analisa positioning obyek wisata alam di daerah - E

advertisement
Evolusi Vol.II No.2 September 2014
ISSN: 2338-8161
ANALISA POSITIONING OBYEK WISATA ALAM DI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARKAN BAURAN PEMASARAN
JASA DENGAN MULTIDIMENSIONAL SCALING
Diah Pradiatiningtyas
Program Studi Komputerisasi Akuntansi, AMIK BSI Bandung
[email protected]
Abstract
Yogyakarta is one of the city's tourist destinations. A wealth of history and natural wealth makes
Yogyakarta demand by both domestic and foreign travelers. Increased activity of this nature is
related to the change in lifestyle of the people. The potential attraction of Yogyakarta is owned by
the attractiveness of natural beaches, culture, history and heritage. Typology of tourist products in
Yogyakarta is quite diverse, but still a lot in common with other areas, the lack of care, and lack of
quality of the provision of infrastructure and so on. The management of tourism object using the
pattern required strategic thinking ahead while adapting to the changes that occur. In order to
combine coaching, development, and utilization need to set priorities. The purpose of this study was
to analyze five well-known tourist destinations in Yogyakarta to set positioning in order to
determine priorities based tourist services marketing mix. Attributes studied were 20 attributes
which are part of the marketing mix of tourist services. The research method used is quantitative by
using Multidimensional Scaling Analysis. Sampling was selected by random; the number of
respondents was 104 people. The results obtained through a perceptual map is that 5 destinations
in Yogyakarta is Parangtritis, Kaliurang, Baron Beach, Indrayanti Beach, and Goa Pindul
perceived almost as by consumers with a range of values that are not too far away, while the
average of the results it can be concluded that Parangtritis have the lowest perception and
Indrayanti Beach has the highest perception.
Keywords: Tourism, Services Marketing Mix, Positioning, Multidimensional Scaling.
Pendahuluan
Sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya yang berupa keanekaragaman
flora, fauna dan gejala alam dengan
keindahan
pemandangan
alamnya
merupakan anugerah Tuhan Yang Maha
Esa, dimana potensi sumberdaya alam dan
ekosistemnya dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan
sebesar-besarnya
bagi
kesejahteraan
rakyat
dengan
tetap
memperhatikan
upaya
konservasi
(Soemarno, 2010:1). Sumberdaya alam
yang
dapat
dimanfaatkan sebagai
pelestarian alam dan juga sekaligus sebagai
obyek wisata alam, antara lain adalah:
gunung, taman laut, sungai, pantai, hutan,
kebun, fauna, air terjun, danau, goa, dan
lain-lain. Pengertian “wisata alam” meliputi
obyek dan kegiatan yang berkaitan dengan
rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan
potensi
sumber daya alam dan
ekosistemnya, baik dalam bentuk asli
(alami) maupun perpaduan dengan buatan
manusia (Soemarno, 2010). Akibatnya
tempat-tempat rekreasi di alam terbuka yang
sifatnya masih alami dan dapat memberikan
kenyamanan semakin banyak dikunjungi
wisatawan.
Meningkatnya kegiatan wisata alam ini
ada kaitannya dengan perubahan pola hidup
masyarakat, meningkatnya taraf kehidupan,
adanya pertambahan waktu luang dan
semakin meningkatnya fasilitas sarana dan
prasarana sehingga dapat menjangkau
tempat-tempat dimanapun lokasi wisata
berada (Soemarno, 2010:7). Budaya
kehidupan masyarakat di Yogyakarta dan
sekitarnya mulai berubah polanya, dengan
jam kerja rutSin tentunya masyarakat
membutuhkan penyegaran pada setiap
liburan atau akhir minggu. Salah satu yang
menjadi alternatif liburan adalah obyek
wisata alam.
Secara umum telah disadari bahwa
dalam menunjang pengembangan sektor
pariwisata yang memiliki beraneka ragam
obyek serta daya tarik, kadar hubungan,
lokasi serta ketersediaan dana dan berbagai
29
Analisa Positioning Obyek Wisata Alam Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan Bauran Pemasaran Jasa Dengan Multidimensional Scaling
faktor penentu lainnya menyebabkan tingkat
pengembangan yang tidak seragam. Oleh
karena
itu
dalam
penanganan,
pengembangan dan pembinaannya perlu
adanya keterpaduan lintas sektoral baik di
tingkat daerah maupun di tingkat pusat.
Pengembangan pariwisata mengacu pada
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
(Supraptini, 2013:2) dimana kepariwisataan
diselenggarakan sejalan dengan upaya
untuk: (1) meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan rakyat, (2)
mengatasi penggangguran dan menghapus
kemiskinan,
(3)
melestarikan
alam,
lingkungan dan sumberdaya, (4) memajukan
kebudayaan, mengangkatcitra bangsa, dan
mempererat persahatan antar bangsa, dan (5)
memupuk
rasa
cinta
tanah
air,
memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan
salah satu kota yang menjadi tujuan wisata
dunia. Kekayaan sejarah dan kekayaan
alamnya membuat Yogyakarta diminati oleh
wisatawan
baik
domestik
maupun
mancanegara. Potensi alam Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan 1 Kotamadya dan 4
Kabupatennya menciptakan banyak obyek
wisata alam yang terkenal hingga manca
negara. Namun dalam pengelolaan dan
penataannya belum tertata seperti wisata
alam di Bali.
Potensi objek wisata yang dimiliki oleh
Yogyakarta adalah daya tarik alam pantai,
budaya, dan peninggalan sejarahnya.
Tipologi produk wisata di Yogyakarta cukup
beragam, namun masih banyak kesamaan
dengan daerah lain, kurangnya perawatan,
kurangnya kualitas dari penyediaan sarana
prasarana dan sebagainya. Pihak pengelola
objek pariwisata dituntut menggunakan pola
berpikir ke depan yang strategis sambil
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
yang selalu perlu diakomodasi dalam
perjalanan organisasi untuk mencapai
tujuan. Strategi dibuat untuk mengarahkan
upaya organisasi berikut sumberdayanya ke
satu tujuan yang diharapkan dan telah
disepakati, serta diwujudkan secara konkrit
dengan program bauran pemasaran jasa. Hal
ini sesuai dengan pendapat Hawkins et al
(2004) bahwa strategi pemasaran akan
mempengaruhi proses keputusan pembelian
konsumen.
