9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kekerasan 1. Definisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan, disamping itu perilaku juga diartikan sebagai
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar)
(Notoatmodjo, 2007). Bloom (dalam Notoatmodjo, 2007), perilaku
manusia dibagi menjadi 3 domain, yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik
atau tindakan.
Kemarahan adalah suatu emosi yang terentang mulai iritabilitas
sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang, biasanya kemarahan
adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan dan
mengancam (Stuart, 2006). Menurut Videbeck (2008) kemarahan adalah
emosi yang normal pada manusia yakni respons emosional yang kuat dan
tidak menyenangkan terhadap suatu provokasi baik nyata ataupun yang
dipersepsikan individu. Sedangkan Townsend (1998) Perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) perilaku kekerasan atau amuk adalah
perasaan marah atau jengkel yang kuat disertai dengan hilangnya control
diri atau kendali diri.
9
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
10
Tanda dan gejala yang ditemui pada pasien melalui observasi atau
wawancara tentang perilaku kekerasan menurut Keliat (2009) adalah
sebagai berikut: muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan
rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir, bicara
kasar, suara tinggi, menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal atau
fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang atau
benda, tidak memiliki kemampuan mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasan. Akibat dari perilaku kekerasan yaitu orang dengan perilaku
kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
Erick dan Sally (2009) mengelompokan bentuk-bentuk perilaku
kekerasan menjadi tiga yaitu bentuk Emosional verbal, meliputi sikap
membenci baik yang diekspresikan dalam kata-kata maupun tidak, seperti
marah,
terlibat
dalam
pertengkaran,
mengutuki,
mencaci
maki,
menertawakan, dan menuduh secara jahat. Bentuk fisik bersifat sosial,
meliputi perbuatan berkelahi dalam rangka mempertahankan diri atau
mempertahankan objek cinta, membalas dendam terhadap penghinaan,
dan membalas orang yang melakukan penyerangan. Bentuk fisik bersifat
anti sosial (fisik asosial), meliputi perbuatan menyerang, melukai,
berkelahi tanpa alasan, membalas penderitaan secara brutal dengan
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
11
pengrusakan yang berlabihan, menentang petugas medis, dan perilaku
kekerasan secara seksual.
2. Rentang perilaku kekerasan
Perilaku atau respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang
adaptif sampai maladaptif. Rentang respon marah menurut Stuart (2006),
dimana amuk (perilaku kekerasan) dan agresif berada pada rentang
maladaptif, seperti pada gambar berikut:
Adaptif
Asertif
Maladaptif
Frustasi
Pasif
Agresif
Amuk/PK
Gambar 2. 1. Rentang Respon Kemarahan (Sumber : Stuart, 2006)
Keterangan:
a. Asertif, merupakan ungkapan rasa tidak setuju atau kemarahan yang
dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain sehingga
akan memberikan kelegaan dan tidak menimbulkan masalah. Asertif
merupakan bentuk perilaku untuk menyampaikan perasaan diri
dengan kepastian dan memperhatikan komunikasi yang menunjukkan
respek pada orang lain (Stuart & Laraia, 2005).
b. Frustasi, adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
yang tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
12
c. Pasif, merupakan kelanjutan dari frustasi, dalam keadaan ini individu
tidak menemukan alternatif lain penyelesaian masalah, sehingga
terlihat pasif dan tidak mampu mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif, adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku
yang tampak berupa muka masam, bicara kasar, menuntut, dan kasar.
e. Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan
yang kuat disertai kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3. Tingkat perilaku kekerasan
Tingkat perilaku kekerasan menurut Jeffrey dkk (2006):
a. Ringan, merupakan perilaku kekerasan yang diperlihatkan pasien
dengan gangguan jiwa hanya sebatas intimidasi terhadap orang-orang
disekitarnya. Pasien belum melakukan kekerasan verbal tetapi sudah
menunjukkan kekerasan emosional. Bentuknya merupakan emosional
verbal seperti mata melotot, melihat dengan tajam atau mengepalkan
tangan.
b. Menengah (sedang), merupakan perilaku kekerasan yang sudah
dilakukan pasien tatapi tidak mengakibatkan cedera yang berarti.
Pasien dengan gangguan jiwa sudah menyerang dengan intensitas
yang rendah, misalnya memukul tapi dengan jenis pukulan yang tidak
terlalu keras.
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
13
c. Berat, merupakan perilaku kekerasan yang benar-benar dilakukan
pasien dengan gangguan jiwa dalam intensitas yang berat. Biasanya
akan mengakibatkan cedera serius pada orang yang diserang.
