
menyinipang, diniana sel-sel endosperm mengadakan alctivitas pertumbuhan ke arah
luar atau dalam yang tidak teratur. Atau kemungkinan kulit biji yang mengadakan
pertumbuhan tidak teratur, sehingga menyebabkan perubahari struktur endosperm.
Keadaan ini yang menyebabkan endosperm dikatakan bertipe ruminat. Misalnya pada
pala Myristicafragran dan Cocolaba.
Gambar 8.28. Endosperm ruminat pada biji
A. permukaan biji tampak berlekuk-lekuk
B. potongan melintang biji, perhatikan struktur endosperm
8.7. EMBRIO
Telur yang telah dibuahi disebut zigot, dan ini merupakan sel tunggal yang
bersifat diploid. Polaritas embno pada Angiospermae adalah endoskopik, yaltu
berlawanan dengan mikrofil. Pembelahan zigot yang pertama kali pada kebanyakan
Angiospermae dengan dinding melintang, sehingga menghasilkan proembrio 2 sel.
Dan proembrio 2 sel ini;
sel a (ca), sel bagian atas disebut terminal (sel apikal) merupakan sel yang
jauh dan mikrofil.
sel b (cb), sel bagian bawah disebut sel basal, adalah sel yang letaknya
dekat dengan mikrofil.
Selain dengan dinding melintang pembelahan zigot dengan dinding tegak lurus
pada suku Loranthaceae atau miring (Triticum sp.). Pembelahan dengan dinding miring
jarang. Variasi pola perkembangan embrio pada awal embriogeni merupakan hal
umum pada tumbuhan monokotil maupun dikotil. Dan stadium 2 sel sampai stadium
diferensiasi biasanya disebut proembrio.
Perkembangan awal proembrio pada monokotil dan dikotil adalah sama sampai
stadium oktant (8 sel). Perbedaannya tampak pada saat awal terbentuknya kotiledon
dan plumula.
Berdasarkan cara pembelahan sel apikal (ca) proembno 2 sel dan peranan sel
basal (cb) serta sel apikal pada pembentukan embrio selanjutnya, maka Maheswari
(1950) membagi 5 tipe perkembangan embrio pada tumbuhan dikotil sebagai berikut:
A. Sel apikal dan proembrio 2 sel membelah secara longitudinal.
1. Sel basal berperan sedikit atau tidak sama sekali pada perkembangan embrio
selanjutnya.
Tipe Cruciferae/ Onagraceae.
2. Sel basal dan sel apikal beiperan dalam perkembangan embrio selanjutnya.
Tipe Asteraceae.
B. Sel apikal dan proembrio 2 sel membelah secara transversal.
1. Sel basal hanya sedikit berperan atau tidak sama sekali pada perkembangan
embrio selanjutnya.
1.1. Sel basal biasanya membentuk suspensor.
1.2. Sel basal tidak mengadakan pembelahan selanjutnya, bila ada suspensor,
supensor berasal dari sel apikal Tipe Cariyophylaceae
2. Sel basal dan sel apikal berperan dalam perkembangan embrio selanjutnya. Tipe
Chenopodiaceae.
Menurut Joharisen (1950) dikenal tipe ke 6 yaitu tipe Piperaceae misalnya pada
suku Piperaceae dan Loranthaceae. Tipe ini didasarkan atas pembelahan zigot
pertama kali dengan dinding vertikal (tegak lurus).
Suspensor
Merupakan bagian embrio yang letaknya berdekatan dengan ujung radikula.
Perkecambahan suspensor mencapai maksimum pada saat embrio mencapai stadium
bulat (globular). Pada biji yang masak sisa-sisa suspensor menunjukkan variasi dalam
bentuk, ukuran serta sel yang menyusunnya. Variasi ini biasanya berhubungan dengan
fungsi nutritif bagi embrio. Pada tumbuhan yang tidak mempunyai endospenn,
suspensor bersifat haustorium. Dikatakan pula selain membantu memberi makan,
suspensor merupakan akar embrionik yang bersifat sementara. Menurut Sussex et al.
(1973), sel-sel suspensor pada Phaseolus coccineus banyak mengandung RNA dan
protein.
Struktur embrio
Setelah pembuahan zigot membelah berkali-kali menjadi embrio. Embrio ini
mempunyai potensi untuk membentuk tanaman yang sempurna. Embrio mempunyai
poros embrional. Poros (sumbu) embrional pada dikotil menyebabkan terjadinya dua
kutub, yaitu kutub yang ada di bagian atas yaitu epikotil dan yang ada dibagian bawah
hipokotil. Epikotil akhirnya menjadi pucuk embnônik (plumula), dan hipokotil akan
menghasilkan batang sedang pada bagian bawah hipokotil akan menghasilkan calon
akar.