Dalam rangka memadukan pembinaan,
pengembangan, dan pemanfaatan perlu
ditetapkan skala prioritas. Skala prioritas
dalam pelaksanaan pembangunan dengan
ruang lingkup tingkat Provinsi Daerah
30
Tingkat I. Sehingga dalam pelaksanaan
pengembangan obyek-obyek wisata alam
harus ditinjau dari wilayah Provinsi Daerah
Tingkat I. Dengan adanya skala prioritas,
maka dapat memanfaatkan ketersediaan
tenaga dan dana yang terbatas, dimana
obyek dan daya tarik wisata alam yang telah
ditetapkan sebagai prioritas akan memberi
manfaat secara optimal.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
menganalisa posisi beberapa obyek wisata di
Yogyakarta berdasarkan Bauran Pemasaran
Jasa yang melekat sehingga akan nampak
skala prioritasnya.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Apa dimensi Bauran Pemasaran Jasa
yang dapat menjadi dasar pengukuran
pemosisian obyek wisata?
2. Bagaimana pemosisian obyek wisata
berdasarkan Bauran Pemasaran Jasa?
3. Bagaimana skala prioritas hasil MDS
terhadap
karakteristik
20
atribut
pemasaran jasa obey wisata yang
ditelitis?
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari penelitian ini adalah:
1) mengetahui bauran pemasaran jasa yang
melekat pada obyek wisata di Yogyakarta
dan 2) mengetahui pemosisian obyek wisata
di Yogyakarta untuk menentukan skala
prioritas. Sedangkan tujuan penelitian ini
adalah: 1) memperoleh peta posisi obyek
wisata Yogyakarta sesuai bauran pemasaran
jasanya
seperti
yang
dipersepsikan
pengunjung dan 2) memberikan masukan
bagi dinas terkait untuk menerapkan strategi
pemasaran obyek wisata yang ada dalam
penelitian ini.
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah: 1) dengan diketahuinya
peta pemosisian obyek wisata maka dinas
terkait dapat memanfaatkan hasil penelitian
ini untuk pengambilan kebijakan terkait
penetapan skala prioritas pembangunan
obyek wisata dan 2) dapat menjadi masukan
bagi
pengelola
dan
dinas
untuk
mengembangan keunggulan kompetitif
obyek wisata agar memberikan kepuasan
kepada pengunjung.
Evolusi Vol.II No.2 September 2014
ISSN: 2338-8161
Kerangka Penelitian
ATRIBUT:
1. Keindahan
2. Daya Tarik
3. Potensi Alam
4. Fasilitas
5. Lokasi
6. Kenyamanan
7. Kebersihan
8. Keamanan
9. Lingkungan
10. Atraksi/Wahana
11. Promosi
12. Restribusi
13. Tiket Wahana
14. Harga Fasilitas
15. Harga Wahana
16. Harga Parkir
17. Sikap orang
18. Layanan Wisata
19. Arah Penunjuk Jalan
20. Penunjuk tempat
OBYEK WISATA DI
YOGAKARTA
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Tinjauan Pustaka
Pariwisata
Pengembangan
pariwisata
seperti
layaknya pengembangan usaha yang lain,
juga harus mempertimbangkan kebutuhan
dan keinginan serta selera pasar sehingga
konsekwensinya
adalah
melibatkan
masyarakat sekitar daerah tujuan wisata
untuk berperan aktif sesuai dengan potensi
yang
dimiliki
sehingga
mampu
memanfaatkan peluang. Agar suatu objek
wisata dapat dijadikan sebagai salah satu
objek wisata yang menarik, maka faktor
yang sangat menunjang adalah kelengkapan
dari sarana dan prasarana objek wisata
tersebut. Karena sarana dan prasarana sangat
diperlukan
untuk
mendukung
dari
pengembangan objek wisata sebagaimana
pendapat Yoeti (2002:211) dalam Supraptini
(2013:2) produk wisata sebagai salah satu
obyek
penawaran
dalam
pemasaran
pariwisata memiliki unsur-unsur utama yang
terdiri atas tiga bagian yaitu: (1) Daya tarik
daerah tujuan wisata, termasuk didalamnya
citra yang dibayangkan oleh wisatawan, (2)
Fasilitas yang dimiliki daerah tujuan wisata,
meliputi akomodasi, usaha pengolahan
makanan, parkir, transportasi, rekreasi dan
lain-lain, (3) Kemudahan untuk mencapai
daerah tujuan wisata tersebut.
Dalam
konteks
pengembangan
pariwisata di Yogyakarta objek wisata yang
dapat ditawarkan meliputi wisata alam,
wisata sejarah, wisata budaya dan wisata
kuliner. Dengan berbagai objek wisata yang
dimiliki pemerintah berupaya keras untuk
mengedukasi masyarakatnya agar sadar
wisata, langkah nyata yang dapat dilihat dan
dilakukan sekarang ini antara lain adalah
dibentuknya kelompok sadar wisata
termasuk
membangkitkan
kelompokkelompok kesenian, program kelestarian
lingkungan
yang
bertujuan
untuk
mendukung kehidupan masa kini dan
mendatang.
Dalam
pengembangan
pariwisata
sangat
penting
untuk
memperhatikan daya kreasi dan inovasi
untuk
menawarkan
produk
produk
pendukung baru yang dapat menarik
wisatawan menurut Suwantoro (1997:48)
dalam Supraptini (2013) komponen produk
pariwisata terdiri dari: atraksi suatu daerah
tujuan wisata, fasilitas/amenities dan
aksesbillitas ke dan dari daerah tujuan
wisata
Pengertian Obyek dan Potensi Wisata
Alam
Obyek wisata alam adalah perwujudan
ciptaan manusia, tata hidup seni-budaya
serta sejarah bangsa dan tempat atau
keadaan alam yang mempunyai daya tarik
31
Analisa Positioning Obyek Wisata Alam Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan Bauran Pemasaran Jasa Dengan Multidimensional Scaling
untuk dikunjungi
(Anonymous, 1986)
dalam Supraptini (2013).