4. Etiologi Perilaku kekerasan
Etiologi kemarahan, ada dua yaitu teori neurobiologi dan teori
psikososial (Videbeck, 2008), yaitu:
a. Teori neurobiologi
Peran neurotransmiter dalam studi tentang kemarahan telah dipelajari
pada hewan dan manusia, tetapi tidak ada satu pun penyebab yang
ditemukan. Hasil temuan menyatakan bahwa serotonin berperan
sebagai inhibitor utama perilaku agresi (Videbeck, 2008).
b. Teori psikososial
Bayi dan toddler mengekspresikan diri dengan suara keras dan intens.
Hal normal pada tahap pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Tempertantrum merupakan respons yang biasa terjadi pada toddler
yang keinginannya tidak terpenuhi (Videbeck, 2008).
B. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan
Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan
melalui 3 cara, yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan dan
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
14
menantang. Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari
internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam,
kesal sedangkan stressor ekternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya, hal
tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu
(disruption and loss). Videbeck (2008) mengatakan pemaknaan dari individu
pada setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi hal
terpenting.
C. Pengkajian Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan
Pada dasarnya pengkajian pada klien dengan perilaku kemarahan
ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual (Stuart,
2006).
1. Aspek Biologi
Respon fisiologis timbul kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardia, wajah
merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada
gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatkan kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
15
2. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin berkelahi, ngamuk, bermusuhan, sakit hati,
menyalahgunakan dan menuntut. Perilaku menarik perhatian dan
timbulnya konflik pada diri sendiri perlu dikaji seperti melarikan diri,
bolos dari sekolah, mecuri, menimbulkan kebakaran, dan penyimpangan
seksual.
3. Aspek intelektual
Pengalaman kehidupan individu sebagain besar didapatkan melalui proses
intelektual. Peran pancaindera sangat penting untuk beradaptasi pada
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman.
4. Aspek sosial
Meliputi
interaksi
sosial,
budaya,
konsep
rasa
percaya
dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan dari orang
lain. Menimbulkan penolakan dari orang lain, sebagain klien menyalurkan
kemarahn dengan nilai dan mengkritik tingkah laku orang lain, sehingga
orang lain merasa sakit hati. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri menjauhkan dari orang lain.
5. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai, dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu.
Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
16
kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Individu yang percaya kepada Tuhan, selalu meminta kebutuhan dan
bimbingan kepada-Nya.
D. Tindakan Keperawatan Terhadap Perilaku Kekerasan
Stuart (2006), menyatakan bahwa perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan manajemen perilaku kemarahan.
Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawatan, seperti pada gambar
berikut:
Adaptif
Maladaptif
• Strategi preventif
• Strategi antisipatif
•
Strategi
pengurungan
Kesadaran diri
Komunikasi
Managemen krisis
Pendidikan klien
Perubahan lingkungan
Seclusion
Latihan asertif
Tindakan perilaku
Restrain
Psikofarmakologi
Gambar 2.2
a.
Rentang Tindakan Keperawatan Terhadap Perilaku Kekerasan
(Sumber : Stuart, 2006)
Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapinya dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat merasa letih,
cemas, marah, atau apatis makan akan sulit baginya untuk membuat klien
tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah,
maka energi yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk
mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus meningkatkan
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
17
kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara
masalah pribadi dan masalah klien.
b.
Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan
cara mengekspresikan marah yang tepat. Banyak klien yang mengalami
kesulitasn mengekspresikan perasaanya, kebutuhan, hasrat, dan bahkan
kesulitan mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan
berkomunikasi diharapakan agar klien mau mengekspresikan perasaannya,
lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan klien adaptif atau
maladaptif, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan terapi
menggambar, sehingga klien dapat mengekpresikan perasaannya melalui
gambar.
c.
Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat, meliputi:
Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang, mengatakan “tidak”
untuk sesuatu yang tidak beralasan, Sanggup melakukan komplain,
mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
d.
Komunikasi
Strategi komunikasi dengan klien perilaku kemarahan, yaitu: Bersikap
tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara menghakimi, bicara netral
dan dengan cara yang konkrit, tunjukkan respek pada klien, hindari
intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi
tanpa kesan berlebihan, fasilitasi pembicaraan klien, dengarkan klien,
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
18
jangan buru-buru menginterprestasikan, jangan buat janji yang tidak dapat
ditepati.
e.
Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya penyediakan berbagai aktivitas seperti:
membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak
sesuai dan meningkatkan adaptasi sosial.
f.
Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang
dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat
bila kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat selama perawatan.
g.
Psikofarmakologi
Pengobatan yang diberikan meliputi obat-obatan golongan anti ansietas
dan hipnotik sedatif, antidepresi, stabilasi mood, antipsikotik dan obatobatan golongan lainnya.
h.
Managemen krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi
yang lebih aktif dengan penanganan kedaruratan psikiatri dengan pimpinan
tim krisis yang bertanggung jawab selama 24 jam.
i.