Pada umumnya embrio dikotil dan monokotil mempunyai persamaan
perkembangan sampai stadium 8 sel, yaitu stadium bulat. Embrio pada monokotil
bentuknya silindris karena mempunyai satu kotiledon, sedang pada dikotil mungkin
biobus (2 lobi) karena mempunyai dua kotiledon. Kotiledon pada dikotil muncul sebagai
dua tonjolan meristematik pada ujung apikal embrio. Tonjolan ini disebabkan adanya
perluasan ujung apikal embrio ke arah lateral. Karena adanya dua kotiledon ini maka
embrio terbelah secara bilateral simetris. Bagian apeks yang terdapat pada lekukkan di
antara dua kotiledon menyusun suatu meristem apikal (shoot).
Diferensiasi kutub atas sudah ditentukan mulai dari awal, jauh sebelum embrio
mencapai ukuran yang maksimum. Meristem yang ada di kutub atas adalah protoderm,
prokambium dan meristem dasar. Sedang diferensiasi kutub bawah meliputi organisasi
meristem ujung akar dan tudung akar (root). Meristem ujung akar ini mirip sekali
dengan titik tumbuh ujung batang, dalam hubungannya dengan pembentukan jaringanjaringan primier.
Embrio pada monokotil berbeda dengan dikotil, karena selain jumlah kotiledon,
juga berbeda dalam struktur. Kotiledon pada monokotil dinamakan skutelum. Pada
potongan membujur embrio dapat dilihat adanya sumbu embrional. Sumbu embrional
bagian bawah dan skutelum adalah radikula (calon akar) yang menghasilkan meristem
ujung akan dan tudung akar. Radikula dan tuding akar diselubungi oleh selaput
pelindung yang disebut koleonza. Epikotil menyusun tunas apeks dengan primordium
daun. Epikotil bersama primordium daun diselubungi oleh koleoptil. Disisi lateral
koleoriza membentuk tonjolan kecil ke arah luan, dan tonjolan ini disebut epiblas.
Pada beberapa tumbuhan yang endospermnya tidak berkembang, embrio
berfungsi sebagai penyinipan makanan cadangan sehingga embrio menjadi tebal.
Misalnya pada tumbuhan Leguininosae. Sedang pada biji yang endsopermnya
berkembang embrio sangat tipis.
e. endosperm; en. Endotelium; ep. epiblas; k. kotiledon; kh. koleoriza;
ko. Koleoptil; la. Lapisan aleuron; m. meristem apikal; n. nuselus ; p.
prokambium; r. radikula; s. skutelum; t. tunas pucuk.
(dikutip dan Esau, 1978).
8.8. BUAH DAN BIJI
8.8.1. Buah
Berdasarkan derajat kekerasan perikarpium (dinding buah) buah dibedakan ke
dalam dua tipe, yaitu buah kering dan buah berdaging. Pada buah yang berdaging,
perikarpium, yang berasal dari dinding ovarium terdiferensiasi menjadi epikarpium,
mesokarpium dan endokarpium. Endokarpium biasanya keras dan mengandung sel
baru. Pada buah kering perikarpium sering mempunyai jaringan sklerenkiniatis.
Penggolongan buah yang lain didasarkan pada tingkat kemampuan buah untuk
membuka (merekah) atau tidak pada waktu masak.
Perkembangan buah
Secara normal perkembangan buah terjadi setelah pembuahan. Bakal buah
meluas ke arah plasenta dan ovarium. Bertambahnya ukuran buah disebabkan oleh
adanya 2 proses, yaitu pembelahan sel (yang diawali oleh membesarnya sel, sebelum
pembelahan mitosis) dan pembesaran sel selanjutnya. Biasanya awal terjadmya
pembesaran sel tergantung pada pembelahan sel, dan dimulai sebelum antesis,
kemudian berlanjut sampai buah nyata. Tingkat ini kemudian secara berangsur diganti
dengan pembentangan sel, dan diikuti oleh pertumbuhan memanjang.
Periode tingkat perkembangan buah berbeda-beda dan diikuti pula oleh
pertumbuhan komponen buah seperti perikarpium, kulit biji, endosperm dan embrio.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan buah adalah faktor dalam dan faktor luar.
Salah satu faktor dalam adalah perkembangan biji.