Selanjutnya Direktorat Perlindungan dan
Pengawetan Alam (1979) mengasumsikan
obyek wisata adalah pembinaan terhadap
kawasan beserta seluruh isinya maupun
terhadap aspek pengusahaan yang meliputi
kegiatan pemeliharaan dan pengawasan
terhadap ka-wasan wisata. Obyek wisata
yang mempunyai unsur fisik lingkungan
berupa tumbuhan, satwa, geomorfologi,
tanah, air, udara dan lain sebagainya serta
suatu atribut dari lingkungan yang menurut
anggap-an manusia memiliki nilai tertentu
seperti keindahan, keunikan, kelangkaan,
kekhasan, keragaman, bentangan alam dan
keutuhan (Anonymous, 1987) dalam
Supraptini (2013).
Obyek wisata alam yang ada di
Indonesia dikelompokkan menjadi dua
obyek wisata alam yaitu obyek wisata yang
terdapat di luar kawasan konservasi dan
obyek wisata yang terdapat di dalam
kawasan konsevasi yang terdiri dari taman
nasional, taman wisata, taman buru, taman
laut dan taman hutan raya. Semua kawasan
ini berada di bawah tanggung-jawab
Direktorat Jendral Perlindungan dan
Pelestarian Alam.
Kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan
berupa lintas alam, mendaki gunung,
mendayung, berenang, menyelam, ski air,
menyusur sungai arus deras, berburu (di
taman buru). Sedangkan obyek wisata yang
terdapat di luar kawasan konservasi dikelola
oleh Pemerintah Daerah, Pihak Swasta dan
Perum Perhutani, salah satunya adalah Wana
Wisata.
Kelayakan sumberdaya alam merupakan
potensi obyek wisata alam yang terdiri dari
unsur-unsur
fisik lingkungan berupa
tumbuhan, satwa, geomorfologi, tanah, air,
udara dan lain sebagainya, serta suatu atribut
dari lingkungan yang menurut anggapan
manusia memiliki nilai-nilai tertentu
seperti keindahan, keunikan, kelangkaan,
atau kekhasan keragaman,
bentangan
alam
dan keutuhan (Anonymous, 1987)
dalam Supraptini (2013).
Menurut Yoeti (1985:164) dalam
Supraptini (2013) suatu objek pariwisata
harus memenuhi tiga kriteria agar obyek
tersebut diminati pengunjung, yaitu :
1. Something to see adalah obyek wisata
tersebut harus mempunyai sesuatu yang
bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh
pengunjung wisata. Dengan kata lain
obyek tersebut harus mempunyai daya
32
tarik khusus yang mampu untuk
menyedot minat dari wisatawan untuk
berkunjung.
2. Something to do adalah agar wisatawan
yang melakukan pariwisata di sana bisa
melakukan sesuatu yang berguna untuk
memberikan perasaan senang, bahagia,
dan santai, berupa penyediaan fasilitas
rekreasi baik itu arena bermain ataupun
tempat makan, terutama makanan khas
dari tempat tersebut sehingga mampu
membuat wisatawan lebih betah untuk
tinggal di sana.
3. Something to buy adalah fasilitas untuk
wisatawan berbelanja yang pada
umumnya adalah ciri khas atau icon dari
daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan
sebagai oleh-oleh.
Pemasaran Pariwisata
Pariwisata merupakan salah satu faktor
utama yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi besar dalam upaya pertumbuhan
ekonomi yang sedang dilaksanakan. Dalam
menjalankan perannya, industri pariwisata
harus menerapkan konsep dan peraturan
serta panduan yang berlaku dalam
pengembangan pariwisata agar mampu
mempertahankan dan meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan yang nantinya
bermuara pada pemberian manfaat ekonomi
bagi industri pariwisata dan masyarakat
lokal. Industri-industri pariwisata yang
sangat berperan dalam pengembangan
pariwisata adalah: biro perjalanan wisata,
hotel dan restoran. Selain itu juga didukung
oleh industri-industri pendukung pariwisata
lainnya Membahas tentang pemasaran
pariwisata hendaknya diketahui terlebih
dahulu apa arti pemasaran, menurut Stanton
(2001:5), yaitu sistem keseluruhan dari
kegiatan-kegiatan bisnis yang di tujukan
untuk merencanakan, menentukan harga,
dan mendistribusikan barang dan jasa yang
memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli
yang ada, maupun pembeli potensial.
Konsep pemasaran merupakan faktor
penting bagi keberhasilan suatu perusahaan,
maka faktor pelayanan menjadi faktor
penting yang tidak boleh diabaikan apa lagi
dalam dunia pariwisata karena hal ini terkait
dengan pencitraan dan kepuasan wisatawan
yang akan berdampak pada peningkatan
kunjungan wisata sehingga perlu dukungan
yang matang dari pemerintah, swasta dan
masyarakat. Selain konsep di atas pemasaran
dapat diartikan sebagai proses yang
berkelanjutan untuk mencapai tujuan
Evolusi Vol.II No.2 September 2014
ISSN: 2338-8161
melalui
pemenuhan
kebutuhan
dan
keinginan konsumen.
Prinsip-prinsip inti dari pemasaran
meliputi pendekatan pemasaran yang
berorientasi segmentasi pasar, bauran
pemasaran dan siklus hidup produk.
Segmentasi pasar dalam pariwisata dapat
dijelaskan sebagai berikut: Segmentasi
dalam sebuah pasar wisata hendaknya
dimulai dengan mengelompokkan pasar
(market segmentation) menjadi lebih
homogen yang menurut Schiffman and
Kanuk (2008) bahwa: the process of
dividing a market into distinct subsets of
consumer
with
common
needsor
characteristics and selecting one more
segmen to target with a distinct maketing
mix.