Seclusion
Pengekangan
fisik
merupakan
tindakan
yang
terakhir,
dimana
pengekangan ada dua macam pengekangan fisik secara mekanik atau
dengan isolasi klien.
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
19
j.
Restrain
Merupakan terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik klien.
E. Faktor-faktor penyebab perilaku kekerasan
a. Faktor Predisposisi
Beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan
menurut (Keliat, 2002; Stuart, 2006; dan Yosep 2009) :
1) Faktor Biologis.
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan
bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus
(yang berada di tengah system limbik) binatang ternyata menimbulkan
perilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
perifornik
hipotalamus
dapat
menyebabkan
seekor
kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya
berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan
hendak menerkan tikus atau objek yang ada di sekitarnya (Stuart,
2006).
Faktor-faktor yang mendukung, menurut Yosep (2009) :
1) Masa kanak - kanak yang tidak menyenangkan
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
20
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).
5) Kecacatan fisik
6) Tumor otak
7) Trauma otak
8) Penyakit menahun
2) Faktor Psikologis
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa
perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud (1998)
berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting.
Kesatu insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas; dan
kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas (Yosep,
2009).
Frustation-agression theory; Teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud (1998) ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha
seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka
akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan
agresif mempunyai riwayat perilaku agresif. Pandangan psikologi
lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya peran dari
perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan
pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang
sifatnya tidak merusak, misal ketidak percayaan, tidak terpenuhinya
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
21
kepuasan, ketidakberdayaan (Yosep, 2009).
Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak –
kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau sanksi penganiayaan (Keliat, 2002)
3) Faktor Sosial Budaya
Social Learning Theory, teori yang dikembangkan oleh
Bandura (1977) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresif dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, maka
semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan
berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau
eksternal. Contoh internal: orang yang mengalami keterbangkitan
seksual
karena
menonton
film
erotis
menjadi
lebih
agresif
dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut, seorang anak
yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya
es agar si anak berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa bila
ia marah maka ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh
eksternal: seorang anak menunjukkan perilaku agresif setelah melihat
seorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif
terhadap sebuah boneka, seorang anak yang sering melihat kedua
orang tuanya bertengkar sehingga anak tersebut bisa meniru (Stuart,
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
22
2006). Budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (Keliat, 2002).
4) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini mestimulasi individu mengadopsi perilaku kerasan (Keliat,
2002)
5) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistim limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Keliat, 2002).
b.
Faktor Presipitasi
Stuart (2006) mengatakan secara umum, seseorang akan berespon
dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat
berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman
terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam,
mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus
bersama-sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal
ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal : serangan secara psikis,
kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
23
orang lain. Sedangkan contoh dari stresor internal : merasa gagal dalam
bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang
mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan, menurut Stuart 2006; dan
Keliat 2002 terbagi dua, yakni :
a. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
b. Lingkungan: ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi sosial.
F. Kerangka Teori Penelitian
Faktor Predisposisi:
1. Faktor Biologis (Stuart, 2006; Yosep 2009)
2. Faktor Psikologis (Keliat, 2002; Yosep 2009)
3. Faktor Sosial budaya (Keliat, 2002; Stuart 2006)
4. Perilaku (Keliat, 2002)
5. Bioneurologis (Keliat, 2002)
Resiko perilaku
kekerasan
Faktor Presipitasi:
1. Klien:
kelemahan
fisik,
keputusasaan,
ketidakberdayaan, kurang percaya diri
(Keliat, 2002; Stuart, 2006)
2. Lingkungan: ribut, kehilangan orang/objek yang
berharga, konflik interaksi sosial
(Keliat, 2002; Stuart, 2006)
Gambar 2.3 Kerangka teori modifikasi Keliat (2002); Stuart (2006) & Yosep
(2009)
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
24
G. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Bebas
Variabel Terikat
1. Faktor Biologis
Resiko perilaku
kekerasan
2. Faktor Psikologis
3. Faktor Sosial budaya
Gambar 2.4 Kerangka konsep penelitian.
H. Hipotesis penelitian
Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya
masih perlu diteliti lebih lanjut (Arikunto, 2002). Hipotesis dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Ha
: Ada hubungan antara faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
perilaku kekerasan pada pasien resiko perilaku kekerasan di ruang
Bima dan Sadewa RSUD Banyumas.
Ho
: Tidak ada hubungan antara faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya perilaku kekerasan pada pasien resiko perilaku kekerasan
di ruang Bima dan Sadewa RSUD Banyumas.
Analisis Faktor yang..., Indri Mulyani, Fak. Ilmu Kesehatan UMP, 2013
Download