Struktur buah
Apabila bakal buah berkembang menjadi buah, dinding ovarium menjadi
perikarpium. Dinding ovarium terdiri dari sel-sel parenkim, jaringan pembuluh dari
lapisan epidermis dalam dan luar. Selama pemasakan, perikarpium bertambah jumlah
selnya. Jaringan dasar secara relatif tetap homogen dan parenkim terdiferensiasi
menjadi parenkim dan jaringan sklerenkim. Perikarpium mungkin terdiferensiasi
menjadi 3 bagian yang secara morfologi berbeda yaitu eksokarpium (lapisan terluar),
mesokarpium (bagian tengah), dan endokarpium (lapisan terdalam). Kadang-kadang
eksokarpium dan endokarpium merupakan epiderinis luar dan epiderinis dalam dinding
ovarium. Dinding ovarium menyelubungi ovarium dimana biji dihasilkan. Struktur
jaringan pembuluh bervariasi untuk setiap jenis buah dan terdapat pada perikarpium.
Struktur perikarpium menunjukkan variasi yang luas untuk setiap jenis atau tipe buah.
Ada 2 macam tipe perikarpium, yaitu parenkiniatik, pada buah berdaging dan
sklerenkimatik pada buah kering.
Pada buah polongan, pada waktu buah masak karpel memisah sepanjang sutur
atau kampula yang mengelilingi buah, meninggalkan biji yang melekat pada rusuk dan
membentuk suatu kerangka di sekitar sekat.
Buah pisang (Musa acuininala) mempunyai tipe ovarium inferior, dengan 3
karpel. Ovarium ini kemudian sebagai buah yang mempunyai biji, atau buah tanpa biji
(partenokarpi). Buah yang berbiji/partenokarpi mempunyai struktur sama pada awal
perkembangan. Akhirnya ovulum pada buah partenokarpi mengalami degenerasi, dan
lokulus ditutupi oleh daging buah yang berasal dari perikarp dan sekat.
Daging buah kaya akan amilum. Pada varietas yang berbiji, biji yang masak
hampir memenuhi lokulus, dan daging buah sangat tipis. Ikatan pembuluh bersama
dengan lateks, terselubung dalam jaringan parenkini dinding buah.
Berbeda dengan buah pisang, buah tomat (Lycopersicon esculentum),
mempunyai jumlah karpel yang banyak, janingan berdaging terdiri atas perikarpium,
sekat dan plasenta. Jaringan plasenta meluas, memasuki ruang-ruang antara ovulum.
Plasenta menutup lokulus, dan terselubung oleh ovulum. Jaringan antara ovulum berisi
gelatin pada waktu buah masak. Perubahari warna kulit buah selama pemasakan
disebabkan adanya transfonnasi kloroplas menjadi kromoplas.
8.8.2. Biji
Setelah pembuahan bakal biji akan berkembang menjadi biji. Integumen
berkembang menjadi kulit biji atau testa, sel telur yang dibuahi (zigot) berkembang
menjadi embrio, dan sel endosperm primer akan membelah- belah secara mitosis
menghasilkan endosperm. Bentuk, ukuran, warna, struktur dan permukaan biji sangat
bervariasi.
Struktur biji
a. Kulit biji
Merupakan bagian terluar biji. Pada Angiospermae bakal biji mempunyai satu
atau dua integumen. Pada umumnya semua bagian yang menyusun integumen
berperan dalam pembentukan kulit biji. Sening pada biji tertentu jaringan integumen
mengalami kerusakan karena adanya perkembangan jaringan lain pada biji, sebingga
kulit biji berasal dari bagian yang tersisa di dalam integumeti.
Gossypium sp. mempunyai ovulum yang biteginik, dan ke dua integumen
berperan dalam pembentukan kulit biji. Perubahan-perubahan histologis tampak jelas 6
hari setelah pembuahan. Struktur anatoini kulit biji sangat bervaniasi untuk setiap jenis
tumbuhan.
Sel-sel parenkim pada integumen mengalami diferensiasi menjadi aerenkim
sel-sel cadangan makanan, sel-sel tanin, sel kristal, sel gabus, sel sklerenkim, dan
lain- lain.
Mengenai susunan kulit biji pada umumnya adalah:
1. di sebelah luar terdapat epidermis, atau sering tanpa epidermis;
2. di sebelah dalam lapisan epidermis adalah jaringan yang sel-selnya berdinding
tebal, mempunyai ukuràn yang panjang, tersusun seperti jaringan tiang pada
daun, disebut jaringan palisaden atau dikenal sebagai makrosklereida;
3. di sebelah dalam lapisan ini mungkin masih dijumpai adanya jaringan yang selselnya berdinding tebal disebut jaringan osteoskiereida;
4. selanjutnya di jumpai sel-sel parenkim, sel-sel kristal atau sel-sel yang
mengandung pigmen.