Berdasarkan pendapat di atas maka
prinsip-prinsip segmentasi menjadi alasan
dasar
untuk
dilaksanakan
dalam
menjalankan bisnis pariwisata. Prinsipprinsip dasar yang dimaksud meliputi
1. Identifiable. Segmen pasar harus terdiri
dari orang-orang yang teridentifikasi
mencari manfaat yang serupa dari suatu
penawaran produk.
2. Cohesive.
suatu
segmen
yang
diidentifikasi dan terpisah dari segmen
lain untuk tujuan-tujuan pengukuran
kemampuan penyesuaian
3. Measurable. Segmen harus dapat
membantu pihak pemasar dalam
memperkirakan potensi pasar, ukuran
alokasi sumber dan besarnya upaya
memuaskan kelompok pasar yang
dipilih sebagai target.
4. Accessibli. Segmen yang diidentifikasi
harus dapat diakses oleh hasil
pemasaran sehingga memiliki tingkat
kepercayaan
yang
tinggi
dalam
mencapai peluang.
5. Substantial. Kelompok yang spesifik
harus memiliki kemampuan yang cukup
tinggi, agar sesuai dalam mencapai
tujuan.
6. Actionable. Segmen yang menjadi
target harus dapat didekati dengan
sumberdaya dan usaha yang maksimal.
Dalam konteks pemasaran pariwisata
hendaknya berfokus pada faktor-faktor
determinan,
yaitu
faktor
yang
memungkinkan wisatawan menentukan
pilihan. Diterminan ditentukan oleh dua
dimensi, yaitu tingkat kepentingan dan
keunikan, dalam dunia pariwisata tingkat
kepentingan berwisata dengan tujuan apa
pun (liburan, karya wisata, studi banding,
gathering), merupakan salah satu kebutuhan
penting bagi setiap individu. Karena melalui
rekreasi atau perjalanan wisata orang
mendapatkan kesegaran dan relasi untuk
dapat lebih produktif di dalam berbagai
aktivitas. Sedangkan keunikan terkait
dengan objek yang dituju baik unik pesona
alam,budaya, atau bahkan ciri-ciri khas yang
lain yang dimiliki lokasi yang dituju.Untuk
merealisasikan manfaat potensial segmentasi
dalam pariwisata dibutuhkan studi empiris
yang menyangkut kebutuhan dan keinginan
konsumen.
Bauran Pemasaran Pariwisata
Bauran pemasaran yang mengacu pada
berbagai komponen atau instrumen dapat
digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi
konsumen. Bauran pemasaran tradisional,
terdiri dari empat “P”: yakni product, price,
place dan promotion, bauran pemasaran
membentuk faktor-faktor keputusan kunci
dalam setiap rencana pemasaran termasuk
dalam rencana pemasaran pariwisata.
Sebagaimana pendapat Tjiptono (2005:30)
bauran pemasaran merupakan seperangkat
alat yang dapat digunakan pemasar untuk
membentuk
karakteristik
jasa
yang
ditawarkan kepada pelanggan. Bauran
pemasaran jasa dikelompokkan menjadi
komponen “7-P”, yakni:
1. Produk (Products)
Merupakan bentuk penawaran organisasi
jasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan
melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Produk disini bisa berupa apa
saja (baik yang berujud fisik maupun tidak)
yang dapat ditawarkan kepada pelanggan
potensial untuk.memenuhi kebutuhan dan
keinginan tertentu. Produk merupakan
semua yang ditawarkan ke pasar untuk
diperhatikan, diperoleh dan digunakan atau
dikonsumsi
untuk
dapat
memenuhi
kebutuhan dan keinginan yang berupa fisik,
jasa, orang, organisasi dan ide. Dalam
kaitanya dengan pariwisata produk yang
ditawarkan adalah daerah tujuan wisata
dengan segala penunjangnya yang disertai
dengan rasa yang tenang, aman dan nyaman
ketika mereka berada di daerah tujuan
wisata tersebut. Hal ini sangat berimplikasi
pada pencapaian kepuasan wisatawan (guest
satisfaction). Produk pariwisata bukan hanya
daerah tujuan wisata tetapi meliputi fasilitas
dan pelayanan yang disediakan bagi
wisatawan yang terdiri dari tiga komponen
yaitu: sumberdaya yang terdapat pada suatu
33
Analisa Positioning Obyek Wisata Alam Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan Bauran Pemasaran Jasa Dengan Multidimensional Scaling
daerah, fasilitas dan transportasi (Yoeti,
2002:128) dalam Supraptini (2013) dengan
demikian
produk
wisata
merupakan
gabungan dari obyek wisata atau daerah
tujuan wisata, atraksi yang disediakan dan
tranportasi yang dikemas dalam suatu paket
yang menarik.
2. Harga (Price)
Bauran harga berkenaan dengan kebijakan
strategis dan taktis, harga menggambarkan
besarnya rupiah yang harus dikeluarkan
seorang konsumen untuk memperoleh satu
buah produk dan hendaknya harga akan
dapat terjangkau oleh konsumen sehingga
yang harus diperhatikan adalah bagaimana
harga dapat menjadi daya tarik bagi
wisatawan
karena
wisatawan
sudah
mengorbankan sejumlah uang untuk
mendapatkan kepuasan, apabila wisatawan
tidak mendapatkan apa yang diinginkan
maka yang terjadi adalah wisatawan
meninggalkan suatu daerah tujuan wisata
dan tidak mau lagi mengunjungi daerah
tujuan wisata tersebut yang diakibatkan
karena
banyak
faktor
sepertitidak
nyamannya tempat tersebut, terganggunya
wisatawan pada saat berlibur, terjadinya
kerusakan lingkungan dan lain-lain. Pada
kondisi yang seperti itu walaupun produk
wisata dijual dengan harga yang sangat
murah, besar kemungkinan tidak mampu
menarik jumlah kunjungan wisatawan
karena sudah mendapatkan citra buruk dari
para wisatawan yang pada akhirnya
berakibat fatal dan matinya suatu daerah
tujuan wisata.
3. Saluran Distribusi (Place)
Merupakan keputusan distribusi menyangkut
kemudahan akses terhadap jasa bagi para
wisatawan yang memungkinkan mereka
dapat dengan mudah sampai pada tujuan.
Dalam perkembangan daerah wisata peran
biro perjalanan wisata (travel agent) sangat
diperlukan pada tahapan ini. Biro perjalanan
wisata mampu membuat paket-paket wisata
dan rencanan perjalanan wisata (tour
itenerary)
yang
menarik
yang
dikombinasikan dengan berbagai kegiatan
wisata seperti; tour, kegiatan petualangan,
kegiatan budaya dan lain-lain. Umumnya
wisatawan dipasok oleh biro perjalanan
wisata lokal domestik maupun internasional.
Melihat peran tersebut diatas, maka dapat
dikatakan bahwa biro perjalanan wisata
mendapatkan posisi yang sangat penting
dalam usaha perdagangan jasa pariwisata
34
khususnya dalam peran sebagai saluran
distribusi
4. Promosi (Promotion)
Menurut Kotler (2005), bauran promosi
adalah ramuan khusus dari iklan pribadi,
promosi
penjualan
dan
hubungan
masyarakat yang dipergunakan perusahaan
untuk
mencapai
tujuan
iklan dan
pemasarannya. Bauran promosi yang dipilih
oleh suatu perusahaan bagi suatu produk
atau jasa tergantung pada beberapa faktor:
sifat produk, tahapan dalam daur hidup
produk, karakteristik target pasar, jenis
keputusan pembelian, tersedianya dana
untuk promosi dan menggunakan baik
strategi mendorong (push) maupun menarik
(pull). Promosi wisata adalah kegiatan yang
dilaksanakan
dengan
maksud
menyampaikan produk atau jasa yang akan
ditawarkan pada calon konsumen atau
wisatawan.
5. Bukti Fisik (Physical Evidence)
Karakteristik
intangible
pada
jasa
menyebabkan pelanggan potensial tidak bisa
menilai
suatu
jasa
sebelum
mengkonsumsinya. Ini meyebabkan risiko
yang dipersepsikan konsumen dalam
keputusan pembelian semakin besar. Oleh
sebab itu, salah satu unsur penting dalam
bauran pemasaran adalah mengurangi
tingkat risiko tersebut dengan jalan
menawarkan bukti fisik dari karakteristik
jasa. Bukti fisik dari sebuah tempat wisata
meliputi obyek wisata itu sendiri, papan
nama penunjuk arah atau penanda lokasi,
bangunan dan lain sebagainya.
6. Proses (Process)
Proses produksi atau operasi merupakan
faktor penting bagi konsumen high contact
service yang seringkali berperan sebagai coproducer jasa bersangkutan. Dalam bisnis
jasa, manajemen pemasaran dan manajemen
operasi terkait erat dan sulit dibedakan
dengan tegas. Proses dalam konteks obyek
wisata adalah bagaimana pelayanan atas jasa
wisata dirasakan dan sampai kepada
pengunjung atau pelanggan. Termasuk di
dalamnya pelayanan.
7. Orang (People)
Bagi sebagian besar jasa, orang merupakan
unsur vital dalam bauran pemasaran. Dalam
industri jasa, setiap orang merupakan ”part
time marketer” yang tindakan dan
perilakunya memiliki dampak langsung
terhadap output yang diterima pelanggan.
Evolusi Vol.II No.2 September 2014
ISSN: 2338-8161
Pada obyek wisata, orang-orang yang
terlibat di dalamnya yaitu pelaku wisata,
pengelola, penduduk atau orang-orang yang
ada di lokasi wisata baik itu penjual-penjual
dan termasuk pengelola parker merupakan
bagian dari orang-orang yang mengantarkan
layanan ke pengunjung.
Positioning
Sutojo
(2009:30)
mendefinisikan
positioning sebagai tindakan menempatkan
diri secara tepat di setiap segmen pasar
dilakukan dengan jalan membandingkan
kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan
perusahaan pesaing yang beroperasi dalam
segmen pasar yang sama. Penelitian yang
dilakukan oleh Ibrahim dan Gill (2004) yang
berjudul A Positioning Strategy for a Tourist
Destination, Based On Analysis of
Customers Perceptions and Satisfaction
yang memiliki tujuan untuk mengukur
persepsi dan kepuasan konsumen produk
pariwisata Barbados dan mengidentifikasi
pasar ceruk yang bisa digunakan di dalam
pengembangan
strategi
positioning.
Penelitian ini menemukan empat komponen
yang digunakan sebagai pasar ceruk yang
digunakan sebagai indikator destination
repositioning strategy yaitu : recreational,
sports, culture, and eco-tourism.
Syarat-syarat
untuk
membangun
positioning (Kotler et al, 2005: 60) meliputi:
1. Customer. Positioning harus diposisikan
secara baik oleh para pelanggan dan
menjadi reason to buy mereka. Ini
terjadi bila pebisnis mendiskripsikan
value yang diberikan kepada pelanggan
sehingga dapat menjadi penentu pada
saat memutuskan untuk membeli.
2. Company.
Positioning
seharusnya
mencerminkan
kekuatan
dan
keunggulan kompetitif perusahaan,
jangan
sekali-kali
merumuskan
positioning
tetapi
tidak
mampu
melaksanakannya,
ini
akan
menyebabkan over promise under
deliver.
3. Competitive.
Positioning
haruslah
bersifat unik, sehingga dengan mudah
mendiferensiasikan diri dari pesaingnya,
tidak mudah ditiru oleh pesaing,
sehingga akan bisa sustainable dalam
jangka panjang.