Pada permukaan kulit biji, pengamatan dengan menggunakan inikroskop
elektron skaning menunjukkan adanya ornamentasi pada kulit biji yang bermacammacam bentuknya.
Tergantung pada ada atau tidaknya endosperm pada biji, maka dibedakan 2
tipe yaitu:
1. Endospermus (albuininus)
Pada biji dijumpai adanya endosperm.
Misalnya pada : Zea mays, Ricinus communis, dli.
2. Non endospermus (eks-aibuininus)
Pada biji tidak dijumpai adanya endosperm.
Misalnya pada : Areca catechu, Piper nigrum, Glycine max, Cucurbita, dli.
Pada biji yang masak sering masih dijumpai adanya arilus atau karunkula arilus
(salut biji) dijumpai pada Punica granatum, Nephelium, dll, sedang karunkula pada biji
Ricinus communis.
Gambar 8.34. Struktur umum kulit biji beberapa spesies tumbuhan Angiospermae
A. Gymnocladus diolea; B. Viola tricolor;
C. Phaseolus multfiorus; (lapisan dalam yang berbatu hariya tampak 1/5
bagian)
D. Magnolia macrophylla; E. Plantago lanceolata; F. Lepidium sativum;
G. Vaccinium corrymbosum (epidermis dengan sel yang besar, lapisan dalam
berlendir);
H. Maluspuinila.
c. dikotiledon; e. endosperm; i. Integumen dalam; 11. Jaringan palisade;
n. nuselus; 0. integumen luar.
(dikutip dan Eames & MacDaniels, 1953)
Gambar 8.35. Perkembangan kulit biji pada Gossypium sp.
A. Penampang bujur ovulum. Ovulum mempunyai 2 integumen.
B. Struktur anatomi integumen luar dan dalam.
C-D. Integumen dalam dan luar dari ovulum pada saat 2-3 hari dan 5-6 hari setelah
pembuahan. Setelah terjadi pembuahan semua jaringan yang menyusun
integumen mengadakan diferensiasi, dan natinya menyusun kulit biji.
E. Kulit biji (15 hari setelah pembuahan); F. Kulit biji dewasa;
G- H. Trikoma (rambut) yang biasanya terdapat pada permukaan kulit biji
merupakan derivat epidermis integumen luar.
ii. Integumen luar; n. nuselus; ke. Kantong embrio; id. Integumen dalam; it. Initial
trikoma; t. trikoma; sp. sel berpigmen; st. Se! tidak berpigmen.
Gambar 8.36. Diagram struktur anatomi biji
A. Biji Zea mays; B. Biji Glycine max; C. Biji Piper nigrum seluruh biji ditempati
perisperm. Perisperm lebih berkembang daripada endospem.
8.3. POLIEMBRIONI
Poliembrioni adalah terdapatnya lebih dari satu embrio dalam satu biji. Orang
yang
melaporkan
pertama
kali,
terjadinya
poliembrioni
adalah
Antom
van
Leeuwenhoek pada tahun 1719, pada biji jeruk.
Poliembrioni pada Angiospermae kemungkinan terjadi karena:
1. pembelah embrio yang sudah ada (Cleavage pro-embryo).
2. embrio berasal dari sel-sel dalam kandung lembaga selain sel telur yang
dibuahi.
3. terbentuknya kandung lembaga yang banyak, dalam satu ovulum.
4. aktivitas sel-sel sporofilik (sel-sel sama) pada ovulum.
1. “Cleavage polyembtyony pada Angiospermae dijumpai pada anggrek, seperti
Eulophia epidendraea (lihat gambar terlampir).
2. embrio berasal dari sel-sel dalam kandung lembaga selain sel telur yang dibuahi.
(lihat gambar).
Pada gambar dapat dilihat embrio berasal dari sel antipoda.
Klasifikasi poliembrioni
Ada 2: 1. Spontan
2. Induksi
Ernst (1901; 1910) membedakan poliembrioni spontan menjadi
1. Poliembrioni sejati
Dua atau lebih embrio terdapat dalam satu kantong lembaga.
2. Poliembrioni palsu
Embrio terdapat dalam kantong embrio, pada satu ovulum (Fragaria) atau
plasenta (Loranthaceae).
Gambar 8.37. Poliembrioni pada Eulophia epidendraea
A. zigot membentuk kelompok sel, 3 diantaranya membelah membentuk embrio
yang bebas
B-C. dan embrio yang terbentuk tumbuh tunas (cabang) pada bagian sisi embrio
dan masing-masing cabang akan tumbuh menjadi embrio.
Download