4. Change. Didasarkan pada kajian atas
perubahan
yang
terjadi
dalam
lingkungan bisnis. Positioning harus
berkelanjutan dan selalu relevan dengan
berbagai perubahan dalam lingkungan
bisnis, baik perubahan pesaing, perilaku
pelanggan, perubahan sosial budaya dan
sebagainya, artinya bila sudah tidak
relevan
lagi
maka
lakukan
repositioning.
Menurut Kotler (2005: 343), jika
perusahaan ingin mempunyai keunggulan
bersaing maka perusahaan itu harus dapat
terdeferensiasikan dengan para pesaing.
Diferensiasi dapat dilakukan melalui lima
dimensi yaitu :
1. Produk, perusahaan menetapkan titik
berat pada pembedaan bentuk secara
fisik.
2. Pelayanan, jika produk fisik tidak
mudah untuk didifferensiasikan, maka
kunci
dari
keberhasilan
dalam
persaingan
sering
terletak
pada
penambahan pelayanan yang dapat
meningkatkan nilai serta kualitas.
3. Personil, perubahan dapat diperoleh
keunggulan bersaing yang kuat dengan
mempekerjakan dan melatih orang yang
lebih baik dari pesaing. Keberadaan
pekerja yang terampil akan memberikan
kepercayaan bagi konsumen pada
produknya.
4. Citra, jika penawaran yang bersaing
kelihatan sama, pembeli mungkin
berbeda tanggapannya pada citra
perusahaan atau citranya sebagai
konsumen. Seringkali konsumen sangat
menjaga citra pada saat konsumen
menggunakan suatu produk.
5. Saluran, pembedaan juga bias dibentuk
dengan melakukan differensiasikan
terhadap saluran distribusi yang berbeda
dengan pesaing. Efektifitas dari saluran
distribusi tergantung pada beberapa
komponen seperti jangkauan, keahlian,
dan kinerja.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kuantitatif, teknik
pengambilan data menggunakan kuesioner.
Responden diambil dari pengunjung masingmasing obyek wisata dan diminta
membandingkan satu obyek wisata dengan
obyek wisata lainnya berdasarkan atributatribut bauran pemasaran jasa. Analisa data
menggunakan Multidimensional Scalling
menggunakan SPSS
17.0. Analisis
Multidimensional
Scalling
(MDS)
merupakan salah satu teknik peubah ganda
yang dapat digunakan untuk menentukan
posisi suatu obyek relatif terhadap obyek
lainnya berdasarkan penilaian kemiripannya.
MDS disebut juga Perceptual Map. MDS
35
Analisa Positioning Obyek Wisata Alam Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan Bauran Pemasaran Jasa Dengan Multidimensional Scaling
berhubungan dengan pembuatan map untuk
menggambarkan posisi sebuah obyek
dengan obyek lain berdasarkan kemiripan
obyek-obyek
tersebut.
Tujuan
dari
multidimensional scaling (MDS) adalah
untuk memberikan gambaran visual dari
pola kedekatan yang berupa kesamaan atau
jarak diantara sekumpulan objek-objek.
Penerapan MDS dapat dijumpai pada
visualisasi ilmiah dan data mining dalam
ilmu kognitif, informasi, pemasaran maupun
ekologi. MDS dapat menunjukkan dimensi
penilaian dari responden secara langsung ke
dalam pola visualisasi kedekatan mengenai
kesamaan produk. Karena keunggulan inilah
MDS merupakan suatu alat yang paling
umum
digunakan
dalam
pemetaan
perceptual (perceptual mapping). MDS
sangat popular dalam penelitian bidang
pemasaran untuk perbandingan brand, dan
pada psikologi, MDS digunakan untuk
mempelajari dimensi ciri-ciri pribadi.
Penggunaan lain MDS adalah pada aplikasi
yang menggunakan ranking, rating,
pembedaan
persepsi,
atau
dalam
pengambilan suara (voting).
Kidul), Pantai Indrayanti (Kabupaten
Gunung Kidul) dan Goa Pindul (Kabupaten
Gunung Kidul).
Deskripsi Sampling dan Responden
Pengambilan sampel dilakukan karena
begitu banyaknya pengunjung kelima obyek
wisata tersebut sehingga tidak mungkin
mengambil data sesuai populasi. Sampling
dilakukan dengan cara acak (random), dari
200 kuesioner yang disebar terdapat 104
kuesioner yang layak diolah karena banyak
kesalahan
mengisi
oleh
responden.
Responden merupakan wisatawan lokal
kelima obyek wisata tersebut.
Uji Reliabilitas
Ide pokok dari reliabilitas tes adalah
sejauh mana hasil suatu tes itu dapat
dipercaya konsistensinya. Sebuah tes
dikatakan reliabel atau dipercaya jika
memberikan hasil yang sama dalam atribut
yang diukur dari peserta dan tes yang sama.
Menurut Nunally (1967) dalam Ghozali
(2006) suatu konstruk dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,6
yang artinya tes tersebut adalah reliabel atau
konsisten. Koefisien Cronbach Alpha adalah
suatu alat analisis penilaian keandalan
(realiability test ) dari suatu skala yang
dibuat. Caraini untuk menghitung korelasi
skala yang dibuat dengan seluruh variabel
yang ada, dengan angka koefiesien yang
dapat
diterima
yaitu
diatas
0,6.
(Ghozali,2006).
Pada penelitian ini didapat Cronbach
Alpha sebesar 0.897 yang berarti reliabel
seperti yang tertera pada Tabel 1.
Pembahasan
Deskripsi Obyek Penelitian
Untuk dilakukan pengolahan data,
penulis membandingkan lima obyek wisata
yang paling dikenal oleh wisatawan
domestik di Daerah istimewa Yogyakarta.
Obyek wisata yang akan diukur persepsi dan
pemosisiannya oleh konsumen adalah Pantai
Parangtritis
(Kabupaten
Bantul),
Pegunungan Kaliurang
(Kabupaten
Sleman), Pantai Baron (Kabupaten Gunung
Tabel 1. Hasil Uji Reliabiltas
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items
.897
.906
5
Hasil Rerata Atribut Obyek Wisata
Hasil rerata (mean) dari masing-masing
atribut obyek wisata ditampilkan agar dapat
menunjukkan bagian-bagian dimana atribut
dipersepsikan tinggi oleh konsumen seperti
ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Mean Atribut Obyek Wisata Hasil Persepsi
Atribut
36
dan
Pantai
Kaliurang
Pantai
Pantai
Goa
Evolusi Vol.II No.2 September 2014
ISSN: 2338-8161
Obyek
Keindahan
Daya Tarik
Potensi Alam
Fasilitas
Kemudahan
lokasi
Kenyamanan
Kebersihan
Keamanan
Lingkungan
Atraksi
Promosi
Restribusi
Harga Tiket
Harga Fasilitas
Harga Wahana
Harga Parkir
Sikap
Pengelola/Pelaku
Wisata
Pelayanan
Penunjuk
Arah
Lokasi
Penunjuk Fasilitas
Parangtritis
4.68
4.67
4.77
3.97
5.27
5.04
5.51
4.66
Indrayanti
6.11
5.96
6.05
5.04
Baron
5.48
5.37
5.39
4.58
Pindul
5.62
5.66
5.63
4.97
5.53
5.21
4.35
4.46
4.29
4.21
3.77
4.03
4.47
3.52
3.89
4.70
4.63
4.12
4.07
4.60
4.76
4.85
4.95
5.02
4.21
4.32
4.63
4.62
4.23
4.13
4.65
5.03
5.22
4.94
5.40
3.80
4.83
4.65
4.79
4.44
4.37
4.62
4.56
4.66
4.53
4.94
3.63
4.47
4.64
4.63
4.40
4.42
4.69
4.62
4.94
4.55
5.20
4.38
4.68
4.31
4.19
4.12
4.05
4.85
4.69
4.83
5.10
4.93
4.91
4.55
4.94
5.23
4.92
5.14
5.18
5.39
5.17
5.06
4.86
4.84
5.20
5.12
5.00
5.10
Pantai
Indrayanti
dipersepsikan
konsumen adalah obyek wisata paling indah,
daya tarik tinggi, potensi alam yang sangat
baik, memiliki fasilitas yang memadai,
nyaman, bersih, lingkungan yang baik,
sering melakukan promosi, harga tiket,
fasilitas dan wahana yang terjangkau,
pelayanan
pengelola
memuaskan.
Sedangkan Pantai Parangtritis dipersepsikan
tinggi hanya di 2 atribut yaitu kemudahan
menjangkau lokasi dan biaya masuk yang
murah, hal tersebut dimungkinkan karena
lokasinya yang tidak terlalu jauh dari pusat
kota Yogyakarta. Kaliurang dipersepsikan
tinggi dari sisi keamanan, penunjuk arah
lokasi yang jelas serta penunjuk fasilitas
wisata yang baik. Goa pindul dipersepsikan
tinggi dari sisi atraksi yang sangat menarik
dan harga parkir yang murah.
Dari hasil rerata juga tampak bahwa Pantai
Parangtritis dipersepsikan memiliki nilai
terendah pada 15 atribut yaitu dari sisi
keindahan, daya tarik, potensi alam, fasilitas,
kebersihan, keamanan, lingkungan, atraksi,
promosi, harga fasilitas, harga parker, sikap
pengelola/pelaku wisata, pelayanan dan
penunjuk fasilitas. Sedangkan Goa Pindul
dipersepsikan wisata yang paling mahal
dengan lokasi yang sulit dijangkau serta
penunjuk arah yang kurang jelas.
Hasil Analisa Multidimensional Scalling
Atribut yang diteliti terdiri dari 20
macam yang merupakan bagian dari bauran
pemasaran jasa wisata, atribut tersebut
adalah Keindahan tempat wisata (Product),
Daya Tarik (Product), Potensi Alam
(Product), Fasilitas (Product), Jangkauan
Lokasi (Product dan Place), Kenyamanan
(Product dan Process), Kebersihan (Product
dan Process), Keamanan (Product dan
Process), Lingkungan (Product dan Process),
Atraksi (Promosi), Promosi (Promosi),
Biaya Masuk Lokasi/Restribusi Daerah
(Price), Harga Tiket (Price), Harga Fasilitas
(Price), Harga Wahana (Price), Harga Parkir
(Price),
Sikap
Pengelola/Penduduk/Pedagang
(People),
Layanan Wisata (Process), Arah Penunjuk
Lokasi (Process dan Physical Evidence),
Tanda Penunjuk Fasilitas/Tempat (Physical
Evidence).
Hasil pengolahan data menggunakan
analisa Multidimensional Scaling (MDS)
pada Gambar 2. menunjukkan bahwa obyek
wisata Pantai Parangtritis, Pegunungan
Kaliurang, Pantai Baron, Pantai Indrayanti,
dan Goa Pindul dipersepsikan oleh
konsumen memiliki kemiripan, hal tersebut
ditunjukkan titik-titik pada perceptual map
hasil MDS bahwa kelima obyek wisata
tersebut berada dalam satu dimensi yang
sama dan berdekatan. Artinya bahwa obyek
wisata tersebut dipersepsikan hampir sama
oleh konsumen berdasarkan atribut yang
37
Analisa Positioning Obyek Wisata Alam Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan Bauran Pemasaran Jasa Dengan Multidimensional Scaling
melekat padanya. Namun apabila lebih
dicermati pada jarak kedekatan antar titik
maka Pantai Indrayanti, Pantai Baron, dan
Goa Pindul adalah yang dipersepsikan
paling mirip oleh konsumen, sedangkan
Pantai Parangtritis dan Kaliurang sedikit
lebih jauh titiknya yang artinya ada atribut
yang tidak dipersepsikan sama oleh
konsumen.
Pada perceptual map juga terdapat titik
yang menunjukkan Row 1 sampai Row 20,
Row 1 sampai Row 20 adalah atribut-atribut
obyek wisata yang digunakan dalam
penelitian ini. Semakin mendekati titik yang
menunjukkan obyek wisata maka atribut
tersebut
yang
sedang
dipersepsikan
konsumen identik dengan obyek wisata
tersebut.
Gambar 2. Perceptual Map Pemosisian Obyek Wisata
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat
disimpulkan beberapa hal berikut:
1. Bauran pemasaran jasa wisata meliputi
7 P yaitu Product, Price, Promotion,
Place, Process, People, Physical
Evidence dimana hal tersebut dapat
digunakan sebagai dasar pengukuran
pemasaran suatu obyek wisata.
2. Hasil rerata (mean) menunjukkan
bahwa Pantai Parangtritis memiliki nilai
yang paling rendah dari obyek wisata
lainnya, sedangkan Pantai Indrayanti
memiliki nilai yang paling tinggi di
beberapa atribut dibandingkan dengan
obyek
wisata
lainnya.
Pantai
Parangtritis
dapat
disimpulkan
mengalami penurunan pesona karena
beberapa atributnya, sedangkan Pantai
Indrayanti dan Goa Pindul yang sedang
gencar menjadi pusat perhatian karena
banyak pemberitaan di media lebih
diminati meskipun dari sisi lokasi
Pantai Parangtritis lebih mudah
38
3.
dijangkau daripada Pantai Indrayanti
atau
Goa
Pindul.
Kemudian,
Pegunungan Kaliurang dan Pantai
Baron dipersepsikan biasa saja, artinya
konsumen merasakan tidak ada
perubahan yang berarti dari kedua
obyek wisata tersebut dari tahun ke
tahun.
Hasil analisa MDS menunjukkan bahwa
sebenarnya nilai yang diberikan
konsumen atas hasil persepsinya
terhadap obyek wisata yang diteliti
tidak memiliki rentang nilai yang terlalu
jauh, sehingga dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya kelima obyek wisata
yang diteliti masih memiliki kedekatan
karakteristik jika diukur dari 20 atribut
penelitian ini. Kelima obyek wisata
masih diminati oleh pengunjung
meskipun jika dilihat dari reratanya
posisi
terendah
adalah
Pantai
Parangtritis. Sehingga untuk skala
prioritas dapat disimpulkan bahwa
semua obyek wisata tersebut layak
Evolusi Vol.II No.2 September 2014
ISSN: 2338-8161
untuk dikembangkan bersama-sama
sesuai
urutan
peminatan
dari
pengunjung.
Saran
Saran yang penulis berikan adalah
kepada
pemerintah
dan
penelitian
selanjutnya:
1. Pemerintah dapat mengacu pada
penelitian ini bahwa Pantai Parangtritis,
Pantai Baron, dan Kaliurang perlu
dilakukan
pembaharuan
strategi
kebijakan
untuk
mengembalikan
pesonanya dan menghadirkan daya tarik
yang maksimal pada beberapa atribut
seperti yang telah dibahas dalam
penelitian ini. Selain itu, Goa Pindul
dipersepsikan oleh konsumen untuk
penunjuk arah lokasi wisata yang
kurang
memadai,
hal
tersebut
terkonfirmasi dengan fakta bahwa
banyak spanduk menuju ke arah Goa
Pindul namun ternyata spanduk tersebut
mengarah kepada calo wisata yang
memasang
tarif
jasa
untuk
mengantarkan
ke
Goa
Pindul,
Pemerintah
dapat
lebih
mengkoordinasikan hal tersebut untuk
kenyaman pengunjung. Dari sisi harga
Goa Pindul juga dipersepsikan paling
mahal diantara empat obyek wisata lain,
sehingga mungkin kebijakan harga
dapat disesuaikan dengan kebijakan
daerah kabupaten masing-masing.
2. Obyek wisata Pantai Indrayanti dan Goa
pindul
perlu
dipertahankan
eksistensinya. Tidak hanya kedua obyek
wisata tersebut, namun semua obyek
wisata yang ada. Konsep E-Tourism
dapat menjadi salah satu solusi
menaikkan pamor dan layanan obyek
wisata yang ada di Yogyakarta
3. Saran untuk penelitian selanjutnya
adalah dapat mengambil sampel
responden lebih banyak dan responden
dapat diambil pula dari wisatawan
asing, dimungkinkan mereka akan
memiliki persepsi yang berbeda dengan
wisawatan domestik atau lokal.
Ibrahim, Essam E & Gill, Jacqueline. 2005.
“A Positioning Strategy for A Tourist
Destination, Based on Analysis of
Customers' Perceptions and Satisfactions“
Marketing Intelligence & Planning. Vol. 23
No. 2/3; pp. 172-189.
Kotler, Philip. et al. 2005. Principles of
Marketing (4th ed.), Harlow: Pearson
Schiffman, Leon, & Kanuk, Leslie Lazar.
2008. Consumer Behaviour 7th Edition .
Jakarta: PT. Indeks.
Soemarno. 2010. Desa Wisata. [Online].
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/D
esa-wisata.doc (diakses 1 Juli 2014)
Stanton. 2001. Prinsip Pemasaran. Jilid 1.
Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka
Supraptini,
Nunuk.
2013.
Bauran
pemasaran: Strategi Pemasaran Pariwisata
di Kabupaten Semarang. Jurnal Ilmiah
Inkoma. Vol 24. No 24. pp 83 – 91.
Sutojo, Siswanto. 2009. Manajemen
Pemasaran Edisi Kedua. Jakarta: PT. Damar
Mulia Pustaka
Tjiptono,
Fandy.
2005.
Pemasaran
Pariwisata Terpadu. Bandung: Angkasa
Daftar Pustaka
Ghozali. Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Hawkins et al. 2004. Consumer Behavior.
New York: Mc Graw Hill
39
Analisa Positioning Obyek Wisata Alam Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan Bauran Pemasaran Jasa Dengan Multidimensional Scaling
40
Download